ROADMAP PEREKONOMIAN Penciptaan Tiga Juta Lapangan Kerja Berkualitas per Tahun Kontribusi APINDO bagi Kepemimpinan Nasional 2014-2019
RINGKASAN EKSEKUTIF
TIM PENYUSUN Pengarah Sofjan Wanandi, Chris Kanter, Suryadi Sasmita, Shinta W. Kamdani, DE Setijoso, Anton J. Supit, Johnny Dharmawan, Soebronto Laras, Rachmat Gobel, Hariyadi B. Sukamdani, Sanny Iskandar
Penyunting Djisman Simandjuntak, Mari Elka Pangestu, P. Agung Pambudhi
Kelompok Kerja Pangan dan Pertanian Bayu Krisnamurthi, Bustanul Arifin, Farid Bahar Energi Luky Yusgiantoro, Muliawan Margadana, Herman Kasih Manufaktur Sjamsu Rahardja, Haryo Aswicahyono, Riandy Laksono Jasa Mari Elka Pangestu, Yose Rizal Damuri, Angga Antagia Kebijakan Makro dan Institusi Finansial Raden Pardede, David E. Sumual, Anton Gunawan, Manggi Habir Infrastruktur Djisman Simandjuntak, Rizqy Anandhika Hukum, Ketenagakerjaan, Reformasi Birokrasi, Otonomi Daerah Todung Mulya Lubis, Julius Singara, Teguh Maramis, Asep Warlan Yusuf Suahasil Nazara, P. Agung Pambudhi, Robert Endy Jaweng
Narasumber Benny Kusbini, Juan Permata Adoe, Karen Tambayong, Munardji Sudarjo, Tito Pranolo Afdhal Bahaudin, Ida Ayu Puspasari, Izmail Zulkarnain, Luluk Sumiarso, Mery Sofi, Murtaqi Syamsuddin, Nur Pamudji, Priyo Pribadi, Sulistiyanto, Suyitno Padmosukismo, Setio AD Ashwin Sasongko, Dedy S. Priatna, Imam M. Ramadhany, Luky Eko Wuryanto Agus Tjahyana, Bob Azzam, Franky Sibarani, Harijanto, Mintardjo Halim, Noegardjito Armida Alisjahbana, Anwar Nasution, Bambang PS Brodjonegoro, Cyrillus Harinowo, Darmin Nasution, Doddy BW, Felia Salim, Gunawan Tjokro, Mahendra Siregar, Mulya Siregar Akhiar Salami, Hikmahanto Juwono, Hesti Setiowati, Norman Djumiril, Rahmad Soemadipradja, Timur Sukirno Myra Hanartani, Nugroho Wienarto, Palmira Bachtiar, Rahma Iryanti, Satrijo PH, Tianggur Sinaga Daan Patinasarani, Dodi Riyatmadji, Erman A. Rachman, Farah Ratnadewi Indriani, Jeffrey EM, Riatu MQ, Sigit Murwito, Syaikhu Usman, Tino Hardianto, Wariki Sutikno Achmad Shauki, Aratsu Yuki, Chris Wren, CK Song, Daiiki Yokoyama, David Hawes, David Nellor, Darrel Johnson, Della Temenggung, E. Boulcstreau, Elmar Bouma, H. Muraoka, J. Carouso, Gustav Papanek, Jacob Fris Sorengen, Jae-Hee Chang, Jonathan Pincus, Kirk Laysond, Mercy Simorangkir, Monika Wihardja, Masahiro Juraku, Motoyasu Tanaka, Nathalie Linvelt, Ole Schenke Eikum, SP Warmerdam, Paul Barlett, William Wallace, Yoshida Susumu, Yoshinori Keino, Yook Chan Kim
ii
1. KONTEKS KEBIJAKAN Masalah Utama APINDO dan dunia usaha pada umumnya melihat bahwa tantangan utama pemerintahan kedepan di dalam pembangunan ekonomi adalah bagaimana menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, stabil, dan inklusif. Artinya, pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak cukup, tetapi juga harus semakin mampu menyediakan pekerjaan formal ber kualitas, sehingga secara efektif mengurangi kemiskinan dan kesenjangan. Intinya untuk menyerap 8,3 juta tambahan angkatan kerja selama periode 2014-2019 plus pengangguran tahun 2013 sebesar 7,2 juta maka diperlukan lapangan kerja sejumlah 15,5 juta. Dengan kata lain diperlukan setidaknya penciptaan 3 juta lapangan pekerjaan per tahun antara 2014-2019. Untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi yang semakin berkualitas, pembangunan dan kebijakan ekonomi yang berdaulat perlu memperhatikan tiga pilar, yaitu (i) perluasan kesempatan usaha yang berdasarkan persaingan yang adil, transparansi kebijakan, kepastian hukum, dan iklim usaha yang kondusif; (ii) penyebarluasan manfaat dari globalisasi dengan mengedepankan kepentingan dalam negeri; serta (iii) keberpihakan yang lebih besar kepada rakyat (khususnya rakyat miskin), Usaha Kecil dan Menengah (UKM), daerah, serta kepentingan dalam negeri. Sumber Pertumbuhan, Peluang dan Tantangan Selama ini dan kedepan perkembangan ekonomi Indonesia didorong oleh 5 aspek pendorong perkembangan, yaitu (i) besarnya basis konsumsi dalam negeri, berjumlah 240 juta orang, yang semakin meningkat daya belinya; (ii) keuntungan (dividen) demografik dimana jumlah penduduk usia produktif lebih besar dari penduduk berumur dibawah 14 tahun dan di atas 65 tahun; (iii) kekayaan sumber daya, dimana boom komoditas primer karena kekayaan sumber daya alam telah menopang pertumbuhan ekonomi dan ekspor selama 8 tahun terakhir; kede pan kekayaan keseluruhan sumber daya (termasuk alam, manusia dan warisan budaya) seba gai basis untuk diversifikasi struktur ekonomi; (iv) demokrasi yang stabil sampai tingkat daerah sehingga mendorong aktivitas bisnis dan investasi; serta (v) pesatnya perkembangan perkotaan yang ditandai oleh meningkatnya urbanisasi dari 52% di tahun ini menjadi 68% pada 2025. Selain itu saat ini dan ke depan, ada kesempatan yang besar bagi Indonesia untuk menjadi pemain ekonomi yang semakin diperhitungkan di tingkat global, mengingat semakin
1
masifnya masalah politik dan internal dari beberapa negara pesaing Indonesia di ASEAN (i.e. Vietnam, Thailand) dan perubahan daya saing Tiongkok yang menjadi lokasi produksi yang semakin mahal dan re-orientasi kebijakannya untuk fokus ke pasar dalam negeri. Jika Indonesia bisa secara optimal memanfaatkan perubahan peta daya saing global tersebut dengan secara kompetitif bergabung didalam rantai pasok global (global value chain)1, maka Indonesia dapat lebih lanjut mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negerinya. Tidak hanya kesempatan yang semakin terbuka, tetapi tantangan dan resiko global yang menghadang Indonesia, di masa depan, juga semakin besar. Tantangan utama dari sisi ekster nal yang akan dihadapi Indonesia adalah (i) pasar global yang masih lemah dan melambatnya pertumbuhan Negara-negara berkembang di kawasan Asia, terutama RRT dan India; (ii) harga komoditas internasional yang akan tetap rendah secara permanen; serta (iii) berakhirnya era suku bunga rendah yang dipicu oleh pengurangan stimulus Federal Reserve sehingga mendo rong naiknya suku bunga di Amerika Serikat. Perubahan tantangan di level global tersebut sangat perlu untuk dicermati pemerintahan kedepan, dikarenakan pada 2003-2011 pertumbuhan ekonomi Indonesia banyak ditopang oleh ekspor komoditas sebagai respon dari harga komoditas internasional yang tinggi (“windfall profit”) serta derasnya aliran uang ke dalam negeri sebagai imbas dari rendah nya suku bunga internasional (“easy money”). Selain itu, walaupun kemiskinan absolut berhasil dikurangi, masih banyak penduduk Indonesia yang tergolong hampir miskin (65 juta) yang sangat rentan/peka terhadap resiko kenaikan harga pangan, kebutuhan layanan kese hatan, dan bencana alam. Indonesia juga masih memiliki “pekerjaan rumah” yang serius untuk memperbaiki struktur perekonomiannya, dimana saat ini sektor informal masih mendo minasi sebesar 60% dari lapangan pekerjaan/kesempatan usaha.
Implikasi bagi Indonesia Apa yang harus dilakukan Indonesia untuk mencapai visi pertumbuhan ekonomi yang berku alitas, stabil, dan inklusif serta memanfaatkan secara optimal peluang yang ada di level global dan domestik?
Globalisasi, makin turunnya biaya transportasi internasional, dan revolusi teknologi informasi (TI) memungkinkan proses produksi dibagi menjadi beberapa komponen dan dipecah di beberapa wilayah (fragmentasi). Hal tersebut mengakibatkan adanya pergeseran keunggulan komparatif memproduksi barang secara utuh disuatu negara menjadi keunggulan komparatif melaksanakan tugas (task) dalam suatu rantai produksi global, yang melibatkan beberapa Negara. Opsi bergabung dalam rantai produksi global banyak digunakan negara-negara untuk mendorong percepatan industrialisasi. 1
2
Pertama dari sisi permintaan (demand side) seperti kebijakan fiskal untuk belanja Negara yang efektif, kebijakan moneter yang kondusif, menjaga dan meningkatkan konsumsi non pemerintah, investasi, dan ekspor tetap perlu diteruskan dan diperbaiki di jangka pendek. Kedua pemerintahan kedepan harus memberikan penekanan yang lebih berat pada kebijakan sisi penawaran (supply side policy) mulai saat ini dan di jangka menengah yang berfokus kepada reformasi struktural dan peningkatan produktivitas. Kalau tidak, target pertumbuhan tinggi (lebih dari 7%) yang mampu menyediakan 3 juta lapangan kerja berkua litas setiap tahunnya, guna menyerap tambahan angkatan kerja baru serta pekerja dari sektor informal dan berproduktivitas rendah (cth: sektor pertanian), tidak akan tercapai tanpa menye babkan overheating, yang biasanya ditandai dengan inflasi yang tinggi dan defisit neraca tran saksi berjalan yang melebar. Disamping itu pasar dalam negeri dan sumber daya manusia produktif tidak menjadi kekuatan, dan bahkan bisa menjadi beban. Peningkatan produktivitas perekonomian secara umum dapat dilakukan melalui 3 cara, yaitu: (i) pergeseran dari sektor produktivitas rendah ke produktivitas tinggi, misalnya dari sektor pertanian ke industri olahan atau jasa-jasa (transformasi struktural); (ii) pergeseran dari sektor informal menuju sektor formal; dan (iii) peningkatan produktivitas di dalam sektor itu sendiri (misalnya: dari jasa-jasa di sektor informal dan produktivitas rendah seperti perdagangan me nuju jasa-jasa yang lebih produktif seperti logistic, distribusi, dan keuangan atau peran tekno logi dan manajemen pasca panen untuk meningkatkan produktivitas pertanian). Pertumbuhan yang berbasis produktivitas memerlukan kebijakan yang dapat mengatasi kendala sisi penyediaan dan iklim ekonomi yang kondusif, mencakup (i) kebijakan makro yang stabil dan mendukung; (ii) keberpihakan sektor pembiayaan/finansial untuk menunjang perkembangan sektor riil (penawaran); (iii) infrastruktur, konektivitas, dan sistem logistik yang efisien; (iv) iklim usaha yang adil, transparan, pasti, dan tidak biaya tinggi; serta (v) pasar tenaga kerja yang menunjang. (vi) Investasi di SDM melalui program-program pendidikan dan pelatihan, kesehatan dan pemberdayaan. Selain itu, diperlukan juga pendekatan khusus dan spesifik yang berfokus kepada peningkatan produktivitas dan daya saing sektor-sektor prioritas penunjang perekonomian Indonesia, seperti manufaktur, pangan & pertanian, jasajasa, energi, serta finansial.
3
2. Agenda Penguatan Sektor Roadmap ini menyajikan analisis isu utama dan rekomendasi konkrit pengembangan sektor prioritas yang diyakini dunia usaha sebagai sektor yang akan mampu meningkatkan produk tivitas dan penyerapan tenaga kerja. Sektor tersebut adalah: Pangan & Pertanian, Energi, Manufaktur, Jasa dan Finansial. Sektor Pangan & Pertanian, pertumbuhan penduduk yang cepat dan bertambahnya kelas menengah di Indonesia, bersamaan dengan tren kenaikan harga pangan dunia, meningkatkan urgensi akan pentingnya ketahanan pangan. Indonesia harus mengurangi ketergantungan terhadap impor pangan dan meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi pangan dalam negeri. Diperlukan peningkatan skala ekonomi sektor pertanian pangan untuk melakukan reorientasi dari pendekatan input menjadi produktivitas baik dari sisi budi daya (on-farm) maupun pasca panen (off-farm) melalui perbaikan rantai pasok (supply chain) dengan dukungan tata kelola pemerintahan yang baik. Dengan demikian sektor ini akan mampu melakukan supply response, yang cepat terhadap permintaan yang meningkat pesat baik dari dalam mau pun luar negeri. Dari sektor Energi, pembangunan pembangkit listrik untuk mengisi kekurangan dan krisis bahan bakar minyak fosil dunia sebagai sumber energi dan defisit neraca transaksi berjalan nasional akibat tingginya impor migas, menjadi persoalan yang mengkhawatirkan. Padahal, listrik dan energi merupakan pendukung utama kegiatan perekonomian nasional terutama sebagai input bagi sektor industri. Fokus pemerintah seharusnya bukan lagi pada kecukupan energi (energy sufficiency) melainkan pada ketahanan energi (energy security). Tantangannya adalah bagaimana mengembangkan energi selain yang bersumber dari fosil dengan mengop timalkan berbagai sumber yang ada terutama Energi Baru dan Terbarukan (misalnya, biodiesel), panas bumi, LNG, dan sumber tenaga alam seperti air, angin dan sinar surya. Selain itu, batu bara perlu dimanfaatkan secara efisien untuk mengurangi ketergantungan terhadap impor minyak guna mendukung pengembangan kelistrikan di tanah air. Sementara itu sektor Industri Manufaktur yang berdaya saing global, menyerap pekerjaan, dan berproduktivitas tinggi, menjadi kunci keberlanjutan transformasi struktural Indonesia menuju negara berpendapatan tinggi. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan industri ke depan perlu diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala yang menghambat daya saing dan penyerapan tenaga kerja formal sektor manufaktur. Indonesia juga perlu untuk mulai mem persiapkan hadirnya industri berat yang berdaya saing dengan terlebih dahulu meningkatkan kapasitas permintaan yang cukup tinggi dari sektor industri ringan dan pengolahan/komponen yang lebih padat karya, sehingga didapatkan skala ekonomi yang cukup baik didalam menarik
4
investasi industri berat. Untuk menjaga konsistensi kebijakan perbaikan daya saing manufaktur, pemerintah sebaiknya melihat industri manufaktur sebagai Cluster (Klaster) kegiatan yang didukung kemajuan sektor lainnya seperti energi, jasa, perdagangan dan konektivitas logistik, dan pelatihan tenaga kerja. Mengingat produktivitas sektor manufaktur meningkat sejalan dengan aglomerasi industri, perlu dikembangkan Klaster Industri di area yang berdekatan dengan sumber energi, di sepanjang seashore dengan dukungan konektivitas jalan dan pela buhan yang dapat diandalkan, serta memiliki peraturan ketenagakerjaan secara khusus. Sektor Jasa, meskipun belum begitu banyak mendapat perhatian, telah memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Sebagai sektor yang masih dalam tahap awal pengembangan, tantangan penguatan sektor jasa adalah untuk menjadikannya sebagai sektor yang mendukung pertumbuhan ekonomi sekaligus menjamin pemerataan dengan menjadi input yang lebih efisien, berkualitas tinggi serta dapat diandalkan. Penyerapan tenaga kerja disertai peningkatan kualitas SDM yang handal pada sektor ini juga harus ditingkatkan seiring dengan semakin pesatnya perkembangan industri jasa terutama Telekomunikasi, Logistik dan Transportasi, Pariwisata, Industri Kreatif, Pendidikan dan Kesehatan. Terakhir, sektor Finansial yang mencakup institusi perbankan, pasar modal dan asuransi me merlukan pendalaman pasar (financial deepening) untuk menciptakan inklusi finansial dalam memudahkan akses keuangan bagi sektor usaha dan masyarakat Indonesia.
3. Menjawab Tantangan Lintas Sektoral Masing masing sektor tersebut selain memiliki tantangan spesifik sektornya juga menghadapi rumitnya persoalan lintas sektoral yang sangat menentukan pencapaian kinerjanya. Tantangan lintas sektoral tersebut mencakup bidang: kepastian hukum, otonomi daerah, reformasi birokrasi, kebijakan makro dan infrastruktur yang saling terkait satu dengan lainnya. Agenda mewujudkan Kepastian Hukum atas berbagai hal terkait semua sektor usaha yang menjadi fokus roadmap ini mutlak diperlukan sebagai prasyarat dasar dalam menjalankan suatu usaha, misalkan penghormatan atas kontrak bisnis. Tumpang tindih ketentuan hukum dan rendahnya kualitas penegakan hukum di pusat maupun daerah menjadi salah satu agenda utama untuk dibenahi. Demikian pula kriminalisasi kasus perdata ke dalam kasus pidana harus segera diakhiri melalui peningkatan kualitas profesionalisme dan integritas para penegak hukum. Meskipun tidak harus menjadi ahli ekonomi, penegak hukum penting untuk memiliki perspektif ekonomi sehingga keputusan hukum yang diambilnya tidak menjadi bu merang bagi tujuan peningkatan aktivitas perekonomian.
5
Dalam hal Otonomi Daerah, kualitas kebijakan dan implementasinya diharapkan menjadi faktor positif bagi perkembangan perekonomian daerah, bukan justru sebaliknya seperti yang terjadi di banyak Kabupaten/Kota dan Propinsi di Indonesia. Pengawasan peraturan daerah, kepastian tata ruang, dan penentuan upah minimum harus dijalankan mengikuti peraturan perundang-undangan. Dengan kewenangan yang dimilikinya, elit daerah baik eksekutif mau pun legislatif diharapkan mengutamakan kepentingan rakyat secara luas, misalkan dalam hal alokasi budget, dan fokus prioritas pengembangan ekonomi. Di sisi lain, pemerintah sudah saatnya memperhatikan hal-hal stratejik seperti pemberian insentif fiskal maupun non-fiskal bagi kerjasama antar daerah, dan dis-insentif fiskal pemekaran daerah untuk mendorong dae rah memperhatikan skala ekonomi yang tidak tersekat-sekat wilayah administratif pemerin tahan daerah. Sejalan dengan otonomi daerah, Reformasi Birokrasi sangat diperlukan untuk mendukung produktivitas aktivitas usaha. Pelayanan perijinan terpadu satu pintu yang dimiliki oleh hampir seluruh Kabupaten/Kota di Indonesia harus dilakukan monitoring dan evaluasi yang terlem baga agar dapat dijalankan sesuai tujuannya dan tidak hanya sekedar untuk memenuhi keten tuan formal pembentukannya yang ditetapkan pemerintah. Terbitnya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang memungkinkan untuk mengangkat Aparatur Sipil Negara (ASN) dari swasta merupakan terobosan reformasi birokrasi yang fundamental untuk mengisi lemahnya kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di berbagai bidang, harus segera dilengkapi aturan pelaksanaannya agar dapat segera dijalankan. Dalam kelembagaan pemerintah, diperlukan penyesuaian struktur birokrasi di setiap Kementerian/Lembaga untuk menjamin business process yang efektif dan efisien dengan optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi. Di sisi lain, pembentukan lembaga baru harus merupakan alternatif terakhir untuk mengatasi permasalahan tata kelola pemerintahan jika sudah tidak dimungkinkan dengan optimalisasi kelembagaan yang ada. Lingkup tantangan Ketenagakerjaan mencakup 2 hal utama yakni penciptaan daya saing agar dunia usaha mampu menciptakan lapangan kerja yang berkualitas, dan penyerapan te naga kerja melalui program pemerintah. Kebijakan UMP/K (upah minimum propinsi/kabu paten/kota) harus diletakkan dalam proporsinya sebagai jaring pengaman (safety net) yang diukur dengan memperhatikan kepentingan pengusaha, pekerja, dan pencari kerja. Adanya tujuan baik (good intention) bagi kemanfaatan bagian terbesar masyarakat yang dilaksanakan melalui kebijakan yang salah (wrong policy) sudah saatnya dilakukan revisi kebijakan secara mendasar. Dalam hal UMP, agar good intention dilaksanakan melalui good policy diperlukan pendekatan teknokratik yang dilaksanakan oleh lembaga independen yang kredibel dan tersentralisir. Sementara itu, kebijakan pasar tenaga kerja aktif (active labor market policy)
6
dimaksudkan agar meningkatkan peluang ekonomi bagi pencari kerja yang belum mampu bersaing di pasar tenaga kerja, kebijakan ini sekaligus untuk meningkatkan inklusi sosial (sosial inclusion). Kebijakan Makro sangat menentukan kinerja seluruh sektor usaha terkait dengan pemulihan postur neraca transaksi berjalan dan kebijakan penawaran mencakup diantaranya stabilisasi kebijakan moneter untuk pengendalian inflasi, nilai tukar rupiah; insentif fiskal; dan perbaikan daya saing investasi melalui perbaikan kualitas regulasi dan birokrasi sebagaimana disebutkan sebelumnya. Dalam jangka pendek, di triwulan akhir tahun 2014 dapat segera dilakukan pe nyesuaian harga BBM dengan mengurangi subsidi secara bertahap sehingga di akhir 2019 harga BBM sudah sesuai dengan harga pasar dan subsidi BBM dialihkan untuk proteksi sosial, program inklusi sosial, belanja infrastruktur dan program lainnya. Penyediaan kapasitas Infrastruktur yang memadai mulai dari listrik dan termasuk pelabuhan laut, udara dan jalan untuk memperbaiki logistik serta jaringan telekomunikasi yang efisien, mutlak diperlukan untuk mengikuti pesatnya perkembangan perekonomian, tanpa itu per tumbuhan ekonomi akan melambat karena tingginya biaya logistik sebagai akibat dari kelam batan infrastruktur mengikuti perkembangan ekonomi. Dengan keterbatasan dana pemerintah, skema Public-Private Partnership (PPP) harus dibenahi dengan kepastian hukum dan regulasi serta insentif ekonomi yang layak agar dapat menarik investasi swasta dalam mendanai proyek-proyek prioritas. Akuntabilitas pemerintah dan pemerintah daerah sangat diperlukan dalam memastikan berlangsungnya proyek proyek infrastruktur, misalkan dalam hal kemu dahan akses lahan dan kepastian perijinan usaha untuk proyek proyek kelistrikan, kereta-api, pelabuhan, dan lain sebagainya.
7
STRATEGI MAKRO, SEKTOR dan LINTAS SEKTORAL I. STRATEGI MAKRO EKONOMI VISI UTAMA Reformasi struktural demi pertumbuhan ekonomi berkesinambungan dan ketang guhan performa makroekonomi.
TARGET KEBIJAKAN MAKRO DALAM PROGRAM 100 HARI PERTAMA 1. 2. 3. 4.
Target Pertumbuhan rata-rata 7% dalam kurun 2014-2019 dengan target tahunan: 6% (2015), 7% (2016), 7,5% (2017, 2018, 2019) Menjaga defisit transaksi berjalan yang berkelanjutan di bawah 4% dari PDB Menjaga nilai tukar seirama dengan Paritas Daya Beli (PPP – purchasing power parity) Pemotongan subsidi konsumsi berjalan terutama Energi, dengan menaikkan harga BBM bersubsidi sebesar Rp.3.000/liter yang akan menciptakan tambahan ruang fiskal di tahun 2014.
REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA 1.
Meneruskan penghapusan subsidi BBM di 2014 dengan kenaikan secara bertahap untuk sampai pada harga keekonomian di tahun 2019, realokasi untuk pembangunan infrastruktur.
2.
Program stabilisasi harga dan pasokan pangan
3.
Peningkatan alokasi pengeluaran untuk program jaring pengaman sosial dan inklusi sosial.
REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN 1.
Meningkatkan stabilisasi kebijakan moneter dan sistem finansial
2.
Kebijakan fiskal yang lebih efektif dari sisi belanja negara dan penerimaan negara (i.e. perpajakan, insentif/disinsentif yang berimbang)
8
3.
Perbaikan kebijakan industrial dan pengembangan ekspor manufaktur dan jasajasa
4.
Meningkatkan daya saing investasi, melalui reformasi regulasi dan birokrasi, koordinasi, kepastian hukum, dan pembangunan infrastruktur inti
5.
Revisi regulasi ketenagakerjaan yang mendorong daya saing sektor penawaran/ industri.
II. PENGEMBANGAN SEKTOR PANGAN dan PERTANIAN VISI UTAMA Sektor pangan dan pertanian harus mampu melakukan reorientasi dukungan kebijakan ke orientasi produktivitas, memperkuat supply response, dan memperbaiki skala ekonomi pertanian, untuk tercapainya pemenuhan pangan yang cukup, baik dari jumlah, maupun mutu dan gizi.
REKOMENDASI PROGRAM 100 HARI PERTAMA 1.
Perbaikan Sistem Pasca Panen Komoditas Pangan Strategis Mengurangi susut dan kehilangan pada proses pengolahan produksi pangan dan pertanian melalui pengadaan penggilingan beras modern dengan skala kecil, me nengah sampai besar, di seluruh sentra produksi beras, utamanya di 11 Propinsi. Pengadaan pengeringan padi dan beras modern plus peralatan lain yang memadai, terutama di 22 propinsi yang telah dibangun pergudangan pangan, terutama untuk mengantisipasi inefisiensi dalam pasca panen dan penyimpanan, yang masih amat rentan terhadap gangguan cuaca dan anomali perubahan iklim
2.
Gerakan Nasional Perbaikan Komoditas Perkebunan Potensial Pengembangan dan pengadaan bibit kakao dan kopi hingga jutaan unit, dengan teknologi kultur jaringan (somatic embryogenensis--SE) untuk disebarkan kepada petani kopi dan kakao di sentra produksi potensial. Pendampingan yang komprehensif kepada petani dan petugas lapangan tingkat daerah dengan melibatkan penyuluh lapangan, di bawah koordinasi Balai Pengkajian
9
Teknologi Pertanian (BPTP) dan dinas perkebunan tingkat propinsi, serta bekerjasama dengan inisiatif serupa yang telah dilaksanakan oleh sektor swasta. Pendampingan petani untuk mencapai produk perkebunan ramah lingkungan dengan mengadopsi dan mengadaptasi sistem sertifikasi komoditas yang berlaku di tingkat nasional dan tingkat internasional, untuk meningkatkan produksi dan kualitas, dan juga untuk memperbaiki harga di tingkat petani. 3.
Perbaikan Infrastruktur Pertanian Secara Masif Perbaikan, rehabilitasi dan pembangunan baru bendungan besar, berikut jaringan
irigasi primer yang menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat, setidaknya di 11 Propinsi sentra produksi padi Pembenahan kelembagaan perkumpulan petani pemakai air (semacam P3A pada era sebelumya), berikut peningkatan setting organisasi dan sistem nilai yang sesuai dengan karakter masyarakat. Pengembangan infrastruktur penunjang pembangunan pertanian berupa alat atau perangkat komunikasi, gudang, alat angkut, pelabuhan bongkar/muat untuk per baikan sistem rantai nilai produk pangan dan pertanian yang lebih efisien dan berdaya saing. Pencetakan sawah-sawah baru skala ribuan hektar, terutama di sentra produksi lain selain pada 11 Propinsi, misalnya di Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Sulawesi Tengah, Nusa Tenggara Timur. Penyempurnaan gudang dan sistem distribusi pasca panen.
REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA 1.
Memperbaiki investasi sektor pertanian: pemerintah segera memberikan insentif kepada sektor swasta untuk berinvestasi, terutama di sektor off-farm pertanian yang diharapkan meningkatkan nilai tambah (value-added) dari produk pertanian.
2.
Perbaikan supply response petani: pemerintah harus berkomitmen dalam stabilisasi harga pangan dan skema perlindungan harga produk pertanian.
REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN 1.
Perbaikan rantai nilai (value chain) produk pangan dan pertanian: perbaikan efisiensi industri pangan, terutama industri kecil dan menengah (IKM), pengurangan susut komoditas dan hilang masa transfer pasca panen, positioning jelas terhadap sertifikasi komoditas tingkat global dan pengembangan pangan fungsional.
10
2.
Reformasi kebijakan dukungan langsung kepada petani: reorientasi dukungan langsung kepada petani, dari orientasi input (subsidi bibit dan pupuk) menuju orientasi produktivitas: riset dan pengembangan (R&D), teknologi, dan penyuluhan.
3.
Perbaikan skala ekonomi pangan dan pertanian: mengubah orientasi swasembada pangan menjadi optimasi sektor produksi dan penyatuan produksi multi-produk untuk meningkatkan efisiensi.
4.
Perbaikan pada isu-isu energi, infrastruktur, ketenagakerjaan, pertanahan, dan keterpaduan pemerintah pusat-daerah: pembangunan irigasi dan infrastruktur lain nya secara masif; peningkatan keterampilan di desa untuk sektor pertanian dan non-per tanian; penghentian konflik pemanfaatan lahan; dan memperkuat sinergi pusat-daerah.
III. PENGEMBANGAN SEKTOR ENERGI VISI UTAMA Terwujudnya ketahanan energi nasional dalam mendukung pembangunan ber kelanjutan dengan meningkatkan pemanfaatan sumber energi alternatif selain minyak bumi, serta pemanfaatan batubara sebagai sumber energi.
REKOMENDASI PROGRAM 100 HARI PERTAMA 1.
Kepastian terhadap kontrak MIGAS dan kontrak-kontrak mineral yang akan ber akhir dalam 5 tahun dengan melibatkan stakeholder.
2.
Membuat blueprint pembangunan infrastruktur mineral dan energi (smelter, terminal LNG, kilang minyak, pipa gas, jaringan listrik) dengan melakukan sinkronisasi dengan infrastruktur lainnya. Yang dapat langsung dilakukan misalnya, prioritas pembangunan kilang minyak yang paling maju persiapannya agar rampung secepat mungkin – untuk mengejar ketertinggalan kenaikan konsumsi BBM yang progresif.
REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA 1.
Penetapan harga keekonomian biodiesel guna mendorong produksi dan pasar domestik biodiesel.
2.
Pengurangan subsidi listrik untuk tarif kelompok keluarga yang selama 10 tahun terakhir tidak mengalami penyesuaian tarif.
11
3.
Pengkajian kebijakan pengembangan pertambangan batubara yang tepat untuk mendukung ketahanan energi nasional
REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN 1.
Sikronisasi regulasi dan perizinan energi dan mineral. Perlu dilakukan penyederhanaan jumlah perizinan pada sektor energi dan mineral disertai dengan sosialisasi dan konsistensi penerapan izin dan perjanjian serta sinkronisasi peraturan lahan eksplorasi energi dan mineral terutama yang berada di wilayah hutan konservasi.
2.
Penetapan tarif energi dan mineral. Terutama penetapan harga keekonomian BBM disertai dengan penghapusan subsidi, penetapan harga keekonomian biodiesel, dan penetapan Tarif Dasar Listrik (TDL) berdasarkan porsi biaya energi yang digunakan oleh industri bukan berdasarkan golongan voltage.
3.
Pembangunan sumber energi baru dan terbarukan. Salah satu sumber EBT non minyak fosil adalah biodiesel. Sumber energi lainnya yang dapat dioptimalkan meliputi energi panas bumi, LNG (Liquified Natural Gas) dan batu bara.
4.
Mengembangkan skema pembiayaan dan investasi dalam kegiatan energi dan mineral. Pemerintah harus menciptakan sistem pembiayaan yang mampu mendukung kegiatan eksplorasi energi dan mineral, serta energi baru dan terbarukan.
5.
Harmonisasi kelembagaan. Kementerian ESDM dengan SKK Migas harus bersinergi terutama dalam melakukan lelang wilayah kerja (WK) untuk memastikan lelang yang memiliki kredibilitas dalam pengelolaan sektor Migas.
6.
Pembangunan infrastruktur sektor energi dan mineral meliputi pembangunan kilang minyak baru, refinery (penyulingan), smelter, dan storage. Indonesia memerlukan pembangunan kilang minyak baru untuk meningkatkan produksi minyak dalam negeri terutama di wilayah Indonesia Timur. Refinery (penyulingan) untuk mengakomodasi peng olahan minyak mentah Indonesia perlu ditambah. Pemerintah juga perlu mendukung program Independent Power Producer (IPP) agar bersaing dengan pembangkit-pembangkit listrik PLN sehingga pembangkit listrik PLN lebih efisien. Untuk gas bumi, perlu dibangun pembangkit listrik yang sesuai dengan karakter uap (panas bumi) yang ada di reservoir.
7.
Pengembangan pembangkit listrik mulut tambang. Indonesia perlu memanfaatkan potensi batubara yang cukup besar khususnya untuk batubara dengan kualitas kalori rendah untuk dikembangkan mendukung pembangunan pembangkit listrik mulut tambang. Untuk itu perlu dibuat suatu kebijakan yang komprehensif guna mendukung pemanfaatan batubara kalori rendah guna mendukung pembangunan kelistrikan di tanah air.
12
IV. PENGEMBANGAN SEKTOR MANUFAKTUR VISI UTAMA Menuju sektor manufaktur yang berdaya saing global, bernilai tambah, dan me nyerap pekerjaan berkualitas.
REKOMENDASI PROGRAM 100 HARI PERTAMA 1.
Perbaikan prosedur investasi dan penyederhanaan perijinan pengadaan bahan baku; dengan mendorong online tracking system untuk proses perizinan investasi seperti yang dilakukan BKPM, dan mempermudah perijinan ekspor impor yang implementasinya dilakukan dan dimonitor oleh Indonesia National Single Window
2.
Dukungan untuk sektor-sektor andalan produktif yang menyerap banyak tenaga kerja dengan menjaga integritas dan validitas proses penentuan UMR
REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA 1.
Mempercepat pembangunan infrastruktur energi dan logistik intra dan inter koridor ekonomi sebagai stimulus investasi industri manufaktur seperti misalnya: Percepatan penyelesaian proyek infrastruktur energi, logistik, serta lahan industri di sentra industri utama dan KEK yang telah diprioritaskan pembangunannya Mengembangkan sistem reservasi truk barang dan pengunaan kapal RoRo kapasitas besar untuk penyeberangan Merak-Bakauheni.
2.
Meneruskan dan mempercepat reformasi birokrasi dan perizinan untuk mendukung perbaikan iklim investasi sektor manufaktur, seperti: Melanjutkan perluasan penggunaan on-line tracking sistem perijinan investasi di beberapa Kementerian dan implementasi penuh sistem TI Indonesia National Single Window sebagai platform penyelesaian ijin ekspor impor. Depolitisasi penetapan UMR serta peninjauan kembali aturan alih daya bagi industri manufaktur guna mendorong produktivitas dan ekspansi UMK manufaktur Pembentukan task force untuk merasionalisasi dan memonitor perijinan ekspor impor serta perijinan investasi hingga tingkat daerah
13
3.
Meningkatkan kapasitas SDM industri manufaktur guna mendorong produktivitas dan menghadapi persaingan, misalnya melalui: Pembentukan National Training Fund (Program Nasional Dana Pelatihan) bagi pekerja Melibatkan swasta dalam revitalisasi peralatan dan kurikulum Balai Latihan Kerja (BLK)
4.
Mengembangkan skema kebijakan insentif-subsidi yang terintegrasi, ter-institusio nalisasi, serta legal-formal untuk mendorong daya saing ekspor manufaktur, yang masih dalam kerangka WTO
5.
Implementasi Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai insentif peningkatan kualitas produk dalam negeri.
REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN 1.
Fokus kepada pengembangan industri ringan, komponen, dan pengolahan pertani an yang membuka lapangan kerja dengan bergabung ke rantai pasok global (global supply chain), sambil meningkatkan kesiapan industri berat, terutama dari sisi kehandalan SDM, dan akses kepada infrastruktur energi dan logistik yang efisien.
2.
Mengembangkan aglomerasi klaster industri di lokasi dekat dengan seashore yang terkoneksi dengan industri pendukung dalam negeri dan global supply chain serta dengan pengaturan khusus tentang ketenagakerjaan, khususnya di daerah-daerah Jawa Tengah, Jawa Timur bagian Utara, Lampung, dan Kalimantan bagian Selatan.
3.
Perbaikan konektivitas logistik multi-moda inter dan intra koridor ekonomi yang dapat meningkatkan daya saing industri seperti: Prioritas perbaikan akses, infrastruktur, dan tatakelola terminal kontainer pelabuhan laut dalam negeri di pelabuhan utama dan feeder tertentu Peningkatkan kapasitas dan layanan kapal penyeberangan barang jarak pendek dengan RoRo untuk Jawa-Kalimantan, dan Indonesia Timur Perbaikan fasilitasi proses kepabeanan ekspor impor di bandara, pelabuhan dan Dry Port yang memungkinkan industri manufaktur menerapkan just in time inventory. Membuka dan mengembangkan jalur dan stasiun Kereta Api dari pelabuhan ke kawasan industri untuk transportasi barang jarak jauh
4.
Meningkatkan dukungan melalui insentif dan fasilitas Research & Development (R&D), khususnya dalam mengembangkan produk-produk turunan bernilai tambah
14
V. PENGEMBANGAN SEKTOR JASA VISI UTAMA Menciptakan sektor jasa yang bersifat sebagai enabling industry agar mampu men dukung pertumbuhan perekonomian Indonesia sekaligus menjamin pemerataan dengan menjadi input yang lebih efisien, berkualitas tinggi serta dapat diandalkan.
REKOMENDASI PROGRAM 100 HARI PERTAMA 1.
Penentuan prioritas tinggi diberikan untuk Jasa Keuangan, Jasa-jasa Logistik, Jasa Pendidikan, Jasa Kesehatan, dan Jasa Parawisata.
2.
Membangun koordinasi lintas sektor jasa melalui pembentukan Dewan Pengem bangan Jasa Nasional. Dewan ini merupakan badan pemerintahan yang bertanggung jawab dalam memberikan saran pengembangan dan perencanaan sektor jasa pada tingkat makro secara komprehensif.
REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA 1.
Penerapan service level agreement secara tegas dalam pelayanan publik meliputi standar lama waktu perizinan, birokrasi, dan perumusan regulasi dengan melibatkan masyarakat untuk memberikan masukan maksimum 60 hari.
2.
Pengurangan restriksi penanaman modal dalam bidang jasa. Aturan dalam permo honan dan pemberian izin operasi untuk berbagai sektor jasa yang tidak terlalu memer lukan penilaian teknis secara rumit sebaiknya dapat dipermudah
3.
Meningkatkan kualitas pelayanan internet broadband mengingat perannya dalam pertumbuhan ekonomi yang cukup signifikan (World Bank 2009).
REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN 1.
Merumuskan prioritas Sektor Jasa dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.
2.
Meningkatkan nilai tambah sektor jasa sebagai sektor penyerap tenaga kerja dengan produktivitas yang lebih tinggi, inovatif dan efisien.
3.
Harmonisasi dan sinergi regulasi dalam meningkatkan kepastian hukum di sektor Jasa meliputi UU Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran, Peraturan Pemerintah dan Regulasi
15
yang terkait dengan prosedur dan persyaratan lisensi, kualifikasi standar teknis penyedia jasa. 4.
Memberikan kemudahan dalam proses rekruitmen serta outsourcing, menjadi hal yang perlu diperhatikan, termasuk kemudahan untuk mendapatkan tenaga kerja terampil dari luar negeri.
5.
Mendukung pengembangan industri kreatif nasional baik melalui peningkatan talenta, pengetahuan, maupun penyerapan teknologi dan mendukung start ups di bidang TI untuk industri kreatif.
6.
Menambah jumlah pelabuhan yang dijadikan hub dalam perdagangan international yang disertai dengan pengelolaan pelabuhan (soft infrastructure) yang efektif dan efisien.
7.
Mendorong pembangunan infrastruktur yang terintegrasi dengan sistem logistik nasional dan sistem transportasi nasional.
8.
Peningkatan kualitas dan kompetensi, terutama dengan mengadopsi berbagai standar dan prosedur yang berlaku secara internasional, dan membangun jaringan internasional yang lebih luas.
9.
Mendukung industri health care terutama dalam kaitannya dengan pemberlakuan BPJS yang fokus pada kapasitas supply dalam merespon dan menyediakan pelayanan kesehatan secara merata baik berdasarkan kelas pelayanan maupun sebaran geografis.
VI. PENGEMBANGAN SEKTOR FINANSIAL VISI UTAMA Mendorong terjadinya pendalaman finansial (financial deepening) dan terciptanya inklusi finansial dalam memudahkan akses keuangan bagi seluruh masyarakat dan sektor usaha di Indonesia.
REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA Mendorong terjadinya inklusi finansial untuk kemudahan akses bagi seluruh sektor usaha di indonesia.
16
REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN 1.
Melakukan pendalaman pasar (financial deepening) jangka panjang terutama untuk mengatasi permasalahan mismatch di perbankan dan pasar keuangan.
2.
Melakukan revisi dan peninjauan terhadap regulasi di bidang institusi finansial meliputi: 1) Peraturan Pemerintah tentang Sisa Anggaran Lebih (SAL) OJK; 2) UU Perbankan, UU BUMN, UU Penanggulangan Bencana; 3) Perpres tentang aturan kepemilikan asing di perbankan nasional; 4) Peraturan Kementerian Keuangan agar tidak ada pajak berganda untuk pembiayaan kembali (sales and lease back) untuk bisnis leasing; 5) Membuat aturan yang jelas mengenai outsourcing di bidang Perbankan.
3.
Peningkatan kapasitas tenaga kerja yang handal di bidang institusi finansial. Upaya yang dapat dilakukan yaitu: 1) Pelatihan dan sertifikasi bagi agen asuransi dan aktuaris dengan melakukan kerjasama pelatihan dan kerja praktek antara lembaga pendidikan dengan pihak swasta (pengusaha); 2) Peningkatan kemampuan pengelolaan portofolio dari manajemen asuransi via pelatihan dan sertifikasi
4.
Mendorong efisiensi institusi finansial dalam rangka konsolidasi dan peningkatan daya saing. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan merger dan akuisisi perbankan agar sesuai dengan cetak biru Arsitektur Perbankan Indonesia (API); Pendirian Biro Informasi Risiko & klaim asuransi; Implementasi merger perusahaan reasuransi BUMN;
5.
Memberikan Insentif untuk institusi finansial. Insentif ini dapat berupa Insentif pajak untuk transaksi M&A; penerapan PPH progresif bagi perusahaan di bursa berdasarkan free-float; penghapusan pajak deviden dan transaksi bagi investor; mempertimbangkan premi asuransi jiwa diperhitungkan sebagai komponen pengurang penghasilan kena pajak (khusus komponen asuransi).
6.
Mengembangkan tingkat literasi finansial masyarakat. Hal ini dapat dilakukan dengan memasifkan program sosialisasi keuangan, menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya sektor keuangan dan meningkatkan akses finansial bagi semua lapisan masyarakat dan usaha.
17
VII. PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR VISI UTAMA Menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dengan infrastruktur melalui pembangunan proyek-proyek prioritas untuk mereduksi biaya logistik dan telekomunikasi, me ningkatkan taraf hidup, dan konektivitas dalam rangka meningkatkan daya saing dalam ekonomi.
REKOMENDASI PROGRAM 100 HARI PERTAMA 1.
Penggunaan hasil penghematan subsidi BBM untuk katalis percepatan perampungan proyek Infrastruktur untuk: pembangkit tenaga listrik, jalan tol, pelabuhan laut, pelabuhan udara, dan kilang minyak bumi, yang dipilih dari FTP 1 dan 2, misal: Pela buhan Kontainer Kali Baru Jakarta, Pelabuhan Kontainer Teluk Balong Jakarta, dll.
2.
Peningkatan pengeluaran pemerintah sebesar 1,5% point dari PDB untuk mengha silkan dampak ganda (crowding in effect) melalui skema PPP dengan perbaikan pembe basan lahan dan perijinan baik oleh pemerintah pusat maupun daerah.
REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA 1.
Meningkatkan anggaran publik untuk infrastruktur. Peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk infrastruktur.
2.
Menyempurnakan institusi pemerintah sebagai perencana, koordinator, dan evalu ator dari proyek-proyek infrastruktur. Pemerintah melalui KPPIP dan badan lainnya harus mampu bekerja dan memfasilitasi suara stakeholders.
REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN 1.
Membangun infrastruktur-infrastruktur prioritas. Dengan keterbatasan dana infra struktur, memilih beberapa infrastruktur prioritas adalah keharusan untuk menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang tepat sasaran. Antara lain sektor Listrik dan energi men jadi prioritas serta pelabuhan untuk transportasi laut.
2.
Mendorong dan menyempurnakan Public-Private Partnership (PPP) untuk infrastruktur strategis. PPP sudah diimplementasikan beserta institusi-institusi pendanaan yang akan
18
mendukung swasta dalam berinvestasi di bidang infrastruktur, namun insititusi-institusi tersebut harus diperkuat. 3.
Memperbaiki masalah pembebasan lahan dengan meningkatkan akuntabilitas pemerintah dan pemerintah daerah untuk menjamin akses lahan.
VIII. TATA KELOLA HUKUM DAN PEMERINTAHAN Tantangan bidang lintas sektor hukum, otonomi daerah, reformasi birokrasi dan ketenaga kerjaan memiliki benang merah pada substansi tata kelola pemerintahan (good governance) mencakup nilai-nilai partisipatif, transparansi dan akuntabilitas. Dimensi tantangan yang dihadapi bermuara pada kualitas produk peraturan perundang-undangan, institusi kelem bagaan, dan implementasinya dengan sumber daya manusia yang menjalankannya – plus tantangan penegakan hukum.
VISI UTAMA Mewujudkan keselarasan antara kualitas produk perundang-undangan, institusi kelembagaan pendukungnya, dan sumber daya manusia yang profesional dan berintegritas tinggi yang menjalankannya, sebagai prasyarat dasar dukungan untuk meningkatkan kinerja sektor usaha.
REKOMENDASI PROGRAM 100 HARI PERTAMA 1.
Dukungan Fiskal bagi Stimulan Ekonomi, Memperbesar ruang fiskal dengan mewajib kan Pemda mengalokasikan minimal 30% APBD (earmark) untuk belanja modal.
2.
Reformasi Regulasi Usaha. Pembentukan Komite Regulasi sebagai pusat dokumentasi, kajian dan sumber rekomendasi bagi efektivitas manajemen penanganan Perda pajak, retribusi dan perijinan usaha.
3.
Reformasi Birokrasi Perijinan. Pembentukan tim bersama Kemendagri-BKPM [bersama KemenPAN, Kemenko Perekonomian, dan dibantu institusi pemantauan otonomi daerah] untuk bekerja di bawah koordinasi kantor Setwapres dan Setkab guna merumuskan PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu) bermodel tunggal yang tidak membingungkan daerah selama ini. Revisi Permendagri No.24 tahun 2006 dan Perpres No.27 Tahun 2009 dila kukan untuk menjamin kerangka kelembagaan, business process, dan dasar kewenangan yang pasti bagi daerah.
19
4.
Reposisi Gubernur. Memperjelas dual function Gubernur sebagai Kepala Daerah dan Wakil Pemerintah yang tidak efektif lantaran basis kewenangan lemah.
5.
Perintah Presiden tentang Transparansi Program dan Anggaran dengan mewajibkan seluruh Kementerian Lembaga mengunduh program & anggarannya di website.
6.
Tenaga Kerja Alih Daya (Outsourcing) Penghapusan Permenakertrans 19/2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain, selain bertentangan dengan UU 13/2003 juga tidak dapat dilaksanakan.
7.
Penentuan Upah Minimum dengan Acuan Produktivitas. Penentuan Upah Minimun (UM) 2014 mengikuti peraturan perundang-undangan yaitu UM tertinggi sebesar KHL sebagaimana dipertegas pada Inpres 9/2003 dan Permenaker 7/2013 tentang Peng upahan. Upah di atas KHL berdasarkan perundingan bi-partit.
8.
Pentahapan pelaksanaan Jaminan Kesehatan pada tanggal 1 Januari 2014 diundur menunggu kesiapan BPJS Kesehatan.
REKOMENDASI PROGRAM 1 TAHUN PERTAMA 1.
Pembentukan team task force yang bertugas mengidentifikasi dan memberikan rekomen dasi kepada pemerintah untuk harmonisasi peraturan perundang-undangan di semua tingkatan, termasuk namun tidak terbatas pada lingkup pertambangan, energi, kehutan an, perkebunan, tata ruang wilayah, dan perijinan usaha.
2.
Pemerintah harus menghentikan kriminalisasi kasus-kasus perdata oleh Polri dan Kejagung yang dapat merongrong kewibawaan Pengadilan Tipikor, Polri dan Kejagung sendiri.
3.
Memperjelas status keuangan Badan Usaha Milik Negara apakah merupakan keuang an negara karena akibat ketidakjelasan ini, banyak terjadi tindakan bisnis (perdata) dikriminalisasikan oleh aparat penegak hukum.
4.
Pelimpahan kewenangan pengawasan Perda oleh Presiden ke Kementerian Keuangan untuk mengevaluasi Perda-Perda yang bermasalah, terutama yang terkait dengan perizin an serta pajak dan retribusi. Pencabutan Perda ini juga harus diikuti dengan pengawasan ketat dari Pemerintah guna memastikan bahwa pemerintah daerah tidak menerapkan Perda yang telah dibatalkan oleh Pemerintah.
5.
Monitoring dan Evaluasi Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) secara terlembaga agar sesuai tujuannya untuk menjadikan perijinan usaha lebih sederhana, lebih cepat, dan dengan biaya sewajarnya.
6.
Koordinasi yang baik antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam penetapan tata ruang dan tata wilayah guna menghindari ketidakpastian hukum dan berinvestasi.
20
Selain itu, perlu memberitahukan tentang perubahan tata ruang kepada investor ataupun diumumkan secara publik. 7.
Pengelolaan administrasi pertanahan secara profesional dan akurat agar terhindar dari permasalahan sertifikat ganda, diantaranya dengan membangun data base online kepemilikan dan penguasaan tanah.
8.
Peningkatan profesionalisme birokrat yang membidangi dunia usaha melalui training oleh pelaku usaha secara berkelanjutan agar birokrat mengerti bisnis dan persoalan di bidangnya masing-masing sehingga dapat memberikan pelayanan dengan lebih baik.
REKOMENDASI PROGRAM TRANSFORMASI 5 TAHUN 1.
Pelibatan pelaku usaha dan stakeholder terkait lainnya dalam setiap pembentukan peraturan perundang-undangan yang terkait aktivitas usaha.
2.
Sentralisasi pusat data on-line seluruh peraturan perundang-undangan mulai dari tingkat nasional sampai daerah yang dapat diakses publik secara terbuka.
3.
Revisi UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dengan mengakomodasi kepentingan pekerja, pengusaha dan pencari kerja; diantaranya dengan mengubah ketentuan terkait UMP/K, PHK, outsourcing, dan lain-lain.
4.
Penentuan upah minimum sebagai jaring pengaman (safety net) harus didasarkan pertimbangan kepentingan pekerja, pengusaha dan pencari kerja. Mekanisme penentu annya secara teknokratis oleh lembaga independen dan tersentralisir, yang tidak dapat dirubah oleh Kepala Daerah. Sedangkan penentuan upah minimum sektoral di tentukan melalui mekanisme tripartit.
5.
Penegakkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum secara konsisten guna mempercepat pem bangunan infrastruktur strategis. Dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan ini harus juga memperhatikan ketahanan pangan dan lingkungan hidup di Indonesia. Kewajiban pemerintah untuk pengadaan infrastruktur harus didukung oleh kemampuan pembiayaan pemerintah.
6.
Penentuan batas penggunaan anggaran untuk biaya birokrasi melalui earmark APBN maupun APBD untuk mendorong meningkatnya alokasi dana pembangunan.
7.
Penguatan program insentif dan dis-insentif fiskal maupun non-fiskal terhadap peni laian kinerja pemerintah daerah, termasuk insentif untuk Kerjasama Antar Daerah.
8.
Peningkatan profesionalisme Aparat Penegak Hukum selain penguasaan teknis hukum, juga agar memiliki perspektif ekonomi dalam menjalankan tugasnya sehingga
21
tindakan/keputusannya tidak menjadi bumerang bagi penciptaan iklim investasi yang baik. 9.
Implementasi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatus Sipil Negara yang memung kinkan untuk mengangkat Aparatur Sipil Negara (ASN) dari swasta untuk mengisi lemahnya kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di berbagai bidang.
22