1 NASKAH SEMINAR1 EVALUASI MASTERPLAN DRAINASE PRIMER KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2014 (STUDI KASUS DRAINASE JALAN SULTAN SYAHRIR) Rizki Arrahman2 ABSTRAK Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan dalam memenuhi salah satu persyaratan teknis prasarana jalan. Saluran drainase jalan raya berfungsi untuk mengalirkan air yang dapat mengganggu pengguna jalan, aktivitas perekonomian, bahkan memungkinkan terjadi bencana yang lebih besar hingga merugikan masyarakat setempat baik harta benda maupun nyawa. Genangan di ruas jalan masih sering terjadi di beberapa kota, seperti yang terjadi pada Ruas Jalan Sultan Syahrir di Kota Pangkalan Bun. Ruas Jalan Sultan Syahrir adalah salah satu ruas jalan yang masih sering mengalami genangan akibat saluran drainase yang tidak dapat menampung ataupun mengalirkan air permukaan. Berdasarkan perencanaan Master Plan dari CV. CITRA MULTI CONSULTANT permasalahan tersebut perlu diidentifikasi penyebab saluran Jalan Sultan Syahrir yang tidak berfungsi optimal agar dapat ditentukan solusi penyelesaian masalahnya. Metode penelitian dilakukan dengan menganalisis tinggi jagaan saluran drainase pada ruas Jalan Sultan Syahrir berdasarkan data rancangan Master Plan CV. CITRA MULTI CONSULTANT dengan software HEC-RAS untuk evaluasi kelayakan rancangan tersebut. Hasil penelitian menunjukan saluran di pias I terdapat tinggi jagaan yang terlalu dalam, kurang dalam dan yang sesuai rancangan(aman), tinggi jagaan pada saluran di pias II dan pias III terlalu dalam melebihi desain rencana, untuk saluran di pias IV terdapat tinggi jagaan yang juga terlalu dalam dan yang sesuai dengan desain rencana. Saluran pada semua pias sebagian besar memiliki tinggi jagaan yang terlalu dalam (kurang efisien/boros) melebihi dari desain yang sudah direncanakan. Kata Kunci : Drainase, tinggi jagaan (Freeboard). 1
Disampaikan pada Seminar Tugas Akhir
2
Mahasiswa Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta .NIM : 20110110134, e-mail :
[email protected]
3
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
4
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai adalah aliran air di permukaan tanah yang mengalir kelaut. Sungai merupakan penampung dan penyalur alamiah aliran air, material yang di bawahnya dari bagian hulu ke bagian hilir suatu daerah pengaliran ketempat yang lebih rendah dan akhirnya bermuara kelaut. Apabila aliran sungai berasal dari daerah gunung berapi biasanya membawa material vulkanik dan kadang-kadang dapat terendap di sembarang tempat di sepanjang alur sungai tergantung kecepatan aliran dan kemiringan sungai yang curam (Soewarno, 1991). Saluran drainase adalah salah satu bangunan pelengkap pada ruas jalan dalam memenuhi salah satu persyaratan teknis prasarana jalan. Saluran drainase jalan raya berfungsi untuk mengalirkan air yang dapat mengganggu pengguna jalan, sehingga badan
jalan tetap kering. Semakin berkembangnya pemukiman penduduk di suatu daerah, lahan kosong untuk meresapkan air secara alami akan semakin berkurang. Permukaan tanah tertutup oleh beton dan aspal, hal ini akan menambah limpasan langsung. Kelebihan air ini jika tidak dapat dialirkan akan menyebabkan genangan. Genangan di ruas jalan masih sering terjadi di beberapa kota, khususnya kota padat penduduk. Genangan di ruas jalan akan mengganggu masyarakat yang menggunakan ruas jalan tersebut untuk melakukan aktivitas perekonomian. Jika masalah genangan tersebut tidak teratasi, maka dapat memungkinkan terjadi bencana yang lebih besar hingga merugikan masyarakat setempat baik harta benda maupun nyawa. Ruas Jalan Sultan Syahrir adalah salah satu ruas jalan di Kota Pangkalan Bun yang masih sering mengalami genangan akibat saluran drainase yang tidak dapat
2 menampung ataupun mengalirkan air permukaan. Berdasarkan perencanaan Master Plan dari CV. CITRA MULTI CONSULTANT permasalahan tersebut perlu diidentifikasi penyebab saluran Jalan Sultan Syahrir yang tidak berfungsi optimal agar dapat ditentukan solusi penyelesaian masalahnya. Dari sini kami mencoba mengkaji hasil rancangan Master Plan tersebut dengan bantuan software HEC-RAS untuk evaluasi kelayakan rancangan tersebut. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Melakukan pemetaan kondisi wilayah yang rawan terjadi genangan air akibat saluran drainase maupun hujan. 2. Mengevaluasi ulang hasil perencanaan saluran drainase kota Pangkalan Bun menggunakan Software HEC-RAS. 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Menurut Dr. Ir. Suripin, M. Eng. (2004; 7) drainase mempunyai arti mengalirkan, menguras, membuang, atau mengalihkan air. Secara umum, drainase didefinisikan sebagai serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk mengurangi dan/ atau membuang kelebihan air dari suatu kawasan atau lahan, sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal. Drainase juga diartikan sebagai suatu cara pembuangan kelebihan air yang tidak diinginkan pada suatu daerah, serta cara-cara penangggulangan akibat yang ditimbulkan oleh kelebihan air tersebut. 2.2 Analisa Hidrologi Untuk menyelesaikan persoalan drainase sangat berhubungan dengan aspek hidrologi khususnya masalah hujan sebagai sumber air yang akan di alirkan pada sistem drainase dan limpasan sebagai akibat tidak mampunyai sistem drainase mengalirkan ke tempat pembuangan akhir. Disain hidrologi diperlukan untuk mengetahui debit pengaliran. 2.3 Siklus Hidrologi Siklus Hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari atmosfir ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi, evaporasi dan transpirasi. Pemanasan air samudera oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi tersebut dapat berjalan secara kontinu. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan batu, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut. Pada perjalanan menuju bumi beberapa presipitasi dapat berevaporasi kembali ke atas atau langsung jatuh yang kemudian
diintersepsi oleh tanaman sebelum mencapai tanah.
Gambar 2.1 Siklus Hidrologi (Suripin, 2004, Sistem Drainase Perkotaan yang berkelanjutan: 20). 2.3 Analisa Curah Hujan Rencana Hujan merupakan komponen yang sangat penting dalam analisis hidrologi. Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam baik secara manual maupun otomatis, dengan cara ini berarti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama satu hari. Dalam analisa digunakan curah hujan rencana, hujan rencana yang dimaksud adalah hujan harian maksimum yang akan digunakan untuk menghitung intensitas hujan, kemudian intensitas ini digunakan untuk mengestimasi debit rencana. 3. LANDASAN TEORI 3.1 Pengertian Drainase Drsainase secara umum didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan dalam suatu konteks pemanfaatan tertentu. Drainase perkotaan adalah ilmu yang diterapkan mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan kondisi lingkungan sosial yang ada di kawasan kota. 3.2 Tujuan Drainase 1. Untuk meningkatkan kesehatan lingkungan permukiman. 2. Pengendalian kelebihan air permukaan dapat dilakukan secara aman, lancar dan efisien serta sejauh mungkin dapat mendukung kelestarian lingkungan. 3. Dapat mengurangi/menghilangkan genangan-genangan air yang menyebabkan bersarangnya nyamuk malaria dan penyakit-penyakit lain, seperti: demam berdarah, disentri serta penyakit lain yang disebabkan kurang sehatnya lingkungan permukiman.
3 4. Untuk memperpanjang umur ekonomis sarana-sarana fisik antara lain : jalan, kawasan permukiman, kawasan perdagangan dari kerusakan serta gangguan kegiatan akibat tidak berfungsinya sarana drainase. 3.3 Jenis-Jenis Drainase 1. Menurut Cara Terbentuknya a. Drainase Alamiah (Natural Drainage) Terbentuk secara alami, tidak ada unsur campur tangan manusia serta tidak terdapat bangunan-bangunan pelimpah, pasangan batu/beton, gorong-gorong dan lain-lain. b. Drainase Buatan (Artificial Drainage) Dibentuk berdasarkan analisis ilmu drainasi, untuk menentukan debit akibat hujan, kecepatan resapan air dalam tanah dan dimensi saluran serta memerlukan bangunan-bangunan khusus seperti selokan pasangan batu/beton, goronggorong, pipa-pipa dan sebagainya. 2. Menurut Letak Saluran a. Drainase Muka Tanah (Surface Drainage) Saluran drainase yang berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan air limpasan permukaan. b. Drainase Bawah Tanah (Sub Surface Drainage) Saluran drainase yang bertujuan mengalirkan air limpasan permukaan melalui media di bawah permukaan tanah (pipa-pipa), dikarenakan alasan-alasan tertentu. Alasan itu antara lain : tuntutan artistik, tuntutan fungsi permukaan tanah yang tidak membolehkan adanya saluran di permukaan tanah seperti lapangan sepakbola, lapangan terbang, taman dan lain-lain. 3. Menurut Fungsi a. Single Purpose Saluran berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja, misalnya air hujan atau jenis air buangan lain seperti air limbah domestik, air limbah industry dan lainlain. b. Multy Purpose Saluran berfungsi mengalirkan beberapa jenis buangan, baik secara bercampur maupun bergantian. 4. Menurut Konstruksi a. Saluran Terbuka Saluran untuk air hujan yang terletak di area yang cukup luas.Juga untuk saluran
air non hujan yang tidak mengganggu kesehatan lingkungan. b. Saluran Tertutup Saluran air untuk air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan. Juga untuk saluran dalam kota. 3.4 Sistem Drainase 1. Sistem Drainase Makro Sistem drainase makro yaitu sistem saluran/ badan air yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Pada umumnya sistem drainase makro ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (major system) atau drainase primer. Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun. 2. Sistem Drainase Mikro Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/ selokan air hujan di sekitar bangunan, goronggorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya, Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun. 3.5 Klasifikasi Saluran 1. Saluran Primer Saluran yang memanfaatkan sungai dan anak sungai. Saluran primer adalah saluran utama yang menerima aliran dari saluran sekunder. 2. Saluran Sekunder Saluran yang menghubungkan saluran tersier dengan saluran primer (dibangun dengan beton/ plesteran semen). 3. Saluran Tersier Saluran untuk mengalirkan limbah rumah tangga ke saluran sekunder, berupa plesteran, pipa dan tanah. 4. Saluran Kwarter Saluran kolektor jaringan drainase lokal.
,
Gambar 3.1 Hiraki Susunan Saluran
Keterangan : a = Saluran primer
4 b = Saluran sekunder c = Saluran tersier d = Saluran kwarter 3.6 Analisa Frekuensi Curah Hujan Distribusi frekuensi digunakan untuk memperoleh probabilitas besaran curah hujan rencana dalam berbagai periode ulang. Dasar perhitungan distribusi frekuensi adalah parameter yang berkaitan dengan analisis data yang meliputi ratarata, simpangan baku, koefisien variasi, dan koefisien skewness (kecondongan atau kemencengan). Tabel 3.1 Parameter Statistik yang Penting
3. Grid Iron Untuk daerah dimana sungainya terleteak di pinggir kota, sehingga saluran-saluran cabang dikumpulkan dulu pada saluran pengumpul. Gambar 3.4 Jaringan Drainase Grid Iron
Saluran Utama Saluran Cabang 4. Alamiah Sama seperti pola siku, hanya sungai pada pola alamiah lebih besar.
Saluran Utama 4. Pola-Pola Drainase 1. Siku Dibuat pada daerah yang mempunyai topografi sedikit lebih tinggi dari pada sungai. Sungai sebagai saluran pembuang akhir berada di tengah kota.
Saluran Utama
Saluran Cabang Gambar 3.5 Jaringan Drainase Alamiah 5. Radial Pada daerah berbukit, sehingga pola saluran memencar ke segala arah.
Saluran Cabang
Saluran Cabang
Gambar 3.2 Jaringan Drainase Siku 2. Paralel Saluran utama terletak sejajar dengan saluran cabang. Dengan saluran cabang (sekunder) yang cukup banyak dan pendek-pendek, apabila terjadi perkembangan kot, saluran-saluran akan dapat menyesuaikan diri.
Gambar 3.6 Jaringan Drainase Radial 6. Jaring-Jaring Mempunyai saluran-saluran pembuang yang mengikuti arah jalan raya dan cocok untuk daerah dengan topografi datar.
Saluran Utama Saluran Cabang
Gambar 3.3 Jaringan Drainase Pararel
Saluran Utama Saluran Cabang Gambar 3.7 Jaringan Drainase Jaring-Jaring
5 3.7 Bentuk Penampang Saluran 1. Trapesium Pada umumnya saluran ini terbuat dari tanah akan tetapi tidak menutup kemungkinan dibuat dari pasangan batu dan beton. Saluran ini memerlukan cukup ruang. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan debit yang besar. Keterangan : H
= Tinggi Saluran
B
= Lebar Dasar Saluran
W = Tinggi Jagaan Y
= Tinggi Muka Air
Gambar 3.8 Penampang Trapesium 2. Persegi Saluran ini terbuat dari pasangan batu dan beton.Bentuk saluran ini tidak memerlukan banyak ruang dan areal. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan debit yang besar. Keterangan : H
= Tinggi Saluran
B
= Lebar Dasar Saluran
W = Tinggi Jagaan Y
= Tinggi Muka Air
Gambar 3.9 Penampang Persegi 3. Segitiga Saluran ini sangat jarang digunakan tetap mungkin digunakan dalam kondisi tertentu. Keterangan : H
= Tinggi Saluran
B
= Lebar Dasar Saluran
W = Tinggi Jagaan = Tinggi Muka Y Y= Tinggi Muka Air Air
Gambar 3.10 Penampang Segitiga 4. Setengah Lingkaran Saluran ini terbuat dari pasangan batu atau dari beton dengan cetakan yang telah tersedia. Berfungsi untuk menampung dan menyalurkan limpasan air hujan serta air buangan domestik dengan debit =yang besar. Tinggi Muka Air
Keterangan : H
= Tinggi Saluran
B
= Lebar Dasar Saluran
W = Tinggi Jagaan Y
= Tinggi Muka Air
Gambar 3.11 Penampang Setengah Lingkaran 3.8 Sistem Jaringan Drainase 1. Sistem Drainase Mayor Sistem drainase mayor yaitu sistem saluran yang menampung dan mengalirkan air dari suatu daerah tangkapan air hujan (Catchment Area).Pada umumnya sistem drainase mayor ini disebut juga sebagai sistem saluran pembuangan utama (major system) atau drainase primer.Sistem jaringan ini menampung aliran yang berskala besar dan luas seperti saluran drainase primer, kanal-kanal dan sungaisungai.Perencanaan drainase mayor ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5-10 tahun dan pengukuran topografi yang detail diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini. 2. Sistem Drainase Mikro Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan air hujan (Catchment Area). Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran atau selokan air hujan di sekitar bangunan, goronggorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar. 3. Kuantitas Air Hujan Kuantitas air hujan atau curah hujan (CH) adalah jumlah air yang jatuh di permukaan tanah datar selama periode tertentu yang diukur dengan satuan tinggi (mm) diatas permukaan horizontal bila tidak terjai evaporasi, aliran run off, dan infiltrasi. 4. Pengukuran Hujan Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisa hirologi pada perencanaan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase. Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam dengan cara ini bearti hujan yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama 1 hari. Untuk berbagai kepentingan perencanaan drainase tertentu data hujan yang diperlukan tidak hanya data hujan harian
6 akan tetapi juga distribusi jam-jaman atau menitan. Hal ini akan membawa konsekuensi dalam pemilihan data dan dianjurkan untuk menggunakan data hujan hasil pengukuran dengan alat ukur otomatis. 5. Alat Ukur Hujan Dalam praktek pengukuran hujan terdapat 2 jenis alat ukur hujan, yaitu : a. Alat Ukur Hujan Biasa (Manual Raingauge) Data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat ini berupa data hasil pencatatan oleh petugas pada setiap periode tertentu. Alat pengukur hujan ini berupa corong dan sebuah gelas ukur yang masingmasing berfungsi untuk menampung jumlah air hujan dalam 1 hari (hujan harian) b. Alat Ukur Hujan Otomatis (Automatic Raingauge) Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dangan menggunakan alat ini berupa data pencatatan secara terus menerus pada kertas pencatat yang dipasan pada alat ukur. Berdasarkan data ini akan dapat dilakukan analisa untuk memperoleh besaran intensitas hujan. Tipe alat ukur hujan otomatis ada 3, yaitu : i. Weighting Bucket Raingauge ii. Float Type Raingauge iii. Tipping Bucket Raingauge 3.9 Analisa Hidrologi 1. Analisa Frekuensi Sistem hidrologi kadang-kadang dipengaruhi oleh peristiwa-peristiwa yang luar biasa (ekstrim), seperti hujan lebat, banjir, dan kekeringan.Besaran peristiwa ekstrim berbanding terbalik dengan frekuensi kejadiannya, peristiwa yang luar biasa ekstrim kejadiannya sangat langka. Dalam menghitung analisa frekuensi hujan ini menggunakan 2 metode antara lain : a. Metode Gumbell i. Nilai Rata – Rata (mean) Metode Gumbell Xrata(mm) ii. Standar Deviasi Metode Gumbell
S
iii. Curah Hujan Rancangan X = XrataKeterangan : X Xrata2 Sd Yt Yn Sn
n
Sd
(mm)
= Curah hujan rancangan = Nilai rata-rata arimatik hujan komulatif = Standar deviasi = Reduced variate = Reduced mean yang tergantung jumlah sample / data n = Reduced standar deviation yang tergantung pada jumlah sample atau data n = Jumlah data
3.10 Curah Hujan Regional Ada 3 macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan ratarata pada areal tertentu dari angka-angka curah hujan di beberapa titik pos penakar atau pencatat. 1. Metode Rerata Aljabar Cara ini adalah perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan didalam dan disekitar daerah yang bersangkutan. R + … + Rn) Keterangan : R = Tinggi curah hujan daerah RA, RB, Rc, = Tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, … , n n = banyaknya pos penakar 2. Cara Poligon Thiessen Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata, maka cara perhitungan curah hujan dilakukan dengan memperhitungkan daerah pengaruh tiap titik pengamatan. R R R = W1.R1+ W2.R2 + . . . + Wn.Rn Keterangan : R = Tinggi curah hujan daerah RA, RB, Rc, = Tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, … , n A = Luas Areal AA, AB, Ac = Luas daerah pengaruh pada pos penakar 1, 2, …, n W1, W2,..Wn
…
7 Bagian-bagian daerah AA, AB, … An ditentukan dengan cara sebagai berikut : a. Cantumkan titik-titik pengamatan di dalam dan di sekitar daerah itu pada peta topografi, kemudian dihubungkan tiap titik yang berdekatan dengan sebuah garis lurus. Dengan demikian akan tertulis jaringan segitiga yang menutupi seluruh daerah b. Daerah yang bersangkutan itu dibagi dalam poligon-poligon yang di dapat dengan menggambar garis bagi tegak lurus pada setiap sisi segitiga tersebut di atas. Curah hujan dalam setiap poligon di anggap diwakili oleh curah hujan dari titik pengamatan dalam tiap polygon itu. Luas tiap poligon diukur dengan planimeter atau cara lain. Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih teliti dari pada cara aljabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatan dan pemilihan ketinggian akan mempengaruhi ketelitian hasil yang didapat. Kerugian yang lain umpananya untuk penentuan kembali jaringan segitiga jika terdapat kekurangan pengamatan pada salah satu titik pengamatan.
Gambar 3.12 Poligon Thiessen 3. Cara Isohiet Peta isohiet di gambar pada pera topografi dengan perbedaan 10 mm – 20 mm berdasarkan data curah hujan pada titik-titik pengamatan di dalam dan sekitar daerah yang dimaksud. Luas bagian daerah antara 2 garis isohiet yang berdekatan diukur dengan planimeter.Demikian pula harga rata-rata dari garis-garis isohiet yang berdekatan yang termasuk bagian-bagian itu dapat dihitung. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan sebagai berikut : R Keterangan : R = Tinggi curah hujan rata-rata RA, RB, Rc, = Tinggi curah hujan pada pos penakar 1, 2, … , n A = Luas Areal
AA, AB, Ac = Luas daerah pengaruh pada pos penakar 1, 2, …, n Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis isohiet dapat digambar dengan teliti. Akan tetapi jika titik-titik pengamatn itu banyak dan variasi curah hujan di daerah bersangkutan besar, maka pada pembuatan peta isohiet ini akan terdapat kesalahan pada pembuatan data.
Gambar 3.13 Peta Isohiet Dari 3 macam cara menentukan curah hujan regional, pada laporan ini yang kami gunakan metode rerata aljabar untuk menentukan curah hujan regional pada perumahan Graha Bukit Rafflesi Kenten Sukamaju Palembang. 3.11 Intensitas Curah Hujan Intensitas curah hujan adalah jumlah curah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau volume hujan tiap satuan waktu, yang terjadi pada satu kurun waktu air hujan terkonsentrasi. (Sumber : Wesli 2008) Besarnya intensitas curah hujan berbedabeda tergantung dari lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya.Intensitas curah hujan yang tinggi pada umumnya berlangsung dengan durasi pendek dan meliputi daerah yang tidak luas.Hujan yang meliputi daerah luas, jarang sekali dengan intensitas tinggi, tetapi dapat berlangsung dengan durasi cukup panjang. Kombinasi dari intensitas hujan yang tinggi dengan durasi panjang jarang terjadi, tetapi apabila terjadi berarti sejumlah besar volume air bagaikan ditumpahkan dari langit.(Sumber : Suroso 2006) Biasanya dalam perencanaan bangunan pengairan (misalnya drainase), debit rencana sangat diperlukan untuk mengetahui kapasitas yang seharusnya dapat ditampung oleh sebuah drainase, agar semua debit air dapat ditampung dan teralirkan. Rumus yang biasa digunakan dalam perhitungan intensitas curah hujan adalah sebagai berikut :
8 1. Rumus Mononobe : I TC TO
(mm/jam) = TO – TD x 3,28 x Lo x
TD Keterangan : I = Intensitas curah hujan (mm/jam) TC = Lamanya atau durasi curah hujan (jam) R24 = Curah hujan rencana dalam suatu periode ulang (mm) To = Waktu in-let (menit) TD = Waktu aliran dalam saluran (menit) LO = Jarak titik terjauh ke fasilitas drainase (m) L = Panjang saluran (m) nd = Angka kekasaran permukaan lahan (tabel) S = Kemiringan daerah pengaliran atau kemiringan tanah V = Kecepatan rata-rata aliran dalam saluran (m/dt) Tabel 3.6 Angka Kekasaran Permukaan Lahan Tata Guna Lahan nd Lapisan Semen dan Aspal Beton 0.013 Kedap Air 0.020 Timbunan Tanah 0.100 Tanaman pangan/tegalan dengan sedikit rumput pada tanah 0.200 gundul yang kasar dan lunak Padang Rumput 0.400 Tanah gundul yang kasar 0.600 dengan runtuhan dedaunan Hutan dan sejumlah semak 0.800 belukar 3.12 Debit Rancangan Debit rencana sangat penting dalam perencanaan sistem drainase, apabila dalam menentukan debit rencana, maka sistem drainase yang digunakan tidak akan berfungsi dengan semestnya. Debit aliran adalah yang akan digunakan untuk menghitung dimensi saluran, didapat dari debit yang berasal dari limpasan air hujan dan debit air buangan limbah rumah tangga dengan rumus : QTotal = Q Air Hujan + Q Air Kotor (m3/det) Keterangan :
Q Total = Debit air hujan + debit air kotor (m3/det) Q Air Hujan = Debit air hujan atau limpasan (m3/det) Q Air Kotor = Debit limbah buangan rumah 3 tangga (m /det) 3.13 Debit Limpasan (Air Hujan) Debit air hujan (limpasan) adalah volume aliran yang terjadi di permukaan tanah yang disebabkan oleh turunnya hujan dan terkumpulnya membentuk suatu aliran. Aliran ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling mempengaruhi yaitu jenis permukaan tanah, luas daerah limpasan, dan intensitas curah hujan. Debit air hujan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Q Air Hujan = 0.278 C I A Keterangan : Q = Debit limpasan (m3/det) C = Koefesien pengaliran (tabel) I =Intensitas curah hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam) A = Luas daerah pengaliran (km2) 1. Koefisien Pengaliran Koefisien pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan yang membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi.Besaran ini dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah.Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitugkan kemungkinan adanya perubahan tata guna lahan di kemudian hari. Tabel 3.7 Koefisien Pengaliran (C) Tipe Lahan
Koefisien Pengaliran (C)
Perumahan tidak begitu rapat . . . (20 rumah/Ha)
0.25 0.40
–
Perumahan kerapatan sedang . . . (20 – 60 rumah/Ha)
0.40 0.70
–
Perumahan rapat . . . . . . . . . . . . . (60 – 160 rumah/Ha)
0.70 0.80
–
Taman dan daerah rekreasi .....
0.20 0.30
–
Daerah industri . . . . . . . . . .....
0.80 0.90
–
Daerah perniagaan . . . . . . . ....
0.90 0.95
–
9 2. Debit Air Limbah Buangan (Air Kotor) Debit Air Limbah Buangan adalah semua cairan yang dibuang, baik yang mengandung kotoran manusia maupun yang mengandung sisa-sisa proses industri. Air Buangan dapat dibagi menjadi 4 golongan, yaitu : a. Air Kotor : Air buangan yang berasal dari kloset, peturasan, bidet dan air buangan yang mengandung kotoran manusia yang berasal dari alat-alat plambing. b. Air Bekas : Air buangan yang berasal dari alat-alat plambing lainnya seperti bak mandi, baik cuci tangan, bak dapur dan lain-lain. c. Air Hujan : Air buangan yang berasal dari atap bangunan, halaman dan sebagainya. d. Air Buangan Khusus : Air buangan yang mengandung gas, racun atau bahan-bahan berbahaya seperti berasal dari pabrik, air buangan laboratorium, tempat pengobatan, tempat pemeriksaan di rumah sakit, rumah pemotongan hewan, air buangan yang bersifat radioaktif yang dibuang dari pusat Listrik Tenaga Nuklir. Debit air limbah rumah tangga didapat dari 60% - 70% suplai air bersih setiap orang, diambil debit limbah rumah tangga 70% dan sisanya dipakai pada proses industri, penyiraman kebun-kebun dal lain-lain. Debit air kotor ini dapat dihitung menggunakan rumus : Besarnya air limbah buangan dipengaruhi oleh : a. Asumsi jumlah orang setiap rumah 6 orang b. Asumsi kebutuhan air bersih rata-rata tiap orang untuk perumahan 100 – 200 l/orang/hari = 150 l/org/hari c. Asumsi kebutuhan air bersih rata-rata tiap orang untuk sarana ibadah (masjid) = 20 l/orang/hari d. Faktor puncak (Fp) diperoleh berdasarkan jumlah penduduk yang ada di perumahan Graha Bukit Rafflesia Palembang, yaitu sebesar 2.5 Air limbah rumah tangga didapat berdasarkan kebutuhan air bersih dan diambil 70%, sisanya dipakai pada proses industri, penyiraman kebun, dan lainlain. Q rata-rata = (70% x Konsumsi Air Bersih/orang x Jumlah Penduduk x Fp) liter/hari
Qairkotor
(m3/detik)
No
1 2 3
4 5
6
7 8
9 10 11 12 13
14
15 16
Tabel 3.8 Konsumsi Air Bersih Sumber Satuan Jumlah Aliran (l/unit/orng) Antara RataRata Rumah Orang 200 – 220 280 Pondok Orang 130 - 160 190 Kantin Pengunjung 4 – 10 6 Pekerja 30 – 40 50 Perkemahan Orang 80 – 120 150 Penjuaal Tempat 50 – 75 Minuman Duduk 100 Buah Buffet Pengunjung 15 – 20 (Coffee Pekerja 30 40 Shop) 30 – 50 Perkemahan Pekerja 250 – 400 Anak-Anak 500 Tempat Pekerja 40 – 50 Perkumpulan Orang 60 50 40 – 60 Ruang Pengunjung 15 – 30 Makan 40 Asrama / Orang 75 – 150 Perumahan 175 Hotel Orang 150 – 200 240 Tempat Cuci Mesin 1800 – 2200 Otomatis 2600 Toko Pengunjung 5 – 20 10 Pekerja 30 – 40 50 Kolam Pengunjung 20 – 40 Renang Pekerja 50 40 30 – 50 Gedung Tempat 10 – 10 Bioskop Duduk 15 Pusat Pengunjung 15 - 30 20 Keramaian
10 3.14 Desain Saluran Debit aliran yang sama dengan debit akibat hujan, harus dialirkan pada saluran bentuk persegi, segitiga, trapesium, dan setengah lingkaran untuk drainase muka tanah (surface drainage). 1. Dimensi Saluran a. Penampang Persegi i. Luas Penampang (A) = B x H = 2H x H = 2H2(m) ii. Keliling Basah (P) = B + 2H = 2H2 + 2H(m) iii. Jari-Jari Hidrolis
(m) 2. Kemiringan Saluran Yang dimaksud kemiringan saluran adalah kemiringan dasar saluran dan kemiringan dinding saluran. Kemiringan dasar saluran ini adalah kemiringan dasar saluran arah memanjang dimana umumnya dipengaruhi oleh kondisi topografi, serta tinggi tekanan diperlukan untuk adanya pengaliran sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Kemiringan dasar saluran maksimum yang diperbolehkan adalah 0.005 – 0.008 tergantung pada saluran yang digunakan. Kemiringan yang lebih curam dari 0.002 bagi tanah lepas sampai dengan 0.005 untuk tanah padat akan menyebabkan erosi (penggerusan). Untuk menghitung kemiringan saluran digunakan rumus : a. Kecepatan (V)
b. Kemiringan
(m/det) Saluran
(I)
I
= Kemiringan saluran
Tabel 3.9 Kemiringan Dinding Saluran Sesuai Jenis Material Kemiringan Bahan Saluran Dinding (m) Batuan Cadas 0 Tanah Lumpur 0.25 Lempung Keras/Tanah 0.5 – 1 Tanah dengan 1 pasangan batu Lempung 1.5 Tanah berpasir lepas 2 Lumpur berpasir 3 3. Kecepatan Aliran Kecepatan aliran adalah kecepatan aliran air pada saluran drainase, yang didapatkan dati tabel 3.9 atau dihitung dengan rumus Manning atau Chezy. Tabel 3.10 Kecepatan Aliran Sesuai Jenis Material Vizin Jenis Bahan (m/det) Pasir Halus 0.45 Lempung Kepasiran 0.50 Lanau Aluvial 0.60 Kerikil Halus 0.75 Lempung Kokoh 0.75 Lempung Padat 1.10 Kerikil Kasar 1.20 Batu-Batu Besar 1.50 Pasangan Batu 1.50 Beton 1.50 Beton Bertulang 1.50
a. Rumus Manning
:
V b. Rumus Chezy V
:
Keterangan : Keterangan : V
= Kecepatan aliran air (m/det)
V = Kecepatan aliran air (m/det)
n
n= Koefisien kekasaran manning (tabel) = Koefisien kekasaran manning (tabel) R= Radius Hidrolik
R
= Radius Hidrolik
I= Kemiringan saluran
11 C= Koefisien pengaliran (tabel) 4. Koefisien Kekasaran Manning Dari macam-macam jenis saluran, baik berupa saluran tanah maupun dengan pasangan, besarnya koefisien Manning dapat mengacu pada table berikut. Tabel 3.11 Koefisien Kekasaran Manning (n) Kondisi Tipe Saluran Baik Cukup Kurang Saluran Buatan : 1. Saluran tanah, 0.020 0.023 0.025 lurus beraturan 0.028 0.030 0.025 2. Saluran tanah, 0.040 0.045 0.045 digali biasanya 3. Saluran batuan, 0.030 0.035 0.035 tidak lurus dan 0.030 0.035 0.040 0.030 0.035 0.040 tidak 0.025 0.028 0.030 Beraturan 4. Saluran batuan, 0.028 0.030 0.033 lurus beraturan 5. Saluran batuan, vegetasi pada 0.035 0.040 0.045 sisinya 6. Dasar tanah sisi batuan koral 7. Saluran berlikuliku kecepatan rendah Saluran alam : 1. Bersih, lurus, tetapi tanpa pasir dan tanpa celah 2. Berliku, bersih, tetapi berpasir dan berlubang 3. Idem 3, tidak dalam, kurang beraturan 4.Aliran lambat, banyak tanaman dan lubang dalam 5. Tumbuh tinggi dan padat Saluran Dilapisi : 1. Batu kosong tanpa adukan semen 2. Idem 1 dengan adukan semen 3. Lapisan beton sangat halus
0.045 0.050 0.060 0.070 0.100 0.125 0.030 0.020 0.011 0.014 0.016
0.033 0.025 0.012 0.014 0.016
0.065 0.080 0.150 0.035 0.030 0.030 0.013 0.018
4.
Lapisan beton biasa dengan tulangan baja 5. Idem 4, tetapi tulangan kayu
3.15 Tinggi Jagaan Saluran Jagaan saluran adalah jarak vertikal dari puncak saluran ke permukaan air pada kondisi rancang.Jarak ini harus cukup untuk mencegah gelombang atan kenaikan muka air yang melimpah ke tepi. Untuk menghitung sebuah jagaan biasa menggunakan rumus sebagai berikut : W = (m) Keterangan : W = Jagaan saluran (m) H = Tinggi kedalaman air (m) 3.16 Bangunan Pelengkap (Gorong-Gorong) Gorong-gorong adalah saluran tertutup yang digunakan untuk mengalirkan air melewati jalan raya, rel kereta api, atau timbunan lainnya. Gorong-gorong biasanya dibuat dari beton, alumunium gelombang, baja gelombang dan lainnya.Penampang gorong-gorong berbentuk bulat, persegi, oval, tapal kuda, dan segitiga. Untuk menghitung sebuah gorong-gorong biasa mengunakan rumus sebagai berikut : d
= 0.81 D
d
= r (1 –
0.81 D 1.62 D
= D (1 –
1.62 1.62 - 1 0.62 = - 0.62 = cos -1 (-0.62) = 128.316° = 256.632°
12
= 4.479 rad A (4.479 – sin 256.632°) D2 = 0.681 D2 Keterangan : A = Luas penampang gorong-gorong (m2) D = Diameter gorong-gorong (m) 3.17 Kolam Retensi Fungsi dari kolam retensi adalah unteuk menngantikan peran lahan resapan yang dijadikan lahan tertutup/perumahan/perkantoran maka fungsi resapan dapat digantikan dengan kolam retensi.Fungsi kola mini adalah menampung air hujan langsung dan aliran dari sistem untuk diresapkan ke dalam tanah.Sehingga kolam retensi ini perlu ditempatkan pada bagian yang terenndah dari lahan.Jumlah, volume, luas dan kedalaman kola mini sangat tergantung dari beberapa lahan yang dialihfungsikan menjadi kawasan permukiman. Fungsi lain dari kolam retensi sebagai pengendali banjirdan penyalur air; pengolahan limbah kolam retensi dibangun untuk menampung dan mentreatment limbah sebelum dibuang; dan pendukung waduk/bendungan, kolam retensi dibangun untuk mempermudah pemeliharaan dan penjernihan air waduk karena jauh lebih mudah dan murah menjernikan air di kolam retensi. 4. METODE PENELITIAN Metodologi penelitian disusun untuk mengarahkan langkah-langkah penelitian agar tujuan penelitian dapat tercapai. Secara garis besar, metodologi penelitian pada studi ini meliputi studi literatur, penentuan lokasi penelitian, dan pengumpulan data. 4.1 Studi Literatur Pada langkah ini peneliti melakukan kajian tentang pustaka atau literatur yang berkaitan dengan jalur pembuangan dari saluran drainase primer di kota Pangkalan Bun. Beberapa penelitian yang berkaitan juga digunakan sebagai bahan referensi. Hasil dari studi literature digunakan sebagai dasar melakukan langkah berikutnya. 4.2 Penentuan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian berada pada wilayah DAS Pada Pangkalan Bun. Berdasarkan peta Rupa Bumi Indonesia dari Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional tahun 1999/2000, o wilayah Das Pangkalan Bun terletak 110 25′26′′ – 112o50′36′′ yang memiliki luas sebesar 10.759 km2 Ruas Saluran yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah ruas Saluran Jalan Sultan Syahrir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi hidrolika Saluran Jalan Sultan Syahrir yang direncanakan pada tahun 2014. 4.3 Pengumpulan Data Setelah lokasi penelitian ditetapkan, maka dilakukan pengumpulan data- data. Pada penelitian ini, data-data yang dikumpulkan untuk analisa berupa data primer dan data sekunder. Semua data primer maupun skunder didapat langsung dari laporan akhir dari master plan drainase primer itu. 4.4 Desain Saluran Rencana Berdasarkan master plan desain saluran drainase rencana untuk Jalan Sultan Syahrir memiliki ketentuan rencana sebagai berikut: Typical dimensi saluran trapesium (pasangan batu) saluran direncanakan dengan: • b = 1.5 m • h = 1.36 m (hair= 1.02 dan hjagaan= 0.6 m) • s = 0.00056 • z = 0.25 • n = 0.025
Gambar 4.1 Peta Topografi Kota Pangkalan Bun.
13
Gambar 4.2 Gambar potongan memanjang Jalan Sultan Syahrir. 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil simulasi pemodelan steady flow selanjutnya dilakukan analisa hidrolika yang terjadi pada pias saluran yang diteliti. Hal ini dilakukan dalam upaya mendapatkan informasi tentang tinggi jagaan air. Penelitian ini akan membandingkan hasil simulasi antara model hidrolika pada kondisi steady flow dengan kondisi yang memperlihatkan profil kemiringan pada suatu saluran menggunakan software HEC-RAS 4.1.0. Analisa ini dibuat dari potongan memanjang profil saluran yang direncanakan pada tahun 2014. Analisa dibedakan menjadi empat bagian. Bagian pertama adalah pias 1 yang di tinjau dari profil saluran Sta.11 (J.11) hingga ke profil saluran Sta.0 (J.0) dengan kemiringan 0.005. Selanjutnya di pias 2 tinjauan dilakukan dari profil saluran Sta.11 (J.11) sampai profil saluran Sta.14 (J.14) dengan kemiringan 0.02, kemudian pada pias 3 ditinjau dari profil saluran Sta.15 (J.15) menuju ke profil saluran Sta.14 (J.14) dengan kemiringan 0.06, dan di pias 4 mulai ditinjauan dari profil saluran Sta.15 (J.15) sampai di profil saluran Sta.20 (J.20) dengan kemiringan 0.002.
Gambar 5.1 Pembagian nama pias dalam pembahasan 5.1 Saluran Pias I Perbandingan hasil simulasi profil saluran pada pias I menggunakan software HEC-RAS dengan perhitungan desain rencana master plan di tunjukan pada Gambar 6.3 sampai Gambar 6.14. Hasil simulasi menunjukan bahwa ternyata dari profil saluran J.11 sampai J.1 terdapat perbedaan tinggi jagaan di tiap cross section profil saluran , ada yang melebihi dari rencana desain saluran lalu ada juga yang tidak memenuhi kriteria dari desain rencana atau tidak memenuhi syarat dari desain rencana dan ada juga yang sesuai dengan desain rencana/layak.
Gambar 5.2 Penampang kemiringan profil saluran pias I Jalan Sultan Syahrir. Pada profil saluran Sta.11 (J.11) dan Sta.10 (J10) berdasarkan hasil simulasi menunjukan bahwa tinggi jagaan di profil saluran tersebut terlalu dalam dari desain rencana saluran yang sudah direncanakan, di tunjukan pada Gambar 5.3 dan Gambar 5.4. Untuk profil saluran Sta.9 (J.9) dari hasil simulasi menunjukan tingggi jagaan yang aman dan memenuhi kriteria dari tinggi jagaan rencana saluran pada master plan dapat dilihat pada Gambar 5.5. Profil saluran Sta.11 (J.11) yang di tunjukan pada Gambar 5.3, dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan sedalam 1.04 m, tinggi jagaaan yang direncanakan adalah 0.6 m. Disini terlihat perbedaan tinggi jagaan sebesar 0.4 m dari yang sudah di rencanakan, jadi profil
14 saluran Sta.11 (J.11) perlu di desain ulang karena terlalu dalam (kurang efisien), ini juga dipengaruhi oleh kemiringan pada profil dasar saluran tersebut.
Gambar 5.3 Cross Section profil saluran Sta.11 (J.11) pias I Untuk profil saluran Sta.10 (J.10) hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan sedalam 1.14 m lebih dalam dari tinggi jagaan yang sudah direncanakan yaitu 0.6 m. Dapat dilihat bahwa profil saluran Sta.10 (J.10) mempunyai perbedaan tinggi jagaan sebesar 0.54 dari yang sudah direncanakan. Dari sini profil Sta.10 (J.10) perlu didesain ulang karena terlalu dalam (tidak efisien), hal ini juga dipengaruhi oleh kemiringan pada profil dasar saluran tersebut yang dapat dilihat pada Gambar 5.4.
Gambar 5.4 Cross Section profil saluran Sta.10 (J.10) pias I. Sedangkan pada profil saluran Sta.9 (J.9) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan sedalam 0.64 m, hasil tersebut memenuhi kriteria dari desain rencana saluran sedalam 0.6 m. Tidak perlu di desain ulang karena hanya lebih dalam sebesar 0.04 m dari desain rencana saluran di tunjukan pada Gambar 5.5.
Gambar 5.5 Cross Section profil saluran Sta.9 (J.9) pias I. Kemudian untuk profil saluran Sta.8 (J.8) dan Sta.7 (J.7) hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan kurang dalam (tidak aman) atau tidak memenuhi kriteria dari desain rencana saluran di tunjukan pada Gambar 5.6 dan Gambar 5.7. Tinggi jagaan pada profil saluran Sta.8 (J.8) dari hasil simulasi sedalam 0.54 m, sedangkan dari desain rencana saluran sedalam 0.6 m, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan tinggi jagaan pada profil saluran ini sedalam -0.06 m dari yang sudah di rencanakan. Dimana profil saluran ini tidak aman atau tidak memenuhi kriteria dari desain rencana, artinya profil saluran Sta.8 (J.8) harus di desain ulang agar dapat memenuhi kriteria dari desain rencana saluran yang telah di tetapkan dapat di lihat pada Gambar 5.6.
Gambar 5.6 Cross Section profil saluran Sta.4 (J.4) pias I. Untuk profil saluran Sta.7 (J.7) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan sedalam 0.55 m kurang dari desain rencana saluran sebesar 0.6m, sehingga memiliki perbedaan tinggi jagaan sebesar -0.05 dari yang sudah di rencanakan, profil saluran ini tidak aman atau tidak memenuhi kriteria dari desain rencana pada master plan, jadi pada profil saluran Sta.7 (J.7) harus di desain ulang agar dapat memenuhi kriteria dari desain rencana saluran yang telah di tetapkan dapat di lihat pada Gambar 5.7.
Gambar 5.7 Cross Section profil saluran Sta.7 (J.7) pias I.
15 Pada profil saluran Sta.6 (J.6) hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan yang lebih dalam dari desain rencana saluran. Tinggi jagaan hasil simulasi pada profil saluran Sta.6 (J.6) sedalam 0.78 m lebih dari desain rencana saluran sebesar 0.6 m. Dari sini terdapat perbedaan tinggi jagaan sedalam 0.18 m, jadi profil saluran Sta.6 (J.6) perlu didesain ulang karena terlalu dalam (tidak efisien), hal ini juga dipengaruhi oleh kemiringan pada profil dasar saluran tersebut yang dapat dilihat pada Gambar 5.8.
Gambar 5.8 Cross Section profil saluran Sta.6 (J.6) pias I.
Kemudian untuk profil saluran J.5 (STA 5) hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan kurang aman atau tidak memenuhi kriteria desain rencana saluran. Tinggi jagaan pada profil saluran Sta.5 (J.5) dari hasil simulasi sedalam 0.52 m sedangkan desain rencana saluran sebesar 0.6 m, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan tinggi jagaan pada profil saluran ini sedalam -0.08 m dari yang sudah di rencanakan. Jadi profil saluran ini kurang aman atau tidak memenuhi kriteria dari desain rencana saluran, perlu di desain ulang agar dapat memenuhi kriteria desain rencana saluran yang sudah di tetapkan. Dapat dilihat pada Gambar 5.9.
Gambar 5.9 Cross Section profil saluran Sta.5 (J.5) pias I. Profil saluran Sta.4 (J.4) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan yang tidak aman atau tidak memenuhi kriteria dari desain rencana saluran, sehingga muka air hampir meluap/banjir. Pada profil saluran Sta.4 (J.4)
bahwa tinggi jagaan hasil simulasi sedalam 0.13 m kurang dari desain rencana saluran sedalam 0.6, terdapat perbedaan tinggi jagaan sedalam 0.47 m, dimana muka air hampir meluap/banjir. Profil saluran ini tidak aman dan tidak memenuhi kriteria dari desain rencana saluran, jadi harus di desain ulang agar memenuhi kriteria desain rencana yang telah di tetapkan. Lihat Gambar 5.10.
Gambar 5.10 Cross Section profil saluran Sta.4 (J.4) pias I. Kemudian untuk profil saluran Sta.3 (J.3) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan yang masih aman. Tinggi jagaan pada profil saluran Sta.3 (J.3) hasil simulasi sedalam 0.58 m sedangkan desain rencana saluran sebesar 0.6 m, dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan tinggi jagaan hanya -0.02 m dari yang sudah di rencanakan, jadi tidak perlu di desain ulang karena masih memenuhi kriteria dari desain rencana saluran. Dapat dilihat pada Gambar 5.11.
Gambar 5.11 Cross Section profil saluran Sta.3 (J.3) pias I. Selanjutnya pada profil saluran Sta.2 (J.2) dan Sta.1 (J.1) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan yang lebih dalam dari desain rencana saluran. Profil saluran Sta.2 (J.2) tinggi jagaan hasil simulasi sedalam 0.87 m lebih dalam dari desain rencana saluran sebesar 0.6 m, terdapat perbedaan tinggi jagaan sedalam 0.27 m. Jadi profil Sta.2 (J.2) perlu didesain ulang karena terlalu dalam (tidak efisien), dapat dilihat pada Gambar 5.12.
16 5.2 Saluran Pias II Perbandingan hasil simulasi profil saluran pada pias II menggunakan software HEC-RAS dengan perhitungan desain rencana master plan di tunjukan pada Gambar 5.16 sampai Gambar 5.17. Hasil simulasi menunjukan bahwa ternyata dari profil saluran Sta.11 (J.11) sampai Sta.14 (J.14) tinggi jagaan di tiap cross section profil saluran pada pias II lebih dari desain rencana saluran. Gambar 5.12 Cross Section profil saluran Sta.2 (J.2) pias I. Dan pada profil saluran Sta.1 (J.1) dari hasil simulasi juga memiliki tinggi jagaan yang lebih dalam dari desain rencana saluran. Profil saluran Sta.1 (J.1) tinggi jagaan hasil simulasi sedalam 0.77 m lebih dari desain rencana saluran sedalam 0.6 m, terdapat perbedaan tinggi jagaan sedalam 0.17 m. Jadi profil Sta.1 (J.1) perlu didesain ulang karena terlalu dalam (tidak efisien), dapat dilihat pada Gambar 5.13.
Gambar 5.13 Cross Section profil saluran Sta.1 (J.1) pias I Lalu untuk profil saluran Sta.0 (J.0) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan yang lebih dari desain rencana saluran. Profil saluran Sta.0 (J.0) tinggi jagaan hasil simulasi sedalam 0.76 m lebih dari desain rencana saluran sedalam 0.6 m, disini terdapat perbedaan tinggi jagaan sebesar 0.16 m. Jadi profil Sta.0 (J.0) perlu didesain ulang karena masih terlalu dalam (tidak efisien), dapat dilihat pada Gambar 5.14.
Gambar 5.14 Cross section profil saluran Sta.0 (J.0) pias I.
Gambar 5.15 Penampang kemiringan profil saluran pias II Jalan Sultan Syahrir. Profil saluran Sta.11 (J.11) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan sedalam 1.04 m, tinggi jagaaan yang direncanakan adalah 0.6 m. Disini terlihat perbedaan tinggi jagaan sebesar 0.4 m dari yang sudah di rencanakan, jadi profil saluran Sta.11 (J.11) perlu di desain ulang karena terlalu dalam (kurang efisien), ini juga dipengaruhi oleh kemiringan pada profil dasar saluran tersebut yang di tunjukan pada Gambar 5.16.
Gambar 5.16 Cross Section profil saluran Sta.12 (J.12) pias II. Lalu profil saluran Sta.12 (J.12) dari hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan yang juga lebih dalam dari desain saluran rencana. Hasil simulasi menunjukan tinggi jagaan pada profil saluran Sta.12 (J.12) sebesar 1.96 m melebihi dari desain rencana saluran sebesar 0.6 m, dari sini terdapat perbedaan tinggi jagaan sebesar 1.36 m, jadi profil saluran Sta.12 (J.12) perlu di desain ulang karena terlalu dalam (kurang efisien) dari desain rencana, ini juga dipengaruhi oleh kemiringan pada profil dasar saluran tersebut. Lihat Gambar 5.17.
17
Gambar 5.17 Cross Section profil saluran Sta.12 (J.12) pias II. Pada profil saluran Sta.13 (J.13) hasil simulasi juga menunjukan tinggi jagaan yang lebih dalam dari desain rencana saluran. Profil saluran Sta.13 (J.13) menunjukan tinggi jagaan hasil simulasi sedalam 1.23 m lebih dari desain rencana saluran sebesar 0.6 m, terdapat perbedaan tinggi jagaan sedalam 0.63 m. Terlalu dalam dari desain rencana saluran dan kurang efisien jadi perlu di desain ulang, di tunjukan pada Gambar 5.18.
Gambar 5.18 Cross Section profil saluran Sta.13 (J.13) pias II. Pada profil saluran Sta.14 (J.14) hasil simulasi juga menunjukan bahwa tinggi jagaan pada saluran tersebut juga lebih dalam dari desain rencana saluran. Tinggi jagaan hasil simulasi pada profil saluran Sta.14 (J.14) sedalam 1.37 m lebih dari desain rencana saluran sedalam 0.6 m. Terdapat perbedaan tinggi jagaan pada profil saluran ini sebesar 0.77 m, tinggi jagaan terlalu dalam dari kriteria desain rencana saluran jadi perlu di desain ulang, ditunjukan pada Gambar 5.19.
Gambar 5.19 Cross Section profil saluran Sta.14 (J.14) pias II. 5.3 Saluran Pias III Perbandingan hasil simulasi profil saluran pada pias III menggunakan software HEC-RAS dengan perhitungan desain rencana master plan di tunjukan pada Gambar 5.21 sampai Gambar 5.22. Hasil simulasi menunjukan bahwa ternyata dari profil saluran Sta.15 (J.15) sampai Sta.14 (J.14) tinggi jagaan di tiap cross section profil saluran pada pias III lebih dari desain rencana saluran.
Gambar 5.20 Penampang kemiringan profil saluran pias III Jalan Sultan Syahrir. Pada profil saluran Sta.15 (J.15) berdasarkan hasil simulasi menunjukan bahwa tinggi jagaan sedalam 1.10 m lebih dalam dari desain rencana saluran yang sudah direncanakan sedalam 0.6 m, terdapat perbedaan tinggi jagaan sedalam 0.5 m. Jadi tinggi jagaan pada profil saluran ini terlalu dalam perlu di desain ulang, ditunjukan pada Gambar 6.21.
Gambar 5.21Cross Section profil saluran Sta.15 (J.15) pias III. Lalu profil saluran Sta.14 (J.14) dari hasil simulasi didapat tinggi jagaan sedalam 1.37 m lebih dari desain rencana saluran sebesar 0.6 m. Terdapat perbedaan tinggi jagaan pada profil saluran ini sebesar 0.77 m. Jadi tinggi jagaan pada profil saluran ini juga terlalu dalam perlu di desain ulang lihat Gambar 5.22.
18
Gambar 5.22 Cross Section profil saluran Sta.14 (J.14) pias III. 5.4 Saluran Pias IV Perbandingan hasil simulasi profil saluran pada pias IV menggunakan software HEC-RAS dengan perhitungan desain rencana master plan pada profil saluran Sta.15 (J.15) sampai Sta.18 (J.18) hasil simulasi menunjukan bahwa ternyata tinggi jagaan pada profil saluran tersebut melebihi dari rencana desain saluran di tunjukan pada Gambar 5.24 sampai Gambar 5.27. Lalu tinggi jagaan pada profil saluran Sta.19 (J.19) dan Sta.20 (J.20) kurang dari desain rencana saluran/tidak memenuhi kriteria desain rencana, dapat dilihat pada Gambar 5.28 dan Gambar 5.29.
Gambar 5.23 Penampang kemiringan profil saluran pias IV Jalan Sultan Syahrir. Pada profil saluran Sta.15 (J.15) berdasarkan hasil simulasi menunjukan bahwa tinggi jagaan di profil saluran tersebut lebih besar dari desain rencana saluran yang sudah direncanakan. Pada profil saluran Sta.15 (J.15) berdasarkan hasil simulasi menunjukan bahwa tinggi jagaan sedalam 1.10 m lebih dalam dari desain rencana saluran yang sudah direncanakan sedalam 0.6 m, terdapat perbedaan tinggi jagaan sedalam 0.5 m. Jadi tinggi jagaan pada profil saluran ini terlalu dalam perlu di desain ulang di tunjukan pada Gambar 5.24.
Gambar 5.24 Cross Section profil saluran Sta.15 (J.15) pias IV. Lalu profil saluran Sta.16 (J.16) dari hasil simulasi didapat tinggi jagaan yang juga lebih dari desain saluran rencana. Tinggi jagaan hasil simulasi pada profil saluran Sta.16 (J.16) sedalam 1.15 m lebih dari desain rencana saluran sedalam 0.6 m, terdapat perbedaan tinggi jagaan sebesar 0.55 m. Jadi tinggi jagaan pada profil saluran ini terlalu dalam perlu di desain ulang lihat Gambar 5.25.
Gambar 5.25 Cross Section profil saluran Sta.16 (J.16) pias IV. Selanjutnya untuk profil saluran Sta.17 (J.17) berdasarkan hasil simulasi juga memiliki tinggi jagaan yang terlalu besar dari desain rencana saluran. Tinggi jagaan hasil simulasi pada profil saluran Sta.17 (J.17) sedalam 1.15 m lebih dari desain rencana saluran sebesar 0.6 m, tedapat perbedaan tinggi jagaan sedalam 0.55 m, Jadi tinggi jagaan pada profil saluran ini juga terlalu dalam dan perlu di desain ulang di tunjukan pada Gambar 5.26.
Gambar 5.26 Cross Section profil saluran Sta.17 (J.17) pias IV.
19 Kemudian tinggi jagaan hasil simulasi untuk profil saluran J.18 masih lebih dari desain rencana saluran. Tinggi jagaan hasil simulasi pada profil saluran Sta.18 (J.18) sebesar 0.9 m lebih dari desain rencana saluran sebesar 0.6 m, terdapat perbedaan tinggi jagaan sedalam 0.3 m. Jadi tinggi jagaan pada profil saluran ini juga terlalu dalam dan perlu di desain ulang di tunjukan pada Gambar 5.27. Gambar 5.29 Cross Section profil saluran Sta.20 (J.20) pias IV.
Gambar 5.27 Cross Section profil saluran Sta.18 (J.18) pias IV. Sedangkan pada profil saluran Sta.19 (J.19) dan Sta.20 (J.20) dari hasil simulasi menunjukan hasil tinggi jagaan yang tidak memenuhi kriteria dari tinggi jagaan desain rencana saluran, di tunjukan pada Gambar 6.28 dan Gambar 6.29. Tinggi jagaan hasil simulasi pada profil saluran Sta.19 (J.19) sedalam 0.47 m kurang dari desain rencana saluran sebesar 0.6 m. Dengan perbedaan tinggi jagaan sebesar 0.13 m profil saluran ini tidak aman dan tidak memenuhi kriteria dari desain rencana saluran, jadi harus di desain ulang agar memenuhi kriteria desain rencana yang telah di tetapkan. Ditunjukan pada Gambar 5.28.
Gambar 5.28 Cross Section profil saluran Sta.19 (J.19) pias IV. Untuk profil saluran Sta.20 (J.20) tinggi jagaan hasil simulasi sedalam 0.26 m tidak memenuhi kriteria dari desain rencana saluran sedalam 0.6 m, dengan perbedaan tinggi jagaan sebesar 0.34 m profil saluran ini tidak aman dan tidak memenuhi kriteria dari desain rencana saluran, jadi harus di desain ulang agar memenuhi kriteria desain rencana yang telah di tetapkan. Ditunjukan pada Gambar 5.29.
6. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis ini, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Dari desain rencana master plan saluran drainase di Jalan Sultan Syahrir tinggi jagaan air yang sudah direncanakan adalah 0,6 m, setelah dianalisis menggunakan software HEC-RAS 4.1.0, ternyata tinggi jagaan air tiap cross section pada semua pias saluran berbeda-beda. 2. Dari hasil simulasi pemodelan HEC-RAS 4.1.0 terdapat saluran yang tinggi jagaanya aman atau layak bila diaplikasikan tetapi terlalu besar/tidak efisien dari rencana master plan itu sendiri, seperti contoh pada profil saluran Sta.11 (J.11) pada pias I. Ada juga saluran yang tinggi jagaanya tidak memenuhi kriteria desain rencana master plan yang mengakibatkan muka air hampir melebihi tanggul/meluap, serta ada juga yang sesuai dengan tinggi jagaan desain rencana. 6.2 Saran Dari hasil penelitian dapat diperoleh beberapa saran sebagai berikut : 1. Untuk saluran pada pias I, II, III, dan IV sebaiknya tinggi jagaan di keempat pias saluran tersebut di desain ulang dan diperhitungkan kembali kemiringan/Slope rencana pada profil saluran di pias-pias tersebut supaya mendapatkan tinggi jagaan yang efisien. 2. Dari hasil analisa ini saya menyarankan untuk membuat dua metode analisis yaitu perhitungan manual seperti yang ada di laporan master plan drainase Kotawaringin Barat dan menggunakan bantuan software seperti HEC-RAS 4.1.0 untuk meningkatkan keakuratan hasil dari rancangan saluran yang akan diaplikasikan dilapangan.
20 DAFTAR PUSTAKA BNPB., 2010, Laporan Harian Tanggap Darurat Gunung Merapi Tanggal : 1 Desember 2010 pukul 24.00 WIB, Jakarta. BNPB., 2011, Rencana Aksi Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah Pascabencana Erupsi Gunung Merapi di Provinsi D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah Tahun 2011-2013. Indonesia: Kementrian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Carbonneau, P.E., and Bergeron, N.E., 2000, The Effect of Bed-load Transport on Mean and Turbulent Flow Properties, Geomorphology,Vol. 35, pp. 267-278. Chow, Ven Te., 1959, Open-Channel Hydraulics, International Student Edition, McGraw-Hill International Book Company, Kogakusha. Darby, S.E., and Thorne, C.R., 1996, Development and Testing of Riverbank Stability Analysis, Journal of Hydraulic Engineering, ASCE, Vol. 122, No. 8, pp.443454. Duan, J.G., 2005, Analytical Approach to Calculate Rate of Bank Erosion, Journal of Hydraulic Engineering, ASCE, Vol. 131, pp. 980-990. Brunner, Gary W., 2010, HEC-RAS River Analysis System Hydraulic Reference Manual, US Army Corps of Engineers - Hydrologic Engineering Centre, Davis, California. Hooke, J.M., 1979, An Analysis of The Processes of River Bank Erosion, Journal of Hydrology, Vol. 42, pp. 39-62. John, C. Warner, Gary W. Brunner, Brent C. Wolfe and Steven S. Piper., 2010, HEC-RAS River Analysis System Applications Guide, US Army Corps of Engineers - Hydrologic Engineering Centre, Davis, California. Julien, P.Y., 1998, Erosion and Sedimentation : First paperback edition. Cambridge, New York, Melbourne: Cambridge University Press. Kamphuis, J.W., 1990, Influence of Sand or Gravel on The Erosion of Cohesive Sediment, J. of Hyd. Research, Vol. 28, No. 1, pp. 43-53. Kementrian Kehutanan, 2013, Pedoman Identifikasi Karakteristik Daerah Aliran Sungai, Peraturan Direktur Jenderal Bina Pengelolaan Daerah Airan Sungai dan Perhutanan Sosial.
21 Tabel 6.1 Hasil analisis HEC-RAS saluran pias I
River Sta
11 10.8 10.6 10.5 10.3 10.2 10 9.6 9.3 9 8.8 8.6 8.4 8.2 8 7.8 7.6 7.4 7.2 7 6.8 6.6 6.4 6.2 6 5.8 5.6 5.4 5.2 5 4.8 4.6 4.4 4.2 4 3.8 3.6 3.4 3.2 3 2.7 2.5 2.2 2 1.8
No. Profil Salura n J.11 J.10 J.10 J.10 J.10 J.10 J.10 J.9 J.9 J.9 J.8 J.8 J.8 J.8 J.8 J.7 J.7 J.7 J.7 J.7 J.6 J.6 J.6 J.6 J.6 J.5 J.5 J.5 J.5 J.5 J.4 J.4 J.4 J.4 J.4 J.3 J.3 J.3 J.3 J.3 J.2 J.2 J.2 J.2 J.1
Q Total
W.S. Elev
E.G. Slope
Elev. Tanggul
Freeboard Simulasi
Freeboard Rencana
(m3/s) 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61
(m) 20.67 20.35 20.03 19.7 19.38 19.06 18.73 18.18 17.63 17.48 17.42 17.37 17.31 17.26 17.21 17.16 17.11 17.06 17.01 16.96 16.91 16.85 16.78 16.69 16.58 16.49 16.42 16.36 16.31 16.27 16.24 16.21 16.18 16.16 16.14 16.12 16.08 16.04 15.99 15.92 15.85 15.77 15.67 15.5 15.36
(m/m) 0.013744 0.013767 0.013788 0.01381 0.013828 0.013851 0.013863 0.013827 0.013791 0.003229 0.003132 0.003016 0.002885 0.002743 0.002586 0.002597 0.002608 0.002622 0.002637 0.002659 0.002853 0.003116 0.003498 0.004133 0.005515 0.004952 0.004287 0.003597 0.002951 0.002391 0.002031 0.001716 0.001447 0.001219 0.00103 0.001192 0.001405 0.0017 0.002138 0.002886 0.003179 0.003643 0.004475 0.007286 0.007193
(m) 21.71 21.4 21.1 20.79 20.48 20.18 19.87 19.29 18.7 18.12 18.05 17.97 17.9 17.82 17.75 17.7 17.65 17.61 17.56 17.51 17.48 17.45 17.42 17.39 17.36 17.25 17.13 17.02 16.9 16.79 16.69 16.58 16.48 16.37 16.27 16.32 16.36 16.41 16.45 16.5 16.47 16.44 16.4 16.37 16.23
(m) 1.04 1.05 1.07 1.09 1.1 1.12 1.14 1.11 1.08 0.64 0.62 0.61 0.59 0.56 0.54 0.54 0.54 0.54 0.54 0.55 0.57 0.6 0.64 0.7 0.78 0.76 0.71 0.66 0.59 0.52 0.45 0.37 0.3 0.21 0.13 0.2 0.28 0.36 0.46 0.58 0.61 0.66 0.73 0.87 0.87
(m) 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6
Keterangan
Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Aman Aman Aman Aman Aman Kurang Dalam Kurang Dalam Kurang Dalam Kurang Dalam Kurang Dalam Aman Aman Aman Aman Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Aman Aman Aman Kurang Dalam Kurang Dalam Kurang Dalam Kurang Dalam Kurang Dalam Kurang Dalam Kurang Dalam Kurang Dalam Kurang Dalam Aman Aman Aman Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam
22 1.6 1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
J.1 J.1 J.1 J.1 J.0 J.0 J.0 J.0 J.0
2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61
15.22 15.09 14.98 14.89 14.79 14.69 14.6 14.5 14.41
0.007012 0.006609 0.005933 0.004998 0.004998 0.004997 0.004997 0.004996 0.005001
16.09 15.94 15.8 15.66 15.56 15.46 15.37 15.27 15.17
0.87 0.85 0.82 0.77 0.77 0.77 0.77 0.77 0.76
0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6
Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam
Tabel 6.2 Hasil analisis HEC-RAS saluran pias II River Sta
No. Profil Saluran
3 2.8 2.6 2.5 2.3 2.2 2 1.7 1.5 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
J.11 J.12 J.12 J.12 J.12 J.12 J.12 J.13 J.13 J.13 J.13 J.14 J.14 J.14 J.14 J.14
Q Total
W.S. Elev
E.G. Slope
Elev. Tanggul
Freeboard Simulasi
Freeboard Rencana
(m3/s) 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61
(m) 20.67 20.2 19.73 19.25 18.78 18.3 17.83 15.81 13.79 11.77 9.74 9.33 8.91 8.5 8.08 7.67
(m/m) 0.013774 0.014038 0.014256 0.014449 0.014581 0.014499 0.014408 0.01431 0.014204 0.01408 0.013972 0.014004 0.014036 0.014066 0.014096 0.014127
(m) 21.71 21.39 21.07 20.75 20.43 20.11 19.79 17.59 15.38 13.17 10.97 10.58 10.2 9.81 9.43 9.04
(m) 1.04 1.19 1.34 1.5 1.65 1.81 1.96 1.78 1.59 1.41 1.23 1.26 1.29 1.32 1.34 1.37
(m) 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6
Keterangan
Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam
Tabel 6.3 Hasil analisis HEC-RAS saluran pias III River Sta 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0
No. Profil Saluran J.15 J.14 J.14 J.14 J.14 J.14
Q Total
W.S. Elev
E.G. Slope
Elev. Tanggul
(m3/s) 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61 2.61
(m) 13.29 12.17 11.04 9.92 8.79 7.67
(m/m) 0.013826 0.013892 0.013956 0.014015 0.014073 0.014127
(m) 14.39 13.32 12.25 11.18 10.11 9.04
Freeboard Freeboard Simulasi Rencana (m) 1.1 1.15 1.21 1.26 1.32 1.37
(m) 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6 0.6
Keterangan
Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam Terlalu Dalam
23
Tabel 6.4 Hasil analisis HEC-RAS saluran pias IV River Sta
No. Profil Saluran
Q Total
W.S. Elev
E.G. Slope
Elev. Tanggul
Freeboard Simulasi
Freeboard Rencana
(m3/s)
(m)
(m/m)
(m)
(m)
(m)
Keterangan
5
J.15
2.61
13.29
0.01382
14.39
1.1
0.6
Terlalu Dalam
4.8
J.15
2.61
12.69
0.013832
13.79
1.11
0.6
Terlalu Dalam
4.6
J.15
2.61
12.08
0.013844
13.2
1.12
0.6
Terlalu Dalam
4.4
J.15
2.61
11.47
0.013857
12.6
1.13
0.6
Terlalu Dalam
4.2
J.15
2.61
10.87
0.013869
12.01
1.14
0.6
Terlalu Dalam
4
J.16
2.61
10.26
0.013878
11.41
1.15
0.6
Terlalu Dalam
3.8
J.16
2.61
9.59
0.013878
10.73
1.15
0.6
Terlalu Dalam
3.6
J.16
2.61
8.91
0.013878
10.05
1.15
0.6
Terlalu Dalam
3.4
J.16
2.61
8.23
0.013878
9.38
1.15
0.6
Terlalu Dalam
3.2
J.16
2.61
7.55
0.013878
8.7
1.15
0.6
Terlalu Dalam
3
J.17
2.61
6.87
0.013878
8.02
1.15
0.6
Terlalu Dalam
2.8
J.17
2.61
6.19
0.013878
7.34
1.15
0.6
Terlalu Dalam
2.6
J.17
2.61
5.51
0.013876
6.65
1.15
0.6
Terlalu Dalam
2.4
J.17
2.61
4.82
0.013889
5.97
1.15
0.6
Terlalu Dalam
2.2
J.17
2.61
4.14
0.013831
5.28
1.15
0.6
Terlalu Dalam
2
J.18
2.61
3.7
0.005364
4.6
0.9
0.6
Terlalu Dalam
1.8
J.18
2.61
3.62
0.004735
4.46
0.84
0.6
Terlalu Dalam
1.6
J.18
2.61
3.56
0.004028
4.32
0.76
0.6
Terlalu Dalam
1.4
J.18
2.61
3.51
0.003334
4.18
0.67
0.6
Aman
1.2
J.18
2.61
3.46
0.002705
4.04
0.58
0.6
Aman
1
J.19
2.61
3.43
0.002172
3.9
0.47
0.6
Kurang Dalam
0.8
J.19
2.61
3.39
0.002146
3.82
0.43
0.6
Kurang Dalam
0.6
J.19
2.61
3.35
0.002117
3.74
0.39
0.6
Kurang Dalam
0.4
J.19
2.61
3.31
0.002084
3.66
0.35
0.6
Kurang Dalam
0.2
J.19
2.61
3.28
0.002046
3.58
0.3
0.6
Kurang Dalam
0
J.20
2.61
3.24
0.002003
3.5
0.26
0.6
Kurang Dalam
24
25
26
27