PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN MATERI TRIGONOMETRI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X TEKSTIL-B SMK NEGERI 5 MATARAM TAHUN AJARAN 2016/2017
ARTIKEL SKRIPSI
Oleh RITA APRIANI E1R013047
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Matematika
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM 2017
i
KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS MATARAM FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN Jln. Majapahit No. 62 Mataram NTB 83125 Telp. (0370)623873 PERSETUJUAN ARTIKEL SKRIPSI Artikel skripsi berjudul: Penerapan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Materi Trigonometri untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Tekstil-B SMK Negeri 5 Mataram Tahun Ajaran 2016/2017 yang disusun oleh: Nama
: Rita Apriani
NIM
: E1R013047
Program Studi
: Pendidikan Matematika
telah disetujui tanggal 28 Juli 2017
Mataram, 24 Juli 2017
Mataram, 26 Juli 2017
ii
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING PADA PEMBELAJARAN MATERI TRIGONOMETRI UNTUK MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X TEKSTIL-B SMK NEGERI 5 MATARAM TAHUN AJARAN 2016/2017 Rita Apriani1, Harry Soeprianto2, Nurul Hikmah3 ABSTRAK Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X Tekstil-B SMK Negeri 5 Mataram tahun ajaran 2016/2017 melalui penerapan model pembelajaran penemuan terbimbing. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilaksanakan dalam dua siklus. Indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan ketentuan: (1) Aktivitas belajar siswa dikatakan meningkat apabila terjadi peningkatan skor aktivitas belajar siswa dari siklus sebelumnya dan minimal aktivitas siswa berkategori aktif; (2) Hasil belajar siswa dikatakan meningkat apabila terjadi peningkatan ketuntasan klasikal dari siklus sebelumnya dan minimal ketuntasan klasikal . Hasil penelitian menunjukkan bahwa ratarata skor aktivitas siswa pada siklus I adalah 9,74 dengan kategori kurang aktif dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 13,84 dengan kategori aktif. Adapun ketuntasan klasikal pada siklus I adalah 70% dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 85%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa indikator keberhasilan tercapai, sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing dengan langkah-langkah merumuskan masalah, membuat hipotesis, mengumpulkan data, merumuskan kesimpulan, dan mengkomunikasian secara optimal dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X Tekstil-B SMK Negeri 5 Mataram tahun ajaran 2016/2017. Kata kunci: Penemuan terbimbing, aktivitas belajar, hasil belajar ABSTRACT The purpose of this research is to improve the activity and achievement of students of class X Tekstil-B SMK Negeri 5 Mataram academic year 2016/2017 through the implementation of guided discovery learning model. This type of research was a classroom action research conducted in two cycles. The success indicator of this research was the increase of student’s activity and achievement with the following conditions: (1) Student’s activity were said increasing if there was an increase in the score of student’s activity from the previous cycle and the minimum category of student’s activity was active; (2) Student’s achievement were said increasing if there was an increase in classical completeness of the previous cycle and classical completeness at least 85%. The results showed that the average score of student’s activity in cycle I was 9,74 with less active category and increased in cycle II to 13,84 with active category. The classical completeness 1
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Mataram. Email:
[email protected] 2 Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Mataram 3 Dosen Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan MIPA FKIP Universitas Mataram
1
in cycle I was 70% and increased in cycle II to 85%. The results of this research indicate that the success indicator was reached, so it could be concluded that the implementation of guided discovery learning model with steps to formulating problems, formulating hypothetical, collecting data, formulating conclusions, and communicate optimally could increase the activity and achievement of students class X Tekstil-B SMK Negeri 5 Mataram academic year 2016/2017. Keywords: Guided discovery, student’s activity, student’s achievement
I.
PENDAHULUAN Pendidikan pada dasarnya merupakan salah satu usaha untuk mengembangkan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, setiap negara tak terkecuali Indonesia terus berusaha meningkatkan mutu pendidikan warga negaranya, baik melalui jalur formal, nonformal, maupun informal. Salah satu upaya yang dilakukan Indonesia dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan warga negaranya melalui jalur formal adalah dengan terus mengembangkan kurikulum yang diterapkan. Sampai saat ini, kurikulum yang diterapkan adalah kurikulum 2013. Tema pengembangan Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang dapat menghasilkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, inovatif, melalui penguatan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang terintegrasi dalam rangka mewujudkan insan Indonesia yang produktif, kreatif, dan inovatif[1]. Matematika merupakan cabang ilmu yang berperan penting dalam kehidupan sehari-hari. Dalam rangka penguasaan dan pengembangkan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Kemajuan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini pun dilandasi oleh perkembangan matematika. Itulah sebabnya matematika diajarkan sejak Sekolah Dasar[2]. Selain itu, National Research Council (NRC) telah menyatakan pentingnya matematika dengan pernyataan berikut, “Mathematics is the key to opportunity.” Matematika adalah kunci ke arah peluang-peluang. Masih menurut NRC, bagi seorang siswa keberhasilan mempelajarinya akan membuka pintu karir yang cemerlang. Bagi para warga negara, matematika akan menunjang pengambilan keputusan yang tepat. Bagi suatu negara, matematika akan menyiapkan warganya untuk bersaing dan berkompetisi di bidang ekonomi dan teknologi[3]. Meskipun matematika memiliki peran yang sangat penting, namun kemampuan matematika siswa Indonesia masih tergolong rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil studi internasional Programme for International Student Assesment (PISA) tahun 2015, dimana Indonesia berada pada peringkat 63 dari 70 negara peserta studi dengan skor rata-rata 386. Skor tersebut terpaut jauh dari skor rata-rata internasional yakni 490[4]. Hasil studi internasional Trends in International Matematics and Science Study (TIMSS) tahun 2015 juga tidak jauh berbeda dengan hasil studi PISA, yakni Indonesia berada pada peringkat 44 dari 49 negara peserta studi dengan skor rata-rata 397. Skor tersebut terpaut jauh dari skor rata-rata internasional yakni 500[5].
2
Rendahnya kemampuan matematika siswa Indonesia juga dapat dilihat dari hasil Ujian Nasional. Data hasil Ujian Nasional mata pelajaran matematika siswa tahun pelajaran 2014/2015 menunjukkan bahwa rata-rata nilai matematika siswa SMK di Indonesia yakni 48,24. Adapun rata-rata nilai matematika siswa SMK di provinsi Nusa Tenggara Barat yakni 37,04. Sedangkan rata-rata nilai matematika siswa SMK di kota Mataram yakni 52,51. Sedangkan rata-rata nilai matematika siswa SMK Negeri 5 Mataram yakni 31,99[6]. Data tersebut memperlihatkan bahwa kemampuan matematika siswa SMK Negeri 5 Mataram sangat rendah, di bawah nilai rata-rata nasional, provinsi, dan kota. Rendahnya kemampuan matematika siswa SMK Negeri 5 Mataram juga dapat dilihat dari hasil mid semester ganjil siswa kelas X tahun pelajaran 2016/2017 sebagai berikut. Table 1.1 Hasil MID Semester Ganjil Siswa Kelas X SMK Negeri 5 Mataram Tahun Pelajaran 2016/2017 Persentase Ketuntasan No. Kelas Klasikal 1 X Tekstil-A 19,05% 2 X Tekstil-B 10,00% 3 X DKV 25,64% 4 X Logam 13,04% 5 X Kulit 11,76% 6 X TSM 15,63% (Sumber: Daftar nilai mid semester ganjil matematika kelas X tahun ajaran 2016/2017) Tabel di atas menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal siswa kelas X sangat rendah. Kelas X Tekstil-B merupakan kelas dengan persentase ketuntasan klasikal terendah, yakni hanya 10%. Berdasarkan hasil observasi selama melaksanakan kegiatan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMK Negeri 5 Mataram, peneliti menemukan permasalahan terkait pembelajaran matematika di kelas X Tekstil-B, yakni hanya guru yang berperan aktif dalam pembelajaran, sedangkan siswa pasif. Siswa hanya mencatat prinsip-prinsip yang dicatatkan dan dijelaskan guru, kemudian siswa diberikan contoh soal sehingga kemampuan problem solving siswa tidak berkembang. Siswa hanya diposisikan sebagai pendengar sehingga tidak sedikit dari mereka yang mengantuk. Beberapa dari mereka bahkan membuat keributan-keributan yang tidak terkait dengan pembelajaran dengan alasan supaya tidak mengantuk. Dengan kata lain, siswa tidak tertarik untuk memperhatikan penjelasan guru. Hal tersebut terus berlangsung di setiap pembelajaran matematika. Karenanya, perlu dilakukan perbaikan proses pembelajaran di kelas tersebut. Salah satu cara untuk memperbaiki proses pembelajaran adalah dengan menerapkan model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif dalam pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat membuat siswa aktif adalah model pembelajaran Penemuan Terbimbing sebagaimana yang dikemukakan oleh Markaban[7] yakni dalam model pembelajaran Penemuan Terbimbing, peran siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru
3
tetapi pada siswa. Potensi siswa kelas X Tekstil-B yang lebih senang dilibatkan dalam pembelajaran daripada hanya sebagai pendengar sangat sesuai dengan model pembelajaran ini. Penemuan Terbimbing merupakan penemuan yang dilakukan oleh siswa itu sendiri yang merupakan hal yang baru bagi dirinya sendiri yang merupakan jawaban dari masalah yang direkayasa oleh guru. Penemuan yang dimaksud dapat berupa teori, rumus, pengertian, ciri-ciri, perbedaan, persamaan, contoh, dan materi-materi lainnya[8]. Untuk dapat menemukannya, siswa harus melakukan terkaan, dugaan, coba-coba, dan usaha lainnya dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Adapun langkah-langkah penerapan model pembelajaran penemuan terbimbing dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Siswa memperhatikan pertanyaan/permasalahan terkait topik yang dikaji yang diajukan guru (Merumuskan Masalah) 2. Siswa merumuskan hipotesis dan memperhatikan tahapan kegiatan yang dipaparkan oleh guru (Membuat Hipotesis) 3. Siswa bersama kelompoknya mendiskusikan dan mengisi LKS untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan untuk menguji hipotesis, dengan bimbingan seperlunya dari guru (Mengumpulkan Data dan Merumuskan Kesimpulan) 4. Salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas berdasarkan instruksi dari guru, sedangkan kelompok yang lain memberikan tanggapan (Mengkomunikasikan). Penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing dalam pembelajaran matematika sangat sesuai dengan kurikulum 2013 yang kini diberlakukan. Hal ini dikarenakan proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran Penemuan Terbimbing sesuai dengan harapan kurikulum 2013 terkait proses pembelajaran matematika di kelas, yakni (1) pembelajaran berpusat pada aktivitas siswa, (2) siswa diberi kebebasan berpikir memahami masalah, membangun strategi penyelesaian masalah, mengajukan ide-ide secara bebas dan terbuka, (3) guru melatih dan membimbing siswa berpikir kritis dan kreatif dalam menyelesaikan masalah, (4) upaya guru mengorganisasikan siswa untuk bekerja sama dalam kelompok belajar, melatih siswa berkomunikasi menggunakan grafik, diagram, skema, dan variabel, (5) seluruh hasil kerja selalu dipresentasikan di depan kelas untuk menemukan berbagai konsep, hasil penyelesaian masalah, dan aturan matematika yang ditemukan melalui proses pembelajaran[9]. Pada tahun 2016 dilakukan revisi terhadap muatan isi kurikulum 2013, sehingga materi matematika wajib yang diajarkan di kelas X semester genap hanya materi Trigonometri. Sedangkan pada kurikulum 2013 sebelum revisi 2016, materi matematika wajib yang diajarkan di kelas X semester genap meliputi enam materi pokok yakni Persamaan dan Fungsi Kuadrat, Trigonometri, Geometri, Limit Fungsi, Statistika, dan Peluang. Hal ini mengindikasikan bahwa materi Trigonometri merupakan salah satu materi yang sulit sehingga diajarkan di satu semester tanpa ada materi lain. Berikut adalah data yang turut menunjukkan bahwa materi Trigonometri merupakan salah satu materi yang sulit.
4
Table 1.2 Persentase Penguasaan Materi Soal Matematika Ujian Nasional SMK Kota Mataram NTB Tahun Pelajaran 2014/2015[6] No. Kemampuan Yang Diuji Kota/Kab. Prov. Nas. 1 Operasi Aljabar 62,99 38,80 49,29 Logika Matematika, Bangun Geometri 2 54,01 35,99 45,26 dan Trigonometri 3 Statistika dan Peluang 55,45 38,85 45,86 Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan guru matematika di SMK Negeri 5 Mataram tahun ajaran 2016/2017, peneliti mendapatkan informasi bahwa salah satu materi yang dianggap sulit untuk diajarkan adalah materi Trigonometri. Siswa sulit mengingat rumus-rumus Trigonometri serta sulit memilih rumus yang harus digunakan dalam menyelesaikan masalah Trigonometri yang diberikan. Hal ini dikarenakan saat pembelajaran, siswa hanya disuguhkan rumus jadi, sehingga siswa tidak paham dari mana rumusrumus tersebut berasal sehingga susah mengingat rumus-rumus tersebut. Model pembelajaran Penemuan Terbimbing sangat cocok diterapkan pada pembelajaran materi Trigonometri karena siswa dibimbing untuk menemukan sendiri rumus-rumus Trigonometri yang diajarkan berdasarkan pemahaman siapnya, sehingga diharapkan ingatan siswa terhadap rumus yang ia temukan dapat bertahan lebih lama dan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Vernon[10] bahwa manusia pada hakikatnya dapat belajar 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Materi Trigonometri untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Tekstil-B SMK Negeri 5 Mataram Tahun Ajaran 2016/2017” penting untuk dilakukan. II. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2017 di SMK Negeri 5 Mataram, dengan subyek penelitian adalah siswa kelas X Tekstil-B SMK Negeri 5 Mataram semester genap tahun ajaran 2016/2017 dengan jumlah siswa 20 orang, yang terdiri dari 19 perempuan dan 1 laki-laki. Ada beberapa faktor yang diteliti dalam penelitian ini, yaitu: (1) Faktor siswa, yang diteliti adalah peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa pada materi trigonometri melalui penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing; (2) Faktor guru, yang diteliti adalah kegiatan guru selama pembelajaran berlangsung melalui penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus, dengan rincian perencanaan pelaksanaan pembelajaran dari masing-masing siklus dapat dilihat dalam tabel berikut.
5
Tabel 3.1 Perencanaan Pembelajaran dalam Kelas Siklus
Pert. 3.9.1 Membuktikan I
II
4.9.2
3.9.3 III
4.9.3
IV I
3.10.1 4.10.1
II
3.10.2 4.10.2
II
III
identitas
dasar
trigonometri
4.9.1 Menggunakan
3.9.2 I
Alokasi Waktu
Indikator
identitas dasar trigonometri untuk membuktikan identitas trigonometri lainnya. Membuktikan identitas dasar trigonometri . Menggunakan identitas dasar trigonometri untuk membuktikan identitas trigonometri lainnya Membuktikan identitas dasar trigonometri . Menggunakan identitas dasar trigonometri untuk membuktikan identitas trigonometri lainnya. Evaluasi Membuktikan aturan sinus Menggunakan aturan sinus dalam menyelesaikan masalah Membuktikan aturan cosinus Menggunakan aturan cosinus dalam menyelesaikan masalah Evaluasi
Adapun tahapan-tahapan yang dilalui dari masing-masing siklus adalah perencanaan, pelaksanaan tindakan, observasi dan evaluasi, dan refleksi. Data-data dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan dua instrumen yakni tes evaluasi hasil belajar untuk mengetahui hasil belajar siswa dan lembar observasi untuk mengetahui aktivitas belajar siswa dan aktivitas mengajar guru. Untuk menentukan ketuntasan belajar siswa secara klasikal digunakan rumus Keterangan: = Persentase ketuntasan belajar klasikal = Banyaknya siswa yang tuntas (memperoleh nilai ) = Banyaknya siswa[11]. Suatu kelas dikatakan tuntas belajarnya (ketuntasan klasikal) jika dalam kelas tersebut terdapat siswa yang telah tuntas belajarnya[12]. Untuk menentukan aktivitas siswa, terlebih dahulu ditentukan skor aktivitas siswa. Skor aktivitas siswa tergantung banyaknya perilaku siswa yang tampak dari sejumlah indikator yang diamati. Setiap indikator mempunyai tiga deskriptor, dengan pedoman penskoran sebagai berikut: - Skor 0 diberikan jika - Skor 1 diberikan jika - Skor 2 diberikan jika - Skor 3 diberikan jika
6
Dengan adalah persentase banyaknya siswa yang aktif melakukan aktivitas sesuai deskriptor. Rumus untuk menghitung skor aktivitas belajar siswa adalah ∑ Keterangan: = Skor aktivitas belajar siswa = Skor aktivitas belajar siswa untuk indikator ke-i = Banyaknya indikator Selanjutnya dilakukan analisis data aktivitas siswa menggunakan Mi (Mean Ideal) dan S i (Standar Deviasi Ideal) sebagai berikut: Banyak indikator =7 Skor maksimal tiap indikator =3 Skor maksimal ideal (SMI) = Mi dan SDi dapat diperoleh dengan menggunakan rumus berikut: Mi SMI S i Mi[13]. Jadi nilai Mi dan SDi adalah: Mi SMI S i
Mi Selanjutnya untuk menentukan kriteria aktivitas siswa digunakan skor standar yang dikonversikan berdasarkan pedoman konversi norma relatif skala lima menurut Nurkancana & Sunartana[13] yang dimodifikasi menjadi skala empat seperti yang tertera pada tabel berikut Tabel 3.2 Pedoman Kriteria Aktivitas Belajar Siswa Interval Skor Nilai Kategori Sangat Aktif Aktif Kurang Aktif Tidak Aktif Untuk menentukan aktivitas guru, terlebih dahulu ditentukan skor aktivitas guru. Skor aktivitas guru mengikuti pedoman penskoran sebagai berikut: - Skor 1 diberikan jika deskriptor dilaksanakan. - Skor 0 diberikan jika deskriptor tidak dilaksanakan. Skor tiap indikator diperoleh dengan menjumlahkan skor semua deskriptornya. Sedangkan skor aktivitas mengajar guru diperoleh dengan menjumlahkan skor semua indikator yang ada pada lembar observasi. Secara matematis skor aktivitas mengajar guru dihitung sebagai berikut: ∑ Keterangan: = Skor aktivitas guru
7
= Skor aktivitas guru pada indikator ke= Banyaknya indikator Selanjutnya dilakukan analisis data aktivitas guru menggunakan Mi (Mean Ideal) dan SDi (Standar Deviasi Ideal) sebagai berikut Banyaknya indikator =6 Skor maksimal tiap indikator =3 Skor maksimal ideal (SMI) = Jadi nilai Mi dan SDi adalah: Mi SMI S i
Mi Selanjutnya unutk menentukan kriteria aktivitas guru digunakan skor standar yang dikonversikan berdasarkan pedoman konversi norma relatif skala lima menurut Nurkancana & Sunartana[13] yang dimodifikasi menjadi skala empat seperti yang tertera pada tabel berikut Tabel 3.3 Pedoman Kriteria Aktivitas Guru Interval Skor Nilai Kategori Sangat Aktif Aktif Kurang Aktif Tidak Aktif Indikator keberhasilan dari penelitian ini adalah peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa dengan ketentuan sebagai berikut: (1) Aktivitas belajar siswa dikatakan meningkat apabila terjadi peningkatan skor aktivitas belajar siswa dari siklus sebelumnya dan minimal aktivitas siswa berkategori aktif; (2) Hasil belajar siswa dikatakan meningkat apabila terjadi peningkatan ketuntasan klasikal dari siklus sebelumnya dan minimal ketuntasan klasikal . III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada pembelajaran materi Trigonometri dengan menerapkan model pembelajaran Penemuan Terbimbing. Penelitian ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X Tekstil-B SMK Negeri 5 Mataram tahun ajaran 2016/2017. Adapun ringkasan hasil penelitian dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4.7 Ringkasan Hasil Penelitian Siklus
I II
Pert. I II III I II
Skor 6,32 10,99 11,99 13,67 14
Aktivitas Belajar Rata-Rata Kategori Skor Tidak Aktif Kurang Aktif 9,74 Kurang Aktif Aktif 13,84 Aktif
Kategori
Hasil Belajar Ketuntasan Klasikal
Kurang Aktif
70%
Aktif
85%
Berdasarkan Tabel 4.7 di atas terlihat bahwa pada siklus I pertemuan I skor aktivitas belajar siswa adalah 6,32 dengan kategori tidak aktif,
8
meningkat menjadi 10,99 dengan kategori kurang aktif pada pertemuan II, dan meningkat lagi menjadi 11,99 dengan kategori kurang aktif pada pertemuan III. Peningkatan aktivitas belajar siswa tersebut dapat dilihat dari mulai terbiasanya siswa belajar dengan media LKS. Hal ini sangat berbeda dengan keadaan sebelumnya yakni siswa bingung bagaimana harus mengisi LKS. Selain itu, siswa sudah dapat menemukan konsep yang dicari dengan bimbingan guru meskipun waktu yang dihabiskan cukup besar. Pada siklus I respon siswa saat pemberian apersepsi dan motivasi juga cukup baik. Selain itu, dari tabel 4.7 diketahui bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari data awal yang diperoleh setelah diterapkannya model pembelajaran Penemuan Terbimbing. Data awal yang diperoleh menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal sebesar 10%, setelah diterapkannya model pembelajaran Penemuan Terbimbing ketuntasan klasikal meningkat menjadi 70% pada siklus I. Meskipun terjadi peningkatan aktivitas dan hasil belajar siswa, namun indikator yang ditetapkan masih belum tercapai pada siklus I. Hal ini menunjukkan bahwa dalam penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing pada pembelajaran siklus I masih terdapat kekurangan. Pada siklus I, siswa kurang dapat merumuskan masalah dan menyusun hipotesis, hal ini dikarenakan siswa kurang memperhatikan stimulus yang diberikan guru. Sehingga perbaikannya adalah guru memberikan stimulus dengan menggunakan media berupa powerpoint yang dapat menarik perhatian siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya[14] bahwa penggunaan media dapat menambah motivasi belajar siswa sehingga perhatian siswa terhadap materi pembelajaran dapat lebih meningkat. Adapun media powerpoint cukup populer digunakan karena pengoperasian dan bentuk tampilannya yang lebih menarik[14]. Saat siswa diberikan stimulus hanya dengan kata-kata yang disampaikan langsung oleh guru, hanya beberapa siswa yang mau mendengarkan dan memperhatikan. Namun saat stimulus tersebut disampaikan melalui media powerpoint, perhatian siswa menjadi lebih besar sehingga stimulus dapat tersampaikan dengan lebih baik, yang kemudian berimbas pada meningkatnya kemampuan siswa dalam mengidentifikasi masalah dan menyusun hipotesis. Selain itu, pada siklus I alokasi waktu yang dihabiskan untuk kegiatan diskusi kelompok melebihi alokasi waktu yang telah direncanakan, hal ini dikarenakan siswa belum terbiasa belajar dengan media LKS sehingga siswa kesulitan dalam mengisi LKS. Sehingga perbaikannya adalah menambah alokasi waktu untuk kegiatan diskusi kelompok sehingga guru bisa memberikan bimbingan kepada setiap kelompok yang kesulitan dalam mengisi LKS. Hal ini sesuai dengan pendapat Markaban[7] bahwa untuk materi tertentu, waktu yang tersita lebih lama saat diterapkannya model pembelajaran Penemuan Terbimbing. Karenanya perlu dialokasikan waktu yang lebih banyak untuk kegiatan penemuan ini. Hal ini dikarenakan siswa harus menemukan sendiri konsep yang dipelajari, sehingga guru perlu memberikan bimbingan kepada siswa yang kesulitan saat diskusi kelompok berlangsung. Banyak sedikitnya bimbingan belajar (learning guidance) yang
9
langsung diberikan guru tergantung dari kadar partisipasi siswa dalam diskusi kelompok[15]. Selain itu, pada siklus I siswa kurang antusias dalam mempresentasikan hasil kerja serta tanggapan/pertanyaan yang diberikan siswa terhadap hasil presentasi temannya tergolong sangat rendah, perbaikannya adalah guru memberikan nilai tambah kepada siswa yang mempresentasikan hasil kerja dan siswa yang aktif memberikan tanggapan/pertanyaan, dan menginformasikan hal tersebut ke siswa sebelum presentasi dimulai. Pemberian nilai tambah ini merupakan reward bagi siswa yang dimaksudkan sebagai motivasi yang bertujuan agar siswa lebih bersemangat untuk mempresentasikan hasil kerja dan memberikan tanggapan. Hal ini sesuai dengan pendapat Wahyuni[16] bahwa reward memiliki peran utama dalam meningkatkan keaktifan siswa yang meliputi bertanya, menjawab, mengerjakan soal di depan kelas, mengerjakan soal latihan serta mengerjakan pekerjaan rumah. Selain itu, pada siklus I beberapa siswa kurang berperan dalam kegiatan diskusi kelompok. Hal ini disebabkan siswa tersebut beranggapan bahwa nilai untuk diskusi kelompok disamakan antaranggota kelompok sehingga mereka hanya mengandalkan siswa yang pandai saja. Sehingga perbaikannya adalah sebelum diskusi kelompok dimulai, guru menginformasikan kepada siswa bahwa nilai diskusi kelompok setiap siswa dibedakan sesuai keaktifan siswa dalam kelompok. Siswa yang aktif dalam diskusi kelompok diberikan nilai yang lebih besar, sebagai reward baginya atas keaktifannya. Selain itu, pada siklus I hanya beberapa siswa yang menanggapi ketika guru mengecek kehadiran. Hal ini disebabkan guru tidak mengecek kehadiran siswa satu persatu, melainkan hanya menanyakan siapa siswa yang tidak hadir. Sehingga perbaikannya adalah guru mengecek kehadiran siswa satu persatu. Kekurangan-kekurangan pada siklus I ini kemudian diperbaiki pada pelaksanaan siklus II sesuai dengan perbaikan-perbaikan yang telah dikemukakan. Hasilnya adalah pembelajaran berjalan lebih baik dan indikator keberhasilan yang ditetapkan telah tercapai pada akhir siklus II, yakni ratarata skor aktivitas belajar siswa 13,84 dengan kategori aktif, dan ketuntasan klasikal mencapai 85%, sehingga penelitian dihentikan. Sebelum diterapkannya model pembelajaran Penemuan Terbimbing, aktivitas siswa di kelas hanya mencatat konsep-konsep yang dicatatkan dan dijelaskan guru, kemudian siswa diberikan contoh soal. Siswa hanya diposisikan sebagai pendengar sehingga tidak sedikit dari mereka yang mengantuk. Beberapa dari mereka bahkan membuat keributan-keributan yang tidak terkait dengan pembelajaran dengan alasan supaya tidak mengantuk. Namun setelah diterapkannya model pembelajaran Penemuan Terbimbing, siswa berperan aktif di kelas mengkonstruksi sendiri prinsip-prinsip yang hendak ditanamkan melalui diskusi kelompok. Pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru melainkan pada siswa. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Markaban[7] yakni dalam model pembelajaran Penemuan Terbimbing, peran siswa cukup besar karena pembelajaran tidak lagi terpusat pada guru tetapi pada siswa. Siswa dibimbing untuk menemukan sendiri rumus-rumus Trigonometri yang diajarkan berdasarkan pemahaman siapnya,
10
sehingga ingatan siswa terhadap rumus yang ia temukan dapat bertahan lebih lama dan berdampak pada peningkatan hasil belajar siswa. Hal ini sesuai dengan pendapat Vernon[10] bahwa manusia pada hakikatnya dapat belajar 90% dari apa yang dikatakan dan dilakukan. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing secara optimal pada pembelajaran materi Trigonometri dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X Tekstil-B SMK Negeri 5 Mataram tahun ajaran 2016/2017. IV. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa (1) Penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing secara optimal dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X Tekstil-B SMK Negeri 5 Mataram tahun ajaran 2016/2017. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan skor aktivitas belajar siswa, yakni 9,74 dengan kategori kurang aktif pada siklus I, dan 13,84 dengan kategori aktif pada siklus II. Serta peningkatan ketuntasan klasikal yakni 70% pada siklus I, dan 85% pada siklus II; (2) Penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing yang dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa kelas X Tekstil-B SMK Negeri 5 Mataram tahun ajaran 2016/2017 adalah dengan menerapkan langkah-langkah sebagai berikut: (a) Merumuskan masalah, pada tahap ini siswa memperhatikan stimulus berupa pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan oleh guru yang dapat mendorong siswa untuk mau melakukan suatu rangkaian pengamatan mendalam. Dalam memberikan stimulus, guru harus menggunakan media yang dapat menarik perhatian siswa agar stimulus dapat tersampaikan dengan baik, karena jika stimulus tersebut disampaikan secara langsung oleh guru tanpa media, dapat membuat siswa bosan dan tidak tertarik untuk memperhatikan; (b) Membuat hipotesis, pada tahap ini siswa melakukan identifikasi masalah yang kemudian bermuara pada penyusunan jawaban sementara (hipotesis); (c) Mengumpulkan data, pada tahap ini siswa mengumpulkan data untuk menguji hipotesis. Dalam mengumpulkan data dapat menggunakan media berupa LKS. LKS yang digunakan haruslah menarik, serta waktu yang dialokasikan harus lebih banyak. Bimbingan guru perlu diberikan kepada kelompok siswa yang kesulitan mengisi LKS. Adapun sejauh mana bimbingan yang diberikan tergantung kesulitan siswa dalam mengisi LKS; (d) Merumuskan kesimpulan; (e) Mengkomunikasikan, pada tahap ini salah satu kelompok mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas. Sebelum diskusi kelompok dimulai guru perlu mengingatkan siswa bahwa siswa yang presentasi, yang aktif menanggapi hasil presentasi, dan yang aktif bertanya akan diberikan nilai tambah. Hal tersebut agar siswa ada dorongan untuk berpartisipasi aktif. Adapun saran yang dapat peneliti sampaikan adalah (1) Bagi guru matematika di kelas X Tekstil-B SMK Negeri 5 Mataram diharapkan dapat menerapkan model pembelajaran Penemuan Terbimbing sebagai alternatif pembelajaran di dalam kelas untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa; (2) Bagi mahasiswa atau pihak lain yang ingin meneliti lebih lanjut penerapan model pembelajaran Penemuan Terbimbing dalam pembelajaran agar memperoleh hasil yang lebih baik, perlu diperhatikan alokasi waktu
11
untuk kegiatan mengumpulkan data, yakni harus lebih banyak dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar interaksi siswa dalam kerja kelompok dapat berjalan optimal serta guru bisa memberikan bimbingan kepada siswa yang mengalami kesulitan, sehingga siswa benar-benar dapat menemukan dan memahami konsep-konsep yang ditemukan.
[1] [2]
[3] [4]
[5]
[6]
[7]
[8] [9]
[10] [11] [12] [13] [14] [15] [16]
DAFTAR PUSTAKA Kemdikbud. 2016b. Silabus Mata Pelajaran Matematika SMA/SMK/MA/MAK. Jakarta: Kemdikbud. Muginah & Widjajanti, D. J. 2014. Peningkatan Keterampilan Hitung Bilangan Bulat Melalui Metode Electrical Charges pada Siswa Kelas V SD. Jurnal Prima Edukasia. 164-174. 2. Shadiq, F. 2016. Benarkah Guru Matematika Sebaiknya Mengajar Secara Induktif dan Bukan Secara Deduktif. EDUMAT. 1-6. 7. OECD. 2016. PISA 2015 Results in Focus. Didownload di https://www.oecd.org/pisa/pisa-2015-results-in-focus.pdf pada Kamis, 1 Juni 2017 pukul 14.03 WITA. IEA. 2016. TIMSS 2015 International Result in Mathematics. Didownload di timss2015.org/download-center pada Kamis, 1 Juni 2016 pukul 14.05 WITA. Puspendik. 2015. Laporan Hasil Ujian Nasional. Diakses di http://118.98.234.50/lhun/ pada Kamis, 1 Juni 2017 pukul 13.28 WITA. Markaban. 2008. Model Penemuan Terbimbing pada Pembelajaran Matematika SMK. Yogyakarta: Pusat Perkembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika. Kosasih, E. 2014. Strategi Belajar dan Pembelajaran Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: Yrama Widya. Kemdikbud. 2016a. Buku Guru Matematika SMA/MA SMK/MAK Kelas X Kurikulum 2013 Edisi Revisi 2016. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, Kemdikbud. Aqib, Z. 2013. Model-model, Media, dan Strategi Pembelajaran Kontekstual. Bandung: Yrama Widya. Aqib, Z., Jaiyaroh, S., Diniati, E., & Khotimah, K. 2008. Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru SD, SLB, TK. Bandung: Yrama Widya. Depdikbud. 1992. Strategi Belajar Mengajar Matematika. Jakarta: Universitas Terbuka. Nurkancana, W. & Sunartana, PPN. 1990. Evaluasi Hasil Belajar. Surabaya: Usaha Nasional. Sanjaya, W. 2012. Media Komunikasi Pembelajaran. Jakarta: Kencana. Winkel, S. J. 2004. Psikologi Pengajaran. Yogyakarta: Media Abadi. Saputri, A. A. 2011. Meningkatkan Motivasi dan Keaktifan Belajar Fisika dengan Metode Pemberian Reward. Diakses di https://docs.google.com/document/d/ pada Selasa, 30 Mei 2017 pukul 06.23 WITA.
12