Tabel 4.6 Risiko Manajemen Alat Produksi
Risiko Penggunaan kapasitas tidak optimal
Kode Frequency Severity A Often A (pengkodean digunakan untuk memudahkan pemetaan risiko)
2. Risiko Pengembangan Infrastruktur Risiko ini muncul apabila adanya gangguan terhadap supply untuk pengembangan infrastruktur. Gangguan ini dapat muncul dari internal (proses produksi) atau dari eksternal (klien, Pemasok Alpro dan lain-lain) kegagalan ini menyebabkan tertundanya pengembangan infrastruktur dan merusak perencanaan strategi operasi. Selain risiko supply, sub risiko lain mencakup risiko performance, hal ini dikarenankan alat produksi yang sudah usang, obsolete, rusak dan lainlainnya yang mengakibatkan fokus pengembangan infrastruktur terhenti karena konsentrasi digunakan untuk memperbaiki Alpro yang bermasalah. Tabel 4.7 Risiko Pengembangan Infrastruktur
Risiko Terganggunya kebutuhan supply Menurunnya peforma alat produksi
Kode Frequency B Often C Often
Severity AA AA
3. Risiko Provisioning Risiko pada bagian ini terbagi menjadi dua, pertama adalah keterlambatan provisioning yang berarti keterlambatan proses pengantaran supply. Hal ini muncul karena berbagai faktor mulai dari teknis seperti kualifikasi barang yang salah, atau faktor non-teknis seperti kecelakaan, bencana
alam.
Sehingga
pemenuhan
order
tidak
sesuai
dan
bisa
menghambat proses produksi secara keseluruhan Yang pada akhirnya menyebabkan keterlambatan pada respond time dan delivery time. Risiko kedua adalah risiko kesalahan koneksi yang mengakibatkan •
Ketiadaan alat produksi.
•
Keterlambatan penerbitan dokumen provisioning
Tabel 4.8 Risiko Provisioning
63
Risiko Keterlambatan proses provisioning
Kode Frequency D Probable E Probable
Kesalahan koneksi
Severity A AA
4. Risiko Fault Handling Risiko ini terjadi akibat ketidakmampuan tools Fault handling menanggapi
gangguan
terhadap
infrastruktur
yang
mengakibatkan
gangguan terhadap layanan. Tabel 4.9 Risiko Fault Handling
Risiko Terputus layanan
Kode Frequency F Daily
Severity B
5. Risiko Pengelolaan Trafik Risiko ini muncul karena adanya kesalahan routing dan kegagalan panggil yang muncul karena kesalahan teknis alat produksi. Risiko ini mengakibatkan kegagalan hubungan telekomunikasi yang pada akhirnya akan mengurangi revenue perusahaan. Tabel 4.10 Risiko Pengelolaan Trafik
Risiko Kesalahan routing Kegagalan panggil
Kode Frequency G Probable H Probable
Severity AAA AAA
6. Risiko Pengelolaan Satelit Risiko ini mencakup pemeliharaan, pengendalian komunikasi, dan pengendalian satelit. Risiko yang mungkin timbul adalah risiko gangguan network satelit yang disebabkan oleh adanya gangguan teknis dan gangguan teknis. Risiko ini berdampak besar tapi tidak langsung terhadap revenue perusahaan Tabel 4.11 Risiko Pengelolaan Satelit
Risiko Gangguan network satelit
Kode Frequency I Daily
Severity AA
64
7. Risiko Standarisasi dan Tingkat Performansi Sistem Perangkat Risiko ini terjadi karena gangguan perangkat yang mengakibatakan tingkat performansi alat produksi menurun.
Sedangkan risiko kedua
availability yang tidak tercapai dikarenakan gangguan terhadap perangkat. Standarisasi dan tingkat performansi sistem perangkat bertujuan untuk menjamin tingakt kehandalan, keefisienan, serta keefektifan dari layanan yang diberikan oleh perusahaan. Tabel 4.12 Risiko Standarisasi dan Tingkat Performansi Sistem Perangkat
Risiko Gangguan perangkat
Kode Frequency J Often K Often
Availability tidak tercapai
Severity B B
8. Risiko Pengelolaan Data Billing Risiko ini muncul karena adanya data biling yang tidak valid sehingga mengakibatkan keterlambatan keterlambatan proses billing. Ketidakvalidan pada proses biling diakibatkan dua faktor, yaitu: •
Collect data record (CDR) cacat / Tidak dapat dibaca. biasanya disebabkan perubahan parameter sentral yang tidak sesuai atau belum di update.
•
Transfer CDR yang gagal
diakibatkan kerusakan data di dalam
networking CDR. Tabel 4.13 Risiko Pengelolaan Data Billing
Risiko CDR cacat / tidak dapat dibaca Transfer CDR gagal
Kode Frequency L Probable M Probable
Severity B B
9. Risiko Analisis Gangguan Risiko ini terjadi akibat : Data yang tidak akurat, hal ini terjadi karena pengambilan, pemprosesan dan analisis data yang tidak akurat.
65
Proses tidak sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedures) Hal ini disebabkan karena SOP yang belum baku, sosialisasi SOP yang tidak memadai serta kontrol atas SOP yang lemah. Kompetensi SDM, hal ini terjadi karena ketidakmampuan pegawai untuk menangani permasalahan pekerjaan. Kompetensi SDM juga berpengaruh terhadap
proses
pengambilan
keputusan
dan
kegiatan
operasional
perusahaan. Tabel 4.14 Risiko Analisis Gangguan
Risiko Data tidak akurat Proses tidak sesuai SOP Kompetensi SDM
Kode Frequency N Probable O Often P
Severity B A
Often
A
10. Risiko Pengelolaan Pemeliharaan Alat Produksi Risiko ini timbul karena adanya pengelolaan alat produksi yang tidak efisien dan optimal sehingga menimbulkan tidak tercapainya target produksi serta biaya perbaikan terhadap alat produksi. Tabel 4.15 Risiko Pengelolaan Pemeliharaan Alat Produksi
Risiko Pengelolaan Pemeliharaan Alat Produksi
Kode Frequency Q Probable
Severity A
Setelah melalui proses diatas, hasil data Telkom menunjukkan terdapat 17 macam risiko operasi yang terdiri dari 3 risiko dengan kategori very high, 7 risiko dengan kategori risiko high, 4 risiko dengan kategori medium dan 3 risiko dengan kategori low. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tebel berikut ini:
66
4.4.1 Definisi Matriks Risiko Ada dua pilar utama dalam pendefinisian matriks risiko yaitu kuantifikasi risiko dan kualifikasi risiko. Kuantifikasi risiko terkait dengan dampak kerugian secara finansial sedangkan kualifikasi risiko lebih kepada probabilitas risiko tersebut muncul. Terlepas dari perbedaan tersebut kedua faktor tersebut dapat dibuat profil risikonya. Dimana setiap faktor mempunyai mapping risiko tersendiri yang berbeda. Pada mapping kuantifikasi, hasil pengukuran risiko sudah menunjukkan variabel data yang dapat dimasukkan langsung kedalam mapping. Karena pada perhitungan kuantifikasi, data sudah berupa nilai kerugian yang ditunjukkan oleh sebuah risiko. Tetapi perlu scalling kualifikasi untuk menentukan tingkat dampak finansialnya sebagai berikut:
Gambar 4.27 Contoh scalling Kualifikasi
Apabila angka kerugian telah dapat dikategorikan menjadi low, medium, high atau very high, nilai tersebut dimasukkan kedalam mapping kuantifikasi dengan memperhatikan frekuensi terjadinya risiko. Sehingga terlihat dalam mapping kuantifikasi:
71
4.5 Manajemen Risiko 4.5.1 Pengendalian Risiko Tahapan selanjutnya adalah pengendalian risiko, dimana pada tahapan ini risiko-risiko yang telah diidentifikasi dan diukur akan ditangani untuk mengurangi dampak dan frekuensi risiko. Penanganan risiko dapat dibagi menjadi lima metode yaitu: 1. Menerima risiko Tindakan menerima risiko dilakukan apabila kategorisasi risiko berada pada level low (pada tabel 4.19 mempunyai bobot 1). Pendekatan ini diterapkan karena reiko tersebut tidak terlalu berpengaruh pada kinerja perusahaan dan biaya untuk menanggulangi risiko lebih besar daripada risiko itu sendiri. 2. Menghindari risiko Menghindari risiko adalah tindakan untuk menolak memiliki, menerima atau melaksanakan kegiatan kegiatan yang mengandung risiko walupun
hanya
penyerahan
untuk
kembali
sementara.
risiko
yang
Pendekatan terlanjur
ini
juga
diterima
melakukan
atau
segera
menghentikan kegiatan begitu diketahui mengandung risiko. Tindakan ini dilakukan untuk risiko dengan kategorisasi risiko sangat tinggi (contoh pada matriks 3D ada pada sumbu-sumbu yang mempunyai kategorisasi bobot 4, lihat pada tabel 4.19). kategorisasi sangat tinggi ini berdampak sangat tinggi dan penanganannya membutuhkan biaya yang sangat tinggi. 3. Mengurangi risiko Tindakan ini dilakukan untuk mengurangi dampak dan frekuensi dari risiko
itu
sendiri.
Pendekatan
ini
dijalankan
dengan
merendahkan
probabilitas terjadinya kerugian dan/atau mengurangi keparahannya jika kerugian itu memang terjadi. Cara cara yang dipergunakan adalah: •
Metode pencegahan dan pengurangan kerugian Metode ini berguna untuk mengurangi keparahan potensial dari kerugian dan mengurangi atau menghilangkan kemungkinan terjadinya kerugian. Langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan Minimalization Program atau Salvage Program.
•
Metode pengendalian menurut sebab terjadinya Metode ini memakai dua pendekatan antara lain, pendekatan teknis yang menekankan pada sebab-sebab teknik mekanikal, seperti perbaikan kabel
77
4.5.2 Penanganan Risiko Penanganan risiko merupakan tahapan lanjutan dari tabel 4.21. Tahapan ini mencakup analisis deskripsi risiko, dampak risiko (secara lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 5), mitigasi risiko (Risk Treatment) serta langkah langkah pencegahan timbulnya risiko dan monitoring risiko . 1. Risiko Manajemen Alat Produksi (dampak High) Risiko ini terjadi karena kapasitas penggunaan Alpro tidak digunakan secara optimal sehingga menimbulkan dampak data pemasaran tidak akurat dan target revenue tidak terpenuhi, mitigasi risiko adalah dengan cara validasi data Manajemen Alat Produksi dan mengupdate alat produksi. Pencegahan secara
dini
adalah
memastikan
Alat
Produksi
secara
memastikan
keakurasian data. . 2. Risiko Pengembangan Infrastruktur (dampak High) Risiko yang muncul adalah gangguan terhadap supply untuk pengembangan infrastruktur. Gangguan ini mengakibatkan demand tidak terpenuhi. Mitigasi risiko adalah dengan cara penggantian perangkat secara bertahap dan menerapkan kebijakan supply kepada supplier yang kompeten. Sedangkan risiko performance disebabkan oleh efisiensi alat produksi yang menurun. Dampaknya adalah ketidakmampuan memenuhi target produksi yang sudah ditetapkan. Mitigasi risiko adalah dengan cara menyusun dokumen perencanaan yang lebih baik. 3. Risiko Provisioning (dampak Medium) Risiko pada keterlambatan provisioning berarti keterlambatan proses pengantaran supply, sehingga berdampak pada pemenuhan order tidak sesuai. Mitigasi Risiko adalah konsolidasi koordinasi serta mengaplikasikan online provisioning atau pengalihan proses pengantaran supply kepada pihak ketiga. Risiko kedua adalah risiko kesalahan koneksi yang mengakibatkan respond time
dan
delivery
time
terlambat.
Mitigasi
risiko
adalah
dengan
meningkatkan kualitas networking dan implementasi online provisioning yang terintegrasi.
79
4. Risiko Fault Handling (dampak Very High) Risiko ini terjadi akibat ketidakmampuan tools Fault Handling menanggapi gangguan terhadap infrastruktur sehingga mengakibatkan terputusnya layanan. Dampaknya sangat tinggi karena mengakibatkan kerugian yang besar bagi perusahaan antara lain disebabkan kurangnya tools fault handling. Mitigasinya adalah implementasi fault handling yang terintegrasi dan peningkatan intensitas preventive maintenance sesuai ISO 5. Risiko Pengelolaan Trafik (dampak Medium) Risiko ini muncul karena adanya kesalahan routing dan kegagalan panggil sehingga berdampak kepada Loss Revenue. Mitigasi risiko yang dilakukan adalah dengan melakukan pengecekan secara rutin Central Database 6. Risiko Pengelolaan Satelit (dampak Very High) Risiko
terhadap
pengelolaan
Satelit
(pemeliharaan,
pengendalian
komunikasi dan pengendalian satelit) adalah gangguan network satelit yang mengakibatkan loss revenue perusahaan. Mitigasi dari risiko ini adalah penyediaan cadangan alat produksi satelit dan kontingensi transponder 7. Risiko Standarisasi dan Tingkat Performansi Sistem Perangkat (dampak Very High) Risiko ini terjadi karena gangguan perangkat yang mengakibatkan tingkat performansi alat produksi menurun serta availability yang tidak tercapai dikarenakan gangguan terhadap perangkat. Hal ini diakibatkan perangkat sebagian sudah obsolete dan dukungan teknis dari rekanan terkait kurang memadai sehingga berdampak pada loss revenue. Mitigasi risiko adalah implementasi aplikasi pengendalian performansi yang terintegrasi 8. Risiko Pengelolaan Data Billing (dampak High) Risiko ini muncul karena adanya CDR cacat / tidak dapat dibaca dan transfer CDR gagal sehingga berdampak pada data billing tidak valid dan keterlambatan proses billing. Agar data biling telah tercatat dengan baik dan proses transfering berjalan lancar perlu dilakukan mitigasi risiko dengan cara memback up data secara otomatis dan terjadwal serta monitoring data secara real time
80
9. Risiko Analisis Gangguan (dampak High) Risiko ini mencakup data yang tidak akurat, proses tidak sesuai dengan SOP (Standard Operating Procedures) , kompetensi SDM sehingga berdampak pada Loss Revenue dan pengambilan keputusan strategis tidak tepat. Mitigasi risikonya adalah pelaksanaan kegiatan operasional sesuai sesuai SOP (Standard Operating Procedures). 10. Risiko Pengelolaan Pemeliharaan Alat Produksi (dampak Medium) Risiko ini timbul karena adanya pengelolaan alat produksi yang tidak efisien dan optimal sehingga berdampak pada target yang tidak tercapai dan Loss Revenue. Mitigasi risikonya adalah dengan evaluasi pemeliharaan Alat produksi, evaluasi kelengkapan tool dan Bispro ISO, SOP, pemeliharaan kompetensi SDM dan apabila memungkinkan melakukan pengalihan kepada pihak ketiga (Outsourcing) 4.5.3 Monitoring Risiko Monitoring
risiko
adalah
tahapan
untuk
mengetahui
keefektifan
penanganan risiko itu sendiri. Secara umum tahapan ini menganilisis performansi dari kegiatan pengendalian risiko berdasar kepada KRI (Key Risk Indicator).
Variabel
variabel
dari
hasil
KRI
kemudian
diolah
untuk
dikembalikan kepada tahapan pengendalian dan penanganan risiko. Untuk penjelasan umum tentang KRI dapat dilihat pada lampiran 6 Variabel-variabel hasil data KRI (Key Risk Indicator) dapat diterapkan pada dua cara monitoring, yaitu sebagai berikut: 1. Pengunaan Target Metode ini adalah menggunakan target yang telah ditetapkan pada saat pengendalian risiko. Target tersebut adalah patokan keberhasilan. Kinerja pengendalian dianggap baik bila hasil mencapai atau lebih baik dari target. Kalaupun
ada
toleransi,
penyimpangan
dibawah
5%
masih
bisa
dikategorikan dalam kriteria baik. Misalkan target pemenuhan kebutuhan supply sebesar 20.000 unit. Pencapaian sebesar 19.000 unit atau lebih masuk dalam kategori baik.
81
2. Penggunaan Perbandingan Kinerja operasi perusahaan dianggap baik apabila hasilnya lebih baik dari rata-rata kinerja perusahaan lain. Benchmarking ini dilakukan terhadap perusahaan sejenis yang bergerak di industri yang sama (Contoh; Telekom Malaysia, Singtel Singapore, AT&T Amerika dan lain-lain). Misalnya perusahaan menetapkan target pengurangan kegagalan panggil sebesar 25%. Sekalipun hasilnya hanya 17%, kinerja tersebut dapat dikategorikan baik bila rata-rata pengurangan kegagalan panggil perusahaan sejenis dibawah 17%
82