From Research to Community Services ITB Contribution to the Nation Competitiveness http://www.lppm.itb.ac.id/research
Riset Integratif Desain Produk Bambu: Penguatan Nilai Estetik dan Ekonomi Bambu Sebagai Material Utama dalam Pengembangan Desain Produk Kontemporer Pendahuluan Bambu merupakan tanaman yang dekat dengan kehidupan masyarakat di Indonesia karena mudah dipelihara dan ketersediaannya berkelanjutan. Dengan sifat-sifat fisik khasnya yang kuat, ulet, lurus, keras, mudah dibentuk, dan ringan, bambu merupakan material alam yang potensial untuk dikembangkan menjadi berbagai produk keseharian. Melalui pengembangan desain, produk bambu perlu dikembangkan menjadi berbagai produk kontemporer yang inovatif. Pengembangan desain produk bambu kontemporer membutuhkan riset yang integratif dari hulu ke hilir, mulai dari studi tentang material, proses, dan kelayakannya sebagai bahan baku produksi. Kemudian berlanjut ke eksperimentasi teknis menjadi berbagai produk fungsional, hingga kemungkinannya untuk diproduksi masal oleh industri kecilmenengah di Indonesia. Atas pertimbangan tersebut, riset integratif ini dilaksanakan.
Gambar 1. Lampu meja bambu. Tujuan Riset ini bertujuan mengembangkan material bambu sebagai material utama dalam pembuatan
From Research to Community Services ITB Contribution to the Nation Competitiveness http://www.lppm.itb.ac.id/research
produk fungsional-kontemporer. Sebab sejauh ini bambu masih dipandang sebagai material penunjang konstruksi yang berkesan murah. Metodologi Riset integratif ini mencakup enam lingkup studi: 1. Studi aspek teknikal: penguasaan pengetahuan teknis-praktis dalam proses pengolahan bambu sebagai material bahan baku; 2. Studi aspek keberlanjutan bambu sebagai material: kajian eco-sustainability material bambu sebagai bahan baku produksi; 3. Studi aspek estetika dalam rancangan produk bambu: pengembangan produk fungsionalkontemporer berbahan baku bambu; 4. Studi aspek sistem kerja dan produksi produk bambu: kajian ergonomi kultural untuk produksi produk bambu di industri kecil-menengah; 5. Studi aspek manajemen produksi produk bambu: kajian manajemen produksi, pemasaran, dan promosi produksi produk bambu di industri kecil-menengah; 6. Studi aspek konsumsi produk bambu: kajian persepsi dan perilaku konsumen terhadap produk bambu kontemporer. Adapun teknis penelitian yang dilakukan adalah melalui eksplorasi material, pembuatan prototypes dan evaluasi kelayakannya terhadap pengguna. Analisis Analisis terhadap desain produk berbahan bambu bertumpu pada aspek bentuk, fungsi, dan kemanfaatannya dalam masyarakat kini. Dalam hal bentuk, bambu dapat terbangun menjadi suatu produk melalui pertimbangan: (a) bambu sebagai bidang; (b) bambu sebagai struktur dan (c) bambu sebagai tekstur/permukaan. Sebagai bidang, bambu dirancang melalui teknik anyaman, potong, sambungan (joint), dan laminasi (layering). Sebagai struktur, bambu berpeluang menjadi garis penopang tebal yang keras namun menjadi garis lengkung tipis yang lentur; dan sebagai permukaan, bambu menampilkan serat, ruas-ruas, dan titik-titik pori yang khas. Dalam hal fungsi, bambu menjadi berguna karena pertentangan karakter yang khas: keras namun lentur, kuat namun ringan, untuk dikembangkan menjadi produk alat bawa, peralatan makan, dan peralatan hunian (contoh: furnitur dan pelapis dinding atau lantai). Kemudian adanya ’kekopongan’ yang dapat be-resonansi (suara) di inti batangnya menjadikan bambu dimanfaatkan sebagai alat musik.
From Research to Community Services ITB Contribution to the Nation Competitiveness http://www.lppm.itb.ac.id/research
Gambar 2. Bantal Bambu. Sedangkan dalam hal kemanfaatannya, desain produk bambu kontemporer menjadi bermanfaat bila memenuhi syarat kenyaman penggunaan, tingkat keterpakaian secara sosial budaya, dan penerimaan perseptual penggunanya. Dan yang menjadi kriteria dalam pengembangannya adalah secara semantik harus mampu merubah kesan dan penilaian pengguna di aspek fungsi dan estetika. Di aspek fungsi, sifat produk bambu yang awalnya berkesan “pendukung – temporer – terpakai di luar rumah” harus didesain menjadi “yang utama - tahan lama – terpakai dalam rumah”. Sedangkan di apek estetika, sifat produk yang tadinya berkesan “berserat kasar – kotor – kaku – dekoratif” harus dirubah menjadi kriteria desain yang kesan “berserat halus – bersih – lentur – fungsional”. Kriteria berupa susunan kata sifat ini digunakan menjadi variabel untuk merumuskan persepsi mayoritas pengguna. Hasil Penelitian Penguatan nilai estetik dan ekonomi bambu dihasilkan melalui pengembangan desain dan sistem produksi yang baik. Kelemahan pengembangan desain produk bambu selama ini karena hanya berpusar di level tampilan visual bambu (gambar, toreh, warna) dengan teknis struktur yang apa adanya (rangkaian batang, anyaman). Padahal produk bambu kontemporer menuntut pembaharuan gagasan di level fungsi dan kecerdasan desainer yang tinggi untuk memanfaatkan kelenturan dan sifat ringannya bambu. Oleh karena itu pengembangan desain yang bertolak bukan dari ide pikiran dan verbal (brainstorming), melainkan sketsa teknis dan eksperimentasi material langsung (visual-storming) sangat perlu untuk dilakukan. Bertolak dari pengembangan riset sebelumnya dan pengembangannya melalui kerja sama
From Research to Community Services ITB Contribution to the Nation Competitiveness http://www.lppm.itb.ac.id/research
“bamboo design workshop “dengan Musashino Art University, eksplorasi bambu ditekankan di tingkat fungsi dan struktur. Adapun gagasan baru di tingkat fungsi dan struktur ini adalah: (1) Bamboo veneers: Mengiris lapisan bambu sebagai pita (veneer), contoh: produk lampu. (2) Fiber-boo: Memadukan bambu dengan resin, untuk bidang kedap air. (3) Bamboo pressboard: Menumpuk lapisan bambu sebagai papan dengan teknik pres. (4) Coiled bamboo: Menggulung lapisan bambu untuk menjadi bidang bertekstur khas (5) Bamboo stripes: Menjadikan bambu sebagai bilah-bilah lentur untuk dirangkai secara geometris menjadi bidang atau bentuk kubah. (6) Flexible woven: Menganyam bilah tipis bambu secara lentu sehingga anyaman bisa dirapat maupun direnggangkan. Contoh: bantal bambu. (7) Flatpack bamboo product: Menjadikan produk bambu yang bisa dirangkai-lepas (knockdown) dan disimpan kembali menjadi lembar papan. Contoh: flatpack furniture.
Gambar 3. Flatpact. LAMPIRAN OUTPUT RISET (1) “How Far Can You Go with Bamboo: Compromising Traditional and Contemporary Methods in Bamboo Product Design and Production in Tasikmalaya”: Dwinita Larasati, Muhammad Ihsan DRSAS. The 5th Association of Societies of Design Research (IASDR), Tokyo 2013. (2) “Developing Bamboo-made Artifact Design in Indonesia”: Dudy Wiyancoko. (Submitted to Kanazawa Cultural Resources Studies, 2014), Kanazawa 2014. (3) “Mendesain Produk Bambu Beranyamkan Persahabatan”. Dudy Wiyancoko, Vol. 08, No. 2, Mei 2013. (4) Prototypes 4 hasil pengembangan desain baru: (a) Bamboo pillow with Flexible Woven. (b) Carrying Tool with Bamboo Veneers. (c) Coiled Bamboo Stool. (d) Flat-pack Bamboo Stool. (5) HaKI Desain Industri: Konstruksi Anyaman Bilah sebagai Pembentuk Struktur Poligon untuk
From Research to Community Services ITB Contribution to the Nation Competitiveness http://www.lppm.itb.ac.id/research
Membangun Struktur Bola Berbahan Bambu (Dokumen Permohonan Paten No: S00201200258) HEAD OF RESEARCH TEAM : Dr. Dudy Wiyancoko TEAM MEMBERS : Dr. Dwinita Larasati, MA. Drs. M. Ihsan DRSAS, Msn., Dr. Deddy Wahjudi, M. Eng, Dr. Achmad Syarief, MSD. Dr. Andar Bagus S, MSn, Dr. Adhi Nugraha, MA, Ir. Oemar Handojo, MSn, Drs. Y. Martinus P, MSn, Dra. Nedina Sari, MSn, Bismo Jelantik, BS.Ds, MDs. OFFICIAL ADDRESS : Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung Lt.2., Jl. Ganesa 10 Bandung 40132 EMAIL :
[email protected]
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)