Ringkasan Makalah Biogas Energi Terbarukan Ramah Lingkungan dan Berkelanjutan
Disampaikan Oleh : Sri Wahyuni, MP
Pada : Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) ke 10 Jakarta, 8 – 10 November 2011 1
Permasalahan Krisis Energi Energi memiliki peran penting dan tidak dapat dilepaskan dalam kehidupan manusia. Terlebih, saat ini hampir semua aktivitas manusia sangat tergantung pada energi. Berbagai alat pendukung, seperti alat penerangan, motor penggerak, peralatan rumah tangga, dan mesin-mesin industri dapat difungsikan jika ada energi. Pada dasarnya, pemanfaatan energi—seperti energi matahari, energi air, energi listrik, energi nuklir, energi minyak bumi dan gas, serta energi mineral dan batubara—memang sudah dilakukan sejak dahulu. Pemanfaatan energi yang tidak dapat diperbaharui secara berlebihan dapat menimbulkan masalah krisis energi. Salah satu gejala krisis energi yang terjadi akhir-akhir ini yaitu kelangkaan bahan bakar minyak (BBM), seperti minyak tanah, bensin, dan solar. Kelangkaan terjadi karena tingkat kebutuhan BBM sangat tinggi dan selalu meningkat setiap tahunnya. Sementara itu, minyak bumi—bahan baku pembuatan BBM—berjumlah terbatas dan membutuhkan waktu berjuta-juta tahun untuk proses pembentukannya. Kelangkaan energi tidak hanya terjadi di Indonesia, melainkan juga di negara lain. Pasalnya, populasi manusia yang terus bertambah setiap tahun mengakibatkan permintaan terhadap energi juga meningkat. Karena kelangkaannya, harga minyak mentah di dunia pun setiap tahun terus meningkat. Hal ini secara tidak langsung akan berdampak terhadap perekonomian negara, terutama bagi negara miskin dan sedang berkembang, termasuk Indonesia. Tabel 1. Tabel Konsumsi BBM, Produksi BBM, dan Cadangan Minyak di Indonesia
Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010
Konsumsi BBM (Ribu barel) 397.802 374.691 383.453 388.107 379.142 388.241
Produksi BBM (ribu Setara Barel Minyak) 268.529 257.821 244.396 251.531 246.289 241.156
Cadangan Minyak (Milyar Barel) 8,63 8,93 8,40 8,22 8,00 7,76
Sumber : Statistik Minyak Bumi, Ditjen Migas Berbagai Faktor Penyebab Pemanasan Global Secara umum, pemanasan global merupakan kejadian yang disebabkan oleh peningkatan suhu rata-rata lapisan atmosfer, suhu air laut, dan suhu daratan. Peningkatan suhu tersebut berasal dari peningkatan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari kegiatan manusia sehari-hari. Gas rumas kaca adalah gas-gas di udara yang biasa menyerap panas, sehingga keberadaannya dapat meningkatkan suhu udara di bumi. Berikut beberapa faktor utama penyebab meningkatnya emisi gas rumah kaca yang terbentuk. 2
a. Asap Kendaraan Bermotor Gas CO2 yang dihasilkan dari polusi asap kendaraan bermotor dapat menjadi penghalang pemantulan panas bumi. Diperkirakan, pencemaran udara karena kegiatan industri dan polusi kendaraan bermotor akan meningkat pada tahun 2020. b. Alih Fungsi Lahan Penebangan pohon secara besar-besaran oleh para pelaku illegal logging semakin menambah permasalahan lingkungan. Pasalnya, pohon yang berperan dalam menyerap gas CO2 dan menyuplai udara segar kini keberadaannya semakin berkurang. Selain aksi illegal logging, areal hutan saat ini juga banyak beralih fungsi menjadi lahan perkebunan komersial, lahan pertambangan, dan industri. c. Limbah Ternah yang Tidak Terolah dengan Baik Kegiatan peternakan juga termasuk salah satu penghasil gas rumah kaca. Berdasarkan laporan FAO tahun 2006, salah satu penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar berasal dari sektor peternakan, sebesar 18%. Gas yang dihasilkan terdiri dari karbondioksida (9%), metana (37%), dinitrogen oksida (65%), dan amonia (64%). Gas-gas tersebut dihasilkan dari limbah ternak dan mengganggu kesehatan manusia, terutama metana yang memiliki potensi pemanasan global 21 kali lebih tinggi dibandingkan dengan CO2. Karena itu, dibutuhkan upaya untuk mengolah limbah tersebut sehingga lebih bermanfaat dan mengurangi pencemaran lingkungan, di antaranya melalui teknologi biogas dengan konsep zero waste (tidak dihasilkan limbah). Upaya tersebut diharapkan dapat membantu memperlambat laju pemanasan global. d. Emisi Karbondioksida Berlebih CO2 merupakan salah satu faktor penyebab pemanasan global. Emisi CO2 di tingkat global, regional, nasional, dan lokal terus meningkat setiap tahunnya. Secara umum, peningkatan emisi CO2 terjadi karena kegiatan manusia, seperti penggunaan bahan bakar fosil, perubahan tata guna lahan, industri, dan kebakaran hutan. Di dalam Protokol Kyoto, usaha menurunkan jumlah emisi CO2 merupakan tanggung jawab seluruh warga dunia. Ada banyak kegiatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi dan meminimalisasi konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer. Salah satunya, memanfaatkan gas yang berasal dari limbah peternakan untuk dijadikan sumber energi (biogas) dan penghasil pupuk organik.
3
Biogas, Energi Alternatif Ramah Lingkungan Biogas merupakan teknologi pembentukan energi dengan memanfaatkan limbah, seperti limbah pertanian, limbah peternakan, dan limbah manusia. Selain menjadi energi alternatif, biogas juga dapat mengurangi permasalahan lingkungan, seperti polusi udara dan tanah. Misalnya, seekor sapi potong yang berbobot 400―500 kg/ekor menghasilkan kotoran ternak segar sebanyak 20―29 kg/harinya. Bisa dibayangkan berapa banyak limbah yang dihasilkan dari sebuah peternakan yang mengelola puluhan sampai ratusan ekor sapi potong. Kondisi tersebut sebenarnya merupakan peluang usaha untuk dijadikan bahan baku pembuatan biogas. Hasil dari pembuatan biogas dapat dijadikan sumber energi serta sisa keluaran berupa lumpur (sludge) dapat dijadikan pupuk siap pakai sehingga dapat menambah penghasilan bagi peternak sapi itu sendiri. A. Prinsip Dasar Biogas Prinsip dasar teknologi biogas adalah proses penguraian bahan-bahan organik oleh mikroorganisme dalam kondisi tanpa udara (anaerob) untuk menghasilkan campuran dari beberapa gas, di antaranya metan dan CO2. Biogas dihasilkan dengan bantuan bakteri metanogen atau metanogenik. Bakteri ini secara alami terdapat dalam limbah yang mengandung bahan organik, seperti limbah ternak dan sampah organik. Proses tersebut dikenal dengan istilah anaerobic digestion atau pencernaan secara anaerob. Umumnya, biogas diproduksi menggunakan alat yang disebut reaktor biogas (digester) yang dirancang agar kedap udara (anaerob), sehingga proses penguraian oleh mikroorganisme dapat berjalan secara optimal. Berikut beberapa keuntungan yang dihasilkan dari digester anaerob. a). Keuntungan Pengolahan Limbah Digunakan untuk proses pengolahan limbah yang alami. Lahan yang dibutuhkan lebih kecil dibandingkan dengan lahan untuk proses kompos. Memperkecil rembesan polutan. Menurunkan volume limbah yang dibuang. b). Keuntungan Energi Menghasilkan energi yang bersih. Bahan bakar yang dihasilkan berkualitas tinggi dan dapat diperbaharui. Biogas yang dihasilkan dapat digunakan untuk berbagai penggunaan. c). Keuntungan Lingkungan Mengurangi polusi udara. Memaksimalkan proses daur ulang. Pupuk yang dihasilkan bersih dan kaya nutrisi. Menurunkan emisi gas metan dan CO2 secara signifikan. Memperkecil kontaminasi sumber air karena dapat menghilangkan bakteri Coliform sampai 99%. 4
d). Keuntungan Ekonomi Ditinjau dari siklus ulang proses, digester anaerobik lebih ekonomis dibandingkan dengan proses lainnya. B. Potensi dan Sumber Bahan Baku Biogas Sumber bahan baku biogas dapat berasal dari berbagai limbah yakni : a). Biogas dari Limbah Peternakan Sektor peternakan skala usaha kecil umumnya dilakukan masyarakat pedesaan dengan memelihara 2―5 ekor ternak. Sementara itu peternak skala usaha besar biasanya memelihara puluhan sampai ratusan ternak secara intensif. Tabel 1. Produksi Kotoran Ternak Jenis Ternak
Bobot Ternak kg /ekor
Produksi KTS (kg/hari)
Sapi potong
400―500
20―29
Sapi perah
500―600
30―50
Ayam petelur
1,5―2,0
0,1
Ayam pedaging
1,0―1,5
0,06
Babi dewasa
80―90
7
Domba
30―40
2
Keterangan : KTS (Kotoran Ternak Segar) Sumber: United Nations (1984)
Namun, berkembangnya usaha sektor peternakan menghasilkan limbah berupa kotoran ternak yang cukup banyak, sehingga dapat menimbulkan bau yang dapat mengakibatkan polusi udara dan dapat mengganggu kesehatan manusia. Karena, gas metana yang dihasilkan memiliki potensi pemanasan global 21 kali lebih tinggi dibandingkan gas Karbondioksida (CO2). Dekomposisi kotoran ternak menghasilkan polutan berupa BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), polusi air, polusi udara, dan bakteri patogen. Salah satu solusi untuk mengurangi dampak negatif limbah peternakan adalah mengelolanya dengan baik.
5
Tabel 2. Potensi Produksi Gas Jenis Kotoran
Produksi Gas Per Kg Kotoran (m3)
Sapi/kerbau
0,023―0,040
Babi
0,040―0,059
Ayam
0,065―0,116
Manusia
0,020―0,028
Sumber: Chengdu Biogas Research Institut (1989)
Limbah peternakan seperti kotoran padat dan cair dapat dijadikan bahan baku biogas yang akan menghasilkan energi dan pupuk organik. Umumnya, kebutuhan energi untuk memasak satu keluarga rata-rata 2000 liter per hari, sedangkan produksi biogas dari seekor sapi berkisar 600―1000 liter biogas per hari. Dengan demikian, untuk memenuhi kebutuhan energi untuk memasak satu keluarga dibutuhkan 2—3 ekor sapi b). Biogas dari Limbah Pertanian Pertanian merupakan salah satu sektor usaha yang turut mendukung perekonomian di Indonesia. Sama seperti sektor peternakan, lahan pertanian yang cukup luas juga menghasilkan limbah yang tidak sedikit. Tanaman padi yang merupakan komoditas pangan utama dapat menghasilkan limbah berupa jerami sekitar 3,0―3,7 ton/ha. Biasanya, limbah pertanian diatasi dengan cara dibakar dan ditimbun. Padahal, cara tersebut dapat merugikan petani dan lingkungan sekitar. Karena, pembakaran yang dilakukan dapat menghasilkan gas CO2 yang berbahaya bagi kesehatan petani. Sementara itu,
penimbunan limbah di dalam tanah, dapat menjadi faktor
penyebab penyakit bagi pertanaman selanjutnya. Salah satu pola pengelolaan limbah yang tepat agar limbah tersebut dapat dimanfaatkan yaitu dengan cara mengolah limbah menjadi biogas. Biogas yang dihasilkan dapat dimanfaatkan oleh petani sebagai sumber energi, sedangkan hasil sampingan berupa pupuk organik dapat dimanfaatkan untuk pertanaman selanjutnya. c). Biogas dari Limbah Perairan Hasil perairan yang sampai saat ini dimanfaatkan hanya sebatas kekayaan ikan saja. Padahal, masih banyak sumber daya air lain yang dapat dimanfaatkan seperti rumput laut, alga, dan eceng gondok.
6
Rumput laut merupakan salah satu komoditas unggulan perairan. Jumlahnya di perairan Indonesia meningkat setiap tahunnya, namun pemanfaatannya baru sebagian kecil dan belum menyeluruh. Rumput laut memiliki nilai ekonomis yang tinggi karena mengandung banyak manfaat. Jenis rumput laut yang berpotensi dijadikan bahan baku biogas adalah Euchema cottoni karena memiliki imbangan C/N (43,98) yang dapat digunakan untuk pembuatan biogas. Selain rumput laut, jenis tumbuhan air yang dapat dimanfaatkan yaitu eceng gondok (Eichhornia crassipes). Tumbuhan air yang mengapung ini sering dianggap sebagai gulma yang dapat merusak lingkungan perairan karena memiliki tingkat kecepatan tumbuh yang tinggi. Karena itu, ketersediaan eceng gondok yang melimpah dan belum dimanfaatkan secara optimal dapat dijadikan bahan baku pembuatan biogas. d). Biogas dari Limbah Industri Saat ini, agroindustri di Indonesia telah banyak berkembang. Berbagai hasil pertanian seperti kelapa sawit, tebu, singkong, dan kedelai diolah menjadi produk yang lebih tinggi nilainya. Umumnya, proses pengolahan hasil pertanian ini akan menghasilkan limbah sebagai produk sampingan. Karena itu, untuk mencegah pencemaran dan kerusakan lingkungan, agroindustri harus diikuti dengan pengolahan lmbah yang baik. Salah satu pengolahan limbah yang saat ini dikembangkan yaitu biogas. Pengolahan limbah industri menggunakan teknologi biogas dapat menghasilkan energi yang dapat dijadikan bahan bakar pengganti solar sehingga dapat mengurangi biaya produksi. Pabrik tapioka dan pabrik gula termasuk penghasil limbah organik yang berpotensi memproduksi biogas. Limbah yang dihasilkan dari pabrik tapioka berupa limbah padat dan limbah cair. Selain limbah tapioka, potensi pemanfaatan tongkol jagung menjadi biogas juga terbilang besar. Karena, selama ini tongkol jagung sisa pakan ternak dibuang begitu saja, sehingga menjadi limbah. Berdasarkan struktur organnya, tongkol jagung merupakan bagian dari organ betina tempat bulir-bulir jagung menempel. Organ itulah yang dapat diolah menjadi biogas. Tongkol jagung dapat dimanfaatkan sebagai biogas karena memiliki kandungan senyawa selulosa sebesar 41% dan hemiselulosa sebanyak 36%. Kedua bahan itu dapat diubah menjadi biogas. e). Biogas dari Limbah Sampah Organik Sampah merupakan salah satu masalah lingkungan yang sampai saat ini belum dapat ditangani dengan tepat dan cepat. Kemampuan pengelola kebersihan dalam menangani sampah belum seimbang dengan akumulasi sampah yang dihasilkan. Padahal, sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat menurunkan etika dan estetika lingkungan, menimbulkan 7
bau tidak sedap, dapat menjadi tempat berkembangnya berbagai macam penyakit, dan dapat memicu pemanasan global. Pengolahan sampah yang benar mensyaratkan adanya keterpaduan dari berbagai aspek, mulai dari hulu sampai hilir. Di tempat yang pengolahannya terpadu, tiap jenis sampah ditempatkan sesuai dengan jenisnya, sehingga bak sampah yang digunakan ada dua macam, sampah organik dan sampah anorganik. Pemisahan ini memudahkan dalam pengelolaan sampah selanjutnya. Sampah organik dapat dijadikan bahan untuk pembuatan biogas dan pupuk organik. Sementara itu, sampah anorganik dapat didaur ulang, sehingga menambah nilai guna seperti dijadikan bahan kerajinan tangan. f). Biogas dari Limbah Kotoran Manusia Limbah lain yang dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan biogas berasal dari kotoran manusia. Kandungan nutrisi kotoran manusia tidak jauh berbeda dibanding dengan kotoran ternak. Kotoran manusia memiliki keunggulan dari segi nutrisi, dimana imbangan C dan N jauh lebih rendah daripada kotoran ternak. C. Pemanfaatan Biogas Berkembangnya usaha pemanfaatan limbah menjadi biogas turut mengembangkan beragam alat instalasi biogas, seperti kompor biogas, rice cooker, lampu biogas, pompa air, traktor pertanian, dan alat pasteurisasi yang dimodifikasi agar sesuai dengan penggunaan biogas. Alat tersebut fungsinya sama dengan yang terdapat di pasaran, hanya saja bahan bakar yang digunakan berbeda dan sama mudahnya dalam penggunaan.
8
D. Pemanfaatan Hasil Samping Biogas Biogas memang pilihan yang tepat untuk dijadikan sebagai energi alternatif. Selain murah, biogas juga sangat ramah lingkungan. Limbah yang dihasilkan selama proses produksi biogas juga masih dapat dimanfaatkan. Hasil samping biogas yang berupa lumpur atau yang lebih dikenal dengan sebutan sludge mengandung banyak unsur hara yang dapat dimanfaatkan menjadi pupuk untuk tanaman. Pupuk organik yang dihasilkan dari alat keluaran biogas sudah dapat digunakan dan berkualitas prima. Kandungan unsur haranya yang tinggi sehingga dapat meningkatkan kesuburan tanah dengan memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Proses pembuatan pupuk organik dengan memanfaatkan hasil keluaran biogas ini lebih efisien dibandingkan dengan pembuatan kompos yang memerlukan lahan yang lebih luas serta proses yang lebih lama. Selain itu, digester yang didesain kedap udara juga mengurangi tingkat kegagalan proses dekomposisi sehingga pupuk organik yang dihasilkan berkualitas maksimal. Perkembangan Biogas di Indonesia Biogas mulai diperkembangkan di Indonesia sekitar tahun 1970. Namun, tingginya penggunaan bahan bakar minyak tanah dan tersedianya kayu bakar menyebabkan penggunaan biogas menjadi kurang berkembang. Teknologi biogas mulai berkembang kembali sejak tahun 2006 ketika kelangkaan energi menjadi topik utama di Indonesia. Awalnya, biogas dibangun dalam bentuk denplot oleh pemerintah dengan reaktor berbentuk kubah dari bata/beton (fixed dome) dan bentuk terapung (floating) yang terbuat dari drum yang disambung. Kini, bahan reaktor yang digunakan telah berkembang, ada yang
terbuat dari
beton/bata, plat besi, plastik, dan serat kaca (fiber glass), dengan masing-masing kelebihan dan kekurangan sebagai berikut : Beton/bata
Fiber Glass (Swen IT)
Plastik
Pembangunan harus teliti, butuh waktu lama
Produk pabrik , sistim knock down sangat kedap udara , waktu pasang singkat
Konstruksi sederhana, waktu pasang singkat
Tidak dapat dipindah
Dapat dipindah, mudah untuk di renovasi
Dapat dipindah tapi cukup riskan (rusak)
Kalau bocor susah dideteksi
Kalau bocor mudah dideteksi dan diperbaiki.
Kalau bocor susah diperbaiki
Biaya konstruksi agak mahal
Biaya konstruksi agak mahal
Biaya konstruksi murah
Operasional mudah kotoran langsung disalurkan ke dalam reaktor
Operasional mudah, kotoran dapat langsung disalurkan ke dalam reaktor
Operasional agak rumit, kotoran dimasuki pakai tangan
Daya tahan tergantung saat pembuatan
Daya tahan kuat, tahan segala cuaca , tahan 10 -15 thn
Daya tahan sangat kurang mudah rusak 9
Keberhasilan Kegiatan Pengembangan Biogas dipengaruhi beberapa faktor : 1. Sumber Daya Manusia
Dalam pnerapan memerlukan SDM yang terampil.
Untuk itu perlu pelatihan dan
pendampingan , sehingga pengguna terampil dalam pengoperasian digester dan mampu mengatasi hambatan
Bila Biogas dan pupuk diposisikan sebagai sumber pendapatan, Pengguna harus dilatih bagaimana membangun kelembagaan, membina jaringan dan kewirausahaan.
2. Pemasaran dan Promosi
Pesaing utama biogas adalah minyak tanah, kayu bakar dan biomass lainnya.
Agar masyarakat tertarik menggunakan biogas , berbagai kegiatan yang perlu dilakukan yakni pemasaran dan promosi terutama oleh pemerintah.
3. Sosial Budaya
Kotoran masih dianggap sesuatu yang menjijikan dan belum dimanfaatkan terutama sebagai bahan biogas
Persepsi ini perlu dihapus secara perlahan, Kotoran ternak memiliki nilai ekonomi, baik sebagai energi maupun pupuk organik yang potensial sebagai pendapatan tambahan peternak.
Kebijakan pemerintah yang jelas dan konsisten terutama dalam penyediaan
anggaran
yang memadai pada tahap pemasyarakatan biogas.
10
Daftar Pustaka Buku dan makalah Harayti, T. Biogas: Limbah Peternakan yang Menjadi Sumber Energi Alternatif: Wartazoa vol 16 no 03, 2006. Karki, A.B dan K. Dixit. Biogas Fieldbook: Nepal: Sahayogi Press, 1984. Mertahardianti, G.A dan S.R Juliastuti. Pengaruh Enzim Α-Amylase dalam Pembuatan Biogas dari Limbah Padat Tapioka yang Melibatkan Effective Microorganism (EM) dalam Anaerobic Digester: Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi, Yogyakarta, 2008. Putro, S. Penerapan Instalasi Sederhana Pengolahan Kotoran Sapi Menjadi Energi Biogas di Desa Sugihan Kecamatan Bendosari Kabupaten Sukoharjo: Warta vol 10 no 2 , hal 178-188, 2007. Sihombing, D.T.H dan S. Simamora. Biogas From Biogical Waste for Rural Household in Indonesia, dalam K. Abdullah, Bogor Agriculture University, Indonesia and O. Kitani: Tokyo, Tokyo University Agriculture, 1988. Simamora, S., Salundik, Sri W, dan Surajudin. Membuat Biogas, Pengganti Bahan Bakar Minyak dan Gas dari Kotoran Ternak: Jakarta: Agromedia Pustaka, 2006. Soewarno, N., A. Sato, Muchayat. Pengolahan Sampah Organik untuk Memproduksi Biogas sebagai Energi Terbarukan: Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia – SNTKI, 2009. Wahyuni, S. Biogas, Jakarta: Penebar Swadaya, 2011. Widodo, T.K., Ahmad A, Ana N., dan Elita R. Rekayasa dan Pengujian Reaktor Biogas Skala Kelompok Tani Ternak: Jurnal Enjiniring Pertanian. Vol. IV, No. 1, 2006. Internet www.bbrp2b.kkp.go.id “Riset Teknik Pembuatan Biogas sebagai Sumber Energi” www.agribisnis.deptan.go.id “Sepuluh Faktor Sukses Pemanfaatan Biogas Kotoran Ternak”
11