RINGKASAN EKSEKUTIF Survei Tenaga Kesehatan Papua: Hasil penelitian di empat daerah Pada saat pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1968, puskesmas berfungsi sebagai pusat kegiatan untuk mengembangkan kesehatan masyarakat. Ketika puskesmas dan tenaga kesehatan sudah tersebarluas di seluruh Indonesia, puskesmas lebih berfungsi sebagai pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama dan menyediakan lebih banyak pelayanan kuratif. Saat ini puskesmas sudah dibangun di hampir setiap kecamatan. Fasilitas kesehatan ini menjadi tulang punggung pelayanan kesehatan utama dan kuratif pemerintah Indonesia. Puskemas merupakan sumber utama pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan pedesaan karena kadang tidak memiliki pilihan lain. Sejak desentralisasi mulai pada tahun 2000, dinas kesehatan kabupaten/kota telah bertanggung jawab secara administrasi untuk mengelola dan mengawasi puskesmas. Jumlah tenaga kesehatan yang sesuai, distribusi tenaga
Hasil penting
kesehatan yang proporsional, dan kemampuan sesuai
sangat membantu sistem pelayanan kesehatan utama
Rata-rata ketidakhadiran petugas kesehatan: 30.7%
berfungsi dengan baik. Tenaga kesehatan juga seharusnya selalu hadir di unit di mana mereka ditugaskan, agar sistem
Paling sering tidak hadir: Bidan (33%)
ini dapat berfungsi dengan baik dalam menyediakan
Nilai ketidakhadiran tertinggi:
pelayanan kesehatan dan mencapai tujuan pembangunan.
Kabupaten Jayapura (49%)
Kebiasaan sebagian tenaga kesehatan untuk tidak hadir menyebabkan kesenjangan akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan.
Hal
ini
berdampak
pada
perkembangan sumber daya manusia. Untuk mengatasi masalah
ini,
pemerintah
perlu
memasukkan
Nilai ketidakhadiran terendah: Kota Jayapura (14.5%)
isu
Puskesmas dengan kepala puskesmas
ketidakhadiran tenaga kesehatan dalam perencanaan dan
perempuan mempunyai nilai
program pembangunan. Kondisi geografis, sosial-budaya,
ketidakhadiran lebih rendah
dan keamanan di Papua juga menjadi tantangan dalam
Puskesmas terpencil mempunyai nilai
menyelesaikan masalah ketidakhadiran tenaga kesehatan. ketidakhadiran tertinggi
Petugas kesehatan laki-laki lebih sering 1 tidak hadir dari pada perempuan
Sebelum melakukan upaya mengurangi ketidakhadiran tenaga kesehatan, perlu diketahui tingkat ketidakhadiran dan karakteristik petugas yang bekerja di wilayah dengan tingkat ketidakhadiran tinggi. Selain itu, juga diperlukan pemahaman mendalam tentang penyebab ketidakhadiran dan kebijakan yang berkontribusi. Penelitian ini dilaksanakan untuk memberikan bukti yang diperlukan untuk membuat program yang dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan utama. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pemerintah daerah untuk mengatasi kesenjangan pelayanan kesehatan, sehingga pelayanan yang disediakan lebih sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat.
Metodologi Penelitian ini dilakukan di empat kabupaten/kota di Provinsi Papua, yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya dan Kabupaten Mimika. Sebanyak 50 puskesmas terlibat dalam penelitian (12 di Kota Jayapura, 16 di Kabupaten Jayapura, 13 di Jayawijaya, dan 9 di Mimika), termasuk puskesmas yang diklasifikasikan oleh Dinas Kesehatan sebagai ‘perkotaan’, ‘pedesaan’, ‘terpencil’ dan ‘sangat terpencil’. Peneliti mewawancarai 577 petugas kesehatan dari target awal 611 petugas. Penelitian ini menggunakan metode kuantitif dan kualitatif. Data kuantitatif dikumpulkan melalui wawancara terstruktur dengan dokter, perawat, dan bidan yang bekerja di puskesmas (akan disebut sebagai “tenaga kesehatan”), kepala puskesmas tersebut, dan penilaian puskesmas. Tenaga kesehatan yang sedang bekerja didefinisikan sebagai seorang yang sedang ditugaskan untuk memberikan diagnosa dan pengobatan kepada pasien. Tim peneliti mengunjungi puskesmas untuk pertama kali tanpa pemberitahuan, agar dapat melihat petugas kesehatan yang dijadwalkan bekerja pada saat itu, dan melihat apakah mereka hadir atau tidak. Petugas yang hadir diwawancarai setelah mereka menyelesaikan tugasnya pada hari itu. Tim peneliti mencari petugas yang tidak hadir pada kunjungan kedua, dan diwawancarai jika mereka hadir. Jika tidak hadir, petugas kesehatan diwawancarai di tempat dimana mereka dapat ditemukan (misal, rumah atau tempat lain). Kinerja memberi tim peneliti daftar dan jadwal dokter, perawat, dan bidan di setiap puskesmas yang menjadi sampel penelitian. Daftar nama tersebut diberikan oleh Dinas Kesehatan setempat di keempat daerah penelitian. Daftar tersebut diverifikasi pada saat kunjungan mendadak ke setiap puskesmas melalui wawancara dengan kepala puskesmas atau yang mewakilinya, jika beliau tidak hadir. Peneliti 2
menambahkan nama petugas baru yang dilaporkan puskesmas dalam daftar, dan menghapus nama petugas yang tidak bekerja di puskesmas sampel, dan nama petugas yang tidak sesuai dengan definisi tenaga kesehatan yang sedang bekerja. Dalam penelitian ini, relawan dan petugas magang dianggap sebagai petugas kesehatan yang sedang bekerja dan nama-namanya dimasukkan dalam daftar nama terakhir. Sebanyak 127 dokter, 699 perawat dan 265 bidan yang bekerja di 50 puskesmas sampel memenuhi definisi tenaga kesehatan yang sedang bekerja. Dari jumlah ini, 99 dokter, 407 perawat dan 262 bidan dijadwalkan bekerja saat kunjungan pertama tim penelitian ke setiap puskesmas, yang dilakukan mendadak. Tingkat ketidakhadiran petugas kesehatan dihitung berdasarkan sampel petugas kesehatan yang sedang bekerja ini.
Tabel 1: Kerangka sampling petugas kesehatan dan target ukuran sampel Profesi
Dokter Perawat
Jumlah petugas kesehatan yang diverifikasi 127 699
Bidan Jumlah
365 1,191
Jumlah petugas kesehatan yang dijadwalkan bekerja
99 407
262 768
Jenis wawancara (petugas kesehatan yang hadir atau yang tidak hadir) Hadir dan tidak hadir Hadir, dan dijadwalkan bekerja di puskesmas Tidak hadir, walaupun dijadwalkan bekerja di puskesmas Tidak hadir, dan dijadwalkan bekerja di lapangan Hadir dan tidak hadir
Strategi identifikasi wawancara target
99 100
Jumlah petugas kesehatan yang diwawancarai 91 98
100
86
Sensus
50
48
Sensus
262 611
254 577
Sensus Dua per puskesmas Dua per puskesmas
Jumlah target
Wawancara dilakukan terhadap sebagian petugas kesehatan yang menjadi sampel untuk mendapatkan informasi yang berkaitan dengan ketidakhadiran. Semua dokter dan perawat yang bekerja dan dijadwalkan bertugas pada kunjungan pertama peneliti menjadi target wawancara. Semua dokter dan bidan yang dijadwalkan sedang bekerja ditargetkan untuk wawancara saat kunjungan pertama tim penelitian. Sampel acak yang terdiri dari dua perawat yang bekerja yang hadir dan tidak hadir diambil dari kerangka sampel perawat final di setiap puskesmas. Selain itu, semua perawat yang dilaporkan bertugas menyediakan layanan kesehatan di lapangan pada saat kunjungan tim peneliti yang pertama juga menjadi target wawancara. Hal ini dilakukan untuk memastikan apakah mereka benar-benar bekerja di lapangan, yang berarti hadir. 3
Metode kualitatif dilakukan melalui Diskusi Kelompok Terarah (Focus Group Discussion atau FGD) bagi anggota masyarakat dan dilakukan terpisah untuk laki-laki dan perempuan, serta wawancara langsung dengan tokoh masyarakat. Alat penelitian dirancang untuk mengumpulkan pendapat masyarakat terhadap pelayanan puskesmas dan ketidakhadiran petugas kesehatan. Peserta FGD dipilih agar dapat mewakili pengguna dan non-pengguna puskesmas yang pernah sakit dan masyarakat yang tidak pernah sakit tapi menggunakan layanan puskesmas dalam satu bulan terakhir. Wawancara langsung – satu per wilayah puskesmas – melibatkan tokoh masyarakat perempuan dan laki-laki. Peneliti menanyakan tentang kegiatan yang dapat mengurangi ketidakhadiran petugas kepada responden kuantitatif dan kualitatif.
Hasil Ketidakhadiran petugas kesehatan dihitung pada saat tim penelitian mengunjungi puskesmas untuk pertama kali tanpa pemberitahun. Secara keseluruhan, 30.7% petugas kesehatan yang sedang bekerja (dokter, perawat dan bidan) ternyata tidak hadir pada kunjungan pertama tim penelitian. Ada kemungkinan nilai ini tidak mencerminkan ketidakhadiran yang sebenarnya karena peneliti hanya mencatat ketidakhadiran petugas antara jam 9.30 pagi sampai dengan 10.30 pagi, hari Senin hingga Jumat. Walaupun jam buka resmi puskesmas adalah jam 8 pagi sampai jam 2 siang, tim melihat bahwa hanya beberapa petugas kesehatan sudah hadir sebelum jam 9 pagi dan kebanyakan sudah pulang setelah jam 12 siang. Tingkat ketidakhadiran tertinggi ditemukan untuk bidan (33% tidak hadir), dan tingkat ketidakhadiran terendah ditemukan untuk dokter (26% tidak hadir). Kabupaten Jayapura mempunyai tingkat ketidakhadiran tertinggi, dan Kota Jayapura menmpunyai tingkat ketidakhadiran terendah. Grafik 1. Ketidakhadiran menurut profesi petugas kesehatan Ketidakhadiran (%)
50 40 30.6 30
25.6
33.0 Dokter Perawat
20
Bidan
10 0
4
Grafik 2: Ketidakhadiran menurut kabupaten/kota Ketidakhadiran (%)
50
49.2
40
35.0 30.0
Kota Jayapura
30
Kab. Jayapura
20
Jayawijaya
14.4
Mimika
10 0
Alasan yang paling sering diberikan oleh petugas kesehatan terkait ketidakhadiran mereka antara lain menghadiri pelatihan dan rapat, cuti, keluarga sakit, keamanan di jalan menuju ke puskesmas, tidak ada kendaraan, urusan klinik pribadi, dan cuaca yang kurang baik. Banyak petugas kesehatan juga mengakui mereka tidak hadir karena mereka sedang menjalankan kegiatan yang tidak terkait dengan pekerjaannya di puskesmas; ada juga yang mengatakan tidak ada alasan yang baik. Di sisi lain, kebanyakan anggota masyarakat percaya bahwa petugas kesehatan tidak hadir karena sakit atau keluarganya sakit, atau karena isu keamanan, transportasi, atau konflik. Grafik 3: Ketidakhadiran menurut jauhnya puskesmas
Ketidakhadiran (%)
50
43.8
41.6
40 Perkotaan
27.3
30
Pedesaan
19.8
20
Terpencil Sangat terpencil
10 0
Grafik 4: Ketidakhadiran menurut gender petugas kesehatan 46.1
Ketidakhadiran (%)
50 40 30
33.0
32.0 23.0
25.8
Perempuan
20
Laki-laki
10 0 Dokter
Perawat
Bidan
5
Grafik 5: Ketidakhadiran menurut jumlah tahun bekerja sebagai petugas kesehatan Ketidakhadiran (%)
50
< 1 tahun
40
1 - 3 tahun
30
3 - 5 tahun
20
5 - 10 tahun 11 - 20 tahun
10
21 - 30 tahun 0 Petugas yang hadir
Petugas yang tidak hadir
> 30 tahun
Grafik 1: Ketidakhadiran menurut kepuasan petugas kesehatan
Ketidakhadiran (%)
50
43.8
40
35.0
30
23.4
Puas
20 10
Sangat puas
9.0
10.5
Tidak puas
0 Petugas yang hadir
Petugas yang tidak hadir
Di kelompok petugas kesehatan yang hadir pada saat penelitian dilakukan, petugas yang tinggal di wilayah puskesmas tempat mereka bertugas, baik yang tinggal di sekitar puskesmas atau distrik lain, memiliki tingkat ketidakhadiran yang hampir sama. Tapi, tingkat ketidakhadiran naik tajam di kelompok petugas yang tinggal di kabupaten/ kota lain. Peningkatan tingkat ketidakhadiran di kelompok petugas yang tidak hadir sangat berkaitan dengan jarak antara rumah dan tempat kerja.
6
Grafik 7: Ketidakhadiran menurut tempat tinggal petugas kesehatan Ketidakhadiran (%)
50 40 30
Tinggal dekat puskemas Tinggal di kecamatan
17.6
20 10
25.9
24.9
30.0 29.5
12.8
9.7
Tinggal di kab./kota
5.3 Tinggal di kab./kota lain
0 Petugas yang hadir
Petugas yang tidak hadir
Ada hubungan jelas antara ketidakhadiran dan jarak antara puskesmas dan tempat tinggal petugas kesehatan. Di kelompok petugas yang hadir, tingkat ketidakhadiran yang tinggi ditemukan pada petugas yang tinggal jauh dari puskesmas dan harus mengeluarkan uang lebih dari Rp. 50.000 untuk transportasi. Tingkat ketidak hadiran petugas yang tidak hadir semakin meningkat sering dengan biaya transportasi yang mencapai Rp 50,000, dan akan semakin jauh meningkat jika biaya transportasi lebih dari Rp 50,000
Ketidakhadiran (%)
Grafik 8: Ketidakhadiran menurut kehadiran kepala puskesmas (kapus) 50 40 30.0 30 20
37.5
33.0 27.2
26.2 Kapus hadir
19.4
Kapus tidak hadir
10 0 Dokter
Perawat
Bidan
Tingkat ketidakhadiran lebih tinggi ditemukan di puskesmas yang kepala puskesmasnya tidak hadir. Angka ini lebih tinggi lagi jika kepala puskesmas tersebut adalah perawat. Tingkat ketidakhadiran dokter dan bidan lebih rendah jika kepala puskesmas adalah bidan. Untuk semua petugas kesehatan, tingkat ketidakhadiran yang lebih rendah ditemukan di puskesmas yang dikepalai perempuan.
7
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dibuat profil umum petugas kesehatan yang berpotensi lebih besar untuk tidak hadir. Petugas tersebut umumnya adalah pria yang lahir di luar Provinsi Papua dan sudah bekerja selama tiga sampai lima tahun. Secara umum, mereka tidak puas dengan pekerjaannya dan sering tinggal di tempat yang jauh dari puskesmas tempat mereka bekerja. Penelitian ini juga menemukan beberapa faktor pendukung yang berasal dari lingkungan. Petugas lebih sering tidak hadir jika kondisi puskesmas kurang baik. Karena kepuasan petugas juga dipengaruhi kondisi puskesmas (missal, gedung, fasilitas, dan obat), kepuasan petugas dapat meningkat dan tingkat ketidakhadiran turun jika kondisi puskesmas diperbaiki. Memperbaiki lingkungan manajerial puskemas juga dapat mengurangi tingkat ketidakhadiran. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat ketidakhadiran rendah jika kepala puskesmas hadir. Dengan kata lain, pemimpin perlu memberikan contoh melalui sikap. Selain itu, jenis kepala puskesmas tertentu lebih efektif mengurangi tingkat ketidakhadiran. Misal, tingkat ketidakhadiran lebih rendah ditemukan di puskesmas yang dikepalai perempuan. Tingkat ketidakhadiran juga dipengaruhi oleh kombinasi jenis profesi dan siapa yang memimpin. Bidan sepertinya paling mampu memotivasi bidan lain untuk hadir. Tapi, jika puskesmas dikepalai perawat, semua petugas kesehatan (bidan, perawat dan dokter) lebih sering tidak hadir. Berdasar hasil penelitian ini, solusi untuk mengatasi ketidakhadiran petugas tidak hanya berupa sanksi disiplin bagi petugas kesehatan yang bekerja dengan tidak baik, tapi juga perlu upaya untuk memperbaiki fasilitas puskesmas, kemampuan manajerial kepala puskesmas, dan faktor lingkungan lain. Pembuat kebijakan seharusnya mempertimbangkan isu-isu ini saat menyusun kebijakan dan program baru terkait pelayanan kesehatan di tingkat puskesmas.
8