RINGKASAN Ni Ketut Suartining, STRUKTUR, PERILAKU, DAN KINERJA PEMASARAN ANGGUR, (STUDI KASUS DI DESA BANJAR KECAMATAN BANJAR, KABUPATEN BULELENG). Di Bawah bimbingan: Prof. Dr. Ir. Dwi Putra Darmawan, MP dan Prof. Dr. Ir. Made Narka Tenaya, MS
Anggur merupakan salah satu tanaman hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Anggur (Vitis sp) memiliki nilai ekonomi yang sangat penting dan strategis karena komoditas ini selain dikonsumsi dalam bentuk segar juga merupakan bahan dasar pembuatan wine, jus, dan kismis. Kabupaten Buleleng merupakan sentra produksi anggur di Bali. Adapun data pada BPS produksi anggur di Kabupaten Buleleng dari tahun 2006 sd 2008 adalah sebanyak 13.594 ton, 15.793 ton, dan 21.725 ton yang tersebar di empat kecamatan yaitu Gerogak, Seririt, Banjar, dan Sawan. Desa Banjar yang menjadi obyek penelitian ini, merupakan salah satu sentra penghasil anggur di Kecamatan Banjar. Produksi anggur di Desa Banjar dari tahun 2006 sd 2008 adalah 2.053 ton, 2.043 ton, dan 2.043 ton. Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi struktur, perilaku dan kinerja pasar pada pemasaran anggur, di Desa Banjar, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng dan untuk menganalisis efisiensi pemasaran komoditas anggur di Kecamatan Banjar dilihat dari struktur pasar, perilaku pasar, dan kinerja pasar. Penelitian mengenai struktur, perilaku, dan kinerja pasar (SCP) pada pemasaran komoditas anggur, mengambil lokasi di Desa Banjar, Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng.
Pemilihan lokasi
ix
Desa Banjar, Kabupaten
Buleleng
menggunakan metode purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah para petani dan lembaga pemasaran yang terkait dalam proses pemasaran komoditas anggur, di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Jumlah responden dalam penelitian ini sebanyak 58 rumah tangga petani dan 31 lembaga pemasaran, yang terdiri atas 12 orang pedagang tengkulak, delapan orang pengepul dan 11 orang pedagang pengecer. Pengambilan sampel lembaga pemasaran dengan menggunakan metode snowball sampling. Untuk mengetahui struktur pasar dalam pemasaran komoditas anggur di Desa Banjar dalam penelitian ini diuraikan ke dalam beberapa unsur pokok yaitu: hambatan keluar masuk pasar (exit-barrier entry), diferensiasi produk, konsentrasi penjual dan pembeli, serta pengetahuan pasar. Konsentrasi pasar dianalisis dengan beberapa pendekatan, yaitu: pangsa pasar, indeks Herfindahl, CR4, derajat diferensiasi produk. Untuk melihat perilaku pasar dalam penelitian ini digunakan analisis deskriptif kualitatif yaitu dengan melihat, ada tidaknya praktek-praktek kolusi penentuan harga, ada tidaknya kerjasama antar pedagang serta ada tidaknya peran advertensi. Untuk menganalisis kinerja pasar digunakan analisis margin pemasaran, share harga di tingkat petani, share biaya dan keuntungan lembaga pemasaran, serta analisis tingkat pengembalian modal (ROC). Hasil yang diperoleh dalam penelitian tentang pemasaran anggur di Desa Banjar ini terdapat enam jenis saluran pemasaran pada pemasaran anggur di Desa Banjar. Pola saluran pemasaran: (1) petani tengkulak pengecer konsumen perorangan; (2) petani tengkulak pabrik wine; (3) petani tengkulak x
pengepul pasar jawa; (4) petani
pengepul pengecer konsumen;
(5) petani pengepul pabrik wine, dan (6) petani pengepul pasar jawa. Saluran pemasaran yang paling banyak digunakan adalah saluran pemasaran dua yaitu sebesar 24,12%. Sedangkan, yang paling sedikit digunakan adalah saluran pemasaran enam yaitu sebesar 10,34%. Bila dilihat dari jumlah pedagang yang terlibat, maka dapat dikatakan struktur pasar komoditas anggur di Desa Banjar cenderung mengarah ke struktur pasar oligopsoni. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa posisi tawar petani relatif rendah. Di samping itu, dalam pemasaran komoditas anggur di Kecamatan Banjar terdapat hambatan ke luar masuk pasar yang cukup kuat, terlihat bahwa relatif tetapnya pedagang yang terlibat dalam pemasaran komoditas anggur, menunjukkan hambatan keluar masuk pasar yang cukup tinggi, karena diperlukan keuletan, modal yang besar dan jaringan pemasaran yang luas. Tidak efisiennya struktur pasar komoditas anggur di Desa Banjar juga terlihat dari pengetahuan informasi pasar, secara umum informasi pasar dapat dikatakan sangat minim hanya terbatas pada informasi harga yang telah ditetapkan oleh pedagang tingkat selanjutnya. Dari hasil analisis pangsa pasar pada tingkatan tengkulak tergolong dalam pasar oligopsoni konsentrasi longgar, di mana empat orang tengkulak terbesar memiliki market share 40,57% dari market share total. Pada tingkatan pengepul tergolong pada oligopsoni konsentrasi ketat, di mana empat orang pengepul terbesar memiliki market share sebesar 75,19 %. Sedangkan, pada pengecer terjadi sistem
xi
pemasaran anggur yang bersifat oligopsoni dengan konsentrasi longgar hal ini terlihat dari empat pedagang pengecer terbesar memiliki market share 39,49% atau merupakan persaingan monopolistik, karena ada banyak pedagang pengecer dan tidak ada satupun yang pangsa pasarnya lebih dari 10%. Untuk hasil análisis derajat konsentrasi pasar dengan indeks Herfindahl konsentrasi pembeli pada pemasaran anggur di Desa Banjar baik tengkulak, pengepul dan pengecer bersifat oligopsonistik. Hal ini dicerminkan oleh indeks Herfindahl yang terletak antara angka nol dan satu. Indeks Herfindahl untuk tengkulak adalah 0,0866, untuk pengepul adalah 0,1792, dan untuk pengecer adalah 0,0916. Pada tingkatan petani, tengkulak, pengepul, maupun pengecer belum ada yang melakukan deferensiasi produk. Pengetahuan pasar mengenai informasi harga anggur yang diterima petani relatif sedikit, biasanya petani mendapat informasi harga anggur dari berita, tengkulak, pengepul dan sesama petani anggur. Dalam perilaku pasar, apabila dilihat dari penentuan harga, petani produsen merupakan pihak yang paling lemah. Hal ini disebabkan oleh petani hanya sebagai penerima harga tanpa memiliki kekuatan tawar. Penentuan harga ditingkat petani lebih dikuasai oleh tengkulak ataupun pengepul dimana untuk masalah standar harga anggur belum ada kebijakan dari pemerintah.
Kolusi yang terjadi antara petani
dengan petani maupun pedagang dengan pedagang baru sebatas saling informasi mengenai harga anggur. Sedangkan, antara tengkulak maupun pengepul dengan petani menyangkut pinjaman modal kepada petani untuk memenuhi kebutuhan
xii
usahataninya. Untuk pengepul dengan pabrik wine kolusi yang terjadi menyangkut masalah penentuan harga, yang hanya diketahui orang-orang teretentu saja. Kinerja pasar pada penelitian ini dilakukan dengan beberapa pendekatan, yaitu: margin pemasaran, share harga yang diterima petani, share biaya dan share keuntungan, serta tingkat pengembalian modal (ROC) dari tiap-tiap lembaga pemasaran. Hasil análisis margin pemasaran terbesar terdapat pada saluran pemasaran I yaitu sebesar Rp 14.200,00, hal ini disebabkan panjangnya saluran pemasaran yang terjadi. Sedangkan, margin pemasaran terendah terdapat pada saluran pemasaran V yaitu sebesar Rp 7,400,00. Pada saluran pemasaran V ini hanya melibatkan satu lembaga pemasaran yaitu pengepul saja dan konsumen akhirnya adalah pabrik wine yang lokasinya di kota Singaraja di mana jarak dari desa Banjar hanya sekitar 15 km. Untuk perhitungan share harga untuk pemasaran di Bali bahwa share harga terbesar yang diterima petani terdapat pada saluran V yaitu sebesar 80,49%, dan share harga terendah pada saluran I, yaitu sebesar 19,01 %. Apabila dilihat dari rata-rata distribusi rasio keuntungan dan biaya atau benefit cost ratio (B/C ratio), maka yang paling banyak mendapatkannya adalah pedagang pengecer yaitu sebesar 10,0 dan 11,5. Sedangkan, dari análisis nilai ROC, hasil tertinggi pada pedagang pengecer, yaitu sebesar 65,55%. Hal ini berarti pedagang pengecer paling efektif menggunakan sumberdaya yang dimilikinya untuk memasarkan anggur, sehingga tingkat pengembaliannya tinggi.
xiii
Selama ini KUD di Desa Banjar, yang hanya berfungsi sebagai koperasi simpan pinjam, belum mampu membantu petani secara optimal. Agar sistem pemasaran komoditas anggur di Desa Banjar lebih efisien, perlu ditingkatkan posisi tawar petani dengan cara membentuk dan memanfaatkan pola pemasaran bersama ataupun memanfaaatkan KUD yang sudah ada. Dengan demikian posisi petani menjadi lebih kuat.
xiv