Bedah Saraf : Kelainan Fungsional Susunan Saraf
MODUL
SPASTISITAS/RIGIDITAS 1.
2.
Definisi Spastisitas atau hipertonus otot merupakan kelainan sistem saraf pusat yang ditandai oleh otot yang terus menerus menerima impuls untuk menjadi kaku. Saraf yang menginervasi otot tidak dapat mengendalikan impuls yang masuk sehingga otot terus-menerus mengalami hipertonus. Akibatnya, terjadi kelelahan otot yang berpengaruh terhadap gait dan gerakan, dan terkadang juga menyebabkan gangguan bicara. Spastisitas yang paling umum dijumpai adalah diplegia spastik; bentuk lain dari spastisitas adalah cerebral palsy; pada keadaan ini, terjadi kerusakan ganglia basalis permanen dan senantiasa memberat. Spastisitas juga dapat terjadi pada penderita sklerosis multipel.
Waktu Pendidikan
TAHAP I TAHAP II S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 PROGRAM MAGISTER (beban dihitung dengan SKS) >=40SKS
S8
TAHAP III S9 S10 S11
Program Magister Neurologi Tesis Program Profesi Bedah Saraf Pogram Bedah Dasar Program Bedah Saraf Dasar PROGRAM KEPROFESIAN (beban dihitung berdasarkan kompetensi) GOLONGAN PENYAKIT & LOKALISASI Kranial KONGENITAL ICD 10 - Bab XVII Spinal INFEKSI ICD 10 - Bab I Kranium Supratentorial NEOPLASMA ICD 10 - Bab II
Infratentorial Spinal Saraf Tepi
TRAUMA ICD 10 - Bab XIX
Kranial Spinal Saraf Tepi
DEGENERASI ICD 10 - Bab VI & XIII VASKULER ICD 10 - Bab IX
Spinal Saraf Tepi Intrakranial Spinal
FUNGSIONAL ICD 10 - Bab VI & XXI
1
Bedah Saraf : Kelainan Fungsional Susunan Saraf
Pendidikan spesialisasi bedah saraf terdiri dari 3 tahap, yaitu : 1. Tahap Pengayaan (tahap I): a. Lama pendidikan 9 semester, peserta didik diberi ilmu-ilmu dasar maupun bedah saraf dasar. Dalam tahap ini dapat dipergunakan untuk mengambil program magister. b. Peserta didik dalam tahap ini disebut Residen I, yaitu di akhir masa pendidikan tahap I residen baru mencapai Kompetensi tingkat I. Residen sudah harus mengenal kelainan bedah saraf, khususnya semua jenis gangguan fungsional dan 10 jenis kasus penyakit terbanyak. 2. Tahap Magang (tahap II) : a. Lama pendidikan 1 semester. Peserta didik mulai dilatih melakukan tindakan bedah saraf. b. Peserta didik dalam tahap ini disebut Residen II, yaitu di ahir masa pendidikan tahap II residen telah mencapai Kompetensi tingkat II. 3. Tahap Mandiri (tahap III) : a. Lama pendidikan 1 semester. Peserta didik menyelesaikan pendidikan sampai kompetensi bedah saraf dasar. b. Peserta didik dalam tahap ini disebut Residen III, yaitu di akhir masa pendidikan tahap III residen telah mencapai kompetensi tingkat III. Residen sudah harus mampu menangani kasus gawat darurat bedah saraf maupun kasus-kasus bedah saraf yang tergolong kompetensi bedah saraf dasar, minimal 1 kasus. Kompetensi bedah saraf dasar : 1. Semua jenis penyakit yang diajarkan dalam masa pendidikan sampai mencapai tingkat mandiri (residen boleh mengerjakan operasi sendiri, dengan tetap dalam pengawasan konsulen) 2. Teknik operasi yang diajarkan sebagai target akhir pendidikan adalah terbatas pada tindakan operasi konvensional yang termasuk dalam Indeks Kesulitan 1 dan 2; teknik operasi sulit yang membutuhkan kemampuan motoris lebih tinggi dan/ataupun membutuhkan alat-alat operasi canggih, termasuk dalam Indeks Kesulitan 3 dan 4, diajarkan hanya maksimal sampai tingkat magang. Tindakan operasi dalam kelompok ini merupakan kelanjutan pendidikan yang masuk dalam CPD. JENIS PENYAKIT
ICD 10
TAHAP I
TAHAP II
TAHAP III
IK IK IK IK 1 2 3 4
S1 S2 S3 S4 S5 S6 S7 S8 S9 S10 S11 G M G M G P .
.
.
Movement Disorder (simpel)
R 25.8 .
.
.
Movement Disorder (kompleks)
R 25.8 .
.
.
Pain Surgery (simpel)
R 52.9 .
.
.
Pain Surgery (kompleks)
R 52.9 .
.
.
Epilepsi
G 40.9 .
.
.
2
Intracranial compression syndrome
.
.
.
2
Psychosurgery
.
.
.
Fungsional
1 1 4 2
1
KETERANGAN Tingkat Pengayaan, dalam periode ini Tingkat Kognitif harus dapat mencapai 6 (K6) Tingkat Magang, dalam periode ini disamping K6, Psikhomotor harus mencapai 2 (P2) dan Afektif mencapai 3 (A3) Tingkat Mandiri semua Kategori Bloom harus mencapai maksimal, K6, P5, A5
2
Bedah Saraf : Kelainan Fungsional Susunan Saraf
ICD 10
JENIS PENYAKIT S : Semester
3.
4.
5.
G : Magang
M : Mandiri
K : Kognitif
TAHAP I
: A : Afektif
TAHAP II
TAHAP III
IK IK IK IK 1 2 3 4
P : Psikomotor
Tujuan Umum Setelah menyelesaikan modul fungsional susunan saraf peserta didik diharapkan mampu mengenali spastisitas, mengobati spastisitas serta mampu mengatasi kegawatan akut spastisitas
Tujuan Khusus
1) Mampu menjelaskan definisi spastisitas/rigiditas 2) Mampu menjelaskan patofisiologi spastisitas/rigiditas dan faktor yang berpengaruh. 3) Mampu melakukan pemeriksaan neurologis dan intepretasi radiologis 4) Mampu memberikan medikasi spastisitas/rigiditas 5) Mampu melakukan tindakan rizotomi 6) Mampu memberi informed consent
Strategi Pembelajaran a Pengajaran dan kuliah pengantar
b Tinjauan Pustaka
Kuliah tatap muka 50 menit
Presentasi ilmu dasar : 1 kali tiap 1 kali, telaah kepustakaan submodul penyakit Presentasi kasus : 1 kali tiap jenis presentasi kasus : 1 kali submodul penyakit
b Diskusi Kelompok
2 x 50 menit diskusi kasus tiap submodul penyakit menyangkut diagnosis, operasi 2 x 50 menit diskusi kasus dan penyulit
d Bed side teaching
bedsite teaching minimum 3 kali setiap ronde diikuti bedsite teaching submodul penyakit
e Bimbingan Operasi operasi magang
operasi mandiri
6.
Persiapan Sesi
-
melakukan operasi mandiri sejumlah minimal 1 kasus sebagai prasyarat untuk maju ke ujian kompetensi tingkat nasional
1) Materi kuliah pengantar berupa kisi-kisi materi yang harus dipelajari dalam mencapai kompetensi, mencakup: 3
Bedah Saraf : Kelainan Fungsional Susunan Saraf
a. Definisi Spastisitas b. Patofisiologi Spastisitas dan faktor yg berpengaruh. c. Pemeriksaan neurologis dan radiologis pasien dengan spastisitas d. Indikasi pemberian medikasi pada spastisitas e. Indikasi dan teknik operasi rizotomi f. Neurorehabilitasi pasien dengan spastisitas 2) Pengenalan instrumen untuk operasi rizotomi 3) Audio-visual teknik operasi
7.
Referensi
a.Osborn AG, Blasser SI, Salzman KL, Katzman GL, Provenzale J, Castillo M, et all. Osborn Diagnostic Imaging. Canada : Amirsys/Elsevier. 1st ed. 2004 b.Wilkins RH, Rengachary SS. Neurosurgery. USA : Mc Graw-Hill. 2nd Ed. 1996 c. Rengachary SS, Wilkins RH. Principles of Neurosurgery. London : Mosby. 1994 d.Winn HR. Youman’s Neurological Surgery. 5th ed. USA : Saunders. 1994
8.
Kompetensi
Tingkat Kompetensi K P A
Jenis Kompetensi a. b
Mampu menerangkan insidensi, neoplasma susunan saraf
patogenesis,
dan
sitogenesis
Mengetahui neuroanatomi, dan neurofisiologi susunan saraf dan pembungkusnya
Mengetahui dasar-dasar pemeriksaan klinis maupun pemeriksaan c tambahan (neuroradiologi)dan patologi anatomi dalam menegakkan neoplasma susunan saraf pusat
d Mengetahui pengobatan berbagai jenis neoplasma susunan saraf
e Mampu menentukan perubahan neurofisiologi karena spastisitas f Mampu menentukan lokasi spastisitas
g
Mampu melakukan pemeriksaan klinis neurologik untuk menegakkan diagnosis neoplasma susunan saraf
i
Mampu melakukan pemeriksaan tambahan (neuroradiologi) dalam menegakkan neoplasma susunan saraf
h Mampu mengetahui diagnosis banding neoplasma susunan saraf j
Mampu melakukan pengobatan medikamentosa neoplasma susunan saraf
k Mampu melakukan tindakan operasi neoplasma susunan saraf l
m
Mampu melakukan tindakan pertolongan pertama pada neoplasma susunan saraf.
Mengenali penyulit tindakan bedah pada kelainan fungsional susunan saraf
n Mengetahui tindak lanjut yang diperlukan o Mampu memberi informed consent
P E N G A Y A A N
6 6 6 6 6
2
3
6
2
3
6 6 6 6 6 6 6 6 6
TAHAP
2 2 2 5 5 5 5 5 5
3 3
M A G A N G
3 5 5 5 5 5
M A N D I R I
5
4
Bedah Saraf : Kelainan Fungsional Susunan Saraf
9.
Gambaran Umum Spastisitas atau hipertonus otot merupakan kelainan sistem saraf pusat yang ditandai oleh otot yang terus menerus menerima impuls untuk menjadi kaku. Spastisitas yang paling sering terjadi adalah diplegia spastik; bentuk lain spastisitas adalah cerebral palsy; pada keadaan ini, terjadi kerusakan ganglia basalis permanen dan senantiasa memberat. Spastisitas juga dapat terjadi pada penderita sklerosis multipel. Tatalaksana spastisitas meliputi konservatif/medikamentosa dan operasi (rhizotomi)
10. Contoh Kasus
Seorang perempuan sedikit membungkuk, 59 tahun dengan keluhan tangan dan kakinya tremor, dengan jalannya terpatah-patah, otot-ototnya kaku, dan gerakannya sangat lambat, gejala ini dirasakan makin lama makin berat. Tidak pernah ada gangguan kesadaran, tidak ada riwayat trauma atau minum obat-obatan tertentu Pemeriksaan fisik tanda vital TD: 120/80, N:88 kali/menit RR: 24 X/menit. Pemeriksaan neurologis: GCS 456 pupil bulat isokor 3mm/3mm, RC +/+ Pemeriksaan penunjang CT Scan kepala dan MRI kepala: dalam batas normal Pertanyaan Diagnosis klinis pasien tersebut Penatalaksanaan pasien tersebut
11. Tujuan Pembelajaran
Proses, materi dan metode pembelajaran yang telah disiapkan bertujuan untuk alih pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang terkait dengan pencapaian kompetensi dan keterampilan yang diperlukan dalam mengenali dan menatalaksana spastisitas, khususnya penyakit yang dicantumkan pada tahap mandiri (lihat submodul).
12. Metode
Metode Pembelajaran 1. Tinjauan Pustaka 2. Diskusi Kelompok 3. Bed side teaching 4. Tindakan Operasi Mandiri a. Peserta didik harus terlebih dahulu melakukan asistensi operasi (magang) sampai mencapai jumlah yang ditentukan, dan kemudian melakukan instruksi pada spesialis pembimbing. Setelah dinyatakan lulus instruksi, baru diijinkan melakukan operasi mandiri. b. Operasi mandiri oleh asisten harus selalu ada spesialis supervisor yang akan menilai keseluruhan aspek yang harus dilakukan oleh asisten terhadap pasien secara mandiri. c. Residen yang memiliki level tertinggi dalam suatu operasi harus membuat laporan operasi dengan berpedoman pada daftar tilik, selanjutnya konsulen/supervisor operasi ini akan memeriksa laporan
5
Bedah Saraf : Kelainan Fungsional Susunan Saraf
operasi sesuai daftar tilik dan memberi nilai berdasarkan kelengkapan yang ditetapkan daam daftar tilik. Metode Diagnostik 1. Pemeriksaan klinis neurologik 2. Alat bantu diagnostik a. Pemeriksaan X ray, b. EMG / EEG, neurofisiologi lain c. Alat neuroradiologi lain : CT Scan, MRI 3. Metode diagnostik yang diajarkan mencakup metode diagnostik konvensional sesuai ketersediaannya di daerah perifer, tidak semata-mata berorientasi pada alat-alat dianostik canggih.
13. Rangkuman
Spastisitas atau hipertonus otot merupakan kelainan sistem saraf pusat yang ditandai oleh otot yang terus menerus menerima impuls untuk menjadi kaku. Spastisitas yang paling sering terjadi adalah diplegia spastik; bentuk lain spastisitas adalah cerebral palsy; pada keadaan ini, terjadi kerusakan ganglia basalis permanen dan senantiasa memberat. Spastisitas juga dapat terjadi pada penderita sklerosis multipel. Tatalaksana spastisitas meliputi konservatif/medikamentosa dan operasi (rhizotomi)
14. Evaluasi
Organisasi Evaluasi 1. Evaluasi dilaksanakan di IPDS Bedah Saraf 2. Evaluasi dilakukan minimal oleh Pembimbing di IPDS Bedah Saraf 3. Evaluasi untuk peserta PPDS Bedah Saraf dilakukan sbb a. Untuk penguasaan ilmu dasar (pengayaan) dilakukan pada ahir setiap semester b. Kemampuan menegakkan diagnosis c. Untuk penguasaan kasus dan teknis operasi dilakukan pada setiap akan dilakukan tindakan / operasi. 4. Untuk dokter spesialis bedah lain yang akan mengambil modul-modul bedah saraf tertentu untuk kepentingan penigkatan kompetensi dalam program CPD, waktu disesuaikan pada kodisi yang ada dari modul ini, dengan evaluasi dan tahap penguasaan materi yang dievaluasi sama ketentuan yang berlaku. Tahap Evaluasi 5. Evaluasi tahap pengayaan dilakukan setelah peseta didik menyelesaikan aspek kognitif di tahap pengayaan. 6. Evaluasi tahap magang dilakukan setelah peserta didik melakukan sejumlah tindakan operasi Sebagai Asisten I sebagai prasyarat evaluasi sesuai dengan jenis penyakit pada submodul 7. Evaluasi tahap mandiri dilakukan setelah peserta didik melakukan sejumlah tindakan operasi mandiri sebagai prasyarat evaluasi sesuai dengan jenis penyakit pada submodul Metode dan Materi Evaluasi 1. Ujian Tulis dan Lisan 2. Kemampuan menegakkan diagnosis di poliklinik maupun ruang rawat 3. Penilaian kemampuan melakukan tindakan 6
Bedah Saraf : Kelainan Fungsional Susunan Saraf
4. Penilaian kemampuan penanganan penderita secara menyeluruh Hasil Penilaian IPDS 1. Penyelesaian modul harus dapat dicapai dalam kurun waktu yang telah ditetapkan 2. Penilaian disesuaikan dengan kompetensi akhir yang harus dicapai pada setiap sub modul ( pengayaan, magang, mandiri ) 3. Kegagalan dalam 1 aspek harus diulang dalam masa selama stase di Bagian/Departemen Bedah Saraf.
15. Instrumen Penilaian
Instrumen penilaian dari setiap kegiatan berupa evaluasi yang dilakukan pada setiap tahap pendidikan, instrumen yang dipakai adalah :
1 Kemampuan Inform Concent Instruksi & Bimbingan 2 Penilaian Ilmiah
a. Teori & Penyakit
b. Instrument & Penyakit
3 Penilaian Kecakapan
4 Penilaian Rehabilitasi
Diskusi dan Ujian Diskusi dan Ujian
Poliklinik, Bedside teaching & Kamar Operasi Instruksi & Bimbingan
16. Penuntun Belajar
1. Kisi-kisi materi dan buku referensi 2. Kisi-kisi materi Kelainan Fungsional a. Pengertian Penyakit spastisitas b. Patofisiologi dan etiologi spastisitas c. Anamnesa d. Pemeriksaan klinis e. Prinsip dasar pengobatan spastisitas f. Pemeriksaan penunjang/tambahan g. Pengobatan medikamentosa spastisitas h. Teknik operasi rizotomi i. Penyulit tindakan bedah pada kasus spastisitas j. Tindak lanjut dan neurorehabilitasi yang diperlukan k. Inform consent, antara lain prognosis, cara perawatan, tanda-tanda infeksi, dan jadwal kontrol.
17. Daftar Tilik
18. Materi Baku Spastisitas dapat terjadi akibat hambatan kronik refleks spinal yang terjadi pasca kerusakan upper motor neuron, meliputi refleks regang, refleks fleksi, dan refleks ekstensi di bawah kendali supraspinal dengan menghambat jalur desenden. Refleks ini merupakan refleks propioseptif. Refleks ini bergantung kepada panjang tendon dan excitatory postsynaptic potential (EPSPs). 7
Bedah Saraf : Kelainan Fungsional Susunan Saraf
Spastisitas dapat terjadi pascastroke, cedera otak, trauma medulla spinalis, sklerosis multiple dan cerebral palsy. Spastisitas dapat dikelompokkan menjadi (i) generalisata, (ii) regional, dan (iii) fokal. Spastisitas dapat dinilai menggunakan: 1. Skala Ashworth 2. Skala Tardieu 3. Stretch velocity 4. Y Angle (dynamic range of motion) 5. Quality of muscle reaction 6. Course of passive movement 7. Tes Pendulum Wartenberg Tatalaksana spastisitas dapat bersifat konservatif (medikamentosa) ataupun operasi (rhizotomi). Standar prosedur yang digunakan pada spastisitas meliputi: Anamnesis Pemeriksaan fisis Pemeriksaan neurologis Pemeriksaan radiologis CT Scan MRI Instrumentasi Set dasar Set rhizotomi Tindakan operasi
8
Bedah Saraf : Kelainan Fungsional Susunan Saraf
19. Algoritme
20. Kepustakaan a.Osborn AG, Blasser SI, Salzman KL, Katzman GL, Provenzale J, Castillo M, et all. Osborn Diagnostic Imaging. Canada : Amirsys/Elsevier. 1st ed. 2004 b.Wilkins RH, Rengachary SS. Neurosurgery. USA : Mc Graw-Hill. 2nd Ed. 1996 c. Rengachary SS, Wilkins RH. Principles of Neurosurgery. London : Mosby. 1994 d.Winn HR. Youman’s Neurological Surgery. 5th ed. USA : Saunders. 1994
21. Presentasi
Materi presentasi menggunakan materi dalam bentuk Power Point sesuai dengan materi modul spastisitas.
22. Model
Model pembelajaran dapat menggunakan diseksi kadaver.
9
Bedah Saraf : Kelainan Fungsional Susunan Saraf
10