Zetty Azizatun Ni’mah
REVIVALISME PENDIDIKAN ISLAM AWAL ABAD 20 (STUDI KRITIS PEMBARUAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN)
Zetty Azizatun Ni’mah*
Abstract : The idea of Islamic educational reform in Indonesia began in the early twentieth century. This was caused by out of concerns Muslim intellectual leaders of the secular education system which implemented the Dutch East Indies and then has a negative impact on the condition of Islamic education in Indonesia. KH. Ahmad Dahlan is pioneer figure of Islamic educational reform in Indonesia. He is of leaders respond to the condition of Islamic education in Indonesia needs to be updated in terms of objectives, materials, methods and management. This article aims to analyze thoughts KH. Ahmad Dahlan. KH. Ahmad Dahlan reform of Islamic education as well as his correlation with the current education system. This issues is examined using research methods “library research” using written materials in the form of books, magazines, journals, articles and other literatures relevant to the discussion. For data analysis the authors use the approach of history, sociology and anthropology. The results of the research that has been conducted by the author suggests that the concept of Islamic education reform in perspective KH. Ahmad: the aim of Islamic education leads to increased economic, politic, social race with modernism education, the Qur’an and Hadits are direct material examined by leaving the classic are often assessed the traditionalists, Islamic education methods abandon traditional methods, the Islamic educational institutions organized under auspices of the Muhammadiyah organization with a model of organizational leadership. Educational issues such as character building, problem solving, integration of scientific and educational innovation are concepts of *
DLB STAIN Kediri Jurusan Tarbiyah /PAI dan Guru MAN Kediri II Kota Kediri
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
13
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
education offered by KH.Ahmad Dahlan which it is an attempt to anticipate the renewal of the times and the situation in the subsequent periods. Keywords: Revivalism Islamic Education, Islamic Education Reform Perspective KH. Ahmad Dahlan
PENDAHULUAN Pendidikan Islam di Indonesia dalam sejarahnya mengalami perjalanan yang panjang, bermula dari proses Islamisasi Nusantara yang tentu tidak terlepas dari peran besar tokoh-tokoh penyebar agama Islam. Dalam proses penyebaran Islam di Nusantara, pendidikan Islam dikemas dalam rangka menyebarkan ajaranajaran Islam. Hal ini bukan sesuatu yang mudah dilaksanakan karena ajaran HinduBudha sudah jauh lebih lama menyebar dan mendarah daging pada masyarakat Nusantara. Tantangan besar banyak dihadapi para tokoh penyebar Islam, di antaranya adalah Wali Songo yang mempunyai strategi cerdik dalam mengembangkan ajaran Islam melalui berbagai metode yang bisa diterima masyarakat lokal.1 Masa pembaruan selalu akan berkaitan dengan masa kemunduran. Masa pembaruan selalu berkaitan dengan masa kondisi masyarakat yang tidak bisa mengikuti perkembangan dalam segala aspek. Masa kebangkitan Islam di Indonesia dilatarbelakangi oleh kondisi kemunduran dalam berbagai bidang yang dialami umat Islam di Indonesia. Sebagaimana yang dikatakan Karel A. Steenbrink bahwa gambaran tentang zaman kemunduran Islam sangat kompleks. Islam yang masuk ke Indonesia tidak begitu kreatif lagi di bidang ilmu, lebih-lebih di bidang politik sudah mulai agak melemah. Gambaran kemunduran Islam bila diteruskan sampai abad ke-19, maka kelemahan Islam di Indonesia tidak disebabkan dari segi perkembangan ilmu saja, akan tetapi juga disebabkan oleh kemunduran Islam secara internasional. Di samping itu, aspek lain seperti tarekat, jimat, percampuran Hindu dalam Islam di Indonesia, dengan kata lain, sisa agama Hindu yang masih kuat juga mengakibatkan kurang sempurna dan agak lemahnya Islam di Indonesia.2 Sistem pendidikan dikotomis yang diterapkan kolonial Belanda serta kebijakankebijakan pemerintah kolonial yang tidak berpihak terhadap pendidikan Islam, memberikan andil dalam kurang berkembangnya pendidikan Islam Indonesia. Hal ini diperparah dengan sikap dikotomis umat Islam sendiri terhadap ilmu dan model 14
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
pesantren yang tidak mengalami pengembangan sistem sampai menjelang abad ke20.3 Sesuai dengan gencarnya suara pembaruan pemikiran Islam yang dicanangkan oleh para pembaru muslim dari berbagai negara seperti Mesir, India, Turki, Pakistan sampai juga gaung pembaruan itu ke Indonesia yang menyadarkan umat Islam dari era kemunduran yang dialami. Salah satu dampak dari “suara pembaruan” itu adalah munculnya pembaruan di bidang pendidikan. Di awal abad ke-20, muncul ide-ide pembaruan pendidikan Islam di Indonesia, ide ini muncul disebabkan sudah mulai banyak orang yang tidak puas dengan sistem pendidikan yang berlaku saat itu, oleh karena ada sisi yang perlu diperbarui. Sisi yang perlu diperbarui itu, pertama dari segi isi (materi), kedua dari segi metode, ketiga dari segi manajemen dan administrasi pendidikan. Pembaruan-pembaruan yang muncul ini merupakan awal kebangkitan global Islam di Indonesia menuju pembaruan yang lebih baik termasuk dalam bidang pendidikan. 4 Pemikiran-pemikiran inspiratif dari berbagai tokoh-tokoh pembaru pemikiran Islam pada masa itu seperti Jamaludin al-Afghani, Muhammad Abduh, Muhammad Rasyid Ridha, Rifa‟ al-Thathawi, Sayyid Ahmad Khan dan lain sebagainya memberi pengaruh besar bagi pola pikir tokoh-tokoh Islam di Indonesia untuk melakukan pembaruan. 5 Ide dan inti dari pembaruan itu adalah berupaya meninggalkan pola pemikiran lama yang tidak sesuai lagi dengan kemajuan zaman dan berupaya meraih aspek-aspek yang menopang untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan zaman. H.O.S (Haji Oemar Said) Cokroaminoto (1882-1934), pemimpin besar Syarikat Islam (SI), KH. Ahmad dahlan (1868-1923), pendiri Muhammadiyah, dan Ahmad Hasan (1887-1958), pendiri Persatuan Islam (Persis), 6 berusaha meremajakan Islam agar dapat menyerap kemajuan Barat melaui sains ke dalam pengajaran serta mencoba memurnikan ajaran Islam dengan meningkatkan kesadaran beragama bagi pemeluknya.7 Pendidikan Islam di era globalisasi ini terus mendapat tantangan seiring dengan perkembangan IPTEK. Oleh karena itu akan selalu dibutuhkan pemikiranpemikiran yang inovatif, kreatif, cerdas yang didasarkan untuk kemajuan umat Islam dari para intelektual muslim demi menjawab persoalan-persoalan pendidikan. Berkaca dari ide pembaruan-pembaruan pendidikan yang telah dilakukan oleh tokoh besar KH. Ahmad Dahlan diharapkan pembaru-pembaru muslim akan senantiasa ada. Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
15
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
KONSEP PEMBARUAN PENDIDIKAN Pembaruan secara etimologis berarti “proses, perbuatan, cara memperbarui.”8 Dalam bahasa Arab disebut dengan tajdid.9 Pembaruan merupakan realitas yang tidak bisa dipungkiri keberadaannya sebagai aksi untuk menggugah kesadaran dalam rangka membentuk citra diri melalui pola tertentu akibat timbulnya tantangan yang kompleks pada zamannya. Gerakan tajdid sering disebut dengan reformasi karena bertujuan membentuk kembali citra diri melalui penataan kembali masyarakat, karena tidak sesuai dengan zamannya.10 Abdul Qadir membagi pembaruan menjadi tiga model yang didasarkan perspektif sejarah, yakni: 1. Pembaruan dalam arti menghidupkan kembali tradisi di masa Rasulullah SAW secara totalitas. Teks wahyu dipahami secara tekstual sehingga sebagai konsekuensinya, rasio kurang mendapat tempat. Kelompok ini disebut sebagai kelompok salaf, diwakili oleh ahlu al-hadis yang berbasis di Madinah oleh Imam Ahmad Bin Hanbal, Ibnu Taimiyyah dan dikembangkan oleh Muhammad Ibn Abd Al Wahab. 2. Pembaruan dalam arti mensintesiskan antara yang lama dan yang baru. Unsur lama yang baik dipertahankan dan unsur baru yang lebih baik dihadirkan. Teks wahyu dipahami secara tekstual dan kontekstual. Rasio dan wahyu memperoleh tempat yang seimbang. 3. Pembaruan berarti menggantikan yang lama dengan yang baru. Yang lama ditinggalkan karena tidak sejalan dengan zaman modern. Namun yang ditinggalkan bukan teks wahyu tetapi pemahaman orang terhadap teks.11 Karel A. Steenbrink menyebutkan empat faktor penting yang mendorong munculnya pembaruan Islam di Indonesia, yaitu: 1. Semenjak tahun 1900 di beberapa tempat muncul keinginan untuk kembali kepada al-Qur‟an dan Sunnah yang dijadikan titik tolak untuk menilai kebiasaan agama dan kebudayaan yang ada. Tema sentral dari kecenderungan ini adalah menolak taqlid. Dorongan ini terutama datang dari Mohammad Abduh dan murid-muridnya dari Mesir. Unsur inilah yang mendorong umat Islam Indonesia untuk kembali pada al-Qur‟an dan Sunnah. 2. Sifat perlawanan nasional terhadap penguasa kolonial Belanda.12 Dalam hal ini, walaupun Belanda cemas terhadap Pan-Islamisme, namun mereka yang menentang Belanda hampir tidak mau menerima Pan-Islamisme, penentangan terhadap kolonialisme selalu bersifat nasionalis. 16
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
3. Usaha kuat dari orang-orang Islam untuk memperkuat organisasinya di bidang sosial-ekonomi,13 baik demi kepentingan mereka sendiri maupun kepentingan orang banyak. 4. Cukup banyak orang dan organisasi Islam tidak puas dengan metode tradisional dalam mempelajari al-Qur‟an dan studi agama, 14 maka pribadi-pribadi dan organisasi Islam pada permulaan abad ke-20 berusaha memperbaiki pendidikan Islam, baik dari segi metode maupun isinya.15 Aplikasi konsep pembaruan pendidikan Islam, teraktualkan dalam konsep modernisasi Islam yaitu langkah-langkah dalam pembaruan dalam pemahaman, penafsiran dan perumusan masalah-masalah keislaman dengan sebuah rekonstruksi historis dalam mengaktualisasikan Islam dalam kehidupan modern. 16 Isu yang paling santer disosialisasikan adalah membuka kembali pintu ijtihad dan menggunakan potensi akal sebesar-besarnya. Gerakan ini bersandar atas cita-cita tentang idealisasi kemajuan Islam yang pernah dialami oleh dunia Islam, dan gerakan ini ingin mencapai zaman keemasan tersebut dengan metodologi yang sama dengan zaman itu yakni, kebebasan intelektual. Pembaruan dalam bentuk modernisme ini dilakukan dengan mengadopsi peradaban Barat, karena modernitasnya menjadi pola ukur kemajuan pada saat itu. Dalam aplikasi pembaruannya dilakukan interpretasi baru terhadap sumber fondamen utama al-Qur‟an dan Sunah. Al-Qur‟an dan Sunah harus dikembalikan lagi menjadi sumber utama sebagai pembenar bagi ide Barat karena kemajuan yang dipakai Barat saat ini disebabkan karena mereka mengambil kekayaan dari yang dipancarkan al-Qur‟an. Sebaliknya masyarakat Islam mengalami kemunduran karena meninggalkan ajaran al-Qur‟an. Pembaruan yang dilakukan oleh Kelompok modernisme klasik ini lebih menitik beratkan pada pembaruan sosial melalui pembaruan agama, pendidikan, pembaruan politik melalui bentuk pemerintahan konstitutional dan perwakilan, serta mempersoalkan kembali peran dan kedudukan wanita dalam masyarakat. Empat faktor ini yang dianggap sebagai solusi yang tepat menyelesaikan persoalan kemunduran Islam. Dalam bidang agama misalnya, pembaruan tersebut adalah dengan membangun rasionalisasi konsep keagamaan yang dapat diterima oleh perkembangan ilmu pengetahuan. Dalam bidang pendidikan misalnya, tidak meletakkan pendidikan secara dikotomis dengan membangun lembaga pendidikan dengan memasukkan ilmu pengetahuan umum menjadi kurikulum lembaga pendidikan agama tersebut, saat itu yang dikatakan ilmu hanya terbatas pada Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
17
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
bidang agama saja. Dalam bidang politik misalnya, membatasi kekuasaan sultan yang saat itu sangat otoriter.17 Pembaruan tipe modernisme dalam hal ini adalah melakukan kombinasi antara tradisi Islam dengan corak lembaga Barat seperti demokrasi, ilmu pengetahuan, emansipasi wanita dan rasionalisasi. Kombinasi yang dilakukan antara prinsip Islam dan institusi Barat sebenarnya tak sepenuhnya berhasil, karena faktor internal masyarakat Islam yang ortodoks yakni mempertahankan tradisi dan faktor eksternal merupakan sikap penjajahan yang tidak sepenuhnya menghendaki kebebasan pembaruan dengan tetap mempertahankan struktur sosial politik masyarakat Islam yang diwariskan para penjajah saat itu. Corak pembaruan kedua menurut Taufiqurrahman adalah pemikiran dan gerakan revivalisme pasca modernisme klasik yang merupakan reaksi dan antitesa terhadap pemikiran modernisme klasik. Modernisme klasik dalam pandangan kelompok revivalis ini dikatakan telah berlaku jauh dari prinsip dasar ajaran Islam. Modernisme yang semula merupakan jalan pembebasan umat Islam dari keterbelakangannya, tetapi dalam perjalanan sejarahnya telah memilih cara yang tidak tepat sesuai dengan budaya yang sudah dikembangkan oleh Nabi dan para sahabatnya.18 Revivalisme pasca modernisme mencoba untuk membangun sintesa baru dengan tetap menjadikan ide Barat terutama dalam bidang sosial, politik dan ekonomi sebagai bagian yang tak terpisahkan dari inspirasi pembaruannya. Tapi mereka melakukan penyaringan yang ketat terhadap pola-pola budaya Barat, atau memberikan kesejajaran arti dengan istilah Islam. Dan bahkan menurut pandangan mereka Islam mempunyai sistem total untuk bersanding dengan Barat dalam memperbarui dan meningkatkan kemajuan umat Islam.19 KEBIJAKAN KOLONIAL TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM DI INDONESIA Sebagaimana diketahui Negara-negara asing yang pernah menjajah bangsa Indonesia adalah Portugis, Spanyol, Inggris, Belanda dan Jepang. Negaranegara asing tersebut mulai memperebutkan wilayah Indonesia yang kaya akan sumber alamnya dan berebut pasar sebagai dampak kondisi perdagangan dunia yang mengglobal di kala itu. Maka bukan hanya persoalan penyebaran agama mereka datang ke Indonesia, melainkan ekonomi-politik, terutama berkaitan dengan monopoli perdagangan. Menguatnya cengkraman penjajah di Indonesia, berdampak pada perubahan seluruh aspek kehidupan masyarakat Indonesia baik 18
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
dalam kekuasaan lokal, ekonomi, budaya dan juga pendidikan. 20 Periodesasi penjajahan Barat di Indonesia dapat dilihat sebagai berikut: 21 Portugis / 1512 M VOC (1602-1799) Republik Betaaf/ Belanda (1800-1811) Inggris (1811-1816) Hindia Belanda (18161942) Jepang (1942-1945) Periodesasi Penjajahan Barat di Indonesia Secara umum, pendidikan Islam pada masa penjajahan dapat dipetakan dalam dua periode besar; masa penjajahan Belanda dan pada masa penjajahan Jepang. Pada awalnya pesantren merupakan satu-satunya lembaga pendidikan sesudah pengajian al-Qur‟an awal abad 19 di seluruh wilayah Indonesia. Pada masa ini pemerintah kolonial mulai membuka lembaga pendidikan sendiri yang sama sekali tidak berhubungan dengan sistem pendidikan Islam, walaupun ada beberapa usulan dari pemerintah kolonial untuk mengembangkan pendidikan pribumi atas dasar pengembangan dari sistem pendidikan Islam, sebagaimana yang diusulkan oleh Gubernur Jendral Van der Capellen 1819 dan tokoh pendidikan Verkerk Pistorius. 22 Selanjutnya penjajah Belanda dalam perjalanan sejarahnya menunjukkan bagaimana ia menerapkan kebijakan pendidikan yang diskriminatif dan menghalangi pertumbuhan pendidikan lokal yang sudah ada. 23 Pada tahun 1882, Belanda membentuk pristerraden yang mendapat tugas mengawasi pengajaran agama di pesantren-pesantren. Pada 1905, Belanda mengeluarkan Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
19
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
peraturan bahwa orang yang akan memberi pengajaran harus minta izin dulu. Hal ini sesuai dengan apa yang diungkapkan Daliar Noer: Salah satu cara yang digunakan oleh pihak Belanda untuk mengawasi Islam di Indonesia, terutama di Jawa, ialah peraturan yang dikeluarkan dalam tahun 1905 tentang pendidikan agama Islam. Peraturan ini mengharuskan izin tertulis dari bupati atau pejabat yang sama kedudukannya tentang pendidikan agama Islam. Izin ini mengemukakan secara terperinci sifat dari pendidikan itu. Tambahan lagi guru agama bersangkutan harus membuat daftar dari murid-muridnya menurut bentuk tertentu yang harus dikirimkan secara periodik kepada kepala daerah bersangkutan. Bupati atau pejabat yang sama kedudukannya hendaklah mengawasi dan mengecek apakah guru agama tersebut bertindak sesuai dengan izin yang diberikan.24 Pada 1925, terbit goeroe-ordonnantie yang menetapkan bahwa para kyai yang akan memberi pelajaran, cukup memberitahukan kepada pihak Belanda. Peraturan-peraturan ini semua merupakan rintangan perkembangan pendidikan yang diselenggarakan oleh para pemeluk Islam. 25 Akibatnya, guru dan pengajar agama Islam tidak memiliki keleluasaan dalam bergerak karena diawasi dan selalu dicurigai. Demikian halnya ketidaklengkapan laporan lembaga pendidikan Islam sering dijadikan alasan untuk menutup kegiatan pendidikan di kalangan umat Islam. Hal inilah yang menjadikan pengajaran nilai-nilai Islam dan peningkatan keberlakuan nilai-nilai Islam menjadi tersendat-sendat. Bahkan, perluasan agama Islam terhadap daerah-daerah yang belum terjangkau oleh Islam terhambat. TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH.AHMAD DAHLAN Sebelum mendirikan organisasi Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan 26 menjadi tenaga pengajar agama di kampungnya. Di samping itu, ia juga mengajar di sekolah negeri, seperti Kweekschool (Sekolah Pendidikan Guru) di Jetis Yogyakarta dan Opleiding School Voor Inlandhsche Ambtenaren (OSVIA, yaitu sekolah untuk pegawai pribumi) di Magelang. Mengutip perkataan Mukti Ali yang menguraikan karakter pembaruan KH. Ahmad Dahlan dibanding tokoh pembaru Ahmad Khan: ….Tidaklah sebagaimana Ahmad Khan yang pro-Inggris, Ahmad Dahlan tidaklah pro-Belanda, meskipun menentang penjajahan bukan programnya……Ahmad Dahlan tidak mempunyai orientasi untuk mendirikan Perguruan Tinggi Islam seperti Aligarh College melainkan cukup memberikan pelajaran agama di sekolah 20
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
menengah guru, ialah di Kweekschool…..Dalam bidang tulis menulis, Sayyid Ahmad Khan jauh lebih kaya dibanding Ahmad Dahlan, kalau Ahmad Khan sejak muda sudah merupakan penulis yang produktif yang meninggalkan banyak sekali tulisan, sedang Ahmad Dahlan tidak.27 Kegelisahan KH. Ahmad Dahlan, merupakan bentuk jawaban dari ketidakpuasan mereka terhadap kondisi bangsa yang terjajah. Mardanas Safwan mengutip yang diungkapkan Haji Fahruddin, seorang murid KH. Ahmad Dahlan bahwa umat Islam pada awal abad ke-20 tidak maju dan mengalami kemandegan. Umat Islam Indonesia mengalami keadaan formalisme, artinya masyarakat hanya berpegang pada ujud lahir dan tidak menjalankan maksud dan makna yang ada di dalam peraturan dan ketentuan Islam. Tidak terdapat sinar kebesaran dan kecemerlangan dalam masyarakat pemeluk agama Islam di Indonesia pada waktu itu. Kehidupan umat Islam serba susah, ekonomi tidak maju, pendidikan terbelakang dan kehidupan sosial budaya tidak membesarkan hati.28 KH. Ahmad Dahlan terpanggil untuk turut memikirkan dan memperbaiki keadaan terpuruk umat Islam Indonesia. Usaha KH. Ahmad Dahlan terealisasikan dengan berdirinya Organisasi Muhammadiyah.29 Pemikiran KH. Ahmad Dahlan merupakan respon pragmatis terhadap kondisi ekonomi umat Islam yang tidak menguntungkan di Indonesia. Sebagaimana diketahui bahwa di bawah kolonial Belanda, umat Islam tertinggal secara ekonomi, sosial dan politik karena tidak memiliki akses kepada sektor-sektor pemerintahan dan perusahaan-perusahaan swasta. Kondisi yang demikian itu menjadi perhatian oleh KH. Ahmad Dahlan dengan berusaha memperbaiki sistem pendidikan Islam. Berangkat dari gagasan di atas, maka menurut KH. Ahmad Dahlan, pendidikan Islam bertujuan pada usaha membentuk manusia Muslim yang berbudi pekerti luhur, ‟alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Berarti bahwa pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa, baik sebagai ’abd maupun khalifah fi al-ardl. Untuk mencapai tujuan ini, proses pendidikan Islam hendaknya mengakomodasi berbagai ilmu pengetahuan, baik umum maupun agama untuk mempertajam daya intelektualitas dan memperkokoh spritualitas peserta didik. Menurut KH. Ahmad Dahlan, upaya ini akan terealisasi manakala proses pendidikan bersifat integral. Proses pendidikan yang demikan pada gilirannya akan mampu Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
21
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
menghasilkan alumni ”intelektual ulama” yang berkualitas. Untuk menciptakan sosok peserta didik yang demikian, maka epistemologi Islam hendaknya dijadikan landasan metodologis dalam kurikulum dan bentuk pendidikan yang dilaksanakan.30 Ungkapan di atas sesuai dengan apa yang disampaikan oleh Adi Nugroho, bahwa cita-cita atau tujuan pendidikan yang dikehendaki oleh KH. Ahmad Dahlan adalah lahirnya manusia-manusia yang baru yang mampu tampil sebagai “ulama-intelek” atau “intelek-ulama”, yaitu seseorang Muslim yang memiliki keteguhan iman dan ilmu yang luas, kuat jasmani dan ruhani.31 Hal ini berdasarkan ucapan KH. Ahmad Dahlan; “Dadijo Kjai sing kemajoen, adja kesel anggonmu nyambut gawe kanggo Muhammadiyah” (jadilah manusia yang maju, jangan pernah lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah).32 Dalam nasehat KH. Ahmad Dahlan mengungkapkan akan pentingnya pendidikan untuk kemajuan Organisasi Muhammadiyah khususnya dan umat Islam pada umumnya. Muhammadiyah sekarang ini lain dengan Muhammadiyah yang akan datang. Maka teruslah kamu bersekolah, menuntut ilmu pengetahuan di mana saja. Jadilah guru, kembalilah ke Muhammadiyah. Jadilah dokter, kembalilah ke Muhammadiyah. Jadilah master, insinyur dan lain-lain dan kembalilah kepada Muhammadiyah.33 Pernyataan KH. Ahmad Dahlan di atas menunjukkan betapa ia peduli terhadap masa depan dan kemajuan organisasi Muhammadiyah dengan mengajak pada para anggota-anggota Muhammadiyah untuk menjadikan menuntut ilmu sebagai prioritas sebagai media mencapai tujuan yang dicita-citakan dan meningkatkan kualitas diri untuk kepentingan masyarakat sehingga akan muncul generasi yang intelek ulama. MATERI PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN KH. Ahmad Dahlan menginginkan pengelolaan pendidikan Islam secara modern dan profesional, sehingga pendidikan yang dilaksanakan mampu memenuhi kebutuhan peserta didik menghadapi dinamika zamannya. Untuk itu, pendidikan Islam perlu membuka diri, inovatif, dan progresif. Ahmad Dahlan benar-benar seorang pemikir dan pembaru dalam dunia pendidikan. Pemikiran-pemikirannya tentang pendidikan telah menjangkau pola pemikiran modern sekarang ini. Misalnya dalam pelaksanaan pendidikan yang terkait dengan penyempurnaan kurikulum, Ahmad Dahlan telah memasukkan materi pendidikan agama dan umum secara integratif kepada lembaga pendidikan 22
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
sekolah yang dipimpinnya. 34 Materi pendidikan KH. Ahmad Dahlan adalah alQur‟an dan Hadis, membaca, menulis, berhitung menggambar. Materi al-Qur‟an dan Hadis meliputi: ibadah, persamaan derajat, fungsi perbuatan manusia dalam menentukan nasibnya, musyawarah, pembuktian kebenaran al-Qur‟an dan Hadis menurut akal, kerjasama antara agama-kebudayaan-kemajuan peradaban, hukum kausalitas perubahan, nafsu dan kehendak, demokratisasi dan liberalisasi, kemerdekaan berfikir, dinamika kehidupan dan peranan manusia di dalamnya dan akhlak.35 KH. Ahmad Dahlan kemudian memperkokoh kepribadian intelek ulama. Sekolah-sekolah yang didirikan KH. Ahmad Dahlan cenderung menyesuaikan dengan sistem pendidikan kolonial sekalipun hanya dalam tata cara penyelenggaraan pendidikan. Atas dasar itu, KH. Ahmad Dahlan pada tahun 1911 mendirikan “Sekolah Muhammadiyyah” yang menempati sebuah ruangan dengan meja dan papan tulis. Dalam sekolah tersebut, dimasukkan pula beberapa pelajaran yang lazim diajarkan di sekolah-sekolah model barat, seperti ilmu bumi, ilmu alam, ilmu hayat dan sebagainya.36 Hal ini sesuai dengan pola pengembangan pendidikan mutaakhir yang meletakkan tiga validitas. Pertama validitas luar, yaitu sejauh mana produk yang dihasilkan memenuhi kebutuhan pangsa pasar, kedua, validitas dalam yang menyangkut dengan proses pembelajaran yang berkaitan dengan penyempurnaan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, ketiga, pembentukan kepribadian yang kokoh yang sesuai dengan tuntutan dan tuntunan ajaran Islam. Di samping itu, KH. Ahmad Dahlan menggagas pengkajian ilmu pengetahuan secara langsung, sesuai prinsip-prinsip al-Qur‟an dan Hadis, bukan semata-mata pada kitab tertentu. Upaya mengaktualisasikan itu bukan hal yang mudah, hal ini didasarkan seting lembaga-lembaga pendidikan tradisional saat itu terbatas pada dimensi religius yang membatasi pada pengkajian kitab-kitab klasik para mujtahid terdahulu, khususnya pada Madzhab Syafi‟i. 37 Idiologi ilmiah semacam ini digunakan sebagai pelindung oleh kelompok tradisional guna mempertahankan semantik statis terhadap epistemology yang telah dikembangkan. Sikap yang demikian melahirkan pemikir yang “pemamah” yang tak mampu mengolah secara kritis ilmu pengetahuan yang diperolehnya, sehingga mereka kurang bisa berkompetisi secara produktif dan kreatif terhadap perkembangan peradaban kekinian. Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
23
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
Dari paparan di atas, nampak sekali bahwa langkah-langkah pembaruan yang bersifat ”reformasi” yang dilakukan KH. Ahmad Dahlan, dengan merintis lembaga pendidikan ”modern” yang memadukan pelajaran agama dan umum. Gagasan pendidikan yang dipelopori KH. Ahmad Dahlan, merupakan perubahan dan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek nilai-nilai agama dan pengetahuan umum, iman dan kemajuan teknologi, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya. METODE PEMBELAJARAN PERSPEKTIF KH.AHMAD DAHLAN KH. Ahmad Dahlan mencermati pembelajaran yang selama ini berlangsung di lembaga-lembaga Islam masih stagnan, tradisional yang menyebabkan lamanya materi tertentu dipahami siswa. Usaha KH. Ahmad Dahlan dalam melakukan perombakan dalam metode pembelajaran adalah menggunakan metode klasikal atau kelas sebagaimana sudah diterapkan dalam sekolah gubernemen. Bagi KH. Ahmad Dahlan, pemahaman materi agama Islam hendak didekati serta dikaji melalui kacamata modern sesuai dengan panggilan dan tuntutan zaman, bukan secara tradisional. Ia mengajarkan kitab suci al-Qur'an dengan terjemahan dan tafsir agar masyarakat tidak hanya pandai membaca ataupun melagukan al-Qur'an semata, melainkan dapat memahami makna yang ada di dalamnya. 38 Dengan demikian diharapkan akan membuahkan amal perbuatan sesuai dengan yang diharapkan al-Qur‟an itu sendiri. Menurut pengamatannya, keadaan masyarakat sebelumnya hanya mempelajari Islam dari kulitnya tanpa mendalami dan memahami isinya. Sehingga Islam hanya merupakan suatu dogma yang mati. Metode pembelajaran yang dikembangkan KH. Ahmad Dahlan bercorak kontekstual melalui proses penyadaran. Contoh klasik adalah ketika beliau menjelaskan surat al-Ma‟un kepada santri-santrinya secara berulang-ulang sampai santri itu menyadari bahwa surat itu menganjurkan supaya memperhatikan dan menolong fakir-miskin, dan harus mengamalkan isinya.39 Lebih lanjut, untuk pendalaman materi agama, KH. Ahmad Dahlan selalu melakukan tabligh, yaitu da‟wah dengan memberikan satu atau beberapa pidato untuk menjelaskan masalah agama. Tabligh ini dilaksanakan secara teratur sekali seminggu atau secara berkala oleh para mubaligh yang berkeliling. 40 Dalam 24
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
tablighnya KH. Ahmad Dahlan sering menggunakan metode bertanya untuk menumbuhkan kritis dari audien atau siswa.41 Selain itu KH. Ahmad Dahlan melakukan pembaruan dalam teknik interaksi belajar yaitu dengan menyampaikan pelajaran kepada murid laki-laki dan perempuan bersamaan. Masyarakat menganggap asing terhadap model belajar seperti ini bahkan tidak jarang mereka menyebutnya kafir. 42 Lebih lanjut, KH. Ahmad Dahlan senantiasa memberikan motivasi dalam proses pembelajaran, hal ini tampak pada kalimatnya yang memberi apresiasi yang besar akan kesempatan pendidikan di kalangan wanita.43 MANAJEMEN LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM PERSPEKTIF KH. AHMAD DAHLAN Salah satu ciri gerakan yang bernuansa Islam baru dapat disebut ”modern” manakala gerakan keagamaan tersebut menggunakan metode 44 “organisasi”. Berdasarkan parameter tersebut, Muhammadiyah yang sejak awal menggunakan metode “organisasi” dengan sendirinya disebut sebagai sebuah gerakan keagamaan Islam yang modern. Muhammadiyah mencurahkan usahanya di bidang pendidikan dan amal-amal sosial, dengan penekanan pada pemurnian agama Islam pada bentuknya yang asli dengan menghilangkan beban “kultural” praktek-praktek keagamaan. Dalam Muhammadiyah, borjuasi muslim45 muncul ke permukaan kehidupan sosial, suatu kelas yang dianggap bakal menjadi elemen penting untuk pembentukan Indonesia baru. Menurut KH. Ahmad Dahlan lembaga pendidikan Islam harus dikelola sebaik mungkin, KH. Ahmad Dahlan lantas membuka sekolah sendiri yang diatur dengan rapi dan didukung oleh organisasi yang bersifat permanen. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari nasib seperti pesantren tradisional yang terpaksa tutup bila kyai sebagai pemimpinnya meninggal dunia. 46 Dalam wejangan KH. Ahmad Dahlan yang panjang, nampak karakternya sebagai manajer ulung dalam kalimatnya yang menyampaikan agar para anggota Muhammadiyah terus berjuang dan memiliki etos kerja yang tinggi.47 KH. Ahmad Dahlan sebagai manajer tidak bosan-bosan memberi motivasi agar para anggota Muhammadiyah terus berjuang dan memiliki etos kerja yang tinggi sehingga organisasi Muhammadiyah akan eksis sepanjang masa yang diharapkan mampu membawa pada kemajuan pada seluruh masyarakat Indonesia. KH. Ahmad Dahlan sebagai seorang pelopor sekaligus pemimpin Muhammadiyah mengelola organisasi Muhammadiyah sehingga menjadi organisasi yang berlevel Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
25
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
nasional. Berawal gerakannya hanya sebatas di Yogyakarta meluas hingga ke seluruh Nusantara. Hal ini dikarenakan kerja keras dan tekad KH. Ahmad Dahlan yang besar untuk menyebarkan ide-ide Muhammadiyah. Demi merealisasikan tujuan organisasinya, KH. Ahmad Dahlan membentuk kader organisasi dan guruguru agama dengan mendirikan Pondok Muhammadiyah.48 Pondok Muhammadiyah yang di awalnya disebut dengan lembaga Qismul Qura, kemudian berubah nama menjadi Kweekschool. Nama Kweekschool muncul dalam pikiran KH. Ahmad Dahlan setelah kunjungannya dari Katholieke Kweekschool di Muntilan. Perubahan nama menjadi Madrasah Mu‟allimin Muhammadijah terjadi pada tahun 1941 berdasar hasil kongres Muhammadiyah ke23 tanggal 19-25 Juli 1934 di Yogyakarta. Nama Madrasah Mu‟allimin Muhammadiyah Yogyakarta dipergunakan hingga sekarang. Perubahan nama ini bermula dari kritik para warga Muhammadiyah, mengapa harus memakai nama sekolah Belanda Kweekschool, padahal ijazah dan kurikulumnya jelas berbeda. Pada mulanya, sekolah ini didirikan dengan tujuan untuk mencetak muballigh, guru, dan pemimpin Muhammadiyah. Awalnya sekolah ini lebih mirip sebagai pesantren dengan mengadopsi sistem dan metode pendidikan modern. Namun setelah berubah menjadi Hogere Muhammadijah School, kurikulumnya ditambah dengan pelajaran ilmu sekuler/umum. 49 Jadi secara kelembagaan pendidikan Muhammadiyah mendirikan dua macam sekolah, yakni mendirikan sekolahsekolah umum dengan memasukkan ilmu-ilmu keagamaan ke dalamnya dan madrasah-madrasah yang juga diberikan pelajaran-pelajaran umum di dalamnya.50 Mendirikan cabang baru Muhammadiyah pada umumnya identik dengan mendirikan sekolah baru, dan hampir semua cabangnya terbatas di kota dengan kelompok masyarakat kota. Dari sini dapat diketahui bahwa lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan KH. Ahmad Dahlan atau notabene Muhammadiyah berbentuk manajeman jaringan (lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah yang dibuka di berbagai daerah merupakan jaringan, keterkaitan satu dengan yang lain berhubungan dengan pusat Muhammadiyah). Pengelolaan lembaga pendidikan Muhammadiyah menurut KH. Ahmad Dahlan adalah mengambil jalan tengah, yaitu menerima sistem gubernemen tapi dengan tetap memperhatikan nilai-nilai keislaman yang berlaku. Dalam artian tidak terlalu Hollandisator sebagaimana Abdullah Ahmad dan juga tidak menentang sistem pendidikan gubernemen sebagaimana Madrasah Diniyah dan Sumatra Thawalib.51 26
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
Usaha KH. Ahmad Dahlan dengan melalui organisasi Muhammadiyah dapat mengembangkan pendidikan modern yang memasukkan kurikulum pendidikan Islam dan pendidikan umum dapat berkembang tidak sekedar di kota Jogjakarta saja, tetapi sampai ke seluruh Nusantara. Di bawah ini disebutkan lembaga-lembaga pendidikan Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan, yaitu: 1. Kweekschool Muhammadiyah Yogyakarta. 2. Muallimin Muhammadiyah, Solo, Jakarta. 3. Muallimat Muhammadiyah Yogyakarta. 4. Zuama/Zaimat Yogyakarta. 5. Tabligschool Yogyakarta. 6. Kulliyah Muballighin/Muballighat Padang Panjang. 7. HIS Muhammadiyah Yogyakarta.52 Semua lembaga pendidikan di atas didirikan pada masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang yang tersebar pada tiap-tiap cabang Muhammadiyah seluruh kepulauan Indonesia. Pada masa kemerdekaan, Muhammadiyah mendirikan madrasah-madrasah berlipat ganda banyaknya dari masa penjajahan Belanda. Madrasah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan awal abad 20 adalah sebagai berikut:53 SEKOLAH Madrasah Ibtidaiyah Madrasah Tsanawiyah Madrasah Diniyah (Awaliyah) Madrasah Mu‟allimin Madrasah Pendidikan Guru Agama Total
JUMLAH 412 buah 40 buah 82 buah 73 buah 75 buah 692 Lembaga
Selain sekolah-sekolah atau lembaga-lembaga pendidikan yang konsentrasi pada materi-materi keagamaan, banyak juga sekolah-sekolah umum yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan seperti: SEKOLAH JUMLAH Sekolah Rakyat 445 buah Sekolah Menengah Pertama (SMP) 230 buah Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
27
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
Sekolah Menengah Atas (SMA) Sekolah Taman Kanak-Kanak SGB SGA Sekolah Kepandaian Putri Sekolah Menengah Ekonomi Pertama Sekolah Guru Taman Kanak-Kanak Sekolah Menengah Ekonomi Atas Sekolah Guru Kepandaian Putri Sekolah Guru Pendidikan Jasmani Sekolah Pendidikan Kemasyarakatan Sekolah Puteri Aisyiyah Fakultas Hukum dan Falsafat Perguruan Tinggi Pendidikan Guru Total
30 buah 66 buah 69 buah 16 buah 9 buah 3 buah 2 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 1 buah 877 buah
KH. Ahmad Dahlan dengan amal usaha pendidikan yang di lakukan Muhammadiyah yang mampu membuka cabang di seluruh Nusantara, berbeda dengan adabiah School yang lebih cenderung pada Hollandnya hanya diterima di Minangkabau itupun harus mendapat perlawanan keras dari kaum tradisional dengan mendirikan Madrasah Diniyah Zainudin Labai dan Sumatra Tawalib. KH.Hasyim Asy‟ari dengan desain sistem madrasah yang ada di lingkungan pesantren menjadi prototype bagi perkembangan madrasah-madrasah di pesantren lain. Melihat metoda pembaruan KH Ahmad Dahlan ini, ia adalah ulama Islam pertama atau mungkin satu-satunya ulama Islam di Indonesia yang melakukan pendidikan dan perbaikan kehidupan umat, tidak dengan pesantren dan tidak dengan kitab karangan, melainkan dengan organisasi. Sebab selama hidup, ia diketahui tidak pernah mendirikan pondok pesantren seperti halnya ulama-ulama yang lain. Dan sepanjang pengetahuan, ia juga konon belum pernah mengarang sesuatu kitab atau buku agama. Secara keseluruhan pembaruan pendidikan KH Ahmad Dahlan bila dipetakan secara keseluruhan adalah sebagai berikut:
28
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
Dimensi Pendidikan Islam Pemikiran Perspektif KH.Ahmad Dahlan Tujuan Pendidikan 1. Tujuan pendidikan Islam KH.Ahmad Dahlan Islam cenderung pada konteks pendidikan sebagai media mengejar ketertinggalan Islam dalam bidang ekonomi, sosial dan politik dengan berorientasi pada pendidikan modern 2. Konsep tujuan pendidikan Islam menurut KH.Ahmad Dahlan sesuai dengan aliran filsafat pendidikan progressivisme-rekonstruksi Materi Pendidikan KH.Ahmad Dahlan menjadikan al-Qur‟an dan Hadis Islam sebagai sumber untuk menelaah keilmuan secara langsung, dan mengkritik materi-materi yang bersumber dari kitabkitab klasik. Metode Pendidikan KH.Ahmad Dahlan menganggap metode tradisional yang Islam dipakai pesantren dalam penguasaan suatu kitab klasik dianggap tidak efisien dan efektif karena membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan pemikir yang tidak kritis sehingga metode tradisional ini tidak perlu dikembangkan. Manajemen 1. KH.Ahmad Dahlan, pengembangan madrasah berada di Lembaga bawah pengelolaan organisasi Muhammadiyah. Pendidikan Islam Madrasah sebagai garapan amal usaha pendidikan Muhammadiyah 2. Kepemimpinan lembaga berdasarkan pemilihan organisasi. RELEVANSI PEMIKIRAN KH.AHMAD DAHLAN TERHADAP PENDIDIKAN ISLAM KEKINIAN Dalam menyikapi isu globalisasi, umat Islam terbagi ke dalam tiga kelompok; yaitu yang menerima secara mutlak, menolak sama sekali dan pertengahan, yakni yang menyikapi secara proposional. 54 Perbedaan sikap ini berimplikasi terhadap respon dalam mensikapi model pendidikan di Nusantara. Pendidikan merupakan sarana yang paling efektif dalam menghadapi globalisasi dunia, melalui pendidikan baik di rumah, sekolah maupun lingkungan masyarakat, Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
29
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
dengan berbagai metode, cara dan geraknya dapat dicegah pengaruh negatif yang bakal terjadi dari globalisasi. Dalam perkembangannya, pendidikan Islam telah melahirkan dua pola pemikiran yang kontradiktif. Keduanya mengambil bentuk yang berbeda, baik pada aspek materi, sistem pendekatan, atau dalam bentuk kelembagaan sekalipun, sebagai akumulasi dari respon sejarah pemikiran manusia dari masa ke masa terhadap adanya kebutuhan akan pendidikan. Dua model bentuk yang dimaksud adalah pendidikan Islam yang bercorak tradisionalis dan pendidikan Islam yang bercorak modernis. Pendidikan Islam yang bercorak tradisionalis dalam perkembangannya lebih menekankan pada aspek doktriner normatif yang cenderung eksklusif-literalis, apologetis. Sementara pendidikan Islam modernis, lama-kelamaan ditengarai mulai kehilangan ruh-ruh mendasarnya. Tentu saja semua faktor kelemahan tradisi ilmiah di kalangan muslim tidak tampil secara merata pada semua periode pemikiran dan kelompok ilmuwan. Namun, pada umumnya bebannya masih sangat terasa dewasa ini. Jika ini terjadi, secara teoretis, pendidikan Islam tidak akan pernah mampu memberikan jawaban terhadap tuntutan liberasi, dan humanisasi.55 Orientasi yang digagas KH.Ahmad Dahlan dalam kenyataannya ternyata memiliki muatan yang juga tidak berbeda dengan apa yang telah ditetapkan oleh negara dalam bidang pendidikan. Memang secara umum keduanya mengutamakan muatan pendidikan yang bersifat ukhrawi. Namun apabila dilihat lebih jauh bahwa orientasi pendidikan ke arah ukhrawi mempunyai dampak positif dalam mengembangkan keseimbangan antara kebutuhan jasmani dan rohani. Keseimbangan ini akan menjadi dasar untuk mencapai kebahagiaan yang sempurna yakni dunia dan akhirat. Pesatnya arus globalisasi yang ditengarai dengan kemajuan teknologi informatika yang bisa diakses kapan saja dan oleh siapa saja, tawuran pelajar yang sering terjadi di kota-kota besar, pornografi, merupakan alasan yang mengharuskan kembalinya peran basis moral dalam kehidupan, harus difahami sebagai ajakan kembali pada konsep agama. Penyelarasan langkah antara akal dan hati, antara pemikiran dan ajaran agama. Tentang penyertaan religius dalam setiap kegiatan belajar mengajar, yang berarti berusaha membuat suasana keagamaan selama proses pendidikan. Kontribusi ini punya peran besar dalam menumbuhkembangkan moral dan spiritual siswa. Dengan orientasi ini maka perkembangan pendidikan tidak sekedar pada transfer pengetahuan dengan pengajaran semata, tetapi lebih 30
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
dari itu diharapkan mampu membekali kepribadian yang mantap dan agamis terhadap anak didik. Terkait dengan isu character Building yang saat ini sedang banyak dibicarakan. 56 Kondisi pendidikan Indonesia saat ini ditengarai telah terjadi pergeseran nilai dan orientasi pendidikan Islam dalam lembaga-lembaga pendidikan. Pendidikan Islam yang semula ditujukan untuk membentuk karakter anak didik, ternyata secara metodologis justru lebih banyak terjebak dalam pola pendidikan satu arah bersifat pengajaran semata. Kondisi ini pada akhirnya menimbulkan krisis moral dan keagamaan maka muncullah kemudian kebijakan memasukkan unsur character Building pada saat melakukan pengajaran di kelas. Indonesia adalah Negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Jika umat Islam memiliki karakter mulia, Indonesia telah berhasil membangun karakter bangsanya. Sebaliknya, jika umat Islam Indonesia hanya bangga dalam hal kuantitas tetapi tidak memperhatikan kualitasnya (terutama karakternya), Indonesia telah gagal membangun karakter bangsanya.57 Konsep character Building sudah menjadi kajian tujuan pendidikan Islam KH.Ahmad Dahlan untuk mencapai tujuan Insan kamil sebagai ‘abd dan khalifah fi al-ardh. Konsep yang telah ada menjadi penting untuk digali dan dikonstruksi sebagai dasar dalam rangka membangun karakter bangsa. Pendekatan pembelajaran yang akhir-akhir ini sering diangkat adalah pendekatan pembelajaran Problem solving atau Problem Based Instruction. 58 Pemecahan masalah adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dipercaya sebagai vehicle (kendaraan/alat) untuk mengembangkan higher order thinking skills. KH.Ahmad Dahlan dalam proses pembelajaran pendidikan Islam meletakkan metode tanya jawab dan diskusi sebagai langkah untuk memunculkan kekritisan pada siswa sebagai awal untuk menumbuhkembangkan kemampuan memecahkan masalah. Selanjutnya KH.Ahmad Dahlan dalam tinjauan keagamaan dengan konsep tarjihnya dalam menetapkan permasalahan hukum yang ditemukan, 59 merupakan metodologi untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Integrasi keilmuan, ide tentang integrasi keilmuan bermula dari adanya dualisme atau dikotomi keilmuan antara ilmu-ilmu umum di satu sisi dengan ilmuilmu agama di sisi lain. Dikotomi ilmu yang salah satunya terlihat dalam dikotomi institusi pendidikan-antara pendidikan umum dan pendidikan agama telah berlangsung semenjak bangsa ini mengenal sistem pendidikan modern. Dikotomi keilmuan Islam tersebut berimplikasi luas terhadap aspek-aspek kependidikan di lingkungan umat Islam, baik yang menyangkut cara pandang umat terhadap ilmu Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
31
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
dan pendidikan, kelembagaan pendidikan, kurikulum pendidikan, maupun psikologi umat pada umumnya. Upaya integrasi dikotomi ilmu dalam pendidikan Islam dapat dilakukan dengan pendekatan integrasi ilmu dalam pendidikan Islam. Salah satunya adalah merubah orientasi pendidikan Islam dari kecenderungan hanya pada ibadah ritual ke arah terlaksananya ibadah ritual dan sosial secara bersama-sama, merubah orientasi pendidikan Islam dari sekedar mendidik untuk memahami ilmu-ilmu agama menjadi paham terhadap ilmu ilmu agama sekaligus ilmu sosial, ilmu humaniora dan ilmu alam. Ilmu-ilmu tersebut harus dipahami secara konvergen dengan melakukan pendekatan interdisipliner agar peserta didik memahami serta dapat memahami solusi kompleksitas permasalahan yang dihadapi masyarakat. Kompleksitas ilmu-ilmu yang berkembang dalam peradaban Islam menunjukkan bahwa ilmu-ilmu agama hanyalah salah satu bagian saja dari berbagai cabang ilmu secara keseluruhan. Kemajuan peradaban Islam berkaitan dengan kemajuan seluruh aspek atau bidang-bidang keilmuan. Jadi, tatkala bagianbagian besar ilmu tersebut “dimakruhkan”, terciptalah kepincangan yang pada gilirannya mendorong terjadinya kemunduran peradaban Islam secara keseluruhan. Ide integrasi ilmu dan agama menjadi konsep pemikiran pembaruan pendidikan Islam KH.Ahmad Dahlan mengharapkan agar umat Islam tidak sekedar mempuni dalam ilmu agama saja tapi juga mempuni dalam ilmu-ilmu umum. Hal ini nampak dari usaha mereka di samping ilmu-ilmu agama, juga memasukkan materi ilmu-ilmu profan dalam kurikulum lembaga pendidikan yang mereka kelola. Madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam yang dikembangkan KH.Ahmad Dahlan memberi sumbangan besar bagi dunia pendidikan Islam di Indonesia. Terlepas dari faktor-faktor yang menghambat perkembangan madrasah di Indonesia, Husni Rahim menyimpulkan bahwa madrasah mempunyai peran besar dalam memperkukuh etika dan moral bangsa, di antaranya: Media sosialisasi nilai-nilai ajaran agama, pemeliharaan tradisi keagamaan, membentuk akhlak dan kepribadian, benteng moralitas bangsa dan sebagai lembaga pendidikan alternatif.60 Dalam kaitannya dengan manajemen pendidikan, bahwa saat ini juga banyak muncul barbagai inovasi baru dalam pengelolaan lembaga pendidikan, 61 seperti manajemen berbasis sekolah, e-learning, moving class,bahkan muncul kelas-kelas ekselerasi, kelas-kelas internasional, Rintisan Sekolah Berstandar Internasional (RSBI) dan Sekolah Berstandar Nasional (SBI). Bahwa inovasiinovasi baru ini memang telah menjadi keniscayaan seiring dengan perkembangan arus informasi dan teknologi. 32
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
Dalam kaitannya dengan inovasi pendidikan, maka apa yang telah dilakukan KH.Ahmad Dahlan pada masanya, dengan melakukan upaya-upaya yang dianggap janggal untuk saat itu merupakan sebuah inovasi yang brilian. Di saat lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia berhaluan sekuler, KH.Ahmad Dahlan membuat lembaga madrasah yang mengintegrasikan antara ilmu profan dan ilmu agama. Maka apa yang telah dilakukan KH.Ahmad Dahlan merupakan sebuah upaya pembaruan dalam mengantisipasi perkembangan zaman dan situasi pada masa-masa berikutnya. PENUTUP KH. Ahmad Dahlan sebagai pioner pembaruan pendidikan Islam yang ditengarai sebagai gerakan revivalis suatu kebangkitan dari keterpurukan Islam di Indonesia di awal abad 20. Pembaruan meliputi berbagai dimensi pendidikan:1) Tujuan pendidikan Islam menurut KH.Ahmad Dahlan hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia Muslim yang berbudi pekerti luhur, ‟alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berjuang untuk kemajuan masyarakatnya. Pendidikan adalah sebagai media mengejar ketertinggalan umat Islam dalam bidang ekonomi, sosial dan politik dengan berorientasi pada pendidikan modern. Berarti bahwa pendidikan Islam merupakan upaya pembinaan pribadi muslim sejati yang bertaqwa, baik sebagai ’abd maupun khalifah fi al-ardh. 2) KH.Ahmad Dahlan telah memasukkan materi pendidikan agama dan umum secara integratif kepada lembaga pendidikan sekolah yang dipimpinnya. Gagasan pendidikan merupakan pembaruan karena mampu mengintegrasikan aspek nilai-nilai agama dan pengetahuan umum, iman dan kemajuan teknologi, sehingga dihasilkan sosok generasi muslim terpelajar yang mampu hidup di zaman modern tanpa terpecah kepribadiannya. 3) KH.Ahmad Dahlan mencermati pembelajaran yang selama ini berlangsung di lembaga-lembaga Islam masih stagnan,dan tradisional yang menyebabkan lamanya materi tertentu dipahami siswa. Usaha KH Ahmad Dahlan dalam melakukan perombakan dalam metode pembelajaran adalah penggunakan metode bervariasi dengan model klasikal atau kelas pada pendidikan Islam sebagaimana yang sudah diterapkan dalam sekolah gubernemen. Selanjutnya, metode pembelajaran pendidikan Islam seperti bertanya, bermusyawarah dan ceramah digunakan secara bervariatif dalam proses pembelajaran. 4) Lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan KH.Ahmad Dahlan berada di bawah pengelolaan Organisasi Muhammadiyah dengan model Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
33
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
kepemimpinan organisasi. KH.Ahmad Dahlan, telah berusaha keras untuk mengawinkan antara dua sistem pendidikan, pesantren (pendidikan agama pedesaan di bawah tuntunan kyai/ulama) dan sekolah model Barat, dengan menghilangkan kelemahan dari keduanya. ENDNOTES 1
Walisongo dan para wali lainnya, telah memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Jawa. Dengan berbagai cara dan berbagai media mereka menanamkan Islam di hati Masyarakat. Mereka mengajak masyarakat melakukan syari‟at dengan menyampaikan ajaran-ajaran ortodoksi (ajaran yang berpegang pada al-Qur‟an dan Hadis). Mereka menginginkan agar kepercayaan lama dikikis habis dan rakyat harus dididik sesuai dengan ajaran Islam. selain itu, sebagian mereka menggunakan metode pseudoculture, yang menampilkan bentuk kebudayaan tertentu yang mengandung makna nasehat atau toleransi keberagamaan. Dengan metode ini mereka menghendaki agar adat-istiadat dan kepercayaan lama sedikit demi sedikit terkikis seraya diisi dengan adat-istiadat yang bernafaskan Islam. Sokama Karya dkk, Ensiklopedi Mini Sejarah & Kebudayaan Islam (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1996), hlm. 173. Islam tersebar di Indonesia melalui berbagai saluran: perdagangan, dakwah, perkawinan, pendidikan, tasawuf dan tarekat serta kesenian, lihat: Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 10-11. Juga dalam: Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana, 2011), hlm. 260-264. 2 Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19 (Jakarta; Bulan Bintang, 1984), hlm. 5. 3 Ada dua hal serius yang melingkungi umat Islam berkaitan dengan pendidikan awal abad ke-20 pada lembaga pesantren, yaitu: pertama, substansi keilmuan yang dipelajari pesantren sama sekali tidak bergeser dari pelajaran keagamaan sematamata. Kedua, sistem pendidikan pesantren tidak mengalami kemajuan apalagi inovasi. Lihat, Mohammad Damami, Akar Gerakan Muhammadiyah (Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000), hlm. 53-54. 4 Kebangkitan Islam Indonesia secara umum ternyata tidak hanya muncul di Indonesia. Ketika perang sabil di Aceh meletus dan kemenangan ada di tangan umat Islam Aceh, umat Islam sedunia di Makkah merasakan kemenangankemenangan tersebut sebagai kembalinya kejayaan Islam. Hal ini disaksikan Snouck Hurgronje ketika melaksanakan studi keislaman di Makkah selama enam bulan tahun 1884 sebagai saat revival of Islam telah tiba. Lihat dalam, Ahmad Mansur Suryanegara, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 136. 34
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah 5
Harun Nasution, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof.Dr. Harun Nasution (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 149-151. 6 Akhmad Taufiq, M Dimyati Huda, Binti Maunah, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004), hlm. 127. 7 Lathiful Khuluq, Ajar Kebangunan Ulama Biografi K.H. Hasyim Asy’ari (Yogyakarta: LkiS, 2001), hlm. 6. 8 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), hlm. 95. 9 Adib Bisri, Munawwir AF, Al Bisri Kamus Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1999), hlm. 66. Lihat juga dalam: Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 2002), hlm. 174. 10 Taufiqurrahman, Pemikiran dan Gerakan Pembaruan Islam Abad Modern dan Kontemporer (Surabaya: Dian Ilmu, t.t.), hlm. 15. 11 Ibid., hlm. 21. 12 Organisasi Budi Utomo yang berdiri tanggal 20 Mei 1908 oleh Sutomo. Budi Utomo pada awalnya bukan organisasi politik dan keanggotaannya terbatas di Jawa dan Madura dengan pusat perhatian pada mencapai kehidupan yang layak bangsa Indonesia: memajukan pengajaran, pertanian, peternakan, perdagangan, teknik, industri, kesenian dan pengetahuan. Baru pada tahun 1915 Budi Utomo mengarahkan pandangannya pada politik. Indsche Partij yang didirikan tanggal 25 Desember 1912 oleh Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara) merupakan organisasi campuran Indo dengan bumi putera bersifat radikal, keradikalan Indsche Partij Nampak dalam penentangan terhadap tindakan Hindia Belanda yang akan memperingati 100 tahun bebasnya negeri Belanda dari kekuasaan Prancis (1813-1913) dengan cara memungut dana dari rakyat Indonesia. Tokoh-tokoh Indsche Partij menggagalkan niat Belanda dengan tulisan yang berjudul Als ik een Nederlander was yang artinya “andaikata aku seorang Belanda” yang menyebabkan di tahun ini tiga tokoh ini dibuang ke Belanda dan Indsche Partij dibubarkan. Lihat dalam Slamet Muljana, Kesadaran Nasional dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan jilid I (Yogyakarta: LKiS, 2008), hlm. 18, 71. 13 Organisasi yang lebih menitik beratkan pada sosial ekonomi adalah Sarekat Dagang Islam (SDI) yang didirikan tanggal 16 Oktober 1905 dengan pendirinya Kyai Haji Samanhoedi. Alasan berdirinya SDI adalah adanya kompetisi yang meningkat dalam bidang perdagangan batik terutama dengan golongan Cina dan sikap superiotas orang-orang Cina terhadap orang-orang Indonesia sehubungan dengan berhasilnya revolusi Cina dalam tahun 1911 yang berdampak pada tekanan masyarakat Indonesia di Solo ketika itu dari kalangan bangsawan mereka sendiri. SDI dimaksudkan sebagai benteng bagi orang-orang Indonesia yang umumnya terdiri dari pedagang-pedagang batik di Solo terhadap orang-orang Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
35
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
Cina dan para bangsawan tadi. Walaupun pada perjalanan selanjutnya SDI lebih menonjolkan dalam ciri politik dibanding ekonomi yakni ketika SDI berubah menjadi Sarekat Islam pada tanggal 11 November 1912, tetapi setidaknya organisasi SDI merupakan pionir bagi kepedulian dibidang ekonomi bangsa. Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942 (Jakarta: LP3ES, 1995), hlm. 116. 14 Partai Muslim Indonesia (PMI) kemudian berubah menjadi Permi adalah organisasi yang bergerak dalam bidang pendidikan, berdiri tahun 1930 di Minangkabau oleh Iljas dan Muchtar, partai ini bubar akibat pemberontakan Komunis yang terjadi di Sumatera tahun 1930, berakibat organisasi ini dicurigai dan diawasi ketat dan pada puncaknya para tokohnya dibuang ke Digul Irian Jaya. Al Jam‟iyat al Khairiyah didirikan di Jakarta tanggal 17 Juli 1905, pendiri organisasi ini adalah Sayid Muhammad al Fachir bin Abdurrahman al Masjhur, Sayid Muhammad bin Abdullah bin Sjihab, Ayid Idrus bin Ahmad bin Sjihab, Al Jam‟iyat al Khairiyah bukan semata-mata sekolah agama tetapi merupakan sekolah dasar di mana bermacam-macam mata pelajaran umum seperti berhitung, sejarah dan ilmu bumi diberikan, kurikulum disusun, kelas-kelas telah terorganisir dan menggunakan bahasa melayu. Sekolah-sekolah Muhammadiyah yang didirikan KH. Ahmad Dahlan tanggal 18 November 1912. Ibid., hlm. 170. 15 Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Cet. ke-2 (Jakarta: LP3ES, 1994), hlm. 26-28. 16 Muhammad Azhar, Fiqh Kontemporer dalam Pandangan Neomodernisme Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996), hlm. 27-28. 17 Taufiqurrahman, Pemikiran dan Gerakan Pembaruan Islam Abad Modern dan Kontemporer., hlm. 52. 18 Ibid., hlm. 117. 19 Ibid. 20 Berkaitan dengan kekuasaan lokal/ kerajaan-kerajaan yang berkuasa di Nusantara, abad 18 ekspansi wilayah kolonial Belanda yang dimulai di Jawa berhasil. Kolonialisme Belanda secara intensif memasuki sistem sosial dan politik pribumi. Kemenangan Belanda dalam perang jawa adalah kemenangan politik yang dianggap sebagai pemisah antara zaman Ancien Regime para raja Jawa dan zaman kolonialisme Belanda secara penuh. Ekonomi nusantara dimonopoli dan terjadi eksploitasi sumber daya manusia dan sumber daya alam dengan diberlakukannya cultuurstelsel (tanam paksa) serta kerja rodi (pajak kerja sebagai ganti pajak tanah) yang diusulkan Van Den Bosch. Lihat dalam Taufik Abdullah, Muhamad Hisyam, Sejarah Umat Islam Indonesia (Jakarta: Intermasa, 2003), hlm. 124-125. 21 Muhammad Rifa‟i, Sejarah Pendidikan Nasional (Yogyakarta: Ar Ruzz Media, 2011), hlm. 53-59. VOC (Vernigde Oost Indische Companie) perkumpulan 36
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
perdagangan Belanda yang didirikan tahun 1602 dan dibubarkan tahun 1799. Perkumpulan ini bertujuan mencari laba sebanyak-banyaknya dan sekaligus menggalang kekuatan untuk melawan Portugis dan Spanyol, lihat dalam Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 17. 22 Karel A. Steenbrink, Beberapa Aspek Tentang Islam di indonesia Abad ke-19 (Jakarta: PT Bulan Bintang, Jakarta), hlm. 159. 23 Sikap diskriminatif Hindia Belanda terhadap pendidikan Islam pribumi nampak baik dari aspek sosial, ras maupun anggaran. Sikap diskriminatif terlihat dari didirikannya sekolah yang membedakan antara sekolah yang diperuntukkan kaum bangsawan, anak raja, bupati dan tokoh-tokoh terkemuka (Hoofdenschool: 1865 dan 1872), sekolah untuk anak orang-orang terhormat pribumi/ sekolah ongko (siji (de Schoolen de Eeerste Klasse) dan sekolah pribumi biasa/ ongko loro (de Schoolen de Tweede Klasse). Diskriminasi ras Nampak dari dibukanya sekolah-sekolah yang dibedakan menurut ras: sekolah anak-anak Eropa (Europeeche Lagere School/ELS), sekolah untuk anak-anak Cina dan keturunan Asia Timur (Hollandsh Chinese School), sekolah bumiputra ningrat (Hollandsch school), dan sekolah anak pribumi pada umumnya (Inlandsch School). Diskriminasi anggaran terlihat pada tahun 1915 ketika sekolah bumiputra siswanya mencapai 321.000 diberikan anggaran f 1.493.000, sebaliknya sekolah anak-anak Eropa yang siswanya hanya mencapai 32.000 diberi anggaran yang mencapai f 6.600.000. lihat dalam Abuddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), hlm. 280-281. 24 Daliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, hlm. 194. 25 Muhammad Rifa‟I, Sejarah Pendidikan Nasional, hlm. 56. 26 KH.Ahmad Dahlan adalah putra KH.Abu Bakar bin Kyai Sulaiman, seorang khotib tetap di Masjid Agung. Ketika lahir, Abu Bakar memberi putranya itu dengan nama Muhammad Darwis. Darwis merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang semua saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Lima perempuan saudara Darwis semuanya bersuami. Putri sulung menikah dengan KH. Khatib Arum di Kauman. Putri kedua menikah dengan KH. Muhsin dari Pasar Gede (Kotagede). Putri ketiga menikah dengan KH. Muhammad Saleh. Anak keempat adalah KH. Ahmad Dahlan sendiri. Putri kelima menikah dengan KH. Muhammad Faqih, Kauman Yogyakarta. Dan putri bungsu menikah dengan KH. Abdurrahman bin Abdullah dari Pakualaman. Sedangkan Ibunda Muhammad Darwis adalah Siti Aminah binti almarhum KH. Ibrahim, Penghulu Besar di Yogyakarta. Dalam silsilah, Darwis termasuk keturunan ke-12 dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali terkemuka di antara Wali Songo yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa. Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwis (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
37
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlulah. (Prapen) bin Maulana „Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim. Baca Adi Nugroho, KH. Ahmad Dahlan : Biografi Singkat 18691923 (Jogjakarta: Garasi House of Book, 2010), hlm.19-20 27 H.A.Mukti Ali, “K.H. Ahmad Dahlan dalam Perspektif Kebangkitan Islam, dalam 70 Tahun Prof.Dr. H.M.Rasjidi, ed. Endang Basri Ananda, et.al. (Jakarta: Harian Umum Pelita, 1985), hlm. 303. 28 Mardanas Safwan, Sutrisno Kutoyo, KH. Akhmad Dahlan, Riwayat Hidup dan Perjuangannya (Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001), hlm. 21. 29 Sejarah kelahiran Muhammadiyah didasari dua hal, yaitu faktor subyektif dan faktor obyektif. Faktor subyektif yang utama dan penentu bagi munculnya Muhammadiyah adalah hasil pendalaman, penelaahan dan pemahaman kritis KH.Ahmad Dahlan terhadap al Qur‟an. Seperti telaah terhadap ayat Al Qur‟an, QS. Al Imron (3:104). Atas dasar pendalaman pada ayat tersebut, KH. Ahmad Dahlan berpandangan bahwa umat Islam harus digerakkan untuk berjuang dan beramal dengan suatu kekuatan organisasi. Faktor obyektif yang bersifat internal, yang pertama: Ketidakmurnian pengamalan ajaran Islam akibat tidak dijadikannya Al Qur‟an dan Sunnah Nabi sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesia. Hal ini dikarenakan pengaruh dari kepercayaan dan tradisi Hindu Budha yang lebih dulu datang dan sudah mengakar dalam masyarakat Indonesia. Sehingga terjadilah proses sinkretisme antara agama Hindu dan Islam yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip ajaran Islam. Yang kedua : Pondok Pesantren sebagai salah satu lembaga pendidikan umat Islam sekaligus merupakan sistem pendidikan yang khas di Indonesia yang berkembang saat itu, tidak mampu menghadapi tantangan dan perubahan zaman. Muatan isi yang ada pada sistem pendidikan saat itu dianggap kurang bisa memadai dalam rangka mengantisipasi perkembangan zaman, lihat dalam Musthafa Kamal Pasha, Rosyad Sholeh, Chusnan Jusuf, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003), hlm. 46-49. Adapun faktor obyektif yang bersifat eksternal bagi munculnya Muhammadiyah adalah, pertama: Dikarenakan pengaruh positif Etische Politiek yang berakibat pada munculnya golongan intelektual pribumi.Yang kedua: Semakin meningkatnya gerakan kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesia. Belanda ketika masuk ke Indonesia mengibarkan panji “3G”, yaitu gold (motif mencari kekayaan), glory (motif berkuasa), dan gospel (motif menyebarkan ideologi). Dalam mewujudkan tiga motif tersebut pemerintah Hindia Belanda menggarap penduduk pribumi lewat dua langkah besar, yaitu “program Assosiasi. Musthafa Kamal Pasha, Rosyad Sholeh, Chusnan Jusuf, 38
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 1991), hlm. 51. Faktor obyektif yang bersifat eksternal yang ketiga: pengaruh gerakan pembaruan dalam dunia Islam. Gerakan Muhammadiyah yang dibangun KH. Ahmad Dahlan sesungguhnya merupakan salah satu mata rantai yang panjang dari gerakan pembaruan dalam Islam yang dimulai sejak tokoh pertamanya, yaitu Ibnu Taimiyyah, Muhammad bin Abdul Wahab, Jamaludin al Afghani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan sebagainya. Organisasi Sosial dan Pendidikan Islam Muhammadiyah, Berdasarkan faktor-faktor tersebut, dan juga hasil interaksi KH. Ahmad Dahlan dengan kawan-kawan dari Budi Oetomo serta KH. Syekh Ahmad Syurkati, Ahmad Dahlan dengan dibantu oleh muridmuridnya, mendirikan organisasi Muhammadiyah. Menurut catatan Alfian, ada sembilan orang tokoh pendiri Muhammadiyah yaitu; K.H. Ahmad Dahlan, H. Abdullah Siradj, Raden Ketib Cendana Haji Ahmad, Haji Abdurrahman, R. H. Sarkawi, H. Muhammad, R. H. Djaelani, H. Anis,dan H.Muhammad Fakih. Gagasan itu juga merupakan saran dari salah seorang siswa KH. Ahmad Dahlan di Kweekschool Jetis di mana Kyai mengajar agama pada sekolah tersebut secara ekstrakulikuler, yang sering datang ke rumah Kyai dan menyarankan agar kegiatan pendidikan yang dirintis Kyai Dahlan tidak diurus oleh Kyai sendiri tetapi oleh suatu organisasi agar terdapat kesinambungan setelah Kyai wafat. Organisasi baru ini diajukan pengesahannya pada tanggal 20 Desember 1912 dengan mengirim ”Statuten Muhammadiyah” (Anggaran Dasar Muhammadiyah yang pertama, tahun 1912), yang kemudian baru disahkan oleh Gubernur Jenderal Belanda pada 22 Agustus 1914. lihat dalam Masnun, Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam Di Indonesia, Abudin Nata ed, hlm. 258. 30 Fiba, Dasar Pemikiran KH.Ahmad Dahlan http://lppbifiba.blogspot.com/2009/03/filosofi-dasar-pemikiran-kh-ahmad.html, diakses tanggal 15 Juni 2012. 31 Adi Nugroho, KH. Ahmad Dahlan : Biografi Singkat 1869-1923, hlm. 118. 32 Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, hlm. 199. 33 Junus Salam, K.H. Ahmad Dahlan Amal Dan Perjuangannya, hlm. 135. 34 Masnun,“Organisasi Sosial dan Pendidikan Islam Muhammadiyah”, dalam Sejarah Pertumbuhan Dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Abudin Nata ed, hlm. 258. 35 Ramayulis, Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia dan Indonesia (Ciputat: Quantum Teaching, 2005), hlm. 210.
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
39
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 ..... 36
Masnun,“Organisasi Sosial dan Pendidikan Islam Muhammadiyah”, dalam Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan Lembaga-Lembaga Pendidikan Islam di Indonesia, Abudin Nata ed., hlm. 258. 37 Ramayulis, Syamsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia dan Indonesia, hlm. 208. 38 Widiyastuti,“Memori keluarga KH. Ahmad Dahlan,” dalam http://mpi.muhammadiyah.or.id/muhfile/mpi/download/Booklet%20KHA%20Da hlan-Widiyastuti.pdf , diakses tanggal 18 Oktober 2012. 39 Corak kontekstual ini tampak pada kalimat KH. Ahmad Dahlan ketika mengajar: “Kalian sudah hafal surat Al Ma‟un, tapi bukan itu yang saya maksud, Amalkan! Diamalkan, artinya dipraktekkan, dikerjakan! Rupanya Saudara-Saudara belum mengamalkannya. Oleh karena itu, mulai hari ini, Saudara-saudara agar pergi berkeliling mencari orang miskin. Kalau sudah dapat, bawalah pulang ke rumahmu masing-masing. Berilah mereka mandi dengan sabun yang baik, berilah pakaian yang bersih, berilah makan dan minum, serta tempat tidur di rumahmu. Sekarang juga pengajian saya tutup, dan Saudara-Saudara melakukan petunjuk saya tadi”. Junus Salam, K.H. Ahmad Dahlan Amal Dan Perjuangannya, hlm. 149. 40 Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, hlm. 53. 41 Di antara pidato KH.Ahmad Dahlan adalah: Bermacam-macam corak ragamnya mereka mengajukan pertanyaan tentang soal-soal agama. Tetapi tidak ada satupun yang mengajukan pertanyaan demikian: harus bagaimanakah agar diriku selamat dari api neraka? Harus mengerjakan perintah apa? Beramal apa? Menjauhi dan meninggalkan apa? Ini salah satu bukti pertanyaan KH.Ahmad Dahlan yang ditujukan kepada murid-muridnya, Ibid., hlm. 132. 42 Syamsul Kurniawan, Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, hlm. 201. 43 Adakah kamu tidak malu kalau auratmu sampai dilihat oleh orang laki-laki? Tanya Kyai Dahlan kepada murid-muridnya wanita. Jawab murid-muridnya: “Wah malu sekali Kyai!”. Sahut beliau “mengapa kebanyakan dari kamu kalau sakit sama pergi ke dokter laki-laki, apalagi kalau melahirkan anak. Kalau benar kamu sama malu, teruskanlah belajar, jadikanlah dirimu seorang dokter, sehingga kita sudah mempunyai dokter wanita untuk kaum wanita pula. Alangkah utamanya.” 44 A. Mukti Ali, Alam Pikiran Modern di Indonesia Indonesia (Jakarta: Jajasan Nida, 1971), hlm. 5. 45 Komentar W.F Wertheim bahwa ideologi Muhammadiyah pararel dengan ideologi borjuise Barat, khususnya gerakan CalVinis yang sangat puritan. juga pendapat Clif ford Geertz yang melihat Muhammadiyah sebagai gerakan yang 40
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
mempunyai tingkatan rasionalisasi yang tinggi. Lihat dalam Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi untuk aksi (Bandung : Mizan, 1991), hlm. 225. Teori ini diungkapkan juga oleh Subhan Mas yang menyatakan bahwa gerakan Muhammadiyah menemukan tempat yang subur di kalangan masyarakat pedagang, hal ini dianalogikan dengan gerakan Protestanisme di Eropa. Lihat dalam Subhi Mas, Muhammadiyah Pintu Gerbang Protestanisme Islam sebuah Presisi Modernitas (Mojokerto: Al Hikmah, 2005), hlm. xvi. 46 “Biografi tokoh dunia “http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/12/biografi-khahmad-dahlan.html, diakses tanggal 18 Oktober 2012. 47 Wejangan K.H.Ahmad Dahlan: Menurut penyelidikanku, sesungguhnya keadaan umat Islam sebagian besar telah jauh meninggalkan pelajaran agama Islam. Adapun yang menyebabkan kemunduran umat Islam itu karena menderita berbagai penyakit. Semisal tubuh manusia, telinganya dan lain-lain, anggota badan yang penting-penting. Bahkan tiada hanya anggota yang lahir saja, tetapi akhlak jiwanya pun sudah merosot, sehingga sudah tidak mempunyai keberanian sebagai sifat harimau, malahan telah banyak berbalik perasaan dan semangat kambing. Sebab itulah aku perlu memperbanyak amalan dan tetap berjuang bersama-sama dengan anak-anakku sekalian guna menegakkan kembali semua urusan yang kini sudah lama bengkok. Aku mengakui bahwa menegakkan kembali macam-macam urusan yang terlanjur bengkok memang sukar dan berat, tetapi kalau kita rajin-rajin bekerja dengan penuh kemauan dan kesadaran, maka Allah akan memberi jalan dan pertolongan kepada kita, Insyaallah. Aku sudah tua berumur lanjut, kekuatanku telah terbatas, namun aku memaksa wajib turut beramal, bekerja dan berjuang untuk menjunjung tinggi perintah-perintah Tuhan. Aku yakin dengan seyakin-yakinnya, bahwa memperbaiki urusan yang terlanjur salah dan disalahgunakan atau penyelewengan itu, adalah menjadi kewajiban setiap manusia terutama umat Islam. Salah satu di antara usaha yang saya lakukan dewasa ini adalah mendirikan perserikatan yang kuberi nama “Muhammadiyah”. Dengan ini maka aku berharap kepada seluruh umat yang berjiwa Islam, akan tetap cinta kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW dengan mengamalkan tuntunan dan perintah-perintah-Nya. Mengingat badanku , kiranya aku telah dekat waktunya akan meninggalkan anak-anakku semua. Sedang aku adalah seorang yang tidak berharta benda yang akan kutinggalkan padamu. Aku hanya punya perserikatan Muhammadiyah yang kuwariskan kepadamu sekalian. Aku titipkan Muhammadiyah ini kepadamu, dengan penuh harapan agar Muhammadiyah dapat dipelihara dan dijaga dengan sesungguhnya. Demikian pula mohon berkat restu do‟a limpahan rahmat karunia Allah agar Muhammadiyah tetap maju, berbuah dan memberi manfaat bagi seluruh manusia sepanjang masa dari zaman ke zaman. Baca: Junus Salam, K.H. Ahmad Dahlan Amal Dan Perjuangannya, hlm. 139-140. Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
41
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 ..... 48
Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, hlm. 56. 49 Wikipedia, “Muallimin”, dalam Wikipedia Bahasa Indonesia (On line), http://id.wikipedia.org/wiki/Muallimin, diakses tanggal 25 Oktober 2012. 50 Musthafa Kamal Pasha, dkk., Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid (Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 2003), hlm. 62. 51 Karel A.Steenbrink mengomentari berkenaan ciri khas kelembagaan pendidikan yang didirikan KH. Ahmad Dahlan dalam pernyataannya, bahwa: lembaga pendidikan Muhammadiyah mempunyai pengaruh yang lebih luas dibanding usaha Abdullah Ahmad yang terbatas di Padang. Muhammadiyah merupakan pembaruan yang berbeda dengan Madrasah Diniyah dan Sumatra Thawalib yang tidak mau secara drastis menyesuaikan diri dengan sistem gubernemen, akan tetapi untuk sementara ia masih terbatas pada kelompok sosial tertentu yang secara prinsipil terbuka untuk pendidikan Barat. Karel A Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, hlm. 58. 52 BP3K, Sejarah Pendidikan Swasta di Indonesia: Pendidikan Muhammadiyah (Jakarta:Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1976), hlm. 112-115. 53 Ibid. 54 Abudin Nata, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Bandung: Angkasa,2003), 187. 55 Faisal Ismail, Masa Depan Pendidikan Islam di Tengah Kompleksitas Tantangan Modernitas (Jakarta: Bhakti Aksara Persada, 2003), 98-97. 56 Dalam Kamus Bahasa kata “Karakter” diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak dan budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Lihat Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), 682. 57 Marzuki, “Prinsip Dasar Pendidikan Karakter Perspektif Islam”, dalam Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik, Darmiyati Zuchdi., ed, (Yogyakarta: UNY Press, 2011), hlm. 491. 58 Pembelajaran dengan menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan siswa untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011), hlm. 67. 59 Majlis Tarjih didirikan atas dasar keputusan kongres Muhammadiyah ke- XVI pada tahun 1927, atas usul dari K.H. Mas Mansyur. Fungsi dari majlis ini adalah mengeluarkan fatwa atau memastikan hukum tentang masalah-masalah tertentu. Masalah itu tidak perlu semata-mata terletak pada bidang agama dalam arti sempit, tetapi mungkin juga terletak pada masalah yang dalam arti biasa tidak terletak dalam bidang agama, tetapi pendapat apapun juga haruslah dengan sendirinya didasarkan atas syari‟ah, yaitu Qur‟an dan Hadits, yang dalam proses 42
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
pengambilan hukumnya didasarkan pada ilmu ushul fiqh. Majlis ini berusaha untuk mengembalikan suatu persoalan kepada sumbernya, yaitu Al-Qur‟an dan Al-Hadits, baik masalah itu semula sudah ada hukummnya dan berjalan di masyarakat tetapi masih dipertikaikan di kalangan umat Islam, ataupun yang merupakan masalah-masalah baru, yang sejak semula memang belum ada ketentuan hukumnya, seperti masalah keluarga berencana, bayi tabung, bank dan lain-lain. Lihat dalam: Haedar Nashir, Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah (Yogyakarta:Bigraf, 2000), hlm. 36. 60 Husni Rahim, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001), 32-34. 61 Inovasi adalah suatu perubahan yang baru dan menuju ke arah perbaikan yang lain atau berbeda dari yang ada sebelumnya, yang dilakukan dengan sengaja dan berencana. Ansyar Nurtin mengungkapkan sebagaimana dikutip Zahara Idris bahwasanya inovasi adalah gagasan, perbuatan, atau sesuatu yang baru dalam konteks sosial tertentu untuk menjawab masalah yang dihadapi. Zahara Idris, Dkk, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Grasindo, 1992), 7.
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Taufik dan Muhamad Hisyam, Sejarah Umat Islam Indonesia, Jakarta: Intermasa, 2003. Ali, A.Mukti, “K.H. Ahmad Dahlan dalam Perspektif Kebangkitan Islam, dalam 70 Tahun Prof.Dr. H.M.Rasjidi, Jakarta: Harian Umum Pelita, 1985. Asrohah, Hanun, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001. Azhar, Muhammad, Fiqh Kontemporer dalam Pandangan Neomodernisme Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1996. Biografi tokoh dunia “http://kolom-biografi.blogspot.com/2011/12/biografi-khahmaddahlan.html, diakses tanggal 18 Oktober 2012 Damami, Mohammad, Akar Gerakan Muhammadiyah, Yogyakarta: Fajar Pustaka Baru, 2000. Fiba, Dasar Pemikiran KH.Ahmad Dahlan http://lppbifiba.blogspot.com/2009/03/filosofi-dasar-pemikiran-kh-ahmad.html, diakses tanggal 15 Juni 2012. Idris, Zahara Dkk., Pengantar Pendidikan, Jakarta: Grasindo, 1992. Ismail, Faisal, Masa Depan Pendidikan Islam di Tengah Kompleksitas Tantangan Modernitas, Jakarta: Bhakti Aksara Persada, 2003. Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
43
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
Jusuf, Musthafa Kamal Pasha, Rosyad Sholeh, Chusnan, Muhammadiyah Sebagai Gerakan Tajdid, Yogyakarta: Citra Karsa Mandiri, 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996. Khuluq, Lathiful, Ajar Kebangunan Ulama Biografi K.H. Hasyim Asy’ari, Yogyakarta: Kutoyo, Mardanas Safwan dan Sutrisno, KH. Akhmad Dahlan, Riwayat Hidup dan Perjuangannya, Jakarta: Mutiara Sumber Widya, 2001. LkiS, 2001. Mas, Subhi, Muhammadiyah Pintu Gerbang Protestanisme Islam sebuah Presisi Modernitas, Mojokerto: Al Hikmah, 2005 Maunah, Akhmad Taufiq, M Dimyati Huda dan Binti, Sejarah Pemikiran dan Tokoh Modernisme Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004. Muljana ,Slamet, Kesadaran Nasional dari Kolonialisme Sampai Kemerdekaan jilid I, Yogyakarta: LKiS, 2008. Munawwi, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Progressif, 2002. Nashir, Haedar, Revitalisasi Gerakan Muhammadiyah, Yogyakarta:Bigraf, 2000. Nasution, Harun, Islam Rasional: Gagasan dan Pemikiran Prof.Dr. Harun Nasution, Bandung: Mizan, 1995. ____________, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Bandung: Angkasa,2003. Nata, Abuddin, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011. Nizar, Ramayulis dan Syamsul, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam, Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia dan Indonesia, Ciputat; Quantum Teaching, 2005. Noer, Deliar, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES, 1995. Nugroho, Adi, KH. Ahmad Dahlan : Biografi Singkat 1869-1923, Jogjakarta: Garasi House of Book, 2010. Rahim, Husni, Arah Baru Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2001. Rifa‟i, Muhammad, Sejarah Pendidikan Nasional, Yogjakarta: Ar Ruzz Media, 2011. Steenbrink, Karel A., Beberapa Aspek Tentang Islam di Indonesia Abad ke-19, Jakarta; Bulan Bintang, 1984. 44
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
Zetty Azizatun Ni’mah
_____________ , Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam dalam Kurun Modern, Jakarta: LP3ES, 1994. Suminto, Aqib, Politik Islam Hindia Belanda, Jakarta: LP3ES, 1985. Suryanegara, Ahmad Mansur, Menemukan Sejarah Wacana Pergerakan Islam di Indonesia, Bandung: Mizan, 1998. Taufiqurrahman, Pemikiran dan Gerakan Pembaruan Islam Abad Modern dan Kontemporer, Surabaya: Dian Ilmu, t.t. Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2011. Widiyastuti, “Memori keluarga KH. Ahmad Dahlan, “dalam http://mpi.muhammadiyah.or.id/muhfile/mpi/download/Booklet%20KHA% 20Dahlan-Widiyastuti.pdf , diakses tanggal 18 Oktober 2012 Wikipedia, “Muallimin”, dalam Wikipedia Bahasa Indonesia (On line), http://id.wikipedia.org/wiki/Muallimin, diakses tanggal 25 Oktober 2012.
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015
45
Revivalisme Pendidikan Islam Awal Abad 20 .....
46
Jurnal Ilmu Tarbiyah “At-Tajdid”, Vol. 4, No. 1, Januari 2015