REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT
(Strength Weakness Opportunity Threat) GUNA PROBLEM SOLVING TINGKAT TINGGI UNTUK INTENSITAS KEAMANAN DALAM NEGERI
Dr. SUPARMIN, SH., M.Hum.
Pengantar IRJEN POL Drs. EKO HADI SUTEDJO, SH.,M.Si GUBERNUR AKPOL SEMARANG
BADAN PENERBIT UNIVERSITAS DIPONEGORO 2013
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang HAK CIPTA Pasal 2 (1) Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa mengurangi pembata san menurut peraturan perundangundangan yang berlaku. Pasal 72 (1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). (2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN
DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat) GUNA PROBLEM SOLVING TINGKAT TINGGI UNTUK INTENSITAS KEAMANAN DALAM NEGERI
Hak Cipta @ Dr. SUPARMIN, SH., M.Hum.
Pengantar IRJEN POL Drs. EKO HADI SUTEDJO, SH.,Msi GUBERNUR AKPOL SEMARANG Pertama kali diterbitkan dalam Bahasa Indonesia Oleh Badan Penerbit Universitas Diponegoro
Disain sampul dan Ilustrasi : Penata teks : Tim Penerbit Universitas Diponegoro
Perpustakaan Nasional : Katalog dalam Terbitan (KDT) Cetakan Pertama Edisi Revisi Semarang : 2013 258 + xxii halaman; 18 cm x 25,5 cm ISBN : 978-602-097-364-7 Hak cipta dilindungi undang-undang
iii
KATA PUJIAN DAN KOMENTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Buku yang tengah para pembaca pegang dan baca sekarang ini, patut diberi pujian. Dari buku berjudul Revitalisasi Hukum Kepolisian dari Perspektif Analisa SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat) karya DR. Suparmin, SH. M. Hum ini, telah berhasil menggambarkan, mengungkap bahkan menjelaskan berbagai isu terkini terkait hukum kepolisian dan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Kajian buku ini berangkat dari dua perspektif pendekatan yang oleh penulis buku ini,- DR. Suparmin, SH. M. Hum disebutnya sebagai (1) Paradigma Doktrin The Strong Hand of Society dan paham Militerisme Polisi dan (2) Paradigma Doktrin The Soft Hand of Society dan paham Polisi Sipil. Berangkat dari dua perspektif pendekatan ini, penulis berusaha menggambarkan, mengungkap dan menjelaskan serta memberikan solusi teoretik dan praktisnya atas problematika penegakan hukum yang selalu dihadapi oleh polisi saat menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Dari simpulan yang disampaikan dalam buku ini, antara lain disebut bahwa dalam menjalankan tugas pokok, peran dan fungsinya, ternyata polisi tidak hanya berdasar peraturan perundang-undangan semata, melainkan polisi juga dituntut untuk bertindak adil dan bermanfaat bagi masyarakatnya. Inilah pergulatan teoretik yang beriplikasi pada masalah penegakan hukumnya. Ternyata polisi bukan sekedar sebagai lembaga pemadam kebakaran, tetapi preventif bekerja sebelum terjadi kebakaran, konflik sosial atau kejahatan, bahkan disebut juga Polisi sebagai ilmuwan ilmuwan sosial. Buku ini lebih lanjut boleh juga dimasukkan sebagai hasil buah pemikiran teoretik penulis yang kaya pengetahuan akademisnya selaku akademisi bidang hukum, sekaligus kaya pengalaman bidang praktisi dari seorang penulis yang pernah berkhidmat sebagai seorang praktisi penegak hukum yakni sebagai polisi yang bertugas di lapangan. Ini artinya, buah pemikiran yang dituangkan dalam
v
buku ini, ke depan seakan sebagai perjuangan untuk menampilkan figur Polri yang dicintai, menampilkan karakter polisi sebagai teladan bangsanya, dipercaya, dimiliki, Polisi sebagai ilmuwan yang dibanggakan oleh masyarakatnya. Terbitnya buku ini tidak sekedar menambah jumlah terbitan berguna di negeri ini, tetapi juga ikut menambah tekat berbagai upaya untuk menambah keberdayaan intelektual warga masyarakat. Buku ini baik sekali dibaca oleh para mahasiswa, akademisi, para praktisi penegak hukum, khususnya polisi dan untuk siapa saja yang mencintai Polri dalam rangka untuk ikut serta mengantarkan bangsanya mencapai cita-citanya. Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamith Thariq Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Semarang, 13 Mei 20 13 Prof. Dr. Yusriyadi, SH. MS Guru Besar Fakultas Hukum Undip
vi
UCAPAN TERIMA KASIH Assalamu’alaikum Wr. Wb. Teriring rasa syukur yang mendalam dan setulus-tulusnya kehadirat Allah SWT Yang Maha Agung, Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, dan hidayahNya, dan terima kasih kami ucapkan kepada Yth. Irjen Pol Drs. Eko Hadi Sutedjo, SH., M.Si Gubernur AKPOL Semarang, Prof. Dr. FX Adji Samekto, SH., MH Ketua Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegara Semarang, Prof. Dr. Yusriadi, SH., MS Guru Besar Fakultas Hukum UNDIP Semarang,Dr. H. Noor Achmad, MA Rektor UNWAHAS Semarang, dan Prof. Dr. H. Mahmutarom, SH., MH Pembantu Rektor I UNWAHAS Semarang sehingga penulis telah dapat menyelesaikan penulisan buku yang berjudul “Revitalisasi Hukum Kepolisian Dari Perspektif Analisa SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat) Guna Problem Solving Tingkat Tinggi Untuk Intensitas Keamanan Dalam Negeri” yang diilhami oleh Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang menyatakan “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan. Sholawat dan salam semoga tercurah pada junjungan Nabi Muhammad SAW, beserta segenap keluarga, para sahabat, dan seluruh umatnya. Penulis menyadari, hanya dengan berkah, rahmat, dan Ridho Allah SWT semata yang telah berkenan memberikan kemampuan kepada penulis yang dha’if ini, untuk menyelesaikanpenulisanbuku ini, yang terilhami dari penulisan Tesis Program Magister Ilmu Hukum Universitas Diponegoro Semarang Tahun 2001, yang berjudul “Lembaga Kepolisian Dalam Penyelesaian Konflik Pendukung Antar Partai di Kabupaten Jepara (Studi kasus di Desa vii
Dongos, Kecamatan Kedung), dan disertasi berjudul “Reorientasi Peran POLRI Dalam Penyelesaian Konflik Politik Studi SosioLegal menuju Mekanisme Ideal Penegakan Hukum (Konflik Antarpendukung Partai Politik di Provinsi Jawa Tengah) dan pengalaman 38 tahun penulis sebagai praktisi yang lama bekerja sebagai Anggota Reskrim (Polsekta Semarang Tengah/Poltabes Semarang tahun 1975 s.d 1999, juga sebagai Kapolsek Kedung Jepara, dan di tahun 2000-2004 sebagai Penyidik dan Kanit Resmob Polda Jateng) dalam menyelesaikan berbagai permasalahan kejahatan, penyimpangan sosial, termasuk konflik politik. Pada saat penulisan Tesis penulis (pasca konflik) sebagai Kapolsek Kedung Polres Jepara, dan bersama-sama Muspika Kecamatan Kedung sekaligus sebagai pelaku pendamai tragedi konflik politikdi Dongos Kecamatan Kedung yang pada waktu peristiwa/tragedi konflik terjadi pada tanggal 30 April 1999 menelan korban jiwa 4 orang meninggal dunia terdiri dari 3 (tiga) orang kader PKB dan 1 (satu) orang kader PPP, puluhan luka berat, rumah dan belasan mobil dibakar. Ide penulisan dengan pendekatan kritis dan hermeneutik ini merupakan hal yang baru dan menarik bagi penulis yang selama bekerja sebagai praktisi di Kepolisian Negara Republik Indonesia yang sudah terbiasa dengan pola pikir yang doktrinal normatif berdasarkan ketentuan perundang-undangan yang hanya berpijak pada asas legalitas. Akan tetapi melihat realitas kehidupan penegakan hukum yang seakan terlepas dari aspek-aspek moral spiritual,penulis berkeinginan menulis tentang penanganan dan pencegahan konflik sosial seperti yang dikehendaki Undang-Undang nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Dan yang menarik walaupun mengandung unsur-unsur tindak pidana namun dapat diselesaikan secara musyawarah untuk mewujudkan “perdamaian”, untuk menuju penegakan keadilan masyarakat (restorative community justice). Perlu penulis paparkan dalam buku ini, bahwa dalam politik kebijakan hukum pidana (criminal policy) penggunaan hukum oleh aparat penegak hukum untuk menyelesaikan masalah sosial adalah merupakan tindakan penegakan hukum. Menurut Prof. Dr. Muladi, apalagi apabila alternative berupa mitigasi dan adaptasi penerapan hukum pidana tersebut viii
dikaitkan dengan pencegahan dan penanganan konflik sosial di lapangan, dimana para pelaku konflik sosial di masyarakatbawah di samping sebagai pelaku juga sekaligus sebagai korban tindak pidana, karena kesadaran sosial yang terbentuk, lebih bernuansa mobilisasiemosional yang digerakkan para provokator yang mempunyai kepentingan. Pendekatan hermeneutik dalam studi hukum sangat penting karena digambarkan sebagai perkembangan dan studi teori tentang interprestasi dan sistem pemahamam tentang teks perundang-undangan ‘beyond written document’atas dasar pengalaman (hermeneutik berasal dari kata ‘hermes’yaitu dewa Yunani yang menjalankan tugas sebagai utusan Tuhan untuk menyampaikan dan menginterprestasikan sebagai penerima, baik berita baik maupun berita buruk). Pendekatan kritis di dalam studi hukum (critical approaches within studies) sebagaimana dikemukakan oleh Prof. Dr. Baer, menggambarkan betapa tidak adilnya pendekatan simetrik terhadap hukum sebagai sesuatu yang ‘neutral obyective and just’, tetapi di lain pihak dilandasi oleh pemikiranyang murni dogmatik atau doktrin yang di pandu olehputusan pengadilan, traktat, pelbagai perundang-undangan dan apa yang dinamakan“herrschendemeinung’ (mainstream dominant opinion), yang sama sekali mengesampingkan prakonsepsi sosial budaya yang membentuk wacanahukum. Dengan pendekatan kritis terjadi pergeseran dari pendekatan ‘interdisciplinary’ – menjadi ke arah‘transdisciplinary’, sehingga perspektif dogmatik diperluas, hukum dilihat sebagai fenomena sosial dan mesin keadilan yang sesungguhnya atas dasar ‘knowledge and insight’, namun tanpa harusmerusak atau menolak hukum sebagai mekanisme kekuasaan dan ketertiban. Penulisan buku ini diharapkan dapat menjadi sumbangsih penulis kepada Lembaga Kepolisian Negara Republik Indonesia khususnya Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian (STIK) dan Akademi Kepolisian Negara Republik Indonesia serta civitas akademisiguna meningkatkan Pelayanan Prima anti KKN dan kekerasan serta memantapkan Kemanan Dalam Negeri dan Supremasi Hukum untuk mendukung pembangunan Nasional yang berdasarkan Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, merupakan sumber moralitas dan hukum juga digunakan sebagai ix
referensi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan (problem solving)serta pengembangan ilmu hukum, mengenai konsep Pencegahan dan Penanganan Konflik Sosial. Maka apa yang diharapkan oleh nilai-nilai yang ada di belakang kode etik profesi POLRI, doktrin ‘Community-Policing’, dan tugas POLRI modern dalam Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang POLRI (sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat yang bertugas sebagai penegak hukumserta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat) tidak merupakan retorika belaka, karena tugas-tugas polisi dapat bersifat repressive yustisial maupun repressivenon yustisial, dimana terakhir ini didasarkan atas “asas kewajiban” (‘Plichtmatigeid’). Keinginan ini telah mendorong penulis menggali nilai-nilai keadilan sebagai rahmat bagi seluruh alam dan umatnya untuk memiliki watak/karakter kesantunan dan kasih sayang, berakhlak mulia, berbudi pekerti luhur, dengan mengkaji teks-teks Al-Qur’an yang penuh dengan lambang dan kandungan nilai-nilai kemuliaan dan pesan-pesan moral yang sejalan dengan Firman Allah tentang amar ma’ruf nahi munkar dan kasih sayang. Dengan prinsip ‘musyawarah’ adalah salah satu prinsip ajaran Islam untuk mencapai kemaslahatan bersama“. Bahwa telah sejalan dengan Paus Yohanes Paulus II, yang diusahakan terciptanya koeksistensi damai yang masa kecilnya bernama “Karol Wojtyla” selama 26 tahun berkeliling dunia untuk mengajak umatnya untuk melakukan “perdamaian”, juga berkunjung ke Masjid Ummayad di Damascus, menggandeng pemimpin Palestina (waktu itu Yaser Arafat); tanpa henti “memperjuangkan perdamaian”, baik di Timur Tengah maupun di berbagai belahan dunia yang masih dilanda peperangan, mengusahakan dengan para pemimpin agama non Kristen, dan mengingatkan pentingnya keluarga yang sejuk yang penuh damai. Dalam buku “Rise, Let Us Be On Our Way”, Paus Yohanes Paulus II menulis “Gembala itu bagi domba-domba, dan bukannya domba-domba bagi gembala.” Kemudian Paus menulis gembala yang baik mengetahui dombadomba dan mereka mengenalnya Paus mengingatkan, martabat umat manusia adalah nilai transenden yang diyakini orang-orang yang mencari kebenaran. Oleh karena itu umat Katolik tidak boleh membeda-bedakan orang, memilah-milah orang yang seiman dan x
bukan seiman. “Sebab, menurut ajaran iman adalah setiap orang diciptakan setara dengan citra Allah,” kata Paus. Hubungan dengan manajemen konflik kekristenan berdasarkan “kasih” dimana dengan artian bahwa Allah sendiri adalah kasih. Karena kasih bisa mengalahkan segalanya dan tidak ada hukum yang menentang tentang mengasihi. Dalam Surat Matius ke 18: ayat 15-17; Ayat (15): Apabila saudaramu berbuat dosa, tegorlah dia dibawah empat mata. Jika ia mendengar nasihatmu engkau telah mendapatkan kembali. Ayat (16): Dan jika ia tidak mau mendengarkan engkau, bawalah seorang atau dua orang lagi, supaya atas keterangan dua atau tiga orang saksi, perkara itu tidak disangsikan danjangan menghakimi, maka kamupun tidak akan dihakimi, dan janganlah kamu menghukum, kamupun tidak akan dihukum, maka ampunilah, kamu juga akan diampuni; dinyatakan Surat Lukas ke 6 ayat (37). Bahwa restorative justice untuk menuju kepolisian modern, dalam sistem peradilan pidana seyogyanya dibarengi penegakan keadilan masyarakat (restorative community justice), berperspektif InstrumenInternasional yang mendukung terhadap perlindungan hak asasi manusia dan tegaknya supremasi hukum, yang telah diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia sebagai bagian dari organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kehidupandan tatananhukum di Indonesia dalam menelusuri suatu Ratifikasi terhadap Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman, Degrading, Treatment, and Punishment yang disetujui Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1984 dimana Indonesia pun sebagai penandatangannya pada tanggal 23 Oktober1985. Penulis menyadari keterbatasan yang ada pada diri penulis, baik dari aspek ilmu agama, aspek hukum internasional, ilmu filsafat, dan ilmu-ilmu kemasyarakatan yang telah berkembang demikian pesat. Keberanian penulis pada awal mengikuti perkuliahan pada program doktor ilmu hukum di Undip Semarang ini menjadi bukti bahwa penulis selalu ingin mengikuti perkembangan hukum atau kepesatan kemajuan ilmu pengetahuan, walaupun sebenarnyapenulis sudah purna tugas bekerja sebagai anggota POLRI, tetapi penulis masih tetap berkeinginan menyumbangkan ilmu dan pengalaman bekerja selama 38 tahun untuk Kepolisian Negara Republik Indonesia. Terwujudnya tulisan ini merupakan xi
bukti kemurahan Allah SWT, serta keikutsertaan banyak pihak yang telah memberikan kesempatan, dorongan dan dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Oleh karena itu, sudah seharusnya penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sampaikan satu persatu, namun jasa baiknya menjadi faktor penentu dalam keberhasilan penulisan buku inimaupun dalam penyelesaian studi. Akhirnya, penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Andaikan tidak dibatasi dengan waktu, biaya dan kesempatan ingin rasanya mengkaji kembali dan terus memperbaiki tulisan ini agar dapat dikatakan mendekati layak sebagai buku. Meskipun demikian, dari segala hal yang jauh dari kesempurnaan itu, penulis hanya mengharap agar jerih payah ini tidak berbuah sia yang tiada arti, karena masih ada yang dapat diambil manfaat bagi kepentingan sesama. Oleh karena itu, semua kritik dan saran bagi penyempurnaan tulisan ini sangat penulis harapkan. Semoga Allah SWT selalu mengampuni segala dosa kesalahan kita, memayungi setiap detak langkah kita agar senantiasa ada di jalan yang lurus dan benar, dan setiap amal baik kita. Amiin ya Rabbal ’Alamiin. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang, 18 Juni 2013 Penulis, Dr. SUPARMIN, S.H., M.Hum. AKBP (P)
xii
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrohiim. Assalamu’alaikum Wr. Wb. Saya tidak keberatan ketika diminta oleh Dr. Suparmin, SH,M. hum untuk memberikan kata pengantar pada bukunya yang berjudul "Revitalisasi Hukum Kepolisian Dari Perspektif AnalisaSWOT (Strength Weakness Opportunity Threat) Guna ProblemSolving Tingkat Tinggi Untuk Intensitas Keamanan DalamNegeri”.Secara keseluruhan isi buku membahas berbagai isuterkini dan pemikiran penulis terkait hukum kepolisian dan pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri). Pembahasan diawali dengan melakukan kajian tentang tugaspokok, peran, dan fungsi hukum kepolisian dari 2 (dua) perspektif, yaitu : (1) paradigma doktrin The Strong Hand of Society dan paham militerisme polisi; serta (2) paradigma doktrin The Soft Hand of Society dan paham polisi sipil. Pembahasan kedua paradigma menyebutkan kebijakan hukum atau criminal policyselalu dihadapi oleh petugas kepolisian ketika bertugas di lapangan.Oleh karena itu, polisi sebagai aparat negara sekaligus sebagaipelindung, pengayom dan pelayan masyarakat harusmenjalankan perannya dengan bijaksana.Hal ini dikarenakandalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum, polisiditantang untuk bertindak tidak hanya berdasarkanperaturan perundangan-undangan saja, namun jugabertindak lebih adil dan bermanfaat bagi masyarakat. Pada bagian selanjutnya penulis membahas tentang kemampuan staf dan pimpinan Polri perlu direvitalisasi dalam rangka mempercepat terwujudnya stabilitas Keamanan Dalam Negeri (Kamdagri). Secara runtut dibahas tentang kondisi kemampuan staf dan pimpinan Polri saat ini, faktor apa saja yang mempengaruhi, serta bagaimana sebenarnya kondisi kemampuan staf dan pimpinan Polri yang ideal sehingga dapat mendukung pelaksanaan tugas pokok Polri dan berdampak kepada terwujudnya Kamdagri. Bagian ini diakhiri dengan formulasi strategi yang harus dilakukan
xiii
oleh Polri untuk merevitalisasi kemampuan staf dan pimpinan Polri.Formulasi strategimendasari pertimbangan hasil analisis SWOT (Strength,Weakness, Opportunity, Threath) yang dimiliki olehorganisasi Polri. Formulasi strategi yang mendasari hasil analisis SWOT akan menghasilkan strategi yang down tothe earth atau membumi. Artinya strategi betul-betul menyentuh kepada akar pemecahan masalah, yaituberbagai tindakan untuk merevitalisasi kemampuan staf dan pimpinan Polri. Selanjutnya penulis juga menuangkan pemikiran tentang penanganan konflik sosial dari perspektif penegakkan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM).Pemilihan materi konflik untuk dibahas dari perspektif keilmuan penulis merupakan hal yang tepat.Apalagi saat ini berbagai peristiwa konflik sosial kerap terjadi di tengah kehidupan masyarakat Indonesia.Melalui wawasan akademik dan pengalaman penulis sebagai anggota Polri, diuraikan bagaimana sebenarnya penanganan konflik sosial dari perpektif tindakan represif tanpa mengabaikan HAM.Uraian di dalam buku dirasa sangat aplikatif karena berangkat dari analisis SWOT terkait dengan penanganan konflik yang dilakukan oleh Polri saat ini.Melalui pembahasan materi yang mengalir disampaikan bahwa konflik sosial sebenarnya dapat dicegah, namun ketika telah berkembang menjadi gangguan nyata maka harus dilakukan tindakan represif yaitu berupa penegakkan hukum dengan berpegang teguh kepada peraturan yang ada serta tidak melanggar HAM. Materi terakhir membahas tentang karakter kepolisian sebagai teladan.Penulis menyebutkan bahwa karakter kepolisian yang diharapkan menjadi teladan adalah polisi yang dapat memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat untuk mencapai ketertiban dan ketentraman serta memberikan jaminan terhadap tegaknya kebenaran dan keadilan hukum.Oleh karena itu masyarakat berharap bahwa perpolisian yang ada di Indonesia berubah dari perpolisian reaktif menjadi perpolisian yang didasarkan kepada kedekatan dengan masyarakat (community policing).
xiv
Sebelum mengakhiri kata pengantar, saya sebagai Gubernur Akademi Kepolisian mengucapkan selamat atas terbitnya buku ini, semoga segera terbit buku-buku lain dari pemikiran Dr. Suparmin, SH, M.Hum yang dapat diambil manfaatnya bagi pembangunan hukum dan institusi Polri di masa yang akandatang. Billahit taufiq wal hidayah Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Semarang, April 2013 GUBERNUR AKADEMI KEPOLISIAN Drs. Eko Hadi Sutedjo, SH., MSi INSPEKTUR JENDRAL POLISI
xv
MOTTO: “USIA TIDAK MEMBATASI MANUSIAMENCARI ILMU, UNTUK MENEGAKKAN KEBENARAN DAN KEADILAN, GUNA KESEJAHTERAAN MANUSIA”.
KATA MUTIARA “Better Late Than Never” (YACOBUS BUSONO) Kendati terlambat masih lebih baik daripada tidak sama sekali
ANJURAN Marilah kita belajar
Hadist Nabi: “Yassiruu Walaa tua’syiruu Wabasysyiruu walaa tunaffiru” (“Permudahlah jangan mempersulit, dan gembirakanlah jangan menyusahkan”) & “Shiluu Ashaamakum walau Bissalaam” (“Pereratlah tali persaudaraanmu, walau hanya dengan Ucapan Salam”)
xvii
DAFTAR ISI
BAB I
Hal TUGAS POKOK PERAN DAN FUNGSI HUKUM KEPOLISIAN .......................................... 1 A. Pendahuluan ........................................................ 1 B. Perubahan Paradigma Doktrin Kepolisian ........ 12 1. Paradigma Doktrin The Strong Hand of Society dan Paham Militerisme Kepolisian .................................................... 17 2. Paradigma Doktrin The Soft Hand of Society Paham Polisi Sipil ........................... 21 C. Kebijakan Hukum (Criminal Policy) ................ 27
BAB II REVITALISASI KEMAMPUAN STAF DAN PIMPINAN POLRI DALAM RANGKA AKSELERASI MEWUJUDKAN STABILITAS KAMDAGRI .................................. 33 A. Permasalahan Umum ........................................ 33 B. Landasan Filosofi Dan Operasional .................. 42 C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hukum ..... 52 1. Internal POLRI ............................................ 56 2. Eksternal POLRI ......................................... 59 D. Kondisi Saat Ini ................................................. 64 1. Hukum sebagai Sarana Manajemen Konflik Sosial yang Efektif ......................... 64 2. Metode Pendekatan Struktural Fungsional dan Pendekatan Konflik ........... 72 E. Analisa Sumber Daya Manusia (SDM) ............ 77 1. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) .......................................................... 77 2. Sarana Prasarana Membangun..................... 78
xix
3. Kesejahteraan ............................................. 79 4. Analisa SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, and Threat)............................. 80 5. Teori Manajemen .......................................... 88 6. Teori Kepemimpinan ................................... 92 7. Nilai-Nilai Kepemimpinan .......................... 92 8. Tugas-Tugas Baru Pemimpin ...................... 93 F. Persoalan Sumberdaya Manusia (SDM) ............ 99 1. SDM POLRI yang Belum Memadai ........... 99 2. Sarana dan Prasarana Organisasi .............. 101 3. Kesejahteraan ............................................. 102 G. Strategi Implementasi Penyidikan Tipikor Oleh POLRI .................................................... 104 1. Visi POLRI ................................................ 105 2. Misi POLRI ............................................... 106 3. Tujuan Strategi POLRI ............................. 107 4. Sasaran....................................................... 108 5. Strategi POLRI ......................................... 110 6. Kebijakan POLRI ...................................... 112 H. Strategi Dalam Penegakan Hukum Yang Demokratis Dan Menghormati HAM ............. 113 1. Strategi Penegakan Hukum Yang Demokratis Dan Menghormati HAM ........ 115 2. Pembuktian berdasarkan unsur-unsur Tindak Pidana dan Syarat Pemidanaan...... 119 3. Penegakan Hukum oleh POLRI Upaya Menjunjung Tinggi Supremasi Hukum .... 124 4. Upaya Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Oleh POLRI ..................... 135 5. Implementasi ............................................. 139 I. Kesimpulan .................................................... 143 J. Implikasi ......................................................... 146
xx
BAB III PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DARI PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM DAN HAM 11 (Sebelas) Konsep Pencegahan Konflik . 149 A. Pendahuluan .................................................... 149 B. Permasalahan .................................................. 154 C. Pembahasan .................................................... 155 D. Analisa SWOT ................................................ 169 E. Penutup ............................................................ 176 1. Simpulan ..................................................... 176 2. Saran ........................................................... 177 BAB IV KARAKTER POLISI SEBAGAI TELADAN MENCELA KEJAHATAN ................................. 179
xxi
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
BAB I TUGAS POKOK PERAN DAN FUNGSI HUKUM KEPOLISIAN A. Pendahuluan Transisi reformasi sekarang ini, di tengah-tengah upaya kita menciptakan kondisi aman dan damai, adil dan demokratis, serta upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, POLRI terus berjuang. Apalagi POLRI telah menjadi bagian dari warga sipil. Oleh karena itu POLRI di era reformasi ini, harus mampu menampilkan figur POLRI yang dicintai, dipercaya, dimiliki, dan dibanggakan oleh masyarakat. Filosofiini harus terus diaktualisasikan kepada segenap insan Bhayangkara di tanah air. 1 Untuk memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat di era reformasi, selain memposisikan POLRI sebagai bagian dari warga sipil, POLRI juga harus melakukan reformasi internal melalui pembenahan dalam berbagai aspek. Untuk lebih memberdayakan potensi keamanan, sebagaimana diamanatkan Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,strategi perpolisian masyarakat (community policing)harus terus dikembangkan, perbanyak pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat di seluruh tanah air. Dengan cara itu, potensi masyarakat dapat diberdayakan di lingkungan masing-
1
. H. Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Republik Indonesia, dalam Sambutan Tertulis Presiden Republik Indonesia Pada Hari Bhayangkara Ke-61 di Jakarta Tanggal 1 Juli 2007, hal: 4-6. :Menurut Presiden H. Susilo Bambang Yudhoyono, dalam menyikapi berbagai perubahan di tengah-tengah masyarakat, POLRI dituntut untuk berupaya mengembangkan strategi dan kemampuan profesional Kepolisian, dengan tetap berlandaskan pada nilai-nilai ideal Tribrata sebagai pedoman hidup dan Catur Prasetya sebagai pedoman karya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
masing guna memecahkan masalah sosial yang terjadi di lingkungannya.2 Amanat Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, (2007) kepada seluruh jajaran POLRI mengamanatkan untuk dilaksanakan dalam tugas dan pengabdian; • Pertama, prioritaskan berbagai sasaran strategis, program, dan kegiatan dalam rangka mewujudkan situasi kamtibmas yang kondusif dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, tingkatkan perlindungan, dan pelayanan kepada masyarakat tanpa diskriminasi. • Kedua, tegakkan hukum secara profesional, junjung tinggi kode etik profesi dalam pelaksanaan tugas dan kehidupan di luar kedinasan. • Ketiga, pahami dan pedomani Undang-undang Pokok Kepolisian yang menjadi landasan pelaksanaan tugas dan kewenangan POLRI, serta tingkatkan sosialisasi dan peran perpolisian masyarakat (Polmas). • Keempat, bangun sikap proaktif, koordinatif, dan terpadu dalam menghadapi hal-hal yang berpotensi mengganggu keamanan sekecil apapun. • Kelima, jadilah polisi yang bermoral, profesional, dan modern yang dicintai dan dipercaya masyarakat. Mari kita tingkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat dengan penuh ketulusan, kasih sayang, dan penuh tanggung jawab. Fungsi POLRI dalam penyelenggaraan keamanan dalam negeri, Pasal 2 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang “Kepolisian Negara Republik Indonesia” Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan 2
. H. Susilo Bambang Yudhoyono, 2007, Ibid, hal: 12,15,16 Harapan Presiden agar seluruh jajaran kepolisian dapat menjadi polisi sahabat masyarakat. Polisi yang mampu memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, potensi masyarakat dapat diberdayakan di lingkungan masingmasing guna memecahkan masalah sosial yang terjadi di lingkungannya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
hukum, perlindungan, pengyoman, dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu, pengemban fungsi kepolisian Pasal 3 UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia ditegaskan “Pengemban fungsi Kepolisian adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dibantu oleh ; a. kepolisian khusus ; b. penyidik pegawai negeri sipil ; dan/atau c. bentuk-bentuk pengamanan swakarsa. Ayat (2) Pengemban fungsi kepolisian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, b, c, melaksanakan peraturan perundangundangan yang menjadi dasar hukumnya masing-masing3. Sedangkan tujuan POLRI, Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia “POLRI bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia. Wujud dari pengemban fungsi kepolisian antara lain dengan membangun kemitraan dengan masyarakat dan mengembangkan Strategi Perpolisian Masyarakat (community policing) yang dituangkan pada: 1. Kemitraan dalam meningkatkan peran pengamanan swakarsa antara lain : PPNS,Polsus (Polisi Khusus), Pam Industri, Pam Sosiologis, Polisi Masyarakat, dan kelompok masyarakat yang patuh hukum dan sebagainya. 2. Kemitraan dengan kelompok keamanan komunitas, keamanan umum masyarakat dan keamanan insani setiap individu. 3. Tercipta lingkungan kerja dengan adanya bantuan fungsional Kepolisian masyarakat dan lingkungan kerja, 3
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
yang pada akhirnya terbentuk lingkungan makro dengan luas wilayah, jumlah penduduk, terbangunnya pranata hukum dan pranata sosial. 4. Terbangunnya sinergi dengan potensi masyarakat bersama terbentuk lingkungan makro Law Abiding Citizen di bidang keamanan dan ketertiban masyarakat. 5. Membentuk jaringan intelijen keamanan nasional dari adanya akar gangguan keamanan dan ketertiban umum sehingga dapat mengatasi setiap gangguan nyata. Contoh yang dimaksud “kepolisian khusus” yaitu Balai Obat dan Makanan (Ditjen POM, Depkes, Polsus Kehutanan, Polsus di lingkungan Imigrasi dan lain-lain). 4 Berdasarkan analisis kuantitatif, komposisi anggota POLRI dan PNS POLRI belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan pelayanan masyarakat secara memuaskan, karena disamping jumlahnya belum sebanding dengan Daftar Susunan Personil (DSP) yang ditentukan, juga karena kekurangan terbanyak terjadi pada organisasi tingkat kewilayahan sebagai ujung tombak POLRI. Demikian juga pemberdayaan PNS POLRI sebagai komplemen belum diaktualisasikan secara optimal, sehingga masih ada fungsi yang seharusnya dapat diawaki oleh PNS POLRI namun masih diawaki oleh anggota POLRI. Pengemban fungsi kepolisian dalam rangka membangun masyarakat patuh hukum antara lain dituangkan dalam: 1. Kerjasama dengan institusi penegak hukum dan departemen yang membawahi Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS), Pemda serta kelompok masyarakat peduli hukum dan keadilan.
4
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168, penjelasan pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
2. Merumuskan pedoman pemahaman masyarakat patuh atau tertib hukum : hak dan kewajiban dalam kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. 3. Mensosialisasikan semangat patuh hukum pada masyarakat melalui keteladanan. 4. Terwujudnya penegakan keadilan masyarakat (restorative community justice), terutama memiliki strategi pencegahan tindak kriminal, penerapan yang konsisten pada prosedur penanganan pelaku konflik sosial sesuai hukum dan hak asasi manusia, serta memberdayakan pranata masyarakat/pranata adat. 5. Terwujudnya 7 (tujuh) dimensi pelayanan masyarakat yang mencakup : (1) berkomunikasi berbasis kepedulian, (2) cepat tanggap terhadap keluhan masyarakat, (3) kemudahan memberikan informasi (4) prosedur yang efi sien dan efektif, (5) biaya yang formal dan wajar, (6) kemudahan penyelesaian urusan, (7) lingkungan fisik tempat kerja yang kondusif. Peran dan strategi kepolisian dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, antara lain diwujudkan dengan : 1. Memulihkan keamanan di daerah konflik sosial5 dan kondisi ketertiban yang terganggu. (1) Memelihara keamanan untuk daerah tertib sipil. (2) Membangun kemampuan untuk menangani konflik sosial sampai ke akar-akarnya. (3) Desentralisasi kewenangan dan pemberdayaan satuan induk penuh (Polda), kesatuan operasi dasar (KOD/Polres) dan pengemban diskresi kepolisian (polsek) sebagai ujung tombak. 6
5
Seperti konflik yang terjadi di Jawa Tengah, Ambon, Poso, Lampung Selatan, Sumatra Utara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Bekasi Jawa Barat dll. 6 Sutanto, Keputusan KaPOLRI Nomor Pol. : Kep/20/IX/2005, Mabes POLRI, Jakarta, 2005 :42.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Menjadikan polisi penegak hukum berorientasi sebagai pelayan publik dengan wewenang diskresi kepolisian berwatak sipil, mulai dari menggarap penampilan fi sik sampai ke perubahan perilaku. Penampilan fi sik diupayakan berbeda dengan militer dengan mengubah seragam dan tanda pangkat. Kepolisian metropolitan Inggris, misalnya, pada penampilannya yang pertama menggunakan seragam yang dirancang untuk “tampil sejauh mungkin sebagai orang sipil”. Polisi metropolitan Inggris itu mengenakan baju panjang sampai batas lutut berwarna biru gelap dan kancing baju dari metal dan sabuk lebar dari kulit. Kerah bajunya dibuat kaku dimana tanda pangkat dilekatkan dan mereka mengenakan topi tinggi dengan selaput kulit tebal di pundaknya. Mereka membawa tongkat pendek dan rantai yang sewaktu-waktu dibunyikan untuk tanda bahaya. Rancangan seragam yang demikian itu rupanya ingin mengisyaratkan bahwa polisi melepaskan diri dari kedekatannya dengan seragam militer dan lebih membaurkan dirinya kepada rakyat biasa. 7 Untuk itu, jika dibandingkan dengan aparat penegak hukum yang lain seperti jaksa, hakim, dan lembaga pemasyarakatan maka polisi juga yang secara langsung berhubungan dengan pelaku kejahatan di lapangan. Oleh karena itu, tepatlah jika Satjipto Rahardjo menggelari polisi sebagai “penegak hukum kelas jalanan “, sedangkan jaksa dan hakim diberi gelar sebagai “penegak hukum kelas gedongan”. 8 Secara lebih lengkap Satjipto Rahardjo mengemukakan: 7
Satjipto Rahardjo, 2002,Ibid, halaman: 60-61 Makna seragam yang memiliki kaitan dengan tradisi, nilai dan semangat bangsa seperti itu, tampak juga pada polisi Amerika. Kita mengetahui bahwa semangat kemerdekaan dan kebebasan orang Amerika sangat tinggi dan karena itu polisi Amerika merasa risih untuk menggunakan seragam. Hal itu terjadi pada tahun-tahun awal sejarah kepolisian negara tersebut. Mereka mengatakan, bahwa dengan memakai seragam polisi mereka merasa sebagai bukan orang Amerika. 8 Mochtar Lubis 1988, Citra Polisi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, halaman: 176-177.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
“Sekalipun bersama-sama berada pada jajaran penegakan hukum, tetapi polisi layak untuk diberi tempat dan penilaian tersendiri oleh karena kualitasnya yang begitu berbeda. Keadaan yang demikian itu pertama-tama disebabkan oleh karena ia bisa disebut sebagai suatu badan yang bersifat kerakyatan. Sifat yang demikian itu berhubungan dengan sifat pekerjaannya yang harus berada dan bergerak di tengah-tengah rakyat. Oleh karena itu memelihara kontak-kontak yang intensif dengan lingkungan sosialnya. Kualitas pekerjaan yang demikian itu berbeda sekali dengan yang dijalankan oleh badan lain, seperti jaksa dan hakim. Kedua badan terakhir ini menempatkan dirinya dalam jarak yang cukup jauh dari rakyat, dari kontak-kontak langsung dan intensif dengan mereka. Oleh karena itu hakim dan jaksa ingin saya sebut sebagai penegak hukum “gedongan”, sedangkan polisi sebagai penegak hukum “jalanan”. Sejalan dengan Satjipto Rahardjo, penyebutan polisi sebagai penegak hukum jalanan itu merupakan simbol penting yang melambangkan pekerjaan penegakan hukum yang dilakukan oleh polisi. Simbol tersebut dipilih untuk mewadahi penegakan hukum yang bersifat “telanjang”, seperti mendatangi dan melakukan pemeriksaan langsung di TKP (Tempat Kejadian Perkara), melakukan pengintaian, pemburuan dan penangkapan pelaku kejahatan. Kesemuanya itu dilakukan dengan penuh resiko yang cukup tinggi, dengan strategi symbolic justice. Oleh karena itu, barangkali dapat dikatakan bahwa polisi bukanlah semata-mata sebagai penegak hukum yang berkualitas “telanjang”, melainkan juga “keras”. 9 Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa peran yang diemban oleh polisi tergolong berat jika dibandingkan dengan peranperan yang dimainkan oleh aparat pemerintah yang lain. 9
Mochtar Lubis (ed), Ibid, 1988, halaman 176-177.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Menurut Presiden H. Susilo Bambang Yudhoyono (1 Juli 2007), bahwa „kita tentu sering menyaksikan anggota POLRI masih bertugas di jalanan di tengah teriknya panas matahari, atau tetap berjaga ketika hujan deras turun. Sebagian lagi, rela meninggalkan keluarga demi menciptakan rasa aman. Tidak jarang pula, mereka harus bertaruh nyawa melawan pelaku kejahatan. Hal ini sering luput dari perhatian kita semua‟. Ketika masyarakat tertidur pulas, polisi harus berpatroli mengitari kota dan berjaga-jaga sepanjang malam, dengan strategi (autoritative intervention). Polisi juga harus meninggalkan rumah dan keluarganya untuk pergi ke tempat tugas ketika anggota masyarakat bergembira ria merayakan Lebaran atau tahun baru bersama keluarga. Polisi harus basstrukturalah kuyup kehujanan dan disengat terik matahari saat mengatur lalu lintas, dan bahkan ia terpaksa harus mendatangi suatu tempat kejadian perkara ketika orang lain berlarian menjauhi tempat kejadian konflik kekerasan, atau karena ada orang yang mengamuk atau karena ada penjahat yang menembak membabi buta. Ia juga harus menolong korban mengantarkan ke rumah sakit saat orang mengalami kecelakaan atau bencana. Bergulirnya reformasi 1998 terdapat tuntutan yang kuat agar polisi berwajah demokratis dengan menjunjung tinggi keadilan dan hak asasi manusia, dari paham militeristik menjadi paham sipilisme. 10Sebelum reformasi perilaku polisi adalah sebagai aparat yang tegas dengan wajah seram dan ditakuti oleh masyarakat, bahkan, dulu apabila ada anak menangis ditakut-takuti ada polisi anak tersebut seketika akan berhenti menangisnya karena takut dengan polisi.Di era reformasi, perubahan perilaku polisi sebagai aparat yang tegas mengedepankan kesetaraan dan kemitraan dengan masyaraat, dan mengutamakan pencegahan. 10
Zakarias Poerba,TindakanPolisi sebagai Agen Hukum Menangani Pengendalian Masa dari Cara-cara Paramiliteristik Menuju Cara-cara Polisi Sipil, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP, Semarang, 2003, 161.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Reformasi hukum dan keadilan bukan semata-mata masalah sistem hukum belaka, namun tetap terkait dengan keseluruhan sistem politik dan sistem sosial (termasuk sistem ekonomi). Untuk itu masalah reformasi hukum dan penegakan keadilan, seyogyanya tidak menjadi masalah atau “keprihatinan”seorang menteri saja, namun harus menjadi perhatian lembaga negara terkait atau pejabat negara yang terkait dengan bidang penegakan hukum. 11 Kuatnya tuntutan demokratisasi tidak lain karena adanya anggapan bahwa demokrasi merupakan suatu sistem yang bisa menjamin keteraturan publik, sekaligus mendorong transformasi masyarakat menuju suatu struktur sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan yang lebih ideal. Demokrasi diyakini sebagai sistem yang paling realistis dan rasional untuk mencegah suatu struktur masyarakat yang dominatif, represif dan otoritarian. Dalam pandangan Abdurrahman Wahid; “demokrasi adalah suatu proses, maksudnya demokrasi tidak dipandang sebagai suatu sistem yang pernah selesai dan sempurna.”12 Pemilihan umum, misalnya dapat diklasifikasikan sebagai salah satu jenis partisipasi rakyat dalam politik.13 Negara memperjuangkan rakyatnya untuk adil dan makmur, terutama dalam politik, soalnya tidak hanya terletak pada tujuan, tetapi juga cara mencapai tujuan itu. Karena cara memperjuangkan tujuan itudapatberbeda-beda, tetapi harus berdasarkaniman, taqwa, tekad yang ikhlas, dan kejujuran. 14 11
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan”, Perdana Media Group, ISBN. 978-979-3925-837, Jakarta, 2007, 1 – 5. 12 Abdul Ghofur dan Achmad Rofi q, Demokratisasi dan Prospek Hukum Islam Di Indonesia (Studi Atas Pemikiran Gus Dur), Walisongo Press bekerja sama Pustaka Pelajar Offset, Cetakan Pertama, Yogyakarta, 2002 : 1-5. 13 Rusadi Kontopawiro, Sistem Politik Indonesia; Suatu Model Pengantar, Sinar Baru Algensindo, Bandung, 1992 : 180. 14 F. Hartono, Etos dan Moralitas Politik, Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI), Cetakan ke 5, Yogyakarta, 2003, 12.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Krisis moneter dan ekonomi yang melanda sebagian besar wilayah Asia Tenggara hingga akhir 1997 menciptakan momentum bagi masyarakat untuk mengungkapkan semua ketidakpuasan tersebut secara lebih nyata. Hal ini tidak lain, karena merosotnya otoritas negara; melemahnya law enforcement; terjadinya demoralisasi polisi dan TNI ; dan fragmentasi dan disintegrasi sosial dalam masyarakat. 15 Jimly Asshiddiqie berpendapat, prinsip persatuan, Pasal 1 Piagam Madinah menegaskan, “Innahum ummatan wahidatan min duunin naas”. Sesungguhnya mereka adalah umat yang satu, lain dari (komunitas) manusia lain. Pasal 44 ditegaskan “mereka (para pendukung piagam) bahu membahu dalam menghadapi penyerang atas Kota Yatsrib (Madinah)“, dari pihak luar.16 Menurut Sutanto Jendral Polisi (2005), tantangan dalam aspek keamanan, dihadapkan pada berkembangnya suasana konflik sosial yang dilatarbelakangi masalah agama dan etnis, gagasan dan tindakan separatisme, kriminalitas yang secara kuantitas dan kualitas terus meningkat, perilaku kekerasan yang semakin intens, pengembangan isu ketidakadilan ekonomi dan sosial, membuka dan mengundang keterlibatan lembagalembaga internasional dalam upaya penyelesaiannya, dengan memaksakan penerapan standar global. Bailey (1998), mengatakan polisi masa depan di Amerika Serikat dan dalam masyarakat-masyarakat demokratis yang modern lainnyaharus lebih menekankan perannya dalam pencegahan kejahatan dan ketertiban masyarakat, daripada tindakan represif. Kegiatan pencegahan kejahatan dan ketertiban masyarakat menuntut kemampuan polisi untuk mampu menilai berbagai gejala yang ada dalam masyarakat. 15
Azyumardi Azra, Konflik Baru Antar Peradaban, Globalisasi, Radikalisme & Pluralitas, Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafi ndo Persada, Cetakan Pertama, Jakarta, 2002 : 121. 16 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme. Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, 2006,17-18.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Merencanakan tindakantindakan serta mengevaluasi dan mengantisipasi dampakdampaknya, dan untuk acuan pemahaman terhadap gejala-gejala sejenis yang mungkin akan muncul di masa mendatang atau terhadap masyarakat di tempat yang lain. 17 Moh. Mahfud MD ; Masyarakat yang baru dilahirkan harus menunjukkan dan membuktikan bahwa ia mampu menguasai keadaan, menguasai anggota-anggotanya, atau menciptakan ketertiban dan ketenteraman. Tujuan utama yang harus dicapai oleh suatu masyarakat sebagai komitmen politik adalah ketertiban. Jika perlu prosedur atau cara-cara (hukum) bisa di dorong ke belakang asalkan (substansi) tujuan bisa dicapai18. Perjalanan panjang POLRI dalam pengabdiannya kepada bangsa dan negara, sangatlah berarti bagi bangsa ini, POLRI berperan penting dalam menciptakan rasa aman, tenteram, dan damai bagi masyarakat. POLRI sesuai dengan perannya selaku alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegak hukum, melaksanakan hubungan-hubungan baik horizontal maupun vertikal dan diagonal dengan berbagai badan/instansi/lembaga, mengedepankan pendekatan persuasif dan dialogis.Persuasif yang penuh kearifan dan kedekatan dengan masyarakat untuk lebih banyak menciptakan inisiatifinisiatif program pemeliharaan keamanan, ketertiban umum serta pelayanan masyarakat mengedepankan strategi 17
Ibid : Baley, David H., (1998) dikutip dari Parsudi Suparlan (2004) hal :75-76. Moh. Mahfud MD,2011, Politik Hukum di Indonesia (edisi revisi-cetakan ke empat), Rajawali Pers Devisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafi ndo Persada, Jakarta, hal:2627 Dalam berbagai studi tentang hukum dikemukakan misalnya, hukum mempunyai sifat umum sehingga peraturan hukum tidak hanya ditujukan kepada seseorang, dan hukum tidak akan kehilangan kekuasaan jika telah berlaku terhadap suatu peristiwa konkret. Peraturan hukum juga mempunyai sifat abstrak, yakni mengatur hal-hal yang belum terkait dengan kasus-kasus konkret. Selain itu ada yang mengidentifi kasi hukum ke dalam sifat imperatif dan fakultatif.
18
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
perpolisian masyarakat (community policing) yang dapat menarik partisipasiberbagai kalangan. 19 B. Perubahan Paradigma Doktrin Kepolisian Bahwa, kepolisian pada masa lampau kepolisian dalam menyelesaikan konflik sosial antarwarga masyarakat, dengan cara penegakan hukum dengan doktrin the strong hand of societydengan dilakukan tindakan represif upaya paksa penyidikan berupa : penangkapan, penahanan, penyitaan, penggeledahan, pemanggilan serta melakukan pemeriksaan tersangka dan saksi-saksi, dengan strategi symbolic justice. Doktrin the strong hand of society adalah paham militerisme polisi dalam melaksanakan tugasnya dengan kekerasan telanjang, dalam melaksanakan tugas selalu mengedepankan tindakan represif dan harus menggunakan sikap-sikap militeristik atau yang bersifat militer. Pada tahun 1819 menurut Robert Phell, ditegaskan bahwa sikap dan sifat disiplin militer harus melekat pada diri setiap anggota polisi, yang juga menggunakan kepangkatan seperti militer. Dengan paradigma The strong hand of societyadalah The Paterlo Mesacreparadigma kekuasaan yang menunjukkan posisi polisi vertikal ketika harus berhadapan dengan masyarakat bersifat atas bawah. Kepolisian di Inggris pernah menunjukkan sikap yang tidak profesional dan sangat memalukan, hanya akan menangkap seorang orator saja, polisi berkuda Inggris harus membantai orang yang mendengarkan sang orator tersebut. Dengan demikian, sesungguhnya peran yang dimainkan oleh kepolisian bersifat represif, setelah adanya kejadian perkara atau ancaman faktual (AF). Peran kepolisian dengan strategi symbolic justice yang mengedepankan tindakan represif di Indonesia sudah berjalan lebih dari 40 tahun, sejak pemerintahan Bung Karno, kepolisian dimasukkan menjadi 19
Sukamto, Kepala Devisi Pembinaan Hukum POLRI, Jakarta, 2002 : 45.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
bagian dari ABRI dan dilanjutkan pemerintahan Presiden Soeharto, dan pada tanggal 8 Januari 2002 sebagai tonggaknya sejarah perubahan paradigma dari the strong hand of society (tangan yang keras bagi masyarakat) berubah menjadi paradigma the soft hand of society (tangan yang lunak dan sebagai pelayan yang ramah bagi masyarakat) tersurat dalam Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dengan mengutamakan tindakan pencegahan. Doktrin the soft hand of society adalah paham polisi yang berwatak sipil, yang merupakan cara-cara perpolisian berkemanusiaan (humane policing). Di Inggris pada tahun 1829 lahirlah kepolisian modern, walaupun dalam bentuk masih agak kasar. Dalam kelahiran kepolisian Inggris disebut The Metropolitan Police, kecenderungan meninggalkan kekerasan dan kekuasaan, untuk mendekat dengan rakyat. Paham sipilisme polisi ini menghendaki agar polisi berwatak sipil dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Pada massa Pemerintahan PresidenRI (Pertama) Ir. Sukarno, bahwa Kepolisian Negara adalah Angkatan Bersenjata (Pasal 3 Undang-Undang nomor 13 tahun 1961). Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang nomor 13 tahun 1961 (yang telah diganti dengan Undang-Undang nomor 28 tahun 1997 kemudian diganti dengan Undang-Undang nomor 2 tahun 2002) semula Kepolisian dibawah “Menteri yang menguasai Kepolisian Negara, selanjutnya disebut Menteri, memegang pimpinan penyelenggaraan tugas Kepolisian Negara, baik pencegahan (preventif) maupun pemberantasan (represif). Kontrol masyarakat terhadap aparat negara dan kontrol sipil terhadap militer (civilian control to the military) yang pelaksanaannya di Indonesia sangat menarik dan bersifat khas.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Refleksinya‟ terlihat dalam pemisahan tugas TNI dan POLRI dengan pembagian tugas yang relatif jelas; hal ini secara tegas diatur dalam Pasal 30 ayat (4) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.Tentang tugas POLRIdalam TAP MPR Nomor: VI/MPR/2000; tentang pemisahan peran TNI dan POLRI, TAP Nomor:VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan POLRI, implementasinya tertuang pada Peran POLRI Pasal 5 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang “Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat Negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri”. Sampai ada perubahan. Perlu diketahui dalam perjalanan pengabdiannya, kedudukan, kewajiban, tanggung jawab dan wewenang POLRI, diantaranya diatur dalam : 1. TAP MPR NOMOR X/MPR/1998tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Hluan Negara mengintruksikan kepada Presiden selaku Mandataris MPR antara lain untuk melaksanakan agenda reformasi di bidang hukum dalam bentuk “pemisahan secara tepat bangsa dan wewenang aparatur penegak hukum agar dapat dicapai proporsionalitas, profesionalitas, dan integritas yang utuh”; 2. Perubahan Kedua UUD N. RI Tahun 1945 Pasal 30 Ayat (4) dan (5) terkait POLRi sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, serta menegakkan hukum; serta syarat-syarat keikut sertaan warga negara dalam usaha pertahanan dan keamananan dalam negeri diatur dengan peraturan perUndang-Undangan (perubahan Undang-Undang) atau (tonggak sejarah perubahan POLRI).,
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
3. UU No 13 Th 1961 tentang Kepolisian Negara, kemudian diubah UU No 28 Th 1997 tentang Kepolisian Negara RI berada di bawah menteri)., dan 4. Instruksi Presiden No 2 Th 1999 tentang Langkah-Langkah Kebijakan Dalam Rangka Pemisahan Kepolisian Negara Republik Indonesia Dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia; 5. Keppres No 89 Th 2000 tentang Kedudukan Polri (di dalamnya dinyatakan Polri berkedudukan langsung di bawah Presiden)., 6. TAP MPR No VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri; 7. TAP MPR No VII/MPR/2000 tentangPeran TNI dan Peran Polri; serta 8. UU No 2 Th 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (Sampai ada perubahan). Dalam kehidupan demokratis, perilaku menyimpang dari polisi sangat berbahaya, karena akan menyebabkan penegakan hukum menjadi lebih sulit. Dalam hal ini yang dirugikan bukan hanya martabat kemanusiaan dan hukum itu sendiri, tetapi segala usaha yang telah dilakukan untuk menciptakan tugastugas polisi yang efektif menjadi mubazir. 20 Tugas pokok kepolisian berdasarkan Pasal 13 UndangUndang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI (a) memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; (b) menegakkan hukum; dan (c) memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Dijelaskan dalam rumusan tugas pokok tersebut tidak merupakan urutan prioritas, yang mana ketigatiganya sama pentingnya, yang mana yang akan dikedepankan sangat tergantung pada situasi masyarakat, lingkungan dan pejabatnya.
20
Muladi, Ibid, 2006, hal 19.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Landasan hukum Tugas Polri dibidang proses tindak pidana berdasarkan : 1. Pasal 14 ayat (1) huruf g Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menegaskan bahwa “Dalam melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya” 2. Pasal 2 Undang-Undang nomor 8 tahun 1981tentang Hukum Acara Pidana “Undang-undang ini berlaku untuk melaksanakan tatacara peradilandalam lingkungan peradilan umum pada semua tingkat peradilan. “ Yang termasuk „peradilan umum‟ termasuk pengkhususannya sebagaimana tercantum dalam Pasal 10 ayat (1) alinea terakhir Undangundang nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman dan perubahannya. 21 3. Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Polri “Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Polri senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum danmengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. 4. Pasal 19ayat (2)Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Polri mengutamakan tindakan pencegahan. 21
Badan-badan peradilan dan asas-asasnya Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang nomor 14 tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman, yang diubah dengan Undang-Undang nomor 35 tahun 1999 dan diubah lagi dengan Undang-Undang nomor 4 tahun 2004 dan diubah lagi dengan Undang Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Bahwa “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh Pengadilan dalam lingkungan : (1) Peradilan Umum, (2) Peradilan Agama, (3) Peradilan Militer, (4) Peradilan Tata Usaha Negara; dan sebuah (Mahkamah Konstitusi/Pasal 38 ayat (1) UU. No. 38 tahun 2009).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
5. Pasal 38 ayat (2)) huruf e Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman “Fungsi yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penyelesaian sengketa di luar pengadilan”. Untuk itu, dalam pelaksanaan tugas harus berdasarkan norma hukum, harus betul-betul mengindahkan norma agama, kesopanan, dan kesusilaan serta menjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia. The Metropolitan Police dalam kelahirannya dengan konsep civilian in uniform (CIU) sejak abad ke XIX yang dipopulerkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa sesuai ratifi kasi hukum humaniter internasional. Sebetulnya sosok polisi sebagai civilian in uniform adalah merupakan seorang sipil yang berseragam, yang menunjukkan ia adalah suatu lembaga semi militer yang bertugas menangani kejahatan dan penyakit masyarakat lainnya termasuk menangani konflik sosial masyarakat untuk melindungi dan mengayomi masyarakat. Dengan paham sipilisme polisi lahirlah doktrin the soft hand of society tangan yang lembek pelayan yang ramah bagi masyarakat, sedangkan POLRI mengembangkan strategi perpolisian masyarakat (community policing) terus dikembangkan dengan memperbanyak pembentukan forum kemitraan polisi dan masyarakat, adapun doktrin yang dimaksud adalah sebagai berikut: 1. Paradigma Doktrin The Strong Hand of Society dan Paham Militerisme Kepolisian Paham militerisme polisi menghendaki agar polisi dalam menjalankan tugas dan wewenangnya harus memiliki sikapsikap militeristik atau yang bersifat militer. Pendiri Kepolisian Inggris Robert Pheel menegaskan bahwa sikap dan sifat disiplin militer harus tetap melekat dalam diri setiap anggota polisi, karena kepolisian merupakan sebuah organisasi negara yang dipersenjatai. Paham kepolisian
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
yang demikian banyak dianut oleh negara-negara demokrasi, seperti di Amerika Serikat yang juga menggunakan kepangkatan militer untuk kepolisian. Bahkan, di Korea Selatan, Jepang dan Philipina, menetapkan “wajib militer” bagi warga negaranya yang berusia 21 tahun ke atas untuk dapat memilih menjadi tentara atau polisi. 22 Paham militerisme juga tampak dalam dunia peradilan di Australia, dimana lembaga peradilan yang diperuntukkan bagi polisi dan tentara berada dalam satu atap. Sama seperti di Australia, polisidi negara demokrasi Amerika Serikat juga diberi tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan terhadap oknum militer yang terlibat kasuskasus pidana biasa, sementara untuk kasus-kasus pidana militer – seperti melawan atasan, disersi, mata-mata musuh dan membocorkan rahasia negara/militer – ditangani oleh Military Police atau Polisi Militer (PM). Oleh karena itu, seorang polisi harus memiliki kemampuanplus, baik kemampuan sipil maupun kemampuan militer. 23 Paham militerisme polisi ini kemudian melahirkan doktrin yang dianut oleh polisi, yakni thestrong hand of society (tangan yang keras/kuat bagi masyarakat = pelayan yang keras bagi masyarakat). Paradigma the strong hand of society adalah paradigma kekuasaan, yang menunjukkan posisi polisi dalam jenjang vertikal ketika berhadapan dengan rakyat. Oleh hukum polisi diberi sejumlah kewenangan, termasuk kewenangan diskresi,yang tidak diberikan kepada lembaga lain dalam masyarakat, seperti: menangkap, menggeledah, menyita, menahan,menyuruh berhenti, melarang meninggalkan tempat, dan sebagainya. Dalam konteks yang demikian itu, hubungan antara polisi 22
Kf. Anton Tabah,Membangun POLRI yang Kuat (Belajar dari Macan-Macan Asia), Jakarta: PT Sumbersewu Lestari, 2002, halaman 85. 23 Kf. Anton Tabah,Ibid., 2002, halaman 85-86.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
dan rakyat bersifat “atas-bawah” atau “hirarkhis, dimana polisi berada pada kedudukan memaksa sedangkan rakyat wajib mematuhi. 24 Sehubungan data kejahatan, Contoh, Kepolisian di Amerika Serikat, menurut Daan Sabadan dan Kunarto, dalam tulisannya tentang “Angka Kejahatan di Amerika Serikat Tahun 1985” dalam buku Kejahatan Berdimensi Baru, Kurang lebih 723. 246 kerusuhan merupakan kenaikan angka 6% dari kejadian keseluruhan sebelumnya di tahun 1984. Kenaikan ini tercatat di semua daerah. Dengan kenaikan sebesar 4 persen dibandingkan ditahun 1983, maka dalam tahun 1985 kerusuhan yang terjadi 303 untuk setiap 100. 000 penduduk. Dua puluh satu persen dari seluruhkerusuhan dilakukan dengan menggunakan senjata api, 23 persen dengan pisau atau senjata tajam25 lainnya, 31 persen dengan senjatasenjata tertentu lainnya, dan 23 persen dengan senjatasenjata diri (tangan, tinju, kaki). Yang berwajib berhasil menyelesaikan 62 persen dari kerusuhan yang mereka anggap menonjol. Terdapat sekitar 305. 390 orang yang ditangkap polisi karena kerusuhan tahun 1985, dengan perbandingan lelaki dengan perempuan 6 berbanding 1. Dan dari mereka yang ditangkap itu, 58 persen adalah orang berkulit putih. Berkurangnya jumlah data konflik kekerasan/kejahatan yang tidak dilaporkan (dark number) tergantung atau 24
Satjipto Rahardjo,Membangun Polisi Indonesia Baru: POLRI dalam Era PascaABRI, Makalah Seminar Nasional Polisi Indonesia III, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Kepolisian Fakultas Hukum UNDIP Semarang tanggal 22-23 Oktober 1998, halaman 5. 25 Yang dimaksud dengan “senjata tajam” penjelasan Pasal 14 ayat (2) huruf e UU Kepolisian adalah senjata penikam, senjata penusuk, dan senjata pemukul, tidak termasuk barangbarang yang nyata-nyata dipergunakan untuk pertanian, atau untuk pekerjaan rumah tangga, atau untuk kepentingan melakukan pekerjaan yang sah, atau nyata untuk tujuan barang pusaka, atau barang kuno, atau barang ajaib sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12/Drt/1951.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
dipengaruhi oleh intensitas kegiatan operasional yang dilakukan oleh kepolisian. Oleh karena itu besarnya angka cukup bervariasi dari satu waktu ke waktu, dengan data statistik dimaksudkan untuk mengetahui angka kejahatan atau konflik kekerasan yang telah dapat diketahui dan dilakukan tindakan represif oleh polisi26. Atas dasar hal-hal yang sudah dikemukakan di atas, maka dalam pembuatan angka yang tercantum dalam statistik betul-betul dikaji secara seksama berdasarkan fakta dan data yang benar-benar telah akurat. Di sisi lain masyarakat semakin kritis, dan semakin besar tuntutannya terhadap supremasi hukum sehingga setiap kelemahan atau kekeliruan dalam pelaksanaan tindakan upaya paksa penyidikan akan mendapatkan sorotan tajam dari masyarakat. Pada masa lampau, perilaku polisi yang mengarah kepada perbuatan jahat dalam menjalankan tugasnya itu merupakan tindakan pengebirian etika profesi jabatan. Menurut Abdul Wahid,tindakan yang demikian itu sebagai akibat dari kondisi psikologis atau kepribadian yang sedang dikolonisasi oleh ideologi Machiavelis yang dipopulerkan melalui prinsip “serba menghalalkan segala cara”. Prinsip ini mengandung pengertian bahwa kebenaran yang berada di depan mata dan sebagai manifestasi kewajiban untuk ditegakkan, direkayasa dan dianggap sebagai penghalang cita-cita. Sementara itu, kenaifan, kebejatan, dan kejahatan dianggap sebagai terobosan logis untuk memperkaya diri, membangun kejayaan atau menarik kedudukan/jabatan yang terhormat di mata publik. 27 26
Daan Sabadan, Kunarto, Statistik Kejahatan Internasional Tahun 1981 s/d 1984, Kejahatan Berdimensi Baru, Cipta Manunggal, ISBN : Indonesia :979-8939-212, Jakarta, 1999 :463-466. 27 Abdul Wahid. Modus-Modus Kejahatan Modern. Bandung: PT. Tarsito, 1993, halaman 34.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Tidak dapat dipungkiri bahwa sejarah perpolisian di Indonesia memiliki catatan yang boleh dikatakan sangat suram, karena selama kurang lebih 40-an tahun lamanya semenjak Bung Karno berkuasa telah memaksakan gagasan untuk menyatukan POLRI ke dalam TNI. Penyatuan fungsi POLRI dan TNI tersebut telah merusak profesionalisme Kepolisian, karena tugas tentara dan polisi disatukan terutama dalam menjalankan fungsi pertahanan dan keamanan (hankam). Peran- peran yang dimainkan oleh kepolisian yang berpaham ganda tersebut baru menemukan bentuknya yang semakin jelas ketika lembaga kepolisian benar-benar lepas dari kungkungan dan pengaruh lembaga TNI selama itu. Untuk itu, demi terpeliharanya ketertiban dan ketenteraman masyarakat serta menjamin kepastian berdasar hukum,28 dipandang perlu untuk meningkatkan integritas dan kemampuan profesional kepolisian, agar dicintai dan dipercaya masyarakat. 2. Paradigma Doktrin The Soft Hand of Society Paham Polisi Sipil Berbeda dengan paham militerisme polisi sebagaimana diuraikan pada bagian terdahulu, maka sebaliknya paham polisi sipil menghendaki agar “polisi berwatak sipil” dalam peranan menjalankan tugas dan wewenangnya. Dalam arti bahwa cara-cara polisi menjalankan pekerjaannya tidak boleh menyebabkan manusia kehilangan harkat dan martabat kemanusiaannya. Landasan fi losofidari paham tersebut mengisyaratkan bahwa polisi dalam menjalankan tugasnya tidak diperkenankan untuk menggunakan cara-cara yang pendek dan gampang, seperti memaksa dan menggunakan kekerasan belaka, tetapi harus bersedia 28
Kf. Anton Tabah,Op Cit., 2002, halaman 130-131. sejalan Abdussalam, (Jakarta, 2006 hal : 684), kewenangan yang sangat besar yang didapat dari undangundang merupakan kepastian hukum bagi aparat penegak hukum dalam melaksanakan tugas pokok
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
mendengarkan dan mencari tahu hakikat dari penderitaan manusia. 29 Dari paham polisi sipil ini kemudian lahirlah doktrin polisi the soft hand of society (tangan yang lembek/lembut = pelayan yang lembut dan ramah bagi masyarakat). Di sini polisi dan rakyat berada pada posisi yang sejajar yang disebut community policing sehingga memiliki hubungan yang bersifat “horisontal” berorientasi “kemitraan” dan problem solving. Tugas yang diberikan kepada polisi di sini adalah untuk mengayomi, melindungi, membimbing dan melayani rakyat. Pentingnya Polisi berorientasi sipil sebagaimana setiap organisasi masyarakat, kelembagaan polisi perlu lebih terbuka bagi interaksi masyarakat (menerima masukan, ide, dukungan, dll), melakukan take and give, bukan komando. Atau bisa disebut model dari “repressive law enforcement towards community restorative justice”. Semakin polisi banyak berbaur dengan masyarakat, maka akan semakin memudahkannya dalam melaksanakan tugasnya30. Dalam rangka penegakan hukum pidana penegak hukum dapat menggunakan wewenangnya melalui jalur yuridis atau sosiologis. Namun jalan yang ditempuh untuk melaksanakan kewenangan hendaknya harus seimbang, tidak terpisah pisah dan selalu berhubungan dengan 29
Satjipto Rahardjo,Op Cit., 2002, halaman 55. LPEM-FEUI dan MABES POLRI 1. 6. 3. Polisi sipil tidak dapat dilepaskan dari perilaku sipil, komunikasi sipil, dialog sipil, interaksi sipil dan aspek lain yang lebih berorientasi pada aspek kemanusiaan ketimbang aspek represif. Sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya yang sangat berorientasi sipil secara lebih detail membutuhkan hal-hal sebagai berikut : (1. 6. 3. 1.) kedekatan dengan masyarakat, (1. 6. 3. 2.) akuntabel terhadap masyarakat, (1. 6. 3. 3.) mengganti pendekatan”penghancuran” dengan melayani, melindungi, dan menolong masyarakat sebagai pedoman operasi sehari-hari, (1. 6. 3. 4.) Peka terhadap urusan-urusan masyarakat sipil (membantu orang lemah, kebingungan, frustasi, sakit, lapar, putus asa, ketidak-tertiban, dll, dan (1. 6. 3. 5.) aktif dalam upaya memberikan alternatif keadilan bagi masyarakat.
30
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
ketentuan hukum. Bagi penegak hukum kedua pedoman baik yuridis maupun sosiologis harus dipertimbangkan sekaligus, sebelum mengambil suatu keputusan walaupun toh akhirnya jalur sosiologis lebih dominan untuk menghadapi permasalahan konflik sosial antar warga masyarakat. Sikap yang selalu hanya ingin menegakkan hukum formal semata-mata, kadang-kadang justru akan mengurangi efektivitas Sistem Peradilan Pidana (Criminal Justice System). Oleh karena akan berakibat pemborosan waktu, permasalahan baru, tenaga, materi dan biaya, penyidikan berlarut-larut, dan akhirnya tidak sesuai dengan harapan pencari keadilan yang mengharapkan asas sederhana, cepat dan murah, bahkan kadang-kadang malah membuat rasa kesal dan jengkel bagi orang-orang pencari keadilan tersebut31. Paradigma kepolisian sipil dalam implementasinya menuntut setiap personel POLRI selalu beroriantasi kepada pendekatan pelayanan, menghormati hak asasi manusia, serta membangun kerja sama yang harmonis dengan masyarakat. Strategi baru yang ditetapkan POLRI merupakan salah satu cara efektif untuk dapat terwujudnya reformasi kultural POLRI, yang terus diarahkan pada upaya merubah sikap dan perilaku setiap anggota POLRI dari paham the strong hand of society ke paham the soft hand of society. Melalui kerjasama dengan pendekatan kemitraan kepada masyarakat akan memungkinkan masyarakat memahami tugas pokok dan peran polisi32.
31
Opcit. M Fa‟al, Diskresi Kepolisian, Jakarta 1991: 6-7. Sutanto, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Panduan Pembentukan dan Operasional Perpolisian Masyarakat, berdasarkan Surat Keputusan KaPOLRI Nomor Pol. :Skep/433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006, Jakarta : 2006 :7-8.
32
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Prasyarat keberhasilan/keefektifan operasio-nalisasi POLRI dengan mengedepankan strategi perpolisian masyarakat (community policing), akan ditentukan dalam hal-hal/kondisi sebagai berikut : a. Perubahan persepsi di kalangan segenap anggota kepolisian setempat bahwa masyarakat adalah pemilik (stake holder) bukan saja kepada siapa polisi memberikan layanan tetapi juga kepada siapa mereka bertanggung jawab. b. Pelaksanaan tugas anggota satuan fungsi operasional POLRI (Reserse, Polantas, Sabhara) harus dijiwai semangat “melayani dan melindungi” sebagai kewajiban polisi. c. Perubahan pendekatan manajerial yang meliputi : 1). Kapolsek, sebagai ujung tombak bertanggung jawab untuk menunjang keberhasilan pelaksanaan tugas perpolisian masyarakat (community policing), di polseknya. 2). Kapolres bersama staf terkait bertanggung jawab untuk mengusahakan dan menyediakan sumber daya dan dukungan yang diperlukan untuk pemecahan masalah (problem solving). Tugas dan wewenang perpolisian masyarakat (community policing), tugas pokok nya melaksanakan tugas dan fungsi-fungsi operasionalisasi serta mendorong berfungsinya Perpolisian Masyarakat dalam rangka menyelesaikan setiap permasalahan/gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat yang terjadi, dan bersumber dari lingkungan masyarakat setempat. Untuk itu perpolisian masyarakat (community policing) dapat menyelesaikan perkara pidana ringan/konflik antar masyarakat,
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
sebagaimana yang tersebut dalam buku panduan dari KAPOLRI33. Pertikaian (konflik) antar warga yang dimaksud dalam panduan Lampiran Surat Keputusan KAPOLRI NO. POL. : SKEP/433/VII/2006 Tanggal 1 Juli 2006 sebagai implementasi dari Pasal 15 ayat (1) b Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI “dalam rangka menyelenggarakan tugas secara umum berwenang membantu menyelesaikan perselisihan masyarakat yang mengganggu ketertiban umum” dan Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI untuk kepentingan umum pejabatKepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri. Pasal 19 ayat (1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum, dan mengindahkan norma agama, kesopanan,kesusilaan serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Ayat (2) dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia mengutamakan tindakan pencegahan. Untuk itu, sebagai pelayan harus mampu melayani dengan cepat, ramah dan proporsional, sehingga menempatkan POLRI dipercaya sebagai tempat meminta pertolongan bagi masyarakat, untuk mencari penjelasan mengutamakan tindakan persuasif dan edukatif, sehingga anggota masyarakat merasakan kenyamanan dalam bertindak dan bertingkah laku. Dalam jangka panjang, POLRI perlu mengupayakan penggantian sistem penegakan hukum kriminal yang ada sekarang kepada sistem penegakan keadilan masyarakat (restorative community justice), di mana dalam menuju 33
Ibid : Panduan Pembentukan dan Operasionalisasi Polmas, 2006 : 20-24.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
perpolisian modern, dalam hal ini, baru dapat tercipta bila unsur-unsur sistem penegakan hukum; yaitu : jaksa, hakim, dan lembaga pemasyarakatan turut melakukan reformasi kearah kepastian hukum yang manusiawi dan tanpa diskriminatif. 34 M. Faal dalam mengutip Thomas J. Aaron, 1960, diskresi berasal dari bahasa Inggris Discretion yang menurut kamus umum yang disusun John M. Echols, dkk diartikan kebijaksanaan, keleluasaan. Menurut Alvina Treut Burrouw discretion adalah ability to choose wisely or to judge for oneself artinya “kemampuan untuk memilih secara bijaksana atau mempertimbangkan bagi diri sendiri. Sedangkan Thomas J. Aaron menyebutkan, bahwa discretion is power authority conferred by law to action on the basic of judgment or conscience, and its use is more an idea of morals than law. Yang dapat diartikan sebagai suatu kekuasaanatau wewenang yang dilakukan berdasarkan hukum atas pertimbangan dan keyakinannya dan lebih menekankan pertimbangan moral dari pada pertimbangan hukum35. Dalam menghadapi reformasi kultural kedepan yang makin kompleks dengan tuntutan masyarakat yang makin ketat, maka POLRI akan mereformasi pola kerja dan perilaku para anggota polisi berdasarkan nilai-nilai. Untuk pelaksanaannya ditetapkan dengan Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. POL. : 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian tanggal 1 Juli 2006 Pasal 10 ayat (2) (yang diganti dengan PERKAP 34
Da‟i Bachtiar, Lampiran Naskah Akademik Grand Strategi POLRI Menuju Tahun 2025, Lampiran Surat Keputusan KAPOLRI NO. POL. :SKEP/360/VI/2005, tanggal 10 Juni 2005, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, LPEM-FEUI, Jakarta, 2005 : 9. 3) 35 Thomas J Aaron, The Control of Police Discretions, Springfi ld, Charles C Thomas, hal IX)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Nomor 14 tahun 2011) Anggota POLRI wajib menghindarkan diri dari perbuatan tercela yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya serta menjunjung tinggi nilai kejujuran, keadilan dan kebenaran demi pelayanan kepada masyarakat, dengan senantiasa : a. Memberikan keterangan yang benar dan tidak menyesatkan; b. Tidak melakukan pertemuan di luar pemeriksaan dengan pihak-pihak yang terkait perkara; c. Bersikap ikhlas dan ramah menjawab pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada semua pihak yang terkait dengan perkara pidana dimaksud, sehingga diperoleh kejelasan tentang penyelesaiannya. d. Tidak boleh menolak permintaan pertolongan/bantuan dari masyarakat dengan alasan bukan wilayah hukumnya; e. Tidak menyebarkan berita yang dapat meresahkan masyarakat; f. Tidak mengeluarkan isyarat yang bertujuan untuk mendapatkan imbalan atas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. C. Kebijakan Hukum (Criminal Policy) Kebijakan penanggulangan kejahatan atau yang biasa dikenal dengan istilah “politik kriminal” dapat meliputi ruang lingkup yang cukup luas G. Peter Hoefnagels menggambarkan ruang lingkup “Criminal Policy “ dengan skema sebagai berikut:36 Skema G. Peter Hoefnagels CRIMINAL POLICY PETER HOEFNAGELS
36
G. Peter Hoefnagels,The Other Side of Criminology, Kluwer Deventer, Holand, 1973 : 56.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
The main division of the diagram is therefore into: science and application. This follows from the social, serving nature of criminology. Criminal policy is also manifest as science and as application. The legislative and enforcement policy is in turn part of social policy. 37 Bahwa kebijakan penanggulangan kejahatanatau yang biasa dikenal dengan istilah politik kriminal (criminal policy) meliputi ruang lingkup yang cukup luas. Menurut G. Peter 37
G Peter Hoefnagles, The Other Side of Criminologi An Inversion of The Concept of Crime, Ultrecht State University, Nederland, Rotterdam, 1972 : 57, bahwa penerapan hukum untuk mengatasi masalah sosial oleh penegak hukum dengan cara mengadakan musyawarah untuk mewujudkan perdamaian, termasuk kebijakan penegakan hukum.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Hoefnagels, penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, “lewat penal” dan “lewat non penal”, maknanya disini segala penggunaan hukum oleh penegak hukum untuk menyelesaikan penyimpangan sosial untuk mewujudkan perdamaian termasuk kebijakan penegakan hukum pidana. Implementasinya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas pokok dan wewenangnya; “bertugas melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya” (Pasal 14 ayat 1 huruf g Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia), terikat dengan Pasal 7 ayat 1 huruf j KUHAP jo Pasal 16 ayat (1) hurup l Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam menyelenggarakan tugas pokok dan wewenangnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan Pasal 14 dibidang proses pidana, Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang untuk “mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab”. Terikat dengan Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia “untuk kepentingan umum38 pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri” atau dikenal dengan kewenangan “diskresi kepolisian”. 39
38
Mahmutarom HR,209, ibid : 107-108 Secara umum kepentingan umum adalah pertama, memelihara kepentingan umum dengan kebajikan umum. Kepentingan umum dilakukan dengan menolak kemudaratan yang menimpa manusia umumnya dan mendatangkan kemanfaatan. Dan kedua, mewujudkan kepentingan umum dengan bersandar kepada dua sendi kebenaran dan keadilan. 39 Penjelasan pasal 18 ayat (1) Undang-Undang nomor tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dimaksud dengan bertindak menurut penilaian nya sendiri adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia yang dalam bertindak harus
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Dari skema di atas terlihat, bahwa menurut G. Peter Hoefnagels upaya penanggulangan kejahatan ditempuh dengan: 1. Penerapan hukum pidana (criminal law application); 2. Pencegahan tanpa pidana (prevention without punishment); 3. Mempengaruhi pandangan masyarakat mengenai kejahatan dan pemidanaan lewat mass media (influencing view of society on crime and punishment mass media). 40 Dengan demikian upaya penanggulangan kejahatan secara garis besar dapat dibagi dua, yaitu lewat jalur “Penal “ (Hukum Pidana) dan lewat jalur “Non penal“ (bukan hukum pidana). Dalam pembagian GP. Hoefnagels di atas, upaya-upaya yang disebut dalam butir 2 dan 3 dapat dimasukkan dalam kelompok upaya “non penal”. Secara kasar dapatlah dibedakan, bahwa upaya penanggulangan kejahatan jalur “penal” lebih menitikberatkan pada sifat “repressive” (penindasan/pemberantasan/penumpasan) sesudah kejahatan terjadi, sedangkan jalur “non penal” lebih menitikberatkan pada sifat “preventive” (pencegahan/penangkalan/pengendalian) sebelum kejahatan terjadi. Dikatakan sebagai perbedaan secara kasar, karena tindakan repressive pada hakekatnya juga dapat dilihat sebagai tindakan preventive dalam arti luas. Penggunaan hukum untuk mengatasi masalah sosial, termasuk dalam kebijakan penegakan hukum. Sebagai suatu masalah penggunaan hukum pidana tidak ada kemutlakankemutlakan, karena pada hakekatnya dalam masalah kebijakan orang dihadapkan pada masalah kebijakan penilaian dan pemilihan dari berbagai macam alternatif. 41 mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum. 40 Barda Nawawi Arief,Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996 : 48.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
POLRI di lapangan tidak usah mempertentangkan makna repressive dan preventive secara kaku, tetapi justru dapat membangkitkan ide-ide dalam pelaksanaan tugas antara lain : 1. Sulit dibedakan atau dikotak-kotakkan dalam pelaksanaan tugas di lapangan. 2. Dalam studi Kepolisian, sasaran tugas itu sudah jelas (memelihara ketertiban masyarakat dan menjaga keamanan dalam negeri). Misalnya petugas Sabhara dan Poltas, kalau diamati adalah sebagai petugas Polisi Preventive, akan tetapi terhadap pelanggar lalu lintas yang kelewat membandel apabila mencabut SIM, adalah termasuk tindakan repressive, disebut juga repressive non yudisial. Sebaliknya Reserse sebagai Polisi Repressive, yang tugas pokok nya mencari dan mengumpulkan barang bukti dan menangkap pelaku kejahatan, untuk kepentingan proses peradilan, ternyata kemudian menyerahkan pelakunya kepada orang tuanya atau lembaga Pamardisiwi adalah tugas-tugas preventive. Apabila terjadi pelanggaran kumulatif antara pelanggaran disiplin dengan Kode Etik ProfesiPOLRI, maka penyelesaiannya dilakukan melalui sidang disiplin atau sidang komisi Kode Etik Profesi POLRI berdasarkan pertimbangan Atasan (Ankum) dari terperiksa dan pendapat serta saran hukum dari Pengemban Fungsi Pembinaan Hukum, dan apabila pelanggaran anggota POLRI ada unsur tindak pidana, maka bagi anggota kepolisian, berlaku hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya. Mengadakan hubunganatau dukungan terhadap paham / idiologi Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)dilarang di Indonesia, diancam dengan pidana penjara 15 tahun, menurut Pasal 107e huruf b UU RI No. 27 Tahun 1999 Tentang 41
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, CV Ananta, Semarang, 1994 : 18.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Perubahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Yang Berkaitan Dengan Kejahatan Terhadap Keamanan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 74)“Dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun barangsiapa yang mengadakan hubungandengan atau memberikan bantuan kepada organisasi, baik di dalam maupun di luar negeri, yang diketahuinya berasaskan ajaran komunisme/MarxismeLeninisme atau dalam segala bentuk dan perwujudannya dengan maksud mengubah dasar negara atau menggulingkan pemerintah yangsah”.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
BAB II REVITALISASI KEMAMPUAN STAF DAN PIMPINAN POLRI DALAM RANGKA AKSELERASI MEWUJUDKAN STABILITAS KAMDAGRI A. Permasalahan Umum Institusi kepolisian hingga saat ini tidak pernah lepas dari kritikan-kritikan dari berbagai kalangan, karena pencitraan positif yang dibangun sebagai komitmen menuju profesionalisme polisi ternyata sering „dikotori‟ oleh ulah oknum-oknum polisi yang tidak bertanggung jawab42. Fenomena ini tampaknya tetap akan menjadi siklus yang abadi dalam tubuh POLRI (Kepolisian Negara Republik Indonesia), andaikata komitmen profesionalisme, transparansi dan akuntabilitas tidak diwujudnyatakan dalam sikap dan tindakan aparat kepolisian dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sehari-hari. 43 42
Bambang Kristiyono, 2010, Kapolrestabes Semarang, “Meningkatkan Kemampuan Staf dan Pimpinan Pada Organisasi Tingkat Tinggi Guna Mencapai Akselerasi Mencapai Keunggulan Dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas Kamdagri”, Makalah, Semarang, 2010 :hal 1. 43 Jaya Suprana tentang Fenomena yang demikian itu sebagaimana pernah diungkapkan oleh Budayawan dari Semarang dalam sebuah Seminar Nasional Polisi di Semarang, diucapkan bahwa “Nyaris tidak ada Surat Kabar yang tidak memuat artikel mengkritik polisi, mulai dari yang beralasan ilmiah sampai emosional pribadi. Tidak ada mulut yang tidak mengomeli polisi” (Jaya Suprana, “Polisi dan Pelayanan Masyarakat”, Makalah Seminar Nasional Polisi I, diselenggarakan oleh Pusat Studi Kepolisian UNDIP, Semarang, 1995, halaman 1).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Pencitraan polisi yang bersifat negatif itu bukan hanya dilontarkan oleh orang luar, melainkan juga oleh para pejabat teras di tubuh POLRI sendiri. Ketika POLRI masih berada di dalam tubuh ABRI, mantan Pangab Jenderal TNI Feisal Tanjung juga sudah mengingatkan, bahwa profesionalisme polisi – baik dalam pembinaan sumber daya manusia (personil) maupun sumber data - masih perlu ditingkatkan. 44 Demikian pula mantan KAPOLRI Jenderal (Pol) Banurusman juga secara jujur mengakui, bahwa profesionalisme polisi memang belum optimal. Namun, bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya maka secara kualitas sudah semakin meningkat. 45 Bahkan, secara agak transparan Jenderal (Pol) Drs. Hugeng Imam Santoso – yang juga adalah mantan KAPOLRI – mengatakan bahwa polisi sekarang payah, gampang disogok, banyak terlibat dengan cukong-cukong dan kurang membantu masyarakat yang membutuhkan perlindungan dan bantuan keamanan. 46 Kritikan yang dilontarkan tersebut bukan sekedar ilusi semata, tetapi didasarkan pada fakta lapangan yang memang membuktikan bahwa citra polisi belum optimal dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Harus diakui bahwa ada sejumlah kasus yang berindikasi penyalahgunaan wewenang, penganiayaan, pelecehan seksual, perbuatan tidak menyenangkan, persekongkolan jahat, penyalahgunaan senjata api, dan lain sebagainya 44
Baca misalnya dalam Sarlito Wirawan Sarwono, “Citra Polisi dalam Teori Psikologi Sosial”, Artikel Harian KOMPAS, 1 Juli 1995, halaman IV). 45 N. N., “KaPOLRI: Profesionalisme Polisi Belum Optimal”, Berita Harian KOMPAS, 1 Juli 1995. 46 Kf. Tabloid Mingguan Detik, 21 Agustus s/d 14 September 1993.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
yang melibatkan oknum kepolisian. 47 Kasus Polisi salah tembak di Malang yang menewaskan dua warga sipil,48 kekerasan polisi terhadap warga Bojong yang melakukan penolakan atas rencana peresmian TPST 49 Bojong. Penyiksaan terhadap warga desa di Sumatera Selatan yang terlibat dalam transaksi jual beli sapi,50 penembakan dan penyiksaan terhadap masyarakat petani kopi di Manggarai – Flores51 adalah beberapa dari deretan kasus brutalitas yang dilakukan oleh oknum kepolisian di seluruh Indonesia yang tidak diungkapkan secara detail dalam tulisan ini. Menurut Steven Box,dalam buku pedoman pelatihan untuk anggota POLRI disebutkan pula, bahwa tindakan menutupnutupi kejahatan dan melakukan korupsi dan menerima suap, tidak saja merupakan pelanggaran hak asasi manusia yang sangat serius, tetapi juga berarti melakukan tindakan melanggar hukum. Ketika warga 47
. Bambang Pujiyono, “Strategi Mengangkat Kembali Citra POLRI”, Artikel Harian Suara Karya, 1 Juli 2005 (Kf. Suara Karya Online, 23 Januari 2007, http:// www. suarakaryaonline. com/news. html? id=113664). 48 Kf. N. N., “Polisi Salah Tembak”, Berita Harian Radar Malang, 10 Januari 10 Januari 2007. 49 Dikutip dari Surat Pernyataan Bersama WALHI, KONTRAS, YLBHI, PBHI, IMPARSIAL, AGRA, LS ADI, KAU tentang Kekerasan Polisi terhadap Warga Bojong (Sumber: WALHI, http:// www. walhi. or. id/kampanye/cemar/sampah/041123_ kekeraspol_bojong_ps). 50 Asian Human Rights Comussion-Indonesia, “Penyiksaan terhadap 2 penduduk desa oleh polisi di Sumatera Selatan berkaitan dengan surat jual beli pembelian sapi, 12 Januari 2006 (Sumber: http:// indonesia. ahrchk. net/news/mainfi le. php/ua2006/43). 51 Kf. Laporan WALHI, 2003, dan pemberitaan dalam Tempo Interaktif, 03 Desember 2003.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
masyarakat mengetahui tindakan polisi yang melanggar hukum tersebut akan melihat polisi sebagai pelanggar hukum dan bukan sebagai penegak hukum. 52 Sebagian masyarakat, masih menyangsikan aneka anomali di tubuh POLRI dalam mengusut kasus hukum dan HAM. Dalam menangani kasus mega korupsi, tak sedikit personil POLRI yang tunduk pada kekuasaan politik uang. Bahkan tak jarang pula, anggota kepolisian justeru duduk sebagai terdakwa. Suka tidak suka, POLRI dimata masyarakat tetap dianggap belum maksimal dalam membangun watak polisi yang jujur, berkarakter, dan punya integritas. Doktrin Tri Brata (pelindung, pengayom, dan pembimbing masyarakat), yang sejatinya menjadi pedoman hidup anggota dan institusi POLRI, belum mewujud sebagai prinsip dasar yang menjiwai perilaku setiap anggota POLRI maupun sebagai sistem organisasi53. Faktor kesejahteraan dalam istilah Dellon sebagai need dalam beberapa kasus menjadi salah satu faktor yang kuat mendorong dilakukannya pungli/suap menyuap, 52
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Perpolisian Masyarakat, Buku Pedoman Pelatihan untuk Anggota POLRI. Jakarta: 2006, halaman 71. 53 Kf. Adrianus Meliala, Kriminolog UI, Selamat Bertugas KaPOLRI Baru, Selapa News Majalah Polisi, www. selapa-com, Jakarta, Oktober No. 102010: 11-12; Tidak ada lembaga yang paling berani menindak anggota tanpa memandang pangkat selain POLRI. Meskipun Jendral bintang tiga ditindak juga, tantangan Tri Brata I tentang harapan publik untuk memiliki POLRI yang lebih profesional, menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia, dan mampu menjadi pilar demokrasi menjadi pekerjaan rumah yang mendesak untuk segera. Ekspektasi dan apresiasi masyarakat ditentukan oleh seberapa besar POLRI dapat menjalankan tugas kesehariannya sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat, dalam menegakkan hukum.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
pemerasan. Tetapi faktor lain juga sangat kuat berpengaruh menurut Dillon adalah paradigma kekuasaan. Paradigma kekuasaan yang diperankan oleh para birokrasi warisan Orde Baru adalah perilaku dan pola pikir sebagai tuan yang dilayani, berorientasi setoran kepada atasan. Sehingga untuk menanggulangi korupsi dan kolusi dalam birokrasi (reformasi mental) maka paradigma tersebut harus diubah menjadi perilaku dan pola pikir sebagai pelayan, tidak membebani bawahan dan berorientasi pelayanan simpatik kepada masyarakat. Strategi Program Prioritas Revitalisasi POLRI sepanjang tahun 2009-2010 telah menorehkan hasil yang sangat baik54, KAPOLRI Jendral Timur Pradopo di Mabes POLRI Jakarta. Bahwa Densus 88 Anti Teror Mabes POLRI sudah berhasil mengungkap kasus terorisme di Tanah Air dan memeriksa serta menahan 1. 147 orang kasus terorisme, sampai akhir 2010, tercatat 583 tersangka, dan 388 orang sudah divonis hakim, 56 dalam proses sidang, 55 orang meninggal dunia, 37 orang dipulangkan/tidak cukup bukti dan 28 orang dalam proses penyidikan55. POLRI telah menorehkan prestasi besar 54
Suparmin, Model Polisi Pendamai Dari Perspektif Alternatif Dispute Resolution (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik), Pengantar Prof. Dr. Muladi, SH, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Bekerjasama dengan Wahid Hasyim University Press, ISBN 978-979-097145-5, Semarang, 2011: 108-109 masih banyak yang belum tertangkap, sel-sel Terorisme di Indonesia, bahwa saat ini masih ada UP (Umar Patek), ZI (Zulkarnaen, dan lainnya yang masih bebas berkeliaran. 55 Juga diberitakan Suara Merdeka, :Harian, Semarang, Kamis Pahing, 30 Desember 2010, hal: 1 Masih banyak yang belum tertangkap, sel- sel Terorisme di Indonesia, bahwa saat ini masih ada UP (Umar Patek), ZI (Zulkarnaen) dan lainnya yang masih bebas berkeliaran.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
mengakhiri petualangan Noordin M. Top, Dr. Ashari, Dul Matin dll tetapi nyaris tak ada harganya lagi. Semuanya hancur karena munculnya skandal demi skandal. Mulai dari drama cicak versus buaya, sampai dengan terungkapnya praktik mafia hukum dalam penanganan perkara oknum pegawai pajak Gayus HP Tambunan. “Polisi berada di titik nadir,” ujar Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Tjatur Sapto Edi. Menurutnya, dalam 11 tahun terakhir POLRI merupakan lembaga yang mengalami lompatan yang sangat besar, baik dari sisi anggaran maupun perluasan kewenangan. POLRI tidak lagi disatukan dengan TNI hingga bisa mengurus dirinya sendiri. Anggaran POLRI, yang pada 10 tahun yang lalu hanya sekitar Rp 3 triliun, kini meningkat menjadi Rp 30 triliun. Namun besarnya lompatan itu, menurutnya, tidak seimbang dengan perubahan yang diharapkan publik atas kepolisian. Oleh karena, persoalan korupsi tidak dapat dikatakan sebagai persoalan hukum semata, tetapi juga menyangkut persoalan non hukum seperti persoalan ekonomi, politik maupun budaya. Pendekatannya pun harus dilakukan secara komprehensip dan menyeluruh, sehingga dapat ditemukan akar permasalahan yang sebenarnya dan diharapkan dapat diketemukan jalan pencegahan dan penanggulangan yang tepat dan berdaya guna. 56 56
Menurut Launa, SIP. MM, Dosen FISIP Universitas Satya Negara Indonesia, dalam artikelnya mengungkapkan bahwa ada 3 (tiga) hipotesa untuk mengurai perilaku naif yang masih menjangkiti tubuh POLRI, yaitu: Pertama, meluasnya kekuasaan setelah reformasi. Kedua, terbatasnya sumber daya manusia POLRI. Dan ketiga, minimnya reward atau imbalan seorang anggota kepolisian. “Karena itu, peningkatan profesionalisme
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Meskipun demikian, dalam kesempatan ini, saya hanya akan mengkaji dari aspek strategi implementasi yang terkait dengan tugas dan kewenangan POLRI sebagai salah satu aparat penegak hukum dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Menyadari akan praktik-praktik penyimpangan sosial dan korupsi dengan jaringannya yang luar biasa dan “menggurita” itu, maka mau tidak mau membutuhkan perjuangan yang serius di semua elemen masyarakat dan pemerintah untuk memberantasnya. Memang selama ini sudah ada langkah-langkah konkrit yang dilakukan oleh semua pihak, mulai dari pembentukan tim pemberantas korupsi, pembuatan perangkat hukum (baik perangkat hukum substansial maupun prosedural), upaya-upaya untuk mengefektifkan proses penegakan hukum, dan masih banyak yang lain. Namun, persoalannya adalah mengapa korupsi masih tetap ada dan terus bermunculan? Pertanyaan yang demikian itu pula sekaligus menggugat peran yang dimainkan oleh POLRI selama ini dalam menegakkan hukum, terutama menyangkut langkah-langkah penyidikan tindak pidana dan lain sebagainya. Dengan demikian, setiap penegak hukum khususnya POLRI harus sadar sepenuhnya apabila terjadi suatu perbuatan yang merupakan suatu kegagalan, apabila tidak mencapai hasil akhir berupa keadilan. Kesalahan mengadili atau menghukum (miscariage of justice), baik berupa: (a) perlakuan terhadap tersangka atau terdakwa dengan melanggar hak-haknya; atau (b)
personel, manajemen kepribadian, peningkatan moralitas, dan keteladanan polisi kedepan harus menjadi perioritas. (Selapa News,10-2010: 12)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
terjadinya proses tidak adil (unfair processes); atau (c) penerapan hukum yang memiliki kelemahan (enforcement of foul law); atau (d) penerapan hukum tanpa pembenaran faktual; atau (e) perlakuan yang tidak proporsional (disproportionate treatment) seperti perlakuan keras terhadap tindak pidana yang ringan; (f) kegagalan untuk melindungi atau mempertahankan hak-hak korban (victim of crime) atau calon korban. Maka sebenarnya yang dirugikan tidak sekadar perseorangansecaralangsung saja, tetapi masyarakat secara keseluruhan, terutama berkaitan dengan integritas moral proses kriminal, dan juga sistem demokrasi. Karena sebenarnya yang telah dilanggar tersebut, adalah salah satu atau beberapa indeks atau root principle‟s of democracy yang aktualisasinya terus diperjuangkan melalui gerakan reformasi birokrasi. 57 Menurut Muladi,dalam proses demokratisasi saat ini, manajemen penegakan hukum POLRI sangat penting sebagai a cumulative body of information that furnishes insights on how to manage organization of POLRI. Dalam hal ini bentuk-bentuk dan varian manajemen yang harus menjadi fokus perhatian adalah sebagai berikut:
57
Muladi, 2006, Gubernur Lemhanas, Pengaruh Demokratisasi Dalam Pengembangan Manajemen Penegakan Hukum, Pidato Ilmiah Dalam Rangka Dies Natalis Ke-60 PTIK dan Wisuda Sarjana Ilmu Kepolisian Angkatan 42, 43 dan 44, Jakarta, 17 Juni 2006, hal : 4-6 ; Demikian pula di era reformasi kita tidak menghendaki adanya elemen-elemen POLRI yang dengan sengaja melakukan atau terlibat penyiksaan baik mental maupun fisik terhadap seorang tersangka untuk memperoleh informasi atau pengakuan dan sebagainya yang melanggar Convention against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading treatment or Punishment (1984) yang telah diratifikasi oleh Indonesia pada tahun 1998.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
1. Value Management (Manajemen Nilai) yang menyangkut manajemen tentang pencapaian sasaran POLRI (Management by Obyectives; manajemen tentang pencapaian atau kesesuaian dengan indeks Demokrasi; manajemen tentang Independensi POLRI. 2. Operational Management(Manajemen Operasional Praktis) yang berkaitan dengan manajemen tentang diskresi; manajemen tentang miscarriage of Justice; manajemen tentang ketaatan pada asas-asas hukum (legal-principles compliance); manajemen tentang “institusional cooperation” dan international cooperation. 3. Feedback-Management, dalam kerangka perbaikan sistem maupun pembaharuan hukum (law reform). 4. Anticipatory-Management berupa pengelolaan atas pelbagai prediksi hasil-hasil kajian. Varian manajemen tersebut dirumuskan sebagai konsekuensi bahwa SPP tidak hanya merupakan sistem fi sik (physical system) berupa kerja sama terpadu antarpelbagai subsistem untuk mencapai tujuan tertentu, atau merupakan abstract system yang penuh dengan nuansa-nuansa pandangan, sikap, ideologi, nilai bahkan fi losofi, tetapi juga merupakan sistem terbuka (open system) yang keberhasilannya sebagai organisasi sosial penuh dengan kemungkinan (probabilistic system). 58 Konggres PBBke-9/1995 yang berkaitan dengan manajemen peradilan pidana (yaitu dokumen A/CONF. 169/6) diungkapkan perlunya semua negara mempertimbangkan privatizing some law enforcement and 58
Muladi,Ibid, Orasi Ilmiah, Jakarta 2006 : hal 23-24.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
justice functions dan alternative dispute resolution/ADR (berupa mediasi, konsiliasi, restitusi, dan kompensasi) dalam sistem peradilan pidana. Khususnya mengenai ADR, dan juga berdasarkan peraturan perUndang-Undangan, norma agama, dan kearifan lokal untuk menjamin kepastian hukum dalam sistem peradilan pidana. Terkait Pasal 7 dan Pasal 8 PERKAP Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan S tandar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia “Setiap anggota POLRI wajib memahamiinstrumeninternasionaltentang standar minimal perlindungan warga negara yang mengatur secara langsung atau tidak langsung tentang hubungan anggota POLRI dengan HAM dan termasuk hak sosial ekonomi dan hak sosial budaya”. “Setiap anggota POLRI wajib memahami, menghargai, dan menghormati HAM yang diatur dalam perundang-undangan Indonesia, instrumen-instrumen internasional baik yang telah diratifi kasi maupun yang belum diratifi kasi oleh Indonesia”. B. Landasan Filosofi Dan Operasional Bila kita pelajari dan selidiki sungguh-sungguh “lahirnya Pancasila”, tanggal 1 Juni 1945 akan nyata, bahwa ini adalah suatu Demokratisch Beginsel, suatu Beginsel yang menjadi dasar negara kita yang menjadi Rechtsideologie negara kita, suatu Beginsel yang telah meresap dan berurat-berakar dalam jiwa Bung Karno. Sebagai “Kaitjoo (ketua) dari Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai” Badan Penyelidik Persiapan Kemerdekaan telah mengadakan sidangnya yang pertama tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan tanggal 1 Juni 1945 dan yang kedua
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
dari tanggal 10 Juli 1945 sampai dengan tanggal 17 Juli 1945. 59 Bahwa empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila,Bhinneka Tunggal Ika, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan sumber moralitas dan hukum Negara. Sebagai wujud pengamalan Empat Pilar Kebangsaan tersebut, dengan mengamanatkan pembangunan Nasional yang kesinambungan dari proses dan pembenahan, untuk POLRI, maka optimasi dan dinamisasi merupakan langkah-langkah dalam mengamankan hasil-hasil perjuangan para tokoh pejuang yang telah membangun bangsa dan negara RI, menuju masyarakat adil makmur, tata tenteram kerta raharja. Oleh karena itu, dalam menjalankan perannya POLRI wajib memiliki keahlian dan ketrampilan secara profesional, dan sejalan dengan perintah Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Oleh karena itu, marilah kita coba merenungkan gagasan-gagasan politik Plato yang dituangkan dalam bukunya yang termasyhur “Republik”, Plato 59
M D. Siregar, Ekonomi Pancasila, Lampiran A. Lahirnya Pancasila, pidato pertama tentang Pancasila yang diucapkan pada tanggal 1 Juni 1945 oleh Bung Karno, Presiden Pertama Negara Republik Indonesia di Walikukun tanggal 1 Juli 1947, Notulen Dr. K. R T. Radjiman Wedyodiningrat, Penerbit Mutiara, Jakarta, 1980 : 49 – 50.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
mengisyaratkan bahwa ada 3 kekuatan sosial yang sangat mempengaruhi stabilitas negara. Tiga kekuatan sosial tersebut adalah (1) Militer (Angkatan Bersenjata), (2) kaum intelektual dan (3) kaum interpreneur (wirausaha). Sejak Jendral Moch Sanoesi diangkat menjadi KAPOLRI, ia maklumkan bahwa Teori Platotersebut dijadikan konseptual strategi dalam menjalankan peran penegakan hukum dan pembinaan kamtibmas oleh Sanoesi ditambah dengan pemuka agama. Sehingga menjadi empat pilar kekuatan sosial yaitu : (1) Militer (Angkatan Bersenjata), (2) kaum intelektual, (3) kaum interpreneur (wirausaha), dan satu lagi yaitu (4) pemuka agama. Empat kekuatan sosial tersebut sangat dominan di republik ini dalam menopang pembangunan termasuk dalam mengeliminir police hazard yang terdapat di segala segi kehidupan sosial. 60 Kebijakan dan strategi KAPOLRI Jendral Polisi Drs. Timur Pradopotentang percepatan pencapaian sasaran tahun 2010, Jakstra KAPOLRI 2010 merupakan penjabaran dari visi dan misi, pada sasaran pokok melalui program dan langkah kegiatan POLRI, dengan visi terwujudnya postur POLRI yang profesional, bermoral dan modern sebagai pelindung dan pelayan masyarakat yang terpercaya dalam memelihara kamtibmas dan menegakkan hukum. Adapun misi POLRI sebagai aparat negara yang bertugas memelihara keamanan dalam negeri dan ketertiban masyarakat, tetap memperhatikan norma-norma dan nilai-
60
Moch. Sanoesi, Ibid. hal 342.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
nilai yang berlaku dalam bingkai integritas wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Upayamenghidupkan dan membangun serta mengembangkan kembali nilai-nilai kemampuan yang dimiliki POLRI disegala bidang, sebagai pedoman penjabaran Grand Strategi POLRI 2005 s. d 2025, yang akan dilaksanakan secara bertahap sampai dengan tahun 2013 meliputi 10 Program Prioritas Revitalisasi POLRI: 61 1. Pengungkapan dan penyelesaian kasus-kasus menonjol; 2. Meningkatkan pemberantasan preman, kejahatan jalanan, perjudian, narkoba, illegal logging, illegal fishing, illegal mining, human trafficking, dan korupsi; 3. Penguatan kekuatan Densus 88 Anti Teror, melalui peningkatan kerjasama dengan satuan Anti Teror TNI dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT); 4. Pembenahan kinerja Reserse dengan program “Kroyok Reserse” melalui peningkatan kompetensi penyidik; 5. Implementasi struktur organisasi yang baru dalam organisasi POLRI; 6. Membangun kerjasama melalui sinergi Polisional yang proaktif dalam rangka penegakan undang-undang dan penegakan HAM; 7. Memacu perubahan mindset dan culture set POLRI;
61
Jendral Polisi Drs. Timur Pradopo, KaPOLRI Baru, Dalam Rastra Sewa Kottama Media Informasi POLRI, Membuka Ruang Transparansi Publik, No. 120, Desember, Jakarta, 2010: 4-6 seraya mengucapkan terima kasih kepada Jendral Polisi Drs. Bambang Hendarso Danuri dan segenap jajaran POLRI yang telah memberikan kesempatan kepadanya untuk mengikuti serangkaian proses konstitusional sebagai calon KaPOLRI
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
8. Menggelar sentra pelayanan kepolisian (SPK) diberbagai sentra kegiatan publik; 9. Mengembangkan pelayanan pengaduan system elektronik (IPSE); 10. Membangun dan mengembangkan sistem informasi terpadu serta persiapan pengamanan Pemilu 2014. Pembangunan nasional yang mencakup semua bidang kehidupan, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan yang dilaksanakan menyeluruh dan terpadu dengan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). Dapat dilihat dari aspek pokok kepentingan nasional, yaitu aspek keamanan (security) dan aspek kesejahteraan (prosperity). Yang satu dan lainnya tak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, peningkatan dalam aspek keamanan selalu akan memberikan peluang untuk meningkatnya taraf kesejahteraan masyarakat dan sebaliknya, peningkatan kesejahteraan memberikan peluang untuk makin meningkatnya keamanan bangsa dan negara. Keamanan nasional pada hakikatnya adalah kondisi dinamik bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang senantiasa dapat menjamin tetap tegaknya kemerdekaan dan kedaulatan bangsa dan negara Republik Indonesia di seluruh nusantara, yang mendorong terwujudnya masyarakat tata tenterem kerta raharja. Terwujudnya pengembangan dalam aspek keamanan dalam negeri memerlukan peliputan seluruh potensi nasional secara menyeluruh, dari segala lapisan masyarakat dan instansi terkait. Penyelenggaraan keamanan nasional merupakan suatu upaya yang besar dan mahal, melibatkanberbagai bidang kepentingan dan fungsi-fungsi tata kehidupan nasional, serta memerlukan waktu
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
panjanguntuk pemantapannya. Berbagai pertimbangan lingkungan secara strategis diperlukan untuk menetapkan intensitas dan ekstensitasperwujudannya, dan dalam banyak hal akan selalu dibatasi oleh kemampuan nasional untuk membiayainya. 62 Pada hakikatnya tujuan politik keamanan nasional identik dengan doktrin POLRI, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang “tata tenterem kerta raharja” dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwilayah Nusantara, berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, merupakan kepentingan POLRI agar tujuan pengabdiannya terhadap masyarakat negara dan bangsa dapat terjamin perwujudannya. Sedangkan pelaksanaan untuk mencapainya harus diupayakan secara terencana dan terprogram, melalui proses Grand Strategi POLRI secara bertahap, berlanjut dan berkesinambungan terdiri 3 (tiga) tahapan, yaitu : a) Tahap I Trust Building, (2005-2010) membangun kepercayaan internal POLRI dan membangun kepercayaan masyarakat, dibutuhkan pegangan norma atau aturan yang harus disepakati (kontrak sosial) dalam kehidupan bersama dengan masyarakat. b) Tahap II Partnership Building, (2011-2015) Membangun kerjasama yang erat dengan berbagai pihak yang terkait dengan kepolisian dalam penegakan hukum, ketertiban serta pelayanan, perlindungan dan pengayoman untuk menciptakan rasa aman dengan 62
L. B. Murdani, Doktrin Perjuangan TNI -ABRI “Catur Dharma Eka Karma”, CADEK, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Markas Besar, Jakarta :1988 :14-49.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
strategi penegak keadilan masyarakat (restorative communty justice). c) Tahap III Strive For Excellent, (2016-2025) membangun kemampuan pelayanan masyarakat yang unggul (prima) untuk mewujudkan good government, best practice POLRI, profesionalisme SDM, implementasi teknologi tinggi, infrastruktur matfasjas guna membangun kapasitas POLRI (capacity building) yang kredibel di mata masyarakat nasional, regional dan internasional. Adapun di dalam dinamika pencapaiannya, setiap upaya mewujudkan keamanan nasional pada kedua jalur pendekatan tersebut dalam setiap tahapnya harus selalu memperhatikan keserasian, keselarasan dan keseimbangan antara yang satu dengan yang lain. “The man behind the gun” menentukan keberhasilan suatu rencana, maka dari itu di dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, selain nalar (rasio), keterampilan, maka mental dan watak (karakter) manusia Indonesia merupakan suatu unsur yang penting. 63 Oleh karena POLRI tugasnya di tengah-tengah masyarakat, obyeknya antara lain masyarakat dalam wilayah tertentu yang didiami oleh masyarakat tersebut, maka potensi yang ada di masyarakat harus diupayakan pemanfaatannya dalam rangka untuk mencapai tujuan POLRI. Misalnya di satu wilayah terdapatnya potensi masyarakat yang kuat yaitu alim ulama, organisasi pemuda, tokoh agama, instansi pemerintah terkait, kaum intelektual, maka potensi tersebut harus diupayakan dapat 63
Lembaga Pengkajian Ekonomi Pancasila, Ekonomi Pancasila 1652 Um, Penerbit Mutiara Jl. Salemba Tengah 38, Jakarta,1980: 42
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
berpartisipasi dalam usaha menciptakan kondisi yang aman dan tertib dan dapat mewujudkan kehidupan masyarakat tenteram, damai dan sejahtera. 64 Dengan mengkaji hakikat keamanan dalam negeri, maka rangkaian konsepsi operasional oleh POLRI yang dilaksanakan adalah sebagai berikut : 1. Strategi operasional menciptakan kondisi keamanan dalam negeri yang menjamin stabilitas nasional dengan meningkatkan kepekaan pengamanan kondisi sosial politik agar dapat menemukan akar permasalahan atau sumber penyimpangan sosial secara dini. 2. Strategi operasional sosial politik dengan mengupayaka keterpaduan cara dan usaha antara POLRI, TNI, pemerintah dan kekuatan sosial masyarakat lain mulai dari tingkat pusat sampai daerah dalam rangka menanggulangi hakikat permasalahan keamanan dalam negeri. 3. Strategi pemantapan kondisi keamanan dalam negeri dan ketertiban masyarakat dengan menggiatkan semua upaya pembinaan sosial masyarakat dan partai politik secara terpadu dalam rangka mewujudkan kehidupan masyarakat yang stabil dan dinamis serta meningkatkan ketenteraman masyarakat tata tenterem kerta raharja65. Orientasi dan dinamisasi berupaya meletakkan kepada cara dan pola berpikir secara terarah dengan pendekatan 64
Djunaidi Maskat H, Manajemen Kepolisian Teori dan Praktik Jilid I (Perencanaan), dilengkapi dengan berbagai contoh Format Bentuk Berbagai Rencana, Penerbit Sanyata Sumanasa Wira, Lembang, Bandung, 1993 :22. 65 Loc Cit.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
tugas pokok : “Social security approach”, perlu diberikan bobot orientasi sosiologis yang makin mantap di setiap gerak operasional, guna mewujudkan peran serta masyarakat sebagai kekuatan dasar dalam perpolisian masyarakat (community policing). Untuk mendorong akselerasi pencapaian sasaran pembangunan POLRI, dengan doktrin tata tenterem kerta raharja”. Maka, pada masa yang banyak konflik inilah semua pejabat dan anggota POLRI, mendapat kesempatan untuk menunjukkan jati diri sebagai abdi masyarakat yang bertanggung jawab 66 sebagai insan Rastra Sewa Kottama. Contoh dari tugas yang demikian itu antara lain: membantu menyelesaikan perselisihan antara warga, membina keamanan dan ketertiban masyarakat, mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat, memelihara keselamatan jiwa raga, harta benda, dan sebagainya yang biasa disebut Police Hazard (PH) dan Faktor-faktor Korelatif Kriminogen (FKK) Dengan demikian, sesungguhnya peran yang dimainkan oleh kepolisian itu tidak hanya bersifat represif setelah adanya Ancaman Faktual (AF). Dalam kenyataannya, secara persentase peranan polisi yang bersifat represif itu lebih kecil jika dibandingkan peranan yang bersifat preventif, dan bahkan jauh lebih kecil lagi bila dibandingkan dengan peranan yang bersifat preemptif. 67 66
Moch. Sanoesi, Almanak Kepolisian RepublikIndonesia 1988-1990, Arah Kebijaksanaan dan Strategi Optimasi dan Dinamisasi Operasional dan Pembinaan POLRI, Penerbit Dutarindo ADV, S. P. Kadislitbang POLRI Nomor Pol. : B/394/IX/Dislitbang, Jakarta, 1986, : 9-22. 67 Satjipto Rahardjo,Ibid, 1998, halaman 5-6. Awaloedin Djamin dalam makalahnya berjudul Beberapa Masalah dalam Kepolisian Negara Republik Indonesia (1986) menggunakan istilah “pembinaan masyarakat”
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Sebagai langkah penjabaran rekomendasi program jangka pendek (2005-2010) Grand Strategi POLRI tahap Trust Building, BARESKRIM POLRI merancang ulang pelibatan berbagai unsur masyarakat sipil dan membandingkan polisi sipil dengan negara lain untuk membangun kepercayaan masyarakat. Untuk meningkatkan pelayanan dengan upaya pembentukan pengawasan internal penyidik dalam proses penyidikan, dengan harapan terwujudnya mekanisme penyidikan yang efektif di seluruh jajaran POLRI, dan mencegah terjadinya penyimpangan maupun penyalahgunaan wewenang oleh para penyidik dalam rangka pelayanan penegakan hukum68 Khusus berkaitan perannya dalam bidang penegakan hukum, POLRI memiliki tugas dan wewenang untuk “melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya” [Pasal 7 ayat (1) huruf a KUHAP jo Pasal 14 Ayat (1) huruf (g) UU Kepolisian). Ketentuan hukum acara pidana sebagai dasar untuk melaksanakan tugas dan wewenang penyelidikan dan penyidikan oleh penyidik diatur Pasal 6 Ayat (1) UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, ditegaskan bahwa “Penyidik adalah Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil (PPNS) tertentu yang diberi wewenang khusus oleh UU atau untuk melakukan penyidikan”. (Bimmas) untuk menunjuk tugas-tugas kepolisian yang bersifat preemptif). 68 Naskah Sementara, Kepolisian Negara Republik Indonesia Markas Besar, Pedoman Pengawasan Penyidikan, Jakarta, 2008 :2-5
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Wewenang yang dimiliki oleh POLRI sebagai penyidik (dan tentunya juga bagi PPNS untuk tindak Pidana Tertentu). C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hukum Bahwa, peraturan hukum pidana yang berlaku di negara kita sekarang ini, adalah Undang-Undang yang berlaku pada zaman kolonialisme penjajahan Belanda. Pasal I Undang-Undang tg 26 Pebr. ‟46 Nr. 1 “dengan menyimpang seperlunya dari Peraturan Presiden Republik Indonesia tertanggal 10 Oktober 1945 No. 2, menetapkan, bahwa peraturan-peraturan hukum pidana yang sekarang berlaku, ialah peraturan-peraturan Hukum Pidana yang ada pada tanggal 8 Maret 1942. 69 Sejak berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Republik Indonesia (Undang-Undang No 1 Tahun 1946 yang telah dirubah dengan Undang-Undang Nomor 73 tahun 1958), sekarang ini70, sudah harusmenjuru pada
69
Pasal VI Ayat (1) Undang-Undang tg 26 Pebr. ‟46 Nr. 1 Nama undangundang hukum pidana “Wetboek van Strafrecht voor NederlandschIndie”dirobah menjadi “Wetboek van Strafrecht”. Ayat (2) UndangUndang tg 26 Pebr. ’46 Nr. 1 Undang-Undang tersebut dapat disebut : “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana”. Pasal V Undang-Undang tg 26 Pebr. ’46 Nr. 1 Peraturan hukum pidana, yang seluruhnya atau sebagian sekarang tidak dapat dijalankan, atau bertentangan dengan kedudukan Republik Indonesia sebagai Negara merdeka, atau tidak mempunyai arti lagi, harus dianggap seluruhnya atau sebagian sementara tidak berlaku. 70 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1960 No. 18 tentang perubahan ancaman hukuman dan denda, dan dalam ketentuan-ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum 17 Agustus 1945, sebagaimana telah diubah sebelum mulai hari berlakunya Peraturan perundang-
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Sistim Hukum Nasional (SISKUMNAS), sesuai pada Pasal 2 Undang-Undang nomor 10 tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan PerundangUndangan yang telah dirubah dengan Undang-Undang nomor 12 tahun 2011 bahwa, “Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum Negara”. Sebagai Negara yang berdasarkan pada Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa mematuhi hukum berdasarkan Pancasila. Adanya Kondisi buruk dunia peradilan sekarang ini telah mendorong pencari keadilan (justitia bellen) untuk menemukan alternatif penyelesaian perkara pidana di luar pengadilan, yang biasa di sebut Alternative Dispute Resolution (ADR), pada masing-masing tingkat institusidengan cara perdamaian dengan membuat kesepakatan. Menurut Muladi, kesepakatan tertulis atau perdamaian nilainya sama dengan putusan hakim, sedangkan menurut Pasal 60 ayat (3) Undang-Undang nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman „kesepakatan tertulis yang dibuat oleh para pihak yang digunakan untuk menyelesaikan masalah bersifat fi nal‟. Mengingat asas hukum pidana “asas ultimum remedium” bahwa pidana sebagai upaya terakhir, dan program Community Policing yang berorientasi pada membangun kemitraan (partnership building) dan
undangan ini. KUHP tersebut teks-nya adalah terjemahan tidak resmi dari “Wetboek van Strafrecht”, sebelum Kemerdekaan Republik Indonesia.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
penyelesaian masalah (problem solving)71. Dalam kajian ini, POLRI dalam kasus-kasus ringan lewat FKPM sudah membuat lembaga ditingkat Desa/Kelurahan untuk menyelesaikan kasus-kasus kecil berdasarkan Skep nomor: 737/VII/2006 Seri-3 Polmas dan Skep 433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006. Untuk itu POLRI (Bhabinkamtibmas)harus dapat memberikan pengertian, dan menanamkan kesadaran untuk meyakinkan kepada para pihak yang berperkara bahwa penyelesaian perkara dengan cara musyawarah untuk mencapai perdamaian, merupakan suatu cara penyelesaian yang lebih baik, adil, dan bijaksana dari pada diselesaikan dengan putusan pengadilan, baik dipandang dari segi hubungan masyarakat, dari segi waktu yang lama, beaya yang tidak sedikit, dan tenaga yang digunakan. Mengingat Perma nomor 1 tahun 2008 juga telah memungkinkan mediasi dilakukan dalam tahapan pemeriksaan, sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) bahwa ; “Pada tiap tahapan pemeriksaan perkara, hakim pemeriksa perkara tetap berwenang untuk mendorong atau
71
Lampiran surat Keputusan KaPOLRI No. Pol. : Skep/360/VI/2005 tanggal : 10 Juni 2005 Arah Pembangunan Jangka Panjang (PJP) POLRI Tahun 2005-2025 dalam Grand Strategi POLRI, bahwa Reorientasi Sistem Keadilan(Restorative Justice), dengan Strategi Restorative Justice (pemulihan keadilan) dapat meningkatkan trust kepada masyarakat karena menunjukkan bahwa POLRI bertindak sebagai fasilitator, bukan hanya “penghukum” (penegak hukum) yang menjuru represif, melainkan POLRI mengutamakan “pendamai” (dalam penegakan hukum)bagi penanggulangan kejahatan,ketidak tertiban yang sebagian besar timbul dari konflik kepentingan, dan berperan sebagai pihak ketiga yang menghasilkan win- win solusition.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
mengusahakan perdamaian hingga sebelum pengucapan putusan”. Keunggulan utama suatu penyelesaian perkara perdamaian diluar pengadilan adalah keputusan yang dibangun oleh para pihak sendiri (win-win solusition), lebih mencerminkan keadilan bagi para pihak. Dalam penerapan hukum dengan cara “perdamaian atau arbitrase” yang kadang-kadang dilakukan oleh polisi di lapangan, dalam menyelesaikan tindak pidana dengan mengindahkan kearipan lokal yang dilakukan dengan musyawarah untuk mewujudkan perdamaian, adalah termasuk merupakan penyelesaian perkara tindak pidana. Menurut Prof. Dr. Muladi: „kesepakatan untuk mewujudkan perdamaian nilainya sama dengan putusan hakim‟, hal tersebut telah sesuai dengan pasal 1338 KUHPerdata Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang (asas Pacta sunt servanda). Menjadikan mediasi penal juga dapat sebagai alternatif penyelesaian perkara tindak pidana lingkungan hidup, karena selain bermanfaat bagi lingkungan hidup juga bermanfaat bagi masyarakat adat72. 72
Nirmala Sari,Ringkasan Disertasi Mediasi Penal Sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2011 : 4. sejalan dengan perkembangan hukum dalam tataran global, sejalan pula dengan hukum yang hidup dalam tataran lokal, yakni masyarakat adat di Indonesia yang telah memiliki mekanisme penyelesaian perkara melalui perundingan atau permusyawarahan untuk mencapai kesepakatan. Musyawarah dalam masyarakat, istilah Jawa biasa disebut “rembug desa”.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Bahwa, amanat PresidenRepublikIndonesia Susilo Bambang Yudhoyono,menegaskan, “Untuk lebih memberdayakan potensi keamanan, sebagaimana diamanat kan Pasal 30 Ayat 4 UUD1945, Beliau minta agar strategi perpolisian masyarakat (community policing) terus dikembangkan. Perbanyak pembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat di seluruh tanah air. Dengan cara itu, potensi masyarakat dapat diberdayakan di lingkungan masing-masing guna memecahkan masalah sosial yang terjadi di Iingkungannya”73. Adapun upaya-upaya POLRI dalam pengembangan tersebut diatas, meliputi : 1. Internal POLRI Upaya-upaya POLRI untuk meningkatkan kinerja di bidang Penyidikan, yaitu: a. Meningkatkan perbaikan pada berbagai Aspek dan menata kembali sistem pelayanan yang cepat, transparan akuntabel. Termasuk pembinaan mental, disiplin untuk mewujudkan budaya kerja yang bersih dari KKN, b. Mengembangkan sistem dan metode pembinaan operasional POLRI guna meningkatkan prestasi kerja penyidik dalam mengungkap Tindak Pidana Korupsi, 73
DR. H Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia, Sambutan Tertulis Presiden Republik Indonesia Pada Peringatan Hari Bhayangkara Ke-61, Jakarta, 1 Juli 2007 Dalam menyikapi berbagai perubahan di tengah-tengah masyarakat, POLRI dituntut untuk berupaya mengembangkan strategi dan kemampuan profesional kepolisian, dengan tetap berlandaskan pada nilai-niiai ideal Tribrata sebagai pedoman hidup dan Catur Prasetya sebagai pedoman karya. Untuk memenuhi harapan dan tuntutan masyarakat di era reformasi, selain memposisikan POLRI sebagai bagian dari warga sipil, POLRI juga harus melakukan reformasi internal melalui pembenahan dalam berbagai aspek.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
c. Secara bertahap melengkapi sarana dan prasarana untuk mendukung penyelidikan dan penyidikan, d. Meningkatkan pengawasan secara ketat, berjenjang dan berlanjut terhadap pelaksanaan tugas dengan Tindakan Korektif dan Tegas pada setiap Penyimpangan, e. Melaksanakan Akuntabilitas Kinerja menerapkan Reward dan Punishment secara Konsisten. Berlakunya berbagai lisensi dan praktik birokratisme bagi dunia usaha menimbulkan hambatanhambatan, yang dalam hal ini pemecahannya melalui “uang pelumas atau uang pelicin” atau speed money. Dengan adannya pelicin atau pelumas ini, dalam praktik bukannya memperlancar proses birokrasi, malah dapat berakibat semakin bertambah banyaknya “tanda tangan” atau “meja” yang harus dilewati suatu dokumen perizinan atau dapat berbentuk “korupsi” diam atau “korupsi pasif”, yakni dengan tidak mengerjakan atau mendiamkan sesuatu yang harus diproses sampai adanya pelumas. Bagaimana sebenarnya keadaan korupsi di Indonesia? A. S. Harris Sumadiria menjawab bahwa korupsi lahir karena ambruknya nilai-nilai sosial, korupsi kambuh karena adanya penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan melalui uang, dan korupsi hidup karena sikap dan mental pejabat yang bobrok, baik pejabat tinggi maupun pejabat rendahan. 74
74
Sarlito W. Sarwono (1981), “Bagaimana Kalau Ternyata Korupsi Sulit Diberantas?” Kompas, 17 Nopember 1981.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Pendekatan lain, Dr. Andi Hamzah dalam disertasinya menginventarisasikan beberapa penyebab korupsi, yakni : a. Kurangnya gaji pegawai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin hari makin meningkat; b. Latar belakang kebudayaan atau kultur Indonesia yang merupakan sumber atau sebab meluasnya korupsi; c. Manajemen yang kurang baik dan kontrol yang kurang efektif, akan memberi peluang orang untuk korupsi; d. Modernisasi mengembangkan korupsi. Pengaruh terhadap pembangunan nasional dengan mewabahnya korupsi dapat ditinjau dari beberapa kemungkinan, yaitu: • Kemungkinan pertama dengan “fasilitas korupsi”, pihak pengusaha mendapatkan hak-hak yang “istimewa” dengan “hak monopoli” atau diperolehnya “nilai premi” atau keuntungan usaha yang besar dari berbagai jenis atau bentuk melalui fasilitas korupsi. Semua biaya yang dipikulnya, termasuk untuk kepentingan pelumas mesin[-mesin korupsi, dibebankan kepada masyarakat konsumen yang lemah kedudukannya karena dikuasai pasaran monopolistic. • Kemungkinan kedua, dengan adanya tindakan korupsi akan berarti terjadi manipulasi terhadap penerimaan atau pendapatan negara oleh pejabat atau pegawai atau pihak pengusaha, yang seharusnya dapat dialokasikan oleh pemerintah untuk keperluan pembangunan nasional.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
• Kemungkinan ketiga, korupsi tidak memberikan kesempatan bagi tenaga-tenaga ahli yang memiliki “kemampuan profesionalisme” mengembangkan dirinya. • Keuntungan perusahaan bukan diperoleh dari usahausaha yang wajar dan rasional sesuai dengan prinsip ekonomi, melainkan dari hasil “membina hubungan mesra” khususnya dengan pejabat. 75 Harus diakui bahwa menangani tindak pidana korupsi bukan pekerjaan mudah sebagaimana orang membalikkan telapak tangan. Penyidikan tindak pidana korupsi sangat kompleks dan relatif lebih sulit karena melibatkan berbagai pihak yang mempunyai posisi penting sebagai pejabat publik. Di samping itu, proses penyidikan pun harus berlangsung dalam jalinan kerja sama dengan instansi dalam lingkup sistem peradilan pidana (SPP) maupun dengan instansi lain yang terkait dengan kasus korupsi, seperti BPKP, PPATK, KPK, perbankan, dan lain sebagainya. 2. Eksternal POLRI Upaya POLRI secara eksternal untuk meningkatkan kerja sama dengan instansi terkait implementasi Penegakan Hukum dan upaya pengembalian kerugian keuangan negara akibat Tindak Pidana Korupsi antara lain dengan :
75
IGM. Nurdjana, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi” Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafi a Hukum, Pustaka Pelajar,ISBN :978-602-6479-79-0, Cetakan I, Celeban Timur UH III/548 Yohyakarta, 2010: 33-37.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
a. Peningkatan kerja sama yang dituangkan dalam bentuk Nota Kesepahaman (MoU) dengan berbagai Instansi terkait, b. Pembentukan Tim Gabungan dalam penyidikan dalam kasus-kasus korupsi untuk mengefektifkan penindakan terhadap pelaku dan pengembalian kerugian negara, c. Peningkatan kerja sama CJS dalam hal pencarian pelaku, pelacakan arus transaki (Cash flow), penyelenggaraan Gelar Perkara, dll d. Koordinasi dengan Kejaksaan, KPK, Bank Indonesia, BPKP, PPATK, Depdagri, Deplu, Imigrasi dan Kepolisian Negara Sahabat dalam Penyelidikan dan Upaya Penegakan Hukum, sharing informasi untuk kepentingan Tracing of Assets. Dalam Pelaksanaan Penyidikan TIPIKOR oleh POLRI sebagai berikut : a. Melakukan penyidikan Tindak Pidana Korupsi menurut ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, penuh rasa keadilan dan sesuai dengan Hak Asasi Manusia serta bebas dari Interest tertentu (Proporsional dan Profesional). b. Penyidikan Tindak Pidana Korupsi dilakukan secara berjenjang pada Tingkat Mabes POLRI, dilaksanakan oleh Direktorat III, pada Tingkat Polda oleh satuan Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reskrimsus di Polda, untuk Polrestabes/Polresta/Polres, dilaksanakan oleh bagian/Sat Reskrim. c. Penanganan Tindak Pidana Korupsi yang melibatkan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah/Ketua DPRD
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
d.
e.
f.
g.
Kota/Kabupaten, Penyidikannya dilakukan oleh Polda atau Poresta/tabes/Polres sedangkan Penanganan Korupsi yang melibatkan Gubernur/Wakil Gubernur/Ketua DPRD Provinsi, Penyidikannya dilakukan oleh Mabes POLRI. Mengangkat Issu Korupsi sebagai Kejahatan Trans nasional pada The Sixth Asean Senior Official Meeting on Transnational Crime (6th SOMTC) di Bali tanggal 7-8 Juni 2006 selanjutnya masih menjadi pembahasan untuk ditindaklanjuti pada SOMTC 2007 di Hanoi upaya ini masih memerlukan waktu karena adanya definisi tentang Korupsi yang berbeda-beda dari berbagai negara. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh penyidik POLRI, untuk mengetahui kerugian negara atau perekonomian negara yang ditimbulkan oleh korupsi harus menunggu hasil audit investigasi dari BPKP. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh penyidik POLRI, untuk mengetahui kekayaan dari hasil kejahatan yang disimpan di Bank oleh tersangka/saksi harus ijin Gubernur Bank Indonesia sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh penyidik POLRI, untuk memanggil baik sebagai saksi atau sebagai tersangka terhadp DPRD kabupaten/kota harus ijin tertulis Gubernur atas nama Mendagri, dan pemanggilan DPRD Provinsi harus ijin tertulis dari Mendagri atas nama Presiden.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
h. Mengenai pembiayaan dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh penyidik POLRI masih sangat terbatas berdasarkan DIPA, apabila dilakukan oleh KPK anggaran melalui APBN. i. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh penyidik POLRI, untuk melakukan penggeledahan atau penyitaan terhadap dokumendokumen yang disimpan di rumah/kantor milik instansi pemerintah harus ada ijin khusus dari Pengailan Negeri, sedangkan oleh KPK tidak perlu. j. Dalam penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh penyidik POLRI, dalam hal bolak-baliknya berkas perkara dari Jaksa Penuntut Umum (P-19) waktunya tidak jelas (tidak sesuai KUHAP) dan petunjuknya kadang-kadang tidak masuk akal sehingga kadangkadang sulit untuk dapat dipenuhi oleh penyidik. k. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh penyidik POLRI, mengenai pendapat dari Keterangan Ahli mengenai kerugian keuangan negara/perekonomian negara kadang-kadang berbeda dengan yang lain; Mengenai kerugian keuangan negara yang sudah dikembalikan Ahli menyatakan, apabila kerugian keuangan negara sudah dikembalikan, unsur kerugian keuangan negara sudah tidak ada, sehingga salah satu unsur tindak pidana korupsi tidak terpenuhi, sehingga menjadikan keragu-raguan JPU untuk menerima berkas perkara menjadi P-21. l. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh penyidik POLRI, mengenai hasil
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
penyadapan pembicaraan yang berkaitan dengan perkara korupsi, walaupun dalam penjelasan pasal 26 UU No. 31 tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memberikan peluang penyadapan (wiretaping) kepada penyidik, tetapi hal tersebut tidak dapat dipergunakan oleh penyidik sebagai alat bukti yang sah dan kadang-kadang mendapat tantangan dari banyak pihak. m. Dalam penyelidikan/penyidikan Tindak Pidana Korupsi yang berkaitan dengan pencucian uang oleh penyidik POLRI, untuk mengetahui aliran dana di Bank milik tersangka di Bank harus melalui PPATK sesuai dengan peraturan perundang-undangan. n. Strategi lain yang dipandang tepat untuk menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap POLRI adalah dengan mengupayakan transparansi dan akuntabilitas dalam melakukan penegakan hukum. Transparansi penegakan hukum berorientasi pada masalah keterbukaan (openness), kepercayaan (trust), menghargai keragaman dan perbedaan (diversity) serta tidak diskriminatif. Sedangkan, masalah akuntabilitas (accountable) POLRI dalam melakukan penegakan hukum lebih berorientasi pada sistem yang dapat ditelusuri jalurnya secara logis (traceable), dan dapat diaudit dan diperbaiki (auditable) mulai dari tingkat individu sampai institusi POLRI. 76 76
Keputusan KaPOLRI No. Pol. : KEP/200/IX/2005, tanggal 7 September 2005 tentang Rencana Strategis POLRI 2005-2009 (Renstra POLRI), halaman 11.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
o. Berbagai upaya yang telah diprogramkan untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas POLRI dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, antara lain: (1) menggalang komitmen POLRI di semua tingkatan untuk menjalankan tugas dan wewenangnya secara transparan, akuntabel dan profesional. Penegasan komitmen tersebut secara tidak langsung merupakan bentuk kontrak sosial (social contract) antara POLRI dengan publik; (2) membuat laporan kinerja (“rapor”) yang disampaikan secara rutin kepada lembaga publik (DPRD); (3) membuat open house secara rutin agar warga masyarakat dapat memberikan masukan demi perbaikan kinerja dan cara kerja POLRI; (4) memenuhi laporan kekayaan pejabat POLRI ke KPKN; (5) membuat sistem pengaduan (complaint management) yang baik dapat diakses, menciptakan sistem komunikasi secara efektif dengan warga, membuat komisi kepolisian di tingkat daerah, dan lain sebagainya. 77 D. Kondisi Saat Ini 1. Hukum sebagai Sarana Manajemen Konflik Sosial yang Efektif Hukum memiliki ciri-ciri yang esensial sebagai sarana penyelesaian/konflik sosial.
77
Surat Keputusan KaPOLRI No. Pol : SKEP/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005 tentang Grand Strategis POLRI Menuju 2005-2025.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Cara yang ditempuh, sebagai berikut :78 • Mengemukakan syarat-syarat ide tentang keadilan, kemanfaatan yang diajukan sebagai suatu prasyarat untuk mendukung interaksi dan organisasi agar kehidupan sosial dapat berlangsung. • Mencegah agar orang-orang tidak melakukan perbuatan yang bertentangan dengan syarat-syarat tersebut di atas. Disinilah studi hukum sosiologis bertujuan untuk mengetahui bagaimana konsep-konsep hukum, institusiinstitusi hukum, proses-proses hukum berfungsi mencegah/mengurangi sampai batas yang seminimal mungkin, atau bagaimana menyelesaikan konflik, bagaimana mekanisme hukum itu diciptakan, bagaimana hubungan denganmekanisme hukum itu dapat dibuat menjadi lebih efektif lagi. Leon Mayhew mengungkapkan dan berpendapat bahwa hukum itu terjadi karena suatu proses, proses ini terjadi karena akibat timbal balik antara organisasiorganisasi sosial dalam membentuk proses hukum. Disinilah terjadi interaksi, demikian pula di Indonesia yang penduduknya mayoritas beragama Islam, apakah norma-norma hukum Islam itu dapat atau saling mempengaruhi dengan kehidupan hukum nasional atau tidak. Karena norma agama itu menyangkut berbagai hukum, terutama nilai-nilai moral yang terkandung di dalam hukum Islam. 79 78
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 77. Juhaya S Praja dan Ahmad Syihabuddin, Delik Agama Dalam Hukum Pidana Di Indonesia, Angkasa, Bandung : 5.
79
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Untuk ini Islam telah mengadakan kewajiban Iman, serta kaidah-kaidah keislaman yang dikenal dengan “Rukun Islam”, dengan maksud untuk menegakkan agama serta menanamkannya di dalam hati nurani manusia dengan mengikuti hukum-hukum yang tidak dapat dilepaskan oleh manusia. Hukum memberikan kontribusi terhadap manajemen konflik dalam mewujudkan tata masyarakat yang adil dan tertib, merupakan tugas mulia yang tujuannya adalah : • Mencatat keterbatasan-keterbatasan fundamental yang dikenal dalam aliran model fungsional hukum. • Mengenal argumentasi yang diajukan sebagai konsepsi yang bebas tentang keterbatasanketerbatasan, yaitu konsep mengenai hukum sebagai suatu bentuk/dimensi kekuasaan sosial (sebagai senjata bagi kelompok penentang dalam penyelesaian konflik sosial yang insidental/berada di sisi lain). • Merumuskan seperangkat preposisi-preposisi dasar yang empiris tentang hukum dan konflik sosial,yang oleh konsepsi kekuasaan hukum diisyaratkan untuk dilaksanakan dengan suatu penelitian hukum yang sosiologis. Hukum dalam dimensi manajemen konflik harus melepaskan teori dan hasil penelitian tentang hukum dan masyarakat. Maksudnya, manajemen konflik tidak menggunakan kerangka analisis serta tidak terikat pada suatu pilihan etik dan teori dengan harapan, agar mampu memberikan keritik terhadap keputusan-keputusan dan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
tindakan-tindakan mutlak/birokratis yang dinyatakan atas nama hukum. Konsepsi moral fungsional hukum telah meninggalkan penelitian hukum sosiologis, sehingga akan mudah terkena akibat-akibat penyimpangan,yang mengarah kepada ide-ide budaya dan lembaga-lembaga spesifik. Konsepsi itu menimbulkan kesulitan, bahwa saranasarana hukum untuk melaksanakan manajemen konflik cenderung minta disamakan dengan saranasarana untuk mengadakan perdamaian. Anggapan bahwa metode konsensus yang tidak bersifat menindas (non coercive) merupakan satusatunya cara yang efektif untuk mencegah dan mengendalikan konflik sosial. 80 Pembatasan-pembatasan konsepsi moral fungsional hukum bertujuan, sebagai berikut : • Menunjukkan penyampingan kultural dengan cara menghapuskan aspek-aspek hukum dengan metodemetode dan proses-proses konsensual dalam manajemen konflik yang diduga lebih efektif daripada sarana-sarana yang bersifat menindas (coercive). • Mendorong dilakukannya penelitian-penelitian yang dapat memanfaatkan asumsi-asumsi hukum alam dan sistem fungsional. Guna mencari kemungkinan untuk menggunakan sumberdaya untuk mengamankan ide-ide dan
80
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 79.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kepentingankepentingan tertentu, dipergunakan upaya memperoleh dan menggunakan kekuasaan. Kekuasaan disini, diartikan sebagai kekuatan pengendali sumber-sumber daya penggunaan kemampuan untuk memobilisasikan langkah-langkah pengambilan keputusan yang akseptabel bagi konflikkonflik yang aktual/potensial. Hukum sebagai pengendali konflik sosial tidak terlepas dari manajemen konflik. Pemegang kendali penyelesaian konflik sosial tersebut mempergunakan sarana pengendali sumber daya yang terwakili dalam struktur kenyataan budaya dan struktur kenyataan sosial dalam hukum, yang meliputi : • Pengendalian terhadap pelanggaran fisik, yakni angkatan perang dan kepolisian. • Pengendalian terhadap sarana produksi, alokasi dan atau penggunaan sumber daya materiil, yaitu kekuasaan ekonomi. • Pengendalian terhadap proses-proses pengambilan keputusan, yaitu kekuasaan politik. • Pengendalian terhadap definisi tentang akses untuk memasuki bidang pengetahuan, kepercayaan, nilainilai, yaitu kekuasaan ideologi. 81 Berbicara mengenai hukum sebagai sarana pengendalian konflik sosial yang mujarab, berarti tidak terlepas dari konotasi pengertian hukum kekuasaan,
81
Ronny Hanitijo Soemitro, Ibid : 82.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
karena dalam istilah manajemen dikenal “doing thing trou the other” (melakukan sesuatu lewat orang lain). 82 Bagaimana unsur kekuasaan dalam menggunakan sumber-sumber daya yang ada (pada orang lain pihak ketiga), untuk kepentingan hukum dalam penyelesaian konflik sosial politik. Adalah suatu ironi, sebenarnya pada saat kita sudah tidak lagi terlibat dalam perbenturan ideologi politik karena semuanya menerima Pancasila sebagai satu-satunya ideologi.Para elit politik justru berbenturan karena “berebut tulang”83 tanpa sunsum. Menghadapi semuanya itu, Pancasila seakan-akan tidak berdaya mengendalikan nafsu serakah elit politik. Padahal bila sila-sila dicamkan dalam-dalam apalagi dikaitkan dengan nilai agama, niscaya perilaku serakah yang membanjiri sebagian masyarakat urban sekarang ini dapat didinginkan. Tetapi kenyataan sekarang karena elit telah puas dengan serba slogan,maka iklim moral dalam masyarakat dari hari kehari semakin galau dan kelabu. Korupsi melalui kolusi atau bukan melalui kolusi telah begitu jauh menggerogoti sendi-sendi kehidupan moral bangsa. 84 Salah satu pembaharuan 82
Suhardi Sigit, Pengantar Manajemen, UGM Press, Yogyakarta, 1984 : 4. Syafi ‟i Ma‟arif, Reformasi Politik, Kebangkitan Agama dan Konsumerisme, Pustaka Pelajar, bersama dengan Arief Budiman, Budiawan, Heru Nugroho, Th. Sumartana, Tini Hadad, YB. Mangunwijaya, Interfi dei, Seri Dian VII Tahun VIII, diterbitkan atas Kerjasama Institut DIAN/Interfidei- Kompas dan Forum Wacana Muda Yogyakarta, Jl. Banteng Utama No. 59, halaman : 37. 84 Hendarman Supandji, Membangun Budaya Anti-Korupsi Sebagai Bagian dari Kebijakan Integral Penanggulangan Korupsi di Indonesia, Diucapkan pada Penganugerahan Doktor Honoris Causa di Universitas Diponegoro, 83
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
moral yang menonjol untuk mendapatkan perhatian kita dalam memberantas korupsi85 adalah “moral kejujuran”. Istilah “korupsi” di samping dipakai untuk menunjuk keadaan atau perbuatan yang “busuk”, juga disangkut pautkan kepada ketidak jujuran seseorang. Watak/sifat tidak jujur merupakan salah satu penyebab terjadinya perbuatan korupsi. Kondisi ini tentu saja akan berdampak negatif pada kehidupan sosial masyarakat, karena iklim tersebut akan menciptakan kondisi yang tidak kompetitif dan tidak sensitif terhadap perbaikan bangsa secara menyeluruh. 86
promotor Barda Nawawi Arief dan Nyoman Serikat Putra Jaya,Semarang, 18 Juli 2009 : 20 tingginya kasus korupsi di Indonesia yang berhasil diungkap dan ditangani aparat penegak hukum, merupakan indikator bahwa ketidak jujuran sikap koruptif di Indonesia menunjukkan trend yang meningkat dan berada pada tingkat yang memperihatinkan. 85 M. Busyro Muqoddas,Mendudukkan Kembali Ke luhuran Budaya dan Martabat Bangsa yang A dil dan Humanis, diuacapkan dalam Seminar Nasional Dalam Dies Natalis Universitas Negeri Semarang ke-46 “Reposisi Keluhuran Budaya dan Martabat Bangsa Menuju Tatanan Masyarakat yang Adil dan Humanis, Auditorium Universitas Negeri Semarang, Semarang, 27 April 2011 korupsi dapat terjadi jika ada monopoli kekuasaan yang dipegang seseorang yang memiliki kemerdekaan bertindak atau wewenang yang berlebihan, tanpa ada pertanggung jawaban yang jelas. 86 Lis Febrianda,Rekonstruksi Regulasi Pelayanan Kependudukan dan Pencatatan Sipil oleh Birokrasi Pemerintahan Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara, Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 2009 : 3-4 dalam konsep birokrasi pemerintah dalam pelayanan kependudukan dan pencatatan sipil, masalah yang sering dihadapi adalah pola-pola perilaku yang dihasilkan oleh hukum tidak selalu cocok dengan pola-pola perilaku yang dijalankan para aparatur negara dalam pelayanan kepada masyarakat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Barda Nawawi Arief, baca internet dan tulisan di Koran Tempo 19 Oktober 2008 yang menyatakan gagasan yang tetap bagus, tapi dikatakan merupakan “langkah yang sangat kecil untuk menyelamatkan bangsa dari virus korupsi”. Menurut beliau (Barda), ini bukan langkah “sangat kecil” tapi justeru “sangat besar”, “sangat berat” dan “sangat mulia”. Diungkapkan dalam tulisan cerita tentang warung kejujuran di lereng Gunung Batukaru, Bali, tempat pemukiman para petani kopi yang hidupnya begitu sederhana: miskin tidak, kaya juga belum. Mereka punya warung yang tidak pernah dijaga, tapi pembelinya tidak ada yang tidak bayar, dan warung tidak pernah rugi, karena disana ada budaya “kalau beli tidak bayar atau menggasak uang di warung, sama saja dengan kuluk (anjing)” dan “takut akan hukum karma” (takut dapat celaka). Gambaran budaya kejujuran komunitas Gunung Batukaru itu, tentunya juga ada di tempat lain. 87
87
Barda Nawawi Arief, dan Nyoman Serikat Putrajaya, Pidato Pengantar dan Laudatio Tim Promotor, diucapkan pada Upacara Penganugerahan Doktor Honoris Causa Dalam Ilmu Hukum Kepada Hendarman Supandji Dalam Rapat Senat Terbuka Universitas Diponegoro, tanggal 18 Juli 2009: 9-10 kalau budaya kejujuran itu semakin menipis dan bahkan lenyap sama sekali setelah “orang gunung” itu menjadi “orang kota”, atau setelah “petani kopi” itu menjadi “petani kota” (jadi pegawai/pejabat/penyelenggara negara), maka upaya membangun kembali budaya jujur yang telah semakin memudar itu, bukanlah merupakan langkah “sangat besar” dan “sangat berat” ? Terlebih saat ini, budaya tidak jujur terjadi dimana-mana, diseluruh bidang kehidupan bermasyarakat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
2. Metode Pendekatan Struktural Fungsional dan Pendekatan Konflik Studi sosiologi hukum memiliki metode pendekatan yang bersifat komplementer dan bersifat alternatif. Metode pendekatan tersebut mempergunakan dua perspektif, yakni perspektif sistem sosial dan perspektif aksi sosial. Perspektif sistem sosial menitikberatkan pada kajian terhadap struktur dan instansi-instansi sedangkan perspektif aksi-sosial menekankan kajian pada proses sosial pada pendekatan sistem sosial terdapat variasi, demikian terhadap pendekatan aksi sosial. Pendekatan aksi sosial yang menyeluruh (holistic) terdapat dua variasi : pendekatan struktural-fungsional dan pendekatan konflik.88 Pendekatan struktural-fungsional menganggap masyarakat terintegrasi berdasarkan kata sepakat para anggota-anggotanya mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu (masyarakat yang didasarkan konsensus nilai-nilai). Masyarakat dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi menjadi suatu bentuk keseimbangan (Equilibrium). Dengan demikianpendekatanstruktural fungsionalsering disebut pendekatan integrasi/pendekatan tatanan/pendekatan keseimbangan/pendekatan organis. Secara prinsipil
88
Ronny Hanitijo Soemitro,Studi Hukum dan Masyarakat, Alumni, Bandung, 1985 : 2122.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah keseimbangan yang bersifat dinamis. Disfungsionalisasi, ketegangan-ketegangan, penyimpangan-penyimpangan selalu terjadi, tetapi dalam jangka panjang keadaan tersebut akan teratasi melalui penyesuaianpenyesuaian dan proses institusionalisasi. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial terjadi secara bertahap melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak berlangsung secara revolusioner. Perubahan-perubahan drastis hanya terjadi pada bentuk luarnya saja, sedangkan unsur-unsur sosial budaya yang menjadi dasarnya tidak mengalami perubahan. Pada dasarnya perubahan-perubahan sosial terjadi melalui tiga kemungkinan = penyesuaian sistem sosial terhadap pengaruh dari luar (extra systemic change). • Melalui proses diferensiasi struktural fungsional. • Karena penemuan-penemuan baru oleh anggota masyarakat itu sendiri. • Faktor terpenting dari kemampuan mengintegrasikan suatu sistem sosial adalah kesepakatan diantara anggota-anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan tertentu. Menurut penganut aliran struktural fungsional, di dalam masyarakat selalu terdapat prinsip-prinsip dasar tertentu yang eksistensinya dianggap mutlak perlu oleh anggota-anggota masyarakat. Sistem nilai-nilai tersebut menyebabkan berkembangnya integrasi sosial dan merupakan faktor
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
stabilisasi sistem sosial budaya masyarakat yang bersangkutan. Sehingga suatu sistem sosial pada dasarnya merupakan sistem tingkah laku yang terbentuk dari interaksi sosial yang terjadi antara individu-individu, dan tumbuh berkembang menurut ukuran penilaian umum, dan disepakati bersama oleh anggota-anggota masyarakat. Ukuran penilaian umum terpenting adalah normanorma sosial dan inilah yang membentuk struktur sosial tertentu. Pengaturan interaksional diantara anggota masyarakat terjadi karena keterkaitan mereka pada norma-norma sosial yang menghasilkan kekuatan untuk mengatasi perbedaan pendapat dan kepentingan diantara mereka, akibatnya terwujud keselarasan dalam suatu tingkat integrasi tertentu. Keseimbangan suatu sistem sosial terpelihara karena ada proses-proses sosial dan mekanisme sosial tertentu. Mekanisme sosial yang terpenting adalah dapat mengendalikan keinginan-keinginan anggota masyarakat kearah terpeliharanya kontinuitas sistemsosial yang meliputi mekanisme sosial yang meliputi mekanisme kontrol-sosial. 89 Pendekatan struktural-fungsionaldianggap menga baikan kenyataan bahwa konflik-konflik dan kontradiksi intern dapat menjadi sumber terjadinya perubahanperubahan sosial. 89
Nasikun,S ebuah Pendekatan Untuk Mempelajari Sistem Sosial Indonesia, Fisip UGM, Yogya, 1974 :18.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Di samping pendekatan ini kurang memberikan tempat pada kenyataan bahwa suatu sistem sosial tidak selalu dapat menyesuaikan diri pada perubahanperubahan yang datang dari luar. Suatu sistem sosial yang menolak perubahanperubahan yang akan datang dari luar dengan cara-cara mempertahankan status quo atau melakukan perubahanperubahan secarareaksioner, dapat mengakibatkan disfungsionalisasi bagian-bagian sistem sosial, yang selanjutnya dapat menimbulkan ketegangan-ketegangan sosial. Akibat lebih jauh, apabila faktor-faktor yang berasal dari luar cukup mampu mempengaruhi bagianbagian dari sistem sosial tersebut tanpa penyesuaian pada bagian-bagian lain, maka disfungsionalisasi dan ketegangan-ketegangan akan berkembang secara komulatif, mendorong terjadinya perubahan-perubahan sosial yang revolusioner. 90 Pendekatan konflik berpangkal pada anggapan dasar, bahwa konflik sosial merupakan gejala yang melekat pada setiap kehidupan masyarakat, sedangkan setiap masyarakat selalu berbeda dalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir. Anggapan dasar yang lain adalah, bahwa setiap unsurunsur dalam suatu masyarakat memberikan sumbangan untuk terjadinya disintegrasi dan perubahanperubahan sosial. Sedangkan setiap masyarakat terintegrasi karena dominasi sekelompok orang-orang terhadap sekelompok orang-orang yang lain. 90
Nasikun,Ibid : 21.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Perubahan-perubahan sosial dianggap sebagai gejala yang melekat dalam kehidupan setiap masyarakat dan bersumber pada faktor-faktor yang ada didalam masyarakat itu sendiri. Kontradiksi intern bersumber pada pembagian wewenang (authority) yang tidak merata, sehingga menimbulkan dua kategori sosial di dalam masyarakat, yaitu golongan yang memiliki kewenangan, dan golongan yang tidak memiliki kewenangan. Pembagian wewenang yang bersifat dikhotomis menjadi sumber timbulnya konflik-konfliksosial, karena menimbulkan kepentingan-kepentingan yang berlawanan secara substansial maupun mengenai arahnya. 91 Dalam peristilahan lain92 menyembuhkan sebagai : pihak yang memiliki kekuasaan otoritatif (kepentingan untuk memelihara dan mengukuhkan statusquo) dan pihak yang tidak memiliki otoritas (kepentingan untuk merubah statusquo). Penganut pendekatan konflik berkeyakinan bahwa konflik sosial yang selalu melekat pada setiap masyarakat tertentu, hanya dapat lenyap bersama-sama dengan lenyapnya masyarakat yang bersangkutan. Sedangkan upaya yang dapat dilakukan satu-satunya hanyalah mencegah agar konflik yang terjadi diantara
91
Satjipto Raharjo, Hukum Dalam Perspektif Sosial, Alumni, Bandung, 1981: 9. 92 Nasikun,Ibid : 23.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kekuatan-kekuatan sosial yang saling berlawanan tidak berubah menjadi tindak kekerasan. 93 E. Analisa Sumber Daya Manusia (SDM) 1. Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Bahwa dalam pengembangan sumber daya manusia POLRI diarahkan untuk mewujudkan anggota POLRI yang profesional dalam arti yang pandai, terampil, dan bermoral/bermental kepribadian baik, dalam rangka melaksanakan tugas pokok POLRI, meliputi: a. Rekrutmen anggota baru POLRI harus dijaring dari calon yang lebih berkualitas terutama aspek moral kepribadian dan intelektual, baik untuk memenuhi kebutuhan Perwira melalui AKPOL (baik dari Sumber Sarjana/Setingkat) maupun Bintara POLRI melalui proses warving yang dilakukan secara proporsional, bersih, transparan, dan obyektif. b. Penerimaan Perwira POLRI Sumber Sarjana (PPSS) hanya boleh dilaksanakan apabila benar-benar sangat dibutuhkan untuk mengawaki ruang jabatan yang memerlukan keahlian yang sangat spesifik, yang erat kompetensinya dengan tugas pokok POLRI di lapangan. c. Pengangkatan personil dalam jabatan terutama pada jabatan Kasatwil, wajib dilaksanakan secara sungguh-sungguh melalui proses penilaian oleh usernya, dengan sangat memperhatikan aspek mental kepribadian/moralnya, prestasi kinerja dan kemampuannya, dilaksanakan sistem kontrak guna 93
Nasikun,Ibid : 26.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk mengemban visi dan misi POLRI dalam melaksanakan tugasnya, yang akan terus menerus dievaluasi oleh dewan penilai. 2. Sarana Prasarana Membangun a. Melakukan analisis dan kajian dalam rangka meng evaluasi dan menyempurnakan strategi, kebijakan dan program yang telah dan akan dilaksanakan oleh POLRI terutama yang menyangkut membangun POLRI dipercaya di mata masyarakat. b. Menyusun rencana, program dan anggaran POLRI serta menyiapkan dokumen-dokumen dalam pelaksanakan program dan anggaran POLRI yang dapat mengarahkan semua kekuatan, kemampuan, operasional dan potensi keamanan. Selanjutnya akan dapat membangun kepercayaan masyarakat. c. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi anggota di lapangan seperti: kebutuhan perumahan, kebutuhan transportasi, fasilitas kesehatan dan pendidikan, perlengkapan perorangan, alat komunikasi elektronika untuk pelayanan masyarakat, senjata dan amunisi serta dukungan anggaran dalam mengoperasionalkan peralatan tugas, juga pemberdayaan dan pemeliharaan materiil, fasilitas dan jasa pada umumnya. d. Membangun secara bertahap Sistem InformasiTeknologiOn-lineyang terpadu bagi operasi dari tingkat Mabes sampai Polsek, dengan urutan: e. Administarsi, keuangan, dan sumber daya manusia sebagai basis pengembangan selanjutnya pada
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Manajemen Operasi Pelayanan Fungsi Kepolisian (MOPFK). 3. Kesejahteraan a. Mewujudkan kultur POLRI yang sesuai dengan tuntutan masyarakat demokratis, yang mampu untuk melaksanakan tugas sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat dengan senantiasa menjunjung tinggi kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia melalui pembenahan sistem pendidikan POLRI. Menanamkan bagi setiap pejabat POLRI rasa ikhlas dan peduli kepada lingkungan serta pola hidup hemat dan perilaku seharihari, bersih dari KKN. b. Komitmen keteladanan setiap unsur pimpinan (stakeholders). Pada satuan kerja pada setiap strata jabatan POLRI, berani menghilangkan kebiasaan membebani bawahan serta tidak memberikan penugasan di luar tugas pokok. Menyederhanakan kepangkatan POLRI disertai sistem penggajian yang memadai, agar kesejahteraan anggota POLRI tercapai. Dengan menerapkan reward and punishment secara obyektif dan adil, menanamkan disiplin pribadi, serta mengaplikasikan nilai-nilai yang terkandung dalam Tri Brata, Catur Prasetya serta Kode Etik Kepolisian dalam kehidupan seharihari. c. Pembinaan karier anggota POLRI didasarkan dengan “standar parameter”kepada morit system and achievement yang dilaksanakan secara obyektif, adil, dan konsistens sesuai dengan ketentuan, dan memperhatikan penilaian aspek moral/mental
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kepribadian, kemampuan, prestasi kinerja, pendidikan serta aspek senioritas tanpa mengorbankan kualitas kompetensi terhadap tugas pokok POLRI, ukuran prestasi kinerja, serta dewan kebijakan karir. d. Meningkatkan kesejahteraan anggota POLRI/PNS POLRI beserta keluarganya juga dilakukan melalui pelayanan kesehatan yang diadakan pada setiap Polres, pembinaan kesamaptaan, kerohanian, mental kepribadian, dan moral serta kejiwaan melalui konsultasi psikologi dan kesehatan jiwa, sehingga perpanjangan usia pensiun menjadi 58 tahun dapat menghasilkan personel yang semakin matang dan dirasakan manfaatnya bagi organisasi POLRI. 4. Analisa SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity, and Threat) Strategi untuk mewujudkan Stabilitas Keamanan Dalam Negeri, Negara (lembaga pilar yaitu: eksikutif, legislatif, dan yudikatif) harus bersih dari Korupsi Kolusi dan Nepotisme (KKN). Menuju Pelayanan Prima anti KKN dan kekerasan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri dan supremasi hukum guna mendukung pembangunan Nasional, untuk itu perlu Evaluasi terhadap keseluruhan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dengan mencari sebab musabab terjadinya Korupsi dengan analisa: strength/kekuatan, weakness/kelemahan, opportunity/peluang, dan 94 threat/ancaman (SWOT) . 94
Philip Kotler, Northwestern University, Manajemen Pemasaran, (Edisi Milenium: Perusahaan Seharusnya Berfi kir tentang Milenium sebagai
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Dalam evaluasi Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi95 apabila diumpamakan seorang membersihkan badan dengan cara mandi besar, yang harus di siram seharusnya dari kepala96 (clean) terlebih dahulu. Baru disiram dan dibersihkan pada bagianbagian tubuh lain. Bagi stake holderharus menghindarkan pungutan pemotongan, “menyunat biaya operasional” dengan modus operandi “dalih” berbagai alasan keperluan operasional Pimpinan, yang sudah merupakan alasan “klasik”. Pada „penggunaan Anggaran tidak sesuai peruntukkan tetap tidak diperbolehkan‟ oleh karena itu perlu analisa sebagai berikut: a) Kekuatan (strength); Bahwa, sebab musabab pelaku tindak pidana korupsi, memiliki kekuatan yang mampu mempengaruhi saksisaksi dan para korban untuk tidak melaporkan perbuatan pelaku tindak pidana korupsi tersebut kepada pejabat yang berwenang. Karena selain pelaku korupsi mempunyai jabatan peluang emas untuk mendapatkan mindshare dan heartshare), Prentice Hall Inc, ISBN 979-683-307-7, Jakarta, 2000: 88 umumnya, suatu unit bisnis harus memantau kekuatan lingkungan makro (demografi, ekonomi, teknologi, politik-hukum, dan sosial budaya). 95 POLRI sebagai pelopor pemberantasan Korupsi internal, telah dinyatakan pada Pasal 11 ayat (1) huruf e Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Menyelenggarakan Tugas POLRI“Setiap petugas/anggota POLRI dilarang melakukan korupsi dan menerima suap”. 96 Yang dimaksud dengan “kepala” adalah pimpinan tertinggi pada: Kantor, Departemen, Lembaga, SKPD, Satker, Ormas dan lain sebagainya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
strategis yang sangat penting juga mempunyai kekuasaan dan wewenang, yang dapat merubah nasib teman kerjanya/bawahannya, yang berani memberikan keterangan atau kesaksian kepada pihak yang berwajib. Pelaku korupsi juga bisa mempengaruhi saksi-saksi dari lingkungan kerjanya untuk mencabut keterangan yang telah diberikan, di tingkat penyidikan/pemeriksaan sidang Pengadilan, sehingga melemahkan pembuktian. Pelaku Tindak Pidana Korupsi, biasanya hanya dapat dilakukan oleh seorang pejabat strategis dilingkungan kerjanya atau pengusaha atau orang yang dekat dengan pejabat yang mempunyai kekuasaan atau wewenang yang sangat besar peranannya dalam penggunaan anggaran lembaga tersebut. Pelaku tindak pidana korupsi dilindungi oleh orang-orang birokrasi yang dipimpinnya, bahkan termasuk para korban dari perbuatan korupsi tersebut, juga ikut melindungi pelaku korupsi yang merugikannya. Sebagian besar para korban mempunyai pemikiran, bahwa ini merupakan suatu interaksi atau hubungan sosial yang tidak dipisahkan. b) Kelemahan(weakness); Bahwa, Walaupun Pasal 108 ayat (3) KUHAP Setiap pegawai negeri dalam rangka melaksanakan tugasnya yang mengetahui tentang terjadinya tindak pidana korupsi wajib segeramelaporkan hal itu kepada penyelidik atau penyidik. “ Tetapi dalam masalah korupsi hukum (dilingkungan kerja) tidak mampu untuk menjerat pelaku dari sisi hukum tersebut. Meneliti sebab musabab lemahnya (pegawai negeri)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
lembaga Suvervisi dan Lembaga Pengawas (BPK/BPKP, atau Inspektorat Pengawas Internal/eksternal) yang “tidak” membuat laporan apa adanya sesuai dengan fakta kebenaran, menyumbangkan pengaruh sangat besar terhadap berkembangnya korupsi, baik dalam birokrasi maupun swasta. Berkaitan korupsi, antara birokrasi dan broker (kongkalikong) dengan modus secara bersama-sama atau secara sendiri-sendiri membuat pertanggungjawaban keuangan secara “palsu” (tidak berdasarkan fakta yang sebenarnya), dengan cara (modus operandi) sebagai berikut : (1) membuat Rekanan fiktif/seolaholah sebagai Rekanan, (2) SIUP dibuat secara fiktif, (3) Nota fiktif, (4) Tanda tangan fiktif, (5) Laporan fiktif (6) Proposal fiktif, Alamat fiktif dan sebagainya. Biasanya (kongkalikong) ada “broker” dan “pemain”, terhadap masalah penyalahgunaan anggaran. Berkembangnya korupsi pada birokrasi dan rekanan fiktif (kongkalikong) dengan modus secara bersamasama atau secara sendiri-sendiri membuat pertanggungjawaban keuangan secara palsu. Walapun Lembaga Pengawas, atau lembaga Supervisi dapat menemukan ketidak wajaran dalam temuannya, tetapi mereka tidak menindak lanjuti secara profesional dan proporsional, bahkan mereka berusaha menutupi (cover up) tentang adanya indikasi tindak pidana korupsi tersebut. Dengan demikian temuan penyimpangan (penggunaan keuangan negara) tersebut hanya dianggap sebagai kekeliruan administrasi saja yang dapat diperbaiki
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
dukungan administrasinya. Sehingga akhir laporan dari lembaga pengawas, atau lembaga supervisi tersebut kadang-kadang tidak membuat Resume laporan berdasarkan temuan fakta yang sebenarnya. Kelemahan(weakness) perencanaan dalam penggunaan anggaran membantu pelaku korupsi yang mempunyai kedudukan jabatan strategis yang sangat penting di lingkungan kerjanya. Stakeholders (korupsi) lebih leluasa untuk merekayasa pertanggungjawaban penggunaan keuangan Negara, yang telah dilakukan secara sistemik untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain. Kelemahan dari sisi hukum, POLRI dalam mengimplementasikan penyidikan tindak pidana korupsi berdasarkan pasal 14 ayat (1) huruf g UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam menerapkan pasal 7 KUHAP dan pasal 20 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam penyelidikan atau penyidikan terhadap semua tindak pidana korupsi berdasarkan Hukum Acara Pidana saja “tidak mampu” untuk melaksanakan penyelidikan dan penyidikan Tindak Pidana Korupsi, karena terhambat oleh peraturan perundangundangan lainnya (seperti UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, UU No. 8 Tahun 2010 tentang PPATK, dll) yang harus dipatuhi oleh Penyidik POLRI. Sehingga implementasipenyidikan Tindak Pidana Korupsi oleh POLRI “mau tidak mau” atau “suka tidak suka” harus mematuhi peraturan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
perundang-undangan lainnya yang menghambat tersebut. c) Peluang (Opportunity); Bahwa, kesempatan pengawas internal hanya difungsikan sebagai formalitas, sebagai dalih untuk itu memberi peluang kepada rekanan seolah-olah ada pelaksanaan pekerjaan, atau seolah-olah telah terjadi transaksi pengadaan barang/jasa sehingga menyumbangkan kesuburan perbuatan Tindak Pidana Korupsi97. Karena pelaku korupsi adalah pejabat (strategis) sangat penting disitu, yang mempunyai wewenang kekuasaan sangat besar, sehingga pengusaha yang dekat dengan penguasa tersebut memiliki peluang yang sangat besar untuk melakukan tindak pidana korupsi secara sistematis. Pejabat yang melakukan korupsi biasanya mempunyai posisi yang sangat penting yang juga mempunyai kekuasaan atau kewenangan mengelola keuangan Negara (APBN/APBD/Lain-lain dana masyarakat). Untuk kepentingan anggaran belanja pengadaan barang dan atau jasa, tetapi dalam implementasinya tidak dilaksanakan mekanisme dan prosedur sesuai dengan peraturan perundang-
97
Warta Jateng, Rabu 2 Januari 2013, halaman: 6 Proyek Fisik Rawan Korupsi, Umar Hasyim Anggota Banggar DPRD Kota Solo, Senin, 31 Desember 2012 katanya “Kalau boleh sama-sama jujur, lelang saat ini hanyalah formalitas belaka. Jangan sampai orang yang tidak memiliki perusahaan bisa memenangkan proyek”. Kata Umar lagi. „Guna mengantisipasi masalah itu, politisi PAN itu meminta Inspektorat lebih intens dalam melakukan pengawasan. Dengan begitu, maka resiko penyimpangan bisa diminimalisir. ‟
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
undangan yang berlaku, sehingga pelaksanaan penggunaan anggaran tersebut rentan korupsi. d) Ancaman (threat); Bahwa, jebolnya tanggul pencegah banjir, menjadi ancaman serius yang emenimbulkan korban jiwa, harta benda, kerusakan fasilitas umum, dan trauma phisicologis yang berkepanjangan, sedangkan kelemahan iman adalah merupakan akar dari segala permasalahan kejahatan98. Pemberitahuan secara sungguh-sungguh terhadap ancaman yang disebabkan karena adanya kelalaian atau pembiaran penggunaan keuangan Negara yang tidak sesuai peruntukannya (kongkalikong) berakibat menimbulkan bahaya kemiskinan, kerugian perekonomian dan keuangan Negara. Karena bahaya yang ditimbulkan oleh korupsi, dapat mengakibatkan kemiskinan rakyat, bahaya kelaparan, wabah penyakit, konflik, dan kerusakan seperti jembatan runtuh, gedung ambruk, sekolahan roboh, talut ambrol, jalan rusak/longsor, tanggul jebol, bangunan Polder Ambles, pengendali banjir tidak berfungsi dan sebagainya. Ancaman dan bahaya korupsi tidak hanya dapat ditimbulkan oleh Penyelenggara Negara saja, tetapi 98
I Timotius 6: 10 Karena segala kejahatan ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagaibagai duka. Oleh karena itu mereka yang ingin kaya terjatuh kedalam percobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan (I Timotius 6: 9).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
korupsi juga dapat dilakukan oleh pengusaha, atau pihak-pihak lain yang dekat dengan pejkl,oabat tersebut sehingga korupsi merusak sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dan dapat langsung memperparah kemiskinan rakyat, kemelaratan berdemokrasi sehingga menyebabkan pembangunan Nasional tidak tercapai. Untuk itu, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi dibutuhkan landasan hukum yang kuat, dan tekat yang bulat dari segenap lapisan masyarakat bangsa Negara. Tidak hanya dalam “slogan”/tegasnya “katakata”, tetapi perlu kenyataan berbuat dan bertindak harus betul-betul terbebas dari korupsi. Bahwa; Penyebab korupsi dapat terjadi karena adanya pertemuan “niat dan kesempatan” oleh pejabat atau pengusaha yang memiliki kekuasaan/jabatan strategis dan wewenang yang menggunakan/mengelola keuangan Negara, pada umumnya tindakan korupsi dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan pribadi/orang lain, keluarga/kelompok/golongannya sendiri, tidak diikuti dan dasari oleh norma-norma yang berlaku dan dilakukan dengan cara menyalah gunakan kekuasaan/wewenang jabatan tanpa pertanggungjawaban yang jelas. Manajemen, perlu mempersiapkan dan melengkapi kurangnya sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan organisasi. Perlunya reward and punishment terhadap anggota/staf sebagai bawahan. Munculnya aneka perilaku curang dan kebiasaan suap di tubuh pejabat Negara/PNS juga merupakan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
implikasi dari minimnya kesejahteraan dan penghargaan, terutama para personil Anggota di level bawah. Dana operasional dan kesejahteraan personil (termasuk polisi) yang menjadi minim disinyalir (di level bawahan) sebagai pemicu yang membuat polisi cenderung kompromis dan tebang pilih ketika menghadapi kejahatan. Mencermati penegakan hukum yang demikian itu, menurut Satjipto Rahardjo, dapat saja didorong masuk ke jalur lambat, dan dalam keadaan yang serba lambat seperti itu memberikan ruang yang luas untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan kelompok dan sekaligus menjadi lahan bisnis yang subur bagi kalangan tertentu. Keadaan seperti itu tak mustahil memunculkan pertanyaan dari masyarakat, bahwa apakah hukum kita ini memang diarahkan untuk menghasilkan keadilan ataukah sedang bekerja untuk menutup-nutupi sesuatu (cover-up)?:99 5. Teori Manajemen Untuk memperoleh manfaat dari peluang yang diberikan oleh jenis organisasi baru, diperlukan manajemen sumber daya manusia (SDM) yang lebih terpadu, yaitu manajemen yang didasarkan pada pengertian yang jelas mengenai kompetensi yang diperlukan agar berhasil dalam peran. Menurut Alain Mitrani kompetensi atau kemampuan adalah suatu sifat dasar seseorang yang dengan sendirinya berkaitan 99
Satjipto Rahardjo dalam Karolus Kopong Medan dan Frans J. Rengka (Ed), Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2003, halaman 173-177 & 168-172.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
dengan pelaksanaan suatu pekerjaan secara efektif atau sangat berhasil. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia kompetensi adalah kewenangan (kekuasaan) untuk menentukan (memutuskan) sesuatu. Kepemimpinan (stakeholders) pada satuan kerja adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasikan ke arah pencapaian tujuan (Rauch and Behling, 1984 : 46). Adapun menurut Jacobs and Jacques (1990 : 281) kepemimpinan (stakeholders) adalah sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif dan yang mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran. Sementara itu Hamhiel dan Coons berpendapat, pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya. Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa kompetensi kepemimpinan adalah kemampuan seseorang untuk menggerakkan/ memberdayakan sumber daya manusia dan sumber daya lain dalam organisasi untuk mencapai suatu tujuan tertentu secara efektif. Manajemen merupakan suatu konsep, pemikiran atau ilmu dan seni mengelola organisasi agar yang dicita-citakan berupa visi, misi, tujuan, sasaran, kinerja yang diinginkan sekelompok orang atau organisasi menjadi kenyataan atau terpenuhi. Salah satu unsur sangat penting konsep manajemen adalah kepemimpinan, dan dalam kepemimpinan (stakeholders) pada satuan kerja dalam pengambilan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
keputusan merupakan salah satu peran utama pimpinan100. Beberapa pendapat mengenai manajemen publik sebagaimana yang diutarakan oleh Jim Stewart (1997 : 10) manajemen adalah proses menyetujui dan mencapai sasaransasaran organisasi. Sementara itu Harold Koontz dan Cyril O Donnel mengemukakan bahwa manajemen merupakan suatu cara mencapai tujuan melalui orang lain. Dalam konsep manajemen modern pengambilan keputusan merupakan hasil pemikiran yang logis, yakni ber dasarkan fakta, data, dan informasi yang lengkap. Pengambilan keputusan merupakan hasil pemikiran analisis yakni berdasarkan informasi yang lengkap atau komprehensip. Manajerial merupakan kata sifat dari manajemen. Menurut George Terry, manajemen adalah mencapai tujuan yang telah direncanakan dengan usaha bersama. Luther Gulick dalam Lembaga Administrasi Negara (2008) mengemukakan fungsi-fungsi manajemen yaitu : a. Planning (perencanaan), yaitu merumuskan sasaran yang akan datang dan langkah-langkah untuk men capainya. b. Organizing (pengorganisasian), yaitu mengelompokkan kegiatan penugasan dan kewenangan yang diperlukan untuk pelaksanaan kegiatan. 100
Philip Kotler, 2000, Manajemen Pemasaran, Pearson Education Asia, Prenhallindo, Edisi Milenium, Jakarta : 263 Perusahaan itu harus selalu waspada. Suatu inovasi produk mungkin muncul dan menyulitkan sipemimpin.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
c. Directing (pengarahan), yaitu mengarahkan dan menempatkan sumberdaya manusia menuju pencapaian sasaran. d. Staffi ng (penyusunan staf), yaitu menentukan kebutuhan sumber daya manusia, rekruitmen, seleksi, pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia. e. Coordination (koordinasi), yaitu tindakan konsultasi guna mendapatkan bantuan personil, sarana, dan prasarana yang dibutuhkan. f. Reporting (pelaporan), yaitu sarana komunikasi bawahan dengan atasan, dimana melalui laporan bawahan dapat mengemukakan gagasan, ide-ide untuk memajukan organisasi. Selain itu laporan juga berfungsi sebagai media menyampaikan akuntabilitas kinerja instansi atau unit kerja atau bidang fungsional kepada atasan. g. Budgeting (penganggaran), yaitu mengupayakan dana untuk mencapai sasaran. Sementara dilihat dari aspek peran, manajemen mempunyai peran hubungan antar manusia, peran penyampaian informasi, dan peran pengambilan keputusan. Kom petensi manajerial adalah kompetensi yang berhubungan dengan berbagai kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam menangani tugastugas organisasi. Untuk menjamin citra kepemimpinan polisi di mata masyarakat khususnya citra Strive For Excelent memotivasi polisi dalam berubah menuju profesionalisme dan kemandirian yang tangguh. POLRI perlu terus menerus memperbaiki pelayanannya menuju
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kepada pengakuan oleh masyarakat bahwa polisi mempunyai mekanisme perbaikan pelayanan yang terus menerus, POLRI perlu menunjukkan kepada masyarakat tentang standar pelayanan, quality manajemen sistem dan quality asurance, profesional dan mandiri. 6. Teori Kepemimpinan Kepemimpinan adalah sesuatu yang muncul dari dalam diri dan merupakan buah dari keputusan seseorang untuk menjadi pemimpin yang baik bagi dirinya sendiri, bagi lingkungan pekerjaanya maupun bagi lingkungan sosial dan bahkan bagi negara. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menjalankan kepemimpinan : a. Kepemimpinan melibatkan orang lain. Tanpa ada pengikut maka kualitas kepemimpinan seorang pemimpin akan siasia. b. Kepemimpinan berada dalam situasi organisasi yang tidak hampa. Oleh karena itu variabel terpenting lain dari kepemimpinan adalah situasi dan kondisi. c. Kepemimpinan melibatkan suatu distribusi kekuasaan yang tidak sama antara pimpinan dengan para anggotanya. d. Kepemimpinan memiliki kemampuan untuk memakai bentuk-bentuk kekuasaan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku anggota organisasi. e. Kepemimpinan harus memiliki kompetensi yang cukup, integritas moral dan etika pribadi yang tinggi. 7. Nilai-Nilai Kepemimpinan a. Visioner. b. Kebersamaan.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
c. Komitmen. d. Inovatif. e. Iman dan Taqwa. 8. Tugas-Tugas Baru Pemimpin Peter M Senge mengembangkan tugas-tugas baru pemimpin sebagai berikut : a. Mampu memainkan peran baru (New Roles). Peran baru seorang pemimpin mencakup peran sebagai perancang (designer), sebagai guru (teacher), dan sebagai pelayan (steward). Sebagai designer, pemimpin yang baik adalah mereka yang mampu merumuskan visi, misi, nilainilai dan tujuan organisasi dengan semaksimal mungkin memberi peluang kepada orang-orang yang berada didala Wawasan m organisasi yang bersangkutan untuk berperan serta. Selanjutnya mampu merumuskan kebijakan, strategi dan struktur pelaksanaan kegiatan-kegiatan organisasi dalam upaya mencapai tujuan bersama. Sebagai guru (teacher), seorang pemimpin harus mampu membangkitkan organisasi pembelajaran yaitu mereka yang membantu orang-orang didalam organisasi untuk memahami realitas yang ada. Dalam hal ini peran sebagai guru juga diartikan dapat mendorong anak buahnya untuk mewujudkan mental model mereka agar organisasi dapat memiliki asumsi/ persepsi yang sama terhadap masalah yang dihadapi. Sebagai pelayan (steward) seorang pemimpin yang baik harus mampu menempatkan dirinya sebagai pelayan stafnya, pelayan pelanggan dan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
pembimbing/pembantu anak buahnya memahami tujuan organisasi yang lebih besar.
agar
b. Memiliki ketrampilan baru (New Skills). Pemimpin yang sukses membangun organisasi pembelajar adalah mereka yang mampu membentuk, membangun, menyatukan visi bersama (shared vision) memunculkan kepermukaan mental model stafnya dan menganalisanya serta mendorong kearah pemahaman yang sama mengenai masalah/tantangan yang dihadapi organisasi. c. Mampu mengaplikasikan sarana-sarana baru (New Tools). Kemampuan-kemampuan tersebut diatas menuntut sarana-sarana baru yakni sarana yang akan memacu kemampuan konsepsional pemimpin dan memperkuat komunikasi serta semangat kebersamaan. Sarana-sarana tersebut dapat berupa “archetype” dan “mapping” permasalahan yang dihadapi untuk menemukan akar permasalahan. Menurut Boyatzis, kompetensi berupa suatu motif, sifat, ketrampilan, aspek self image seseorang atau peran sosial, ataupun suatu pengetahuan yang digunakan oleh seseorang. Kompetensi ini menurut Rotwel dapat dibedakan menjadi empat, yaitu : 1. Kompetensi Teknis (Technical Competence), yaitu kompetensi mengenai bidang yang menjadi tugas pokok organisasi. 2. Kompetensi Manajerial (Managerial Competence) adalah kompetensi yang berhubungan dengan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
berbagai kemampuan manajerial yang dibutuhkan dalam menangani tugas-tugas organisasi. 3. Kompetensi Sosial (Social Competence) yaitu kemampuan melakukan komunikasi yang dibutuhkan oleh organisasi dalam pelaksanaan tugas pokoknya. 4. KompetensiIntelektual/Stratejik (Intelectual/Strategic Competence) yaitu kemampuan untuk berpikir secara stratejik dengan visi jauh ke depan. Untuk itu, dalam awal kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai Pimpinan Negara dalam pemberantasan Tindak Pidana Korupsi telah membentuk Tim Pemburu Tindak Pidana Korupsi menurunkan Tim ke 5 (lima) negara Singapura, Amerika serikat, Hongkong, China dan Australia. Dan Pemerintah Indonesia mengadakan pendekatan komparatif dengan negara lain seperti Hongkong melalui Independence Commition Anti Corruption, Malaysia dengan Anti Corruption Agency, Singapura dengan Singapore‟s Corruption Prevention and Investigation Bureau, dan Muang Thai melalui Thailand‟s National Counter Corruption Commition. Setelah Megawati digantikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), melalui program 100 hari pemerintahannya pun ditandai dengan pembentukan Tim Pemburu Koruptor yang bertugas memburu terpidana dan tersangka kasus korupsi yang melarikan diri keluar negeri. Meskipun belum terlihat hasil yang memadai, Tim Pemburu Koruptor ini sudah menurunkan tim ke lima negara, yaitu Singapura, Amerika Serikat, Hongkong, Cina dan Australia. Selain itu, Tim ini telah
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
mengidentifi kasi jumlah aset yang terparkir di luar negeri sebanyak Rp 6-7 triliun. Untuk memaksimalkan kerja tim ini, maka pemerintah Indonesia telah melakukan pendekatan komparatif dengan negara lain, seperti dengan Hongkong melalui Independence Commission Anti Corruption, Malaysia dengan Anti Corruption Agency, Singapura dengan Singapore‟s Corruption Prevention and Investigation Bureau, dan Muangthai melalui Thailand‟s National Counter Corruption Commission. 101 Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, sebagai atasan langsung Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Kejaksaan Agung, sejak awal memangku jabatannya pada periode kedua tahun 2009, memastikan berdiri di barisan terdepan dalam pemberantasan korupsi. Selain dijalankan Kejaksaan, kebijakan Presiden itu dapat diwujudkan oleh Kepolisian. Apalagi di dalam penanganan Korupsi POLRI yang berdiri di depan Garda Sistem Peradilan Pidana, sejak penyelidikan dapat menangani kasus Korupsi, seperti Kejaksaan dan Komisi Pemberantasan Korupsi. Tim pemberantasan korupsi yang terakhir dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2005 pada tanggal 2 Mei 2005. adalah Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor). Tidak lama setelah berdiri, tim ini sudah disibukkan dengan penyelesaian kasus korupsi yang terjadi di 16 101
Indriyanto Seno Adji, Korupsi dan Pembalikan Beban PembuktianJakarta: Prof. Oemar Seno Adji, SH & Rekan, 2006, 5.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Badan Usaha Milik Negara (BUMN), 4 Departemen, 3 Perusahaan Swasta, dan sejumlah koruptor yang melarikan diri102. Untuk itu upaya penyidikan POLRI, terus mengintensifkan penyidikan semua perkara korupsi baik ditingkat nasional maupun daerah, termasuk kasus-kasus yang menimbulkan kerugian besar seperti; Illegal Logging, Illegal Minning, Illegal Fishing, Penyelundupan BBM, Korupsi dilingkungan BUMN dan Penindakan Korupsi/Penyimpangan pada sektor Pendapatan Negara, termasuk sektor Pajak. Tim pemberantasan korupsi yang terakhir dibentuk oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2005 adalah Tim Koordinasi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Timtas Tipikor). Untuk memaksimalkan kerja tim ini, maka pemerintah Indonesia telah melakukan pendekatan komparatif 102
Kompas, Selasa, 21 Desember 2010, Politik dan Hukum, kolom 5; Laporan akhir tahun Bidang Politik dan Hukum, Kejaksaan dan Wajah Penegak Hukum, harus diakui citra penegak hukum di negeri ini, sampai tahun 2010 belum sepenuhnya membaik; Ada dua tugas utama dari tim yang diketuai oleh Hendarman Supandji yang juga Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung RI, yakni (1) melakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan sesuai dengan ketentuan hukum acara yang berlaku terhadap kasus dan/atau indikasi tindak pidana korupsi; dan (2) mencari dan menangkap pelaku yang diduga keras melakukan tindak pidana serta menelusuri asetnya dalam rangka pengembalian keuangan secara optimal. Masa tugas Tim yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden ini terdiri dari 48 orang anggota dan berasal dari unsur kepolisian, kejaksaan dan BPKP adalah dua tahun dan dapat diperpanjang (Kf. Emerson Yudho, Op Cit, 2005, halaman 6-7).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
dengan negara lain, seperti dengan Hongkong melalui Independence Commission Anti Corruption, Malaysia dengan Anti Corruption Agency, Singapura dengan Singapore‟s Corruption Prevention and Investigation Bureau, dan Muangthai melalui Thailand‟s National Counter Corruption Commission. Gambaran sepintas di atas hanyalah sedikit dari sekian banyak kasus korupsi yang ditangani oleh POLRI selama ini. Dalam rentang waktu 2001 sampai dengan 2005 saja, kasus korupsi yang dilaporkan/diadukan ke POLRI sebanyak 1747 kasus. Dari jumlah kasus tersebut, sebanyak 998 kasus sedang dalam proses penyidikan, 94 kasus di-SP3-kan atau dihentikan penyidikannya karena tidak cukup bukti untuk dijadikan perkara pidana, 644 kasus P21 atau berkas penyidikannya sudah lengkap siap dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum, dan 24 kasus sudah dilimpahkan Jaksa Penuntut Umum untuk disidangkan. Seluruh kasus korupsi tersebut telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 12. 447. 385. 702. 163, dan baru bisa diselamatkan atau dikembalikan sebesar Rp 1. 450. 570. 876. 082. Kasus-kasus korupsi tersebut menyebar hampir di seluruh wilayah provinsi di Indonesia, termasuk di Provinsi Jawa Tengah selama rentang waktu 2002-2006. Berbagai kebijakan strategis penanggulangan tindak pidana korupsi yang dikeluarkan oleh Pimpinan POLRI tersebut, kemudian dirumuskan dan diaplikasikan dalam berbagai bentuk aktivitas, antara lain: (1) melakukan penyidikan menurut ketentuan Perundang-undangan yang berlaku, penuh rasa keadilan,
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
menjunjung tinggi HAM, dan bebas dari intervensi oleh pihak-pihak tertentu; (2) penyidikan dilakukan secara berjenjang: pada tingkat Mabes POLRI oleh Direktorat III, pada Tingkat Polda Metro Jaya/Polda lain oleh satuan TIPIKOR Direktorat Reskrimsus, sedangkanuntuk Polres/Polresta/Polrestabes oleh bagian/Sat Reskrim. Penyidikan tindak pidana korupsi yang melibatkan Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah/Ketua DPRD Kota/Kabupaten, dilakukan oleh Polda atau Polwil, sedangkan penyidikan korupsi yang melibatkan Gubernur/Wakil Gubernur/Ketua DPRD Provinsi dilakukan oleh Mabes POLRI; (4) mengintensifkan penyidikan ditingkat nasional maupun daerah, termasuk kasus – kasus yang menimbulkan kerugian besar seperti; illegal logging, ilegal minning,ilegal fishing, penyelundupan BBM, dan lain sebagainya; dan (5) penyidikan berpegang pada prinsip penegakan hukum dan pengembalian kerugian negara. F. Persoalan Sumberdaya Manusia (SDM) 1. SDM POLRI yang Belum Memadai Tidak dilaksanakannya pembangunan karakter dan pembinaan karier bagi anggota POLRI didasarkan pada “standar parameter”kepada morit system and achievement yang dilaksanakan secara obyektif, adil, dan konsistens sesuai dengan ketentuan, dengan memperhatikan penilaian aspek moral/mental kepribadian, kemampuan, prestasi kinerja, pendidikan serta aspek senioritas tetapi tidak mengorbankan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kualitas yang realisasinya diwujudkan sistem penilaian personel berdasarkan kompetensi. Terhadap tugas pokok POLRI, ukuran prestasi kinerja, serta dewan kebijakan karir, sehingga berdampak, sebagai berikut: a. Bahwa masih banyak faktor penyebab masyarakat tidak percaya terhadap polisi baik sebagai individu (oknum), kelompok (semua polisi), kelembagaan (penampilannya) maupun penggelaran institusinya (tidak dapat memberikan rasa aman). Gambaran krisis kepercayaan terhadap POLRI antara lain: 1) Saat ini masyarakat yang tidak takut melanggar peraturan (85/delapan puluh lima Kantor Polisi dirusak masa di Tahun 2012 Desember 28)103 ; 2) Masyarakat mengembangkan slogan-slogan yang melecehkan Polisi. 3) Masyarakat menganggap kewibawaan POLRI hanya pada senjata dan wewenang formalnya saja. 4) Bagi masyarakat yang banyak uang menganggap Polisi tidak ada wibawa sama sekali dan dapat dikendalikan. 5) Di era kebebasan pers penyelewengan POLRI semakin terbuka dan citra POLRI semakin terpuruk. 103
Neta S Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Suara Merdeka 31 Desember 2012, Jakarta, halaman 2 masih memberikan rapor merah dalam kinerjanya selama 2012. Dikatakan S Pane indikator tersebut ditandai lebih 20 (dua puluh) polisi gugur dalam menjalankan tugas, 67 orang lainnya dikeroyok massa karena sewenang-wenang menangkap warga. Dilain peristiwa ada salah tembak yang menewaskan 17 (tujuh belas) orang, 85 kantor polisi dirusak massa, dan 93 (Sembilan puluh tiga) tahanan kabur.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
b. Keikutsertaan Polisi dalam permainan dari kepentingan kekuasaan, akhirnya bermuara pada praktik korupsi di kalangan Polisi sendiri; mulai dari amplop untuk masuk pendidikan Polisi, setoranke atasan, perlindungan pada perjudian, terlibat narkoba, penjualan senjata gelap. Belakangan ini masyarakat sudah berani buka mulut tentang sinyalemen perilaku Polisi. Namun patut dihargai, bahwa Polisi mencari hikmah dari kasus-kasus tersebut. 2. Sarana dan Prasarana Organisasi a. Pada hakekatnya organisasi POLRI adalah sebagai sarana dan prasarana organisasi jasa/pelayanan dan sekaligus sebagai organisasi kekuasaan (power) oleh karena itu dalam pelaksanaan tugasnya harus memenuhi standar-standar hukum, profesional, dan proporsional walaupun terdapat keterbatasanketerbatasan sumber daya (Infrastruktur, personel, matfasjas, anggaran). b. Sejak era orde baru bergulir, salah satu reformasi yang terpenting adalah pengurangan atau bahkan peniadaan peran politik dari lembaga-lembaga yang bertanggung jawab pada pertahanan, keamanan, ketertiban. Baik TNI maupun POLRI diharapkan tidak terlibat dalam permainan politik atau netralitas dari keterlibatan berbagai kepentingan politik sehingga kedua lembaga terhindar dari confl ict of interest. c. Bahwa diberbagai belahan dunia telah mulai dikembangkan sistem operasi kepolisian dengan penerapan “Penegakan Keadilan Masyarakat”dengan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
sebutan restotarive community justiceyang menekankan aspek keadilan sebagai motivasi memecahkan masalah kejahatan, pencapaian keamanan dan ketertiban masyarakat, sekaligus menunjang kehidupan demokrasi. d. Pendekatan penerapan keadilan ini secara integral mempunyai 4 (empat) tujuan yaitu: 1) Menciptakan sistem untuk pencegahan dan penurunan tindak kriminal. 2) Penanaman nilai dan norma keadilan dan cinta hukum di masyarakat. 3) Pencegahan penyebaran tindak kejahatan, 4) Partisipasi masyarakat secara luas dalam memelihara rasa aman 5) Keempat proses tersebut diatas sebagai proses yang secara berkesinambungan. 3. Kesejahteraan a. Maka dapat dikatakan Polisi mempunyai tantangan yang berat dari KE-PEK-KAN (Keterlibatan Permainan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) yang memancing Polisi terlibat dalam kekerasan dan represif, maka hal itu akan menghancurkan komitmen Polisi tentang profesionalisme dalam rangka penegakan hukum dan ketertiban. b. Bahwa partisipasi masyarakat merupakan strategi utama dalam menjaga ketertiban dan keamanan lingkungannya dengan mengupayakan pembangunan sistem atau jaringan kebersamaan antara petugas polisi dengan masyarakat. c. Strategi Restorative Justice (pemulihan Keadilan) dapat meningkatkan trust karena menunjukkan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
bahwa POLRI bertindak sebagai fasilitator, bukan hanya “penghukum” (penegak hukum) yang menjuru represive melainkan, dan terutama POLRI mengutamakan “pendamai” (dalam penegakan hukum) bagi penanggulangan kejahatan yang sebagian besar timbul dari konflik kepentingan, dan polisi berperan sebagai pihak ketiga yang menghasilkan win- win solusition. d. Pembinaan karier anggota POLRI didasarkan dengan “standar parameter”kepada morit system and achievement yang dilaksanakan secara obyektif, adil, dan konsistens sesuai dengan ketentuan, dan memperhatikan penilaian aspek moral/mental kepribadian, serta kemampuan, prestasi kinerja. Bahwa keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisianmeliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat Negara yang dibantu masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, demi tercapainya pembangunan Nasional. Bahwa keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, sejahtera lahir dan batin, “tata tenterem kerta raharja”. Negara berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar RI 1945. Bahwa pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui penyelenggaraan fungsi kepolisian agar pembangunan nasional berjalan efektif, efisien diperlukan perencanaan pembangunan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
KepolisianNegara Republik Indonesia melalui Grand Strategi POLRI tahun 2005- 2025. Bahwa Grand Strategi POLRI dalam rangka memantapkan kemandirian POLRI sebagaimana dirumuskan dalam buku biru POLRI tentang reformasi POLRI, maka melalui rancangan paradigma baru kepolisian, POLRI telah mencanangkan reformasi secara gradual yang meliputi reformasi instrumental, struktural, dan kultural. G. Strategi Implementasi Penyidikan Tipikor Oleh POLRI Reformasi kultural dalam menghadapi masa depan yang makin kompleks dengan tuntutan masyarakat yang makin ketat, maka POLRI telahmereformasi pola kerja dan perilaku para anggota polisi berdasarkan Pasal 11 ayat (1) huruf e PERKAP nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia “Setiap petugas/anggota POLRI dilarang melakukan korupsi dan menerima suap”. POLRI berdasarkan nilai-nilai dibawah, ini sebagai landasan berpijak bagi implementasi visi dan misi, yaitu sebagai berikut : 1. Keunggulan (excellence) orientasi pada prestasi (achievement), dedikasi kejujuran (honesty), dan kreativitas. 2. Integritas (integrity) orientasi pada komitmen menjunjung tinggi nilai-nilai etik dan moral (ethic values and morality). 3. Akuntabilitas(accountable) berorientasi pada sistem yang traceable (dapat ditelusuri jalurnya yang logis) dan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
auditable (dapat diaudit dan diperbaiki), mulai dari tingkat individu sampai institusi POLRI. 4. Transparansi orientasi pada keterbukaan (openness), kepercayaan (trust), menghargai keragaman dan perbedaan (diversity) serta tidak diskriminatif. 5. Keberlanjutan orientasi kepada perbaikan secara terus menerus dan masa depan. Nilai-nilai tersebut diatas menjadi tanggungjawab dimulai dari keteladanan pemimpin sampai pada para anggota Polisi di lapangan untuk mewujudkannya dalam kegiatan organisasi maupun pelayanan kepada masyarakat sebagaimana dicanangkan pada Renstra POLRI 2005-2025. Sebagai ujung tombak dalam menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat, POLRI harus mampu beradaptasi dengan segala perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat. Di tengah dinamika yang begitu pesat POLRI menghadapi tantangan yang semakin berat dan komplek yang pada akhirnya memperluas bentang tugas menjaga kehormatan harga diri bangsa bernegara. Dalam menghadapi perubahan yang cepat, POLRI harus memiliki pandangan kedepan yang mampu membimbing dan memberikan arah pengembangan dan kemajuan yang lebih tinggi dibanding dengan intensitas permasalahan yang dihadapi. Sebagai pedoman kedepan telah dirumuskan Visi dan Misi POLRI sebagai berikut : 1. Visi POLRI a. POLRI menjadi orang yang berdedikasi penuh pada rakyat berlandaskan demokrasi.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
b. Proaktif dalam mewujudkan masyarakat yang menjunjung tinggi hukum dan rasa keadilan, serta hak asasi manusia. c. Polisi yang netral, profesional, dan akuntabel dalam pelayanan, pencegahan kejahatan, penegakan hukum dan penciptaan rasa aman dan bebas dari intervensi/ rasa takut yang meluas di masyarakat sehingga dicintai secara nasional dan diakui secara internasional. d. Mewujudkan kemandirian Kepolisian Republik Indonesia yang mandiri, terbuka, bermoral serta memiliki kredibilitas dan kompetensi yang unggul dalam setiap perubahan lingkungan. Hal tersebut juga untuk terwujudnya Postur POLRI yang profesional, bermoral, berkarakter modern sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat yang terpercaya dalam menegakkan hukum dan memelihara keamanan dalam Negeri. 2. Misi POLRI a. Mengutamakan peran perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat guna mewujudkan rasa aman masyarakat (public safety) b. Proaktif melaksanakan pencegahan kejahatan dan pelanggaran dengan mengefektifkan community policing guna peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat (crime prevention) c. Menegakkan hukum secara profesional dengan menjunjung tinggi supremasi hukum, HAM, keadilan, dan kepastian hukum.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
d. Meningkatkan kerjasama dengan TNI, instansi lembaga dalam dan luar negeri dalam rangka memulihkan keamanan dalam negeri. e. Membangun kelembagaan POLRI serta mengelola sumber daya secara efektif dan efesien guna kelancaran pelaksanaan tugas. f. Membangun mobilitas teknologi yang memadai guna penanggulangan kejahatan dengan dinamikanya. g. Menegakkan hukum secara profesional, obyektif, proporsional, transparan, dan akuntabel untuk menjamin kepastian berdasarkan hukum dan rasa keadilan. h. Mengelola secara profesional, transparan, akuntabel dan modern seluruh sumber daya POLRI guna mendukung operasional tugas POLRI. i. Melaksanakan kerjasama kepolisian internasional. 3. Tujuan Strategi POLRI a. Menerapkan good governance dengan memberdayakan Komisi Kepolisian Nasional yang independen. b. Lebih meningkatkan keamanan dan ketertiban umum, untuk memungkinkan masyarakat mempunyai kepercayaan dan kemampuan turut mengambil bagian dalam mendukung operasi kepolisian. c. Membangun kepercayaan (trust) dari masyarakat sebagai organisasi yang peduli dan kredibel, mampu membangun kerjasama (partnership & networking) dengan stakeholders pada satuan kerja dalam menciptakan rasa aman, dan mulai membangun kesempurnaan (strive for excellence) agar semakin
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
tangguh menghadapai kompleksitas kejahatan, minimal setara dengan kepolisian negara-negara Asia Pasifik. d. Memperluas kepercayaan berbagai lapisan masyarakat terhadap POLRI. e. Menuntaskan restrukturisasi organisasi POLRI yang makin ramping di tingkat atas, penguatan tingkat menengah pada Polda,serta makin efisien dan efektif pada pemberdayaan pelayanan di bawah pada tingkat Polres dan Polsek, termasuk penguatan Polda-Polda tertentu yang merupakan konsentrasi kekuatan di wilayah barat, tengah dan timur. f. Membangun sistem intelijen nasional untuk memberi arah strategi pengendalian kejahatan dan ketidak tertiban, serta terpadu dengan instansi eksternal dan organisasi Kepolisian negara sahabat. 4. Sasaran Mengimplementasikan “best practices” manajemen Kepolisian yang profesional melalui : a. Manajemen administrasi, keuangan dan anggaran yang akuntabel, efisien dan lancar. b. Manajemen sumber daya manusia POLRI yang mahir, terpuji dan patuh hukum. c. Meningkatkan kapabilitas dan mutu pelayanan pada semua dimensi misi POLRI. d. Membangun Polisi yang dipercaya masyarakat : 1) Mengetengahkan POLRI sebagai institusi sipil, yang memiliki jajaran Polisi yang memperlihatkan keteladanan warga negara, berintegritas, profesional, akrab dan tegas serta patuh hukum dalam menegakkan hukum.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
2) Mengembangkan sistem komunikasi semua jajaran kerja POLRI, dengan didukung teknologi komunikasi; mulai dari kecepatan respon, komunikasi persuasive, sampai pada pengendalian peristiwa kejahatan, diimbangi dengan pelayanan perlindungan dan pengayoman. 3) Penanggulangan berbagai kejahatan dengan strategi terpadu berbasis sistem intelijen terkini. 4) Mempersempit ruang gerak kejahatan trans nasional dan kejahatan terorganisir. 5) Memfokuskan efektivitas penanggulangan kejahatan berat yang paling menyentuh kepentingan masyarakat, minimal perampokan di tempat umum/pemukiman, pencurian kendaraan dan NAPZA. 6) Mendekatkan pelayan POLRI kepada warga masyarakat sebagai nilai utama. 7) Memberikan respon cepat berstandar (10 menit sampai di TKP) terhadap setiap panggilan bantuan dari masyarakat. e. Kerjasama dengan institusi penegak hukum dari departemen yang membawahi PPNS, Pemda serta kelompok masyarakat peduli hukum : 1) Merumuskan pedoman pemahaman masyarakat patuh atau tertib hukum, hak dan kewajiban dalam kehidupan sosial, ekonomi dan politik. 2) Mensosialisasikan semangat patuh hukum pada masyarakat melalui keteladanan. f. Terwujudnya Penegakan Keadilan Masyarakat, terutama memiliki strategi pencegahan tindak
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kriminal, penerapan yang konsisten pada prosedur penanganan pelaku tindak criminal sesuai hukum dan hak asasi manusia, serta memberdayakan pranata sosial masyarakat. g. Terwujudnya 7 dimensi pelayanan masyarakat yang mencakup (1) berkomunikasi berbasis kepedulian, (2) cepat tanggap, (3) kemudahan pemberian informasi, (4) prosedur yang efi sien dan efektif, (5) biaya yang formal dan wajar, (6) kemudahan penyelesaian urusan, (7) lingkungan fi sik tempat kerja yang kondusif, sehingga pembangunan Nasional dapat tercapai berjalan sesuai rencana. 5. Strategi POLRI Selaku penanggung jawab bidang keamanan dalam negeri, Strategi dimaksud adalah langkah-langkah mencapai tujuan pembangunan nasional, dengan strategi meliputi : a. Memiliki rencana strategi dan operasionalisasi membangun kepercayaan terpadu yang mencakup : Menanamkan Kepercayaan (Trust Building) dengan khalayak publik; Memperluas kemitraan (Partnership dan Networking) secara bertahap dengan masyarakat; Meningkatkan Kesempurnaan (Strive for Excellence) dalam setiap kegiatan Polisi, dan menghindarkan kompromi atau suboptimalisasi kinerja. b. Membangun kapasitas (Capasity Building) POLRI sebagai daya dukung yang handal pada setiap pelayanan para anggota Polisi, mulai dari nilai-nilai, budaya, pengetahuan, keterampilan, kesejahteraan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
SDM, teknologi kepolisian; dengan prioritas penyempurnaan efektivitas Postur POLRI: 1) Tingkat Mabes POLRI: Mabes POLRI berkedudukan sebagai perumus kebijakan politik strategi keamanan mengikat seluruh jajaran POLRI termasuk kehandalan kesatuan pelaksana utama, yaitu: a) Evaluasi dan pengembangan spesialisasi kehandalan kekuatan pelaksana utama Mabes POLRI, seperti Reskrim, Intelkam, Babinkam dan Brimob. b) Pemberdayaan kapabilitas dan program kegiatan Pelaksana Pusat Pembinaan (LAKPUS BIN) dan operasional (LAKPUS OPS); dalam rangka transnasional maupun back up operasional kewilayahan dalam menghadapi skala kontijensi. 2) Tingkat Polda Polda berkedudukan sebagai Kesatuan Induk Penuh (KIP) di wilayah hukumnya bertanggung jawab atas : a) Merumuskan kebijakan yang bersifat strategis di wilayahnya. b) Penyelenggaraan keamanan dan tindakan Polisional di wilayah hukumnya, dengan memperhatikan sistem otonomi daerah yang berlaku. c) Pembinaan kelembagaan Kepolisian sebagai jabaran dari politik strategi keamanan yang telah ditetapkan Mabes POLRI.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
d) Penempatan anggota pada satuan di bawahnya berprinsip pada local by for local job. e) Tingkat Polres Polres berkedudukan sebagai Kesatuan Operasional Dasar (KOD) sebagai pelaksana utama Polda mengemban dan melaksanakan semua fungsi operasional dan fungsi manajemen Kepolisian bagi terselenggaranya keamanan di wilayah hukumnya. f) Tingkat Polsek Polsek adalah ujung tombak operasional Kepolisian terdepan yang melaksanakan dan memberikan pelayanan Kepolisian kepada masyarakat, secara terus menerus sepanjang waktu. g) Mewujudkan keteladanan sebagai pemimpin (dilingkungannya) yang responsive dan adaptif dari Pati, Pamen, Pama sampai Brigadir sesuai dengan peningkatan kualitas standar operasi yang ditetapkan Mabes POLRI dan berdasarkan kebutuhan di kewilayahannya. 6. Kebijakan POLRI a. Memperkuat lapis depan pelayanan POLRI dan menampilkan budaya pelayanan simpatik, serta menyusun sistem pendidikan masyarakat yang patuh hukum pada tahun 2005. b. Membangun kekuatan fungsi lini dan mengembangkan alih teknologi serta alih keterampilan dari komponen Kepolisian regional/Internasional (TIPIKOR), dan memulai
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
c.
d.
e.
f.
g.
penyelenggaraan pendidikan masyarakat patuh hukum pada tahun 2007. Membangun kekuatan bantuan teknis POLRI dan teknologi Kepolisian untuk fungsi-fungsi lini pada tahun 2007. Mengembangkan manajemen teknologi kepolisian dan dengan melakukan perencanaan teknologi informasi dari tingkat Mabes sampai Polsek. Menciptakan kapabilitas personel POLRI dengan melengkapi teknologi dasar strategis terintegrasi, Teknologi transportasi, Teknologi informasi dan komunikasi (ICT), forensik dan biometric serta integrasi bertahap dari tak terintegrasi (Level 3), ke Integrasi sebagian (Level 2), ke integrasi Penuh (Level). Membangun POLRI sebagai kekuatan inti keamanan didukung komponen masyarakat dan negara serta memberdayakan tata hukum dalam rangka supremasi hukum, pada tahun 2008. Membangun POLRI sebagai pilar penegakan hukum terdepan didukung komponen masyarakat dan aparatur penegakan hukum, dari tahun 2010, sehingga pembangunan Nasional dapat tercapai berjalan sesuai rencana.
H. Strategi Dalam Penegakan Hukum Yang Demokratis Dan Menghormati HAM Bahwa untuk mewujudkan upaya pembaharuan hukum nasional Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Untuk menegakkan hukum dengan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
menghormati hak asasi manusia, antara lain perlu diterapkan hukum acara pidana dan peraturan perundangundangan lainnya. Bahwa penerapan hukum acara pidana nasional tersebut harus disesuaikan dengan politik hukum, keadaan, dan perkembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Bahwa, POLRI dalam menyelesaikan proses perkara pidana, untuk kepentingan penyelidikan dan penyidikan supaya dapat diajukan ke Jaksa Penuntut Umum hingga dapat diajukan kesidang pengadilan pidana, harus tersedia minimal dua “Alat bukti yang Cukup” dan “barang bukti”, untuk diajukan secara berbarengan (menjadi satu Berkas Perkara) guna memenuhi pembuktian. Terhadap “barang bukti” yang dikenakan penyitaan, tetapi tidak digunakan untuk kepentingan pembuktian atau sudah tidak diperlukan untuk penyidikan atau penuntutan disidang pengadilan, maka barang bukti tersebut harus dikembalikan kepada yang berhak. Pasal 46 ayat (1) KUHAP jo Pasal 194 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP104.
104
Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang berhak. Dan penyerahan barang bukti dilakukan tanpa disertai sesuatu syarat apapun (gratis) kecuali dalam hal putusan pengadilan belum mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal tersebut disampaikan Kombes Naufal, (14/1/2013: 2), Suara Merdeka, Semarang, Direktur Lalu Lintas Polda Jateng menerangkan, bahwa pengambilan barang bukti kendaraan baik sepeda motor, mobil, atau jenis lain, tidak dipungut biaya, alias gratis. Jika ada kecelakaan, korbannya menderita luka ringan saja, polisi sebenarnya tidak berhakmelakukan penyitaan. Tetapi apabila korbannya menderita luka berat atau meningal dunia, polisi berhak melakukan penyitaan kendaraan sebagai barang bukti.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
1. Strategi Penegakan Hukum Yang Demokratis Dan Menghormati HAM Pada pemeriksaan di sidang Pengadilan Negeri, Jaksa Penuntut Umum (JPU) melimpahkan perkara berdasarkan berkas perkara, yang berisi tentang “Alat bukti yang sah” dan “barang bukti”; Sebagaimanadiatur Pasal 184 ayat (1) KUHAP dan Pasal 39 KUHAP oleh dua lembaga menurut hukum acara pidana, menjadi pegangan dalam penyelesaian proses peradilan tindak pidana mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan penyidangan perkara pidana. Dalam sistem peradilan pidana „alat bukti yang sah‟ dan „barang bukti‟ harus maju berbarengan secara bersama-sama dan tidak bisa diajukan secara terpisah sebagai petunjuk untuk membuktikan telah terjadinya perkara pidana. Sebagai pembuktian dengan Alat Bukti yang sah dan Barang Bukti; Pasal 183 KUHAP pembuktian dan putusan dalam acara pemeriksaan biasa; “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar telah terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya”105. Pasal 184 ayat (1) KUHAP alat bukti yang sah ialah : 105
Penjelasan pasal 183 KUHAP Ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepatian hukum bagi seseorang.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
a. b. c. d. e.
Keterangan saksi; Keterangan ahli; Surat; Petunjuk ; dan Keterangan terdakwa.
Pasal 184 ayat (2) KUHAP Hal yang secara umum sudah diketahui tidak perlu dibuktikan lagi. Pasal 39 KUHAP tentang barang bukti yang dapat disita, pada ayat (1) yang dapat dikenakan penyitaan adalah : a. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak pidana; b. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan tindak pidana atau untuk mempersiapkannya; c. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak pidana; d. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana yang dilakukan. Ayat (2). Benda yang berada dalam sitaan karena perkara perdata atau karena pailit dapat juga disita untuk kepentingan penyidikan, penuntutan dan mengadili perkara pidana, sepanjang memenuhi ketentuan ayat (1)106. 106
B. Z. Koemolontang, Kapita Selekta Tindak Pidana Korupsi, Pusdiklat Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2003 : 29 - 31; Penuntut Umum dalam dakwaan harus memenuhi dua syarat: a). Formil dan b) Materiel, sedangkan antara alat bukti dan barang bukti harus maju bersama-sama
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Terhadap kewenangan penahanan, selain harus memenuhi ketentuan Pasal 21 ayat (4) huruf a dan huruf b, harus ada standar seorang dapat diajukan keperadilan pidana jika didukung “bukti yang cukup” yaitu “sekurang-kurangnya107dua alat bukti yang sah menurut penilaian penyidik benarbenar telah terjadi tindak pidana dan menunjukkan bahwa tersangkalah yang telah melakukan perbuatan”108; Dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka atau terdakwa akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana. Sedangkan perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Kf Pasal 17 KUHAP) yang menurut hasil dari kesepakatan saling terkait dan mendukung, sehingga “barang bukti” dengan “alat bukti”, atau antara “alat bukti” dengan “barang bukti” yang diajukan kepersidangan dapat menjadi kekuatan pembuktian dalam penyidangan perkara pidana. 107 Kata “sekurang-kurangnya” Pasal 21 ayat (1) UU Kepolisian, untuk menjelaskan sebagian persyaratan yang bersifat mutlak, karena selain yang tercantum dalam Undang-Undang masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi. 108 Suparmin, Kapita Selekta Aneka Persoalan Di Bidang Hukum Ekonomi & Hukum Pidana Khusus, Wahid Hasyim University Press Semarang, ISBN:978-979-25-6663-5, Semarang, 2007: 41, sejalan dengan pendapat Suparmin (penulis) bahwa tindak pidana “terbukti” apabila sangkaan telah memenuhi “bukti yang cukup” sehingga Berkas Perkaranya diterima oleh Jaksa Penuntut Umum hingga dapat diajukan kepersidangan, harus sejalan dengan Pasal 183 KUHAP, Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Mahkehjapol I/1984 dan Mahkehjapol II/1992 angka 4109. Bukti permulaan yang cukup adalah “yang terdiri dari laporan polisi ditambah sekurang-kurangnya satu alat bukti yang sah ditambah berita acara TKP atau hasil penyelidikan” (dua alat bukti) bahwa seseorang patut diduga keras telah melakukan perbuatan tindak pidana. Bandingkan dengan alat bukti Pasal 100 ayat (1) UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang PTUN; “a. Surat atau tulisan; b. Keterangan Ahli; c. Keterangan Saksi; d. Para Pihak; e. Pengetahuan Hakim;110 Sedangkan alat bukti Pasal 42 UU Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dinyatakan “a. Keterangan Saksi; b. Keterangan Ahli; c. Surat dan Dokumen; d. Petunjuk ; e. Keterangan Pelaku Usaha”. 111 2. Pembuktian berdasarkan unsur-unsur Tindak Pidana dan Syarat Pemidanaan Asaslegalitas dalam KUHP di Indonesia; suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan 109
110
111
Pemantapan Keterpaduan Sesama Aparatur Penegak Hukum (Mahkehjapol II Jakarta 1992 : 4 Penangkapan berdasar Bukti permulaan yang cukup, seyogyanya minimal laporan polisi ditambah salah satu alat bukti lainnya seperti BAP di TKP,atau keterangan saksi/saksi ahli atau barang bukti dan lain-lain. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986, Pasal 100 Undangundang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Undang-undang Peradilan Tata Usaha Negara atau Peradilan Administrasi Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Pasal 42 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kekuatan ketentuan perundang-undangan pidana yang telah ada. Bilamana ada perubahan dalam perundangundangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan baginya. (kf Pasal 1 KUHP) dasar peradilan; peradilan dilakukan menurut cara yang diatur dalam undang-undang (kf Pasal 3 KUHAP). Menurut Sudarto, disamping adanya persamaan antara pandangan Pompe dan Moelyatno terdapat pula perbedaan, ialah bahwa unsur “sifat melawan hukum” bagi Moelyatno adalah syarat yang mutlak yang tidak dapat ditinggalkan, memang menurut Pompe hal tersebut diperlukan utuk adanya pemidanaan. Dinegeri Anglo Saxon, berlaku maxim (asas) :”actus non facit neum nisi mens sit rea. “ Mens rea“ adalah “criminal intent”atau sikap batin yang jahat. Pemisahan dilarangnya suatu perbuatan dengan sanksi ancaman pidana (criminal act atau actus reus) dan dapat dipertanggung jawabkannya sipembuat (responsibility atau adanya mens rea), Guna melengkapi pandangan tentang unsur-unsur tindak pidana akan diberikan pandangan sebagai berikut : a. Memenuhi rumusan delik, ini berarti belum tentu semua yang memenuhi rumusan delik dapat dijatuhi pidana, untuk itu diperlukan dua syarat : perbuatan itu bersifat melawan hukum dan dapat dicela. Dengan demikian rumusan pengertian “perbuatan pidana” menjadi jelas : suatu perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang termasuk dalam
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
“ruang lingkup rumusan delik, bersifat melawan hukum,” dan dapat dicela. b. Perbuatan manusia : bukan mempunyai keyakinan atau niat, tetapi hanya melakukan atau tidak melakukan dapat dipidana. Yang juga dianggap sebagai perbuatan manusia adalah juga termasuk perbuatan badan hukum. Dalam ruang lingkup rumusan delik yang tertulis harus dipenuhi. c. Bersifat melawan hukum; suatu perbuatan yang memenuhi semua unsur rumusan delik yang tertulis (misalnya, sengaja membunuh orang lain) tidak dapat dipidana kalau tidak bersifat melawan hukum (misalnya, sengaja membunuh tentara musuh oleh seorang tentara dalam medan perang). d. Dapat dicela : Suatu perbuatan yang memenuhi semua unsur delik yang tertulis dan juga bersifat melawan hukum, namun belum tentu dapat dipidana kalau tidak dapat dicela pelakunya. Tetapi Syarat-syarat Pemidanaan, sekurangkurangnya, harus terdapatnya ‟sifat melawan hukum‟ dan ‟sifat dapat dicela‟ itu merupakan syarat umum untuk dapat dipidananya perbuatan, sekali pun tidak disebut dalam rumusan delik. Ini yang dinamakan unsur di luar Undang-Undang; jadi ada unsur yang tidak tertulis. 112Sebagaimana bagan berikut:
112
D. Schaffmeister, N. Keijzer, Sutorius, Editor Penerjemahan : J. E. Sahetapy, Hukum Pidana, Konsorsium Ilmu Hukum Departemen P&K, Penerbit Liberty Yogyakarta, Edisi Pertama Cetakan Kesatu, 1995: hal 26-28.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Syarat Pemidanaan113
Perbuatan
1. Memenuhi rumusan undang-undang 2. Bersifat melawan hukum
Orang 3. Mampu
bertanggungjawab 4. Dolus atau
culpa(dapat dicela/tidak adaalasan pembenar) KUHP, yang berlaku sekarang merupakan kodifikasi dan sekaligus unifi kasi dari hukum pidana yang berlaku sejak 8 Maret 1942 (masa penjajahan Jepang), tetapi asas-asas dan ketentuan-ketentuan di dalam KUHP tersebut masih tetap berlaku untuk semua penduduk Indonesia, sampai setelah Republik Indonesia merdeka (17-8-1945) dengan tidak membedakan golongan114. Pembentuk undang-undang bertolak dari kejadian normal waktu membuat rumusan delik. Apa yang sudah jelas dengan sendirinya tidak perlu dengan tegas disebut 113
114
Prof. Sudarto, SH, Hukum Pidana I, Cetakan ke II, Diterbitkan oleh Yayasan Sudarto, Fakultas Hukum Undip, Semarang, 1990 : 50. Barda Nawawi Arief,Pelengkap Bahan Kuliah Hukum Pidana I, Cetakan ke I, Penerbit Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, 1990 : 1314)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
dalam rumusan delik dan kemudian dituduhkan lalu dibuktikan. Misalnya : barang siapa merampas nyawa orang lain pada umumnya berbuat secara melawan hukum dan perbuatan itu dapat dicela. Hanya dalam keadaan luar biasa hal itu tidak demikian; sipembuat sendiri dapat mengajukan tidak adanya sifat melawan hukum dan dapat dicela perbuatannya. Misalnya, kalau dia mengadakan pembelaan terpaksa, barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa tidak dipidana (kf. Pasal 48 KUHP) (Hukum acara pidana Belanda menetapkan bahwa hakim harus memeriksa alasan itu). Barangsiapa melukai orang dihukum karena penganiayaan (Pasal 351KUHP) ; akan tetapi apabila perbuatan itu dilakukan oleh dokter yang sedang melaksanakan keperluan medis, maka perbuatan tersebut tidak bersifat melawan hukum dan tidak dapat dicela maka perbuatan tersebut tidak dapat dipidana. Contoh dokter yang melakukan operasi untuk kepentingan medis, maka perbuatannya tidak dihukum. Kemudian rumusan delik terpenuhi, bersifat melawan hukum terpenuhi namun tidak dapat dicela, tidak dipidana: contoh dengan sengaja merusak (kf Pasal 406 KUHP), dalam hal yang terjadi sehari-hari misalnya dalam hal pembongkaran rumah untuk diperbaiki, pelakunya juga tidak dapat dipidana. Perbuatan pidana memenuhi rumusan delik, bersifat melawan hukum dan ada sifat tercela kalau perbuatan itu sama sekali tidak dapat dipertanggungjawabkan kepada si pembuat. Dalam hal demikian pembentuk undang-undang menyediakan terhadap orang
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
yang karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau terganggu jiwanya karena penyakit tidak dipidana (kf Pasal 44 KUHP). Kadang-kadang perbuatan orang normalpun juga tidak dapat dicela. Contoh yang jelas adalah kesesatan yang dapat dimaafkan: karena perbarengan keadaan, seorang terdakwa tidak dapat melihat tanda lalu lintas. Disini tidak terdapat unsur dapat dicela; jadi tidak dapat dijatuhkan pidana, sekali pun unsur delik itu ada. Memang sudah merupakan asas hukum acara pidana bahwa tidak seorangpun dapat dipaksakan membuktikan bahwa dia tidak bersalah (asas praduga tak bersalah). “Syarat tertulis untuk dapat dipidana harus dituduhkan dan dibuktikan, syarat umum tidak tertulis untuk dapat dipidana tidak usah dituduhkan dan dibuktikan, tetapi dapat dianggap ada kecuali kalau diingkari secara nalar”. 115 Pedoman pokok dalam menjatuhkan pidana kepada orang yang melakukan perbuatan pidana ada asas hukum yang secara tegas menyatakan : “Tidak dipidana jika tidak ada kesalahan”(geen straf zonder schuld). Bahwa orang yang melakukan perbuatan pidana, dapat dihukum apabila orang tersebut berbuat kesalahan, jadi mengenai pertanggungjawaban pidana suatu perbuatan dari seseorang. Lain dari norma yang tidak tertulis ada dasar yang disebut “Asas Legalitas” tercantum dalam Pasal 1 ayat 115
Sahetapy; Ibid, hal 26-28.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
(1) hal senada juga disampaikan oleh Anseln Van Feuerbach Sarjana Hukum Pidana Jerman yang berjudul Lehrbuck des Peinlichen Recht (1801) yang berbunyi : Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenalie. Strategi POLRI dalam menegakkan hukum dengan melakukan tindakan upaya paksa penyidikan telah sejalan dengan mekanisme hukum yang ideal, mengingat dalam penyidikannya sudah terpenuhinya pembuktian minimal 2 alat bukti yang sah, dan telah adanya petunjuk dari rangkaian tempat kejadian perkara, peristiwa-peristiwa dan adanya barang bukti dan saksisaksi yang diajukan dalam berkas perkara, apabila sudah selesai pembuatannya dan dinyatakan lengkap oleh Jaksa Penuntut Umum, maka berkas perkara, tersangka, dan barang buktinya dilimpahkan ke JPU untuk diajukan kepersidangan di Pengadilan Negeri. 3. Penegakan Hukum oleh POLRI Upaya Menjunjung Tinggi Supremasi Hukum Negara Indonesia adalah Negara Hukum (kf. ps 1 ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945) (Rechstaad) yang salah satu di antaranya menganut asas legalitas “(1) Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perudang-undangan pidana yang telah ada; ayat (2) Bilamana ada perubahan dalam perundangundangan sesudah perbuatan dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkan (kf. Pasal 1 KUHP). Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugas
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum. Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukungnya (kf ps 30 ayat 2 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945). 116 Perbaikan sektor hukum yang meletakkan peran, fungsi dan tugas kepolisian secara jelas, menentukan bagaimana POLRI menjadi elemen penting bagi keberhasilan tertib hukum. Memang ini bukan sematamata kerja kepolisian belaka, tetapi tanpa pemahaman yang cukup aparatur POLRI, maka kerja-kerja elemen lain juga akan terhambat. Perubahan itu dapat merujuk pada ketentuan universal. Dalam ketentuan Convenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR) yo. Code of Conduct for law Enforcement Officials (Kode Etik Para Pejabat Penegak Hukum) meletakkan tugas berat perlindungan terhadap masyarakat diletakkan pada para petugas penegak hukum, utamanya polisi. POLRI harus menghormati dan melindungi serta menjunjung tinggi 116
R Susilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP, Serta KomentarKomentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea Bogor, Cetak Ulang, Untuk Para Pejabat Kepolisian Negara, Kejaksaan/Pengadilan Negeri, Pamong Praja, Bogor, 1996: 27; ditekankan Peristiwa pidana tidak akan ada, jika ketentuan pidana dalam undang-undang tidak ada terlebih dahulu. “ Dengan adanya ketentuan ini, dalam menghukum orang hakim terikat oleh undang-undang sehingga terjaminlah hak kemerdekaan diri pribadi orang. Asas nullum delictum dianggap kurang melindungi kepentingan kolektif, karena hanya menghukum orang-orang yang jelasjelas melanggar peraturan yang telah ada.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
supremasi hukum dan hak asasi manusia “secara eksplisit dinyatakan bahwa perlindungan HAM itu adalah wilayah tugas para petugas penegak hukum “. Kebijakan hukum pidana yang dijalankan oleh POLRI dalam melaksanakan tugas dan wewenangya untuk menyelesaikan konflik antarpendukung partai politik sejalan dengan Hoefnagels, pertama dengan cara penal (Crime Law Application dan Practical Criminology) atau tindakan penegakan hukum melakukan proses tindak pidana terhadap para pelaku tindak pidana yang telah memenuhi “bukti yang cukup” untuk diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum. 117 Pola penanggulangan kriminalitas yang dikeluarkan oleh Markas Besar Kepolisian (Mabes POLRI), dengan tegas dinyatakan bahwa pada dasarnya hukum yang ditegakkan oleh polisi itu bukan saja terhadap pelanggaran norma hukum pidana saja (the violation of criminal law) tetapi juga meliputi semua pelanggaran norma (violation of norm), norma-norma sosial normanorma agama, norma-norma politik, norma-norma adat dan normanorma lainnya, yang dapat mengganggu ketertiban umum. Apabila karena sifat perbuatan tersebut merusak tatanan dan kepentingan masyarakat serta meresahkan, menggoncangkan ketenteraman 117
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168; Penjelasan tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 16 ayat 1 huruf d dan pasal 21 ayat (1) yang dimaksud dengan “menyerahkan berkas perkara kepada penuntut umum”, termasuk tersangka dan barang bukti, sedangkan “Kata sekurang-kurangnya” dimaksudkan untuk menjelaskan sebagian persyaratan yang bersifat mutlak, karena selain yang tercantum dalam standar ini masih ada persyaratan lain yang harus dipenuhi.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
mereka sehingga dianggap mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. 118 Hal tersebut wajar dan dapat dimengerti karena fungsi dan peran POLRI disamping sebagai alat negara penegak hukum juga berfungsi sebagai penjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, juga sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat demi terpeliharanya keamanan dalam negeri. Sebagai contoh suatu kasus yang menonjol waktu itu, dimuat oleh majalah Editor tanggal 19 September 1987 tentang penanganan kasus tukar menukar istri. Penegak hukum terutama polisi mendapat kesulitan di dalam mengaplikasikan kasus yang terjadi dengan hukum positif yang berlaku. Terutama karena di dalam benak petugas terpaku pada asas legalitas Pasal 1 ayat (1) KUHP, meskipun kasusnya dapat meresahkan dan merusak tatanan nilai dalam masyarakat, tetapi polisi tidak dapat menerapkan pasal yang melanggar tatanan sosial, tetapi tidak ada dalam rumusan delik. Kasus inipun mendapat tanggapan dari Mabes POLRI, untuk ikut memecahkannya. Duduk persoalannya adalah sebagai berikut: Ketika bulan Januari 1987 suami istri Ramidi dan Tumi telah sepakat untuk tukar menukar istri dengan pasangan Rewang dan Tinah tetangganya selama 3 (tiga) bulan. Singkat kata kontrak kerja sebagai suami 118
Markas Besar Kepolisian Negara RepublikIndonesia, Pola Penanggulangan Kriminalitas, Jakarta, 1982, halaman 3 dikutip dari M Faal, S. H. M. H., Dipl. Es., Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi (Diskresi Kepolisian), Cetakan pertama, Dicetak oleh PT Anem Kosong Anem, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1991: 92-93.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
isteri (kontrak) berjalan mulus. Saking mulusnya sampai-sampai perjanjian ini mengalami perpanjangan beberapa kali. Akhirnya sampailah pada suatu malam dibulan Juni, ketika itu Rewang masuk angin, agar sembuh ia ingin dipijat. Ia lantas mendatangi rumah Ramidi untuk meminta tolong Tinah istri sahnya yang dipinjamkannya. Rupanya selama masa kontrak berlangsung Ramidi diam-diam mencintai istri sahabatnya. Karena merasa panas ketika Rewang meminta Tinah untuk memijatnya. Karena itu ia lalu menyeret Tinah untuk lari dari desa. Tetapi Tinah menolak, sebab ia masih ingin kembali pada suaminya, Ramidi jadi kalap. Ia meraih kampak dan sabit lalu disabitnya Rewang dan Tinah. Polisi pun dilapori dan Ramidi ditangkap. Di Polsek Patean Kendal Ramidi mengaku tak mau kehilangan Tinah (istri Rewang). Dia lebih pintar meladeni saya ketimbang Tumi (istrinya); ujarnya ketika diperiksa polisi. Setelah 3 (tiga) bulan ditahan, Kamis tanggal 17 September 1987 perkaranya disidangkan dan dipimpin oleh Hakim Roesmani. Ramidi hanya dituduh telah melakukan penganiayaan yang mengakibatkan Rewang dan Tinah harus dirawat dirumah sakit beberapa hari. Jadi Ramidi hanya diancam Pasal 351KUHP dan Pasal 353 KUHP. Peristiwa ini terjadi di desa Sidomuncul, Kecamatan Patean, Kabupaten Kendal. Setelah kasus tersebut terungkap, diberitakan di dalam pers dan perkara yang diadili dianggap hanya perkara penganiayaan saja, kasus tersebut mendapat
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
reaksi keras dari masyarakat umum dan para ahli antara lain Bismar Siregar dan juga dari Mabes POLRI. Reaksi masyarakat timbul karena : a. Kasus kumpul kebo meresahkan dan melanggar tatanan nilai masyarakat. b. Tindakan penegakan hukum yang hanya menuntut kasus penganiayaan saja yang dilakukan oleh Ramidi adalah seolah-olah melepaskan pertanggungjawaban hukum terhadap pelaku-pelaku lainnya seperti Tinah, Rewang, Tumi termasuk Ramidi, atas perbuatan kontrak kerja zina, kumpul kebo serta akibatakibatnya. Karena konsep zina yang diatur dalam Pasal 284 KUHP, tidak sesuai dengan konsep zina masyarakat setempat, konsep zina dalam masyarakat adalah hubungan kelamin tanpa melalui perkawinan. Apalagi kasusnya benar-benar meresahkan masyarakat, mengganggu keamanan dan ketertiban masyarakat. Apabila ditinjau dari sudut ilmu kepolisian, hal tersebut merupakan ancaman bagi situasi kamtibmas, karena dapat timbul main hakim sendiri oleh massa, konflik antar warga dan gejolak-gejolak sosial yang lain. 119 119
M Faal, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, (Diskresi Kepolisian), Diterbitkan Oleh PT. Pradnya Paramita, Dicetak oleh PT. Anem Kosong Anem, Cetakan pertama, Jakarta, 1991 :92-95. Polisi harus dapat mencari hukumnya agar mereka tidak terlepas dari pertanggungjawaban pidana. Bila salah satu di antara mereka hamil, mereka dapat dikenakan pasal 277 KUHP, karena menyulitkan status perdata dari anak yang akan dilahirkan. Atau dikenakan pasal 281 KUHP ayat (1) karena dengan sengaja tukar menukar istri berarti merusak rasa susila umum/masyarakat. Atau perbuatan mereka dapat diancam 296 KUHP, karena perbuatan mereka itu termasuk tidak menyenangkan orang lain, mempermudah tindak cabul.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Perpaduan peran POLRI dalam penyelesaian konflik antar warga masyarakat tersebut mengisyaratkan, bahwa pola penyelesaian yang dikonstruksikan oleh POLRI tidak hanya berorientasi pada aspek mengadili dan menghukum, melainkan berusaha juga untuk menciptakan suasana sosial yang aman dan damai. Awaloedin Djamin mengisyaratkan, bahwa dalam kenyataannya, jika dihitung dalam persentase, maka pekerjaan represif tersebut lebih kecil dari pada yang bersifat prefentif dan jauh lebih kecil lagi bila dibandingkan dengan yang bersifat pre-emptif. Terkadang kita mempersepsikan secara kurang benar terhadap pekerjaan polisi yang demikian luas tersebut dengan lebih menekankan pekerjaan polisi yang bersifat represif. 120 Reorientasi dan strategi POLRI sebagai insan Tri Brata yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mengindahkan norma agama, dalam menyelesaikan konflik dengan mengoptimalkan keterpaduan peran dan berorientasi pada rekonsiliasi, ternyata memiliki hubungan yang sangat kuat dengan sejumlah pesan moral religiusitas sebagaimana dapat disimak dalam beberapa ayat Al-Qur‟an mengenai “cara menyelesaikan konflik antara kaum muslim” berikut ini: a. Firman Allah S. W. T dalam Juz 26 QS. 49 : Al Hujuraat ayat (9) : 120
Awaloedin Djamin, Beberapa Masalah dalam Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1986, dalam Satjipto Rahardjo, Op Cit; 1998, halaman 6. juga dalam Satjipto Rahardjo, 2002, halaman 41.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikanlah antara keduanya ! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi, sampai surut kembali kepada perintah Allah, kalau dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan; b. Juz 26 Qur‟an surat ke. 49 : Al Hujuraat ayat (10): “Innamal mu‟minuuna ikhwatun fa ashlihuu baina akhawaikum wat taquulaaha la‟allakum turha-num”, yang artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, maka damaikanlah antara kedua saudaramu itu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. c. Juz 25 Qur‟an surat ke 42 : Asy Syuura ayat 38 : Wal lazinastajabu li rabbihim wa aqamus salah(ta), wa amruhum syura bainahum, wa mimma razaqnahum yunfi qun(a); Artinya: Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) secara musyawarah. Dijelaskan tentang kewajiban bermusyawarah tentang masalah keduniawian. Diriwayatkan dari Nabi Saw., beliau bersabda: “Orang yang paling besar pahalanya di sisi Allah Ta‟ala nanti pada hari kiamat adalah orang yang paling bermanfaat bagi sesama manusia sewaktu di dunia, dan orang-orang yang nanti pada hari kiamat dekat dengan Allah adalah orang-orang yang
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
mendamaikan di antara sesama manusia (yang bertengkar). “121 Maksudnya urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya seperti urusan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan dan lainnya, diselesaikan secara musyawarah, senada dengan akhlak dan sifat Nabi Mu hammad S. A. W. dalam Juz 4 Al Qur‟an surat ke 3 (tiga) Ali „Imran ayat 159 : Fabima rahmatim minallahi linta lahum, wa lau kunta fazzan galizal qalbi lanfaddu min haulik(a), fa‟fu „anhum wastaqfir lahum wa syawirhum fi lamr(i), fa iza „azamta fa tawakkal „alallah(i), innallahayuhibbul mutawakkilin(a); Yang artinya : “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma‟afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu”. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
121
Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, 1999, Tanbihul Ghafi lin Nasehat Bagi Yang Lalai, Pustaka Amani, Jakarta,: 366-367 Ma‟mar meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Humaid, dari ibunya, Ummu Kaltsum bin Uqbah, dari Nabi Saw., beliau bersabda: “tidaklah termasuk berbohong orang yang mendamaikan orang (yang bertengkar), di mana ia mengatakan yang baik-baik atau menambahi yang baik-baik. “ Mendamaikan orang (yang bertengkar) itu adalah salah satu cabang dari cabang-cabang ilmu kenabian, sedangkan menceraikan sesama manusia adalah salah satu dari cabang-cabang ilmu sihir.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orangorang yang betawakal kepadanya. Dengan adanya peluang bagi kepolisian untuk mengupayakan perdamaian atau rekonsiliasi bagi para pendukung parpol yang berkonflik dalam proses politik hukum, maka sesungguhnya langsung kepolisian telah mengindahkan norma agama, di samping juga telah melakukan kewenangan diskresi (discretion) sejalan dengan : Pasal 18 ayat (1) Yo Pasal 15 ayat (1) Huruf b Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI “untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat dertindak menurut penilaiannya sendiri”. Bertugas membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum. Yakni wewenang yang diberikan hukum (kepada polisi) untuk bertindak dalam situasi khusus sesuai dengan penilaian dan kata hati nurani dari petugas itu sendiri. 122 Bertolak dari pandangan para pakar mengenai diskresi, Erlyn Indarti kemudian merumuskan sebuah terminologi diskresi polisi sebagai: Kemerdekaan dan/atau otoritas/kewenangan polisi untuk membuat keputusan serta kemudian mengambil tindakan yang dianggap tepat/sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, yang 122
Walker S., The Police in America. New York: McGraw-Hill, 1983, halaman 54.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
dilakukan secara bijaksana dan dengan memperhatikan segala pertimbangan maupun pilihan yang memungkinkan”. 123 Secara yuridis, Langkah-langkah yang ditempuh oleh kepolisian di luar ketentuan hukum positif dalam penyelesaian konflik sosial dapat dibenarkan, karena dalam Pasal 5 ayat (1) Angka 4 yo Pasal 7 ayat (1) huruf (i) KUHAP menegaskan, bahwa “polisi sebagai penyelidik dan penyidik dapat “mengadakan tindakan lain yang bertanggung jawab”. 124 “Tindakan lain” yang dimaksudkan di sini adalah tindakan yang tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum, selaras dengan kewajiban hukum, harus patut dan masuk akal, serta dilakukan atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan yang memaksa. 4. Upaya Implementasi Penyidikan Tindak Pidana Korupsi Oleh POLRI Untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di pengadilan, penyidik maupun penuntut 123
Erlyn Indarti, Diskresi Polisi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro, 2000, halaman 12-13. Kata penghubung dan/atau dipakai di sini untuk menunjukkan bahwa kemerdekaan sesungguhnya dibedakan dari – serta dapat berdiri sendiri tanpa – otoritas atau kewenangan. Namun demikian, akan lebih kokoh dan lengkap bila kemerdekaan bertindak dipadukan dengan – dan dikuatkan oleh – otoritas 124 Kewenangan diskresi ini tidak hanya dilakukan oleh polisi yang menjalankan proses yudisial sebagai penyelidik dan penyidik, melainkan dapat dilakukan oleh setiap pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kf. Penjelasan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
umum dan hakim dapat meminta keterangan tentang keadaan keuangan, dan meminta diblokir rekening tersangka atau terdakwa yang diduga merupakan hasil dari korupsi [Pasal 29 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain POLRI dan PPNS, Jaksa juga diberi tugas dan wewenang untuk melakukan penyidikan untuk tindak pidana tertentu yang ditunjuk oleh UU di samping tugas dan wewenang sebagai penuntut umum. Berkaitan dengan tindak pidana korupsi, Jaksa juga dimasukkan ke dalam tim gabungan penyidik di bawah koordinasi Jaksa Agung, terutama terhadap tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya. 125 Selain petugas penyidik yang sudah dikenal tersebut, UU No 31 Tahun 1999 yang sudah dirubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 (Pasal 43) juga menunjuk Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai penyidik. Kewenangan itu kemudian lebih dikukuhkan dengan UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan, terhadap penyidik dalam hal melakukan penahanan tersangka, selain harus memenuhi ketentuan Pasal 21 ayat (4) huruf a dan huruf b, harus ada standar seorang dapat diajukan keperadilan pidana jika didukung “bukti yang cukup” yaitu “sekurang125
Tindak pidana korupsi yang sulit pembuktiannya, antara lain tindak pidana korupsi di bidang perbankan, perpajakan, pasar modal, perdagangan dan industri, komoditi berjangka, atau di bidang moneter dan keuangan yang bersifat: (a) sektoral, (b) dilakukan dengan menggunakan teknologi, (c) dilakukan oleh tersangka/terdakwa yang berstatus sebagai penyelenggara negara.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kurangnya dua alat bukti yang sah menurut penilaian penyidik benar-benar telah terjadi tindak pidana dan menunjukkan bahwa tersangkalah yang telah melakukan perbuatan”126. Selain bukti yang cukup,Penyidik juga harus memperhatikan apakah tersangka dikhawatirkan akan melarikan diri, akan mengulangi perbuatannya lagi, atau akan menghilangkan barang bukti, walaupun penyidik ada kewenangan untuk melakukan penahanan, tetapi pada setiap perkara tindak pidana yang ditangani, penyidik dapat tidak harus melakukan penahanan. Atas dasar ketentuan itu maka mau tidak mau penyidik tindak pidana korupsi harus menunggu dulu hasil audit investigasi dari BPKP selaku instansi yang berwenang menentukan ada tidaknya kerugian negara yang ditimbulkan oleh perbuatan orang yang disangka melakukan tindak pidana korupsi (kf. Pasal 12 Keputusan Bersama KaPOLRI dan Kepala BPKP No. Pol. Kep/12/IV/2002/No. Kep. 04. 02. 00219/K/2002 tanggal 29 April 2002). 127 Untuk mendapatkan hasil
126
Suparmin, Kapita Selekta Aneka Persoalan Di Bidang Hukum Ekonomi & Hukum Pidana Khusus, Wahid Hasyim University Press Semarang, ISBN:978-979-25-6663-5, Semarang, 2007: 41, sejalan dengan pendapat (penulis) bahwa tindak pidana “terbukti” apabila sangkaan telah memenuhi “bukti yang cukup” sehingga Berkas Perkaranya diterima oleh Jaksa Penuntut Umum hingga dapat diajukan kepersidangan, telah sejalan dengan Pasal 183 KUHAP, Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya. 127 Mengenai pedoman dan tata cara audit investigasi keuangan negara dapat dicermati ketentuannya dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
audit investigasidari BPKP tersebut penyidik harus membutuhkan waktu yang relatif lama dan biaya yang mahal. Oleh karena itu, pihak penyidik sering merasa kesulitan, karena dana operasional yang disiapkan oleh negara kepada penyidik POLRI untuk melakukan penyidikan setiap kasus relatif kecil. Demikian pula interaksi antara penyidik dengan pihak perbankan juga sering terhambat oleh aspek kerahasiaan bank, sekalipun Pasal 29 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 secara tegas menyatakan, bahwa “untuk kepentingan penyidikan, penuntutan, atau pemeriksaan di sidang pengadilan, penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang meminta keterangan kepada bank tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa”. Kewenangan penyidik dalam hal ini terkadang terhambat, terutama bagi penyidik di daerah, karena harus membutuhkan waktu untuk menunggu persetujuan dari Gubernur Bank Indonesia (Pasal 29 ayat (2). Andaikata corporate culture di antara Penyidik POLRI dengan Jaksa Penuntut Umum berkembang dengan baik, maka “proses bolak-balik berkas perkara” dengan alasan belum lengkap datanya (kena P19) tidak akan mungkin berlangsung berlarut-larut. Demikian pula tidak akan muncul kesan bahwa seolaholah institusi yang pertama (penyidik POLRI) tampil sebagai “sub-sistem yang dinilai” sementara Subsistem kedua (Kejaksaan) sebagai “subsistem penilai”. Indonesia No. 59/PMK. 06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Proses bolak-balik berkas perkara yang berlarut-larut itu akan membuka ruang yang semakin luas untuk bagi munculnya “black box” (faktor X) dalam sebuah proses hukum sebagaimana yang dikhawatirkan oleh David Easton,128 karena dapat mempengaruhi out put putusan (produk hukum) yang jauh dari harapan pencari keadilan. Biaya yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas KPK dibebankan kepada APBN [cf. Ps 64 UU KPK]. Penyidik KPK dapat melakukan penyitaan tanpa ijin Ketua Pengadilan Negeri berkaitan dengan tugas penyidikannya [cf. Ps 47 UU KPK]. Penyidik KPK dapat memerintahkan kepada Bank atau lembaga keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka atau pihak lain tanpa ijin Bank Indonesia [cf. Ps 12 UU KPK]. KPK dapat mengambil alih penyidikan atau penuntutan tindak pidana korupsi, Kepolisian atau Kejaksaan wajib menyerahkan tersangka dan seluruh berkas perkara beserta alat bukti dan dokumen lain yang diperlukan [cf. Ps 8 dan 9 UU KPK]. Terhadap pejabat negara sejak ditetapkan sebagai tersangka, prosedur khusus yang berlaku dalam rangka pemeriksaan tersangka yang diatur dalam peraturan perundang-undangan lain tidak berlaku berdasarkan UU 128
Pandangan David tentang “black box” tersebut memang lebih dikaitkan dengan proses pembuatan sebuah peraturan perundang-undangan, namun idenya bisa diangkat untuk menjelaskan alur bekerjanya faktor X dalam proses interaksi antara penyidik dan kejaksaan dalam pembuatan berkas penyidikan perkara (kf. Esmi Warassih dalam oleh Karolus Kopong Medan & Mahmutarom HR (ed), Pranata hukum, Sebuah telaah Sosiologis, Semarang : PT Suryandaru, 2005, 48-51).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
KPK [cf. Ps 46 UU KPK]. Sekalipun dalam UU (misalnya Pasal 36 ayat (2) UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah) hambatan (sebelum dianulir oleh MK) tersebut dinyatakan secara tegas bahwa : Dalam pemanggilan kepala daerah dan wakil kepala daerah, “apabila persetujuan tertulis itu tidak diberikan oleh Presiden dalam waktu selambat-lambatnya 60 hari terhitung sejak diterimanya permohonan, maka proses penyelidikan dan penyidikan dapat dilakukan”. Sedangkan Pasal 53 ayat (1) UU No: 32/2004 tentang Pemerintah Daerah ditegaskan “Tindakan penyidikan terhadap anggota DPRD dilaksanakan setelah adanya persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi anggota DPRD provinsi dan dari Gubernur atas nama Menteri Dalam Negeri bagi anggota DPRD kabupaten/kota”. 5. Implementasi a. Implementasi kemampuan manajemen teknologi merupakan keharusan. Dalam manajemen teknologi, POLRI harus mampu melaksanakan perencanaan techno ware secara strategis hal itu berada di tingkat Mabes dan Polda dan dijabarkan secara detail dalam rencana kerja pada tingkat front liner lapangan (Polres, Polsek, dst) sesuai dengan rencana strategis tingkat Mabes dan Polda. Best practices ini harus dapat dilakukan di seluruh jajaran POLRI yang mempunyai tanggung jawab, perencanaan technoware kepolisian, dalam jangka pendek 2-3 tahun kedepan. b. Pada tingkat operasi Polisi di lapangan sampai pada tingkat kampung, dalam jangka menengah 5 (lima)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
tahun sudah mampu merencanakan kebutuhan technoware tepat guna di wilayah tanggung jawabnya, untuk menentukan kebutuhan tahunan. c. Updating teknologi sampai sejajar dengan negara tetangga yang maju (seperti Singapura dan Australia) dapat dilakukan dalam jangka panjang 10 (sepuluh) tahun pada tingkat Mabes, dan 15 (lima belas) tahun tingkat Polda di kota-kota besar strategis seperti Medan, Jakarta, Bandung, Surabaya, Ujungpandang, Semarang, dsb. Dalam 20 (dua puluh) tahun ke depan pada tingkat regional Kepolisian RI seharusnya berpotensi leading dalam teknologi untuk pencegahan kejahatan, dan penegakan hukum nasional dan trans nasional. Updating teknologi dilakukan pada penguatan seperti pada kecenderungan global yaitu dalam teknologi yang mendukung mobilitas petugas lapangan, teknologi informasi dan komunikasi, teknologi laboratorium forensik, dan teknologi biometik. d. Untuk memaksimalkan kerja sekaligus menghindari disharmoni dengan aparat penegak hukum lain yang juga mempunyai kewenangan, POLRI telah melakukan kerja sama dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) dalam Penanganan Kasus yang Berindikasi Tindak Pidana pada tanggal 29 April 2002, serta dengan Kejaksaan Agung yang berkaitan dengan upaya Optimalisasi Koordinasi dalam Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pada tanggal 07 Maret 2006. e. Meningkatkan Kemampuan Penyidik dalam penanganan Korupsi dan bekerja sama dengan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
lembaga lain seperti KPK, BPK serta melakukan kegiatan Penataran Work Shop, Rakernis dan Coaching Clinic ke Satuan Bawahan. f. Untuk menghindari bolak baliknya berkas perkara maka sejak awal Penyidikan, dilakukan Koordinasi/Komunikasi dengan Jaksa Penuntut Umum. POLRI dalam implementasipenyidikannya terus berusaha untuk memainkan peran dengan sebaik-baik mungkin sebagaimana diamanatkan oleh UndangUndang Kepolisian Nomor 2 Tahun 2002 Bab I Pasal 5 ayat (1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri; termasuk dalam melaksanakan tugas dan wewenang “melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perUndang-Undangan lainnya”, yang karena kewajibannya mempunyai wewenang menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak pidana (kf UU Kepolisian No : 2/2002 ps 14 huruf g Vide KUHAP UU No: 8/1981 Ps 7 ayat 1 huruf a). Memang harus diakui bahwa segala upaya yang ditempuh POLRI dan seluruh jajarannya selama ini belum sepenuhnya memenuhi harapan dan keinginan seluruh masyarakat. Strategi penanganan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh pihak POLRI adalah dengan terus
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
berusaha melakukan penegakan hukum dengan sebaikbaiknya, dan melakukan pemburuan para tersangka korupsi yang melarikan diri ke luar negeri. Salah satu bukti yang patut dicatat di sini adalah penangkapan David Nusa Widjaya, terpidana delapan tahun penjara dalam kasus pembobolan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang melarikan diri ke San Fransisco - Amerika, berhasil ditangkap oleh Tim Pemburu Koruptor. Gayus Tambunan di Singapura, Nazarudin di Columbia, dan lain sebagainya. Hasil perburuan dan penangkapan ini sekaligus sebagai bukti bahwa POLRI selama ini tidak tinggal diam. Langkah-langkah POLRI dalam penegakan hukum dilakukan tidak secara diskriminatif, ini dibuktikan dengan memproses sejumlah oknum polisi di Mabes POLRI yang diduga terlibat berkaitan dalam kasus pembobolan BNI sebanyak Rp 1,7 triliun. 129 Selain itu, sejumlah oknum polisi di Polda Metro Jaya (Sektor Setiabudi) Jakarta juga sedang diproses karena melakukan penyimpangan dengan menggelapkan barang bukti senilai $100. 000 US Dolar dari kasus yang ditanganinya. 130
129
Sejumlah nama aparat kepolisian yang dijadikan tersangka, dan ditahan berkaitan dengan Kasus BNI, antara lain Komisaris Jenderal Suyitno Landung, mantan Kabareskrim Mabes POLRI Brigadir Jenderal Samuel Ismoko, mantan Direktur Ekonomi Khusus pada Bareskrim Mabes POLRI, Komisari Polisi Irman Santoso, mantan Kanit II Perbankan Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim, dan 16 penyidik di Mabes POLRI yang terlibat. 130 Harian Kompas, 13 Januari 2006.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Gambaran sepintas di atas hanyalah sedikit dari sekian banyak kasus korupsi yang ditangani oleh POLRI selama ini. Dalam rentang waktu 2001 sampai dengan 2005 saja, kasus korupsi yang dilaporkan/diadukan ke POLRI sebanyak 1747 kasus. Dari jumlah kasus tersebut, sebanyak 998 kasus sedang dalam proses penyidikan, 94 kasus di-SP3-kan atau dihentikan penyidikannya karena tidak cukup bukti untuk dijadikan perkara pidana, 644 kasus di-P21-kan atau berkas penyidikannya sudah lengkap siap dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan, dan 24 kasus sudah dilimpahkan ke pengadilan untuk disidangkan. Seluruh kasus korupsi tersebut telah menimbulkan negara rugi sebesar Rp 12. 447. 385. 702. 163, dan baru bisa diselamatkan atau dikembalikan ke kas negara sebesar Rp 1. 450. 570. 876. 082. Menurut kajian dari POLRI setiap ada Pilkada laporan Tindak Pidana Korupsi di wilayah yang bersangkutan cenderung naik. I. Kesimpulan Pada hakikat keamanan dalam negeri, sebagai tujuan pembangunan nasional bidang keamanan identik dengan doktrin POLRI, yaitu mewujudkan masyarakat Indonesia yang “tata tenterem kerta raharja” dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwilayah Nusantara, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, merupakan kepentingan POLRI agar tujuan pengabdiannya terhadap masyarakat negara dan bangsa dapat terjamin perwujudannya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Peran kepolisian dalam menyelesaikan penegakan hukum pidana, menuju mekanisme penegakan hukum yang ideal, tidak hanya mengadili dan menghukum” tetapi juga mengupayakan musyawarah untuk mewujudkan perdamaian berdasarkan keadilan (restorative justice) denganmenjunjung tinggi supremasi hukum dan hak asasi manusia. Bahwa, Pancasilasebagai sumber dari segala sumber hukum Negara adalah telah sesuai dengan jiwa dan semagat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi Negara serta sekaligus dasar filosofis bangsa dan Negara, sehingga setiap Muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila. Selanjutnya secara explicit dinyatakan, dalam Perubahan Pasal 1 ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang Bentuk dan Kedaulatan Negara, bahwa “Kedaulatan berada ditangan rakyat, dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar” dan “Negara Indonesia adalah negara hukum”, implementasinya pada Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Adapun, dalam menjaga keamanan dan metertiban masyarakat dan menegakkan hukum berdasarkan asas-asas sebagai berikut:
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
1. Asas demokrasi, yang dapat diwujudkan dalam bentuk penegakan asas legalitas namun lentur dalam pelaksanaannya dengan mengedepankan “keadilan” dan “kemanfaatan”. Baik dalam menciptakan situasi keamanan dan ketertiban masyarakat maupun untuk menumbuhkan rasa keadilan masyarakat, yang transparan dan akuntabel, sehingga peran aktif polisi dalam penegakan hukum yang melibatkan lembaga formal maupun lembaga non formal dapat dicintai dan dipercaya oleh masyarakat. 2. Asaskepastian hukum, adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundangundangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan yang dilaksanakan dalam penegakan hukum. Penyelesaian perkara yang dilakukan oleh kepolisian dengan cara perdamaian sudah sesuai dengan hukum (diskresi kepolisian), dan sudah sesuai dengan asas-asas yang terkandung dalam nilai-nilai dasar Pancasila. 3. Asas Ketuhanan, dapat diwujudkan dalam bentuk sanksi untuk menjalankan kewajiban hukum dengan menghormati norma agama, menjalankan penghukuman atau memberikan ganti kerugian, rekonsiliasai, dan atau permintaan maaf. 4. Asas Kemanusian, yang dapat diwujudkan dalam bentuk rasa empati dengan pemberian ganti kerugian sebagai jaminan pemulihan kerugian yang layak tanpa harus mempermasalahkan dari mana sumber keuangannya. 5. Asas persatuan, yang diwujudkan dengan menciptakan rekonsiliasi dan pemulihan hubungan baik yang telah rusak sebagai akibat dari tindak pidana tersebut, sekaligus mengakhiri konflik sosial dengan prinsip
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
musyawarah untuk mewujudkan perdamaian, yang berkesinambungan. 6. Asas demokrasi, yang dapat diwujudkan dalam bentuk penegakan berdasarkan hukum, sesuai asas legalitas tetapi lentur dalam pelaksanaannya, sehingga dapat dirasakan menyentuh rasa keadilan dan kemanfaatannya bagi masyarakat, yang oleh kepolisian, tetap dikemas dalam bentuk tindakan kepolisian karena kewajibannya dalam melaksanakan tugas dan kewenangan, bukan karena kekuasaannya. 7. Asas keadilan sosial, yang dapat diwujudkan dengan menciptakan keseimbangan dalam pertanggung jawaban pelaku tindak pidana. Tidak hanya kepada korban, tetapi juga kepada pelaku, masyarakat, negara maupun kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui kewajiban menjalankan ketentuan hukum dan norma agama. Dengan keseimbangan diharapkan dapat tercipta tujuan pembangunan nasional untuk mencapai keadilan dan kesejahteran masyarakat “adil makmur” yang “tata tenteram kerta raharja”.
J. Implikasi Bahwa, Reorientasi peran POLRI berangkat dari pemikiran the police is place of paradigm shift bahwa polisi itu bertugas berangkat dari paradigma dengan kekuatan fi sik menjadi paradigma komunitas atau komunikasi, karena polisi harus bekerja bukan seperti pemadam kebakaran, namun polisi bekerja sejak sebelum terjadi kebakaran. Keberhasilan polisi bukan dinilai dengan ukuran berapa banyaknya memasukkan orang ke penjara,
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
akan tetapi apakah polisi berhasil jadi mencegah tidak terjadi kejahatan berorientasi penyelesaian masalah (problem solving oriented) menuju penegakan keadilan masyarakat (restorative community justice). Dalam dokumen penunjang PBB ke- 9/1995 yang berkaitan dengan manajemen peradilan pidana (yaitu dokumen A/C. ONF. 169/6) diungkapkan perlunya semua negara mempertimbangkan privatizing some law enforcement and justice functions dan alternative dispute resolution (ADR) berupa mediasi, konsiliasi, restitusi, dan kompensasi dalam sistem peradilan pidana. Kehidupan hukum di Indonesia dalam menelusuri suatu Ratifi sikasi terhadap Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman, Degrading, Treatment, and Punishment yang disetujui Majelis Umum PBB pada tanggal 10 Desember 1984 dimana Indonesia pun sebagai penandatangannya pada tanggal 23 Oktober1985 Senada dengan penjelasan Pasal 3 ayat (1) Undangundang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman yang telah diubah dengan Undang-Unang nomor 48 tahun 2009, ketentuan ini Negara RepublikIndonesia berdasarkan Pancasilaberasaskan musyawarah tidak menutup kemungkinan penyelesaian perkara dilakukan di luar peradilan negara melalui perdamaian atau arbitrase tetap diperbolehkan. Terkait dengan Pasal 7 ayat (1) huruf j Hukum Acara Pidana dan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) yoncto Pasal 16 ayat (1) huruf (l) Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang POLRI karena kewajibannya mempunyai wewenang melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggunh jawab dan untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri dengan mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab. Bahwa, “menurut penilaiannya sendiri” adalah suatu tindakan yang dapat dilakukan oleh pejabat POLRI yang dalam bertindak harus mempertimbangkan manfaat serta resiko dari tindakannya dan betul-betul untuk kepentingan umum, serta Kode Etik Profesi Kepolisian131, telah sejalan dengan keterpaduan peran kepolisian sebagai alat negara yang berperan menegakkan hukum dan juga memelihara keamanan ketertiban masyarakat, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri.
131
. Pasal 35 ayat (1) UU Kepolisian (penjelasan) Mengingat dalam pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia berkait erat dengan hak serta kewajiban warga negara dan masyarakat secara langsung serta diikat oleh kode etik profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka dalam hal seorang anggota POLRI yang melaksanakan tugas dan wewenangnya dianggap melanggar etika profesi, maka anggota tersebut harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia. Ayat ini, dimaksudkan untuk pemuliaan profesi kepolisian, sedangkan terhadap pelanggaran hukum disiplin dan hukum pidana diselesaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Anggota Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia sepenuhnya anggota POLRI yang masih aktif dan mengenai susunannya disesuaikan dengan fungsi dan kepangkatan anggota yang melanggar kode etik.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
BAB III PENANGANAN KONFLIK SOSIAL DARI PERSPEKTIF PENEGAKAN HUKUM DAN HAM 11 (Sebelas) Konsep Pencegahan Konflik A. Pendahuluan Sejak manusia ada, sejarah konflik sudah ada dari masa anak Nabi Adam hingga konflik Timur Tengah dan merambah ke Indonesia. Konflik tersebut, terbukti telah mengakibatkan hilangnya rasa aman, timbulnya rasa takut masyarakat, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, korban jiwa dan menjadikan trauma psikologis seperti dendam, benci, antipati sehingga menghambat tujuan pembangunan Nasional. Konflik sosial, konflik komunal, konflik horizontal, kekerasan, tawur antar warga, antar suku, penganiayaan, pembunuhan, pembakaran, kerusuhan, perampokan, penjarahan, ketidakadilan, politik uang dan korupsi, pemerasan, penyuapan, sudah merasuk pada kehidupan sebagian masyarakat di Indonesia. Konflik sosial membuat korban menjadi trauma, adanya pengungsian dan penderitaan yang berkepanjangan. Peristiwaperistiwa tragis tersebut tidak bisa dilepaskan dari masalahmasalah yang sudah melilit kelompok-kelompok masyarakat yang dirasa bagaikan api dalam sekam; Sumber masalah bisa dari ketidak adilan, dan korban ketidakadilan itu konkrit, yaitu orang-orang
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
menjadi miskin dan banyak kaum marjinanl. 132 Untuk itu, Negara mempuyai kewajiban menjamin dan melindungi kehidupan seluruh warga negaranya. Negara Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan dengan tegas, bahwa Negara Indonesia berdasarkan atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Hal itu berarti bahwa Republik Indonesia ialah Negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menjamin segala warga Negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya. 133 Hal tersebut Piagam Madinah, yang mendahului konstitusi Amerika Serikat (1787), yang dianggap sebagai konstitusi pertama didunia yang dipelopori Declaration of Human Right 5 Juli 1775) dan Konstitusi Perancis (1795) yang dipelopori oleh Droits de l‟homme et du citoyen (Agustus 1789). Bahkan mendahului konstitusi tidak tertulis (konvensi) Inggris yang disebut Magna Charta(15 Juni 1215); Terkait dengan itu, perumusan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia pada tahun 1948 oleh Perserikatan Bangsa-
132
Haryatmoko, 2003, Etika Politik dan Kekuasan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, hal :1-2 kekerasan, konflik sosial, politik uang, dan korupsi ini memang lekat dengan kerakusan kekuasaan. 133 Abdul Hakim G. Nusantara,Luhut M. P. Pangaribuan,Mas Achmad Santosa,1986, KUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Peraturan Pelaksanaan, Penerbit Djambatan, Jakarta, Hal: 95
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Bangsa memungkinkan perkembangan lebih lanjut bagi gagasan hak asasi manusia. Untuk mencegah konflik antar suku, antar agama, antar warga masyarakat, sejak M uhammad Rasulullah SAW memimpin negara di Madinah pada tahun 622 M s/d 10 H/632 M telah membuat Konstitusi Madinah atau disebut Piagam Madinah untuk pencegahan konflik dan untuk mewujudkan perdamaian. Piagam Madinah sebagai dasar untuk mewujudkan perdamaian merupakan dokumen terlengkap dan tertua di dunia. Piagam Madinah merupakan suatu konsensus bersama antara berbagai golongan, ras, suku, dan agama yang sangat demokratis. Mewariskan prinsip-prinsip dalam menegakkan hukum masyarakat pluralistik, diterapkan secara sistematis dan konkrit dari tahun 622-632 M134. Jauh mendahului konstitusi Amerika Serikat (1787) yang biasa dianggap sebagai konstitusi pertama di dunia, yang
134
Muchsin, 2004, Sebuah Ichtisar Piagam Madinah, Filsafat Timur, Filosof Islam Dan Pemikirannya, bp Iblam, dalam Rachmat Taufi q Hidayat, Republikan, Jakarta, 2003, hal 2-5 Ringkasan isi Piagam Madinah seperti yang ditulis oleh Nourouzzaman Siddiqi, angka 9, Perdamaian adalah tujuan utama, namun dalam mengusahakan perdamaian tidak boleh mengorbankan keadilan (Pasal 45 Piagam Madinah) Apabila mereka (pendukung Piagam) diajak berdamai dan mereka (pihak lawan) memenuhi perdamaian itu, maka perdamaian itu harus dipatuhi. Jika mereka diajak berdamai seperti itu, kaum Mukminin wajib memenuhi ajakan dan melaksanakan perdamaian itu, kecuali terhadap orang yang menyerang agama. Setiap orang wajib melaksanakan (kewajiban masingmasing sesuai tugasnya).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
digunakan sebagai dasar untuk mempelopori Declaration of Human Rights135. Konflik sosial merupakan bukti sejarah yang hakikatnya adalah keserakahan manusia untuk meraih kekuasaan. Dilain pihak konflik juga merupakan manifestasi harga diri sebuah bangsa, sulit disalahkan, pun sama sulitnya untuk dibenarkan. Sejarah konflik sama tuanya dengan sejarah manusia itu sendiri 136. Sedangkan teori konflik fungsional yang dikembangkan oleh George Simmel, dalam Soeryono Soekanto terjadinya konflik di dalam masyarakat adalah sesuatu yang tidak terelakkan, masyarakat dipandangnya sebagai struktur sosial yang mencakup proses-proses asosiatif dan disosiatif yang hanya dibedakan secara analitis137. Komparatif sumber
135
Suparmin, 2012, Model Polisi Pendamai Dari Perspektif Alternative Dispute Resolution (ADR), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang, hal 3-4 Selain itu, Piagam Madinah juga telah mendahului konstitusi Perancis (1795) untuk mempelopori Les Droits de l‟homme et du citoyen (Agustus 1789). Bahkan lebih dulu dari konstitusi tidak tertulis (konvensi) Inggris yang disebut Magna Charta(15 Juni 1215) 136 Langit Kresna Hariadi, 2007, Gajah Mada – Perang Bubat, Penerbit Tiga Serangkai, Cetakan Kedua, Solo, hal : xi. Pertikaian telah terjadi sejak anak Adam hingga konflik Timur Tengah. 137 Soeryono Soekanto,1988, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial, Jakarta, hal: 69 Simmel mengatakan “semakin besar keterlibatan emosional, semakin besar pula potensi untuk melakukan kekerasan. Faktor emosional yang timbul dari keakraban, permusuhan, harga diri, dan rasa iri hati akan meningkatkan intensitas konflik. Pemikiran Al-Kindi dalam Muchsin, 2004 berusaha mempertemukan Filsafat dan Agama. Filsafat adalah ilmu tentang kebenaran yang paling mulia dan paling tinggi martabatnya. Dan agama juga merupakan ilmu mengenai kebenaran. Tidak ada yang paling utama bagi orang yang mencari kebenaran kecuali
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
hukum Internasional dapat dipelihara guna meningkatkan kemajuan sosial dan memperbaiki tingkat kehidupan dalam alam kebebasan yang lebih luas, untuk tujuan melaksanakan toleransi dan hidup bersama satu sama lain dalam suasana perdamaian sebagai tetangga yang baik. Pada konsep pencegahan konflik sosial, Penguasa tidak boleh diskrimansi dalam pelayanan, dan hanya berperan sebagai oknum elitisasi intelektual yang tidak membumi dengan masyarakat, apalagi hanya sekadar sebagai oknum yang sibuk mencari peluang, kesempatan dalam kesempitan demi mencari keuntungan pribadi138. Oleh karena itu, penguasa harus peka menjadi mitra masyarakat dalam menyelesaikan masalah-masalah yang ada disekitarnya. Dalam peran penguasa dan masyarakat pada pencegahan konflik sosial ini, saya akan melakukan pembahasan khususnya penanganan konflik sosial untuk melindungi hak asasi manusia yaitu hak atas keamanan, mata pencarian, hukum, dan kebebasan. Untuk memperteguh kepercayaan pada hak-hak asasi manusia, pada harkat dan derajat diri manusia, pada persamaan hak, baik bagi pria maupun wanita dan bagi segala bangsa besar dan kecil dan demi menegakkan hukum, dimana keadilan dan penghargaan terhadap
kebenaran itu sendiri. Orang yang menghindai kebenaran, ia menjadi kafi r. 138 Liem Siok Lam,2008, Mengutamakan Rakyat Wawancara Mayor Jendral TNI Saurip Kadi,Penerbit Aneka Ilmu, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, hal : 141, 271 POLRI fungsinya dibidang penegakan hukum, keamanan, dan ketertiban masyarakat (National Order).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kewajiban-kewajiban yang perjanjian dan lain-lain.
timbul
dari
perjanjian-
B. Permasalahan Pada tingkat konsep pencegahan konflik sosial dan penegakan hukum dan ham, tujuan saya untuk membahas dan menganalisa SWOT konsep pencegahan konflik sosial, dengan maksud untuk menggambarkan bagaimana secara spesifik konflik sosial dapat dicegah. Oleh karena itu, perlunya konsep pencegahan konflik sosial ini dianalisa guna mencegah sejumlah besar konflik sosial yang sering terjadi di tanah air, seperti (Jawa Tengah, Ambon, Poso, Lampung Selatan, Sumatra Utara, Sulawesi Tengah, Kalimantan Timur, Bekasi Jawa Barat dll) dapat diminimalis. Adanya kealpaan tidak menyiapkan konsep pencegahan konflik sosial, bagi penguasa dapat dipandang sebagai kelalaian yang dapat menimbulkan ancaman konflik kekerasan, sehingga berakibat timbulnya korban jiwa, harta benda, dan penderitaan masyarakat yang berkepanjangan. Bertolak dari pemikiran sebagaimana diuraikan pada latar belakang tersebut diatas, maka dapatlah dirumuskan beberapa permasalahan pokok sebagai berikut : 1. Apakah reorientasi peran POLRI yang dimainkan dalam penyelesaian konflik, sudah sejalan dengan mekanisme hukum yang sudah ditetapkan ? 2. Mengapa konsep strategi untuk pencegahan konflik sosial di wilayah dalam negeri diperlukan ? 3. Apakah strategi dan mekanisme pencegahan dan penyelesaian konflik sosial untuk mewujudkan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
perdamaian sudah sejalan dengan tuntutan hukum, demokratisasi, keadilan dan kebenaran, serta hak asasi manusia ? C. Pembahasan Dalam kehidupan bernegara, keanekaragaman suku, agama, ras, dan budaya Indonesia yang berpenduduk lebih 240 juta jiwa, pada satu sisi merupakan suatu kekayaan bangsa yang secara langsung atau tidak langsung dapat memberikan kontribusi positif bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat. Tetapi pada sisi lain, kondisi tersebut dapat berdampak buruk bagi kehidupan nasional apabila terdapat ketimpangan pembangunan, ketidakadilan dan kesenjangan sosial dan ekonomi, serta ketidakterkendalian dinamika politik139. Untuk itu sumber hukum Negara, Pancasila disamping merupakan ide dan sumber hukum yang harus diwujudkan dalam kenyataan, juga berperan sebagai “rally”, yaitu norma dasar yang harus menjadi alat pengukur atau penyaring mengenai apa yang telah diterima oleh tata hukum Indonesia”. Pasal 40 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial Kelembagaan penyelesaian konflik terdiri atas Pemerintah, Pemerintah Daerah,Pranata
139
Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial serangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam situasi peristiwa baik sebelum, pada saat, maupun sesudah terjadi Konflik yang mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pascakonflik.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Adat dan/atau Pranata Sosial, serta Satuan Tugas Penyelesaian Konflik. 140 Pokok bahasan dari konsep pencegahan konflik sosial ini, yang disebabkan dari benturan kepentingan selanjutnya disebut Konflik, adalah perseteruan dan/atau benturan fi sik dengan kekerasan antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang berlangsung dalam waktu tertentu dan berdampak luas yang mengakibatkan ketidak amanan dan disintegrasi sosial sehingga menggangu stabilitas nasional menghambat pembangunan nasional (cf. Pasal 1 angka 1 UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial)141. Untuk itu, Kepolisian dalam mengemban tugas dan wewenang dengan mengembangkan strategi Kepolisian, sebagaimana dimaksud Pasal 19 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa bertindak berdasarkan norma hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia; dan Dalam melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), POLRI 140
Pasal 41 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Penyelesaian Konflik melalui mekanisme Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial fasilitasi oleh Pemerintah Daerah, kabupaten/kota dengan melibatkan aparatur kecamatan dan kelurahan setempat. 141 Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dinyatakan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial adalah lembaga bersifat ad hoc yang dibentuk untuk menyelesaikan Konflik di luar Pengadilan melalui musyawarah mufakat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
mengutamakan tindakan pencegahan”142. Ketentuan tersebut telah sejalan dengan Firman Allah, Quran, Juz 4, Surat ke-3, ayat 110 Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Untuk itu, dalam rangka pencegahan konflik sosial dan untuk mewujudkan perdamaian guna terciptanya ketenteraman dan keamanan serta terselenggaranya ketertiban masyarakat, maka POLRI mengutamakan pencegahan dengan mencakup etika kelembagaan143 dan etika kepribadian, yaitu sebagai berikut: 1. Dengan mengacu pada strategi pencegahan Konflik oleh Pemerintah, kerangka regulasi yang ada mencakup 3 (tiga) strategi:
142
.Pasal 19 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002, nomor 2 Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup administratif kepolisian (vide Pasal 15 ayat (1) huruf e. 143 Pasal 10 huruf f jo Pasal 11 huruf e Peraturan Kepala Kepolisian Negara RepublikIndonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia Setiap Anggota POLRI wajib “menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan menjaga kehormatan dalam hubungan dengan masyarakat” yang ada kaitannya bagi “Setiap Anggota POLRI wajib melaksanakan tugas kenegaraan, kelembagaan, dan kemasyarakatan dengan niat tulus/ikhlas dan benar, sebagai wujud nyata amal dan ibadahnya. Artinya : Setiap Anggota POLRI dalam penanganan konflik, wajib menghormati kesepakatan yang telah dibuat oleh lembaga ad hoc.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Pertama, kerangka regulasi dalam upaya Pencegahan Konflik seperti regulasi mengenai kebijakan dan strategi pembangunan yang sensitif terhadap Konflik dan upaya Pencegahan Konflik. Kedua, kerangka regulasi bagi kegiatan Penanganan Konflik pada saat terjadi Konflik yang meliputi penghentian kekerasan dan pencegahan jatuhnya korban manusia ataupun harta benda. Ketiga, Kerangka regulasi bagi penanganan pascakonflik, yaitu ketentuan yang berkaitan dengan tugas penyelesaian sengketa/proses hukum serta kegiatan pemulihan, reintegrasi, dan rehabilitasi. Untuk memberdayakan tugas menjaga keamanan dalam negeri dan memelihara ketertiban masyarakat dari gangguan yang akan ditimbulkan oleh konflik kekerasan, maka dalam strategi “konsep pencegahan konflik sosial” minimal ada 11 (sebelas) konsep, yang harus dipersiapkan, yaitu : 1) Tumbuhkan kehidupan Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial masyarakat berorientasi musyawarah untuk mewujudkan perdamaian, dan bentuk “lembaga anti konflik”, dengan mengaktifkan rembug warga, rembug desa, silaturahmi dan mencegah provokator. 2) Konflik tidak muncul secara tiba-tiba, deteksi sedini mungkin dan telusuri akar masalah yang menjadi sumbersumber laten konflik sosial dan faktor-faktor korelatif kriminogin dari potensi penyimpangan sosial yang dapat mengganggu kehidupan masyarakat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
3) Sampaikan pemberitaan secara benar dengan hatihati adanya perbedaan pendapat, benturan kepentingan dalam kelompok masyarakat berpotensi memicu konflik kekerasan, karena hanya pijat tombol informasi dapat meloncat keluar melewati perbatasan. 4) POLRI sebagai mengemban 4 fungsi (1) law enforcement agency, (2) maintainance order official, (3) peace keeping official, dan (4) public servant, wajib ciptakan lingkungan yang jujur dan obyektif. 5) Hilangkan timbulnya niat dan konflik sosial dengan mengaktifkan kehadiran Bhabinkamtibmas,Babinsa,dan perangkat kelurahan/desa di tengah-tengah masyarakat secara terus menerus dan berkelanjutan untuk menciptakan suasana tenteram dan damai. 6) Jangan membeda-bedakan (tanpa diskriminasi) dalam pelayanan kepada masyarakat harus sigap terutama dalam penegakan hukum dan ham. 7) Perlunya, membangun kepercayaan masyarakat (trust building) agar aparat khususnya TNI dan POLRI dapat dicintai masyarakat sebagai pelindung dan pelayan masyarakat. 8) Kembangkan strategi perpolisian masyarakat (community policing) berwawasan kemitraan dan kesetaraan dengan masyarakat dan instansi terkait (Pemerintah, TNI, POLRI), tokoh masyarakat, tokoh agama untuk bersamasama duduk satu meja sebagai pencegah masalah konflik sosial.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
9) Mengaktifkan pencegahan terhadap provokator dari luar/pihak ke 3 (tiga) masuk kewilayah lingkungan kerja yang berpotensi munculkan konflik sosial, dan mencegah setiap cacian, hinaan baik oleh dan atau terhadap perorangan dan/atau kelompok sosial masyarakat yang dapat memanaskan situasi. 10) Sampaikan informasi dua arah secara benar dan hatihati dari masyarakat untuk masyarakat, tetapi secara jelas berdasarkan fakta dan kebenaran (bila menyangkut kekerasan) jangan fulgar, tidak bersifat memicu konflik kekerasan, tetapi dengan pendekatan keamanan dan ketertiban masyarakat. 11) Tanamkan budaya silaturahmi dan (kerja sama) membentuk lembaga anti konflik, dengan duduk satu meja dalam membahas setiap permasalahan tentang perbedaan pendapat dan perbedaan kepentingan untuk menciptakan perdamaian dan ketenteraman. Oleh karena pencegahan konflik sosial sangat kuat dengan dimensi kolektivitas, maka peran penegakan hukum dan ham yang dijalankan oleh POLRI, TNI, dan Pemerintah sedapat mungkin dipadukan dengan peranperan POLRI dengan strategi Perpolisian Masyarakat (Community Policing) dengan mengedepankan penyelesaian masalah (problem solving), yakni peran pengamanan dan penertiban masyarakat, serta peran perlindungan, pengayoman, dan pelayanan masyarakat. Polisi selain menangani terhadap kejahatan (repressive policing), polisi harus lebih besar perhatiannya terhadap penanganan masalah
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
konflik sosial dan sumber-sumber konflik, dengan menganalisa problem-problem sosial sebagai masalah (problem oriented policing). Dengan menganalisis dan pemecahan masalah secara dini timbulnya penyimpangan sosial dan konflik sosial agar dapat dicegah secara dini. 2. Oleh karena POLRI sebagai garda terdepan dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, tugasnya di tengah-tengah masyarakat obyeknya antara lain masyarakat dalam wilayah tertentu yang didiami oleh masyarakat tersebut.Untuk itu,potensi yang ada di masyarakat harus diupayakan pemanfaatannya agar dapat didayagunakan dalam rangka untuk mencapai tugas pokok POLRI dan TNI. Misalnya di satu wilayah terdapatnya potensi masyarakat yang kuat yaitu: TNI, alim ulama, organisasi pemuda, tokoh agama, instansi pemerintah terkait, kaum intelektual. Oleh karena itu, potensi tersebut harus diupayakan dapat berpartisipasi dalam usaha menciptakan kondisi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang aman dan tertib dan dapat bersama-sama mewujudkan kehidupan masyarakat tata tenterem kerta raharja”144. Dikaitkan dengan menghormati hak asasi manusia, bahwa, Pasal 71 dan pasal 72 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM dinyatakan setiap aparat hukum (polisi, jaksa, hakim, pengacara, advokat, lapas 144
. Djunaidi Maskat H, 1993, Manajemen Kepolisian Teori dan Praktik Jilid I (Perencanaan), dilengkapi dengan berbagai contoh Format Bentuk Berbagai Rencana, Penerbit Sanyata Sumanasa Wira, Lembang, Bandung, hal :22
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
dan rutan) sepatutnya memiliki persepsi dan pemahaman yang sama tentang hukum dan HAM.Dalam pelaksanaan tugasnya, sudah barang tentu pemerintah wajib dan bertanggung jawab dalam perlindungan, pemajuan, penegakan, pemenuhan, dan penghormatan hak asasi manusia sesuai dengan peraturan perundang-undangan145. Dalam menjalankan perannya POLRI wajib memiliki keahlian dan ketrampilan secara profesional, sejalan dengan perintah. Pasal 30 Ayat (4) UUDNRI Tahun 1945 dan Pasal 5 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Pasal 30 Ayat (3) UUDNRI Tahun 1945 Tentara Nasional Indonesia yang selanjutnya disingkat TNI, terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, adalah alat Negara yang bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara 145
Chairuddin Idrus,2011, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, Rencana Aksi Nasional HAM 2010 – 2014). Sebagai Strategi Nasional untuk Mewujudkan Implementasi HAM dalam Penegakan Hukum, Disampaikan pada Lokakarya HAM Mapolda Jawa Tengah, 13 April 2011 : 5-6 Dibidang HAM dan Hukum Internasional yang sudah diterima di Indonesia, kewajiban dan tanggung jawab pemerintah itu meliputi langkah implementasi yang efektif dalam bidang hukum, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan negara, dan bidang lainnya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
keutuhan dan kedaulatan Negara. Rakyat Indonesia sebagian terbesar juga tunduk pada hukum adat, sebagaimana negara modern yang mengindahkan instrumen internasional, maka kehidupan hukum juga mengindahkan budaya Indonesia, sebagaimana dimaklumi pada kearifan lokal, gotong royong, kebersamaan, musyawarah mufakat dengan normanorma yang terkandung nilai-nilai luhur, menjunjung tinggi martabat hak asasi manusia. 3. Bahwa menurut Ronny, Roscoe Pound mengusulkan agar dalam masyarakat demokrasi, nilai-nilai hukum hendaknya mampu memberikan jawaban mengenai pertanyaan untuk apa nilai-nilai tersebut diterapkan. Pendirian Roscoe Pound ditangkap dan dirumuskan Tallcot Parsons dalam model bahwa masyarakat didasarkan pada konsensus nilai-nilai. Isinya empat pernyataan dasar menggambarkan secara utuh model tersebut sebagai berikut : • Setiap masyarakat merupakan perwujudan dari unsur-unsur yang berlaku secara relatif. • Setiap masyarakat merupakan perwujudan dari unsurunsur yang terintegrasi secara baik. • Setiap unsur di dalam suatu masyarakat memberikan kontribusi kepada fungsinya di dalam masyarakat itu. • Setiap masyarakat mendasarkan diri pada konsensus dari anggota-anggotanya146. 146
Ronny Hanitijo Soemitro,Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang, hal : 101 Satu-satunya permasalahan yang
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Dalam berkehidupan masyarakat bernegara, perlunya toleransi antar bangsa-bangsa, antar sukusuku, antar umat beragama, antar warga untuk menciptakan kerukunan masyarakat yang aman, saling mengasihi. Untuk itu, supaya hidup berdampingan bahu membahu secara damai antara suku-suku dan bangsabangsa, sebagaimanan dimaksud pada Firman Allah,yaitu: Juz 26, QS ke-49, Al Hujurat (Kamar-Kamar) ayat 13:“Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku supaya kamu saling kenal mengenal”. Selanjutnya diriwayatkan dari Nabi Saw., beliau bersabda: “Orang yang paling besar pahalanya di sisi Allah Ta‟ala nanti pada hari kiamat adalah orang yang paling bermanfaat bagi sesama manusia sewaktu di dunia, dan orang-orang yang nanti pada hari kiamat dekat dengan Allah adalah orangorang yang mendamaikan di antara sesama manusia (yang bertengkar).,”147 selanjutnya Firman Allah : dihadapi legislator adalah hanya menentukan apakah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat itu sesuai dengan nilai-nilai yang diinginkan Roscoe Pound 147 Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi,1999, Tanbihul Ghafi lin Nasehat Bagi Yang Lalai, Pustaka Amani, Jakarta,: 366-367 Ma‟mar meriwayatkan dari Az-Zuhri, dari Humaid, dari ibunya, Ummu Kaltsum bin Uqbah, dari Nabi Saw., beliau bersabda: “tidaklah termasuk berbohong orang yang mendamaikan orang (yang bertengkar), di mana ia mengatakan yang baik-baik atau menambahi yang baik-baik. “
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Juz 26, QS ke-49, Al Hujurat (Kamar-Kamar) ayat 9:“Jika ada dua golongan orang-orang mu‟min berperang maka damaikanlah antara keduanya”, selanjutnya; Juz 26, QS Surat ke 49, Al Hujurat (Kamar-Kamar) ayat 10: “Sesungguhnya orang-orang mu‟min adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”, selanjutnya; Juz 25 QS Surat ke 42 ayat 38 : “Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan mendirikan salat. Sedang urusan146 mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka”. Terkait dengan perdamaian, dalam Kekristenan Paus Yohanes Paulus II, masa kecilnya bernama “Karol Wojtyla “selama 26 tahun berkeliling dunia untuk mengajak umatnya melakukan perdamaian, juga berkunjung ke Masjid Ummayad di Damascus, Mendamaikan orang (yang bertengkar) itu adalah salah satu cabang dari cabang-cabang ilmu kenabian, sedangkan menceraikan sesama manusia adalah salah satu dari cabang-cabang ilmu sihir.Alqur‟an dan Terjemahannya (Revisi terbaru), 2000, Departemen Agama RI Dengan Transliterasi Arab- Latin (Rumy), Penerbit CV. Asy-Syifa‟, Semarang, hal : 151, 1087 maksud : pada terjemahan dalam Surat Ali Imran,Qs ke 3, ayat 159 yang dimaksud “urusan” yaitu urusan peperangan/konflik dan hal-hal duniawian lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lain. Dan sesungguhnya manusia diciptakan untuk saling kenal mengenal, antar suku, antar bangsa, atau sesama golongan baik lakilaki maupun perempuan.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
menggandeng pemimpin Palestina (waktu itu Yaser Arafat); tanpa henti memperjuangkan perdamaian, baik di Timur Tengah maupun di berbagai belahan dunia yang masih dilanda peperangan, mengusahakan dengan para pemimpin agama non Kristen, dan mengingatkan pentingnya keluarga, yang sejuk, yang penuh damai. Dalam buku “Rise, Let Us Be On Our Way”, Paus Yohanes Paulus II menulis “Gembala, bahwa sesama umat manusia harus hidup secara berdampingan berdasarkan perdamaian148. Dalam Kekristenan ditegaskan: Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: “Dan kami, apakah yang harus kami perbuat ?” Jawab Yohanes kepada mereka: “jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu” (Lukas 3: 14). Janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang melakukan kejahatan, dan dalam memberikan kesaksian mengenai sesuatu perkara janganlah engkau turut-turut kebanyakan orang-orang membelokkan hukum (Keluaran Surat ke 23 ayat (2). Itulah sebabnya hukum kehilangan kekuatannya dan tidak pernah muncul keadilan, sebab orang-orang fasik mengepung orangorangbenar; itulah sebabnya keadilan muncul terbalik (Habakuk 1: 4). 148
Trias Kuncahyono, 2005, Paus Yohanes Paulus II, Musyafir Dari Polandia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta, Agustus, hal : 126-128. Setelah wafatnya Paus Yohanes Paulus II; Dikatakan “Syafi i Maarif”, bahwa beliau merupakan salah satu pelopor perdamaian dunia “Paus merupakan tokoh dunia yang mempunyai pengaruh luas bagi ketertiban dunia. “
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Terkait perdamaian, itu dalam kekristenan dilandasi kasih, kasih itu sabar dan murah hati, tidak cemburu, ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong, juga tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersuka cita karena ketidak adilan, tetapi karena kebenaran. (I Korintus 13 : 4-7). Hadis Nabi; Diriwayatkan dari Artha‟, dalam menafsirkan ayat : “Barangsiapa yang membawa kebaikan, maka ia memperoleh (balasan) yang lebih baik dari padanya.”(QS. An-Naml: 89).Artha mengatakan, bahwa orang yang membaca Laa Ilaaha illallaah akan memperoleh sorga. Sedangkan mengenai “Dan barangsiapayang membawa kejahatan, maka disungkurkanlah muka merekake dalam neraka.” (QS. An-Naml: 90)149 Sedangkan dalam Instrumen Internasional, Pasal 33 Lampiran I Bab VI PBB ayat (1) Pihak-pihak yang tersangkut dalam sesuatu pertikaian yang jika berlangsung terus menerus mungkin membahayakan pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional, pertama-tama harus mencari penyelesaian dengan cara perundingan, penyelidikan dengan mediasi, konsiliasi, arbitrasi, penyelesaian menurut hukum melalui badanbadan atau persetujuan setempat atau dengan cara damai lainnya yang dipilih mereka sendiri.
149
Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, Ibid, hlm: 158
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Resume Barda Nawawi Arief “masalah mediasi dalam perkara pidana, sudah masuk dalam agenda pembahasan ditingkat internasional, yaitu dalam Konggres PBBke-9/1995 dan ke-10/2000 mengenai „Prevention of Crime and the Treatment of Offenders‟ dan dalam Kon Yahya Renaldy Lihu ferensi Internasional Pembaharuan Hukum Pidana (International Penal Reform Conference) tahun 1999150“. Telah sesuai dengan prinsip menghargai dan menghormati HAM, setiap anggota POLRI dalam melaksanakan tugas mempunyai kewajiban untuk menerapkan perlindungan dan penghargaan kepada instrumen internasional dan HAM sekurang-kurangnya : 1. Menghormati martabat dan HAM setiap orang; 2. Bertindak secara adil dan tidak diskriminatif; 3. Berperilaku sopan; 4. Menghormati norma agama, etika, dan susila; dan 5. Menghargai budaya lokal sepanjang tidak bertentangan dengan hukum dan HAM151
150
Barda Nawawi Arief, 2007, Mediasi Penal (Penal Mediation) Dalam Penyelesaian Sengketa/Masalah Perbankan Beraspek Pidana di Luar Pengadilan) dalam Kapita Selekta Hukum, Menyambut Dies Natalis Ke50 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Penerbit Fakultas Hukum Undip, Semarang, hal ;13-17 Karena mediasi penal terutama mempertemukan antara pelaku dengan korban. 151 . Bambang Hendarso Danuri, 2009, Pasal 8 Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jakarta, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
D. Analisa SWOT Bahwa, guna menyelesaikan masalah (problem solving) dan untuk intensitas keamanan dalam Negeri anti Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan kekerasan, untuk memantapkan keamanan dalam negeri dan supremesi hukum dan untuk mendukung pembangunan nasional, perlu pembahasan konsep pencegahan konflik, yang didasarkan pada analisa SWOT mengenai : Strength/kekuatan, Weakness/kelemahan, opportunity/peluang, dan threat/ancaman konflik sosial, yaitu sebagai berikut: 1. Strength/kekuatan; Bahwa kekuatan massa yang semakin besar akan semakin sulit dikendalikan. Makin besar massa berkumpul semakin besar kemungkinan konflik sosial akan terjadi. Untuk mengurangi kekuatan massa, pecah kekuatan massa menjadi bagian-bagian kecil atau gembosi massa sebelum berkumpul menjadi besar. Konflik sosial merupakan bukti sejarah yang hakikatnya bukti ketamakan/keserakahan manusia untuk memperoleh kekuasaan. Dilain pihak merupakan manifestasi harga diri yang sulit disalahkan tetapi juga sulit untuk dibenarkan. Terhadap kekuatan massa aparat seharusnya bersifat persuasive dan edukatif, mereka harus mengupayakan untuk mendinginkan suasana. Aparat tidak boleh berpihak atau diskriminasi. Tunjuk perwakilan untuk menyampaikan sesuatu permasalahan. Persatuan dan kebersamaan antara aparat pemerintah dengan warga masyarakat, secara gotong royong dan bau membau dalam menghadapi masalah yang muncul akan memperkuat dan mempererat tali
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
persaudaraan; Gembosi massa yang akan berkumpul banyak, karena makin banyak massa berkumpul makin besar kemungkinan konflik kekerasan mudah terjadi dan untuk itu massa makin sulit dikendalikan. Oleh karena itu pecah kekuatan massa. Tindakan tegas152, harus melalui tahapan, sesuai dengan Protap. Sebelum konflik sosial terjadi, Pemerintah Daerah mengedepankan pencegahan dengan pembentukan Pranata Adat/Pranata Sosial yang lahir dari nilai-nilai yang ditaati oleh masyarakatdan diakui keberadaannya. Kebersamaan pengaruhnya akan sangat besar dalam pencegahan konflik sosial tersebut. Sebagian besar pemain mempunyai pemikiran, bahwa ini merupakan suatu interaksi atau hubungan sosial yang tidak dipisahkan. 2. Weakness/kelemahan dalam pembuatan tanggul pencegah banjir akan timbul ancaman bahaya bencana banjir kedalam kota atau pemukiman. Akibatk“air bah” yang dahsyat dapat menimbulkan korban jiwa, harta benda, dan ketakutan warga masyarakat. Begitu pula 152
Susilo Bambang Yudhoyono, 2013, Presiden Republik Indonesia, Suara Merdeka, Semarang, Selasa, 8 Januari 2013, hal. 2 Istana Bogor (7/1/2013), Presiden meminta aparat lebih tegas ketika menyelesaikan masalah gangguan keamanan. Terjadinya eskalasi gangguan keamanan di banyak daerah menimbulkan kesan dari masyarakat bahwa Negara melakukan pembiaran, serta keterlambatan dan ketidak tuntasan dalam menyelesaikan gangguan keamanan. Karena itu, SBY ingin tahun ini lembaga-lembaga terkait, utamanya jajaran pemerintah, melaksanakan upaya yang jauh lebih efektif. Di garis bawahi, bahwa tidak boleh ada yang ragu-ragu dalam menegakkan dan memelihara keamanan sampai tingkat paling depan.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kelemahan deteksi dini (early warning) pada konsep pencegahan kejahatan/konflik sosial, akan dapat dengan mudah timbulnya gangguan keamanan dan ketertiban masyarakat berupa pengrusakan, pembakaran, penjarahan, dan penganiayaan oleh massa. Lemahnya penegakan hukum dan ham,dengan mudah menimbulkan ketidak percayaan masyarakat kepada aparat, sehingga warga masyarakat suka main hakim sendiri, premanisme, penjarahan harta benda. Konflik sosial dengan kekerasan antara lain: tawur warga, tawuran pelajar, yang dapat berakibat timbulnya kekacauan, ketakutan, kebakaran, penganiayaan, pengungsian dan situasi mencekam. Untuk mengantisipasi kelemahan tersebut, maka kedekatan Bhabinkamtibmas, Babinsa, Perangkat Kelurahan153(RT, RW, Kepala Desa/Kelurahan) dengan 153
Elan Subilan, Drs. SH., MM KOMBES POL, Kapolrestabes Semarang, awal 2013, Januari 14, Warta Jateng, hal. : 2; Menggerakkan aksi nyata kerukunan untuk mewujudkan keamanan dalam Negeri serta memperkuat toleransi hidup damai, dan untuk memelihara ketenteraman masyarakat, di wilayah, yang disampaikan di Kelurahan Palebon, pada hari Jumat, 11/1/2013 (malam) “Waspadai Pendatang Baru”; Dapat dicontoh, Kapolrestabes Semarang meminta kepada masyarakat (1x24 jam tamu wajib lapor RT/RW setempat).Masyarakat juga diwajibkan mewaspadai terhadap kehadiran orang baru di lingkungan tempat tinggalnya, terlebih ajakan-ajakan aneh (provokatif) yang berpotensi merusak kebersamaan, dan kerukunan antarumat beragama. Ditegaskan lagi, tanamkan Rasa perbedaan untuk kedamaian masyarakat. Waspadai modus, untuk memecah belah berbagai pihak. Untuk itu, sejalan dengan Komandan Kodim 0733 BS/Semarang Letkol Kav Dicky Armunantho Mulkan menegaskan, pihaknya siap membantu Polri bersama masyarakat dalam membendung usaha-usaha yang merusak keberagaman, terlebih menyangkut masalah agama maupun kepercayaan.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
warga masyarakat supaya tejalin intensif sehingga terjadi komunikasi dua arah yang baik dalam rangka meningkatkan situasi Kamtibmas yang kondusif154. 3. Opportunity/peluang, bahwa kesempatan/peluang pertama “aksi nyata kerukunan” Kepala Satuan Wilayah (Kasatwil), yaitu: kesempatan Kapolrestabes/Kapolres, Dandimtabes/Dandim, dan Pemkab/Pemkot dan unsur-unsur militer, tokoh masyarakat, pemuka agama mengadakan kegiatan olah raga bersama, atau kegiatan sosial kemasyarakatan (duduk satu meja) lainnya, secara terus menerus/berlanjut untuk menciptakan situasi Disampaikan juga oleh Wisnu Pujonggo, Ketua Forum Persaudaraan Bangsa Indonesia (FPBI) Kota Semarang, pada dialog kebangsaan di Kelurahan Palebon itu tidak akan berhenti. Pihaknya akan mengadakan kegiatan sekaligus sosialisasi itu ke seluruh kelurahan di Kota Semarang. 154 Langgeng Purnomo,SIK, MH., AKBP, Kapolres Grobogan, Suara Merdeka, Sabtu, 5 Januari 2013, Kedung Sapur, 31, Grobogan; Aksi nyata kerukunanuntuk menciptakan situasi yang kondusip, Kapolres menyampaikan perkembangan situasi Kamtibmas. Kata-nya, didampingi Wakapolres Kompol Anton Perda, SIK dan Kabag Ops Kompol Kelik Budiono Jumat (4/1/2013); Untuk menciptakan keamanan dan ketenteraman masyarakat, dalam menangani gangguan Kamtibmas (konflik), Polres bekerja sama dengan Instansi terkait (TNI,Pemkab Plus), mengenai informasi perkembangan situasi Kamtibmas juga akan dikirim kepada pimpinan ponpes, tokoh agama lain, juga kepala sekolah, kepala desa (kades) hingga Ketua RW dan RT (lewat Bhabinkamtibmas, Babinsa, Perangkat Kelurahan). Dia mengakui bahwa terjadinya kasus terkait dengan Kamtibmas dan Kamseltibcarlantas di daerahnya selama tahun 2012 relatif tinggi. Untuk itu, ke depan upaya kedekatan polisi dan masyarakat dapat terjalin intensif, sehingga diharapkan terjadi komunikasi dua arah dengan baik untuk mewujudkankan situasi Kamtibmas di wilayah hukum Polres Grobogan yang kondusip.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
ketenteraman yang diikuti oleh aparat level paling bawah (Bhabinkamtibmas, Babinsa, dan Kepala Desa). Mereka harus bekerja sama denganpemuka agama, tokoh pemuda dan masyarakat diwujudkan duduk bersama-sama (duduk satu meja) membicarakan pentingnya pencegahan konflik dan kejahatan, supaya keamanan dan ketertiban masyarakat selalu kondusip dan kehidupan terasa tenteram dan damai; Lemahnya kehadiran aparat kedesa-desa/kampungkampung maka secara tidak langsung telah memberikan peluang kepada pemain, untuk terjadinya kejahatan dan konflik sosial. Oleh karena itu, untuk menghilangkan kesempatan dan niat pemain (provokator) yang dapat menimbulkan terjadinya konflik berdarah, maka mekanisme dan prosedur operasional dalam upaya pencegahan konflik sosial oleh aparat (TNI, POLRI, Pemerintah Desa).Terhadap kehidupan masyarakat, perlu ditingkatkan peran masing-masing dilapangan agar selalu bersama-sama tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda untuk menciptakan ketenteraman dan kedamaian155. Dalam pencegahan konflik sosial 155
Asep Jenal Ahmadi,Kapolres Kendal, 2013,; Aksi nyata kerukunan bersama dengan Damdin Kendal Letkol Inf Tyas Koesharjadi, Suara Merdeka, Sabtu, 5 Januari 2013, Kedung Sapur 31, Kendal; Aksi nyata untuk menghilangkan peluang (kesempatan) provokator dan pelaku kejahatan; kata dia disela-sela acara olah raga bersama. Untuk meningkatkan keamanan dan ketertiban masyarakat dengan mempererat silaturahmi, bersama Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) di halaman Mapolres Kendal (4/1/2013) Pihaknya mennyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang ikut menjaga jalannya kegiatan misa Natal dan perayaan tahun baru yang
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
aparat harus blusukan di lapangan.Untuk itu, orientasi kerja Bhabinkamtibmas dan Babinsa bersikap netral, bersama-sama aparat desa/kelurahan (Kepala Kelurahan/Desa, RW, atau RT) dengan pemuka agama, tokoh masyarakat, kaum intelektual, wira usaha, tokoh pemuda membentuk / mengindahkan pranata adat dan/atau pranata sosial untuk menciptakan ketenteraman dan kedamaian, khususnya diwilayah tugas / lingkungan masing-masing. 4. Threat/ancaman konflik sosial, tidak hanya dapat menimbulkan kekerasan. Tetapi juga menimbulkan suasana mencekam, perasaan takut secara meluas atau menimbulkan korban harta benda, hilangnya nyawa. Konflik sosial juga memecah belah persatuan dan kesatuan, antar kawan, antar kelompok, (baik rakyat maupun elit politik) memerosotkan moral bangsa, menurunkan prestasi generasi muda dan lain sebagainya. Konflik, merupakan ancaman yang telah berlangsung kondusif serta tidak terjadi gangguan keamanan. Dia mengatakan: pada pengamanan acara perayaan Natal dan pergantian tahun baru 2013 tidak terjadi kasus kriminalitas yang menonjol. Semua itu, tidak lepas dari kesiapan petugas (POLRI, TNI, Satpol PP, Dinas Perhubungan, dan Organisasi kemasyarakatan) dan warga yang ingin menciptakan suasana kondusif di Kabupaten Kendal. Dalam kesempatan yang sama Dan Dim Kendal Letkol Inf Tyas Koesharyadi mengatakan, acara olah raga bersama ini sangat bagus, karena bisa mempererat tali silaturahmi antara anggota dan Forkompinda. Selain itu bisa meningkatkan kerja sama untuk menjaga situasi kondusip di Kendal. Hal senada juga disampaikan Kabag Humas Pemkab Kendal, Heri Wasito, imbuhnya, Acara olahraga bersama antar instansi perlu rutin digelar untuk menjaga kebersamaan antar instansi (Wawasan, 5/1/2013: 17).
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
mengakibatkan kerusakan atau kehancuran rumahrumah warga, fasilitas umum, kebakaran, penganiayaan, dan apabila konflik sosial tidak dicegah maka akan terjadi bentrokan massa yang lebih besar.Konflik sosialdapat mengakibatkan trauma psikis, ketakutan dan terganggunya ketenteraman umum sehingga menghambat cita-cita Pembangunan Nasional yaitu menuju masyarakat adil makmur, tatatenteram kerta raharja.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
E. Penutup 1. Simpulan Sebenarnya Lembaga Polisi bukan lembaga pemadam kebakaran, tetapi mencegah (preventif) bekerja sebelum terjadinya kebakaran, konflik sosial, atau kejahatan. Polisi tidak menindak segalanya tetapi bagaimana memahami problemnya dengan The Tool The Problem Solving. Polisi sebagai Ilmuwan sosial mencari sumber-sumber masalah penyebab yang dapat menimbulkan konflik, untuk mewujudkan ketenteraman masyarakat. Oleh karena itu, perlu gladi staf untuk pencegahan konflik agar konflik tidak membahayakan bagi masyarakat, negara dan bangsa, memang bukanlah hal yang mudah. Oleh karena itu, perlunya POLRI,TNI, Instansi terkait Intelektual, Wirausaha, Pemuka agama,Tokoh masyarakat senantiasa harus berupaya meningkatkan kemampuan dan kerjasamanya dalam berbagai pihak terutama dalam pencegahan konflik sosial. Dalam penanganan konflik sosial, POLRI sebagai penegak hukum dan bertugas memelihara keamanan dalam negeri dituntut untuk dapat memiliki keahlian dan keterampilan secara profesional dan proporsional. Pencegahan konfik sosial harus sejalan dengan tuntutan hukum, demokratisasi, keadilan dan kebenaran, serta hak asasi manusia, untuk itu dapat disimpulkan sebagai berikut : a. Bahwa, perlunya konsep untuk pencegahan konflik sosial agar dapat dikendalikan karena karena konflik yang akan terjadi, yang disebabkan oleh benturan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kepentingan agar tidak menjadi konflik kekerasan. Pemerintah desa, POLRI, TNI, dan tokoh masyarakat wajib mengupayakan bahwa perbedaan kepentingan atau perbedaan pendapat dapat dikendalikan dengan cara menumbuhkan kehidupan pranata sosial/pranata adat berorientasi musyawarah untuk mewujudkan perdamaian demi terciptanya ketenteraman masyarakat dalam negeri; b. Bahwa Reorientas peran POLRI yang dimainkan dalam penanganan konflik sosial sudah sejalan dengan mekanisme hukum.Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai penegak hukum, polisi juga betugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat untuk melindungi, mengayomi, dan melayanani masyarakat. Demi terselenggaranya keamanan dalam negeri. POLRI dalam melaksanakan tugas penegakan hukum senantiasa menghormati norma hukum, keadilan, dan kearifan lokal serta menjunjung tinggi hak asasi manusia. Tentang serangkaian kegiatan penanganan konflik sosial, POLRI secara sistematis dan terencana dalam situasi peristiwa konflik, baik sebelum, pada saat maupun sesudah terjadinya konflik mencakup pencegahan konflik, penghentian konflik, dan pemulihan pasca konflik sudah sejalan dengan mekanisme hukum yang sudah ditetapkan. c. Bahwa konsep strategi pencegahan konflik perlunya regulasi yang mencakup 3 (tiga) strategi : 1) kerangka strategi dalam upaya pencegahan konflik.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
2) kerangka regulasi bagi penanganan pada saat konflik terjadi meliputi penghentian konflik kekerasan, dan pencegahan jatuhnya korban jiwa dan harta benda. 3) kerangka regulasi bagi penanganan pasca konflik, yang berkaitan dengan tugas penyelesaian sengketa, proses hukum, serta kegiatan pemulihan, reintegrasi, rehabilitasi pemulihan keamanan. 2. Saran a. Perlunya mengaktifkan kehadiran Bhabin-kamtibmas, Babinsa,dan perangkat desa ke desa-desa/kampungkampung secara terus menerus, berwawasan kemitraan dan kesetaraan bersama-sama masyarakat dan tokoh agama, tokoh masyarakat untuk diajak duduk satu meja secara bersama-sama dalam mencegah terjadinya konflik atau gangguan keamanan. b. Perlunya deteksi dini (early warning) untuk mengenali sumber-sumber penyebab konflik sosial yang dapat menimbulkan terjadinya konflik kekerasan. c. Perlunya menyampaikan informasi dua arah dengan pendekatan keamanan dan ketertiban masyarakat berwawasan perdamaian untuk menenteramkan situasi keamanan.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
BAB IV KARAKTER POLISI SEBAGAI TELADAN MENCELA KEJAHATAN Penelitian John Braithwaite 156 membuktikan, masyarakat yang tinggi angka kejahatan adalah masyarakat yang warganya kurang efektif mencela kejahatan. Agar proses pelembagaan shaming berjalan sinergis, dibutuhkan kiat polisi protagonis. Yaitu Polisi yang memiliki karakter bersahabat, yang dapat menempatkan diri sebagai meminjam istilah JH Skolnick - polisi adalah seorang moralis, bapak, teman, pengabdi dan tokoh yang dikagumi dan dihormati, bahkan juga dapat sebagai penembak jitu157 Yang menjadi harapan tertinggi masyarakat terhadap perpolisian kita adalah polisi dapat memberikan pelayanan dan pengayoman untuk mencapai ketertiban dan ketenteraman serta memberikan jaminan terhadap tegaknya kebenaran dan keadilan. Kecenderungan yang saat ini perpolisian di Indonesia yang berhasil adalah gabungan antara perpolisian reaktif (reactive police) dengan perpolisian yang didasarkan kedekatan dengan masyarakat (community policing). Bahwa kebijakan dan hasil-hasil penelitian yang empiris dapat dituangkan dalam produk perundang-undangan yang bersifat yuridis empiris. Pendekatan yuridis empiris, historis dan komperatif juga dipandang perlu untuk pendalaman. Di 156
. John Braithwaite, Reintegrative Shaming, Republicanis and Policy, 1995. 157 . Justice Without Trial : Low Enforcement In Democratic Society, 1996.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
samping sebagai pelengkap pendekatan Yuridis normatif,Pendekatan Yuridis empiris diperlukan untuk mengetahui gambaran penerapan pidana penjara yang didasarkan pada kebijakan legislatif selama ini. Pendekatan historis juga diperlukan, karena kebijakan legislatif yang dituangkan dalam perundang-undangan tidak dapat dilepaskan dari proses pembuatanperundang-undangan itu sendiri. 158 Dalam (hlm 44) Almanak Kepolisian RI terkandung pula gambaran sejarah pembangunan Polri yang tentunya diharapkan mampu memacu bagi perkembangan kesadaran sejarah (Historical Sense) yang tinggi bagi segenap unsur pimpinan Polri. Sebab tanpa kesadaran historis yang tinggi seorang pimpinan tidak akan berpikir secara transformasional. Dengan membuat perbandingan-perbandingan historis ini, seorang pimpinan akanmendapatkan konsep-konsep yang jelas. Sekaligus akan menyadari bahwa sebenarnya iapun sedang membuat sejarah159. Kita jangan hanya mampu memburu kejahatan, tetapi kita juga harus mampu memburu ilmu. Kata Sutarman, seluruh taruna dan pengajar di lingkungan Akademi Kepolisian harus melek teknologi dan informasi. Perang konvensional sudah tidak ada lagi, tetapi perang jenis baru bermunculan dengan senjata ampuh informasi160. Dari kunjungannya kesejumlah daerah, 158
Barda Nawawi Arief, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, CV Ananta, Semarang, 1994 : 67. 159 Moch. Sanusi, Jendal Polisi, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Penerbit S. P. Kadislitbang Polri No. Pol. : B/394/IX/Dislitbang,Jakarta, 1 Juli 1988, PenyusunanAlmanak Kepolisian RI, 1988-1990, hlm : 44. 160 Suara Merdeka, Resmikan Gedung : Kapolri Jendral Sutarman meresmikan Pusat Kendali Pendidikan Akpol Semarang, Selasa (11/3). ((39),Rabu, 12 Maret 2014, hlm : 24 Untuk pembelajaran Online, Gubernur Akpol, Inspektur Jendral Eko Hadi Sutedjo mengatakan,
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Sutarman mencermati potensi munculnya kerawanan juga terjadi di kampung-kampung. Ditempat seperti itu ternyata masih ditemukan penyimpangan yang dilakukan orang-orang tertentu dengan modus mengintimidasi dan mempengaruhi dengan uang161, dan juga dengan teror. Bahwa, „tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikanbisikan mereka dari orang-orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah atau berbuat ma‟ruf, atau mengadakan perdamaian (ketenteraman) di antara manusia. Dan barangsiapa yang berbuat demikian karena mencari keridaan Allah, maka kelak Allah memberi kepadanya pahala yang besar162‟. pengisian konten akan berlangsunghingga akhir 2014 dengan menggandeng sejumlah kampus Universitas Diponegoro dan Universitas Dian Nuswantara. Ada 150 titik di Akpol yang terpantau CCTV, sehingga dalam proses pengajaran dan pengasuhan termonitor dan dapat dievaluasi. “ Modul pembelajaran secara Online telah tersedia mengenai tindakan-tindakan kepolisian, sistem Informasi ini berstandar internasional. Dengan target menjadi world class university akan tergapai (H74,K44-39). 161 Suara Merdeka, Jumat, 14 Maret 2014, hlm : 2 Dicermati, Terorisme saat Kampanye, di Sleman-Masa kampanye Pemilihan Umum Legislatif (Pileg)2014 yang akan dimulai 16 Maret nanti menjadi fokus pengamanan yang dilakukan kepolisian. Kata Kapolri Jendral Polisi Sutarman, usai memberikan pengarahan kepada perwira menegah (Pamen) di jajaran Polda DIY. Di Krapyak ia dimintaberbicara dalam pengajian yang dipimpin oleh (Habib Syech bin Abdul Qodir Assegap), dan Sutarman juga diminta memimpin doa bersamauntuk keselamatan bangsamenjelang pemilu. 162 Juz 5, Qur‟an Surat Kr 4, An Nisa‟ (wanita) ayat (114), hlm : 205 menurutMu‟adz bin Jabal r.a. berkata Pelajarilah ilmu, karena mempelajarinya adalah kebaikan, mencarinya adalah ibadah, mengingatingatnya adalah tasbih, mendalaminya adalah jihad mengerjakannya kepada orang yang belum mengerti adalah sedekah, mengingatkannya
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Dalam pengertian itu POLRI idealnya tidak hanya peduli pada persoalan kemampuan profesionalisme teknis semata, tetapi juga menitikberatkan pada rancang bangun komunikasi yang alamiah dengan masyarakat. Hanya dengan modal yang demikian itu Polisi dapat mengajak masyarakat peduli dan peka terhadap setiap bentuk perilaku menyimpang atau kejahatan yang terjadi dalam lingkungannya. Bahkan diupayakan semaksimal mungkin masyarakat membuat institusi kontrol untuk mengawasi warganya. “Untuk menyembuhkan sekalian penyakit dan penyimpang itu, semua komponen bangsa harus bersamasama membenahi diri. Tidak adil jika keberantakan dan kekacauan ini yang terjadi di Negara kita ini hanya ditimpakan hanya kepada aparat penegak hukum saja, khususnya Kepolisian. Sebab sampai derajad tertentu, kejahatan dan mutu penegakan hukum ditentukan oleh budaya hukum kita juga. Terbuktiwarga masyarakat lebih suka membakar pelaku kejahatan ketimbang menempuh prosedur hukum. Semua menyumbangkan kekacauan di segala bidang. Sadar atau tidak, “kaum elit” ataupunmasyarakat sedang “mempraktikkan ke kacauan” itu. Singkatnya kekacauan yang terjadi sedikit banyak terkait dengan kadar budaya malu yang kita miliki. Shame culture merupakan kesadaran moral kolektif tentang pentingnya pencelaan terhadap setiap perbuatan yang menyimpang yang mendatangkan rasa malu, seperti kejahatan. Sebagai garda depan penegak hukum Kepolisian memiliki kepada orang yang sudah mengerti adalah taqarrub. Allah mengangkat derajat suatu bangsa karena ilmu, sehingga mereka menjadi pemuka yang dipatuhi dan dikuti langkahnya.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
peluang untuk mempelopori perkembangan budaya malu (agent of shame cultur e) dalam masyarakat163, untuk keteladanan itu, pejabat polisi harus berani untuk melakukan pencelaan terhadap perilaku kaum elit dan masyarakat yang menyimpang dari norma hukum. Prof. Sullipan, pakar Kepolisian Amerika Serikat menyatakan; Polisi haruslah memiliki well motivated, well educated, well trained, well equipped dan well paid (motivasi, pendidikan, pengalaman lapangan, sarana dan kesejahteraan yang baik). Diantara kelima persyaratan itu yang paling memprihatinkan untuk kondisi Polisi kita adalah kesejahteraan (paid/celery) sebagai tolok ukurnya seperti yang dilaporkan oleh Asia Week (April 1994), bahwa gaji Polisi Indonesia itu terkecil di ASEAN. Indonesia menggaji Polisi yang baru diangkat sebanyak 65 US$, sementara Malaysia 165 US$, Thailand 147 dollar US$ dan Singapura 513 US$. Untuk kesejahteraan gaji anggota POLRI (February 2011 08:08:28) dibandingkan dengan kepolisian negara lain: Berikut pendapatan per orang di setiap negara dibanding gaji polisi: 1. Pendapatan rata-rata per orang di Hongkong Rp. 34 juta, polisi Rp. 50 juta/bulan. 2. Pendapatan rata-rata per orang di Malaysia Rp. 11 juta, polisi Rp. 30 juta/bulan. 3. Pendapatan rata-rata per orang di Singapura Rp. 43 juta, polisi Rp. 16 juta/bulan. 163
S. Brodjo Sudjono, “Kataklisme”, Budaya Malu dan Peran Polisi. Harian Suara Merdeka. Semarang, 8 Nopember 2000 : 6.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
4. Pendapatan rata-rata per orang di Thailand Rp. 6,5 juta, polisi Rp. 5 juta/bulan. 5. Pendapatan rata-rata per orang di Indonesia Rp. 3,3 juta, polisi Rp. 2.293.000. (untuk gaji, lauk pauk pangkat terendah)/bulan164. Rasio Polisi Belum jugamemadai personil Polri. Sumberdaya manusia Polri belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh PBB yaitu 1 personil polisi untuk 400 orang penduduk. Dari data Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) pada 1995 sampai 2000 rasio polisi dan masyarakat adalah 1:1000. Sedangkan pada 2000-2005 rasio tersebut membaik yakni 1:700165. Di targetkan lima tahun mendatang rasio tersebut mencapai 1:500, ujar Waka Polri Komisaris Jenderal Adang Daradjatun pada wartawan dalam acara Seminar Kerjasama Indonesia-Jepang dalam Meningkatkan Profesionalisme Polri di Hotel Nikko Jakarta, Selasa (29/3/2005). Dengan kurang memadainya rasio polisi dengan penduduk tersebut, kemampuan Polri dalammemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat serta memelihara keamanan dalam negeri belum maksimal. Untuk itu perlunya dukungan dari masyarakat, tradisi klotekan untuk membangunkan warga sahur dilakukan oleh AKP Suharto, SH Kanit Reskrim Polsek Gayamsari, Semarang, keliling kampung bersama warga sambil nabuh gendang untuk 164
Petrus Rampisela, 2013, diunduh dariOffi cial Twitter Page of Kompasiana (the only citizen media in Indonesia). Like our page at page at http:// www. facebook. com /KOMPASIANAcom, 165 www. tempo. co/read/news/2005/03/29/05558738/rasio-polisi-danmasyarakat-1700, Selasa, 29 Maret 2005, 14. 15 WIB, diunduh Kamis, 11 Juli 2013, 22. 30 WIB.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
membangunkan warga untuk sahur, kegiatan ini dalam rangka mem bangun kerjasama mendekatkan kemitraan dengan masyarakat untuk selanjutnya warga masyarakat dapat turut serta ciptakan kondisi aman, tenteram, dan nyaman166. Kita patut bangga sebagai bangsa besar yang mempunyai budaya luhur, berakhlak mulia, berbudi pekerti baik, toleransi dan menghormati norma agamatelah diakui oleh dunia Internasional. Terbukti, bahwa Presiden Republik Indonesia Bp. DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono sebagai pemimpin Bangsa Besar tersebut, prestasi luar biasa beberapa kali telah memperoleh kepercayaan Dunia Internasional untuk menerima Anugerah, Penghargaan Internasional“Word Statesman Award 2013” atau “Anugerah Negarawan Dunia 2013” dari Organisasi AS, The Appeal of Consience Foundationberkenaan dengan toleransi umat beragama, perdamaian dan demokrasi di Indonesia167. Penghargaan Luar Biasa juga diterima Presiden, ketikaKunjungan Kepala Negara Presiden Republik Indonesia Bp, DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono ke kota London, Inggris, untuk memenuhi undangan istimewa dari Ratu Elizabet II, yang tahun itu merayakan 60 tahun kemahkotaannya. Dalam kunjungan ke Inggris ini, Presiden SBY jugamenerima penganugerahan “Knight Grand Cross of the Order of Bath”, yangdiserahkan langsung oleh Ratu 166
Tribum Jateng, 16 Juli 2013, hlm 9& 15 dan Suara Merdeka, 16 Juli 2013, hlm. 32 Ajak Sahur, Polisi Tabuh Rebana,AKP Suharto Keliling Kampung sambil Tabuh Rebana. Polisi bersama warga melakukan lotekan di Jl. Gajah Barat, Pandean Lamper, Selasa (16/7/13, 02. 00 WIB), untuk mendekatkan polisi dengan warga 167 Metro TV, 2013, Berita Malam, Jakarta, 8 Juni 2013, 01. 00
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Elizabeth II. Dalam tradisi Inggris, penghargaan “Knight Grand Cross of the Order of Bath” diberikan kepada seseorang (Presiden RI DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono) yang memiliki prestasi luar biasa, baik di bidang militer maupun sipil. Pertama kali penghargaan ini diberikan oleh Raja George I Tahun 1725. Adapun pemimpin asing yang telah menerima penghargaan tersebut antara lain Presiden AS Ronald Reagan, Presiden Perancis Jaques Chirac, dan Presiden Turki Abdullah Gul. Sebuah penghargaan Bintang Jasa yang luar biasa dari Ratu Inggris. Ratu Elizabeth, dalam sambutanya memuji Presiden Yudhoyono yang telah mampu melakukan reformasi dan transformasi sehingga demokrasi berkembang dan perekonomian semakin kuat dan disegani oleh dunia. Sebuah Bintang Jasa yang Luar Biasa dari Ratu Inggris kepada Presiden Republik Indonesia Bp. DR. Susilo Bambang Yudhoyono, diberikan pada hari Kamis, 1 Nopember 2012168. Presiden Republik Indonesia Bp. DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono, pada Hari Ulang Tahun Kepolisian Negara Republik Indonesia Ke-61,beliau menyatakan sangat bangga terhadap Anggota POLRI dan segenap jajaran Anggotanyayangterus meningkatkan pengabdiankepada masyarakat, bangsa, dan Negara. Ditegaskan Presiden Republik Indonesia “bahwa kita sudah dapat mengembalikan citra sebagai negara yang aman”. Demikian pula tindakan tegas aparat kepolisian pada illegal logging, illegal fishing, illegal mining, dan traffi king in 168
Diunduh, 16 Juni 2013, 02. 00 WIB, www. voa. islam. com/news/analysis/2012/11/01/21469-kunjungan-sby-antara-sanjungandan-kecaman.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
person, harus terus dilakukan. Selain dihadapkan pada kejahatan konvensional, kepolisian juga dihadapkan pada kejahatan di dunia maya (cyber crime), untuk itu, POLRI dituntut untuk menjawab tantangan dari berbagai bentuk kejahatan, melalui peningkatan profesionalisme. Presiden minta agar strategi perpolisian masyarakat (community policing) terus dikembangkan. Perbanyakpembentukan Forum Kemitraan Polisi dan Masyarakat di seluruh tanah air. Beliau juga sampaikan bahwa, sejak masa perang kemerdekaan dulu POLRI berdiri dan terus berjuang demi tugas-tugas keamanan yang kompleks untuk mempertahankan Kedaulatan Negara Republik Indonesia (NKRI), Cukup banyak anggota POLRI yang gugur di medan juang, banyak pula anggota POLRI yang luka parah (cacatpermanen) dalam pengabdiannya. Demi menciptakan rasa aman, rasa tenteram, dan tidak jarang pula mereka harus bertaruh nyawa melawan pelaku kejahatan. Tanggal 30 Juli 2014, hari Rabu Jenazah Briptu Pol Anumerta Yoga Axsel Zethro Ginuny (pahlawan muda) tiba dirumah duka Jl. Imam Bonjol102 Semarang. Ia gugur dalam tugas patroli,ketika bersama 7 orang rekannya di Indiwa diserang dari atas bukit ketinggian 2.400 mdpl diloksi kejadian dekat jurang oleh 20 (dua puluh) orang kelompok kriminal bersenjata pimpinan Kurom Wenda dan Enden Wandinbo, ketika menuju Polsek Makki, mampir di Polsek Pirime wilayah Polres Lanny Jaya169. 169
Suara Merdeka, Kamis, 30 Juli 2014, halaman 12 sejumlah anggota Brimob Polda Papua dipimpin Kabid Humas Polda Papua Kombes Sulistyo Pudjo Hartono mengantarkan jenasah dari Jaya Pura sampai disemayamkan di Semarang.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Perjalanan panjang perjuangan POLRI dalam pengabdiannya kepada masyarakat, bangsa, dan Negara sangatlah penting dalam rangka menciptakan rasa aman, tenteram dan damai170. Pada Hari Ulang Tahun Bhayangkara POLRI yang ke-66 di Markas Komando Brimob, Kelapa Dua, Depok, 1 Juli 2013. Dalam kesempatan ini, SBY memberikan amanat berupa lima kunci bagi Polri dalam tugasnya melayani masyarakat, yaitu: Pertama, pelayanan prima dan responsif kepada publik. Kedua, menjunjung tinggi kode etik dalam bertugas. Ketiga, anti-KKN dalam meningkatkan pelayanan publik yang lebih murah dan akuntabel. Keempat, mencegah aksi-aksi kekerasan. Dan Kelima, menindak tegas kelompokkelompok yang merugikan masyarakat171. POLRI diharap bisa atasi ragam kejahatan baik konvensional, cyber crime, terosisme, korupsi dan kejahatan/tindak pidana lainnya. Presiden sampaikan, bahwa „kita tentu sering meyaksikan anggota POLRI masih bertugas di jalanan ditengah teriknya panas mata hari dan berjaga di jalanan ketika hujan deras turun‟, berpatroli ketika masyarakat sedang tertidur, berjaga-jaga ketika masyarakta mengadakan kegiatan merayakan pesta suka ria, tidak libur ketika masyarakat bersukaria menikmati cuti nasional (dalam suasana lebaran atau natal, atau kegiatan keagamaan, dan tahun baru), justeru 170
Susilo Bambang Yudhoyono, 2007, Sambutan Tertulis Presiden Republik IndonesiaPada Peringatan Hari Bhayangkara Ke-61, Jakarta, tanggal 1 Juli 2007, hlm. 1-3
171
Jaringannews-com/politik-peristiwa/umum/17924/hut;bhayangkara-kesby-beri-limaamanat-untuk-polri. Hari Bhayangkara ke-66 SBY Beri Lima Amanat.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
POLRI sibuk melaksanakan tugasmelindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat agar selamat lancar dalam perjalanan sampai tujuan, dan kembali dalam suasana bahagia kumpul bersama keluarga, Potret ini dapat dijumpai diseluruh wilayah kepolisian di pelosok tanah air. Keluarga besar POLRI juga patut bangga luar biasa, karena tiga hari setelah peringatan Hari Bayangkara ke 67, Kapolri Jenderal Polisi Timur Pradopo mendapat sebuah kehormatan dari negaratetangga kita yaitu Singapura. Presiden Singapura Tony Tan Keng Yam menganugerahkan penghargaan “Distinguished Service Order”untuk Kapolri atas kontribusi luar biasa dan prestasi luar biasa dalam membina hubungan bilateral antara pasukan polisi dari kedua negara. The Singapore Police Force (SPF) mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa mereka telah mendapatkan banyak manfaat dari hubungan yang terjalin sangat baik dengan Polri, khususnya dalam meningkatkan keamanan maritim. Sebagai penghargaan atas kerja sama antara Polri dengan Kepolisian Singapura. Pada tanggal 4 Juli 2013, Pemerintah Singapura menganugerahkan “Darjah Utama Bakti Cemerlang”, yang diberikan oleh Presiden Singapura, H. E. Tony Tan Keng Yam, di Istana Negara Singapura. Penganugerahan tanda jasa ini didasari oleh manfaat dari kontribusi aktif dan signifi kan dari Kapolri dalam meningkatkan hubungan bilateral yang lebih erat Polri dan Kepolisian Singapura172. Di bawah kepemimpinan yang sangat baik dari Jenderal Timur Pradopo, Polri telah berhasil melakukan beberapa operasi kunci kontra-terorisme, sehingga memberikan 172
Indonesiakatakami. wordpress. com2013/07/04selamat ulangtahun Polri; diunduh 16 Juli 2013.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kontribusi signifi kan terhadap keselamatan dan keamanan kawasan. Presiden juga meminta Polri untuk dapat tegas menindak kelompok-kelompok yang memaksakan hukumnya sendiri dengan mengeyampingkan hak-hak konstitusional. “Beranilah bersikap tegas sesuai ketentuan hukum yang berlaku, dan yakinlah setiap masalah itu dapat dilokalisasi, diatasi dengan cepat agar tidak menjadi luas dan menjadi permasalahan nasional,” ujar SBY. Tuntutan selalu siaga pun turut menjadi perhatian presiden. “Saya tidak ingin aparat kepolisian berjaga dan tidak siap, baik dalam menangani konflik komunal, aksi kriminal maupun tindak anarkis,” kata SBY. Secara prosedural, presiden perpesan agar jajaran Polri tetap mematuhi koridor standar operasional yang berlaku. Bahwa untuk mengurangi kecelakaan lalu lintas dan mengamankan pemudik lebaran, “Kapolda Jateng Irjen Pol Dwi Priyatno mengingatkan pemudik Lebaran angka kecelakaan lalu lintas, khususnya pemudik sepeda motor terus meningkat. Dalam satu hari ada 11 kasus kecelakaan yang melibatkan sepeda motor. Penegasan tersebut disampaikan Kapolda saat rapat koordinasi bidang ekonomi, keuangan dan industri daerah ( Ekuinda) Jateng menghadapi Ramadhan di Gedung Gradika Bhakti Praja, Semarang, Selasa (9/7/2013). “Polda Jateng sudah siap. Efektif polisi akan mengamankan Lebaran selama 16(enam belas) hari, terutama saat cuti bersama. Dipastikan personel kami (POLRI) tidak akan ikut cuti173. “ Dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri kesejahteraan anggota polisi yang baru dibandingkan negara 173
Sindikasi. net/warta/kapolda. jateng. ingatkan. pemudik-bermotor, diunduh, Rabu, 10 Juli 2013, sekira jam 15. 15 WIB.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Asia lainnya gaji anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, gajinya masih tergolong menduduki peringkat yang terendah walaupun dalam pelaksanan tugas penegakan hukum resiko sangat tinggi bahayanya, dandapat meregang nyawa gugur dalam tugasseperti yang dilalami Kompol Anumerta Yahya RenaldyLihu Kanit Resmob Polda Jawa Tengah. Kapolda Jateng Irjen Pol Dwi Priyatno menyatakan sangat kehilangan dan berdukacita atas gugurnya anggota tesebut. Kamis 25/7/2013; Untuk mengungkap bukti kejahatan dengan kekerasan 3 (tiga) korban jiwa yang dikubur di ladang tersangka Muhyaro dukun penggandaan uang (yang akhirnya tewas) ketika menjatuhkan diri dari jalan setapak ke dasar jurang kedalaman sekira 150 meter dengan menarik petugas yang mau mengungkapnya, tepatnya di tebing/lereng gunung Sumbing, Dusun Petung, Desa Ngemplak, Windusari, Magelang, Jawa Tengah. Dengan kondisi kesejahteraan yang masih minim itu, menjadi pangkal terhambatnya profesi Polisi menuju profesionalisme atau jadi penyebab timbulnya “kejahatan profesi”, maka kiranya Pemerintah perlu arif mempertimbangkan, untuk menaikkan gaji Polisi, apalagi untuk “kelompok seprofesinya” seperti Jaksa dan Hakim sudah lebih dulu diperhatikan kesejahteraannya, karena tugas Polisi jauh lebih berbahaya dibandingkan profesi hukum lainnya. 174 Secara jujur layak diakui Polisi juga manusia biasa, kebanyakan orang bekerja pertama-tama untuk mencari dan mencukupi nafkah bagi dirinya sendiri atau juga bagi keluarga 174
Abdul Wahid, Anang Sulistyono, Etika Profesi Hukum dan Nuansa Tantangan Profesi Hukum di Indonesia, Tarsito, Bandung, 1997 : 135.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
yang ditanggungnya. Tujuan seperti itu memang bukan tujuan paling luhur, namun toh dapat dikatakan sebagai tujuan paling dekat atau paling mendesak. 175 Dalam menghadapi perkembangan masyarakat yang akan datang, yang pasti penuh dengan kompleksitas, kecanggihan serta tanggung jawab yang makin meningkat, memang Kepolisian harus mengusahakan peningkatan profesionalisme. Tidak cukup hanya itu, tetapi polisi juga harus berkarakter nilai-nilai berbudi pekerti luhur melakukan amar ma‟ruf nahi mungkar176. Al-Faqih mengatakan, bahwa orang yang hendak melakukan amar ma‟ruf nahi mungkar harus memiliki lima syarat, yaitu: 1. Mempunyai ilmu; 2. Ikhlas karena Allah Ta‟ala; 3. Ramah dan sayang kepada orang yang diajak untuk berbuat baik; 4. Sabar dan penyantun; 5. Ia harus mengerjakan apa yang harus ia perintahkan kepada orang lain.177
175
Purwa Hadi Wardoyo, Moral dan Masalahnya, Kanisius, Bandung, 1990 : 95. 176 Abu Hurairah r. a. meriwayatkan dari Nabi Saw. Bahwa beliau bersabda: Hendaklah kamu menyuruh berbuat baik meskipun kamu belum bisa mengerjakannya, dan hendaklah kamu mencegah perbuatan mungkar, meskipun kamu belum mampu meninggalkannya”. 177
Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, 1999, Jakarta, (1) ibid, hal: 158-159 Firman Allah, Juz 4, QS ke-3, Ali Imran, ayat (110) Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma‟ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman tentulah lebih baik bagi mereka; diantara
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Untuk menghadapi millenium tiga, kiranya diperlukan kiat Polisi yang lain dari masa orde baru. Polisi bertugas sifatnya melindungi, mengayomi masyarakat. Cita-cita Polisi mandiri yang juga cendekiawan akan mampu secara kreatif mencari, menjajagi caracara baru, dalam menjadi Polisi bagi masyarakatnya yang mengalami begitu banyak perubahan dalam segala aspeknya.178 Dibidang ilmu pengetahuan teknologi dan informasi perubahan begitu cepat. Sadar atau tidak, perubahan dramatis terjadi di sektor kebudayaan masyarakat, masyarakat dalam konteks budaya populer berada dalam sebuah kesadaran palsu.179 Untuk dapat merebut kepercayaan masyarakat dan dapat meningkatkan pelayanan masyarakat serta untuk mewujudkan rasa aman dan tenteram terhadap masyarakat, POLRI harus siap melaksanakan agendanya tentang profesionalisme dan profesionalisasi, yang sangat penting bagi Kepolisian kita. Kalau kita tidak ingin tertinggal oleh perkembangan masyarakat kita sendiri-sendiri atau negara-negara lain, sedangkan sekarang dunia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi semakin maju, dunia semakin kecil dan waktu justru semakin kurang.
mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik. 178
Satjipto Rahardjo dan Anton Tabah, Polisi Pelaku dan Pemikir, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1993 : 183-184.
179
Rudolfus Tallan, Saatnya Hukum Bertamasya ke Alam Posmodern sampai ke Posmarxis, diucapkan dalam Seminar Nasional Prospek Hukum Progresif” pada hari Senin, tanggal 20 Juli 2009 : Untuk menyempurnakan bangunan teori hukum, untuk itu, bahwa realitas yang tidak bisa di kesampingkan saat ini adalah transisi peradaban.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Apabila kita mengikuti perkembangan Kepolisian saat ini, hampir setiap wilayah kecamatan diseluruh wilayah Indonesia didirikan Sektor Kepolisian, perlu diketahui bahwa Sektor Kepolisian adalah merupakan ujung tombak/garis depan dalam pelaksanaan tugas-tugas Kepolisian dalam Sistem Peradilan Pidana dan Pelayanan dan perlindungan terhadap masyarakat. Hukum Agama Sebagai Spirit Menurut Jabir Al Faruqi dalam wacana profan180, agama bila dikaitkan dengan politik memiliki banyak pengertian. Agama dapat berarti : ajaran, spirit, angka dan legitimasi. Agama sebagai spirit akan mewarnai perilaku dan cara-cara seseorang melaksanakan kewajibannya dalam memperjuangkan agamanya lewat politik. Agama sebagai ajaran memiliki nilai-nilai universal, sehingga meniscayakan perspektif bahwa partai yang berbasis pada massa Islam tidak harus eksklusif. Sedangkan agama sebagai legitimasi, hampir sama dengan formalisasi agama. Agama dan masyarakat itu saling mempengaruhi. Agama mempengaruhi jalan pikiran masyarakat, dan selanjutnya pertumbuhan masyarakat mempengaruhi pemikiran terhadap agama. Pengaruh timbal balik antara perkembangan masyarakat dan pertumbuhan agama merupakan kenyataan sosial-budaya yang menjadi tantangan untuk dihadapi seluas dan sedalam mungkin. 181
180
. Ibid. Mudjahirin Thohir, Wacana Masyarakat dan Kebudayaan Jawa Pesisiran, Penerbit Bendera, Semarang, 1999:122.
181
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Sumber hukum Islam dibawa ke atas panggung kampanye, untuk menunjukkan bahwa partainya adalah memperjuangkan kepentingan umat Islam. Fanatisme merupakan cara yang efektif guna mencapai integrasi massa pendukung partai. 182 Fanatisme erat hubungannya dengan sikap emosional suatu kelompok yang berupaya melakukan pembelaan berdasarkan argumenargumen politik semata, tanpa dilandasi kerangka akademik dan substansi penilaian secara objektif. 183 Munculnya fanatisme tidak terlepas dari akibat pernyataanpernyataan politik dari elite politik yang bersifat provokatif dan menggiring emosionalitas publik. Dalam kasus PKB dan PPP di Jepara (1999) disebabkan oleh pernyataan para mubaliq dari PPP dan PKB, yang selalu bermuatan ejekan, saling curiga, memusuhi dan menyerang. 184 Di sisi lain, para tokoh dengan cara fi tnah dan membentuk opini yang merugikan pesaingnya, menghasut rekanrekan sekelompoknya tidak mendinginkan situasi melainkan malah memperburuk keadaan, sehingga merugikan semua pihak. Padahal agama dan politik memiliki paradigma yang jauh berbeda. Agama dipandang sebagai ajaran/doktrin, dan politik tidak sama dengan agama, namun justru politik merupakan bagian dari agama.
182
M Rusli Karim, Negara dan Peminggiran Islam Politik, PT. Tiara Yogya, 1999 : xixxx. 183 M Tafrikan Marzuki, Konflik Elite Politik Pasca ST MPR, Suara Merdeka, Tanggal 23 Agustus 2000 : vi. 184 Arsip Polsek Kedung, tanggal 14 Mei 1999 dan 15 Mei 1999.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Agama merupakan wacana ukhrowi, yang memberi semangat dan mewarnai perilaku maupun cara-cara seseorang melaksanakan kewajiban hidupnya. Firman Allah yaitu : Al Qur‟an surat 3 Juz 4 Ali ‟Imran ayat 103 : “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni‟mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni‟mat Allah orang-orang yang bersaudara dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan”. 185 Al Qur‟an surat ke 3 JUZ 4 Ali ‟Imran ayat 104 : “Hendaklah kamu merupakan orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh berbuat ma’ruf dan melarang berbuat mungkar dan mereka itulah orang-orang yang mendapat kemenangan”. 186Selanjutnya juga Firman Allah yang menyatakan : “Kamu adalah Umat yang paling baik, yang ditempatkan di tengah-tengah manusia untuk memimpin kepada kebaikan, mencegah kemungkaran dan percaya penuh kepada Allah” (Juz 4 Al Qur‟an, Surat ke 3 Ali ‟Imran ayat 110). Sedangkan politik merupakan wujud personifikasi kepentingan/perjuangan untuk menuju kekuasaan. Politik
185
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahnya. Surya Cipta Aksara, Surabaya. 1993 : 95 186 Ibid : hal 95.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
dipandang sebagai formulasi wadah aspirasi yang berada dalam wacana duniawi. 187 Sudah barang tentu parpol Islam berupaya menghadapi paradigma politik praktis, antara lain mencari pendukung massa lewat pengajian, konvoi/pawai, membuat pernyataan politik, kesepakatan antar partai dan muspika, mempergunakan simbol-simbol bendera seragam - spanduk partai dalam kegiatan tertentu. 188 Kekurangpahaman mereka terhadap hakikat agama dengan politik, menjadikan sikap dan perilaku keagamaan keluar dari konteks keharusan agama sebagai spirit para pemeluknya dalam beraktivitas politik. Parpol Islam pada waktu itu lebih mengutamakan agama sebagai legitimasi politik, yang memiliki target kemenangan dalam Pemilu, tanpa mengindahkan nilai-nilai ke-Islaman itu sendiri. Penggunaan caci maki, hasutan, fi tnah, bukan mewakili keIslaman umat. Namun hanya didorong oleh kepentingan dan ambisi politik tokoh-tokoh mereka untuk memperoleh dukungan dari massanya sehingga merugikan pesaing politiknya189. Salah seorang ulama salafberkata kepada anaknya, ‟Apabila nafsumu mengajak untuk melakukan maksiat, maka lihatlah ke atas dan malulah kepada penghuni langit. Apabila tidak, maka lihatlah kebawah dan malulah kepada penghuni bumi. Apabila kamu tidak merasa malu 187
Jabir Al Faruqi, Ibid, 21 Juni 2000 : IV. Arsip Polsek Kedung, Tanggal 24 Maret 1999. 189 “Janganlah suatu kaum menghina kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang (dihina itu) lebih baik dari mereka (yang menghina). “ (QS. Alhujurat, 11) 188
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
kepada penghuni langit dan penghuni bumi, maka anggaplah dirimu termasuk binatang yang tidak mempunyai malu. “190 Dari Al-Hasan, dari Nabi Saw., beliau bersabda: “Malu itu termasuk iman, dan iman itu berada dalam surga. Kasar itu termasuk kerendahan budi, dan kerendahan budi itu berada dalam neraka. “ Al-Faqih menuturkan dari Abdul Wahhab bin Mu hammad, dengan sanad dari Anas bin Malik r. a, bahwa Rasulullah Saw. Bersabda: “Terimalah dari aku enam (perbuatan), niscaya aku menjamin kamu (masuk) surga. Apabila kamu berbicara, maka jangan berdusta, apabila kamu berjanji, maka jangan mengingkari, apabila kamu dipercaya, maka jangan berkianat, pejamkanlah matamu, jagalah kemaluanmu, dan kekanglah tangan dan kakimu dari hal yang haram, niscaya kamu akan selamat. “ Proses reformasi POLRI telah menampakkan hasil pada aspek struktural dan instrumental untuk memantapkan kedudukan dan susunan POLRI dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia, serta semakin mengemukanya paradigma baru sebagai polisi yang berwatak sipil (Civilian Police), sementara itu pembenahan aspek kultural masih berproses, antara lain melalui : pembenahan kurikulum pendidikan, sosialisasi nilai-nilai Tribrata, Catur Prasetya, dan Kode Etik Profesi untuk mewujudkan jati diri POLRI sebagai pelindung, pengayom, dan pelayan masyarakat. Sikap perilaku anggota POLRI belum sepenuhnya mencerminkan jati diri sebagai pelindung, pengayom dan 190
. Al-Faqih Abu Laits As-Samarqandi, 1999, (2) ibid: hal: 273
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
pelayan masyarakat. Penampilan POLRI masih menyisakan sikap perilaku yang arogan, cenderung menggunakan kekerasan, diskriminatif, kurang responsif dan belum profesional masih merupakan masalah yang harus dibenahi secara terus menerus. Menyadari akan perannya, maka dalam upaya penanggulangan kejahatan, kebijakan yang diambil POLRI bukanlah ditumpukan hanya kepada upaya preventive atau repressive yang meliputi kegiatan pencegahan dan penindakan terhadap kasus kejahatan yang akan atau telah terjadi, melainkan juga meliputi pre-emptive upaya pembinaan yang ditujukan kepada segenap lapisan masyarakat, agar dapat berperan secara aktif dalam upaya penanggulangan kejahatan. Bahkan upaya penanggulangan kejahatan itu juga meliputi upaya pre-emptive yang berupa kegiatan-kegiatan untuk menangkal atau meniadakan akar-akar kejahatan (faktor kriminogen). Secara sederhana pola penanggulangan kejahatan yang dilaksanakan POLRI dapat digambarkan dalam bagan berikut;
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Upaya POLRI Melalui Metoda
Repressive
Preventive
Pre-emtip
Dengan Objek
Peristiwa
PH
FKK
Pola Operasi
Pemberantasan/ Penindakan
Pencegahan
Penangkalan Pengosongan
Khusus
•Aktual •Intensitastinggi •ResahMasy.
Kamtibmas
TREND CRIME
Meningkatkan CL
Menurunkan CT/CR
Menghilangkan/ mengeliminer HAZARD
Meredam mengembalikan KONDISI KTM
Upaya penanggulangan kejahatan yang dilakukan POLRI pada dasarnya meliputi dua kelompok kegiatan yang dapat dibedakan sebagai kegiatan Operasi Rutin dan Operasi Khusus. Operasi Rutin diterapkan dalam menghadapi situasi di mana gelagat ancaman kamtibmas yang dihadapi masih dalam batas toleransi kerawanan. Sedangkan Operasi Khusus akan diterapkan bila gelagat perkembangan situasi menunjukkan kecenderungan peningkatan sampai melampaui batas toleransi kerawanan. Operasi Khusus Kepolisian/Kamtibmas ini juga diterapkan pada saat menghadapi massa rawan yang berdasarkan pengalaman dan pengamatan data pada tahun-tahun yang silam telah dapat
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
diprediksi dan dijadwalkan dalam Kalender Kerawanan Tahunan (Kalender Kamtibmas). Di dalam kegiatan operasi rutin, metoda yang diterapkan dalam penanggulangan kejahatan dapat dibedakan tiga yaitu : 1. Upaya repressive : meliputi rangkaian kegiatan penindakan yang ditujukan ke arah pengungkapan terhadap semua kasus kejahatan yang telah terjadi, yang disebut sebagai ancaman faktual, penyidikan serta upaya paksa yang disyahkan menurut undang-undang. 2. Upaya preventive : meliputi rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk mencegah secara langsung terjadinya kasus kejahatan, yang mencakup kegiatan-kegiatan pengaturan, penjagaan, patroli dan pengawalan di lokasi yang diperkirakan mengandung police hazard. 3. Upaya pre-emptive : berupa rangkaian kegiatan yang ditujukan untuk menangkal atau menghilangkan faktorfaktor kriminogen pada tahap sedini mungkin. Di sini mencakup upaya untuk mengeliminir faktor-faktor kriminogen yang ada di dalam masyarakat yang bentuk kegiatannya sangat bervariasi, mulai dari analisis terhadap kondisi wilayah berikut potensi kerawanan yang terkandung di dalamnya sampai dengan upaya koordinasi dengan segenap pihak dalam rangka mengantisipasi kemungkinan timbulnya konflik sosial. Intensitas kegiatan penanggulangan kejahatan atau konflik sosial ini bila dikaitkan dengan trend perkembangan kejahatan akan merupakan dua kekuatan yang saling berbanding terbalik, di mana apabila upaya penanggulangan itu dilakukan secara intensif dan akurat, maka dengan
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
sendirinya akan menekan perkembangan kejahatan ke arah yang lebih kecil, namun sebaliknya bila upaya penanggulangan semakin kendor, maka diperkirakan gelagat kejahatan akan semakin meningkat. Proses tersebut dapat dilihat pada bagan berikut. 191 -----
CRIME
-----
UPAYA POLRI
Memperhatikan gelagat perkembangan kejahatan yang diperkirakan akan semakin meningkat baik kuantitas ataupun kualitasnya, yang disertai dengan semakin berkembangnya kejahatan berdimensi baru yang sebagian masih belum tercakup oleh undang-undang yang sudah ada, kiranya dapat lebih dipahami bahwa masalah kejahatan dan penanggulangannya tidak mungkin dapat diatasi hanya oleh pihak POLRI saja, melainkan harus disertai dengan adanya partisipasi dan dukungan dari segenap lapisan masyarakat. POLRI berperan sebagai kekuatan inti yang berfungsi mendinamisir segala potensi yang terkandung di dalam masyarakat untuk dikerahkan secara maksimal dalam upaya mengantisipasi gelagat konflik sosial yang berkembang di dalam masyarakat itu sendiri. Khususnya dalam menghadapi trend kejahatan berdimensi baru, pemikiran dari para pakar terhadap upaya dan dukungan masyarakat dalam mengantisipasi gelagat perkembangannya tersebut sangat dibutuhkan, sehingga upaya 191
Kunarto, Ibid : 21.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
penanggulangan kejahatan menjadi lebih efektif dan dapat memenuhi harapan masyarakat yang mendambakan keamanan dan ketertiban di lingkungannya. Di samping itu dalam hal ini peranan korban memegang kunci pokok dalam menanggulangi kejahatan yang terjadi, sehingga upaya untuk meningkatkan partisipasi para korban dalam menanggulangi kejahatan perlu mendapat perhatian. Gerakan reformasi (reform movement) yang secara spontan terjadi di awal tahun 1998, menyadarkan seluruh Bangsa Indonesia terhadap kesalahannya di masa lalu, dan tidak ada pilihan lain kecuali membulatkan tekad untuk mengaktualisasikan kembali pelbagai mutiara yang merupakan karakteristik demokrasi atau yang sering biasa disebut sebagai the root principles or core values or indices of democracy yang oleh bangsa-bangsa beradab di dunia selalu dijadikan parameter untuk menguji apakah suatu bangsa bersifat demokratis atau sebaliknya (audit democracy)192. Indeks demokrasi tersebut yang secara sistematis dan gradual telah mulai diaktualisasikan kembali oleh Bangsa Indonesia sejak awal tahun 1998 ; melalui pendekatan evolusi yang dipercepat (accelerated evolution) oleh Presiden Indonesia yang ke 3 BJ. Habibie. 193 192
Urofsky, Introduction: The Root Principles of Democracy, http:// usinfo, state. Gov/products/democracy// hompage. htm, April 2005. Baca juga Beetham, David, Democracy and Human Right, Polity Press, 1999, p. 28. dst. ; disitir Muladi, Orasi Ilmiah, Jakarta, 2006 :3. 193 Istilah Evolusi yang dipercepat (Accelerated Evolution) dikembangkan oleh Presiden RI ketiga B. J. Habibie, sebagai lawan revolusi yang penuh risiko ketidakpastian dan “potentially victimizing”.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Evaluasi mendalam khususnya melalui TAP MPR Nomor X/ MPR Tahun 1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional sebagai Haluan Negara antara lain adalah sebagai berikut. 1. Prinsip konstitusionalisme (constitutionalism), yang dapat menjaga check and balances principles antara cabangcabang pemerintahan legislatif, eksikutif, dan judikatif, tanpa ada dominasi satu terhadap yang lain. Hal ini telah didemonstrasikan melalui proses amandemen terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sampai empat tahapan; 2. Pemilihan umum yang demokratis (democratic election), baik terhadap anggota-anggota badan legislatif di pusat dan di daerah termasuk anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terhadap pasangan Presiden dan Wakil Presiden, maupun terhadap pasangan Kepala Daerah (Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati dan Walikota/Wakil Walikota); 3. Desentralisasi kekuasaan melalui otonomi daerah dalam sistem pemerintahan; 4. Proses pembuatan peraturan perundang-undangan (creation of law) yang demokratis, yang menekankan kepada inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat; 5. Kekuasaan kehakiman yang merdeka (an independent judiciary). Dalam hal ini pengadilan (judiciary) sering disebut sebagai the least dangerous branch of the government; 6. Pembatasan atau lebih tepatnya penegasan tentang kekuasaan presiden (power of the presidency);
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
7. Peningkatan peranan dari kebebasan media (role of free media), yang berkaitan erat dengan control terhadap segala hal yang dilakukan pemerintah, tanpa ada ketakutan untuk dituntut (without fear of prosecution); 8. Peningkatan peranan dari kelompok kepentingan (role of the interest groups) termasuk NGO‟S atau civil society, yang dalam masyarakat yang semakin kompleks semakin dibutuhkan untuk menyuarakan kepentingan masyarakat; 9. Meningkatkan perhatian terhadap hak rakyat untuk tahu (people‟s right to know) tentang sampai seberapa jauh jalannya pemerintahan telah dilaksanakan sebaik-baiknya, dengan keyakinan bahwa tidak ada negara demokratis yang dapat berjalan dalam total secrecy; 10. Perlindungan terhadap hak-hak minoritas (protecting minority rights). Dalam masyarakat yang sangat pluralistic seperti Indonesia, yang dibutuhkan adalah pendekatan yang didasarkan atas konsep constructive pluralism yang melindungi HAM minoritas secara proporsional yang tidak membenarkan baik pendekatan terhadap kelompok minoritas yang bersifat pemarginalan (minorities by force) maupun praktik asimilasi yang dilakukan secara paksa (minorities by will). 194 11. Kontrol sipil terhadap militer (civilian control to the military),yang pelaksanaannya di Indonesia sangat menarik dan bersifat khas. Refl eksinya antara lain terlihat dalam pemisahan POLRI dan TNI dengan pembagian tugas yang relatif jelas; hal ini secara tegas diatur dalam 194
Preeee, Jennifer Jackson, Human Rights and Cultural Pluralism: The “Problem” of Minoritas, European Institute, London School of Economics, 2001, p. 8-11.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
Pasal 30 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasca – amandemen, kedua TAP MPR Nomor VI/MPR/2000; TAP MPR Nomor VII/MPR/2000, dan UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisiam Negara RI. 12. Pemerintah yang terbuka, akuntabel dan responsif (open, accountable responsive government). 13. Supremasi hukum (the rule of law), yang menegaskan pentingnya prinsip-prinsip the government is under the law, independence of judiciary, access to justice dan tegaknya kepastian hukum (legal certainary), keadilan (justice is impartiality) dan persamaan di depan hukum (equality before the law); Ditegaskan Muladi,pelbagai indeks demokrasi di atas banyak sekali relevansinya dengan paling tidak 2 (dua) tugas utama (two major functions or tasks) polisi yaitu pertama mengendalikan perbuatan menyimpang (deviance control); dan kedua, mengendalikan ketertiban masyarakat (civil order control); dan kedua fungsi ini sangat penting untuk menjamin bahwa anggota masyarakat merasa aman tanpa adanya rasa takut dan terganggu. 195 Dalam perkembangannya, sebagai hasil dari pelaksanaan dalam mengembangkan strategi community policing, disamping tetap berpegang teguh pada tujuan di atas, muncul 2 (dua) tujuan penting lain yakni : (a) menciptakan kemitraan dengan masyarakat (formingpartnership with the community); dan (b) menerapkan pendekatan proaktif, dalam pemecahan 195
Dammer, Harry R., Fairchield, Erika, Comparative Criminal Justice Systems, Wadsworth, Australia, Second Edition, 2000, page 94-95.
REVITALISASI HUKUM KEPOLISIAN DARI PERSPEKTIF ANALISA SWOT (Strength Weakness Opportunity Threat)
masalah konflik sosial dengan cara musyawarah untuk mewujudkan perdamaian. Bahwa, setiap anggota polisi harus bisa bersikap sebagai teman, sebagai tokoh yang dikagumi, sebagai bapak yang dihormati, sebagai moralis, sebagai pemimpin, sebagai teladan, sebagai penegak keadilan, sebagai konsultan dalam menyelesaikan masalah, tetapi dalam keadaan tertentu juga bisa sebagai penembak jitu.Oleh karena itu, dalam melaksanakan tugas maupun sebagai warga Negara ditengah-tengah masyarakat setiap anggota POLRI selain harus bisa membangun kerjasama dengan masyarakat, juga harus“malu”apabila tidak mampu menggiatkan masyarakatuntuk berani mencela kejahatan dan/atau penyimpangan sosial yang terjadi di lingkungannya. Sehingga tercipta keamanan dalam negeri yang kondusip aman dan damai, dalam keadaan tata tenteram kertaraharja. Berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dari Al-Hasan, dari Nabi Saw., beliau bersabda : “Malu itutermasuk iman, dan iman itu berada dalam surga. Kasar itu termasuk kerendahan budi, dan kerendahan budi itu berada dalam neraka.” Diriwayatkan dari Nabi Saw., beliau bersabda : “Orang yang paling besar pahalanya di sisi Allah Ta’ala nanti pada hari kiamat adalah orang yang bermanfaat bagi sesama manusia sewaktu di dunia, dan orang-orang yang nanti pada hari kiamat dengan Allah adalah orang-orang yang mendamaikan di antara sesama manusia (yang bertegkar).”
INDEK NAMA ORANG 8 Maret 1942, 52, 123
A Abdullah Gul, 186 Abdurrahman Wahid, 9 Adang Daradjatun, 184 Adrianus Meliala, 36 Al Hujurat, 164, 165 Al-Faqih Abul Laits, 132, 164, 167, 192 Ali Imran, 165, 192 Alvina Treut Burrouw, 26 Anang Sulistyono, 191 Andi Hamzah, 58 Anton Tabah, 18, 21, 193 Arief Budiman, 69 Asep Jenal Ahmadi, 173 As-Samarqandi, 132, 164, 167, 192, 188 Awaloedin Djamin, 50, 130
B B. J. Habibie, 203 Bailey, 10
Bambang Hendarso Danuri, 45, 168 Bambang Kristiyono, 33 Bambang Pujiyono, 35 Banurusman, 34 Barda Nawawi Arief, 9, 30, 31, 70, 71, 123, 168, 180 Beetham, 203 Boyatzis, 94 Brodjo Sudjono, 183 Bung Karno, 12, 21, 42, 43 Busyro Muqoddas, 70 C Chairuddin Idrus, 162 Charles C Thomas, 26 CONF, 41 D D. Schaffmeister, 120 Daan Sabadan, 19, 20 Dammer, 206 David, 11, 136, 140, 201 Dicky Armunantho, 171 Djunaidi Maskat, 49, 162
Dwi Priyatno, 190, 191 Eko Hadi Sutedjo, 180 H E Elan Subilan, 171 Elizabet II, 185 Emerson Yudho, 97 Enden Wandinbo, 187 Erika, 206 Erlyn Indarti, 133, 134 Esmi Warassih, 138
Habakuk, 166 Hadis Nabi, 167 Harry R, 206 Hartono, 9 Haryatmoko, 150 Hendarman Supandji, 69, 71, 99 Hugeng Imam Santoso, 34
I F Fairchield, 206 Feisal Tanjung, 34 Firman Allah, 130, 157, 164, 192, 196
I Korintus, 167 I Timotius, 87 IGM. Nurdjana, 59 Indriyanto Seno Adji, 96 ISIS, 31
G J G. Peter Hoefnagels, 27, 29, 30 George Simmel, 152 George Terry, 91 Grand Strategi, 26, 45, 47, 51, 54, 64, 104
Jabir Al Faruqi, 194, 197 Jaques Chirac, 186 Jaya Suprana, 33 Jennifer Jackson, 205 JH Skolnick, 179 John Braithwaite, 179
John M. Echols, 26
K Kelik Budiono, 172 Keluaran, 166 Kluwer Deventer, 27 Komitmen keteladanan, 79 Kunarto, 19, 20, 200 Kurom Wenda, 185
L L. B. Murdani, 47 Langgeng Purnomo, 172 Langit Kresna Hariadi, 152 Launa, 38 Liem Siok Lam, 153 Lis Febrianda, 70 Lukas, 166 Luther Gulick, 90
Mahfud MD, 11 Mahmutarom, 29, 138 Mas Achmad Santosa, 150 Moch. Sanoesi, 44, 50 Mochtar Lubis, 6, 7 Muchsin, 151, 152 Muhyaro, 191 Muladi, 15, 37, 40, 41, 53, 55, 203, 206
N
N. Keijzer, 120 Nabi Adam, 149 Nasikun, 74, 75, 76, 77 Naufal, 114 Neta S Pane, 100 Nirmala Sari, 55 Nyoman Serikat Putra Jaya, 70
O L Oemar Seno Adji, 96 M Rusli Karim, 193 M Tafrikan Marzuki, 193 M. Faal, 26
P Paus Yohanes Paulus II, 165, 166 Peter M Senge, 93 Petrus Rampisela, 184 Philip Kotler, 80, 90 Plato, 43 Purwa Hadi Wardoyo, 192
R R Susilo, 125 Radjiman Wedyodiningrat, 43 Raja George, 186 Ramidi, 127, 128, 129 Ratu Elizabeth, 186 Rewang, 127, 128, 129 Robert Pheel, 17 Ronald Reagan, 186 Ronny Hanitijo Soemitro, 65, 67, 68, 72, 163 Roscoe Pound, 163, 164 Rudolfus Tallan, 193
Sahetapy, 118, 121 Sanoesi, 44 Sarlito Wirawan Sarwono, 34 Satjipto Rahardjo, 6, 7, 19, 22, 50, 89, 128, 191 Saurip Kadi, 151 Soeryono Soekanto, 152 Steven Box, 35 Sudarto, 119, 121 Suhardi Sigit, 69 Sulistyo Pudjo Hartono, 187 Sullipan, 183 Suparmin, 37, 117, 136, 152 Susilo Bambang Yudhoyono, 1, 2, 8, 56, 93, 94, 95, 96, 168, 183, 184, 186 Sutanto, 5, 10, 23 Sutarman, 170, 181 Syafi i Maarif, 166
T
Tallcot Parsons, 163 Thomas J. Aaron, 26 Timotius, 87 S
Timur Pradopo, 37, 44, 45, 189 Tinah, 125, 126, 127 Tony Tan Lihu, Keng Yam, 189 Trias Kuncahyono, 166 Tugas dan wewenang, 24 Tyas Koesharyadi, 174
U, Urofsky, 203
V
W Walker S, 133 Wisnu Pujonggo, 172
Y Yahya Renaldy Lihu, 168 Yaser Arafat, 166, 207 YB. Mangunwijaya, 69 Yoga Axsel Zethro Ginuny, 187 Yohanes, 165, 166 Yohanes Paulus II, 166
INDEK MASALAH 8 Maret 1942, 52, 123 Adil, 70 ADR, 37, 41, 53, 147, 152 Agama, 16, 65, 69, 152, 165, 194, 195, 196 Aksi nyata, 172, 173 Aksi nyata kerukunan, 172, 173 Akuntabilitas, 57, 104 Al Hujurat, 164, 165 Alamat fiktif, 83 Alat bukti, 114, 115 Al-Faqih Abul Laits, 132, 164, 167, 192 Ali Imran, 165, 192 Amanat Presiden, 2 Amerika Serikat, 10, 18, 19, 95, 150, 151, 183 Analisa SWOT, 80, 169 Ancaman, 50, 87 Ancaman dan bahaya, 87 Anugerah Negarawan, 185 Anugerah Negarawan Dunia, 185 Asas Ketuhanan, 145 Asas persatuan, 145
Asean, 61 ASEAN, 183 Asia Week, 183 As-Samarqandi, 132, 164, 167, 192, 198
B Babinsa, 159, 171, 172, 173, 174, 178 Banggar DPRD, 86 Bangsa-Bangsa, 17, 151 Berkurangnya jumlah data, 19 Best practices, 139 Bhabinkamtibmas, 54, 159, 171, 172, 173, 174 Bhinneka Tunggal Ika, 43
C
CONF, 41 Criminal policy, 28
D Dalam menyelenggarakan, 29 Dapat dicela, 120 Dasar Negara, 1, 14, 43, 47, 53, 113, 125, 143, 144, 150, 204, 206, 207 Declaration, 150, 152 Demokratisasi, 9, 40 Desentralisasi kekuasaan, 204 Dinamisasi, 50 Diskresi Kepolisian, 23, 127, 129 Doktrin Kepolisian, 12 Doktrin Tri Brata, 36
E
Fungsi kepolisian, 2 Fungsional, 72
G Gambaran krisis kepercayaan, 100 Grand Strategi, 26, 45, 47, 51, 54, 64, 104 Gubernur Bank Indonesia, 61, 137
H
Habakuk, 166 Hadis Nabi, 167 Hanoi, 61 Human Rights, 35, 152, 205
Eksternal POLRI, 59 I F
Firman Allah, 130, 157, 164, 192, 196 Forum Kemitraan, 1, 56, 187
I Korintus, 167 I Timotius, 87 Implementasinya, 29 Implikasi, 146 Informasi, 45, 78, 181
Internal POLRI, 56 ISIS, 31 Jaksa, 62, 97, 98, 114, 115, 117, 124, 126, 135, 136, 137, 141, 191
Korupsi, 56, 57, 59, 60, 61, 62, 63, 69, 80, 81, 82, 84, 86, 95, 96, 97, 102, 116, 134, 135, 140, 143, 169
K Kalender Kamtibmas, 201 Kapolda Jateng, 190, 191 Kapolres, 24, 172, 173 Keadilan, 54, 59, 101, 102, 109 Kebijakan hukum, 126 Kebijakan penanggulangan, 27 Kebijakan POLRI, 112 Kejaksaan, 60, 96, 97, 125, 137, 138, 140 Kelemahan, 82, 84 Keluaran, 166 Keputusan KaPOLRI, 5, 23, 54, 63, 64 Kerjasama, 4, 69, 109, 184 Kewenangan diskresi, 134 Komitmen keteladanan, 79 Konggres PBB, 41, 168 Konsisten, 57 Konstitusi Madinah, 151 Konstitusi Perancis, 150
L Landasan Filosofi, 42 Laporan fiktif, 83 Launa, 38 Legislatif, 31, 180, 181 Lembaga Administrasi Negara, 90
M Mabes POLRI, 5, 37, 60, 61, 99, 111, 112, 126, 127, 129, 142 Magna Charta, 150, 152 Malu itu termasuk iman, 188 Manajemen Kepolisian, 49, 161 Manajerial, 24, 91, 92 Media Informasi, 45 Mediasi, 55, 169 Mempengaruhi, 30, 52 Mengembangkan, 46, 56, 109, 113
Mengingat Perma, 54 Meningkatkan kesejahteraan, 80 Mens rea, 119 Metode pendekatan, 72 Mewujudkan kultur, 79 Militer, 16, 18, 42 Misi POLRI, 105, 106 Musyawarah, 55
N Naskah Akademik, 26 Non penal, 30 Northwestern University, 80
O Operasional, 23, 41, 42, 50, 112 Opportunity, 80, 86, 172
P Pancasila, 42, 43, 47, 48, 53, 69, 103, 113, 143, 144, 145, 150, 155, 207 Pasal 33 Lampiran, 167 Pasal 38 ayat (2), 17 Peluang, 86
Pembangunan nasional, 46 Pembinaan karier, 77, 101 Pembuktian, 96, 118 Pemerintah Daerah,, 84, 155, 156 Pemuka agama, 176 Pendamai, 37, 154 Pendekatan, 58, 72, 74, 75, 102, 179 Penerapan, 30 Pengambilan keputusan, 91 Pengangkatan personil, 77 Pengawas Internal, 83 Pengawasan, 51 Pengemban fungsi, 3, 4 Penggunaan caci maki, 197 Penggunaan hukum, 30 Penyatuan fungsi, 21 Penyebab, 88 Penyimpangan, 57, 97 Peran POLRI, 14 Permasalahan, 33, 154 Pertikaian, 25, 152 Perubahan-perubahan sosial, 76 Petunjuk, 116, 118 Piagam Madinah, 10, 150, 151, 152
Pihak-pihak yang tersangkut, 167 Police Discretion, 26 POLICY, 27 Polisi juga manusia, 191 Polisi sipil, 22 Polmas, 2, 25, 54 Poso, 5, 154 Postur POLRI, 106, 111 PPNS, 3, 4, 51, 109, 135 Prasyarat keberhasilan, 24 Presiden Republik Indonesia, 1, 52, 56, 170, 185, 186, 188 Profesionalisme, 34, 184 Proposal fiktif, 83 Proses bolak-balik, 138
Shame cultur, 182 Simpulan, 176 Singapura, 95, 98, 140, 142, 183, 189 Standar Hak Asasi Manusia, 81, 104, 168 Strategi baru, 23 Strategi pemantapan, 49 Strategi Perpolisian, 3 Suara Merdeka, 37, 100, 114, 170, 172, 173, 180, 181, 183, 185, 187, 195 Sulistyo Pudjo Hartono, 187 Sullipan, 183 Sumber hukum, 195 Syarat tertulis, 123
R Reformasi, 9, 14, 69, 104, 204 Rekrutmen anggota baru, 77 Reward, 57
S Sasaran, 108 SDM POLRI, 99 Setiap unsur, 163
T Tanda tangan fiktif, 83 Terorisme, 37, 45, 181 Threat, 80, 174 Timotius, 87 Timtas Tipikor, 96, 97 Timur Pradopo, 37, 44, 45, 189 Tingkat Polda, 60, 99, 111 Tingkat Polsek, 112 TKP, 7, 109, 118
TNI, 10, 14, 15, 21, 34, 38, 45, 47, 49, 101, 107, 153, 159, 160, 161, 162, 172, 173, 174, 176, 177, 205 Tugas dan wewenang, 24 Tugas pokok, 15 Tugas POLRI, 81
U, Undang-Undang Dasar, 1, 14, 43, 47, 53, 103, 113, 124, 141, 142, 150, 204, 206, 207
Visi POLRI, 105
W Wawasan, 174 Y
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghofur dan Achmad Rofiq, 2002, Demokratisasi dan Prospek Hukum Islam Di Indonesia (Studi Atas Pemikiran Gus Dur), Walisongo Press bekerja sama Pustaka Pelajar Offset, Cetakan Pertama, Yogyakarta. Abdul Hakim G. Nusantara, Luhut M. P. Pangaribuan,Mas Achmad Santosa,1986, KUHAP Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana dan Peraturan Peraturan Pelaksanaan, Penerbit Djambatan, Jakarta. Abdul Wahid, 1993. Modus-Modus Kejahatan Modern. Bandung: PT. Tarsito. Abdul Wahid, Anang Sulistyono, 1997, Etika Profesi Hukum dan Nuansa Tantangan Profesi Hukum di Indonesia, Tarsito, Bandung. Al-Faqih Abul Laits As-Samarqandi, 1999, Tanbihul Ghafi lin Nasehat Bagi Yang Lalai, Pustaka Amani, Jakarta. Anton Tabah, Membangun POLRI yang Kuat (Belajar dari Macan-Macan Asia), Jakarta: PT Sumbersewu Lestari, 2002. Arsip Polsek Kedung, tanggal 14 Mei 1999 dan 15 Mei 1999. Arsip Polsek Kedung, Tanggal 24 Maret 1999. Asep Jenal Ahmadi,Kapolres Kendal, 2013, Aksi nyata kerukunan bersama dengan Damdin Kendal Letkol Inf
Tyas Koesharjadi, Suara Merdeka, Sabtu, 5 Januari 2013. Asian Human Rights Comussion-Indonesia, “Penyiksaan terhadap 2 penduduk desa oleh polisi di Sumatera Selatan berkaitan dengan surat jual beli pembelian sapi, 12 Januari 2006 (Sumber: http:// indonesia. ahrchk. net/news/mainfi le. php/ua2006/43). Awaloedin Djamin, 2002, Beberapa Masalah dalam Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1986, dalam Satjipto Rahardjo, Op Cit; 1998, halaman 6. juga dalam Satjipto Rahardjo. Azyumardi Azra, 2002, Konflik Baru Antar Peradaban, Globalisasi, Radikalisme & Pluralitas, Divisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafindo Persada, Cetakan Pertama, Jakarta. B. Z. Koemolontang, Kapita Selekta Tindak Pidana Korupsi, Pusdiklat Mahkamah Agung RI, Jakarta, 2003. Bambang Hendarso Danuri, 2009, Pasal 8 Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia Dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, Jakarta, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 150. Bambang Kristiyono, 2010, Kapolrestabes Semarang, “Meningkatkan Kemampuan Staf dan Pimpinan Pada Organisasi Tingkat Tinggi Guna Mencapai Akselerasi Mencapai Keunggulan Dalam Rangka Mewujudkan Stabilitas Kamdagri”, Makalah, Semarang, 2010.
Bambang Pujiyono, “Strategi Mengangkat Kembali Citra POLRI”, Artikel Harian Suara Karya, 1 Juli 2005 (Kf. Suara Karya Online, 23 Januari 2007, http:// www. suarakaryaonline. com/news. html? id=113664). Barda Nawawi Arief, 1990, Pelengkap Bahan Kuliah Hukum Pidana I, Cetakan ke I, Penerbit Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Semarang. _________________, 1994, Kebijakan Legislatif Dalam Penanggulangan Kejahatan Dengan Pidana Penjara, CV Ananta, Semarang. _________________, 1996, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung. _________________, 2007, Masalah Penegakan Hukum Pidana Dalam Penanggulangan Kejahatan”, Perdana Media Group, ISBN. 978-979-3925-83-7, Jakarta. _________________, 2007, Mediasi Penal (Penal Mediation) Dalam Penyelesaian Sengketa/Masalah Perbankan Beraspek Pidana di Luar Pengadilan) dalam Kapita Selekta Hukum, Menyambut Dies Natalis Ke-50 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Penerbit Fakultas Hukum Undip, Semarang, hal ;13-17 Karena mediasi penal terutama mempertemukan antara pelaku dengan korban. Barda Nawawi Arief, dan Nyoman Serikat Putrajaya, Pidato Pengantar dan Laudatio Tim Promotor, diucapkan pada Upacara Penganugerahan Doktor Honoris Causa Dalam Ilmu Hukum Kepada Hendarman Supandji Dalam Rapat
Senat Terbuka Universitas Diponegoro, tanggal 18 Juli 2009. Chairuddin Idrus, 2011, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Jawa Tengah, Rencana Aksi Nasional HAM 2010 – 2014). D. Schaffmeister, N. Keijzer, Sutorius, Editor Penerjemahan : J. E. Sahetapy, 1995, Hukum Pidana, Konsorsium Ilmu Hukum Departemen P&K, Penerbit Liberty Yogyakarta, Edisi Pertama Cetakan Kesatu. Da’i Bachtiar, 2005, Lampiran Naskah Akademik Grand Strategi POLRI Menuju Tahun 2025, Lampiran Surat Keputusan KAPOLRI NO. POL. :SKEP/360/VI/2005, tanggal 10 Juni 2005, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, LPEM-FEUI, Jakarta. Daan
Sabadan, Kunarto, 1999, Statistik Kejahatan Internasional Tahun 1981 s/d 1984, Kejahatan Berdimensi Baru, Cipta Manunggal, ISBN : Indonesia :979-8939-21-2, Jakarta.
Dammer, Harry R., Fairchield, Erika, 2000, Comparative Criminal Justice Systems, Wadsworth, Australia, Second Edition. Departemen Agama RI, 1993, Al-Qur’an dan Terjemahnya. Surya Cipta Aksara, Surabaya. Diunduh, 16 Juni 2013, 02. 00 WIB, www. voa. islam. com/news/analysis/2012/11/01/21469-kunjungan-sbyantara-sanjungan-dan-kecaman.
Djunaidi Maskat H, 1993, Manajemen Kepolisian Teori dan Praktik Jilid I (Perencanaan), dilengkapi dengan berbagai contoh Format Bentuk Berbagai Rencana, Penerbit Sanyata Sumanasa Wira, Lembang, Bandung. Djunaidi Maskat H, 1993, Manajemen Kepolisian Teori dan Praktik Jilid I (Perencanaan), dilengkapi dengan berbagai contoh Format Bentuk Berbagai Rencana, Penerbit Sanyata Sumanasa Wira, Lembang, Bandung. Elan Subilan, Drs. SH., MM KOMBES POL, Kapolrestabes Semarang, awal 2013, Januari 14, Warta Jateng. Erlyn Indarti, 2000, Diskresi Polisi. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. F. Hartono, 2003, Etos dan Moralitas Politik, Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI), Cetakan ke 5, Yogyakarta. G. Peter Hoefnagels, 1973, The Other Side of Criminology, Kluwer Deventer, Holand. H. Susilo Bambang Yudhoyono, 2007, Presiden Republik Indonesia, dalam Sambutan Tertulis Presiden Republik Indonesia Pada Hari Bhayangkara Ke-61 di Jakarta Tanggal 1 Juli 2007. Haryatmoko, 2003, Etika Politik dan Kekuasan, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Hendarman Supandji, Membangun Budaya Anti-Korupsi Sebagai Bagian dari Kebijakan Integral Penanggulangan Korupsi di Indonesia, Semarang, 18 Juli 2009.
IGM. Nurdjana, 2010, Sistem Hukum Pidana dan Bahaya Laten Korupsi” Perspektif Tegaknya Keadilan Melawan Mafi a Hukum, Pustaka Pelajar,ISBN :978-602-647979-0, Cetakan I, Celeban Timur UH III/548 Yohyakarta. Indonesiakatakami. wordpress. com2013/07/04selamat ulangtahun Polri; diunduh 16 Juli 2013. Indriyanto Seno Adji, 2006, Korupsi dan Pembalikan Beban PembuktianJakarta: Prof. Oemar Seno Adji, SH & Rekan. Jaringannews-com/politikperistiwa/umum/17924/hut;bhayangkara-ke-sby-berilimaamanat-untuk-polri. Hari Bhayangkara ke-66 SBY Beri Lima Amanat. Jendral Polisi Drs. Timur Pradopo, KaPOLRI Baru, 2010, Dalam Rastra Sewa Kottama Media Informasi POLRI, Membuka Ruang Transparansi Publik, No. 120, Desember, Jakarta. Jimly Asshiddiqie, 2006, Konstitusi dan Konstitusionalisme. Sekretariat Jendral dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta. John Braithwaite, 1995, Reintegrative Shaming, Republicanis and Policy. Juhaya S Praja dan Ahmad Syihabuddin, Delik Agama Dalam Hukum Pidana Di Indonesia, Angkasa, Bandung.
Justice Without Trial, 1996, Low Enforcement In Democratic Society. Juz 5, Qur’an Surat Kr 4, An Nisa’ (wanita) ayat (114), hlm : 205. Kepolisian Negara Republik Indonesia, 2006, Perpolisian Masyarakat, Buku Pedoman Pelatihan untuk Anggota POLRI. Jakarta. Keputusan KaPOLRI No. Pol. : KEP/200/IX/2005, tanggal 7 September 2005 tentang Rencana Strategis POLRI 2005-2009 (Renstra POLRI). Kompas, Selasa, 21 Desember 2010, Politik dan Hukum, kolom 5. L. B. Murdani, 1988, Doktrin Perjuangan TNI -ABRI “Catur Dharma Eka Karma”, CADEK, Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Markas Besar, Jakarta. Lampiran surat Keputusan KaPOLRI No. Pol. : Skep/360/VI/2005 tanggal : 10 Juni 2005 Arah Pembangunan Jangka Panjang (PJP) POLRI Tahun 2005-2025 dalam Grand Strategi POLRI. Langgeng Purnomo,SIK, MH., AKBP, Kapolres Grobogan, Suara Merdeka, Sabtu, 5 Januari 2013, Kedung Sapur, 31, Grobogan. Langit Kresna Hariadi, 2007, Gajah Mada – Perang Bubat, Penerbit Tiga Serangkai, Cetakan Kedua, Solo.
Lembaga Pengkajian Ekonomi Pancasila, Ekonomi Pancasila 1652 Um, Penerbit Mutiara Jl. Salemba Tengah 38, Jakarta,1980. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1986, Pasal 100 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Undangundang Peradilan Tata Usaha Negara atau Peradilan Administrasi Negara. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 33, Pasal 42 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2 dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Liem Siok Lam, 2008, Mengutamakan Rakyat Wawancara Mayor Jendral TNI Saurip Kadi,Penerbit Aneka Ilmu, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Lis Febrianda, 2009, Rekonstruksi Regulasi Pelayanan Kependudukan dan Pencatatan Sipil oleh Birokrasi Pemerintahan Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara, Ringkasan Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang. M. Faal, 1991, Penyaringan Perkara Pidana Oleh Polisi, (Diskresi Kepolisian), Diterbitkan Oleh PT. Pradnya Paramita, Dicetak oleh PT. Anem Kosong Anem, Cetakan pertama, Jakarta.
M. Rusli Karim, 1999, Negara dan Peminggiran Islam Politik, PT. Tiara Yogya. M. Tafrikan Marzuki, Konflik Elite Politik Pasca ST MPR, Suara Merdeka, Tanggal 23 Agustus 2000. Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, 1982, Pola Penanggulangan Kriminalitas, Jakarta. Metro TV, 2013, Berita Malam, Jakarta, 8 Juni 2013, 01. 00 Moch. Sanoesi, 1986, Almanak Kepolisian RepublikIndonesia 1988-1990, Arah Kebijaksanaan dan Strategi Optimasi dan Dinamisasi Operasional dan Pembinaan POLRI, Penerbit Dutarindo ADV, S. P. Kadislitbang POLRI Nomor Pol. : B/394/IX/Dislitbang, Jakarta. Moch. Sanusi, Jendal Polisi, Kepala Kepolisian Republik Indonesia, Penerbit S. P. Kadislitbang Polri No. Pol. : B/394/IX/Dislitbang, Jakarta, 1 Juli 1988, PenyusunanAlmanak Kepolisian RI, 1988-1990. Mochtar Lubis, 1988, Citra Polisi, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Moh. Mahfud MD, 2011, Politik Hukum di Indonesia (edisi revisi-cetakan ke empat), Rajawali Pers Devisi Buku Perguruan Tinggi PT Raja Grafi ndo Persada, Jakarta. Muchsin, 2004, Sebuah Ichtisar Piagam Madinah, Filsafat Timur, Filosof Islam Dan Pemikirannya, bp Iblam, dalam Rachmat Taufiq Hidayat, Republikan, Jakarta.
Mudjahirin Thohir, 1999, Wacana Masyarakat dan Kebudayaan Jawa Pesisiran, Penerbit Bendera, Semarang. Muladi, 2006, Gubernur Lemhanas, Pengaruh Demokratisasi Dalam Pengembangan Manajemen Penegakan Hukum, Pidato Ilmiah Dalam Rangka Dies Natalis Ke-60 PTIK dan Wisuda Sarjana Ilmu Kepolisian Angkatan 42, 43 dan 44, Jakarta, 17 Juni 2006. N. N., “KaPOLRI: Profesionalisme Polisi Belum Optimal”, Berita Harian KOMPAS, 1 Juli 1995. Nasikun, 1974, Sebuah Pendekatan Untuk Mempelajari Sistem Sosial Indonesia, Fisip UGM, Yogya. Naskah Sementara, Kepolisian Negara Republik Indonesia Markas Besar, Pedoman Pengawasan Penyidikan, Jakarta, 2008. Neta S. Pane, Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Suara Merdeka 31 Desember 2012, Jakarta. Nirmala Sari, 2011, Ringkasan Disertasi Mediasi Penal Sebagai Alternatif Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Lingkungan Hidup, Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang. Pasal 1 angka 8 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial dinyatakan Satuan Tugas Penyelesaian Konflik Sosial adalah lembaga bersifat ad hoc yang dibentuk untuk menyelesaikan Konflik di luar Pengadilan melalui musyawarah mufakat.
Pasal 10 huruf f jo Pasal 11 huruf e Peraturan Kepala Kepolisian Negara RepublikIndonesia Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia Setiap Anggota POLRI wajib “menjunjung tinggi kejujuran, kebenaran, keadilan, dan menjaga kehormatan dalam hubungan dengan masyarakat” yang ada kaitannya bagi “Setiap Anggota POLRI wajib melaksanakan tugas kenegaraan, kelembagaan, dan kemasyarakatan dengan niat tulus/ikhlas dan benar, sebagai wujud nyata amal dan ibadahnya. Artinya : Setiap Anggota POLRI dalam penanganan konflik, wajib menghormati kesepakatan yang telah dibuat oleh lembaga ad hoc. Pasal 19 Undang-Undang nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia; Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002, nomor 2 Dalam rangka menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup administratif kepolisian (vide Pasal 15 ayat (1) huruf e. Pasal 41 ayat (5) Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Penyelesaian Konflik melalui mekanisme Pranata Adat dan/atau Pranata Sosial fasilitasi oleh Pemerintah Daerah, kabupaten/kota dengan melibatkan aparatur kecamatan dan kelurahan setempat.
Penjelasan pasal 183 KUHAP Ketentuan ini adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepatian hukum bagi seseorang. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang 1960 No. 18 tentang perubahan ancaman hukuman dan denda, dan dalam ketentuan-ketentuan pidana lainnya yang dikeluarkan sebelum 17 Agustus 1945. Petrus Rampisela, 2013, diunduh dariOffi cial Twitter Page of Kompasiana (the only citizen media in Indonesia). Like our page at page at http:// www. facebook. com /KOMPASIANAcom, Philip
Kotler, 2000, Manajemen Pemasaran, Pearson Education Asia, Prenhallindo, Edisi Milenium, Jakarta.
____________, 2000, Northwestern University, Manajemen Pemasaran, (Edisi Milenium: Perusahaan Seharusnya Berfi kir tentang Milenium sebagai peluang emas untuk mendapatkan mindshare dan heartshare), Prentice Hall Inc, ISBN 979-683-307-7, Jakarta. Preeee, Jennifer Jackson, 2001, Human Rights and Cultural Pluralism: The “Problem” of Minoritas, European Institute, London School of Economics. Prof. Sudarto, SH, 1990, Hukum Pidana I, Cetakan ke II, Diterbitkan oleh Yayasan Sudarto, Fakultas Hukum Undip, Semarang. Purwa Hadi Wardoyo, 1990, Moral dan Masalahnya, Kanisius, Bandung.
R. Susilo, 1996, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP, Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Politea Bogor, Cetak Ulang, Untuk Para Pejabat Kepolisian Negara, Kejaksaan/Pengadilan Negeri, Pamong Praja, Bogor. Ronny Hanitijo Soemitro, 1985, Masyarakat, Alumni, Bandung.
Studi
Hukum
dan
________________________, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Ghalia Indonesia, Semarang. Rudolfus Tallan, Saatnya Hukum Bertamasya ke Alam Posmodern sampai ke Posmarxis, Seminar Nasional Prospek Hukum Progresif” pada hari Senin, tanggal 20 Juli 2009 : Untuk menyempurnakan bangunan teori hukum, untuk itu, bahwa realitas yang tidak bisa di kesampingkan saat ini adalah transisi peradaban. Rusadi Kontopawiro, 1992, Sistem Politik Indonesia; Suatu Model Pengantar, Sinar Baru Algensindo, Bandung. S. Brodjo Sudjono, “Kataklisme”, Budaya Malu dan Peran Polisi. Harian Suara Merdeka. Semarang, 8 Nopember 2000. Sarlito W. Sarwono., 1981, “Bagaimana Kalau Ternyata Korupsi Sulit Diberantas?” Kompas, 17 Nopember 1981. Satjipto Rahardjo dalam Karolus Kopong Medan dan Frans J. Rengka (Ed), 2003, Sisi-sisi Lain dari Hukum di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Satjipto Rahardjo dan Anton Tabah, 1993, Polisi Pelaku dan Pemikir, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Satjipto Rahardjo,Membangun Polisi Indonesia Baru: POLRI dalam Era Pasca-ABRI, Makalah Seminar Nasional Polisi Indonesia III, yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Kepolisian Fakultas Hukum UNDIP Semarang tanggal 22-23 Oktober 1998. ______________, 1981, Hukum Dalam Perspektif Sosial, Alumni, Bandung. Soeryono Soekanto,1988, Disiplin Hukum dan Disiplin Sosial, Jakarta. Suara Merdeka, Harian, Semarang, Kamis Pahing, 30 Desember 2010. Suara Merdeka, Jumat, 14 Maret 2014, hlm : 2. Suara Merdeka, Kamis, 30 Juli 2014, halaman 12. Suara Merdeka, Resmikan Gedung : Kapolri Jendral Sutarman meresmikan Pusat Kendali Pendidikan Akpol Semarang, Selasa (11/3). ((39),Rabu, 12 Maret 2014, hlm : 24. Suhardi Sigit, 1984, Pengantar Manajemen, UGM Press, Yogyakarta. Sukamto, 2002, Kepala Devisi Pembinaan Hukum POLRI, Jakarta
Suparmin, 2007, Kapita Selekta Aneka Persoalan Di Bidang Hukum Ekonomi & Hukum Pidana Khusus, Wahid Hasyim University Press Semarang, ISBN:978-979-256663-5, Semarang. Suparmin, 2011, Model Polisi Pendamai Dari Perspektif Alternatif Dispute Resolution (ADR) (Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik), Badan Penerbit Universitas Diponegoro Bekerjasama dengan Wahid Hasyim University Press, ISBN 978-979-097145-5, Semarang. Suparmin, 2012, Model Polisi Pendamai Dari Perspektif Alternative Dispute Resolution (ADR), Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang. Surat Keputusan KaPOLRI No. Pol : SKEP/360/VI/2005 tanggal 10 Juni 2005 tentang Grand Strategis POLRI Menuju 2005-2025. Surat Pernyataan Bersama WALHI, KONTRAS, YLBHI, PBHI, IMPARSIAL, AGRA, LS ADI, KAU tentang Kekerasan Polisi terhadap Warga Bojong (Sumber: WALHI, http:// www. walhi. or. id/kampanye/cemar/sampah/041123_ kekeraspol_bojong_ps). Susilo Bambang Yudhoyono, 2007, Sambutan Tertulis Presiden Republik IndonesiaPada Peringatan Hari Bhayangkara Ke-61, Jakarta, tanggal 1 Juli 2007.
_________________________, 2013, Presiden Republik Indonesia, Suara Merdeka, Semarang, Selasa, 8 Januari 2013. _________________________, Presiden Republik Indonesia, Sambutan Tertulis Presiden Republik Indonesia Pada Peringatan Hari Bhayangkara Ke-61, Jakarta, 1 Juli 2007. Sutanto, 2006, Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Panduan Pembentukan dan Operasional Perpolisian Masyarakat, berdasarkan Surat Keputusan KaPOLRI Nomor Pol. :Skep/433/VII/2006 tanggal 1 Juli 2006, Jakarta. _______, 2005, Keputusan KaPOLRI Nomor Kep/20/IX/2005, Mabes POLRI, Jakarta.
Pol.
:
Syafi ’i Ma’arif, Reformasi Politik, Kebangkitan Agama dan Konsumerisme, Pustaka Pelajar, bersama dengan Arief Budiman, Budiawan, Heru Nugroho, Th. Sumartana, Tini Hadad, YB. Mangunwijaya, Interfi dei, Seri Dian VII Tahun VIII, diterbitkan atas Kerjasama Institut DIAN/Interfidei- Kompas dan Forum Wacana Muda Yogyakarta, Jl. Banteng Utama No. 59. Tabloid Mingguan Detik, 21 Agustus s/d 14 September 1993. Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168, penjelasan pasal 3 Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4168; Penjelasan tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia pasal 16 ayat 1 huruf d dan pasal 21 ayat (1). Thomas J Aaron, The Control of Police Discretions, Springfi ld, Charles C Thomas, hal IX. Trias Kuncahyono, 2005, Paus Yohanes Paulus II, Musyafir Dari Polandia, Penerbit Buku Kompas, Jakarta. Tribum Jateng, 16 Juli 2013, hlm 9& 15 dan Suara Merdeka, 16 Juli 2013, hlm. 32 Ajak Sahur, Polisi Tabuh Rebana,AKP Suharto Keliling Kampung sambil Tabuh Rebana. Polisi bersama warga melakukan lotekan di Jl. Gajah Barat, Pandean Lamper, Selasa (16/7/13, 02. 00 WIB), untuk mendekatkan polisi dengan warga Undang-Undang Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Urofsky, Introduction: The Root Principles of Democracy, http:// usinfo, state. Gov/products/democracy// hompage. htm, April 2005. Baca juga Beetham, David, Democracy and Human Right, Polity Press, 1999, p. 28. dst. ; disitir Muladi, Orasi Ilmiah, Jakarta, 2006. Walker S., 1983, The Police in America. New York: McGrawHill. Warta Jateng, Rabu 2 Januari 2013, halaman: 6.
www. tempo. co/read/news/2005/03/29/05558738/rasio-polisidan-masyarakat-1700, Selasa, 29 Maret 2005, 14. 15 WIB, diunduh Kamis, 11 Juli 2013, 22. 30 WIB. Zakarias Poerba, 2003, Tindakan Polisi sebagai Agen Hukum Menangani Pengendalian Masa dari Cara-cara Paramiliteristik Menuju Cara-cara Polisi Sipil, Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP, Semarang.
UNIVERSITAS WAHID HASYIM FAKULTAS HUKUM Jl. Menoreh Tengah X/22 Sampangan – Semarang 50236 Telp/Fax (024) 8505680 – 8505681
RIWAYAT HIDUP SINGKAT CURICULUM VITAE
1.
Nama
2. 3. 4.
Pekerjaan Jabatan Pada
5.
Tempat dan Tgl. Lahir 6. Suku Bangsa 7. A g a m a I. PENDIDIKAN 1. PENDIDIKAN UMUM : a. SD b. SMP c. SMA
: Dr. SUPARMIN, SH., M.Hum. (AKBP Purn.) : Dosen : Lektor/Dekan Fakultas Hukum : Univeritas Wahid Hasyim Semarang : WONOGIRI, 18-06-1954 : JAWA : ISLAM
Th. 1967 Th. 1972 Th. 1987
2. PENDIDIKAN POLISI : a. Secata Th. 1974/1975 b. Secab Th. 1981/1982 a c. Secap Th. 1991/1992 a d. Jurdas PA Serse 1992/1993
d. S1/Sarjana Ilmu Th. 1998 Hukum e S2/Magister Ilmu Hukum UNDIP Smg (Sistem Peradilan Pidana) Lulus tahun f 2001 S3 (Program Doktor Ilmu Hukum UNDIP Semarang) Lulus tahun 2008. II. KECAKAPAN BAHASA 1. BAHASA ASING : Inggris : Aktif Mandarin : Aktif
2. BAHASA DAERAH : Jawa : Aktif Indonesia : Aktif
III. JENJANG KEPANGKATAN (Sewaktu masih dinas di Polri) No
PANGKAT
1.
BHARADA
2.
BHARATU
3.
KOPDA
4.
SERDA
5.
SERTU
TMT 01-011975 01-101978 01-121980 14-061982 01-041985
PEJABAT YANG NO. DAN TANGGAL SKEP MENGELUARKA N Skep/C.II/CI/I/1975 Kapolri Tgl. 08-01-1975 Skep/813/VII/I/1978 Kadapol IX Tgl. 27-10-1978 Jateng Skep/782/XII/I/1980 Kadapol IX Tgl. 11-12-1980 Jateng Skep/Pers.Trim.42.C/VI/19 Kapolri 82 Skep/476/V/1985 Kapolda Jateng Tgl. 13-05-1985 1
6.
SERKA
7.
CAPA
8.
LETDA POL
9.
LETDA POL
10. LETTU POL 11. AKP 12. KOMPOL
01-041989 01-041992 01-041993 01-041993 01-041997 01-072000 01-072004
Skep/0482/V/1989 Tgl. 11-04-1989 Skep/08/III/1992 Tgl. 11-04-1992 Skep/396/IV/1993 Tgl. 21-04-1993 Keppres No. 54/ABRI/1993 Tgl. 10-11-1993 Skep/284/III/1997 Tgl. 19-03-1997 Skep/784/VI/2000 Tgl. 26-06-2000 Skep/461/VI/2004 Tgl. 23-06-2004
Kapolda Jateng Kapolri Kapolri Presiden Kapolri Kapolri Kapolri
IV. RIWAYAT JABATAN No
JABATAN
NO. DAN TANGGAL SKEP
TMT
PEJABAT YANG MENGELUARKA N Kadapol IX Jateng
1.
Komtabes 091 Smg.
16-011975
Sprin/C.III/097/I/1975
2.
Komsiko 091.5 Semarang Tengah.
20-011975
Sprin/C.III/05/I/1975
Dantabes Semarang
3.
Sat Lantas Poltabes Smg
21-031977
Sprin/C.II/64/V/1977
Dantabes Semarang
4.
Sat Shabara Poltabes Semarang
14-031978
Sprin/C.II/97/III/1979
Dantabes Semarang
5.
Kosekta Semarang Tengah
28-121979
Sprin/199/XII/1978
Dantabes Semarang
6.
Sat Serse Poltabes Semarang
08-061988
Kapoltabes Semarang
7.
Kanit Bimmas Sekta Semarang Genuk
25-041992
8.
Kanit Crime Squod Sat Serse Poltabes Semarang Kapolsek Kedung Polres Jepara Polwil Pati Kanit I Bag. Serse Ek Dit Serse Polda Jateng
11-061993
Skep/57/VI/1992 Tgl. 25-04-1992 Skep/617/IV/1992 Tgl. 25-04-1992 Skep/166/II/1993 Tgl. 11-02-1993
01-061999
Skep/436/V/1999
Kapolda Jateng
12-101999
Kapolda Jateng
Paur Sub BAG BIN Puskodal Ops POLDA JATENG Kapolsek Semarang Selatan, POLTABES Semarang Kasubag Kamling BAGBINKAMSA RO BINAMITRA Polda Jateng Kasubag Satpam BAGBINKAMSA RO BINAMITRA Polda Jateng
13-082002
Skep/754/X/1999 Tgl. 12-10-1999 Skep/358/VIII/2002 Tgl.13-08-2002
13-032003
Skep/143/III/2003 Tgl.13-03-2003
Kapolda Jateng
12-032004
Skep/340/III/2004 Tgl.12-03-2004
Kapolda Jateng
01-012005
Skep/64/I/2005 Tgl. 01-01-2005
Kapolda Jateng
9.
10 . 11 . 12 . 13 .
14 .
2
Kapolda Jateng Kapolda Jateng
Kapolda Jateng
15 . 16 . 17
18
Panit (Penyidik) Sat II Serse Ekonomi Dit Reskrim Polda Jateng Kanit II Sat II Serse Ekonomi Dit Reskrim Polda Jateng Kabag Binamitra Polres Semarang Barat Polrestabes Semarang Kasubbag Hukum Bag Sumda Polrestabes Semarang
06-042006
Skep/297/IV/2006 Tgl. 06-04-2006
Kapolda Jateng
26-102006
Skep/848/X/2006 Tgl. 26-10-2006
Kapolda Jateng
31-082009
Skep/897/VIII/2009 Tgl: 31 -08- 2009
Kapolda Jateng
Skep/771/VIII /2010 Tagl: 04-08- 2010 s/d Pensiun 1 Juli 2012 Pangkat: Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Penetapan Angka Kredit No.: 312/006.1/Kp6/2009 27 Pebruari 2009 Keputusan Rektor No.: 185/Kep-UWH/III/2013, 23 Maret 2013
Kapolda Jateng
19
Dosen Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang
1-4-2006
20
Dekan Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang
23 Maret 2013 s-d Sekarang
3
Koordinator Kopertis Wilayah VI Rektor Universitas Wahid Hasyim Semarang
V. Ciptaan BUKU Dan Jurnal YANG DISUSUN 1. Dr. Suparmin, S.H., M.Hum membuat buku judul “Lembaga Kepolisian & Penyelesaian Konflik Pendukung Partai”, 2007 Penerbit Wahid Hasyim University Press Semarang, ISBN : 978-979-26-6665-9; 2. Dr. Suparmin, S.H., M.Hum. membuat buku judul: “Kapita Selekta Aneka Persoalan di Bidang Hukum Ekonomi dan Hukum Pidana Khusus, 2007 Penerbit Wahid Hasyim University Press Semarang, ISBN : 978-979-25-6663-5. http//:eprints.unwahas.ac.id/52/ 3. Dr. Suparmin, SH., M.Hum, membuat buku, judul : “Tragedi Kemanusiaan dalam Kasus Pemilu di Jepara 1999”, 2007. 4. Dr. Suparmin, SH., Mhum membuat buku ajar ”Teori Pembuktian dalam Hukum Pidana Khusus”; ISBN 978-602-8273-52-7; 150 halaman + vi halaman di Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim Semarang, 5. Dr. Suparmin, SH., Mhum membuat buku: Model Polisi Pendamai Dari Perspektif Alternative Disute Resolution (ADR) Studi Penyelesaian Konflik antar Partai Politik, 2012; http//:eprints.unwahas.ac.id/55/ (Sudah termasuk hak cipta). Mendaftarkan Sertifikat HKI, jenis Ciptaan Buku; URL Sertifikat HKI : Nomor dan tanggal permohonan : C00201204686, 11 Oktober 2012, Nomor pencatatan : 065178; ISBN : 978-979-097-145-5; Badan Penerbit Universitas Diponegoro Bekerja sama dengan Wahid Hasyim University Press; Hak Cipta Nomor dan tanggal permohonan C00201204686, Jakarta, 29 Oktober 2013; .
VI. SEMINAR YANG DIIKUTI 1. Upaya Terpadu Penanggulangan Kejahatan di Indonesia (Semarang, 1994). 2. Kebijakan Kriminal Dalam Rangka Menanggulangi Kejahatan Politik (Semarang, 1999). 3. Hukuman Mati Bagi Koruptor Mengapa Tidak di selenggarakan oleh Jurusan Jinayah Siyasah Fakultas Syariah IAIN Walisongo, di Semarang, 07 Oktober 2010 4. Diskusi Kelompok Terfokus Kajian “Sumber Daya Alam : Hak Atas Pekerjaan Yang Layak bagi Masyarakat Sekitar Korporasi sektor Perkebunan”, diselenggarakan oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Indonesia, di Semarang, 22 Oktober 2010 5. Narasumber Rakerda MUI Kota Semarang, dengan Tema “Peran Strategis MUI dalam menciptakan Suasana Kondusip Kota Semarang, di Gedung IPHI Jl. Abdul Rahman Saleh no. 285 Semarang, tanggal 30 Oktober 2010 6. Peserta dalam Lokakarya Perencanaan Pembangunan Hukum Nasional: ”Perkembangan Hukum Pidana dalam Undang-Undang di luar KUHP dan Kebijakan Kodifikasi Hukum Pidana”, yang diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional Kementerian Hukum dan HAM RI bekerjasama dengan Kanwil Kementerian Hukum dan HAM RI di Hotel Grand Candi Semarang, tanggal 4 s.d November 2010 VII. TANDA JASA YANG DIMILIKI No 1.
2.
3.
JENIS TANDA JASA/PENGHARGAAN
NO. DAN TANGGAL SKEP
Penghargan Dalam Rangka Meningkatkan Pemeliharaan Kamtibmas Penghargaan Prajurit Simpatik Profesional Berprestasi 1995 Jawa Tegah Dan Daerah Istimewa Yogyakarta Satya Lencana Kesetiaan 24 Tahun
4
SKEP/915/VI/1983 Tgl. 08-06-1983
PEJABAT YANG MENGELUARKA N Kapolda Jateng
/PAN-PPPB/XI/95 NOPEMBER 1995
Pwi Cabang Jateng Seksi Hankam
Skep/1447/XII/1999 Tgl. 22-12-1999
Kapolri
4.
Piagam Tanda Kehormatan Republik KPPRES RI No. Indonesia Bintang Nararya 015/TK/2001 Bhayangkara Tgl. 19-02-2001
Presiden Republik Indonesia
VIII. KETERANGAN LAIN-LAIN Nama Istri
:
Nama Anak :
Ny. SUHARMI 1. 2. 3. 4.
YUNI PURWANINGSIH (KAWIN) DYNA SETYAWATI, SH., MKN (KAWIN) LYNA TRI ASTUTI, SH. MKn EMI WIDYA KUSUMANINGRUM SP. Semarang, 19 November 2013 Yang Bersangkutan
Dr. SUPARMIN, SH., M.Hum. NPP/NIDN : 09.06.1.0174/ 0618065402
5