0
Review Buku
Nomor Panggil di Perpustakaan UI: 610.730 68 NUR (1) 2nd floor
Judul Buku
: Nursing Pathway for Patient Safety (ISBN: 978-0-323-06517-7)
Penyusun
: Expert Panel on Practice Breakdown dari National Council of State Boards of Nursing (NCSBN). Editor: Patricia E Benner, Kathy Malloch, dan Vickie Sheets
Penerbit
: St Louis, Missouri-Mosby Elsevier
Tahun
: 2010 (6 tahun yang lalu), setebal 182 halaman
Reviewer
: Hanny Handiyani (Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia). Track penelitian selama ini terkait keselamatan dalam keperawatan
Email & HP
:
[email protected], HP 08129618072
1
Review Buku Nursing Pathway for Patient Safety (Panduan Keperawatan untuk Keselamatan Pasien) Oleh: Hanny Handiyani Pendahuluan Buku panduan keperawatan untuk keselamatan pasien ini sangat penting dipelajari oleh mahasiswa dan praktisi keperawatan. Apalagi buku berbahasa Inggris ini disusun oleh para pakar konsil keperawatan Amerika yang menjadi rujukan dunia dalam bidang keperawatan. Konsil ini sangat mementingkan tercapainya keselamatan pasien dalam setiap pemberian asuhan keperawatan. Bahasa yang sederhana dari buku ini sangat mempermudah pemahaman mahasiswa dan praktisi keperawatan mengikuti arahan dalam buku ini.
Pembahasan dalam buku ini dimulai dari pertanyaan sederhana tapi mendalam bersumber dari diskusi para pakar yang tergabung dalam National Council of State Boards of Nursing (NCSBN)
sejak
1999.
Hingga
saat
ini (2016),
jika
dilihat
pada
website-nya
https://www.ncsbn.org/index.htm, konsil ini terus bekerja bersama secara proaktif melindungi masyarakat dari praktik yang tidak aman. Konsil ini memastikan setiap perawat melakukan praktik yang aman, kompeten, dan berlisensi. Para pakar dalam buku ini menekankan aspek proaktif dibandingkan reaktif. Caranya dengan meningkatkan upaya pencapaian keselamatan pasien sehingga dapat menurunkan proses administratif untuk mendisiplinkan perawat. Dampaknya masyarakat aman, sehat, dan sejahtera.
Review buku ini mencoba memberikan gambaran panduan dalam mendukung keselamatan pasien sesuai dengan pengalaman konsil keperawatan Amerika ini sejak didirikan hingga buku ini diterbitkan di 2010. Berbagai instrumen dan regulasi telah dihasilkan untuk menguatkan keselamatan pasien, khususnya instrumen Taxonomy of Error, Root Cause Analysis, and Practice Responsibility (TERCAPR) yang diperkenalkan sejak Februari 2007 (9 tahun yang lalu). Review juga menguraikan bahwa bagian akhir buku ini menggambarkan TERCAPR yang terbukti berdampak secara bermakna pada keselamatan pasien di negara tersebut.
Review dan Ulasan Singkat Buku Sistematika 11 bagian dari buku ini sangat teratur disampaikan sesuai perkembangan kegiatan konsil keperawatan. Ulasan akan diuraikan berurutan mulai dari bagian 1-11 buku.
2
Bagian 1 buku tentang practice breakdown initiative ini menekankan bahwa kesalahan dapat terjadi meskipun dilakukan monitoring dan manajemen pelayanan kesehatan. Kondisi ini menjadi tantangan bagi tenaga kesehatan untuk berusaha menciptakan praktik klinis yang aman. Tantangan ini melatarbelakangi NSCBN melakukan inisiasi nasional sejak 1999 (17 tahun yang lalu) untuk mempelajari masalah praktik keperawatan, mengidentifikasi tema umum yang berhubungan dengan kejadian, dan yang paling utama adalah merekomendasikan strategi pada individu, tim, dan organisasi untuk memperbaiki kondisi dan tindakan yang tidak aman. Tujuan tersebut berfokus untuk melakukan usaha pencegahan, perbaikan, dan koreksi. Hukuman diberikan terbatas pada kelalaian yang disengaja dan kelakuan yang buruk. Sasaran utama dalam strategi pendekatan keselamatan pasien adalah mengembangkan pendekatan yang konsisten dalam melakukan pengkajian keamanan pasien dan laporan kejadian kesalahan. Hal tersebut mendorong untuk mendeteksi kesalahan, melakukan pelaporan, dan mencegah kesalahan kerja ketika memenuhi tugas untuk melindungi masyarakat dari praktik pelayanan kesehatan yang tidak aman.
Bagian 1 buku ini juga menceritakan bahwa Institute of Medicine (IOM) akhirnya mulai melakukan publikasi terhadap hasil karyanya, salah satunya adalah dalam bidang keselamatan pasien. Keselamatan pasien merupakan kewajiban primer keperawatan untuk melindungi masyarakat melalui gambaran yang efektif dalam lingkup praktik, lisensi, sertifikasi, dan disiplin. Kolaborasi dan kerjasama dibutuhkan antar tenaga kesehatan dalam menegakkan standar keamanan praktik. Kelengkapan dalam memenuhi hal tersebut melingkupi masalah etik, berdasarkan ilmu pengetahuan, dan kemampuan melakukan tindakan oleh professional dalam pengambilan keputusan medis terhadap situasi klinis. Data yang dimiliki oleh badan keperawatan
menjadi
acuan
dalam
mengembangkan
pendidikan
khusunya
untuk
mengembangkan pelayanan keselamatan pada pasien dalam pendidikan keperawatan. Konsep kerangka kerja yang diterapkan dalam pemenuhan kebutuhan pasien dilakukan berdasarkan TERCAPR dimulai dari perencanaan, praktik, dan evaluasi.
Bagian 2 buku ini berfokus pada medical administration (pemberian medikasi) yang harus dilakukan secara tepat terhadap pasien. Kesalahan dalam pemberian medikasi dapat terjadi walaupun telah mengikuti prosedur yang telah ditetapkan. Identifikasi pasien sebelum melakukan pemberian medikasi merupakan langkah awal yang harus dilakukan untuk meminimalisir kesalahan dan efek negatif dari pemberian medikasi.
3
Kurangnya kontrol dalam melakukan prinsip medikasi yang tepat terkadang mengakibatkan kerugian bagi pasien. Hal ini dapat dihindari apabila pengetahuan mengenai keselamatan pasien lebih adekuat pada tenaga kesehatan. Proses evaluasi dalam pemberian medikasi juga merupakan hal penting yang dapat mengurangi kesalahan dalam pemberian medikasi pada pasien. Evaluasi dilakukan secara sistematis dan dirancang sebagai usaha untuk mendidik para tenaga kesehatan dalam hal keselamatan pasien. Pemberian medikasi juga merupakan salah satu langkah kolaborasi antara perawat dengan dokter dan farmasis. Komunikasi yang efektif haruslah terjalin antara masing-masing pihak tersebut. Pelaksanaan komunikasi dan pendokumentasiannya dijelaskan pada bagian 3 buku ini. Komunikasi merupakan hal yang sangat utama dalam melakukan praktik yang aman bagi pasien. Sebagai perawat, dituntut untuk memiliki komunikasi yang baik dalam melakukan tugas sehari-hari untuk meberikan pelayanan kesehatan. Komunikasi antar tenaga kesehatan dapat dibuktikan dengan adanya dokumentasi yang baik. Tujuan dari dibuatnya sistem dokumentasi yang baik adalah untuk mengkomunikasikan secara jelas mengenai kondisi pasien mulai dari pengkajian, perencanaan, implementasi, dan evaluasi kerja perawat. Dokumentasi merupakan hal yang akan berjalan terus menerus yang akan memperlihatkan perubahanperubahan yang terjadi pada pasien. Dokumentasi juga dapat menjadi bukti klinis titik kritis komunikasi antara tenaga kesehatan mengenai kondisi pasien saat itu. Jenis dokumentasi sebagai cara komunikasi antara perawat dengan petugas kesehatan lainnya adalah Problem Intervention-Evaluation Charting (PIE), Subjective-Objective-Assesement-Plan (SOAP), Problem Oriented Medical Record Charting (POMR), dan charting by exception format, outcome based charting and critical pathway. Proses dokumentasi keperawatan dapat dilakukan secara lebih modern dengan sistem perangkat elektronik. Sistem tersebut sebaiknya terintegrasi dengan data penunjang seperti NIC, NOC, dan NANDA, data fungsional keperawatan, serta keadaan aktual kondisi pasien.
Prinsip dari melakukan dokumentasi adalah dengan menyamakan keadaan pasien yang sebenarnya meliputi hasil pengkajian, perencanaan perawatan, implementasi, serta evaluasi dari pelayanan yang telah diberikan. Dokumentasi merupakan titik kritis sebagai proteksi pasien dan perawat dalam memberikan layanan kesehatan. Terkadang perawat mengeluhkan banyakanya detail yan harus ditulis dalam dokumentasi dan hal ini dirasakan sangat menyita waktu. Namun, dokumentasi yang baik akan menghindari terjadinya kesalahan dan meningkatkan kualitas pemberian pelayanan keperawatan berdasarkan kondisi pasien saat itu.
4
Bagian 4 buku ini berfokus pada attentiveness/ surveillance. Pelayanan sistem kesehatan harus dirancang untuk mendorong perhatian pada hal-hal yang paling kritis dalam situasi klinis. Seperti pada laporan tertulis oleh IOM mengenai “Menjaga keselamatan pasien: Perubahan pada lingkungan lapangan kerja bagi perawat” bahwa aktivitas utama perawat d rumah sakit adalah melakukan pelayanan jangka panjang, serta pelayanan rawat jalan adalah proses pengawasan pasien yang berlangsung secara terus menerus (hal ini dikenal pasien dengan dilakukannya pengkajian, evaluasi, dan pemantauan) adalah sebuah mekaniseme untuk mendeteksi kesalahan dan melindungi dari dampak yang merugikan. Kinerja yang optimal dalam melakukan pemantauan pada pasien membutuhkan perhatian dan ketelitian yang baik, pengetahuan, serta tanggung tawab sebagai perawat.
Penalaran klinis atau pengambilan keputusan secara klinis yang dijelaskan pada bagian 5 buku ini merupakan suatu kewajiban dasar bagi seluruh tenaga kesehatan. Tantangan dalam melakukan penalaran klinis pada kondisi pasien adalah menentukan infrastruktur intervensi bagi pasien serta peran dalam melakukan tindakan berdasarkan dengan persepsi masingmasing tenaga kesehatan. Seringkali terjadi perbedaan antara respon terapeutik dengan tindakan yang berlebihan atau bahkan tindakan yang kurang terhadap efek yang ditimbulkan akan sangat berbeda-beda dari masing-masing pasien. Penalaran klinis yang baik membutuhkan ketajaman persepsi, kemampuan dalam pengawasan dan keterlibatan, serta kemampuan penerapan moral dan langkah advokasi.
Pada saat melakukan pengkajian awal banyak penelitian mengatakan bahwa penalaran klinis yang buruk pada saat awal penegakan masalah dapat menyebakan terjadinya gangguan pada praktik dalam proses klinis untuk pasien. Seringkali hal tersebut muncul akibat dari kurangnya perhatian perawat dan kesigapan perawat dalam mengidentifikasi suatu masalah yang terjadi pada pasien. Kurangnya kemampuan perawat dalam melakukan penalaran klinis akan berdampak pada kemampuan advokasi pasien.Pengambilan keputusan klinis membutuhkan penalarn klinis lintas waktu. Penalaran klinis sangat berbeda dengan penalaran ilmiah dalam melakukan riset klinik. Penelitian atau riset menggunakan kriteria formal untuk mengembangkan keputusan ya atau tidak. Riset bersifat statis dibandingkan dengan penalaran klinis. Penalaran klinis membutuhkan hal-hal mendetail mengenai perubahan kondisi pada pasien melalui penalaran perawat dalam melihat atau mengawasi perubahan.
5
Bagian 6 buku ini berfokus pada upaya pencegahan. Pada praktik keperawatan, proses evaluasi tidak selalu dapat dikenali. Namun, kurangnya upaya pencegahan dapat diidentifikasi melalui hasil yang kurang baik karena komplikasi dan risiko umum proses rawat inap. Sebenarnya hampir semua aspek dalam tindakan keperawatan melibatkan upaya pecegahan. Hal ini dapat dilihat dari upaya pencegahan risiko, bahaya atau komplikasi yang disebabkan oleh penyakit atau proses rawat inap. Upaya pencegahan masuk dalam salah satu aspek keselamatan pasien yang merupakan hal utama dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan. Upaya pencegahan juga ada dalam proses asuhan keperawatan. Keselamatan pasien biasanya berfokus dalam hal kesalahan yang terjadi dan menekankan pada kesalahan individu pada kejadian yang baru saja terjadi. Padahal, upaya pencegahan telah terintegrasi dalam proses keperawatan dan kualitas pelayanan keperawatan. Bagian 7 buku ini berisi tentang intervensi keselamatan pasien. Intervensi TERCAPR tidak termasuk pengkajian keperawatan, pengawasan, dan monitoring. Pengkajian, pengawasan dan monitoring merupakan penyedia pondasi yang kuat untuk menghindari bahaya selama proses rawat inap. Intervensi keperawatan merupakan salah satu sarana untuk mempromosikan dan mengasah kemampuan berkomunikasi dengan memperhatikan aspek caring. Perawat sebagai ujung tombak perawatan pasien melakukan banyak tindakan yang berfokus pada keselamatan pasien. Komunikasi digunakan sebagai implementasi untuk memastikan pasien telah menerima intervensi secara akurat. Intervensi keperawatan bertujuan untuk melindungi pasien dari ketidakmampuan dan kerentanan tubuh serta mental pasien dari kondisi rawat inap yang tidak aman. Penggunaan strategi intervensi dan komunikasi yang baik dapat memberikan intervensi yang sesuai dengan kebutuhan pasien sehingga keselamatan pasien dapat terjaga optimal.
Penafsiran perintah untuk melakukan layanan kesehatan menjadi fokus bagian 8 buku ini. Upaya ini dilakukan setiap hari dan setiap saat antar tenaga kesehatan Perawat saat kolaborasi dengan tenaga kesahatan lain seringkali menerima atau melakukan perintah layanan yang merupakan bagian dari kolaborasi. Demi menunjang keselamatan pasien, dalam menyampaikan atau meneruskan informasi mengenai kondisi kesehatan pasien terkini adalah dengan melakukan strategi komunikasi yang efektif. Klarifikasi terhadap hal yang meragukan atau tidak diketahui sebelumnya dan menjalin komunikasi yang efektif dengan sesama teman sejawat di ruangan dapat mengurangi risiko kejadian yang mengancam keselamatan pasien. Kerja tim dan komunikasi yang terjalin harus memiliki tanggung jawab untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang sesuai dengan aspek keselamatan.
6
Tangung jawab profesional dan advokasi pasien menjadi bagian penting dalam pembahasan bagian 9 buku ini. Professionalisme berarti mendahulukan kepentingan masyarakat banyak dibandingkan dengan kepentingan sendiri. Sikap profesional dibangun dalam kelembagaan sosial. Profesionalisme terdiri dari dua elemen yaitu regulasi diri dan badan/ kelembagaan. Regulasi diri mengacu pada efektivitas, terkumpulnya regulasi diri dari kelompok profesional, termasuk di dalamnya standar kompetensi profesi sebagai alat ukur komitmen untuk melakukan kompetensi sesuai dengan standar serta sanksi yang diberikan. Sedangkan kelembagaan diresmikan dengan tujuan melakukan tindakan atau pengambilan keputusan. Hubungan anatra pasien dengan perawat memiliki karakteristik yang tidak simetris antara tingkat pengetahuan dan kemampuan. Pasien sebagai pelaku utama bergantung pada perawat sebagai badan atau agen, karena perawat memiliki pengetahuan dan kemampuan sementara pasien kurang atau tidak memiliki. Hubungan profesional yang tidak simetri ini memungkinkan pihak agen atau badan profesional bertindak untuk menggunakan kekuatannya untuk mendahulukan kepentingan pribadi dibandingkan dengan kepentingan pelaku utama yaitu pasien. Peran regulasi diri penting dibentuk untuk menyediakan perlindungan yang adekuat bagi pasien sebagai pelaku utama.
Tanggung jawab profesional dan advokasi pasien merupakan pusat dari peran perawat. Advokasi pasien adalah hal yang positif dan sikap proaktif perawat sebagai profesional. Advokasi pasien yang dilakukan oleh perawat bertujuan untuk melindungi pasien untuk mendapatkan hak serta perlindungan kesejahteraan. Sekali kebutuhan untuk perawat terdeteksi oleh perawat maka perawat bertanggung jawab untuk melakukan advokasi, maka disanalah letak sikap peduli pada pasien.
Kemampuan dalam keterlibatan masalah dan kemampuan interpersonal membutuhkan pengalaman belajar dan merupakan hal penting untuk advokasi pasien yang efektif. Perawat dapat merasakan kekhawatiran secara umum terhadap tuntutan belajar dan ketakuan melalukan kesalahan. Pada tahap ini menurunkan respon emosinal dapat menurunkan tingkat kecemasan dan meningkatkan performa kerja. Ketika perawat telah mampu memisahkan respon emosional pada kondisi yang tepat, maka perawat dapat selaras dengan tuntutan dan fokus pada situasi klinis. Pada tahap yang lebih lanjut, perolehan perawat dalam kemampuan merespon keadaan klinis adalah kemampuan untuk lingkup yang lebih luas dalam melihat kondisi klinis ataupun perubahan kondisi pada pasien.
7
Selain advokasi pasien yang diberikan oleh perawat ketika pasien tidak memiliki kemampuan untuk mengambil keputusan, pasien juga memiliki hak otonomi untuk memilih hak sesuai yang inginkan. Hak otonomi pasien merupakan aspek legal yang harus ditaati. Meskipun dalam hal ini telah dimengerti bahwa kondisi pasien di rumah sakit dengan keterbatasannya memiliki risiko untuk pengambilan keputusan yang tepat. Maka di sini letak peran perawat sebagai advokator, yaitu menyeimbangkan antara hal-hal yang diinginkan dan kebutuhan demi kesembuhan dan keselamatan pasien itu sendiri.
Bagian 10 buku ini berfokus pada mandatory reporting. Perawat memiliki strategi peloran untuk mengidetifikasi sumber bahaya yang berfokus pada keadaan terburuk pasien yaitu kematian. Hal penting bagi perawat untuk dapat menjadi pendengar yang baik ketika pasien ataupun
keluarga pasien mengajukan komplain terhadap kesalahan atau kelalaian yang
mungkin terjadi selama proses perawatan. Perawat dan petugas kesehatan harus mampu mengetahui tindakan yang dapat dilayangkan tuntutan oleh pasien terhadap dugaan kesalahan praktik. Ketika perawat dan tenaga kesehatan lain telah mengetahui hal tersebut maka tanggung jawab terhadap yang telah dikerjakan dapat menjadi pertimbangan ketika tuntutan atas suatu perbuatan diajukan oleh pasien. Ada beberapa contoh perilaku yang wajib untuk dilaporkan menurut badan keperawatan di Amerika, yaitu pencurian, kekerasan secara verbal atau fisik, kekerasan seksual dan eksploitasi, memalsukan data, menutupi data terhadap keadaan yang ada, mengulangi kesalahan pemberian medikasi yang menunjukan pola tidak kompeten atau pengebaian, tindakan kriminal, pengabaian pada pasien dengan sengaja.
Proses investigasi dan pengawasan yang dibutuhkan dapat diidentifikasi melalui hal-hal seperti perawat kurang akurat dalam memberikan prediksi terhadap kondisi klinis pasien, angka kejadian kematian yang tinggi ketika waktu kerja perawat tertentu, kematian pasien yang tidak diprediksi, dan kematian pasien dalam keadaan sendiri tanpa pengawasan. Petugas kesehatan memberikan label atau panggilan khusus terhadap perawat tertentu sebelum kematian pasien. Selain itu pekerja lain sering melaporkan suatu kejadian pada investigator, kesaksian perawat sesaat sebelum kematian pasien, kematian yang disebabkan oleh hal penting yang telah disediakan seperti pengecekan kadar insulin sebelum diberikan, pemberian obat-obatan pengawasan tinggi dan jalur masuk cidera seperti kateter intra vena dan selang pemberian makan. Hasil EKG kadang tidak disertakan dalam laporan kematian. Perawat menyatakan pasien meninggal merupakan hal yang alami, namun perawat gagal untuk mengadvokasi diri terhadap pengambilan keputusan yang dilakukan sehingga menimbulkan korban, pasien dan
8
keluarga komplain atau kritik terhadap perawat namun diabaikan. Perawat dan
tenaga
kesehatan lain harus teredukasi dengan baik untuk mengenali tanda-tanda bahaya untuk proses investigasi. Hal ini berkaitan dengan peningkatan tanggung jawab serta kemampuan berpikir kritis pada tenaga kesehatan terhadap tindakan yang dilakukan pada pasien. Bagian 11 atau akhir buku ini menjelaskan tentang penerapan TERCAPR. oleh organisasi. Pendekatan analisis berdasarkan akar masalah disarankan untuk digunakan dalam penyelasaian masalah pada sistem pelayanan kesehatan. Hal ini merupakan pendekatan secara menyeluruh terhadap sistem pelayanan dan penanganan masalah. Pandangan menyeluruh terhadap kejadian kesalahan dalam praktik klinis mencakup evaluasi terhadap sistem, dinamika tim, individu dan norma yang berlaku, kepercayaan, dan perilaku. TERCAPR. merupakan instrumen yang digunakan untuk mengidentifikasi kesalahan individu maupun sistem yang terjadi. Demi terbentuknya organisasi pelayanan kesehatan yang lebih dapat diandalkan maka membutuhkan pemahaman individu, tim, dan tenaga kesehatan seperti perawat, dokter, dan pelayanan administrasi kesehatan. Terjadinya kesalahan dalam praktik merupakan kesalahan bersama atau sistemik bukan hanya tanggungan salah satu pihak. Berawal dari pemahaman tersebut maka diharapkan meningkat pula tanggung jawab bersama untuk menciptakan tempat pekerjaan yang aman bagi pasien maupun tenaga kesehatan dengan melakukan pekerjaan sesuai standar kompetensinya. Selain itu kepemimpinan perawat sangat besar untuk mengajak dan mendukung stafnya untuk berperan dalam keselamatan pasien, khususnya dalam praktik klinik dalam upaya pencegahan, intervensi, dan bebas tuntutan.
Penilaian Buku Penilaian buku ini meliputi penilaian fisik buku, substansi buku, kelemahan, kelebihan buku, sikap reviewer terhadap buku. Penilaian juga meliputi manfaat buku ini untuk pembaca.
Fisik buku ini sangat baik, tidak terlalu tebal dan tidak terlalu tipis. Covernya yang berwarna biru sangat menarik, struktur tulisan tanpa kesalahan, dan substansi-nya sangat lengkap. Kelemahan buku ini adalah pada pembahasannya yang hanya menceritakan kondisi di Amerika, tidak dibandingkan dengan negara lain. Kelebihan buku ini tentunya sangat banyak, mengingat belum semua negara menyadari pentingnya konsep yang dijelaskan pada buku ini.
9
Sikap pereview terhadap buku tentunya sangat positif, dan mengharapkan setiap negara dapat mengimplementasikan panduan pada buku ini. Manfaat buku untuk pembaca tentunya sangat banyak. Walaupun belum sepenuhnya dapat diterapkan paling tidak dapat menjadi inspirasi untuk memperbaiki pelayanan keperawatan di masa yang akan datang, di mana setiap perawat dan tenaga kesehatan lainnya lebih mengedepankan tercapainya keselamatan pasien. Perawat dapat mendukung keselamatan pasien melalui praktik keperawatan yang kompeten, aman, dan berlisensi.
Penutup Buku ini merupakan panduan utama dalam menerapkan keselamatan pasien khususnya bagi perawat yang selama 24 jam berinteraksi dengan pasien. Semoga review buku ini bermanfaat dan dapat meningkatkan pemahaman tentang upaya pencapaian keselamatan pasien. Lebih lanjut buku ini dapat pula meningkatkan minat peneliti dalam bidang keselamatan pasien untuk mengembangkan upaya untuk meningkatkan keselamatan pasien di setiap institusi pelayanan kesehatan di seluruh dunia.
Depok, 27 Februari 2016 Reviewer Hanny Handiyani