RESTORASI SEMANGAT MEMBUAT BAJU DARI BATU: PERANAN ITB DALAM PENGEMBANGAN KATALIS NASIONAL Dr. Subagjo Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis Kelompok Keahlian Perancangan dan Pengembangan Proses Teknik Kimia Program Studi Teknik Kimia Fakultas Teknologi Industri Institut Teknologi Bandung
Yang terhormat Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia, Yang terhormat Pimpinan Daerah, Yang terhormat Rektor Institut Teknologi Bandung dan para Wakil Rektor, Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Senat Akademik, Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Majelis Wali Amanat, Yang terhormat Pimpinan dan Anggota Forum Guru Besar, Yang terhormat Para Sesepuh dan Tamu Kehormatan, Yang terhormat hadirin semuanya, Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semuanya. Adalah sebuah kebahagiaan bagi saya bahwa pada Dies Natalis Institut Teknologi Bandung ke 56 ini, saya diminta untuk menyampaikan orasi ilmiah di depan ibu dan bapak yang terhormat. Dalam orasi ini saya akan berbagi dan menceritakan pengalaman kami di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis ITB dalam mengembangkan hasil penelitian kami ke ranah aplikasi di berbagai industri tanah air. Semoga bermanfaat.
1. MEMBUAT BAJU DARI BATU Restorasi Meiji telah berhasil mengubah Bangsa Jepang dalam tempo 4 dekade. Demikian juga Korea Selatan dan kemudian disusul China membukukan kemajuan yang menakjubkan. Tidak bisa dipungkiri, keberhasilan-keberhasilan tersebut ditopang oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berujung pada peningkatan kemampuan memproduksi. Mereka telah berkembang menjadi Bangsa Produsen Handal, bukan Bangsa Konsumen. Pada 27 Maret 1965, Bung Karno yang dikenal sebagai negarawan besar yang sangat visioner, di hadapan para veteran seluruh Indonesia di Istana Bogor, pernah menggelorakan semangat membuat baju dari batu. Bung Karno kemudian menugaskan kepada ITB (Bagian Kimia Teknik) untuk mewujudkan keinginannya itu. Mas Bowo (Ir. Wibowo Surjo MChe), sebagai salah satu anggota tim yang mendapat tugas dari Bung Karno itu, pernah menceritakan kepada saya, betapa semua anggota tim sangat bersemangat untuk mewujudkan keinginan Bung Karno itu. Dimulai dengan membuat kalsium karbida dari batu gamping, kemudian mereaksikan karbid dengan air untuk menghasilkan asetilena (etuna) yang kemudian dipolimerisasi dan dibentuk menjadi serat. Diceritakan oleh mas Bowo bahwa bagian yang tersulit adalah membuat spinneret untuk menarik polimer menjadi serat. Meskipun demikian Ir. Jazib Hozen (alm) bersama Ir Wibowo Surjo (alm) dan anggota tim 1
yang lain akhirnya berhasil juga membuat spinneret yang selanjutnya dapat digunakan untuk menghasilkan serat yang dapat ditenun. Sukses, Indonesia dapat membuat baju dari batu. Sayang semangat heroik tersebut kemudian runtuh bersamaan dengan meluruhnya semangat bangsa untuk lebih mandiri. Sejarah kemudian mencatat, kita kehilangan konsistensi. Semangat untuk mencipta itu hanyut oleh arus konsumerisasi. Kita semua kemudian tahu, 5 dekade setelah seruan Bung Karno tersebut, tahun 2015 ini, Indonesia tercatat menjadi “pasar besar” bagi produk negara lain. Yang lebih memilukan, Indonesia adalah juga pasar bagi pakaian bekas dari seluruh penjuru dunia. “Rumah Kami”, rumah Katalis Indonesia, tidaklah berbeda jauh dengan gambaran umum tersebut di atas. Sudah puluhan tahun, seluruh kebutuhan katalis penunjang industri strategis 100% diimpor dari luar negeri. Pada hal, katalis adalah kunci proses. Tanpa menguasai pengembangan katalis, sebuah bangsa mustahil bisa menguasai teknologi proses, artinya sampai kiamat kita akan menggantungkan diri pada impor. Kita harus merestorasi semangat membuat baju dari batu, yang pernah diserukan oleh Bung Karno 5 dekade yang lalu. 1. KATALIS ADALAH NYAWA INDUSTRI KIMIA Katalis memegang peran sangat penting pada penyelenggaraan dan pengembangan industri kimia. Dewasa ini hampir setiap produk industri kimia dihasilkan melalui proses yang memanfaatkan jasa katalis. Katalis, sebenarnya, telah dimanfaatkan orang jauh sebelum perannya dalam reaksi diketahui. Pembuatan sabun melalui hidrolisis lemak hewan dengan penambahan kalium telah dikenal bangsa Perancis sejak sebelum masehi. Secara sengaja penambahan “senyawa asing untuk melangsungkan reaksi” baru dimulai pada pertengahan abad ke 18, yaitu ketika Roebuck dan yang lain memperkenalkan proses kamar timbal, pada tahun 1746, untuk oksidasi SO2 menjadi SO3 dengan penambahan sedikit NO2. Perkembangan penggunaan “senyawa asing” yang makin marak diikuti oleh ahli kimia dari Swedia bernama Jon Jakob Berzelius, yang setelah melengkapi dengan hasil penelitiannya, pada tahun 1836, menyimpulkan bahwa senyawa-senyawa asing tersebut memiliki kemampuan untuk mengaktifkan senyawa-senyawa yang bereaksi tanpa senyawa asing itu sendiri mengalami perubahan keadaan. Selanjutnya Berzelius mengusulkan istilah katalisis untuk peristiwa pengaktifan reaktan tersebut, dan katalis untuk senyawa yang memiliki kemampuan mengaktifkan reaktan-reaktan yang bereaksi. Menyusul definisi yang diberikan oleh Barzelius, pada tahun 1842 Mitscherlich membahas tentang “contact action” katalis terhadap reaktan. Konsep ini menunjukkan, bahwa dalam mempengaruhi reaksi, katalis tidak hanya harus hadir saja, tetapi lebih dari itu, harus mengadakan kontak dengan reaktan-(reaktan) yang terlibat reaksi. Katalis yang secara sederhana didefinisikan sebagai zat yang dapat mempercepat dan mengarahkan reaksi, selanjutnya dapat dijelaskan lebih rinci oleh Sabatier dan Ostwald. Menurut Sabatier katalis dapat mempercepat reaksi karena memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan paling sedikit satu reaktan, menghasilkan senyawa antara yang sangat aktif, sehingga secara cepat dapat mengalami perubahan-perubahan mengikuti tahap reaksi yang berlangsung sampai akhirnya menjadi produk dan meninggalkan katalis kembali pada
2
bentuknya yang semula. Dengan pembentukan senyawa antara ini, reaksi belangsung melalui alur baru dengan energi pengaktifan yang jauh lebih rendah. Ostwald, setelah melaksanakan studi kinetika berbagai reaksi dan memperhatikan prinsip termodinamika reaksi yang dikemukakan oleh van`t Hoff, menambahkan beberapa penjelasan berikut ini. 1. Katalis mempercepat reaksi mencapai kesetimbangan, tetapi tidak mengubah kesetimbangan reaksi. Ini berarti, bahwa untuk reaksi reversibel katalis yang mempercepat reaksi ke kanan juga mempercepat reaksi ke kiri. 2. Untuk reaksi yang berlangsung mengikuti beberapa arah reaksi (reaksi paralel), katalis tertentu hanya mempercepat satu arah reaksi saja. Kemampuan katalis, yang dapat mempercepat reaksi hingga ratus-milyaran kali lipat ini, memberi peluang untuk menyelenggarakan reaksi pada kondisi yang lebih lunak (temperatur dan tekanan rendah) dengan laju dan selektifitas yang tinggi. Kemampuan inilah yang kini menjadi tumpuan harapan manusia untuk memenuhi tuntutan efisiensi waktu, bahan mentah, energi, dan pelestarian lingkungan. 3. PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KATALIS INDUSTRIAL Produksi katalis memiliki nilai sangat strategis bagi ekonomi suatu negara, karena katalis merupakan kunci pengembangan dan penyelenggaraan industri kimia, perminyakan, polimer dan pelestarian lingkungan. Diperkirakan saat ini kebutuhan dunia akan katalis mencapai 21 milyar dolar Amerika, tetapi nilai yang dibangkitkan dengan penggunaan katalis tersebut dapat mencapai 11-15 trilyun dolar Amerika. Keistimewaan peran katalis ini menyebabkan banyak negara maju terutama Amerika Serikat selalu berusaha berada di garis terdepan dalam penguasaan ilmu dan teknologi katalisis. Tidak mengherankan saat ini 80% kebutuhan katalis dunia dipasok dari perusahaan-perusahaan asal Amerika Serikat. Dari seluruh katalis yang digunakan di industri, sebenarnya hanya 40% yang dijual bebas di pasaran, lainnya (60%) diproduksi untuk digunakan sendiri oleh industri pengembangya. Monopoli penggunaan katalis ini tentu saja dimaksudkan agar pemilik resep dan teknologi katalis dapat tetap unggul dalam persaingan pasar. Kenyataan ini sebenarnya sudah sangat cukup untuk mendorong industri tertentu atau terutama negara untuk berusaha mandiri dalam bidang katalis. 4. PENGEMBANGAN KATALIS DI INDONESIA Pengembangan katalis industrial membutuhkan tim peneliti yang kuat. Oleh karena itu pengembangan katalis di Indonesia saat ini, sebaiknya dilakukan bersama oleh lembaga penelitian/perguruan tinggi (LP/PT) dan industri. Penelitan dasar hingga menghasilkan formula katalis yang baik dilakukan di LP/PT, sedangkan pengujian menggunakan reaktor skala pilot dan komersial, dilakukan di industri. Bagi LP/PT, bekerjasama dengan industri mutlak diperlukan, selain untuk menyediakan dana yang relatif besar, juga untuk menyediakan sarana pengujian, terutama pengujian kinerja katalis dalam reaktor komersial. Namun, peluang untuk mendapatkan industri yang berkenan menjadi pasangan kerjasama bukan merupakan hal yang mudah di Indonesia.
3
4.1. RINTISAN KEJASAMA 1. Perengkahan Stearin Pada tahun 1983-1987, kami, saya dan Prof. Soedarno Harjosoeparto (alm.) melakukan mengembangkan katalis dan proses untuk perengkahan stearin. Saat itu, stearin yang merupakan sisa pabrik minyak goreng belum dimanfaatkan dengan baik, dan banyak dibuang begitu saja. Perengkahan stearin menggunakan katalis zeolit dapat menghasilkan BBM, terutama bensin. Kami menawarkan topik menarik ini kepada teman di Pertamina untuk dikembangkan bersama, tetapi ditolak, karena dinilai tidak menguntungkan secara ekonomi. Sayang, dengan penolakan itu, gerak penelitian kami melambat, padahal saat ini proses perengkahan minyak nabati untuk menghasilkan BBM merupakan alternatif yang sangat menarik dalam penyediaan “bensin hijau”. 2. Pembangkit Setempat Hipokhlorit Pada tahun 1983, kami, saya bersama Dr. Irwan Noezar, Prof. Soedarno Harjosoeparto (alm) dan Prof. Soehadi Reksowardojo (alm), telah mengembangkan Unit Pembangkit Hipokhlorit, yaitu alat (reaktor) untuk mengkonversi larutan garam dapur menjadi desinfektan air minum. Dalam merancang produk komersial, kami juga dibantu oleh Dr. Imam Buchori Zainuddin dari Studio Desain Produk, Jurusan Desain-Fakultas Seni Rupa dan Desain, ITB. Prof. Soehadi saat itu berhasil menjual 64 unit kepada Departemen Kehutanan Republik Indonesia, tetapi karena seperti dipaksakan, maka setelah Menteri Kehutanan diganti, penjualanpun terhenti. Beberapa perusahaan air minum, seperti PDAM dan Proyek Ibu Kota Kecamatan (IKK), lebih senang menggunakan kaporit impor daripada harus membangkitkan sendiri hipokhlorit dari larutan garam dapur.
Gambar 1. Unit Pembangkit Setempat Hipokhlorit Pada kedua upaya mencari pasangan kerjasama yang saya kisahkan di atas, kami yang berinisiatif dengan membawa topik yang menurut kami sangat bermanfaat bagi kandidat 4
pasangan kerjasama dan juga masyarakat Indonesia, tetapi keduanya gagal, atau kalaupun berjalan tidak berlangsung lama. Itulah sebabnya saya selalu menyampaikan bahwa mencari pasangan kerjasama penelitian bukanlah pekerjaan yang mudah, bahkan sangat sulit.
4.2. BERTEMU PIMPINAN INDUSTRI YANG MILITAN 1) Pengembangan Adsorben H2S berbasis Besi Oksida Pada 1994, saat memberi pelatihan di pabrik pupuk PT. Pupuk Iskadar Muda (PT. PIM), kami, saya dan Dr. Tatang Hernas Soerawidjaja, bertemu dengan Ir Kadar Soeradimadja, yang kala itu menjabat sebagai direktur litbang di PT. Pupuk Iskandar Muda (PT. PIM). Beliau memberi tantangan kepada kami untuk mengembangkan adsorben H2S, yang saat itu harus diimpor dari Amerika dalam jumlah yang besar. Harganya tidak terlalu mahal, tetapi ongkos angkutnya sangat mahal. Tantangan kami terima, dan penelitian kami mulai pada 1995, digiatkan oleh mahasiswa S3: Ir. Kamiso Purba MSc. (alm), dan dibantu oleh mahasiswa S2 dan S1. Formula adsorben dengan kinerja yang baik diperoleh pada 1999, dan adsorben berbasis besi oksida tersebut kami beri nama PIMIT-B1. Pengujian kinerja menggunakan reaktor skala laboratorium dengan massa adsorben 1 gram dilakukan di ITB, kemudian menggunakan reaktor pilot dengan massa adsorben 40 kg dan menggunakan unit demonstrasi dengan massa adsorben 680 kg dilaksanakan di PT. PIM, Lhok Seumawe. Hasilnya sangat memuaskan, adsorben yang dikembangkan memiliki kapasitas 2 kali lipat kapasitas adsorben yang selama ini diimpor oleh PT. PIM. Meskipun demikian, hingga 2007, hasil penelitian ini hanya teronggok sebagai laporan, beberapa publikasi dan sebuah dokumen paten yang masih dalam tahap verifikasi di Departemen HAKI.
Gambar 2. Unit Demonstrasi Adsorben PIMIT-B1 di PT Pupuk Iskandar Muda Pada 2007, Ir Bambang Sedewo, yang saat itu menjabat sebagai direktur produksi PT. PIM, bekeinginan mewujudkan hasil penelitian ini menjadi pabrik untuk menghasilkan adsorben; dan Alhamdulillah pada awal 2010 pabrik PIMIT-B1 berhasil dibangun. Sayang pada saat pabrik sudah bisa berproduksi, PT. PIM mendapat gas yang bersih (hanya mengandung 5
sedikit H2S), sehingga tidak memerlukan desulfurisasi. Jadi PIMIT-B1 harus dipasarkan ke industri lain yang membutuhkan, dan tentu tidak mudah. Kepercayaan pada produk dalam negeri sangat rendah, dan produk impor lebih meyakinkan.
Gambar 3. Pabrik PIMIT-B1 Kapasitas 600 Ton/tahun Secara cuma-cuma 5 ton adsorben (PIMIT-B1) diberikan kepada anak perusahaan suatu BUMN untuk pengujian dalam reaktor skala komersial. Hasilnya sangat memuaskan, PIMITB1 menunjukkan kinerja yang lebih baik dari adsorben yang biasa digunakan di perusahaan gas tersebut. Meskipun demikian perusahaan tersebut tetap membeli produk impor, yang biasa digunakan. Jadi untuk memasarkanpun, kami harus bertemu dengan pimpinan industri yang militan, yang di dadanya bertengger Garuda. Pada 2013, PT Medco Energy akhirnya menjadi perusahaan pertama yang membeli dan menggunakan 15 ton PIMIT-B1 untuk desulfurisasi gas di Lematang. Hasilnya memuaskan dan untuk selanjutnya Medco Energy (bukan BUMN) tetap akan menggunakan PIMIT-B1, bahkan akan membeli lebih banyak untuk digunakan di lapangan gas yang lain.
6
Gambar 4. Pengiriman Perdana PIMIT-B1 ke Medco Lematang
Gambar 5. Unit Desulfurisasi Gas di Medco Lematang yang Menggunakan 15 ton PIMIT-B1 2) Pengembangan Katalis Hydrotreating Nafta Sejak tahun 2000, saya bersama beberapa teman diminta membantu PT. Pertamina untuk melakukan evaluasi dan seleksi katalis Atmospheric Residual Hydrodemetalization (ARHDM). Perkenalan selama bekerjasama itu mungkin membuat Ir. Suroso, kala itu (2003) menjabat Manajer Senior Kehandalan dan JPS Direktorat Hilir Pertamina, mengajukan tantangan kepada kami: “Bisakah ITB mengembangkan katalis Naphtha Hydrotreating (NHT)? Kalau berhasil nanti bisa kita uji coba di Kilang Dumai dalam reaktor terkecil di Pertamina, yang memiliki volume sekitar 5 m3 (3,6 ton)”.
7
Tantangan ini kami terima, dan penelitian kami mulai pada 2004 di laboratorium kami, Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis. Penelitian ini digiatkan oleh mahasiswa S3, Maria Ulfah, dibantu oleh mahasiswa S2 dan S1. Formula katalis dengan kinerja yang baik kami peroleh pada 2007. Kinerja katalis juga diuji menggunakan reaktor skala pilot (100 g katalis) di R&D PT. Pertamina. Hasilnya memuaskan, katalis memiliki aktivitas setara dengan katalis komersial, bahkan sedikit lebih baik. Oleh teman-teman di Pertamina, katalis ini diberi nama PK 100 HS, tetapi banyak teman-teman yang lain menjulukinya dengan katalis merah putih pertama.
Gambar 6. (A) Katalis Ni-Mo/Al2O3, (B) Uji Aktivitas di Reaktor Batch, (C) Uji Aktivitas di Reaktor Skala Pilot – R&D Pertamina
Gambar 7. Peralatan Pabrik Katalis Pilot berkapasitas 50-100 kg/hari di R&D Pertamina Pada awal 2010, bersama R&D Pertamina, kami membangun pabrik katalis berukuran mini dengan kapasitas 50-100 kg/hari, untuk memproduksi 4 ton katalis yang akan digunakan dalam uji coba komersial pertama. Pada 13 Juli 2011 sejumlah 3,6 ton katalis diisikan ke dalam reaktor Hydrotreating, di Refinery Unit (RU) II Dumai PT. Pertamina untuk mengolah nafta umpan Platformer. Reaktor tersebut bertugas untuk menyingkirkan senyawa sulfur dan senyawa nitrogen dari aliran nafta. Setelah satu tahun dioperasikan, maka pada Juli 2012 katalis dinyatakan terbukti memiliki unjuk kerja yang baik; lebih baik daripada katalis impor yang sebelum ini digunakan pada unit tersebut. Sejak keberhasilan ini, PT Pertamina memutuskan untuk selalu menggunakan katalis hasil pengembangan ITB-Pertamina untuk proses Hydrotreating, baik untuk nafta, kerosin maupun diesel. Sebanyak 6,5 ton katalis PK 100 HS kemudian digunakan di RU IV Cilacap (Nopember 2014) dan 30 ton di RU VI Balongan (Pebruari 2015) untuk menyingkirkan senyawa sulfur dan senyawa nitrogen dalam nafta umpan Platformer. Sejauh ini PK 100 HS dinilai bekerja baik. 8
Gambar 8. Mempersiapkan PK 100 HS di Reaktor NHT RU II Dumai PT Pertamina
Gambar 9. Mempersiapkan PK 100 HS di Reaktor NHT RU IV Cilacap PT Pertamina
Gambar 10. Mempersiapkan Katalis PK 100 HS ke Reaktor NHT di RU VI Balongan PT Pertamina 9
Selain itu, juga bekerjasama dengan R&D Pertamina, kami mengembangkan katalis hydrotreating untuk fraksi diesel. Molekul pengotor dalam fraksi diesel berukuran lebih besar dan kurang reaktif dibandingkan dengan pengotor di dalam fraksi nafta. Oleh karena itu kami kembangkan katalis PTD 120-1,3T yang lebih aktif dan memiliki pori lebih besar dari pada PK 100 HS. Katalis PTD 120-1,3T pertama digunakan di RU II Dumai untuk mengolah Light Cycle Gasoil (LCGO) dan Heavy Gasoil (HGO) bahan baku solar. Pada 29 November 2014 sejumlah 8 ton katalis diisikan ke dalam reaktor Diesel Hydrotreating (DHT) RU II Dumai. Pada 10 hari pertama reaktor DHT ini dimanfaatkan untuk menguji kemampuan katalis PTD 120-1,3T dalam mengolah campuran 7% minyak sawit dalam LCGO dan HGO. Minyak sawit jika dihidrogenasi menggunakan katalis sejenis PTD 120-1,3T akan dapat menghasilkan fraksi diesel dengan bilangan setana sekitar 80. Alhamdulillah, sukses; katalis PTD 120 bekerja baik untuk hydrotreating diesel, tetapi kami merasa perlu melakukan perbaikan dalam fungsinya untuk mengkonversi minyak sawit menjadi “diesel hijau”.
Gambar 11. Uji Coba Katalis PTD 120-1,3T di Reaktor DHT RU II Dumai PT Pertamina Beberapa modifikasi kami lakukan, diantaranya dengan menambahkan bumbu-bumbu lain (dalam bahasa ilmiah disebut promoter) pada PTD 120. Hasilnya adalah katalis baru yang kami beri nama PDO 120-1,3T: katalis untuk proses HydroDeOxygenation (HDO) minyak nabati menghasilkan hidrokarbon parafinik. Jika sebagai minyak nabati umpan digunakan minyak sawit, maka produknya dikenal sebagai diesel hijau dengan bilangan setana mencapai sekitar 80, dan jika digunakan minyak inti sawit atau minyak kelapa sebagai umpan, maka produknya adalah kerosin parafinik yang merupakan bahan baku bio-avtur. Secara keseluruhan jumlah katalis yang diproduksi pada tahun 2014 adalah 52 ton. Jumlah sebanyak itu tentu tidak dapat diproduksi di pabrik mini yang kami bangun di area R&D Pertamina di Pulogadung. Oleh karena itu untuk memproduksi 52 ton katalis, kami bekerjasama dengan pabrik katalis yang ada di Cikampek, yaitu PT. Clariant Kujang Catalyst (PT. CKC). Kerjasama ini ternyata “beranak”; PT. CKC, setelah mengamati kinerja katalis PK 100 HS dan PTD 120-1,3T, menawarkan untuk memasarkan katalis-katalis tersebut ke luar Indonesia. Tawaran ini sedang kami bahas bersama PT. Pertamina. Selain itu PT. CKC juga menawarkan kerjasama untuk mengembangkan beberapa jenis katalis. Sayang kami belum dapat melayani, karena keterbatasan tenaga, peralatan dan ruang laboratorium.
10
Dengan keberhasilan-keberhasilan ini, PT. Pertamina kemudian menawarkan kerjasama untuk mengembangkan katalis untuk proses perengkahan katalitik. Pada saat ini, kebutuhan Pertamina akan katalis perengkahan tersebut mencapai 20 ton/hari, dan akan meningkat menjadi 30 ton/hari pada tahun 2016. Pengembangan katalis perengkahan tersebut saat ini sedang berjalan di laboratorium kami. 3) Pengembangan Katalis Hidrogenasi Ester-lemak menjadi Alkohol-lemak Pada reuni alumni TK 81 tahun 2010, peserta berbincang-bincang ingin berbuat sesuatu untuk Teknik Kimia-ITB, almamaternya. Ide yang muncul kemudian adalah membantu mantan wali akademiknya (Subagjo) untuk mengembangkan katalis. Yang menindaklanjuti ide tersebut adalah Dr Erwin Sutanto, yang kala itu menjabat direktur PT. Ecogreen Oleochemical. Pada akhir 2011 kerjasama antara PT Ecogreen Oleochemical dengan Laboratorium Teknik Reaksi kimia dan Katalisis ITB mulai dijalin dengan tujuan utama mengembangkan katalis hidrogenasi ester lemak menjadi alkohol lemak. Dari kerjasama tersebut kami, selain mendapat bantuan dana riset, juga bantuan berupa peralatan khromatografi gas. Kami sudah berhasil mengembangkan berbagai katalis untuk PT. Ecogreen Oleochemical. Saat ini uji pilot sedang dilakukan di Lab TRKK-ITB. Katalis hidrogenasi ester lemak menjadi alkohol lemak yang kami kembangkan sangat berpotensi untuk dikembangkan lebih lanjut ke skala komersial. 4) Pengembangan Proses dan Katalis Fischer Tropsch. Sejak 2006, kami juga mengembangkan katalis untuk proses Fischer Tropsch (FT), yaitu proses yang mengkonversi gas sintesis, campuran CO dan H2, menjadi hidrokarbon, terutama fraksi BBM. Kemajuan terasa lambat, karena reaksi ini harus dilaksanakan pada tekanan agak tinggi (sekitar 20 atm.), dan diperlukan biaya yang besar untuk membangun atau membeli unit reaktor bertekanan tinggi. Pada 2012, alumni TK 77 yang memang banyak memperhatikan almamaternya, menawarkan bantuan dana penelitian untuk topik yang belum dikerjasamakan dengan industri. Pucuk dicinta ulam tiba; tawaran tersebut kami terima dengan sangat senang hati. Alumni TK 77, selain membantu dana penelitian juga membantu dana untuk pembelian unit reaktor sederhana yang dapat dioperasikan hingga tekanan 60 atm. Pada saat ini kami telah mendapatkan katalis dengan kinerja yang baik, yaitu katalis berbasis logam besi dengan berbagai promoter: Fe-Zn-Cu-K. Masih banyak pekerjaan yang harus kami selesaikan pada pengembangan proses dan katalis FT ini, karena selain mengembangkan katalis kami juga harus mengembangkan sistem pemroses FT. Selain pengembangan katalis yang saya sampaikan di atas, saat ini kami juga sedang mengembangkan berbagai katalis, yaitu: • Katalis untuk isomerisasi normal-paraffin menjadi iso-parafin • Ni/Al2O3 untuk hidrogenasi heksanal menjadi heksanol, • Cu-ZnO/Al2O3 untuk katalis reaksi pergeseran gas-air bertemperatur rendah, • Cu-ZnO/Al2O3 untuk katalis reaksi reformasi kukus metanol, • Ni/Al2O3 untuk reaksi reformasi kukus gliserol.
11
4.3. HASIL KERJASAMA DENGAN INDUSTRI Produk utama dari kerjasama penelitian dan pengembangan yang dilaksanakan oleh laboratorium kami dengan industri adalah katalis yang berunjuk kerja baik, sehingga dapat digunakan di industri. Seluruh kerjasama ini melibatkan sumber daya manusia dan para pakar yang berdedikasi tinggi, seperti rekan kerja dan mahasiswa (S1, S2 dan S3) yang melaksanakan tugas akhir penelitiannya di Laboratorium TRKK. Oleh karena itu, dapat saya sampaikan bahwa selain katalis, produk lain yang tak kalah pentingnya dari kerjasama ini adalah para Sarjana, Magister dan Doktor Teknik Kimia yang selama ini membantu kami dalam mengembangkan katalis dan sistem reaksi kimia. Selain itu, masih ada produk lain yang dihasilkan dari kerjasama ini, yaitu beberapa publikasi ilmiah, beberapa paten yang menghasilkan royalti bagi ITB, dan beberapa peralatan penelitian canggih yang dibiayai oleh kerjasama ini. Namun kami berpendapat, produk yang jauh lebih penting dari itu semua adalah timbulnya kepercayaan pihak industri pada kemampuan kami dan Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis ITB. Saya berharap kepercayaan semacam ini dapat mengimbas dan meluas kepada sivitas akademik perguruan tinggi dan anak bangsa yang lain.
5. DISEMINASI DAN KONSOLIDASI KEPAKARAN 1) Diseminasi melalui Kuliah Sebenarnya upaya mengembangkan katalis di Indonesia tidak hanya saya tempuh melalui penelitian saja. Pada tahun 1996 saya membuka kuliah tentang Katalis dan Katalisis yang saya tujukan untuk diseminasi pengetahuan tentang katalisis. Saya berharap dengan mengenal lebih baik tentang katalis akan makin banyak generasi muda yang berminat menekuni bidang katalisis, dan suatu saat akan terlibat aktif dalam pengembangan katalis untuk Indonesia. Sejak 4 tahun yg lalu atas saran Ir. Lisminto, alumni TK 77 yg dikenal sebagai provokator militan, dalam setiap kuliah saya sampaikan cerita sukses laboratorium kami dalam pengembangan katalis, dengan maksud agar para peserta kuliah sejak dini memelihara dan membesarkan garuda di dadanya. 2) Masyarakat Katalisis Indonesia Beberapa tahun kemudian, setelah para penggemar katalis makin banyak, saya dan beberapa teman yang sama-sama menyadari pentingnya Indonesia mandiri dalam bidang teknologi proses, berniat untuk mendirikan sebuah asosiasi kepakaran. Melalui proses yang panjang dan diskusi intensif, akhirnya kami mendeklarasikan berdirinya Masyarakat Katalisis Indonesia (MKI) pada 2004 saat Seminar Teknik Kimia Soehadi Reksowardojo di ITB. Masyarakat Katalisis Indonesia dibangun sebagai tempat berhimpunnya pakar-pakar dalam bidang teknik reaksi kimia dan katalisis untuk berkonsolodasi, berdiskusi, melempar ide dan mendorong mimpi untuk mengembangkan teknologi katalisis di Indonesia. 3) Pusat Rekayasa Reaksi Kimia dan Katalisis Yang terakhir, yang belum terlaksana adalah keinginan saya untuk menegakkan satu Pusat Rekayasa Reaksi Kimia dan Katalisis. Suatu wadah untuk melaksanakan kegiatan penelitian dasar hingga terapan untuk pengembangan katalis dan teknologi proses. Pusat Rekayasa ini 12
dapat menjadi epi-centrum bagi pengembangan aspek-aspek komersialisasi dan kerekayasaan serta knowledge management teknik reaksi kimia dan katalisis. Kami yakin bahwa dengan Pusat Rekayasa Reaksi Kimia dan Katalisis ini, kerjasama yang mendukung perkembangan teknologi reaksi kimia dan katalisis yang telah dicapai saat ini akan jauh lebih baik, sehingga pada gilirannya nanti, teknologi proses merah-putih akan menjadi tuan rumah di negeri ini. Saya berharap kali ini Pemerintah berkenan membantu kami untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Semoga saya juga akan bertemu pejajaran pemerintah yang di dadanya berkibar merah-putih. 6. PENUTUP Restorasi semangat membuat baju dari batu, yang pernah digelorakan oleh Bung Karno pada 5 dekade yang lalu, dirasakan sangat relevan untuk membangkitkan militansi kita dalam mewujudkan kemandirian teknologi di negeri sendiri. Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis telah memulai usaha itu, dalam penguasaan teknologi proses dengan mengembangkan dan mensejajarkan diri dengan para raksasa teknologi katalisis dunia. Hasil tersebut sebenarnya merupakan buah kerja panjang yang didukung oleh militansi pihak-pihak terkait. Wacana kerjasama A-B-G yang telah lama didengungkan menjadi kenyataan, meski unsur G belum sepenuhnya hadir. Kami sangat gembira, bahwa dalam kasus pengembangan katalis ini, kami dapat membawa ITB kembali mengambil perannya sebagai pandu. Suara ITB kembali didengar dan kini komunitas luas menuntut ITB untuk berperan besar, memandu perjalanan industri Katalis Nasional menuju kemandirian. Semoga riak-riak kecil keberhasilan ini dapat membesar dan memicu terjadinya gelombang besar keberhasilan dalam bidang teknologi proses di negeri ini, dan dapat diadopsi oleh bidang-bidang lain untuk menghasilkan perubahan yang sama atau bahkan lebih besar. 7. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan yang berbahagia ini saya ingin mengucapkan terima kasih saya yang tak terhingga kepada beberapa pihak yang telah memberikan dukungan tak ternilai: 1) Istri dan anak-anakku yang tercinta, 2) Ir. Kadar Suradimadja, PT. Pupuk Iskandar Muda, yang telah memberikan inspirasi dan meletakkan tonggak utama bagi pengembangan teknologi katalis nasional, 3) Ir. Suroso Atmomartojo, PT Pertamina Persero, yang telah membuka pintu pertama bagi kerjasama intensif pengembangan teknologi katalis bagi industri pengolahan minyak nasional, 4) Prof. Saswinadi Sasmojo, guru dan wali akademik saya, yang mengajak saya bergabung menjadi dosen di Jurusan Kimia Teknik ITB pada 1975. 5) Dr. Ir. Tatang Hernas Soerawidjaja, rekan yang selama ini memberikan sumbangan pemikiran hebat nan luar biasa bagi pengembangan teknologi katalis nasional, 6) Prof. Soehadi Reksowardojo (alm), Prof Sudarno Harjosoeparto (alm), Dr. Ir. Soepardi Ghazali (alm), Ir. Kamiso Purba, MSc. (alm), guru dan rekan yang telah bekerja keras dalam meletakkan dasar-dasar pengembangan teknologi katalis di Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis, Program Studi Teknik Kimia ITB hingga akhir hayatnya,
13
7) Dr. Ir. Melia Laniwati Gunawan, Dr. Ir. IGBN Makertihartha, dua rekan Lab TRKK yang saat ini bersama-sama membangun dan mengembangkan teknologi katalis nasional, 8) Rekan-rekan di Program Studi Teknik Kimia FTI ITB yang telah bersama-sama mendorong pengembangan teknologi proses tanah air, 9) Rekan-rekan dari PT Pupuk Iskandar Muda, R&D PT Pertamina Persero, PT Ecogreen Oleochemical, PT Clariant Kujang Catalyst, yang selama ini bahu membahu dalam mengaplikasikan hasil penelitian di industri. 10) Ir. Lisminto, Ir. Bambang Sedewo, Ir. Triharjo Soesilo, Ir. Elvianto Riendra, Dr. Erwin Sutanto, yang telah mengawal usaha dan kerja keras kami secara militan selama ini. 11) Teknisi, mahasiswa, dan alumni Laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis yang sangat saya cintai. Demikian orasi saya, semoga mencerahkan.
14
Riwayat Hidup Singkat Dr. Ir. Subagjo sejak lulus dari program sarjana pada tahun 1975 mengabdikan diri menjadi staf pengajar (dosen) dan peneliti di almamaternya, Jurusan (kini menjadi Program Studi) Teknik Kimia - Fakultas Teknologi Industri - Institut Teknologi Bandung. Setelah selesai studi lanjut di Universite de Poitiers - Perancis pada tahun 1981, beliau tetap konsisten dengan menekuni penelitian di bidang katalis dan katalisis. Sejak tahun 2000 menjadi kepala laboratorium Konversi Termokimia, yang kini berganti nama menjadi laboratorium Teknik Reaksi Kimia dan Katalisis (lab TRKK) dan sejak tahun 2006 juga menjabat sebagai Ketua Kelompok keahlian Perancangan dan Pengembangan Proses Teknik Kimia sampai sekarang. Suami dari Minarti Subagjo dan ayah dari Maryam Gustisandi, Maryam Dewiandratika dan Isa Adi Subagjo ini sangat mencintai profesinya sebagai dosen dan peneliti. Beberapa hasil penelitiannya telah disajikan dalam seminar-seminar di dalam maupun di luar negeri. Berkat ketekunannya dan kerjasama dengan PT. Pupuk Iskandar Muda, telah dihasilkan resep pembuatan adsorben gas asam sulfida berbasis besi oksida, dan bahkan telah dibangun pabrik dengan kapasitas 600 ton/tahun untuk memproduksinya. Kini produk yang diberi nama PIMIT-B1 tersebut telah dijual dan dipakai secara komersial. Berkat keinginannya yang keras serta keseriusan untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa yang mandiri dalam Teknologi Katalis telah lahir katalis hidrotreating nafta (NHT) yang diberi nama PK 100 HS dan dijuluki katalis merah putih pertama hasil kerjasama yang erat dengan PT. Pertamina. Kini katalis tersebut telah diproduksi dan dipakai di kilang-kilang Pertamina, tepatnya Refinery Unit (RU) II Dumai, RU IV Cilacap dan RU VI Balongan serta akan menyusul pada pertengahan tahun 2015 RU V Balikpapan dengan total pemakaian katalis NHDT lebih dari 50 ton. Kedua hasil di atas semakin memacu mantan Pembantu Rektor I Universitas Terbuka periode 1997-2001 ini untuk terus meneliti bersama tim yang beranggotakan para peneliti dari Research and Development (R&D) PT. Pertamina dan anggota Lab TRKK untuk menghasilkan katalis-katalis lainnya, yaitu hidrotreating diesel (DHT), hidrodeoksigenasi (HDO) untuk mengkonversikan minyak nabati menjadi biodiesel, biokerosin/bio-avtur, serta katalis untuk proses perengkahan (FCC). Para alumni Teknik Kimia serta industri kimia lainya sangat mendukung upayanya menegakkan kemandirian Indonesia dalam bidang katalis dengan membantu dana penelitian dan peralatan. Bantuan diwujudkan melalui kerjasama penelitian untuk pengembangan katalis, diantaranya katalis untuk hidrogenasi ester lemak dan aldehid beratom C8 menjadi senyawa alkohol, serta konversi gas sintesis (CO dan H2) menjadi hidokarbon BBM. Kini kepakaran ketua Masyarakat Katalis Indonesia (MKI) telah diakui oleh para praktisi di bidang Teknologi Katalis dan produsen katalis.
15