Bioaugmentasi Bakteri Pelarut Fosfat Genus Bacillus pada Modifikasi Media Tanam Pasir dan Kompos (1:1) untuk Pertumbuhan Tanaman Sawi (Brassica sinensis) Resky Surya Ningsih*, Dini Ermavitalini1 Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Gedung H Kampus ITS Sukolilo, Surabaya 60111, Indonesia Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh bioaugmentasi bakteri pelarut fosfat Bacillus pantothenticus dan Bacillus megaterium sebagai pupuk hayati terhadap pertumbuhan tanaman sawi pada modifikasi media tanam pasir:kompos (1:1), kompos sebagai bahan pembawa bakteri B.pantothenticus dan B.megaterium. Perlakuan terdiri dari 3 macam, yaitu P1 (pasir+inokulan padat B.pantothenticus), P2 (pasir+inokulan padat B.megaterium) dan P3 (pasir+inokulan padat tanpa bakteri). Kontrol terdiri dari 3 macam, yaitu K1 (kontrol pasir), K2 (kontrol tanah) dan K3 (kontrol kompos). Parameter pengamatan yaitu tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah, berat kering, pH dan kadar P-tersedia media tanam. Hasil penelitian menunjukkan tidak ada pengaruh nyata komposisi media tanam terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering tanaman. Akan tetapi ada pengaruh nyata terhadap kadar P-tersedia yaitu K3 (kontrol kompos) 456,637 mg/kg, P3 (pasir+inokulan padat tanpa bakteri) 363.546 mg/kg, P1 (pasir+inokulan padat B. pantothenticus) 252,396 mg/kg dan P2 (pasir+inokulan padat B. megaterium) 333,417 mg/kg dibandingkan K1 (kontrol pasir) yang hanya 17,560 mg/kg dan K2 (kontrol tanah) dengan nilai terendah yaitu 5.968 mg/kg. Kata Kunci : B.pantothenticus, B.megaterium, Kompos, P-tersedia, Sawi Abstract This research was aimed to find an influence of bioaugmentation phosphate solubilizing bacteria, Bacillus pantothenticus and Bacillus megaterium as biofertilizer for growth of mustard (Brassica sinensis) on modification sand and compost media (1:1), compost as carier for B.pantothenticus and B.megaterium. The treatment consists of three kinds, namely P1 (sand+solid inocculant of B.pantothenticus), P2 (sand+solid inocculant of B.megaterium) dan P3 (sand+solid inocculant without bacteria). Control consists of three kinds, namely K1 (sand control), K2 (soil control) and K3 (compost control). The observation parameters are plant height, leaf number, wet weight, dry weight, pH and P-available of plant media. The result showed no significant effect on plant height, leaf number, wet weight and dry weight of plants. But, there are signifficant effect on the levels of Pavailable, K3 (compost control) 456,6373 mg/kg, P3 (sand+solid inoculant without bacteria) 363.5463 mg/kg, P1 (sand+solid inoculant B. pantothenticus) 252.396 mg/kg, P1 (sand+solid inoculant B. megaterium 333.4167 mg/kg. compared to K1 (sand control) which only 17.5603 mg/kg and K2 (soil control) reached 5.9683 mg/kg. Key words : B. pantothenticus, B. megaterium, Compost, Mustard, P-available *Coresponding Author Phone: 085648101726 1 Alamat Sekarang : Jurusan Biologi FMIPA ITS
1. Pendahuluan Indonesia merupakan negara maritim dengan areal lahan pesisir pantai yang sangat luas. Wilayah pesisir pantai yang bertekstur pasir merupakan salah satu potensi utama pembangunan di masa mendatang. Lahan pesisir merupakan lahan marginal dengan percepatan pendayagunaan untuk budidaya pertanian sangat lambat (Aqil, 2000), sebab pantai mempunyai kandungan hara rendah dan daya menyimpan air kurang baik (Kertonegoro, 2007 dalam Yuwono, 2009). Salah satu upaya untuk meningkatkan kualitas lahan marginal adalah menggunakannya sebagai lahan pertanian dengan perlakuan khusus yaitu menambah kandungan hara dan memperbaiki teksturnya. Penambahan kandungan hara yang ramah lingkungan salah satunya dengan penambahan pupuk hayati. Pupuk hayati merupakan pupuk yang mengandung beberapa strain mikroba yang dapat menambat nitrogen, melarutkan fosfat atau bersifat selulolitik sehingga dapat mempercepat proses ketersediaan hara di dalam media tanam (Simanungkalit, 2006). Bakteri pelarut fosfat merupakan kelompok bakteri yang dapat melarutkan fosfat di dalam media tanam sehingga dapat diserap oleh tanaman. Aktivitas mikroba pelarut fosfat dapat dimanfaatkan untuk penyediaan unsur hara fosfat bagi tanaman sehingga produktivitasnya optimal (Spedding, 2003). Bakteri yang termasuk dalam kelompok bakteri pelarut fosfat antara lain genus Pseudomonas, Bacillus, Mycobacterium, Flavobacterium, Escherichia dan Serratia (Gunarto dan Nurhayati, 1994 dalam Simanungkalit, 2006), mikroorganisme pelarut fosfat anorganik pada rizosfer tanaman pangan adalah bakteri Pseudomonas sp., dan Bacillus subtilis, serta jamur Aspergillus niger dan Penicillium sp. (Fitriatin et al., 2008). Widawati (2005) telah mengisolasi bakteri pelarut fosfat spesies Bacillus megaterium, Bacillus pantothenticus, Chromobacterium lividum dan Klebsiella aerogenes dari Kebun Biologi Wamena (KBW). Efektivitas secara laboratoris dan skala rumah kaca telah diuji terhadap tanaman kaliandra, kacang tanah, tanaman sayuran dan buah (terong), tanaman obat tradisional (kumis kucing dan temulawak) dan dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil kacang tanah pada tanah marginal (Widawati, 2000).
Genus Bacillus, Klebsiella dan Chromobacterium pernah diuji efektivitasnya sebagai pupuk hayati di lahan marginal dengan kondisi asam, akan tetapi genus tersebut belum diuji efektivitasnya pada lahan marginal lain seperti pasir pantai. Sehingga diperlukan penelitian untuk mengungkap keadaan tersebut. Pada penelitian ini, digunakan modifikasi pasir pantai Kenjeran Surabaya dan kompos sebagai media tanam untuk tanaman sawi. Penggunaan sawi dikarenakan merupakan tanaman yang banyak dikonsumsi dan mudah dikembangkan, panen dapat dilakukan kurang lebih 30 hari setelah tanam (HST). Selain itu, ditinjau dari aspek klimatologis, aspek teknis, aspek ekonomis dan aspek sosialnya sangat mendukung untuk diusahakan di Indonesia (Wahyudi, 2011). Genus Bacillus merupakan bakteri yang dapat ditemukan di berbagai habitat baik di tanah, air dan makanan, disamping memiliki kemampuan fisiologi yang beragam terhadap panas, pH dan salinitas tinggi (Buchanan, 1974). Telah dilakukan pengujian sebelumnya, Bacillus pantothenticus dan Bacillus megaterium dari anggota genus Bacillus resisten terhadap pH dan salinitas dari pasir Kenjeran Surabaya. Sehingga spesies anggota genus Bacillus dapat dimanfaatkan untuk pupuk hayati pada modifikasi media tanam pasir dan kompos. 2. Metodologi Penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2012 di Laboratorium Mikrobiologi - Bioteknologi dan Laboratorium Botani Biologi-ITS. Persiapan Kultur Stok dan Kultur Kerja Bacillus pantothenticus dan Bacillus megaterium masing-masing diinokulasi pada dua media NA miring 10 ml. Satu kultur untuk kultur stok dan satu kultur digunakan sebagai kultur kerja. Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Pelarut Fosfat Pembuatan kurva pertumbuhan dari B. pantothenticus dan B. megaterium untuk mengetahui usia starter saat fase log sehingga dapat digunakan untuk menentukan pengambilan bakteri secara tepat yang akan digunakan sebagai inokulan cair. Kedua bakteri dari kultur kerja yang berumur 24 jam, ditambahkan aquades steril sebanyak 1 ml ke dalam media subkultur untuk melepaskan koloni pada media. Selanjutnya
diinokulasikan masing-masing pada 150 ml media Pikovskaya cair pada erlenmeyer dan diinkubasi pada shaker selama 24 jam. Untuk menentukan nilai kekeruhan digunakan alat spektrofotometer dengan panjang gelombang 600 nm. Media Pikovskaya sebanyak 1 ml tanpa bakteri sebagai blanko, dimasukkan ke kuvet dan nilai absorbansinya diukur. Untuk pengujian bakteri, 1 ml kultur bakteri dalam erlenmeyer dimasukkan ke kuvet dan nilai absorbansinya diukur. Sisa bakteri dalam erlenmeyer diukur kekeruhannya setiap 2 jam sekali sampai bakteri berumur 24 jam (Dimodifikasi dari Cappuccino & Sherman, 2005). Pembuatan Inokulan Cair Bakteri Pelarut Fosfat Kedua bakteri dari kultur kerja yang berumur 24 jam ditambahkan aquades steril 1 ml untuk melepas koloni pada media sublkultur. Kemudian diinokulasikan pada media Pikovskaya cair sebanyak 150 ml, lalu diinkubasi pada shaker selama 24 jam. Selanjutnya, dihitung jumlah sel dari kedua bakteri tersebut dari jam ke-0 sampai jam ke-6 (sebagai pertengahan fase log). Perhitungan jumlah sel dilakukan menggunakan Haemacytometer. Pembuatan Inokulan Padat Bakteri Pelarut Fosfat Sebanyak 36 ml inokulan cair dari masingmasing bakteri dicampur dengan kompos steril sebanyak 1,5 kg dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang, maka inokulan padat siap digunakan (Widawati dan Suliasih, 2005). Komposisi Media Tanam Media lahan marginal diperoleh dari pantai Kenjeran Surabaya, Kelurahan Kenjeran pada koordinat 7o23’S 112o79’E, pada kedalaman 15 cm. Pasir disterilisasi menggunakan autoklaf pada suhu 121oC selama 25 menit. Komposisi media tanam yang digunakan dalam perlakuan per polibag, terdiri dari 1,5 kg pasir steril dan 1,5 kg inokulan padat. Untuk kontrol digunakan 3 macam, yaitu kontrol 1 pasir steril sebanyak 3 kg, kontrol 2 tanah steril sebanyak 3 kg dan kontrol 3 kompos steril sebanyak 3 kg. Penanaman Benih sawi ditanam pada masing-masing media tanam sebanyak 3 benih/polibag. Penyiraman dilakukan sehari sekali pada pagi hari. Panen pada umur 30 HST. Parameter Pengamatan Parameter pengamatan yaitu sifat kimia pasir
dan kompos, tinggi tanaman, jumlah daun diamati pada 15 HST dan 30 HST, berat basah dan berat kering diamati pada 30 HST serta kadar P-tersedia dan pH diamati pada 0 HST, 15 HST dan 30 HST. Hasil yang diperoleh diuji menggunakan ANOVA one way, jika berpengaruh nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan. 3. Hasil dan Pembahasan Kurva Pertumbuhan Bakteri Data kurva pertumbuhan dari bakteri B. pantothenticus dan B. megaterium disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik kurva pertumbuhan B. pantothenticus dan B. megaterium (setelah inkubasi 24 jam pada media pykovskaya)
Pertengahan fase log pada B. pantothenticus dan B. megaterium yaitu pada jam ke-6. Sehingga, pengambilan inokulan cair dilakukan pada jam ke-6. Jumlah sel B. pantothenticus dan B. megaterium pada jam ke-6 yaitu sebanyak 1,313x108/ml dan 0,938x108/ml. B. pantothenticus dan B. megaterium sebagai Inokulan Padat Inokulan padat dibuat dengan mencampurkan inokulan cair 36 ml pada kompos steril 1,5 kg dan diinkubasi selama 7 hari pada suhu ruang. Penggunaan inokulan cair sebanyak 36 ml disesuaikan dengan penelitian sebelumnya yang menggunakan 60 ml inokulan cair pada media tanam sebanyak 5 kg (Widawati dan Suliasih, 2005). Sedangkan pada penelitian ini, media tanam yang digunakan adalah sebanyak 3 kg. Kadar P-tersedia dan pH dalam Media Tanam
Data hasil pengukuran kadar P-tersedia media tanam 0,15 dan 30 HST pada penelitian ini disajikan dalam Gambar 2. Berdasarkan uji ANOVA one-way, komposisi media tanam sawi berpengaruh
nyata terhadap kadar P tersedia media tanam pada 0 HST, 15 HST dan 30 HST dengan pvalue < 0,05. Hasil uji lanjut Duncan, terlihat bahwa komposisi media tanam sawi perlakuan dan kontrol berbeda nyata, dimana kadar Ptersedia tertinggi dimiliki oleh K3 (Kontrol kompos steril). Hasil uji Duncan, disajikan pada Tabel 1.
kompos menyediakan unsur hara makro dan mikro untuk tanaman salah satunya adalah unsur hara P (fosfor). Selain itu dimungkinkan adanya kompetisi antara akar tanaman dan bakteri (pada perlakuan P1 dan P2) untuk memperoleh unsur hara yang terdapat pada media tanam. Sehingga bioaugmentasi bakteri pelarut fosfat B.pantothenticus dan B.megaterium tidak berpengaruh pada kadar Ptersedia media tanam dibandingkan dengan perlakuan P3 (pasir+inokulan padat tanpa bakteri) dan K3 (kontrol kompos steril). Selain pengukuran kadar P-tersedia, dilakukan juga pengukuran pH pada media tanam. Penurunan pH pada 0 HST, 15 HST sampai 30 HST disajikan pada Gambar 3.
Gambar 2. Grafik pengukuran kadar P-tersedia media tanam Tabel 1. Hasil uji Duncan kadar P-tersedia pada media tanam pada 30 HST Perlakuan
Rata-Rata
P1 : Pasir + inokulan padat Bacillus pantothenticus P2 : Pasir + inokulan padat Bacillus megaterium P3 : Pasir + inokulan padat tanpa bakteri K1 : Kontrol pasir steril K2 : Kontrol tanah steril K3 : Kontrol kompos steril
252,396c 333,417cd
Gambar 3. Grafik pengukuran pH media tanam
de
363,546
17,560ab 5,968a 456,637e
Keterangan: Nilai yang diikuti huruf yang sama pada kolom Kadar P-tersedia tidak berbeda nyata menurut Uji Duncan pada tingkat kepercayaan 95%..
Kadar P-tersedia tertinggi terdapat pada komposisi media tanam yang di dalamnya terdapat kompos. Sedangkan K1 (kontrol pasir steril) dan K2 (kontrol tanah steril) mempunyai kadar P tersedia yang sangat rendah. Kadar Ptersedia tertinggi terdapat pada K3 (kontrol kompos steril) dan disusul pada perlakuan P3 (pasir+inokulan padat tanpa bakteri), dibandingkan dengan P1 (pasir+inokulan padat B.pantothenticus) dan P2 (pasir+inokulan padat B.megaterium). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kehadiran bakteri B.pantothenticus dan B.megaterium sebagai bakteri pelarut fosfat tidak lebih efektif dibandingkan tanpa kehadiran bakteri tersebut (pada perlakuan P3 dan K3). Hal tersebut dapat disebabkan oleh keberadaan kompos, dimana
Berdasarkan uji ANOVA one-way, komposisi media tanam sawi pada penelitian ini berpengaruh nyata terhadap pH media tanam pada 0 HST, 15 HST dan 30 HST dengan p-value<0,05. Gambar 3 menunjukkan pH dari seluruh komposisi media tanam sawi perlakuan dan kontrol terjadi penurunan dari 0 HST, 15 HST sampai dengan 30 HST. Pada K3 (kontrol kompos steril) merupakan komposisi media tanam yang mempunyai pH paling rendah pada 0 HST dan 15 HST, diantara komposisi media tanam perlakuan dan kontrol yang lain. Akan tetapi pada 30 HST nilai pH hampir sama antara P1 (pasir+inokulan padat B.pantothenticus), P2 (pasir+inokulan padat B.megaterium), P3 (pasir+inokulan padat tanpa bakteri) dan K3 (kontrol kompos steril) yaitu berkisar antara 3,8 sampai dengan 4,2. Konsentrasi pH merupakan hal penting dalam tanah karena berdampak pada pertumbuhan akar tanaman dan mikroorganisme tanah. Pertumbuhan akar secara umum optimal pada pH antara 5,5 dan 6,5. pH tanah menentukan ketersediaan nutrisi
tanah. Keasaman dapat meningkatkan pelapukan batuan sehingga dapat melepas K+,Mg2+ dan Mn2+ serta meningkatkan kelarutan karbonat, sulfat dan fosfat (Taiz dan Zeiger, 2006) Penurunan pH pada perlakuan dan kontrol komposisi media tanam, diduga disebabkan karena adanya sekresi karbon organik dari akar biasanya disebut mucilage. Jumlah mucilage yang dilepaskan tergantung pada berbagai faktor salah satunya adalah karena status hara tanaman yang kurang. Substansi organik tersebut berupa asam organik yang memiliki massa molekul rendah seperti asam-asam amino, fenolik dan vitamin (Handayanto, 2009). Menurut Campbell et al. (2003), penurunan pH juga dapat terjadi akibat CO 2 yang dikeluarkan oleh akar berikatan dengan air sehingga menghasilkan asam karbonat atau menurut Taiz and Zeiger (2006), CO2 dapat pula dihasilkan dari dekomposisi bahan organik yang kemudian berikatan dengan air. Reaksi sama yang dihasilkan adalah sebagai berikut : CO2 + H2O → H2CO3 → HCO3- + H+ Penurunan pH akibat meningkatnya jumlah asam karnonat juga dapat mempengaruhi kadar P-tersedia, karena asam organik akan bereaksi dengan bahan pengikat fosfat seperti Al3+, Fe3+, Ca2+ dan Mg2+ membentuk khelat organik yang stabil sehingga mampu membebaskan ion fosfat terikat dalam tanah. Penurunan pH dapat menyebabkan pertumbuhan tanman sawi menjadi tidak optimal. Parameter Pertumbuhan Tanaman Parameter pertumbuhan tanaman yang diukur adalah tinggi tanaman, jumlah daun, berat basah dan berat kering total tanaman. Parameter tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan pada 15 HST dan 30 HST. Sedangkan pengukuran berat basah dan berat kering tanaman dilakukan pada 30 HST. Berdasarkan uji ANOVA one-way, komposisi media tanam sawi perlakuan dan kontrol berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada 15 HST dengan p-value < 0,05 akan tetapi tidak berpengaruh nyata pada 30 HST dengan p-value > 0,05.
Gambar 4. Grafik tinggi tanaman
Gambar 5. Grafik jumlah daun
Gambar 6. Grafik berat basah dan berat kering total tanaman
Pengaruh komposisi media tanam berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun pada 15 HST dan kemudian menjadi tidak berpengaruh nyata pada 30 HST. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penurunan pH yang terjadi pada 15 HST dan 30 HST. Pada umumnya unsur hara mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tersebut kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air (Campbell et al., 2003). Penurunan pH tanah yang berangsur terjadi akan menyebabkan tanaman tidak dapat menyerap unsur hara untuk pertumbuhannya sehingga pada saat 30 HST komposisi media tanam menjadi tidak berpengaruh nyata.
Berdasarkan uji ANOVA one-way, komposisi media tanam sawi perlakuan dan kontrol tidak berpengaruh nyata terhadap berat basah dan berat kering total tanaman pada 30 HST dengan p-value > 0,05. Berat basah dan berat kering yang rendah pada setiap perlakuan dan kontrol komposisi media tanam, diakibatkan karena pertumbuhan tanaman kurang optimal yang dapat dilihat dari tinggi tanaman dan jumlah daun. Hal ini diduga akibat pH media tanam yang berangsur menjadi masam pada 15 dan 30 HST. Pada tanah masam, konsentrasi aluminium cukup tinggi, sehingga dapat menghambat pertumbuhan beberapa spesies. Hal ini dikarenakan mempunyai efek beracun secara langsung terhadap metabolisme tumbuhan (Salisbury dan Ross, 1995). Keasaman tanah diluar rentang 5,0 – 8,0 secara potensial mempunyai pengaruh langsung dalam menghambat pertumbuhan akar (Gardner, 1991). Pada tanaman sawi pH optimum untuk pertumbuhannya adalah antara 6,0-6,8 (Wahyudi, 2011). Sehingga tanaman sawi pada penelitian ini tidak dapat tumbuh secara optimal dikarenakan pH media tanam diluar rentang pH pertumbuhan tanaman sawi. 4.
Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh pada penelitian ini adalah: Bioaugmentasi bakteri pelarut fosfat genus Bacillus yaitu B. pantothenticus dan B. megaterium pada modifikasi media tanam pasir (lahan marginal) dan kompos (1:1) , tidak memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, berat kering dan berat basah tanaman sawi (Brassica sinensis). Ada pengaruh nyata komposisi media tanam terhadap kadar P-tersedia yaitu pada K3 (kontrol kompos) mencapai 456,6373 mg/kg, P3 (pasir+inokulan padat tanpa bakteri) mencapai 363.5463 mg/kg, pada P1 (pasir+inokulan padat B. pantothenticus) mencapai 252,396 mg/kg dan pada P2 (pasir+inokulan padat B. megaterium) mencapai 333,4167 mg/kg dibandingkan K1 (kontrol pasir) yang hanya mencapai 17,5603 mg/kg dan K2 (kontrol tanah) dengan nilai terendah yaitu 5.9683 mg/kg.
Keberadaan kompos mempengaruhi kadar P-tersedia media tanam, karena pada kompos unsur hara terdapat dalam bentuk tersedia untuk tanaman, termasuk P (fosfor). Selain itu, pH yang rendah dapat meningkatkan ketersediaan P didalam media tanam.
5. Daftar Pustaka Aqil, M. 2000. Model Gerakan Massa Air dan Panas dalam Tanah Pasiran Tak Jenuh pada Sistem Irigasi Tetes. (Tesis). Program Studi Teknik Pertanian Jurusan Ilmu Pertanian PPS-UGM : Yogyakarta Buchanan, R.E and N.E. Gibbons. 1974. Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology 8th Edition. The Williams & Wilkins Company : USA Campbell, N.A., J.B. Reece and L.G. Mitchell. 2003. Biologi. Edisi Kelima-Jilid 2. Penerbit Erlangga : Jakarta Cappuccino, J.G. and Sherman N. 2005. Microbiology A Laboratory Manual 6th Ed. Benjamin Cummings : San Fransisco Fitriatin, BN., Joy, B., and Subroto, T. 2008. The Influence od Organic Phosphorous Substrate on Phosphatase Activity of Soil Microbes. Proceeding International Seminar of Chemistry: Indonesia Gardner, F. P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah Herawati Susilo. UI Press: Jakarta Gunarto, L dan L. Nurhayati. 1994. Karakterisasi dan Identifikasi Bakteri Pelarut Fosfat pada Tanah-tanah di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor Handayanto, E. dan Hairiah. K. 2009. Biologi Tanah: Landasan Pengelolaan Tanah Sehat. Pustaka Adipura: Yogyakarta Kertonegoro, B. K., D. Shiddieq, Sulakhudin dan Ai Dariah. 2007. Optimalisasi Lahan Pasir Pantai Bugel Kulon Progo Untuk Pengembangan Tanaman Hortikultura dengan Teknologi Inovatif Berkearifan
Lokal. Seminar Nasional Sumberdaya Lahan dan Lingkungan Pertanian : Bogor Salisbury, F.B dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Terjemahan D.R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB : Bandung Simanungkalit RDM. 2006. Pupuk Organik dan Pupuk Hayati. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian : Bogor Spedding, T.A., C. Hamel, G.R. Mehuys, C.A. Madramootoo. 2003. Soil Microbial Dynamics in Maize-growing Soil Under Different Tillage and Residue Management Systems. Soil Biology & Biochemistry 36 : 499-512. Taiz, L. dan Zeiger, E. 2006. Plant Physiology. Sinauer Association. Sunderland : United States of America Wahyudi. 2011. Petunjuk Praktis Bertanam Sayuran Lebih Menguntungkan dengan Teknologi EMP. Diakses di http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/varie tas-dan-persemaian-benih-sawi-caisimbrassica-rapa-cv-caisim-dan-pakcoybrassica-parachinensis-dengan-teknologiemp.htm pada tanggal 4 Oktober 2011 pukul 10.49 WIB Widawati, S. dan Suliasih. 2000. Uji Efektivitas Beberapa Isolat Bakteri Pelarut Fosfat Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogea L.) pada Tanah Masam. Biodiversitas Vol. VI Widawati, S. dan Suliasih. 2005. Augmentasi Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) Potensial sebagai Pemacu Pertumbuhan Caysin (Brasica caventis Oed.) di Tanah Marginal. Biodiversitas Vol. 7 : 10-14 Yuwono, N.W. 2009. Membangun Kesuburan Tanah di Lahan Marginal. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan Vol. 9 No. 2 (2009) p: 137-141