REPRESENTASI POSFEMINISME DALAM IKLAN EKSPLOITASI SISI EMOSIONAL WANITA DALAM IKLAN JOY GREEN TEA DAN TIM TAM CRUSH
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Strata 1 (S-1) Komunikasi Bidang Studi Advertising & Marketing Communication
Disusun oleh : NINDYTA AISYAH DWITYAS 44305010020
Bidang Studi Advertising & Marketing Communication Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana Jakarta 2009
i
Bidang Studi Advertising & Marketing Communications Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
Lembar Persetujuan Sidang Skripsi
Judul
: REPRESENTASI POSFEMINISME DALAM IKLAN Eksploitasi Sisi Emosional Wanita Dalam Iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush
Nama
: Nindyta Aisyah Dwityas
NIM
: 44305010020
Bidang Studi
: Advertising & Marketing Communications
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jakarta, Agustus 2009
Mengetahui, Pembimbing skripsi
Farid Hamid, S.Sos. MSi
ii
Bidang Studi Advertising & Marketing Communications Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
Lembar Kelulusan Sidang Skripsi
Judul
: REPRESENTASI POSFEMINISME DALAM IKLAN Eksploitasi Sisi Emosional Wanita Dalam Iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush
Nama
: Nindyta Aisyah Dwityas
NIM
: 44305010020
Bidang Studi
: Advertising & Marketing Communications
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jakarta, Agustus 2009 Menyetujui,
1. Ketua sidang Dra. Tri Diah Cahyowati, MSi
( _________________ )
2. Penguji Ahli Ponco Budi Sulistyo, S.Sos. M.Comm
( __________________ )
3. Pembimbing skripsi Farid Hamid, S.Sos. MSi
( __________________ ) iii
Bidang Studi Advertising & Marketing Communications Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
Lembar Persetujuan Perbaikan Skripsi
Judul
: REPRESENTASI POSFEMINISME DALAM IKLAN Eksploitasi Sisi Emosional Wanita Dalam Iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush
Nama
: Nindyta Aisyah Dwityas
NIM
: 44305010020
Bidang Studi
: Advertising & Marketing Communications
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jakarta, Agustus 2009 Menerima dan menyetujui,
4. Ketua sidang Dra. Tri Diah Cahyowati, MSi
( _________________ )
5. Penguji Ahli Ponco Budi Sulistyo, S.Sos. M.Comm
( __________________ )
6. Pembimbing skripsi Farid Hamid, S.Sos. MSi
( __________________ ) iv
Bidang Studi Advertising & Marketing Communications Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
Lembar Pengesahan Skripsi
Judul
: REPRESENTASI POSFEMINISME DALAM IKLAN Eksploitasi Sisi Emosional Wanita Dalam Iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush
Nama
: Nindyta Aisyah Dwityas
NIM
: 44305010020
Bidang Studi
: Advertising & Marketing Communications
Fakultas
: Ilmu Komunikasi
Jakarta, Agustus 2009 Mengetahui, Pembimbing skripsi
Farid Hamid, S.Sos. MSi
Dekan FIKOM UMB
Kabid. Studi MarComm & Advertising
Dra. Diah Wardhani, MSi
Dra. Tri Diah Cahyowati, MSi v
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Allah SWT, karena karuniaNYA sehingga skripsi yang berjudul REPRESENTASI POSFEMINISME DALAM IKLAN (Eksploitasi sisi emosional wanita dalam iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush), sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana ilmu komunikasi dari Universitas Mercu Buana, Jakarta ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Alasan pemilihan judul ‘REPRESENTASI POSFEMINISME DALAM IKLAN’ (Eksploitasi sisi emosional wanita dalam iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush) didasarkan pada masih terbatasnya penelitian-penelitian yang membahas mengenai bagaimana sisi emosional wanita dieksploitasi menjadi sebuah daya tarik pesan dalam iklan. Sedangkan yang lebih sering ditemui adalah penelitian-penelitian yang hanya terfokus pada pengeksploitasian tubuh wanita saja. Terlebih dari itu, melalui pengamatan yang telah dilakukan, peneliti juga melihat sebuah gagasan yang terkait dengan representasi ideologi gender terutama wanita dibalik pemunculan sosok-sosok wanita dengan karakter emosional dalam contoh-contoh iklan yang diteliti tersebut. Ideologi yang terepresentasikan tersebut merupakan ideologi yang mendasari perubahan gerakan perempuan yang sebelumnya hanya terfokus pada prinsip-prinsip sekitar perjuangan memperoleh hak kesetaraan dan kritik terhadap dominasi pria kepada pembalikan untuk mencari kembali jati diri dari hal-hal yang bersifat naluriah tanpa harus mengorbankan berbagai hak untuk dapat diperhitungkan dalam ranah yang sama dengan pria. Pembahasan mengenai ideologi ini terutama di Indonesia juga masih tergolong sedikit jumlahnya, sedangkan dilain pihak representasi dari eksistensinya cukup mudah dapat ditemui. Misalnya melalui fenomena booming-nya buku-buku chick-lit dan film/serial-serial tv dan layar lebar
vi
seperti Sex And The City, Ally MacBeal dan Bridget Jones Diary yang juga menampilkan sosok wanita-wanita yang sesuai dengan karakter-karakter yang dinilai mengadopsi prinsip-prinsip dari ideologi ini. Dan penelitian seperti ini diharakan dapat menjadi sebuah kontribusi untuk memperkaya kajian-kajian mengenai pokokpokok bahasan seperti yang telah dijelaskan diatas. Tentunya dalam proses pengerjaan skripsi ini, banyak pihak yang telah memberikan kontribusinya hingga akhirnya skripsi ini dapat selesai tepat pada waktu yang telah ditentukan meskipun masih terdapat kekurangan-kekurangan didalamnya. Karena itu, melalui kesempatan ini, peneliti ingin menyampaikan rasa terima kasih dan penghormatan yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah terlibat: 1. Bapak Farid Hamid, S.Sos. Msi, selaku pembimbing skripsi. Terima kasih atas kesabarannya untuk meluangkan waktu diantara kesibukan kerja dan studi S3nya, serta telah banyak membuka pikiran penulis untuk melihat segala hal dari berbagai sisi berbeda, juga mendorong penulis bersikap kritis, karena apa yang ada “didalam” tidak selalu seperti apa yang terlihat diluar. 2. Ibu Dra. Tri Diah Cahyowati, MSi, selaku Ketua Bidang Studi Marketing Communication & Advertising, Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Mercu Buana, juga sebagai ketua sidang skripsi dan Pembimbing Akademik. Terima kasih atas bimbingan dan dukungan selama penulis menjalani masa-masa menjadi mahasiswa di Universitas Mercu Buana, and juga telah menginspirasi penulis mengenai “standar-standar” tertentu yang harus terus diperjuangkan. 3. Bapak Ponco Budi Sulistyo, S.Sos. MSi, selaku penguji ahli. 4. Ibu Dra. Diah Wardhani, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Mercu Buana.
vii
5. Dosen-dosen pengajar di Universitas Mercu Buana, terima kasih untuk masamasa belajar yang sangat berkesan. “It’s not just about being teached, more than a theory. For me it’s a college of life.” 6. Kedua orang tua, Ayah dan Umi. Terimakasih untuk teladan dan doa yang tidak pernah terputus, juga bagi kakak dan adikku serta keluarga besar yang telah memberikan dukungan terbesarnya. 7. Teman-teman di FIKOM UMB, terutama jurusan Advertising & Marketing Communication angkatan 2005. Terima kasih untuk empat tahun yang tidak akan terlupakan. “Perjuangan tidak akan berhenti sampai disini!” 8. Keluarga besar karyawan TU FIKOM UMB dan perpustakaan UMB. 9. Sahabat-sahabat dimanapun berada. Terima kasih untuk kekuatan dan optimisme yang telah ditularkan sedemikian hebatnya. 10. Para praktisi dan akademisi periklanan, yang membuat passion ini “ada” dan semakin besar setiap harinya. 11. Last but not least, Yudhi H. terima kasih untuk hari-hari penuh inspirasi, untuk semua argumentasi yang selalu diperdebatkan mengenai berbagai hal, atas kepercayaan bahwa semua ini akan dapat dilalui dengan baik, terima kasih telah menjadi “the other half”.
Karena, usaha untuk terus menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan tidak akan mengenal kata ”cukup”. Penulis berharap, dengan segala kekurangan maupun kelebihan yang terdapat didalamnya, semoga skripsi ini dapat menjadi salah satu masukan yang berarti bagi berbagai pihak yang membacanya.
Jakarta, Agustus 2009
viii
DAFTAR ISI Hal Halaman Judul ………………………………………………………………………... i Lembar Persetujuan Sidang Skripsi……………………………………………...……ii Lembar Kelulusan Sidang Skripsi…………………………………………….....….. iii Lembar Persetujuan Perbaikan Skripsi ……………………………………………... iv Lembar Pengesahan Skripsi …………………………………………….................... v Kata Pengantar………………………………………………………………………..vi Daftar isi………………………………………………………………………………ix Daftar Tabel…………………………………………………………………………...xi Daftar Gambar………………………………………………………………………..xii Abstraksi…………………………………………………………………………….xiii BAB I. PENDAHULUAN…………………………………………………………...1 1.1 Latar Belakang Masalah…………………………………………………………..1 1.2 Perumusan Masalah………………………………………………………….........7 1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………….............7 1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………………...........8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………9 2.1 Komunikasi Sebagai Produksi dan Pertukaran Makna……………………………9 2.2 Semiotika Sebagai Sebuah Studi Tentang Tanda………………………………...11 2.3 Iklan Sebagai Susunan Tanda-Tanda…………………………………………….20 2.3.1 Gender Sebagai Tanda Dalam Iklan…………………………………………22 2.3.2 Eksploitasi Sisi Emosional Wanita Dalam Iklan…………………………….24
ix
2.4 Pergeseran Teori Dominansi ke Diferensisasi Sebagai Kesadaran Dalam Posfeminisme………………………………………………………………………..29 2.5 Representasi Dalam Iklan……………………………………………………….33 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN………………………………………..38 3.1 Tipe Penelitian…………………………………………………………………..38 3.2 Metode Penelitian……………………………………………………………….39 3.3 Definisi Konsep………………………………………………………………….40 3.4 Unit Analisis……………………………………………………………………..41 3.5 Teknik Pengumpulan Data……………………………………………………....42 3.6 Teknik Analisis Data…………………………………………………………….42 BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN…………………………45 4.1 Hasil Penelitian…………………………………………………………………..45 4.1.1 Analisis iklan Joy Green Tea versi “putus”………………………………….46 4.1.1.1 Story board iklan Joy Green Tea versi “putus”…………………………..46 4.1.1.2 Story line iklan Joy Green Tea versi “putus”…………………………….47 4.1.1.3 Interpretasi iklan Joy Green Tea versi “putus”…………………………..48 4.1.2 Analisis iklan Timtam Crush versi “cemberut”……………………………...74 4.1.2.1 Story board iklan Timtam Crush versi “cemberut”………………………74 4.1.2.2 Story line Timtam Crush versi “cemberut”………………………………75 4.1.2.3 Interpretasi iklan Timtam Crush versi “cemberut”………………………76 4.2 Pembahasan……………………………………………………………………..102 BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………………………..110 5.1 Kesimpulan……………………………………………………………………...110 5.2 Saran…………………………………………………………………………….114 DAFTAR PUSTAKA
x
DAFTAR TABEL Hal Tabel 2.1. Unsur-unsur tanda dalam iklan…………………………………………...21
xi
DAFTAR GAMBAR Hal Gambar 2.1 Unsur makna dari Pierce………………………………………………..12 Gambar 2.2 Dua tatanan pertandaan Barthes………………………………………...15 Gambar 3.1 Peta tanda Roland Barthes………………………………………………44 Gambar storyboard iklan Joy Green Tea versi “putus”………………………………46 Gambar storyboard iklan Tim Tam Crush versi “cemberut”………………………...74
xii
Bidang Studi Advertising & Marketing Communications Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Mercu Buana
ABSTRAKSI NINDYTA AISYAH DWITYAS 44305010020 REPRESENTASI POSFEMINISME DALAM IKLAN (Eksploitasi Sisi Emosional Wanita Dalam Iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush)
ix halaman + 115 halaman ; 1 tabel ; 5 gambar Bibliografi : 20 buku (1988-2007) ; 4 artikel situs internet Penggunaan sosok pria dan wanita dalam iklan sudah sejak lama dapat ditemui. Melalui hal tersebut, berbagai citra-citraan yang dimunculkan telah ikut melekatkan stereotip-stereotip yang disebut dengan stereotip gender. Dan seringnya stereotip yang dilekatkan pada masing-masing gender bersifat bias, timpang, bahkan tidak benar, hal tersebut berlaku baik untuk pria maupun wanita. Namun, pada umumnya stereotifikasi yang dilakukan terhadap gender lebih sering merugikan pihak wanita. Dan hal ini sangat mengusik isu gender yang gencar disuarakan umumnya oleh wanita-wanita yang menuntut mengenai kesetaraan. Karena wanita lebih sering dicitrakan dalam sosok tradisional, lebih lemah dibanding pria, hanya sebagai objek dan komoditas, serta cenderung dieksploitasi atas potensi fisiknya saja, dan sebaliknya, laki-laki digambarkan sebagai sosok yang lebih kuat, rasional, dominan, pandai, dan berkuasa, telah banyak menjadi ide dan citra berbagai iklan. Tidak saja dalam iklan cetak, tetapi juga iklan televisi. Semua ini tidak lepas dari berkuasanya ideologi kapitalisme dan budaya patriarki. Tubuh wanita telah dieksploitasi sedemikian rupa sebagai sebuah komoditas yang justru dapat merugikan kaum wanita akibat dari penyesatan persepsi terhadapnya. Namun ternyata dari sosok wanita tidak hanya bagian tubuhnya saja yang dapat dieksploitasi sebagai daya tarik dalam iklan. Bahkan sisi emosional yang terkait dengan karakter psikologis dari wanita tersebut juga dapat dieksploitasi menjadi sebuah daya tarik pesan iklan. Contohnya dapat dilihat dalam kedua iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush. Dimana ekspresi-ekspresi emosional wanita yang dipicu oleh sosok pria digambarkan dengan cara yang sangat berlebihan. Semua penggambaran sisi emosional wanita dalam iklan-iklan tersebut merupakan tanda-tanda yang dapat dikaitkan dengan berbagai makna dan ideologi dibaliknya menyangkut dengan isu gender. Melalui analisis dengan menggunakan teori dua tatanan pertandaan dari Roland Barthes peneliti melihat mitos mengenai produk makanan dan minuman yang menjadi penolong dalam situasi-situasi emosional para wanita, mitos ini membawa ideologi kapitalisme. Sedangkan mitos lain yang dapat ditemukan adalah mitos mengenai wanita dengan sisi emosional yang mudah terprovokasi oleh sosok pria dan juga dengan sisi yang memperlihatkan ketangguhan dalam menghadapi permasalahan yang juga berkaitan dengan pria, yang membawa ideologi posfeminis.
xiii
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah Periklanan, merupakan unsur dalam bauran promosi yang masih dianggap sebagai salah satu “senjata andalan” bagi para pelaku bisnis untuk memasarkan produk barang atau jasanya. Walaupun dapat ditemui dalam pasar yang telah berkembang pesat seperti saat ini terdapat bentuk komunikasi lain yang dinilai dapat memberikan efektifitas yang sama bahkan melebihi dari apa yang dapat dihasilkan dari beriklan. Bagaimanapun ceritanya, iklan masih menjadi bagian dari kehidupan manusia, bahkan baik disadari maupun tidak, jumlahnya semakin banyak dijumpai. Mulai dengan cara terang-terangan sampai dalam bentuk yang dapat mengecoh. Melalui bentuk komunikasi persuasi ini, yang menurut Littlejohn, dipandang sebagai usaha dasar untuk mengubah pikiran dan tindakan dengan memanipulasi motif-motif kearah tujuan yang telah ditetapkan1, perusahaan-perusahaan berbicara kepada khalayak sasarannya mengenai berbagai hal. Mulai dari apa yang mereka tawarkan beserta janji-janji dan komitmen serta keunggulan dibandingkan dengan para pesaingnya, hingga citra yang ingin dibentuk pada benak khalayak mengenai produk ataupun perusahaan itu sendiri. Dari keadaan seperti ini, pikiran manusia dapat mengalami apa yang disebut sebagai “kejenuhan”. Dimana manusia sebagai konsumen maupun calon konsumen dipaksa menerima sedemikian banyak informasi setiap harinya diluar batas kemampuan untuk menyimpan atau mengingatnya. Pada akhirnya semua informasi tersebut terseleksi dan hanya beberapa diantaranya yang dapat bertahan dalam ingatan
1
M. Jamiluddin Ritonga, Tipologi Pesan Persuasif, (Jakarta : PT Indeks, 2004), hal.5.
1
2 mereka. Dan mengusahakan agar atribut produk-produk yang ditawarkan oleh para pemasar dapat menjadi satu dari sekian hal yang melekat dibenak khalayak bukanlah perkara mudah. Hal inilah yang harus dicermati oleh para kreatif periklanan. Yaitu menciptakan iklan yang dapat mencapai tujuan periklanan yang telah ditentukan sebelumnya. Adapula tujuan atau hasil akhir dari sebuah komunikasi persuasi, menurut Sendjaja adalah sebagai berikut: 1.
Aspek
kognitif,
yaitu
yang
menyangkut
kesadaran
dan
pengetahuan. Misalnya menjadi sadar atau ingat, menjadi tahu dan kenal. 2.
Aspek afektif, yaitu menyangkut sikap atau perasaan / emosi. Misalnya, sikap setuju / tidak setuju, perasaan sedih, gembira, perasaan benci, dan menyukai.
3.
Aspek konatif, yaitu menyangkut perilaku / tindakan. Misalnya, berbuat seperti apa yang disarankan, atau berbuat sesuatu tidak seperti yang disarankan (menentang).2
Dalam konteks periklanan, ketiga aspek ini jugalah yang ingin “disentuh” oleh para pengiklan melalui iklan-iklan yang mereka ciptakan. Untuk aspek kognitif, hal yang ingin diciptakan dapat berupa pengetahuan mengenai barang maupun jasa yang ditawarkan, namun selain itu dalam iklan-iklan korporat dapat juga berupa kesadaran tentang keberadaan hingga citra dari perusahaan itu sendiri. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa prinsip pertama dalam periklanan berbicara bahwa sebuah iklan harus mendapatkan perhatian. Karena perhatian adalah sebuah “gerbang” yang dapat mengantarkan iklan untuk dapat bekerja pada aspek-aspek lain dalam diri manusia.
2
Ibid, hal.16.
3 Sebuah iklan harus dapat “menembus” kekacauan iklan lain, agar dapat bertahan dalam benak khalayak, hingga kemudian mulai mempengaruhi aspek-aspek selanjutnya. Yaitu pada aspek afektif yang cenderung menginginkan sikap penerimaan dan persetujuan mengenai iklan dan produk, dan pada aspek konatif, yang tentunya mengarah pada perilaku pembelian, pengunaan, atau pengkonsumsian berbagai produk yang ditawarkan. Setiap pemasang iklan ingin agar iklannya meraih keberhasilan. Oleh karena itu mereka melakukan segala macam cara untuk meraih keberhasilan itu. Termasuk menggunakan berbagai “trik tipuan” guna mengarahkan perhatian audiens. Trik tipuan itu juga berfungsi mengalihkan perhatian khalayak dari iklan produk dan merek lain. Media seperti humor, gairah seksual, dan emosi dapat memberikan kesan ilusif pada audiens. Iklan itu akan tampak lebih jelas sehingga mudah meraih keberhasilan.3 Walaupun tidak ada jaminan mengenai keefektifannya. Daya tarik dalam iklan dapat diciptakan dengan berbagai macam unsur. Hal yang paling sering dijumpai adalah menampilkan sosok wanita. Hal ini tidak terlepas dari anggapan bahwa fisik perempuan memiliki daya tarik tersendiri. Bahkan tidak hanya untuk lawan jenis, yaitu laki-laki, namun juga bagi sesama perempuan itu sendiri.
Perempuan
dipercaya
mampu
membangkitkan
perhatian
bahkan
meningkatkan penjualan produk. Bagi laki-laki, tampilan sosok perempuan dapat mempunyai berbagai arti, namun yang paling sering ditampilkan adalah sebagai sebuah stereotip yang cenderung merugikan perempuan, penampilan mereka dalam iklan yang mempunyai target audience laki-laki terkait dengan unsur daya tarik
3
Max Sutherland & Alice K. Sylvester, Advertising and The Mind of The Consumer, (Jakarta : PPM, 2007), hal.135.
4 seksual. Sedangkan bila target market-nya juga perempuan, kehadirannya merupakan wajah aktualisasi yang mewakili jati diri / eksistensinya.4 Selama ini telah banyak penelitian-penelitian yang membahas mengenai representasi wanita dalam iklan terkait dengan penempatan wanita dalam sudut pandang ideologi patrilineal yaitu menempatkan perempuan dalam posisi sub-ordinasi terhadap pria. Dalam penelitian-penelitian ini juga banyak dibahas mengenai bagaimana bagian tubuh dari wanita dieksploitasi menjadi sebuah komoditas, yaitu seks. Namun sebenarnya bukan hanya fisik dari perempuan saja yang memiliki daya tarik. Bahkan perilaku yang terkait dengan sifat-sifat psikologis juga dapat mendatangkan daya tarik. Yang tentunya akan sangat menarik untuk diteliti. Pada pertengahan tahun 2009 khalayak dapat menyaksikan contoh-contoh iklan dengan menampilkan wanita sebagai karakter yang emosional. Misalnya iklan minuman teh hijau dalam kemasan, Joy Green Tea versi “putus”, juga yang terbaru yaitu iklan biskuit cokelat Tim Tam Crush versi “cemberut” yang telah dipilih oleh peneliti untuk ditelaah lebih jauh dalam penelitian ini. Alasan pemilihannya karena kedua iklan ini memperlihatkan situasi yang hampir sama yaitu mengenai bagaimana seorang wanita digambarkan sebagai sosok yang sangat emosional dan ekspresif, mudah terprovokasi, terutama terhadap hal-hal yang berkaitan dengan keberadaan seorang pria. Tampilan iklan-iklan tersebut mempertunjukkan emosi manusia, khususnya wanita yang cenderung dilebih-lebihkan. Dalam alur ceritanya, pada saat masalah-masalah muncul, wanita digambarkan sangat mudah terprovokasi untuk merespon masalah tersebut dengan emosional. Baik dengan mempertunjukkan kekuatan dibalik kemarahan seorang wanita seperti yang terlihat dalam iklan Joy Green Tea, ataupun sebaliknya dengan memperlihatkan bagaimana lemahnya seorang
4
Rendra Widyatama, Bias Gender Dalam Iklan Televisi, (Yogyakarta : Media Pressindo, 2006), hal.2.
5 wanita dalam menghadapi masalah hingga Ia tidak dapat mengendalikan emosinya yang terlihat dari ekspresi kecewa yang berlebihan. Dan pada saat itu juga produk yang diiklankan seketika hadir menjadi “pahlawan” bagi mereka. Dan seolah-olah permasalahan yang baru saja mereka alami lenyap begitu saja. Kemudian, diperlihatkan juga bagaimana wanita-wanita tersebut dapat menjadi sosok yang berbeda dengan yang digambarkan sebelumnya yaitu sosok yang tangguh dan percaya diri. Terutama saat mereka dapat “bangkit” kembali dari keterpurukannya karena masalah-masalah yang terkait dengan lawan jenisnya. Inilah alasan lain yang mendasari peneliti dalam memilih kedua contoh iklan seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Yaitu karena dalam iklan-iklan tersebut wanita tidak diperlihatkan hanya melalui satu sudut pandang saja, tidak hanya dalam posisi sebagai sosok yang “lemah” tidak pula sebaliknya hanya sebagai sosok yang “kuat”. Sebenarnya menarik benang merah dari sosok wanita yang emosional dan ekspresif, pria sebagai pencetus permasalahan bagi wanita, dan produk-produk seperti biskuit dan teh bukanlah hal yang sepele. Mungkin bagi khalayak umum yang tidak memiliki keinginan atau kepentingan untuk menelaah iklan-iklan tersebut kesimpulannya mudah saja. Apa yang mereka tangkap dapat berupa opini bahwa produk-produk tersebut ingin berbicara mengenai kemampuannya untuk membantu memperbaiki suasana hati yang telah rusak akibat masalah-masalah dalam hidup. Namun bila ingin dikritisi, maka pertanyaan yang timbul adalah apakah memang benar terdapat hubungan antara produk-produk tersebut yang merupakan produk makanan dan minuman dengan kemampuan untuk memperbaiki suasana hati bahkan “menghilangkan” masalah? Ada juga kemungkinan bahwa fenomena ini merupakan suatu contoh bentuk representasi munculnya paham posfeminisme yang mulai menggeser dan mengkritisi
6 gerakan perempuan pendahulunya yaitu feminisme. Dimana, hal yang paling menonjol adalah pergeseran penekanan isu-isu gender mengenai dominansi dan tuntutan kesetaraan kepada pernyataan-pernyataan diferensi dan keberagaman. Dimana melalui pencitraan wanita dengan berbagai ekspresi emosional yang begitu “apa adanya”, tersirat mengenai kekuatan, maupun ketangguhan yang dilain pihak tidak mengelakkan bahwa mereka memang memiliki sisi-sisi lemah yang sangat mudah terprovokasi oleh hal-hal yang utamanya berkaitan dengan pria. Hal-hal tersebut dapat terlihat seperti apa yang dikemukakan oleh Alice, seorang pemerhati feminisme yang dikutip oleh Ann Brooks dalam bukunya mengenai Posfeminisme yaitu, “Mungkin pesan paling persuasif bagi posfeminisme populer bahwa feminisme telah mendorong perempuan untuk menginginkan terlalu banyak. Posfeminisme ditawarkan sebagai pelarian dari beban untuk menjadi ‘perempuan super’ dalam rangka memenuhi citra sukses kaum feminis”.5 Karena dalam iklan, baik disadari ataupun tidak oleh para kreatornya, terdapat berbagai tanda yang mengandung makna dan ideologi yang dapat ditangkap oleh para khalayak secara berbeda. Untuk itu peneliti akan membongkar berbagai pencitraan wanita dalam beberapa iklan yang “mengeksploitasi” sisi emosional wanita sebagai daya tariknya menggunakan teori Semiotika atau Semiologi. Yaitu ilmu yang mengkaji mengenai tanda dan sistem pertandaan. Peneliti ingin mengkaji secara mendalam mengenai berbagai kemungkinan mengenai penggunaan tanda berikut makna yang berkaitan dengan posisi gender wanita dalam beberapa contoh iklan yang sesuai. Ideologi apakah yang tersembunyi dibalik representasi wanita dengan berbagai ekspresi emosional yang ditunjukkan dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush tersebut? 5
Ann Brooks, Posfeminisme & Cultural Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif, (Yogyakarta : Jalasutra, 2005), hal. 5
7 1.2. Perumusan Masalah Penelitian ini berpusat untuk menjawab permasalahan-permasalahan yang secara umum dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana pengiklan menggunakan tanda-tanda dalam iklan televisi Joy Green Tea versi “putus” dan Timtam Crush versi “cemberut” terkait dengan eksploitasi sisi emosional wanita yang dapat merepresentasikan gejala posfeminisme sebagai sebuah kesadaran dalam gerakan perempuan? b. Makna apa yang dapat diinterpretasikan melalui penggunaan tanda-tanda yang berkaitan dengan ekspresi emosional wanita dalam iklan Joy Green Tea versi “putus” dan Timtam Crush “cemberut”? c. Ideologi apa yang dapat ditemukan melalui pengorganisasian makna dibalik penggunaan tanda-tanda ekspresi emosional wanita dalam kedua iklan tersebut?
1.3. Tujuan Penelitian Melalui rumusan permasalah seperti yang telah dijelaskan diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: a. Untuk mengetahui tanda-tanda yang berkaitan dengan ekspresi emosional wanita dalam iklan televisi Joy Green Tea dan Timtam Crush. b. Mengetahui makna dibalik penggunaan tanda-tanda ekspresi emosional wanita dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush. c. Menemukan ideologi yang tersembunyi melalui pengorganisasian makna dibalik penggunaan tanda-tanda ekspresi emosional wanita dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush.
8 1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Akademis 1. Penelitian ini dapat menjadi sumbangan atau kontribusi bagi perkembangan dunia pendidikan khususnya ilmu komunikasi dan periklanan. Terutama untuk memperluas kajian dalam ranah ilmu Semiotika, dimana dalam penelitian ini terkait dengan proses penggalian makna dan ideologi dalam iklan yang menggunakan sisi emosional wanita sebagai daya tariknya. 2. Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sebuah masukan bagi penelitian dan pembahasan mengenai gerakan perempuan yang terus berkembang terutama mengenai Posfeminisme. 1.4.2.Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian bagi pengiklan atau bagi biro jasa periklanan sebagai masukan dalam mendesain iklan terutama yang menggunakan stereotifikasi gender sebagai daya tariknya. Dengan harapan bahwa iklan-iklan dengan daya tarik yang berkaitan dengan pencitraan gender tidak selalu menempatkan salah satu gender dalam posisi yang “lebih baik”, atau “lebih superior” dibandingkan yang lainnya. Yang tentunya dapat mengarahkan khalayak kepada kesesatan persepsi terhadap gender itu sendiri.
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Komunikasi Sebagai Produksi dan Pertukaran Makna Salah satu prinsip dasar mengenai komunikasi adalah keterlibatan tanda dan kode. Tanda adalah material atau tindakan yang menunjuk pada “sesuatu”, sementara kode adalah sistem dimana tanda-tanda diorganisasikan dan menentukan bagaimana tanda dihubungkan dengan yang lain. Tanda merupakan berbagai hal. Kata-kata (lisan ataupun tulisan), isyarat anggota tubuh, angka, bunyi, warna, bentuk, dan banyak hal lainnya. Little John berpendapat bahwa tanda-tanda (signs) adalah basis dari seluruh komunikasi. Manusia dengan perantaraan tanda-tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya, dan banyak hal yang dapat dikomunikasikan didunia ini.1 Dalam proses komunikasi melalui berbagai tanda tersebut, manusia menciptakan dan mempertukarkan makna. Namun sesungguhnya, makna tidak terletak pada tanda itu sendiri melainkan ada dalam kepala atau fikiran manusia. Tanda hanya mendorong manusia untuk memberi makna. Untuk itulah tanda tidak dapat berfungsi sendiri. Tanda terkait dengan aspek-aspek lain yaitu, objek yang dirujuk oleh tanda, dan juga para pelaku komunikasinya. Komunikator melakukan penyandian (encoding) dan komunikan melakukan penyandian-balik (decoding), disinilah sebuah proses transaksional berlangsung. Dapat dikatakan peran para pelaku komunikasi terkait dengan penciptaan dan pertukaran makna sama pentingnya. Disatu pihak, komunikator berperan dalam penciptaan dan pentransferan tanda, sehingga memungkinkan proses komunikasi dapat berawal. Di lain pihak, peran komunikan atau penafsir juga tidak dapat
1
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal.15
9
10 diabaikan begitu saja. Karena, agar dapat menjadi tanda, maka tanda tersebut harus ditafsirkan. Untuk itulah sangat diperlukan adanya penafsir. Menurut John
Fiske
dalam bukunya
yang berjudul
Cultural
and
Communication Studies, studi komunikasi sendiri sesungguhnya merefleksikan dua aliran utama. Yang pertama adalah aliran proses. Dimana perhatian utamanya ada pada proses transmisi pesan dari sender kepada receiver melalui channel. Atau dalam kata lain dapat dikatakan bahwa aliran ini menggambarkan bagaimana komunikasi berlangsung. Dimana salah satu rujukan utama yang paling sering digunakan adalah Model Komunikasi Laswell yang merumuskan komunikasi sebagai “Who says what in which channel to whom with what effect”. Aliran ini memandang interaksi sosial sebagai suatu proses yang dengannya seorang pribadi mempengaruhi perilaku, state of mind, atau respons emosional pribadi yang lain, dan demikian pula sebaliknya.2 Dalam aliran proses, efisiensi dan akurasi seringkali mendapat perhatian penting, sehingga ketika efektivitas komunikasi dinilai kurang atau gagal maka pemeriksaan akan segera dilakukan pada elemen-elemen proses itu untuk menemukan letak kegagalan dan kemudian memperbaikinya. Berbeda
dengan
paham
sebelumnya,
perspektif
kedua
memandang
komunikasi sebagai produksi dan pertukaran makna (productions and exchange of meaning). Pandangan ini memperhatikan bagaimana pesan berhubungan dengan penerimanya untuk memproduksi makna. Jika aliran proses memperlihatkan penguasaan makna pada sumber atau pengirim pesan, aliran ini justru membalik peran penguasaan makna kepada penerima pesan. Penerima pesan mempunyai otoritas mutlak untuk menentukan makna-makna yang ia terima dari pesan, sehingga peran sender cenderung terabaikan. Kesalahpahaman dalam penerimaan pesan komunikasi
2
John Fiske, Cultural and Communication Studies, (Yogyakarta : Jalasutra, 2004), hal.9.
11 tidak dipandang sebagai bukti penting kegagalan komunikasi. Hal itu dapat terjadi akibat perbedaan budaya pengirim dan penerima pesan. Demikian juga, apa yang disebut sebagai pesan (message) pada paradigma ini seringkali disebut sebagai teks. Dalam kaitannya dengan produk media, seluruh pesan media dalam bentuk tulisan, visual, audio, bahkan audiovisual sekalipun akan dianggap sebagai teks. Karena metode studinya yang utama adalah semiotika (ilmu tentang tanda dan makna), maka aliran ini disebut sebagai Mazhab Semiotika.3 Berbeda dengan pendapat aliran proses mengenai pengertian pesan yang menyatakan bahwa pesan adalah apa yang pengirim sampaikan dengan sarana apapun. Aliran semiotika menyatakan bahwa pesan merupakan suatu konstruksi tanda, yang melalui interaksinya dengan penerima, menghasilkan makna.4 Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, disini pesan yang dikirimkan oleh komunikator dinilai tidak akan bermakna apa-apa tanpa pemaknaan (decode) dari penerima pesan. Dalam aliran semiotika, pesan tidak diasumsikan dengan tahapan atau langkah yang dilaluinya, melainkan lebih memusatkan perhatian pada analisis serangkaian relasi terstruktur yang memungkinkan sebuah pesan menandai sesuatu.
2.2.Semiotika Sebagai Sebuah Studi Tentang Tanda ‘Semiotika’ atau ‘semiologi’ merupakan studi mengenai tanda dan cara tandatanda tersebut bekerja, kedua kata tersebut memiliki definisi yang sama, walaupun penggunaan salah satunya biasanya menunjukkan mengenai pemikiran penggunanya. Karena kedua kata tersebut juga menunjukkan bahwa menurut historis semiotika pada umumnya terbentuk dari dua kubu berdasarkan dua tokoh utamanya yaitu Ferdinand
3 4
Ibid, hal. 8-11 Ibid, hal.10
12 deSaussure yang menggunakan istilah semiologi dan Charles Sanders Pierce dengan istilah semiotika. Pierce yang merupakan seorang filsuf Amerika terkenal akan teori tandanya. Dimana ia berpendapat bahwa tanda selalu terdapat dalam hubungan triadik yang diidentifikasikan dengan relasi segitiga antara tanda, pengguna dan realitas eksternal sebagai suatu keharusan model untuk mengkaji makna.5 tanda
interpretant
objek
Gambar 2.1 Unsur Makna dari Pierce Sumber : John Fiske, Cultural and Communication Studies, Jalasutra, Yogyakarta, 2004
Melalui gambar diatas, Pierce ingin menjelaskan mengenai bagaimana sebuah ‘tanda’ mengacu kepada ‘objek’ yaitu sesuatu diluar tanda tersebut yang dipahami oleh seseorang, dan ini memiliki efek di benak penggunanya yang disebut dengan ‘interpretant’. Interpretant tidak merujuk pada pengguna tanda. Peirce sering menyebutkannya sebagai “efek pertandaan yang tepat”, yaitu konsep mental yang dihasilkan baik oleh tanda maupun pengalaman pengguna terhadap objek. Dalam hal ini, satu lagi yang merupakan perbedaan antara komunikasi yang dipandang sebagai serangkaian proses dan dipandang sebagai produksi dan pertukaran makna (semiotika) adalah dimana decoder dan encoder tidak dibedakan, decoding merupakan tindakan aktif dan kreatif, sama halnya dengan encoding. Karena, interpretant merupakan konsep mental pengguna tanda, baik dia sebagi penyampai pesan maupun sebagai penerima pesan.6 Jika melihat semiotika dari sudut pandang Saussure, semiotika dikaitkan dengan teori-teori linguistik. Karena, melihat latar belakangnya Ia sendiri adalah 5 6
Ibid, hal. 62 Ibid, hal. 63 - 64
13 seorang ahli linguistik Swiss yang sangat tertarik pada bahasa. Dia lebih memperhatikan cara tanda-tanda (atau dalam hal ini kata-kata) terkait dengan tandatanda lain, bukan dengan ‘objek” berdasarkan pengertian Pierce. Saussure lebih memfokuskan perhatiannya langsung pada tanda itu sendiri. Baginya, tanda merupakan objek fisik dengan sebuah makna, yang diistilahkan sebagai ‘penanda’ (signifier) dan ‘petanda’ (signified). Penanda merupakan citra tanda seperti yang kita persepsi, contohnya suara di udara atau tulisan di atas kertas. Sedangkan petanda merupakan konsep mental yang diacukan penanda. Konsep mental ini secara luas sama pada semua anggota kebudayaan yang sama yang menggunakan bahasa yang sama.7 Penanda dan petanda merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan seperti dua sisi dalam sekeping mata uang. Penanda mewakili elemen bentuk atau isi, sementara petanda mewakili elemen konsep atau makna. Kedua hal itulah yang membentuk tanda. Semiotika ini memiliki tiga bidang studi utama yaitu: 1. Tanda itu sendiri. Hal ini terdiri atas studi tentang berbagai tanda yang berbeda, cara tanda-tanda yang berbeda itu dalam menyampaikan makna, dan cara tanda-tanda itu terkait dengan manusia yang menggunakannya. Tanda adalah konstruksi manusia dan hanya bisa dipahami dalam artian manusia yang menggunakannya. 2. Kode atau sistem yang mengorganisasikan tanda. Studi ini mencakup cara berbagai kode dikembangkan guna memenuhi kebutuhan suatu masyarakat atau budaya atau untuk mengeksploitasi saluran komunikasi yang tersedia untuk mentransmisikannya.
7
Ibid, hal 65
14 3. Kebudayaan tempat kode dan tanda bekerja. Ini pada gilirannya bergantung pada penggunaan kode-kode dan tanda-tanda itu untuk keberadaan dan bentuknya sendiri.8 Maka dari itulah semiotika, sebagaimana dijelaskan oleh Ferdinand de Saussure dalam Course in General Linguistic, adalah “ilmu yang mempelajari peran tanda (sign) sebagai bagian dari kehidupan sosial.” Semiotika adalah ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi, serta relasi-relasi tanda dalam penggunaannya dalam masyarakat penggunanya.9 Semiotika yang dikembangkan oleh Saussure ini, biasa disebut dengan istilah semiotika struktural. Hal ini disebabkan karena Saussure memandang relasi tanda sebagai ‘relasi struktural’. Dimana, tanda dilihat sebagai sebuah kesatuan antara penanda dan petandanya. Kecenderungan pada pemikiran inilah yang disebut dengan strukturalisme (structuralism).10 Dalam perkembangannya, semiotika struktural ini mendapatkan tantangan yang cukup signifikan dari berbagai pemikir semiotika mutakhir dimana berbagai prinsip-prinsip dari semiotika struktural telah coba untuk ditentang. Aliran semiotika ini, disebut dengan semiotika post-strukturalis yang dikemukakan diantaranya oleh Jacques Derrida, Julia Kristeva, dan Foucault. Seorang intelektual dan kritikus sastra asal Perancis bernama Roland Barthes juga disebutkan sebagai salah satu dari para pemikir postrukturalis tersebut dalam beberapa sumber, walaupun pada sumber yang lain ia dikelompokkan bersama dengan ahli-ahli semiotika struktural. Hal ini sebenarnya menegaskan bahwa sesungguhnya pemikiran semiotika Roland Barthes dapat “menjembatani” dua aliran yang saling bertentangan tersebut. 8
Ibid, hal.60 Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, (Yogyakarta : Jalasutra, 2003) hal.47 10 Ibid 9
15
Roland Barthes, tidak menolak semua prinsip dan teori yang dikemukakan dalam semiotika struktural. Terutama tentang apa yang dikemukakan oleh Saussure. Barthes disebut-sebut sebagai penerus Saussure dengan mengadopsi sistem tanda (signifier, signified) yang sebelumnya dikemukakan oleh Saussure. Namun, Barthes melihat beberapa “kekurangan” dari teori-teori yang dikemukakan oleh pendahulunya tersebut. Kekurangan tersebut terdapat pada kurangnya perhatian Saussure terhadap perhitungan makna sebagai proses negosisasi antara pembaca/penulis teks. Dia menekankan pada teks, bukan cara tanda-tanda di dalam teks berinteraksi dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, tidak juga tertarik pada konvensi di dalam teks berinteraksi dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Untuk itulah kemudian Barthes menyusun model sistematik untuk menganalisis negosisasi dan gagasan makna interaktif. Intinya adalah gagasan mengenai dua tatanan pertandaan (order of significations). 11
Gambar 2.2 Dua Tatanan Pertandaan Barthes Sumber : John Fiske, Cultural and Communication Studies, Jalasutra, Yogyakarta, 2004
11
Fiske, Op.cit, hal. 117
16 Untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai dua tatanan pertandaan ini, Theo Van Leeuwen dan Carey Jewitt menuliskan bahwa, “In Barthian visual semiotics, the key idea is the layering of meaning. The first layer is the layer of denotation, of ‘what, or who, is being depicted here?’. The second layer is the layer of connotation, of ‘what ideas and values are expressed through what is represented, and through the way in which is represented?’.”12 Pada dasarnya terdapat perbedaan antara denotasi dan konotasi yang dimengerti secara umum dengan apa yang dikemukakan oleh Barthes. Denotasi Denotasi dalam sudut pandang Barthes adalah sebuah tatanan pertandaan tingkat pertama, inilah yang merupakan landasan kerja Saussure yang diadaptasi oleh Barthes. Disini diggambarkan relasi antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda, dan antara tanda dengan referennya dalam realitas eksternal. Unsur denotasi dalam sebuah tanda lebih mengacu pada hal-hal material atau dalam kata lain yang dapat hal-hal terindra oleh panca indra manusia. Dan hal-hal tersebut haruslah “dikenali” terlebih dahulu agar dapat dipersepsikan kembali. Seperti analogi yang dikemukakan kembali oleh Theo Van Leeuwen dan Carey Jewitt dalam menganalisa sebuah foto dengan sudut pandang semiotika Roland Barthes, “In other words, the first layer, the denotative meaning, is here constituted by the act of recognizing who or what kind of person is depicted there, what he is doing and so on. Barthes realizes of course that we can only recognize what we already know.”13
12
Theo Van Leeuwen and Carey Jewitt, Handbook of Visual Analysis, (London : SAGE Publication Ltd, 2001), hal. 94 13 Ibid
17 Konotasi Jika denotasi merupakan sebuah tatanan pertandaan tingkat pertama, konotasi berada pada tingkat selanjutnya. Yaitu tatanan pertandaan tingkat kedua. The layer of broader concepts, ideas and values which the represented people, places, and things ‘stand for’, ‘are signs of’.14 Yang didefinisikan secara harafiah sebagai tatanan yang mengungkapkan berbagai konsep, ide, dan nilai-nilai yang direpresentasikan dengan orang-orang, tempat, dan berbagai hal lainnya. “Konotasi menggambarkan interaksi yang berlangsung tatkala tanda bertemu dengan perasaan atau emosi penggunanya dan nilai-nilai kulturalnya. Ini teradi tatkala makna bergerak menuju subjektif atau setidaknya intersubjektif: ini terjadi tatkala interpretant dipengaruhi sama banyaknya oleh penafsir dan objek atau tanda.”15 Jika kembali pada analogi analisa foto, dapat dikatakan bahwa konotasi merupakan bagian manusiawi dari proses ini. Yaitu, mencakup seleksi atas apa yang masuk dalam bingkai (frame), fokus, rana, sudut pandang kamera, mutu film, dan seterusnya. Denotasi adalah ‘apa’ yang difoto, sedangkan konotasi adalah ‘bagaimana’ memfotonya.16 Kata-kata yang terdengar melalui indra pendengaran dapat menjadi sebuah tanda denotatif sedangkan bagaimana cara kata-kata tersebut diucapkan melalui nada suara dan intonasi menyentuh area konotasi. Untuk itulah konotasi disebut-sebut sebagian besar bersifat arbitrer atau semena, spesifik pada kultur tertentu meski seringkali juga memiliki dimensi ikonik.
14
Ibid, hal. 96 Fiske, Op.cit, hal.118-119 16 Ibid, hal. 118 15
18 Mitos Bila dalam gambar dua tatanan pertandaan Barthes digambarkan bagaimana konotasi merupakan pemaknaan tatanan kedua dari penanda, maka mitos merupakan pemaknaan tataran kedua dari petanda. Juga berbeda dengan apa yang dipahami masyarakat umum mengenai mitos, disini kata tersebut terkait dengan operasi ideologi. Dimana fungsinya adalah untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam sebuah periode tertentu. Hal ini juga dapat dilihat dari penuturan Van Leeuwen dan Jewitt: “Such connotative meanings, Barthes called them ‘Myths’ are first of all very broad and diffuse concepts which condense everything associated with the represented people, places, or things into a single entity. Secondly, they are ideological meanings, serving to legitimate the status quo and the interests of those whose power is invested in it.”17 Berkaitan dengan pendapat bahwa mitos digunakan untuk “membenarkan” nilai-nilai dominan pada sebuah budaya dan periode tertentu, maka seharusnya mitos bekerja dengan cara membawa serta muatan historis atau sejarahnya. Namun, ternyata sifat historis telah coba untuk disamarkan dengan menggantikannya sebagai sesuatu yang “alamiah”. Contohnya dapat dilihat dari mitos-mitos mengenai gender. Dimana laki-laki cenderung selalu ditempatkan pada area publik dan perempuan sebaliknya dalam peranannya di area domestik. Dan kemudian terbentuklah berbagai stereotipstereotip mengenai femininitas dan maskulinitas. John Fiske juga menggambarkan bagaimana mitos dapat menyembunyikan berbagai muatan politik dari sebuah ideologi yang dominan ditengah-tengah masyarakat terkait dengan pengkonstuksian karakteristik feminin-maskulin. Ia
17
Van Leeuwen and Jewitt, Op.cit, hal.97
19 memaparkan bagaimana sesungguhnya nilai historis dari ideologi yang menempatkan pria dan wanita pada area-area dan karakteristik-karakterisitik tertentu, yang secara umum cenderung tidak “seimbang”. Fiske menjelaskan bahwa jika dilihat dari sisi historisnya sebenarnya masalah “konseptual” mengenai gender ini dihasilkan dari era industrialisasi pada abad ke-19, dimana makna maskulinitas dan feminitas dikembangkan untuk melayani kepentingan pria borjuis di dalam kapitalisme.18 Mitos dapat menjadi sangat efektif untuk menaturalisasikan makna dengan mengaitkannya terhadap aspek-aspek dari alam itu sendiri. Contohnya dengan mengungkapkan kenyataan bahwa perempuan itu melahirkan, sehingga hal tersebut digunakan untuk menaturalisasikan makna perawatan dan domestisitas. Namun, seiring dengan berkembangnya berbagai gerakan-gerakan yang menentang mitosmitos tersebut dengan statusnya yang “alami” yang juga kemudian menyebabkan berubahnya peran wanita dalam masyarakat dan perubahan struktur keluarga, para produser media massa dan juga pemasang iklan berusaha untuk menemukan cara agar mitos gender yang baru yang muncul dimasyarakat dapat dipicu perkembangannya untuk mengakomodasi kepentingan para wanita karir, orang tua tunggal, dan pria-pria dengan sifat ‘sensitif’, bahkan bagi para wanita yang melihat prinsip-prinsip ideologi posfeminis sebagai sebuah “jalan baru” untuk hidup yang lebih baik. Mitos-mitos baru tersebut tidak menyangkal mitos yang lama secara keseluruhan, melainkan hanya membuang beberapa konsep dari mata rantainya, dan menambahkan yang lain, yaitu bahwa mitos berubah secara evolusioner bukan secara revolusioner.19
18 19
Fiske, Op.cit, hal. 123 Ibid, hal.124
20 2.3.Iklan Sebagai Susunan Tanda-Tanda Iklan sebagai unsur pesan dalam proses komunikasi, khususnya sebagai bentuk komunikasi persuasif tersusun dari berbagai tanda-tanda yang dibentuk kedalam sebuah struktur. Bukan hanya menggunakan bahasa sebagai alatnya, tetapi juga alat komunikasi lainnya seperti gambar, warna, dan bunyi. Pada dasarnya, lambang yang digunakan dalam iklan terdiri atas dua jenis, yaitu yang verbal dan yang nonverbal. Lambang verbal adalah bahasa yang kita kenal, lambang nonverbal adalah bentuk dan warna yang disajikan dalam iklan.20 Seperti yang telah dijelaskan mengenai komunikasi dalam sudut pandang semiotika, bahwa receiver atau penerima pesan memiliki peranan yang penting dalam penciptaan makna dalam pesan, maka dalam proses penciptaan materi kreatif iklan, suatu riset mengenai khalayak sasaran merupakan salah satu hal yang utama. Tujuannya agar pesan-pesan yang akan diterima dan dipahami, sesuai atau sedekat mungkin dengan pesan yang dibentuk oleh pengiklan. Walaupun kenyataannya menggeneralisasikan manusia dalam hal proses persepsi yang dilakukan terhadap berbagai hal menjadi sesuatu yang sulit untuk diwujudkan. Karena makna merupakan sesuatu yang “cair”, dimana setiap individu berhak memahami teks, dalam hal ini adalah pesan iklan, dan hal itu akan sangat bergantung pada frame budaya masing-masing pembaca atau target audience-nya. Sebuah iklan secara semiotis sealu berisikan unsur-unsur tanda berupa objek (object) yang diiklankan; konteks (context) berupa lingkungan, orang atau mahluk lainnya yang memberikan makna pada objek; serta teks (berupa tulisan) yang
20
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), hal.116.
21 memperkuat makna (anchoring), meskipun yang terakhir ini tidak selalu hadir dalam sebuah iklan.21 Objek Entitas
Visual/Tulisan
Fungsi
Elemen
Konteks
Teks
Visual/Tulisan Elemen
tanda
Tulisan
tanda
yang
yang
Tanda
linguistik
yang
merepresentasikan
objek
memberikan (atau diberikan)
berfungsi
atau produk yang diiklankan
konteks dan makna pada objek
dan menambatkan makna
yang diiklankan
(anchoring)
memperjelas
Elemen
Signifier / Signified
Signifier / Signified
Signified
Tanda
Tanda semiotik
Tanda semiotik
Tanda linguistik
Tabel 2.1. Unsur-unsur tanda dalam iklan Sumber : Yasraf A. Piliang, Hipersemiotika, Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna, Jalasutra, Yogyakarta, 2003, hal.
Tanda dalam iklan, dapat menjadi sebuah representasi suatu realitas yang menjadi rujukan atau referensinya. Realitas mendahului sebuah tanda dan menentukan bentuk dan perwujudannya. Yang dalam hal ini dapat saja berbagai hal. Budaya, nilai-nilai, ataupun ideologi baik yang dianut oleh pengiklan ataupun yang berkembang kuat ditengah masyarakat dimana tanda itu digunakan. Walaupun dalam masyarakat informasi dewasa ini terjadi perubahan mendasar tentang bagaimana tanda dan objek sebagai tanda dipandang dan digunakan. Perubahan ini disebabkan, bahwa arus pertukaran tanda (sign exchange) atau objek dewasa ini tidak lagi berpusar di dalam suatu komunitas tertutup, akan tetapi, melibatkan persinggungan diantara berbagai komunitas, kebudayaan, dan ideologi.22 Sehingga ukuran mengenai tanda sebagai sebuah representasi dari sebuah realitas tidak dapat selalu berlaku disetiap tanda. Tanda itu sendiri dapat pula menjadi sebuah refleksi dari sebuah realitas semu. Dan bahkan kehilangan kontak dengan realitas sesungguhnya. 21 22
Piliang, Op.cit, 280 Ibid, hal. 258
22 Seperti yang dikatakan oleh Piliang, “Sebagai sebuah kombinasi antara gambar (image) dan teks, sebuah iklan jelas menghasilkan sebuah informasi, yaitu representasi pengetahuan (knowledge) tertentu, yang disampaikan lewat mediasi elemen-elemen tanda sebuah iklan. Dalam hal ini, ketika informasi yang ditawarkan sebuah iklan dikaitkan dengan realitas (reality), yaitu dunia kenyataan diluar iklan (di dalam masyarakat yang kongkrit), maka sebuah iklan dapat menjadi mirror of reality, yaitu menceritakan tentang sebuah lukisan kenyataan; atau sebaliknya, menjadi disorted mirror of reality, yaitu refleksi dari sebuah realitas yang palsu (false) atau menyesatkan (deceptive).”23 Iklan dapat menampilkan makna secara eksplisit berdasarkan setiap unsurunsur tanda yang tampak ataupun dengan cara mendalam yang berkaitan dengan ideologi dan budaya.
2.3.1.Gender Sebagai Tanda Dalam Iklan Penggunaan sosok laki-laki dan perempuan dalam iklan sudah sejak lama dapat ditemui. Penggambaran yang dilakukan sangat mengusik isu gender yang gencar disuarakan umumnya oleh perempuan yang menuntut mengenai kesetaraan. Sebuah stereotip mengenai kedudukan perempuan dalam sosok tradisional, lebih lemah dibanding pria, hanya sebagai objek dan komoditas, serta cenderung dieksploitasi atas potensi fisiknya saja, dan sebaliknya, laki-laki digambarkan sebagai sosok yang lebih kuat, rasional, dominan, pandai, dan berkuasa, telah banyak menjadi ide dan citra berbagai iklan. Tidak saja dalam iklan cetak, tetapi juga iklan televisi. Semua ini tidak lepas dari berkuasanyanya ideologi kapitalisme dan patriarki seperti halnya yang pendapat Piliang, “Dunia (komoditi) yang dibangun berlandaskan
23
Ibid, hal. 281
23 ideologi kapitalisme yang didalamnya inheren ideologi patriarki adalah sebuah dunia yang di dalamnya perempuan direpresentasikan lewat bahasan (verbal, visual, digital), dan menempatkan mereka pada posisi sebagai the second sex, yang lemah, pasif, tidak berdaya, pelengkap; yang tak lebih dari objek kesenangan dari dunia laki-laki yang dominan.”24 Dengan kata lain prinsip, konsep, pandangan dunia, makna, dan nilainilai yang berasal dari ideologi kapitalisme telah memposisikan perempuan dalam relasi ideologis sebagai komoditi, yang menempatkannya pada posisi objek, dan lakilaki sebagai subjek. “Tubuh perempuan disegmentasi menjadi elemen-elemen tanda (mata, bibir, hidung, dan seterusnya) yang masing-masing menjadi sub-sub signifier, yang secara bersama-sama membentuk konsep atau makna tertentu (signified), misalnya liar, patuh, nakal, agresif, sensual, dan seterusnya, yang masing-masing memiliki nilai ekonominya.”25 Tubuh menjadi berbagai penanda yang dapat menggambarkan bukan saja mengenai perbedaan fisik dari laki-laki dan perempuan. Gesture, gerak, pose,mimik wajah dan tubuh semuanya menjadi signifier yang dapat dieksplorasi potensi maknanya mengenai perbedaan gender dalam aspek psikologis. Sesuai dengan penggambaran gender secara tradisional, laki-laki digambarkan sebagai sosok yang rasional, sedangkan wanita cenderung lebih emosional. Mengekspresikan emosi bagi para wanita merupakan hal yang dinilai wajar. Menangis, tersipu malu, menjerit, cemberut, marah, semuanya adalah contoh ekspresi emosional yang dapat diidentifikasi dari perubahan elemen-elemen fisik. Seperti mengerutkan dahi, gerakan bibir, ekspresi mata, dan lain sebagainya.
24
Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Dilipat, Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan, (Yogyakarta : Jalasutra, 2004), hal.341. 25 Ibid, hal. 346
24 Mencermati iklan Timtam Crush versi “cemberut” dan Joy Green Tea versi “putus”, di dalamnya terdapat pengambaran sosok perempuan dengan ekspresi emosional yang cenderung berlebihan (hiperbola). Dan hal tersebut tercetus akibat mudahnya perempuan terprovokasi oleh perilaku, tindakan, dan ucapan seorang pria yang digambarkan sebagai sosok yang dominan. Hal ini cukup menegaskan mengenai “persetujuan” terhadap ideologi patriarki yang dominan di masarakat dan mendapatkan kritik keras dari aliran feminis yang menuntut kesetaraan gender. Namun, pada kedua iklan ini, kesimpulan mengenai representasi gender tidak berhenti sampai disitu. Karena dalam jalan cerita kedua iklan tersebut, pada akhirnya perempuan digambarkan dapat mengambil alih kembali kontrol dirinya. Seolah mencetuskan opini mengenai representasi posfeminisme yang tidak lagi hanya bersikeras menuntut persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan, dengan munculnya ikon-ikon perempuan tangguh, seksi, acuh tak acuh, serta menginginkan kuasa, sebaliknya mereka justru “merayakan” diferensiasi yang memungkinkan perempuan untuk dapat lebih ekspresif mengenai “kelemahannya” dibalik segala usahanya untuk tampil dengan kesan “memiliki segalanya”.
2.3.2. Eksploitasi tanda-tanda emosional wanita dalam iklan Seperti yang telah disebutkan sebelumnya dalam latar belakang masalah bahwa wanita memiliki berbagai daya tarik yang sangat besar. Tidak hanya bagi lakilaki sebagai lawan jenis. Begitu juga bagi sesama wanita. Karena kesadaran terhadap hal inilah para pengiklan menggunakan perempuan dan berbagai atribut yang diidentikkan terhadapnya sebagai “senjata” dalam memperoleh perhatian. Tidak hanya dalam iklan-iklan yang menawarkan produk yang berkaitan dengan keberadaan wanita itu sendiri, seperti misalnya penggunaan sosok wanita dalam iklan produk
25 kecantikan – dimana iklan tersebut memang utamanya ditujukan bagi para wanita. Atau pada iklan-iklan yang ditujukan bagi target audience pria, dimana umumnya wanita digunakan sebagai daya tarik seksual, misalnya penampilan seorang Sarah Azhari dalam iklan salah satu multi vitamin untuk pria, dan juga gambaran adegan para wanita yang tergila-gila pada sosok seorang pria karena menggunakan produk pewangi tubuh tertentu dalam sebuah iklan. Bahkan bagi produk yang tidak memiliki kaitan terhadap wanita yang cukup dapat dengan mudah disimpulkan oleh khalayak pun mulai banyak menggunakan daya tarik wanita untuk beriklan. Seperti untuk produk-produk makanan dan minuman. Tubuh wanita telah dieksploitasi sedemikian rupa sebagai sebuah komoditas yang justru dapat merugikan kaum wanita akibat dari penyesatan persepsi terhadapnya. Menurut Stanford Encyclopedia of Philosophy, kata eksploitasi (exploitation) itu sendiri berarti politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan, serta kompensasi kesejahteraan.26 Yang menarik ternyata dalam iklan penulis melihat bahwa tidak hanya tubuh wanita saja yang dapat dieksploitasi sebagai sebuah daya tarik, sisi emosional dari gender tersebut juga telah digunakan dalam beberapa iklan televisi untuk menarik perhatian khalayak contohnya dapat dilihat dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush. Jika dilihat dari arti katanya menurut Ensiklopedia Wikipedia Indonesia, kata “emosi” didefinisikan sebagai istilah yang digunakan untuk keadaan mental dan fisiologis yang berhubungan dengan beragam perasaan, pikiran, dan perilaku. Emosi adalah pengalaman yang bersifat subjektif, atau dialami berdasarkan sudut pandang
26
http://id.wikipedia.org/wiki/eksploitasi
26 individu. Emosi juga berhubungan dengan konsep psikologi lain seperti suasana hati, temperamen, kepribadian, dan disposisi.27 Terdapat sebuah teori terkait dengan emosi yang dikenal dengan teori James – Lange, dikemukakan oleh dua orang yaitu William James (1984) dari Amerika Serikat dan Carl Lange (1885) yang berpendapat bahwa emosi adalah hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada luar tubuh sebagai respons terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Jadi ketika seseorang merasakan suatu emosi, respons yang dihasilkan oleh tubuh merupakan hasil dari proses belajar. Emosi juga terjadi akibat adanya perubahan dari sistem vasomotor (otot-otot). Suatu peristiwa dipersepsikan menimbulkan perubahan fisiologi dan perubahan psikologis yang disebut emosi.28 Emosi seseorang dapat diidentifikasikan melalui berbagai hal. Dapat berupa ekspresi gerak tubuh, cara berbicara, bahkan melalui tanda-tanda nonverbal lainnya. “Semua emosi pada dasarnya melibatkan berbagai perubahan tubuh yang tampak dan tersembunyi, baik yang dapat diketahui atau tidak, seperti perubahan dalam pencernaan, denyut jantung, tekanan darah, jumlah hemoglobin, sekresi adrenalin, jumlah dan jenis hormon, malu, sesak nafas, gemetar, pucat, pingsan, menangis, dan rasa mual”.29 Namun dari berbagai hal tersebut mengidentifikasikan emosi paling umum dapat dilakukan dengan memperhatikan gerak tubuh (kinesik). Gerak tubuh terdiri dari raut wajah, postur tubuh, dan gerakan anggota badan lainnya. Pada wajah, berbagai perubahan yang terjadi dapat berupa mimik wajah, sorotan mata, kerutan dahi, dan lain sebagainya. Hal tersebut merupakan tanda-tanda yang memiliki makna terkait dengan perubahan emosi seseorang.
27
http://id.wikipedia.org/wiki/emosi Sobur, Psikologi Umum, (Bandung : CV. Pustaka Setia, 2003), hal.402 29 Sobur, OP.cit, hal.400 28
27 Menurut Rita L. Atkinson, sejak publikasi buku klasik Charles Darwin, The Expression of Emotion in Man and Animals pada tahun 1872, para ahli psikologi berpendapat bahwa komunikasi emosi memiliki fungsi penting, yang memiliki nilai kelangsungan hidup bagi spesies, misalnya wajah ketakutan pada seseorang dapat memperingatkan kepada orang lain akan adanya bahaya, dan wajah yang mengekspresikan kemarahan dapat mengkomunikasikan bahwa orang tersebut mungkin akan bersikap agresif. Atkinson juga berpendapat bahwa, ekspresi wajah memiliki makna yang universal, tanpa memandang kultur tempat individu yang bersangkutan dibesarkan.30 Emosi merupakan hal yang sudah seharusnya dirasakan oleh setiap manusia normal. Baik pria maupun wanita. Namun, iklan sering kali mencitrakan bahwa ekspresi emosional secara terbuka, akan lebih “lumrah” jika dilakukan oleh wanita. Sedangkan sebaliknya bagi pria. Begitu pula yang terlihat dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush, dimana wanita digambarkan sesuai dengan anggapan populer yang beredar dimasyarakat mengenai sifat-sifat yang terkait dengan wanita. Diperlihatkan bahwa wanita merupakan individu-individu yang bersifat emosional dan ekspresif. Sulit untuk bersikap rasional, mudah terprovokasi, serta dianggap wajar apabila mengekspresikan sisi emosionalnya secara terbuka. Sehingga sifat-sifat seperti lemah, cengeng, dan lainnya yang senada dengan mudahnya kemudian disematkan pada diri wanita. Berbeda dengan pria yang diggambarkan dengan sifatsifat sebaliknya. Yaitu kuat dan tangguh, memegang kendali dan kuasa, dan bersikap rasional. Maka dari itu, muncul anggapan bahwa pria yang ekspresif, dan terbuka terhadap ungkapan-ungkapan emosional dihadapan orang lain akan dianggap sebagai sesuatu yang tabu. Bahkan dapat dipertanyakan mengenai kelelakiannya. Terutama 30
Ibid, hal.425
28 yang terkait dengan ekspresi-ekspresi rasa sedih. Seperti menangis. Lebih dari itu sifat-sifat emosional yang telah dieratkan dengan diri wanita, digambarkan dengan cara-cara yang sangat berlebihan. Melebihi kenyataan sebenarnya (hiper-realitas). Hal itu terlihat dari gerak tubuh dan raut wajah para pemeran wanita dalam kedua iklan tersebut yang tidak dapat ditemui dalam kehidupan nyata. Sisi emosional wanita dieksploitasi untuk menjadi daya tarik. Dalam iklan Joy Green Tea terdapat adegan dimana sang pemeran iklan mengekspresikan kemarahannya dengan mencakar tembok hingga membuat kerusakan setelah sebelumnya kekasihnya memutuskan hubungan dengannya. Sedangkan adegan yang digambarkan pada iklan Timtam Crush adalah perubahan raut wajah secara drastis pada wanita pemerannya. Dengan pencetus emosi yang diceritakan sama dengan yang terlihat dalam iklan sebelumnya, ekspresi emosi teridentifikasi dari perubahan bentuk bibir yang bergerak kearah bawah dengan bentuk yang tidak wajar, serta sorot mata lemah yang mengiba. Semua penggambaran sisi emosional wanita dalam iklan-iklan tersebut merupakan tanda-tanda yang dapat dikaitkan dengan berbagai makna dan ideologi dibaliknya menyangkut dengan isu gender. Bagaimana sudut pandang pengiklan terhadap wanita dengan menggambarkan wanita sebagai sosok yang emosional dan ekspresif serta sangat mudah terprovokasi terutama oleh lawan jenisnya, sedangkan dilain pihak jika khalayak mengamati alur cerita kedua iklan tersebut dari awal hingga akhir, akan terlihat bagaimana pada akhirnya wanita dicitrakan dapat kembali “bangkit” dari keterpurukan yang disebabkan oleh pria, dan kemudian mengambil alih kembali kendali yang semula diperlihatkan dikuasai oleh pria. Jadi contoh-contoh iklan tersebut tidak hanya memperlihatkan wanita dari satu sudut pandang saja. Tidak hanya semata-mata mengenai kelemahan, dan
29 ketidakberdayaan. Tidak pula hanya berbicara mengenai bagaimana wanita telah memperoleh apa yang sering didengar sebagai gerakan feminis untuk mendapatkan kesetaraan. Melalui tanda ekspresi-ekspresi emosional yang digunakan dapat diteliti fenomena apa sesungguhnya yang ingin direpresentasikan oleh pengiklan melalui iklan-iklan yang diciptakan tersebut.
2.4.Pergeseran Teori Dominansi ke Diferensiasi Sebagai Kesadaran dalam Posfeminisme Posfeminisme merupakan suatu gerakan yang dinilai sebagai “jalan baru” bagi gerakan perempuan untuk memperbaiki kehidupannya setelah sekian lama terfokus pada perjuangan memperoleh kesetaraan gender dan dominansi yang semula dikuasai oleh pria melalui gerakan perempuan pendahulunya, yaitu feminisme. Upaya untuk memperbaiki hidup perempuan ini, dilakukan sebagian perempuan dengan melakukan kritik dan otokritik baik dari dalam maupun dari luar gerakan feminis. Posfeminisme menyentuh isu-isu yang selama ini dianggap bertentangan di kalangan feminisme, misalnya pembagian area bagi laki-laki dan perempuan dalam dunia publik dan dunia privat, pembagian kerja dalam keluarga ataupun karir, posfeminisme justru memunculkan kesadaran dan keyakinan pada sejumlah perempuan untuk memadukan dua dunia ini. Melalui kesadaran posfeminisme arti penting peran laki-laki dalam keluarga, juga bagi para perempuan untuk dapat menjalankan karirnya tanpa mengabaikan atau menolak nalurinya untuk membangun dan berperan dalam keluarga mulai diperhatikan. Pada mulanya gerakan perempuan yang lebih dulu dikenal dengan istilah feminisme berjuang keras untuk dapat menaikkan derajat perempuan yang pada
30 masanya memang diperlukan terkait dengan pemasungan hak dan kebebasan perempuan itu sendiri. Perempuan merasa dirugikan serta dinomor duakan dalam posisinya dibandingkan laki-laki dalam berbagai segi kehidupan. Hal ini tercermin dari pembedaan pemberian hak perempuan pada bidang-bidang seperti sosial, pekerjaan, memperoleh pendidikan, terutama dalam bidang politik. Perubahan mulai terlihat setelah datangnya era Liberalisme dan Revolusi Perancis. Sejak saat itu, gerakan yang awalnya terdeteksi dalam sejarah muncul didataran Eropa ini, mulai “bergaung” hingga ke Amerika Serikat bahkan ke seluruh dunia. Masa ini dikenal sebagai masa-masa berjayanya feminisme gelombang pertama. Selama tiga dekade, terlihat perubahan yang cukup signifikan dalam organisasi keluarga, kerja, dan gender, bersamaan dengan munculnya feminisme gelombang kedua. Awal tercetusnya feminisme gelombang kedua terjadi setelah Perang Dunia kedua telah berakhir. Pada saat ini muncul negara-negara baru yang terbebas dari penjajahan Eropa. Puncaknya perempuan mendapatkan hak untuk ikut serta dalam bidang politik yaitu dengan memperoleh hak pilih dan kemudian ikut mendiami ranah politik kenegaraan. Namun, seiring dengan perkembangannya wacana publik mulai menyatakan secara langsung bahwa karena wanita telah mencapai kesetaraannya dengan laki-laki, mereka tidak perlu lagi gerakan protes. Karena hal ini justru akan berakibat pada wanita-wanita yang kemudian menjadi lesbian dan membeci laki-laki. Maka muncullah sebuah era yang disebutkan oleh banyak sarajana dan pengarang popular sebagai era “posfeminis” pada era 1980-an dan 1990-an. Gerakan posfeminis sendiri sesungguhnya bukanlah sebuah gerakan antifeminis. Sesuai yang disebutkan oleh Ann Brooks bahwa posfeminisme tidak antifeminis dan posfeminisme hanya menentang asumsi-asumsi hegemonik yang
31 dipegang oleh epistemologi feminis gelombang kedua yang menganggap bahwa penindasan patriarki dan imperialis adalah pengalaman penindasan yang universal. Karena dalam kenyataannya, perempuan sendiri tersebar dalam berbagai kelas sosial, pengelompokkan rasial dan etnis, komunitas seksual, subkultur, dan agama, yang berarti pula tiap perempuan akan merasakan pengalaman sosial dan kesadaran personal yang berbeda pula.31 Menurut Brooks, konsep ‘pos’ pada posfeminisme ini merujuk pada proses transformasi dan perubahan yang sedang berlangsung. Bukan berarti bahwa konsep sebelumnya telah “digulingkan”. “Pos-feminisme dapat dipahami sebagai perjumpaan kritis yang sama dengan prinsip-prinsip modernisme. Hal ini tidak mengansumsikan bahwa baik wacana dan kerangka pemikiran patriarki ataupun modernis telah digantikan atau dicampakkan”32 Perubahan yang terjadi dari masa feminis kepada posfeminis adalah terjadinya pergeseran konseptual di dalam feminisme. Dari debat sekitar persamaan ke debat yang difokuskan pada perbedaan. Hal ini juga terkait dalam pencitraan gender melalui media termasuk dalam iklan. Bagi para penganut pemikiran feminis yang terdahulu, pencitraan wanita dengan gambaran yang terkait dengan ideologi patriarki merupakan hal yang sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip yang mereka pegang. Terutama karena penyampaian pesan iklan yang berulang-ulang akan memunculkan stereotype yang kerap kali dinilai menyudutkan perempuan. Para penganut feminis ini memperjuangkan mengenai kesetaraan dan dominansi yang seimbang dengan apa yang dimiliki oleh kaum pria. Untuk itulah mereka akan mendukung kemunculan sosok-sosok “wonder woman”, sebagai wanita-wanita yang dicitrakan dengan label 31
Ann Brooks, Posfeminisme & Cultural Studies: Sebuah Pengantar Paling Komprehensif, (Yogyakarta : Jalasutra, 2005), hal. 2 32 Ibid
32 tangguh, seksi, acuh tak acuh, menginginkan kuasa, memiliki segalanya, bahkan dalam bentuk ekstrim tidak membutuhkan peranan pria dalam hidup mereka. Disinilah letak perbedaannya dengan posfeminisme. Pada tataran lain, pemikiran posfeminisme menunjukkan bahwa sebenarnya perempuan tidak perlu terus memaksakan dirinya untuk terlihat “hebat” dengan mengabaikan hal-hal yang bersifat naluriah seperti arti penting peranan pria dalam kehidupannya. Dan bahwa laki-laki dan perempuan diibaratkan kepingan puzzle yang tidak akan menjadi lengkap tanpa kehadiran salah satunya. Tentunya tanpa mengabaikan dan menyebabkan hak dari salah satunya menjadi lebih inferior dibandingkan dengan yang lainnya. Seperti apa yang terlihat dari bagian analisis Faludi yang dikutip kembali oleh Ann Brooks, “Pada tahun 80-an, penerbitan dari New York Times hingga Vanity Fair sampai The nation telah mengeluarkan berkas-berkas tuduhan yang senantiasa melawan gerakan perempuan, dengan kepala berita seperti ‘KETIKA FEMINISME GAGAL’ atau ‘KEBENARAN YANG MENGERIKAN TENTANG PEMBEBASAN PEREMPUAN’. Mereka menganggap, kampanye untuk persamaan hak perempuan bertanggung jawab pada hampir semua kesengsaraan yang mengungkung perempuan, dari depresi sampai kekurangan tabungan, dari bunuh diri remaja ke penyakit ketidakteraturan makan sampai corak kulit yang buruk… Tetapi, apa yang membuat perempuan tidak bahagia pada dekade terakhir ini bukanlah soal ‘persamaan’ mereka – yang belum mereka miliki – melainkan meningkatnya tekanan untuk menghentikan, dan bahkan membalikkan, pencarian perempuan terhadap persamaan.”33 Hal inilah yang dapat terlihat dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush. Walaupun pada akhirnya wanita digambarkan sebagai sosok yang dapat kembali “bangkit” dari keterpurukannya, sisi-sisi alamiah mengenai bagaimana wanita tetap memandang arti penting pria dalam kehidupannya, bahkan yang kemudian dapat memprovokasi ekspresi emosional mereka tidaklah diabaikan. Bahkan berbagai upaya yang mereka (wanita pemeran iklan) lakukan untuk membebaskan diri mereka dari
33
Ibid, hal. 5
33 berbagai emosi terkait dengan permasalahannya dengan lawan jenis, semakin mempertajam anggapan tersebut bahwa pria bukanlah sosok yang dapat mereka abaikan dan singkirkan begitu saja.
2.5.Representasi dalam Iklan Melihat dari arti katanya, representasi dapat didefinisikan sebagai sebuah paparan atau gambaran tentang sesuatu. Menurut Nuraini Juliastuti, representasi dapat merujuk pada proses maupun produk dari pemaknaan suatu tanda. Bahasa sebagai sistem representasi, yang dapat berupa simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan, maupun gambar, merupakan medium untuk memproduksi dan mengubah makna. Melalui bahasa manusia dapat mengungkapkan berbagai hal seperti pikiran, konsep, dan ide-ide. Makna sesuatu sangat tergantung dengan bagaimana hal tersebut digambarkan melalui bahasa dan citraan-citraan tertentu. Dengan pendekatan intensional, masalah representasi dapat dilihat dari bagaimana bahasa digunakan untuk mengkomunikasikan sesuatu sesuai dengan cara pandang manusia yang bersangkutan terhadap ‘sesuatu’ tersebut.34 Dalam kaitannya dengan iklan sebagai susunan dan ‘permainan’ tanda, melalui iklan tersebut dapat dilihat bagaimana cara pandang bahkan ideologi dari pengiklan dengan penggambaran berbagai hal yang dapat dilihat dari tampilan iklan secara keseluruhan. Menurut sudut pandang semiotika struktural, iklan dipandang sebagai kumpulan tanda dan simbol yang menggambarkan keadaan yang rujukannya berasal dari realitas atau kenyataan. Dengan kata lain iklan merupakan sebuah cerminan dari sesuatu yang menjadikan kenyataan sebagai referensinya. Keberadaan tanda dinilai sangat bergantung pada keberadaan realitas yang direpresentasikannya. Secara 34
http://kunci.or.id/culturalstudies/representasi.htm
34 ekstrim semiotika struktural berprinsip bahwa ketiadaan realitas berakibat logis pada ketiadaan tanda.35 Hal ini bertolak belakang dengan prinsip hipersemiotika yang menyebutkan sebaliknya, bahwa sesungguhnya tanda dapat diciptakan tanpa mengacu pada realitas di dunia nyata, namun justru menjadikan dirinya sendiri sebagai referensinya. Menurut Yasraf Amir Piliang, bahasa dan tanda seakan-akan merefleksikan realitas yang sesungguhnya, padahal ia adalah realitas artifisial, yaitu realitas yang diciptakan lewat teknologi simulasi, sehingga pada tingkat tertentu realitas ini tampak (dipercaya) sebagai sama nyatanya atau bahkan lebih nyata dari realitas sesungguhnya.36 Teknologi yang begitu berkembang pesat berperan besar dalam penguatan prinsip yang dianut oleh hipersemiotika tersebut, karena dianggap bahwa melalui teknologi, realitas semu bukanlah lagi merupakan hal yang sulit untuk dilakukan. Walaupun demikian, tidak dapat dipungkiri seiring dengan berkembangnya bidang komunikasi khususnya periklanan, dan dengan tuntutan akan persaingan berbagai produk dan merek, menjadikan realitas sebagai sebuah referensi untuk menciptakan daya tarik pesan iklan kepada khalayak masih dinilai relevan, walaupun tidak jarang realitas yang di representasikan telah mengalami distorsi akibat sifat hiperbola iklan. Seperti apa yang dapat dilihat pada contoh iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush, pada alur cerita di awal semua diceritakan secara wajar. Dengan gaya Slice Of life (potongan gambar kehidupan), adegan-adegan yang digambarkan dikreasikan dengan asumsi bahwa siapapun, kapanpun dapat mengalami kejadian yang sama seperti iklan tersebut dalam kehidupan nyatanya. Walaupun kemudian, kenyataan itu terdistorsi 35
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika, Tafsir Kultural Studies Atas Matinya Makna, (Yogyakarta : Jalasutra, 2003), hal.49 36 Ibid, hal. 51-52
35 dengan penggambaran sosok wanita yang dicitrakan secara hiperbola, dengan sesuatu yang tidak dapat terjadi pada kehidupan nyata. Disini penulis tidak ingin hanya memfokuskan diri mengenai perdebatanperdebatan seputar rujukan atau referensi yang mendasari penciptaan iklan. Karena hakikat representasi itu sendiri sebenarnya tidak mengharuskan keberadaan realitas sebagai sebuah rujukan. Karena se-natural apapun iklan coba digambarkan, iklan tetap tidak akan menyampaikan sebuah kenyataan yang “real” atau kenyataan yang ‘apa adanya’, melainkan dapat berupa kenyataan yang telah dikonstruksikan oleh pengiklan demi kepentingan kapitalis. Apa yang penulis ambil dalam kedua contoh iklan tersebut melalui penelitian ini merupakan bagian dari esensi mengenai representasi sebuah ideologi posfeminisme terutama melalui pencitraan wanita dalam dua sudut pandang yang berbeda, disatu sisi sebagai sosok yang kuat dan mandiri, dan disisi lain merupakan sosok emosional, ekspresif, dan tidak mengabaikan posisi pria dalam hidupnya. Ideologi sendiri seperti yang dikatakan oleh James Lull adalah “pikiran, yang terorganisir, yakni nilai, orientasi, dan kecenderungan yang saling melengkapi sehingga membentuk perspektif-perspektif ide yang diungkapkan melalui komunikasi dengan media teknologi dan komunikasi antarpribadi”. Selanjutnya Lull juga menegaskan bahwa “manipulasi yang dilakukan tanpa henti terhadap informasi dan citra publik mengkonstruksikan suatu ideologi dominan yang kuat yang membantu menopang kepentingan material dan kultural para penciptanya. Para pembuat ideologi yang dominan menjadi suatu ‘elite informasi’. Kekuasaan, atau dominasi mereka berasal langsung dari kemampuan mereka untuk mengartikulasikan kepada masyarakat sistem ide yang lebih mereka sukai. Karena itu, ideologi mempunyai
36 kekuatan apabila dapat dilambangkan dan dikomunikasikan.”37 Dalam penelitian ini, peneliti melihat bahwa ideologi ini dikembangkan dan digunakan sebagai sebuah strategi untuk mengakomodasi wanita-wanita yang menyetujui gagasan dan prinsip-prinsip posfeminisme. Dengan harapan bahwa citracitra mengenai ideologi itu sendiri dapat di lekatkan pada produk-produk yang diiklankan. Karena apa yang dibeli oleh masyarakat konsumen saat ini tidak lagi terfokus pada apa yang disebut sebagai ‘nilai guna’ melainkan berbagai diferensiasi yang dilekatkan pada citra-citraan terhadap berbagai hal. Citra mengenai kecantikan, kelembutan, prestise, keanggunan, ketangguhan, dan berbagai hal lainnya telah dilekatkan sedemikian rupa pada berbagai objek dan tanda dalam penampilan iklan. Citra-citraan inilah yang kemudian dapat disetujui merupakan sesuatu yang “nyata” dan kemudian menstimuli orang-orang untuk melakukan apa yang “dianjurkan” melalui iklan dengan harapan agar citra-citraan tersebut juga dapat melekat dengan dirinya. Berbagai produk dan merek diciptakan dengan persaingan yang begitu kompleks, nilai guna tidak dapat lagi dijadikan sebagai sebuah “pegangan” untuk menguatkan konsumen memilih suatu produk tertentu. Disinilah peran iklan dinilai sangat berpengaruh. Iklan tidak saja berfungsi untuk menginformasikan keunggulan, ataupun kegunaan produk-produk tertentu. Iklan telah menjadi sebuah alat untuk menciptakan kebutuhan “diferensiasi”, dan produk-produk yang diiklankan dihadirkan sebagai “jawaban” bagi kebutuhan tersebut. Senada dengan pendapat Jean Baudrillard yang dikutip oleh Piliang yaitu, “Masyarakat Kapitalis Barat kini tengah berada dalam era akhir sosial (The Death of The Social), tidak ada lagi kelas sosial, yang ada hanyalah massa, dan massa ini menurut Baudrillard menempatkan diri mereka di dalam diskursus sebagai mayoritas yang diam. Yang dibutuhkan oleh massa ini bukanlah kekuasaan untuk 37
James Lull, Media, Komunikasi, Kebudayaan : Suatu Pendekatan Global, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia, 1998), hal.1-2
37 mendominasi, memperjuangkan ideologi leluhur, menguasai teritorial, akan tetapi kekuasaan untuk mengekspresikan diferensi, perbedaan seks, produk, kesenangan, gaya, penampilan, wajah, rambut, warna kuku, dan sebagainya. Yang diperjuangkan massa adalah diferensi melalui konsumsi (informasi, hiburan, tontonan, kesenangan).”38
38
Piliang, Op.cit, hal. 131
38 BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1.Tipe Penelitian Tipe penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah jenis penelitian deskriptif. Dengan ini peneliti menempatkan diri sebagai pengamat dalam memaparkan sebuah gejala sosial tertentu. Penelitian deskriptif, berawal dari ketertarikan peneliti terhadap suatu peristiwa yang belum dijelaskan dengan kerangka teoretis, tidak ada pengujian hipotesis, menjelaskan hubungan, atau membuat prediksi, sebaliknya hipotesis baru muncul dalam penelitian yang dilakukan. Walaupun tidak berusaha untuk menguji hipotesis, bukan berarti penelitian ini tidak memiliki asumsi awal yang menjadi permasalahan penelitian. Penelitian ini tidak bermula dari keinginan untuk memecahkan masalah yang terlebih dahulu dihipotesiskan. “Tidak ada hipotesis yang diajukan para peneliti kualitatif sehingga tidak ada upaya untuk menguji hipotesis”39 “Penelitian deskriptif merupakan penelitian yang tidak sekedar menjabarkan
(analitis)
tetapi
juga
memadukan
(sintesis),
tidak
hanya
mengklasifikasikan tetapi lebih dari itu juga mengorganisasikan”40 Dalam penelitian deskriptif, penting bagi peneliti untuk dapat memiliki kemampuan mancari dan menyerap setiap detail informasi yang terkait dengan penelitian yang dilakukan. Kemudian kemampuan untuk memadukan berbagai informasi tersebut menjadi satu kesatuan penafsiran.
39
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial : Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif, (Yogyakarta : UII Press Yogyakarta, 2007), hal.35 40 Jalaluddin Rakhmat, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2004), hal.26
38
39 Sesuai dengan karakteristik-karakteristik penelitian deskriptif seperti yang telah disebutkan, penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan deskripsi secara rinci mengenai bagaimana tanda-tanda yang terkait dengan pengeksploitasian sisi emosional wanita dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush dapat merepresentasikan sebuah gejala sosial yang merupakan bagian dari isu gender yang tengah berkembang.
3.2.Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah melalui sudut pandang kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan menganalisis fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, sikap, kepercayaan, persepsi, pemikiran orang secara individual maupun kelompok.41 Salah satu karakteristik lain dari penelitian dengan metode kualitatif adalah orientasinya terhadap fenomena yang unik. Unik disini tidak mengacu pada definisi negatif, aneh, ataupun harus selalu berbeda dari kebanyakan. Namun, dalam setiap fenomena yang diteliti ada kasus-kasus tertentu yang sifatnya khas, unik untuk situasi itu.42 Fenomena ini kemudian diteliti secara mendalam dan detail untuk mendapatkan sebuah kejelasan terkait dengan permasalahan yang ingin diteliti. Eksploitasi sisi emosional wanita melalui iklan terhitung jarang dibahas dibandingkan dengan penelitian yang memfokuskan diri terhadap kritik mengenai eksploitasi tubuh perempuan terutama dalam kaitannya dengan ideologi kapitalis dan patriarki. Begitu juga tentang penelitian mengenai posfeminisme yang masih tergolong “baru” dibandingkan dengan
41
penelitian-penelitian seputar paham
Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 60 42 Idrus, 2007, Op.cit. 38
40 feminisme. Hal-hal inilah yang mencetuskan ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian. Dan mengenai berbagai kemungkinan makna yang dapat dipersepsikan melalui penggunaan tanda-tanda gender dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush akan dapat disimpulkan setelah penelitian dilakukan. Sedangkan metode analisis yang digunakan adalah dengan pendekatan semiotika. Dimana analisis ini bersifat kualitatif-interpretatif, yang artinya bahwa penelitian ini difokuskan pada ‘tanda dan ‘teks’ sebagai objek kajian serta bagaimana peneliti menafsirkan dan memahami kode (decoding) dibalik tanda dan teks tersebut.43 Melalui analisis semiotika, peneliti menginterpretasikan tanda-tanda yang terkait dengan eksploitasi sisi emosional wanita dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush dan kemudian mengkajinya melalui perspektif gender. Tujuannya adalah untuk mendapatkan penjelasan terperinci mengenai bagaimana tanda-tanda emosional wanita tersebut digunakan untuk mendorong proses pemaknaan mengenai representasi ideologi yang terkait dengan isu gender melalui contoh-contoh iklan yang diteliti.
3.3.Definisi Konsep Konsep-konsep digunakan peneliti untuk membongkar makna dibalik berbagai penggunaan tanda-tanda ekspresi emosional wanita dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush, kemudian untuk menghubungkan makna tersebut dengan representasi posfeminisme sebagai ideologi pengiklan dapat disebutkan sebagai berikut: 1) Representasi : Paparan atau gambaran tentang sesuatu, yang merujuk pada proses dan produk dari pemaknaan suatu tanda. Peranannya dalam iklan untuk
43
Piliang, 2003, Op.cit. 270
41 menjelaskan bagaimana tanda-tanda dalam iklan dapat menjadi media untuk memproduksi dan mengubah makna, serta untuk dapat mengungkapkan berbagai hal seperti pikiran, konsep, ide, bahkan ideologi pengiklan terhadap sesuatu. Yang dalam hal ini terkait dengan penggambaran sosok wanita dengan berbagai ekspresi emosionalnya dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush. 2) Posfeminisme : Sebuah paham, ideologi yang diekspresikan melalui gerakan terkait dengan isu-isu gender terutama perempuan dengan kedudukannya terhadap laki-laki sebagai lawan jenis. Dimana melalui posfeminisme, paham gerakan perempuan pendahulunya yaitu feminisme mengenai teori-teori dominansi digeser dan digantikan dengan pembicaraan-pembicaran mengenai diferensi. 3) Eksploitasi : Politik pemanfaatan yang secara sewenang-wenang terlalu berlebihan terhadap sesuatu subyek eksploitasi hanya untuk kepentingan ekonomi semata-mata tanpa mempertimbangkan rasa kepatutan, keadilan, serta kompensasi kesejahteraan. Dimana dalam penelitian ini difokuskan pada sisi emosional wanita sebagai subyek eksploitasi.
3.4.Unit Analisis Dalam penelitian ini, peneliti tidak meneliti semua hal yang terdapat dalam kedua iklan Joy Green Tea versi ‘putus’ dan Timtam Crush versi ‘cemberut’. Peneliti memfokuskan penelitian ini kedalam unit analisis, yaitu: Penelitian difokuskan pada tanda-tanda yang terkait dengan ekspresi emosional pemeran wanita dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush. Tandatanda tersebut terdapat pada aspek audio dan visual dikhususkan pada komunikasi
42 verbal dan nonverbal dari tokoh sentral (wanita) yang menggambarkan ekspresi berbagai perubahan emosi di dalam dirinya. Dan juga tanda-tanda lain yang terkait secara langsung dengan ekspresi emosional tersebut seperti tanda yang berasal dari tokoh pria sebagai tokoh kontradiktif dan bahasa verbal berupa voice over yang memberi penjelasan mengenai jalan cerita dari iklan-iklan yang diteliti. Hal-hal tersebut menjadi sebuah penguatan mengenai makna yang dipersepsi melalui tandatanda utama.
3.5.Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah dengan cara melakukan observasi. Yaitu pengamatan secara seksama terhadap objek penelitian. Dimana data primernya adalah rekaman iklan televisi Joy Green Tea versi “putus” dan rekaman iklan Timtam Crush versi “cemberut” yang ditayangkan selama bulan Mei – Juli 2009. Sedangkan tanda-tanda yang akan dianalisa dalam kedua iklan tersebut telah ditentukan dalam unit analis penelitian. Data sekunder dalam penelitian ini didapat melalui studi pustaka yaitu dilakukan dengan membaca buku-buku literatur (perpustakaan), jurnal, majalah, dan artikel, serta sumber-sumber yang diakses dengan internet yang berhubungan dengan permasalahan yang dibahas oleh penulis.
3.6.Teknik Analisis Data Semua data yang terkumpul selanjutnya dianalisis secara kualitatif melalui analisis semiotika dengan sudut pandang teori semiotika Roland Barthes. Dalam proses analisis akan dipilih beberapa frame dari story line yang menggunakan
43 berbagai tanda yang berkaitan dengan ekspresi emosional wanita dalam kedua iklan yang telah ditentukan. Setelah melakukan seleksi terhadap frame yang memuat tanda-tanda yang berkaitan dengan ekspresi emosional wanita, peneliti akan memilah pesan iklan menjadi 3 kategori berdasarkan pesan yang terkandung di dalamnya sesuai dengan apa yang dilakukan oleh Roland Barthes seperti yang dikutip oleh Alex Sobur dari Cobley dan Janzs, yaitu: 1. Pesan linguistik, yang merupakan semua kata dan kalimat dalam iklan, 2. Pesan ikonik yang terkodekan, berupa konotasi yang muncul dalam foto iklan, yang hanya dapat berfungsi jika dikaitkan dengan sistem tanda yang lebih luas dalam masyarakat, dan 3. Pesan ikonik tak terkodekan, yaitu denotasi dalam dalam foto iklan.44
Setelah itu, peneliti akan menganalisa bagaimana tanda-tanda dalam iklan tersebut dapat bekerja dalam dua tatanan pertandaan dengan meminjam peta tanda Roland Barthes, seperti dibawah ini: 1. signifier
2. signified
(penanda)
(petanda)
3. denotative sign (tanda denotatif)
4.CONNOTATIVE SIGNIFIER
5. CONNOTATIVE SIGNIFIED
(PENANDA KONOTATIF)
(PETANDA KONOTATIF)
6. CONNOTATIVE SIGN (TANDA KONOTATIF) Gambar 3.1 Peta Tanda Roland Barthes, dikutip dari Cobley & Lisa Janzs Sumber: Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, hal. 69, (Bandung : PT.Remaja Rosdakarya, 2004)
44
Alex Sobur, Loc.cit, hal 119
44 Melalui peta tanda tersebut, dapat dilihat bahwa “tanda denotatif (3) terdiri atas penanda (1) dan petanda (2). Akan tetapi, pada saat bersamaan, tanda denotatif adalah juga penanda konotatif (4).”45 Seseorang hanya dapat mempersepsikan konsep tentang konotasi dari tanda “bunga” seperti keindahan dan romantisme hanya apabila Ia mengenal tanda “bunga” tersebut. Dengan peta tanda itulah peneliti akan meneliti tanda-tanda iklan dalam tatanan pertandaan tingkat pertama (denotasi) dan kemudian mengungkapkan apa saja yang terkandung di dalam tanda-tanda tersebut sebagai tataran kedua (konotasi). Dan karena konotasi identik dengan operasi ideologi yang disebut Barthes sebagai “mitos”, maka peneliti juga ingin mengungkapkan mitos yang terdapat dibalik pengeksploitasian tanda-tanda emosional wanita dalam iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush terkait dengan ideologi yang tersembunyi di dalamnya. “Di dalam mitos juga terdapat pola tiga dimensi penanda, petanda, dan tanda, namun sebagai suatu sistem yang unik, mitos dibangun oleh suatu rantai pemaknaan yang telah ada sebelumnya atau, dengan kata lain, mitos adalah juga suatu sistem pemaknaan tataran kedua. Di dalam mitos pula sebuah petanda dapat memiliki beberapa penanda.”46
45 46
Ibid, hal. 69 Ibid, hal.71
45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian Seperti yang telah disebutkan pada tujuan penelitian bahwa dalam penelitian ini peneliti bertujuan untuk mengetahui bagaimana tanda-tanda yang terkait dengan ekspresi emosional wanita dalam dua iklan televisi : Joy Green Tea versi “putus” dan Timtam Crush versi “cemberut” dapat merepresentasikan sebuah ideologi menyangkut isu gender yaitu Posfeminis. Kedua iklan televisi tersebut yang digunakan sebagai objek kajian akan dianalisis dengan menggunakan metode analisis sistem pertandaan bertingkat dari Roland Barthes, yang akan berbicara mengenai tatanan pertandaan denotasi, konotasi, hingga mitos dan ideologi dari sudut pandang pakar semiotik tersebut. Pada analisis level pertama peneliti akan memaparkan mengenai makna denotasi tanda, sedangkan pada level berikutnya akan membahas mengenai makna konotasi tanda yang berkaitan dengan mitos dan ideologi yang tersembunyi dibalik penggunaan tanda-tanda ekspresi emosional wanita sebagai daya tarik iklan. Sebelum melakukan analisis secara lebih mendalam, peneliti akan membuat gambaran dari story board dan story line dari iklan Joy Green Tea dan Timtam Crush. Disini peneliti akan mencatat adegan-adegan yang dianggap penting dan menyusunnya dalam bentuk frame by frame agar rangkaian cerita dapat dipahami secara keseluruhan. Setelah itu peneliti akan membagi pesan iklan dari isi pesannya kedalam tiga kategori sesuai dengan metode analisis Barthes, yaitu dalam: 1. Pesan linguistik : memaparkan semua kata dan kalimat yang terdapat dalam kedua iklan (lisan dan tulisan),
45
46 2. Pesan ikonik terkodekan : memaparkan konotasi yang muncul dari visualisasi, yang berfungsi dengan mengaitkannya dengan sistem tanda di masyarakat, dan 3. Pesan ikonik tak terkodekan : memaparkan denotasi dalam visualisasi iklan.
Hasil dari analisis kedua iklan tersebut adalah sebagai berikut:
4.1.1. Analisis iklan Joy Green Tea versi “putus” 4.1.1.1 Story board iklan Joy Green Tea versi “putus”
Pria dan wanita berbincang di sebuah kafe Pria (MVO): “kita putus aja ya?!”
Wanita melihat pria dengan ekspresi terkejut SFX : Intro musik instrumen 1
Wanita beranjak meninggalkan pria SFX : Musik instrumen 1 dengan suara gesekan biola
Wanita mengekspresikan kemarahan dengan menghentakkan kaki Wanita (FVO): “jahaaaaaat!!!” SFX : Musik instrumen 1
Tangan wanita mencakar tembok Wanita (FVO): “tidaaaaaaakkk!” SFX : Musik instrumen1, suara berdecit
Tembok rubuh dan berlubang SFX : Musik instrumen1, suara gaduh dari tembok MVO : “ngamuk cin??”
Deretan Joy Green Tea dalam lemari pendingin SFX :intro musik instrumen 2
Close up botol-botol Joy Green Tea SFX : musik instrumen 2 MVO : “tenangkan diri sejenak..”
Wanita menghirup aroma Joy GT SFX : musik instrumen 2 MVO : “..resapi aroma..”
47
Wanita meneguk Joy Green Tea SFX : musik instrumen 2 MVO : “..dan sejuknya Joy Green Tea!”
Wanita kembali ketempatnya semula dengan pria Pria (MVO) : “jadi putuskan?” SFX : musik instrumen 2
Wanita mengambil tasnya dan bersiap pergi Wanita (FVO) : “emang pernah jadian?” SFX : musik instrumen 2
Wanita berjalan keluar kafe sambil Menikmati Joy Green Tea SFX : musik instrumen 2
Botol kemasan Joy Green Tea dengan background wanita yang sedang berlalu Subtitle : B’rasa Aromanya B’rasa Sejuknya SFX : musik instrumen 2 MVO : “Joy Green Tea, b’rasa Aromanya, b’rasa sejuknya!”
Logo sosro, dan logo 35 tahun Sinar Sosro MVO : “Sosro, ahlinya teh!” SFX : musik instrumen 2, fade out
4.1.1.2 Story line iklan Joy Green Tea versi “putus” Iklan televisi yang berdurasi 30 detik ini menceritakan tentang sepasang pria dan wanita yang tengah berada dalam sebuah restoran/kafe dengan setting yang menegaskan hal tersebut, dimana terdapat deretan-deretan meja dan kursi dan sebuah bar. Pada adegan pertama, seketika sang pemeran pria mengungkapkan keinginannya untuk memutuskan hubungan yang selama ini ia jalin dengan pemeran wanita. Dengan ekspresi terkejut wanita tersebut hanya dapat menatap ke arah sang pria dan kemudian pergi meninggalkan tempat ia duduk dan berjalan kearah belakang restoran/kafe tersebut. Disana ia melampiaskan segala emosi yang dirasakan akibat dari kata-kata yang sebelumnya diutarakan oleh pasangannya. Sang wanita berteriak, menghentakkan kaki, dan mencakar tembok restoran/kafe tersebut hingga membuat lubang pada tembok itu. Ternyata dibalik lubang yang dibuat oleh pemeran wanita
48 terdapat sebuah lemari pendingin yang berisi botol-botol Joy Green Tea, bersamaan dengan arahan yang terdengar berupa male voice over, sang wanita menikmati sebotol Joy Green Tea hingga emosinya mereda dan ia menjadi tenang kembali. Pada adegan berikutnya, ia masuk kembali kedalam restoran/kafe, menghampiri meja dan kursi yang masih ditempati oleh sang pria dan mengambil tas yang tadi ia tinggalkan. Kemudian melangkah pergi meninggalkan sang pria sambil menjawab pertanyaan pria tersebut dengan acuh tak acuh. 4.1.1.3 Interpretasi iklan Joy Green Tea versi “putus” Tanda-tanda yang akan dianalisis pada iklan televisi Joy Green Tea versi “putus” akan dibatasi pada tanda-tanda yang terkait dengan ekspresi emosional wanita saja. Sehingga elemen-elemen lain yang tidak berkaitan atau tidak mempengaruhi akan diabaikan. Proses analisis dilakukan dengan terlebih dahulu memisahkan antara pesan linguistik, pesan ikonik terkodekan, dan pesan ikonik tak terkodekan. Dan masingmasing pesan iklan tersebut akan dipaparkan mengenai signified dan signifier-nya. Hasilnya dapat dilihat sebagai berikut: Adegan 1 (Sequence 1) Shot 1
Sepasang pria dan wanita tengah berbincang disebuah kafe, sang pria mengungkapkan keinginannya untuk memutuskan hubungan mereka berdua.
Shot 2
Wanita terkejut dan seketika menatap tajam kearah pria.
49 Pesan Linguistik: Signifier
Signified
MVO: “Kita putus aja ya?”
Kata “kita” merupakan kata ganti orang pertama jamak, pada iklan ini diucapakan oleh pemeran pria merujuk kepada dirinya dan wanita disebelahnya. Kata “putus” merujuk pada arti tidak berhubungan lagi atau berpisah, sedangkan penggunaan tambahan “aja ya” yang biasa digunakan dalam percakapan sehari-hari dengan intonasi yang terdengar menunjukkan pernyataan yang meminta persetujuan. Kalimat ini merupakan pernyataan dari pria terhadap wanita yang bertujuan untuk mengakhiri hubungan yang selama ini mereka jalani bersama. Disini terlihat bagaimana pria dicitrakan sebagai sosok yang lebih dominan posisinya dalam sebuah hubungan terutama sebagai
pemberi
keputusan,
juga
dapat
dilihat
bagaimana sudut pandang pria terhadap hubungan tersebut. Kalimat tersebut juga merupakan “kunci” dari alur cerita selanjutnya. Pesan Ikonik Terkodekan Signifier
Signified
Sepasang pria dan wanita Adegan ini merupakan adegan pembuka dari alur cerita yang sedang berbincang iklan. Dua orang, pria dan wanita yang sedang duduk disebuah kafe.
bersama
dalam
satu
meja
disebuah
kafe
menggambarkan terdapat sebuah hubungan yang cukup
50 dekat diantara mereka. Tidak adanya orang lain yang ikut bergabung dengan mereka mengesankan bahwa pembicaraan mereka merupakan hal yang bersifat privasi. Sedangkan raut wajah yang diperlihatkan baik oleh pria maupun wanita dalam iklan mengisyaratkan kegundahan dan bahwa mereka sedang berada dalam situasi yang tidak meggembirakan. Wanita berpaling kearah Gerakan yang tiba-tiba dengan tatapan tajam wanita pria
dan
menatapnya tersebut mengisyaratkan rasa terkejut sebagai reaksi dari
dengan tajam.
aksi yang berasal dari sosok pria disebelahnya. Adegan 2 (Sequence 2) Shot 1
Shot 2
Wanita beranjak pergi dari kursinya dan
Wanita keluar melalui pintu belakang sambil menghentakkan kaki, menggenggam tangan dan menggerutu.
diikuti oleh tatapan mata pria.
Pesan Linguistik Signifier FVO: “Jahaaat!!”
Signified Kata “jahat” memiliki sinonim dengan kata-kata seperti ‘tidak baik’, ataupun ‘buruk’ yang dalam iklan ini ditujukan kepada tokoh pria. Wanita dalam iklan
51 mengucapakan kata tersebut dengan tekanan dan intonasi yang lebih tinggi, hal tersebut menggambarkan bagaimana perasaan wanita tersebut yang sangat kecewa dengan apa yang sebelumnya dilakukan oleh pemeran pria. Hal ini menunjukkan bagaimana posisi wanita yang dicitrakan dalam sebuah hubungan. Wanita cenderung dicitrakan sebagai sosok yang cenderung ‘diharuskan’ untuk menerima keputusan-keputusan yang dibuat oleh pria. Kata “jahat” ini juga digunakan sebagai awal dari ekspresi ketidaksetujuan yang selanjutnya akan diperlihatkan juga dengan aksi non-verbal. Pesan Ikonik Terkodekan Signified Wanita
beranjak
Signifier dari Beranjak dari tempatnya semula yang dekat dengan
kursinya menjauh dari pria pemeran pria merupakan aksi memberi jarak yang yang mengikuti gerakan dilakukan oleh pemeran wanita. Hal ini merupakan wanita
tersebut
dengan salah
arah pandangan matanya.
satu
bentuk
ekspresi
non-verbal
yang
mengungkapkan perasaan marah dan kecewa ataupun tidak setuju. Dan mengindikasikan keinginan wanita tersebut untuk menjauh dari situasi yang tengah ia hadapi. Arah
tatapan
pria
mengungkapkan keingintahuan
terhadap respon yang dilakukan oleh wanita terkait dengan apa yang telah ia nyatakan sebelumnya. Wanita keluar dari kafe Keluar dari ruangan merupakan sebuah gambaran
52 melalui
jalan
belakang mengenai bagaimana wanita tersebut tidak merasa
dengan langkah kaki yang nyaman
untuk
berada
dalam
ruangan
dimana
dihentak-hentakkan sambil sebelumnya terjadi bentuk komunikasi yang telah menggenggam tangan.
mengkonfrontasi emosinya, dapat juga menggambarkan kesadaran mengenai hal-hal apa yang mungkin terjadi dan mengganggu bahkan mengancam orang lain yang berada dalam ruangan tersebut sebagai akibat dari dorongan berbagai emosinya. Wanita tersebut memilih melalui jalan belakang dengan asumsi bahwa disana bukanlah merupakan area yang ramai dan sering dilalui oleh
orang,
keluar/masuk
karena
pengunjung
melalui
mengungkapkan
pintu
kafe
depan.
ketidaknyamanan
umumnya
Adegan
wanita
ini
dalam
mengungkapakan emosi-emosi negatifnya dihadapan orang-orang lain. Karena selain dapat mengganggu, hal tersebut juga dapat mempengaruhi penilaian orang lain terhadap dirinya. Setelah melewati pintu keluar, wanita tersebut baru dapat mulai menunjukkan berbagai ekspresi emosinya baik secara verbal maupun nonverbal. Adegan 3 (Sequence 3) Shot 1
Shot 2
53 Wanita mengekspresikan kemarahannya
Tembok rusak dan berlubang, wanita
dengan mencakar tembok dan berteriak
yang marah terlihat dari bagian dalam ruangan
Pesan Linguistik Signifier FVO: “Tidaaaaaaakkk!!”
Signified Kata ini diucapakan oleh pemeran wanita dengan intonasi tinggi dan diucapkan dengan panjang. Kata “tidak” disini mengacu pada perasaan tidak menerima terhadap apa yang telah terjadi. Hal ini mengungkapkan bahwa sang wanita tengah merasakan gejolak emosi yang sangat besar karena situasi yang ia hadapi jauh dari situasi ideal yang diharapkan.
MVO: “Ngamuk cin?”
“Ngamuk” adalah kata yang bersinonim dengan tindakan-tindakan
yang
bersifat
merusak
karena
dorongan emosi yang tidak terkendali. Sedangkan “cin” adalah bentuk sapaan populer yang sering digunakan dalam percakapan non formal yang berasal dari kata “cinta” yang artinya sudah mengalami pergeseran karena tidak selalu merujuk pada maksud dari “cinta” itu sendiri. Biasanya sapaan ini digunakan dalam percakapan antara orang yang sudah memiliki hubungan yang akrab dan berfungsi untuk membentuk suasana yang santai. Dalam adegan ini, gabungan kedua kata tersebut digunakan sebagai kalimat tanya yang ditujukan kepada pemeran wanita untuk memperjelas keadaan dan
54 mempertanyakan
apakah
wanita
tersebut
sedang
merasakan gejolak emosi yang tidak terkendali sehingga dapat menimbulkan kerusakan. Pesan Ikonik Terkodekan Signifier
Signified
Wanita mencakar tembok Adegan ini memperlihatkan ekspresi emosi pemeran sehingga
menyebabkan wanita yang digambarkan secara berlebihan. Karena
goresan berwarna putih
dalam kenyataan hal seperti itu tidaklah dapat ditemui. Adegan
ini
sebenarnya
diperlihatkan
untuk
menunjukkan seberapa besar gejolak emosi yang dirasakan oleh pemeran wanita karena perkataan dan sikap pemeran pria sehingga ekspresi dari emosi tersebut tidak dapat terkendali lagi. Secara lebih jauh hal ini dapat mengindikasikan bahwa pemicu emosi tersebut merupakan hal yang penting dan sangat berpengaruh bagi wanita tersebut. Karena jika tidak, tentunya ia tidak akan merespon hal itu dengan sangat ekspresif. Dan tidak hanya perkataan juga sikap dari pemeran pria, tapi keseluruhan sosok pria tersebut merupakan hal yang penting dan berpengaruh bagi sang wanita. Karena baik perkataan maupun sikapnya, keduanya tidak dapat dipisahkan dengan konteks hubungan antara wanita dan pria tersebut. Tembok berlubang
rusak
dan Adegan ini merupakan lanjutan dari alur cerita dalam
sehingga adegan sebelumnya. Kerusakan yang ditimbulkan dari
55 menimbulkan
banyak ekspresi emosi wanita yang terlihat dari rusaknya
debu, wanita yang marah tembok
mengungkapkan
tentang
kekuatan
yang
terlihat dari bagian dalam tersembunyi dibalik penampilan feminin dari seorang ruangan
wanita. Adegan ini juga menegaskan alur cerita sebelumnya mengenai gejolak emosi yang dirasakan oleh wanita terkait dengan sosok pria, dan bahwa hal tersebut dapat menimbulkan hal-hal ataupun kejadian diluar perkiraan. Adegan 4 (Sequence 4) Shot 1
Shot 2
Deretan Joy Green Tea dalam lemari
Close up botol-botol Joy Green Tea
pendingin dibalik tembok yang telah
dalam lemari pendingin
berlubang Pesan Linguistik Signifier
Signified
MVO : “Tenangkan diri Kalimat yang ditujukan kepada pemeran wanita ini sejenak..”
merupakan kalimat yang berkaitan dengan alur cerita sebelumnya yang memperlihatkan tentang ekspresi emosi wanita yang tidak terkendali dan menegaskan bahwa memang sebelumnya wanita tersebut mengalami ketidakstabilan emosi. Dalam kalimat “tenangkan diri
56 sejenak” ini, wanita tersebut diajak untuk dapat menenangkan diri dari gejolak emosi yang dirasakan. Pesan Ikonik Terkodekan Signifier
Signified
Deretan Joy Green Tea Disini produk yang diiklankan mulai diperlihatkan. dalam lemari pendingin.
Lemari pendingin yang berada dibagian dalam kafe diceritakan dipenuhi dengan Joy Green Tea tanpa ada merek lain yang dalam beberapa iklan lain biasanya tetap ada namun dikaburkan mereknya. Dalam scene ini apa yang ingin diungkapkan adalah bahwa produk muncul sebagai “penolong” bagi wanita yang tengah mengalami
ketidakstabilan
emosi.
Yaitu
yang
sebelumnya diceritakan telah merusak tembok antara bagian luar kafe dan bagian dalam dimana lemari pendingin tersebut berada. Close up botol-botol Joy Botol-botol Joy Green Tea yang kemasannya terbuat Green Tea.
dari
bahan
plastik
diperlihatkan
dengan
teknik
pengambilan gambar close up. Hal ini mengungkapkan bahwa pengiklan ingin memperjelas produk apa yang sebenarnya terdapat dalam lemari pendingin yang diperlihatkan dalam scene sebelumnya. Dan bahwa produk
tersebut
memang
merupakan
sebuah
“pertolongan” yang hadir pada waktu dan tempat yang tepat bagi wanita yang mengalami ketidakstabilan emosi, dan fokus pada produk dengan kemasan plastik
57 menginformasikan
mengenai
nilai
kepraktisannya
dibandingkan dengan kemasan dari bahan kaca yang sebenarnya juga diperlihatkan pada scene sebelumnya ada dalam jajaran botol-botol di lemari pendingin tersebut . Dan hal ini merupakan sebuah “informasi” bagi pemirsa yang juga mengalami hal yang kurang lebih seperti apa yang ditunjukkan oleh wanita pemeran dalam iklan tersebut, bahwa Joy Green Tea adalah pilihan yang tepat untuk membantu meredakan gejolak emosi yang meluap-luap dan cenderung tidak terkendali. Adegan 5 (Sequence 5) Shot 1
Shot 2
Wanita menghirup aroma Joy Green Tea
Wanita minum Joy Green Tea langsung
terdapat efek daun-daun teh yang
dari botolnya dengan latar belakang
berterbangan dengan semburat garis putih
langit cerah, dan juga terdapat efek daundaun teh yang berterbangan dengan semburat garis putih
Pesan Linguistik Signifier
Signified
MVO: “Resapi aroma dan Kalimat ini terdengar bersamaan dengan adegan dimana sejuknya Joy Green Tea”.
pemeran wanita tengah menghirup dan minum Joy
58 Green Tea. Dapat dipersepsikan sebagai penjelas dan penguatan alur cerita, dapat juga sebagai penggambaran mengenai aroma dan rasa dari produk yang dapat memberikan efek kesejukan dan membantu meredakan gejolak emosi. Pesan Ikonik terkodekan Signified
Signifier
Wanita menghirup aroma Dalam scene ini diperlihatkan bahwa aroma produk Joy Green Tea dengan dapat menenangkan wanita dari gejolak emosinya ekspresi
tersenyum
dan dimana ekspresi yang dikomunikasi mengenai hal ini
terdapat efek daun-daun dapat diidentifikasi dari perubahan raut wajah yang teh
yang
dengan putih.
berterbangan kembali ceria dan bentuk bibir yang membentuk
semburat
garis seyuman. Lebih jauh lagi adegan ini juga dapat menceritakan bahwa ternyata wanita yang mengalami ketidakstabilan
emosi
dapat
dengan
mudah
menenangkan diri dengan menghirup aroma-aroma yang dapat memberi efek relaksasi (aroma theraphy) seperti aroma teh hijau dan juga bunga melati yang juga terdapat dalam produk Joy Green Tea. Efek daun-daun teh berwarna hijau yang berterbangan dengan semburat garis putih merupakan visualisasi dari aroma-aroma tersebut. Warna hijau melambangkan kesegaran dan kealamian, sedangkan warna putih melambangkan kesejukan dan kelembutan. Wanita minum Joy Green Setelah memperlihatkan adegan dimana pemeran wanita
59 Tea langsung dari botolnya menghirup aroma Joy Green Tea, dalam scene ini dengan langit
latar cerah,
belakang wanita dan
tersebut
juga selanjutnya
yaitu
diceritakan
melakukan
mengkonsumsi
produk
reaksi dengan
terdapat efek daun-daun meminumnya langsung dari botolnya. Hal ini berkaitan teh
yang
dengan putih.
berterbangan dengan ide bahwa untuk tujuan kepraktisan inilah
semburat
garis produk juga dikemas dengan kemasan berbahan plastik, agar mudah dibawa-bawa dan dapat dikonsumsi langsung dimanapun, kapanpun. Karena jika dikaitkan dengan
sosok
wanita
yang
dicitrakan
mudah
terprovokasi terutama oleh pria, produk dalam kemasan tersebut merupakan ‘solusi’ yang tepat sebab hal-hal yang dapat memprovokasi emosi khususnya wanita dapat terjadi setiap saat dan saat wanita tersebut berada dimanapun. Sedangkan efek dari daun-daun teh berwarna hijau dan semburat garis putih merupakan visualisasi yang sama dengan yang diperlihatkan dalam scene sebelumnya. Hal-hal tersebut ditampilkan sebagai penegasan akan aroma dan rasa dari Joy Green Tea yang divisualisasikan
dengan
simbol-simbol
yang
mengkomunikasikan mengenai kesegaran, kealamian, kesejukan, dan kelembutan. Adapula pemilihan latar belakang berupa gambaran langit cerah berwarna biru dengan awan-awan putih memberi penegasan terhadap kesan mengenai ‘kembali ceria’ seperti suasana hati dari wanita. Karena cuaca dapat menjadi simbolisasi dari
60 suasana hati. Misalnya cuaca mendung yang dapat menjadi simbol dari kegundahan dan kemuraman perasaan seseorang. Adegan 6 (Sequence 6) Shot 1
Shot 2
Wanita kembali berada di dalam kafe dan
Wanita meraih tasnya dari atas meja dan
berjalan menuju tempat dimana
bersiap meninggalkan pria sambil
sebelumnya ia duduk bersama pemeran
bereaksi acuh tak acuh terhadap aksi yang
pria dengan membawa sebotol Joy Green
dilakukan dan diucapkan oleh pria
Tea dalam genggamannya.
tersebut.
Pesan Linguistik Signifier MVO: “Jadi putus kan?”
Signified Kalimat yang diucapkan oleh pemeran pria kepada pemeran wanita ini merupakan sebuah kalimat tanya sebagai lanjutan dari pernyataan pria tersebut diawal jalan cerita yang juga merupakan pemicu ekspresi emosi dari pemeran wanita. Pada cerita sebelumnya sang wanita belum memberikan jawaban ataupun tanggapan yang tegas terhadap pernyataan tersebut. Sehingga pada scene ini, dimana sang wanita menghampiri kembali, sang pria memiliki kesempatan untuk mencari tahu lagi
61 secara langsung jawaban maupun tanggapan dari wanita berkaitan dengan peryataan tersebut. Dan hal ini diungkapkan melalui kalimat tanya “jadi putus kan?” ini. Yang secara harafiah dapat diartikan dengan pertanyaan apakah wanita tersebut sudah menyetujui pernyataan sang pria untuk menyudahi atau mengakhiri hubungan yang selama ini mereka jalin. Kalimat ini menegaskan bahwa produk yang diiklankan memang tidak memiliki kemampuan untuk menghilangkan sumber masalah, karena walaupun pemeran wanita sudah dapat menenangkan dirinya (diperlihatkan dalam adegan 5), ternyata apa yang menjadi pemicu dari gejolak emosi yang dialami oleh pemeran wanita tidak hilang begitu saja. FVO: jadian?”
“Emang
pernah Kalimat ini merupakan bentuk tanggapan pemeran wanita dari kalimat tanya yang sebelumnya dilontarkan oleh pemeran pria. Disini sang wanita tidak menjawab dengan pernyataan yang mengisyaratkan kesimpulan “iya” atau “tidak” melainkan menjawab dengan juga melontarkan pertanyaan. Disini terlihat bahwa wanita tersebut sudah sepenuhnya kembali dapat menguasai diri dengan mengucapkan kalimat yang mengungkapkan bahwa jika pria dapat dengan mudah memutuskan sesuatu dalam sebuah hubungan, maka wanita dapat dengan mudahnya juga bersikap seolah-olah tidak
62 memperdulikan konfrontasi yang dilakukan oleh pria. Jadi kalimat ini tidaklah untuk menunjukkan bahwa sosok pria merupakan hal yang dapat diabaikan. Namun, dengan melontarkan kalimat ini wanita tersebut justru menunjukkan bahwa ia memang mengalami emosi yang terpendam dan mengekspresikannya dengan bertanya tentang status yang selama ini ia dan sang pria jalin. Pesan Ikonik Terkodekan Signifier
Signified
Wanita dengan raut wajah Raut wajah angkuh yang diperlihatkan pemeran wanita angkuh kembali berada di digunakan untuk mengkomunikasikan bahwa ia tidak dalam
kafe
ditempat menjadi sosok yang lemah. Dan gejolak emosi yang
dimana
sebelumnya
ia menyebabkan ekspresi-ekspresi tidak terkendali seperti
duduk bersama pemeran yang
telah
diperlihatkan
dalam
adegan-adegan
pria yang dalam scene ini sebelumnya telah dapat ia atasi. Dan hal tersebut dapat sedang melihat kearahnya. terjadi dengan “bantuan” yang ia peroleh dari Joy Green Dan
wanita
membawa Green
tersebut Tea, wanita tersebut tidak mengelak bahwa untuk dapat
sebotol
Joy menenangkan diri hingga akhirnya ia dapat mengontrol
Tea
dalam kembali emosinya, ia membutuhkan ‘sesuatu’ dan
genggamannya.
disinilah diperlihatkan bahwa ia tidak keberatan jika hal tersebut diketahui orang lain dengan membawa sebotol Joy Green Tea dalam genggamannya. Inilah juga yang menguatkan bahwa sesungguhnya wanita tidak dapat mengelakkan
dorongan-dorongan
perasaan
yang
menyebabkan dirinya sering melakukan hal-hal yang
63 emosional, dan ternyata untuk mengendalikan dorongan tersebut wanita memerlukan faktor-faktor eksternal untuk membantunya menenangkan diri. Wanita meraih tasnya dari Adegan meraih tas dan bersiap pergi mengungkapkan atas
meja
dan
bersiap bahwa pemeran wanita ingin benar-benar meninggalkan
meninggalkan pria sambil pemeran pria dan juga bahwa alasan ia kembali masuk memperlihatkan
raut kedalam ruangan itu bukanlah untuk kembali bertemu
wajah acuh tak acuh saat atau berkomunikasi dengan pria tersebut, melainkan berhadapan
dengan hanya untuk mengambil apa yang merupakan miliknya,
pemeran pria tersebut.
dalam adegan ini merupakan sebuah tas tangan. Saat menoleh kepada pria, wanita itu memperlihatkan raut wajah acuh tak acuh. Hal ini mengungkapkan pesan yang ingin disampaikan wanita terhadap pria bahwa ia sudah tidak peduli lagi terhadap apapun yang dilakukan atau diucapkan oleh pria tersebut kepada dirinya. Walaupun jika ternyata inti dari masalah yang sebelumnya
memicu
ekspresi
emosional
tidaklah
menghilang ataupun berubah, bahkan jika perasaan marah dan kecewa wanita itu sendiri belum hilang, setidaknya ia telah dapat menguasai diri untuk tidak kembali
mengekspresikan
emosinya
terkendali dan berlebihan. Adegan 7 (Sequence 7) Shot 1
Shot 2
secara
tidak
64
Wanita berjalan di area luar kafe sambil
Dua botol Joy Green Tea dalam kemasan
meneguk Joy Green Tea.
plastik dan kaca diperlihatkan fade in, muncul tagline berbunyi “Joy Green Tea, b’rasa aromanya, b’rasa sejuknya!” yang disebutkan dengan bentuk tulisan dan secara lisan oleh narator. Shot 3
Logo Sosro dengan ukuran besar berada ditengah frame dan logo 35 tahun PT. Sinar Sosro berukuran kecil disudut kanan atas frame Pesan Linguistik Signifier
Signified
Tagline “Joy Green Tea, Tagline dari produk Joy Green Tea yang diungkapkan b’rasa aromanya, b’rasa secara lisan dan tulisan ini juga berfungsi sebagai sejuknya!”
anchoring yang menegaskan bahwa Joy Green Tea memiliki
rasa
dan
aroma
yang
khas
terutama
65 memberikan
efek
menyejukkan
sehingga
dapat
dikonsumsi untuk membantu menenangkan diri. Logo Sosro dengan tagline Menegaskan brand yang merupakan induk dari sub ahlinya teh dan alamat brand Joy Green Tea yaitu Sosro yang sudah lebih website
perusahaan
di dikenal oleh masyarakat. Tagline yang digunakan brand
bagian tengah frame dan Sosro “Ahlinya teh” menunjukkan bahwa produkdengan ukuran lebih besar produk dengan merek ini terjamin kualitasnya karena dari
keseluruhan diproduksi oleh ahli yang benar-benar memahami cara-
komposisi elemen-elemen cara pengolahan teh yang baik. Pencantuman alamat lain.
website perusahaan ditujukan untuk menginformasikan kepada pemirsa jika membutuhkan informasi-informasi lebih rinci mengenai produk-produk Sosro. Penempatan logo dengan ukuran yang besar ditujukan untuk mengarahkan perhatian dominan pemirsa terhadap logo tersebut.
Logo 35 tahun PT. Sinar Menjelaskan produsen atau perusahaan yang menanungi Sosro yang ditempatkan brand Sosro dan sub brand Joy Green Tea, yang telah disudut
kiri
atas
dan berkiprah selama 35 tahun. Logo ini dicantumkan lebih
dengan ukuran yang lebih kecil dibandingkan dengan logo brand Sosro karena kecil dibandingkan dengan merupakan sebuah unsur informasi tambahan, dan logo Sosro dalam frame bukanlah yang sama.
merupakan
unsur
utama
yang
ingin
diinformasikan kepada khalayak dengan sudut pandang bahwa logo Sosro yang lebih besar telah mewakili maksud dan tujuan pengiklan untuk memberikan signature untuk iklan tersebut.
66 Pesan Ikonik Terkodekan Wanita berjalan di area Adegan keluar dari kafe ini menjelaskan bahwa wanita luar kafe sambil meneguk tersebut sudah benar-benar merealisasikan keinginannya Joy Green Tea dengan untuk
pergi
dan
menjauhi
pria
yang
telah
latar belakang satu set mengkonfrontasi sisi emosionalnya. Dengan “ditemani” kursi payung.
sebotol Joy Green Tea wanita tersebut kini telah dapat menenangkan diri, dan mengontrol ekspresi emosinya. Setting latar belakang dengan memperlihatkan satu set kursi payung merupakan penjelas bahwa ia sedang berada di outdoor area sebuah kafe. Keluar dari sebuah ruangan menuju ke tempat terbuka dengan udara bebas juga merupakan
sebuah
penggambaran
mengenai
seseorang yang telah lepas dari batasan-batasan atau belenggu yang sebelumnya mengikatnya. Dalam hal ini dapat dikaitkan dengan keputusan untuk menyudahi hubungannya
dengan
seorang
pria
yang
pernah
mengikatnya dengan berbagai komitmen. Dua botol Joy Green Tea Memperjelas mengenai informasi produk baik dari dalam kemasan plastik dan bentuk fisiknya, dan juga atribut-atribut yang diklaim kaca diperlihatkan fade in, sebagai kelebihannya. Pemunculan dua botol Joy Green beserta
tagline
dengan Tea dalam kemasan yang berbeda digunakan untuk
latar belakang lanjutan dari kembali menginformasikan bahwa produk ini tersedia scene sebelumnya yaitu dalam dua jenis kemasan. Botol plastik dan botol kaca. wanita
yang
sedang Sedangkan
atribut-atribut
lainnya
divisualisasikan
berlalu. Dengan efek daun kembali dengan daun teh yang berterbangan dan
67 teh
yang
berterbangan semburat putih yang berada disekitar kemasan produk.
dengan semburat warna Atribut-atribut putih.
ini
seperti
yang
telah
dijelaskan
sebelumnya adalah kealamian, kesejukan, kelembutan, dan kesegaran. Latar belakang yang digunakan adalah tampilan lanjutan dari scene sebelumnya yaitu pemeran wanita yang sedang berlalu. Hal ini menunjukkan bahwa saat ini, wanita tersebut memiliki ketetapan hati untuk melanjutkan langkahnya dan benar-benar pergi dari area kafe serta meninggalkan pemeran pria. Hingga akhirnya sampai pada penghujung adegan, latar belakang tersebut tidak lagi terlihat perlahan-lahan dengan teknik fade out. Pesan Ikonik Tak Terkodekan
Alur cerita diawali dengan adegan dimana pemeran pria dan pemeran wanita tengah berbincang disebuah kafe, kemudian terdapat adegan dimana pemeran wanita menunjukkan raut wajah terkejut dan pergi meninggalkan pemeran pria. Wanita tersebut berjalan keluar dari kafe melalui pintu belakang. Disana ia melampiaskan berbagai emosinya dengan menghentak-hentakkan kaki, berteriak, dan mencakar tembok kafe sehingga tembok tersebut rusak dan berlubang. Pada saat itulah sang wanita melihat deretan botol Joy Green Tea didalam sebuah lemari pendingin. Setelah menghirup dan meneguk Joy Green Tea seketika ia terlihat lebih tenang dan dapat mengontrol ekspresi emosinya. Dan kemudian ia kembali ke dalam kafe ke tempat dimana ia dan pemeran pria duduk bersama. Ia bergegas meraih tasnya yang masih tertinggal di meja, dan pergi meninggalkan pemeran pria yang masih menunggunya sambil memperlihatkan sikap acuh tak acuh. Alur cerita ditutup dengan adegan dimana pemeran wanita tersebut berjalan dengan percaya diri keluar dari area kafe,
68 dan pemunculan produk, tagline, serta logo perusahaan.
Iklan Joy Green Tea ini, mengambil sisi emosional wanita sebagai big ideanya. Disini wanita ditampilkan dalam situasi yang berkaitan erat dengan posisinya terhadap pria dalam sebuah hubungan. Dalam iklan ini pria dan wanita dicitrakan sesuai dengan budaya patriarki yang cenderung menempatkan pria sebagai sosok yang dominan dan sebagai penentu keputusan. Hal inilah yang juga menguatkan berbagai citra arogansi dari sosok seorang pria. Sedangkan sebaliknya, wanita cenderung ditempatkan dalam posisi yang lebih lemah, penurut, bahkan sebagai korban yang harus menerima keadaan yang timbul dari tiap keputusan yang dibuat oleh pria. Selain itu, wanita dan pria dalam anggapan populer sering dikaitkan dengan karakteristik-karakteristik psikologis diantaranya anggapan bahwa pria selalu bersandar pada pemikiran-pemikiran logis dalam bersikap, sedangkan wanita lebih emosional. Begitu juga apa yang ditunjukkan dalam iklan Joy Green Tea ini, wanita dicitrakan sebagai sosok yang emosional, walaupun pria tidak ditonjolkan sebagai sosok yang rasional melainkan lebih sebagai penentu keputusan dalam hubungan antara pria dan wanita. Adegan pertama pada iklan ini menceritakan mengenai bagaimana pria dengan mudahnya mengutarakan keinginannya untuk mengakhiri hubungan yang sebelumnya telah ia jalin dengan seorang wanita. Dan sang pemeran wanita tersebut hanya dapat mengutarakan ketidaksetujuannya dengan melampiaskan emosinya secara tidak langsung. Hal yang ditonjolkan disini adalah ekspresi emosi wanita yang digambarkan secara berlebihan bahkan tidak masuk akal. Pengiklan mungkin hanya bermaksud menggunakan tanda-tanda ekspresi emosional wanita dalam iklan ini sebagai sebuah daya tarik. Karena memunculkan hal yang tidak biasa, yaitu adegan dimana pemeran wanita diperlihatkan meluapkan berbagai emosinya
69 dengan mencakar tembok dengan kedua tangannya sehingga menyebabkan kerusakan. Namun dibalik hal tersebut justru dapat terungkap sebuah bentuk pola pikir, bahkan sebuah ideologi yang terkait dengan posisi gender, wanita dan pria, terutama menyentuh isu-isu yang mempertanyakan tentang kedudukan tiap gender dalam memerankan masing-masing peranannya dalam kehidupan. Dalam iklan Joy Green Tea ini, penggunaan sisi emosional wanita sebagai sebuah daya tarik terlihat dari ekspresi-ekspresi baik verbal maupun non verbal yang diperlihatkan sejak adegan-adegan awal. Ekspresi emosi yang diperlihatkan dalam iklan ini terdapat di hampir sebagian besar dari keseluruhan adegan sepanjang alur cerita iklan. Ekspresi-ekspresi emosi yang dapat didentifikasi dari berbagai perubahan fisiologis pemeran wanita dalam iklan Joy Green Tea ini terdapat pada: 1. Sequence 1, shot 2. Wanita seketika menatap pemeran pria dengan sorotan mata tajam. 2. Sequence 2, shot 1. Wanita beranjak dari kursinya, dan menjauh dari pemeran pria (aksi memberi jarak). 3. Sequence 2, shot 2. Wanita keluar melalui pintu belakang sambil menghentakkan kaki, menggenggam tangan dan mengatakan kata “jahaaat!”. 4. Sequence 3, shot 1. Wanita mengekspresikan kemarahannya dengan mencakar tembok dan meneriakkan kata “tidaaaaakk!”. 5. Sequence 3, shot 2. Tembok rusak dan berlubang, wanita yang marah terlihat dari bagian dalam ruangan. Juga terdengar Male Voice Over yang bertanya “Ngamuk Cin?”. 6. Sequence 5, shot 1. Wanita menghirup aroma Joy Green Tea dengan ekspresi tersenyum.
70 7. Sequence 6, shot 1. Wanita dengan raut wajah angkuh kembali berada di dalam kafe ditempat dimana sebelumnya ia duduk bersama pemeran pria sambil membawa sebotol Joy Green Tea dalam genggamannya. 8. Sequence 6, shot 2. Wanita meraih tasnya dari atas meja dan bersiap meninggalkan pria sambil mengajukan pertanyaan “emang pernah jadian?” dan bereaksi acuh tak acuh terhadap aksi yang dilakukan oleh pria tersebut. 9. Sequence 7, shot 1. Wanita berjalan di area luar kafe sambil meneguk Joy Green Tea. Berbagai ekspresi dari emosi-emosi seorang wanita yang diperlihatkan dalam iklan ini dapat mengkomunikasikan banyak hal. Yang paling mudah dilihat hal tersebut mungkin dapat berupa pencitraan wanita yang diidentikkan dengan karakterkarakter emosional, ekspresif, tidak terkendali, bahkan memiliki sifat-sifat yang negatif dan cenderung merusak. Namun ternyata dibalik itu semua, peneliti melihat sebuah gagasan atau sudut pandang yang melandasi penciptaan ide kreatif iklan. Hal tersebut
berbicara
mengenai
bagaimana
ekspresi-ekspresi
emosional
yang
digambarkan secara dramatis itu juga mengungkapkan tentang bagaimana wanita memandang posisi dan peran pria dalam kehidupannya yang kemudian dikaitkan pada sebuah ideologi gender yang disebut dengan posfeminisme. Pada adegan awal apa yang diperlihatkan adalah merupakan salah satu bagian utama yang dapat menjelaskan penyebab dari keseluruhan alur cerita. Disini pemeran pria mengungkapkan keinginannya untuk mengakhiri hubungannya dengan pemeran wanita. Hubungan ini dapat disimpulkan sebagai sebuah hubungan percintaan yang selama ini mereka jalin. Kata “putus” pada kalimat “kita putus aja ya?!” yang diucapkan oleh pemeran pria terhadap sang wanita menunjukkan hal tersebut. Karena kata tersebut mengacu pada persepsi bahwa hubungan antara dua orang, pria dan
71 wanita, melibatkan sebuah ikatan yang didalamnya dapat berupa komitmen-komitmen yang harus dipegang teguh oleh keduanya. Hal inilah yang membedakan dengan hubungan lain, misalnya pertemanan. Yang cenderung tidak mengikat dan lebih bersifat fleksibel. Dan apabila hubungan ini berakhir maka ikatan yang selama ini dijalin dipersepsikan telah putus. Untuk itulah kata “putus” ini sering diasosiasikan dengan berakhirnya sebuah hubungan percintaan dalam situasi-situasi tertentu. Keputusan untuk mengakhiri hubungan percintaan yang diungkapkan oleh pemeran pria dengan intonasi dan komposisi kata yang terdengar “menggampangkan” telah mengkonfrontasi emosi dari pemeran wanita. Rasa terkejut dan marah awalnya diekspresikan dengan bahasa-bahasa tubuh yaitu melalui sorot pandangan mata, dan aksi menjauh atau memberi jarak yang dilakukan oleh pemeran wanita. Pada adeganadegan selanjutnya ekspresi emosional dari wanita tersebut mulai digambarkan terus meningkat hingga akhirnya sampai pada titik klimaks dan bahkan digambarkan dengan aksi-aksi yang tidak masuk akal. Pada adegan (sequence) kedua pemeran wanita diperlihatkan telah keluar dari area kafe melalui pintu belakang. Sambil menghentakkan kaki, menggenggam tangan, dan menggerutu, wanita tersebut melampiaskan berbagai gejolak emosinya. Disinilah digambarkan bahwa aksi yang sebelumnya dilakukan oleh pemeran pria memiliki dampak atau pengaruh yang sangat besar bagi sang wanita. Hal ini juga berkaitan pada gagasan bahwa memang berbagai hal yang dilakukan dan diucapkan oleh pemeran pria merupakan hal yang penting dan sangat tidak sesuai dengan kondisi ideal yang diharapkan oleh sang wanita. Adegan selanjutnya, lebih mengungkapkan mengenai kekuatan yang tersembunyi dari penampilan feminin dan sisi emosional wanita. Adegan dimana wanita tersebut terlihat mencakar tembok hingga menimbulkan kerusakan merupakan
72 adegan dimana ekspresi emosional wanita digambarkan secara berlebihan. Seperti yang terungkap dari apa yang terlihat pada adegan sebelumnya, disini juga makna mengenai besarnya pengaruh aksi pemeran pria terhadap pemeran wanita dan gambaran bahwa kondisi yang ada benar-benar mengusik harapan wanita tersebut mengenai sebuah hubungan yang ideal dengan pasangannya juga terungkap kembali. Namun, pada adegan selanjutnya, yaitu dimana pemeran wanita tengah menghirup aroma dan meneguk Joy Green Tea, diperlihatkan bahwa ternyata untuk meredakan berbagai gejolak emosi yang terus mendorongnya untuk melakukan aksi-aksi yang negatif, wanita membutuhkan “pertolongan” dari hal-hal yang berasal dari luar dirinya. Hal-hal tersebut (yang dalam iklan ini merupakan produk Joy Green Tea) tidak digunakan dalam kapasitas untuk menghilangkan permasalahan, namun hanya untuk membantu meredakan gejolak emosi dan memberikan waktu bagi wanita tersebut untuk ‘mengalihkan’ fokus perhatian dari kemarahannya pada aroma serta rasa dari produk yang berbahan dasar teh hijau dan melati ini. Pada adegan (sequence) 6, pemeran wanita masuk kembali kedalam kafe dengan membawa sebotol Joy Green Tea dalam genggamannya dan menuju ketempat semula dimana pemeran pria masih menunggunya untuk memberikan jawaban berupa persetujuan yang pasti terhadap pernyataannya untuk mengakhiri hubungan mereka. Saat itulah wanita meraih tasnya dan segera bersiap untuk benar-benar pergi dan meninggalkan pria. Dan saat pria tersebut mengungkapkan kembali sebuah pertanyaan sebagai lanjutan dari pernyataan yang sebelumnya ia utarakan, pemeran wanita hanya merespon acuh tak acuh dan menjawab pertanyaan itu dengan melontarkan pertanyaan lain yang justru mempertanyakan status apa yang sebelumnya mereka jalani bersama, dan mengarahkan interpretasi pada anggapan bahwa wanita itu telah mengelakkan serta tidak peduli pada hubungan percintaan
73 yang pernah ada diantara mereka berdua. Disini hal yang dapat ditangkap adalah mengenai bagaimana wanita tersebut justru memberikan pengakuan secara tersirat tentang perasaan dan gejolak emosinya dan juga bahwa ia membutuhkan “pertolongan” untuk meredakannya tanpa harus merasa malu mengakuinya. Hal ini terlihat dari adegan dimana wanita itu masih membawa Joy Green Tea dalam genggamannya, ia tidak ragu untuk memperlihatkan produk apa yang telah membantunya untuk menguasai diri kembali dan tidak beraksi negatif. Sedangkan adegan bersikap dan berkata-kata dengan acuh tak acuh kepada pemeran pria bermakna bahwa walaupun wanita tersebut tidak mengelakkan naluri yang mendorongnya mengekspresikan emosi dengan ekstrim, namun disisi lain ia merupakan sosok yang tetap ingin dipandang tangguh dan seimbang dengan pria. Terlihat keinginan untuk dapat dilihat sebagai sosok yang dapat tetap “bangkit” kembali dari keterpurukan juga sebagai sosok yang setara dan dapat melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan dengan pria, dalam hal ini bersikap acuh tak acuh bahkan cenderung arogan.
74 4.1.2. Analisis iklan Timtam Crush versi “cemberut” 4.1.2.1. Story board iklan Timtam Crush versi “cemberut”
Close up genggaman tangan yang membuka, memegang seuntai kalung dengan bandul setengah hati yang terbelah SFX: Intro musik instrumen 1
Wanita dan pria yang sedang sedang bertengkar didalam mobil SFX: Musik instrumen 1
Wanita turun dari mobil dan membanting pintunya SFX: Musik instrumen 1
Wanita berjalan menjauh dari mobil dengan raut wajah marah SFX: Musik instrumen 1
Close up wajah wanita dengan raut wajah sedih, dahi berkerut, dan bibir melengkung kearah bawah SFX: Musik instrumen 1
Seorang petugas wanita menyambut dibalik pintu kaca bertuliskan “Tim Tam Crush Institute” SFX: Musik instrumen 1 FVO: “Kami mengerti…”
Pintu dibuka, dengan petugas wanita yang menyambut dibaliknya SFX : Musik instrumen 1 FVO: “…masalah membuat..”
Wanita dengan raut wajah cemberut dipersilahkan masuk dan diajak melihat-lihat kesekitar ruangan oleh petugas wanita SFX: Musik instrumen 1 FVO: “…kehilangan cerianya,…”
Close up kemasan Tim Tam Crush SFX: Musik instrumen 1 FVO: “…karena itu kami ciptakan Tim Tam Crush…”
75
Close up animasi sebatang biskuit yang disiram dengan saus cokelat, ditaburi butiran-butiran renyah, dan dilapisi dengan cokelat SFX: Musik instrumen 1 FVO: “…dengan formula anti bete yang mengembalikan…”
Deretan wajah wanita cemberut yang berangsur-angsur terlihat kembali ceria SFX: Musik instrumen 1 FVO: “…ceriamu hanya dalam satu gigitan!”
Kemasan Tim Tam Crush Subtitle: “Kembali ceria dalam 1 gigitan" SFX: Musik instrumen 1, FVO: “…dalam satu gigitan.”
Wanita berlalu sambil tersenyum, seorang pria yang sedang berjalan dibelakang seorang wanita lain memperhatikannya Subtitle: “Mungkin bersambung..” SFX: Musik instrumen 1, fade out
Close up wanita sedang menikmati sebatang Tim Tam Crush sambil tersenyum SFX: Musik instrumen 1 FVO: “Tim Tam Crush, kembali ceria…”
4.1.2.2. Story line Timtam Crush versi “cemberut” Iklan biskuit cokelat ini bercerita tentang kesedihan seorang wanita yang hubungannya diputuskan oleh pasangannya. Pada adegan pertama, terlihat visualisasi ingatan sang wanita pada saat ia berkonflik dengan pasangannya. Disini terlihat seuntai kalung dengan bandul berbentuk separuh hati dalam genggamannya, kemudian adegan saat ia beradu mulut hingga turun dari mobil dan meninggalkan sang pria yang telah memutuskan hubungan dengannya. Setelah adegan nostalgia tersebut sang wanita mengalami kesedihan yang sangat besar sehingga terlihat ekspresi emosional dengan wajah cemberut yang berlebihan. Sang wanita kemudian pergi ke semacam klinik untuk berkonsultasi mengenai hal yang ia alami tersebut. Seorang petugas klinik menyambutnya dan kemudian menunjukkan produk biskuit cokelat Timtam Crush sebagai solusi dari masalah wanita tersebut. Kemudian dalam
76 adegan selanjutnya setelah sang wanita menggigit sepotong Timtam Crush seketika wajahnya kembali normal dengan ekspresi gembira dan tenang yang ditunjukkan dengan senyumannya. Setelah itu ia sudah kembali menjadi sosok yang percaya diri dan menawan hingga menarik perhatian pria yang sebelumnya telah menjadi memutuskan hubungan dengannya. 4.1.2.3. Interpretasi iklan Timtam Crush versi “cemberut” Tanda-tanda yang akan dianalisis pada iklan televisi Tim Tam Crush versi “cemberut” akan dibatasi pada tanda-tanda yang terkait dengan ekspresi emosional wanita saja. Sehingga elemen-elemen lain yang tidak berkaitan atau tidak mempengaruhi akan diabaikan. Proses analisis dilakukan dengan terlebih dahulu memisahkan antara pesan linguistik, pesan ikonik terkodekan, dan pesan ikonik tak terkodekan. Dan masingmasing pesan iklan tersebut akan dipaparkan mengenai signified dan signifier-nya. Hasilnya dapat dilihat sebagai berikut: Adegan 1 (Sequence 1) Shot 1
Close up genggaman tangan yang membuka memegang seuntai kalung dengan bandul berbentuk setengah hati yang terbelah. Pesan Ikonik Terkodekan Signifier Close up genggaman
Signified Struktur tangan dan kulit yang terlihat merujuk pada
77 tangan yang membuka
tangan wanita muda. Gerakan membuka mengidikasikan
memegang seuntai kalung
bahwa terdapat sesuatu yang ingin diperlihatkan dari
dengan bandul berbentuk
dalam genggaman tangan tersebut. Sedangkan seuntai
setengah hati yang terbelah kalung dengan bandul berbentuk setengah hati yang terbelah mengacu pada makna ‘patah hati’. Hal ini karena sejak dahulu bentuk hati merupakan sebuah simbolisasi yang digunakan untuk mengungkapkan halhal yang berkaitan dengan perasaan kasih sayang dan cinta. Hati yang terbelah dapat bermakna perasaan cinta yang tidak tersampaikan atau tidak berbalas, dapat juga dikaitkan dengan simbol putusnya hubungan percintaan yang dijalin oleh sepasang pria dan wanita. Dalam adegan ini, simbol dari patah hati yang disampaikan dengan tanda bandul kalung berbentuk setengah hati ini dipegang dalam genggaman seorang wanita muda. Maka makna yang ingin dikomunikasikan adalah, orang yang sedang mengalami patah hati yang pada adegan ini adalah seorang wanita muda. Yaitu orang yang menggenggam kalung tersebut. Adegan 2 (Sequence 2) Shot 1
78 Sepasang pria dan wanita tengah bertengkar didalam mobil, warna yang digunakan dalam pengambilan gambar adalah hitam-putih. Shot 2
Shot 3
Wanita turun dari mobil dengan gerakan
Wanita berjalan menjauhi mobil dengan
tergesa-gesa sambil membanting
raut wajah marah, warna yang digunakan
pintunya, warna yang digunakan dalam
dalam pengambilan gambar adalah hitam-
pengambilan gambar adalah hitam-putih.
putih.
Pesan Ikonik Terkodekan Signifier
Signified
Sepasang pria dan wanita
Dua orang pria dan wanita yang berada dalam mobil
tengah bertengkar didalam
pribadi mengindikasikan bahwa diantara keduanya
mobil. Keduanya
terdapat hubungan yang cukup dekat. Pembicaraan yang
memperlihatkan raut
mereka lakukan tanpa adanya orang lain yang berada
wajah marah. Warna yang
diantara mereka mengindikasikan bahwa apa yang
digunakan dalam
bicarakan adalah hal-hal yang bersifat privasi/pribadi.
pengambilan gambar
Raut wajah yang memperlihatkan tanda-tanda dari
adalah hitam-putih
ekspresi emosi marah, diantaranya kening berkerut, dan bola mata membesar atau kelopak mata menyipit, juga dengan gerakan mulut yang cepat mengindikasikan bahwa keduanya sedang menghadapi pertengkaran satu sama lain dan berada dalam kondisi yang tidak
79 menyenangkan. Sedangkan penggunaan warna hitamputih dalam pengambilan gambar merupakan simbol dari adegan yang telah berlalu dan “diputar” kembali dalam ingatan seseorang sebagai pengingat atau flash back. Wanita turun dari mobil
Wanita turun/keluar dari mobil meninggalkan pria
dengan gerakan tergesa-
didalamnya dengan membanting pintu dan dengan
gesa sambil membanting
gerakan tergesa-gesa mengindikasikan bahwa wanita
pintunya, warna yang
tersebut
digunakan dalam
menyenangkan dengan hal-hal yang berkaitan dengan
pengambilan gambar
mobil tersebut, dan hal tersebut telah mengkonfrontasi
adalah hitam-putih.
emosinya karena tidak menimbulkan suatu kondisi yang
telah
mengalami
kejadian
yang
tidak
dianggap ideal. Dalam adegan ini mengacu pada sosok pria yang berada dalam mobil. Dan keluar dari mobil serta memberi jarak dengan sosok yang dianggap sebagai penyebab perubahan emosi merupakan simbol dari keinginan untuk keluar dari situasi yang tidak menyenangkan. Sedangkan penggunaan warna hitamputih dalam pengambilan gambar merupakan simbol dari adegan yang telah berlalu dan “diputar” kembali dalam ingatan seseorang sebagai pengingat atau flash back. Adegan ini sangat berkaitan erat dengan adegan sebelumnya yang menggambarkan mengenai penyebab dari aksi yang dilakukan oleh pemeran wanita dalam frame ini.
80 Wanita berjalan menjauhi
Frame ini adalah lanjutan dari alur cerita sebelumnya.
mobil dengan raut wajah
Adegan menjauh dan memberi jarak dengan mobil (dan
marah, warna yang
pemeran pria didalamnya) merupakan simbolisasi dari
digunakan dalam
keinginan untuk menjauh dari sumber masalah dan
pengambilan gambar
kondisi
adalah hitam-putih.
mengkonfrontasi pikiran dan perasaan pemeran wanita
yang
tidak
menyenangkan,
yang
telah
dengan hal-hal yang bertentangan dengan harapanharapan yang diinginkan sebelumnya. Raut wajah marah mengkomunikasikan bahwa aksi-aksi yang dilakukan oleh pemeran pria masih mengganggu pikiran serta perasaan wanita tersebut. Sedangkan penggunaan warna hitam-putih dalam pengambilan gambar merupakan simbol dari adegan yang telah berlalu dan “diputar” kembali dalam ingatan seseorang sebagai pengingat atau flash back. Adegan 3 (Sequence 3) Shot 1
Sosok wanita yang sedang memegang kalung dengan bandul berbentuk setengah hati yang terbelah, kemudian difokuskan pada raut wajahnya yang cemberut dengan kening berkerut, sorot mata lemah, dan bibir tertekuk kearah bawah. Pesan Ikonik Terkodekan
81 Signifier
Signified
Sosok wanita yang sedang
Arah kamera yang digerakkan dari arah tangan yang
memegang kalung dengan
memegang kalung dengan bandul berbentuk setengah
bandul berbentuk setengah
hati yang terbelah menuju pada fokus wajah wanita
hati yang terbelah,
pemilik
kemudian difokuskan pada
mengenai sosok wanita yang pada adegan pertama
raut wajahnya yang
hanya terlihat bagian telapak tangannya saja. Dan juga
cemberut dengan kening
mengkomunikasikan bahwa sebenarnya yang tengah
berkerut, sorot mata
mengalami patah hati (simbol dari bandul kalung
lemah, dan bibir tertekuk
berbentuk setengah hati yang terbelah) adalah wanita
tangan
tersebut
memberikan
informasi
kearah bawah. Penggunaan tersebut. Penggunaan warna dalam pengambilan gambar warna dalam pengambilan
yang berubah dari hitam-putih pada scene sebelumnya
gambar adalah full colour.
menjadi
full
colour
mengkomunikasikan
adanya
peralihan dari penggambaran mengenai kejadian yang telah berlalu kepada penggambaran keadaan yang aktual. Selain itu hal ini juga mengindikasikan bahwa rentetan adegan yang sebelumnya digambarkan dengan warna hitam-putih merupakan bentuk flash back yang tengah berlangsung didalam pikiran dari wanita tersebut. Sedangkan raut wajah sedih yang digambarkan secara berlebihan dengan dengan kening berkerut, sorot mata lemah, dan bibir tertekuk kearah bawah merupakan indikasi bahwa konfrontasi pemeran pria dari perbuatan dan perkataannya telah sedemikian besar mengusik diri sang
wanita.
Lebih
jauh
lagi
hal
ini
juga
82 mengungkapkan bahwa pria tersebut sebagai pemicu dari gejolak emosi yang dirasakan oleh pemeran wanita merupakan sosok yang dianggap penting dan sangat berpengaruh. Karena jika tidak, tentunya ia tidak akan merespon konfrontasi yang dilakukan pria tersebut dengan sangat ekspresif, bahkan cenderung tidak terkendali. Adegan 4 (Sequence 4) Shot 1
Seorang petugas wanita menyambut dibalik pintu kaca yang bertuliskan “Tim Tam Crush Institute”. Shot 2
Shot 3
Pintu dibuka dan petugas wanita yang
Wanita dengan raut wajah cemberut
menyambut dibaliknya telah terlihat
dipersilahkan masuk dan diajak melihat-
dengan jelas.
lihat kesekeliling ruangan oleh wanita petugas. Pesan Linguistik
83 Signifier FVO:
“Kami
Signified
mengerti, Kalimat ini diucapkan oleh wanita petugas yang
masalah membuat wanita menyambut pemeran utama wanita dibalik pintu kaca kehilangan cerianya”.
yang bertuliskan “Tim Tam Crush Institute”. Kata “kami” disini merujuk pada pihak wanita petugas tersebut beserta organisasi dimana ia menjadi bagian didalamnya. Dan kalimat ini merupakan sebuah ungkapan yang mengkomunikasikan bahwa organisasi tempat wanita petugas itu bergabung, memahami bagaimana berbagai masalah dalam hidup dapat mengusik kebahagian dari seorang wanita. Sedangkan kata “masalah” dalam kalimat ini sendiri mengacu pada berbagai hal dalam hidup yang dinilai tidak sesuai dengan keadaan ideal yang diharapkan oleh individu yang bersangkutan. Masalah-masalah itu dapat timbul dari berbagai hal, namun melalui alur cerita pada adegan-adegan
sebelumnya
masalah
besar
yang
menyebabkan pemeran utama wanita tidak dapat merasakan kebahagiaan adalah diceritakan timbul dari sosok seorang pria. Dan penggunaan kata “wanita” dalam kalimat ini mengacu pada target market yang memang merupakan para wanita, yang diidentikkan dengan
karakter-karakter
terkonfrontasi. Pesan Ikonik Terkodekan
emosional
dan
mudah
84 Signifier
Signified
Seorang wanita berdiri
Sebuah pintu merupakan simbol dari jalur keluar-masuk.
dibalik pintu kaca yang
Pintu kaca mengindikasikan tentang area dimana orang-
bertuliskan “Tim Tam
orang yang berada didalamnya bersifat terbuka dan
Crush Institute”.
berkesan ramah. Sedangkan fokus kamera
yang
menyorot sebuah pintu kaca dari arah luar mengacu pada gagasan bahwa seseorang dari luar sedang menuju pada ruangan dibalik pintu tersebut. Tulisan yang terdapat pada pintu kaca berbunyi “Tim Tam Crush Institute”, hal ini menjelaskan bahwa ruangan dibalik pintu tersebut merupakan area pusat kegiatan dari sebuah institusi yang dinamakan dengan “Tim Tam Crush”. Tim Tam Crush sendiri merupakan merek produk yang ditawarkan dalam iklan ini. Maka tulisan
dipintu
kaca
tersebut
dapat
disimpulkan
bermakna ruangan dibalik pintu tersebut merupakan sebuah institusi yang berkaitan dengan produk Tim Tam Crush itu sendiri. Seorang wanita yang berada dibalik pintu bersikap siap menyambut tamu-tamu yang datang mengindikasikan bahwa wanita tersebut adalah seorang petugas yang tergabung dalam institusi yang menempati ruangan itu. Seperti yang biasa ditemui pada berbagai tempat kegiatan utama organisasi-organisasi yang menempatkan petugasnya pada pintu depan untuk menyambut pengunjung, hal itu ditujukan untuk
85 memberikan kesan ramah, terbuka, dan selalu siap dalam melayani orang-orang (yang biasanya klien atau konsumen). Pintu dibuka oleh petugas Pintu yang dibuka oleh seorang petugas dengan raut wanita dari arah dalam dan wajah tersenyum merupakan simbol dari ucapan selamat menyambut
pengunjung datang dan keramahan. Selanjutnya pada adegan ini
yang datang dengan raut terlihat background berupa suasana ruangan yang wajah tersenyum. Terlihat didominasi dengan warna putih. Penggunaan dominasi background
yang warna putih pada sebuah bangunan atau ruangan identik
merupakan
suasana dengan tempat-tempat seperti rumah sakit ataupun
ruangan dengan dominasi klinik-klinik kesehatan dan kecantikan yang juga sering warna putih.
ditampilkan sebagai setting dalam iklan-iklan produk kosmetik. Karena warna putih dapat menonjolkan kesan bersih,
luas,
higienis,
keterbukaan,
serta
profesionalisme. Wanita dengan raut wajah Disini diungkapkan bahwa ternyata pengunjung yang cemberut
dipersilahkan datang dan disambut oleh petugas wanita adalah
masuk dan diajak melihat- pemeran utama wanita yang raut wajahnya masih lihat kesekeliling ruangan terlihat cemberut secara berlebihan. Sikap dari wanita oleh Terlihat
wanita
petugas. yang menyambut dan mengajak pemeran utama wanita background berkeliling melihat-lihat sekitar ruangan menguatkan
dimana terdapat beberapa pendapat yang timbul bahwa ia adalah seseorang yang orang wanita lain yang merupakan bagian dari “Tim Tam Crush Institute” dan juga memperlihatkan raut bertugas menyambut dan melayani pengunjung dengan wajah
cemberut
sedang memberikan informasi-informasi yang diperlukan oleh
86 berada dalam ruangan.
mereka. Pemilihan sosok petugas yang juga merupakan seorang wanita berkaitan dengan anggapan bahwa sesama wanita akan dapat lebih memahami perasaan dan kondisi satu sama lain. Sedangkan suasana yang terlihat sebagai background yaitu wanita-wanita lain yang juga berwajah cemberut sedang duduk diruangan yang identik dengan situasi ruang tunggu memberikan kesan bahwa institusi atau organisasi yang berkegiatan didalamnya merupakan semacam klinik atau biro konsultasi bagi para wanita yang memiliki masalahmasalah
yang
menyebabkan
mereka
kehilangan
keceriaan dan diekspresikan dengan perubahan drastis pada raut wajah hingga terlihat aneh. Kedatangan pemeran utama, beserta wanita-wanita lain yang kurang lebih memiliki permasalahan yang serupa mengungkap bahwa adegan ini bercerita mengenai kebutuhan para wanita untuk mencari “pertolongan” yang dapat membantu mereka agar dapat kembali mengendalikan gejolak emosi yang telah menyebabkan raut wajah mereka menjadi aneh. Disinilah pencitraan wanita yang diidentikkan terprovokasi,
dengan dan
karakter tidak
emosional,
mandiri
(tidak
mudah dapat
memecahkan permasalahannya yang berkaitan dengan emosi tanpa bantuan dari orang lain atau hal-hal diluar dirinya) semakin ditegaskan.
87 Adegan 5 (Sequence 5) Shot 1
Shot 2
Kemasan Tim Tam Crush yang terputar
Animasi sebatang biskuit cokelat yang
diatas piringan ditunjukkan dan
disiram saus cokelat, bertabur butir-butir
diperkenalkan oleh petugas wanita.
renyah, dan dilapisi kembali dengan cokelat beserta suara yang berupa penjelasan mengenai produk oleh petugas wanita.
Pesan Linguistik FVO: “..karena itu kami Kalimat ini merupakan sambungan dari kalimat yang ciptakan Tim Tam Crush, terdapat pada adegan sebelumnya. Kalimat tersebut dengan formula anti bete..” berbunyi “kami mengerti, masalah membuat wanita kehilangan cerianya”. Penyampai pesan juga masih merupakan orang yang sama yaitu petugas wanita yag tengah mengantar pemeran utama untuk melihat-lihat kesekeliling ruangan Tim Tam Crush Institute. Karena itulah kata “kami” juga masih merujuk kepada organisasi
yang
sama.
Sedangkan
kata
“bete”
sebenarnya merupakan singakatan yang diadaptasi dari bahasa inggris yaitu “bad temperament” yang arti kata harafiahnya adalah “temperamen yang buruk”. Disini,
88 kalimat yang digunakan merupakan penjelasan dari kalimat
sebelumnya
sehingga
menjadi
sebuah
pernyataan yang lebih jelas. Melalui kalimat ini, pemahaman mengenai bagaimana berbagai masalah dalam hidup dapat mengusik kebahagian dari seorang wanita dijelaskan sebagai sebuah tujuan mengapa Tim Tam Crush Institute menciptakan produk biskuit yang terbuat dari bahan dasar cokelat. Cokelat sendiri memiliki kandungan zat-zat yang dapat mempengaruhi perasaan hati atau mood. Zat-zat tersebut tersebut adalah Phenylethylamine dan Seratonin yang merupakan zat pemicu mood. Kandungan phenylethylamine adalah zat yang dapat meningkatkan serapan triptofan (kandungan zat penenang) ke dalam otak yang kemudian pada gilirannya menghasilkan dopamine. Dampak dopamine adalah muncul perasaan senang dan perbaikan suasana hati. Phenylethylamine juga dianggap mempunyai khasiat yang memunculkan perasaan seperti orang sedang jatuh cinta. Zat lainnya yang terkandung dalam cokelat adalah Katekin. Katekin adalah antioksidan kuat yang terkandung dalam cokelat. Salah satu fungsi antioksidan adalah mencegah penuaan dini yang bisa terjadi karena polusi ataupun radiasi. Kedua zat ini juga dihasilkan otak manusia saat merasa senang, kasmaran
89 atau bergairah asmara.47 Dan kalimat yang berbunyi “dengan formula anti bete” merujuk pada kandungan zat-zat tersebut dalam produk. Pesan Ikonik Terkodekan Signifier
Signified
Kemasan Tim Tam Crush Disini kemasan produk mulai diperkenalkan kepada yang
terputar
diatas khalayak. Efek berputar memberikan kesan sesuatu yang
piringan.
bersifat baru. Dan benda yang bergerak akan lebih cepat ditangkap oleh mata dibandingkan dengan benda statis yang tidak digerakkan. Maka, pergerakan disini dimaksudkan untuk menangkap perhatian khalayak secara lebih cepat.
Animasi sebatang biskuit Animasi ini memberi penjelasan mengenai komposisi cokelat yang disiram saus dari produk Tim Tam Crush dan menguatkan efek yang cokelat,
bertabur
butir- terkait dengan bahan baku cokelat. Karena cokelat
butir renyah, dan dilapisi merupakan bahan utama dari produk yang ingin kembali dengan cokelat.
dilekatkan dalam benak konsumen. Adegan ini juga merupakan
penggambaran
atau
visualisasi
yang
bertujuan untuk mengguggah selera khalayak dengan menghubungkan gambar tersebut dengan persepsi khalayak terhadap rasa nikmat. Adegan 6 (Sequence 6) Shot 1
47
www.dapurcokelat.com
Shot 2
90
Deretan wajah wanita yang diawali
Close up sosok wanita yang sedang
dengan raut wajah cemberut yang sedang
menikmati sebatang Tim Tam Crush
menggigit sebatang Tim Tam Crush
sambil tersenyum.
kemudian berangsur-angsur kembali ceria. Pesan Linguistik Signifier
Signified
FVO:
“…yang Kalimat yang merupakan lanjutan dari kalimat pada
mengembalikan
ceriamu adegan sebelumnya yaitu “..karena itu kami ciptakan
hanya dalam satu gigitan!”
Tim Tam Crush, dengan formula anti bete..”. Masih diucapkan oleh orang yang sama, kalimat ini merujuk pada penjelasan bahwa zat-zat yang terkandung dalam cokelat yang merupakan bahan dasar dari Tim Tam Crush dapat membantu orang yang mengkonsumsinya untuk mengembalikan perasaan senang dan rileks, sehingga ekspresi emosional berupa raut wajah yang sebelumnya terlihat aneh dapat kembali pada keadaan normal serta terlihat ceria. Jadi kalimat ini menegaskan kembali mengenai dampak atau efek dari cokelat yang dapat membantu menghasilkan zat-zat dalam tubuh yang berfungsi untuk menimbulkan perasaan-perasaan
91 senang, bukan dalam kapasitas untuk menghilangkan permasalahan ataupun merubah sudut pandang terhadap hal-hal yang memicu terjadinya gejolak emosi dalam diri seorang wanita. Pesan Ikonik Terkodekan Signifier
Signified
Deretan wajah wanita yang Deretan wajah ini menggambarkan sebuah proses. Yaitu diawali dengan raut wajah proses bagaimana wajah cemberut perlahan-lahan cemberut
yang
sedang berubah kembali ceria. Pada wajah pertama dimana
menggigit sebatang Tim masih terlihat dengan jelas raut wajah sedih, pemeran Tam
Crush
kemudian wanita digambarkan sedang menggigit sebatang Tim
berangsur-angsur kembali Tam Crush. Hal ini bertujuan untuk memperjelas posisi ceria.
produk bagi seorang wanita yang sedang mengalami gejolak emosi. Yaitu sebagai sebuah “pertolongan” untuk membantu wanita tersebut kembali pada keadaan normal/kembali ceria. Seperti yang ditampilkan pada ekspresi-ekspresi wajah lain yang diperlihatkan setelah wanita tersebut mengkonsumsi Tim Tam Crush. Walaupun efek yang terjadi pada kehidupan nyata belumlah tentu akan seperti apa yang digambarkan dalam iklan ini. Selain itu, adegan ini juga dapat menggambarkan bagaimana seorang wanita yang tengah mengalami suatu gejolak emosi yang dipicu oleh aksi-aksi yang dilakukan seorang pria akan membutuhkan suatu proses
92 dengan tahapan-tahapan tertentu untuk dapat kembali menenangkan diri
serta
mengambil alih
sepenuhnya
atas
dirinya,
sehingga
tidak
emosi
dengan
cara-cara
yang
lagi
mengekspresikan
kendali
berlebihan. Frame ini juga dapat disebut sebagai sebuah parodi dari iklan-iklan kosmetik karena akan kembali “menggiring” ingatan khalayak pada iklan-iklan produk kecantikan yang mendemonstrasikan bagaimana sebuah produk dapat membuat pemeran iklan terlihat lebih cantik dan lebih putih dalam beberapa tahapan-tahapan. Close up sosok wanita Frame yang memperlihatkan raut wajah pemeran utama yang sedang menikmati wanita yang ceria ini ingin menegaskan kembali bahwa sebatang Tim Tam Crush wanita sambil tersenyum.
tersebut
sudah
benar-benar
telah
dapat
menenangkan dirinya. Karena raut wajah sedih yang sebelumnya diperlihatkan telah berubah menjadi raut wajah ceria dengan bibir membentuk senyuman. Adegan menikmati sebatang Tim Tam Crush merupakan upaya untuk melekatkan dengan baik produk di benak khalayak. Hal itu dilakukan dengan cara menciptakan korelasi antara raut wajah ceria dengan produk tersebut. Selain itu adegan ini juga mengindikasikan bahwa wanita pemeran utama tidak ragu untuk menunjukkan kepada siapa pun bahwa memang ia membutuhkan “pertolongan” dari luar dirinya untuk membantunya
93 kembali menenangkan diri. Dan hal ini juga terkait dengan
persepsi
bahwa
wanita
tersebut
tidak
mengelakkan anggapan mengenai hal-hal yang bersifat naluriah tentang seberapa penting arti pria yang telah dapat mengkonfrontasi dirinya sebegitu hebat hingga ia memerlukan “pertolongan” tersebut. Adegan 7 (Sequence 7) Shot 1
Kemasan Tim Tam Crush dan tagline berbunyi “Tim Tam Crush, kembali ceria dalam satu gigitan!” yang disebutkan dengan bentuk tulisan dan secara lisan oleh narator. Pesan Linguistik Signifier
Signified
Tagline: “Tim Tam Crush, Tagline dari produk Tim Tam Crush yang diungkapkan kembali ceria dalam satu secara lisan dan tulisan ini juga berfungsi sebagai gigitan”.
anchoring yang menegaskan bahwa Tim Tam Crush merupakan produk makanan yang dapat dikonsumsi untuk membantu menenangkan diri (karena terbuat dari bahan dasar cokelat yang memiliki zat-zat yang dapat memberi efek menenangkan). Pesan Ikonik Terkodekan Signifier
Signified
94 Kemasan Tim Tam Crush Memperjelas mengenai informasi produk baik dari dan tagline-nya.
bentuk fisiknya, dan juga atribut-atribut yang diklaim sebagai kelebihannya. Adegan 8 (Sequence 8) Shot 1
Wanita yang sedang tersenyum melintas didekat pria yang sedang memperhatikannya dan berjalan dibelakang seorang wanita ber-raut wajah angkuh. Pesan Linguistik Signifer Subtitle: bersambung..”
Signified
“Mungkin Kalimat yang disampaikan dalam bentuk tulisan ini merupakan bentuk parodi dari kalimat-kalimat iklaniklan kosmetik yang menggunakan bentuk drama dan cerita bersambung sebagai ide kreatifnya. Di iklan-iklan tersebut kata yang digunakan adalah “bersambung..”, untuk menunjukkan bahwa iklan tersebut akan berlanjut pada versi yang lain. Hal ini biasanya digunakan untuk menimbulkan pertanyaan dibenak khalayak, sehingga iklan sambungannya akan dinanti-nantikan. Namun, apa yang terlihat di iklan Tim Tam Crush ini adalah kalimat yang mengandung unusur humor. Tidak terkait secara langsung dengan produk, namun hanya sebagai aksen
95 yang melangkapi keseluruhan penegasan terhadap parodi yang ditampilkan. Pesan Ikonik Terkodekan Signifier Wanita
Signified
yang
tersenyum
sedang Wanita yang tersenyum adalah pemeran utama yang melintas digambarkan telah dapat menguasai dirinya kembali
didekat pria yang sedang sehingga dapat bersikap tenang yang diperlihatkan memperhatikannya berjalan
dan melalui senyumannya. Sosok pria merupakan orang
dibelakang yang
sebelumnya
diceritakan
telah
memutuskan
seorang wanita ber-raut hubungan dengannya dan menjadi penyebab dari wajah angkuh.
timbulnya gejolak emosi bagi pemeran utama wanita. Sedangkan wanita dengan raut wajah angkuh tidak dijelaskan posisinya secara jelas, namun ia dapat terlihat sebagai sebuah pembanding yang memperlihatkan kontrasnya perbedaan raut wajah antara wanita tersebut dengan wanita lainnya yang telah mengkonsumsi Tim Tam
Crush.
Arah
pandangan
mata
pria
yang
memperhatikan sosok wanita yang sedang tersenyum mengindikasikan ketertarikan terhadap wanita dengan raut wajah ceria yang lebih bersahabat dibandingkan dengan wanita dengan raut wajah angkuh. Sedangkan sikap dari wanita yang tersenyum saat melintas didekat pria yang pernah membuatnya patah hati
mengindikasikan
sebuah
keinginan
untuk
menunjukkan kemampuan untuk dapat bangkit kembali
96 dari keterpurukan. Pesan Ikonik Tak Terkodekan Alur cerita diawali dengan adegan dimana terlihat tangan yang sedang memegang seuntai kalung dengan bandul berbentuk setengah hati yang terbelah. Kemudian berubah menjadi adegan dengan warna hitam-putih yang memperlihatkan sepasang pria dan wanita tengah bertengkar dengan beradu mulut didalam sebuah mobil pribadi. Wanita itu kemudian turun dari mobil tersebut dengan tergesa-gesa sambil membanting pintunya, dan berjalan menjauh. Alur cerita berlanjut pada adegan dimana fokus kamera kembali pada tangan yang sedang menggenggam kalung dan mengarah pada raut wajah dari pemilik tangan tersebut yang ternyata wanita yang ada pada adegan-adegan sebelumnya. Wajah wanita tersebut terlihat aneh dengan dahi berkerut, sorot mata lemah, dan bibir melengkung kearah bawah. Adegan selanjutnya memperlihatkan sosok wanita lain dibalik sebuah pintu kaca bertuliskan “Tim Tam Crush Institute” yang menyambut wanita pemeran utama (wanita berwajah cemberut) dan kemudian mengajaknya berkeliling sambil memperkenalkan sebuah produk biskuit cokelat dengan merek Tim Tam Crush. Kemudian wanita pemeran utama mencoba satu gigitan dari biskuit tersebut, setelahnya raut wajah yang semula terlihat sangat muram berangsur-angsur kembali ceria. Hingga pada adegan dimana wajah ceria tersebut diperlihatkan secara lebih jelas dengan bibir yang membentuk senyuman. Produk dan tagline-nya kembali diperlihatkan dalam sebuah frame. Dan alur cerita berakhir dengan adegan dimana wanita pemeran utama dengan raut wajah ceria melintas didekat pria yang sebelumnya terlihat bertengkar dengannya didalam mobil pada adegan-adegan awal. Pria tersebut memperhatikan wanita dengan raut wajah ceria tersebut dan tidak menghiraukan wanita berwajah angkuh yang juga berjalan didekatnya.
97 Iklan Tim Tam Crush ini, mengambil sisi emosional wanita sebagai big ideanya. Disini wanita ditampilkan dalam situasi yang berkaitan erat dengan posisinya terhadap pria dalam sebuah hubungan. Dalam iklan ini pria dan wanita dicitrakan sesuai dengan budaya patriarki yang cenderung menempatkan pria sebagai sosok yang dominan dan sebagai penentu keputusan. Hal inilah yang juga menguatkan berbagai citra arogansi dari sosok seorang pria. Sedangkan sebaliknya, wanita cenderung ditempatkan dalam posisi yang lebih lemah, penurut, bahkan sebagai korban yang harus menerima keadaan yang timbul dari tiap keputusan yang dibuat oleh pria. Selain itu, wanita dan pria dalam anggapan populer sering dikaitkan dengan karakteristik-karakteristik psikologis diantaranya anggapan bahwa pria selalu bersandar pada pemikiran-pemikiran logis dalam bersikap, sedangkan wanita lebih emosional. Begitu juga apa yang ditunjukkan dalam iklan Tim Tam Crush ini, wanita dicitrakan sebagai sosok yang emosional, dan pria sebagai sosok yang lebih dapat mengendalikan diri. Walaupun sebenarnya sosok pria juga diperlihatkan terlibat dalam adegan emosional (yaitu saat terjadi pertengkaran didalam mobil), namun dampak dari hal tersebut hanya terlihat membekas pada pemeran wanita saja. Yang diperjelas melalui raut wajah muram wanita yang diekspos hampir disepanjang alur cerita iklan. Adegan pertama pada iklan ini menceritakan mengenai bagaimana seorang wanita telah menjadi “korban” dari pertengkaran yang menyebabkan hubungan percintaan yang ia jalin dengan seorang pria berakhir. Dan hal tersebut telah berdampak terhadap gejolak emosi wanita yang kemudian diekspresikan dengan perubahan fisiologis yang cenderung terlihat tidak terkendali. Hal yang ditonjolkan disini adalah ekspresi emosi wanita yang digambarkan secara berlebihan bahkan tidak masuk akal. Pengiklan mungkin hanya bermaksud menggunakan tanda-tanda ekspresi
98 emosional wanita dalam iklan ini sebagai sebuah daya tarik. Karena memunculkan hal yang tidak biasa, yaitu adegan dimana pemeran wanita diperlihatkan mengalami perubahan fisik terutama pada raut wajah secara drastis sebagai akibat dari dorongan gejolak emosi yang dipicu oleh aksi yang dilakukan pemeran pria. Namun dibalik hal tersebut justru dapat terungkap sebuah bentuk pola pikir, bahkan sebuah ideologi yang terkait dengan posisi gender, wanita dan pria, terutama menyentuh isu-isu yang mempertanyakan tentang kedudukan tiap gender dalam memerankan masing-masing peranannya dalam kehidupan. Dalam iklan Tim Tam Crush ini, penggunaan sisi emosional wanita sebagai sebuah daya tarik terlihat dari ekspresi-ekspresi baik verbal maupun non verbal yang diperlihatkan sejak adegan-adegan awal. Ekspresi emosi yang diperlihatkan dalam iklan ini terdapat di hampir sebagian besar dari keseluruhan adegan sepanjang alur cerita iklan. Ekspresi-ekspresi emosi yang dapat didentifikasi dari berbagai perubahan fisiologis pemeran wanita dalam iklan Joy Green Tea ini terdapat pada: 1. Sequence 2, shot 1. Sepasang pria dan wanita tengah bertengkar didalam mobil. 2. Sequence 2, shot 2. Wanita turun dari mobil dengan gerakan tergesa-gesa sambil membanting pintunya. 3. Sequence 2, shot 3. Wanita berjalan menjauhi mobil dengan raut wajah marah. 4. Sequence 3, shot 1. Sosok wanita yang sedang memegang kalung dengan bandul berbentuk setengah hati yang terbelah, kemudian difokuskan pada raut wajahnya yang cemberut dengan kening berkerut, sorot mata lemah, dan bibir tertekuk kearah bawah. 5. Sequence 4, shot 3. Wanita dengan raut wajah cemberut dipersilahkan masuk dan diajak melihat-lihat kesekeliling ruangan oleh wanita petugas.
99 6. Sequence 6, shot 1. Deretan wajah wanita yang diawali dengan raut wajah cemberut yang sedang menggigit sebatang Tim Tam Crush kemudian berangsur-angsur kembali ceria. 7. Sequence 6, shot 2. Close up sosok wanita yang sedang menikmati sebatang Tim Tam Crush sambil tersenyum. 8. Sequence 8, shot 1. Wanita yang sedang tersenyum melintas didekat pria yang sedang memperhatikannya dan berjalan dibelakang seorang wanita ber-raut wajah angkuh. Berbagai ekspresi dari emosi-emosi seorang wanita yang diperlihatkan dalam iklan ini dapat mengkomunikasikan banyak hal. Yang paling mudah dilihat hal tersebut mungkin dapat berupa pencitraan wanita yang diidentikkan dengan karakterkarakter emosional, ekspresif, tidak terkendali, bahkan memiliki sifat-sifat yang hanya mengesankan tentang kelemahan. Namun ternyata dibalik itu semua, peneliti melihat sebuah gagasan atau sudut pandang yang melandasi penciptaan ide kreatif iklan. Hal tersebut berbicara mengenai bagaimana ekspresi-ekspresi emosional yang digambarkan secara dramatis itu juga mengungkapkan tentang bagaimana wanita memandang posisi dan peran pria dalam kehidupannya yang kemudian dikaitkan pada sebuah ideologi gender yang disebut dengan posfeminisme. Adegan-adegan awal yang berupa gambaran mengenai flash back yang terjadi dalam ingatan seseorang mengungkapkan kunci dari penyebab yang berkaitan dengan keseluruhan cerita. Disana diceritakan tentang pertengkaran yang terjadi antara sepasang pria dan wanita hingga menyebabkan hubungan percintaan yang mereka jalin usai begitu saja. Simbolisasi dari putusnya hubungan terlihat dari penggunaan tanda bandul berbentuk setengah hati yang terbelah yang berada dalam genggaman seorang wanita. Selanjutnya wanita digambarkan sebagai “korban” dimana akibat dari
100 pertengkaran dan akhir dari hubungan percintaan itu sangat membekas pada dirinya. Visualisasi wajah muram dengan dahi yang berkerut, sorotan mata lemah, serta bentuk bibir yang melengkung kearah bawah merupakan bentuk ekspresi dari gejolak emosi yang tidak terbendung yang dirasakan oleh pemeran wanita diakibatkan dari kondisi yang tidak ideal dengan apa yang ia harapkan terkait dengan hubungannya dengan pria yang menjadi pasangannya. Disini, penggambaran mengenai seberapa besar arti penting dari aksi dan keseluruhan sosok pria bagi sang wanita terlihat jelas. Perubahan raut wajah yang begitu ekspresif menggambarkan tentang kekecewaan dan kesedihan mengungkapkan hal tersebut. Hal ini dapat disimpulkan karena jika sosok pria tidak dianggap begitu penting bagi diri sang wanita, maka reaksi yang timbul dari aksi yang dilakukan pria tentunya tidak akan sedemikian besar mengkonfrontasi diri wanita tersebut. Adegan selanjutnya dimana diceritakan bahwa pemeran wanita memutuskan untuk datang ke semacam biro konsultasi atau klinik untuk membantunya menghadapi permasalahan yang tengah ia hadapi, kembali menegaskan tentang besarnya dampak yang terjadi pada diri wanita hingga ia merasa tidak dapat menyelesaikan permasalahannya sendiri dan membutuhkan pertolongan dari orangorang maupun hal-hal lain diluar dirinya. Disini “pertolongan” itu hadir sebagai produk yang ditawarkan, yaitu biskuit cokelat Tim Tam Crush. Pada scene selanjutnya adegan yang ditampilkan adalah wanita yang sedang mecoba satu gigitan dari Tim Tam Crush kemudian berangsur-angsur memperlihatkan perubahan pada raut wajah, yang semula muram kemudian kembali ceria. Disini, produk digambarkan tidak digunakan dalam kapasitas untuk menghilangkan permasalahan, karena situasi dan kondisi hubungan wanita dengan pria itu sendiri tidak berubah atau kembali membaik.
Namun, produk dihadirkan hanya untuk
101 membantu meredakan gejolak emosi dan memberikan waktu bagi wanita tersebut untuk ‘mengalihkan’ fokus perhatian dari kesedihannya pada nikmatnya rasa dari biskuit yang berbahan dasar cokelat ini. Setelah itu fokus kamera memperlihatkan sosok wanita yang sedang menikmati sebatang biskuit Tim Tam Crush dengan raut wajah yang telah benar-benar kembali ceria tanpa meninggalkan sedikitpun raut wajah kesedihan. Adegan ini memperlihatkan bagaimana wanita tidak ragu untuk menunjukkan apa yang telah membantunya menghadapi masalah yang tidak dapat ia perbaiki sendiri, disini juga terlihat pula bahwa wanita tidak mengelakkan hal-hal yang bersifat naluriah terkait dengan arti penting pria dalam hidupnya sehingga kondisi yang tidak ideal pada hubungannya dengan pria telah memaksanya untuk mencari “pertolongan” dalam menghadapi hal tersebut. Adegan terakhir merupakan adegan yang memperlihatkan kondisi saat wanita pemeran utama dengan raut wajah cerianya bertemu kembali dengan pria yang sebelumnya telah bertengkar dan memutuskan hubungan dengannya. Pria tersebut terlihat memperhatikan sang wanita dengan raut wajah yang menyiratkan perasaan kagum. Sedangkan ada seorang wanita lain dengan raut wajah angkuh berjalan didekat pria tersebut justru diabaikan. Walaupun demikian wanita pemeran utama memperlihatkan sikap acuh tak acuh saat bertemu kembali dengan pria yang pernah membuatnya patah hati. Apa yang diperlihatkan oleh wanita tersebut disini bermakna bahwa walaupun wanita tersebut tidak mengelakkan naluri yang mendorongnya mengekspresikan emosi dengan tidak terkendali, namun disisi lain ia merupakan sosok yang tetap ingin dipandang tangguh dan seimbang dengan pria. Terlihat juga keinginannya untuk dapat dilihat sebagai sosok yang dapat tetap “bangkit” kembali dari keterpurukan dan setara dengan pria melalui menampilkan sifat-sifat yang cenderung selalu diidentikkan dengan pria terutama mengenai ketangguhan tersebut.
102 4.2. Pembahasan Melalui hasil analisis terhadap dua iklan, Joy Green Tea versi “putus” dan Tim Tam Crush versi “cemberut”, dapat terlihat bahwa keduanya memiliki beberapa kesamaan yang dapat diidentifikasi melalui alur ceritanya. Kesamaan-kesamaan itu antara lain: Pertama, dalam hal ide kreatif yang mendasari alur cerita. Ide kreatif kedua iklan itu berangkat dari sisi emosional wanita yang dieksploitasi sedemikian rupa dengan penggambaran secara berlebihan. Dalam iklan Joy Green Tea wanita digambarkan mengekspresikan sisi emosionalnya dengan mencakar tembok hingga dapat menimbulkan kerusakan. Sedangkan dalam iklan Tim Tam Crush sisi emosional wanita digambarkan dengan adegan dimana wanita tersebut mengalami perubahan fisiologis yang drastis terutama pada raut wajahnya hingga terlihat sangat tidak lazim. Kedua, dalam kedua iklan itu hal-hal yang digambarkan sebagai penyebab dari gejolak emosi yang berlebihan berasal dari sosok seorang pria. Masalah-masalah yang timbul bagi para wanita dalam kedua iklan itu sama-sama berkaitan dengan hubungan percintaan mereka dengan pria yang harus berakhir melalui aksi-aksi konfrontatif yang dilakukan oleh pria-pria tersebut. Pada iklan Joy Green Tea, sosok pria digambarkan melakukan aksi konfrontatif dengan memberi pernyataan yang bertujuan untuk mengakhiri hubungan percintaanya dengan seorang wanita dalam sebuah momen dimana keduanya terlihat sedang berdiskusi. Sedangkan dalam iklan Tim Tam Crush, sosok pria digambarkan melakukan aksi konfrontatif pada saat terjadi pertengkaran antara dirinya dengan seorang wanita. Di adegan itu, sosok pria digambarkan melakukan aksi-aksi yang juga emosional seperti membentak dan berteriak, hal tersebut terdeteksi dari raut wajah, sorot mata, dan gerakan mulut. Karena bahasa verbalnya tidak diperdengarkan, maka peneliti tidak dapat mengidentifikasikannya melalui bahasa verbal.
103 Perubahan emosi dapat terjadi karena berbagai hal. Adanya rangsangan dari luar tubuh yang dipersepsikan menyebabkan timbulnya berbagai gejolak-gejolak emosi tertentu tergantung bagaimana individu tersebut mempersepsikannya. Semakin besar pengaruh atau kaitan secara langsung individu dengan rangsangan yang timbul dari luar tubuh, maka semakin besar pula gejolak emosi yang dapat ditimbulkan. Dan selanjutnya hal tersebut umumnya akan juga berpengaruh dengan cara-cara individu untuk mengekspresikan emosi tersebut melalui perubahan-perubahan fisik yang dapat diidentifikasi oleh individu lain. Seperti apa yang telah disebutkan diatas, yang ditunjukkan pemeran wanita dalam iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush ini adalah ekspresi emosi yang begitu meluap-luap, dan hal tersebut dipicu oleh aksi-aksi yang dilakukan pemeran pria. Disini dapat dilihat bagaimana wanita dalam iklan-iklan tersebut memandang arti penting posisi dan peranan pria dalam kehidupannya. Ucapan dan aksi yang dilakukan pria bagi wanita adalah sesuatu yang penting dan tidak dapat diacuhkan. Hal ini ditunjukkan melalui cara wanita tersebut merespon aksi-aksi konfrontatif yang dilakukan oleh pemeran pria. Semua reaksi yang dilakukan oleh para pemeran wanita sebagai bentuk respon dari aksi konfrontatif tersebut dapat disimpulkan sebagai tanda-tanda yang memiliki makna yang terkait tentang bagaimana wanita memandang arti penting dari sosok pria dalam kehidupannya. Karena jika tidak, tentunya pemeran wanita tersebut tidak akan merespon atau bereaksi dengan begitu ekspresif hingga cenderung tidak terkendali. Dan tidak hanya perkataan juga sikap dari pemeran pria, tapi keseluruhan sosok pria tersebut merupakan hal yang penting dan berpengaruh bagi sang wanita. Karena baik perkataan maupun sikapnya, keduanya tidak dapat dipisahkan dengan konteks hubungan antara wanita dan pria tersebut.
104 Dari penjelasan diatas dapat dilihat bahwa wanita tidak mengelakkan hal-hal yang bersifat naluriah, terutama dalam hal memandang pria sebagai sosok pendamping yang memiliki arti penting. Karena dari berbagai sudut pandang disebutkan bahwa manusia memang diciptakan berpasang-pasangan dan saling melengkapi. Kehadiran salah satu diantara pria dan wanita tanpa kehadiran salah satunya dapat diibaratkan seperti kepingan puzzle yang tidak lengkap. Namun, seiring dengan perkembangan sebuah ideologi gender yang mendasari gerakan perempuan yang lebih dulu didengar gaungnya dengan sebutan feminisme, wanita yang pada awalnya diajak untuk menyadari dan memperjuangkan kesetaraan hak dengan kaum pria semakin jauh berusaha dan mempertanyakan hingga menjauh dari hal-hal yang dikatakan sebagai hal-hal naluriah yang terberi (taken for granted), karena dinilai hal tersebut hanyalah sebuah kamuflase yang digunakan oleh orang-orang yang memiliki kuasa dalam budaya patriarkal untuk meraih keuntungan dari gagasan tersebut sehingga para feminis berusaha untuk menentangnya. Penggambaran sosok perempuan dengan ekspresi emosional yang cenderung berlebihan (hiperbola) yang tercetus akibat mudahnya wanita terprovokasi oleh perilaku, tindakan , dan ucapan seorang pria yang digambarkan sebagai sosok yang dominan dalam kedua iklan ini, memang cukup menegaskan mengenai “persetujuan” terhadap ideologi patriarki yang dominan di masarakat dan mendapatkan kritik keras dari aliran feminis yang menuntut kesetaraan gender. Sehingga para penganut feminis ini lebih mendukung kemunculan sosok-sosok “wonder woman”, sebagai wanitawanita yang dicitrakan dengan label tangguh, seksi, acuh tak acuh, menginginkan kuasa, memiliki segalanya, bahkan dalam bentuk ekstrim tidak membutuhkan peranan pria dalam hidup mereka. Hal ini berangkat dari prinsip-prinsip
untuk
memperjuangkan mengenai kesetaraan dan dominansi yang seimbang dengan apa
105 yang dimiliki oleh kaum pria. Dan apa yang ditunjukkan melalui sosok wanita dari alur cerita kedua iklan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya sangatlah bertentangan dengan sosok wanita yang diciptakan oleh kaum feminis dalam tujuan untuk memperjuangkan prinsipnya tersebut. Padahal pada pembahasan-pembahasan sebelumnya telah dijelaskan bahwa sesungguhnya posfeminis bukanlah sebuah gerakan anti feminis. Melainkan sebuah gerakan yang menjadi sebuah “jalan tengah” bagi hal-hal dilematis yang terkait dengan bagaimana wanita melihat peranan dan posisi pria dalam kehidupannya. Kemudian, apa yang menyebabkan peneliti menyimpulkan bahwa kedua iklan ini bukanlah sebuah bentuk penentangan terhadap feminisme dan juga bukan hanya bentuk eksistensi budaya patriarki dan kapitalisme dapat dijelaskan dari hal-hal berikut: Pertama, penggambaran sisi emosional wanita yang dikaitkan dengan penyebab yang timbul dari sosok pria dalam iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush dilihat dari sudut pandang bahwa hal tersebut tidaklah semata-mata menggambarkan tentang kelemahan seorang wanita. Namun sebaliknya wanita-wanita tersebut justru “merayakan” diferensiasi yang memungkinkan perempuan untuk dapat lebih ekspresif mengenai “kelemahannya” dibalik segala usahanya untuk tampil dengan kesan “memiliki segalanya”. Dan hal itu juga menyiratkan sebuah bentuk ekspresi dari gagasan jika wanita masih tetap menganggap pria adalah sosok yang penting, terutama dalam hal posisinya sebagai seorang pendamping. Inilah yang mencetuskan opini mengenai representasi posfeminisme yang tidak lagi hanya bersikeras menuntut persamaan kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Alasan lain yang menguatkan pendapat tersebut adalah karena dalam kedua iklan itu, wanita pada akhirnya juga digambarkan dapat mengambil alih kembali kontrol dirinya, serta bangkit dari keterpurukan, bersikap acuh tak acuh, dan juga menunjukkan sikap tangguh bahkan
106 cenderung arogan. Padahal sikap-sikap itu hanya diidentikkan pada pria dalam budaya patriarki. Jadi apa yang diperlihatkan dalam iklan-iklan ini adalah penggambaran wanita dalam dua posisi yang berbeda. Tidak hanya melihat dari sudut pandang, dimana wanita hanya dicitrakan dengan kaum yang tertindas dan lemah, tidak juga hanya sebagai sosok yang “serba hebat” yang mengelakkan peranan serta posisi pria dalam kehidupannya. Makna-makna yang timbul berkaitan dengan nuansa posfeminis memang tidak dipaparkan secara gamblang dalam kedua iklan ini, karena hal ini tidaklah berdiri sendiri dan bukan pula merupakan sebuah pesan utama yang ingin disampaikan oleh pengiklan. Pesan utama yang ingin disampaikan tetaplah erat kaitannya dengan produk-produk yang ditawarkan. Produk-produk yang dimunculkan secara jelas dan dihadirkan sebagai “pertolongan” saat pemeran wanita mengalami gejolak emosi yang meluap-luap merupakan sebuah bentuk bekerjanya ideologi kapitalisme, karena pada kenyataannya produk makanan dan minuman tidaklah memiliki hubungan secara langsung dengan sosok-sosok wanita yang ditampilkan dalam iklan-iklan tersebut. Wanita-wanita beserta segala hal yang dicitrakan terhadap dirinya hanyalah digunakan sebagai sebuah “kemasan” untuk memunculkan citra-citraan pada produkproduk yang tergolong dalam kategori “keterlibatan rendah” dimana functional benefit dari produk-produk tersebut dinilai kurang dapat memberi jaminan mengenai loyalitas konsumen. Terutama dalam kondisi pasar dengan persaingan yang sangat ketat seperti sekarang ini. Para pengiklan berlomba-lomba menjadikan iklan sebagai sebuah sarana untuk membuat dan melekatkan berbagai citra-citraan dengan hubungan-hubungan yang diciptakan antara produk dengan daya tarik ide kreatif yang diangkat dalam penciptaan sebuah iklan sesuai kepentingan pemodal.
107 Minuman teh hijau beraroma melati dan biskuit cokelat memang dinilai dapat berpengaruh pada suasana hati seseorang. Namun, nilai fungsi tersebut tentunya tidak dapat dirasakan sebesar dengan apa yang terlihat seperti pada iklan dalam kehidupan nyata. Untuk itulah pengiklan menggunakan sosok wanita-wanita yang dinilai dapat memberi
rasionalisasi
dan
penguat
dari
gagasan
tersebut.
Wanita
dan
makanan/minuman memang sering saling diidentikkan. Hal ini seiring dengan anggapan bahwa wanita (yang lebih mudah terprovokasi secara emosional) sering menjadikan aksi mengkonsumsi makanan dan minuman sebagai sebuah pelarian disaat kondisi yang mereka hadapi sedang berjalan tidak sesuai seperti apa yang diharapkan. Dan hal inilah yang dilihat oleh kaum kapitalis sebagai alat untuk memperoleh perhatian dan persetujuan terhadap citra-citraan yang mereka lekatkan dengan produk-produk tersebut. Terutama karena produk-produk itu tergolong baru diantara berbagai produk kompetitor yang sejenis yang telah lebih dulu hadir dan dikenal oleh konsumen. Melalui analisis yang dilakukan peneliti dengan menggunakan teori signifikasi dua tahap dari Roland Barthes, telah ditemukan makna denotasi dan konotasi dibalik berbagai signifier dan signified seperti yang telah dipaparkan dalam hasil penelitian. Selanjutnya hal yang ingin ditemukan sesuai dengan tujuan penelitian adalah ideologi-ideologi yang tersembunyi dibalik pesan-pesan iklan yang telah dianalisis. Ideologi dalam sudut pandang Barthes erat kaitannya dengan kemunculan mitos. Dimana mitos tersebut berperan sebagai sesuatu yang “menyimpan” ideologi dibalik kemunculannya. Yang dalam iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush dapat disimpulkan sebagai berikut: 1.
Mitos mengenai produk makanan dan minuman yang menjadi penolong dalam situasi-situasi emosional para wanita. Mitos ini
108 merupakan bentuk dari eksistensi ideologi kapitalisme yang telah disamarkan melalui daya tarik iklan. Ideologi ini berbicara mengenai
kepentingan
pengiklan/pemodal
yang
bertujuan
memperkenalkan dan mengajak khalayak untuk mengkonsumsi produk-produk yang ditawarkan demi mendapatkan keuntungan yang bersifat materi. Dimana hal ini sesuai dengan ideologi kapitalisme yang menjadikan materi sebagai sebuah kepentingan yang berada diatas kepentingan lainnya. 2.
Mitos mengenai wanita dengan sisi emosional yang mudah terprovokasi oleh sosok pria dan juga dengan sisi yang memperlihatkan ketangguhan dalam menghadapi permasalahan yang juga berkaitan dengan pria. Mitos ini merupakan eksistensi dari ideologi posfeminis. Yaitu ideologi yang memandang wanita dalam dua sisi yang berbeda. Disatu sisi sebagai sosok yang tidak mengelakkan posisi dan peran penting pria dalam kehidupannya, dan disisi lain sebagai sosok yang dapat bersikap seperti apa yang diidentikkan terhadap pria, serta memperoleh kesempatan untuk memperlihatkan kesetaraannya juga terhadap sosok seorang pria. Dimana ideologi ini mulai berkembang saat gerakan perempuan pendahulunya, yaitu feminis dianggap mulai mengarahkan wanita untuk menjauh dari hal-hal yang bersifat naluriah dengan mengelakkan peranan penting seorang pria, bahkan menjadikan pria tersebut sebagai musuh yang tidak patut dijadikan seorang pendamping.
109 Para pengiklan dibalik iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush dinilai jeli dalam melihat kecenderungan dimana wanita mulai kembali pada nalurinya sebagai individu yang tetap membutuhkan sosok pria sebagai pendamping dalam kehidupannya dibandingkan dengan kecenderungan wanita-wanita yang terus bersikeras memperjuangkan apa yang dinilai menjadi hak dan keinginan untuk merebut dominasi yang selama ini diidentikkan dengan pria. Karena prinsip-prinsip yang sejalan dengan ideologi posfeminis ini dinilai oleh sebagian besar wanita akan lebih dapat memberikan kebahagiaan pada hidup mereka. Hal ini dapat terlihat dengan jelas terutama pada kehidupan wanita-wanita yang telah mengadopsi prinsipprinsip tersebut dengan pilihan membangun keluarga bersama seorang pria dan tetap memperjuangkan haknya untuk mengekspresikan serta mengaktualisasikan dirinya baik di area privat maupun publik. Di Indonesia sendiri, ideologi ini juga direpresentasikan dengan fenomena booming buku-buku chick-lit dan film/serialserial tv dan layar lebar seperti Sex And The City, Ally MacBeal dan Bridget Jones Diary yang juga menampilkan sosok wanita-wanita yang telah memposisikan dirinya “ditengah-tengah” tanpa harus memilih untuk berdiri disalah satu posisi ekstrim dalam memandang pria dalam kehidupannya.
110 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.Kesimpulan Setelah melakukan analisis terhadap iklan Joy Green Tea versi “putus” dan Tim Tam Crush versi “cemberut” dengan menggunakan teori signifikasi dua tahap dari Roland Barthes, peneliti dapat memberikan kesimpulan-kesimpulan yang mengacu pada tujuan penelitian, yaitu mengenai penggunaan tanda serta kandungan makna, juga ideologi yang tersembunyi melalui pengorganisasian makna dibalik penggunaan tanda-tanda ekspresi emosional wanita. Kesimpulan-kesimpulan tersebut, adalah: 1. Sistem tanda dalam iklan Joy Green Tea versi “putus” dan Tim Tam Crush versi “cemberut” disusun atas tanda-tanda gender yang jelas terlihat dalam pemunculan sosok-sosok wanita dan pria yang dikaitkan dengan kesan maskulin dan feminin. Pria dengan yang digambarkan mempunyai karakteristik maskulin serta wanita dengan karakter feminin terlihat dari penampilan fisik dan bentuk komunikasi baik verbal maupun non verbal yang dilakukan. Bentuk fisik yang terlihat memberi pembedaan secara gamblang dimana antara pria dan wanita dapat diidentifikasi secara berbeda. Bentuk komunikasi verbal dilihat dari cara berbicara, jenis suara, serta pemilihan katakata, sedangkan non verbal lebih merujuk kepada hal-hal seperti sikap tubuh, dan pakaian yang dikenakan. Kesan maskulin yang dilekatkan pada sosok pria yang terlihat dalam kedua iklan ini merujuk pada citraan antara lain, kekuatan, arogansi, konfrontatif dan dominasi. Sedangkan kesan feminin yang
110
111 dilekatkan pada sosok wanita merujuk pada citraan mengenai sub-ordinasi, kecantikan, sensitifitas, ekspresif dan emosional. 2. Ide kreatif yang menjadi daya tarik dalam kedua iklan tersebut disusun atas penggunaan tanda-tanda yang merujuk pada sisi emosional wanita yang terlihat dari berbagai perubahan fisik dan komunikasi yang dilakukan. 3. Tanda-tanda ekspresi emosional wanita dalam kedua iklan tersebut dieksploitasi melalui penggambarkan dengan cara yang berlebihan. Pada iklan Joy Green Tea sisi emosional wanita diekspresikan dengan mencakar tembok hingga menimbulkan kerusakan. Sedangkan dalam iklan Tim Tam Crush sisi emosional wanita digambarkan dengan adegan dimana wanita tersebut mengalami perubahan fisiologis yang drastis terutama pada raut wajahnya hingga terlihat sangat tidak lazim. Kedua hal ini disebutkan berlebihan karena tidak mempunyai referensi pada realitas, melainkan hanya sebuah rekaan yang digunakan untuk memperoleh perhatian khalayak. 4. Representasi ideologi posfeminis dapat diidentifikasi dalam kedua iklan tersebut melalui penggunaan ekspresi emosi wanita sebagai daya tarik pesan iklan. Hal ini dapat dilihat dari: Pertama, wanita-wanita yang digambarkan sebagai sosok yang ekspresif menyiratkan tentang salah satu prinsip yang dianut oleh ideologi posfeminis yang berbicara mengenai “perayaan” diferensisasi antara pria dan wanita, dimana pria sering diidentikkan dengan kemampuan mengelola emosi sehingga cenderung “tidak diperbolehkan” untuk bersikap ekspresif, dan sikap tidak ekspresif ini juga berusaha dilekatkan pada ikon-ikon wanita feminis yang tidak boleh terlihat “cengeng” atau mudah terprovokasi. Namun sebaliknya dalam kedua iklan ini, wanita yang ditampilkan justru merupakan sosok yang ekspresif yang tidak ragu
112 untuk memperlihatkan tentang jati diri melalui ekspresi-ekspresi emosinya. Kedua, ideologi posfeminis juga dapat diidentifikasi melalui penggambaran posisi pria terhadap wanita. Kedua iklan ini memposisikan pria sebagai pencetus gejolak emosi yang terekspresikan dengan cara-cara yang tidak terkendali pada diri wanita. Secara tidak langsung, hal ini justru mengungkapkan bahwa emosi yang diekspresikan melalui cara-cara yang berlebihan berhubungan dengan bagaimana wanita memandang arti dan peranan pria dalam kehidupannya. Besarnya gejolak emosi yang ditampilkan juga mengungkapkan seberapa besar arti penting sosok pria bagi para wanita. Sebaliknya, bagi para wanita yang hanya selalu memperjuangkan kesetaraan, peranan dan posisi pria justru cenderung semakin diabaikan, hal ini disebabkan karena pandangan bahwa pria merupakan sosok yang harus dapat “dikalahkan” atau setidaknya berada dalam posisi yang sama dengan wanita. Maka, pengakuan mengenai peranan penting pria dalam kehidupan, salah satunya melalui ekspresi emosi yang dipicu oleh sosok pria dianggap sebagai sesuatu yang tidak sesuai. Ikon yang ingin ditampilkan justru sosok-sosok “wonder woman” yang berkesan tidak terkalahkan. Berbeda halnya dengan ideologi posfeminis yang mengarahkan wanita agar tidak selalu mengelakkan hal-hal yang bersifat naluriah seperti menyadari tentang posisi dan peranan penting pria dalam kehidupan terutama sebagai pendamping mereka, seperti yang terlihat dalam kedua iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush ini. Hal lain yang juga merupakan sebuah bentuk representasi dari ideologi posfeminis dalam kedua iklan ini adalah melalui penggambaran wanita dalam dua posisi yang seimbang. Satu sisi sebagai sosok yang tidak mengelakkan berbagai perbedaan yang melekat pada diri mereka dari sosok pria, serta tetap
113 memandang arti penting peranan dan posisi pria dalam kehidupannya, namun disisi lain sebagai individu-individu yang juga tidak menyerahkan segala haknya untuk dapat bersikap mengambil kembali kendali terhadap diri mereka sendiri yang sebelumnya terkonfrontasi oleh aksi yang dilakukan oleh pria. Hal ini dapat dilihat pada bagian akhir alur cerita kedua iklan tersebut, dimana para wanita diceritakan dapat kembali “bangkit” dari keterpurukannya berkaitan dengan masalah dalam hubungannya bersama sosok pria. 5. Berbagai makna yang timbul dari proses interpretasi tanda-tanda dalam kedua iklan tersebut tidak hanya mengungkapkan sebuah pesan tunggal mengenai ideologi yang berada dibalik mitos-mitos yang dihadirkan. Pesan mengenai ideologi posfeminis justru tidak diekspos secara jelas, pesan utama yang dapat dengan mudah tetaplah mengungkapkan ideologi kapitalisme sebagai ideologi yang digunakan pihak-pihak yang berkepentingan dalam terciptanya iklaniklan tersebut. Berbagai citra-citraan yang dibuat dalam pemunculan sosoksosok wanita didalamnya adalah sebuah upaya untuk menguatkan kesan bahwa produk-produk yang ditawarkan dalam iklan-iklan tersebut merupakan pertolongan bagi para wanita yang mudah terprovokasi dan cenderung dikendalikan oleh dorongan emosinya, terutama karena wanita yang emosional juga sering diidentikkan dengan hasrat untuk mengkonsumsi makanan dan minuman sebagai bentuk pelariannya. Dan produk-produk dalam iklan-iklan ini dihadirkan sebagai solusi yang berusaha untuk dilekatkan pada benak khalayak. Ideologi kapitalisme ini telah dikemas sedemikian rupa dengan alur cerita yang dapat menggugah perhatian dan simpati khalayak demi kepentingan pihak pemodal.
114 5.2.Saran Setelah melakukan penelitian terhadap tanda-tanda dalam iklan Joy Green Tea dan Tim Tam Crush, peneliti mengharapkan agar penelitian ini dapat memberikan kontribusi pada perkembangan dunia akademis dan praktis. Untuk itu peneliti mencantumkan saran-saran sebagai berikut dengan tujuan agar implikasi positif dari penelitian ini akan dapat terealisasikan, diantaranya: 3. Secara akademis, pertama, penelitian yang terkait dengan proses penggalian makna dan ideologi dalam iklan, terutama iklan-iklan yang memiliki muatanmuatan isu gender dengan pendekatan studi
semiotik perlu terus
dikembangkan. Selain dengan tujuan untuk memperluas pokok-pokok kajian dalam ranah ilmu semiotika serta kajian mengenai gender yang terus berkembang itu sendiri, penelitian semacam ini diharapkan dapat menjadi kontribusi bagi para akademisi dalam upaya untuk meningkatkan sikap analitis, kritis, dan selektif pada masyarakat dalam menghadapi berbagai serbuan iklan yang tidak dapat ditolak dan dapat menimbulkan berbagai kesalahan dalam merespon pesan-pesan iklan tersebut terutama dalam era informasi sekarang ini. 4. Secara praktis, khususnya bagi pengiklan atau bagi biro jasa periklanan yang menciptakan iklan-iklan terutama yang menggunakan stereotifikasi gender sebagai daya tariknya sebaiknya tidak selalu menempatkan salah satu gender dalam posisi yang “lebih baik”, atau “lebih superior” dibandingkan yang lainnya. Karena hal ini dapat mengarahkan khalayak kepada kesesatan persepsi terhadap gender itu sendiri. Selain itu, para kreator iklan maupun pemodal sebaiknya mempertimbangkan mengenai kualitas informasi dalam periklanan itu sendiri. Hal ini dilakukan dengan meningkatkan muatan
115 pengetahuan yang objektif tentang sebuah produk yang diiklankan, dan mengurangi muatan pengetahuan palsu, tanpa perlu mengurangi unsur-unsur hiburan, kreativitas, dan estetik yang diperlukan dalam sebuah iklan, baik sebagai sebuah media komunikasi, maupun sebagai sebuah karya seni.
116 DAFTAR PUSTAKA
Brooks, Ann. Posfeminisme & Cultural Studies, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta : Jalasutra. 2005. Dworetzky, John P. Psychology 3rd Edition. New York : West Publishing Company. 1988. Fiske, John. Cultural and Communication Studies, Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta : Jalasutra. 2005. Idrus, Muhammad. Metode Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif. Yogyakarta : UII Press Yogyakarta. 2007. Lull, James. Media, Komunikasi, Kebudayaan, Suatu Pendekatan Global. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. 1998 Mulyana, Deddy. Ilmu Komunikasi, Suatu Pengantar. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2005. Noviarni, Ratna. Jalan Tengah Memahami Iklan : Antara Realitas, Representasi, dan Simulasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 2002. Piliang, Yasraf Amir. Hipersemiotika, Tafsir Cultural Atas Matinya Makna. Yogyakarta : Jalasutra. 2003. _______. Dunia Yang Dilipat, Tamasya Melampaui Batas-Batas Kebudayaan. Yoyakarta : Jalasutra. 2004. Rakhmat, Jalaluddin. Psikologi Komunikasi, Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2004. _______. Metode Penelitian Ilmu Komunikasi , Dilengkapi dengan Analisis Statistik. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2005. Ritonga, M. Jamiluddin. Tipologi Pesan Persuasuif. Jakarta : PT Indeks. 2005. Sobur, Alex. Psikologi Umum. Bandung : CV Pustaka Setia. 2003. _______. 2006. Semiotika Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Sukmadinata, Nana Syaodih. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2007. Sutherland, Max & Sylvester, Alice K. Advertising and The Mind Of The Consumer. Jakarta : Penerbit PPM. 2007.
117 Tong, Rosemarie Putnam. Feminism Thought, Suatu Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta : Jalasutra. 2003. Van Leeuwen, Theo & Jewitt, Carey. Handbook of Visual Analysis. London : SAGE Publications Ltd. 2001 Wiliamsons, Judith. Decoding Advertising : Membedah Ideologi dan Makna Dalam Periklanan. Yogyakarta : Jalasutra. 2007. Widyatama, Rendra. Bias Gender Dalam Iklan Televisi. Yogyakarta : Penerbit Media Pressindo. 2006.
Sumber-sumber lain : Situs internet : Dapur Cokelat, www.dapurcokelat.com Situs Kunci, Representasi, http://kunci.or.id/culturalstudies/representasi.htm Wikipediaindonesia, Eksploitasi, http://id.wikipedia.org/wiki/eksploitasi Wikipediaindonesia, Emosi, http://id.wikipedia.org/wiki/emosi
118 DATA PRIBADI PENULIS Nindyta Aisyah Dwityas, lahir di Ujung Pandang, pada tanggal 21 Januari 1988. Disana jugalah penulis menetap hingga menyelesaikan bangku Sekolah Menengah Pertama. Kemudian penulis menempuh Sekolah Menengah Atas di SMA N 2 Medan, dan lulus pada tahun 2005. Karena ketertarikan penulis pada dunia komunikasi khususnya periklanan, pada tahun yang sama, penulis memulai kuliah di Universitas Mercu Buana, dengan mengambil jurusan Marketing Communications and Advertising, Fakultas Ilmu Komunikasi. Selama masa-masa kuliah inilah penulis banyak mendapatkan pengalaman berharga diseputar dunia pemasaran dan periklanan. Diantaranya menjadi ketua pelaksana Seminar Periklanan dengan tema “Advertising Rollercoaster : Change is a must!” yang diselenggarakan oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan MarComm & Advertising pada tahun 2008, serta menjadi pembicara pada acara Fun Leadership of Advertising di tahun yang sama, yang juga diselenggarakan oleh HMJ MarComm & Advertising. Pengalaman lain yang dimiliki oleh penulis adalah keikutsertaannya sebagai peserta pada kompetisi periklanan internasional “AdWave 2008”, menjadi Freelance Copywriter di Majalah Mercu Buana “Update”, dan juga untuk beberapa project Humas UMB. Pada tahun 2009 penulis melaksanakan kegiatan magang pada salah satu biro iklan nasional, PT. Fortune Indonesia Tbk, pada divisi Corporate Communication dengan lingkup pekerjaan yang menangani strategi Corporate Branding. Salah satu pencapaian terbesar yang pernah didapatkan oleh penulis selama masa kuliah adalah saat menjadi Mahasiswa Berprestasi pada tahun akademik 2005. Salah satu quotation favorit yang dijadikan penyemangat bagi penulis adalah “In the end everything will be ok, if it’s not ok, then, it’s not the end” – Lady Hikaru.