Seminar Nasional Statistika IX Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009
REPRESENTASI PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA OLEH SISWA SEKOLAH DASAR Janet Trineke Manoy Jurusan Matematika FMIPA Unesa Surabaya Jl. Kampus Ketintang Surabaya e-mail:
[email protected]
Abstrak. Perkembangan pesat dibidang teknologi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika, karena itu untuk menguasai dan menciptakan teknologi dimasa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini (Depdiknas, 2006). Wujud dari mata pelajaran matematika di kurikulum pendidikan dasar dan menengah berupa matematika sekolah. Matematika sekolah merupakan unsurunsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan pengembangan iptek (Soedjadi, 2000:37). Karena objek kajian matematika merupakan hal yang abstrak, sedangkan mental siswa menuntut adanya langkah-langkah yang mengantar untuk memahami hal yang abstrak tersebut, maka langkah-langkah tersebut dilakukan melalui hal-hal yang konkret terlebih dahulu setapak demi setapak mengarah ke hal yang abstrak. Di sinilah potensi yang perlu diperhatikan, karena akan berdampak kepada bagaimana siswa harus membiasakan melakukan kegiatan yang diharapkan muncul sesuai kemampuan diri yang dimilikinya. Dalam makalah ini akan dipaparkan bagaimana siswa merepresentasi pemecahan masalah matematika yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Kata kunci : Representasi, Pemecahan masalah, Masalah matematika,
A. Pendahuluan Perkembangan pesat dibidang teknologi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika, karena itu kebutuhan matematika di pasar global yang selalu berubah memacu meningkatnya permintaan pekerja yang memiliki kecakapan matematika dan teknologi yang fleksibel, kreatif, dan berorientasi masa depan (English L & Watters J, 2005). Mengantisipasi perkembangan tersebut, Depdiknas, 2006 menyatakan bahwa: “untuk menguasai dan menciptakan teknologi di masa depan diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini“. Pernyataan tersebut yang ditunjang oleh kebutuhan di pasar global, memberi inspirasi kepada kita sebagai seorang guru matematika untuk memikirkan kembali cara-cara meningkatkan kemampuan diri siswa sebagai akses ke belajar yang berkualitas, salah satunya melalui 1
pemberian kesempatan kepada siswa untuk menyelesaikan soal matematika yang berupa
pemecahan masalah dengan berbagai cara penyelesaian. Kesempatan
menyelesaikan soal matematika dengan berbagai cara penyelesaian merupakan salah satu pengalaman siswa dalam meningkatkan kemampuan dasar membuat model matematika. Diezmann dkk (dalam English L & Watters J, 2005), mengatakan bahwa bagaimanapun, dasar-dasar membuat model matematika dapat dan harus diberikan jauh lebih awal kepada siswa, agar mereka memiliki kemampuan dasar dan dapat mengembangkannya Wujud dari mata pelajaran matematika di kurikulum pendidikan dasar dan menengah berupa matematika sekolah. Matematika sekolah merupakan unsur-unsur atau bagian-bagian dari matematika yang dipilih berdasarkan atau berorientasi kepada kepentingan pendidikan dan pengembangan iptek (Soedjadi,
2000:37). Salah satu
tujuan mata pelajaran matematika di Sekolah Dasar ialah agar siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah yang meliputi kemampuan: (1) memahami masalah, (2) merancang model matematika, (3) menyelesaikan masalah, dan (4) menafsir solusinya (Depdiknas, 2006). Sedangkan Polya (1973:8) merumuskan kemampuan menyelesaikan
masalah
meliputi kemampuan:
(1)
memahami
masalah,
(2)
merencanakan pemecahan, (3) menyelesaikan masalah sesuai rencana dan (4) memeriksa kembali hasilnya. Kemampuan memecahkan masalah matematika berbeda dengan kemampuan memecahkan masalah yang lain, mengingat bahwa objek kajian matematika merupakan hal yang abstrak, sedangkan mental siswa menuntut adanya langkah-langkah yang mengantar mereka untuk memahami hal yang abstrak tersebut. Dengan demikian, langkah-langkah pemecahan masalah dilakukan melalui hal-hal yang konkret terlebih dahulu kemudian setapak demi setapak mengarah ke hal yang abstrak. Di sinilah potensi yang perlu diperhatikan, karena akan berdampak kepada bagaimana siswa harus membiasakan diri melakukan kegiatan yang diharapkan muncul sesuai kemampuan diri yang dimilikinya.
B. Pembahasan 1. Pemecahan Masalah Pemecahan masalah adalah suatu proses yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan suatu masalah matematika. Masalah pada umumnya timbul karena 2
adanya suatu kesenjangan antara kondisi nyata dengan kondisi yang diharapkan. Menurut Hudojo (2001) pertanyaan akan merupakan masalah jika seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Pertanyaan merupakan masalah tergantung pada individu; pertanyaan merupakan suatu masalah bagi seorang siswa, tetapi mungkin bukan merupakan masalah bagi siswa yang lain. Menurut Polya (1973), masalah terbagi menjadi dua bagian yaitu: a. Masalah untuk menemukan Masalah untuk menemukan, yaitu suatu masalah teoritis atau praktis, abstrak atau konkret, termasuk didalamnya teka-teki. Bagian utama dari masalah ini antara lain: a) apakah yang dicari?; b) bagaimana data yang diketahui?; c) bagaimana syaratnya?. Ketiga bagian utama tersebut sebagai landasan untuk dapat menyelesaikan masalah jenis ini. b. Masalah membuktikan Masalah membuktikan, adalah masalah untuk menunjukkan apakah suatu pernyataan benar atau salah, atau tidak keduanya. Hal ini dilakukan dengan cara menjawab pertanyaan: apakah pernyataan ini benar? atau apakah pernyataan ini salah? Bagian utama dari masalah ini ada pada hipotesis dan konklusinya. Hipotesis dan konklusi menggunakan suatu teorema yang harus dibuktikan kebenarannya. Polya juga membagi pemecahan masalah ke dalam empat langkah penyelesaian, yaitu: 1) memahami masalah (understanding the problem); 2) merencanakan penyelesaian (devising a plan); 3) menyelesaikan masalah sesuai rencana (carrying out the plan); 4) melakukan pengecekan kembali (looking back). Pada langkah pertama, siswa harus memahami masalah yang diberikan agar dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan benar. Setelah siswa memahami masalah, dilanjutkan pada langkah kedua, yaitu menyusun rencana penyelesaian masalah. Langkah kedua ini sangat bergantung pada pengalaman siswa dalam menyelesaikan masalah. Pada umumnya semakin bervariasi pengalaman siswa, ada kecenderungan semakin kreatif dalam menyusun rencana penyelesaian masalah. Bila penyusunan rencana telah dibuat, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai rencana. Langkah terakhir adalah melakukan pengecekan terhadap apa yang telah dilakukan, mulai langkah pertama sampai langkah ketiga.
3
Dari uraian di atas, maka dalam penelitian ini langkah pemecahan masalah meliputi (1) memahami masalah, (2) merencanakan penyelesaian, (3) melaksanakan rencana tersebut, dan (4) memeriksa kembali jawaban. 2.
Analisis Pemecahan Masalah yang dilakukan Siswa Uraian berikut merupakan analisis dari hasil wawancara dan hasil pekerjaan seorang siswa kelas III SD Lab Unesa Ketintang Surabaya dalam memecahkan masalah yang jawabannya berkaitan dengan operasi hitung campuran. Soal yang diberikan adalah: Ibu membeli sekeranjang besar mangga, isinya 60 buah. Mangga tersebut akan dijual kembali dan Ibu memasukkan dalam kantong-kantong plastik, tiap kantong plastik isinya 7 buah mangga. Berapa kantong plastik yang harus disiapkan ibu agar semua mangga ada tempatnya? Kerjakan sebanyak mungkin cara sesuai keinginanmu. Kegiatan awal yang dilakukan peneliti setelah memberikan permasalahan kontekstual berupa soal kepada siswa adalah mewawancarai siswa sesuai langkah pemecahan masalah yang telah ditetapkan yaitu mengikuti langkah pemecahan Polya. Kesimpulan hasil wawancara adalah sebagai berikut. Pada langkah pemecahan masalah yaitu: a. Memahami masalah: pertanyaan “apa yang diketahui“ belum dimengerti siswa tetapi pertanyaan “apa yang ditanyakan“ siswa menjawab dengan benar. Secara langsung istilah ”syarat” tidak ditanyakan kepada siswa, namun pertanyaan mengarah ke munculnya ”syarat”, diajukan kepada siswa tetapi tidak dimengerti siswa. Perhatikan petikan wawancara berikut. ............... P : Apa yang diketahui dari soal ini? S : Yang diketahui dari soal.. Eh..... Apa? .................
Siswa tidak mengerti apa itu ”diketahui”. Hal ini mungkin belum terbiasa bagi siswa. Perhatikan petikan wawancara berikut. ................. P : Apa yang ditanya? S : Berapa kantong plastik yang harus disiapkan ibu agar semua mangga ada tempatnya? P : ya pinter. Dalam soal ini, tiap kantong plastik berisi 7 buah mangga. Kalau isinya 8 mangga, bisa nggak? S : 8 mangga? ..... Bisa.
................. P : Kalau isinya ibu tambah 1 lagi menjadi 8 buah, bisa nggak?
4
S : Bisa, tapi isinya ada sisanya P : Ada sisanya? Maksudnya?
................. b. Merencanakan pemecahan : Ide awal yang muncul dalam pikiran siswa setelah diberikan permasalahan adalah menyelesaikannya dengan cara pembagian, tetapi penyelesaian awal yang dilakukan adalah pengurangan. Berikut petikan hasil wawancara dengan siswa. ................. P : Oke, mengapa Diki menulis begini? (menunjuk hasil pengurangan yang dibuat siswa) S : Ehm, biar gampang P : Biar gampang, apa maksudnya? S : Pengurangannya P : Pengurangannya. Tadi kata Diki ide pertamanya bagi. S : Iya pembagian kemudian dikurangi .................
Melihat urutan pekerjaan yang dilakukan siswa adalah pengurangan kemudian pembagian, tetapi yang terlintas pertama dalam pemikiran siswa adalah pembagian. Perhatikan petikan wawancara berikut. ................. P : Ini ide pertamanya ya? (menunjuk cara pembagian seperti gambar 2) tadi mengapa Diki buat 60 dikurangi 7 kurangi 7 kurangi 7. Ide Diki bagaimana? S : Ehm. Karena cara pembagiannya kalau diajari bu Eni tuh kayak gini .................
Dari petikan wawancara di atas terungkap bahwa untuk memudahkan pembagian siswa menggunakan teknik pengurangan berulang seperti yang pernah diajarkan gurunya. Ide berikutnya adalah perkalian dan selanjutnya adalah menggunakan alat peraga yaitu biji-bijian yang memang disiapkan peneliti. Berikut petikan wawancara dengan siswa. ................. P : Apakah kamu menghitung biji-bijinya? S : Iya P : Ada berapa kelompok bijinya? S : Eh ... 9 kelompok, tapi yang kelompok ke-9 itu ada 4 biji-bijian .................
5
Ternyata dengan menggunakan alat peraga tidak sulit bagi siswa untuk mengelompokkan biji-biji tersebut dan berhasil menjawab bahwa memang ada 9 kelompok, tetapi kelompok ke-9 hanya terdapat 4 biji-bijian. Ide yang terakhir dibuat siswa adalah dengan penjumlahan. c. Melaksanakan rencana pemecahan : Cara pemecahan yang dimunculkan siswa adalah sebagai berikut. 1. Pengurangan seperti pada gambar 1 berikut.
Gambar 1
2. Pembagian
Gambar 2
3. Perkalian
Gambar 3
4. Menggambar Setelah menghitung dengan menggunakan alat peraga (biji-bijian), siswa menggambar apa yang dilakukannya. Ada 2 bentuk gambar yang muncul, seperti pada gambar 4 dan gambar 5 berikut.
Gambar 4
Gambar 5
6
5. Penjumlahan penjumlahan yang dibuat siswa seperti gambar 6 berikut.
Gambar 6
d. Memeriksa kembali hasil yang diperoleh Perhatikan petikan wawancara berikut. ................. P : Sekarang coba Diki perhatikan. Kalau ini (menunjuk gambar 6) Diki mengerjakan dengan cara penjumlahan ya? Ini dengan cara menggambar(menunjuk gambar 4 dan 5), ini dengan cara perkalian (menunjuk gambar 3), ini dengan cara pengurangan (menunjuk gambar 1), ini dengan cara pembagian (menunjuk gambar 2). Kalau Diki perhatikan, berapa kantong plastik yang harus disiapkan ibu? Kalau dengan cara pembagian, jawabannya berapa kantong plastik? S : Ehm. 8 kantong tapi masih sisa 4. Jadinya 9 kantong plastik P : 9 kantong plastik. Kalau yang ini (menunjuk cara pengurangan)? S : 9 kantong plastik P : Kalau yang ini? (menunjuk cara perkalian) S : 9 kantong plastik P : Jawabannya bagaimana? S : Sama P : Sama. Kemudian... eh cara menyelesaikannya bagaimana? S : Berbeda P : Menurut Diki, untuk memunculkan ide pertama apakah Diki mengalami kesulitan? S : Nggak P : Berarti nggak sulit ya soalnya menurut Diki. Nah sekarang ibu tanya lagi. Tadi jawabannya berapa kantong? S : Eh... 9 kantong P : Apa Diki yakin ada 9 kantong plastik? S : Iya P : Mengapa terlalu yakin? S : Karena sudah dihitung sebelumnya. P : Jadi, berapa kantong plastik yang dibutuhkan ibu? S : 9 kantong plastik P : Nah, apakah hasil ini (hasilnya 9 kantong plastik) Diki cocokkan untuk setiap cara penyelesaian? S : Iya P : Jawabannya bagaimana? S : Sama .................
7
Pengecekan kembali dilakukan untuk memastikan siswa bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda tetapi jawabannya sama. Perhitungan berulangkali akan meyakinkan siswa bahwa jawaban yang telah dibuat sudah benar. Dari cara-cara pemecahan masalah yang dibuat siswa di atas, dapat dibuat Tabel 1 sebagai berikut. Tabel 1. Cara Pemecahan Masalah dan Urutan Pemecahan Masalah oleh Siswa Nama Siswa Diki
Cara Pemecahan Masalah/urutan Pemecahan Masalah Pengurangan 1
Pembagian 2
Perkalian 3
Gambar 4
Penjumlahan 5
Dalam kegiatan pembelajaran dikelas III menurut KTSP, urutan materi pembelajaran Operasi Hitung adalah : Penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian. Dengan memperhatikan cara pemecahan masalah yang dilakukan siswa serta hasil wawancara yang dilakukan peneliti, maka dapat disimpulkan bahwa siswa menguasai teknik dasar operasi hitung, tetapi hasil pemecahan masalah yang dilakukan siswa tidak muncul adanya kombinasi antar operasi hitung. Data pada Tabel 1 di atas dapat digambarkan dalam bentuk grafik sebagai berikut.
Grafik 1. Jawaban Siswa
Cara Pengerjaan
GRAFIK JAWABAN SISWA Gambar Pembagian Perkalian Pengurangan Penjumlahan
0
1
2
3
4
5
6
Urutan Pengerjaan
C. Penutup Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut. 1. Pertanyaan yang diberikan merupakan masalah bagi siswa tersebut, hal ini terlihat dari hasil rekaman video saat awal menyelesaikan soal, siswa tidak langsung 8
menjawab/menulis tetapi dengan gayanya sendiri memperlihatkan bahwa ada masalah yang dihadapi siswa. Walaupun pada akhirnya dalam wawancara terungkap bahwa soal yang diberikan tidak sulit bagi siswa. 2. Pada langkah pemecahan masalah yaitu: (a) memahami masalah: pertanyaan “apa yang diketahui“ belum dimengerti siswa tertapi pertanyaan “apa yang ditanyakan“ siswa menjawab dengan benar. Secara langsung istilah ”syarat” tidak ditanyakan kepada siswa, namun pertanyaan yang mengarah ke pemunculan ”syarat” diajukan kepada siswa tetapi tidak dimengerti siswa. (b) merencanakan pemecahan : pertanyaan yang muncul hanya berkisar pada ide yang akan dilakukan siswa dalam menyelesaikan masalah. Ide yang muncul setelah melihat permasalahan adalah pembagian, tetapi pada kenyataannya siswa mengerjakan dengan pengurangan berulang. Hal ini menunjukkan bahwa sulit bagi siswa untuk langsung menjawab dengan cara pembagian. Permasalahan ini juga pernah diungkapkan oleh guru yang mengajar matematika di kelas III SD Margorejo I Surabaya bahwa sulit bagi siswa untuk menyelesaikan soal menggunakan pembagian. (c) melaksanakan rencana pemecahan : modal utama yang harus dipahami siswa dalam memecahkan masalah tersebut adalah keempat operasi hitung yaitu penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian. Ternyata siswa dapat menyelesaikan permasalahan yang ada karena siswa menguasai teknik dasar operasi hitung. (d) memeriksa kembali hasil yang diperoleh: pengecekan kembali dilakukan untuk memastikan siswa bahwa terdapat beberapa cara yang berbeda tetapi jawabannya sama. Perhitungan berulangkali meyakinkan siswa bahwa jawaban yang dibuat sudah benar. 3. Terdapat 5 cara pemecahan masalah yang dibuat siswa yaitu dengan: (a) penjumlahan, (b) pengurangan, (c) perkalian, (d) pembagian, dan (e) gambar. Seperti terlihat pada Tabel 1 dan Grafik 1. Catatan : Jika pertanyaan yang sama diberikan kepada siswa yang lain, tidak menutup kemungkinan ada jawaban lain yang muncul dari siswa yang mungkin jawaban tersebut bukan hanya berkaitan dengan operasi hitung campuran tetapi bisa menggunakan garis bilangan atau yang lainnya. D. Daftar Pustaka - Depdiknas. 2006. Peraturan Mentri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Tentang Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan Untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah (Permen No. 22, 23, 24, tahun 2006) Jakarta: Depdiknas 9
- English, L. & Watters, J. 2005 Mathematical Modelling With 9-Year-Olds. Proceedings of the 29th Conference of the International Group for the Psychology of Mathematics Education, Vol 2, pp. 297-304. Melbourne: PME. -
http://www.emis.de/proccedings/PME29/PME29RRPapers/PME29vol2 EnglishWatters.pdf
- Hudoyo,
Herman. 2001. Mengembangkan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UM Malang.
- Polya, G. 1973. How to Solve It. Second Edition. Princeton University Press. Princeton, New Jersey - Soedjadi. R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia (Konstatasi keadaan masa kini menuju harapan masa depan). Jakarta : Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas
10