BAB II PENDEKATAN PEMECAHAN MASALAH DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA TENTANG KONSEP PECAHAN DI SEKOLAH DASAR
A. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan ide-ide abstrak beserta simbol-simbol yang tersusun secara hirarki dan memerlukan penalaran deduktif, sehingga belajar matematika merupakan kegiatan mental yang tinggi. Hal ini tertuang di dalam kurikulum matematika SD (Depdiknas, 2003: 2), bahwa “Matematika merupakan suatu bahan kajian yang memiliki objek abstrak dan dibangun melalui proses penalaran deduktif, yaitu kebenaran suatu konsep diperoleh sebagai akibat logis dari kebenaran sebelumnya sudah diterima, sehingga keterkaitan antar konsep dalam matematika bersifat sangat kuat dan jelas”. Sedangkan dalam kurikulum matematika SD (Depdiknas, 2006: 109) dijelaskan bahwa ”mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama”. Adapun definisi matematika banyak diungkapkan oleh para ahli diantaranya (Suwangsih, E dan Tiurlina, 2006: 4): 1. James dan James (1976) yang dimaksud matematika adalah “Ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang 11
12 berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak dan terbagi dalam dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri”. 2. Johnson dan Rising (1972)
matematika adalah “Pola berfikir, pola
mengorganisasikan, pembuktian yang logik. Matematika itu adalah bahasa yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, representasinya dengan simbol dan padat, lebih berupa bahasa simbol mengenai ide daripada mengenai bunyi”. 3. Reys, dkk (1984) menyatakan dalam bukunya matematika adalah “Telaah tentang pola dan hubungan, suatu jalan atau pola berfikir, suatu seni, suatu bahasa, dan suatu alat”. 4. Kline (1973) Matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial, ekonomi, dan alam. Dari definisi-definisi di atas sedikitnya punya gambaran tentang pengertian matematika dengan menggabungkan definisi-definisi, tersebut. Semua definisi itu dapat diterima, karena matematika dapat ditinjau dari segala sudut, dan matematika bisa memasuki seluruh segi kehidupan manusia, dari yang paling sederhana sampai kepada yang paling rumit. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontektual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika.
13 Mata pelajaran matematika bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan, yaitu: 1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah. 2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika. 3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh. 4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
B. Pendekatan Pemecahan Masalah 1. Teori Pemecahan Masalah Pendekatan pembelajaran dapat dimaknai sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang bersifat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari belakangi metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran dapat dikategorikan ke dalam dua jenis pendekatan, yaitu: (1) pendekatan pembelajaran berpusat pada siswa (student centered approach) dan (2) pendekatan
14 pembelajaran berpusat pada guru (teacher centered approach). (http://file UPI. Edu/ Turmudi, file.) Namun istilah pemecahan masalah mempunyai arti yang luas dalam kehidupan sehari-hari. Pada penelitian ini adalah memahami permasalahan matematika, biasanya kita bertanya kepada diri kita sendiri dengan sejumlah pertanyaan yang membantu kita untuk dapat menyeleksi informasi yang ada. Pertanyaan-pertanyaan yang dimaksud antara lain: Apa yang kita ketahui ? Berapa banyak ? Apa itu ? Siapa ? Apa yang dicari ? Permasalahan yang kita hadapi dapat dikatakan masalah jika masalah tersebut tidak bisa dijawab secara langsung karena harus menyeleksi informasi dan data yang diperoleh. Dalam kehidupan sehari-hari kita sering dihadapkan kepada masalahmasalah
yang
menuntut
kita
untuk
menyelesaikannya
kata
”masalah”
mengandung arti yang komprehensif. Oleh karenanya akan terjadi berbagai tanggapan yang berbeda dalam menghadapi masalah tertentu. Dalam hal ini terjadi perbedaan sikap terhadap sesuatu kejadian atau kondisi tertentu (sikap diartikan sebagai kondisi kejiwaan untuk bereaksi terhadap lingkungan). Dengan demikian akan terjadi perbedaan penyingkapan terhadap suatu masalah tertentu. Misalanya sesuatu akan terjadi masalah bagi anak-anak, tetapi belum tentu menjadi masalah bagi orang dewasa. Dengan demikian menurut Branga (dalam Sumarmo dkk,1994: 7) Menjelaskan tujuan adalah bebas dari soal, prosedur, pendekatan dan konten yang khusus (dalam hal ini mengapa belajar, bagaimana
15 cara menyelesaikan masalah) merupakan alasan mengapa matematika itu diajarkan. Pemecahan masalah artinya proses melibatkan suatu tugas yang metode pemecahannya belum diketahui lebih dahulu. Untuk mengetahui penyelesaiannya siswa hendaknya memetakan pengetahuan mereka, dan melalui proses ini mereka sering mengembangkan pengetahuan baru tentang matematika. Dengan melalui pemecahan masalah dalam matematika siswa hendaknya memperoleh cara-cara berfikir, kebiasaan untuk tekun dan menumbuhkan rasa ingin tahu, serta percaya diri dalam situasi tak mereka kenal yang akan mereka gunakan di luar kelas. Pemecahan masalah merupakan bagian tak terpisahkan dari semua pembelajaran matematika dan hendaknya tidak terisolasi dari program matematika. (http://file UPI. Edu/ Turmudi, file.)
Program pembelajaran matematika hendaknya diarahkan agar siswa mampu secara mandiri menyelesaikan masalah-masalah matematika ataupun masalah-masalah lain yang diselesaikan dengan bantuan matematika. Untuk lebih meningkatkan kemampuan diri sebagai pengajar profesional, guru perlu mengetahui teori belajar yang dikemukakan beberapa ahli pendidikan dan aplikasinya dalam pengajaran matematika di sekolah dasar, sehingga dalam pembelajaran matematika guru lebih memperhatikan tahap-tahap perkembangan peserta didik untuk pencapaian tujuan pembelajaran matematika yang bermakna. Berikut ini teori-teori yang melandasi proses pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah. a. Teori Piaget Piaget memandang belajar adalah proses adaptasi terhadap lingkungan yang melibatkan asimilasi dan akomadasi. Melalui interaksi dengan lingkungan siswa melalui asimilasi dan akomodasi terhadap stimulus ke dalam struktur mental. Asimilasi adalah proses bergabungnya stimulus ke dalam struktur
16 kognitif. Sedangkan akomodasi adalah pemahaman sebagai hasil dari stimulus baru tersebut, dalam tahapan perkembangan kognitif pada individu,pada tahap Pra oprasional (sekitar 2-7 tahun), Piaget menjalaskan bahwa pada tahap ini anak ditandai dengan dimilikinya kemampuan mengelompokkan dan mengurutkan melakukan klasifikasi berdasarkan bentuk dan warna serta berfikir logisnya ikut berkembang. Pada tahap operasional konkrit (sekitar 711 tahun). Tahap operasional konkrit, pemikiran anak lebih banyak berdasarkan
pada
pengalaman
kongkrit
dan
anak
sudah
mulai
mengembangkan sistem berfikir logisnya namun belum mampu berfikir deduktif formal. b. Teori Ausebel Menurut Ausebel, Windayana (2007: 13) belajar bemakna adalah proses memahami konsep melalui berbagai cara pengembangan penbelajaran sehingga siswa menjadi mengerti. Menurut Ausebel dalam belajarnya siswa yang menemukan sendiri, siswa tidak menerima konsep dari guru, tetapi siswa sendiri mencari konsep atau menemukan konsep/materi tersebut. c. Teori Belajar Menurut W. Brownell W. Brownell mengemukakan bahwa belajar matematika harus merupakan belajar bermakna dalam arti setiap konsep yang dipelajari harus benar-benar dimengerti sebelum sampai pada latihan atau hafalan. Berdasarkan pada teori-teori di atas, pembelajaran matematika dengan pendekatan
pemecahan
masalah
sangat
mendukung
akan
terjadinya
17 pembelajaran yang bermakna dan komunikatif yang mengarahkan siswa pada penemuan konsep yang sedang dipelajari. d. Teori Belajar Jarome S Bruner Bruner (Dahar, 1996: 102) mengemukakan bahwa hampir semua orang dewasa melalui tiga sistem keterampilan untuk menyatakan kemampuankemampuanya yang sempurna. Ketiga sistem keterampilan tersebut ialah yang disebut tiga cara penyajian (mades of presentation), yaitu secara enaktif, ikonik, dan simbolik. Dengan demikian pembelajaran yang dilakukan, harus melewati tiga tahapan, yaitu: (1) Tahap Enaktif, yaitu siswa secara langsung terlibat dalam memanipulasi objek. (2) Tahap Ikonik yaitu, kegiatan yang dilakukan siswa berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek yang dimanipulasi. Anak tidak langsung memanipulasi objek seperti yang dilakukan pada tahap enaktif. (3) Tahap Simbolik yaitu, siswa memanipulasi simbol-simbol atau lambanglambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek tahap sebelumnya. Dan pada tahap ini anak sudah mampu menggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek real. e. Teori Belajar Skinner Skinner (Windayana, 2006: 12), mengatakan bahwa agar siswa berhasil dalam proses belajar maka penguatan atau ganjaran harus berperan secara maksimal.
18 Artinya penguatan atau ganjaran sangat menentukan terhadap keberhasilan siswa dalam belajar. Skinner membedakan antara penguatan atau ganjaran tingkah laku yang subjektif. Sedangkan penguatan adalah sesuatu yang dapat mengakibatkan menigkatnya respon yang lebih mengarah kepada hal-hal yang teramati dan terstruktur. f. Teori Belajar Thorndike Edward
L.
Thorndike
mengemukakan
bahwa
(Suwangsih pada
Erna
hakikatnya
dan belajar
Tiurlina,
2006:
merupakan
75)
proses
pembentukan hubungan antara stimulus dan respon, dan yang mengakibatkan munculnya stimulus respon ini, yaitu hukum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect). 2. Akar Sejarah Pendekatan Pemecahan Masalah Pada hakikatnya pendekatan pemecahan masalah ini bukan pendekatan baru, melainkan sebuah pendekatan yang mengadopsi dari paham konstruktivis, karena sesuai dengan teori Piaget yang berdasarkan paham konstruktivisme. Teori ini menyatakan siswa harus menemukan sendiri dan menstranformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan lama dan merevisi apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Siswa mempunyai pengalaman hidup dalam dirinya sebagai konsepsi awal siswa. Apabila kita ungkap konsep awal mereka, maka dengan mudah siswa tersebut dapat menerima pengetahuan/materi baru karena siswa tersebut secara tidak langsung membangun pengetahuannya sendiri. Model ini dikenal dengan model konstruktivisme.
19 Revolusi konstruktivis mempunyai akar yang kuat dalam sejarah pendidikan. Perkembangan konstruktivis dalam belajar tidak lepas dari usaha keras Jean Piaget dan Vygotsky. Kedua tokoh ini menekankan perubahan kognitif kearah perkembangan terjadi konsep-konsep sebelumnya sudah ada mulai bergeser karena adanya informasi baru yang diterima melalui proses ketidakseimbangan (dissequilibrium). Selain itu, Jean Piaget dan Vygotsky juga menekankan pada pentingnya lingkungan sosial dalam belajar dengan menyatakan bahwa integrasi kemampuan dalam belajar kelompok akan dapat meningkatkan pengubahan secara konseptual (Baharuddin, 2007: 117). Berbicara pendekatan pemecahan masalah juga kita tidak bisa dilepaskan dari tokoh utamanya, yaitu George Polya. Menurut Polya (Suwangsih Erna dan Tiurlina, 2006: 129) dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah yang harus dilakukan yaitu: (1) memahami masalah, (2) merencanakan pemecahannya, (3) menyelesaikan masalah sesuai dengan langkah kedua, dan (4) memeriksa kembali hasil yang diperoleh (looking back). Empat tahapan pemecahan masalah dari Polya tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dikembangkan. Salah satu cara untuk mengembangkan kemampuan anak dalam pemecahan masalah adalah melalui penyediaan pengalaman pemecahan masalah. Pemecahan masalah memerlukan strategi berbeda-beda dari satu masalah ke masalah lainnya. Untuk memperkenalkan suatu strategi tertentu kepada siswa, diperlukan perencanaan yang matang.
20 3. Pandangan Pendekatan Pemecahan Masalah tentang Belajar Proses pendidikan yang dilakukan tidak lepas dari penggunaan pembelajaran. Pendekatan pembelajaran yang digunakan sangat menentukan proses belajar peserta didik. Ketepatan menempatkan pendekatan pembelajaran akan memudahkan siswa untuk memahami pelajaran yang mereka pelajari. Untuk lebih meningkatkan kemampuan diri sebagai pengajar professional, guru perlu mengetahui teori belajar yang dikemukakan beberapa ahli pendidikan dan aplikasinya dalam pengajaran matematika di sekolah dasar, sehingga dalam pembelajaran matematika guru lebih memperhatikan tahap-tahap perkembangan peserta didik untuk pencapaian tujuan pembelajaran matematika yang bermakna. Berdasarkan teori belajarnya Piaget (Dahar, 154: 155), mengatakan bahwa dilihat dari tingkat perkembangan intelektualnya, siswa kelas IV sekolah dasar berada dalam tahap operasional konkrit, di mana tingkat ini merupakan permulaan berpikir rasional. Ini berarti bahwa siswa kelas IV sekolah dasar, bila menghadapi suatu pertentangan keputusan logis dan persepsi, siswa akan memilih pengambilan keputusan logis dalam berhadapan dengan persoalan-persoalan konkrit. Ia memperoleh kemampuan tertentu untuk memecahkan masalahmasalah yang sebelumnya belum dapat mereka pecahkan dengan benar. Dalam berkomunikasinya siswa akan berusaha untuk mengerti orang lain dan mengemukakan perasaan serta gagasan mereka, pada orang dewasa dan temanteman. Piaget memandang belajar adalah proses adaptasi terhadap lingkungan yang melibatkan asimilasi dan akomadasi. Melalui interaksi dengan lingkungan
21 siswa melalui asimilasi dan akomodasi terhadap stimulus kedalam struktur mental. Asimilasi adalah proses bergabungnya simulus kedalam struktur kognitif. Sedangkan akomodasi adalah pemahaman sebagai hasil dari stimulus baru tersebut, dalam tahapanan perkembangan kognitif pada individu, pada tahap Pra oprasional (sekitar 2-7 tahun), Piaget menjelaskan bahwa pada tahap ini anak ditandai dengan dimilikinya kemampuan mengelompokkan dan mengurutkan melakukan klasifikasi berdasarkan bentuk dan warna serta berfikir logisnya ikut berkembang. Pada tahap operasional konkrit (sekitar 7-11 tahun). Tahap operasional konkrit, pemikiran anak lebih banyak berdasarkan pada pengalaman kongkrit dan anak sudah mulai mengembangkan sistem berfikir logisnya namun belum mampu berfikir deduktif formal. Pikiran dan tingkah laku anak selalu berlandaskan pada tahap-tahap pemikiran yang terstruktur seperti di atas. Pada perkembangannya, anak selalu menafsirkan apa saja yang mereka lihat, rasakan atau dengar sesuai dengan apa yang dapat mereka pahami dalam pikirannya. Kematangan berpikirnya terhadap pengalaman yang baru. Perlu juga diingat bahwa secara psikologi siswa kelas IV sekolah dasar berada dalam dunia bermain, sehingga tugas guru adalah menciptakan dan mengoptimalkan suasana bermain tersebut dalam kelas, yang dapat menjadi media efektif untuk membelajarkan siswa dalam matematika. Melihat kenyataan di lapangan saat ini, ternyata pembelajaran matematika di sekolah dasar belum sesuai dengan apa yang diharapkan. Pada pelaksanaannya tujuan pembelajaran matematika menjadi sekedar pemindahan konsep-konsep yang kemudian menjadi bahan hapalan bagi siswa.
22 Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat pesat ini ada korelasi dengan perkembangan ilmu matematika di masyarakat. Literasi matematika sangat penting dan mendesak untuk diperkenalkan pada siswa, agar siswa terbiasa untuk tanggap terhadap situasi lingkungan pada saat ini, dan terampil menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep yang telah dipelajari melalui pendidikan. Disini peran guru sangat diperlukan untuk memilih konsep-konsep yang esensial dan melatih siswa untuk berfikir, menganalisis, dan menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Menurut Ausebel, (Windayana, 2007: 13) belajar bemakna adalah proses memahami konsep melalui berbagai cara pengembangan pembelajaran sehingga siswa menjadi mengerti. Menurut Ausebel dalam belajarnya siswa yang menemukan sendiri, siswa tidak menerima konsep dari guru, tetapi siswa sendiri mencari konsep atau menemukan konsep/materi tersebut. 4. Strategi Belajar Menggunakan Pendekatan Pemecahan Masalah Pendekatan pemecahan masalah yaitu sebuah pendekatan yang berpusat pada siswa. Pada pendekatan ini salah satu strategi tentang proses pembelajaran biasanya diawali dengan konflik kognitif, berupa pertanyaan, pernyataan, observasi, tabel, gambar/diagram dan percobaan. Pendekatan ini juga merupakan pendekatan yang dasar filosofinya dari paham konstruktivis, sehingga srtategistrategi belajar (Slavin, 1994) tersebut adalah: a. Top-Down Processing. Dalam pembelajaran konstruktivis, siswa belajar dimulai dari masalah yang kompleks untuk dipecahkan, kemudian menghasilkan atau menemukan keterampilan yang dibutuhkan.
23 b.
Cooperative Learning, yaitu strategi yang digunakan untuk proses belajar, dimana siswa akan lebih mudah menemukan secara komprehensif konsepkonsep yang sulit jika mereka mendiskusikannya dengan siswa lain tentang problem yang dihadapi.
c. Generatif Learning. Strategi ini menekankan pada adanya intergrasi yang aktif antara materi atau pengetahuan yang baru diperoleh dengan skmata. Sehingga dengan menggunakan pendekatan ini diharapkan siswa lebih melakukan adaptasi ketika menghadapi stimulus baru. Adapun Menurut Polya dan Pasmep (dalam Fajar Shadiq, 2004: 13) beberapa strategi pemecahan masalah antara lain: a. Mencoba-coba. Strategi ini biasanya digunakan untuk mendapatkan
gambaran umum
pemecahan masalah (trial and error). Proses mencoba-coba ini tidak akan selalu berhasil, adakalanya gagal. Proses mencoba-coba dengan menggunakan suatu analisis yang tajam sangat dibutuhkan pada penggunaan strategi ini. b. Membuat diagram Strategi ini berkait dengan pembuatan sket atau gambar untuk mempermudah memahami masalah dan mempermudah mendapatkan gambaran umum penyelesaiannya. Dengan strategi ini, hal-hal yang diketahui tidak sekedar dibayangkan namun dapat dituangkan ke atas kertas.
24 c. Mencobakan pada soal yang lebih sederhana Strategi ini berkait dengan penggunaan contoh-contoh khusus yang lebih mudah dan lebih sederhana, sehingga gambaran umum penyelesaian masalah akan lebih mudah dianalisis dan akan lebih mudah ditemukan. d. Membuat tabel Strategi ini digunakan untuk membantu menganalisis permasalahan atau jalan pikiran, sehingga segala sesuatunya tidak hanya dibayangkan saja. e. Menemukan pola Strategi ini berkait dengan pencarian keteraturan-keteraturan. Keteraturan yang sudah diperoleh
akan lebih memudahkan
untuk menemukan
penyelesaian masalahnya. f. Memecahkan tujuan Strategi ini berkait dengan pemecahan tujuan umum yang hendak dicapai. Tujuan pada bagian ini dapat digunakan sebagai batu loncatan untuk mencapai tujuan yang sebenarnya. g. Memperhitungkan setiap kemungkinan Strategi ini berkait dengan penggunaan aturan- aturan yang dibuat sendiri oleh para pelaku selama proses pemecahan masalah berlangsung sehingga dapat dipastikan tidak akan ada satu alternatif yang terabaikan. h. Berpikir logis Strategi ini berkaitan dengan penggunaan penalaran ataupun penarikan kesimpulan yang sah atau valid dari berbagai informasi atau data yang ada.
25 i. Bergerak dari belakang Dalam strategi ini proses penyelesaian masalah dimulai dari apa yang ditanyakan, bergerak menuju apa yang diketahui. Melalui proses tersebut dianalisis untuk dicapai pemecahan masalahnya. j. Mengabaikan hal yang tidak mungkin Dalam strategi ini setelah memahami masalah dengan merumuskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan. Bila ditemukan hal yang tidak berhubungan dengan apa yang diketahui dan apa ditanyakan sebaiknya diabaikan. 5. Model
Pembelajaran
Berdasarkan
Prinsip-Prinsip
Pendekatan
Pemecahan Masalah a. Discovery Learning. Bahwa menurut Bruner (Slavin, 1994), pembelajaran dengan menggunakan model ini siswa didorong untuk belajar dengan diri mereka sendiri. Siswa belajar melalui aktif dengan konsep-konsep, prinsipprinsip, dan guru mendorong siswa untuk mempunyai pengalamanpengalaman dan menghubungkan pengalaman-pengalaman tersebut untuk menemukan prinsip-prinsip bagi diri mereka sendiri. b. Assisted Learning. Artinya bahwa seiring anak tidak sendirian dalam menemukan dunianya sebagai bagian proses perkembangan kognitifnya. Anak dapat melakukan konservasi dan klasifikasi dengan bantuan anggota keluarga, guru, atau kelompok bermainnya. Bantuan dari orang dewasa dalam proses belajar sangat membantu pada tahap awal belajar untuk mencapai pemahaman
26 dan keterampilan siswa. Secara perlahan bantuan tersebut dikurangi sampai akhirnya siswa dapat menemukan pemecahannya. c. Active Learning. Artinya pembelajaran yang aktif. Menurut Melvin L. Silberman (Baharuddin 2007: 133), belajar bukan merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi kepada siswa. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan tindakan sekaligus. Pada saat siswa belajar aktif, siswa melakukan sebagaian besar pekerjaan belajar.
C. Media Pembelajaran Pecahan Pembelajaran pecahan merupakan salah satu bagian dari materi yang dipelajari di SD. Ruang lingkup pada pembelajaran matematika di sekolah dasar (Depdiknas: 2006) adalah sebagai berikut: 1. Bilangan;
kompetensi
dalam
bilangan
ditekankan
pada
kemampuan
melakukan dan menggunakan sifat-sifat operasi hitung. 2. Pengukuran dan geometri; ditekankan pada kemampuan mengidentifikasi sifat-sifat dan unsur-unsur bangun datar dan bangun ruang, serta menentukan keliling, luas dan volume dalam pemecahan masalah. 3. Pengelolaan data; ditekankan pada kemampuan mengumpulkan dan membaca data. Pada Penelitian Tindakan Kelas ini, peneliti membatasi materi yang akan dijadikan inti permasalahan penelitian yaitu mengenai pecahan, seperti pecah senilai, pecahan berpenyebut sama, dan pecahan berpenyebut tidak sama untuk tingkat SD kelas 4.
27 Pecahan yang dipelajari ketika anak di SD, sebetulnya merupakan bilangan rasional yang dapat ditulis dalam bentuk
dengan a dan b merupakan
bilangan bulat dan b tidak sama dengan nol. Secara simbolik pecahan dinyatakan sebagai salah satu dari: (1) pecahan biasa (2) pecahan desimal (3) pecahan persen dan (4) pecahan campuran. Begitu pula pecahan dapat dinyatakan menurut kelas ekuivalensi yang tak terhingga banyaknya:
ଵ ଶ
=
ଶ ସ
=
ଷ
=
ସ ଼
= …. Pecahan biasa
adalah lambang bilangan yang dipergunakan untuk melambangkan bilangan pecah dan rasio (perbandingan). Pecahan senilai biasanya juga disebut pecahan ekivalen. Pecahan senilai adalah pecahan-pecahan yang sama nilainya dan dapat diperoleh dengan mengalikan bilangan yang sama pada pembilang dan penyebut dari suatu pecahan.
=
௫ ௫
atau
=
∶ ∶
Adapun media yang digunakan dalam pembelajaran matematika mengenai konsep pecahan dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah dapat berupa gambar, kertas lipat, kue, buah-buahan, garis bilangan, dan tabel yang pada intinya media yang harus digunakan adalah benda-benda kongkrit, nyata dan sederhana yang diolah dengan peragaan baik oleh siswa atau guru.
D. Pembelajaran Pecahan Menggunakan Pendekatan Pemecahan Masalah Pembelajaran akan berjalan secara optimal jika sebelumnya seorang guru merancang pembelajaran dengan memperhatikan berbagai aspek perkembangan
28 berpikir anak, baik itu materi yang disajikan maupun urutan pembelajaran materi. Selain itu pengalaman belajar siswa yang merupakan konsep prasarat, rangkaian proses berpikir, kemampuan serta kemauan siswa, pendekatan pelajaran dan penilaian. Semua aspek tersebut harus tercakup dalam rencana pembelajaran yang dibuat seorang guru. Dengan adanya perencanaan pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa sehingga anak
menjadi lebih termotivasi,
yang bertujuan
untuk
mempermudah proses pembelajaran dimana segala sesuatu telah dikondisikan dengan matang. Dengan demikian maka akan memberikan kemudahan baik bagi guru maupun bagi siswa dalam mencapai tujuan yang ingin dicapai, karena siswa merasa termotivasi untuk belajar aktif melalui berbagai kegiatan yang dirancang guru seperti terlibat sendiri, melakukan sendiri dan mencari sendiri. Dengan menggunakan pendekatan pemecahan masalah yang berpedoman pada tahapantahapan pembelajaran konstruktivis, pembelajaran matematika dengan materi pecahan dimulai dari persiapan guru untuk mengemas konsep pecahan dari berbagai sumber, kemudian pada pelaksanan pembelajaran guru berusaha menggali apa yang telah di ketahui oleh siswa mengenai konsep pecahan, terutama pengertian pecahan, macam-macam pecahan, pecahan senilai dan membandingkan pecahan yang dijawab oleh siswa pada tahap eksplorasi. Pemecahan masalah adalah proses menerapkan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya ke dalam situasi baru yang belum dikenal (Suwarkono, 2004:1). Pendekatan pemecahan masalah adalah suatu cara pembelajaran dengan
29 menghadapkan siswa kepada suatu masalah untuk dipecahkan atau diselesaikan (menurut Sriyono dalam Suprapto, 2004: 19). Dalam pemecahan masalah siswa didorong dan diberi kesempatan seluasluasnya untuk berinisiatif dan berfikir sistematis dalam menghadapi suatu masalah dengan menerapkan pengetahuan yang didapat sebelumnya. Langkah-langkah menyelesaikan masalah, Menurut Polya (dalam Mumun Syaban, 2008: 2), ada empat langkah dalam menyelesaikan masalah yaitu: 1. Memahami masalah Pada kegiatan ini yang dilakukan adalah merumuskan: apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, apakah informasi cukup, kondisi (syarat) apa yang harus dipenuhi, menyatakan kembali masalah asli dalam bentuk yang lebih operasional (dapat dipecahkan). 2. Merencanakan pemecahannya Kegiatan yang dilakukan pada langkah ini adalah mencoba mencari atau mengingat masalah yang pernah diselesaikan yang memiliki kemiripan dengan sifat yang akan dipecahkan, mencari pola atau aturan, menyusun prosedur penyelesaian. 3. Melaksanakan rencana Kegiatan pada langkah ini adalah menjalankan prosedur yang telah dibuat pada langkah sebelumnya untuk mendapatkan penyelesaian. 4. Memeriksa kembali prosedur dan hasil penyelesaian Kegiatan pada langkah ini adalah menganalis dan mengevaluasi apakah prosedur yang diterapkan dan hasil yang diperoleh benar, apakah ada prosedur
30 lain yang lebih efektif, apakah prosedur yang dibuat dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah sejenis, atau apakah prosedur dapat dibuat generalisasinya. Berdasarkan temuan awal dan berbagai keberhasilan penelitian tentang penggunaan pendekatan pemecahan masalah, dapat dijadikan suatu input, pijakan dan motivasi untuk mengembangkan pendekatan pemecahan masalah pada penelitian yang dilakukan di kelas IV sekolah dasar, dengan konsep materi pecahan dengan tujuan mengurangi kesulitan siswa dan kekurangan yang pernah dilakukan dalam proses pembelajaran dapat diperbaiki, sehingga pembelajaran benar-benar lebih bermakna. Media
sangat
berperan
dalam
pembelajaran
matematika
dengan
menggunakan pendekatan pemecahan masalah, hal ini mengacu pada teori perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Jean Piaget yang mengemukakan bahwa dalam tahap perkembangan kognitif anak usia 7-12 tahun berada pada tahap operasional konkrit. Sehingga dalam mempelajari matematika yang sifatnya abstrak, guru menggunakan media benda nyata untuk memudahkan siswa dalam memahami konsep.
E. Penelitian yang Relevan Penelitian dengan judul “Upaya Peningkatan Pemahaman Siswa Pada Pembelajaran Matematika Konsep Penjumlahan Pecahan Berpenyebut Tidak Sama Melalui Pendekatan Pemecahan Masalah” ini, dilakukan sebagai tahap refleksi terhadap kekurangberhasilan pembelajaran matematika tentang konsep
31 pecahan tahun pelajaran sebelumnya, di SDN Cicadas 6 Kota bandung dimana pembelajaran yang dilakukan khususnya ketika dalam proses belajar berlangsung yaitu pada kegiatan diskusi dan latihan masih terlihat siswa bermain-main dan didominasi siswa tertentu. Sehingga pemahaman konsep pecahan yang dipahami oleh siswa hanya berupa hafalan, yang mengakibatkan hanya hafalan sesaat. Penelitian ini juga ada relevansi dan keterkaitannya dengan penelitian yang dilakukan oleh Gita Oktaviani, dengan hasil “Peningkatan Pemahaman Siswa Terhadap Bilangan Pecahan Melalui Pendekatan Inkuri di Kelas V”, dan Juliati dengan hasil “Permainan Puzzle Domino Untuk Pembelajaran Pecahan”.
F. Hipotesis Tindakan Pembelajaran akan berhasil secara optimal apabila siswa berpartisipasi langsung dalam konteks pembelajaran dan bersikap proaktif dalam upaya pemecahan masalah yang sedang dihadapi, dan masalah tersebut diambil dari realita kehidupan yang ada di sekitar siswa, sehingga siswa mampu membuat keputusan-keputusan yang tepat dan dapat melakukan tindakan pribadi dan sosial yang bertanggung jawab. Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka teoritis yan telah penulis uraikan pada bagian terdahulu maka hipotesisnya adalah “Jika pembelajaran matematika tentang konsep penjumlahan pecahan berpenyebut tidak sama menggunakan pendekatan pemecahan masalah maka pemahaman, penggunaan dan minat siswa dapat meningkat”.