REPRESENTASI MORAL BUDAYA MASYARAKAT TIOM (PAPUA) DALAM FILM DI TIMUR MATAHARI Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom.I)
Oleh: Nurul Rizki Salam NIM: 109051000154
JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1435 H/2014 M
ABSTRAK
Nurul Rizki Salam Representasi Moral Budaya Masyarakat Tiom (Papua) dalam Film Di Timur Matahari
Film Di Timur Matahari adalah salah satu film yang sarat menampilkan kebudayaan Indonesia. Film Di Timur Matahari yang disutradarai oleh Ari Sihasale ini, berusaha menampilkan kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Papua pegunungan tengah khusunya daerah Tiom, kabupaten Lanny jaya. Film ini mengajak penonton untuk melihat realita yang kini terjadi di Papua dan mengenal Papua secara lebih dekat. Dalam film ini juga banyak menampilkan apa yang terjadi di Papua seperti minimnya pendidikan, kesehatan, ketentraman dan kedamaian. Diceritakan dalam film bahwa minimnya pengetahuan masyarakat berimplikasi pada kehidupan mereka saat dewasa. Kehidupan orang dewasa seperti yang diceritakan dalam film tak pernah lepas dari kekerasan, dendam dan perperangan antar suku. Kehidupan anak-anak yang menginginkan hidup yang damai dan tentram jauh dari realisasi mengingat masih adanya kebiasaan yang tidak baik untuk masyarakat di sana serta masih dipertahankan hingga kini. Adegan-adegan yang ditampilkan dalam film ini terdapat makna yang menarik untuk diketahui. Oleh karena itu penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Bagaimana makna denotasi, konotasi dan mitos dari film Di Timur Matahari? Serta bagaimana pesan moral yang terdapat dalam film Di Timur Matahari dalam pandangan Islam? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka penulis menggunakan metodologi penelitian kualitatif. Subjek penelitian ini adalah film Di Timur Matahari, sedangkan unit analisisnya adalah potongan adegan dalam film tersebut yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data-data melalui observasi, wawancara (dalam hal ini penulis mewawancarai guide anjungan provinsi Papua di TMII), dan dokumentasi yang dianalisis menggunakan teori semiotika Roland Barthes. Dimana tanda dilihat dari denotasi, konotasi, dan mitos. Hasil dari penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa represantasi moral budaya di Papua khususnya daerah pegunungan Tiom ini berupa ajaran untuk menanamkan semangat untuk belajar dan berjuang untuk meraih cita-cita. Selain itu terdapat juga nilai kasih sayang, memaafkan kepada sesama serta kesetiakawanan yang tinggi. Semangat untuk terus belajar sangat menonjol dalam film ini di tengah segala keterbatasan yang ada. Cinta kasih juga berperan dalam menuju perdamaian.
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan rasa syukur ke hadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat, taufik, dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga Allah SWT limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, beserta keluarga, para sahabat dan pengikutnya. Sekalipun skripsi yang berjudul “Representasi Moral Budaya Masyarakat Tiom (Papua) dalam Film Di Timur Matahari” ini masih jauh dari sempurna, namun ini merupakan suatu usaha yang maksimal, karena dalam proses penyelesaiannya tidak sedikit kesulitan dan hambatan dalam penyusunan skripsi ini. Namun berkat pertolongan Allah SWT yang memberikan nikmat-Nya dan kesungguhan kepada penulis serta bantuan yang penulis terima dari berbagai pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, M.A sebagai Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Dr. Arief Subhan, M.A, selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dr. Suprapto, M.Ed selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Drs. Jumroni, M.si, selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum, Dr. Sunandar, M.A selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama.
ii
3. Bapak Rachmat Baihaky, MA selaku Ketua Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam, Ibu Umi Musyarrofah, M.A selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. 4.
Ibu Siti Napsiyah, M.SW, sebagai Dosen Penasehat Akademik KPI E angkatan 2009, yang telah memberikan bantuan dalam penyusunan proposal skripsi.
5.
Dr. Suhaimi, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktunya serta memberi arahan dan masukan dalam membantu penulisan skripsi ini.
6.
Bapak Adolov Standly Jarangga Tumengkol selaku Guide Anjungan Provinsi Papua di Taman Mini Indonesia Indah yang bersedia saya wawancara, Bang Macho selaku bagian Penata Anjungan Provinsi Papua, Bapak Oken selaku Guide bagian Pegunungan bersedia membantu saya dalam proses wawancara di Anjungan Provinsi Papua Taman Mini Indonesia Indah.
7.
Seluruh dosen yang telah mengajarkan ilmunya kepada penulis dari semester I hingga semester VIII. Semoga ilmu yang diberikan menjadi amal baik di akhirat kelak, Amin.
8.
Para staf Tata Usaha (TU) yang telah membantu surat menyurat untuk penelitian skripsi ini, dan para staf perpustakaan yang telah memberikan pelayanan dan fasilitas buku-buku referensi.
iii
9.
Bapak dan Ibuku tercinta, Bapak Samudro Margo Utomo dan Ibu Tuti Samono, terimakasih telah banyak memberikan banyak motivasinya kepada penulis
10. Keluarga besar penulis, yang mendukung penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Kakak-kakakku Ridho Akbar, mas Yudhi, mba Windi terima kasih semua atas dukungannya. 11. Teman-teman seperjuangan yang memberikan banyak motivasi untuk penulis, yang selalu menjadi teman sharing untuk penulis, berbagi suka dan duka, Dede, Ipul, Ziah dan Dado kalian semua adalah sahabat sampai kapan pun. 12. Listiana Wahyuningsih yang telah memberikan semangatnya kepada penulis. 13. Teman-teman KPI E 2009 yang telah memberikan dukungannya untuk penulis Dava, Fauzi, Adi, Sita, Isni, Ela, Enis dan kawan-kawan lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu per satu, kalian semua adalah sahabat sampai kapan pun. 14. Kawan-kawan KKN PENA dan warga gunung Seureuh, terima kasih atas dukungannya. 15. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Walau tak tertulis, Insya Allah perbuatan kalian menjadi sebuah amal yang baik tertulis “di lembaran lain”. Amin.
iv
Semoga partisipasi mereka dalam penyelesaian skripsi ini mendapatkan pahala yang setimpal dari Allah SWT. Dan penulispun menyadari akan keterbatasan penulis dalam penyusunan skripsi ini. Semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi kajian ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang komunikasi dan penyiaran Islam.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 27 Maret 2014
Nurul Rizki Salam
v
DAFTAR ISI ABSTRAK ................................................................................................ KATA PENGANTAR .............................................................................. DAFTAR ISI .............................................................................................. DAFTAR TABEL .................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ BAB 1
BAB II
i ii vi viii ix
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...................................................... B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.................................. C. Tujuan Penelitian ............................................................... D. Manfaat Penelitian ............................................................. E. Metodologi Penelitian ......................................................... 1. Metode Penelitian ........................................................... 2. Objek Tempat dan Waktu Penelitian .............................. 3. Purposive Sampling ........................................................ 4. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 5. Teknik Analisa Data ........................................................ F. Tinjauan Kepustakaan ......................................................... G. Sistematika Penulisan .........................................................
1 5 6 6 7 7 7 7 8 9 9 11
LANDASAN TEORI A. Analisis Semiotika .............................................................. 1. Pengertian Semiotika ...................................................... 2. Semiotika Roland Barthes ............................................... B. Film ..................................................................................... 1. Pengertian Film .............................................................. 2. Jenis-jenis Film ............................................................... 3. Unsur-unsur Film ............................................................ 4. Struktur Film ................................................................... C. Film dalam Kajian Semiotika ............................................. D. Pengertian Representasi ..................................................... E. Pesan Moral ........................................................................
13 13 15 24 24 25 26 31 31 33 34
BAB III
GAMBARAN UMUM FILM DI TIMUR MATAHARI A. Sekilas tentang Film Di Timur Matahari ........................... 37 B. Tim Produksi Film DI Timur Matahati .............................. 40 C. Profil Sutradara Film Di Timur Matahari ........................... 41
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Narasi Adegan Film ........................................................... 42
vi
1. Tokoh ............................................................................. 2. Masalah dan Konflik ...................................................... 3. Lokasi ............................................................................. 4. Waktu ............................................................................. B. Makna Denotasi Konotasi dan Mitos ................................. 1. Adegan tentang Semangat Belajar ................................. 2. Adegan Awal Konflik .................................................... 3. Adegan tentang Cinta Kasih............................................ 4. Adegan tentang Penyelesaian Konflik ............................ C. Pesan Moral Film dalam Pandangan Islam ....................... BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ......................................................................... B. Saran .................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. LAMPIRAN-LAMPIRAN
vii
42 43 44 45 47 47 52 58 63 71 75 76 78
DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Tim Produksi Film Di Timur Matahari ...................................... Tabel 4.1 Adegan Tentang Semangat Belajar ............................................. Tabel 4.2 Adegan Awal Konflik ................................................................. Tabel 4.3 Adegan Cinta Kasih .................................................................... Tabel 4.4 Adegan Penyelesaian Konflik ....................................................
viii
40 47 52 58 63
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6
Proposal Penelitan Surat Pengajuan Dosen Pembimbing Surat Permohonan Penelitian/wawancara Cover Film Di Timur Matahari Wawancara Pribadi dengan Guide Anjungan Provinsi Papua di TMII Dokumentasi Hasil Penelitian
ix
1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia perfilman di Indonesia saat ini telah mengalami perkembangan yang pesat. Hal ini diketahui dari bermunculan beragam film dengan tema yang bermacam-macam jenisnya. Mulai dari tema umum seperti percintaan, horor, komedi,
action,
pendidikan hingga tema
bernuansa nasionalisme, dan
kebudayaan. Selain itu, kemajuan perfilman Indonesia tidak lepas karena ketertarikan masyarakat terhadap film itu sendiri. Dunia perfilman saat ini telah mampu merebut perhatian masyarakat. Terlebih setelah berkembangnya teknologi komunikasi massa yang dapat memberikan sarana bagi perkembangan dunia perfilman. Meskipun masih banyak bentuk-bentuk media massa lainnya, film memiliki efek khusus bagi para penontonya. Dari puluhan sampai ratusan penelitian itu semua berkaitan dengan efek media massa film bagi kehidupan manusia, sehingga begitu kuatnya media mempengaruhi pikiran, sikap, dan tindakan penonton.1 Namun dampak yang perlu diantisipasi adalah di samping memberi dampak positif, film tentu juga memiliki dampak negatif. Seperti terjadi pada beberapa film yang dibuat hanya untuk mencari keuntungan rumah produksi tersebut tanpa memperhatikan efek dari film yang dibuatnya. Sebagaimana diketahui, film merupakan salah satu media komunikasi massa.2 Oleh karena itu film adalah medium komunikasi yang ampuh bukan saja
1
Miftah Faridl, Dakwah Kontemporer Pola Alternative Dakwah Melalui Televisi, (Bandung: Pusdai Press: 200) h. 96. 2 Adi Pranajaya, Film dan Masyarakat: Sebuah pengantar, (Jakarta: DP SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999), h. 11.
2
untuk hiburan, tetapi juga untuk penerangan pendidikan (edukatif) secara penuh (media yang komplit).3 Film merupakan gambaran dari realitas, baik realitas budaya atau kehidupan masyarakat di sekitarnya. Film mencoba mengangkat persoalan yang ada di masyarakat maupun kebudayaan yang ada dalam masyarakat Indonesia. Di Indonesia, terdapat beranekaragam jenis kebudayaan di dalamnya. Tentu banyak hal yang menarik untuk diangkat menjadi sebuah film jika bertema kebudayaan. Namun, film yang muncul kebanyakan menampilkan Indonesia dari sisi gaya perkotaan tanpa mengangkat keanekaragaman di Indonesia. Banyak hal yang perlu diketahui masyarakat luas mengenai kebudayaan yang dimiliki Indonesia ini. Sehingga sudah seharusnya, perfilman di Indonesia menitikberatkan dengan tema kebudayaan yang ada di Indonesia. Dari beberapa judul film yang mengangkat tema kebudayaan, film Di Timur Matahari salah satu film yang sarat menampilkan kebudayaan Indonesia. Film Di Timur Matahari yang disutradarai oleh Ari Sihasale ini, berusaha menampilkan kebudayaan dan adat istiadat masyarakat Papua pegunungan tengah khusunya daerah Tiom, kabupaten Lanny jaya. Film ini mengajak penonton untuk melihat realita yang kini terjadi di Papua dan mengenal Papua secara lebih dekat. Dalam hal ini penulis melihat upaya sutradara untuk mengenalkan masyarakat Papua kepada khalayak lainnya untuk tidak membeda-bedakan sesama manusia. Karena Allah memerintahkan kepada hambanya untuk saling kenal-mengenal tanpa membedakan suku, ras, agama, dan bangsa. Seperti dalam surat Al-Hujurât ayat 13: 3
Onong Uchaja Effendi, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: Cipta Aditya Bakti, 2003), h. 207.
3
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal. Allah Ta‘ala berfirman ―saling mengenal” maksudnya supaya sebagian dari kalian saling mengenal sebagian yang lain, bukan untuk saling membanggakan ketinggian nasab atau keturunan, karena sesungguhnya kebanggaan itu hanya dinilai dari segi ketakwaan. Di dalam film ini juga banyak ditampilkan apa yang terjadi di Papua seperti minimnya pendidikan, kesehatan, dan kedamaian. Cerita dalam film bahwa minimnya pengetahuan masyarakat berimplikasi pada kehidupan mereka saat dewasa. Kehidupan orang dewasa dalam film tak pernah lepas dari kekerasan, dendam dan perperangan antar suku. Kehidupan anak-anak yang ingin hidup damai dan tentram jauh dari harapan mengingat masih adanya adat kebiasaan kurang baik yang masyarakat di sana masih dipertahankan hingga saat ini. Film ini penting dianalisis karena pesan yang didapat dari film ini adalah mengajak anak-anak untuk terus semangat belajar, pentingnya kedamaian, mengajarkan cinta kasih kepada sesama dan menghilangkan sebuah dendam. Peperangan antar suku yang terjadi di Tiom Papua hingga kini terjadi karena kebiasaan masyarakat di sana yang masih mempertahankan adatnya yakni ―mata ganti mata, gigi ganti gigi‖ seperti yang diceritakan dalam Film Di Timur
4
Matahari. Kebiasaan balas dendam itulah membuat peperangan tidak pernah selesai. Meskipun latar belakang film ini mayoritas adalah penganut Nasrani. Tetapi film ini juga mempunyai sisi dakwah Islam yakni cinta perdamaian yang sesuai dengan tujuan agama Islam, yaitu membawa kedamaian di muka bumi. Agama Islam menghendaki umatnya agar selalu berpegang teguh pada tali agama Allah dan janganlah kalian bercerai berai. Seperti dalam firman Allah dalam surat Ali Imran ayat 103:
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara. (QS Ali Imran:103) Jika dicermati dari sisi makna, film ini juga menarik untuk dianalisis. Karena dalam film ini mengandung beberapa makna pesan berbentuk simbolsimbol atau tanda yang ditampilkan oleh sutradara. Ada beberapa adegan di dalam film yang mengandung tanda dan perlu ditelaah lebih dalam lagi. Film pada dasarnya dibangun dengan banyak tanda. Tanda-tanda itu digabungkan untuk mencapai efek yang diinginkan. Karena film merupakan produk visual dan audio, maka tanda-tanda ini berupa gambar dan suara. Tanda-tanda tersebut adalah sebuah gambaran tentang suatu pesan yang ingin disampaikan oleh sutradara.
5
Namun, untuk mengetahui gambaran itu semua dapat menelitinya melalui pendekatan semiotik. Karena tanda tidak pernah benar-benar mengatakan suatu kebenaran secara keseluruhan.4 Jadi, untuk menemukan makna dari pesan yang ada pada film Di Timur Matahari, digunakanlah metode semiotika yang merupakan bidang ilmu yang mempelajari tentang sistem tanda. Mulai dari bagaimana tanda itu diartikan, dipengaruhi oleh persepsi dan budaya, serta bagaimana tanda membantu manusia memaknai keadaan sekitarnya. Atas dasar inilah, penelitian ini dilakukan semata – mata untuk mengetahui makna apa yang terkandung pada simbol atau tanda yang muncul di film Di Timur Matahari. Dari latar belakang masalah di atas, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul “Representasi Moral Budaya Masyarakat Tiom (Papua) dalam Film Di Timur Matahari” B. Batasan dan Rumusan Masalah 1.
Batasan Masalah Batasan masalah dalam penelitian ini adalah rangkaian gambar (adegan)
dalam film Di Timur Indonesia yang berkaitan dengan kebudayaan masyarakat Papua. Oleh karena itu dimulai dari keseluruhan alur cerita yang dominan terkait dengan budaya Papua. 2.
Rumusan Masalah Untuk memfokuskan penelitian, maka masalah dalam penelitian ini
mengacu pada model semiotika yang peneliti gunakan yakni semiotika Roland Barthes, sehingga rumusan masalahnya adalah sebagai berikut : 4
h. 21.
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jala Sutra, 2010),
6
1. Bagaimana makna denotasi, konotasi dan mitos moral budaya masyarakat Tiom (Papua) yang direpresentasikan film Di Timur Matahari? 2. Bagaimana pesan moral menurut pandangan Islam moral budaya masyarakat Tiom (Papua) yang direpresentasikan dalam film Di Timur Matahari? C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan rumusan penelitian di atas, maka tujuan penelitiannya adalah: 1. Untuk mengetahui makna denotasi, konotasi dan mitos moral budaya masyarakat Tiom (Papua) yang direpresentasikan film Di Timur Matahari 2. Untuk mengetahui pesan moral menurut pandangan Islam dalam film Di Timur Matahari D. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitiannya adalah: 1. Manfaat akademis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kajian ilmu teori komunikasi khususnya teori semiotika Roland Barthes. 2. Manfaat Praktis Adapun manfaat praktis penelitian ini adalah diharapkan penelitian ini dapat digunakan oleh praktisi dalam bidang komunikasi sebagai referensi tambahan terkait dengan data analisis yang sama. Selain itu, dari segi praktis diharapkan hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi praktisi perfilman terutama untuk memberikan rujukan bagaimana membuat film yang sarat muatan budaya dan memberi pencerahan.
7
E. Metode Penelitian 1. Metode Sebagai penelitian yang berlandaskan pada paradigma konstruksitivisme maka kecenderungan penelitian ini bersifat kualitatif. Penelitian dengan jenis kualitatif ini memiliki karakteristik yang berbeda dengan kuantitatif yang berbasis pada paradigma positivistik (positivisme-empiris). Pendekatan kualitatif ini bertujuan untuk mendapatkan pemahaman bersifat umum yang diperoleh setelah melakukan analisis terhadap kenyataan sosial yang menjadi fokus penelitian, kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum tentang kenyataan-kenyataan tersebut.5 2. Objek, Waktu dan Tempat Penelitian Objek penelitian ini adalah rangkaian gambar film Di Timur Matahari. Penelitian ini berlangsung pada bulan Januari 2014 hingga bulan Februari dan dilakukan di kediaman pribadi penulis di Bambu Apus, Cipayung serta anjungan provinsi Papua di Taman Mini Indonesia Indah. 3. Purposive Sampling Pemilihan objek penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive sampling) dengan maksud dan tujuan tertentu. Menurut Sugiyono (2005:53) menjelaskan yang dimaksud dengan Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Ada beberapa alasan penulis yang menjadi dasar penelitian mengenai pemilihan film Di Timur Matahari sebagai objek penelitian adalah karena 5
Rosady Ruslan, Metodologi Penelitian Publik Relation dan Komunikasi, (Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003), h. 215.
8
kentalnya budaya yang ada dalam film tersebut. Film tersebut begitu banyak menampilkan kebudayaan Papua, selain itu juga banyak menampilkan mirisnya pendidikan serta kurangnya perhatian dari pemerintahan pusat. Sehingga ini menjadi alasan penulis untuk mengangkat film tesebut sebagai penelitian. 4. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan teknik atau cara-cara yang digunakan periset untuk mengumpulkan data. Teknik pengumpulan data dibedakan dengan metodologi dari riset yang digunakan para periset, yakni riset kualitatif dan kuantitatif. Pada riset kualitatif yang penulis pakai pada riset ini adalah observasi, wawancara, dan juga dokumentasi. Ide penelitian kualitatif adalah dengan sengaja memilih informan (atau dokumen atau bahan-bahan visual lain) yang dapat memberikan jawaban terbaik pertanyaan penelitian.6 Satusatunya instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti atau penulis itu sendiri. Hal ini dikarenakan penulis dalam proses penelitian dapat langsung melihat, merasakan, dan mengalami apa yang terjadi pada subjek yang ditelitinya. Teknik dan pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu: 1. Observasi Observasi yaitu pengamatan secara langsung kondisi yang terjadi dilapangan yang memiliki relevansi terhadap permasalahan yang dikaji. Observasi atau pengamatan merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sering digunakan untuk jenis penelitian kualitatif.7
6
John W. Creswell, Desain penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, (Jakarta: KIK Press, 2003) h. 143. 7 Antonious Birowo, Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi, (Yogyakarta: Gitanyali, 2004) h.186.
9
2. Wawancara Wawancara dalam riset kualitatif yang disebut sebagai wawancara mendalam atau wawancara intensif dan kebanyakan tak berstruktur. 8 Dengan tujuan mendapatkan data yang mendalam. 3. Dokumentasi Dokumentasi, yaitu pengumpulan data-data yang bersangkutan dengan penelitian ini atau sumber-sumber tertulis dari bahan-bahan kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian yang dimaksud. 5. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini, penulis menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes, membuat sebuah model sitematis dalam menganalisis makna dari tanda-tanda. Fokus perhatian Barthes lebih tertuju kepada gagasan tentang signifikasi dua tahap. Signifikasi tahap pertama merupakan hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutnya sebagai denotasi yaitu makna paling nyata dari tanda. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk menunjukkan signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Sedangkan signifikasi kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth).9
8
Rachmat Kriantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi (Jakarta: Kencana, 2007), Cet ke-2
h. 96. 9
Alex Sobur, Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosda Karya , cet. Keempat April 2006) h. 128.
10
F. Tinjauan Kepustakaan Untuk mempermudah proses pelaksanaan penelitian maka penulis akan menjadikan beberapa hasil penelitian yang telah pernah dilakukan sebagai acuan dan perbandingan sehingga penelitian yang akan penulis lakukan akan menjadi lebih baik dan dapat dipertanggung jawabkan. Tinjauan kepustakaan yang penulis pilih antara lain : 1. “Analisis Semiotika Film Negeri 5 Menara” Amin Rois NIM : 10851000036 Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta Dalam skripsi tersebut penulis menganalisis makna ukhuwah islamiyah dalam Film Negeri 5 Menara secara denotasi dan konotasi. Penulis menggunakan model analisis semiotika Roland Barthes. Kesamaan metode yang digunakan yaitu analisis semiotika model Roland Barthes menjadi alasan penulis mengambil skripsi tersebut sebagai acuan. Tetapi tentu saja terdapat perbedaan dengan skripsi penulis, yaitu dari segi kasus yang diteliti dan media yang menjadi objek penelitiannya. 2. “Analisis Semiotik Film Apa itu Islam?” Reza Rizqi Aminullah NIM : 208051000032 Mahasiswa Komunikasi Penyiaran Islam UIN Jakarta Skripsi tersebut penulis membahas tentang makna semiotika dalam adegan adegan dan teks dalam film Apa itu Islam menurut Roland Barthes. Kesamaan metode yang digunakan yaitu analisis semiotika model Roland Barthes menjadi alasan penulis mengambil skripsi tersebut sebagai acuan. Tetapi tentu saja
11
terdapat perbedaan dengan skripsi penulis, yaitu dari segi kasus yang diteliti dan media yang menjadi objek penelitiannya. 3.
“Analisis Semiotik Terhadap Film In The Name of God”
Hani Taqiyya NIM : 107051002739 Mahasiswa UIN Jakarta Skripsi tersebut penulis membahas mengenai analisis semiotika yang ada di dalam adegan film In The Name of God menggunakan metode pendekatan semiotika Roland Barthes. Tetapi tentu saja terdapat perbedaan dengan skripsi penulis, yaitu dari segi kasus yang diteliti dan media yang menjadi objek penelitiannya. 4.
“Semiotika Perlawanan Korupsi Film Aku Padamu”
Agus Riyanto NIM : 108051000188 Mahasiswa Komunikasi dan Penyiaran Islam Pada skripsi tersebut penulis membahas mengenai analisis semiotika yang ada di dalam adegan film Aku Padamu dengan menggunakan metode pendekatan semiotika. Dalam skripsi tersebut, penulis skripsi menguraikan analisis mengenai semiotika secara naratif sehingga membuat penulis menjadikan referensi dalam menulis analisis dan temuan di bab IV.
12
G. Sistematika Penulisan BAB I: Dalam bab ini penulis akan memaparkan mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II: Pada bab ini penulis akan menguraikan konsep analisis semiotika Roland Barthes, film, unsur dalam film, semiotika dalam film, pengertian representasi, dan pesan moral. BAB III: Dalam bab ini penulis akan memaparkan mengenai sejarah gambaran Film Di Timur Matahari. BAB IV: Dalam bab ini, penulis membahas tentang temuan dan analisis semiotika simbol atau tanda mengenai makna denotasi, konotasi dan mitos yang ada dalam Film Di Timur Matahari secara naratif yang menampilkan adegan per adegan. BAB V: Bab terakhir ini, penulis memberikan kesimpulan dan saran terhadap apa yang telah diangkat dan diteliti oleh penulis dan juga beberapa lampiran yang didapat oleh penulis.
13
BAB II LANDASAN TEORI A. Analisis Semiotika 1. Pengertian Semiotika Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti ―tanda‖. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai sesuatu yang atas dasar konvensi sosial yang terbangun sebelumnya, dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Semiotika sebagai sesuatu model dari ilmu pengetahuan sosial memahami dunia sebagai sistem hubungan yang memiliki unit dasar yang disebut dengan ―tanda‖. Dengan demikian, semiotika mempelajari hakikat tentang keberadaan suatu tanda.1 Dalam buku Penelitian Komunikasi Kualitatif, Pawito menjelaskan bahwa semiotika merupakan metode untuk menganalisis dan memberikan makna-makna terhadap lambang-lambang yang terdapat suatu paket lambang-lambang pesan atau teks. Teks disini dapat diartikan sebagai segala sesuatu bentuk serta sistem lambang (signs) baik terdapat pada media massa (televisi, karikatur media cetak, film, sandiwara radio dan iklan) ataupun yang terdapat di luar media massa (lukisan, patung, candi, monumen, fashion show, dan menu masakan pada suatu food festival).2 Dan fungsi dari semiotika inilah untuk mengungkap suatu makna yang terdapat pada teks ataupun lambang.
1
Alex Sobur, Analisis teks Media: Suatu pengantar untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), cet. 4, h.87-95. 2 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 155.
14
Secara sederhana semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda. Semiotika mempelajari
sistem-sistem,
aturan-aturan,
dan
konvensi-konvensi
yang
memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti.3 Fedinand de Saussure, seorang ahli bahasa dari Swiss yang dianggap telah berjasa dalam upaya pengembangan analisis semiotika. Dalam hal ini, Saussure menggunakan istilah semiologi dengan makna science that studies the life of signs whitin society (ilmu yang mempelajari seluk-beluk lambang-lambang yang ada atau digunakan dalam masyarakat). Ferdinand de Saussure mengelompokan lambang menjadi dua jenis, yakni: Signifier (the concept) dan Signified (the sound-image). Signifier menunjuk dari aspek fisik dari lambang, misalnya ucapan, gambar, lukisan. Sedangkan signified menunjuk pada aspek mental dari lambang, yakni pemikiran bersifat asosiasif tentang lambang. Kedua jenis lambang ini saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan.4 Lain halnya dengan Saussure, tokoh semiotika lainnya ialah Charles Sanders Pierce, ia seorang ahli matematika dari AS yang sangat tertarik pada persoalan lambang-lambang. Bagi Pierce lambang memiliki cakupan yang luas, termasuk pahatan, gambar, ucapan, lisan, isyarat
bahasa tubuh, musik, dan
tulisan. Semiotika menurut Charles Sanders Pierce yakni membedakan lambang menjadi tiga kategori pokok: ikon (icon), indeks (index), dan simbol (symbol). Di sini, yang dimaksud dengan ikon adalah a sign which is determined by its dynamic object by vitue of its own internal nature (suatu lambang yang ditentukan [cara pemaknaannya] oleh objek yang dinamis karena sifat internal yang ada). Istilah indeks menunjuk pada lambang yang cara pemaknaannya lebih ditentukan oleh 3
Rahmat Krisyanto, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2006), ed. 1, h. 261-262. 4 Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h. 160.
15
objek dinamis dengan cara being in a real relation to it (keterkaitan yang nyata dengannya). Proses pemaknaan lambang-lambang bersifat indeks tidak dapat bersifat langsung, tetapi dengan cara memikirkan serta mengkait-kaitkannya. Sedangkan simbol dalam konteks semiotika, biasanya dipahami sebagai a sign which is determined by its dynamic object only in the sense that it will be so interpreted (suatu lambang yang ditentukan oleh objek-objek dinamisnya dalam arti ia harus benar-benar diinterpretasi). Dalam hal ini, interpretasi dalam upaya pemaknaan terhadap lambang-lambang simbolik melibatkan unsur dari proses belajar dan tumbuh atau berkembangnya pengalaman serta kesepakatankesepakatan dalam masyarakat.5 2. Semiotika Roland Barthes Selain Pierce dan Saussure masih terdapat nama tokoh lain yang telah memberikan kontribusi bagi perkembangan analisis semiotik, yaitu Roland Barthes. Roland Barthes dikenal sebagai salah seorang pemikir strukturalis yang getol (dalam KBBI edisi keempat Departemen Pendidikan Nasional hal. 450: rajin, tekun, dalam mencari) mempraktikan model linguistik dan semiologi Saussure. Roland Barthes juga intelektual dan kritikus sastra Prancis yang ternama, eksponen penerapan strukturalisme dan semiotika pada studi sastra. Barthes lahir tahun 1915 dari keluarga kelas menengah Protestan di Cherbourg dan dibesarkan di Bayonne, kota kecil dekat pantai Atlantik disebelah barat daya Prancis. Ia berpendapat bahasa adalah sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.6
5 6
Ibid, h. 157-158. Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2009) cet. 4, h. 63.
16
Pemikiran Barthes tentang semiotika dipengaruhi oleh Saussure. Kalau Saussure mengintrodusir istilah signifier dan signified berkenaan dengan lambang-lambang atau teks dalam suatu paket pesan maka Barthes menggunakan istilah denotasi dan konotasi untuk menunjuk tingkatan-tingkatan makna. Makna denotasi adalah makna tingkatan pertama yang bersifat objektif (first order) yang dapat diberikan terhadap lambang-lambang, yakni dapat diberikan terhadap lambang-lambang, yakni mengaitkan secara langsung lambang antara realitas atau gejala yang ditunjuk. Kemudian makna konotasi adalah makna yang dapat diberikan pada lambang-lambang dengan mengacu pada nilai-nilai budaya yang karenanya berada pada tingkatan kedua (second order). Yang menarik berkenaan dengan semiotika Roland Barthes adalah digunakan istilah mitos (myth). Yakni rujukan bersifat cultural (bersumber dari budaya yang ada) yang digunakan untuk menjelaskan gejala atau realitas yang ditunjuk dengan lambang-lambang penjelasan mana notabene adalah makna konotatif dari lambang-lambang yang ada dengan mengacu sejarah (disamping budaya). Dengan kata lain mitos berfungsi sebagai deformasi dari lambang yang kemudian menghadirkan maknamakna tertentu dengan berpijak pada nilai-nilai sejarah dan budaya masyarakat.7 Seperti dikutip Fiske, menjelaskan signifikasi tahap pertama merupakan hubungan-hubungan antara signifier dan signified di dalam sebuah tanda terhadap realitas eksternal. Barthes menyebutkan sebagai denotasi. Konotasi adalah istilah yang digunakan Barthes untuk signifikasi tahap kedua. Hal ini menggambarkan interaksi yang terjadi ketika tanda bertemu dengan perasaan atau emosi dari
7
Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, h. 163-164.
17
pembaca serta nilai-nilai dari kebudayaannya. Pada signifikasi tahap kedua yang berkaitan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos.8 a. Makna Denotasi Makna denotasi adalah makna awal utama dari sebuah tanda, teks, dan sebagainya.9 Kemudian, Groys Keraf menjelaskan mengenai makna donotasi yakni, makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah lain seperti: makna denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna referensial, atau makna proposional. Disebut makna denotasional, referensial, konseptual, atau ideasional, karena makna itu menunjuk (denote) kepada suatu referen, konsep, atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna kognitif karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan; stimulus (dari pihak pembicara), dan respon (dari pihak pendengar) menyangkut hal-hal yang dapat diserap pancaindra (kesadaran) dan rasio manusia. Dan makna ini disebut juga makna pernyataan-pernyataan yang bersifat faktual. Makna ini, yang diacu dengan bermacam-macam nama, adalah makna yang paling dasar pada suatu kata. Dalam bentuk yang murni, makna denotatif dihubungkan dengan bahasa ilmiah. Seorang penulis yang hanya ingin menyampaikan informasi kepada pembaca, dalam hal ini khususnya bidang ilmiah, akan berkecenderungan untuk mempergunakan kata-kata yang denotatif. Sebab pengarahan yang jelas terhadap fakta yang khusus adalah tujuan utamanya; ia tidak menginginkan interpretasi tambahan dari tiap pembaca, dan tidak akan membiarkan interpretasi itu dengan memilih kata-kata yang konotatif. Sebab itu untuk menghindari interpretasi yang
8 9
h. 274.
Alex Sobur, Analisis Teks Media,h. 127-128. Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotika Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010),
18
mungkin timbul, penulis akan berusaha memilih kata dan konteks yang relatif bebas interpretasi. Setiap kata memiliki denotasi, maka penulis harus mempersoalkan apakah kata yang dipilihnya sudah tepat. Ketepatan pilihan kata itu tampak dari kesanggupannya untuk menuntun pembaca kepada yang ingin disampaikan, yang tidak memungkinkan interpretasi lain selain dari sikap pembicara dan gagasangagasan yang akan disampaikan. Memilih sebuah denotasi yang tepat, dengan sendirinya lebih mudah dari memilih konotasi yang tepat. Seandainya ada kesalahan dalam denotasi, maka hal itu mungkin disebabkan oleh kekeliruan atas kata-kata yang mirip bentuknya, kekeliruan tentang antonim, atau kekeliruan karena tidak jelas maksud dan referennya. Makna denotatif dapat dibedakan atas dua macam relasi, yaitu pertama, relasi antara sebuah kata dengan barang individual yang diwakilinya, dan kedua relasi antara sebuah kata dan ciri-ciri atau perwatakan tertentu dari barang yang diwakilinya.10 Jadi dapat dipahami pengertian denotasi adalah suatu makna yang menjelaskan arti yang sebenarnya. Dalam konteks ini biasanya makna tersebut bersifat faktual dan dapat dipahami oleh rasio manusia tanpa melakukan penafsiran yang mendalam terhadap makna dibalik setiap adegan yang terdapat dalam sebuah film. Dengan kata lain, donotasi pada sebuah film adalah segala sesuatu yang nampak dalam suatu adegan yang ditampilkan pada film.
10
Groys Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), h. 28-30.
19
b. Makna Konotasi Pengertian konotasi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:725) yakni konotasi adalah tautan pikiran yang menimbulkan nilai rasa pada seseorang ketika berhadapan dengan sebuah kata, makna yang ditambahkan pada makna denotasi. Aminuddin (2001:88) berpendapat makna konotatif adalah makna kata yang telah mengalami penambahan terhadap makna dasarnya. Makna konotatif disebut juga dengan makna tambahan. Makna konotatif muncul sebagai akibat asosiasi perasaan pemakai bahasa terhadap kata yang didengar atau dibaca. Harimurti (dalam Aminuddin, 2001:112) berpendapat aspek makna sebuah atau sekelompok kata yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang timbul atau ditimbulkan pada pembicara (penulis) dan pendengar (pembaca). Sebuah kata disebut mempunyai makna konotatif apabila kata itu mempunyai ―nilai rasa‖, baik positif maupun negatif. Sedangkan makna konotasi atau makna konotatif menurut Groys Keraf disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau makna evaluatif. Makna konotatif adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respon mengandung nilai-nilai emosional. Makna konotatif sebagian terjadi karena pembicara ingin menimbulkan perasaan setuju - tidak setuju, senang – tidak senang dan sebagainya pada pihak pendengar; di pihak lain, kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga meredam perasaan yang sama. Sering sinonim dianggap berbeda hanya dalam konotasinya. Kenyataannya tidak selalu demikian. Ada sinonim-sinonim yang memang hanya mempunyai makna denotatif, tetapi ada juga sinonim yang mempunyai makna konotatif.
20
Misalnya kata mati, meninggal, wafat, gugur, mangkat, berpulang memiliki denotasi yang sama yaitu ―peristiwa di mana jiwa seseorang telah meninggalkan badannya‖. Namun kata meninggal, wafat, berpulang mempunyai arti konotasi tertentu, yaitu mengandung nilai-nilai kesopanan atau dianggap lebih sopan, sedangkan mangkat mempunyai arti konotasi lain yaitu mengandung nilai ―kebesaran‖, dan gugur mengandung nilai keagungan dan keluhuran.11 Jadi makna konotatif atau konotasi dapat diartikan sebagai makna yang tidak menunjukan arti yang sebenarnya. Makna konotasi ini, bisa disebut makna tambahan dari makna denotasi. Dalam hal ini, makna konotasi ini timbul karena adanya perasaan atau emosional yang ingin disampaikan dari sutradara kepada penonton melalui cerita yang terdapat dalam sebuah film yang dibuatnya. Oleh karena itu, sutradara berusaha menyampaikan pesan perasaan atau emosionalnya melalui makna konotasi yang dimunculkan pada adegan sebuah film agar mudah tersampaikannya pesan sutradara kepada penonton. c. Mitos Mitos adalah suatu sistem komunikasi yang membawakan pesan yang tidak ditentukan oleh materinya. Mitos adalah suatu nilai, suatu tuturan yang lebih ditentukan oleh maksudnya daripada bentuknya.12 Pengertian mitos pada umumnya tidaklah menunjuk pada mitologi dalam pengertian sehari-hari –seperti halnya cerita-cerita tradisional– melainkan sebuah cara pemaknaan; dalam bahasa Barthes: tipe wicara.13 Pada dasarnya semua hal dapat menjadi mitos; satu mitos
11
Groys, Keraf, Diksi dan Gaya Bahasa, h. 28-30. Okke Zaimar K.S, Semiotik dan Penerapannya Dalam Karya Sastra, (Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2008), h. 60. 13 Roland Barthes, Mitologi, (Terj. Nurhadi & Sihabul Millah), (Yogyakarta: Kreasi Wacana,2004), h. 152. Lihat juga Roland Barthes: “Myth Today”, dalam John Storey (Ed.), 12
21
timbul untuk sementara waktu dan tenggelam untuk waktu yang lain karena digantikan oleh berbagai mitos lain. Mitos menjadi pegangan atas tanda-tanda yang hadir dan menciptakan fungsinya sebagai penanda pada tingkatan yang lain. Mitos oleh karenanya bukanlah tanda yang tak berdosa, netral; melainkan menjadi penanda untuk memainkan pesan-pesan tertentu yang boleh jadi berbeda sama sekali dengan makna asalnya. Kendati demikian, kandungan makna mitologis tidaklah dinilai sebagai sesuatu yang salah (‗mitos‘ diperlawankan dengan ‗kebenaran‘); cukuplah dikatakan bahwa praktik penandaan seringkali memproduksi mitos. Produksi mitos dalam teks membantu pembaca untuk menggambarkan situasi sosial budaya, mungkin juga politik yang ada disekelilingnya. Bagaimanapun mitos juga mempunyai dimensi tambahan yang disebut naturalisasi. Melaluinya sistem makna menjadi masuk akal dan diterima apa adanya pada suatu masa, dan mungkin tidak untuk masa yang lain.14 Barthes dalam Barker, Cultural Studies (2000: 72-74) pun mengemukakan bahwa kita dapat berbicara tentang dua sistem pemaknaan terhadap mitos, yaitu makna denotasi dan konotasi. Denotasi adalah level makna deskriptif dan literal yang secara virtual dimiliki semua anggota suatu kebudayaan. Sedangkan konotasi, makna dibangun oleh penanda yang mengaitkan dengan aspek budaya yang lebih luas: keyakinan, sikap, kerangka kerja, dan ideolagi suatu bangunan sosial misalnya. Ia mengungkapkan juga bahwa konotasi membawa nilai-nilai ekspresif yang muncul dari kekuatan kumulatif urutan (secara sintagmatis) atau melalui perbandingan dengan alternatif yang tidak ada (secara paradigmatis). Cultural Theory and Popular Culture: A Reader, (New York: Harvester Wheatsheet, 1994), h. 107. 14 Anang Hermawan, Mitos dan Bahasa Media: Mengenal Semiotika Roland Barthes, artikel ini diakses pada 3 Juli 2013 dari httpabunavis.wordpress.com20071231mitos-dan-bahasamedia-mengenal-semiotika-roland-barthes#_ftn21.
22
Ketika konotasi dinaturalisasikan sebagai sesuatu yang hegemonik, ia bertindak sebagai peta makna konseptual di mana seseorang memahami dunianya. Itu semua adalah mitos. Meskipun mitos adalah konstruksi budaya, tetapi ia dapat tampak sebagai kebenaran universal yang telah ada sebelumnya dan melekat pada nalar awam. Mitos kemudian mirip dengan konsep ideologi, di mana ada tanda, maka di situ ada ideologi. Menurut Barthes, mitos dan ideologi bekerja dengan menaturalkan interpretasi tertentu dari individu yang khas secara historis. Jadi, mitos menjadikan pandangan dunia tertentu tampak tak terbantahkan karena alamiah atau ditakdirkan Tuhan. Mitos bertugas memberikan kehendak historis suatu justifikasi alamiah, dan menjadikan berbagai peristiwa yang tak terduga tampak abadi. Bagi Barthes, mitos adalah sistem semiologis urutan kedua atau metabahasa. Mitos adalah bahasa kedua yang berbicara tentang bahasa tingkat pertama. Tanda pada sistem pertama (penanda dan petanda) yang membangun makna denotatif menjadi penanda pada urutan kedua makna mitologis konotatif. Sementara itu, gunanya mitos bagi studi teks sebagai kebudayaan adalah bahwa semua teks budaya dikonstruksikan dengan tanda, sehingga pembacaan tanda sebagai teks dari segala sesuatu materi yang ada disesuaikan dengan budaya yang melatarbelakanginya. Namun mitos itu sendiri tidak bersifat arbitrer, ia bersifat multidimensional, selalu ada analog untuk memberi makna, sehingga mitos dapat digunakan untuk meneliti teks dalam arti yang lebih luas, baik verbal maupun non verbal.
23
Dalam memahami Barthes, dapat dikatakan bahwa segala sesuatu di dunia ini adalah merupakan tanda, tanda apapun masuk dalam kategori teks, sehingga segala sesuatu dalam kehidupan ini adalah mitos. Mitos-mitos tersebut berkembang dalam kehidupan budaya masyarakat di mana pun. Oleh sebab itu, untuk memaknai sebuah teks dalam suatu kebudayaan masyarakat tertentu misalnya, dalam bentuk apapun itu, dibutuhkan mitos dari kebudayaan yang melatarbelakangi kehidupan masyarakat bersangkutan untuk menjelaskan sesuai dari makna teks itu sendiri.15 Jadi dapat dipahami, mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Arti lainnya bisa disebut juga mitos adalah suatu konotasi yang sudah membudaya. Dalam konteks ini untuk mengetahui mitos yang ada dalam adegan sebuah film, haruslah mengetahui makna konotasinya terlabih dahulu. Hal itu di sebabkan dalam sebuah konotasi itu terdapat mitos dari kebudayaan yang melatarbelakangi kehidupan masyarakat bersangkutan untuk menjelaskan sesuai dari makna adegan sebuah film itu sendiri. B. Film 1. Pengertian film Secara etimologis, film berarti moving image, gambar bergerak. Awalnya, film lahir sebagai bagian dari perkembangan teknologi. Ia ditemukan dari hasil pengembangan prinsip-prinsip fotografi dan proyektor.16 Menurut Palapah dan Syamsudin (1986:114) mendefinisikan film sebagai salah satu media yang 15
Suyatna Pamungkas, Bhartez dan Sistem Tanda (Sebuah Studi Semiotika) artikel ini diakses pada 3 juli 2013 dari http://peloporwriterpreneur.blogspot.com/2011/01/bhartez-dansistem-tanda-sebuah-studi.html. 16 Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotik Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010) h. 132.
24
berkarakteristik masal, yang merupakan kombinasi antara gambar-gambar bergerak dan perkataan. Hal ini senada dengan Soegiono (1984: 13), ia mengemukakan bahwa film adalah rekaman segala macam gambar hidup atau bergerak, dengan atau tanpa suara yang dibuat di atas pita seluloid, jalur pita magnetic, piringan audio visual dan benda hasil teknik kimiawi atau elektronik lainnya yang mungkin ditemukan oleh kemajuan teknologi dalam segala bentuk jenis dan ukuran baik hitam maupun putih atau berwarna yang dapat disajikan dan dipertunjukkan kembali sebagai tontonan di atas layar proyeksi atau layar putih atau layar TV dengan menggunakan sarana-sarana mekanis dari segala macam bentuk peralatan proyeksi. Sedangkan menurut UU Perfilman No 8 Tahun 1992, film adalah karya cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang-dengar yang dibuat berdasarkan asas sinematografi dengan direkam pada pita selluloid, pita video, dan atau bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam segala bentuk, jenis, dan ukuran melalui proses kimiawi, proses elektronik, atau proses lainnya, dengan atau tanpa suara, yang dapat dipertunjukkan dan atau ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik, dan atau lainnya.17 Jadi dapat dipahami bahwa pengertian film adalah media gambar bergerak dan berkarakteristik masal, kemudian dipertunjukan kembali sebagai tontonan untuk audiens.
17
UU Republik Indonesia No 8 Tahun 1992 tentang perfilman Bab 1, Pasal 1 Ayat 1. Departemen Penerangan RI.
25
2. Jenis-jenis Film Marcel Danesi dalam buku Semiotik Media, menuliskan tiga jenis atau kategori utama film, yaitu film fitur, film dokumenter, dan film animasi, penjelasannya adalah sebagai berikut:18 a. Film Fitur Film fitur merupaka karya fiksi, yang strukturnya selalu berupa narasi, yang dibuat dalam tiga tahap. Tahap praproduksi merupakan periode ketika skenario diperoleh. Skenario ini bisa berupa adaptasi dari novel, atau cerita pendek, cerita fiktif atau kisah nyata yang dimodifikasi, maupun karya cetakan lainnya; bisa juga yang ditulis secara khusus untuk dibuat filmnya. Tahap produksi merupakan masa berlangsungnya pembuatan film berdasarkan scenario itu. Tahap terakhir, post-produksi (editing) ketika semua bagian film yang pengambilan gambarnya tidak sesuai dengan urutan cerita, disusun menjadi suatu kisah yang menyatu. b. Film Dokumenter Film dokumenter merupakan film nonfiksi yang menggambarkan situasi kehidupan nyata dengan setiap individu menggambarkan perasaannya dan pengalamannya dalam situasi yang apa adanya, tanpa persiapan, langsung pada kamera atau pewawancara. Robert Claherty mendefinisikannya sebagai ―karya ciptaan mengenai kenyataan‖, creative treatment of actuality.19 Dokumenter seringkali diambil tanpa skrip dan jarang sekali ditampilkan di gedung bioskop yang menampilkan film-film fitur. Akan tetapi, film jenis ini
18
Marcel Danesi, Pengantar Memahami Semiotik Media, (Yogyakarta: Jalasutra, 2010) h.
134-135. 19
Elvinaro Ardianto & Lukiati Komala, Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007), h. 139.
26
sering tampil di televisi. Dokumenter dapat diambil pada lokasi pengambilan apa adanya, atau disusun secara sederhana dari bahan-bahan yang sudah diarsipkan. Dalam kategori dokumenter, selain mengandung fakta, film dokumenter mengandung subyektivitas pembuatnya. Dalam hal ini pemikiranpemikiran, ideide, dan sudut pandang idealisme mereka. Dokumenter merekamadegan nyata dan faktual (tidak boleh merekayasanya sedikitpun) untuk kemudian diubah menjadi sefiksi mungkin menjadi sebuah cerita yang menarik. c. Film Animasi Animasi adalah teknik pemakaian film untuk menciptakan ilusi gerakan dari serangkaian gambaran benda dua atau tiga dimensi. Penciptaan tradisional dari animasi gambar-bergerak selalu diawali hampir bersamaan dengan penyusunan storyboard, yaitu serangkaian sketsa yang menggambarkan bagian penting dari cerita. Sketsa tambahan dipersiapkan kemudian untuk memberikan ilustrasi latar belakang, dekorasi serta tampilan dan karakter tokohnya. Pada masa kini, hampir semua film animasi dibuat secara digital dengan komputer. Salah satu tokohnya yang legendaris adalah Walt Disney dengan film-film kartunnya seperti Donal duck, Snow White, dan Mickey Mouse. 3. Unsur-unsur dalam Film Film secara umum dapat dibagi atas dua unsur pembentuk, yakni unsur naratif dan unsur sinematik, dua unsur tersebut saling berinteraksi dan berkesinambungan satu sama lain: 1) Unsur Naratif Unsur naratif berhubungan dengan aspek cerita atau tema film. Dalam hal ini unsur-unsur seperti tokoh, masalah, konflik, lokasi, waktu.
27
a. Tokoh Dalam film cerita, terdapat dua tokoh penting, yaitu utama dan pendukung. Tokoh utama sering diistilahkan dengan tokoh protagonist, sedangkan tokoh pendukung biasa disebut dengan tokoh antagonis yang biasanya bertindak sebagai pemicu konflik. b. Masalah dan Konflik Masalah di dalam film dapat diartikan sebagai penghalang yang dihadapi tokoh protagonist dalam meraih tujuannya. Permasalahan ini yang kemudian memicu konflik (konfrontasi) fisik atau batin dari luar diri tokoh protagonist ataupun dari dalam diri tokoh protagonist (konflik batin).20 c. Lokasi Tempat/lokasi di dalam film biasanya berfungsi sebagai pendukung narasi di dalam scenario. Pemilihan lokasi dapat membangun cerita sehingga cerita dapat menjadi lebih realistis. d. Waktu Waktu dalam narasi film merupakan salah satu aspek penting dalam membangun cerita. Pagi, siang, sore, dan malam dalam film memiliki makna sendiri sebagai pembangun suasana narasi film. Unsur lainnya yang tidak lepas dalam film yaitu narasi. Dalam kajian sastra, kajian narasi atau cerita di dalam suatu karya disebut juga dengan kajian naratologi. Teori naratif cenderung erat kaitannya dengan naratorologi, yakni proses menyampaikan suatu cerita. Naratif juga berasal dari kata narasi yaitu suatu cerita tentang peristiwa atau kejadian dengan adanya paragraf narasi yang
20
Himawan Pratista, Memahami Film, (Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008), h. 2.
28
disusun dengan merangkaikan peristiwa-peristiwa yang berurutan atau secara kronologis.21 Naratologi berasal dari kata narration dan logos (bahasa latin). Narration berarti cerita, perkataan, kisah, hikayat; logos berarti ilmu. Naratologi juga disebut teori wacana (teks) naratif. Baik naratologi maupun teori wacana (teks) naratif diartikan sebagai seperangkat konsep mengenai cerita dan penceritaan. Naratologi berkembang atas dasar analogi linguistic, seperti model sintaksis, sebagaimana hubungan antara subjek, predikat, dan objek penderita. Naratologi berkembang atas dasar analogi linguistik, seperti model sintaksis, sebagaimana hubungan antara subjek, predikat, dan objek penderita. Konsepkonsep yang berkaitan dengan narasi dan narator, demikian juga dengan wacana dan teks, berbeda-beda sesuai dengan para penggagasnya. Narasi baik sebagai cerita maupun penceritaan didefinisikan sebagai representasi paling sedikit dua peristiwa faktual atau fiksional dalam urutan waktu. Narator atau agen naratif (Mieke Bal dalam Ratna, 2004: 128) didefinisikan sebagai pembicara dalam teks, subjek secara linguistik, bukan person, bukan pengarang. Kajian wacana naratif dalam hubungan ini dianggap telah melibatkan bahasa, sastra, dan budaya yang dengan sendirinya sangat relevan sebagai objek ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora). Dikaitkan dengan cerita dan penceritaan, maka hanya penceritaan yang memiliki identitas yang sama baik dengan wacana atau teks. Bal menyebutkan bahwa pembaca membaca wacana dan teks yang berbeda dari cerita yang sama. Perbedaan bukan semata-mata diakibatkan oleh perbedaan bahasa, tetapi bagaimana cerita ditampilkan kembali. Setiap orang, misalnya, akrab dengan cerita Jaka Tarub, tetapi tidak semua orang menikmati cerita tersebut 21
Moulidvi Rizki Permita, Teori Naratif, artikel ini diakses pada 7 Maret 2014 dari http://moulidvi-r-p-fib11.web.unair.ac.id/artikel_detail-81023-Umum-Teori%20Naratif.html.
29
melalui teks yang sama sebab teks tidak diceritakan dalam bahasa, melainkan melalui bahasa; diceritakan oleh narator, bukan pengarang.22 Dari beberapa penjelasan di atas, narasi adalah gambaran cerita dalam sebuah peristiwa atau kejadian kemudian dirangkai secara kronologis peristiwa yang terjadi. Tujuan dari narasi sendiri adalah mengajak pembaca seolah-olah mengalaminya sendiri peristiwa yang diceritakan, dengan begitu pembaca berkesempatan untuk menciptakan imajinasi mereka mengenai kebenaran dalam cerita tersebut. 2) Unsur Sinematik Senematik atau language of film berguna untuk menganalisi textual dari beberapa rangkaian pendek film, video, atau televisi. Bordwell dan Thompson membagi
bahasa
film
menjadi
empat
element,
yaitu
mise-en-scene,
cinematography, editing dan sound. Semua rangkaian ini saling membantu satu sama lainnya.23 Adapun definisi mise en adegan (scene), Sinematografi, Editing dan Suara sebagai berikut:24 a. Mise en Scene: Segala hal yang berada di depan kamera. Empat elemen pokok Mise en Scene yaitu, setting atau latar, tata cahaya, kostum dan make-up, serta akting dan pergerakan pemain.
22
Asep Yusup Hudayat, Modul „Metode Penelitian Sastra‟ (Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjajaran, 2007), h. 72. Melalui web: Resource.unpad.ac.id/unpadcontent/unpad/publikasi_dosen/metode_penelitian_sastra.PDF diakses pada 23 Januari 2014. 23 Micheal O‗Shaughnessy and Jane Stadler, Media and Society,(Oxford Universiy, Oxford University Press, 2005), h. 219. 24 Himawan Pratista, Memahami Film, h. 1-2.
30
b. Sinematografi: Perlakuan terhadap kamera dan filmnya serta hubungan kamera dengan obyek yang diambil. c. Editing: Transisi sebuah gambar (shot) ke gambar (shot) lainnya. d. Suara: Segala hal dalam film yang mampu kita tangkap melalui indera pendengaran. Penjelasan film ini bermanfaat sekali bagi penulis dalam menganalisis gaya sinematik film. Untuk beberapa rangkaian analisis yang lebih detailnya diperlukan mencatat apa saja yang terjadi dalam setiap kejadian dan pengambilan sudut gambar kamera. Untuk mentranscribe setiap rangkaian diperlukan menonton lebih dari satu kali rangkaian yang ada dalam film, pause suara film untuk mencatat. Ini akan sangan membantu mengnalisis film tanpa menggunakan suara sehingga kamu dapat lebih fokus kepada mise-en-scene (conten of the shot), cinematography (how content is filmed), dan editing. Kemudian dengarkan soundtrack tanpa melihat gambar sehinga kamu dapat focus kepada suara. Selanjutnya perhatikan dengan seksama dengan suara kencang dan catatlah hubungan antara suara dan gambar. Kemudian, masukan kedalam catatan eksra detail mengenai durasi sebuah adegan, dan buat juga catatan tentang tata lampu (lighting), pertunjukan (performance), serta pendapatmu setiap adegan. Dengan pengamatan
yang
detail
dapat
diketahui
bagaimana
mise-en-scene,
cinematography, editing dan sound dalam sebuah film memiliki makna dan pengaruh yang kuat.25 4. Struktur Film 1) Shot 25
Micheal O‘Shaughnessy and Jane Stadler, Media and Society,(Oxford University, Oxford University Press, 2005), h. 219-220.
31
Shot adalah a consecutive series of pictures that constitutes a unit of action in a film, satu bagian dari rangkaian gambar yang begitu panjang, yang hanya direkam dalam satu take saja. Secara teknis, shot adalah ketika kamerawan mulai menekan tombol record hingga menekan tombol record kembali.26 2) Scene Adegan adalah satu segmen pendek dari keseluruhan cerita yang memperlihatkan satu aksi berkesinambungan yang diikat oleh ruang, waktu, isi (cerita), tema, karakter, atau motif. Satu adegan umumnya terdiri dari beberapa shot yang saling berhubungan. 3) Sequence Sequence adalah satu segmen besar yang memperlihatkan satu peristiwa yang utuh. Satu sekuen umumnya terdiri dari beberapa adegan yang saling berhubungan. Dalam karya literatur, sekuen bisa diartikan seperti sebuah bab atau sekumpulan bab.27 C. Film dalam Kajian Analisis Semiotik Film merupakan bidang yang amat relevan bagi analisis semiotik. Seperti yang dikemukakan Art Van Zoest, film dibangun dengan tanda-tanda semata. Tanda-tanda itu termasuk berbagai sistem tanda yang bekerjasama dengan baik untuk mencapai efek yang diharapkan. Berbeda dengan tanda-tanda fotografi statis, rangkaian tanda dalam film menciptakan imajinasi atau sistem penandaan. Pada film digunakan tanda-tanda ikonis yaitu tanda-tanda yang menggambarkan
26
Wahyu Wary Pintoko dan Diki Umbara, How to Become A Cameraman, (Yogyakarta: Interprebook, 2010), h. 97. 27 Himawan Pratista, Memahami Film, h. 29-30.
32
seseuatu. Gambar yang dinamis pada sebuah film merupakan ikonis bagi realitas yang dinotasikannya.28 Semiotika Barthes adalah mengenai konotasi dan denotasi. Barthes mendefinisikan sebuah tanda (sign) sebagai sebuah sistem tanda yang di dalamnya mengansung unsur ekspresi (E) dalam hubungannya (R) dengan isi (C).29 Analisis semiotik pada film berlangsung pada teks yang merupakan struktur dari produksi tanda. Bagian struktur penandaan dalam film biasanya terdapat dalam unsur tanda paling kecil, dalam film disebut scene. Scene dalam film merupakan satuan terkecil dari struktur cerita film atau biasa disebut alur. Alur sendiri merupakan sejumlah motif satuan-satuan fiksional terkecil yang terstruktur sedemikian rupa sehingga mampu mengembangkan tema serta melibatkan emosi-emosi. Sebuah alur biasanya mempunyai fungsi estetik pula, yakni menuntun dan mengarahkan perhatian penonton ke dalam susunan motifmotif tersebut.30 Di dalam teori semiotika, proses pemaknaan gagasan, pengetahuan atau pesan secara fisik disebut representasi. Secara lebih tepat ini didefinisikan sebagai penggunaan tanda-tanda untuk menampilkan ulang sesuatu yang dicerap, diindra, dibayangkan atau dirasakan dalam bentuk fisik.31 Penjelasan di atas mengambarkan bahwa terdapat sisi yang khas dari film yang dapat dikaji dengan semiotika, yakni adegan, percakapan dan pesan teatrikal. Cerita pada film tidak saja berupa gambaran dari realitas kehidupan masyarakat
28
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, (Jakarta: Prenada Media Group, 2008), h. 263. 29 Indiwan, Semiotika Komunikasi, (Jakarta, Mitra Wacana Media, 2011), h. 16. 30 Film Sebagai Objek Analisis Semiotik, artikel ini diakses pada 18 Februari 2014 dari http://rossidrowmaens.blogspot.com/2012/05/film-sebagai-objek-analisis-semiotik.html. 31 Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2003), h. 128.
33
yang dipindahkan ke dalam seluloid semata, film juga menjadi media representasi dari kehidupan masyarakat. Dalam hal ini film menghadirkan dan membentuk kembali realitas berdasarkan kode-kode, konvensi-konvensi dan ideologi melalui gambaran sebuah film. D. Pengertian Representasi Representasi adalah sebuah cara memaknai apa yang diberikan pada benda yang digambarkan. Konsep ini digambarkan pada premis bahwa ada sebuah representasi yang menjelaskan perbedaan antara makna yang diberikan oleh representasi dan arti benda yang sebenarnya digambarkan.32 Menurut Roland Barthes tuturan mitologis bukan saja berbentuk tuturan oral, tetapi tuturan itu dapat berbentuk tulisan, fotografi, film, laporan ilmiah, olah raga, pertunjukan, iklan, lukisan. Mitos pada dasarnya adalah semua yang mempunyai
modus
representasi.
Teori
Barthes
tentang
mitos/ideologi
memungkinkan seoarang pembaca atau analis untuk mengkaji ideologi secara sinkronik maupun diakronik. Secara sinkronik, makna terantuk pada suatu titik sejarah dan seolah berhenti di situ, oleh karenanya penggalian pola-pola tersembunyi yang menyertai teks menjadi lebih mungkin dilakukan. Pola tersembunyi ini boleh jadi berupa pola oposisi, atau semacam skema pikir pelaku bahasa dalam representasi.33 Sementara secara diakronik analisis Barthes memungkinkan untuk melihat kapan, di mana dan dalam lingkungan apa sebuah sistem mitos digunakan. Mitos yang dipilih dapat diadopsi dari masa lampau yang
32
Eriyanto, Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, (Yogyakarta:LKiS), 2009,
h. 113 33
Arthur Asa Berger, Media Analysis Techniques, Sage Publications, Beverly Hills, California, 1982, hal. 30.
34
sudah jauh dari dunia pembaca, namun juga dapat dilihat dari mitos baru yang akan menjadi ―founding prospective history‖.34 Sementara
menurut
Noviani
dalam
bukunya
menjelaskan
untuk
menggambarkan ekspresi hubungan antara teks media (termasuk iklan dengan realitas, konsep representasi sering digunakan. Secara semantik, representasi bisa diartikan to depict, to be a picture of atau to act or speak for (in the place of, in the name of) somebody.35 Jadi representasi adalah sebuah cara untuk memberikan sebuah gambaran yang berupa fotografi, film, laporan ilmiah, olah raga, pertunjukan, iklan, lukisan kepada seseorang. Dalam penelitian ini, representasi moral budaya masyarakat Papua dalam film Di Timur Matahari merupakan film yang menggambarkan budaya masyarakat Papua khususnya di daerah pegunungan Tiom, film ini mempunyai pesan moral tentang semangat belajar, cinta kasih, dan perdamaian. E. Pesan Moral Istilah pesan diartikan gagasan atau ide yang disampaikan komunikator kepada komunikan untuk tujuan tertentu.36 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia ―pesan diartikan sebagai perintah, nasihat, permintaan, amanat, yang harus dilakukan atau disampaikan kepada orang lain.37 Akan tetapi pengertian pesan yang dipaparkan di atas bersifat mendasar, dalam arti kata bahwa pesan itu adalah suatu kata-kata itu menyediakan suatu alat pengantar yang dapat menyampaikan ide-ide dan informasi, tapi juga persuasif yaitu pesan-pesan berjalan dengan
34
St. Sunardi, Semiotika Negativ (Yogyakarta:Buku Baik), 2004, hal. 116 Noviani, Jalan Tengah Memahami Iklan, Antara Realitas, Representasi, dan Simulasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar), 2002, h. 61. 35
36 37
Endang Saifudin Anshari, Wawasan Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1993), h. 25. DEPDIKNAS, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), h. 761.
35
struktur yang melalui komunikator dan diterima oleh komunikan agar orang lain bersedia menerima suatu paham dan keyakinan melakukan suatu perbuatan atau kegiatan dan lain-lain.38 Dalam komunikasi, pesan menjadi salah satu unsur penentu efektifitas suatu tindakan komunikasi. Pesan menjadi unsur utama selain komunikator dan komunikan, terjadi komunikasi antar manusia. Tanpa adanya komunikasi pesan, maka tidak pernah terjadi komunikasi yang jelas antar manusia.39 Dalam Kamus Bahasa Indonesia, moral adalah penentuan baik-buruk terhadap perbuatan dan kelakuan.40 Kata moral dari sego bahasa berasal dari bahasa latin yaitu mores jamaknya dari kara mos yang berarti adat kebiasaan. Secara etimologi moral adalah istilah yang digunakan untuk menentukan batas dari sifat, perangai, kehendak pendapat, atau perbuatan secara layak dapat dikatakan benar, salah, baik, atau buruk.41 Secara umum moral mengarah pada pengertian (ajaran tentang) baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, dan sebagainya: akhlak, budi pekerti, dan susila.42 Moral merupakan ajaran-ajaran, wejangan-wejangan, khutbah-khutbah, patokan-patokan, kumpulan peraturan, dan ketetapan lisan atau tertulis tentang bagaimana harus hidup dan bertindak agar menjadi manusia yang lebih baik.
38
James G. Robinson, Komunikasi Yang Efektif, (Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1986), cet. Ke-3, h. 35. 39 M. Jamaluddin Piktoringa, Tipologi Pesan Persuasif, (Jakarta: PT Indeks, 2005), cet. Ke-1, h 1. 40 W. J. S Poerwardarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1991), cet ke XXI, h. 278 41 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf (Jakarta: Rajawali Press, 2003), cet. Ke-5, h. 94 42 H. A. W. Widaja, Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), cet. Ke-5, h. 94.
36
Sumber dasar ajaran-ajaran moral adalah tradisi, adat istiadat, ajaran agama dan ideologi-ideologi tertentu.43 Sedangkan menurut Zakiah Darajat, moral adalah kelakuan sesuai dengan ukuran (nilai-nilai) masyarakat yang timbul dari hati dan bukan paksaan dari luar yang disertai pula oleh rasa tanggung kawab atas kelakuan tersebut. Ajaran moral membuat pandangan tentang nilai dan norma yang terdapat di antara sekelompok manusia.44 Adapun kategori berdasarkan pesan moral ada tiga macam. 1. Kategori hubungan manusia dengan Tuhan 2. Kategori hubungan manusia dengan diri sendiri. Menjadi sub: ambisi harga diri, takut, dan lain lain. 3. Kategori hubungan manusia dengan manusia lain dalam lingkungan social termasuk hubungan dengan alam.45 Melalui berbagai pengertian di atas, penulis menyimpulkan bahwa film merupakan media komunikasi penyampai pesan yang memberikan sekaligus bujukan yang memberikan kesadaran bagi penontonnya melalui pesan-pesan yang terdapat pada film tersebut. Pesan yang ingin disampaikan pada khalayak adalah pesan yang mengandung pesan moral. Pesan moral merupakan suatu materi atau gagasan mengenai ajaran tentang baik buruknya perbuatan dan kelakuan yang ingin disampaikan oleh pembuat film kepada penontonnya. Dalam penelitian ini, pesan yang ingin disampaikan dalam film Di Timur Matahari ini adalah semangat belajar, cinta kasih, dan perdamaian. 43
Sudirman Teba, Etika dan Tasawuf Jawa (Jakarta: pustaka Irvan, 2007) h. 11-12. Zakiyah Darajat, Peranan Agama Islam dalam Kesehatan Mental (Jakarta: Haji Masagung, 1993), h. 6. 45 Burhan Nurgiyantoro, Teori Pengkajian Fiksi, (Yogyakarta: Gajah Mada University, 1998), h.323. 44
37
BAB III GAMBARAN UMUM FILM DI TIMUR MATAHARI A. Sekilas tentang Film Di Timur Matahri Film berjudul Di Timur Matahari adalah sebuah film keluarga, karya Ari Sihasale lewat rumah produksi Alenia Pictures dengan produser eksekutif Nia Sihasale Zulkarnaen. Film ―Di Timur Matahari (2012) ini bercerita soal perdamaian dan hausnya anak-anak akan pendidikan, dengan latar belakang keindahan alam di Tiom, kabupaten Lanny Jaya, Papua. Latar belakang Ari Sihasale dengan tanah Papua turut berperan dalam pembuatan film ini. Kedekatan emosional antara Ari dengan Papua inilah yang agaknya mendorong suami dari Nia Zulkarnaen ini membuat film pendidikan dengan latar belakang konflik perang suku dan uniknya budaya Papua. "Saya lahir di Papua, dan melihat realita yang kini terjadi di Papua, saya pun terdorong untuk mengajak masyarakat agar mengenal Papua lebih dekat melalui film ini," ujar Ari Sihasale saat jumpa pers lauching film 'Di Timur Matahari', di Jakarta beberapa waktu lalu. ‖Film ini agak berbeda dengan (produksi) Alenia sebelumnya karena kami ingin menampilkan sesuatu yang lain. Persiapan film ini merupakan yang terberat karena Lanny Jaya adalah kabupaten baru. Jadi, bisa dibayangkan kondisinya seperti apa, pasti akan sulit bagi semuanya,‖ ujar Nia sebelum memulai pembuatan film.. Nia mengatakan, Di Timur Matahari berawal dari keprihatinan Ale dan Nia akan kerapnya mereka menyaksikan berita kerusuhan di sejumlah tempat di Indonesia, termasuk Papua. (Kompas.com edisi 28 februari 2012). ‖Apakah gambaran Indonesia seperti ini yang akan kita berikan kepada anak-anak kita? Melalui film ini kami ingin
38
memberikan kedamaian,‖ ujar Nia. Di Timur Matahari adalah film keenam yang diproduksi Alenia Pictures. Sebelumnya, mereka telah menggarap Denias, Tanah Air Beta, King, Liburan Seru, dan Serdadu Kumbang. Film Di Timur Matahari ini menguak peran anak-anak yang identik dengan kepolosan, keluguan dan keceriaan di tengah konflik orang dewasa yang tak berujungpangkal dan sudah membudaya yakni perang suku. Keluguan anak-anak Papua yang haus pendidikan direpresentasikan melalui lima karakter anak Papua. Lima sekawan itu adalah Mazmur, Thomas, Suryani, Agnes, dan Yoakim. Mereka anak-anak yang haus akan pendidikan dan berusaha untuk menggapai cita-cita, namun harus terbentur dalam kondisi dan situasi yang sangat sulit.1 Film ini bercita tentang kepolosan dan keluguan anak-anak Papua yang menginginkan perdamaian serta pendidikan. Karakter kepolosan dan keluguan anak-anak Papua ini mampu direprentasikan oleh lima sekawan yaitu Mazmur, Thomas, Suryani, Agnes, dan Yoakim. Di awal film ini, tokoh Mazmur yang diperankan oleh Simson Sikoway sedang menunggu kedatangan guru pengganti di sebuah lapangan tempat biasa pesawat perintis mendarat. Sementara teman-teman lainya menunggu di dalam kelas. Ketika ia telah lama menunggu, guru pengganti pun tak kunjung datang. Lalu ia berlari menuju kelas dan mengabarkan kepada teman-temannya. "Temen-teman, guru pengganti belum datang", ujar Mazmur. Kemudian teman-temannya pun temenung mendengar kabar dari Mazmur. Meskipun guru penggantinya belum datang, Mazmur tidak kehilangan semangat belajar. Semangatnya tersebut ditunjukan ketika ia mengajak teman-temannya untuk belajar bernyanyi saja, ajakan Mazmur disambut antusias oleh teman1
Indiwan Seto Wahyu Wibowo, Representasi Kearifan Lokal Dalam Film di Timur Matahari (Jurnal Menggagas Pencitraaan Berbasis Kearifan Lokal: Universitas Multimedia Nusantara), h.1069
39
temannya. Akhirnya mereka bersama-sama menyanyikan lagu Hymne Guru. Mungkin lagu tersebut sebagai bentuk kerinduan anak-anak Papua yang ingin memperoleh pendidikan yang layak. Sungguh ironis, ketika melihat apa yang terjadi di Papua jika dibandingkan dengan pendidikan di kota besar Indonesia lainnya. Film ini tidak hanya bercerita tentang pendidikan. Tetapi, film ini pun bercerita tentang hausnya akan perdamaian di bumi Papua. Di dalam film awal mula terjadinya konflik peperangan ini berasal dari ayah Mazmur dengan ayah yoakim, ketika ayah Mazmur yaitu Blasius menjual burung merpati kepada seseorang kerabat dari ayahnya Yoakim. Saat itu Blasius merasa sangat senang ketika mendapatkan uang hasil jual burung merpatinya. Kemudian Blasius mengajak anaknya serta keponakannya yaitu Mazmur dan Thomas untuk membeli baju tim sepak bola. Lalu Blasius merasa tak percaya ketika ia membayar baju yang ingin dibeli untuk Mazmur dan Thomas ternyata uang hasil penjualan burung merpati adalah uang palsu. Kekesalan Blasius sudah tak terbendung lagi, ia merasa telah tertipu. Kemudian Blasius pun meluapkan kekesalannya dengan memukuli ayah yoakim. Ini lah awal mula dari konflik yang menimbulkan kematian Blasius, perang suku, pembakaran honai, permasalahan adat yang keras sehingga sulit untuk diselesaikan, menjadi warna yang kontras bila dibandingkan dengan keceriaan anak-anak yang tergambar pada awal film. Dan juga perseteruan di antara kakak beradik Mikael dan Alex. Alex yang ingin membalas dendam atas kematian Blasius, yang dibunuh oleh penduduk dari suku lain. "Mikael, ini bukan masalah dendam, tapi ini masalah adat yang sudah ribuan tahun sebelum kamu
40
ada! Mata ganti mata, Gigi ganti gigi," ujar Alex kepada kakaknya itu saat mereka berdiskusi usai memakamkan Blasius. B. Tim Produksi Film Di Timur Matahari Sebuah film sebagus apapun dan sesukses apapun tidak luput dari tangantangan dingin para crew dan pihak-pihak yang terlibat dalam penggarapan film. Begitu juga dengan film Di Timur Matahari yang juga sukses berkat orang-orang yang terlibat didalamnya. Dan inilah orang-orang yang menjadikan film Di Timur Matahari sukses dan meraih beberapa penghargaan. Tabel 3.1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Jabatan Producer dan Director Executive Producer Line Produser Screenplay Director of Photography Art Director Film Editor Sound Designer Sound Recordist Musik Ilustrator First Assistant Director Second Assistant Director Third Assistant Director Production Coordinator Distribusi Pemain
Nama Ari Sihasale Nia Sihasale Zulkarnain Bengky Mulyono Jeremias Nyangoen Nur Hidayat Frans XR Paat Robby Barus Khikmawan Santosa Dwi Budi Priyanto Dian HP, Bembi Gusti, Aghi Narottama Azhar ―Kinoi‖ Lubis Hadrah Daeng Ratu Hari Saputra Ario P. Nugroho Alenia Pictures Laura Basuki, Ririn Ekawati, Lukman Sardi, Ringgo Agus Rahman, Michael Jakarimilena, Putri Nere, Abetnego Yogibalom, Lucky Martin, Simson Sikoway, Razz Manobi, Yullex Sawaki, Friska Machwi, Maria Resubun, Paul Korwa
41
C. Profil Ari Sihasale sebagai Sutradara Film Di Timur Matahari Ari Sihasale yang bernama lengkap Juharson Estrella Sihasale, lahir di Tembagapura, Papua pada 5 Oktober 1973, bukanlah orang baru dalam industri perfilman di Indonesia. Awal karirnya Ale adalah sebagai penyanyi yang pernah tergabung dengan grup band Cool Colours, bersama Ari Wibowo, Surya Saputra, dan Johandy Yahya. Kemudian ia merambah di dunia akting dan memulai debutnya di film Cinta Selembut Awan pada tahun 2000. Kemampuan Ari Sihasale dalam berakting pun sudah tidak diragukan lagi. Ditandai dengan perannya di sejumlah judul sinetron antara lain Ali Topan, Anak Jalanan, Andini, Di Sini Cinta Pertama kali Bersemi, Camelia, Antara Jakarta-Perth, dan Heart (series 1) sebagai Adam Setelah menikah dengan Nia Zulkarnaen yang juga seorang aktris, Ari dan Nia mencoba melebarkan pengalaman di bidang film untuk bermain di balakang layar dengan menyutradarai dan memproduseri beberapa judul film. Melalui rumah produksi yang mereka namai Alenia Production, sudah beberapa judul film yang mereka telurkan. Film tersebut diantaranya Denias, Senandung di Atas Awan (2006), Liburan Seru! (2008), King (2009), Serdadu Kumbang (2011), dan terakhir Di Timur Matahari (2012).2 Di beberapa film yang ia produseri dan sutradarai, Ale menampilkan latar belakang suasana di Indonesia bagian Timur. Hal itu menurut Ale, karena selain ingin mengangkat budaya Timur yang belum banyak diketahui orang, faktor kedekatan emosional Ale dengan suasana Timur turut berperan di dalamnya. Ale sendiri lahir dan pernah tinggal di Papua. 2
Profil Ari Sihasale, artikel diakses pada http://selebriti.kapanlagi.com/indonesia/a/ari_sihasale/berita/dan http://id.wikipedia.org/wiki/Ari_Sihasale
29
Januari
2014
dari
42
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA A. Pengantar Adegan Penelitian Sebelum menganalisa secara detail narasi dalam adegan film Di Timur Matahari, penulis akan lebih dulu memaparkan unsur-unsur naratif yang menjadi acuan dalam memahami adegan yang khusus berdasarkan unsur naratif film. 1.
Tokoh Dalam film ini tokoh yang paling ditonjolkan adalah Mazmur, Thomas,
Suryani, Agnes, dan Yoakim. Kelima anak-anak Pupua ini direpresentasikan sebagai anak-anak yang identik dengan keceriaan, keluguan, kepolosan di tengah konflik orang dewasa yang tak pernah berujung dan kini sudah membudaya. Mereka anak-anak yang haus akan pendidikan dan selalu semangat untuk menggapai cita-cita, namun mereka terjebak dalam kondisi dan situasi yang sulit. Salah satunya seperti ketidaktersediaanya tenaga pengajar yang sesuai dengan kapasitas pendidikan yang dibutuhkan di sana. Selain anak-anak, adapula tokoh yang tak kalah pentingnya yaitu pendeta Samuel, dokter Fatima, Mikael, dan Vina. Tokoh-tokoh ini divisualisasikan sebagai tokoh yang sangat berperan dalam penyelesaian masalah-masalah yang ada di Tiom, kabupaten Lanny Jaya, Papua. Pendeta Samuel, dalam film ini berperan sebagai tokoh pemuka agama di desa Tiom. Kemudian dokter Fatima berperan sebagai seorang dokter yang ditugaskan di Papua. Lalu Mikael adalah seorang tokoh asli penduduk Papua yang kemudian merantau keluar Papua untuk mendapat pendidikan yang layak hingga kini menjadi orang yang sukses dan mampu berpikir secara terbuka. Karakter yang diperankan Mikael di film ini
43
sebagai sosok dewasa dan berpikir terbuka, berbanding terbalik dengan kehidupan anak Papua pada umumnya. Sedangkan Vina adalah wanita keturunan China yang berperan sebagai istri dari Mikael, dalam film ini Vina pun tak kalah penting dalam kehidupan di Tiom Papua, yaitu menghibur anak-anak Papua lainnya di tengah konflik yang sedang berlangsung. 2.
Masalah dan Konflik Terdapat dua masalah yang ditampilkan dalam film Di Timur Matahari,
yaitu masalah pendidikan dan perdamaian. Permasalahan pertama yakni pendidikan di Tiom, kabupaten Lanny Jaya, Papua ditampilkan dalam tayangan film Di Timur Matahari disebabkan karena minimnya fasilitas pendidikan dan pengajar di sana. Hal ini ditunjukan bahwa tidak adanya guru pengganti ketika guru sebelumnya cuti dengan alasan yang tidak jelas untuk ke Jayapura selama enam bulan. Sedangkan, Mazmur dan teman-temannya sangat membutuhkan pendidikan yang layak. Permasalahan yang kedua adalah masalah keinginan untuk menuju sebuah perdamaian yang disebabkan oleh perang suku atau kelompok. Pemicu permasalahan perang suku adalah denda adat yang berlaku di sana dirasa memberatkan
ketika
menjadi
jalan
untuk
menyelesaikan
permasalahan.
Sebagaimana dicontohkan ketika seorang terbunuh oleh suku atau kelompok lain, maka orang membunuh itu dikenakan denda adat. Ia harus membayar denda 3 Miliyar dan 200 ekor babi, bila tidak sanggup bisa bernegosiasi atau perang. Cinta kasih yang ditampilkan sutradara dalam film ini turut berperan dalam menyelesaikan masalah perdamaian di Tiom, Papua. Peran cinta kasih
44
dalam film ini seperti antara cinta kasih seorang istri kepada suaminya, ibu kepada anaknya, Ayah kepada anaknya, cinta kasih sesama teman. 3.
Lokasi Terdapat beberapa lokasi adegan merindukan pendidikan yang layak dan
terjadinya perang. Adegan yang menampilkan gambaran tentang merindukan pendidikan terdapat 3 adegan. Pertama sebuah lapangan udara, di sini terdapat adegan Mazmur sedang menunggu kedatangan guru pengganti. Kedua, di sebuah ruangan kelas tempat belajar anak-anak Papua yang kurang memadai. Ketiga, adegan di halaman sebuah Honai milik pendeta Samuel, di mana adegan ini pendeta Samuel diminta oleh anak-anak untuk mengajar mereka selama guru pengganti belum datang. Sedangkan adegan yang menampilkan awal terjadinya perang hingga terselesaikan perang tersebut muncul di beberapa adegan. Pertama, lokasi pasar tempat transaksi jual beli masyarakat Tiom yakni adegan ayah Mazmur, Blasius menjual burung kepada kerabat dari ayah Yoakim. Kedua, masih di lokasi yang sama yakni adegan saat Blasius menyadari uang yang ia terima adalah uang palsu. Ketiga, adegan di depan rumah ayah Yoakim saat Blasius memukuli ayah Yoakim yang berujung pada balas dendam. Adegan keempat yakni adegan di jembatan yang menghubungkan dua desa yang berbeda, dimana ayah Yoakim membalas dendam kepada Blasius dengan memanahnya hingga tewas dan disaksikan oleh Mazmur. Kelima, adegan di lapangan tempat upacara penguburan Blasius. Keenam, adalah lokasi di lapangan terbuka perbatasan antara kedua desa yang bertikai.
45
Adegan yang menampilkan bentuk cinta kasih pada film terdapat beberapa adegan yakni, pertama di depan Honai milik Blasius ketika Mazmur tidur di pangkuan ibunya seraya Ibunya memberi nasihat kepada Mazmur pentingnya kasih sayang. Kedua, adegan ketika Blasius dan Mazmur berjalan menuju sebuah jembatan dengan bergandengan tangan. Pada adegan tersebut ayahnya pun mengajarkan cinta kasih kepada Mazmur melalui percakapan yang menunjukan keakraban seorang ayah dan anaknya berupa nasihat dalam menggapai cita-cita. Ketiga, adegan di sebuah pohon yang berada di kejauhan dari pemukiman warga. Adegan tersebut menampilkan Ibu Mazmur hendak memotong jarinya sebagai ungkapan kehilangan atas kematian suaminya, Blasius. Keempat, adegan di honai milik bapak Yakob yang menampilkan adegan saat Mazmur mengungkapkan rasa sayang untuk teman-temannya agar tidak terjadi perang yang mengakibatkan kematian ayah teman-temannya. 4.
Waktu Waktu yang digunakan dalam adegan film ini terdapat beberapa bagian.
Tetapi, jika menarik dari jalur narasi film, adegan ini terjadi di pagi, siang, dan malam hari. Pengambilan waktu di beberapa lokasi adegan merindukan pendidikan diambil saat pagi hari. Pertama sebuah lapangan udara, adegan ketika Mazmur sedang menunggu kedatangan guru pengganti. Kedua, di sebuah ruangan kelas tempat belajar anak-anak Papua. Ketiga, adegan di halaman sebuah Honai milik pendeta Samuel. Sedangkan pengambilan waktu adegan yang menampilkan awal terjadinya perang ditata cahaya lebih terang yang mencerminkan waktu siang hari. Pertama,
46
lokasi pasar yang diambil pada pagi hari menampilkan kegiatan jual beli selayaknya ibu rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Ketiga, adegan di depan rumah ayah Yoakim saat Blasius memukuli ayah Yoakim yang berujung pada balas dendam. Lokasi ditata dengan menunjukan keramaian suasana pasar pada siang hari. Adegan keempat yakni adegan di jembatan yang menghubungkan dua desa yang berbeda, dimana ayah Yoakim membalas dendam kepada Blasius dengan memanahnya hingga tewas dan disaksikan oleh Mazmur. Kelima, adegan di lapangan tempat upacara pembakaran dan penguburan Blasius. Keenam, adalah lokasi di lapangan terbuka perbatasan antara kedua desa yang bertikai. Dari semua lokasi diambil pada waktu siang hari, hal ini dapat diketahui dari pencahayaan yang dibuat oleh sutradara. Pengambilan waktu pada adegan di depan Honai milik Blasius ketika Mazmur tidur di pangkuan ibunya diambil pada malam hari. Kedua, adegan yang menampilkan Ibu Mazmur hendak memotong jarinya sebagai ungkapan kehilangan atas kematian suaminya yang juga diambil pada siang hari. Ketiga, adegan di honai milik bapak Yakob yang menampilkan percakapan Mazmur dan bapak Yakob yang diambil pada waktu siang hari.
47
B. Makna Denotasi, Konotasi, dan Mitos 1. Adegan tentang Semangat Belajar Tabel 4.1 Visualsasi: Denotasi Pada gambar pertama, berupa gambar Mazmur sedang berada di lapangan terbuka dengan menggunakan pakaian seragam sekolah. Ia berdiri di samping tiang dengan kain merah putih yang berkibar. Pada gambar kedua terlihat raur wajah Mazmur yang memandang ke atas.
Gambar 1
Pada gambar ketiga Mazmur berdiri di depan sebuah ruangan, terlihat juga terdapat papan tulis, meja dan kursi, serta dipenuhi anak-anak lainnya. Pada gambar keempat terlihat beberapa anak sedang duduk dan berkumpul dengan seorang pria dewasa di depan sebuah honai Papua.
Gambar 2
48
Gambar 3
Konotasi :
1
Gambar 4 Konotasi yang ingin disampaikan oleh dari rangkaian gambar ini adalah minimnya pendidikan anak-anak Papua khusunya di daerah pegunungan. Anak-anak Papua yang berseragam sekolah terlihat mencerminkan semangatnya untuk belajar dan memperoleh pendidikan walau setiap hari menunggu kedatangan guru yang belum tentu datang. Tetapi semangat belajar mereka tidak berhenti begitu saja, mereka meminta tokoh masyarakat setempat untuk mengajari mereka. Bahkan Michael Jakarimilena mengatakan dalam behind the scenes dalam pembuatan film Di timur Matahari bahwa “siapa aja pendeta kah, om, tante yang lewat “om kami mau belajar, kami mau sekolah” mereka yang seharusnya jadi perhatian dan pesan bawa harusnya itu yang sama-sama kita lihat”.1 Selain itu semangat belajar yang ditampilkan dalam film
Lilik Subagyo, ―DI TIMUR MATAHARI OFFICIAL TEASER (behind the scenes)‖Artikel ini diakses pada 12 Maret 2014 dari http://www.youtube.com/watch?v=RLfWET5FjIg.
49
ini tentang meminta kepada siapa saja untuk mengajari mereka di sekolah di benarkan oleh guide anjungan provinsi Papua di TMII, ia mengatakan bahwa ―Benar, itu mamang nyata. Jadi sebelum datangnya guru, kita semua masing-masing. Siapa yang bisa untuk memimpin? Contohnya seperti ketua kelas, ada tugas dari guru diberikan kepada ketua kelas, lalu ketua kelas akan tunjuki siap anak yang berpotensi, tolong bantu temantemannya, jadi dia yang ngajar depan”. 2 Selain pendidikan dari pemerintah yang kurang merata, minimnya pendidikan yang terjadi di Papua disebabkan oleh sulitnya tenaga kerja terdidik dari orang lokal Papua sehingga perlunya didatangkan dari luar Papua. Namun, kendala yang terjadi adalah jauhnya tempat sekolah yang layak dari daerah pegunungan ke kota besar dan kurang memadainya fasilitas yang ada di Papua, seperti buku, dan alat transportasi lainya. Bahkan mereka harus berjalan kaki naik-turun gunung untuk mencapai ke sekolah yang layak, atau mereka harus naik pesawat yang biayanya pun sangat mahal. Bukan hanya itu saja, masih banyak hal lainnya yang membuat anak-anak Papua khusus di daerah pegunungan yang menghambat mereka untuk bersekolah. Berikut hasil wawancara oleh guide anjungan provinsi Papua di TMII, “Kalau untuk sekolahnya sendiri mungkin, kalau kita disini kan berangkat naik angkot dan kalau mereka mungkin jalan naik turun gunung. Jangankan di daerah Wamena sana, di daerah saya sendiri di daerah Jayapura saya pernah alami seperti itu, mau sekolah pasti naik gunung turun gunung dulu. Karena kembali lagi ke masalah biaya, dulu saya dan teman-teman sekolah saja tidak pernah pegang biaya untuk naik angkot serta ditambah lagi angkutan pun pilih-pilih penumpang, karena misalkan anak sekolah bayar 1000 dan orang dewasa 3000 pasti dia pilih orang dewasa. Ada juga masalah transportasi umumnya yaitu adalah pesawat, antar kecamatan, kabupaten mau tak mau harus naik pesawat. Tapi kalau namanya anak sekolah ya mau tidak mau harus jalan kaki lah”.3 ditambah dengan isu kerasnya kehidupan di Papua sehingga membuat orang di luar Papua menjadi takut mengenal Papua lebih dekat. "Yang saya alami di Sorong Papua Barat, kalau saya pribadi khususnya pendidikan di
Mitos
2
Wawancara dengan Guide Anjungan Provinsi Papua (Taman Mini Indonesia Indah) pada 8 Februari 2014. 3 Wawancara dengan Guide Anjungan Provinsi Papua (Taman Mini Indonesia Indah) pada 8 Februari 2014.
50
daerah Sorong itu sih sudah sedikit maju. Tetapi kalau yang ada di film itu memang benar, karena pemerintah itu sendiri belum sanggup untuk sampai kesana. Cuma ya itu, guru mana yang sanggup dengan keadaan seperti itu."4 Di sisi lain pemberitaan media yang menampilkan kekerasan budaya Papua menambah ketidaksiapan orang lain untuk datang ke Papua. a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 4.1 Tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan sebuah nilai penting mengenai sebuah semangat belajar dan memperoleh pendidikan yang digambarkan oleh anak-anak Papua. Seluruh adegan ini ditampilkan mulai dari Mazmur yang selalu menunggu kedatangan guru pengganti di lapangan terbuka tempat pesawat mendarat. Pada gambar 1 table 4.1 berfungsi sebagai peran utama mempunyai makna semiotik sendiri dibandingkan dengan adegan-adegan pendukung yang berfungsi sebagai pengantar naratif. Dalam gambar terlihat bagaimana Mazmur terlihat sedang menunggu guru pengganti yang belum juga datang dengan mengenakan seragam sekolah yang kebesaran tanpa mengenakan alas kaki. Pada gambar 2 pada table 4.1 sutradara berusaha memperlihatkan raut wajah Mazmur yang polos dengan menatap ke langit, raut wajah Mazmur menggambarkan kerinduan sosok seorang guru yang akan mengajarinya di sekolah bersama teman-temannya Pada gambar 3 table 4.1, Mazmur berdiri di depan teman-temannya dalam sebuah kelas, lalu ia membertahu kepada teman-temannya bahwa guru pengganti belum datang. Teman-temannya pun hening ketika mendengar kabar 4
Wawancara dengan Guide Anjungan Provinsi Papua (Taman Mini Indonesia Indah) pada 8 Februari 2014.
51
tersebut, pada adegan ini menggambarkan sosok kekecewaan anak-anak karena guru yang mereka tunggu tidak datang, lalu mazmur pun memberi saran untuk belajar bernyanyi. Saran Mazmur pun disambut gembira oleh teman-temanya, kemudian mereka pun menyanyikan lagu Hymne Guru. Dalam hal ini, sutradara ingin menyampaikan bahwa lagu tersebut sebagai wujud rasa hormat serta kerinduan sosok seorang guru di Papua khusunya daerah Tiom. berikut dialog mazmur kepada teman-temannya di dalam kelas: Mazmur Teman-teman Mazmur Teman-teman
: Teman-teman guru pengganti belum datang. : (Diam dan tergulai lemas mendengarnya) : Mari kita belajar bernyanyi saja (sambil tersenyum) : (Bernyanyi Hymne guru)
Pada gambar 4 table 4.1. Mazmur, Thomas, Agnes dan Suryani terlihat duduk bersama pendeta Samuel. Mereka meminta pendeta Samuel yang diperankan oleh Lukman Sardi ini untuk mengajarkannya di sekolah. Usaha sutradara untuk memvisualisasikan semangat belajar anak-anak Papua ini sangatlah tepat, sutradara ingin menyampaikan bahwa anak-anak Papua ini ingin terus belajar. Anak-anak seperti ini lah yang harusnya menjadi perhatian pemerintah.
52
2.
Adegan Awal Konflik Tabel 4.2
Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama terlihat tiga pria dewasa dan dua anak kecil yang memba burung yang ada didalam sangkar. Terlihat antara dua orang pria yang sedang menyerahkan sesuatu di kedua tangannya.
Gambar 1
Pada gambar kedua, terihat seorang pria dewasa sedang mengamati secara seksama uang di tangannya di dalam sebuah toko baju. Pada gambar ketiga, terlihat dua orang pria dewasa sedang berkelahi dan disaksikan oleh orang banyak.
Gambar 2
Pada gambar keempat, terlihat di sebuah jembatan terdapat dua orang pria yang salah satunya membawa panah dan digunakan untuk menghadang pria di seberangan dengan seorang anak. Pada gambar kelima, terlihat di sebuah jembatan terdapat seorang pria
Gambar 3
53
yang tertelungkup dengan panah yang menancap di punggungnya dan seorang anak yang sedang duduk meratapi pria yang tertelungkup itu, lalu terlihat dua pria lainnya menghampiri anak kecil itu. Pada gambar keenam, terlihat kerumunan orang sedang meratapi jenazah yang terbaring ditumpukan kayu.
Gambar 4
Gambar 5
Konotasi
Gambar 6 Konotasi yang muncul dari rangkaian gambar adegan awal konflik peperangan adalah minimnya pengetahuan orang Papua menyebabkan ketidaktahuan untuk membedakan uang asli dan uang palsu. Sehingga memicu kekesalan dari pihak yang merasa tertipu. Ketidaktahuan
54
mereka akan adanya uang palsu disebabkan kurangnya fasilitas mendapatkan informasi di sana, bahkan listrik pun belum sepenuhnya merata di daerah pegunugan Papua. “Kalau kita berpikir kembali mengenai uang palsu atau tidak, kita lihat ke masalah seperti pemberitahuan seperti TV atau informasi lainnya. Masyarakat sana kan, zaman-zaman itu belum ada masuk televisi. Jangankan itu, mungkin listrik saja susah”.5 Ditambah pula dengan karakter orang Papua yang keras dan mempunyai rasa kesetiakawanan yang tinggi sehingga mudah tersulut emosi dan mengakibatkan perbuatan balas dendam. Faktor kurangnya perhatian pemerintah pusat dalam menyediakan sarana dan prasarana berupa media informasi di Tiom dan juga sosialisasi pemerintah yang lebih terhadap maraknya peredaran uang palsu mengakibatkan mudahnya masyarakat di sana menjadi korban penipuan oleh pihak yang tidak bertanggung jawab. ―Dan tidak ada masalah sosialisai uang palsu. Mungkin juga kemarin-kemarin ada pemberitahuan tentang uang palsu, mungkin mereka hanya memberi tahu, tapi belum kasih tahu cara membedakan uang palsu seperti apa. Kalau pada zaman sekarang kan bisa dilihat pakai warna lampu biru, atau ada di iklan yang diraba, diterawang. Ya orang sana biar sampai sekarang dibilang diraba, atau diterawang. Mereka berpikir diraba ya tetap uang lima puluh ribu ya tetap sama, warnanya sama. Kita kembali lagi berpikir, ibarat kamu orang sana dan saya datang memberitahu "hati-hati dengan uang palsu, harus diraba, diterawang". Sekarang kita kasih contoh uang palsu dan uang asli, sama-sama baru, mereka otomatis dan saya yakin sekali mereka akan bingung. Nanti dikasih contoh pegang begini, oiya dibilang mengerti ya mengerti, besok dia pegang uang palsu, dia bingungkan rasa hari ini dengan yang kemarin”.6 Selain itu ada pula faktor yang menyebakan terjadi perang antara lain pengabilan lahan, sakit hati dan lain-lain. Berikut pernyataan giude anjungan provinsi Papua di TMII, “Tidak beda jauh seperti yang ada di sini juga, karena pengambilan lahan, tersinggung antara kampung atau suku. Sama halnya seperti disini masalahnya juga sama”.7 Ditambah lagi rasa
Mitos
5
Wawancara dengan Guide anjungan provinsi Papua (Taman Mini Indonesia Indah) pada 7 Februari 2014. 6 Wawancara dengan Guide anjungan provinsi Papua (Taman Mini Indonesia Indah) pada 7 Februari 2014. 7 Wawancara dengan Guide anjungan provinsi Papua (Taman Mini Indonesia Indah) pada 7 Februari 2014.
55
kesetiakawanan yang begitu erat. Jika satu nyawa hilang harus dibayar satu nyawa sehingga itu yang menimbulkan peperangan yang tak pernah berhenti sebelum membayar denda adat yang berlaku di sana. “Ya, satu nyawa hilang harus dibayar satu nyawa sehingga itu yang menimbulkan peperangan. Seperti jika ada di pihak saya mati oleh pihak Anda, saya harus balas. Di pihak Anda pun harus ada yang mati satu. Tidak ada tawar-menawar di sana, harga diri harga mati”.8
a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 4.2 Tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan mengenai sebuah awal terjadinya konflik peperangan yang terjadi dalam film Di Timur Matahari. Seluruh adegan ini ditampilkan mulai dari Blasius yakni ayah dari Mazmur yang menjual burung merpatinya kepada salah seorang teman adari ayah yoakim hingga Blasius meninggal. Pada gambar 1 tabel 4.2 terlihat blasius sedang bertransaksi jual beli burung merpati dengan salah seorang teman dari ayah yoakim yang disaksikan oleh ayah yoakim, Mazmur dan Thomas. Transaksi pun berjalan dengan lancar hingga akhinya Blasius dan ayah yoakim tersebut mengangitkan jarinya hingga berbunyi. Hal itu menggambarkan bahwa keduanya sudah menjadi saudara. Pada gambar 2 tabel 4.2 telihat Blasius berada dalam sebuah toko baju sedang mengamati uang hasil penjualan burung merpatinya. Mulanya Blasius yakni ayah dari Mazmur mengajak Mazmur dan juga Thomas untuk membelikan sebuah kaos tim sepak bola selayaknya seorang ayah yang ingin membahagiakan anaknya dan juga keponakannya. Lalu, setelah Mazmur 8
Wawancara dengan Guide anjungan provinsi Papua (Taman Mini Indonesia Indah) pada 7 Februari 2014.
56
memilah dan melilih baju yang cocok untuknya, Blasius pun membayarnya. Namun, ketika membayar dengan uang seratus ribu rupiah penjaga toko pun terkejut mengetahui uang yang digunakan untuk membayar baju tersebut adalah uang palsu. Penjaga toko mengembalikan uang tersebut, lalu Blasius membayarnya dengan uang yang lain. Namun, ternyata semua uang hasil penjualan burung merpatinya adalah uang palsu. Pada akhirnya Blasius batal membelikan baju untuk Mazmur dan Thomas. Berikut dialog Blasius dengan penjaga toko : Blasius Penjaga Toko Blasius Penjaga Toko Blasius
: : : : :
Berapa?? Seratus, dua bapak Seratus ya (sambil menyerahkan uangnya) (Sambil mengamati uang) bapak, ini uang palsu Ini uang bukan uang palsu, ini uang asli seratus ribu (denga nada ngototnya) Penjaga Toko : Coba bapak cek dulu, itu uang palsu Blasius : (mengamati uang, lalu membayarnya dengan uang yang lain) Tidak ada yang palsu di sini, kau yang tipu-tipu Penjaga Toko : Tidak tipu bapak, ini sama saja bapak ini uang palsu coba bapak cek baik-baik Blasius : (kembali mengamati semua uangnya lalu berkata kepada Mazmur dan Thomas) heh, buka semua!! Besok kita ke sini lagi lagi kita beli Pada gambar 3 tabel 4.2 terlihat Blasius memukuli ayah Yoakim. Merasa
Blasius telah ditipu, Blasius pun marah, kemudian ia mendatangi ayah Yoakim dan memukuli wajahnya dengan penuh emosi. Tidak hanya memukuli, tetapi Blasius juga mengancam untuk membawanya ke kantor polisi. Berikut ucapan Blasius kepada ayah Yoakim sambil melemparkan uang palsu tersebut ke wajahnya “Lubang tikus mana pun akan ku cari, ketemu di kantor Polisi”. Setelah memperingatkan ayah Yoakim, Blasius pun pergi dengan diikuti oleh Mazmur.
57
Pada gambar 4 tabel 4.2 terlihat ayah Yoakim beserta temannya yang membawa panah siap menghadang Blasius di sebuah jembatan. Blasius pun melewati jembatan tersebut bersama Mazmur, karena Mazmur takut ia meminta kepada Blasius yakni ayahnya untuk melewati jalan lain, Blasius pun menghiraukan permintaan Mazmur. Berikut dialognya: Mazmur Blasius
: Bapak, kita bias lewat jalan lain toh? : (dengan tengan menjawab) Jangan takut, tunggu sini yah
Blasius pun terus berjalan ke arah dua orang yang siap memanahnya. Namun, ketakutan Mazmur akan ayahnya membuat Mazmur memanggilnya “bapaaaakkkkk”, lalu Blasius berbalik arah ke arah Mazmur. Di saat Blasius berbalik arah itu lah panah ditembakan ke arah punggung Blasius dan akhirnya Blasius pun meninggal di saat itu juga. Pada gambar 5 tabel 4.2 terlihat kedua pria tersebut berlari kearah Mazmur yang sedang menangisi kematian ayahnya. Kedua pria itu ingin membunuh Mazmur juga, karena mereka takut kejadian atas pembunuhan Blasius dilaporkan kepada keluarganya. Sebab, jika keluarga besarnya tahu kematian Blasius akibat dibunuhnya, maka ia harus membayar denda adat yang ditentukan oleh keluarga Blasius. Pada gambar 6 tabel 4.2 terlihat Blasius yang siap dikuburkan. Sebelum penguburan jenazah Blassius, dilakukan upacara-upacara adat daerah Papua, seperti tari-tarian, nyanyi-nyanyian dan juga penyampaian nasihat dari tokoh masyarakat setempat.
58
3.
Adegan Cinta Kasih Tabel 4.3
Visualisasi : Denotasi Pada gambar pertama pertama terlihat seorang wanita sedang mengacungkan suatu benda di tangannya dengan disaksikan anak kecil dari kejauhan. Pada gambar kedua terlihat dua tangan yang saling bersentuhan dan salah satu jari dari tangan itu terbungkus daun. Pada gambar ketiga terlihat jari tangan seseorang yang tidak sempurna. Ada beberapa jari yang putus dari kedua tangaanya dan sedang merapihkan buah jambu.
Gambar 1
Gambar 2
Pada gambar keempat terlihat seorang wanita sedang memangku seorang anaknya di depan honai pada waktu malam hari. Pada gambar kelima terlihat seorang bapak dengan pakaian adat Papua dan anak kecil sedang bertatapan.
Gambar 3
59
Gambar 4
Konotasi
Gambar 5 Konotasi yang ingin disampaikan pada rangkaian adegan cinta kasih ini menampilkan sosok cinta kasih di bumi Papua khususnya daerah Tiom masih begitu erat. Hal itu terlihat dari adegan 1,2, dan 3 yang menampilkan kebiasaan masyarakat di sana yakni memotong salah satu jarinya untuk menunjukan rasa kehilangan. Mereka menganggap lebih baik kehilangan jari daripada kehilangan orang yang disayangi. Kemudian pada gambar empat menjelaskan rasa cinta kasih antara seorang ibu dengan anaknya. Hal itu dibuktikan dengan adegan ibu yang memangku anaknya dan memberi nasihat kepada anaknya untuk saling mengasihi tanpa saling menyakiti satu sama lain baik kepada laki-laki maupun perempuan. Sedangkan konotasi yang hendak disampaikan pada gambar 5 adalah cinta kasih kepada sesama teman. Yaitu pada saat Mazmur meminta kepada orang yang dihormati oleh masyarakat Tiom yakni bapak Yakob untuk menghentikan perang. Karena ia tak ingin teman-
60
temannya bernasib sama dengan dirinya yaitu kehilangan ayahnya. Budaya Papua khususnya di daerah pegunungan hingga saat ini masih mempertahankan adat potong jari, hal ini dilakukan untuk mengenang anggota keluarganya yang telah meninggal. Umumnya pemotongan jari tersebut dilakukan oleh kaum perempuan, karena kebanyakan kaum lelaki di sana meninggal akibat berperang. Seperti yang disampaikan oleh guide anjungan provinsi Papua di TMIIyang mengatakan bahwa, “Tradisi potong jari di sana bagi anggota keluarga wajib agar bisa mengenang dari satu keluarganya yang sudah tidak ada lagi. Seperti saat istri ditinggal suaminya meninggal, istrinya akan melalukan potong jari begitu pun sebaliknya. Tetapi sebagian besar tradisi potong jari itu dilakukan oleh perempuan karena kematian lak-laki lebih banyak akibat perang. Namun tradisi itu dilakukan hanya pada keluarga inti seperti suami, istri, dan anak. Bukan seperti silsilah keluarga besar turun temurun. Biasanya tradisi ini dilakukan di daerah pegunungan”.9 Selain itu ajaran cinta kasih kepada semua makhluk selalu diajarkan dalam agama atau paham manapun. Karena cinta kasih merupakan bentuk upaya penyelarasan kehidupan seluruh makhluk baik itu kepada sesama manusia, manusia dengan hewan ataupun alam di sekitarnya. Begitu pun dalam ajaran Islam, ajaran cinta kasih sangat dianjurkan kepada setiap umatnya. Rasulullah berpesan kepada umatnya melalui hadits yang diriwayatkan Turmudzi, “Barang siapa tidak menyayangi manusia, Allah tidak akan menyayanginya”. Dalam hadits tersebut kasih sayang seorang Muslim tidaklah terhadap saudara seMuslim saja, tetapi untuk semua umat manusia.
Mitos
9
Wawancara dengan Guide anjungan provinsi Papua (Taman Mini Indonesia Indah) pada 7 Februari 2014.
61
a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 4.3 Tabel di atas merupakan beberapa adagan cinta kasih yang ditekankan oleh sutradara dalam memperoleh perdamaian yang ada di Tiom, Papua. Dalam potongan gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan mengenai cinta kasih yang kuat dalam film Di Timur Matahari. Beberapa adegan ini ditampilkan mulai dari pemotongan jari sampai cinta kasih kepada sesama. Pada gambar 1 tabel 4.3 terlihat ibu mazmur sedang memotong jari di sebuah batu besar dengan menggunkan pisau. Agar tak terdengar suara jerit kesakitannya ia pergi dari keramaian dan menutup mulutnya dengan menggigit kayu. Pada gambar 2 tabel 4.3 terlihat sebuah jari tangan yang terbungkus oleh daun. Jari tersebut adalah milik ibu Mazmur. Memotong jari adalah salah satu kebiasaan orang Papua jika salah satu dari keluarganya meninggal dunia, hal itu dilakukan untuk mengenang keluarganya yang telah meninggal. Dalam cuplikan film Di Timur Matahari ini, ibu Mazmur berkata “…cinta itu indah, tapi kehilangan itu yang menyakitkan”. Pada gambar 3 tabel 4.3 terlihat kedua tangan kehilangan empat jarinya. Kebiasaan potong jari bagi masyarakat Papua sudah menjadi hal yang biasa, kehilangan satu anggota keluarga, potong satu jari dan seterusnya. Namun dalam film Di Timur Matahari ini, sutradara ingin menyampaikan kepada masyarakat Indonesia lainnya dan khususnya masyarakat Papua melalui Michael Jakarimilena yang berperan sebagai Mikael yang berkata “…yang baik kita pertahankan, dan yang sudah tidak cocok harus berani kita rubah”. Dari kutipan dalam sebuah film tersebut menggambarkan bahwa pesan yang yang
62
ingin disampaikan dari sutradara adalah keinginan agar kebiasaan-kebiasaan orang Papua yang sekiranya sudah tidak cocok harus berani dirubah. Pada gambar 4 tabel 4.3 terlihat seorang anak yang tidur di pangkuan ibunya. Fenomena yang terjadi dalam film ini sudah menjadi hal yang biasa di dalam keseharian hidup manusia. Namun, sutradara berusaha menggambarkan bahwa di Papua pun khususnya mempunyai nilai cinta kasih terhadap sesama. Salah satu contohya yaitu setelah Mazmur menyaksikan ibunya dipukuli oleh ayahnya, Mazmur pun merasa sedih. Tetapi, ibunya dengan lembut memberi penjelasan kepada Mazmur untuk saling mengasihi kepada sesama. Berikut dialog pada adegan Mazmur diberi nasehat oleh ibunya: Ibu Mazmur Mazmur Ibu Mazmur
Mazmur Ibu Mazmur
Mazmur Ibu Mazmur
: Tuhan ciptakan kau punya tangan bukan untuk berbuat jahat, tapi untuk menolong orang lain : Kenapa mama tidak balas? : Kasih itu tidak boleh membalas, laki-laki tidak boleh pukul perempuan, perempuan juga tidak boleh pukul lakilaki Mazmur (lalu ibunya mencoba mencubit Mazmur) : Aaaaduuhhh mama sakit!! (jerit Mazmur kesakitan) : Sakit toh?? Tuhan bilang perempuan itu diambil dari tulang rusuk laki-laki, jadi kalau perempuan dan laki-laki baku pukul, itu sama saja kau pukul diri sendiri Mazmur : Kalau laki-laki sama laki-laki? : Tuhan ciptakan manusia untuk saling mengasihi, kau mengerti itu Mazmur?
Pada gambar 5 tabel 4.3 terlihat Mazmur bersama kepala kelompok dari keluarga Mazmur yakni bapak Yakob. Adegan cinta kasih lainnya yang ditampilkan dalam film ini yaitu, ketika ayah Mazmur telah meninggal, Mazmur merasa kehilangan sosok ayah dalam hidupnya. Lalu Mazmur meminta bapak Yakob untuk menjadi ayah baginya. Selain itu, Mazmur secara tidak langsung meminta bapak Yakob selaku orang yang dihormati di kampungnya agar perang tidak terjadi. Sebab, bila perang terjadi Mazmur takut teman-temannya seperti
63
Agnes, Suryani dan Yoakim merasakan apa yang Mazmur rasakan yaitu kehilangan seorang ayah. Mazmur berkata "Sekarang saya tidak punya bapak lagi, tapi saya masih sayang sama Suryani, Agnes, dan Yokim. Bapak Yakob mau jadi saya punya bapak kah?". Sebuah pembelajaran yang berharga mengenai cinta kasih antara sahabat di tengah permasalahan yang ada.
4.
Adegan Penyelesaian Konflik Tabel 4.4
Visualisasi: Denotasi Pada gambar pertama terlihat ada beberapa orang yang sedang duduk berkumpul di dalam sebuah honai. Pada gambar kedua nampak kerumunan orang yang sedang memegang panah di tangannya dengan seorang dari mereka membentangkan tangannya ke arah kiri dan kanan di sebuah padang rumput terbuka. Pada gambar ketiga terlihat dua orang pria yang sedang berdiri berhadapan dengan mengenakan dua pakaian yang berbeda jenis satu di antaranya mengenakan pakaian adat Papua dan membawa
Gambar 1
Gambar 2
64
panah di tangannya. Pada gambar keempat nampak sekumpulan orang dengan dua orang di antaranya terdapat seorang wanita yang sedang menatap pria berpakaian adat Papua yang memegang panah. Pada gambar 5 terlihat terlihat dua orang pria yang sedang berdiri berhadapan dengan mengenakan dua pakaian yang berbeda jenis satu di antaranya mengenakan pakaian adat Papua dan membawa panah di tangannya. Pada gambar keenam terlihat sekerumunan orang bersenjata panah dan berpakaian adat dengan anak-anak berada di antara mereka. Pada gambar ketujuh nampak sekerumunan orang bersenjata panah dengan berpakaian adat dan saling bergandengan tangan satu sama lainnya.
Gambar 3
Gambar 4
Gambar 5
65
Gambar 6
Konotasi
Gambar 7 Konotasi yang muncul dari serangkaian gambar di atas bahwa di Papua salah satunya daerah Tiom masih menjunjung tinggi solidaritas dan harga diri antara sesama kelompoknya. Bila salah seorang dari kelompok mereka, disakiti atau dibunuh oleh kelompok lain, maka mereka yang menjunjung tinggi adat setempat akan mengenakan denda adat berupa uang senilai 3 miliar dan 200 ekor babi. Bila tidak mampu membayar, maka perang adalah jalan keluarnya. Adat seperti itu yang masih dipertahankan masyakat Tiom hingga hadirnya sosok Mikael, penduduk Tiom asli, yang berkesempatan memperoleh pendidikan di luar Papua sehingga mampu berpikir terbuka dan berwawasan luas untuk membawa perubahan di Tiom, Papua. Bagi Mikael, adat yang sekiranya baik harus dipertahankan tetapi adat yang dinilai merugikan serta menimbulkan perpecahan hendaknya dikaji ulang dan diperbaiki. Selain itu dilihat dari gambar 6 dan 7, terlihat anak-anak yang merupakan korban dari peperangan tersebut memanfaatkan
66
kefanatikan orang-orang Papua terhadap budaya setempat dengan melantunkan lagu adat setempat untuk menggugah hati mereka menuju perdamaian yang utuh. Untuk mewujudkan perdamaian di Papua biasanya melalui musyawarah, yaitu dengan memanggil kepala suku dari kelompok yang berperang, kemudian mencari jalan keluar agar kedua kelompok tersebut untuk berdamai. Ada pula cara lain untuk mendamaikan kedua kelompok yang berperang, yaitu dengan menyanyikan sebuah lagu adat yang bertemakan perdamaian. Berikut hasil wawancara dengan guide anjungan provinsi Papua di TMII, “Disana ada peran petugas keamanan tetapi jika ia langsung melerai itu sangat sulit. Dia mesti masuk kembali ke ketua adat, ketua panglima perang. Disana itu beda. Ada ketua adat, ketua panglima perang. Ketua adat hanya melakukan adat yang berlaku dalam perkampungan itu. Biasa disana penyelesaian peperangan itu, dikompromikan dulu. Kekurangan dalam film itu seharusnya kan ada teks di bawahnya, karena Papua sendiri kan memiliki 300 suku dan 200 bahasa lebih ya, satu kabupaten saja ada beberapa suku, dan itu bahasanya beda. Jadi kami menonton film itu mengartikan lagu itu adalah tentang perdamaian. Menurut bapak Oken yang tinggal di Papua khususnya pegunungan, bahwa dahulu penduduk Papua banyak yang atheis. Tetapi sejak masuknya Belanda yang mayoritas beragama Kristen membawa perubahan bagi masyarakat Papua, yakni mereka sudah mempunyai agama. Untuk itu, biasanya jika mereka berperang didamaikan melalui sebuah lagu. Mungkin lagu yang ada di film itu adalah lagu perdamaian”.10 Perdamaian merupakan wujud cita-cita umat manusia sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Perdamaian merupakan kunci pokok menjalin hubungan antar umat manusia, sedangkan perang dan pertikaian adalah sumber malapetaka yang berdampak pada kerusakan social. Agama Islam sangat memperhatikan keselamatan dan perdamaian, juga memerintahkan kepada umat manusia agar selalu hidup rukun dan damai dengan tidak mengikuti hawa nafsu dan godaan syaitan, firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 208: Hai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagimu.
Mitos
10
Wawancara dengan Guide anjungan provinsi Papua (Taman Mini Indonesia Indah) pada 7 Februari 2014.
67
a. Narasi Antar Adegan Utama dan Pendukung pada Tabel 4.4 Tabel di atas merupakan serangkaian narasi yang saling berkaitan satu sama lain. Dalam rangkaian gambar di atas, sutradara mencoba menampilkan beberapa adegan penyelesaian konflik peperangan yang terjadi dalam film Di Timur Matahari. Seluruh adegan berikut ditampilkan mulai dari usaha Mikael yang mencoba berdiskusi dengan keluarga besar dari Blasius mengenai denda adat serta para tokoh yang berperan penting bagi warga tiom sampai bersatunya kembali warga di Tiom, Papua. Pada gambar 1 tabel 4.4 terlihat Mikael, seorang pemuda keturuan asli Tiom yang mendapatkan kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang lebih, sehingga ia dapat berpikir lebih terbuka. Mikael yang baru tiba dari Jakarta bersama istrinya Vina kembali ke Tiom karena mendapat kabar bahwa kakaknya Blasius telah meninggal dunia. Sesampainya di kampung halaman, ia berdiskusi di dalam sebuah honai dengan keluarga besarnya mengenai kematian kakaknya Blasius. Inti dari diskusi mereka adalah mengenai denda adat untuk orang yang telah membunuh Blasius. Tetapi Mikael—singkatnya—tidak setuju akan denda adat tersebut, karena ia beranggapan bahwa denda tersebut berlebihan. Keputusan Mikael itu tidak mudah diterima oleh adiknya Alex. Sehingga Mikael dan Alex pun berselisih paham mengenai denda adat tersebut. Berikut perdebatan antara Mikael dan Alex: Alex
: Kita tidak terlalu banyak berdiskusi, mereka mau bayar denda tidak? Ini masalah keluarga, ini masalah adat, tak ada yang boleh ikut campur Mikael : Saya mengerti Alex, saya berbicara juga bukan untuk melawan adat, yang baik kita pertahankan tapi yang sudah tidak cocok harus berani kita rubah. Iya kan??
68
Alex
: Ini instruksi Presiden kah? Tuhan!! Mereka harus bayar denda dulu Mikael. Ini adat, ribuan tahun sebelum kau punya nenek moyang sudah ada Mikael : berapa ekor babi? Alex : 3 miliyar dan 200 ekor babi, kalau tidak kita perang!! Mikael : 3 miliyar? Bagaimana kalau mereka tidak sanggup Alex?? Alex : Bukan harga mati, mereka boleh tawar toh!! Mikael : Nah itu dagang namanya!! Saya sudah bicara sama teteh, saya juga bicara sama yang lainnya. Besok kakak Blas dikuburkan dan tidak ada balas dendam Pada gambar 2 tabel 4.4 terlihat pendeta Samuel selaku tokoh pemuka agama di daerah Tiom ini mencoba untuk melerai kedua kelompok yang ingin berperang di sebuah lapangan tepatnya di perbatasan antara kedua kelompok. Pada adegan ini, niat baik pendeta Samuel cukup membuat redam sementara emosi dari kedua belah pihak. Tetapi kelompok dari ayah Yoakim tetap ingin berperang. Serangan dari kelompok ayah Yoakim bermula dari penyerangan ketika Mikael dan istrinya sedang dalam perjalanan menuju bandara yang didampingi oleh warga Tiom termasuk didalamnya bapak Yakob. Dalam penyerangan itu, bapak Yakob menjadi korban pemanahan oleh pihak lawan. Hal inilah yang menjadi indikasi daripada puncak peperangan antara kedua kelompok. Pada gambar 3 tabel 4.4 terlihat Mikael yang berusaha mencegah adiknya yakni Alex untuk melakukan balas dendam atas kematian bapak Yakob. Dalam adegan ini, kedua kakak beradik berselisih paham dalam hal menyelesaian masalah peperangan yang terjadi di Tiom. Berikut dialog Mikael dengan Alex: Mikael : Alex… Alex, tidak ada gunanya Alex : Mereka mencoba mempermalukan kita Mikael Mikael : Kita semua hampir mati Alex, Tapi bukan gini caranya Alex : Mata ganti mata, gigi ganti gigi!! Mikael : Bukannya ingin melawan adat, tapi apakah harus perang?? Apa kau ingin tarus berduka seperti itu? (sambil menunjuk jenazah
69
bapak Yakob) atau seperti ini? (sambil menunjukan jari ibu Mazmur) Pada gambar 4 tabel 4.4 terlihat dokter Fatima sedang berbicara dengan Alex. dokter Fatima yang sedang bertugas di Tiom pun tak setuju dengan cara Alex yang ingin melakukan perang untuk balas dendam. Ia berusaha mencegah terjadinya perang di Tiom dengan cara mengancam Alex dengan tidak mengobati orang-orang yang terluka karena berperang. “Silahkan saja kalau mau berperang, tapi jangan paksa saya mengobati orang yang terluka karena berperang”, ucap dokter Fatima kepada Alex. Mendengar ancaman dari Dokter Fatima tak membuat ciut nyali Alex. Dia menegaskan kepada dokter Fatima bahwa perang ini adalah masalah harga diri. “Semua orang akan mati, itu urusan Allah, ini masalah harga diri”, jawabnya. Pada gambar 5 tabel 4.4 terlihat pendeta Samuel yang mendengar perkataan Alex tentang memperoleh harga diri melalui peperangan, ia pun memperingatkan Alex bahwa Allah tidak mengajarkan untuk berperang untuk memperoleh harga diri. Kemudian pendeta Samuel memerintahkan kepada warga yang membawa senjata ke dalam gereja untuk pergi. “Allah yang mana yang mengajarkan kalian memperoleh harga diri melalui peperangan Alex?”, ucap pendeta Samuel kepada Alex. “Sekarang saya mau tanya, siapa yang kasih izin masuk senjata ke dalam gereja? Siapa Alex? Sekarang kalian semua keluar, keluar!!”, lanjut ucap pendeta Samuel. Keesokan harinya, Mikael dan istrinya Vina menghibur anak-anak Tiom dengan bernyanyi-nyanyi dan bercerita kisah lucu yang mengundang tawa anakanak. Di tengah saat Mikael bercerita, tiba-tiba datang ibu Mazmur yang memberitahu bahwa Alex balas dendam dengan membakar Honai dari
70
kelompok ayah Yoakim. Pembakaran honai tersebut berimplikasi dengan puncak peperangan. Dalam peperangan ini yang menjadi korban berikutnya adalah ayah Agnes dan Alex yakni ayah dari Thomas. Pada gambar 6 tabel 4.4 terlihat lima sekawan yakni Mazmur, Thomas, Suryani, Agnes dan Yoakim ikut serta dalam menyelesaikan peperangan yang terjadi di Tiom. Melihat banyaknya korban yang berjatuhan membuat Mazmur berserta teman-temannya berlari menuju tempat terjadinya perang dan mencoba menghentikan
perang
tersebut.
Upaya
yang
mereka
lakukan
untuk
menghentikan perang adalah dengan menyanyikan sebuah lagu adat yang mereka yakini lagu tentang perdamaian. Mereka berharap dengan menyanyikan lagu tersebut, seluruh warga di Tiom dapat mempersatukan mereka kembali. Pada gambar 7 tabel 4.4 terlihat usaha lima sekawan ini berhasil mendamaikan dan mempersatukan mereka melalui lagu adat Tiom yang bertemakan perdamaian. Ketika Mazmur dan teman-temannya menyanyikan lagu tersebut, kedua kelompok yang sedang berperang itu tak lama kemudian menghentikan peperangan dan mendengarkan dengan hikmat lagu tersebut. Tak lama berselang semua warga Tiom ikut bernyanyi dengan bergandengan tangan. Hal itu menunjukan bahwa kedua kelompok itu sudah berdamai. Pada akhirnya kelima sekawan dan anak-anak Tiom lainnya dapat hidup dengan damai, mereka juga dapat kembali lagi ke sekolah. Tetapi, karena guru pengganti belum juga datang, sebagai gantinya pendeta Samuel yang mengajari mereka untuk sementara.
71
Sebuah pelajaran yang sangat berharga dalam film Di Timur Matahari ini. Sutradara juga ingin menyampaikan pesan kepada penonton yang ditampilkan pada bagian akhir film yakni: “Saling memaafkan adalah pilihan terbaik karena cinta dan kedamaian akan membawa kebahagiaan bagi anak kita” “Kalau bukan sekarang, kapan lagi? Kalau bukan kitorang, siapa lagi?” C. Pesan Moral Film dalam Pandangan Islam Film merupakan bagian dari salah satu bentuk komunikasi massa dengan yang menggunakan audio dan visual sebagai sarana penyampaian pesan. Di Timur Matahari, merupakan penggambaran secara visual dan verbal dari berbagai ekspresi dan karakter pemainnya yang kemudian menyampaikan pesan kepada khalayak baik secara eksplisit maupun implisit. Melalui isi pesan yang dikandungnya, film dapat menyampaikan nilai-nilai budaya, ideologi, politik, sosial dan sebagainya. Film Di Timur Matahri merupakan salah satu film yang di dalamnya terkandung pesan moral. Pesan moral sendiri mempunyai pengertian sebagai ajaran tentang baik dan buruk mengenai perbuatan, sikap, kewajiban yang dapat diterima secara umum. Pesan moral budaya yang diajarkan melalui film ini adalah semangat belajar, kasih sayang dan pentingnya arti perdamaian. Nilai utama yang didapat dalam film ini adalah semangat belajar untuk meraih
cita-cita.
Kondisi
yang
didapat
mereka
saat
ini
seperti
ketidaktersediaannya fasilitas yang memadai, bukan menjadi alasan bagi mereka untuk menyerah dalam mencapai cita-cita. Karena keterbatasan kondisi yang mereka alami semakin membuat mereka berupaya untuk merubah keadaan
72
menjadi lebih baik. Karena ketika mewawancarai salah satu masyarakat Papua mengatakan bahwa masyarakat disana masih sedikit yang mau menerima pendidikan tetapi ada juga yang mau menerima. Orang yang mau menerima pendidikan itulah yang patut dicontoh semangat belajarnya untuk meraih cita-cita. Hal yang mereka lakukan itu adalah bentuk dari upaya untuk keluar dari keadaan sebelumya menuju kehidupan yang lebih baik. Seperti yang tertera dalam Al-Quran pada penggalan Surat Ar-Rad ayat 11
Artinya: ―Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.‖ Terjemahan dalam ayat tersebut mengandung arti bahwa nasib baik atau buruknya suatu kaum atau kelompok itu ditentukan oleh kaum itu sendiri. Dalam hal ini, Islam mengajarkan kepada umatnya untuk tidak menyerah dalam keadaan apapun, karena Allah telah menjanjikan kepada hambanya akan merubah nasib mereka jika mereka sendiri yang merubahnya. Nilai lain yang yang bisa diangkat dalam film ini adalah bentuk kasih sayang baik itu kasih sayang kepada keluarga maupun sesama. Hal yang paling melekat pada budaya Papua adalah ketika salah satu dari keluarganya meninggal, maka keluarga yang ditinggalkan akan melalukan pemotongan jari sebagai wujud rasa kehilangan. Satu jari untuk satu orang. Tradisi potong jari disana wajib bagi anggota keluarga untuk mengenang satu keluarganya yang sudah tidak ada lagi. Selain itu ada juga kasih sayang seorang ibu kepada anaknya, sesama teman dan juga sesama manusia. Hal itu yang begitu ditonjolkan dalam film ini,
73
yakni peran pentingnya kasih sayang bagi berlangsungnya kedamaian dalam kehidupan. Semua ajaran agama mengajarkan arti pentingnya kasih sayang, khususnya juga dalam agama Islam. Islam adalah agama yang menggunakan jalan cinta, kasih sayang, dan tidak mengajarkan untuk berbuat kekerasan kepada siapapun. Islam menghendaki semua penyelesaian masalah dimulai dengan kasih sayang. Seperti hadits yang diriwayatkan Turmudzi sebagai berikut :
“Barang siapa tidak menyayangi manusia, Allah tidak akan menyayanginya...” [HR. Tirmidzi]. Hadist di atas mengajarkan bahwa, kasih sayang tidak mengenal siapa mereka. Kategori kasih sayang di sini diberikan kepada sesama manusia. Hal itu menunjukkan Islam tidak pernah mengajarkan diskriminasi terhadap siapapun, suku, bangsa atau agama apapun dalam hal menyayangi manusia. Nilai lain yang muncul dalam film ini adalah nilai mengenai perdamaian. Perdamaian yang menjadi klimaks dalam film ini merupakan bentuk usaha keras anak-anak Papua yang sangat menginginkan ketenangan dan kedamaian. Perdamaian terwujud bukan menjadi sesuatu yang mudah karena harus terbentur dengan adat dan budaya yang ada. Seringnya terjadinya peperangan dipicu oleh ketidaksepakatan dua kelompok dalam penentuan denda adat. Namun hal tersebut tidak menyurutkan usaha anak-anak Papua dalam menciptakan perdamaian. Dalam film ini pun pesan yang ingin disampaikan sutradara adalah "…yang baik kita pertahankan, yang sudah tidak cocok harus berani kita rubah". Hal serupa yang juga disetujui oleh sebagian masyarakat yang ada di Anjungan provinsi
74
Papua di TMII. "Setuju setuju, mudah-mudahan adanya film ini juga bisa mengurangi penyebab peperangan itu terjadi. Dengan adanya film tersebut, dapat mengurangi pemberitaan yang memojokkan Papua".11 Perdamaian bukanlah semata-mata nilai yang dicita-citakan masyarakat Tiom saja. Tetapi, perdamaian adalah cita-cita semua manusia di muka bumi ini. Perdamaian merupakan wujud cita-cita umat manusia sebagaimana yang diajarkan dalam Islam. Perdamaian merupakan kunci pokok menjalin hubungan antar umat manusia, sedangkan perang dan pertikaian adalah sumber malapetaka yang berdampak pada kerusakan sosial. Agama Islam sangat memperhatikan keselamatan dan perdamaian, juga memerintahkan kepada umat manusia agar selalu hidup rukun dan damai dengan tidak mengikuti hawa nafsu dan godaan syaitan. Seperti firman Allah dalam surat Al Baqarah ayat 208:
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman masuklah ke dalam Islam keseluruhannya dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan adalah musuh yang nyata bagimu.” Ayat di atas menghendaki bahwa sebagai umat manusia untuk tidak mengikuti langkah syaitan. Sebab dengan tidak mengikuti langkahnya, maka akan terhindar dari segala perbuatan tercela yang dapat menimbulkan pertikaian.
11
Wawancara dengan Giude Anjungan Provinsi Papua (Taman Mini Indonesia Indah) pada 7 Februari 2014.
75
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Setelah penulis menganalisa data berupa rangkaian adegan dalam film Di Timur Matahari dengan mencari makna denotasi, konotasi, dan mitos yang dianggap merepresntasikan moral budaya masyarakat Tiom di Papua. Maka penulis merumuskan beberapa hal, yaitu: 1. Makna Denotasi: Makna donotasi pada penelitian ini adalah gambaran tentang potret kehidupan masyarakat Papua, khususnya Tiom dalam yang membutuhkan pendidikan dan kedamaian. 2. Makna Konotasi: Makna konotasi terlihat dalam film ini adalah perjuangan yang dilakukan oleh kelima anak Papua di daerah Tiom terbentur dengan masalah pendidikan serta hausnya akan kedamaian di bumi Papua. Lebih khususnya lagi, perjuangan anak-anak Tiom dalam memperoleh pendidikan yang layak seperti daerah perkotaan lainya. Ini terlihat pada beberapa adegan tentang semangat belajar. Tidak hanya dalam pendidikan masalah yang dihadapi disana. Namun, masih ada beberapa bentuk moral budaya yang ditampilkan dalam film ini yaitu mengenai wujud cinta kasih, dan juga perjuangan dalam memperoleh kedamaian. 3. Mitos: Ada beberapa mitos yang terlihat dalam film ini, yaitu wacana tentang pendidikan dan kedamaian. Secara singkat, mitos yang ada dalam film ini
76
adalah kepercayaan tentang nilai-nilai adat yang berlaku di Tiom yang disalahgunakan untuk melakukan perang atas nama harga diri. Sehingga membuat peperangan itu tidak akan pernah selesai. Penyembab selalu terjadinya konflik di tanah Papua yang di tampilkan dalam film ini adalah minimnya pendidikan yang ada di sana memperngaruhi cara berfikir mereka yang lebih mengedepankan emosi semata daripada akal dan logikanya. Dari ketiga makna di atas, maka penulis dapat mengatakan bahwa representasi pesan moral budaya masyarakat Tiom Papua dalam film Di Timur Matahari ini berupa ajaran untuk menanamkan semangat untuk belajar dan berjuang untuk meraih cita-cita. Semangat untuk terus belajar sangat menonjol dalam film ini di tengah segala keterbatasan yang ada. Selain itu terdapat juga nilai cinta kasih, memaafkan kepada sesama serta kesetiakawanan yang tinggi. Cinta kasih juga berperan dalam mewujudkan perdamaian. Ada pula, beberapa hal mengenai adat Tiom yang perlu diperbaiki sebagai jalan untuk menyelesaikan masalah ketika ketidakadilan menimpa anggota kelompoknya. B. Saran Saran penulis terhadap film ini adalah: 1. Saran penulis kepada sutradara film: Pada industri film sebaiknya lebih memperbanyak film yang bertemakan pendidikan dan kebudayaan masyarakat di pedalaman, sehingga penonton dapat mengenal budaya yang ada di Indonesia lainnya. 2. Saran penulis kepada pemerintah: Minimnya pendidikan di sana sudah seharusnya menjadi perhatian pemerintah untuk melakukan pemerataan pendidikan baik sarana maupun prasarana.
77
3. Saran peneliti kepada media pembuat berita: Seharusnya media tidak hanya menampilkan kekerasan yang ada di Papua saja karena itu dapat mempengaruhi pemikiran orang luar Papua terhadap orang Papua hanya dari sisi kekerasannya saja. 4. Saran kepada penonton lainnya: Saat menonton sebuah film dibutuhkan sikap kritis untuk tidak hanya menerima cerita yang disajikan dengan apa adanya, tetapi penonton harus lebih aktif dalam mencari pesan-pesan yang tersirat dalam sebuah cerita atau adegan.
78
DAFTAR PUSAKA
Anshari, Endang Saifudin. Wawasan Islam, Jakarta: Gema Insani Press, 1993. Barthes, Roland. Mitologi, (Terj. Nurhadi & Sihabul Millah), Yogyakarta: Kreasi Wacana,2004. Birowo, Antonious. Metode Penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi. Creswell, John W. Desain penelitian: Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif, Jakarta: KIK Press, 2003. Danesi, Marcel. Pengantar Memahami Semiotika Media, Yogyakarta: Jala Sutra, 2010. DEPDIKNAS. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002. Effendi, Onong Uchaja. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: Cipta Aditya Bakti, 2003. Elvinaro Ardianto & Komala, Lukiati. Komunikasi Massa: Suatu Pengantar, Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2007. Eriyanto. Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media, Yogyakarta:LKiS, 2009. Faridl, Miftah. Dakwah Kontemporer Pola Alternative Dakwah Melalui Televisi, Bandung: Pusdai Press, 2000. Graeme, Burton. Membincang Televisi, Yogjakarta: Jalasutra, 2007 Hudayat, Asep Yusup. Modul „Metode Penelitian Sastra‟, Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjajaran, 2007. Keraf, Groys. Diksi dan Gaya Bahasa, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996 Kriantono, Rachmat. Teknik Praktis Riset Komunikasi Jakarta: Kencana, 2007. Nata, Abudin. Akhlak Tasawuf , Jakarta: Rajawali Press, 2003, cet. Ke-5, h. 94 Noviani, Jalan Tengah Memahami Iklan, Antara Realitas, Representasi, dan Simulasi. Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2002 Nurgiyantoro, Burhan. Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University, 1998.
79
O‗Shaughnessy, Micheal and Stadler, Jane. ―Media and Society.‖ Oxford Universiy, Oxford University Press, 2005. Pawito, Penelitian Komunikasi Kualitatif, Yogyakarta: LKiS, 2007. Piktoringa, M. Jamaluddin. Tipologi Pesan Persuasif, Jakarta: PT Indeks, 2005, cet. Ke-1. Pintoko, Wahyu Wary dan Diki Umbara. How to Become A Cameraman, Yogyakarta: Interprebook, 2010. Robinson, James G. Komunikasi Yang Efektif, Jakarta: CV. Pedoman Ilmu Jaya, 1986 cet. Ke-3. Poerwardarminta, W. J. S. Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1991, cet ke XXI. Pranajaya, Adi. Film dan Masyarakat: Sebuah pengantar, Jakarta: DP SDM Citra Pusat Perfilman Haji Usmar Ismail, 1999. Pratista, Himawan. Memahami Film, Yogyakarta: Homerian Pustaka, 2008. Ruslan, Rosady. Metodologi Penelitian Publik Relation dan Komunikasi, Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada, 2003 Sobur, Alex. Analisis Teks Media; Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing, Bandung: Remaja Rosda Karya , cet. Keempat April 2006. Teba, Sudirman. Etika dan Tasawuf Jawa, Jakarta: pustaka Irvan, 2007. Teba, Zakiyah. Peranan Agama Islam dalam Kesehatan Mental, Jakarta: Haji Masagung, 1993. UU Republik Indonesia No 8 Tahun 1992 tentang perfilman Bab 1, Pasal 1 Ayat 1. Departemen Penerangan RI. Widaja, H. A. W. Komunikasi: Komunikasi dan Hubungan Masyarakat Jakarta: Rajawali Pers, 2003, cet. Ke-5. Zaimar K.S, Okke. Semiotik dan Penerapannya Dalam Karya Sastra, Jakarta: Pusat Bahasa, Departemen Pendidikan Nasional, 2008.
80
DAFTAR PUSTAKA INTERNET
Anang Hermawan, Mitos dan Bahasa Media: Mengenal Semiotika Roland Barthes, artikel diakses pada 3 Juli 2013 dari httpabunavis.wordpress.com20071231mitos-dan-bahasa-media-mengenalsemiotika-roland-barthes#_ftn21 Asep Yusup Hudayat, Modul ‗Metode Penelitian Sastra‘ (Bandung: Fakultas Sastra Universitas Padjajaran, 2007), h. 72. Melalui web: Resource.unpad.ac.id/unpadcontent/unpad/publikasi_dosen/metode_penelitian_sastra.PDF diakses pada 23 Januari 2014 Indiwan seto wahyu Wibowo, Representasi Kearifan Lokal Dalam Film di Timur Matahari (Jurnal Menggagas Pencitraaan Berbasis Kearifan Lokal: Universitas Multimedia Nusantara), h.1066 Film Sebagai Objek Analisis Semiotik, artikel ini diakses pada 18 Februari 2014 http://rossidrowmaens.blogspot.com/2012/05/film-sebagai-objekdari analisis-semiotik.html. Moulidvi Rizki Permita, Teori Naratif, artikel ini diakses pada 7 Maret 2014 dari http://moulidvi-r-p-fib11.web.unair.ac.id/artikel_detail-81023-UmumTeori%20Naratif.html. Profil
Ari Sihasale, artikel diakses pada 29 Januari 2014 http://selebriti.kapanlagi.com/indonesia/a/ari_sihasale/berita/dan http://id.wikipedia.org/wiki/Ari_Sihasale.
dari
Suyatna Pamungkas, Bhartez dan Sistem Tanda (Sebuah Studi Semiotika) artikel diakses pada 3 juli 2013 dari http://peloporwriterpreneur.blogspot.com/2011/01/bhartez-dan-sistemtanda-sebuah-studi.html
81
LAMPIRAN Lampiran 1:
Proposal Penelitian
82
Lampiran 2:
Surat Dosen Pembimbing
83
Lampiran 3:
Surat Izin Penelitian
84
Lampiran 4
: Cover Film Di Timur Matahari
85
Lampiran 5:
Hasil Wawancara
Transkip Wawancara Nama
: Adolov Standly Jarangga Tumengkol
Jabatan
: Guide Anjungan Provinsi Papua
Tempat Tanggal Lahir : Sorong, 9 September 1975 Alamat 1.
: Jalan Padepokan Taman Mini Indonesia Indah
Tanya: Melihat dari film, saya begitu kagum orang disana begitu menjunjung tinggi harga diri, kesetiaan sosial, cinta kasih kepada sesama seperti tradisi potong jari sebagai wujud kehilangan terhadap kerabatnya tetapi di sisi lain yang saya tangkap dari film hal itu justru menjadi pemicu peperangan dan pertikaian? Jawab: Tradisi potong jari disana bagi anggota keluarga wajib agar bisa mengenang dari satu keluarganya yang sudah tidak ada lagi. Seperti saat istri ditinggal suaminya meninggal, istrinya akan melalukan potong jari begitu pun sebaliknya. Tetapi sebagian besar tradisi potong jari itu dilakukan oleh perempuan karena kematian lak-laki lebih banyak akibat perang. Namun tradisi itu dilakukan hanya pada keluarga inti seperti suami, istri, dan anak. Bukan seperti silsilah keluarga besar turun temurun. Biasanya tradisi ini dilakukan di daerah pegunungan. Sedangkan disana begitu menjunjung harga diri, seperti di sana harga diri itu sangat berharga seperti perempuan itu sangat mahal, sangat berharga, karena di daerah mereka itu bila seorang pria datang meminta dari pihak perempuan seperti meminta babi buat mas kawin mereka. Berapapun banyak babi yang mereka minta harus dipenuhi.
86
2. Tanya: Sebenarnya apa faktor penyebab utama yang menyebabkan pemicu peperangan itu terjadi? Jawab: Tidak beda jauh seperti yang ada di sini juga, karena pengambilan lahan, tersinggung antara kampung atau suku. Perkawinan tidak syah begitu juga. Sama halnya seperti disini masalahnya juga sama. Mereka biasanya berperang dengan menggunakan panah dan tombak. Panah dan tombaknya pun beracun. Karena racunnya dari akar pohon, getah, hewan seperti racun kodok 3. Dalam certia film ini kan konflik terjadinya peperangan itu kan sebab adanya uang palsu, kenapa bisa terjadi tidak dapat membedakan uang palsu dengan uang asli? Kalau kita berpikir kembali mengenai uang palsu atau tidak, kita lihat ke masalah seperti pemberitahuan seperti TV atau informasi lainnya. Masyarakat sana kan, zaman-zaman itu belum ada masuk televisi. Jangankan itu, mungkin listrik saja susah. Dan tidak ada masalah sosialisai uang palsu. Mungkin juga kemarin-kemarin ada pemberitahuan tentang uang palsu, mungkin mereka hanya memberi tahu, tapi belum kasih tahu cara membedakan uang palsu seperti apa. Kalau pada zaman sekarang kan bisa dilihat pakai warna lampu biru, atau ada di iklan yang diraba, diterawang. Ya orang sana biar sampai sekarang dibilang diraba, atau diterawang. Mereka berpikir diraba ya tetap uang lima puluh ribu ya tetap sama, warnanya sama. Kita kembali lagi berpikir, ibarat kamu orang sana dan saya datang memberitahu "hati-hati dengan uang palsu, harus diraba, diterawang". Sekarang kita kasih contoh uang palsu dan uang asli, sama-sama baru, mereka otomatis dan saya yakin
87
sekali mereka akan bingung. Nanti dikasih contoh pegang begini, oiya dibilang mengerti ya mengerti, besok dia pegang uang palsu, dia bingungkan rasa hari ini dengan yang kemarin. 4. Bagaimana peran pemerintah dalam mensosialisasikan uang palsu di sana? Kalau zaman dulu mungkin belum sampai, tapi kalau zaman sekarang mungkin sudah sampai. Karena sudah banyak teknologi yang sudah sampai ke sana, di daerah pegunungan pun sudah sampai. Karena dengan adanya seperti perusahan Amerika yang ada yaitu Freeprot, juga banyak yang pendidikannya tinggi. 5. Tanya: Istilah kalimat yang mengatakan mata ganti mata, gigi ganti gigi apakah merupakan kalimat yang membudaya bagi masyarakat Papua atau hanya merupakan bumbu dalam film saja? Jawab: Ya, satu nyawa hilang harus dibayar satu nyawa sehingga itu yang menimbulkan peperangan. Seperti jika ada di pihak saya mati oleh pihak Anda, saya harus balas. Di pihak Anda pun harus ada yang mati satu. Tidak ada tawar-menawar di sana, harga diri harga mati. Ibarat yang panah saya orang lain, tapi saya bunuh orang lain dan pihak sana tidak akan terima, dia balas lagi, dia cari lagi, tidak akan pernah selesai. Dan itu sering dan selalu berulang berulang berulang. Tetapi sistem perang disana ada jam istirahat. Memang itu seperti itu, dan waktu jam makan pun mereka istirahat, dan setelah itu ada kesepakatan untuk meneruskan perang. Budaya peperangan seperti itu hanya ada di beberapa wilayah 6. Tanya: Mengenai adat lainnya tentang adat yang berlaku di Papua seperti yang diceritakan dalam film itu apa maksud dari denda adat tersebut?
88
Jawab: Denda adat seperti itu memang ada, anda tabrak hewan piaraan saya, Anda harus bayar dengan nominal yang saya minta, misalkan Anda tabrak babi saya, saya sudah pelihara ibaratnya setahun dua tahun saya kasih makan, klo saya minta 100 juta anda harus bayar. Klo tidak bisa membayar, anda harus siap jadi korban. Dan itu pula yang menyebabkan terjadinya perang. 7. Tanya: Penentuan harganya itu tidak ditentukan oleh adatnya? Jawab: Tidak itu tidak, itu tidak hanya dari keluarga sendiri, tetapi dari rembukan dari keluarga besar. Karena yang saya alami, di Papua, teman saya tabrak, hanya senggol,Cuma luka lecet, dikenakan denda adat berupa mengisi setengah drum dengan uang logam seratus rupiah yang tebal zaman dulu sampai penuh. Dan itu yang menabrak orang Ujung pandang. Dan benar-benar ia kumpulin, tetapi ada nego sedikit, karena tak mampu ngumpulin uang logam sebanyak itu. 8. Tanya: Apakah denda adat itu berlaku kepada semua orang Papua atau orang yang tinggal di Papua? Jawab; Semua, semua orang yang tinggal di Papua. Orang Jawa pun yang tinggal di Papua, dia sudah seperti itu, ia akan tuntut seperti itu. Dan orang Papua yang merasa bersalah dengan dia sudah mengerti harus bayar juga. Dan masih berlaku bagi orang Papua yang sudah keluar dari Papua tetap dikenakan denda adat tersebut. 9. Tanya: Jika peperangan itu kemudian terjadi, bagaimana peran petugas keamanan di sana dalam menangani konflik peperangan? Jawab: Disana ada peran petugas keamanan tetapi jika ia langsung melerai itu sangat sulit. Dia mesti masuk kembali ke ketua adat, ketua panglima perang.
89
Disana itu beda. Ada ketua adat, ketua panglima perang. Ketua adat hanya melakukan adat yang berlaku dalam perkampungan itu. Tetapi panglima perang, dia yang nanti berkuasa dalam peperangan itu. Seperti zaman sekarang ada presiden, ada jendral. 10. Tanya: Apa penyelesaian yang biasa dilakukan jika peperangan itu terjadi? Jawab: Biasa disana penyelesaian peperangan itu, dikompromikan dulu 11. Apa makna lagu dalam film tersebut dalam adegan terakhir ketika mereka semua bergandengan tangan? Kekurangan dalam film itu seharusnya kan ada teks di bawahnya, karena Papua sendiri kn memiliki 300 suku dan 200 bahasa lebih ya, satu kabupaten saja ada beberapa suku, dan itu bahasanya beda. Jadi kami menonton film itu mengartikan lagu itu adalah tentang perdamaian. Menurut bapak Oken yang tinggal di Papua khususnya pegunungan, bahwa dahulu penduduk Papua banyak yang ateis. Tetapi sejak masuknya Belanda yang mayoritas beragama Kristen membawa perubahan bagi masyarakat Papua, yakni mereka sudah mempunyai agama. Untuk itu, biasanya jika mereka berperang didamaikan melalui sebuah lagu. Mungkin lagu yang ada di film itu adalah lagu perdamaian. 12. Tanya: Apakah pendidikan di Papua seperti yang diceritakan dalam film? Sesulit itukah anak Papua ketika ingin memperoleh pendidikan? Bisa diceritakan? Jawab: Yang saya alami di Sorong, Papua Barat, kalau untuk pribadi saya khususnya pendidikan di daerah Sorong itu sih sudah sedikit maju. Tetapi kalau yang ada di film itu memang benar, karena pemerintah itu sendiri belum
90
sanggup untuk sampai kesana. Karena masyarakat disana masih sedikit yang mau menerima tetapi ada juga yang tidak mau menerima. Untuk zaman sekarang, sudah mau menerima. Cuma ya itu, guru mana yang sanggup dengan keadaan seperti itu. Memang kenyataan yang ditampilkan dalam film itu sebagian besar seperti itu, ada juga yang tidak seperti itu. Kalau untuk sekolahnya sendiri mungkin, kalau kita disini kan berangkat naik angkot dan kalau mereka mungkin jalan naik turun gunung. Jangankan di daerah Wamena sana, di daerah saya sendiri di daerah Jayapura saya pernah alami seperti itu, mau sekolah pasti naik gunung turun gunung dulu. Karena kembali lagi ke masalah biaya, dulu saya dan teman-teman sekolah saja tidak pernah pegang biaya untuk naik angkot serta di tambah lagi angkutan pun pilih-pilih penumpang, karena misalkan anak sekolah bayar 1000 dan orang dewasa 3000 pasti dia pilih orang dewasa. Ada juga masalah transportasi umumnya yaitu adalah pesawat, antar kecamatan, kabupaten mau tak mau harus naik pesawat. Tapi kalau namanya anak sekolah ya mau tidak mau harus jalan kaki lah. 13. Tanya: Kenapa masyarakat di sana tentang pendidikan ada yang mau dan ada yang tidak? Apa penyebabnya bisa jadi seperti itu? Jawab: Ya, dari yang saya pernah dengar dan saya pernah lihat. Mungkin dari orang tuanya sendiri, bisa ada yang di tuntut untuk pekerjaan dan bisa juga tidak. Kalau di tempat saya yang saya alami sendiri, saya untuk apa kerja, untuk apa sekolah. Ada pemikiran seperti ini, dalam zamannya ditindas. Kita sekolah, sokolah, sekolah kita tetap ditindas juga, ditindas oleh pemerintah. Dulu masih zamannya orde baru, ibarat kata kita tidak bisa berbicara. Jangankan di sana, di sini saja kita berbicara hilang. Yang kedua, ada yang
91
lebih senang bermain, ada yang lebih senang kehidupannya dimanja oleh orang tua kita. Jujur orang tua kita dulu itu. Contohnya seperti ini, orang belum pernah menyentuh namanya roti, kornet. Makanya di sini pokoknya untuk zamanya orang tua kita di zaman dulu itu tiap bulan itu ada. Jadi dari pemerintah belanda itu ada seperti susu, kornet, indomie itu semuanya sudah pernah mereka dari zaman dulu orang Papua sudah terima seperti itu. Makanya dari yang saya pernah dengar orang Papua itu lebih dekat dengan pemerintahan Belanda, tapi ada juga yang bertolak belakang. 14. Tanya: Jadi dari kebanyakan anak-anak di sana itu lebih senang sekolah atau tidak? Jawab: Banyak, sangat senang sekolah. Tapi yaitu, dulu mungkin kalau di daerah pegunungan yak jauh, dan ada juga yang sekolah mungkin orang-orang yang atas. Tapi untuk sekarang sudah tidak kepakai. Yang mau sekolah ayo sekolah, apalagi sekarang suda ada pendidikan sekolah geratis kan dari pemerintah. 15. Tanya: Program sekolah gratis sampai di sana juga pak? Jawab: Sampai di sana, Cuma sampai di sana kebanyakan sekolah swasta, jadi seperti itu bisa dihitung lah. Tapi zaman sekarang ini sudah banyak sekali sekolah negeri. Kalau sekolah swasta itu seperti Don Bosco, Misi itu kan sekolah-sekolah belanda. Pada zaman saya sekolah dulu, sekolah negeri banyak, tapi yang berkualitas Don Bosco, Misi, dan memang sekolah Don Bosco dan Misi itu benar-benar tertata diatur, dan memang biaya sekolah yang saya alami sangat mahal.
92
16. Tanya: Berarti dalam tayangan film ini benar kenyataannya? Seperti menunggu guru, meminta kepada siapa saja untuk mengajar? Jawab: Benar, itu mamang nyata. Jadi sebelum datangnya guru, kita semua masing-masing. Siapa yang bisa untuk memimpin? Contohnya seperti ketua kelas, ada tugas dari guru diberikan kepada ketua kelas, lalu ketua kelas akan tunjuki siap anak yang berpotensi, tolong bantu teman-temannya, jadi dia yang ngajar depan. Ia mengajar seperti guru, dia catat juga dari buku cetak. Karena dulu buku cetak itu sangat susah, kalo sekarang kan kita dibagi sama guru dan dijaga sampai kalian kenaikan kelas, dan dikembalikan. Kalau dulu kan tidak, dulu kita sekolah 1 buku kita gulung kita masukan di kantong. Jadi itu kita cari buku pelajaran itu sangat sulit. Jadi yang punya itu guru sama anak orang yang ada yang mampu beli. 17. Tanya: Memang pemerintah tidak mensortir buku ke sana? Jawab: Pada zaman saya memang mensortir, tapi ya terbatas. Di daerah sorong saja terbatas, apalagi di daerah pegunungan sana? Mungkin mereka lebih parah lagi, bisa-bisa di saya sembilan mungkin di sana masih nol, ibarat kata seperti itu. Jadi saya cerita ini yang saya alami. Di zaman saya sudah parah, mungkin di zaman dahulu lebih parah lagi. 18. Tanya: Dari keseluruhan yang ditampilkan dalam film, apakah Bapak merasa Papua sudah terwakili dalam film tersebut? Jawab: Sedikitnya mewakili Papua. Kami sebagai orang Papua merasa sangat senang karena bisa melihat kondisi sekolah yang mereka lihat. Bangunan sekolah saja masih begitu. Bukan hanya orang-orang besar sekolah,
yang ingin
93
Kita juga nonton film itu juga ada yang membuat kita mengelus dada, dan ada juga yang sedikit menyimpang. Seperti cerita dalam film yang menampilkan sedikit-sedikit perang!! Sedikit-sedikit perang!! Disana tidak sama seperti itu, seperti di berita, mereka tidak tahu. Mereka hanya bilang di cerita itu hanya dikasih tahu soal perang, perang, dan perang. Kalau memang mereka ingin tahu, harusnya mereka turun dan mereka saksikan sendiri makanya saya sebagai orang Papua kalau nonton berita itu rasa sedih dengan berita seperti itu. Karena mereka tidak tahu yang mereka beritakan ini benar atau tidak, masalah suku atau bukan. Selain itu ada hal yang menyimpang dalam film seperti adegan saat Mikael berbicara dengan Alex saat berkata "Saya tidak makan beras Jawa" yang bagi masyarakat Papua tidaklah seperti itu. Karena hal itu mereka anggap sebagai provokasi. 19. Tanya: Seperti pesan dalam film yang mengatakan "yang baik diteruskan yang tidak baik diperbaiki" setujukah Bapak dengan hal itu? Jawab: Setuju setuju, mudah-mudahan adanya film ini juga bisa mengurangi penyebab peperangan itu terjadi. Dengan adanya film tersebut, dapat mengurangi pemberitaan yang memojokkan Papua.
94
Lampiran 6:
Foto dengan Guide Anjungan Provinsi Papua di TMII