REPRESENTASI KELAS ATAS PADA FILM ARISAN 1 DAN 2 Oleh: Muhammad Sultonul Haq (070915034) – C Email:
[email protected] ABSTRAK Penelitian ini berfokus pada representasi kelas atas pada film Arisan 1 dan 2 dan apakah kedua film tersebut dapat memberikan pandangan alternative pada representasi kelas atas di media massa. Metode penelitian dari penelitian ini menggunakan metodologi kualitatif dengan metode analisis wacana sebagai pisau analisisnya. Unit analisis dari penelitian ini yaitu teks atau dialog yang berkenaan dengan masyarakat kelas atas dalam film Arisan 1 dan 2, interpretasi peneliti atas teks tersebut, dan juga literatur atau referensi lain terkait dengan masyarakat kelas atas. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa kelas atas direpresentasikan sebagai kelas yang mengedepankan kultur kelas, terutama nilai eksklusifitas dalam kehidupan sehari harinya. Film Arisan 1 dan 2 juga merepresentasikan nilai nilai gaya hidup, religiusitas dan seksualitas untuk menunjukkan identitas kelas atas. Kedua film ini memberikan pandangan alternatif terhadap representasi kelas atas di media massa. Kata Kunci: Representasi, Kelas Atas, Film, Arisan! . PENDAHULUAN Penelitian ini merupakan penelitian mengenai representasi kelas atas pada film Arisan 1 dan 2 dengan menggunakan metode analisis wacana. Tema ini memiliki signifikansi karena terdapat stereotype di media massa yang melekat terhadap kelas atas bahwa mereka adalah kelas yang sinis dan suran (sinister and shadowy) (Liversey, 2014). Di Indonesia, orang kaya (kelas sosial atas) dianggap dekat dengan kapitalisme, padahal kapitalisme merupakan suatu hal yang sangat dibenci oleh masyarakat Indonesia; kapitalisme adalah kata yang kotor, karena kapitalisme lekat dengan orang Barat yang merupakan penjajah Indonesia selama lebih dari 300 tahun (Heryanto, 1998) Menurut David Croteau dan William Hoynes, representasi merupakan hasil dari suatu proses penyeleksian yang menggarisbawahi hal-hal tertentu dan hal lain diabaikan. Representasi tidak hanya melibatkan bagaimana identitas budaya disajikan atau dikonstruksikan di dalam sebuah teks tapi juga dikonstruksikan di 223
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1
dalam proses produksi dan resepsi oleh masyakarat yang mengkonsumsi nilainilai budaya yang direpresentasikan tadi. Maka, menjadi menarik ketika representasi dipahami sebagai gambaran sesuatu yang akurat. Representasi merujuk kepada konstuksi segala bentuk media terutama media massa terhadap segala aspek realitas atau kenyataan seperti masyarakat, objek, peristiwa, hingga identitas budaya. Menurut John Fiske (1997) dalam sebuah praktek representasi asumsi yang berlaku adalah bahwa isi media tidak merupakan murni realitas karena itu representasi lebih tepat dipandang sebagai cara bagaimana mereka membentuk versi realitas (realitas baru) dengan cara-cara tertentu bergantung pada posisi sosial dan kepentingannya. Salah satu media massa yang bahkan diperkembangannya merupakan bagian yang tak dapat terpisahkan dari proses representasi adalah film. Film merupakan salah satu media massa yang paling banyak diminati oleh orang orang di seluruh dunia. Film membuai seseorang dengan kenikmatan audio visual yang tampak nyata. Susan Hayward (2013) memperjelas : But it has become clear that the reason we want to examine film at all is because it is a source of pleasure and significance for so many in our culture.
Film dianggap memberikan social learning terhadap masyarakat (Fiske, 2003). Film menjadi salah satu media yang secara kuat memberikan stereotipe, obskulasi, maupun penggambaran secara umum terhadap realitas yang tak terjamah oleh penonton. Dari awal, teori film memang tidak dapat dipisahkan dari argumentasi mengenai representasi. Mengapa? Karena budaya telah diredefinisi sebagai proses yang mengkonstruksi cara hidup suatu masyarakat: sebuah sistem untuk memproduksi makna, kesadaran dan akal sehat, terutama dari sistem dan representasi media yang pada akhirnya memberikan gambaran tentang signifikansi kultural dari masyarakt tersebut (Fiske, 2003). Sementara pemilihan film Arisan 1 dan 2 sebagai film yang diteliti adalah karena film Arisan! secara jujur dan blak-blakan membuka kehidupan golongan elite sosial di Jakarta, yang tidak pernah ditunjukkan oleh film-film Indonesia (Dinata, 2011). Film Arisan dianggap membawa perubahan terhadap cara pandang 224
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1
media mengenai kelas sosial atas. Sementara film Arisan 2 memiliki kepentingan untuk diteliti karena memberikan penjelasan yang lebih holistik terhadap representasi kalangan atas karena merupakan kelanjutan dari Arisan 1 dan dibuat oleh sutradara yang sama. Kelas didefinisikan sebagai “sebuah grup besar dimana terjadi distribusi ekonomi yang tidak seimbang dan/atau hak hak politis dan/atau diskriminasi kultural yang berujung pada eksploitasi ekonomi dan opresi politik (Outwhaite, Bottomore 1994 dalam Walthery, 2010). Kelas terjadi karena adanya ketimpangan di masyarakat dalam hal penguasaan modal, baik itu ekonomi maupun politik serta perbedaan kultur. Ini menyebabkan terjadinya pelapisan pelapisan sosial atau biasa disebut stratifikasi sosial. Penelitian ini akan menggunakan metode analisis tekstual dengan pendekatan semiotik merupakan pendekatan yang tepat untuk meneliti mengenai representasi kelas atas pada film Arisan 1 dan 2. Studi analisis wacana memberikan seperangkat alat analisis yang berfungsi untuk mengungkap makna pada setiap detil tanda, lambang maupun bahasa yang digunakan dalam film tersebut. Analisis wacana juga memberikan keleluasan berupa intertextuality yang memberikan landasan yang lebih luas untuk pemaknaan yang lebih detil dan mendalam, terutama untuk mengaitkan kedua film tersebut
PEMBAHASAN Class culture, atau kultur kelas, adalah sebuah persetujuan, dalam tingkatan tertentu, pada fakta yang menyatakan bahwa orang orang yang berada dalam sebuah kelas, dalam hal ini melakukan pekerjaan yang sama, memiliki pendapatan dan kekayaan yang sama, dan memiliki level pendidikan yang sama, disebut memiliki nilai, identitas dan gaya hidup yang sama (Thompson, 2014). Argumentasi mengenai kultur kelas, ada atau tidaknya, mungkin begitu kuat ketika berbicara mengenai kelas menengah atau kelas bawah. Tetapi peneliti beranggapan bahwa kultur kelas begitu kuat pada kelas atas terutama karena mereka memiliki nilai nilai yang kuat dipegang oleh sesame anggota kelas. Mereka selalu berada pada lingkungan yang sama, enggan untuk keluar dari zona 225
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1
nyaman mereka dan engga untuk berinteraksi dengan orang orang yanag berada di kelas lain (Hill, 2012). Ini menyajikan argumentasi betapa kuat kultur kelas pada masyarakat kelas atas. Berikut ini merupakan pembahasan mengenai poin poin kultur kelas yang peneliti dapatkan pada film Arisan 1 dan 2. Kelas atas dimengerti sebagai kelas yang memiliki cultural capital dan economy capital melebihi dari apa yang dimiliki oleh kelas lain. Mereka memiliki barang barang yang tidak bisa dimiliki oleh kelas lain. Definisi eksklusifitas menurut Shirley A Hill (2012), yaitu “a closed society of people who rarely venture beyond their own class in forming friendships and associations.” Menurut definisi ini kelas atas hanya mau bergaul dengan orang orang yang setara dengan mereka. Jarang terjadi adanya sentuhan dengan kelas yang lebih inferior. Menurut Perucci dan Wysong (dalam Hill, 2012), kelas atas selalu menjaga jarak dengan public dengan membuat sekolah, lingkungan dan klub yang eksklusif hanya untuk mereka, sampai ini bisa jadi menimbulkan sekat antar kelas. Berikut ini akan dibahas mengenai kelas atas pada definisi luas dan sempit. Definisi luas mencakup pada kepemilikan barang barang di masyarakat kelas atas, yaitu mobil, pakaian atau fashion dan setting lokasi yang dipilih. Sementara definisi sempit akan menjelaskan mengenai lingkungan pergaulan kelas atas dan penggunaan manner (sikap atau perilaku terhadap orang lain) pada pergaulan. 1. Mobil Mobil menjadi salah satu symbol eksklusifitas yang paling awal. Di tengah transportasi masal Indonesia yang tidak memadai, kelas atas perlu sarana yang nyaman untuk bepergian kemanapun. Mobil pun menjadi pilihan. Karena itu, mobil adalah bentuk dari “statement” tentang bagaimana seseorang mencitrakan dirinya.
226
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1
Gambar 1. Mobil Andien
Mobil yang paling mencolok tentu saja mobil Andien yang merupakan
sebuah
Jaguar.
Menurut
situs
jual
beli
mobil
Autoprices.com, harga mobil Andien ini, Jaguar S type bekas, mencapai 225 juta rupiah. Tentunya, ketika Bob memberikan mobil ini kepada Andien adalah dalam kondisi baru. Sebagai perbandingan, harga mobil yang sama dengan seri yang beda, T Type, saat ini paling murah adalah 1,3 milliar rupiah dengan yang paling mahal mencapai 3,8 miliar rupiah. Dengan harga yang selangit, dapat dimengerti bagaimana ini merupakan sebuah tanda dari eksklusifitas.
Gambar 2. Mobil Meimei
Mobil yang dipilih Meimei sebagai tunggangannya adalah Audi. Menurut website Businessinsider.com, Audi di China merupakan simbol dari orang penting di jajaran pemerintahan. Bahkan supir supir taksi China diberikan mobil Audi oleh perusahaannya. Mengapa? Tentunya karena Audi merupakan mobil yang terkenal dengan kenyamanan secara keseluruhan dan terutama untuk backseat yang sangat menunjang proporsi badan sehingga tidak gampang capek. Masih menurut website yang sama, di Amerika Serikat Audi adalah 227
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1
simbol dari “new luxury”. Audi adalah mobil yang dipilih oleh anak anak muda dan menjadi symbol kekayaan yang tidak banyak orang memakai, layaknya mobil mewah lain.
Gambar 3. Mobil Sakti di Arisan 2
BMW adalah saingan terberat Mercedes Benz di Indonesia. Menurut detik.com, Mobil ini masuk Indonesia secara resmi hampir berbarengan dengan Mercedes, yaitu pada 1976. Penjualan BMW pada tahun 2009 – 2014 juga selalu menjadi yang kedua terbesar di Indonesia. Menilik bagaimana BMW dan Mercedes merupakan “mass luxury”, dan Sakti pernah memiliki keduanya, dapat dilihat bagaimana selera sakti. Tetap mengandalkan eksklusifitas, tetapi tidak ingin terlalu terlihat mencolok di jalanan. Model dari masing masing mobil tersebut juga dapat menjadi salah satu bahan penelitian yang juga menarik. Meimei dan Andien menaiki sedan, sementara Sakti menaiki SUV. Model sedan selalu dianggap sebagai model yang lebih eksklusif dari lainnya. Apalagi Jaguar, yang hanya mengeluarkan model sedan bagi pemasarannya di Indonesia. Ini tentunya melipatgandakan kesan eksklusif dari produk ini. Sementara Sakti memilih menaiki SUV yang notabene merupakan model yang paling disukai oleh keluarga dan anak muda Indonesia. Ini seakan akan ingin menonjolkan meskipun dia adalah kelas atas, dia tidak ingin terlalu menonjolkan siapa dirinya, cukup dengan merk, dan memilih model yang merepresentasikan bahwa dia adalah pecinta keluarga dan berjiwa muda.
228
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1
2. Pakaian dan Perhiasan (fashion)
Gambar 4. Gaya Andien ketika Datang ke Apartemen Ruben
Gambar di atas merupakan gambar dimana Andien mengunjungi Ruben di apartemennya. Andien mengenakan dress warna putih, heels putih, serta tas besar warna perak. Rambutnya di tata sedemikian rupa sehingga naik ke atas dan make up nya terlihat natural. Segala detil itu menunjukkan image eksklusifitas yang sangat tinggi. Penggunaan warna silver tampak dominan pada dandanan Andien. Begitu juga tas nya yang berwarna perak dengan pegangan warna emas. Kedua warna ini merupakan symbol dari kekayaan dan kemewahan. Kerap kali orang kaya dalam berbagai media diasosiasikan dengan warna emas dan perak. Emas, karena merupakan logam mulia, menjadi symbol dari kekayaan tradisional. Sementara perak juga merupakan symbol kekayaan, hanya saja ini lebih dekat dengan hal hal modern dan kontemporer. Andien menegaskan dirinya sebagai orang kaya modern dengan set pakaian yang dia kenakan saat ini.
Gambar 5. Arisan Meimei
Arisan yang dilakukan oleh kelas lain, biasanya kelas menengah ke bawah, tidak pernah melakukan ini. Tidak pernah ada kelas yang melakukan arisan dengan dress code tertentu. Hanya kalangan atas lah 229
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1
yang melakukannya. Tujuan dari pemakaian dress code seperti ini adalah agar terlihat lebih kompak, sehingga ketika difoto dan dimasukkan ke majalah akan terlihat serasi (Mulya dan Roesma, 2012). Detil seperti ini dapat dipersepsikan sebagai cara untuk menunjukkan kekayaannya dan tidak mau terkucil dari pergaulan. Semua setuju untuk memakai dress code yang sama agar mereka dapat merasa masuk dalam lingkungan tersebut, di sisi lain juga menunjukkan sisi individualis bahwa seseorang mampu memenuhi tuntutan pergaulan di kelas ini. Maka, arisan dengan dress code tertentu merupakan sebuah simbol eksklusifitas.
Gambar 6. Busana kantoran Sakti
Fashion Sakti merupakan representasi dari pria kelas atas yang masih muda dan bekerja sebagai professional. Dia kerap memakai setelan jas ketika ke kantor. Di luar kantor pun, seperti tampak pada gambar 12 dan 13, dia memakai jeans simpel dan kemeja yang dimasukkan ke celana. Tidak lupa ikat pinggang dan sepatu yang senada. Dandanan seperti ini kerap ditampilkan oleh professional muda dimanapun di seluruh dunia.
230
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1
3. Desain Properti
Gambar 7. Kamar Sakti 1
Gambar 8. Kamar Sakti 2
Gambar 9. Rumah Sakti 1
Gambar 10. Rumah Sakti 2
Sejalan dengan pilihan mobil dan bajunya, Sakti juga memiliki rumah yang tidak terlalu menonjolkan eksklusifitas. Rumahnya bergaya minimali dimana itu jamak ditemui pada jaman sekarang. Mungkin di 2003 hal seperti ini termasuk mewah, tetapii bahkan untuk saat itu ini tidak terlalu mewah. Dan ini adalah rumah Grace, ibunya, sehingga dia tidak bisa terlalu berbuat banyak. Gaya minimalis bahkan semakin melekat di kamar tidurnya. Ruangan itu besar, dengan meja kerja di dekat pintu masuk, sofa dan tempat tidur yang saling berhadapan. Ini mencitrakan keinginan Sakti untuk nyaman berada di kamar. Dia membawa semua hal yang ingin dia lakukan di kamar tidur, dengan membuat kamar tidurnya senyaman mungkin.
231
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1
Gambar 11. Kamar Mandi Meimei
Gambar 12. Kamar Tidur Meimei
Gambar 13. Ruang rumah Meimei 1
Gambar 14. Ruang rumah Meimei 2
Mungkin karena Meimei dan Sakti bekerja sebagai interior designer, gaya dekorasi rumah mereka pun mirip. Meimei juga menekankan pada desain yang minimalis. Mungkin kedua desain rumah, Meimei dan Sakti akan terlihat menarik karena menganut gaya yang lazim diperlihatkan oleh rumah rumah jaman sekarang, tetapi ini konsekuen dengan pilihan mobil mereka. Mereka tampak tidak ingin memperlihatkan kekayaan mereka secara berlebihan. Mereka memberikan wacana baru terhadap sikap kelas atas dalam mengurangi hal hal yang memamerkan kemewahan. Dengan ini mereka mewakili gaya “old money” yang anti memamerkan kemewahan. 4. Lingkungan Pergaulan Definisi sempit dari eksklusifitas adalah sebuah kecenderungan dimana kelas atas terbentuk dari sebuah lingkungan yang tertutup dimana mereka jarang untuk bergerak atau keluar dari kelas mereka dalam membentuk pertemanan ataupun hubungan (Hills, 2012). Lingkungan pergaulan hanyalah milik mereka. Setiap anggota kelas atas mengenal satu sama lain, saling mengerti kemampuan satu sama lain. Pergaulan yang itu itu saja membuat mereka menjadi kaget ketika ada seseorang yang masuk dalam
232
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1
golongan mereka. Itu terbukti ketika Andien mempertanyakan siapa Ara. Berikut percakapannya : … Andien : Ara, punya tanah di Batu Jimbar?! Cuma Otmani yang bisa punya tanah di daerah itu Sakti : Iya uda Andien : Penasaran deh, siapa sih si Ara ini ….. Percakapan di atas memberikan interpretasi tentang eksklusifitas kelas atas. Mereka harus selalu mengenal siapa orang orang di sekitarnya. Ketika ada penyimpangan, seperti orang yang tiba tiba kaya dan memiliki harta kekayaan di atas rata rata, mereka akan mempertanyakan. Ara yang memiliki tanah prestisius di Batu Jimbar dianggap sebagai penyimpangan itu. Andien pun segera ingin mencari tahu siapa Ara, bagaimana dia bisa masuk ke zona eksklusif ini, padahal sebelumnya tidak pernah terdengar namanya. Bukti lain adalah bagaimana pernikahan di antara kelas atas dilakukan di antara mereka sendiri. Ical dikatakan adalah anak dari pemilik grup media City Post, sementara Meimei adalah pewaris dari Batik Hariadi. Dilihat dari reaksi ibu ibu Arisan ketika mereka mendengar nama itu, dapat dilihat bahwa grup media City Post dan batik Hariadi adalah cukup disegani. Bentuk eksklusifitas pergaulan ini mengacu pada bagaimana kelas atas ingin melindungi keluarga dan dirinya sendiri dari berbagai tindakan yang tidak bertanggung jawab dari kelas lain (Hills, 2012). Mereka menganggap keluarga mereka harus selalu berhasil dalam meneruskan kisah kesuksesan mereka. Anak anak dimasukkan ke sekolah sekolah khusus, yang terdiri dari anak anak kalangan kelas atas sendiri, secara tidak sadar memberikan lingkup pergaulan yang dapat dikontrol oleh orang tua. Tekanan untuk sukses pada anak begitu besar, terutama melalui pendidikan dan prestasi prestasi salah satunya dengan cara memberikan lingkungan yang terkondisikan.
233
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1
Hal ini wajar terjadi karena bagaimana kelas atas di Amerika Serikat pada tahun 1920 begitu menderita karena ketidakmampuan mereka menjaga kekayaan yang sudah didapatkan. Kelas atas Amerika Serikat jatuh karena resesi ekonomi, sementara mereka tidak mau meninggalkan gaya hidup mereka karena mereka tidak mau kehilangan teman, ditambah lagi anak anak mereka tidak diajarkan untuk mengontrol uang mereka, berteman dengan orang orang yang diluar kelas mereka dan menghasilkan generasi kelas atas muda Amerika Serikat yang aneh dan menakjubkan (Samuel, 2012). Mereka tidak mengerti bagaimana mengelola uang, bagaimana mengorganisasi kehidupan mereka, dengan cara berfoya foya. Hasilanya, ketika terjadi resesi, mereka jauh lebih miskin dari orang orang kelas bawah, karena terjerat standar hidup yang tinggi tanpa kemampuan untuk membiayainya (Samuel, 2012). KESIMPULAN Kelas atas Indonesia memiliki beberapa nilai yang membentuk identitas kelas mereka. Nilai nilai itu adalah kultur kelas (class culture), gaya hidup (lifestyle), religiusitas dan seksualitas. Kultur kelas merupakan budaya yang dimiliki oleh kelas tertentu karena adanya kesamaan pendapatan, pekerjaan dan lingkungan tempat tinggal. Kultur kelas begitu terasa pada kelas atas karena mereka memiliki nilai eksklusifitas. Ciri eksklusifitas yang pertama ditunjukkan oleh kepemilikan mobil. Masing masing tokoh utama memiliki mobil yang begitu menarik perhatian. Mobil mewah menunjukkan sesuatu yang tidak bisa dimiliki oleh orang dari kelas lain selain kelas atas sendiri. Yang kedua adalah fashion sense (gaya berpakaian) masing masing karakter dalam film Arisan 1 dan 2. Karena mereka menekankan pada eksklusifitas, mereka menggunakan barang barang yang mewah dan indah. Hal yang menarik adalah mereka sangat menyukai barang barang fashion yang dikenakan oleh selebritis.
234
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1
Desain properti menjadi hal ketiga yang menunjukkan eksklusifitas kelas atas. Desain properti bergaya Eropa adalah desain yang begitu menarik perhatian dan terkesan mewah. Seperti sudah diketahui, kebudayaan Barat begitu dinilai tinggi oleh mayoritas masyarakat Indonesia. Sehingga tentu saja dengan memiliki sentuhan budaya Barat pada properti yang dimiliki akan menciptakan kesan eksklusifitas tersebut. Definisi sempit dari eksklusifitas juga mengacu pada lingkungan pergaulan kelas yang jarang sekali keluar dari zona nyaman pergaulan mereka. Seperti terlihat pada film Arisan 1 dan 2, setiap tokoh begitu sering bertemu dengan satu sama lain, dan terlihat hanya bergaul dengan orang orang yang sama. Juga bagaimana masing masing begitu mengerti latar belakang orang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA Fiske, John (1997). Television Culture. London: Routledge Hayward, Susan. (2013). Cinema Studies : The Key Concepts. New York: Routledge. Heryanto, Arief. The Years of Living Luxuriously : Identity Politics of Indonesia’s New Rich, dalam Beng-Huat, Chua (2000). Consumption in Asia: Lifestyle and Identites. London: Routledge Hill, Shirley A. (2012). Families : A Social Class Perspective. Kansas. Pine Forge Press. Livesey, Chris (2014). Cambridge International AS and A Level Sociology Coursebook (Cambridge International Examinations). London: Cambridge University Press. Tuchman, Gaye. (1978). Making News : A Study in The Construction of Reality. Michigan: Free Press. Veblen, Thorstein (2003). Theory of the Leisure Class. Pennsylvania : Pennsylvania State University. Walthery, Pierre (2006). Figuring Out Social Class : An Overview. Manchester: Research Gate. Weber, Max (1978). Economy and Society. London: University of California Press
235
COMMONLINE DEPARTEMEN KOMUNIKASI| VOL. 4/ NO. 1