REPRESENTASI DAN DEKONSTRUKSI PEREMPUAN DALAM CERPEN SANG RATU KARYA INTAN PARAMADITHA Ery Agus Kurnianto Peneliti di Balai Bahasa Provinsi Sumatera Selatan Jalan Seniman Amin Yahya, Jakabaring, Palembang Sur-el:
[email protected] Abstract: This paper discusses the issue of representation and deconstruction of women in one of the short story by Intan Paramaditha entitled Queen. The purpose of this paper is to show how the author blended sentences to represent women and deconstruct the myths about women who are in the novel Sag Queen. Descriptive method used in this study. The theory used is the representation theory and deconstruction. The conclusion of the analysis of this short story is the female characters who appear in this short story is a form of satire on society, especially with regard to women's issues. The satire voiced female voice that had been silenced by a culture system constructed by the patriarchy. Text used by the author to deconstruct myths about women who 'grounded' by the patriarchy. Myths about women's place women in a very disadvantaged position. Keywords: Representation, Deconstruction Abstrak: Tulisan ini membahas masalah representasi dan dekonstruksi perempuan dalam salah satu cerpen karya Intan Paramaditha yang berjudul Sang Ratu. Tujuan tulisan ini adalah menunjukkan bagaimana pengarang meramu kalimat guna merepresentasikan perempuan dan mendekonstruksi terhadap mitos-mitos tentang perempuan yang terdapat dalam novel Sag Ratu. Metode deskriptif digunakan dalam penelitian ini. Teori yang digunakan adalah teori representasi dan dekontruksi. Kesimpulan yang didapat dari hasil analisis terhadap cerpen ini adalah tokoh perempuan yang dimunculkan dalam cerpen ini merupakan bentuk sindiran terhadap masyarakat, terutama yang berkaitan dengan permasalahan perempuan. Sindiran tersebut menyuarakan suara perempuan yang selama ini terbungkam oleh sistem budaya yang dikonstruksi oleh kaum patriarkhi. Teks digunakan oleh pengarang untuk mendekonstruksi mitos-mitos tentang perempuan yang „dibumikan‟ oleh kaum Patriarkhi. Mitos-mitos tentang perempuan menempatkan perempuan di posisi yang sangat dirugikan. Kata Kunci: Representasi, Dekonstruksi
1.
Pertama kali dimunculkan, cerpen
PENDAHULUAN
Sang Ratu yang menjadi salah satu cerpen Pengkajian representasi dan dekonstruksi perempuan melalui tokoh utama dalam cerpen Sang Ratu karya Intan Paramaditha sangat menarik untuk dilakukan. Representasi ini akan memberikan paradigma baru terhadap apa yang selama ini dipercayai mengenai mitos-mitos tentang
perempuan
yang
dikonstruksi
dan
dalam antologi cerpen Sihir Perempuan karya
Intan
Paramaditha
ini
menarik
perhatian para kritikus sastra. Cerpen ini pernah dibahas dalam acara Diskusi Buku Sihir Perempuan yang diselenggarakan oleh Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia,
„dibumikan‟ oleh kaum patriarkhi. Paradigma
Depok pada 8 Juni 2005. Oleh para
baru tersebut berupa sudut pandang perempuan
pengamat,
dalam menilai perempuan melalui karya sastra
memiliki perbedaan yang sangat menonjol
yang diciptakan oleh pengarang.
jika dibandingkan dengan karya-karya yang
Sihir
Perempuan
dianggap
terbit pada periode yang sama. Perbedaan Representasi dan Dekonstruksi Perempuan dalam Cerpen Sang Ratu … (Ery Agus Kurnianto)
27
Lebih jauh lagi, cerpen
yang menonjol adalah cerpen ini termasuk
ini sebenarnya
dalam karya yang gotik. Hal ini disebabkan
juga mengungkapkan sebuah proses kesadaran
karena pengarang meggunaan tokoh-tokoh
identitas budaya3 perempuan yang memiliki
supernatural
untuk
menyuarakan
suara
hatinya. Namun, setelah melalui proses pembacaan dan pengamatan secara lebih mendalam lagi, ternyata ada permasalahan yang
lebih
menarik
lagi
jika
hanya
peran atau aktivitas di ranah domestik. Tentu saja proses kesadaran diri ini merupakan proses yang kompleks dan dinamis karena perempuan yang
direpresentasikan
di
sini
merupakan
perempuan lemah yang berada di bawah dominasi nilai-nilai masyarakat patriarki yang
dibandingkan dengan masalah gotik yang
kemudian menjelma menjadi sosok perempuan
dimunculkan oleh pengarang. Permasalahan
yang memiliki kekuasaan tidak terbatas. Dalam
tersebut
adalah
representasi
2
dan
proses tersebut akan terjadi sinkretisasi nilai-
dekonstruksi perempuan yang dimunculkan
nilai budaya yang dikonstruksi oleh kaum
oleh tokoh-tokoh perempuan dalam cerpen-
patriarki dengan perempuan yang memiliki
cerpen
oleh
kekuatan yang tidak terbatas. Alasan-alasan
dalamnya
tersebutlah yang membuat penulis tertarik untuk
yang
pengaranngnya,
dimunculkan termasuk
di
adalah cerpen yang berjudul Sang Ratu ini. Budiman menyatakan bahwa Sihir Perempuan memiliki kekuatan dalam hal sudut pandang terhadap suatu permasalahan. Perspektif
perempuan
dijadikan
pokok
mebahas cerpen ini. Berdasarkan pada pemikiran yang telah diuraikan pada bagain latar belakang, tulisan ini akan mengkaji cerpen Sang Ratu karya Intan Paramaditha dengan fokus pada persoalan representasi
perempuan
dan
dekonstruksi
tentang
perempuan.
persoalan
representasi
persoalan dalam cerpen-cepennya. Sang
terhadap
Ratu tidak hanya mengangkat persoalan
Pengkajian
terhadap
perempuan, melainkan juga memandang
perempuan
dianggap penting karena melalui
persoalan
hasil kajian ini akan berperan dan berpengaruh
tersebut
dari
sudut
pandang
mitos-mitos
terhadap sosialisasi mengenai permasalahan
perempuan. Ketika dicermati secara lebih dalam lagi,
gender. Persoalan yang berhasil diformulasikan
cerpen ini merupakan sebuah resistensi terhadap
dalam kaitannya dengan masalah representasi
nilai-nilai patriarki. Resistensi ini sekaligus
perempuan dalam tulisan ini adalah sebagai
ditujukan untuk mendeskonstruksi representasi
berikut Bagaimanakah representasi perempuan
perempuan
sebagai
dalam cerpen Sang Ratu karya karya Intan
makhluk yang lemah, berorientasi pada urusan
Paramaditha dapat dipandang sebagai sebuah
domestik rumah tangga, dan rentan terhadap
deskontruksi terhadap representasi perempuan
penindasan yang sering terefleksi dalam karya-
Jawa mengenai mitos-mitos tentang perempuan?
karya satra.
yang
sering
dianggap
Metode
penelitian
digunakan
adalah
metode deskriptif dalam bentuk kajian tekstual.
28
Jurnal Imiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 27- 38
Langkah pertama yang dilakukan adalah dengan
reaksi atau aksi apapun terhadap keberadaan
memahami teks secara keseluruhan. Pemahaman
perempuan di cyberporn.
terhadap tokoh utama perempuan, akan dijadikan
Hum dalam bukunya
yang berjudul
landasan dalam memahami karya ini. Apa yang
Dictionary of Feminist Theory (1990:198)
dialami oleh tokoh utama inilah yang nantinya
menyatakan
akan dianalisis menjadi representasi perempuan
konstruksi imaji tentang manusia yang secara
dan dekonstruksi terhadap mitos-mitos kaum
terus-menerus dibentuk dan didukung oleh
perempuan.
identitas jender. Identitas jender seseorang
Masalah perempuan
yang
sangat
berkaitan
menarik
dengan
untuk
dikaji.
bahwa
representasi
adalah
ditentukan oleh perspektif apa yang digunakan untuk
merepresentasikannya.
Hal
senada
Beberapa penulis pernah mengkaji permasalahan
diungkapkan oleh Hall (1995) dalam tulisannya
representasi
mitos-mitos
yang berjudul New Ethnicities mengatakan
tentang perempuan. Aquarini dalam tesisnya
bahwa representasi dapat dianggap sebagai
(2003) yang berjudul Representasi Seksualitas
lapangan permainan dalam lingkup tradisi, dan
Perempuan dalam Tiga Novel Karya N.H. Dini
sejarah.
menghasilkan
tentang
mencerminkan kenyataan semata-mata tetapi
seksualitas perempuan yaitu bahwa perempuan
juga merupakan skenario yang dimainkan oleh
dikurung dalam batas seksualitas yang dikuasasi
suatu kebudayaan yang ditata oleh cara-cara
dan diatur oleh budaya patriarkhi, sementara
sesuatu
laki-laki tidak. Adanya resistensi terhadap
kekuasaan yang ada. Praktik representasi selalu
budaya patriarkal yang membangun seksualitas
melibatkan
dan subjektivitas perempuan sebagai monolitik
subyek
dan biner, menafikan seksualitas perempuan dan
membuahkan hasil yang berbeda sehingga
menafikan perempuan sebagai subjek.
melalui representasi dapat diperoleh makna yang
dan
dekonstruksi
suatu
fenomena
Representasi
bukan
direpresentasikan,
subjektivitas
yang
bertutur
hanya
pola-pola
penulisnya. atau
serta
Setiap
menulis
akan
Elys Lestari Pembayun (2000) dalam
ingin disampaikan teks (Hall, 1995: 356). Arivia
tesisnya yang berjudul Voyeurisme Terhadap
(1992:42) berpendapat bahwa kaum feminis
Wanita
Discource
memandang jika masyarakat direpresentasikan
Practice/Konsumsi Teks untuk Memproduksi
dengan menggunakan sudut pandang laki-laki.
Ideologi
Oleh karena itu representasi merupakan satu hal
di
Cyberporn
Patriarki.
(Suatu
Penelitian
tersebut
menunjukkan bahwa terjadi bias gender dan
yang diperjuangkan oleh kaum feminis.
kokohnya kontribusi ekonomi perempuan di
Feminisme dan dekonstruksi mendasarkan
dalam internet atau cyberporn dan kuatnya
diri pada filsafat Derridean. Derrida (2002:8)
ideologi patriarki di mana laki-laki digambarkan
menyatakan bahwa dekonstruksi adalah suatu
sebagi penonton yang deskriminatif dalam
metode analisis yang membongkar struktur dan
memandang objek tontonannya (perempuan),
kode-kode bahasa, khususnya struktur oposisi
sementara aktivis perempuan tidak melakukan
pasangan,
sedemikian
rupa
sehingga
menciptakan suatu perminan tanda tanpa akhir Representasi dan Dekonstruksi Perempuan dalam Cerpen Sang Ratu … (Ery Agus Kurnianto)
29
dan tanpa makna akhir. Selanjutnya Derrida
pada hal-hal yang bersifat marginal membuka
menyatakan bahwa terdapat tiga pembacaan
peluang
dekonstruksi, yaitu
melepaskan diri dari konstruksi budaya kaum
1) memastikan bagian-nagian manakah dari
patriarki yang menempatkan posisi laki-laki
suatu pertentangan sebuah teks itu
lebih tinggi daripada perempuan. Hal ini
dianggap sebagai paling utama atau
meyebabkan laki-laki menjadi pemimpin bagi
domminan;
kaum perempuan sehingga laki-laki melaukan
2) memperlihatkan bagaimana hierarki ini
bagi
kaum
perempuan
untuk
subordinat terhadap kaum perempuan.
boleh diabaikan dalam teks, bagaimana hierarki yang tersingkap itu mengambil
2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
sikap arbiterari atau ilusori; 3) meletakkan teks
tadi
unsur-unsur ke
dalam
pertentangan permasalahan,
menjadikan teks ambiguitas. Brook
(1997:112)
dikutip
oleh
bahwa secara praktiknya teknik dekonstruksi menjelaskan
bahwa
jika
teori
feminisme ingin berhasil dalam penentangannya pada wacana alat kelamin sentris hal tersebut tidak bisa
dilakukan
dari
posisi di luar
Berkaitan dengan hal tersebut, Budianta (2002:207) dikutip oleh Hardiningtyas (2012) bahwa
falosentrisme
adalah
neologisme yang diajukan oleh Jacques Derrida, yaitu mengistimewakan phallus atau penis yang digunakan sebagai simbol kekuasaan. Dari hal tersebut dapat dinyatakan bahwa falosentrisme ini merupakan sebuah kecenderungan untuk memandang
ditulis
SR)
memakai
startegi
satu tokoh. Dua hal tersebut adalah perempuan yang
pasif,
tokoh
Dewi,
dengan
sosok
perempuan yang memiliki kekuasaan yang tak terbatas, Ratu Pantai Selatan. Perempuan
tidak
akan
mampu
menghindarkan diri dari kodratnya menjadi seorang ibu rumah tangga. Begitu juga laki-laki, laki-laki tidak akan memiliki kemampuan untuk
falosentrisme.
menyatakan
akan
penggabungan dua hal yang berbeda dalam diri
Hardiningtyas, Puji Retno (2012) menyatakan
Derridean
Cerpen Sang Ratu (yang selanjutnya
kehidupan
dan
mendefinisikan
segala sesuatu dengan menggunakan sudut
Derrida
yang
bapak dalam rumah tangga. Namun, tidak seharusnya
posisi
yang
berbeda
tersebut
melahirkan sebuah peran yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Laki-laki tanggung
dan
jawab
perempuan yang
sama
memiliki terhadap
keberlangsungan hidup keluarganya. Namun sistem patriarki telah memilah, menempatkan posisi serta tanggung jawab yang berbeda antar laki-laki dan perempuan. Bahkan peraturan
pandang atau perspektif kaum laki-laki. Dekonstruksi
menghindarkan diri dari kodratnya sebagai
tidak
memandang dekotomi dan hanya memusatkan
pemerintah pun ikut menjastifikasi pembagian peran tersebut. Hal tersebut jelas merugikan perempuan karena perempuan lebih dibebankan
30
Jurnal Imiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 27- 38
untuk
mengurusi
rumah
masyarakat yang menyatakan bahwa mereka
tangganya dan hal tersebut akan membuat
adalah superior. Gambaran tentang perempuan
perempuan tidak memiliki kesempatan untuk
kemudian disebarluaskan untuk mendukung dan
mengembangkan potensi yang ada dan bertindak
mempertahankan anggapan tersebut. Hal tersebut
sesuai dengan aspirasinya sendiri. Sedangkan
kemudian
laki-laki memiliki tugas yang lebih mengarah
perempuan sebagai makhluk yang secara sosial
pada urusan publik sehingga terbuka kesempatan
adalah inferior terhadap laki-laki.
yang
sangat
urusan
luas
domestik
untuk
kaum
laki-laki
memunculkan
Secara
aksioma
ideologi
sudah
tentang
terlihat
mengembangkan diri dan kemampuannya. Selain
kesuperioran tokoh laki-laki dalam cerpen ini.
memiliki kekuasaan di ranah publik, laki-laki
Dilihat
juga memiliki kekuasaan di ranah domestik. Hal
diintepretasikan bahwa nama Herjuno memiliki
tersebut membuat perempaun semakin menjadi
kaitan dengan nama salah satu tokoh Pandawa
pihak yang inferior dan tertindas.
Lima dalam dunia pewayangan, Arjuna.
Cerpen
SR
mengisahkan
dari
nama
tokoh,
Herjuno, dapat
kehidupan
Dalam dunia pewayangan tokoh Arjuna
seorang laki-laki bernama Herjuno. Dengan
adalah sosok laki-laki yang sangat tampan,
mempergunakan sudut pandang akuan-yang
memiliki kesaktian yang tinggi, dan dicintai oleh
naratornya bukan tokoh utama, yaitu Aku,
banyak perempuan. Tokoh ini memiliki istri
seorang laki-laki yang bernama Gus yang
lebih dari satu. Arjuna adalah sosok yang dikenal
menjadi
Herjuno-narator
sebagai lanangane jagad, lelakinya dunia.
menyoroti, menanggapi, dan menilai konflik
Simbol-simbol kemaskulinan terdapat dalam diri
kawannya dengan pandangan khas laki-laki.
tokoh ini. Begitu juga dengan Herjuno. Herjuno
Pelecehan
perselingkuhan,
adalah sosok laki-laki yang sangat maskulin. Dia
pengkhianatan, menempatkan perempuan hanya
memiliki keberhasilan, kemampuan, mobilitas ke
pada
atas dan kesehatan serta keberhasilan karier
sahabat
tokoh
seksual,
persoalan
domestik,
dan
perlakuan
seenaknya terhadap perempuan dianggap sebagai
personal
suatu hal yang biasa. “Dia tidak tahu apa-apa
kemaskulinan yang dipercaya sebagai ciri-ciri
soal pekerjaan,” sanggah Herjuno…” (SR,
yang ideal bagi pria. Semuanya itu menyebabkan
2005:144).
laki-laki mudah untuk
Kutipan
tersebut
menunjukkan
yang
melambangkan
atribut
memiliki kekuatan,
bahwa kekuasaan ada di tangan laki-laki
mendapatkan kekuasaan, dominasi, pengaruh
(patriarchal power), dan kaum perempuan
atau posisi yang tinggi dari orang lain .
menjadi pihak yang kedua (the second sex). Laki-laki mengurusi pekerjaan di luar rumah, sedangkan perempuan hanya mengurusi urusan domestik. Kesuperioran laki-laki menjadi sebuah aksioma yang sulit atau bahkan tidak dapat diubah.
Kesuperioran
secara
alamiah
dari
laki-laki
disebabkan
sebuah
konstruksi
“Sebagai laki-laki masa lalu, ia masih mengagungkan nilai-nilai lelaki feodal sejati. Menurutnya atribut ksatria modern adalah uang orang tua (sebagai ganti tanah warisan) yang bisa digunakan untuk memulai perusahaan kecil, mobil terbaru (sebagai ganti kuda gagah), dan perempuan-
Representasi dan Dekonstruksi Perempuan dalam Cerpen Sang Ratu … (Ery Agus Kurnianto)
31
perempuan langsing berkorset (sebagai ganti dara-dara berstagen). Herjuno membanggakan itu semua” (ibid.,:132) Dari kutipan tersebut tercermin bahwa laki-laki yang digambarkan oleh teks adalah laki-laki yang sangat kental dengan atribut patriarki. Terlihat bahwa laki-laki generasi muda
patriarki
kebesaran
dan
sangat
mabuk
kekuasaan
dengan
yang
sudah
dimilikinya. Sampai-sampai dia memiliki prinsip
dan
perilaku
yang
sangat
menyimpang, yang dilambangkan dengan perilaku tokoh Herjuno. Tingkah laku tokoh ini
sebenarnya
sangat
perempuan sebagai
pihak
memposisikan yang sangat
inferior. Dalam hal ini tokoh Herjuno telah melakukan
sebuah
perempuan
dengan
pelecehan
terhadap
Dari kutipan tersebut terlihat sekali bahwa posisi perempuan hanya dijadikan sebagai objek laki-laki. Tolok ukur tentang keperawanan
sering
dijadikan
sebagai
pertimbangan
bagi
laki-laki
dalam
menentukan perempuan sebagai pendamping hidupnya. Perempuan tidak perawan tidak layak untuk dijadikan istri karena ia tidak mampu menjaga harkat dan martabatnya. Keperawanan seolah-olah menjadi harga mati dalam menentukan moral perempuan tanpa melihat sisi lain dari perempuan itu sendiri. Keironian terjadi ketika Herjuno terkena
yang
getahnya dari permainan yang ia lakukan. Ia
menguji kesetiaan dan kebaikan moral
harus menikahi perempuan yang dihamilinya. Ini
perempuan
adalah sebuah musibah bagi Herjuno, karena
sebelum
tindakannya
untuknnya” (ini istilah favorit Herjuno—kuno sekali untuk abad 21, bukan?), itu berarti mereka tidak lulus ujian, tidak tahan godaan, dan tidak layak dijadikan istri.” (ibid.,:132).
melalui
hubungan
seksual
menikah.
Herjuno
masih
Herjuno
harus
mengakhiri
petualangannya
mengagungkan nilai-nilai lelaki feodal sejati.
mempermainkan perempuan dan terkungkung
Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan
dalam institusi perkawinan. Akan tetapi, di sisi
berikut ini
lain hal ini membawa anugerah bagi Herjuno.
“Seumur hidupnya Herjuno mengenal dua jenis perempuan yang senantiasa dipacarinya pada saat yang bersamaan: yang perawan dan yang tidak. Baginya sudah jelas, perempuan nonperawan adalah untuk bermainmain. Sementara itu ia menghabiskan waktunya untuk menguji para perawan. Jika dalam masa pacaran mereka “menyerahkan kesucian 32
Herjuno menikahi seorang perempuan—Dewi— seorang putri pengusaha besar yang membawa Herjuno pada kehidupan yang lebih baik. Dewilah yang mengangkat derajat Herjuno. “…sedangkan ia menerima tawaran bekerja sebagai direktur di perusahaan mertuanya. Terbukti, gelar M.B.A nya bukan sekadar Married Because Accident. (ibid.,:133)
Jurnal Imiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 27- 38
Dari hal tersebut dapat diintepretasikan
“Seperti Calonarang. Kecerdasannya buta. Buta
bahwa selain sebagai objek untuk mainan,
raksasa pelahap manusia.” (ibid.,:138). Dari
perempuan
mendukung
kutipan ini terlihat bagaimana watak dan
kesuksesan yang diraih oleh laki-laki; tanpa
perilaku Ratu Calonarang. Ia adalah penguasa
perempuan laki-laki dalam cerpen ini tidak akan
yang tidak pernah memikirkan kemakmuran dan
mampu meraih kesuksesan dalam hidupnya.
kesejahteraan manusia. Dua hal yang terdapat
Posisi Dewi sebagai putri seorang pengusaha
dalam diri perempuan, yaitu perempuan sebagai
besar
pembawa kebahagiaan atau kehancuran. Ratu
juga
di
sosok
bidang
yang
pertambangan
membawa
Herjuno menjadi seorang direktur. Hal ini
Pantai
Selatan
adalah
perempuan
yang
membuktikan bahwa perempuan memiliki andil
membawa kebahagiaan bagi kerajaan dan rakyat
yang besar dalam kesusksesan seorang laki-laki
Mataram,
dalam hidupnya. Mitra atau peran perempuan
perempuan yang membawa kehancuran bagi
dalam membawa kesuksesan bagi laki-laki
manusia.
sedangkan Ratu Calonarang adalah
diperkuat dengan adanya bagian cerita yang
Melalui tokoh Ratu Pantai Selatan kondisi
menceritakan tentang hubungan antara Ratu
menjadi berbalik seratus persen dari apa yang
Pantai Selatan dengan Raja Mataram. Bagian
ada dalam konstruksi masyarakat patriarki.
cerita ini muncul berkaitan dengan usaha
Perempuan tidak
Herjuno dalam menafsirkan mimpinya.
sudah menjadi subjek. Perempuan memiliki
Ratu pantai Selatan dan Ratu Calonarang adalah
simbol
bahkan melebihi kekuasaan dan kekuatan laki-
kekuasaan yang tidak terbatas. Kedua tokoh ini
laki. Perempuan tidak didominasi oleh laki-laki,
mampu melakukan apa saja sesuai dengan
melainkan laki-laki didominasi oleh perempuan.
kemauan dan keinginan mereka. Hal yang
Hal tersebut tampak dalam kutipan berikut ini
membedakan adalah Ratu pantai Selatan mau
“Perempuan itu bertepuk tangan dua kali.
bekerja sama dan membantu manusia. Ratu
Pemuda-pemuda
Pantai
menurunkan tandu, menundukkan kepala di
Panembahan
yang
kekuasaan dan kekuatan yang sangat luar biasa,
memiliki
Selatan
perempuan
menjadi objek, melainkan
membawa kesuksesan bagi Senopati
dalam
memimpin
yang
menyertainya
hadapannya..” (ibid.,:130).
Mataram dan menjadikan Mataram sebagai
Dari
kerajaan besar dan disegani oleh musuh-
bagaimana
musuhnya
dapat
menduduki posisi subjek dan seluruh kekuasaan
dinikmati oleh rakyat Mataram. Hal ini secara
berada di tangannya. Kata menundukkan kepala
langsung diungkapkan oleh teks. “Kanjeng Ratu
di hadapannya merupakan simbolisasi ketaatan
bersedia
Senopati
laki-laki terhadap perempuan dan runtuhnya
kemakmuran.”(ibid.,:135).
patriarki. Hal ini menyiratkan bahwa posisi
Sedangkan mitos Ratu Calonarang menampilkan
penguasa itu tidak selamanya harus berada di
perempuan sebagai sosok yang sangat jahat,
tangan laki-laki. Tidak selamanya perempuan
gemar membunuh dan memangsa manusia.
berhasil dibentuk untuk mempunyai sifat patuh,
sehingga
membantu
mewujudkan
kemakmuran
Panembahan
kutipan perempuan
tersebut
tergambar
melihat
Representasi dan Dekonstruksi Perempuan dalam Cerpen Sang Ratu … (Ery Agus Kurnianto)
dirinya
33
pasif dan pasrah yang harus menyadari bahwa
terbaring di sebelahnya. Perempuan berbaju
hidupnya untuk mengabdi pada orang lain karena
kedombrangan yang tidur tengkurap, terlelap
dia terlahir sebagai makhluk lemah yang harus
pulas, seolah tak akan pernah terbangun.
dilindungi oleh laki-laki. Tidak selamanya posisi
Antiklimaks.” (ibid,,: 131). Hal semacam itu
perempuan tidak sama dengan laki-laki, bahwa
digunakan oleh laki-laki sebagai pembenaran
dia berada di bawah kuasa laki-laki yakni
untuk
sebagai objek, bukan subjek. Posisi ini akan
falogosentrisme. Pilihan seorang perempuan
memperlihatkan kekuasaan yang dimiliki dan
untuk mengabdikan dirinya bagi kepentingan
bermaknakan
terhadap
anak dan suami mendapatkan penilaian yang
keberadaan sang penguasa yang merupakan
negatif dari laki-laki dan laki-laki akan mencari
idaman untuk mengidentifikasikan identitasnya
pembenaran atas tindakan yang dilakukan karena
serta melaksanakan kekuasaan yang dimiliknya.
hal tersebut. Pilihan perempuan yang tidak
Perempuan
merugikan laki-laki, bahkan dapat dikategorikan
suatu
semacam
pengakuan
inilah
yang
mampu
melakukan kastrasi terhadap laki-laki. Melalui sosok tokoh Dewi, cerpen SR menampilkan peran perempuan sebagai ibu
melakukan
perselingkuhan.
Muncul
sebagai pilihan yang menguntungkan laki-laki tidak juga terlepas dari nilai patriarki. Herjuno
melakukan
pengkhianatan
rumah tangga yang sesuai dengan norma
terhadap istrinya. Herjuno terbuai dengan sosok
patriarki. Dewi, tokoh perempuan dalam cerpen
perempuan yang menurutnya adalah titisan Ratu
ini, adalah ibu rumah tangga yang baik dan
Pantai Selatan. Untuk dapat berkencan dengan
bukan tipe perempuan yang bertingkah macam-
perempuan buruannya, Herjuno membohongi
macam.
istrinya.
“Sebagai ibu rumah tangga yang sangat kaya raya, tak ingin sekalipun ia ikut arisan bersama istri para konglomerat dengan meneteng tas tangan seharga puluhan juta. Ia hanya keluar rumah saat mengantar anaknya ke preschool atau berbelanja ke supermarket. Ia menonton orkes simfoni, sendratari, atau teater sebulan sekali. Ia tak suka ke kafe atau klu…” (ibid.,:144—145 ). Sebagai seorang ibu rumah tangga yang baik dan tidak pernah bertingkah macam-macam, Dewi dianggap oleh suaminya sebagai sosok yang sangat membosankan, sehingga sang suami pun kehilangan nafsunya pada saat terbangun di tengah malam. “Jam dua belas malam. Harjuno terbangun dari tidurnya. Diliriknya istrinya yang
34
“Pencarian Herjuno pun berakhir pada seorang perempuan, Perempuan itu bercelana panjang hitam dan berjaket kulit hitam ketat. Tubuhnya langsing namun kokoh. Ia mirip seekor kalajengking. Mewah, berkilatkilat, menakutkan. Pelupuk matanya disapu warna kelabu kehitaman, membuat sepasang mata indahnya seperti mata kucing yang menyala-nyala di kegelapan. Ketika ia bicara, suaranya sekental Bloody Mary.” (ibid.,:14). “Aku bilang pada istriku ada rapat di Puncak.” “Her, dia pasti tahu, Itu „kan perusahaan bapaknya.” “Dia tidak tahu apa-aoa soal pekerjaan,” sanggah Herjuno. Jurnal Imiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 27- 38
“Kalau dia bertanya padamu, katakan ada rapat khusus. Dengan klien penting. Yang diundang hanya aku. Beres, „kan?” Aku menghirup kopiku. Panasnya membakar lidah. Ini bukan pertama kalinya aku berbohong untuk Herjuno.” (ibid.,: 144).
yang tampak lemah bukan berarti ia lemah. Hal ini oleh teks dihadirkan melalui sosok Ratu Pantai Selatan yang menjadi sosok Dewi. Apa yang
dilakukan
Dewi
atau
Sang
Ratu
menunjukkan bahwa sebenarnya perempuan dapat melakukan penilaian terhadap laki-laki. Jika laki-laki dinilai layak untuk mendapatkan
Herjuno tidak menyadari bahwa ia sedang
penghargaan
dan
penghormatan,
maka
bermain-main dengan api yang sesungguhnya
perempuan akan melakukan hal tersebut. Akan
karena ia hanya melihat penampakan luar.
tetapi,
Herjuno tidak menyadari bahwa titisan Ratu
mendapatkan penghargaan dan penghormatan,
Kidul yang dicarinya selama ini sebenarnya tidak
perempuan dapat melakukan suatu tindakan yang
jauh darinya-Dewi. Hal tersebut dapat dilihat
tidak terduga. Herjuno di mata Dewi atau Sang
dalam kutipan berikut ini
Ratu
Saat itu juga, aku menyadari kehadiran orang lain di kamar itu. Perempuan itu. Ia memotong jari Herjuno.
Sang Ratu dan kalajengkingnya lantas terbang melalui jendela, menghilang (ibid.,:148—149).
laki-laki
tidak
layak
tidak
layak
untuk
untuk
mendapatkan
penghargaan dan penghormatan karena ia telah mengkhianati
perempuan
dengan
cara
berselingkuh dengan perempuan lain.
...
Dia perempuan biasa yang pernah kujumpai saat makan malam di meja. Dia Dewi, istri Herjuno. Perempuan itu sempat mematung menatapku. Tiba-tiba kusadari ia tengah membawa rantai yang diikatkan pada seekor makhluk besar menakutkan. Kalajengking raksasa. Perempuan itu, ya. Mereka dedemit yang bahumembahu. Persaudaraan perempuan-perempuan halus yang tak terpecahkan.
jika
Cerpen ini adalah bentuk deskonstruksi terhadap
wacana
perempuan emosional
itu dan
tentang
lemah
perempuan,
lembut,
keibuan
cantik, sehingga
menempatkan perempuan dalam posisi yang lemah. Tindakan yang dilakukan oleh tokoh Dewi sebagai titisan Sang Ratu yang terdapat dalam teks cerpen ini adalah sebuah usaha untuk mendobrak
dan
menghancurkan
dominasi
patriarki. Cara yang dipergunakan bukan dengan membunuh dan menghabisi Herjuno, melainkan melalui
sebuah
hukuman
yang
sangat
menyakitkan, dengan merampas simbol kelakilakian
Herjuno.
Secara
implisit
teks
menunjukkan bahwa tokoh Dewi yang menjadi Dewi yang menjadi titisan Ratu Pantai
titisan Ratu Pantai Selatan merepresi laki-laki
Selatan tidak membunuh Herjuno, melainkan
melalui tindakan yang sangat ditakuti oleh laki-
hanya memotong jari tengah herjuno yang dapat
laki, yaitu kastrasi.
diintepretasikan dengan alat kelamin. Dari hal
Hal tersebut menegaskan bahwa sosok
tersebut dapat diintepretasikan bahwa perempuan
perempuan yang kelihatannya lemah bukan
Representasi dan Dekonstruksi Perempuan dalam Cerpen Sang Ratu … (Ery Agus Kurnianto)
35
berarti memang ia lemah, melainkan menyimpan
pengkhianatan atas istrinya yang tidak lain
kekuatan
mampu
adalah sosok perempuan yang ia cari, titisan
melakukan tindakan yang di luar perkiraan.
Ratu Kidul. Hilangnya alat kelamin bagi seorang
Sehingga
suatu
laki-laki pasti akan mendatangkan akibat yang
sebaliknya,
sangat besar bagi laki-laki. Laki-laki merasa
yang
tidak
terkira
perempuan
keberuntungan
atau
dan
membawa justru
perempuan membawa suatu kehancuran. Secara
tidak lagi menjadi laki-laki.
langsung hal tersebut dilontarkan oleh pengarang melalui tokoh Ki Joko Kuncoro seperti berikut ini “…bertemu dengannya bisa punya makna ganda:
keberuntungan
(ibid.:136).
atau
Pemotongan
jari
3.
SIMPULAN
kehancuran.” tengah
yang
Pengarang menampilkan sosok laki-laki
dilakukan oleh tokoh Dewi atau Sang Ratu
yang
adalah
dapat
keberhasilan, kemampuan, mobilitas ke atas dan
diintepretasikan sebagai simbol dari pengebirian
kesehatan serta keberhasilan karir personal yang
terhadap
melambangkan atribut kemaskulinan
sebuah
laki-laki
tindakan
yang
yang
dilakukan
oleh
sangat
maskulin.
Dia
memiliki
yang
perempuan. Hal ini menyebabkan Herjuno tidak
dipercaya sebagai ciri-ciri yang ideal bagi pria.
lagi berarti bagi perempuan karena tidak lagi
Semuanya itu menyebabkan laki-laki mudah
memiliki penis. Ketidakberartian Herjuno bagi
untuk
Dewi dapat dilihat dari pernyataan narator, yaitu
kekuasaan, dominasi, pengaruh atau posisi yang
tokoh sahabat Herjuno yang bernama Gus,
tinggi dari orang lain. Hal tersebut kemudian
seperti dalam kutipan berikut ini
memunculkan
“Aku sempat bertanya-tanya mengapa Herjuno masih dibiarkan hidup sampai sekarang. Mengapa hanya jari tengah dan bukannya nyawa. Jika orang hilang di Pantai Parangtritis, masyarakat percaya bahwa Sang Ratu menggambilnya. Untuk dijadikan balatentara makhluk halus, barangkali. Tapi kemudian kusadari bahwa Herjuno tidak cukup berarti bagi Ratu Kidul untuk mendapatkan anugerah itu: hidup sebagai bayangbayang tanpa akhir” (ibid.,:150).
memiliki
melalui tokoh ini. Laki-laki yang kehilangan kejantanannya di tangan perempuan, istrinya
aksioma
tentang
mendapatkan
perempuan
sebagai makhluk yang secara sosial adalah inferior terhadap laki-laki. Dengan menggunakan strategi teks penggabungan dua hal yang berbeda dalam diri satu tokoh, pengarang mencoba untuk mendobrak dan medeskonstruksi wacana atau mitos-mitos tentang perempuan. Perempuan tidak lagi menjadi objek atau korban melainkan mejadi subjek atau pelaku. Perempuan tidak lagi melayani, tetapi dilayani. Perempuan
Sebuah ironi ditampilkan oleh pengarang
kekuatan,
tidak
lagi
menjadi
subordinat,
melainkan menjadi superior. Semua itu bisa terjadi jika perempuan memiliki kekuasaan dan kekuatan.
sendiri. Hal tersebut disebabkan karena Herjuno terbuai oleh keindahan fisik perempuan lain dan ketertarikan tersebut membawanya ke jalan
36
Jurnal Imiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 27- 38
DAFTAR RUJUKAN Arivia, Gadis. 1992. Feminisme dan Postmodern. Jurnal Filsafat no. 1 hlm. 4252. Universitas Indonesia. Jakarta. Aquarini. 2003. Representasi Seksualitas Perempuan dalam Tiga Novel Karya N.H. Dini (tesis). Unversitas Indonesia. Depok. Derrida, Jacques. 2002. Dekonstruksi Spirtual: Merayakan Ragam Wajah Spiritual (diindonesiakan oleh Firmansyah Argus). Jalasutra. Yogyakarta. Elys Lestari Pembayun. 2000. Voyeurisme Terhadap Wanita di Cyberporn (Suatu Discource Practice/Konsumsi Teks untuk Memproduksi Ideologi Patriarki. Tesis. Universitas Indonesia. Depok. Hardiningtyas, Puji Retno. 2012. Dominasi Perempuan: Pemahaman Dekonstruksi Retoris Novel Putri Karya Putu Wijaya. Balai Bahasa Provinsi Bali. Bali. Hall, Stuart. 1995. New Ethnicities, dalam Donald, James dan Ali Rattansi,(ed), Race, Culture and Difference, Sage. London. Humm, Maggie. 1990. The Dictionary of Feminist Theory. Ohio University. Columbus. Paramaditha, Intan. 2005. Sihir Perempuan. Kata Kita. Jakarta.
Representasi dan Dekonstruksi Perempuan dalam Cerpen Sang Ratu … (Ery Agus Kurnianto)
37
depan yang terbuka terhadap elemen budaya
LAMPIRAN
lain (hybridiry atau difference). Identitas 1) Salah
satu
judul
cerpen
karya
Intan
Paramaditha yang terdapat dalam antologi cerita pendek Sihir Perempuan (Jakarta: Kata Kita, 2005), hlm. 19—26. 2) Representasi dalam hal ini adalah bagaimana sesuatu
dikonstruksi
dan
disajikan.
budaya juga merupakan jati diri kelompok masyarakat
dari
perspektif
bagaimana
mereka diposisikan, memposisikan diri, dan memposisikan asal-usul mereka. Identitas bukan
esensi
(essence)
tetapi
cara
memposisikan diri (positioning)
Bagaimana misalnya sebuah komunitas lokal disajikan dan diceritakan kepada khalayak luas.
Representasi
pelibatan
(inklusi)
mengandung dan
soal
penyingkiran
(eksklusi): ada yang dibuang ada yang dipertahankan, ada yang dipilih ada yang dipilah. Di dalam representasi inilah ada yang disebut dengan stereotipe, yakni sejenis gambaran sederhana yang mereduksi orang menjadi
sekumpulan
ciri-ciri
yang
berlebihan dan seringkali negatif. Meski bukan seperti kekerasan dan intimidasai fisik,
namun
akibat
yang
dilahirkan
representasi bisa tidak kalah gentingnya. Ia akan menciptakan konstruksi orang tentang sebuah kelompok atau komunitas, dan sebuah konstruksi diskursif tidak berhenti di kepala, pada gilirannya ia akan dimaterialkan menjadi tindakan. 3) Stuart Hall, “Cultural identity and Diaspora” dalam Colonial Discoruse and Post-Colonial Theory: A Reader.ed. Patrick Willian dan Laura Chrisman. New York: Harvester Wheatsheaf. 1993. hlm. 394—401. Identitas budaya (cultural identity) merupakan hasil pendefinisian jati diri yang tidak pernah berakhir dan terus-menerus dalam proses yang mencakup unsure masa lalu dan masa
38
Jurnal Imiah BINA BAHASA Vol.7 No.1, Juni 2014: 27- 38