1 Representasi budaya dan model signifying order
Irzanti Susanto
Representasi budaya dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pada makalah ini Danesi (1995) mengemukakan sejumlah alat yang dapat digunakan dalam representasi budaya yang disebutnya signifying order. Sebelum sampai pada hal tersebut, konsepkonsep yang berkaitan dengan hal tersebut perlu diuraikan terlebih dahulu: representasi, signifying order, shared meaning, dan budaya. I. SEMIOTIKA Konsep-konsep tersebut berkaitan dengan sign (untuk selanjutnya akan digunakan istilah bahasa Indonesia: Tanda). Ilmu yang mengkaji Tanda adalah Semiotika. Semiotika mengkaji ciri-ciri dan lingkup Tanda dalam kehidupan manusia dan alam semesta. Semiotika berawal dari kajian kemampuan otak, yaitu (Danesi, 1995:68): 1. memahami dan memproduksi suatu Tanda -unit triadik yang unsur-unsurnya saling terkait- yang disebutnya semiosis. Pada proses ini terjadi kognisi pada otak mengenai suatu Tanda, mulai dari Tanda sederhana berupa sinyal fisiologis sampai dengan Tanda yang merupakan simbol yang rumit. Selain itu, Tanda juga dapat berupa kata, gambar, dan ekspresi. Proses ini berkaitan dengan bidang neurobiologis. Proses bermula dari representamen yang dicerap indera
diolah di dalam pikiran manusia berdasarkan
pengetahuan yang dimilikinya dalam bentuk object
manusia memaknai melalui
interpretant/penafsiran. Bekal pengetahuan yang dimiliki seseorang turut menentukan “isi” object dan interpretant. Contoh: representamen kata: bunga
object bunga mawar
gambar: pohon beringin (simbol Partai Golkar)
- Partai Golkar - pohon besar
ekspresi manusia: suara membentak
“suara membentak”
interpretant - romantis/indah; - bunga mahal - Partai terbesar pada era Orde Baru - teduh marah
2. kegiatan membangun pengetahuan, yang diperlukan dalam kehidupan, dengan meng-
2 gunakan tanda, misalnya untuk mengenal dunia, meneliti, mengklasifikasi. Kegiatan ini disebutnya representasi. Perbedaan sekaligus kaitan antara kedua konsep tersebut terlihat jelas dalam perkembangan perilaku anak balita.
Proses semiosis:
(1) Tahap pertama, yaitu mengetahui (cognizing): anak mengamati sesuatu dengan inderanya. (2) Tahap kedua, yaitu mengenali (recognizing): anak mengenali kembali objek yang pernah dilihatnya. (3) Tahap ketiga, yaitu sikap yang berkaitan dengan kognisi dialihkan dan dinyatakan secara konkret (terdengar, terlihat) melalui kegiatan fisik lain, yang disebut strategi fisik (physical strategy): misalnya, menunjuk object, menirukan bunyi. Strategi ini menghasilkan jenis Tanda yang paling dasar. Anak memberi reaksi terhadap dunia, terutama yang bersifat sensory-aesthetic (Langer; hlm.86), misalnya benda konkret berupa objek, lagu, warna.
Proses peralihan dari semiosis ke representasi:
(4) Tahap keempat, yaitu mengalihkan (displacement): anak mulai mengganti object dengan Tanda (bahasa). Ia masuk pada kemampuan lain, yaitu representasi, yaitu kemampuan mengalihkan. (5) Tahap lanjut: pada anak terjadi proses psikososial dari tahap sensoris ke tahap kesadaran pikiran terhadap dunia. Anak sadar bahwa Tanda merupakan alat yang efektif untuk berpikir, berencana, membahas makna dengan orang lain dalam situasi tertentu. Sejak saat itu, representasi berlangsung terus menerus, diterapkan pada konteks-konteks tertentu sehingga Tanda mencapai kemapanan dalam dirinya. Kemampuan representasinya pun meningkat seiring dengan bertambahnya usia. Tanda dapat menjadi perantara, pengatur pikiran dan sikapnya. Dengan demikian, anak tersebut telah mencapai dunia pengetahuan mengenai budayanya. Budaya ini diperolehnya dari kegiatan representasi dan sekaligus shared meaning yang dilakukan oleh sekelilingnya dari tahap awal sampai lanjut. Danesi memberi contoh tentang Carl Jung yang mengunjungi sebuah suku di suatu pulau terpencil yang tidak mengenal majalah. Ia menunjukkan majalah tersebut yang berisi foto-foto manusia (Jung melakukan representasi). Mereka menganggapnya sebagai coret-coretan belaka. Mereka tidak mengenal teknologi foto (op.cit.69). Signifying order suku tersebut berbeda dengan signifying order dunia barat atau dunia yang telah mengalami kemajuan teknologi. Dengan Carl Jung membawa majalah tersebut ke sana, ia telah
3 melakukan tahap awal shared meaning. Apabila ia melakukannya lebih sering sehingga suku tersebut mengerti, kemungkinan yang dapat terjadi adalah bahwa mereka akan minta dikirimkan majalah. Pada saat itu, shared meaning terjadi dan perangkat sistem signifying order suku tersebut bertambah. Suku tersebut memiliki pemahaman yang sama dengan orang barat tentang foto. Danesi dan Perron mengatakan: Culture is the system of shared meaning that is based on a signifying order (1999:67; bagan di hlm.69 dan 70). Contoh lain, yaitu pendapat Schiff dan Noy tentang penceritaan. Menurut pendapat mereka, bercerita merupakan kegiatan yang penting: “Deprive children of stories, and you leave them unscripted, anxious stutterers in their action and their words” dan dalam bercerita terjadi: tellers make use ofthe wide array of shared meanings available through their contact with others, including idioms, themes, work of art, sym-bols, stories,...” (2006:399). Contoh yang disajikan adalah penceritaaan Bella Caplan mengenai pengalamannya sebagai orang yang selamat dari bencana penyiksaan dan pembantaian di Israel. Ia melibatkan John Demjanjuk, padahal ia tidak mengenalnya dan tidak pernah berada di tempat yang sama dengannya. Ia memiliki pengetahuan tentang kejahatan Demjanjuk. Bella memanfaatkan Demjanjuk untuk (1) membantu menafsirkan masa lalunya secara berbeda dan (2) merupakan alat baginya untuk menyampaikan penderitaannya secara lebih tajam dan ceritanya dalam lingkup sejarah tertentu. Bella pun dapat memberi gelar pada dirinya sendiri sebagai survivor, saksi sejarah yang berkaliber sama dengan survivor dari kamp konsentrasi di Jerman yang sangat terkenal kesadisannya. Perlu dicatat bahwa representasi semacam ini dapat bersifat subjektif. Kesalahan atau perbedaan dengan fakta dapat terjadi..
II. Signifying Order “... a signifying order is a complex system of different types of signs that cohere in predictable ways into patterns of representation which individuals and groups can utilize to make or exchange messages” (hlm.67). Tiga kata kunci pada rumusan tersebut: (a) sesuai secara maknawi, (b) paham, dan (c) komunikatif. Signifying order mencakupi semua sistem Tanda yang terstruktur sehingga signifying order disebut juga macrocode (hlm.93). Rumusan tersebut dapat diuraikan bahwa signifying order (selanjutnya disingkat SO) mencakupi hal-hal berikut:
4 1. Tanda yang dimiliki suatu komunitas dapat berupa tanda verbal (kata) dan nonverbal (bentuk, simbol, gerak tubuh, nada,) 2. Tanda-tanda tersebut saling terkait secara sistemis dan struktural dan membentuk code (bahasa -verbal-, bahasa tubuh, musik, seni tari). Code dapat terdiri atas subcode (bahasa terdiri atas subcode fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan leksikon). 3. Tanda-tanda tersebut digunakan dan menghasilkan teks yang dapat berupa teks kebahasaan, teks seni (lagu, lukisan, ukiran). Menurut pendapat saya, teks dapat merupakan gabungan dari beberapa code, misalnya dalam bercakap (code bahasa) kita juga melakukan gerak (code bahasa tubuh: memberi salam); bangunan dapat merupakan gabungan dari code arsitektur dan code warna). 4. Teks mengandung makna konteks tertentu yang mengacu pada realita (keadaan sosial, psikologis, fisik, sejarah, geografis) yang mempengaruhi, membentuk, dan memberi makna pada teks. Danesi memberi contoh kaleng bir rusak berlekuk-lekuk yang bisa dipandang sebagai: sampah apabila tergeletak di pinggir jalan; karya seni apabila terdapat di kotak kaca di ruang pameran. Realita geografis- termasuk di dalamnya iklim- mempengaruhi code tata busana (pakaian terbuka, bahan tipis - pakaian tertutup, bahan wool, kaus kaki panjang, pakaian dalam panas); code kuliner (sambal, santan, nasi – minuman anggur, produk susu, roti). Dari uraian di atas, SO merupakan alat untuk melakukan representasi dan berkomunikasi. Ciri-ciri signifying order: 1. dapat berubah karena SO merupakan produk manusia, sistem tersebut dapat diubah oleh manusia sesuai dengan kebutuhannya. 2. isi SO bergantung pada dunia manusia yang bersangkutan. Danesi memberi contoh ranah kosakata dan jumlah Tanda yang mewakili warna dalam bahasa Inggris, Shona, dan Bassa berbeda (hlm.97). Contoh lain: alat dan cara memasak di dunia barat berbeda dengan di dunia timur; di antara komunitas-komunitas dunia barat/timur pun terdapat perbedaan, misalnya di Pulau Jawa, masakan daerah pesisir dan daerah pedalaman. 3. tidak mungkin tuntas (no way telle the complete story about the world; hlm.99). Mengingat adanya perbedaan dunia/lingkungan, logis dikatakan bahwa SO seseorang atau masyarakat tidak dapat lengkap. Oleh karena itu, terjadi banyak pinjaman (kata,
5 jenis musik, cara berbusana, masakan, dsb.) 4. terbatas. Ciri ini berkaitan dengan ciri di atas. Seseorang atau suatu komunitas berada pada konteks struktural tertentu, dengan sistem makna tertentu pula. Kondisi ini menentukan caranya memahami dunianya dan bereaksi terhadapnya. 5. terbuka. Di pihak lain, SO menyediakan alat-alat bagi kita untuk mencari sendiri makna yang kita kehendaki. Alat tersebut dapat berupa bacaan, pertunjukan, pengalaman langsung, pergaulan yang membuka wawasan dan menambah SO kita. Hal inilah yang menyebabkan code berubah terus, diubah oleh generasi penerus dalam segala bidang.
III. Culture / BUDAYA Konsep culture yang digunakan pada makalah ini diambil dari tulisan Braudel (1995:5). Kata culture muncul setelah kata civilization. Hegel menggunakannya secara bergantian dengan makna yang sama. Namun, lama kelamaan dirasakan perbedaan konsep antara kedua kata tersebut. Pada awalnya, konsep civilization mengandung makna yang dapat diklasifikasi atas dua subkonsep, yaitu nilai-nilai moral dan nilai-nilai material (Karl Marx: infrasructure dan superstructure). Dengan munculnya istilah culture, setiap subkonsep diberi istilah: culture yang bermakna nilai moral/superstructure (termasuk di dalamnya prinsip normatif, ide, aspek intelektualitas, spiritualitas, keyakinan, dan adat) dan civilization yang bermakna nilai material/infrastructure (termasuk di dalamnya segala hal yang dibuat manusia, baik berupa materi maupun ilmu pengetahuan, kebijakan, tata tertib, dsb.). Sutrisno dan Putranto (2005:7,8) menggunakan istilah kebudayaan atau budaya secara bergantian (lebih sering kebudayaan) sebagai padanan dari culture dan peradaban sebagai padanan dari civilization1. Dikaitkan dengan cakupan SO (semua jenis Tanda, code, teks, konteks), representasi budaya yang menjadi pokok bahasan adalah budaya dalam arti luas yang mencakupi kedua subkonsep tersebut di atas. Danesi dan Perron (op cit.67) merumuskan sebagai berikut: “Culture is the system of shared meanings that is based on a signifying order.
IV. REPRESENTASI BUDAYA DAN SIGNIFYING ORDER 1
Hal ini perlu saya utarakan karena istilah yang digunakan adalah istilah budaya.
6 Representasi budaya melalui SO dapat melibatkan semua Tanda. Jadi, kita tidak dapat mengatakan secara umum sebuah cara terbaik representasi budaya melalui SO, tetetapi kita dapat mengatakan cara yang efektif dalam melakukan represenasi budaya. SO dikaitan dengan shared meaning. Dengan demikian, ada aspek komunikasi. Representasi budaya (selanjutnya disingkat RB) melalui SO menjadi efektif apabila hal berikut diperhatikan: (1) aspek situasional, psikologis, sosial pembuat representasi (2) hal yang direpresentasikan. (3) apabila kita ingin representasi diterima, alat representasi perlu disesuaikan. Contoh: a. Banyak representasi budaya yang sangat efektif bila menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulis; apalagi didukung dengan gambar/foto/gambar hidup, misalnya tayangan di televisi mengenai tempat wisata, makanan khas suatu tempat. b. Tabu biasanya direpresentasikan dengan bahasa secara lisan dan turun temurun. Dengan cara tersebut, aspek subjektivitas tidak dapat dihindari. c. Sapaan yang berfungsi fatis direpresentasikan melalui bahasa (“Mau ke mana?”, “Lagi ngeborong nih?”). d. Upacara dan tarian tradisional lebih efektif apabila direpresentasikan secara langsung melalui simbol yang berupa gerakan. e. RB yang dilakukan anak balita masih bersifat murni dan dasar untuk memperlihatkan bahwa ia mengerti; shared meaning telah terjadi. Pada anak, RB yang paling efektif adalah: -
gerakan: melambaikan tangan ketika akan pergi, makan dengan sendok, memberi salam dengan cium tangan.
-
Kata/suku kata: acih -terima kasih-, sampai pada tahap melakukan narasi.
f. RB pada pengajaran bahasa asing untuk anak dan untuk orang dewasa perlu dibedakan. Untuk anak-anak, materi ajar terdiri atas bahasa yang didukung gambar, permainan (kartu bergambar). Untuk orang dewasa, materi ajar dapat langsung berupa kata-kata. g. Ada RB yang efektif dilakukan melalui tindak, misalnya gotong royong, menyerobot (tidak antri), buang sampah secara sembarang, memberi uang pelicin. RB melalui SO tertentu dapat meminimalkan subjektivitas, yaitu Tanda yang berupa figure dan simbol (ada representasi yang perlu menyertakan kata agar lebih efektif). Contohnya dalam representasi budaya yang berbentuk teks berikut:
7
JENIS TANDA 1. figure: nada
JENIS CODE Musik: instrumentalia 2. foto fotografi sinematografi 3. nada dan kata musik 4. gerakan, pa- tarian, busana, kaian dan nada dan musik 5. gerakan etika 6. simbol dan kata
ritus
JENIS TEKS JENIS KONTEKS lagu instrumental dari sosial, geografis daerah tertentu foto-foto perjalanan geografis film dokumenter historis lagu Lisoi geografis tari Piring geografis cara memberi salam, cara sosial makan kebaktian/ngaben religius/tradisional
Dikaitkan dengan komunikasi , ada dua skema yang dapat terjadi dalam proses RB melalui SO, yaitu: (1) Peserta 1 (pengirim): RB (SO1) → Peserta 2 (penerima dengan bekal SO1) = komunikasi tercapai. (2) P1: RB (SO1) → P2 (SO2) = komunikasi belum tercapai = stok pengetahuan P2 → P2: RB(SO1), dst. Keterangan tanda: titik dua (:) berarti „melakukan‟ → berarti „kepada‟ = berarti „hasil‟
PENUTUP Daftar Danesi mengenai jenis Tanda, code, teks, dan konteks merupakan daftar terbuka (ditandai dengan etc).
Ini berarti kita masih ada klasifikasi lain yang dapat di-
tambahkan pada setiap unsur SO atau setiap klasifikasi pada setiap kolom dapat diperinci lagi atas subtanda, subcode, subteks, dan subkonteks. Hal ini perlu kajian lebih lanjut, mengingat luasnya cakupan culture yang bertumpu pada SO. SO memiliki unsur-unsur dan konsep yang sama dengan konsep Peirce (icon, index, symbol). Peirce mengklasifikasi (1) jenis representamen berdasarkan tingkat kekonkretan Tanda (firstness, secondness, thirdness), (2) jenis interpretant yang ditimbulkan oleh Tanda; sedangkan SO menekankan pada penggunaan sistem Tanda dalam ber-
8 komunikasi dalam suatu masyarakat. Dari segi ini, kajian SO meliputi jangkauan yang luas.