RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR :
TAHUN 2014
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIDAUN TAHUN 2013 - 2033
PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIDAUN TAHUN 2013 – 2033
Menimbang :
Mengingat :
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIANJUR bahwa sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 14 Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cianjur Tahun 2011 – 2031, perlu menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Kecamatan Cidaun Tahun 2013 – 2033 dalam Peraturan Daerah; 1. Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daeerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
1
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4735); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 8. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur; 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota; 10. Peraturan Daerah Nomor 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 22 Seri E); 11. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cianjur Tahun 2011 – 2031(Lembaran Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2011 Nomor 45 Seri C). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CIANJUR dan BUPATI CIANJUR MEMUTUSKAN : Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIDAUN TAHUN 2013 – 2033
2
BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Definisi Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Cianjur. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Cianjur. 3. Kepala Daerah adalah Bupati. 4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cianjur. 5. Pemerintah Daerah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah. 6. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruan di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. 7. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 8. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 9. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. 10. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. 11. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang. 12. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, dan masyarakat. 13. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. 14. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 15. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya. 16. Izin Pemanfaatan Ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3
17. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. 18. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. 19. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. 20. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi. 21. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cidaun, selanjutnya disingkat RDTR Kawasan Perkotaan Cidaun adalah rencana pemanfaatan ruang kawasan secara terinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang kawasan yang dilengkapi dengan peraturan zonasi dalam rangka pelaksanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang. 22. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. 23. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 24. Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disingkat BWP adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan strategis kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun rencana rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW kabupaten/kota yang bersangkutan, dan memiliki pengertian yang sama dengan zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 25. Sub Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disingkat Sub BWP adalah bagian dari BWP yang dibatasi dengan batasan fisik dan terdiri dari beberapa blok, dan memiliki pengertian yang sama dengan subzona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 26. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi dan pantai, atau yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota, dan memiliki pengertian yang sama dengan blok peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penatan Ruang. 4
27. Sub Blok adalah adalah pembagian fisik di dalam satu blok berdasarkan perbedaan subzona. 28. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi dan karakteristik spesifik. 29. Subzona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan karakteristik pada zona yang bersangkutan. 30. Zona Lindung adalah zona yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. 31. Zona Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya yang selanjutnya disingkat PB adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air. 32. Zona Perlindungan Setempat yang selanjutnya disingkat PS adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap sempadan sungai, sempadan saluran irigasi, sempadan rel KA, sempadan mata air, dan sempadan pantai/danau. 33. Subzona Sempadan Sungai yang selanjutnya disingkat PS.1 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap kelestarian fungsi sungai. 34. Zona Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja. 35. Subzona RTH Hutan Kota yang selanjutnya disingkat RTH.1 adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. 36. Subzona RTH Taman Kota yang selanjutnya disingkat RTH.2 adalah ruang terbuka hijau yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota. 37. Subzona RTH Lapangan yang selanjutnya disingkat RTH.4 adalah ruang terbuka hijau yang diperuntukan bagi kegiatan olah raga. 38. Zona Rawan Bencana yang selanjutnya disingkat RB adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami tanah longsor, gelombang pasang/tsunami, banjir, letusan gunung berapi, dan gempa bumi.
5
39. Subzona Rawan Bencana Gelombang Laut/Tsunami yang selanjutnya disingkat RB.3 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang sering berpotensi tinggi mengalami gelombang laut/tsunami. 40. Zona suaka alam dan cagar budaya yang selanjutnya disingkat SC adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa dan ekosistemnya beserta nilai budaya dan sejarah bangsa. 41. Zona Budidaya adalah zona yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dansumber daya buatan. 42. Zona Perumahan yang selanjutnya disingkat R adalah zona peruntukan ruang yang terdiri dari kelompok rumah tinggal yang mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilengkapi dengan fasilitasnya. 43. Subzona Perumahan Kepadatan Tinggi yang selanjutnya disingkat R.2 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang besar antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan antara 100 sampai 1.000 rumah/hektar. 44. Subzona Perumahan Kepadatan Sedang yang selanjutnya disingkat R.3 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang hampir seimbang antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan bangunan antara 40 sampai 100 rumah/hektar. 45. Subzona Perumahan Kepadatan Rendah yang selanjutnya disingkat R.4 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang kecil antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan dibawah 10 sampai 40 rumah/hektar. 46. Subzona Perumahan Kepadatan Sangat Rendah yang selanjutnya disingkat R.5 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang sangat kecil antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan dibawah 10 rumah/hektar. 47. Zona Perdagangan dan Jasa yang selanjutnya disingkat K adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan jual beli yang bersifat komersial, fasilitas umum, tempat kerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi serta fasilitas umum/sosial pendukungnya.
6
48. Subzona Perdagangan dan Jasa Tunggal yang selanjutnya disingkat K.1 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegaiatan perdagangan dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi dengan skala pelayanan regional yang dikembangan dalam bentuk tunggal secara horizontal maupun vertikal; 49. Subzona Perdagangan dan Jasa Deret yang selanjutnya disingkat K.3 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi dengan skala pelayanan regional yang dikembangan dalam bentuk deret. 50. Zona Perkantoran yang selanjutnya disingkat KT adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan, fasilitas umum, tempat bekerja, tempat berusaha yang dilengkapi dengan fasilitas umum/sosial pendukungnya. 51. Zona Perkantoran Pemerintahan yang selanjutnya disingkat KT.1 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. 52. Zona Industri yang selanjutnya disingkat I adalah peruntukan ruang yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. 53. Subzona Industri Kecil yang selanjutnya disingkat I.3 adalah kegiatan industri dengan penggunaan modal kecil dan tenaga kerja yang sedikit dengan peralatan sederhana, dan biasanya merupakan industri yang dikerjakan perorangam atau rumah tangga, seperti industri roti, kompor minyak, mekanan ringan, minyak goreng curah, dan lain-lain. 54. Subzona Aneka Industri yang selanjutnya disingkat I.4 adalah kegiatan industri yang menghasilkan beragam kebutuhan konsumen, yang dibedakan dalam 4 (empat) golongan, yaitu : a. Aneka pengolahan pangan yang menghasilkan kebutuhan pokok di bidang pangan, seperti garam, gula, margarine, minyak goreng, rokok, susu, tepung terigu. b. Aneka pengolahan sandang yang menghasilkan kebutuhan sandang, seperti bahan tenun, tekstil, industri kulit dan pakaian jadi. c. Aneka kimia dan serat yang mengolah bahan baku melalui proses kimia sehingga menjadi barang jadi yang dapat dimanfaatkan seperti ban kendaraan, pipa paralon, pasta gigi, sabun cuci, dan korek api. d. Aneka bahan bangunan yang mengolah aneka bahan bangunan, seperti industri kayu, keramik, kaca dan marmer. 55. Zona Sarana Pelayanan Umum yang selanjutnya disingkat SPU adalah peruntukan tanah yang dikembangan untuk menampung fungsi kegiatan yang berupa pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial budaya, olah raga dan rekreasi, dengan fasilitasnya yang 7
56.
57.
58.
59.
60.
61.
62.
63.
64.
65.
dikembangkan dalam bentuk tunggal/renggang, deret/rapat dengan skala pelayanan yang ditetapkan dalam rencana kota. Subzona Pendidikan yang selanjutnya disingkat SPU.1 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk sarana pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi, pendidikan formal maupun informal dan dikembangkan secara horizontal maupun vertikal. Subzona Kesehatan yang selanjutnya disingkat SPU.2 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk pengembangan sarana kesehatan dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk yang akan dilayani yang dikembangkan secara horizontal maupun vertikal. Subzona Peribadatan yang selanjutnya disingkat SPU.3 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk menampung sarana ibadah dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk. Subzona Transportasi yang selanjutnya disingkat SPU.6 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk menampung fungsi transportasi dalam upaya untuk mendukung kebijakan pengembangan sistem transportasi yang tertuang dalam rencana tata ruang yang meliputi transportasi darat, udara dan perairan. Zona Peruntukan Lainnya yang selanjutnya disingkat PL adalah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung fungsi kegiatan di daerah tertentu berupa pertanian, pertambangan, pariwisata, dan peruntukan lainnya. Subzona Peruntukan Pertanian yang selanjutnya disingkat PL.1 adalah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan pertanian tanaman pangan, dan pertanian hortikultura. Subzona Peruntukan Perikanan yang selanjutnya disingkat PL.4 adalah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan perikanan, baik perikanan air tawar, perikanan air payau, maupun perikanan tangkap. Subzona Pariwisata yang selanjutnya disingkat PL.5 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata baik wisata alam, wisata buatan maupun wisata budaya. Subzona Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat PL.6 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk mengembangkan kegiatan hutan produksi, baik hutan produksi tetap maupun hutan produksi terbatas. Subzona Perkebunan yang selanjutnya disingkat PL.7 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk mengembangkan kegiatan perkebunan.
8
66. Zona Campuran yang selanjutnya disingkat C adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk menampung beberapa peruntukan untuk menampung beberapa peruntukan fungsi dan/atau brsifat terpadu, seperti perumahan dan perdagangan/jasa; perumahan dan perkantoran; perkantoran perdagangan/jasa. 67. Ruang Terbuka Non Hijau atau disingkat RTNH adalah ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori (cadas, pasir, kapur, dan lain sebagainya). 68. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. 69. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. 70. Sarana adalah kelengkapan lingkungan permukiman berupa fasilitas pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadahan, rekreasi dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, dan lainya. 71. Utilitas adalah fasilitas umum yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan lokal maupun wilayah di luar bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan. Termasuk dalam kelompok utilitas adalah; jaringan listrik, jaringan telkom, jaringan air bersih, jaringan distribusi gas dan bahan bakar lainnya, jaringan sanitasi dan lainnya. 72. Garis Sempadan adalah garis batas maksimum untuk mendirikan bangunan dari jalur jalan, sungai, saluran irigasi, jaringan listrik tegangan tinggi, jaringan pipa minyak dan gas. 73. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan/atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik, pipa gas. 74. Garis Sempadan Sungai yang selanjutnya disingkat GSS adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai. 75. Garis Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat; 76. Penggunaan Lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan khusus yang ditetapkan pada suatu kawasan blok peruntukan, dan/atau persil.
9
77. Jalan Kolektor Primer menghungkan secara berdaya guna antaraa pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. 78. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. 79. Jalan Lokal Primer menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antar pusat kegiatan lingkungan. 80. Jalan Lokal Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. 81. Jalan Lingkungan Primer menghubungkan antar pusat kegiatan didalam kawasan perdesaan dan jalan didalam lingkungan perdesaan. 82. Jalan Lingkungan Sekunder menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan. 83. Ruang Manfaat Jalan yang selanjutnya disingkat Rumaja merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan, dan digunakan untuk badan jalan, saluran, tepi jalan dan ambang pengamannya. 84. Ruang Milik Jalan yang selanjutnya disingkat Rumija atau Right Of Way (ROW) merupakan ruang kebutuhan ruangan untuk pengaman jalan dan dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu. 85. Ruang Pengawasan Jalan yang selanjutnya disingkat Ruwasja merupakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik jalan yang dibatasi oleh lebar dan tinggi tertentu, yang ditetapkan oleh pembina jalan dan diperuntukkan bagi pendangan bebas pengemudi dan pengamanan kontruksi jalan. Ruang pengawasan jalan ini, merupakan sejalur tanah tertentu dan merupakan sempadan jalan dengan tembok rumah. 86. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL. 87. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL. 88. Koefisien Daerah Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL.
10
89. Ketinggian Bangunan yang selanjutnya disingkat KB adalah jumlah lantai penuh dalam suatu bangunan dihitung mulai lantai dasar sampai dengan lantai tertinggi yang diarahkan untuk terciptanya komposisi pemanfaatan lahan di dalam suatu kapling tertentu. 90. Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah angka perbandingan antara luas lantai basement dengan luas tapak dasar bangunan. Persentase KTB adalah kebalikan sisa dari persentase KDH. 91. Koefisien Wilayah Terbangun yang selanjutnya disingkat KWT adalah angka persentase luas kawasan atau blok peruntukan yang terbangun terhadap luas kawasan atau luas kawasan blok peruntukan seluruhnya di dalam suatu kawasan atau blok peruntukan yang direncanakan. ; 92. Kepadatan Bangunan adalah persentase perbandingan antara jumlah bangunan dalam satu blok dengan luas lahan blok bersangkutan. 93. Air Baku Untuk Air Minum, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk rumah tangga. 94. Air Minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 95. Air Bersih adalah air yang mutunya disarankan memenuhi syaratsyarat sebagai air minum seperti ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 0220-1987 – M tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum. 96. Air Buangan Limbah adalah semua jenis air buangan yang berasal dari kegiatan rumah tangga maupun non rumah tangga dan industri. 97. Instalasi Pengolahan Air (IPA) adalah sistem pengolahan air yang terdiri dari unit-unit pengolahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air baku menjadi air bersih. 98. Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) adalah adalah rangkaian unitunit pengolahan pendahuluan, pengolahan utama, pengolahan kedua dan pengolahan tersier bila diperlukan, beserta bangunan pelengkap lainnya, yang dimaksudkan untuk mengolah air limbah agar bisa mencapai standar kualitas baku mutu air limbah yang ditetapkan 99. Jaringan Drainase adalah sistem jaringan saluran-saluran air yang digunakan untuk pematusan air hujan, yang berfungsi menghindarkan genangan (inundation) yang berada dalam suatu kawasan atau dalam batas administratif/kota. 100. Tangki Septik adalah sebuah bak yang terbuat dari bahan yang rapat air, berfungsi sebagai bak pengendap yang ditujukan untuk menampung kotoran padat untuk mendapatkan suatu pengolahan secara biologis oleh bakteri dalam waktu tertentu. 101. Tempat Pengolahan Sampah Sementara yang selanjutnya disingkat TPSS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendaur ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. 11
102. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah yang selanjutnya disingkat TPA Sampah adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia dan lingkungan. 103. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTET adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan diatas 278 kV. 104. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan diatas 70 kV sampai dengan 278 kV. 105. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberi rangsangan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang. 106. Disinsentif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. 107. Peran masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam menyelenggarakan penataan ruang. 108. Penyidik Pegawai Negeri Sipil selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing. 109. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah badan yang bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Cianjur yang mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah. Bagian Kedua Peran dan Fungsi Pasal 2 RDTR yang dilengkapi dengan peraturan zonasi berperan sebagai alat operasionalisasi RTRW serta sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang. Pasal 3 RDTR yang dilengkapi dengan peraturan zonasi berfungsi sebagai : a. kendali mutu pemanfaatan ruang RTRW; b. arahan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang diamanatkan dalam RTRW; c. acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang; d. acuan bagi penebitan ijin pemanfaatan ruang; e. acuan dalam penyusunan ruang untuk setiap bagian-bagian wilayah sesuai RTBL dan rencana yang lebih rinci lainnya. 12
Bagian Ketiga Paragraf 1 Muatan Pasal 4 Muatan RDTR meliputi : a. tujuan penataan ruang; b. rencana pola ruang; c. rencana jaringan prasarana; d. penetapan bagian wilayah penanganannya; e. ketentuan pemanfaatan ruang; f. peraturan zonasi.
(1)
(2)
(3)
(4)
perkotaan
yang
diprioritaskan
Paragraf 2 Wilayah Perencanaan Pasal 5 Wilayah Perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Cidaun mencakup BWP Cidaun seluas kurang lebih 5.965,841 (lima ribu sembilan ratus enam puluh lima koma delapan empat satu) hektar. Wilayah perencanaan atau BWP Cidaun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri dari 2 (dua) desa di Kecamatan Cidaun, yaitu : a. Desa Kertajadi; dan b. Desa Cidamar. Batas-batas wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. sebelah utara berbatasan dengan Desa Wangunjaya dan Desa Cimaragang Kecamatan Naringgul; b. sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia; c. sebelah timur berbatasan dengan Desa Karangwangi; d. sebelah barat berbatasan dengan Desa Jayapura. Wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Cidaun sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam peta Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3 Pembagian Sub BWP Pasal 6 (1) Pembagian sistem pusat pelayanan BWP Cidaun terdiri dari 2 (dua) sub pusat pelayanan atau Sub BWP, yaitu Sub BWP A Desa Kertajadi dan Sub BWP B Desa Cidamar. (2) Sub BWP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing mempunyai fungsi kegiatan dominan sebagai berikut : 13
a. Sub BWP A Desa Kertajadi dengan fungsi dominan sebagai kawasan konservasi, perdagangan dan jasa skala kecamatan, perumahan perkotaan dan perdesaan serta pertanian, dengan luas wilayah kurang lebih 4.652,047 (empat ribu enam ratus lima puluh dua koma nol empat tujuh) hektar; b. Sub BWP B Desa Cidamar dengan fungsi dominan sebagai pusat pemerintahan kecamatan, pengembangan perumahan perkotaan dan perdesaan, pertanian, perikanan tangkap, aneka industri, pariwisata, dan perhubungan dengan luas wilayah kurang lebih 1.313,794 (seribu tiga ratus tiga belas koma tujuh sembilan empat) hektar. Paragraf 4 Pembagian Blok Pasal 7 (1) BWP Cidaun sebagaimana dimaksud Pasal 6 terbagi kedalam 15 (lima belas) blok, meliputi: a. Sub BWP A Desa Kertajadi terdiri dari 6 (enam) blok yakni blok A.1, A.2, A.3, A.4, A.5 dan A.6; b. Sub BWP B Desa Cidamar terdiri dari 3 (tiga) blok yakni blok B.1, B.2 dan B.3. (2) Pembagian BWP Cidaun kedalam blok sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran II yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB II TUJUAN DAN SASARAN PENATAAN RUANG Paragraf 1 Tujuan Penataan Ruang Pasal 8 Tujuan Penataan ruang Kawasan Perkotaan Cidaun adalah : “Mewujudkan Kawasan Perkotaan Cidaun sebagai pusat pengembangan industri perkebunan, pertanian dan kelautan serta pariwisata alam dan budaya ”.
Paragraf 2 Sasaran Penataan Ruang Pasal 9 Sasaran penataan Kawasan Perkotaan Cidaun adalah; a. mendorong terciptanya kemampuan Kawasan Perkotaan Cidaun sebagai penggerak ekonomi di wilayah Kabupaten Cianjur Selatan melalui kegiatan industri perkebunan, pertanian dan kelautan serta pariwisata alam dan budaya yang handal yang didukung tersedianya sarana dan prasarana yang memadai;
14
b. mewujudkan lingkungan permukiman yang aman dan nyaman dengan tersedianya ruang terbuka hijau yang mampu menjamin keseimbangan eksistem kota serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota; c. terlaksananya fungsi pengendalian melalui peraturan zonasi yang operasional dan sesuai dengan karakteristik Kawasan Perkotaan Cidaun.
BAB III RENCANA POLA RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 10 (1) Rencana pola ruang Kawasan Perkotaan Cidaun meliputi : a. zona lindung; dan b. zona budidaya. (2) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam tabel Lampiran III dan peta Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Zona Lindung Paragraf 1 Umum Pasal 11 (1) Rencana zona lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a meliputi: a. zona PB ; b. zona PS; c. zona RTH; d. zona RB; dan e. zona SC. (2) Rencana zona lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan dalam peta yang tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2 Zona PB Pasal 12 Rencana zona PB sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf a berupa daerah resapan air terletak di blok A.2, A.4, A.5, dan A.6 Desa Kertajadi luas kurang lebih 1268,167 (seribu dua ratus enam puluh delapan koma satu enam tujuh) hektar.
15
Paragraf 3 Zona PS Pasal 13 (1) Rencana zona PS sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf c meliputi subzona PS.1 yang terdapat di semua blok di Desa Kertajadi dan Cidamar seluas kurang lebih 570,542 (lima ratus tujuh puluh koma lima empat dua) hektar, meliputi : a. sungai Cidamar; b. sungai Cidaun; c. sungai Cibako; d. sungai Cipandak; e. sungai Ciwidig; f. sungai Citoe; g. sungai Cipunage; h. sungai-sungai lain yang melintasi di dalam Kawasan Perkotaan Cidaun. (2) Rencana subzona PS.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a sampai h ditentukan berdasarkan sungai yang tidak bertanggul dan sungai bertanggul, dengan ketentuan : a. sungai tidak bertanggul : 1) paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter; 2) paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter; dan 3) paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter; b. sungai bertanggul ditentukan paling sedikit 3 (tiga) meter dari tepi kaki tanggul sungai sepanjang alur sungai. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai garis sempadan sungai diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri.
Paragraf 4 Zona RTH Pasal 14 Rencana zona RTH sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf c seluas 52,797(lima puluh dua koma tujuh sembilan tujuh) hektar, meliputi : a. subzona RTH.1; b. subzona RTH.2; c. subzona RTH.4.
16
Pasal 15 (1) Rencana subzona RTH.1 sebagaimana dimaksud Pasal 14 huruf a diarahkan di Desa Kertajadi blok A.5 dan Desa Cidamar blok B.3 seluas kurang lebih 29,223 (dua puluh sembilan koma dua dua tiga) hektar. (2) Rencana subzona RTH.2 sebagaimana dimaksud Pasal 14 huruf b seluas kurang lebih 19,751 (sembilan belas koma tujuh lima satu) hektar, meliputi : a. taman lingkungan, taman RT dan taman RW diarahkan pada setiap blok; b. taman desa diarahkan dengan mengembangkan lahan yang belum terbangun di sekitar kantor desa, yaitu di blok A.1 Desa Kertajadi dan di blok B.1 di Desa Cidamar; c. taman kecamatan diarahkan dengan mengembangkan lahan yang belum terbangun di sekitar rencana kantor kecamatan yaitu di blok B.1 Desa Cidamar. (3) Rencana subzona RTH.4 sebagaimana dimaksud Pasal 14 huruf c diarahkan di sekitar kantor pemerintahan yaitu di blok A.1 Desa Kertajadi dan blok B.1 Desa Cidamar.
Paragraf 5 Zona RB Pasal 16 (1) Rencana zona RB sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf d meliputi subzona RB.3 yang berada di sepanjang pantai blok A. 1 dan blok A.5 Desa Kertajadi dan di blok B.1 dan blok B.2 Desa Cidamar seluas kurang lebih 255,234 (dua ratus lima puluh lima koma dua tiga empat) hektar.
Paragraf 6 Zona SC Pasal 17 Rencana zona SC sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf e berupa hutan Cagar Alam Jayanti yang terletak di blok B.2 Desa Cidamar seluas kurang lebih 86,262 (delapan puluh enam koma dua enam dua) hektar.
17
Bagian Ketiga Zona Budidaya Paragraf 1 Umum Pasal 18 (1) Rencana zona budidaya sebagaimana dimaksud Pasal 10 huruf b meliputi : a. zona R; b. zona K; c. zona KT; d. zona SPU; e. zona I; f. zona C; g. RTNH; dan h. zona PL. (2) Rencana zona budidaya sebagaimana dimaksud ayat (1) digambarkan pada peta yang tercantum dalam peta Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Paragraf 2 Zona R Pasal 19 Rencana zona R sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1) huruf a meliputi : a. subzona R.2; b. subzona R.3; c. subzona R.4; dan d. subzona R.5. Rencana subzona R.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a diarahkan pada areal yang berada disepanjang jalan utama yaitu di blok A.1 dan A.5 Desa Kertajadi serta blok B.1 dan B.2 Desa Cidamar, seluas kurang lebih 230,681(dua ratus tiga puluh koma enam delapan satu) hektar. Rencana subzona R.3 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b diarahkan pada areal lapis kedua jaringan jalan utama yaitu di blok A.1, A.2, A.3, A.4, dan A.5 Desa Kertajadi serta blok B.1 dan B.2 Desa Cidamar, seluas kurang lebih 347,123 (tiga ratus empat puluh tujuh koma satu dua tiga) hektar. Rencana subzona R.4 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c diarahkan pada lahan-lahan potensial untuk pengembangan zona perumahan yaitu di blok A.1 dan A.5 Desa Kertajadi serta di blok B.1, B.2, dan B.3 Desa Cidamar, seluas kurang lebih 309,051 (tiga ratus sembilan koma nol lima satu) hektar. Rencana subzona R.5 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d tersebar di zona pertanian masing-masing di blok A.3 Desa Kertajadi dan blok B.1 Desa Cidamar, seluas kurang lebih 59,217 (lima puluh sembilan koma dua satu tujuh) hektar. 18
(6) Rencana zona R sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada peta yang tercantum dalam peta Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3 Zona K Pasal 20 (1) Rencana zona K sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1) huruf b, meliputi : a. subzona K.1; dan b. subzona K.3. (2) Rencana subzona K.1 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi pasar tradisional dan toko modern di blok A.1 Desa Kertajadi. (3) Rencana subzona K.3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b berupa rumah dan toko (ruko), yang diarahkan di sepanjang Jalan Cidaun – Kertajadi dan Jalan Cidaun - Pameungpeuk serta Jalan Cidaun – Naringgul masing-masing di blok A.1 Desa Kertajadi dan di blok B.1 dan B.2 Desa Cidamar, seluas kurang lebih 15,21(lima belas koma dua satu) hektar. (4) Rencana zona K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada peta yang tercantum dalam peta Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 4 Zona KT Pasal 21 (1) Rencana zona KT sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1) huruf c terdiri dari subzona KT.1. (2) Rencana subzona KT.1 meliputi : a. rencana subzona KT.1 skala kecamatan diarahkan di blok B.1 Desa Cidamar; b. rencana subzona KT.1 skala desa diarahkan di blok A.1 Desa Kertajadi dan di blok B.1 Desa Cidamar; c. rencana KT.1 skala lingkungan tersebar di seluruh kawasan perkotaan.
19
Paragraf 5 Zona SPU Pasal 22 (1) Zona SPU sebagaimana Pasal 18 ayat (1) huruf d meliputi: a. subzona SPU.1; b. subzona SPU.2; c. subzona SPU.3; dan d. subzona SPU.6. (2) Rencana zona SPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada peta yang tercantum dalam peta Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(1)
(2) (3) (4)
Pasal 23 Rencana subzona SPU.1 sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (1) huruf a meliputi kegiatan pendidikan tingkat menengah atas, pendidikan tingkat menengah pertama, pendidikan tingkat dasar, dan pendidikan prasekolah. Rencana subzona SPU.1 tingkat menengah atas di lokasi yang sudah ada yaitu di Jalan Cidaun – Pameungpeuk blok B.1 Desa Cidamar. Rencana subzona SPU.1 tingkat menengah pertama di lokasi yang sudah ada yaitu di Jalan Cidaun – Pameungpeuk blok B.1 Desa Cidamar dan di Jalan Kertajadi – Limbangan blok A.1 Desa Kertajadi. Rencana subzona SPU.1 tingkat dasar dan pendidikan prasekolah di lokasi yang sudah ada yang tersebar di seluruh kawasan kota.
Pasal 24 Rencana pengembangan subzona SPU.2, sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (1) huruf b meliputi : a. rencana subzona SPU.2 skala kecamatan berupa Puskesmas Dengan Tempat Perawatan (DTP) yang telah ada saat ini yaitu di blok B.1 Desa Cidamar; b. rencana subzona SPU.2 desa berupa Pustu, dan Pokesdes, diarahkan pada setiap Sub BWP; c. rencana subzona SPU.2 skala lingkungan berupa Apotik dan Toko Obat serta Posyandu disesuaikan dengan kondisi yang ada dan disebar di seluruh lingkungan perumahan. Pasal 25 (1) Rencana subzona SPU.3 sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (1) huruf c meliputi sarana peribadatan skala kecamatan/kota berupa mesjid jami dan sarana peribadatan skala lingkungan berupa musholla dan langgar yang tersebar di seluruh kawasan perkotaan. (2) Rencana pengembangan subzona SPU.3, meliputi : a. rencana subzona SPU.3 skala kecamatan diarahkan di blok B.1 Desa Cidamar; b. rencana subzona SPU.3 skala desa berupa mesjid jami dilakukan melalui rehabilitasi dan perawatan bangunan tempat ibadah yang telah ada saat ini; 20
c. rencana subzona SPU.3 skala lingkungan berupa musholla dilakukan secara merata sesuai kebutuhan yang lokasinya menyatu dengan permukiman. Pasal 26 Rencana subzona SPU.6 sebagaimana dimaksud Pasal 22 ayat (1) huruf d seluas 46,876 (empat puluh enam koma delapan tujuh enam) hektar meliputi : a. pembangunan bandara perintis di blok B.2 Desa Cidamar seluas kurang lebih 36,110 (tiga puluh enam koma satu satu nol) hektar; b. pembangunan pelabuhan khusus pariwisata di blok B.2 Desa Cidamar seluas kurang lebih 9,663 (sembilan koma enam enam tiga) hektar; c. pembangunan terminal tipe C di blok A.1 Desa Kertajadi seluas kurang lebih 1,103 (satu koma satu nol tiga) hektar; d. pembangunan halte di blok B.2 Desa Cidamar.
(1)
(2) (3)
(4)
Paragraf 6 Zona I Pasal 27 Rencana zona I sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1) huruf e berupa sub zona I.3 dan sub zona I.4 yang berbasis hasil pertanian dan perikanan. Rencana pengembangan subzona I.3 diarahkan di blok A.2 Desa Kertajadi dengan tetap memperhatikan gangguan terhadap lingkungan. Rencana pengembangan sub zona I.4 yang berbasis pertanian dan perikanan di blok A.2 Desa Kertajadi seluas kurang lebih 17,478 (tujuh belas koma empat tujuh delapan) hektar. Rencana zona I sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada peta yang tercantum dalam peta Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 7 Zona C Pasal 28 (1) Rencana pengembangan zona C berupa campuran kegiatan perdagangan/jasa dan kegiatan perumahan diarahkan di sepanjang jalan utama yaitu Jalan Cidaun – Kertajadi, Jalan Cidaun – Pameungpeuk, Jalan Cidaun - Naringgul, dan beberapa ruas jalan lingkungan di pusat perkotaan. (2) Pengembangan dan pengaturan zona C tetap mempertahankan kondisi yang ada dengan pengembangan bangunan secara vertikal dan memperhatikan kapasitas jaringan jalan serta menyediakan ruang parkir secukupnya.
21
Paragraf 8 RTNH Pasal 29 Rencana RTNH sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1) huruf g meliputi RTNH di kawasan perumahan, RTNH di pusat kegiatan pemerintahan, RTNH di pusat perdagangan dan jasa, RTNH di pusat sarana pelayanan umum, RTNH di sepanjang jaringan jalan, dan RTNH peruntukan lainnya.
Paragraf 9 Zona PL Pasal 30 (1) Rencana zona PL sebagaimana dimaksud Pasal 18 ayat (1) huruf h meliputi : a. subzona PL.1; b. subzona PL.4; c. subzona PL.5; d. subzona PL.6; e. Subzona PL.7. (2) Rencana zona PL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada peta yang tercantum dalam peta Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini. Pasal 31 Rencana subzona PL.1 sebagaimana dimaksud Pasal 30 huruf ayat (1) a, meliputi pertanian tanaman pangan dan pertanian holtikultura yang diarahkan di blok A.3 dan A.5 Desa Kertajadi serta blok B.1, B.2, dan B.3 Desa Cidamar seluas 562,08(lima ratus enam puluh dua koma nol delapan) hektar. Pasal 32 Rencana subzona PL.4 sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (1) huruf b meliputi pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) dan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di blok B.2 Kampung Jayanti Desa Cidamar seluas kurang lebih 2,404 (dua koma empat nol empat) hektar. Pasal 33 (1) Rencana subzona PL.5 sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (1) huruf c berupa obyek wisata alam dan buatan serta akomodasi pariwisata. (2) Rencana pengembangan subzona PL.5 wisata alam berupa pemanfaatan keindahan alam pantai Jayanti yang berada di dalam subzona RB.3 dan hutan Bojonglarang yang merupakan subzona SC di blok B.2 Desa Cidamar. (3) Rencana pengembangan subzona PL.5 wisata perkemahan di blok A.5 Desa Kertajadi seluas kurang lebih 20,38 (dua puluh koma tiga delapan) hektar. 22
(4) Rencana pengembangan subzona PL.5 akomodasi pariwisata berupa hotel dan penginapan diarahkan di blok B.2 Desa Cidamar seluas kurang lebih 26,089 (dua puluh enam koma nol delapan sembilan) hektar. Pasal 34 Rencana subzona PL.6 sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (1) huruf d yaitu hutan produksi terbatas di blok A.3, A.5 dan A.6 Desa Kartajadi serta di blok B.3 Desa Cidamar seluas kurang lebih 1.264,07 (seribu dua ratus enam puluh empat koma nol tujuh) hektar. Pasal 35 Rencana subzona PL.7 sebagaimana dimaksud Pasal 30 ayat (1) huruf e diarahkan di blok A.1, A.2, A.3, A.4, dan A.5 Desa Kartajadi serta di blok B.3 Desa Cidamar seluas kurang lebih 846,712 (delapan ratus empat puluh enam koma tujuh satu dua) hektar.
(1) (2)
(3)
(4)
BAB IV RENCANA JARINGAN PRASARANA Bagian Kesatu Umum Pasal 36 Rencana jaringan prasarana meliputi rencana sistem jaringan pergerakan, rencana sistem jaringan utilitas, dan rencana sistem jaringan prasarana lainnya. Rencana sistem jaringan pergerakan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. rencana pola pergerakan; b. rencana jaringan jalan; c. rencana prasarana dan sarana perhubungan; d. rencana penataan dan pengembangan rute angkutan umum; e. rencana ruang pejalan kaki; f. rencana fasilitas perlengkapan jalan. Rencana sistem jaringan utilitas sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. rencana sistem jaringan listrik/energi; b. rencana sistem jaringan telekomunikasi; c. rencana sistem jaringan air minum; d. rencana sistem pengelolaan air limbah; e. rencana sistem pengelolaan persampahan; f. rencana sistem drainase. Rencana sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. rencana jalur evakuasi bencana; b. rencana sistem penanggulangan kebakaran.
23
(1)
(2) (3)
(4)
Bagian Kedua Rencana Sistem Jaringan Pergerakan Paragraf 1 Rencana Pola Pergerakan Pasal 37 Rencana pola pergerakan orang dan barang sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (2) huruf a terbagi dalam 3 (tiga) pola, yaitu pergerakan internal – internal, internal – eksternal, dan pola pergerakan eksternal – eksternal. Pola pergerakan orang dan barang internal – internal, yaitu pergerakan didalam kawasan perkotaan baik asal maupun tujuannya, direncanakan dengan mengoptimalkan jalan lokal dan jalan lingkungan yang ada. pola pergerakan internal – eksternal yaitu pergerakan dari kawasan perkotaan ke luar atau sebaliknya, direncanakan dengan memanfaatkan jalan kolektor provinsi dan jalan kolektor kabupaten, yaitu ruas Jalan Cidaun – Kertajadi dan Jalan Cidaun – Pameungpeuk serta Jalan Kertajadi – Limbangan. pola pergerakan eksternal – eksternal yaitu pergerakan yang melewati kawasan perkotaan yang berasal dari luar dan menuju ke luar, berada pada ruas jalan direncanakan dengan memanfaatkan ruas jalan kolektor provinsi dan jalan kolektor kabupaten, yaitu ruas Jalan Cidaun – Kertajadi dan Jalan Cidaun – Pameungpeuk serta Jalan Kertajadi – Limbangan.
Paragraf 2 Rencana Jaringan Jalan Pasal 38 (1) Rencana jaringan jalan sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (2) huruf b meliputi penetapan fungsi jalan dan peningkatan serta pembangunan jaringan jalan. (2) Rencana penetapan fungsi jalan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1), meliputi : a. jalan kolektor primer yaitu Jalan Cidaun – Kertajadi dan Jalan Cidaun – Pameungpeuk; b. jalan kolektor sekunder yaitu Jalan Kertajadi – Limbangan; c. jalan lokal primer yaitu Jalan Cipandak, Jalan Pasirwalik, Jalan Mekarsari, Jalan Cikurutug, Jalan Jogjogan, dan Jalan Bayuning; d. jalan lokal sekunder yaitu Jalan Limbangan, Jalan Popojok, Jalan Kaum, Jalan Cipakis, Jalan Cipakis Kulon, Jalan Cibeet dan Jalan Cipanglay; e. jalan lingkungan yaitu Jalan Ciwidig, Jalan Arif, Jalan Ciangsana, Jalan Simpangsari, Jalan Leuwikalong, Jalan Padawaras, Jalan Citoe, Jalan Ciangsana, dan Jalan Bobojong.
24
(3) Rencana peningkatan dan pembangunan jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. peningkatan jaringan jalan meliputi Jalan Cipandak, Jalan Ciwidig, Jalan Cikurutug, Jalan Arif, Jalan Ciangsana, Jalan Simpangsari, Jalan Leuwikalong, Jalan Padawaras, Jalan Citoe, Jalan Margasari, Jalan Popojok, Jalan Kaum, Jalan Cipanengah, Jalan Bayuning, Jalan Cipeundeuy, dan Jalan Cimindi; b. pembangunan jalan baru meliputi ruas jalan yang menghubungkan Jalan Cipakis – Jalan Ciwidig, Jalan Leuwikalong – Jalan Cipatat, Jalan Citoe, Jalan Margasari – Jalan Mekarsari, Jalan Kp. Cidaun Peuntas – Jalan Kaum, Jalan Cidamar – Kp. Cipanglay, Jalan Jogjogan – Jalan provinsi, Jalan kaum – Jalan Cipakis – Bayuning, Jalan Cibeet – Jalan Cipeundeuy. (4) Rencana peningkatan dan pembangunan jaringan jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran XII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 3 Rencana Prasarana dan Sarana Perhubungan Pasal 39 (1) Rencana prasarana dan sarana perhubungan sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf c meliputi : a. penataan dan pengembangan terminal; b.penataan dan pengembangan pelabuhan pariwisata; c. penataan dan pengembangan bandar udara perintis; d.penataan dan pengembangan sistem perparkiran. (2) Rencana prasarana dan sarana perhubungan sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran XIII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 40 Rencana penataan dan pengembangan terminal sebagaimana yang dimaksud Pasal 39 ayat (1) huruf a, meliputi : a. pembangunan terminal tipe C beserta sarana dan prasarana pendukung terminal di Desa Kertajadi blok A.2; b. meningkatkan dan mengembangkan akses jalan masuk dan keluar terminal. Pasal 41 Rencana penataan dan pengembangan pelabuhan khusus pariwisata sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (1) huruf b, meliputi : a. menata lingkungan sekitar rencana pelabuhan khusus pariwisata untuk keperluan operasional pelabuhan di Desa Cidamar blok B.1; b. pembangunan sarana dan prasarana pendukung pelabuhan khusus pariwisata;
25
c. meningkatkan dan mengembangkan akses jalan masuk menuju pelabuhan khusus pariwisata yang terintegrasi dengan jalan masuk pelabuhan. Pasal 42 Rencana penataan dan pengembangan bandar udara umum perintis sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (1) huruf c, meliputi : a. pembangunan areal bandara perintis dan peningkatan sarana serta prasarana untuk kebutuhan operasional bandar udara di Desa Cidamar pada blok B.1; b. mengamankan areal sekitar rencana bandar udara agar tidak mengganggu dan mengancam keselamatan operasional penerbangan; c. meningkatkan dan mengembangkan akses jalan masuk menuju bandar udara. Pasal 43 (1) Rencana penataan dan pengembangan sistem perparkiran sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat ( 1 ) huruf d meliputi parkir di luar badan jalan dan parkir yang memanfaatkan badan jalan. (2) Rencana penataan dan pengembangan sistem parkir di luar badan jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) yaitu : a. pembangunan kantung-kantung parkir yang dapat digunakan untuk parkir bersama; b. parkir di luar bangunan, dapat ditempatkan di ruang sempadan bangunan secara terbatas (satu lajur) dan dianjurkan untuk membentuk parkir di bagian belakang bangunan sehingga ruang depan bangunan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan lain dan tidak mengganggu kualitas visual kawasan; c. pembangunan area parkir dalam persil bangunan diarahkan pada setiap zona perdagangan dan jasa, zona campuran, zona perkantoran, dan zona sarana pelayanan umum yaitu di blok A.1 Desa Kertajadi, blok B.1 dan B.2 Desa Cidamar; d. penyediaan parkir tidak boleh mengurangi daerah daerah penghijauan, dan harus memperhatikan kelancaran sirkulasi keluar masuk kendaraan dan pejalan kaki, keamanan, keselamatan, kesehatan dan kenyamanan. (3) Rencana penataan dan pengembangan parkir di daerah milik jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi : a. diarahkan pada jalan lokal yang tidak mempunyai intensitas kegiatan yang tinggi seperti kegiatan untuk zona perdagangan dan jasa, zona campuran, zona perkantoran dan zona sarana sosial dan umum; b. Pengaturan lebih lanjut tentang pengelolaan parkir daerah milik jalan ditetapkan melalui Peraturan Bupati.
26
Paragraf 4 Rencana Penataan dan Pengembangan Rute Angkutan Umum Pasal 44 Rencana penataan dan pengembangan sistem angkutan umum sebagaimana yang dimaksud Pasal 36 ayat (2) huruf d, meliputi : a. pengadaan rute angkutan umum baik rute angkutan umum dalam kota maupun rute angkutan umum luar kota; b. penambahan dan perubahan rute angkutan umum ditetapkan kembali sesuai dengan perkembangan kawasan; c. peningkatan sarana angkutan umum dari dan menuju kawasan perkotaan. Paragraf 5 Rencana Ruang Pejalan Kaki Pasal 45 (1) Rencana ruang pejalan kaki sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (2) huruf e yaitu ruang pejalan kaki di sisi jalan, ruang pejalan kaki di sisi bangunan, dan ruang pejalan kaki di RTH. (2) Rencana penataan dan pengembangan ruang pejalan kaki di sisi jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) diarahkan pada ruas jalan kolektor primer yaitu Jalan Cidaun – Kertajadi dan Jalan Cidaun – Pameungpeuk serta ruas jalan kolektor sekunder yaitu Jalan Kertajadi – Limbangan. (3) Rencana penataan dan pengembangan ruang pejalan kaki di sisi bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) diarahkan pada pusat-pusat kegiatan strategis yaitu di kawasan komesil, pusat pemerintahan dan perkantoran, kawasan pendidikan, kesehatan, dan terminal, yaitu di blok A.1 Desa Kertajadi dan blok B.1 serta B.2 Desa Cidamar. (4) Rencana penataan dan pengembangan jalur pejalan kaki di tepi jalan utama diarahkan memiliki lebar 1,5 – 3 (satu koma lima sampai tiga) meter berupa paving block dan jalur pejalan kaki di depan bangunan ruko dan pertokoan diarahkan memiliki lebar 1 – 2 (satu sampai dua) meter berupa paving block.
Paragraf 6 Rencana Fasilitas Perlengkapan Jalan Pasal 46 Rencana fasilitas perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (2) huruf f, meliputi : a. zebra cross atau tempat penyeberangan pejalan kaki, diarahkan pada pusat-pusat kegiatan seperti di zona perdagangan dan jasa, zona perkantoran, zona sarana pelayanan umum yang berada pada ruas-ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas cukup tinggi; b. rambu–rambu lalu lintas, diarahkan di seluruh jaringan jalan;
27
c. zona selamat sekolah atau ZOSS, diarahkan pada zona pendidikan yang berada di ruas jalan yang mempunyai arus lalu lintas cukup tinggi, yaitu di Jalan Cidaun – Kertajadi, Jalan Cidaun – Pemungpeuk dan Jalan Kertajadi – Limbangan; d. alat pemberi isyarat lalu lintas atau ditempatkan pada titik-titik persimpangan jalan, yaitu persimpangan Jalan Cidaun – Kertajadi dengan Jalan Kertajadi - Limbangan, persimpangan Jalan Kaum – Pasirpanglay dan persimpangan Jalan Cidaun - Pameungpuk dengan jalan menuju obyek wisata Jayanti; e. fasilitas penerangan jalan diarahkan di seluruh jaringan jalan. Bagian Ketiga Rencana Sistem Jaringan Utilitas Paragraf 1 Rencana Sistem Jaringan Energi/Listrik Pasal 47 (1) Rencana pengembangan sistem jaringan energi/listrik sebagaimana dimaksud Pasal 39 ayat (3) huruf a, meliputi : a. sistem jaringan listrik dikembangkan dengan memperhatikan aspek terpenuhinya kebutuhan dan terjaminnya ketersediaan energi listrik; b. pengembangan jaringan listrik diarahkan pada lokasi-lokasi pengembangan kegiatan/zona peruntukan baru, melalui penyambungan jaringan yang ada dengan mengikuti jaringan listrik yang sudah ada; c. membangun jaringan pemancang listrik dengan mengikuti koridor sistem jaringan Jalan yang terhierarki sesuai dengan klasifikasi Jalan serta mengarahkan pengembangan infrastruktur kelistrikan sesuai dengan pola pengembangan ruang aktifitas perkotaan; d. pola jaringan kabel listrik direncanakan mengikuti pola jaringan Jalan yang ada kecuali untuk jaringan tegangan tinggi dapat melintasi daerah tertentu. Sementara untuk jaringan kabel listrik tegangan menengah dan rendah direncanakan disisi kiri jalan satu jalur dengan pipa air bersih di bawah tanah; e. jaringan kabel tegangan tinggi (SUTET dan SUTT) hendaknya diatur pengamanannya terhadap lingkungan yaitu 25 (dua puluh lima) meter kesamping dan disisi jaringan tersebut harus bebas bangunan, dijadikan jalur hijau tanpa bangunan. (2) Peta rencana pengembangan jaringan energi listrik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam peta Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
28
Paragraf 2 Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 48 (1) Rencana sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (3) huruf b direncanakan dengan memperhatikan aspek kemudahan dalam berkomunikasi dan keterjangkauan oleh semua lapisan masyarakat. (2) Pengembangan sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi: a. pembangunan Sentral Telepon Otomat (STO); b. pembangunan jaringan telekomunikasi mengikuti jaringan jalan utama dan berhierarki sesuai dengan klasifikasi jalan dengan cakupan pelayanan ke seluruh pusat pelayanan dan wilayah pengembangannya; c. pengembangan jaringan instalasi telekomunikasi diarahkan dibawah tanah dengan mengikiuti pola jaringan jalan sisi sebelah kanan, tidak satu jalur dengan jaringan pipa air bersih dan dengan jaringan kabel listrik; d. kabel primer-sekunder bawah tanah tersebut hendaknya ditempatkan dalam satu box utilitas telepon khusus; e. mengembangkan sistem telekomunikasi nirkabel (selular) sebagai alternatif pengganti telekomunikasi sistem kabel, melalui pembangunan Base Tranceiver Station (BTS); f. pembangunan tower BTS dibatasi yaitu di lokasi yang sudah ada di sub blok A-2 Desa Kertajadi dengan menerapkan sistem penggunaan tower bersama, yaitu pada satu tower BTS untuk beberapa operator telepon seluler dengan pengelolaan secara bersama pula dan mengatur jarak antar tower berdasarkan skala pelayanan secara teratur dan tetap memperhatikan keindahan. (3) Peta rencana pengembangan jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud ayat (1), tercantum dalam peta Lampiran XV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 3 Rencana Penyediaan Air Minum Pasal 49 (1) Rencana penyediaan air minum sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (3) huruf c, meliputi : a. rencana penyediaan air minum sistem perpipaan; b. rencana penyediaan air minum sistem non perpipaan. (2) Rencana penyediaan air minum sistem perpipaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi : a. sesuai dengan target pelayanan air minum sebesar 80 % maka perlu adanya pembangunan Instalasi Pengolahan Air (IPA) dengan sumber air baku berupa air permukaan yaitu dengan memanfaatkan air Sungai Cidamar dengan debit 29 liter/detik dan ditingkatkan sampai akhir tahun perencanaan menjadi 63 liter/detik; 29
b. membangun jaringan transmisi dan jaringan pipa distribusi melalui jaringan pipa primer dan jaringan pipa sekunder dan jaringan pipa tersier yang merupakan jaringan perpipaan/saluran yang langsung ke konsumen; c. pola pengembangan jaringan distribusi air minum diarahkan sesuai dengan pola kemiringan lahan, sehingga untuk memperkuat aliran air minum diperlukan instalasi penguat aliran air minum transmisi dan distribusi; d. pengembangan jaringan distribusi air minum diprioritaskan pada penyediaan jaringan distribusi air minum bagi kawasan komersil, fasilitas umum dan pengembangan diarahkan pada lokasi-lokasi yang belum terlayani serta pada zona kegiatan baru yang akan di kembangkan di seluruh kawasan perkotaan; e. membangun dan mengembangkan jaringan distribusi air minum dengan mengikuti koridor sistem jaringan jalan yang berhierarki sesuai dengan klasifikasi jalan dan mengarahkan pengembangan jaringan distribusi pipa air minum disisi kiri jalan serta diarahkan di bawah tanah; f. Pembangunan Hidran Umum (HU) direkomendasikan pada daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi yaitu di blok A.1 Desa Kertajadi dan blok B.1 serta blok B.2 Desa Cidamar serta diarahkan pada zona perumahan yang terpencar di blok A.2, A.3 dan A.4 Desa Kertajadi dan di blok B.3 Desa Cidamar. (3) Rencana penyediaan air minum sistem non perpipaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi : a. penyediaan air minum secara komunal melalui pembangunan Instalasi Pengolahan Air Sederhana (IPAS) dengan sumber air baku berasal dari air permukaan, air tanah dan air hujan; b. penyediaan air minum secara individual melalui pembangunan sumur-sumur dangkal yang memenuhi persyaratan teknis maupun hygienis. (4) Penyuluhan kepada masyarakat pemakai tentang penggunaan air tanah yang baik serta usaha melestarikan sumber air permukaan dan air tanah dengan peningkatan fungsi lindung terhadap tanah dan pembuatan sumur-sumur resapan. (5) Peta rencana penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam peta Lampiran XVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 4 Rencana Penanganan dan Pengelolaan Air Kotor/Limbah Pasal 50 (1) Rencana penanganan dan pengelolaan air kotor/limbah sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (3) huruf d, meliputi: a. rencana penangan dan pengolahan limbah domestik; b. rencana penangan dan pengolahan limbah non domestik. 30
(2) Rencana
penanganan dan pengelolaan air kotor/limbah domestik sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi: a. rencana penanganan limbah domestik diarahkan pada penggunaan tangki septik konvensional baik secara individual maupun secara komunal; b. selain itu penggunaan tangki septik konvensional diarahkan kepada penggunaan tangki septik biofil. (3) Rencana penanganan dan pengelolaan air kotor/limbah non domestik sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b yaitu pengolahan limbah untuk kegiatan sarana umum, komersial, pemerintahan diarahkan untuk memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) tersendiri sesuai dengan jenis dan karakteristik limbah yang dihasilkan. (4) Peta rencana pengolahan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam peta Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(1)
(2) (3) (4)
(5)
Paragraf 5 Rencana Sistem Persampahan Pasal 51 Rencana pengelolaan sampah sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (3) huruf e, meliputi pengelolaan sampah organik maupun sampah anorganik dilakukan secara off – site, yaitu pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah dan pengangkutan sampah untuk kemudian dibuang ke TPA sampah. Sampah yang berasal dari Puskesmas harus diolah terlebih dahulu dengan incinerator sebelum dibuang ke TPA sampah. Lokasi TPA Sampah direncanakan di luar kawasan perkotaan yaitu di Desa Karangwangi. Tempat pembuangan sampah sementara (TPS) untuk kawasan perdagangan, perkantoran, pendidikan, dan kawasan perumahan padat menggunakan container atau transfer dipo sedangkan untuk permukiman sedang dan rendah menggunakan TPS permanen yang ditempatkan di lokasi yang mudah dijangkau. Peta rencana pengolahan sistem persampahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam peta Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 6 Rencana Jaringan Sistem Drainase Pasal 52 (1) Rencana pengembangan jaringan drainase sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (3) huruf f, meliputi : a. pembangunan jaringan drainase pada jalan-jalan yang belum terdapat saluran drainase dan juga pada kawasan-kawasan pengembangan baru 31
b. pembangunan saluran drainase tertutup diarahkan pada Jalan Cidaun – Kertajadi dan Jalan Cidaun – Pameungpeuk serta Jalan Kertajadi – Limbangan; c. pemeliharaan saluran-saluran yang mengalami penyumbatan baik oleh sampah maupun endapan sedimentasi; d. rehabilitasi saluran dilakukan dengan melakukan pelebaran saluran. (2) Pembangunan saluran drainase dilakukan secara terpadu dengan pembangunan jalan dengan memperhatikan kondisi kemiringan lahan dan catchment area. (3) Rencana sistem drainase sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran XIX yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(1)
(2)
(3)
(4) (5)
Bagian Keempat Rencana Sistem Jaringan Prasarana Lainnya Paragraf 1 Rencana Jalur Evakuasi Bencana Pasal 53 Rencana jalur evakuasi bencana dimaksud Pasal 36 ayat (4) huruf a, meliputi: a. Rencana pengembangan jalur evakuasi; b. Rencana melting point (titik pertemuan). Jalur evakuasi bencana harus dapat di akses dengan mudah sehingga jalur evakuasi akan diarahkan pada jalan-jalan yang menjauhi kawasan pantai yaitu Jalan Ciangsana, Jalan Mekarsari, Jalan Pasirwalik, Jalan Kertajadi - Limbangan, Jalan Cipeundeuy, dan Jalan Cidaun – Pameungpeuk. Rencana melting point (titik pertemuan) untuk evakuasi bencana akan diarahkan pada zona sarana umum seperti bangunan sekolah, bangunan pemerintahan, bangunan serbaguna, lapangan olah raga, gedung olahraga dan ruang terbuka hijau. Lokasi melting point (titik pertemuan) harus dapat diakses dengan mudah oleh kawasan atau blok di seluruh kawasan perkotaan. Peta rencana jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam peta Lampiran XX yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2 Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran Pasal 54 (1) Rencana sistem penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud Pasal 36 ayat (4) huruf b, meliputi: a. pos pemadam kebakaran akan diarahkan di sub pusat pelayanan kawasan yaitu di kantor Desa Kertajadi dan Desa Cidamar;
32
b. rencana pengembangan sistem penanggulangan kebakaran pada tahap pertama akan diarahkan pada kawasan-kawasan yang memiliki fungsi strategi seperti di pusat sekitar kawasan pusat pemerintahan kecamatan dan pusat pemerintahan desa dengan pembangun hidranhidran kebakaran; c. tahap selajutnya pembangunan hidran kebakaran akan diarahkan pada kawasan-kawasan yang memiliki intensitas kegiatan tinggi di sekuruh kawasan perkotaan. (2) Peta rencana pembangunan sistem pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat di lihat dalam peta Lampiran XXI yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. BAB V BAGIAN WILAYAH PERENCANAAN YANG DIPRIORITASKAN PENANGANANNYA Bagian Kesatu Umum Pasal 55 (1) Penetapan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya merupakan upaya perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam rencana penanganan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan. (2) Penetapan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya berfungsi : a. mengembangkan, melestarikan, melindungi, memperbaiki, mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan, dan/atau melaksanakan revitalisasi di kawasan yang bersangkutan, yang dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan bagian dari wilayah perencanaan lainnya; b. sebagai dasar penyusunan rencana yang lebih teknis, seperti RTBL dan rencana teknis pembangunan yang lebih rinci lainnya; dan c. sebagai dasar pertimbangan dalam penyusunan indikasi program utama RDTR. (3) Penetapan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan berdasarkan: a. tujuan penataan ruang wilayah perencanaan; b. nilai penting di bagian dari wilayah perencanaan yang akan ditetapkan; c. kondisi ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan di bagian dari wilayah perencanaan yang akan ditetapkan; d. usulan dari sektor; e. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah perencanaan; dan f. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.
33
Paragraf 2 Sub BWP Prioritas Pasal 56 (1) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya sebagaimana dimaksud pada Pasal 57 ayat (1), Sub BWP B yaitu blok B.2 Desa Cidamar yang berfungsi sebagai kawasan pengembangan Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI), Tempat Pelelangan Ikan (TPI), bandar udara perintis, dan pelabuhan pariwisata. (2) Batas-batas wilayah perencanaan prioritas yaitu Sub BWP B blok B.2 Desa Cidamar, meliputi : a. sebelah utara dibatasi oleh rencana jalan lintas utara yang menghubungkan Kampung Bobojong dan Kampung Cipeundeuy; b. sebelah barat dibatasi oleh rencana jalan yang menghubungkan Kampung Bobojong dengan rencana jalan lintas selatan Kampung Cipanglay – Kampung Jayanti; c. sebelah selatan dibatasi oleh Samudera Indonesia; d. sebelah timur dibatasi dengan Desa Karangwangi. (3) Tema penanganan bagian wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. penataan/perbaikan/revitalasi permukiman nelayan; b. pembangunan bandar udara perintis dan pelabuhan wisata; c. normalisasi Sungai Cipunage; d. penataan fasilitas wisata. (4) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran XXII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
BAB VI KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 57 (1) Dalam rangka mewujudkan RDTR dan Peraturan Zonasi disusun rencana indikasi program yang merupakan acuan semua pihak baik pemerintah, masyarakat dan swasta dalam pemrograman investasi yang meliputi : a. indikasi program utama; b. indikasi sumber pendanaan; c. indikasi pelaksana kegiatan; d. waktu pelaksanaan. (2) Indikasi program utama sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi : a. indikasi program perwujudan struktur tata ruang; b. indikasi program perwujudan pola ruang; 34
(3)
(4)
(5)
(6)
c. indikasi pengembangan Sub BWP yang diprioritaskan pengembangannya; d. indikasi program pengendalian. Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas dana pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat. Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat. Waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan dalam jangka 20 (dua puluh) tahun yang terbagi atas 4 (empat) tahapan meliputi : a. tahap pertama, pada periode tahun 2013 - 2017, diprioritaskan pada peningkatan fungsi dan pengembangan; b. tahap kedua, pada periode tahun 2018 - 2022, diprioritaskan pada peningkatan fungsi dan pengembangan; c. tahap ketiga, pada periode tahun 2023 - 2027, diprioritaskan pada pengembangan dan pemantapan; d. tahap keempat, pada periode tahun 2028 - 2033, diprioritaskan pada pemantapan. Prioritas dan tahapan pengembangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam tabel Lampiran XXIII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Tata Ruang Pasal 58 a. Indikasi program perwujudan struktur ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. tahap perencanaan; dan b. tahap pembangunan. (2) Program perwujudan struktur ruang tahap perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, meliputi : a. penyusunan RTBL Sub BWP A; b. penyusunan RTBL Sub BWP B; c. penyusunan DED rencana ruas jalan baru antara Jalan Cipanglay – Jalan Cidamar; d. penyusunan DED rencana jalan baru yang menghubungkan antara Jalan Sirnagalih – Jalan Kertajaya – Jalan Ciangsana; e. penyusunan DED rencana jalan baru yang menghubungkan antara Jalan Cipakis – Jalan Cipakis Kulon – Jalan Bobojong; f. penyusunan DED rencana jalan baru yang menghubungkan antara Jalan Limbangan – Jalan Martasari – Jalan Mekarsari; 35
g. penyusunan DED rencana jalan baru yang menghubungkan antara Jalan Kp. Cidaun Peuntas – Jalan Kaum; h. penyusunan DED rencana jalan baru yang menghubungkan antara Jalan Cipatat – Jalan Mekarsari; i. penyusunan DED Pembangunan Terminal Tipe C; j. penyusunan DED Zona Pariwisata; k. penyusunan DED Bandara Udara Perintis; l. penyusunan DED Pelabuhan Khusus Pariwisata. (3) Program perwujudan struktur ruang tahap pembangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi : a. pembangunan prasarana dasar; b. pembangunan dan peningkatan sarana sosial ekonomi. (4) Pembangunan prasarana dasar sebagaimana dimaksud ayat (5) huruf a terdiri : a. pembangunan jaringan pergerakan : 1) peningkatan fungsi jalan kolektor primer, yaitu Jalan Cidaun – Kertajadi dan Jalan Cidaun – Pameungpeuk; 2) peningkatan fungsi jalan kolektor sekunder, yaitu Jalan Kertajadi – Limbangan; 3) peningkatan fungsi lokal primer dan jalan lokal sekunder, yaitu Jalan Cipandak, Jalan Pasirwalik, Jalan Mekarsari, Jalan Cikurutug, Jalan Jogjogan, Jalan Bayuning, Jalan Kaum, Jalan Cipakis, Jalan Cipakis Kulon, Jalan Cibeet, Jalan Cipanglay; 4) peningkatan fungsi jalan lingkungan, yaitu Jalan Ciwidig, Jalan Arif, Jalan Ciangsana, Jalan Simpangsari, Jalan Leuwikalong, Jalan Padawaras, Jalan Citoe, Jalan Ciangsana, dan Jalan Bobojong; 5) pembangunan jalan baru, yaitu Jalan Sirnagalih – Jalan Kertajaya – Jalan Ciangsana, Jalan Cipakis – Jalan Cipakis Kulon – Jalan Bobojong, Jalan Limbangan – Jalan Martasari – Jalan Mekarsari, Jalan Kp. Cidaun Peuntas – Jalan Kaum, dan Jalan Cipatat – Jalan Mekarsari; b. pembangunan sarana dan prasarana jaringan pergerakan 1) pembangunan terminal tipe C; 2) pembangunan bandara udara perintis; 3) pembangunan pelabuhan khusus pariwisata; 4) pengembangan rute angkutan umum; 5) pembangunan jalur pejalan kaki; 6) pengembangan sistem parkir di luar badan jalan (off street parking); 7) pembangunan sarana pelengkap jalan (rambu lalu lintas dan marka jalan); c. pembangunan prasarana irigasi : 1) pemeliharaan jaringan irigasi; 2) pembangunan talud pengaman sungai; 3) pengerukan aliran sungai; 36
d. pembangunan prasarana kelistrikan : 1) pembangunan gardu listrik; 2) pengembangan jaringan listrik ke kawasan pengembangan baru; e. pembangunan prasarana telekomunikasi : 1) pembangunan menara BTS bersama; 2) meningkatkan jangkauan jaringan telekomunikasi; 3) pembangunan pusat-pusat pelayanan; 4) pengembangan pusat-pusat perdagangan dan jasa di pusat-pusat sub BWP; 5) peningkatan pusat perdagangan dan jasa di pusat-pusat pengembangan; 6) pengembangan sarana pendukung pertanian; f. pembangunan dan peningkatan sarana sosial ekonomi : 1) sarana pendidikan : a) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan prasekolah di pusat-pusat permukiman; b) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan dasar di pusat-pusat permukiman; c) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan menengah; d) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan atas dan kejuruan; e) pengembanga sarana pendidikan tinggi; 2) sarana kesehatan : a) peningkatan sarana Puskesmas DPT; b) peningkatan pelayanan Puskesmas DPT; c) pembangunan sarana kesehatan skala lokal berupa balai pengobatan, apotik, praktek bidan dan paraktek dokter; 3) fasilitas perekonomian : a) peningkatan fasilitas perekonomian di pusat pengembangan; b) pembangunan fasilitas perekonomian perbankan dan lembaga keuangan lainnya; g. pembangunan utilitas : 1) pembangunan instalasi jaringan air minum yang meliputi jaringan induk, jaringan sekunder, jaringan tersier dan fasilitas Water Treatment Plant (WTP); 2) pembangunan pengolahan air kotor berupa instalasi air kotor domestik komunal; 3) penyediaan sarana Tempat Pembuangan Sampah (TPS); 4) pembangunan gardu indu listrik pembagi tegangan; 5) pembangunan jaringan kabel listrik sekunder dan tersier.
37
Bagian Ketiga Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang Pasal 59 (1) Indikasi program perwujudan pola ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 ayat (2) huruf b terdiri atas : a. tahap perencanaan; dan b. tahap pembangunan. (2) Program perwujudan pola ruang kawasan tahap perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi : a. perencanaan RTBL kawasan pengembangan baru; b. penyusunan AMDAL dan/atau UKL/UPL kawasan pengembangan baru. (3) Program perwujudan pola ruang kawasan tahap pembangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi : a. pengembangan zona resapan air; b. penataan zona sempadan sungai dan sempadan pantai; c. pengembangan dan penataan hutan kota, taman kota, taman kecamatan, taman desa dan taman lingkungan serta taman perumahan; d. pengembangan RTH jalur hijau; e. penataan pemakaman sebagai RTH; f. penataan dan pengembangan lapangan olah raga sebagai RTH; g. pembenahan bangunan-bangunan di di area yang ditetapkan sebagai RTH; h. pengembangan kawasan perumahan; i. pembangunan utilitas, prasarana dan sarana kawasan perumahan; j. pengembangan dan penataan pasar tradisional; k. pengembangan dan pembangunan pusat perbelanjaan.
Bagian Keempat Indikasi Program Pengembangan Sub BWP Yang Diprioritaskan Penanganannya Pasal 60 (1) Indikasi program pengembangan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya sebagaimana dimaksud Pasal 57 ayat (2) huruf c meliputi : a. tahap perencanaan; dan b. tahap pembangunan. (2) Program pengembangan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya tahap perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi : a. penyusunan RTBL Sub BWP Prioritas; 38
b. penyusunan DED yang mencakup : 1) penyusunan DED penataan/perbaikan/revitalasi permukiman nelayan; 2) penyusunan DED bandar udara perintis dan pelabuhan wisata; 3) penyusunan DED normalisasi Sungai Cipunage; 4) penyusunan DED penataan fasilitas wisata. (3) Program pengembangan Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya tahap pembangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi : a. penataan/perbaikan/revitalasi permukiman nelayan; b. pembangunan bandar udara perintis dan pelabuhan wisata; c. normalisasi Sungai Cipunage; d. penataan fasilitas wisata.
Bagian Kelima Indikasi Program Pengendalian Pasal 61 Indikasi program pengendalian sebagaimana dimaksud Pasal 57 ayat (2) huruf d meliputi : a. penyusunan mekanisme insentif dan disinsentif pemanfaatan ruang; b. penyusunan mekanisme perizinan; c. penyusunan mekanisme pelaporan; d. pengaturan manajemen transportasi, yang meliputi : 1) penyediaan rambu-rambu pelengkap jalan; 2) pengaturan arus lalu lintas; 3) pengaturan perparkiran; 4) penyediaan dan pengaturan rute, jenis moda dan jumlah armada angkutan umum; 5) penetapan lokasi pangkalan dan shelter pemberhentian angkutan umum; e. pengaturan manajemen utilitas kota, yang meliputi : 1) pengaturan sistem pengelolaan air minum; 2) pengaturan sistem pengelolaan air kotor; 3) pengaturan sistem pengelolaan sampah; 4) pengaturan sistem pemadam kebakaran.
39
(1) (2)
(3)
(4)
BAB VII PERATURAN ZONASI Bagian Kesatu Umum Pasal 62 Peraturan zonasi merupakan perangkat operasional pengendalian pemanfaatan ruang berdasarkan rencana rinci tata ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang. Peraturan zonasi sesuai rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud ayat (1), meliputi : a. ketentuan peraturan zonasi untuk zona lindung; b. ketentuan peraturan zona untuk zona budidaya; c. ketentuan peraturan zonasi untuk jaringan prasarana. Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud ayat (2) memuat tentang : a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan; b. ketentuan Intensitas pemanfaatan ruang; c. ketentuan tata bangunan; d. ketentuan sarana dan prasarana minimal; e. ketentuan pelaksanaan; dan f. ketentuan pengaturan zonasi. Ketentuan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam tabel Lampiran XXIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua Daftar Kegiatan Pasal 63 (1) Daftar kegiatan adalah rincian kegiatan yang ada, mungkin ada, atau kegiatan yang mempunyai prospektif untuk dikembangkan dalam suatu zona yang ditetapkan dan direncanakan. (2) Daftar kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam tabel Lampiran XXV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Ketiga Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan lahan Pasal 64 (1) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan dimaksudkan untuk mengatur suatu kegiatan yang diperbolehkan atau I, diperbolehkan terbatas atau T, diperbolehkan bersyarat atau B, dan dilarang atau X. (2) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. zona lindung; dan b. zona budidaya. (3) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam tabel Lampiran XXVI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. 40
Bagian Keempat Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Pasal 65 (1) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang merupakan ketentuan mengenai besaran pembangunan yang diperbolehkan dalam suatu zona berdasarkan : a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum; b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum; c. Ketingian Bangunan maksimum; d. Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum; e. Koefisien Tapak Basement (KTB) maksimum; f. Koefisien Wilayah Terbangun (KWT) maksimum; g. Kepadatan bangunan maksimum; dan h. Kepadatan penduduk maksimum. (2) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana ayat (1) mencakup : a. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang zona lindung; b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang zona budidaya. (3) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana ayat (1) tercantum dalam tabel Lampiran XXVII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kelima Ketentuan Tata Massa Bangunan Pasal 66 (1) Ketentuan tata masa bangunan adalah pengaturan mengenai bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu persil/tapak yang dikuasai. (2) Bentuk, besaran dan peletakan bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) mencakup arahan : a. garis sempadan bangunan (GSB) dan garis sempadan pagar (GSP); b. tinggi bangunan; c. jarak antar bangunan. (3) Garis sempadan bangunan (GSB) dan garis sempadan pagar (GSP) sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a meliputi : a. berdasarkan fungsi jalan maka garis sempadan bangunan (GSB) dan garis sempadan pagar (GSP) diatur sebagai berikut : 1) garis sempadan muka bangunan dan sempadan samping bangunan yang menghadap jalan ditetapkan 1/2 + 1 (setengah ditambah satu) dari lebar ruang milik jalan (RUMIJA) atau 1/4 (satu per empat) dari daerah pengawasan jalan (RUWASJA); 2) garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 1,5 (satu koma lima) meter dari dinding bangunan; 3) garis sempadan belakang rumah berjarak minimal 2 (dua) meter dari dinding;
41
b. Berdasarkan rencana peningkatan jaringan pergerakan maka penetapan garis sempadan bangunan (GSB) dan garis sempadan pagar (GSP) meliputi: 1) jalan kolektor primer, GSB : 12 (dua belas) meter dan GSP : 8 (delapa) meter, yaitu ruas Jalan Cidaun – Kertajadi dan Jalan Cidaun – Pemeungpeuk; 2) jalan kolektor sekunder GSB : 8 (delapan) meter dan GSP : 4 (empat) meter, yaitu Jalan Kertajadi - Limbangan; 3) jalan lokal primer, GSB : 6 (enam) meter dan GSP : 4 (empat) meter, yaitu ruas Jalan Cipandak, Jalan Pasirwalik, Jalan Mekarsari, Jalan Cikurutug, Jalan Jogjogan, dan Jalan Bayuning; 4) jalan lokal sekunder, GSB : 6 (enam) meter dan GSP : 3 (tiga) meter, yaitu ruas Jalan Limbangan, Jalan Popojok, Jalan Kaum, Jalan Cipakis, Jalan Cipakis Kulon, Jalan Cibeet dan Jalan Cipanglay; 5) jalan lingkungan, GSB : 4 (empat) meter dan GSP : 3 (tiga) meter, yaitu ruas Jalan Ciwidig, Jalan Arif, Jalan Ciangsana, Jalan Simpangsari, Jalan Leuwikalong, Jalan Padawaras, Jalan Citoe, Jalan Ciangsana, dan Jalan Bobojong. (4) Tinggi bangunan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b yaitu ketinggian minimum 4 (empat) meter dan ketinggian maksimum 40 (empat puluh) meter. (5) Jarak antar bangunan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c meliputi : a. bagian atau unsur bangunan yang terletak didepan GSB yang masih diperbolehkan adalah : 1) detail atau unsur bangunan akibat keragaman rancangan arsitektur dan tidak digunakan sebagai ruang kegiatan; 2) detail unsur bangunan akibat rencana perhitungan struktur dan atau instalasi bangunan; 3) unsur bangunan yang diperlukan sebagai sarana sirkulasi; b. ruang terbuka diantara Ruang Milik Jalan (RMJ) dan GSB harus digunakan sebagai unsure penghijauan dan/atau daerah peresapan air hujan serta untuk kepentingan umum lainnya; c. bangunan dengan tipe bangunan renggang atau tidak padat, sisi bangunan yang didirikan harus mempunyai jarak bebas yang tidak dibangun pada kedua sisi samping kiri, kanan, atau bagian belakang yang berbatasan dengan pekarangan; d. jarakantara masa atau blok bangunan 1 (satu) lantai yang satu dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antar kapling minimum 3,50 (tiga koma lima puluh) meter; e. jarak antara masa atau blok bangunan 2 (dua) lantai yang satu dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antar kapling minimum 4,50 (empat koma lima puluh) meter; f. jarak antara masa atau blok bangunan 3 (tiga) lantai yang satu dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antar kapling minimum 5,0 (lima koma nol) meter; g. setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 (nol koma lima) meter.
42
Bagian Keenam Ketentuan Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar Minimum Pasal 67 (1) Ketentuan prasarana dan sarana minimum sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan ditetapkan dalam rangka menciptakan lingkungan yang nyaman dengan menyediakan prasarana dan sarana yang sesuai untuk mendukung berfungsinya zona secara optimal; (2) Prasarana dasar minimum yang yang wajib (W) dan disarankan (S) pada setiap zona peruntukan meliputi jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan persampahan, jaringan pengolahan limbah, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, jaringan persampahan,jaringan pemadam kebakaran, ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau serta sarana pelayanan umum seperti sarana peribadatan dan pos keamanan; (3) Ketentuan penyediaan prasarana dan sarana Minimal untuk setiap zona peruntukan sebagaimana dimaksudpada pasal ayat (1), huruf d, tercantum dalam tabel Lampiran XXVIII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Ketujuh Ketentuan Variansi Pemanfaatan Ruang Pasal 68 (1) Jenis variansi pemanfaatan ruang yang diperkenankan, meliputi : a. suatu kegiatan yang telah ada tidak bisa dimasukan dalam blok zoning tertentu karena keterbatasan luasan lahan atau persil; b. pemohon memiliki alasan khusus berkaitan dengan keadaan kegiatan yang sudah ada sebelum peraturan zoning ditetapkan; c. perubahan tersebut tidak merubah karakter lingkungan; dan d. perubahan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi. (2) Hal-hal yang diperkenankan dalam variansi pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. pembangunan perumahan swadaya di zona pertanian; b. pembangunan perumahan di zona perdagangan dan jasa; c. pembangunan kantor pemerintahan dan swasta di zona campuran; dan d. pembangunan kegiatan komersil di jalan utama.
Bagian Kedelapan Ketentuan Insentif dan Disintensif Pasal 69 (1) Insentif diberikan kepada orang atau badan yang akan melakukan pemanfaatan ruang, dengan kriteria : a. menyediakan lahan terbuka hijau yang melebihi dari batasan minimal yang dipersyaratkan; 43
b. menyerahkan lahan dan atau bangunan untuk kepentingan umum di luar kewajiban yang telah ditentukan; c. menyediakan prasarana lingkungan untuk kepentingan umum di luar kewajiban yang telah ditentukan; dan d. kegiatan pembangunan yang dimohon mendorong percepatan perkembangan wilayah. (2) Pemberian Insentif ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau pejabat yang ditunjuk. (3) Bentuk insentif dapat berupa: a. keringanan retribusi; b. pemberian kompensasi besaran KDB dan KLB; c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur pendukung; d. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau e. pemberian penghargaan kepada masyarakat dan swasta. (4) Khusus pemberian insentif kompensasi besaran KDB dan KLB ditetapkan Bupati setelah melalui kajian teknis. Pasal 70 (1) Disinsentif diberikan kepada orang atau badan yang akan melakukan pemanfaatan ruang, dengan kriteria : a. membangun tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang; b. pembangunan yang dilakukan memberikan dampak negatif bagi perkembangan kawasan perkotaan; c. pemberian disinsentif ditetapkan dengan Keputusan Bupati atau pejabat yang ditunjuk. (2) Bentuk disinsentif dapat berupa : a. pembatasan penyediaan infrastruktur pendukung; b. pengenaan kompensasi berupa penyediaan pencadangan lahan (land banking system) dan/atau pembangunan prasarana kota; c. pengenaan sanksi atau denda. (3) Tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati.
Bagian Kesembilan Ketentuan Perubahan Peraturan Zonasi Pasal 71 (1) Syarat Umum ketentuan perubahan peraturan zonasi, meliputi : a. perubahan harus dilakukan untuk mengutamakan kepentingan umum yang lebih luas; b. perubahan harus dilakukan karena adanya perubahan peraturan perundangan yang lebih tinggi dalam hierarkinya. (2) Syarat khusus ketentuan perubahan peraturan zonasi, meliputi: a. perubahan harus mencerminkan pertumbuhan ekonomi dan merupakan antisipasi pertumbuhan kegiatan ekonomi yang cepat; b. perubahan tidak akan mengurangi kualitas lingkungan; c. perubahan tidak akan mengganggu ketertiban dan keamanan; 44
d. perubahan tidak akan menimbulkan dampak yang mempengaruhi derajat kesehatan; e. perubahan berazaskan keterbukaan, persamaan, keadilan, perlindungan hukum, mengutamakan kepentingan masyarakat golongan ekonomi lemah; f. hanya perubahan-perubahan yang tidak prinsipil saja yang dapat ditoleransi; g. perubahan peraturan zona hanya dilakukan untuk alasan : 1) terdapat kesalahan peta dan informasi; 2) peraturan zonasi yang ditetapkan berpotensi dapat menimbulkan kerugian skala besar; 3) peraturan zonasi yang ditetapkan dapat menyebabkan kerugian pada masyarakat; h. perubahan peraturan zonasi yang dilakukan dapat memberikan manfaat yang besar bagi masyarakat. (3) Obyek perubahan peraturan zonasi, meliputi: a. bagian-bagian tertentu dari peta zonasi ; b. peta zonasi secara keseluruhan; c. bagian-bagian tertentu dari peraturan zonasi ; dan/atau d. peraturan zonasi secara keseluruhan. (4) Prakarsa perubahan peraturan zonasi, meliputi: a. masyarakat yang terdiri dari kelompok masyarakat termasuk perorangan maupun badan hukum; b. pemerintah daerah; dan c. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). (5) Ketentuan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud ayat (1), tercantum dalam tabel Lampiran XXIX yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kesepuluh Ketentuan Perubahan Pemanfaatan Ruang Pasal 72 (1) Prinsip umum dalam perubahan pemanfaatan ruang, meliputi: a. perubahan penggunaan lahan di kawasan lindung harus memperhatikan kondisi fisik dan pemanfaatan ruang yang ada, dan diusahakan seminimal mungkin tidak mengganggu fungsi lindung; b. pada prinsipnya kawasan awal diupayakan tetap dipertahankan, dan hanya dapat diubah ke fungsi budidaya lainnya berdasarkan peraturan zonasi tiap zona yang bersangkutan.
45
(2) Permohonan perubahan penggunaan lahan dapat diizinkan bila memenuhi dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat; tidak merugikan masyarakat khususnya golongan ekonomi lemah; tidak membawa kerugian pada pemerintah daerah di masa kini dan masa mendatang; mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi perkotaan; memperhatikan kelestarian lingkungan; tetap sesuai dengan penggunaan lahan di blok peruntukan sekitarnya, dan tidak hanya menguntungkan satu pihak. (3) Dasar pertimbangan perubahan penggunaan lahan, antara lain: a. ketidaksesuaian antara pertimbangan yang mendasari arahan rencana dengan pertimbangan pelaku pasar; b. berdasarkan pemikiran bahwa tidak semua perubahan pemanfaatan lahan akan berdampak negatif bagi masyarakat; c. kecenderungan menggampangkan persoalan dengan cara memisahkan/melegalkan perubahan pemanfaatan lahan yang menyimpang dari rencana kota pada evaluasi rencana. (4) Jenis perubahan pemanfaatan ruang, meliputi : a. perubahan sementara; b. perubahan tetap; c. perubahan kecil; dan d. perubahan besar. (5) Prakarsa perubahan pemafaatan ruang adalah : a. masyarakat yang terdiri dari kelompok masyarakat termasuk perorangan, badan hukum, maupun badan usaha; b. pemerintah daerah; dan c. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Bagian Kesebelas Penilaian dan Penetapan Dampak Pembangunan Pasal 73 (1) Jenis dampak meliputi : a. dampak lingkungan; b. dampak lalu lintas; c. dampak ekonomi; dan d. dampak sosial. (2) Prosedur penilaian, penanganan, dan pengenaan biaya dampak : a. masyarakat memantau, melaporkan pada instansi yang berwenangan dalam penataan ruang atau pemerintah sendiri melakukan pemantauan kegiatan-kegiatan pemanfaatan ruang yang menimbulkan dampak; b. pemerintah daerah membentuk tim penilai untuk melakukan evaluasi dan penilaian dampak serta penetapan dampak yang yang terjadi oleh pemanfaatan ruang tertentu;
46
c. tim penilai yang dibentuk menetapkan kategori dampak yang ditimbulkan yaitu dampak lingkungan, sosial, lalu lintas, dan ekonomi; d. tim penilai menetapkan besarnya biaya dampak dan subyek yang harus menanggung biaya dampak tersebut. (3) Perhitungan biaya dampak a. didasarkan pada perhitungan biaya dan manfaat dari suatu pembangunan atau pemanfaatan ruang; b. dampak dan manfaat yang dihitung didasarkan pada kriteria dampak yang terkait dan yang telah ditetapkan. (4) Prosedur pelaksanaan pengenaan biaya dampak: a. penanganan dampak dilaksanakan/diterapkan pada saat permohonan ijin dilakukan, selama proses pembangunan/ pemanfaatan ruang dan selama berjalannya kegiatan pemanfaatan ruang; b. pengenaan biaya dampak dikenakan selama berjalannya kegiatan pemanfaan ruang.
(1) (2)
(3)
(4) (5)
BAB VIII KETENTUAN PERIZINAN Pasal 74 Perizinan adalah merupakan salah satu alat pengendalian pemanfaatan ruang yang bertujuan agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang. Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Jenis perizinan pemanfaatan ruang, meliputi : a. Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang; b. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah; c. Izin Lokasi; d. Izin Penetapan Lokasi; e. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan f. Izin lain yang terkait dengan pemanfaatan ruang. Penjabaran dari setiap butir sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur lebih lanjut dalam peraturan tersendiri. Pada areal yang menjadi kewenangan provinsi maka perizinan harus mendapat rekomendasi dari Gubernur.
47
BAB IX SANKSI DAN KETENTUAN PIDANA Pasal 75 Sanksi diberikan kepada orang atau badan hukum yang melanggar terhadap : a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan arahan RDTR; b. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi ; c. pemanfaatan ruang tanpa izin; d. pemanfaatan ruang dan/atau tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RDTR; e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang diterbitkan berdasarkan RDTR; f. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar; g. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Pasal 76 Mekanisme pemberian sanksi kepada pelanggar sebagaimana dimaksud Pasal 75, adalah : a. pelaksanaan sanksi diawali dengan peringatan/teguran yang dalam pelaksanaan pembangunannya tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang terdapat dalam Peraturan Daerah; b. pengenaan sanksi dilaksanakan setelah diberikan peringatan/teguran sebanyak-banyaknya tiga kali dalam kurun waktu tiga bulan sejak dikeluarkannya peringatan/teguran pertama. Pasal 77 Bentuk sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 78, adalah : a. sanksi administratif, dapat berupa tindakan pembatalan izin dan pencabutan hak, yang dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang; b. sanksi perdata, dapat berupa tindakan pengenaan denda atau pengenaan ganti rugi, yang dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang, kelompok orang atau badan hukum; c. sanksi pidana, dapat berupa tindakan penahanan atau kurungan, yang dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan umum.
48
(1)
(2)
(3) (4) (5)
Pasal 78 Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 huruf a dilakukan secara berjenjang dalam bentuk : a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan ijin; f. pembatalan ijin; g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. denda administratif. Sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 78 huruf b, berupa kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran. Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penerimaan daerah dan disetorkan ke rekening Kas Daerah. Ketentuan pengenaan sanksi administratif ini diatur lebih lanjut oleh Bupati.
BAB X KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 79 (1) PPNS di lingkungan pemerintah daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang tata ruang. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang tata ruang; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengantindak pidana di bidang tata ruang; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang tata ruang; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang tata ruang; e. melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dokumen-dokumen, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut; f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melakukan tugas penyidikan tindak pidana di bidang tata ruang;
49
g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang tata ruang; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang tata ruang menurut peraturan perundangan yang berlaku. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XI HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT Pasal 80 Dalam penataan ruang kawasan, setiap orang berhak untuk : a. mengetahui rencana tata ruang kawasan daerah; b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang kawasan; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang kawasan; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kawasan; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kawasan kepada pejabat yang berwenang; dan f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kawasan menimbulkan kerugian. Pasal 81 Dalam pemanfaatan ruang kawasan, setiap orang berkewajiban untuk : a. mentaati rencana tata ruang kawasan yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang kawasan dari pejabat berwenang; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang kawasan; d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan e. berperan serta dalam pembangunan sistem informasi tata ruang. 50
Pasal 82 Peranserta masyarakat dalam penataan ruang kawasan dapat dilakukan melalui : a. peranserta dalam penyusunan rencana tata ruang kawasan; b. peranserta dalam pemanfaatan ruang; dan/atau c. peranserta dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
1.
2.
3.
4. 5.
Pasal 83 Pelaksanaan peran serta masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 84 huruf a dapat berbentuk : a. pemberian kejelasan hak atas ruang; b. pemberian informasi, saran, pertimbangan, dan pendapat dalam penyusunan rencana ruang kawasan; c. pemberian tanggapan terhadap rencana tata ruang kawasan; d. kerjasama dalam penelitian dan pengembangan tata ruang kawasan; e. bantuan tenaga ahli; dan/atau f. bantuan pembiayaan. Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam pemanfaatan ruang kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 84 huruf b dapat berbentuk : a. pemanfaatan ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan, agama, adat istiadat yang berlaku; b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan; c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang kawasan; d. konsolidasi pemanfaatan ruang untuk tercapainya pemanfaatan ruang kawasan yang berkualitas; e. perubahan/konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang kawasan; f. pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknis dalam pemanfaatan ruang kawasan, dan/atau g. kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan kawasan. Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 94 huruf c dapat berbentuk : a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang kawasan; b. pemberian informasi/laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan; c. bantuan pemikiran/pertimbangan dalam kegiatan pemanfaatan ruang kawasan; dan/atau d. peningkatan kualitas pemanfaatan ruang kawasan. Peran masyarakat dalam penataan ruang kawasan dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis. Peran masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 94 disampaikan kepada Pemerintah Daerah.
51
Pasal 84 (1) Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah Daerah dapat membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaran penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan. (2) Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 85 (1) RDTR BWP Cidaun memiliki jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan dapat ditinjau 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan dengan Undang-Undang, RDTR ini dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun. (3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi perubahan RTRW yang mempengaruhi wilayah perencanaan RDTR atau terjadi dinamika internal kabupaten/kota yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara mendasar antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar, perkembangan ekonomi yang signifikan, dan perubahan batas wilayah daerah.
BAB VIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 86 (1) Jangka waktu RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur adalah 20 (dua puluh) tahun berlaku semenjak tanggal diundangkannya Peraturan Daerah ini. (2) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang. (3) Pemanfaatan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian.
52
Pasal 87 Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Cianjur.
Ditetapkan di : Cianjur Pada Tanggal : BUPATI CIANJUR
H. TJETJEP MUCHTAR SOLEH
53
PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIDAUN TAHUN 2013 - 2033 I.
Umum Di dalam Undang - Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota kedalam rencana distribusi pemanfaatan ruang dan bangunan serta bukan bangunan pada kawasan perkotaan maupun kawasan fungsional kabupaten/kota. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan wadah spasial dari pembangunan di bidang ekonomi dan pembangunan bidang sosial budaya. Oleh karena itu, penataan ruang merupakan wadah dari keterpaduan pembangunan di bidang ekonomi dan sosial budaya tersebut, harus dilakukan secara serasi, selaras, dan seimbang serta berkelanjutan. Pemanfaatan ruang secara serasi, selaras, dan seimbang adalah kegiatan dalam penataan ruang yang harus dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam pola pemanfaatan ruang. Sedangkan pemanfaatan ruang yang berkelanjutan, adalah kegiatan dalam penataan ruang harus dapat menjamin kelestarian dan kemampuan daya dukung sumber daya alam yang dimiliki. Kawasan perkotaan Kecamatan Cidaun di dalam struktur ruang RTRW Kabupaten Cianjur Tahun 2011 – 2031 ditetapkan sebagai PPK (Pusat Pengembangan Kawasan), yaitu pusat permukiman perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala beberapa kecamatan di WP Selatan, dengan fungsi sebagai pusat produksi dan industri perkebunan dan pertanian dengan skala pelayanan beberapa kecamatan di wilayah Cianjur Selatan. Dengan didasarkan pada hal tersebut dan untuk dapat mewujudkan efektifitas dan efisiensi pemanfaatan ruang sebagai tempat berlangsungnya kegiatan ekonomi dan sosial budaya masyarakat di kawasan perkotaan Kecamaran Cidaun, perlu dikelola secara optimal melalui suatu proses penataan ruang melalui penyusunan rencana
54
rinci tata ruang berupa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Cidaun. Sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, maka dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang kawasan perkotaan Kecamatan Cidaun materinya dilengkapi dengan Peraturan Zonasi, sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang, dan sekaligus menjadi dasar penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan bagi zona-zona yang diprioritaskan penanganannya. II. Pasal demi pasal Pasal 1 Istilah-istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan kesamaan pengertian. Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Penentuan wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Cidaun didasarkan pada Perda Kabupaten Cianjur Nomor 13 Tahun 1999 tentang Penetapan Batas Wilayah Kota di Kabupaten Cianjur Daerah Tingkat II Cianjur, serta merujuk kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan. Wilayah perkotaan Kecamatan Cidaun meliputi administratif Desa Cidamar dan Desa Kertajati. Pasal 6 Batas-batas Sub BWP ditentukan berdasarkan administrasi perdesaan. Pasal 7 Pembagian Sub BWP ke dalam blok didasarkan kepada pertimbangan kesamaan fungsi atau pemanfaatan yang spesifik dari masing-masing blok juga didasarkan kepada batas-batas fisik yang mudah dikenali di lapangan. Pasal 8 Cukup jelas
55
Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Rencana pola ruang adalah arahan pemanfaatan ruang, baik untuk pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budidaya. Pola ruang Kawasan Perkotaan Cidaun dikembangkan dengan sepenuhnya memperhatikan pola ruang wilayah yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Cianjur. Pasal 11 Rencana zona lindung ditujukan untuk menjaga keberlanjutan pembangunan wilayah dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, dengan berpegang pada kenyataan bahwa dalam pembangunan telah menimbulkan masalah lingkungan, seperti bencana dan berkurangnya ketersediaan air baku, serta tingginya alih fungsi lahan berfungsi lindung untuk kegiatan budidaya. Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 RTH akan terbagi menjadi RTH publik dan RTH privat. Yang dimaksud RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum seperti RTH hutan kota, RTH taman kota, dan RTH lapangan. Yang dimaksud dengan RTH privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. RTH memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi tambahan yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan ekonomi. Pasal 16 Zona rawan bencana adalah suatu zona/kawasan atau wilayah yang memiliki ancaman atau gangguan baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam dan faktor sosial yang mana semua itu mengakibatkan korban jiwa,kerusakan lingkungan,kehilangan harta benda serta dampak psikologis. Dalam UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, kawasan rawan bencana termasuk dalam kawasan lindung. Sesuai dengan 56
definisinya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Sehingga pada kawasan rawan bencana dilakukan pembatasan kegiatan atau tidak boleh dilakukan kegiatan budidaya. Pada UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pengertian kawasan rawan bencana diambil dari definisi “rawan bencana”, yakni wilayah yang untuk jangka waktu tertentu tidak mampu mengurangi dampak buruk dari suatu bahaya (geologis, hidrologis, biologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi). Definisi ini sangat luas sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan rawan bencana adalah wilayah yang rentan terhadap perubahan yang merusak. Sedangkan menurut Keppres No. 32 Tahun 1990 tentang Kawasan Lindung, pengertian kawasan rawan bencana adalah kawasan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam. Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas Pasal 19 Cukup Jelas Pasal 20 Yang dimaksud dengan : a. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, modal kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar; b. Toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan sendiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departemen Store, Hypermart ataupun grosir yang berbentuk perkulakan; c. Rumah toko (ruko) adalah sebutan bagi bangunan-bangunan di Indonesia yang umumnya bangunan bertingkat dua hingga lima lantai, di mana lantai bawahnya digunakan sebagai tempat berusaha ataupun semacam kantor, sementara lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal. Ruko biasanya berpenampilan sederhana dan sering dibangun bersama ruko-ruko lainnya yang mempunyai desain yang sama atau mirip sebagai suatu kompleks. 57
Pasal 21 Cukup Jelas Pasal 22 Cukup Jelas Pasal 23 Pembangunan dan peningkatan kualitas sarana pendidikan adalah: a. Setiap 1 (satu) bangunan Sekolah Dasar (SD) sekurangkurangnya harus menyediakan prasarana yakni ruang kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, tempat beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang sirkulasi dan tempat bermain/berolahraga. b. Setiap 1 (satu) bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sekurang-kurangnya harus menyediakan prasarana yakni ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat peribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, Ruang sirkulasi, tempat bermain/berolahraga. c. Setiap 1 (satu) Bangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) sekurang-kurangnya harus menyediakan prasarana yakni ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, laboratorium fisika, , laboratorium Kimia ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat peribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, ruang sirkulasi, tempat bermain /berolahraga. Pasal 24 Cukup jelas Pasal 25 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 26 Cukup jelas Pasal 27 Cukup jelas Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Pengembangan Ruang Terbuka non Hijau (RTNH) dapat berupa : a. pelataran tempat berkumpulnya massa dengan berbagai jenis kegiatan seperti sosialisasi, duduk-duduk, aktivitas massa, dan lain-lain; 58
b. pelataran dengan fungsi utama meletakkan kendaraan seperti mobil, motor, dan kendaraan lainnya; c. pelataran dengan fungsi utama tempat dilangsungkannya kegiatan olahraga; d. pelataran dengan kelengkapan tertentu untuk mewadahi kegiatan utama bermain atau rekreasi masyarakat; e. jalur dengan fungsi utama sebagai pembatas yang menegaskan peralihan antara suatu fungsi dengan fungsi lainnya; f. jalur dengan fungsi utama sebagai sarana aksesibilitas pejalan kaki yang bukan merupakan trotoar (jalur pejalan kaki yang berada di sisi jalan). Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan, karakteristik masing-masing fungsi jalan adalah : a. Jalan kolektor primer : 1) jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota; 2) jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer; 3) jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam; 4) lebar jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 meter; 5) jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi, dan jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter; 59
6) kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat di izinkan melalui jalan ini; 7) persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintas; 8) jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata; 9) lokasi parkir pada jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak di izinkan pada jam sibuk; 10) harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintad dan lampu penerangan jalan;; 11) besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri primer; 12) dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. b. Jalan lokal : 1) jalan lokal adalah jalan melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya; 2) jalan lokal dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam; 3) Kendaraan angkutan barang dan bus dapat di izinkan melalui jalan ini; 4) Lebar badan jalan lokal tidak kurang dari 6 meter. c. Jalan lingkungan : 1) jalan lingkungan di desain berdasarkan kecepatan rata-rata paling rendah 10 km/jam; 2) kendaraan angkutan berat dan bus tidak di izinkan melalui jalan ini; 3) besarnya lalu lintas yang melewati jalan ini paling rendah dibandingkan dengan fungsi jalan lainnya. Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang atau barang serta pengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan satu wujud simpul jaringan transportasi. Terminal tipe C berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan perdesaan. Pasal 41 Pelabuhan adalah sebuah fasilitas di ujung samudera, sungai, atau danau untuk menerima kapal dan memindahkan barang kargo maupun penumpang ke dalamnya. Pelabuhan biasanya memiliki alat-alat yang dirancang khusus untuk memuat dan membongkar muatan kapal-kapal yang berlabuh. Crane dan gudang berpendingin 60
juga disediakan oleh pihak pengelola maupun pihak swasta yang berkepentingan. Sering pula di sekitarnya dibangun fasilitas penunjang seperti pengalengan dan pemrosesan barang. Rencana Pelabuhan di Kawasan Perkotaan Cidaun diperuntukkan khusus untuk pariwisata dalam dan luar negeri. Pasal 42 Bandar Udara adalah daerah atau tempat di mana pesawat lepas landas atu mendarat. Bandar udara menjadi titik temu antara fasilitas transportasi udara dengan transportasi darat. Dalam sejarahnya awal mula bandara merupakan area lapangan rumput yang bisa didarati pesawat perintis atau pesawat kecil dan mendarat menurut arah angin. Bandar udara perintis adalah bandar udara yang melayani angkutan udara perintis yaitu angkutan udara niaga yang melayani jaringan dan rute penerbangan untuk menghubungkan daerah terpencil dan pedalaman atau daerah yang sukar terhubungi oleh moda transportasi lain dan secara komersial belum menguntungkan. Pasal 43 Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. 272/HK.105/DRJD/96 : a. Sistem parkir di luar badan jalan untuk umum adalah tempat yang berupa gedung parkir atau taman parkir untuk umum yang diusahakan sebagai kegiatan tersendiri, sedangkan fasilitas parkir off street sebagai fasilitas penunjang adalah tempat yang berupa gedung parkir atau taman parkir yang disediakan untuk menunjang kegiatan pada bangunan utama. b. Sistem parkir yang memanfaatkan jalan atau on street adalah parkir yang memanfaatkan badan jalan. Penentuan sudut parkir on street ditentukan oleh lebar jalan, volume lalu lintas pada jalan yang bersangkutan; karakteristik kecepatan; dimensi kendaraan; sifat peruntukan lahan disekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan. Pasal 44 Angkutan umum adalah alat angkutan penumpang yang diperuntukan bagi masyarakat umum. Pasal 45 Yang dimaksud dengan ruang pejalan kaki adalah jaringan jalan pejalan kaki yang dapat mengakomodir kepentingan semua pejalan kaki, termasuk pejalan kaki yang memiliki keterbatasan fisik (disable) dan orang dengan keterbatasan kemampuan difable (different ability) diantaranya para penyandang cacat, lanjut usia, ibu hamil, ataupun anak-anak.
61
Pasal 46 Yang dimaksud dengan : a. Zebra cross merupakan marka berupa 2 garis utuh melintang jalur lalu lintas dan/atau berupa rambu perintah yang menyatakan tempat penyeberangan pejalan kaki; b. Rambu lalu lintas adalah bagian dari pelengkap jalan yang dapat berfungsi sebagai tanda untuk mengarahkan arus lalu lintas; c. Zona selamat sekolah (ZOSS) adalah tanda berupa warna tertentu dibadan jalan yang menyatakan dilokasi tersebut terdapat fasilitas pendidikan yang bertujuan untuk keselamatan anak sekolah; d. Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) suatu tanda yang berada dipermukaan jalan atau di atas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang berbentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas; e. Fasilitas penerangan jalan adalah bagian dari bangunan perlengkapan jalan yang dapat diletakan atau dipasang di kiri/kanan jalan dan/atau ditengah (dibagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan laying, jembatan dan jalan dibawah tanah. Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 a. Sentral Telepon Otomat adalah Sentral telepon yang proses penyambungan percakapan local berlangsung secara otomatis yang digerakkan oleh pesawat si pemanggil sendiri. Sentral telepon otomatis dibedakan menjadi beberapa jenis yaitu: 1) Sentral Telepon Otomatis Elektro Mekanik Adalah sentral yang bekerja secara mekanik (bergerak) karena disebabkan oleh arus listrik. Sentral telepon otomatis step by step Yaitu sentral telepon yang proses penyambungannya dilaksanakan digit per digit yang di prses oleh masing-masing tingkat selektron. Keuntungan system step by step yaitu bila terjadi gangguan atau kerusakan pada salah satu control set tidak akan banyak mempengaruhi tugas sentral secara keseluruhan karma setiap switching set mempunyai sebuah control set. Sedangkan kelemahannya yaitu peralatan switching dan control unit harus disediakan dalam jumlah yang banyak.
62
Sentral telepon otomatis common control Adalah sentral telepon yang proses penyambungannya dilakukan dengan cara menyimpan lebih dulu pulsa dalam register dan tidak langsung mengerjakan selektron-selektron. 2) Sentral Telepon Otomatis Elektronik Adalah sentral telepon yang proses penyambungannya dilakukan secara elekrtronis. Yang termasuk sentral telepon elektronik adalah: Sentral otomat semi elektronik store programmed control analog Yang proses penyambungannya dikendalikan oleh suatu program yang disimpan di dalam processor. Namun, lintas percakapan antar pelanggan masih bersifat analog. Sentral otomat full elektronik store control digital Yang proses penyambungannya dikendalikan oleh suatu program yang disimpan di dalam processor serta lintas percakapannya antar pelanggan sudah bersifat digital. b. Base Transceiver Station (BTS) adalah bangunan-bangunan untuk kepentingan umum yang didirikan di atas tanah, atau bangunan yang merupakan satu kesatuan konstruksi dengan bangunan gedung yang dipergunakan untuk kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul atau berupa bentuk tunggal tanpa simpul, di mana fungsi, desain dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana penunjang menempatkan perangkat telekomunikasi. Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Yang dimaksud : a. Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan perumahan, apartemen, dan asrama; b. Limbah non domestik adalah limbah yang berasal dari sisa produksi industri, sisa medis rumah sakit, hotek, perkantoran, dan perniagaan. c. Septik tank biofil adalah septik tank yang dirancang khusus yang dirancang untuk dipergunakan bukan hanya sebagai penampung limbah saja namun diharapkan menjadi sistem pengolahan limbah domestik yang membantu mengurangi bahkan meniadakan pencemaran lingkungan terutama debit air dalam tanah. Pasal 51 Proses pemilahan sampah organik dan non organik harus dilakukan mulai dari tempat penghasil sampah seperti kawasan perumahan, perdagangan dan jasa, maupun fasilitas pelayanan umum sampai tempat pengolahan sampah mulai dari Depo – TPS – TPAS. 63
Incinerator (Medical Waste Incinerator) adalah mesin yang digunakan untuk membakar sisa sampah dari limbah medis rumah sakit atau pelayanan kesehatan seperti puskesmas. Mengingat di dalam kawasan perumahan padat sangat sulit untuk mendapatkan tanah, maka untuk menampung sampah sementara dapat dipergunakan container atau transfer dipo sebelum dibuang ke Tempat Pembuagnan Akhir (TPA) Sampah. Pasal 52 Cukup jelas Pasal 53 Untuk mengurangi dampak bencana alam yang ditimbulkan, diperlukan mitigasi bencana. Mitigasi bencana merupakan satu tahapan dalam menajemen kebencanaan. Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, mitigasi bencana merupakan upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Evakuasi bencana merupakan kegiatan perpindahan secara langsung dan cepat dari penduduk yang menjauh dari ancaman atau kejadian yang sebenarnya dari bencana.menuju suatu tempat (titik) yang dianggap aman. Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Penetapan bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya berfungsi : a. Mengembangkan, melestarikan, melindungi, memperbaiki, mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan, dan/atau melaksanakan revitalisasi di kawasan yang bersangkutan yang dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan dengan bagian dari wilayah perencanaan lain; b. Sebagai dasar penyusunan rencana yang lebih teknis, seperti Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) dan rencana teknis pembangunan yang lebih rinci lainnya; c. Sebagai pertimbangan dalam penyusunan indikasi program utama RDTR. Pasal 56 Cukup jelas Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas 64
Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Cukup jelas Pasal 62 Peraturan zonasi merupakan ketentuan yang mengatur pemanfaatan ruang dan unsur-unsur pengendalian yang disusun untuk setiap zona peruntukan sesuai dengan rencana rinci tata ruang. Peraturan zonasi berisi ketentuan yang harus, boleh, dan tidak boleh dilaksanakan pada zona pemanfaatan ruang yang dapat terdiri atas ketentuan tentang amplop ruang (KDH, KDB, KLB, dan garis sempadan bangunan), penyediaan sarana dan prasarana, serta ketentuan lain yang dibutuhkan untuk mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Kegiatan yang diperbolehkan (I), adalah pemanfaatan ruang yang diizinkan karena telah sesuai dengan peruntukannya, yang berarti tidak ada peninjauan atau pembahasan atau tindakan lain; Kegiatan yang diperbolehkan terbatas (T), adalah pemanfaatan ruang yang diizinkan secara terbatas. Pembatasan dapat dengan standar pembangunan minimum, pembatasan pengoperasian atau peraturan tambahan lainnya, baik yang tervcakup dalam ketentuan ini maupun ditentukan kemudian; Kegiatan yang diperbolehkan bersyarat (B), adalah pemanfaatan ruang yang diizinkan secara bersyarat. Izin ini diperlukan untuk penggunaan-penggunaan yang memiliki potensi dampak penting pembangunan disekitarnya pada area yang luas. Izin penggunaan bersyarat ini berupa Amdal, UKL/UPL, Amdal Lalu Lintas, dan lain sebagainya; Kegiatan yang tidak diperbolehkan (X), adalah pemanfaatan ruang yang tidak diizinkan sama sekali. Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Cukup jelas 65
Pasal 68 Cukup jelas Pasal 69 Ketentuan insentif dan disinsentif adalah perangkat atau upaya untuk memberikan imbalan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang dan juga perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. Perangkat Insentif yaitu pengaturan yang bertujuan memberikan rangsangan terhadap kegiatan seiring dengan penataan ruang. Perangkat insentif dan disinsentif dalam bentuk pengaturan atau kebijakan dapat terdiri dari: a) perangkat yang berkaitan dengan elemen guna lahan, antara lain pengaturan hukum pemilikan lahan oleh swasta dan pengaturan perijinan; b) perangkat yang berkaitan dengan pelayanan umum, antara lain kekuatan hukum untuk mengembalikan gangguan/pencemaran dan pengaturan penyediaan pelayanan umum oleh swasta; c) Perangkat yang berkaitan dengan penyediaan prasarana. Pasal 70 Cukup jelas Pasal 71 Obyek perubahan zonasi dapat dilakukan terhadap sebagian peta zonasi atau seluruh peta zonasi. Begitu pula terhadap perubahan peraturan zonasi dapat dilakukan sebagian atau seluruhnya dengan tetap memperhatikan syarat umum maupun syarat khusus perubahan zonasi. Pasal 72 Tingginya dinamika perkembangan kawasan perkotaan telah menyebabkan tingginya kompetisi antara aktivitas untuk memperolah ruang atau lahan. Kondisi ini seringkali terdapat ketidak sesuaian antara pertimbangan pemanfaatan ruang yang dibuat dengan pertimbangan pelaku pasar, sehingga akan terjadi perubahan pemanfaatan ruang tersebut. Di satu sisi peruntukan lahan harus mempertimbangkan kepentingan umum serta ketentuan teknis dan lingkungan yang berlaku, namun disisi lain kepentingan pasar dan dunia usaha harus juga menjadi pertimbangan. Oleh karenanya, kedua faktor yang berlawanan ini diserasikan untuk memperoleh arahan pemanfaatan ruang yang optimum, yaitu yang dapat mengakomodasi kebutuhan pasar dengan meminimumkan dampak sampingan yang dapat merugikan kepentingan umum.Cukup jelas 66
Pasal 73 Cukup jelas Pasal 74 Cukup jelas Pasal 75 Cukup jelas Pasal 76 Cukup jelas Pasal 77 Cukup jelas Pasal 78 Cukup jelas Pasal 79 Cukup jelas Pasal 80 Cukup jelas Pasal 81 Cukup jelas Pasal 82 Cukup jelas Pasal 83 Cukup jelas Pasal 84 Cukup jelas Pasal 85 Cukup jelas Pasal 86 Cukup jelas Pasal 87 Cukup jelas
67