RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR :
TAHUN 2014
TENTANG
RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR TAHUN 2013 - 2033
PEMERINTAH KABUPATEN CIANJUR
RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR TAHUN 2013 – 2033 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIANJUR Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan dari ketentuan Pasal 12 ayat (6) Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cianjur Tahun 2011 – 2031, perlu menetapkan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Kawasan Perkotaan Cianjur Tahun 2013 – 2033 dalam Peraturan Daerah; Mengingat :
1. Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Barat (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1950) sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang dengan mengubah Undang Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah-Daeerah Kabupaten Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 31, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2851); 3. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437) sebagaimana telah dua kali diubah, terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 1
4. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4735); 5. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 6. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103); 7. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160); 8. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2008 tentang Penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak dan Cianjur; 9. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2011 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota; 10. Peraturan Daerah Nomor 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat (Lembaran Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2010 Nomor 22 Seri E); 11. Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Cianjur Tahun 2011 – 2031 (Lembaran Daerah Kabupaten Cianjur Tahun 2011 Nomor 45 Seri C). Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN CIANJUR dan BUPATI CIANJUR MEMUTUSKAN: Menetapkan :
PERATURAN DAERAH TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR TAHUN 2013 - 2033 2
BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Definisi Pasal 1 Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan: 1. Daerah adalah Kabupaten Cianjur. 2. Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten Cianjur. 3. Kepala Daerah adalah Bupati. 4. 5. 6.
7. 8. 9.
10.
11.
12.
13.
14.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Cianjur Pemerintah Daerah Bupati dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara Pemerintah Daerah. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut dan ruang udara, termasuk ruang didalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan hidupnya. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Perencanaan Tata Ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Penyelenggaraan Penataan Ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang. Pengaturan Penataan Ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat dalam penataan ruang. Pembinaan Penataan Ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan masyarakat. Pelaksanaan Penataan Ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang. Pengawasan Penataan Ruang adalah upaya agar penyelenggaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
15. Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
3
16. Struktur Ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. 17. Pola Ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya. 18. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 19. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. 20. Rencana Detail Tata Ruang yang selanjutnya disingkat RDTR adalah rencana secara terperinci tentang tata ruang wilayah kabupaten/kota yang dilengkapi dengan peraturan zonasi. 21. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur, selanjutnya disingkat RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur adalah Rencana pemanfaatan ruang kawasan secara terinci yang disusun untuk penyiapan perwujudan ruang kawasan yang dilengkapi dengan peraturan zonasi dalam rangka pelaksanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang. 22. Kawasan adalah wilayah yang memiliki fungsi utama lindung atau budidaya. 23. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. 24. Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disingkat BWP adalah bagian dari kabupaten/kota dan/atau kawasan startegis kabupaten/kota yang akan atau perlu disusun rencana rincinya, dalam hal ini RDTR, sesuai arahan atau yang ditetapkan di dalam RTRW Kabupaten/Kota yang bersangkutan, dan memiliki fungsi yang sama dengan zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. 25. Sub Bagian Wilayah Perkotaan yang selanjutnya disebut Sub BWP adalah bagian dari BWP yang dibatasi dengan batasan fisik dan terdiri dari beberapa blok, dan memiliki pengertian yang sama dengan sub zona peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.
4
26. Blok adalah sebidang lahan yang dibatasi sekurang-kurangnya oleh batasan fisik yang nyata seperti jaringan jalan, sungai, selokan, saluran irigasi, saluran udara tegangan ekstra tinggi dan pantai, atau yang belum nyata seperti rencana jaringan jalan dan rencana jaringan prasarana lain yang sejenis sesuai dengan rencana kota, dan memiliki pengertian yang sama dengan blok peruntukan sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penatan Ruang. 27. Sub Blok adalah adalah pembagian fisik didalam satu blok berdasarkan perbedaan sub zona. 28. Zona adalah kawasan atau area yang memiliki fungsi atau karakteristik spesifik. 29. Sub Zona adalah suatu bagian dari zona yang memiliki fungsi dan karakteristik tertentu yang merupakan pendetailan dari fungsi dan karakteristik pada zona yang bersangkutan. 30. Zona Lindung adalah zona yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan pembangunan berkelanjutan. 31. Zona Perlindungan Terhadap Kawasan Bawahannya yang selanjutnya disingkat PB adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap kawasan bawahannya yang meliputi kawasan bergambut dan kawasan resapan air. 32. Zona Perlindungan Setempat yang selanjutnya disingkat PS adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap sempadan pantai, sempadan sungai, kawasan sekitar danau atau waduk, dan kawasan sekitar mata air. 33. Sub Zona Sempadan Sungai yang selanjutnya disingkat PS.1 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap kelestarian fungsi sungai. 34. Sub Zona Sempadan Saluran Irigasi yang selanjunya disingkat PS.2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap kelestarian fungsi saluran irigasi. 35. Sub Zona Sempadan Mata Air yang selanjutnya disingkat PS.3 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap kelestarian mata air. 36. Sub Zona Sempadan Rel Kereta Api yang selanjutnya disingkat PS.4 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan terhadap kelancaran lalu lintas angkutan Kereta Api. 5
37. Sub Zona Sempadan Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT) dan Saluran Udara Ekstra Tinggi (SUTET) yang selanjutnya disingkat PS.5 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang harus dibebaskan dari kegiatan orang, mahluk hidup lainnya, maupun benda apapun. 38. Zona suaka alam dan cagar budaya yang selanjutnya disingkat SC adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupu di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keragaman jenis tumbuhan, satwa dan ekosistemnya beserta nilai budaya dan sejarah bangsa. 39. Zona Ruang Terbuka Hijau yang selanjutnya disingkat RTH adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun sengaja ditanam. 40. Sub Zona RTH Hutan Kota yang selanjutnya disingkat RTH.1 adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang. 41. Sub Zona RTH Taman Kota yang selanjutnya disingkat RTH.2 adalah ruang terbuka hijau yang berfungsi sosial dan estetik sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi atau kegiatan lain pada tingkat kota. 42. Sub Zona RTH Pemakaman yang selanjutnya disingkat RTH.3 adalah ruang terbuka hijau yang diperuntukan bagi pemakaman. 43. Sub Zona RTH Lapangan yang selanjutnya disingkat RTH.4 adalah ruang terbuka hijau yang diperuntukan bagi kegiatan olah raga. 44. Sub zona RTH Jalur Hijau yang selanjutnya disingkat RTH.5 adalah jalur penempatan tanaman serta elemen lansekap lainnya yang terletak di dalam ruang milik jalan (Rumija) maupun di dalam ruang pengawasan jalan (Ruwasja). 45. Zona Rawan Bencana yang selanjutnya disingkat RB adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami tanah longsor, gelombang pasang/tsunami, banjir, letusan gunung berapi, dan gempa bumi. 46. Sub Zona Rawan Bencana Banjir yang selanjutnya disingkat RB.1 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang sering atau berpotensi tinggi mengalami banjir.
6
47. Sub Zona Rawan Bencana Gerakan Tanah/Longsor yang selanjutnya disingkat RB.2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan lindung yang memiliki ciri khas tertentu baik di darat maupun di perairan yang sering atau berpotensi mengalami gerakan tanah/longsor. 48. Zona Budidaya adalah zona yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan. 49. Zona Perumahan yang selanjutnya disingkat R adalah zona peruntukan ruang yang terdiri dari kelompok rumah tinggal yang mewadahi kehidupan dan penghidupan masyarakat yang dilengkapi dengan fasilitasnya. 50. Sub Zona Perumahan Kepadatan Tinggi yang selanjutnya disingkat R.2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang besar antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan bangunan antara 100 sampai 1.000 rumah/hektar. 51. Sub Zona Perumahan Kepadatan Sedang yang selanjutnya disingkat R.3 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang hampir seimbang antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan bangunan antara 40 sampai 100 rumah/hektar. 52. Sub Zona Perumahan Kepadatan Rendah yang selanjutnya disingkat R.4 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang kecil antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan dibawah 10 sampai 40 rumah/hektar. 53. Sub Zona Perumahan Kepadatan Sangat Rendah yang selanjutnya disingkat R.5 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk tempat tinggal atau hunian dengan perbandingan yang sangat kecil antara jumlah bangunan rumah dengan luas lahan, atau memiliki kepadatan dibawah 10 rumah/hektar. 54. Zona Perdagangan dan Jasa yang selanjutnya disingkat K adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan jual beli yang bersifat komersial, fasilitas umum, tempat kerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi serta fasilitas umum/sosial pendukungnya.
7
55. Sub Zona Perdagangan dan Jasa Tunggal yang selanjutnya disingkat K.1 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi dengan skala pelayanan regional yang dikembangan dalam bentuk tunggal secara horizontal maupun vertikal. 56. Sub Zona Perdagangan dan Jasa Deret yang selanjutnya disingkat K.3 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perdagangan dan/atau jasa, tempat bekerja, tempat berusaha, tempat hiburan dan rekreasi dengan skala pelayanan regional yang dikembangan dalam bentuk deret. 57. Zona Perkantoran yang selanjutnya disingkat KT adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan, tempat bekerja/tempat berusaha yang dilengkapi dengan fasilitas umum/sosial pendukungnya. 58. Sub Zona Perkantoran Pemerintahan yang selanjutnya disingkat KT.1 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan pelayanan pemerintahan dan pelayanan masyarakat. 59. Sub Zona Perkantoran Swasta yang selanjutnya disingkat KT.2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang difungsikan untuk pengembangan kelompok kegiatan perkantoran swasta, jasa, tempat bekerja, tempat berusaha dengan fasilitasnya yang dikembangkan dengan bentuk tunggal/renggang secara horizontal maupun vertikal. 60. Zona Sarana Pelayanan Umum yang selanjutnya disingkat SPU adalah peruntukan tanah yang dikembangan untuk menampung fungsi kegiatan yang berupa pendidikan, kesehatan, peribadatan, sosial budaya, olah raga dan rekreasi, dengan fasilitasnya yang dikembangkan dalam bentuk tunggal/renggang, deret/rapat dengan skala pelayanan yang ditetapkan dalam rencana kota. 61. Sub Zona Pendidikan yang selanjutnya disingkat SPU.1 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk sarana pendidikan dasar sampai dengan pendidikan tinggi, pendidikan formal maupun informal dan dikembangkan secara horizontal maupun vertikal. 62. Sub Zona Kesehatan yang selanjutnya disingkat SPU.2 adalah peruntukan tanah yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk pengembangan sarana kesehatan dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk yang akan dilayani yang dikembangkan secara horizontal maupun vertikal. 8
63. Sub Zona Peribadatan yang selanjutnya disingkat SPU.3 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk menampung sarana ibadah dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk. 64. Sub Zona Olah Raga yang selanjutnya disingkat SPU.4 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untu menampung sarana olah raga baik bentuk terbuka maupun tertutup sesuai dengan lingkup pelayanannya dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk. 65. Sub Zona Sosial Budaya yang selanjutnya disingkat SPU.5 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk menampung sarana sosial budaya dengan hierarki dan skala pelayanan yang disesuaikan dengan jumlah penduduk yang dikembangkan secara horizontal maupun vertikal. 66. Sub Zona Transportasi yang selanjutnya disingkat SPU.6 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk menampung fungsi transportasi dalam upaya untuk mendukung kebijakan pengembangan sistem transportasi yang tertuang dalam rencana tata ruang yang meliputi transportasi darat, udara, dan perairan. 67. Zona Industri yang selanjutnya disingkat I adalah peruntukan ruang yang difungsikan untuk pengembangan kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri. 68. Sub Zona Industri Kecil yang selanjutnya disingkat I.3 adalah kegiatan industri dengan penggunaan modal kecil dan tenaga kerja yang sedikit dengan peralatan sederhana, dan biasanya merupakan industri yang dikerjakan perorangan atau rumah tangga, seperti industri roti, kompor minyak, makanan ringan, minyak goreng curah, dan lain-lain. 69. Sub Zona Aneka Industri yang selanjutnya disingkat I.4 adalah kegiatan industri yang menghasilkan beragam kebutuhan konsumen, yang dibedakan dalam 4 (empat) golongan, yaitu : a. Aneka pengolahan pangan yang menghasilkan kebutuhan pokok di bidang pangan, seperti garam, gula, margarine, minyak goreng, rokok, susu, tepung terigu. b. Aneka pengolahan sandang yang menghasilkan kebutuhan sandang, seperti bahan tenun, tekstil, industri kulit dan pakaian jadi.
9
c. Aneka kimia dan serat yang mengolah bahan baku melalui proses kimia sehingga menjadi barang jadi yang dapat dimanfaatkan seperti ban kendaraan, pipa paralon, pasta gigi, sabun cuci, dan korek api. d. Aneka bahan bangunan yang mengolah aneka bahan bangunan, seperti industri kayu, keramik, kaca dan marmer. 70. Zona Campuran yang selanjutnya disingkat C adalah bagian dari kawasan budidaya dengan beberapa peruntukan fungsi dan/atau bersifat terpadu, seperti perumahan dan perdagangan/jasa, perumahan, perdagangan/jasa, dan perkantoran. 71. Zona Khusus yang selanjutnya disingkat KH adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk menampung peruntukan-peruntukan khusus Hankam, Tempat Pemrosesan Akhir Sampah (TPA), Instalasi Pembuangan Air Limbah (IPAL), dan lain-lain yang memerlukan penanganan, perencanaan sarana prasarana serta fasilitas tertentu, dan belum tentu di semua wilayah memiliki peruntukan khusus ini. 72. Sub Zona Khusus Hankam yang selanjutnya disingkat KH.1 adalah peruntuk ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk menampung peruntukan pertahanan dan keamanan (Hankam). 73. Sub Zona Khusus Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah yang selanjutnya disingkat KH.2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangkan untuk menampung peruntukan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah. 74. Sub Zona Khusus Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) yang selanjutnya disingkat KH.3 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budi daya yang dikembangan untuk menampung peruntukan tempat Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). 75. Zona Ruang Terbuka Non Hijau yang selanjutnya disingkat RTNH adalah ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras atau yang berupa badan air, maupun kondisi permukaan tertentu yang tidak dapat ditumbuhi tanaman atau berpori (cadas, pasir, kapur, dan lain sebagainya). 76. Zona Peruntukan Lainnya yang selanjutnya disingkat PL adalah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung fungsi kegiatan di daerah tertentu berupa pertanian, pertambangan, pariwisata, dan peruntukan lainnya. 77. Sub Zona Peruntukan Pertanian yang selanjutnya disingkat PL.1 adalah peruntukan ruang yang dikembangkan untuk menampung kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan tanaman tertentu seperti pertanian tanaman pangan dan pertanian hortikultura. 10
78. Sub Zona Peternakan yang selanjutnya disingkat PL.2 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk mengembangkan kegiatan peternakan, dan untuk pemberian makanan, pengkandangan, dan pemeliharaan hewan untuk pribadi atau tujuan komersial. 79. Sub Zona Perikanan yang selanjutnya disingkat PL.4 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk mengembangan kegiatan perikanan, baik perikanan air tawar, perikanan air payau, dan perikanan tangkap. 80. Sub Zona Pariwisata yang selanjutnya disingkat PL.5 adalah peruntukan ruang yang merupakan bagian dari kawasan budidaya yang dikembangkan untuk mengembangkan kegiatan pariwisata baik alam, buatan maupun budaya. 81. Peraturan Zonasi adalah ketentuan yang mengatur tentang persyaratan pemanfaatan ruang dan ketentuan pengendaliannya dan disusun untuk setiap blok/zona peruntukan yang penetapan zonanya dalam rencana rinci tata ruang. 82. Prasarana adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan hunian yang memenuhi standar tertentu untuk kebutuhan bertempat tinggal yang layak, sehat, aman, dan nyaman. 83. Sarana adalah kelengkapan lingkungan permukiman berupa fasilitas: pendidikan, kesehatan, perbelanjaan dan niaga, pemerintahan dan pelayanan umum, peribadahan, rekreasi dan kebudayaan, olahraga dan lapangan terbuka, dan lainya. 84. Utilitas adalah fasilitas umum yang menyangkut kepentingan masyarakat banyak yang mempunyai sifat pelayanan lokal maupun wilayah di luar bangunan pelengkap dan perlengkapan jalan. Termasuk dalam kelompok utilitas adalah; jaringan listrik, jaringan telkom, jaringan air bersih, jaringan distribusi gas dan bahan bakar lainnya, jaringan sanitasi dan lainnya. 85. Garis Sempadan adalah garis batas maksimum untuk mendirikan bangunan dari jalur jalan, sungai, saluran irigasi, jaringan listrik tegangan tinggi, jaringan pipa minyak dan gas. 86. Garis Sempadan Bangunan yang selanjutnya disingkat GSB adalah garis batas luar pengaman untuk mendirikan bangunan dan/atau pagar yang ditarik pada jarak tertentu sejajar dengan as jalan, tepi luar kepala jembatan, tepi sungai, tepi saluran, kaki tanggul, tepi situ/rawa, tepi waduk, tepi mata air, as rel kereta api, jaringan tenaga listrik, pipa gas. 87. Garis Sempadan Sungai yang selanjutnya disingkat GSS adalah garis maya di kiri dan kanan palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai; 88. Garis Sempadan Saluran Irigasi adalah batas pengamanan bagi saluran dan/atau bangunan irigasi dengan jarak tertentu sepanjang saluran dan sekeliling bangunan. 11
89. Sempadan Rel Kereta Api adalah garis batas luar pengamanan jalur kereta api, jalan kereta api, daerah yang meliputi daerah manfaat jalan kereta api, daerah milik jalan kereta api, dan ruang pengawasan jalan kereta api termasuk ruang bagian bawah dan ruang bebas atasnya yang diperuntukan bagi lalulintas kereta api. 90. Penggunaan Lahan adalah fungsi dominan dengan ketentuan khusus yang ditetapkan pada suatu kawasan, blok peruntukan, dan/atau persil. 91. Jalan Arteri Primer menghubungkan secara berdaya guna antar pusat kegiatan nasional atau antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah. 92. Jalan Arteri Sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kesatu, atau kawasan skunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua. 93. Jalan Kolektor Primer menghubungkan secara berdaya guna antaraa pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan wilayah, atau antara pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lokal. 94. Jalan Kolektor Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan sekunder ketiga. 95. Jalan Lokal Primer menghubungkan secara berdaya guna pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan lingkungan, pusat kegiatan wilayah dengan pusat kegiatan lingkungan, antar pusat kegiatan lokal, atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, serta antar pusat kegiatan lingkungan. 96. Jalan Lokal Sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. 97. Jalan Lingkungan Primer menghubungkan antar pusat kegiatan di dalam kawasan perdesaan dan jalan di dalam lingkungan kawasan perdesaan. 98. Jalan Lingkungan Sekunder menghubungkan antar persil dalam kawasan perkotaan. 99. Ruang Manfaat Jalan yang selanjutnya disingkat Rumaja merupakan ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi, dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan digunakan untuk badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
12
100. Ruang Milik Jalan yang selanjutnya disingkat Rumija atau Right Of Way (ROW) merupakan ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar manfaat jalan yang diperuntukan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas di masa datang serta kebutuhan ruang untuk pengaman jalan dan dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu. 101. Ruang Pengawasan Jalan yang selanjutnya disingkat Ruwasja adalah ruang tertentu di luar rumija yang penggunaannya dikuasai oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan bebas pengemudi, konstruksi jalan dan fungsi jalan. 102. Koefisien Dasar Bangunan yang selanjutnya disingkat KDB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL. 103. Koefisien Lantai Bangunan yang selanjutnya disingkat KLB adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan RTBL. 104. Koefisien Dasar Hijau yang selanjutnya disingkat KDH adalah angka persentase perbandingan antara luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukan bagi pertamanan/penghijauan. 105. Ketinggian Bangunan yang selanjutnya disingkat KB adalah jumlah lantai penuh dalam suatu bangunan dihitung mulai lantai dasar sampai dengan lantai tertinggi yang diarahkan untuk terciptanya komposisi pemanfaatan lahan di dalam suatu kapling tertentu. 106. Koefisien Tapak Basement yang selanjutnya disingkat KTB adalah angka persentase perbandingan antara luas tapak dasar bangunan dengan luas persil. Prosentase KTB adalah kebalikan sisa dari prosentase KDH. 107. Koefisien Wilayah Terbangun yang selanjutnya disingkat KWT adalah angka persentase perbandingan luas tapak seluruh bangunan yang ada dalam satu blok dengan luas lahan blok bersangkutan. 108. Kepadatan Bangunan adalah prosentase perbandingan antara jumlah bangunan dalam satu blok dengan luas lahan blok bersangkutan. 109. Air Baku Untuk Air Minum, yang selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal sumber air permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu tertentu sebagai air baku untuk rumah tangga. 110. Air Minum adalah air minum rumah tangga yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.
13
111. Air Bersih adalah air yang mutunya disarankan memenuhi syaratsyarat sebagai air minum seperti ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 0220-1987 – M tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum. 112. Air buangan limbah adalah semua jenis air buangan yang berasal dari kegiatan rumah tangga maupun non rumah tangga dan industri. 113. Instalasi Pengolahan Air yang selanjutnya disingkat IPA adalah sistem pengolahan air yang terdiri dari unit-unit pengolahan yang dimaksudkan untuk memperbaiki kualitas air baku menjadi air bersih. 114. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja yang selanjutnya disingkat IPLT adalah instalasi pengolahan air limbah yang di desain hanya menerima lumpur tinja melalui mobil atau gerobak tinja (tanpa perpipaan). 115. Jaringan Drainase adalah sistem jaringan saluran air yang digunakan untuk pematusan air hujan, yang berfungsi menghindarkan genangan (inundation) yang berada dalam suatu kawasan atau dalam batas administratif kota. 116. Tangki Septik adalah sebuah bak yang terbuat dari bahan yang rapat air, berfungsi sebagai bak pengendap yang ditujukan untuk menampung kotoran padat untuk mendapatkan suatu pengolahan secara biologis oleh bakteri dalam waktu tertentu. 117. Tempat Penampungan Sampah Sementara yang selanjutnya disingkat TPSS adalah tempat sebelum sampah diangkut ke tempat pendaur ulang, pengolahan, dan/atau tempat pengolahan sampah terpadu. 118. Tempat Pemrosesan Akhir Sampah yang selanjutnya disingkat TPA Sampah adalah tempat untuk memroses dan mengembalikan sampah ke media lingkungan secara aman bagi manusia/lingkungan. 119. Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTET adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan diatas 278 kV. 120. Saluran Udara Tegangan Tinggi yang selanjutnya disingkat SUTT adalah saluran tenaga listrik yang menggunakan kawat penghantar di udara yang digunakan untuk penyaluran tenaga listrik dari pusat pembangkit ke pusat beban dengan tegangan diatas 70 kV sampai dengan 278 kV. 121. Insentif adalah perangkat atau upaya untuk memberi rangsangan terhadap pelaksanaan kegiatan yang sejalan dengan rencana tata ruang. 14
122. Disinsentif adalah perangkat untuk mencegah, membatasi pertumbuhan, atau mengurangi pelaksanaan kegiatan yang tidak sejalan dengan rencana tata ruang. 123. Peran Masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri ditengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam menyelenggarakan penataan ruang. 124. Penyidik Pegawai Negeri Sipil selanjutnya disingkat PPNS adalah Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang berdasarkan peraturan perundang-undangan ditunjuk selaku penyidik dan mempunyai wewenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana dalam lingkup undang-undang yang menjadi dasar hukumnya masingmasing. 125. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah yang selanjutnya disingkat BKPRD adalah badan yang bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Kabupaten Cianjur yang mempunyai fungsi membantu tugas Bupati dalam koordinasi penataan ruang di daerah. Bagian Kedua Peran dan Fungsi Pasal 2 RDTR yang dilengkapi dengan peraturan zonasi berperan sebagai alat operasionalisasi RTRW serta sebagai alat pengendalian pemanfaatan ruang.
Pasal 3 RDTR yang dilengkapi dengan peraturan zonasi berfungsi sebagai : a. kendali mutu pemanfaatan ruang RTRW; b. arahan bagi kegiatan pemanfaatan ruang yang lebih rinci dari kegiatan pemanfaatan ruang yang diamanatkan dalam RTRW; c. acuan bagi kegiatan pengendalian pemanfaatan ruang; d. acuan bagi penebitan ijin pemanfaatan ruang; e. acuan dalam penyusunan ruang untuk setiap bagian-bagian wilayah sesuai RTBL dan rencana yang lebih rinci lainnya.
15
Bagian Ketiga Paragraf 1 Muatan Pasal 4 Muatan RDTR meliputi : a. tujuan penataan ruang; b. rencana pola ruang; c. rencana jaringan prasarana; d. penetapan bagian wilayah penanganannya; e. ketentuan pemanfaatan ruang; f. peraturan zonasi.
perkotaan
yang
diprioritaskan
Paragraf 2 Wilayah Perencanaan Pasal 5 (1) Wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur mencakup BWP Cianjur seluas kurang lebih 5.700 (lima ribu tujuh ratus) hektar; (2) BWP Cianjur sebagaimana dimaksud ayat (1), terdiri dari 15 (lima belas) desa dan 6 (enam) kelurahan di 3 (tiga) kecamatan, yang meliputi : a. Kecamatan Cianjur 1. Kelurahan Muka 2. Kelurahan Solokpandan 3. Kelurahan Pamoyanan 4. Kelurahan Sawahgede 5. Kelurahan Bojongherang 6. Kelurahan Sayang 7. Desa Babakankaret 8. Desa Sukamaju 9. Desa Limbangansari 10. Desa Nagrak 11. Desa Mekarsari b. Kecamatan Karangtengah 1. Desa Sukataris 2. Desa Bojong 3. Desa Sabandar 4. Desa Sukamanah 5. Desa Maleber 6. Desa Sindanglaka 7. Desa Sukamulya 8. Desa Sindangasih 16
c. Kecamatan Cilaku 1. Desa Sirnagalih 2. Desa Rancagoong (3) Batas-batas wilayah perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. sebelah utara berbatasan dengan Desa Leuwikoja dan Desa Mekarjaya Kecamatan Mande; b. sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cieundeur Kecamatan Warungkondang, Desa Sukasari dan Desa Sukakerta Kecamatan Cilaku; c. sebelah timur berbatasan dengan Desa Munjul dan Desa Rahong Kecamatan Cilaku, dan Desa Hegarmanah Kecamatan Karangtengah; d. sebelah timur berbatasan dengan Desa Munjul dan Desa Rahong Kecamatan Cilaku, dan Desa Hegarmanah Kecamatan Karangtengah; e. sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibulakan, Desa Gasol dan Desa Cirumput Kecamatan Cugenang. (4) Wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 3 Pembagian Sub BWP Pasal 6 (1) Pembagian sistem pusat pelayanan Kawasan Perkotaan Cianjur terdiri dari 5 (lima) sub pusat pelayanan atau Sub BWP, yang terdiri dari Sub BWP A, Sub BWP B, Sub BWP C, Sub BWP D, dan Sub BWP E; (2) Sub BWP sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) masing-masing mempunyai fungsi kegiatan dominan sebagai berikut : a. sub BWP A sebagai pusat utama, dengan fungsi dominan sebagai pusat pemerintahan kabupaten, perdagangan skala kota, sosial ekonomi dan perumahan kepadatan tinggi, luas kurang lebih 530,276 (lima ratus tiga puluh koma dua ratus tujuh puluh enam) hektar), meliputi sebagian Kelurahan Muka, sebagian Kelurahan Bojongherang, sebagian Kelurahan Pamoyanan, Kelurahan Solokpandan, sebagian Kelurahan Sawahgede, sebagian Kelurahan Sayang, sebagian Desa Nagrak, sebagian Desa Sukamaju, dan sebagian Desa Rancagoong;
17
b. sub BWP B sebagai sub pusat, dengan fungsi dominan perumahan kepadatan tinggi, perumahan kepadatan sedang dan perumahan kepadatan rendah, pertanian, kawasan khusus militer serta kegiatan campuran, luas kurang lebih 1.778,002 (seribu tujuh ratus tujuh puluh delapan koma kosong kosong dua) hektar, meliputi sebagian Kelurahan Muka, Desa Sukataris, Desa Bojong, Desa Sabandar, Desa Sukamulya, Desa Sindanglaka, dan sebagian Desa Maleber; c. sub BWP C sebagai sub pusat, dengan fungsi dominan perumahan kepadatan sedang dan kepadatan rendah, perdagangan skala kabupaten, transportasi, industri serta pertanian, luas kurang lebih 712,305 (tujuh ratus dua belas koma tiga ratus lima) hektar, meliputi sebagian Kelurahan Sayang, Desa Sukamanah, sebagian Desa Maleber, sebagian Desa Sukamaju, Desa Sindangasih, dan sebagian Desa Sirnagalih; d. sub BWP D sebagai sub pusat, dengan fungsi dominan perumahan kepadatan sedang dan rendah, pendidikan, kesehatan, pariwisata dan kawasan perlindungan daerah bawahannya, luas kurang lebih 920,173 (sembilan ratus dua puluh koma seratus tujuh puluh tiga) hektar, yang meliputi sebagian Kelurahan Muka, Desa Babakankaret, sebagian Kelurahan Muka, sebagian Kelurahan Bojongherang, Desa Babakankaret, sebagian Desa Mekarsari, sebagian Kelurahan Sawahgede, sebagian Kelurahan Pamoyanan, dan sebagian Desa Limbangansari; e. sub BWP E sebagai sub pusat, dengan fungsi dominan perumahan kepadatan sedang dan rendah, industri serta pertanian, luas kurang lebih 1.759,244 (seribu tujuh ratus lima puluh Sembilan koma dua ratus empat puluh empat) hektar, meliputi sebagian Desa Limbangansari, sebagian Desa Mekarsari, sebagian Kelurahan Sawahgede, sebagian Desa Nagrak, sebagian Desa Rancagoong dan sebagian Desa Sirnagalih. (3) Pembagian Sub BWP sebagaigaman dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(1) Sub BWP yaitu :
Paragraf 4 Pembagian Blok Pasal 7 sebagaimana dimaksud Pasal 6 terbagi kedalam blok,
a. sub BWP A terbagi dalam 6 (enam) blok terdiri dari blok A.1 blok A.2, blok A.3, blok A.4, blok A.5, dan blok A.6; b. sub BWP B terbagi dalam 5 (lima) blok terdiri dari blok B.1, blok B.2, blok B.3, blok B.4, dan blok B.5; 18
c. sub BWP C terbagi dalam 4 (empat) blok terdiri dari blok C.1, blok C.2, blok C.3, dan blok C.4; d. sub BWP D terbagi dalam 5 (lima) blok terdiri dari blok D.1, blok D.2, blok D.3, blok D.4, dan blok D.5; e. sub BWP E terbagi dalam 5 (lima) blok terdiri dari blok E.1, blok E.2, blok E.3, blok E.4, dan blok E.5. (2) Pembagian blok sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. BAB II TUJUAN DAN SASARAN PENATAAN RUANG Paragraf 1 Tujuan Penataan Ruang Pasal 8 Tujuan penataan ruang Kawasan Perkotaan Cianjur adalah : “Mewujudkan Kawasan Perkotaan Cianjur sebagai kawasan pertumbuhan sosial, ekonomi dan budaya Kabupaten Cianjur yang produktif dan berkualitas serta berkelanjutan melalui kegiatan perdagangan, jasa dan industri ramah lingkungan dalam menunjang perkembangan pusat pelayanan kegiatan dalam konstelasi regional wilayah”
Paragraf 2 Sasaran Penataan Ruang Pasal 9 Sasaran penataan ruang Kawasan Perkotaan Cianjur adalah : a. mewujudkan pertumbuhan kegiatan sosial, ekonomi masyarakat melalui pengembangan perdagangan, jasa, dan industri yang ramah lingkungan yang di dukung sarana dan prasarana yang memadai serta menjadi penyeimbang dalam pengembangan wilayah Provinsi Jawa Barat; b. mewujudkan lingkungan permukiman yang aman dan nyaman dengan tersedianya ruang terbuka hijau yang mampu menjamin keseimbangan ekosistem kota serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota; c. terlaksananya fungsi pengendalian melalui peraturan zonasi yang operasional dan sesuai dengan karakteristik Kawasan Perkotaan Cianjur.
19
BAB III RENCANA POLA RUANG Bagian Kesatu Umum Pasal 10 (1) Rencana Pola Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur meliputi : a. zona lindung; b. zona budidaya. (2) Rencana pola ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam tabel Lampiran IV dan peta Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Zona Lindung Paragraf 1 Umum Pasal 11 (1) Rencana zona lindung sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) huruf a, meliputi : a. zona PB; b. zona PS; c. zona RTH; d. zona RB; dan e. zona SC. (2) Rencana zona lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 2 Zona PB Pasal 12 Rencana zona PB sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf a berupa zona resapan air terletak di blok D.3 Desa Babakankaret seluas kurang lebih 147,97 (seratus empat puluh tujuh koma Sembilan puluh tujuh) hektar. Paragraf 3 Zona PS Pasal 13 Rencana zona PS sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) huruf b, meliputi : 20
a. sub b. sub c. sub d. sub e. sub
zona zona zona zona zona
PS.1; PS.2; PS.3; PS.4; dan PS.5.
Pasal 14 (1) Rencana sub zona PS.1 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf a seluas kurang lebih 24,66 (dua puluh empat koma enam puluh enam) hektar, meliputi : a. Sungai Cianjur; b. Sungai Cisarua Leutik; c. Sungai Cisarua Gede; d. Sungai Cikaret; e. Sungai Cisarongge; f. Sungai Cisela; g. Sungai Cicadas; h. Sungai Cibalagung; i. Sungai Cibinong; dan j. Sempadan sungai lain yang melintasi di dalam Kawasan Perkotaan Cianjur. (2) Rencana sub zona PS.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a sampai j ditentukan berdasarkan sungai yang tidak bertanggul dan sungai bertanggul, dengan ketentuan : a. sungai tidak bertanggul : 1) paling sedikit berjarak 10 (sepuluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai kurang dari atau sama dengan 3 (tiga) meter; 2) paling sedikit berjarak 15 (lima belas) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 3 (tiga) meter sampai dengan 20 (dua puluh) meter; dan 3) paling sedikit berjarak 30 (tiga puluh) meter dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai, dalam hal kedalaman sungai lebih dari 20 (dua puluh) meter. b. sungai bertanggul ditentukan paling sedikit 3 (tiga) meter dari tepi kaki tanggul sungai sepanjang alur sungai; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai garis sempadan sungai diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri.
21
Pasal 15 (1) Rencana sub zona PS.2 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf b seluas kurang lebih 6,31 (enam koma tiga puluh satu) hektar, meliputi : a. Saluran irigasi Ciraden/Cibalu; b. Saluran irigasi Cianjur Leutik; c. Saluran irigasi Ciheulang; d. Saluran irigasi Cimenteng I dan Cimenteng II; dan e. Saluran irigasi Cisarua II/Leuwi Jubleg. (2) Rencana sub zona PS.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a sampai e mempertimbangkan terhadap ketinggian tanggul, kedalaman saluran dan/atau penggunaan tanggul, dengan ketentuan : a. garis sempadan irigasi tidak bertanggul diukur dari tepian luar parit drainase di kanan dan kiri saluran irigasi dengan jarak garis sempadan paling sedikit sama dengan kedalaman saluran irigasi, bila kedalaman kurang dari 1 (satu) meter, maka jarak gari sempadan paling sedikit 1 (satu) meter; b. garis sempadan saluran irigasi bertanggul diukur dari sisi luar kaki tanggul dengan jarak garis sempadan paling sedikit sama dengan ketinggian tanggul saluran irigasi, bila ketinggian tanggul kurang dari 1 (satu) meter, maka jarak garis sempadan paling sedikit 1 (satu) meter; dan c. garis sempadan saluran irigasi pada lereng/tebing diukur dari titik potong antara garis galian dengan permukaan tanah asli untuk sisi lereng di atas saluran dan sisi luar kaki tanggul untuk sisi lereng di bawah saluran, dengan jarak garis sempadan untuk sisi lereng di atas saluran paling sedikit sama dengan kedalaman galian saluran irigasi dan jarak sempadan untuk sisi lereng dibawah saluran paling sedikit sama dengan ketinggian saluran irigasi. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai garis dalam Peraturan Daerah tersendiri.
sempadan irigasi diatur
Pasal 16 (1) Rencana sub zona PS.3 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf c, meliputi mata air Lebak Dongkol dan mata air Cipanggung di blok D.2 Desa Babakankaret; (2) Menetapkan sub zona PS.3 sebagaimana dimaksud ayat (1) sekurang kurangnya radius 200 (dua ratus) meter di sekitar mata air.
22
Pasal 17 (1) Rencana sub zona PS.4 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf d, meliputi areal di sepanjang rel Kereta Api yang melintasi blok A.3, blok A.4, blok B.4, blok C.2 dan blok E.2 seluas kurang lebih 7,70 (tujuh koma tujuh puluh) hektar; (2) Menetapkan jarak sempadan rel Kereta Api sebagaimana dimaksud ayat (1) minimal 11,5 (sebelas koma lima) meter diukur dari as rel Kereta Api terdekat; (3) Menetapkan pengaturan jalur perkeretaapian dengan ketentuan ruang manfaat jalan 6 (enam) meter, ruang milik jalan 12 (dua belas) meter, ruang pengawasan jalan 23 (dua puluh tiga) meter, termasuk bagian bawahnya serta ruang bebas diatasnya, yang terdiri : a. 6 (enam) meter untuk badan jalan rel Kereta Api; b. 3 (tiga) meter untuk taman dan pembatas; c. 3,5 (tiga koma lima) meter untuk jalan inspeksi; dan d. 2 (dua) meter untuk sistem penerangan jalan dan drainase. (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai sempadan rel Kereta Api berpedoman kepada peraturan yang berlaku. Pasal 18 (1) Rencana sub zona PS.5 sebagaimana dimaksud Pasal 13 huruf e, meliputi areal sepanjang SUTT dan SUTET yang melintasi blok E.4 Desa Rancagoong dan Desa Nagrak, blok D.3 Desa Babakankaret, blok B.2 Desa Bojong, blok B.5 Desa Sukamulya seluas kurang lebih 5,30 (lima koma tiga puluh) hektar; (2) Menetapkan jarak sempadan SUTT dan SUTET sebagaimana dimaksud ayat (1) diperuntukan bagi bangunan tidak tahan api, meliputi : a. jalur SUTT minimal 13,5 (tiga belas koma lima) meter; b. jalur SUTET bagi sirkuit ganda minimal 14 (empat belas) meter dan bagi sirkuit tunggal minimal 15 (lima belas) meter. Paragraf 4 Zona RTH Pasal 19 Rencana zona RTH sebagaimana dimaksud Pasal 11 ayat (1) meliputi : a. sub zona RTH.1; b. sub zona RTH.2; c. sub zona RTH.3; d. sub zona RTH.4; dan e. sub zona RTH.5. 23
huruf c,
Pasal 20 (1) Rencana RTH.1 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf a seluas kurang lebih 69,08 (enam puluh sembilan koma kosog delapan) hektar, meliputi : a. hutan kota Pasirgede di blok D.1 Kelurahan Bojongherang seluas kurang lebih 1 (satu) hektar; b. hutan kota Babakankaret di blok D.2 Desa Babakankaret seluas kurang lebih 11,5 (sebelas koma lima) hektar dan dikembangkan menjadi seluas kurang lebih 50 (lima puluh) hektar; c. rencana hutan kota di blok E.1 Desa Nagrak seluas kurang lebih 1,8 (satu koma delapan) hektar; d. rencana hutan kota di blok E.2 Desa Sirnagalih seluas kurang lebih 10 (sepuluh) hektar; e. rencana hutan kota di blok B.1 Desa Sukataris seluas kurang lebih 7,0 (tujuh koma nol) hektar. (2) Rencana RTH.2 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf b seluas kurang lebih 20,53 (dua puluh koma lima puluh tiga) hektar, meliputi : a. taman kota alun-alun kota yang sudah ada di blok A.1 Kelurahan Pamoyanan seluas kurang lebih 0,8 (nol koma delapan) hektar; b. taman kota Muka yang sudah ada di blok A.1 Kelurahan Muka seluas kurang lebih 0,7 (nol koma tujuh) hektar; c. taman kota Joglo yang sudah ada di blok A.3 Kelurahan Sawahgede seluas kurang lebih 0,12 (nol koma dua belas) hektar; d. rencana taman kota Joglo di blok A.5 Kelurahan Sawahgede seluas kurang lebih 0,0156 (nol koma kosong seratus lima puluh enam) hektar; e. rencana taman kota Bojong blok B.3 Desa Bojong, blok C.1 Desa Sukamaju, blok D.1 Desa Mekarsari dan blok E.1 Desa Rancagoong seluas kurang lebih 9,60 (sembilan koma enam puluh) hektar; f. rencana taman kecamatan terletak di blok A.2 Kelurahan Pamoyanan seluas kurang lebih 2,40 (dua koma empat puluh) hektar; dan g. rencana taman kelurahan/desa terletak dimasing-masing desa/kelurahan luas kurang lebih 6,89 (enam koma delapan puluh sembilan) hektar. (3) Rencana RTH.3 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf c, seluas kurang lebih 33,56 (tiga puluh tiga koma lima puluh enam) hektar, meliputi : a. pemakaman Pasarean Agung yang sudah ada di blok A.2 Kelurahan Pamoyanan seluas kurang lebih 0, 7525 (nol koma tujuh ribu lima ratus dua puluh lima) hektar; b. pemakaman Sirnalaya I yang sudah ada di blok A.4 Kelurahan Sayang seluas kurang lebih 2,843 (dua koma delapan ratus empat puluh tiga) hektar; 24
c. pemakaman Sirnalaya II yang sudah ada di blok A.5 Desa Nagrak seluas kurang lebih 0, 4188 (nol koma empat ribu seratus delapan puluh delapan) hektar; d. pemakaman Tiong Hoa Pasirhayam yang sudah ada di blok C.2 Desa Sirnagalih yang meliputi Pemakaman Pasirlangkap seluas kurang lebih 4,3477 (empat koma tiga ribu empat raus tujuh puluh tujuh ) hektar, Pemakaman Pasirgombong seluas kurang lebih 4,0378 (empat koma tiga ratus tujuh puluh delapan) hektar, Pemakaman Pasirsereh kurang lebih 1,1075 (satu koma seribu tujuh puluh lima) hektar; e. pemakaman Kristen Pasirhayam yang sudah ada di blok C.2 Desa Sirnagalih meliputi Pemakaman Nona Manis seluas kurang lebih 4, 08 (empat koma kosong delapan) hektar, dan Pemakaman Pasirsarongge seluas kurang lebih 0,372 (kosong koma tiga ratus tujuh puluh dua) hektar. f. pemakaman masyarakat yang sudah ada tersebar di seluruh kawasan kota dengan luas kurang lebih 15,60 (lima belas koma enam puluh) hektar. (4) Rencana RTH.4 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf d, meliputi: a. lapangan kota Prawatasari yang sudah ada di blok A.5 Kelurahan Sawahgede seluas kurang lebih 2 (dua) hektar; b. lapangan kota Badak Putih yang sudah ada di blok A.5 Kelurahan Pamoyanan seluas kurang lebih 2 (dua) hektar; c. rencana lapangan kota Sport Center Desa Sukamaju di blok C.2 seluas kurang lebih 2 (dua) hektar; d. rencana lapangan kecamatan terletak di blok B.3 Desa Bojong, blok C.1 Desa Sukamaju, blok D.1 Desa Mekarsari dan blok E.1 Desa Rancagong yang lokasinya bersatu dengan taman kecamatan; e. rencana lapangan kelurahan dan desa yang tersebar di masingmasing kelurahan dan desa yang bersatu dengan taman desa/kelurahan. (5) Rencana RTH.5 sebagaimana dimaksud Pasal 19 huruf e, meliputi : a. jalur hijau jalan dan median di Jalan Perintis Kemerdekaan seluas kurang lebih 0,5 (nol koma lima) hektar; b. jalur hijau dan median di Jalan Abdullah Bin Nuh seluas kurang lebih 0,64 (nol koma enam puluh empat) hektar; c. jalur hijau dan median di jalan Dr. Muwardi seluas kurang lebih 0, 712 (nol koma tujuh ratus dua belas) hektar; d. jalur hijau di Jalan Siliwangi seluas kurang lebih 0,42 (nol koma empat puluh dua) hektar; e. jalur hijau jalan di Jalan Ir. H. Juanda seluas kurang lebih 0,56 (nol koma lima puluh enam) hektar; f. rencana jalur hijau di jalan lingkar timur seluas kurang lebih 14,88 (empat belas koma delapan puluh delapan) hektar; 25
g. jalur hijau di Jalan Pangeran Hidayatulloh seluas kurang lebih 0,26 (nol koma dua puluh enam) hektar; h. jalur hijau di Jalan Amalia Rubini seluas kurang lebih 0,80 (nola koma delapan puluh) hektar; i. Jalur hijau di Jalan Pramuka seluas kurang lebih 0,47 (nol koma empat puluh tujuh) hektar; j. jalur hijau ruas di rencana jalan yang tersebar di seluruh kawasan perkotaan, seluas kurang lebih 15,87 (lima koma delapan puluh tujuh) hektar. Paragraf 5 Zona RB Pasal 21 (1) Rencana zona RB bencana sebagaimana dimaksud Pasal 11 huruf d meliputi sub zona RB.1 dan sub zona RB.2; (2) Rencana sub zona RB.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) terletak di sepanjang aliran sungai, saluran irigasi dan saluran drainase di seluruh kawasan perkotaan; (3) Rencana sub zona RB.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) terdapat di blok D.2 Desa Babakankaret seluas kurang lebih 48,12 (empat puluh delapan koma dua belas) hektar. Paragraf 6 Zona SC Pasal 22 (1) Rencana zona SC sebagaimana dimaksud Pasal 11 huruf e, meliputi : a. bangunan pendopo dan kantor pos dan giro di Jalan Siti Jenab blok A.2 Kelurahan Pamoyanan; b. bangunan SMA 2 di Jalan Siliwangi blok A.2 Kelurahan Pamoyanan; c. stasiun Kereta Api Cianjur di Jalan Yulius Usman blok A.4 Kelurahan Sayang; d. gedung DKC di Jalan Suroso blok A.1 Kelurahan Bojongherang; e. bangunan rumah di Jalan Moch Ali blok A.3 Kelurahan Solokpandan; dan f. bangunan Wisma Karya di Jalan Moch Ali blok A.3 Kelurahan Sayang; (2) Rencana zona SC sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi : a. pelestarian dan perawatan terhadap bangunan cagar budaya yang ada; b. melakukan herigristasi ulang bangunan-bangunan cagar budaya yang ada. 26
Bagian Ketiga Zona Budidaya Paragraf 1 Umum Pasal 23 (1) Rencana zona budidaya sebagaimana dimaksud Pasal 10 ayat (1) huruf b meliputi :
a. zona R; b. zona K; c. zona KT; d. zona SPU; e. zona I; f. zona C; g. zona KH; h. zona RTNH; dan i. zona PL. (2) Rencana zona perumahan sebagaimana dimaksud ayat (1) digambarkan pada peta Lampiran VII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 2 Zona R Pasal 24 (1) Rencana zona R sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf a meliputi : a. sub zona R.2; b. sub zona R.3; c. sub zona R.4; dan d. sub zona R.5. (2) Rencana sub zona R.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a tersebar di blok A.1, A.2, A.3 dan A.5, seluas kurang lebih 901,45 (Sembilan ratus satu koma empat puluh lima) hektar; (3) Rencana sub zona R.3 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b tersebar di blok A.4, B.1 dan D.1, seluas kurang lebih 1.101,26(seribu seratus satu koma dua puluh enam) hektar; (4) Rencana sub zona R.4 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c tersebar di blok B.3, B.4 dan C.1 seluas kurang lebih 244,20 (dua ratus empat puluh empat) hektar; (5) Rencana sub zona R.5 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d tersebar di blok C.2, B.2, D.2, E.1 dan E.2 seluas kurang lebih 22,11 (dua puluh dua koma sebelas) hektar.
27
Paragraf 3 Zona K Pasal 25 (1) Rencana zona K sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf b, meliputi : a. subzona K.1; dan b. subzona K.3. (2) Rencana subzona K.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, seluas kurang lebih 39,16 (tiga puluh Sembilan koma enam belas) hektar, meliputi : a. pusat perbelanjaan di Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.4 Kelurahan Pamoyanan, di blok B.3 Desa Bojong, dan di blok E.3 Desa Sirnagalih; b. toko modern di Jalan Pangeran Hidayatulloh blok A.4 Kelurahan Sawahgede, Jalan Prof. Moch Yamin blok A.2 Kelurahan Sayang, Jalan Dr. Muwardi blok A.4 Kelurahan Muka, dan di Jalan Siti Jenab blok A.3 Kelurahan Pamoyanan; c. pasar skala kabupaten berupa Pasar Induk Pasirhayam dan rencana pasar beras di blok C.2 Desa Sirnagalih; d. pasar skala kota yaitu Pasar Muka di blok A.1 Kelurahan Muka; e. pasar skala lingkungan di blok B.3 Desa Bojong, blok D.3 Desa Mekarsari, blok C.1 Desa Sukamaju dan blok E.1 Desa Rancagoong; f. merelokasi pasar hewan yang berada di Jalan Siliwangi blok A.5 Kelurahan Sawahgede ke luar kota; g. pergudangan di blok C.2 Desa Sirnagalih; h. merelokasi pergudangan yang ada di sepanjang Jalan Mangunsarkoro, Jalan Pasundan, Jalan Pangeran Hidayatulloh Jalan Arif Rahman Hakim, dan Jalan Ir. H. Juanda; i. kegiatan sentra PKL direncanakan di Pasar Induk Pasirhayam dan di masing-masing pusat sub BWP, yaitu di blok B.3 Desa Sabandar, blok C.3 Desa Sukamaju, blok D.2 Desa Mekarsari, dan di blok E.3 Desa Rancagoong. (3) Rencana sub zona K.3 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, seluas kurang lebih 79,50 (tujuh puluh Sembilan koma lima puluh) hektar, meliputi : a. rumah dan toko di sepanjang Jalan Mangunsarkoro, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Siti Jenab, Jalan Suroso, Jalan Moch Ali, Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Siliwangi, Jalan Suroso, Jalan Moch Ali, Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Prof Moch Yamin, Jalan Raya Bandung, dan Jalan Pramuka; b. rencana sentra Pedagang Kaki Lima di setiap pusat kegiatan yang berfungsi sebagai sub zona perdagangan dan jasa deret. 28
c. Rencana zona K sebagaimana dimaksud ayat (1) digambarkan pada peta Lampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 4 Zona KT Pasal 26 (1) Rencana zona KT sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf c, meliputi : a. sub zona KT.1; dan b. sub zona KT.2. (2) Rencana sub zona KT.1 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a seluas kurang lebih 25,14 (dua puluh lima koma empat belas) hektar, meliputi : a. rencana KT.1 tingkat kabupaten di Jalan Siti Jenab blok A.3, Jalan Siliwangi blok A.2, Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.5, Jalan Perintis Kemerdekaan blok C.3 dan Jalan Raya Bandung blok B.3; b. rencana KT.1 tingkat kecamatan di Jalan Siliwangi blok A.2 untuk kantor Kecamatan Cianjur dan rencana di blok B.3 Desa Sabandar untuk kantor Kecamatan Karangtengah; c. rencana KT.1 tingkat kelurahan dan desa yang tersebar di seluruh kawasan kota. (3) Rencana sub zona KT.2 sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b seluas kurang lebih 17,16 (tujuh belas koma enam belas) hektar, direncanakan di sepanjang Jalan Siliwangi blok A.2, Jalan Dr. Muwardi blok D.1, Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.5, dan Jalan Raya Bandung blok B.3; (4) Rencana zona KT sebagaimana dimaksud ayat (1) digambarkan pada peta Lampiran IX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(1)
Paragraf 5 Zona SPU Pasal 27 Rencana zona sarana SPU sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf d, meliputi : a. sub zona SPU.1; b. sub zona SPU.2; c. sub d. sub e. sub f. sub
zona zona zona zona
SPU.3; SPU.4; SPU.5; dan SPU.6. 29
(2)
Rencana zona SPU sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada peta Lampiran X yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 28 (1) Rencana sub zona SPU.1 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) huruf a, seluas kurang lebih 73,56 (tujuh puluh tiga koma lima puluh enam) hektar, meliputi : a. pendidikan tingkat tinggi;
(2)
(3)
(4) (5) (6)
b. pendidikan tingkat menengah atas dan kejuruan; c. pendidikan tingkat pertama; d. pendidikan tingkat dasar; dan e. pendidikan pra sekolah. Rencana SPU.1 tingkat tinggi dikembangkan di Pasirgede Raya dan Jalan Dr. Muwardi blok D.1, Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.5 dan blok E.1, di Jalan Perintis Kemerdekaan blok C.2, dan di Jalan Otista III blok A.2; Rencana SPU.1 tingkat menengah atas dikembangkan di lokasi yang sudah ada yaitu di Jalan Pangeran Hidayatulloh, Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Siliwangi, Jalan Pasundan, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Dr. Muwardi, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Gatot Mangkupraja, dan Jalan Siti Bodedar; Rencana SPU.1 tingkat pertama dikembangkan di lokasi yang sudah ada yang tersebar di seluruh kawasan kota; Rencana SPU.1 tingkat dasar dikembangkan dilokasi yang sudah ada yang tersebar diseluruh kawasan kota; Rencana SPU.1 pra sekolah dikembangkan di kawasan permukiman yang tersebar di seluruh kawasan kota dan disesuaikan dengan kebutuhan.
Pasal 29 (1) Rencana sub zona SPU.2 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) huruf b, seluas kurang lebih 7,83 (tujuh koma delapan puluh tiga) hektar, yang meliputi : a. rumah sakit; b. puskesmas;dan c. sarana kesehatan lain. (2) Rencana pengembangan rumah sakit milik Pemerintah Daerah di blok D.1 Kelurahan Bojongherang berupa RSUD Type B;
30
(3) Rencana rumah sakit swasta di Jalan Siti Jenab blok A.2 Kelurahan Pamoyanan, Jalan Abdullah Bin Nuh blok D.3 Kelurahan Sawahgede, Jalan Raya Sukabumi blok E.2 Desa Rancagoong, Jalan Pramuka blok B.2 Desa Sindanglaka, dan Jalan Siliwangi blok A.4 Desa Sukamaju; (4) Rencana pengembangan Puskesmas dan Puskesmas Pembantu di Jalan Pangeran Hidayatulloh Kompleks Kopem blok A.5 Kelurahan Sawahgede, Jalan Dr. Muwardi blok B.1 Kelurahan Muka, Jalan Raya Bandung blok B.3 Desa Bojong, dan blok D.1 Desa Babakankaret, serta di blok E.1 Desa Rancagoong; (5) Relokasi Puskesmas Muka di Jalan Dr. Muwardi blok B.1 Kelurahan Muka dan Puskesmas Bojong di Jalan Raya Bandung blok B.3 Desa Bojong; (6) Pengembangan Puskesmas Muka dan Puskesmas Bojong diarahkan : a. alokasi ruang tetap berada di blok B.1 untuk Puskesmas Muka dan di blok B.3 untuk Puskesmas Bojong; b. akses ke Puskesmas mudah dijangkau dengan angkutan umum; c. luas lahan Puskesmas memadai untuk penyediaan sarana/prasarana pendukung. d. rencana pengembangan sarana kesehatan lain berupa apotek, toko obat, dan laboratorium di Jalan Ir. H. Juanda, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Rumah Sakit, dan Jalan Dr. Muwardi; e. rencana pengembangan sarana kesehatan skala pelayanan lingkungan berupa Pustu, Pokesdes, dan Posyandu yang tersebar di seluruh kawasan perkotaan. Pasal 30 (1) Rencana sub zona SPU.3 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) huruf c, seluas kurang lebih 5,42(lima koma empat puluh dua) hektar, meliputi sarana peribadatan skala kabupaten, skala kecamatan, skala kelurahan dan desa serta skala lingkungan; (2) Rencana sarana peribadatan muslim skala kabupaten berupa mesjid agung yang berada di Jalan Siti Jenab, dan sarana peribadatan bagi non muslim berupa Gereja Protestan Indonesia (GPI) di Jalan Mangunsarkoro, Gereja Santo Petrus di Jalan Siliwangi, Gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) di Jalan Mangunsarkoro, Gereja Kristen di Jalan Moch. Ali, Gereja Pantekosta di Indonesa (GPDI) di Jalan Hasyim Ashari, dan Kelenteng Bhumi Pharsija di Jalan Mangunsarkoro; (3) Rencana sarana peribadatan muslim skala kecamatan berupa mesjid jami tersebar di masing-masing kecamatan di seluruh kawasan perkotaan;
31
(4) Rencana sarana peribadatan muslim skala kelurahan dan desa berupa mesjid yang tersebar di seluruh kawasan perkotaan; (5) Rencana sarana peribadatan muslim skala lingkungan berupa musholla dilakukan secara merata sesuai kebutuhan yang lokasinya menyatu dengan permukiman; (6) Rencana pembangunan sarana peribadatan yang baru bagi umat non muslim mengacu kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 31 (1) Rencana sub zona SPU.4 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) huruf d, seluas kurang lebih 29,95 (dua puluh Sembilan koma Sembilan puluh lima) hektar, terdiri dari sarana olah raga terbuka dan sarana olah raga tertutup; (2) Rencana sarana olah raga terbuka dan sarana olah raga tertutup skala pelayanan kabupaten berupa Sport Center di Desa Sukamaju blok C.2 seluas kurang lebih 26 (dua puluh enam) hektar; (3) Pengembangan sarana olah raga terbuka skala pelayanan kota yaitu lapangan Prawatasari di blok A.2 Kelurahan Sawahgede dan Stadion Badak Putih di blok A.2 Kelurahan Pamoyanan; (4) Pengembangan sarana olah raga tertutup skala pelayanan kota berupa Gelanggang Generasi Muda (GGM) Panembong di blok D.3 Desa Limbangansari dan Gedung Wisma Karya di blok A.3 Kelurahan Sayang; (5) Rencana sarana olah raga terbuka dan olah raga tertutup skala pelayanan kecamatan diarahkan di masing-masing Sub BWP yaitu di blok A.4 Kelurahan Pamoyanan, blok B.3 Desa Bojong, blok C.1 Desa Sukamaju, blok D. 3 Desa Mekarsari, dan di blok E.1 Desa Rancagoong; (6) Rencana sarana olah raga skala pelayanan kelurahan dan desa serta skala lingkungan tersebar di seluruh kawasan perkotaan yang menyatu dengan lingkungan permukiman. Pasal 32 (1) Rencana sub zona SPU.5 budaya sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) huruf e, seluas kurang lebih lebih 12,33 (dua belas koma tiga puluh tiga) hektar, terdiri dari gedung pementasan kesenian, gedung museum, dan plaza kota; (2) Pengembangan Gedung Dewan Kesenian Cianjur (DKC)/Gedung Ampera sebagai gedung pementasan kesenian di Jalan Suroso blok A.1 Kelurahan Bojongherang; (3) Pengembangan Gedung Museum Cianjur yang terletak di Jalan Siti Jenab Kelurahan Pamoyanan blok A.3; 32
(4) Rencana plaza kota di lokasi eks Pasar Induk Cianjur di blok A.1 Kelurahan Pamoyanan. Pasal 33 (1) Rencana sub zona SPU.6 sebagaimana dimaksud Pasal 27 ayat (1) huruf f, terdiri dari stasiun kereta api, terminal, dan halte; (2) Rencana pengembangan stasiun kereta api di blok A.3 Kelurahan Sayang; (3) Rencana pengembangan terminal, terdiri : a. terminal tipe B di blok C.2 Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku, seluas kurang lebih 2,13 (dua koma tiga belas) hektar; b. terminal tipe C masing-masing di blok D.3 Desa Mekarsari, blok B.3 Desa Bojong, dan di blok C.2 Desa Sirnagalih. (4) Rencana halte masing-masing di Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Siliwangi, Jalan Prof. Moch Yamin, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Pangeran Hidayatulloh, Jalan Abdullah Bin Nuh, dan Jalan Perintis Kemerdekaan. Paragraf 6
(1) (2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Zona I Pasal 34 Rencana zona I sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf e berupa sub zona I.3 dan sub zona I.4; Rencana pengembangan sub zona I.3 sebagaimana dimaksud ayat (1) berupa industri makanan dan minuman serta kerajinan tersebar di seluruh kawasan perkotaan yang menyatu dengan kawasan permukiman; Rencana sub zona I.4 berupa industri pengolahan bahan sandang di jalan Pramuka blok B.2 dan di Jalan Perintis Kemerdekaan blok C.2, seluas kurang lebih 8,31 (delapan koma tiga puluh satu) hektar; Rencana sub zona I.4 berupa industri elektronik, industri sandang, kertas, bahan bangunan dan industri lainnya dikembangkan di Blok E.4 Desa Rancagoong, seluas kurang lebih 43,64 (empat puluh tiga koma enam puluh empat) hektar; Industri pengolahan kulit yang ada di Jalan Perintis Kemerdekaan tidak dikembangkan dan dibatasi serta dilakukan penyempurnaan sistem Instalasi Pengolahan Limbah (IPAL); Rencana zona industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada Peta Lampiran XI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
33
Paragraf 7 Zona C Pasal 35 (1) Rencana zona C sebagaimana dimaksud Pasal 27 huruf f adalah peruntukan yang menyatu antara kegiatan perumahan, pendidikan, perdagangan dan jasa, serta perkantoran seluas kurang lebih 150,92 (seratus lima puluh koma Sembilan puluh dua) hektar; (2) Rencana zona C berupa peruntukan perumahan, pendidikan, perdagangan dan jasa serta perkantoran sebagaimana dimaksud ayat (1) dikembangkan di sepanjang Jalan Mangunsarkoro, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Siliwangi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Pramuka, Jalan Abdullah Bin Nuh, dan Jalan Dr. Muwardi; (3) Rencana pengembangan zona campuran tetap mempertahankan kondisi yang ada dengan pengembangan bangunan secara vertikal dan memperhatikan kapasitas jalan serta menyediakan ruang parkir secukupnya; (4) Rencana zona campuran sebagaimana dimaksud ayat (1) digambarkan pada peta Lampiran XII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 8 Zona KH Pasal 36 sebagaimana dimaksud
(1) Rencana zona KH meliputi : a. sub zona KH.1; b. sub zona KH.2; dan c. sub zona KH.3.
Pasal 27
huruf g,
(2) Rencana zona KH sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada peta Lampiran XIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 37 (1) Rencana sub zona KH.1 sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf a berupa Markas Raider 200 di Jalan Ariawiratanudatar blok B.1 Desa Sukataris, Markas Kodim 0612 Suryakancana di Jalan Siliwangi blok A.3, Markas Kepolisian Resor Cianjur di Jalan Abdullah Bin Nuh blok A.5 dan Jalan Suroso blok A.3, Markas Polisi Militer di Jalan Siliwangi blok A.5, Kantor Polsek Cianjur di Jalan Siliwangi blok A.5, Kantor Polsek Karangtengah di Jalan Raya Bandung blok B.2, serta pos-pos polisi yang tersebar di seluruh kawasan kota, seluas kurang lebih 33,81 (tiga puluh tiga koma delapan puluh satu) hektar; 34
(2) Rencana pengembangan sub zona KH.1 dilakukan dengan mengacu kepada ketentuan peraturan dan perundangan pertahanan dan keamanan. Pasal 38 (1) Rencana sub zona KH.2 sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf b berupa TPA Sampah di blok E.5 Kampung Pasirsembung Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku seluas kurang lebih 6,60 (enam koma enam puluh) hektar; (2) Pemanfaatan TPA Sampah sebagaimana dimaksud ayat (1) di selenggarakan hingga rencana TPA Sampah di Desa Mekarsari Kecamatan Cikalongkulon layak operasi; (3) Bekas areal TPA Sampah Pasirsembung di Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku sebagaimana dimaksud ayat (2) diarahkan sebagai zona RTH Hutan Kota.
(1)
(2)
(3) (4)
Pasal 39 Rencana sub zona KH.3 sebagaimana dimaksud Pasal 36 huruf c berupa IPLT Babakakaret di Desa Babakankaret blok D.2 seluas kurang lebih 2 (dua) hektar; Mengembangkan dan mengoptimalkan IPLT Babakankaret melalui penyempurnaan dan penambahan sarana dan prasarana yang diperlukan; Membatasi perkembangan kegiatan budidaya non pertanian di sekitar lokasi IPLT; Mendorong masyarakat agar membuang limbah tinja ke tempat IPLT. Paragraf 9
Zona RTNH Pasal 40 Rencana zona RTNH sebagaimana dimaksud Pasal 23 huruf h seluas kurang lebih 14,18 (empat belas koma delapan belas) hektar, yang meliputi RTNH di kawasan perumahan, RTNH di pusat kegiatan pemerintahan, RTNH di pusat sarana pelayanan umum, RTNH di sepanjang jaringan jalan, RTNH di areal terminal dan stasiun kereta api, serta RTNH di plaza kota. Paragraf 10
(1) Rencana zona meliputi :
Zona PL Pasal 41 PL sebagaimana dimaksud Pasal 23
35
huruf
i,
a. sub zona PL.1; b. sub zona PL.2; c. sub zona PL.4; dan d. sub zona PL.5. (2) Rencana zona PL sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digambarkan pada peta Lampiran XIV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 42 (1) Rencana sub zona PL.1 sebagaimana dimaksud Pasal 41 huruf a meliputi kegiatan pertanian lahan pangan dan pertanian hortikultura, yang tersebar diseluruh kawasan perkotaan seluas kurang lebih 2.305,06 (dua ribu tiga ratus lima koma kosong enam) hektar; (2) Rencana pengembangan sub zona PL.1 lahan pangan tersebar di blok B.1 Desa Sukataris, blok B.2 Desa Sindanglaka, blok C.1 Desa Sukamaju, blok D.3 Desa Mekarsari, dan blok E.1 Desa Nagrak dan Desa Rancagoong; (3) Rencana pengembangan sub zona PL.1 hortikultura tersebar di blok B.3 Desa Sabandar, blok B.4 Desa Sukamanah, blok D.2 Desa Babakankaret, dan blok E.2 Desa Sirnagalih. Pasal 43 Rencana pengembangan sub zona PL.2 sebagaimana dimaksud Pasal 41 ayat (1) huruf b diarahkan di blok C.2 Desa Sirnagalih untuk ternak besar, dan di blok D.2 Desa Babakankaret untuk ternak unggas, seluas kurang lebih 27,58 (dua puluh tujuh koma lima puluh delapan) hektar. Pasal 44 Rencana pengembangan sub zona PL.4 sebagaimana dimaksud Pasal 41 ayat (1) huruf c diarahkan di blok B.4 Desa Sukamanah, seluas kurang lebih 5,26 (lima koma dua puluh enam) hektar. Pasal 45 (1) Rencana sub zona PL.5 sebagaimana dimaksud Pasal 41 huruf d berupa wisata alam, wisata buatan, wisata belanja, wisata kuliner, dan wisata budaya seluas kurang lebih 8,92 (delapan koma Sembilan puluh dua) hektar; (2) Rencana pengembangan wisata alam di blok D.2 Desa Babakankaret; (3) Rencana pengembangan wisata buatan di blok D.2 Desa Babakankaret, blok D.1 Kelurahan Bojongherang, dan blok D.3 Desa Mekarsari; (4) Rencana pengembangan wisata belanja dan wisata kuliner di sepanjang Jalan Cokroaminoto dan di Jalan Dewi Sartika; 36
(5) Rencana pengembangan wisata budaya di blok A.3 Kelurahan Pamoyanan (Gedung Musium Cianjur), blok A.2 Kelurahan Bojongherang (Gedung DKC) dan blok B.3 Desa Sabandar (Gedung Kriya Cianjur); BAB IV RENCANA JARINGAN PRASARANA Bagian Kesatu Umum Pasal 46 (1) Rencana jaringan prasarana meliputi rencana sistem jaringan pergerakan dan rencana sistem jaringan utilitas; (2) Rencana sistem jaringan pergerakan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. rencana pola pergerakan; b. rencana fungsi jalan; c. rencana prasarana dan sarana perhubungan; d. rencana fasilitas perlengkapan jalan; e. rencana rute angkutan umum; f. rencana pengembangan angkutan Kereta Api; g. rencana jalur pejalan kaki; dan h. rencana jalur sepeda. (3) Rencana sistem jaringan utilitas sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. rencana sistem jaringan listrik/energi; b. rencana sistem jaringan telekomunikasi; c. rencana sistem jaringan air minum; d. rencana sistem pengelolaan air limbah; e. rencana sistem pengelolaan persampahan; f. rencana sistem drainase; g. rencana jalur evakuasi bencana; dan h. rencana sistem penanggulangan kebakaran.
37
Bagian Kedua Rencana Sistem Jaringan Pergerakan Paragraf 1 Rencana Pola Pergerakan Pasal 47 (1) Rencana pola pergerakan orang dan barang sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (2) huruf a, terbagi dalam 3 (tiga) pola, yaitu pergerakan internal – internal, internal – eksternal, dan pola pergerakan eksternal – eksternal; (2) Rencana pola pergerakan orang dan barang sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah : a. pola pergerakan internal – internal yaitu pergerakan di dalam kawasan perkotaan baik asal maupun tujuannya, direncanakan dengan mengoptimalkan ruas Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Oto Iskandar Dinata II, Jalan Siti Jenab, Jalan Siliwangi, Jalan Adi Sucipta, Jalan Prof. Moch Yamin, Jalan Aria Cikondang, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Yulius Usman, Jalan Moch. Ali, Jalan Moch Toha, Jalan Amalia Rubini, Jalan Raya Bandung, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Suroso, Jalan Taifur Yusuf, dan Jalan Pangeran Hidayatulloh; a. pola pergerakan internal – eksternal yaitu pergerakan dari kawasan perkotaan ke luar atau sebaliknya, direncanakan dengan mengoptimalkan ruas Jalan Dr. Muwardi, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Aria Wiratanudatar, rencana jalan lingkar barat, rencana jalan lingkar utara dan jalan tembus antara jalan lingkar barat dan jalan tembus lingkar utara; b. pola pergerakan eksternal – eksternal yaitu pergerakan yang melewati kawasan perkotaan yang berasal dari luar dan menuju ke luar, direncanakan dengan mengoptimalkan ruas Jalan Raya Sukabumi, rencana Jalan Lingkar Selatan, Jalan Lingkar Timur, dan Jalan Raya Bandung. Paragraf 2 Rencana Fungsi Jalan Pasal 48 (1) Rencana fungsi jalan sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (2) huruf b, meliputi : a. jalan arteri primer, yaitu Jalan Raya Sukabumi, Jalan Lingkar Timur, Jalan Lingkar Selatan, Jalan Raya Bandung;
38
b. jalan arteri sekunder, yaitu ruas Jalan Dr. Muwardi, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin Nuh, dan rencana jalan tembus antara Jalan Lingkar Barat dan Jalan Lingkar Utara serta Jalan Lingkar Barat; c. jalan kolektor primer, yaitu Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Siti Jenab, Jalan Suroso, dan Jalan Ir. H. Juanda; d. jalan lokal meliputi seluruh ruas jalan yang tidak termasuk dalam katagori jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, dan jalan kolektor primer; e. jalan lingkungan, yaitu seluruh ruas jalan di dalam lingkungan permukiman menuju pusat kegiatan di sekitarnya; (2) Rencana jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran XV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 3 Rencana Prasarana dan Sarana Perhubungan (3)
Pasal 49 Rencana prasarana dan sarana perhubungan sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (2) huruf c, meliputi : a. rencana prasarana perhubungan; b. rencana sarana perhubungan. Rencana prasarana perhubungan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, berupa rencana terminal; Rencana sarana perhubungan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b, terdiri :
(4) (5)
a. shelter; b. jembatan penyeberangan; c. trotoar (pedestrian); dan d. tempat parkir kendaraan. (2) Rencana prasarana dan sarana perhubungan sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) tercantum dalam peta Lampiran XVI yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Pasal 50 Rencana lokasi terminal sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (2) meliputi terminal tipe B dan terminal tipe C, yaitu : a. terminal tipe B atau terminal utama ditempatkan pada tempat/simpul yang saling terhubung dengan sistem jaringan jalan, yaitu di Kmp. Pasirhayam Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku blok C.2 seluas kurang lebih 2,13 (dua koma tiga belas) hektar; 39
b. terminal tipe C atau sub-terminal ditempatkan di masing-masing sub BWP yaitu di Kmp. Warungseuseupan untuk melayani angkutan umum dari arah Bogor/Cipanas, di Kmp. Rawabango blok B.3 untuk melayani angkutan arah Ciranjang/Cikalongkulon, dan di Kmp. Pasirhayam Desa Sirnagalih Kecamatan Cilaku blok C.2 untuk melayani angkutan dari arah Warungkondang dan Cibeber yang bersatu dengan terminal tipe B. Pasal 51 (1) Rencana sarana perhubungan berupa shelter sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (3) huruf a, ditempatkan disepanjang Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Siliwangi, Jalan Prof. Moch Yamin, Jalan Arif Rahman Hakim, dan Jalan Pangeran Hidayatulloh; (2) Rencana penempatan shelter sebagaimana dimaksud ayat (1) diarahkan pada kegiatan sarana pelayanan umum seperti pendidikan, kesehatan, perkantoran dan perdagangan. Pasal 52 (1) Rencana sarana perhubungan berupa jembatan penyeberangan sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (3) huruf b, ditempatkan di beberapa titik sepanjang Jalan Dr. Muwardi, Jalan Siliwangi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Prof Moch Yamin, dan Jalan Arif Rahman Hakim; (2) Penempatan jembatan penyebarangan sebagaimana dimaksud ayat (1) diarahkan pada lokasi yang sekitarnya terdapat fasilitas perkantoran, fasilitas pendidikan, fasilitas perdagangan, dan fasilitas umum lainnya serta pada lokasi strategis lainnya di sekitar lokasi shelter; Pasal 53 (1) Rencana sarana perhubungan berupa trotoar (pedestrian) sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (3) huruf c, diarahkan disemua ruas jalan baik ruas jalan arteri, kolektor dan jalan lokal; (2) Rencana penyediaan trotoar (pedestrian) harus terintegrasi dengan perabot jalan lainnya seperti rambu lalu lintas, tempat sampah, lampu penerangan, pot bunga, tanaman penghijauan, halte dan zebra cross; (3) Pada bagian bawah trotoar (pedestrian) selain disediakan saluran pembuangan air (drainase) juga wajib disediakan box utilitas untuk menampung jaringan utilitas seperti jarigan air bersih, jaringan listrik, jaringan telekomunkasi, dan jaringan gas.
40
Pasal 54 (1) Rencana sarana perhubungan berupa tempat parkir kendaraan sebagaimana dimaksud Pasal 49 ayat (3) huruf d, menggunakan sistem parkir yang memanfaatkan badan jalan maupun sistem di luar badan jalan; (2) Pengaturan sistem yang memanfaatkan badan jalan hanya diperbolehkan pada ruas jalan dengan fungsi jalan kolektor dan/atau lokal dengan memperhatikan kondisi jalan dan lingkungannya, kondisi lalu lintas, aspek keselamatan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas; (3) Desain parkir yang memanfaatkan badan jalan dilakukan dengan penentuan sudut parkir, pola parkir, dan larangan parkir; (4) Rencana sistem parkir di luar badan jalan ditempatkan berdasarkan fasilitas parkir untuk umum dan fasilitas parkir sebagai penunjang; (5) Fasilitas parkir untuk umum direncanakan disepanjang Jalan Mangunsarkoro, Jalan Abdullah Bin Nuh, dan Jalan Dr. Muwardi; (6) Fasilitas parkir sebagai penunjang ditempatkan di pusat-pusat pendidikan, kesehatan, dan perkantoran serta fasilitas umum lainnya; (7) Desain parkir di luar badan jalan terdiri taman parkir dan gedung parkir menurut kriteria tertentu. Paragraf 4 Rencana Fasilitas Perlengkapan Jalan Pasal 55 (1) Rencana fasilitas perlengkapan jalan sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (2) huruf d, terdiri dari : a. zebra cross; b. zona selamat sekolah (ZOSS); c. rambu lalu lintas; d. alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL); dan e. fasilitas penerangan jalan. (2) Rencana penyediaan zebra cross sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a ditempatkan di beberapa lokasi pada ruas Jalan Dr. Muwardi, Jalan Siliwangi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Prof Moch Yamin, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Raya Bandung, dan Jalan Abdullah Bin Nuh; (3) Rencana penyediaan Zona Selamat Sekolah (ZOSS) sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b ditempatkan pada ruas-ruas jalan yang terdapat fasilitas pendidikan, yaitu di Jalan Siliwangi, Jalan Dr. Muwardi, Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Prof Moch Yamin, Jalan Arif Rahman Hakim, dan Jalan HOS Cokroaminoto; (4) Rencana penyediaan rambu lalu lintas sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c ditempatkan diseluruh jaringan jalan; 41
(5) Rencana penyediaan fasilitas Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf d ditempatkan pada titik-titik persimpangan jalan; (6) Rencana penyediaan fasilitas penerangan jalan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf e ditempatkan diseluruh jaringan jalan. Paragraf 5 Rencana Rute Angkutan Umum Pasal 56 (1) Rencana rute angkutan umum sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (2) huruf e, dilakukan melalui optimalisasi rute angkutan angkutan umum yang sudah ada dengan mempertimbangkan kapasitas jalan; (2) Penambahan dan perubahan rute angkutan umum ditetapkan kembali sesuai dengan perkembangan kawasan dan diatur lebih lanjut dalam rencana routing angkutan umum oleh instansi teknis; Paragraf 6 Rencana Pengembangan Angkutan Kereta Api Pasal 57 (1) Rencana pengembangan angkutan Kereta Api sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (2) huruf f, dilakukan melalui peningkatan operasional dan perbaikan sarana serta prasarana perkeretaapian; (2) Rencana pengembangan angkutan Kereta Api sebagaimana dimaksud ayat (1) dilakukan melalui : a. peningkatan operasional Kereta Api, yaitu pembukaan jalur Kereta Api Bandung – Sukabumi – Bogor untuk keperluan angkutan orang dan barang maupun angkutan keperluan wisata; b. perbaikan sarana dan prasarana Kereta Api, yaitu perbaikan Statsiun Kereta Api, perbaikan rel Kereta Api, dan pemanfaatan lahan disekitar stasiun Kereta Api untuk mendukung kelancaran dan kenyamanan pengguna Kereta Api; c. mempertahankan bangunan, sarana maupun prasarana perkeretaapian yang mempunyai nilai sejarah. (3) Rencana pengembangan angkutan Kereta Api diatur lebih lanjut dalam rencana operasional perkerataapian oleh PT. Kereta Api Indonesia. Paragraf 7 Rencana Jalur Pejalan Kaki Pasal 58 (1) Rencana jalur pejalan kaki sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (2) huruf g, berupa ruang pejalan kaki di sisi jalan, ruang pejalan kaki di bangunan, ruang pejalan kaki di RTH, ruang pejalan kaki di atas tanah (penyeberangan diatas); 42
(2) Rencana penyediaan ruang pejalan kaki di sisi jalan sebagimana di maksud ayat (1) diarahkan pada semua ruas jalan utama pembentuk struktur ruang pusat kegiatan/pelayanan yaitu Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Dr. Muwardi, Jalan Lingkar Timur, Jalan Lingkar Selatan, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Siti Jenab, dan Jalan Suroso; (3) Rencana penyediaan ruang jalur pedestriaan di sisi bangunan sebagaimana di maksud ayat (1) diarahkan pada pusat-pusat kegiatan strategis yaitu di kawasan komesil, pusat pemerintahan dan perkantoran, kawasan pendidikan, kesehatan, dan terminal; (4) Rencana penyediaan jalur pejalan kaki di tepi jalan utama diarahkan memiliki lebar 1,5 – 3 (satu koma lima sampai tiga) meter, berupa paving block dan jalur pejalan kaki di depan bangunan ruko dan pertokoan di arahkan memiliki lebar 1 - 2 (satu sampai dua) meter berupa paving block. Paragraf 8 Rencana Pengembangan Jalur Sepeda Pasal 59 (1) Rencana penyediaan jalur sepeda sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (2) huruf h, dipadukan dengan rencana pengembangan jalur pejalan kaki di kawasan pusat kota yaitu mulai dari Jalan Siliwangi – Jalan Siti Jenab – Jalan Oto Iskandar Dinata II - Jalan Ir. H. Juanda Jalan Dr. Muwardi – Jalan Prof Moch Yamin – Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Perintis Kemerdekaan, dan Jalan Abdullah Bin Nuh; (2) Rencana penyediaan jalur sepeda sebagaimana dimaksud ayat (1), tercantum dalam peta Lampiran XVII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Ketiga Rencana Sistem Jaringan Utilitas Paragraf 1 Rencana Sistem Jaringan Listrik/Energi Pasal 60 (1) Rencana sistem jaringan utilitas berupa rencana sistem jaringan listrik/energi sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (3) huruf a, yaitu : a. sistem jaringan listrik dikembangkan dengan memperhatikan aspek terpenuhinya kebutuhan dan terjaminnya ketersediaan energi listrik;
43
b. pengembangan
jaringan listrik diarahkan pada lokasi-lokasi pengembangan kegiatan/zona peruntukan baru yaitu di blok B.2 dan B.3 Desa Sukataris dan Desa Bojong, blok B.3 dan B.4 Desa Sabandar dan Desa Sukamanah, blok C.1 Desa Sukamaju, blok D.3 Desa Mekarsari dan Desa Limbangansari, blok E.1 Desa Nagrak dan Desa Rancagoong serta blok E.2 Desa Sirnagalih melalui penyambungan jaringan yang ada dengan mengikuti jaringan listrik yang sudah ada; c. membangun jaringan pemancang listrik dengan mengikuti koridor sistem jaringan jalan yang terhierarki sesuai dengan klasifikasi jalan serta mengarahkan pengembangan infrastruktur kelistrikan sesuai dengan pola pengembangan ruang aktifitas perkotaan; d. pola jaringan kabel listrik tegangan tinggi (SUTT) dan kabel listrik tegangan ekstra tinggi (SUTET) dapat melintasi daerah tertentu dan diatur pengamanannya terhadap lingkungan yaitu 25 (dua puluh lima) meter ke samping dan di sisi jaringan tersebut harus bebas bangunan untuk dijadikan jalur hijau tanpa bangunan; e. pola jaringan kabel listrik
tegangan menengah dan rendah direncanakan disisi kiri jalan satu jalur dengan pipa air minum di bawah tanah;
f. mengembangkan sistem listrik pra bayar.
(2) Rencana sarana Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di jalan Raya Bandung blok B.2 Desa Bojong, di Jalan Perintis Kemerdekaan blok C.1 Kelurahan Sayang dan di blok C.2 Desa Sirnagalih, di Jalan Abdullah Bin Nuh blok E.1 Kelurahan Sawahgede, di Jalan Ir. H. Juanda blok D.1 Desa Mekarsari, dan di Jalan Halte - Maleber blok B.3 Desa Sabandar; (3) Rencana Sarana Pengisian dan Pengiriman Bulk Elpiji (SPPBE) di Jalan Pramuka blok B.2 Desa Bojong dan di Jalan Abdullah Bin Nuh blok E.1 Kelurahan Sawahgede; (4) Merelokasi SPBU Joglo yang berada di persimpangan Jalan Siliwangi – Jalan Pangeran Hidayatulloh ke Jalan Halte - Maleber blok B.3 Desa Sabandar; (5) Rencana pengembangan jaringan energi listrik sebagaimana dimaksud ayat (1), tercantum dalam Lampiran XVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 2 Rencana Sistem Jaringan Telekomunikasi Pasal 61 (1) Rencana sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud Pasal 46 ayat (3) huruf b dilakukan melalui pemenuhan terhadap jaringan telepon menara telekomunikasi, dan internet atau jaringan nirkabel; 44
(2) Rencana pengembangan jaringan telepon meliputi : a. pengembangan Sentral Telepon Otomat (STO); b. pembangunan jaringan telekomunikasi mengikuti jaringan jalan utama dan berhierarki sesuai dengan klasifikasi jalan dengan cakupan pelayanan ke seluruh pusat pelayanan dan wilayah pengembangan; c. pengembangan jaringan instalasi telekomunikasi dilakukan di bawah tanah dengan mengikuti pola jaringan jalan sisi jalan dan tidak satu lajur dengan jaringan pipa air minum atau dengan jaringan kabel listrik; d. kabel primer ataupun kabel sekunder bawah tanah diwajibkan ditempatkan dalam satu box utilitas telepon khusus. (3) Rencana pengaturan menara telekomunikasi meliputi : a. pelarangan terhadap pembangunan menara tower seluler baru terutama di kawasan perumahan padat, kawasan perdagangan, kawasan pendidikan dan fasilitas umum serta fasilitas sosial, kecuali menara penyiaran (broadcasting) dan bangunan menara telekomunikasi khusus; b. menara tower seluler yang telah berdiri di kawasan permukiman padat, kawasan perdagangan, kawasan pendidikan dan fasilitas umum serta fasilitas sosial apabila masa sewa tanah dengan pemilik tanahnya telah habis, tidak diperkenankan untuk diperpanjang pemakaiannya, serta apabila secara teknis memungkinkan dapat dikembangkan pemanfaatan menara tower seluler secara bersama; (4) Rencana penggunaan menara telekomunikasi sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur lebih lanjut dalam Rencana Induk Menara Telekomunikasi oleh instansi teknis; (5) Peningkatan prasarana internet dilakukan melalui pemanfaatan titiktitik akses internet di pusat-pusat kegiatan seperti perkantoran, pendidikan, perdagangan, dan fasilitas umum serta fasilitas sosial; (6) Rencana jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran XIX yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 3 Rencana Sistem Jaringan Air Minum Pasal 62 (1) Rencana penyediaan air minum sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (3) huruf c meliputi : a. rencana penyediaan air minum sistem perpipaan; b. rencana penyediaan air minum sistem non perpipaan; dan c. rencana penambahan kapasitas air baku.
45
(2) Rencana
penyediaan air minum sistim perpipaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, meliputi : a. sesuai dengan target pelayanan air bersih di daerah perkotaan sebesar 80 % (delapan puluh persen) maka perlu adanya penambahan kapasitas sumber air baku Mata Air Cirumput, Mata Air Cilembang, Mata Air Selakawung, Sumur Bor Gombong, Sumur Bor Munjul, dan Sumur Bor Pesona Indah ; b. membangun jaringan transmisi dan jaringan pipa distribusi melalui jaringan pipa primer dan jaringan pipa sekunder dan jaringan pipa tersier yang merupakan jaringan perpipaan/saluran yang langsung ke konsumen atau ke rumah; c. pola pengembangan jaringan distribusi air bersih diarahkan sesuai dengan pola kemiringan lahan, sehingga untuk memperkuat aliran air bersih diperlukan instalasi penguat aliran air bersih transmisi dan distribusi masing-masing di D.1 Panembong, blok A. Limbangansari, dan direncanakan di blok B. 3 Sabandar, blok C.1 Sukamaju; d. pengembangan jaringan distribusi air bersih diprioritaskan pada penyediaan jaringan distribusi air bersih bagi kawasan komersil, fasilitas umum dan daerah pengembangan yang belum terlayani serta pada zona kegiatan baru yang akan dikembangkan di seluruh kawasan perkotaan yaitu blok B.2 dan B.3 Desa Sukataris dan Desa Bojong, blok B.3 dan B.4 Desa Sabandar dan Desa Sukamanah, blok C.1 Desa Sukamaju, blok D.3 Desa Mekarsari dan Desa Limbangansari, blok E.1 Desa Nagrak dan Desa Rancagoong, dan blok E.2 Desa Sirnagalih; e. membangun dan mengembangkan jaringan distribusi air bersih dengan mengikuti koridor, sistim jaringan jalan yang berheirarki sesuai dengan klasifikasi jalan dan mengarahkan pengembangan jaringan distribusi pipa air bersih di sisi kiri jalan serta diarahkan di bawah tanah dalam box utilitas; f. pembangunan Hidran Umum (HU) direncanakan pada daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup tinggi yaitu di blok A.1 Kelurahan Muka, blok A.2 Kelurahan Bojongherang, blok A.3 Kelurahan Pamoyanan dan Solokpandan, blok A.4 Kelurahan Sayang dan blok A.5 Kelurahan Sawahgede serta diarahkan pada kawasan pengembangan zona perumahan di seluruh perkotaan; (3) Rencana penyediaan air bersih sistem non perpipaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, meliputi : a. penyediaan air bersih secara komunal melalui pembangunan Instalasi Pengolahan Air Sederhana (IPAS) dengan sumber air baku berasal dari air permukaan dan air tanah di blok D.1 Kelurahan Bojongherang dan Desa Babakankaret, blok B.4 Desa Sukamanah, dan blok C.2 Desa Sirnagalih; 46
b. penyediaan air bersih secara individual melalui pembangunan
sumur-sumur dangkal yang memenuhi persyaratan teknis maupun hygienis. (4) Rencana penambahan kapasitas air baku sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c adalah peningkatan debit sumber air baku dari 400 liter/detik menjadi 700 liter/detik sampai akhir tahun perencanaan; (5) Penyuluhan kepada masyarakat pemakai tentang penggunaan air tanah yang baik serta usaha melestarikan sumber air permukaan dan air tanah dengan peningkatan fungsi lindung terhadap tanah dan pembuatan sumur-sumur resapan serta pembatasan pembuatan sumur dalam diseluruh kawasan perkotaan; (6) Rencana penyediaan air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam peta Lampiran XX yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 4 Rencana Sistem Pengelolaan Air Limbah Pasal 63 (1) Rencana penanganan dan pengelolaan air limbah sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (3) huruf d, meliputi: a. rencana penangan dan pengolahan limbah domestik; b. rencana penangan dan pengolahan limbah non domestik. (2) Rencana penanganan dan pengelolaan air limbah domestik sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi: a. rencana penanganan limbah domestik melalui penggunaan tangki septik konvensional secara individual; b. rencana penanganan limbah domestik melalui penggunaan tangki septik konvensional secara komunal. (3) Rencana penanganan dan pengelolaan limbah domestik melalui
penggunaan tangki septik konvensional secara individual sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a diarahkan di blok A.5 Kelurahan Sawahgede, B.2 Desa Bojong, blok C.1 Desa Sukamaju, blok D.1 Kelurahan Bojongherang, dan blok E.2 Desa Sirnagalih; (4) Rencana penanganan dan pengelolaan limbah domestik melalui penggunaan tangki septik konvensional secara komunal sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b diarahkan di blok A.4 Kelurahan Sayang, blok E.1 Desa Nagrak, dan blok B.3 Desa Sabandar; (5) Rencana penanganan dan pengelolaan air limbah non domestik sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b yaitu pengolahan limbah untuk kegiatan rumah sakit, sarana umum, komersial, dan pemerintahan yang di arahkan untuk memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) tersendiri sesuai dengan jenis dan karakteristik limbah yang dihasilkan; 47
(6) Rencana pengolahan air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
tercantum dalam peta Lampiran XXI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(1)
(2) (3) (4)
(5)
(6)
(7)
(8) (9)
Paragraf 5 Rencana Sistem Pengelolaan Persampahan Pasal 64 Rencana sistem pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (3) huruf e, dilakukan terhadap sampah organik maupun sampah anorganik secara off – site, yaitu pewadahan sampah, pengumpulan sampah, pemindahan sampah dan pengangkutan sampah untuk kemudian dibuang di Tempat TPA Sampah; Pengembangan pengelolaan persampahan dengan menggunakan sistem 3 R (Reduce, Reuse, Recycle); Sampah yang berasal dari Rumah Sakit harus diolah terlebih dahulu dengan incinerator sebelum dibuang ke TPA Sampah; Optimalisasi pemanfaatan TPA Sampah Pasirsembung dilakukan sebelum TPA Sampah di Desa Mekarsari Kecamatan Cikalongkulon layak operasi; Meningkatkan jangkauan pelayanan persampahan ke seluruh kawasan perkotaan melalui penambahan armada pengangkutan sampah serta penambahan sarana dan prasarana persampahan di setiap desa/kelurahan; Rencana penempatan TPS Sampah melalui container natau transfer dipo diarahkan di blok A.1 Kelurahan Bojongherang, blok A.2 Kelurahan Pamoyanan, blok A,3 Kelurahan Sayang, dan blok A.5 Kelurahan Sawahgede; Rencana TPSS permanen diarahkan di blok B.3 Desa Bojong, blok D.1 Kelurahan Bojongherang, blok D.3 Desa Mekarsari, blok C.1 Desa Sukamaju, dan blok E.1 Desa Rancagoong; Melakukan kerjasama pengelolaan sampah dengan pihak ketiga dengan prinsip saling menguntungkan; Rencana pengelolaan persampahan sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran XXII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 6
Rencana Sistem Drainase Pasal 65 (1) Rencana sistem drainase sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (3) huruf f, dilakukan melalui : 48
a. pemeliharaan saluran-saluran yang mengalami penyumbatan baik oleh sampah maupun endapan sedimentasi dan sering terjadi banjir di musim penghujan, seperti di persimpangan Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Oto Iskandar Dinata II (Selakopi), Jalan Oto Iskandar Dinata I, Perempatan Harimat, Jalan Rumah Sakit, Jalan Aria Wiratanudatar (Muka), dan semua saluran tersier yang berada di kawasan permukiman; b. rehabilitasi saluran dilakukan dengan melakukan pelebaran saluran seperti di Jalan Siti Bodedar, Jalan Rumah Sakit, Jalan Abdullah Bin Nuh (depan BLK), dan pertigaan Jalan Barisan Banteng - Jalan Arif Rahman Hakim (Pasarsuuk); c. penambahan saluran baru terutama di sepanjang Jalan Pangeran Hidayatulloh, Jalan Siliwangi (mulai pertigaan Jalan Aria Cikondang sampai Cikaret), Jalan Perintis Kemerdekaan, dan di sepanjang rencana jalan di seluruh kawasan perkotaan; (2) Pembangunan saluran drainase dilakukan secara terpadu dengan pembangunan jalan dengan memperhatikan kondisi kemiringan lahan dan daerah tangkapan air (catchment area); (3) Rencana sistem drainase sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran XXIII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 7 Rencana Jalur Evakuasi Bencana Pasal 66 (1) Rencana pengembangan jalur evakuasi bencana dimaksud Pasal 45 ayat (3) huruf g, meliputi: a. rencana pengembangan jalur evakuasi; b. rencana melting point (titik pertemuan).
sebagaimana
(2) Jalur evakuasi bencana harus dapat di akses dengan mudah sehingga jalur evakuasi akan di arahkan pada jalan-jalan utama pembentuk struktur ruang kawasan perkotaan yang meliputi Jalan Ir. H. Juanda, Jalan Dr. Muwardi, Jalan Lingkar Timur, Jalan Lingkar Selatan, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin Nuh, Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Siti Jenab, dan Jalan Suroso; (3) Rencana melting point (titik pertemuan) untuk evakuasi bencana akan di arahkan pada zona sarana umum seperti bangunan sekolah, bangunan pemerintahan, bangunan serbaguna, lapangan olah raga, gedung olahraga dan ruang terbuka hijau; (4) Arahan melting point (titik pertemuan) harus dapat diakses dengan mudah oleh seluruh kawasan atau blok; 49
(5) Rencana jalur evakuasi bencana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam peta Lampiran XXIV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Paragraf 8 Rencana Sistem Penanggulangan Kebakaran Pasal 67 (1) Rencana sistem pemadam kebakaran sebagaimana dimaksud Pasal 45 ayat (3) huruf h, meliputi: a. pengembangan pos pemadam kebakaran di arahkan di sub pusat pelayanan kawasan yaitu di Desa Sirnagalih blok C.2; b. rencana penempatan hidran kebakaran di arahkan pada kawasankawasan yang memiliki fungsi strategis dengan intensitas tinggi seperti pusat pemerintahan, pusat perdagangan dan jasa, pusat pelayanan umum dan perumahan; c. penyadaran kepada masyarakat dalam menjaga bahaya kebakaran serta upaya-upaya penanggulangan bahaya kebakaran. (2) Setiap bangunan gedung dan lingkungan yang berpotensi menimbulkan bahaya kebakaran wajib menyediakan sistem proteksi bahaya kebakaran; (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem proteksi bahaya kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (2) diatur dalam Peraturan Daerah tersendiri; (4) Rencana pembangunan sistem penanggulangan kebakaran sebagaimana dimaksud ayat (1) dapat dilihat dalam peta Lampiran XXV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. BAB V BAGIAN WILAYAH PERENCANAAN YANG DIPRIORITASKAN PENANGANANNYA Bagian Kesatu Umum Pasal 68 (1) Bagian wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya merupakan upaya perwujudan rencana tata ruang yang dijabarkan ke dalam rencana penanganan bagian dari wilayah perencanaan yang menjadi prioritas untuk ditangani; (2) Bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya berfungsi :
50
a. mengembangkan, melestarikan, melindungi, memperbaiki, mengkoordinasikan keterpaduan pembangunan, dan/atau melaksanakan revitalisasi di kawasan yang bersangkutan, yang dianggap memiliki prioritas tinggi dibandingkan bagian dari wilayah perencanaan lainnya; b. sebagai dasar penyusunan rencana yang lebih teknis, seperti RTBL dan rencana teknis pembangunan yang lebih rinci lainnya; dan c. sebagai pertimbangan dalam penyusunan indikasi program utama RDTR. (3) Bagian dari wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya ditetapkan berdasarkan: a. tujuan penataan ruang wilayah perencanaan; b. nilai penting di bagian dari wilayah perencanaan yang akan ditetapkan; c. kondisi ekonomi, sosial-budaya dan lingkungan di bagian dari wilayah perencanaan yang akan ditetapkan; d. usulan dari sektor; e. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah perencanaan; dan f. ketentuan peraturan perundang-undangan terkait. Bagian Kedua Bagian Wilayah Perencanaan Prioritas Pasal 69 (1) Bagian wilayah perencanaan yang diprioritaskan penanganannya adalah sub BWP A yang merupakan pusat utama Kawasan Perkotaan Cianjur yang perlu penanganan khusus sehubungan dengan nilai penting dari sudut kepentingan ekonomi, sosial budaya, dan daya dukung lingkungan hidup; (2) Sub BWP A sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi Kelurahan Pamoyanan, sebagian Kelurahan Muka, sebagian Kelurahan Bojongherang, sebagian Kelurahan Solokpandan, sebagian Kelurahan Sawahgede, sebagian Kelurahan Sayang, dan sebagian Kelurahan Nagrak, dengan batas-batasnya meliputi : a. sebelah utara dibatasi oleh Jalan Dr. Muwardi; b. sebelah barat dibatasi oleh Jalan Abdullah Bin Nuh; c. sebalah selatan dibatasi oleh Jalan Gatot Mangkupraja/Jalan Cageunang – Gang Al Mubarokah; d. sebelah timur dibatasi oleh Jalan Perintis Kemerdekaan dan Jalan Prof. Moch Yamin. (3) Tema penanganan sub BWP A sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. penataan/perbaikan/revitalasi lingkungan padat melalui Program Penataan Lingkungan Berbasis Kawasan (P2LBK); 51
b. relokasi Pasar Induk Cianjur dan PKL sepanjang Jalan Mangunsarkoro, Jalan HOS Cokroaminoto, Jalan Suroso, Jalan Moch Ali dan Pasar Bojongmeron ke Pasar Pasirhayam; c. penataan lingkungan pusat pemerintahan (pendopo); d. penataan/pembangunan lahan eks Pasar Induk Cianjur sebagai Plasa kota; e. penataan lapangan Prawatasari. (4) Sub BWP yang diprioritaskan penanganannya sebagaiman dimaksud ayat (1) tercantum dalam peta Lampiran XXVI yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. BAB VI KETENTUAN PEMANFAATAN RUANG Bagian Kesatu Umum (1)
(2)
(3)
(4)
(5)
Pasal 70 Dalam rangka mewujudkan RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur disusun rencana indikasi program yang merupakan acuan semua pihak baik pemerintah, masyarakat maupun swasta dalam pemrograman investasi yang meliputi : a. indikasi program utama; b. indikasi sumber pendanaan; c. indikasi pelaksana kegiatan; d. waktu pelaksanaan. Indikasi program utama sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi : a. indikasi program perwujudan struktur tata ruang kawasan; b. indikasi program perwujudan pola ruang kawasan; c. indikasi program pengembangan sub BWP yang diprioritaskan pengembangannya; d. indikasi program pengendalian. Indikasi sumber pendanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas dana pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat; Indikasi pelaksana kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas pemerintah, pemerintah provinsi, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat; Waktu pelaksanaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d ditetapkan dalam jangka 20 (dua puluh) tahun yang terbagi atas 4 (empat) tahapan meliputi : a. tahap pertama, pada periode tahun 2013 - 2017, diprioritaskan pada peningkatan fungsi dan pengembangan; 52
b. tahap kedua, pada periode tahun 2018 - 2022, diprioritaskan pada peningkatan fungsi dan pengembangan; c. tahap ketiga, pada periode tahun 2023 - 2027, diprioritaskan pada pengembangan dan pemantapan; d. tahap keempat, pada periode tahun 2028 - 2033, diprioritaskan pada pemantapan. (6) Rencana indikasi program sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam tabel Lampiran XXVII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Kedua Indikasi Program Utama Perwujudan Struktur Tata Ruang Kawasan Pasal 71 (1) Indikasi program perwujudan struktur ruang kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. tahap perencanaan; b. tahap pembangunan. (2) Program perwujudan struktur ruang kawasan tahap perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a, meliputi : a. penyusunan RTBL sub BWP; b. penyusunan rencana revitalisasi kawasan pusat kota; c. penyusunan DED rencana jalan; d. penyusunan DED sport center; e. penyusunan DED zona industri. (3) Program perwujudan struktur ruang kawasan tahap pembangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi : a. pembangunan prasarana dasar; b. pembangunan dan peningkatan sarana sosial ekonomi; (4) Pembangunan prasarana dasar sebagaimana dimaksud ayat (3) huruf a terdiri atas : a. pembangunan prasarana jalan : 1) pembangunan dan peningkatan fungsi jalan kolektor primer; 2) pembangunan dan peningkatan fungsi jalan lokal primer; 3) pembangunan dan peningkatan fungsi jalan lingkungan; b. pembangunan prasarana irigasi : 1) pemeliharaan jaringan irigasi; 2) pembangunan talud pengaman sungai; 3) pengerukan aliran sungai; c. pembangunan prasarana kelistrikan : 1) pembangunan gardu listrik; 2) pengembangan jaringan listrik ke kawasan pengembangan baru; 53
d. pembangunan prasarana telekomunikasi : 1) pembangunan menara BTS bersama; 2) meningkatkan jangkauan jaringan telekomunikasi; e. pembangunan pusat-pusat pelayanan : 1) pengembangan pusat-puast perdagangan dan jasa di pusatpusat pengembangan; 2) peningkatan pusat perdagangan dan jasa di pusat-pusat pengembangan; 3) pengembangan sarana pendukung pertanian. f.
pembangunan dan peningkatan sarana sosial ekonomi : 1) sarana pendidikan : a) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan pra sekolah di pusat-pusat permukiman; b) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan dasar di pusat-pusat permukiman; c) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan menengah pertama; d) pembangunan dan pengembangan sarana pendidikan menengah atas; e) pengembangan sarana pendidikan tinggi. 2) sarana kesehatan : a) peningkatan sarana RSUD; b) peningkatan pelayanan Puskesmas; c) pembangunan sarana kesehatan skala lokal berupa balai pengobatan, apotik, praktek bidan dan praktek dokter. 3) fasilitas perekonomian : a) peningkatan fasilitas perekonomian di pusat pengembangan; b) pembangunan fasilitas perekonomian perbankan dan lembaga keuangan lainnya. g. pembangunan utilitas : 1) pembangunan instalasi jaringan air minum yang meliputi jaringan induk, jaringan sekunder, jaringan tersier dan fasilitas Water Treatment Plan (WTP); 2) pembangunan pengolahan air kotor berupa instalasi air kotor domestic komunal; 3) penyediaan sarana TPS Sampah; 4) pembangunan gardu induk listrik pembagi tegangan; 5) pembangunan jaringan kabel listrik sekunder dan tersier.
54
Bagian Ketiga Indikasi Program Utama Perwujudan Pola Ruang Kawasan Pasal 72 (1) Indikasi program perwujudan pola ruang kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 ayat (2) huruf b terdiri atas : a. tahap perencanaan; b. tahap pembangunan. (2) Program perwujudan pola ruang kawasan tahap perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi : a. perencanaan RTBL kawasan pengembangan baru; b. penyusunan AMDAL dan/atau UKL/UPL kawasan pengembangan baru. (3) Program perwujudan pola ruang kawasan tahap pembangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi : a. pengembangan zona resapan air; b. penataan zona sempadan sungai dan sempadan irigasi; c. pengembangan dan penataan hutan kota, taman kota, taman kecamatan, taman desa, dan taman lingkungan serta taman perumahan; d. pengembangan RTH jalur hijau; e. penataan pemakaman sebagai RTH; f. penataan dan pengembangan lapangan olah raga sebagai RTH; g. pembenahan bangunan-bangunan di area yang ditetapkan sebagai RTH; h. pengembangan kawasan perumahan; i. pembangunan utilitas, prasarana, dan sarana kawasan perumahan; j. pengembangan dan penataan pasar tradisional; k. pengembangan dan pembangunan pusat perbelanjaan; l. pembangunan pergudangan; m. pembangunan tempat relokasi PKL; n. revitalisasi eks tambang. Bagian Keempat Indikasi Program Pengembangan Sub BWP Yang Diprioritaskan Pengembangannya Pasal 73 (1) Indikasi program pengembangan sub BWP yang diprioritaskan pengembangannya sebagaimana dimaksud Pasal 70 ayat (2) huruf c meliputi : a. tahap perencanaan; b. tahap pembangunan. 55
(2) Program pengembangan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya tahap perencanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a meliputi : a. penyusunan RTBL sub BWP prioritas; b. penyusunan DED, yang mencakup : 1) penataan lingkungan kumuh; 2) penataan pusat pemerintahan; 3) penataan eks Pasar Induk; 4) penataan Lapangan Prawatasari. (3) Program pengembangan sub BWP yang diprioritaskan penanganannya tahap pembangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b meliputi : a. penataan kawasan kumuh; b. relokasi Pasar Induk Cianjur; c. penataan lingkungan Pendopo; d. penataan Lapangan Prawatasari; Bagian Kelima Indikasi Program Pengendalian Pasal 74 Indikasi program pengendalian sebagaimana dimaksud Pasal 69 ayat (2) huruf d meliputi : a. penyusunan mekanisme insentif dan disinsentif pemanfaatan ruang; b. penyusunan mekanisme perizinan; c. penyusunan mekanisme pelaporan. d. pengaturan manajemen transportasi, yang meliputi : 1) penyediaan rambu-rambu pelengkap jalan; 2) pengaturan arus lalu lintas; 3) pengaturan perparkiran; 4) penyediaan dan pengaturan rute, jenis moda dan jumlah armada angkutan umum; 5) penetapan lokasi pangkalan dan shelter pemberhentian angkutan umum. e. Pengaturan manajemen utilitas kota, yang meliputi : 1) pengaturan pengelolaan air minum : a) pengontrolan pemakaian air minum dan kebocoran pipa melalui sistem komputerisasi pemantauan geografis (Geographical Monitoring System); b) pembentukan organisasi pengelolaan air minum kawasan berbasis masyarakat. 56
2) pengaturan pengelolaan air kotor : a) optimalisasi IPLT Babakankaret; b) pembentukan organisasi pengelolaan air kotor berbasis masyarakat; 3) pengaturan pengelolaan persampahan : a) penetapan sistem pengoperasian pengambilan sampah; b) pembentukan organisasi pengelolaan persampahan tingkat komunitas. 4) optimalisasi armada pemadam kebakaran : a) penyediaan sarana dan prasarana pemadam kebakaran; b) peningkatan sumber daya manusia pemadam kebakaran. BAB VII PERATURAN ZONASI Bagian Kesatu Umum Pasal 75 (1) Zona pemanfaatan ruang merupakan karakteristik pemanfaatan ruang yang terbagi ke dalam klasifikasi zona yang diperinci ke dalam zona utama dan sub zona untuk setiap jenis pemanfaatan ruang; (2) Peraturan zonasi sesuai rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. ketentuan peraturan zonasi untuk zona lindung; b. ketentuan peraturan zonasi untuk zona budidaya; c. ketentuan peraturan zonasi jaringan prasarana. (3) Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud ayat (2) memuat tentang : a. ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan; b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang; c. ketentuan tata bangunan; d. ketentuan sarana dan prasarana minimal; e. ketentuan pelaksanaan; f. ketentuan pengaturan zonasi. (4) Ketentuan peraturan zonasi sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam table Lampiran XXVIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
57
Bagian Kedua Daftar Kegiatan Pasal 76 (1) Daftar kegiatan adalah rincian kegiatan yang ada, mungkin ada, atau kegiatan yang mempunyai prospektif untuk dikembangkan dalam suatu zona yang ditetapkan dan direncanakan; (2) Daftar kegiatan sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam table Lampiran XXIX yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Ketiga Ketentuan Kegiatan dan Penggunaan Lahan Pasal 77 (1) Ketentuan kegiatan penggunaan lahan dimaksudkan untuk mengatur suatu kegiatan yang diizinkan atau I, diizinkan terbatas atau T, diizinkan bersyarat atau B, dan tidak diizinkan atau X; (2) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. zonal lindung; b. zona budidaya. (3) Ketentuan kegiatan dan penggunaan lahan sebagaimana dimaksud ayat (1) tercantum dalam tabel Lampiran XXX yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Keempat Ketentuan Intensitas Pemanfaatan Ruang Pasal 78 (1) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang merupakan ketentuan mengenai besaran pembangunan yang diperbolehkan dalam suatu zona berdasarkan : a. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) maksimum; b. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) maksimum; c. Ketinggian Bangunan maksimum; d. Koefisien Daerah Hijau (KDH) minimum; dan e. Koefisien Tapak Basement (KTB) maksimum. (2) Ketentuan intensitas pemanfaatan ruang sebagaimana ayat (1) mencakup : a. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang zona lindung; b. ketentuan intensitas pemanfaatan ruang zona budidaya. (3) Ketentuan intesitas pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud ayat (1) dan (2) tercantum dalam tabel Lampiran XXXI yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. 58
Bagian Kelima Ketentuan Tata Bangunan Pasal 79 (1) Ketentuan tata bangunan adalah pengaturan mengenai bentuk, besaran, peletakan, dan tampilan bangunan pada suatu persil/tapak yang dikuasai; (2) Bentuk, besaran dan peletakan bangunan sebagaimana dimaksud ayat (1) mencakup arahan : a. GSB) dan GSP; b. tinggi bangunan; dan c. jarak antar bangunan. (3) GSB) dan GSP sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf a meliputi : a. berdasarkan fungsi jalan maka GSB dan GSP diatur sebagai berikut : 1) garis sempadan muka bangunan dan sempadan samping bangunan yang menghadap jalan ditetapkan 1/2 + 1 (setengah ditambah satu) dari lebar ruang milik jalan (RUMIJA) atau 1/4 (satu per empat) dari daerah pengawasan jalan (RUWASJA); 2) garis sempadan samping bangunan berjarak minimal 1,5 (satu koma lima) meter dari dinding bangunan; 3) garis sempadan belakang rumah berjarak minimal 2 (dua) meter dari dinding. b. berdasarkan rencana peningkatan jaringan pergerakan maka penetapan GSB dan GSP meliputi : 1) jalan arteri primer, GSB : 25 (dua puluh lima) meter dan GSP : 15 (lima belas) meter yang meliputi ruas Jalan Raya Sukabumi, Jalan Lingkar Timur, rencana Jalan Lingkar Selatan, dan Jalan Raya Bandung; 2) jalan arteri sekunder, GSB : 15,5 (lima belas koma lima) meter dan GSP : 11,5 (sebelas koma lima) meter untuk ruas Jalan Dr. Muwardi, Jalan Arif Rahman Hakim, Jalan Prof. Moch. Yamin, Jalan Perintis Kemerdekaan, Jalan Didi Prawirakusumah, Jalan Abdullah Bin Nuh, dan rencana jalan tembus antara Jalan Lingkar Timur dan jalan tembus Lingkar Utara serta Lingkar Barat; 3) jalan kolektor primer, GSB : 12 (dua belas) meter dan GSP : 8 (delapan) meter yang meliputi ruas Jalan Aria Wiratanudatar, Jalan Mangunsarkoro, Jalan Aria Cikondang, Jalan Siliwangi, Jalan Siti Jenab, Jalan Suroso, dan Jalan Ir. H. Juanda; 4) jalan lokal, GSB : 10 (sepuluh) meter dan GSP : 4 (empat) meter yang meliputi seluruh ruas jalan yang tidak termasuk dalam katagori jalan arteri primer, jalan arteri sekunder, dan jalan kolektor primer; 59
5) jalan lingkungan, GSB : 4 (empat) meter dan GSP : 3 (tiga) meter yang meliputi seluruh jaringan jalan lingkungan; (4) Tinggi bangunan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf b yaitu ketinggian minimum 4 (empat) meter dan ketinggian maksimum 40 (empat puluh) meter; (5) Jarak antar bangunan sebagaimana dimaksud ayat (2) huruf c meliputi : a. bagian atau unsur bangunan yang terletak di depan GSB yang masih diperbolehkan adalah : 1) detail atau unsur bangunan akibat keragaman rancangan arsitektur dan tidak digunakan sebagai ruang kegiatan; 2) detail unsur bangunan akibat rencana perhitungan struktur dan atau instalasi bangunan; 3) unsur bangunan yang diperlukan sebagai sarana sirkulasi. b. ruang terbuka di antara daerah milik jalan (DMJ) dan GSB harus digunakan sebagai unsur penghijauan dan/atau daerah peresapan air hujan serta untuk kepentingan umum lainnya; c. bangunan dengan tipe bangunan renggang atau tidak padat, sisi bangunan yang didirikan harus mempunyai jarak bebas yang tidak dibangun pada kedua sisi samping kiri, kanan, atau bagian belakang yang berbatasan dengan pekarangan; d. jarak antara massa atau blok bangunan 1 (satu) lantai yang satu dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antar kapling minimum 3,5 (tiga koma lima) meter; e. jarak antara masa atau blok bangunan 2 (dua) lantai yang satu dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antar kapling minimum 4,5 (empat koma lima) meter; f. jarak antara masa atau blok bangunan 3 (tiga) lantai yang satu dengan yang lainnya dalam satu kapling atau antar kapling minimum 5 (lima) meter; g. setiap penambahan lantai bangunan ditambah 0,5 (nol koma lima) meter. Bagian Keenam Ketentuan Penyediaan Prasarana dan Sarana Dasar Minimum Pasal 80 (1) Ketentuan prasarana dan sarana minimum sebagai kelengkapan dasar fisik lingkungan dalam rangka menciptakan lingkungan yang nyaman dengan menyediakan prasarana dan sarana yang sesuai untuk mendukung berfungsinya zona secara optimal;
60
(2) Prasarana dasar minimum yang wajib (W) pada setiap zona peruntukan meliputi jaringan jalan, jaringan air bersih, jaringan persampahan, jaringan pengolahan limbah, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, jaringan persampahan, jaringan pemadam kebakaran, ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau serta sarana pelayanan umum seperti sarana peribadatan dan pos keamanan; (3) Ketentuan penyediaan prasarana dan sarana minimum untuk setiap zona peruntukan sebagaimana dimaksud pada Pasal (1) tercantum dalam tabel Lampiran XXXII yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. Bagian Ketujuh Ketentuan Variansi Pemanfaatan Ruang Pasal 81 (1) Jenis variansi pemanfaatan ruang yang diperkenankan mencakup : a. suatu kegiatan yang telah ada tidak bisa dimasukan dalam blok zoning tertentu karena keterbatasan luasan lahan atau persil; b. pemohon memiliki alasan khusus berkaitan dengan keadaan kegiatan yang sudah ada sebelum peraturan zoning ditetapkan; c. perubahan tersebut tidak merubah karakter lingkungan; d. perubahan tersebut tidak bertentangan dengan peraturan dan perundangan yang lebih tinggi. (2) Hal-hal yang diperkenankan dalam variansi pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : a. pembangunan perumahan swadaya di zona pertanian; b. pembangunan perumahan di zona perdagangan dan jasa; c. pembangunan kantor pemerintahan dan swasta di zona campuran; d. pembangunan kegiatan komersil di jalan utama. Bagian Kedelapan Ketentuan Insentif dan Disintensif Pasal 82 (1) Insentif diberikan kepada orang atau badan yang akan melakukan pemanfaatan ruang dengan kriteria : a. menyediakan lahan terbuka hijau yang melebihi dari batasan minimal yang dipersyaratkan; b. menyerahkan lahan dan atau bangunan untuk kepentingan umum di luar kewajiban yang telah ditentukan; c. menyediakan prasarana lingkungan untuk kepentingan umum di luar kewajiban yang telah ditentukan; d. kegiatan pembangunan yang dimohon mendorong percepatan perkembangan wilayah. 61
(2) Pemberian Insentif ditetapkan dengan Keputusan Bupati; (3) Bentuk insentif dapat berupa: a. keringanan retribusi; b. pemberian kompensasi besaran KDB dan KLB; c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur pendukung; d. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau e. pemberian penghargaan kepada masyarakat dan swasta. (4) Khusus pemberian insentif kompensasi besaran KDB dan KLB ditetapkan Bupati setelah melalui kajian teknis dari BKPRD. Pasal 83 (1) Disinsentif diberikan kepada orang atau badan yang akan melakukan pemanfaatan ruang dengan kriteria : a. membangun tidak sesuai dengan ketentuan rencana tata ruang; b. pembangunan yang dilakukan memberikan dampak negatif bagi perkembangan kawasan perkotaan. (2) Pemberian disinsentif ditetapkan dengan Keputusan Bupati; (3) Bentuk disinsentif dapat berupa : a. pembatasan penyediaan infrastruktur pendukung; b. pengenaan kompensasi berupa penyediaan pencadangan lahan (land banking system) dan/atau pembangunan prasarana kota; c. pengenaan sanksi atau denda. (4) Tata cara pemberian insentif dan disinsentif diatur lebih lanjut dalam Peraturan Bupati. Bagian Kesembilan Ketentuan Perubahan Peraturan Zonasi Pasal 84 (1) Syarat umum ketentuan perubahan peraturan zonasi meliputi : a. perubahan harus dilakukan untuk mengutamakan kepentingan umum yang lebih luas; b. perubahan harus dilakukan karena adanya perubahan peraturan perundangan yang lebih tinggi dalam hirarkinya; (2) Syarat khusus ketentuan perubahan peraturan zonasi, meliputi: a. perubahan harus mencerminkan pertumbuhan ekonomi dan merupakan antisipasi pertumbuhan kegiatan ekonomi yang cepat; b. perubahan tidak akan mengurangi kualitas lingkungan; c. perubahan tidak akan mengganggu ketertiban dan keamanan; d. perubahan tidak akan menimbulkan dampak yang mempengaruhi derajat kesehatan; 62
e. perubahan berazaskan keterbukaan, persamaan, keadilan, perlindungan hukum, mengutamakan kepentingan masyarakat golongan ekonomi lemah; f. hanya perubahan-perubahan yang tidak prinsipil saja yang dapat ditoleransi. g. perubahan peraturan zona hanya dilakukan untuk alasan : 1) terdapat kesalahan peta dan informasi; 2) peraturan yang ditetapkan berpotensi dapat menimbulkan kerugian skala besar; 3) peraturan zonasi yang ditetapkan dapat menyebabkan kerugian pada masyarakat; h. perubahan peraturan zonasi yang dilakukan dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat; (3) Obyek perubahan peraturan zonasi meliputi : a. bagian-bagian tertentu dari peta zonasi ; b. peta zonasi secara keseluruhan; c. bagian-bagian tertentu dari peraturan zonasi ; d. peraturan zonasi secara keseluruhan. (4) Prakarsa perubahan peraturan zonasi meliputi: a. masyarakat yang terdiri dari kelompok masyarakat termasuk perorangan maupun badan hukum; b. Pemerintah Daerah; c. DPRD. Bagian Kesepuluh Ketentuan Perubahan Pemanfaatan Ruang Pasal 85 (1) Prinsip umum dalam perubahan pemanfaatan ruang meliputi : a. perubahan penggunaan lahan di kawasan lindung harus memperhatikan kondisi fisik dan pemanfaatan ruang yang ada, dan diusahakan seminimal mungkin tidak mengganggu fungsi lindung; b. pada prinsipnya kawasan awal diupayakan tetap dipertahankan, dan hanya dapat diubah ke fungsi budidaya lainnya berdasarkan peraturan zonasi tiap zona yang bersangkutan. (2) Permohonan perubahan penggunaan lahan dapat diizinkan bila memenuhi dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi kemakmuran masyarakat; tidak merugikan masyarakat khususnya golongan ekonomi lemah; tidak membawa kerugian pada Pemerintah Daerah di masa kini dan masa mendatang; mendorong pertumbuhan kegiatan ekonomi perkotaan; memperhatikan kelestarian lingkungan; tetap sesuai dengan penggunaan lahan di blok peruntukan sekitarnya, dan tidak hanya menguntungkan satu pihak; 63
(3) Dasar pertimbangan perubahan penggunaan lahan, antara lain: a. ketidaksesuaian antara pertimbangan yang mendasari arahan rencana dengan pertimbangan pelaku pasar; b. berdasarkan pemikiran bahwa tidak semua perubahan pemanfaatan lahan akan berdampak negatif bagi masyarakat; c. kecenderungan menggampangkan persoalan dengan cara mengesahkan/melegalkan perubahan pemanfaatan lahan yang menyimpang dari rencana kota pada evaluasi rencana. (4) Jenis perubahan pemanfaatan ruang, meliputi : a. perubahan sementara; b. perubahan tetap; c. perubahan kecil; d. perubahan besar; (5) Prakarsa perubahan pemanfaatan ruang dapat dilakukan oleh : a. masyarakat yang terdiri dari kelompok masyarakat termasuk perorangan, badan hukum, maupun badan usaha; b. Pemerintah Daerah; c. DPRD. Bagian Kesebelas Penilaian dan Penetapan Dampak Pembangunan Pasal 86 (1) Jenis dampak meliputi : a. dampak lingkungan; b. dampak lalu lintas; c. dampak ekonomi; d. dampak sosial. (2) Prosedur penilaian, penanganan dan pengenaan biaya dampak: a. masyarakat memantau, melaporkan pada instansi yang berwenangan dalam penataan ruang atau pemerintah sendiri melakukan pemantauan kegiatan-kegiatan pemanfaatan ruang yang menimbulkan dampak; b. pemerintah daerah membentuk tim penilai untuk melakukan evaluasi dan penilaian dampak serta penetapan dampak yang terjadi oleh pemanfaatan ruang tertentu; c. tim penilai yang dibentuk menetapkan kategori dampak yang ditimbulkan yaitu dampak lingkungan, sosial, lalu lintas, dan ekonomi; d. tim penilai menetapkan besarnya biaya dampak dan subyek yang harus menanggung biaya dampak tersebut.
64
(3) Perhitungan biaya dampak a. didasarkan pada perhitungan biaya dan manfaat dari suatu pembangunan atau pemanfaatan ruang; b. dampak dan manfaat yang dihitung didasarkan pada kriteria dampak yang terkait dan yang telah ditetapkan. (4) Prosedur pelaksanaan pengenaan biaya dampak: a. penanganan dampak dilaksanakan/diterapkan pada saat permohonan ijin dilakukan, selama proses pembangunan/pemanfaatan ruang, dan selama berjalannya kegiatan pemanfaatan ruang; b. pengenaan biaya dampak dikenakan selama berjalannya kegiatan pemanfaan ruang. BAB VIII KETENTUAN PERIZINAN Bagian Kesatu Izin Pemanfaatan Ruang Pasal 87 (1) Perizinan
adalah merupakan salah satu alat pengendalian pemanfaatan ruang yang bertujuan agar pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang; (2) Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang; (3) Jenis perizinan pemanfaatan ruang, meliputi : a. Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang; b. Izin Peruntukan Penggunaan Tanah; c. Izin Lokasi; d. Izin Penetapan Lokasi; e. Izin Mendirikan Bangunan (IMB); dan f. Izin lain yang terkait dengan pemanfaatan ruang. (4) Penjabaran dari setiap butir sebagaimana dimaksud ayat (3) diatur lebih lanjut dalam peraturan tersendiri; (5) Pada daerah yang menjadi kewenangan provinsi maka perizinan harus mendapat rekomendasi dari Gubernur.
65
BAB IX SANKSI DAN KETENTUAN PIDANA Pasal 88 Sanksi diberikan kepada orang atau badan hukum yang melakukan pelanggaran berupa : a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan arahan RDTR; b. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi ; c. pemanfaatan ruang tanpa izin; d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RDTR; e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin yang diterbitkan berdasarkan RDTR; f. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar; g. pemanfaatan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum. Pasal 89 Mekanisme pemberian sanksi kepada pelanggar sebagaimana dimaksud Pasal 87, adalah : a. pelaksanaan sanksi diawali dengan peringatan/teguran bagi yang dalam pelaksanaan pembangunannya tidak sesuai dengan rencana tata ruang yang terdapat dalam Peraturan Daerah; b. pengenaan sanksi dilaksanakan setelah diberikan peringatan/teguran sebanyak-banyaknya tiga kali dalam kurun waktu tiga bulan sejak dikeluarkannya peringatan/teguran pertama. Pasal 90 Bentuk sanksi sebagaimana dimaksud pada Pasal 89, adalah : a. sanksi administratif, dapat berupa tindakan pembatalan izin dan pencabutan hak, yang dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat pada terhambatnya pelaksanaan program pemanfaatan ruang; b. sanksi perdata, dapat berupa tindakan pengenaan denda atau pengenaan ganti rugi, yang dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan seseorang, kelompok orang atau badan hukum; c. sanksi pidana, dapat berupa tindakan penahanan atau kurungan, yang dikenakan atas pelanggaran penataan ruang yang berakibat terganggunya kepentingan umum.
66
Pasal 91 (1) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada Pasal 90 huruf a dilakukan secara berjenjang dalam bentuk : a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan izin; f. pembatalan izin; g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. denda administratif. (2) Sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada Pasal 89 huruf c, berupa kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah); (3) Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah pelanggaran; (4) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan penerimaan daerah dan disetorkan ke rekening Kas Daerah; (5) Ketentuan pengenaan sanksi administratif ini diatur lebih lanjut oleh Bupati. BAB X KETENTUAN PENYIDIKAN Pasal 92 (1) PPNS tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang tata ruang. (2) Wewenang penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) adalah : a. menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang tata ruang; b. meneliti, mencari, dan mengumpulkan keterangan mengenai orang atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana di bidang tata ruang; c. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang tata ruang; d. memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang tata ruang; e. melakukan penggeledahan untuk mendapat bahan bukti pembukuan, pencatatan dokumen-dokumen, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut;
67
f. meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka melakukan tugas penyidikan tindak pidana di bidang tata ruang; g. menyuruh berhenti, melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan/atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e; h. memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang tata ruang; i. memanggil orang untuk didengar keterangannya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi; j. menghentikan penyidikan; k. melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang tata ruang menurut peraturan perundangan yang berlaku. (3) Penyidik sebagaimana dimaksud ayat (1) memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya kepada Penuntut Umum, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. BAB XI HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT Pasal 93 Dalam penataan ruang kawasan, setiap orang berhak untuk : a. mengetahui rencana tata ruang kawasan daerah; b. menikmati pertambahan nilai ruang sebagai akibat penataan ruang kawasan; c. memperoleh penggantian yang layak atas kerugian yang timbul akibat pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang kawasan; d. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kawasan; e. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kawasan kepada pejabat yang berwenang; dan f. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kawasan menimbulkan kerugian. Pasal 94 Dalam pemanfaatan ruang kawasan, setiap orang berkewajiban untuk : a. mentaati rencana tata ruang kawasan yang telah ditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang kawasan dari pejabat berwenang; 68
c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang kawasan; d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan e. berperan serta dalam pembangunan sistem informasi tata ruang. Pasal 95 Peranserta masyarakat dalam penataan ruang kawasan dapat dilakukan melalui : a. peranserta dalam penyusunan rencana tata ruang kawasan; b. peranserta dalam pemanfaatan ruang; dan/atau c. peranserta dalam pengendalian pemanfaatan ruang. Pasal 96 (1) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam penyusunan rencana tata ruang kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 95 huruf a dapat berbentuk : a. pemberian kejelasan hak atas ruang; b. pemberian informasi, saran, pertimbangan, dan pendapat dalam penyusunan rencana ruang kawasan; c. pemberian tanggapan terhadap rencana tata ruang kawasan; d. kerjasama dalam penelitian dan pengembangan tata ruang kawasan; e. bantuan tenaga ahli, dan/atau f. bantuan pembiayaan. (2) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam pemanfaatan ruang kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 95 huruf b dapat berbentuk : a. pemanfaatan ruang berdasarkan peraturan perundang-undangan, agama, adat istiadat yang berlaku; b. bantuan pemikiran dan pertimbangan berkenaan dengan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan; c. penyelenggaraan kegiatan pembangunan berdasarkan rencana tata ruang kawasan; d. konsolidasi pemanfaatan ruang untuk tercapainya pemanfaatan ruang kawasan yang berkualitas; e. perubahan/konversi pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang kawasan; f. pemberian usulan dalam penentuan lokasi dan bantuan teknis dalam pemanfaatan ruang kawasan, dan/atau g. kegiatan menjaga, memelihara, dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan kawasan.
69
(3) Pelaksanaan peranserta masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang kawasan sebagaimana dimaksud Pasal 95 huruf c dapat berbentuk : a. pengawasan terhadap pemanfaatan ruang kawasan; b. pemberian informasi/laporan pelaksanaan pemanfaatan ruang kawasan; c. bantuan pemikiran/pertimbangan dalam kegiatan pemanfaatan ruang kawasan; dan/atau d. peningkatan kualitas pemanfaatan ruang kawasan. (4) Peran masyarakat dalam penataan ruang kawasan dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis; (5) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud Pasal 95 disampaikan kepada Pemerintah Daerah. Pasal 97 (1) Dalam rangka meningkatkan peran masyarakat, Pemerintah Daerah dapat membangun sistem informasi dan komunikasi penyelenggaran penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan; (2) Pelaksanaan tata cara peran masyarakat dalam penataan ruang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. BAB X KETENTUAN PERALIHAN Pasal 98 (1) RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur memiliki jangka waktu 20 (dua puluh) tahun sejak ditetapkan dalam Peraturan Daerah dan dapat ditinjau 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun; (2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial wilayah yang ditetapkan dengan Undang-Undang, RDTR ini dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun; (3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi perubahan RTRW yang mempengaruhi wilayah perencanaan RDTR atau terjadi dinamika internal kabupaten/kota yang mempengaruhi pemanfaatan ruang secara mendasar antara lain berkaitan dengan bencana alam skala besar, perkembangan ekonomi yang signifikan, dan perubahan batas wilayah daerah.
70
BAB XI KETENTUAN PENUTUP Pasal 99 (1) Jangka waktu RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur adalah 20 (dua puluh) tahun berlaku semenjak tanggal diundangkannya Peraturan Daerah ini; (2) Pada saat rencana tata ruang ditetapkan, semua pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang harus disesuaikan dengan rencana tata ruang melalui kegiatan penyesuaian pemanfaatan ruang; (3) Pemanfaatan ruang yang sah menurut rencana tata ruang sebelumnya diberi masa transisi selama 3 (tiga) tahun untuk penyesuaian. Pasal 100 Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, maka Peraturan Bupati Cianjur Nomor 22 Tahun 2007 tentang Perubahan Pertama Atas Keputusan Bupati Cianjur Nomor 08 Tahun 2004 tentang RDTR Kota Cianjur 2003 – 2013 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku; Pasal 101 Peraturan Daerah ini berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten Cianjur. Ditetapkan di Pada Tanggal
: Cianjur :
BUPATI CIANJUR
H. TJETJEP MUCHTAR SOLEH
71
PENJELASAN ATAS RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIANJUR NOMOR :
TAHUN 2014
TENTANG RENCANA DETAIL TATA RUANG KAWASAN PERKOTAAN CIANJUR TAHUN 2013 - 2033
I.
Umum Di dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dijelaskan bahwa Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) kabupaten/kota merupakan penjabaran dari Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW) kabupaten/kota ke dalam rencana distribusi pemanfaatan ruang dan bangunan serta bukan bangunan pada kawasan perkotaan maupun kawasan fungsional kabupaten. Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) merupakan wadah spasial dari pembangunan di bidang ekonomi dan pembangunan bidang sosial budaya. Oleh karena itu, penataan ruang merupakan wadah dari keterpaduan pembangunan di bidang ekonomi dan sosial budaya tersebut, harus dilakukan secara serasi, selaras, dan seimbang serta berkelanjutan. Pemanfaatan ruang secara serasi, selaras, dan seimbang adalah kegiatan dalam penataan ruang yang harus dapat menjamin terwujudnya keserasian, keselarasan, dan keseimbangan dalam pola pemanfaatan ruang. Sedangkan pemanfaatan ruang yang berkelanjutan, adalah kegiatan dalam penataan ruang harus dapat menjamin kelestarian dan kemampuan daya dukung sumber daya alam yang dimiliki. Kawasan perkotaan Cianjur dalam rencana struktur ruang RTRW Kabupaten Cianjur 2011 – 2013 ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Lokal (PKL) dan Pusat Kegiatan Wilayah promosi (PKWp), yang berfungsi sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Cianjur, pusat kegiatan ekonomi dan sosial budaya, saat ini telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan yang terjadi akan berkonsekuensi terhadap aspek pemanfaatan ruang perkotaan yang semakin intensif, sehingga diperlukan perangkat pengendalian perkembangan perkotaan melalui penyusunan rencana rinci tata ruang yaitu RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur.
Dalam mengakomodir seluruh aktivitas masyarakat di Kawasan Perkotaan Cianjur tersebut, telah diwadahi melalui Peraturan Bupati Cianjur Nomor 22 Tahun 2007 tentang Perubahan Pertama Atas Keputusan Bupati Cianjur Nomor 08 Tahun 2008 tentang RDTR Kota Cianjur Tahun 2003 – 2013. Seiring dengan dinamika perkembangan yang terjadi, serta dikeluarkan Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007, dan diterbitkannya Peraturan Daerah Kabupaten Cianjur Nomor 17 Tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Cianjur 2011 – 2031, maka peraturan penataan ruang dan kebijakan penataan ruang di Kawasan Perkotaan Cianjur perlu dilakukan revisi dan evaluasi serta perlu ditetapkan dalam peraturan yang baru. Sesuai dengan Peraturan Menteri PU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Pedoman Rencana Detail Tata Ruang dan Peraturan Zonasi Kabupaten/Kota, maka dalam penyusunan Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan Cianjur substansinya dilengkapi dengan Peraturan Zonasi sebagai salah satu dasar dalam pengendalian pemanfaatan ruang, dan sekaligus menjadi dasar penyusunan rencana tata bangunan dan lingkungan bagi zona-zona yang diprioritaskan penanganannya. II. Pasal demi pasal Pasal 1 Istilah-istilah yang dirumuskan dalam pasal ini dimaksudkan untuk memberikan kesamaan pengertian. Pasal 2 Cukup jelas Pasal 3 Cukup jelas Pasal 4 Cukup jelas Pasal 5 Penentuan wilayah perencanaan RDTR Kawasan Perkotaan Cianjur di dasarkan kepada : a. Deliniasi Kawasan Perkotaan Cianjur lampiran peta Pola Rauang RTRW Kabupaten Cianjur Tahun 2011 – 2031; b. Perda Kabupaten Cianjur Nomor 13 Tahun 1999 tentang Penetapan Batas Wilayah Kota di Kabupaten Cianjur Daerah Tingkat II Cianjur; c. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2008 tentang Pedoman Perencanaan Kawasan Perkotaan.
Berdasarkan analisis terhadap factor-faktor fisik, sosial dan ekonomi; maka wilayah perencanaan Kawasan Perkotaan Cianjur meliputi administratif 3 (tiga) kecamatan, dan 21 (dua puluh satu) desa, yaitu di Kecamatan Cianjur sebanyak 11 (sebelas) desa, di Kecamatan Karangtengah 8 (delapan) desa, dan Kecamatan Cilaku 2 (dua) desa. Pasal 6 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Batas-batas Sub BWP ditentukan berdasarkan batasan fisik yang mudah dikenali, baik berupa jalan (baik jalan yang sudah ada maupun jalan yang direncanakan), sungai/saluran irigasi, ataupun batas administrasi desa/kelurahan yang sudah ada. Pasal 7 Ayat (1) Pembagian Sub BWP ke dalam blok didasarkan kepada pertimbangan kesamaan fungsi atau pemanfaatan yang specifik dari masing-masing blok juga didasarkan kepada batas-batas fisik yang mudah dikenali dilapangan. Ayat (2) Cukup jelas Pasal 8 Cukup jelas Pasal 9 Cukup jelas Pasal 10 Rencana pola ruang adalah arahan pemanfaatan ruang, baik untuk pemanfaatan yang berfungsi lindung maupun budidaya. Pola ruang kawasan perkotaan Cianjur dikembangkan dengan sepenuhnya memperhatikan pola ruang wilayah yang ditetapkan dalam RTRW Kabupaten Cianjur. Pasal 11 Rencana zona lindung ditujukan untuk menjaga keberlanjutan pembangunan wilayah dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, dengan berpegang pada kenyataan bahwa dalam pembangunan telah menimbulkan masalah lingkungan, seperti bencana dan berkurangnya ketersediaan air baku, serta tingginya alih fungsi lahan berfungsi lindung untuk kegiatan budidaya.
Pasal 12 Cukup jelas Pasal 13 Cukup jelas Pasal 14 Cukup jelas Pasal 15 Cukup jelas Pasal 16 Cukup jelas Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1) RTH akan terbagi menjadi RTH publik dan RTH privat. Yang dimaksud RTH publik adalah RTH yang dimiliki dan dikelola oleh Pemerintah Daerah yang digunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum seperti RTH hutan kota, RTH taman kota, RTH jalur hijau, dan RTH pemakaman. Yang dimaksud dengan RTH privat adalah RTH milik institusi tertentu atau orang perseorangan yang pemanfaatannya untuk kalangan terbatas antara lain berupa kebun atau halaman rumah/gedung milik masyarakat/swasta yang ditanami tumbuhan. RTH memiliki fungsi utama yaitu fungsi ekologis dan fungsi tambahan yaitu fungsi arsitektural, sosial dan ekonomi. Pasal 19 Cukup jelas Pasal 20 Zona rawan bencana adalah suatu zona/kawasan atau wilayah yang memiliki ancaman atau gangguan baik yang disebabkan oleh faktor alam, faktor non alam dan faktor sosial yang mana semua itu mengakibatkan korban jiwa,kerusakan lingkungan,kehilangan harta benda serta dampak psikologis. Dalam UU No 26 Tahun 2010 tentang Penataan Ruang, kawasan rawan bencana termasuk dalam kawasan lindung. Sesuai dengan definisinya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sum sumberdaya buatan. Sehingga pada kawasan rawan bencana dilakukan pembatasan kegiatan atau tidak boleh dilakukan kegiatan budidaya.
Dalam UU No.24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pengertian kawasan rawan bencana diambil dari definisi “rawan bencana” pada UU tersebut yakni wilayah yang untuk jangka waktu tertentu tidak mampu mengurangi dampak buruk dari suatu bahaya (geologis, hidrologis, biologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi). Definisi ini sangat luas sehingga dapat disimpulkan bahwa kawasan rawan bencana adalah wilayah yang rentan terhadap perubahan yang merusak Pasal 21 Cukup jelas Pasal 22 Cukup jelas Pasal 23 Cukup Jelas Pasal 24 Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, yang dimaksud dengan : a. Pusat perbelanjaan adalah suatu area tertentu yang terdiri dari satu atau beberapa bangunan yang didirikan secara vertical maupun horizontal, yang dijual atau disewakan kepada pelaku usaha atau dikelola sendiri untuk melakukan kegiatan perdagangan barang; b. Toko modern adalah toko dengan sistem pelayanan sendiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Departemen Store, Hypermart ataupun grosir yang berbentuk perkulakan; c. Pasar tradisional adalah pasar yang dibangun dan dikelola oleh Pemerintah, pemerintah Daerah, Swasta, Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah termasuk kerjasama dengan swasta dengan tempat usaha berupa toko, kios, los dan tenda yang dimiliki/dikelola oleh pedagang kecil, modal kecil, menengah, swadaya masyarakat atau koperasi dengan usaha skala kecil, modal kecil dan dengan proses jual beli barang dagangan melalui tawar menawar; d. Rumah toko (ruko) adalah sebutan bagi bangunan-bangunan di Indonesia yang umumnya bangunan bertingkat dua hingga lima lantai, dimana lantai bawahnya digunakan sebagai tempat berusaha ataupun semacam kantor, sementara lantai atas dimanfaatkan sebagai tempat tinggal. Ruko biasanta berpenampilan sederhana dan sering dibangun bersama ruko-ruko lainnya yang mempunyai desain yang sama atau mirip sebagai suatu kompleks.
Pasal 25 Cukup Jelas Pasal 26 Cukup Jelas Pasal 27 Pembangunan dan peningkatan kualitas sarana pendidikan adalah: a. Setiap 1 (satu) bangunan Sekolah Dasar (SD) sekurangkurangnya harus menyediakan prasarana yakni ruang kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, tempat beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang sirkulasi dan tempat bermain/berolahraga b. Setiap 1 (satu) bangunan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sekurang-kurangnya harus menyediakan prasarana yakni ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat peribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, Ruang sirkulasi, Tempat bermain /berolahraga c. Setiap 1 (satu) Bangunan Sekolah Menengah Atas (SMA) sekurang-kurangnya harus menyediakan prasarana yakni ruang kelas, ruang perpustakaan, ruang laboratorium IPA, laboratorium fisika, , laboratorium Kimia ruang pimpinan, ruang guru, ruang tata usaha, tempat peribadah, ruang konseling, ruang UKS, ruang organisasi kesiswaan, jamban, gudang, Ruang sirkulasi, Tempat bermain /berolahraga Pasal 28 Cukup jelas Pasal 29 Cukup jelas Pasal 30 Cukup jelas Pasal 31 Cukup jelas Pasal 32 Cukup jelas Pasal 33 Cukup jelas Pasal 34 Cukup jelas Pasal 35 Cukup jelas
Pasal 36 Cukup jelas Pasal 37 Cukup jelas Pasal 38 Cukup jelas Pasal 39 Cukup jelas Pasal 40 Cukup jelas Pasal 41 Cukup jelas Pasal 42 Cukup jelas Pasal 43 Cukup jelas Pasal 44 Cukup jelas Pasal 45 Cukup jelas Pasal 46 Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan, karakteristik masing-masing fungsi jalan adalah : a. Jalan kolektor primer : 1) jalan kolektor primer dalam kota merupakan terusan jalan kolektor primer luar kota; 2) jalan kolektor primer melalui atau menuju kawasan primer atau jalan arteri primer; 3) jalan kolektor primer dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 40 km/jam; 4) lebar jalan kolektor primer tidak kurang dari 7 meter; 5) jumlah jalan masuk ke jalan kolektor primer dibatasi, dan jarak antar jalan masuk/akses langsung tidak boleh lebih pendek dari 400 meter; 6) kendaraan angkutan barang berat dan bus dapat di izinkan melalui jalan ini; 7) persimpangan pada jalan kolektor primer diatur dengan pengaturan tertentu yang sesuai dengan volume lalu lintas;
8) jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang sama atau lebih besar dari volume lalu lintas rata-rata; 9) lokasi parkir pada jalan sangat dibatasi dan seharusnya tidak di izinkan pada jam sibuk; 10) harus mempunyai perlengkapan jalan yang cukup seperti rambu lalu lintas, marka jalan, lampu lalu lintad dan lampu penerangan jalan;; 11) besarnya lalu lintas harian rata-rata pada umumnya lebih rendah dari jalan arteri primer; 12) dianjurkan tersedianya jalur khusus yang dapat digunakan untuk sepeda dan kendaraan lambat lainnya. b. Jalan lokal : 1) jalan lokal adalah jalan melalui atau menuju kawasan primer atau jalan primer lainnya; 2) jalan lokal dirancang berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 20 km/jam; 3) Kendaraan angkutan barang dan bus dapat di izinkan melalui jalan ini; 4) Lebar badan jalan lokal tidak kurang dari 6 meter; c. Jalan lingkungan : 1) jalan lingkungan di desain berdasarkan kecepatan rata-rata paling rendah 10 km/jam; 2) kendaraan angkutan berat dan bus tidak di izinkan melalui jalan ini; 3) besarnya lalu lintas yang melewati jalan ini paling rendah dibandingkan dengan fungsi jalan lainnya. Pasal 47 Cukup jelas Pasal 48 Terminal adalah prasarana transportasi jalan untuk keperluan memuat dan menurunkan orang atau barang serta pengatur kedatangan dan pemberangkatan kendaraan umum yang merupakan satu wujud simpul jaringan transportasi. Terminal type C berfungsi melayani kendaraan umum untuk angkutan perdesaan. Pasal 49 Cukup jelas Pasal 50 Cukup jelas Pasal 51 Cukup jelas
Pasal 52 Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat No. 272/HK.105/DRJD/96 : a. Sistem parkir di luar badan jalan untuk umum adalah tempat yang berupa gedung parkir atau taman parkir untuk umum yang diusahakan sebagai kegiatan tersendiri, sedangkan fasilitas parkir off street sebagai fasilitas penunjang adalah tempat yang berupa gedung parkir atau taman parkir yang disediakan untuk menunjang kegiatan pada bangunan utama. b. Sistem parkir yang memanfaatkan jalan atau on street adalah parkir yang memanfaatkan badan jalan. Penentuan sudut parkir on street ditentukan oleh lebar jalan, volume lalu lintas pada jalan yang bersangkutan; karakteristik kecepatan; dimensi kendaraan; sifat peruntukan lahan disekitarnya dan peranan jalan yang bersangkutan. Pasal 53 Yang di maksud dengan : a. Zebra cross merupakan marka berupa 2 garis utuh melintang jalur lalu lintas dan/atau berupa rambu perintah yang menyatakan tempat penyeberangan pejalan kaki; b. Zona selamat sekolah (ZOSS) adalah tanda berupa warna tertentu dibadan jalan yang menyatakan dilokasi tersebut terdapat fasilitas pendidikan yang bertujuan untuk keselamatan anak sekolah; c. Rambu lalu lintas adalah bagian dari pelengkap jalan yang dapat berfungsi sebagai tanda untuk mengarahkan arus lalu lintas; d. Alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL) suatu tanda yang berada dipermukaan jalan atau diatas permukaan jalan yang meliputi peralatan atau tanda yang berbentuk garis membujur, garis melintang, garis serong serta lambang yang berfungsi untuk mengarahkan arus lalu lintas dan membatasi daerah kepentingan lalu lintas; e. Fasilitas penerangan jalan adalah bagian dari bangunan perlengkapan jalan yang dapat diletakan atau dipasang di kiri/kanan jalan dan/atau ditengah (dibagian median jalan) yang digunakan untuk menerangi jalan yang diperlukan termasuk persimpangan jalan, jalan layang, jembatan dan jalan dibawah tanah. Pasal 54 Cukup jelas Pasal 55 Cukup jelas
Pasal 56 Yang dimaksud dengan ruang pejalan kaki adalah jaringan jalan pejalan kaki yang dapat mengakomodir kepentingan semua pejalan kaki, termasuk pejalan kaki yang memiliki keterbatasan fisik (disable) dan orang dengan keterbatasan kemampuan difable (different ability) diantaranya para penyandang cacat, lanjut usia, ibu hamil, ataupun anak-anak. Pasal 57 Cukup jelas Pasal 58 Cukup jelas Pasal 59 Cukup jelas Pasal 60 Cukup jelas Pasal 61 Yang dimaksud : a. Limbah domestik adalah limbah yang berasal dari kegiatan perumahan, apartemen dan asrama; b. Limbah non domestik adalah limbah yang berasal dari sisa produksi industri, sisa medis rumah sakit, hotek, perkantoran, dan perniagaan. c. Septik tank biofil adalah septik tank yang dirancang khusus yang dirancang untuk dipergunakan bukan hanya sebagai penampung limbah saja namun diharapkan menjadi sistem pengolahan limbah domestik yang membantu mengurangi bahkan meniadakan pencemaran lingkungan terutama debit air dalam tanah. Pasal 62 Proses pemilahan sampah organik dan non organik harus dilakukan mulai dari tempat penghasil sampah seperti kawasan perumahan, perdagangan dan jasa, maupun fasilitas pelayanan umum sampai tempat pengolahan sampah mulai dari Depo – TPS – TPAS. Incinerator (Medical Waste Incinerator) adalah mesin yang digunakan untuk membakar sisa sampah dari limbah medis rumah sakit atau pelayanan kesehatan seperti Puskesmas. Mengingat didalam kawasan perumahan padat sangat sulit untuk mendapatkan tanah, maka untuk menampung sampah sementara dapat dipergunakan container atau transfer dipo sebelum dibuang ke Tempat Pembuagnan Akhir Sampah (TPAS).
Pasal 63 Cukup jelas Pasal 64 Untuk mengurangi dampak bencana alam yang ditimbulkan, diperlukan mitigasi bencana. Mitigasi bencana merupakan satu tahapan dalam menajemen kebencanaan. Dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, mitigasi bencana merupakan upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Evakuasi bencana merupakan kegiatan perpindahan secara langsung dan cepat dari penduduk yang menjauh dari ancaman atau kejadian yang sebenarnya dari bencana.menuju suatu tempat (titik) yang dianggap aman. Pasal 65 Cukup jelas Pasal 66 Cukup jelas Pasal 67 Cukup jelas Pasal 68 Cukup jelas Pasal 69 Cukup jelas Pasal 70 Cukup jelas Pasal 71 Cukup jelas Pasal 72 Cukup jelas Pasal 73 Cukup jelas Pasal 74 Cukup jelas Pasal 75 Cukup jelas Pasal 76 Cukup jelas
Pasal 77 Cukup jelas Pasal 78 Cukup jelas Pasal 79 Cukup jelas Pasal 80 Cukup jelas Pasal 81 Cukup jelas Pasal 82 Cukup jelas Pasal 83 Cukup jelas Pasal 84 Cukup Jjlas Pasal 85 Cukup jelas Pasal 86 Cukup jelas Pasal 87 Cukup jelas Pasal 88 Cukup jelas Pasal 89 Cukup jelas Pasal 90 Cukup jelas Pasal 91 Cukup jelas Pasal 92 Cukup jelas Pasal 93 Cukup jelas Pasal 94 Cukup jelas Pasal 95 Cukup jelas
Pasal 96 Cukup Pasal 97 Cukup Pasal 98 Cukup Pasal 99 Cukup Pasal 100 Cukup Pasal 101 Cukup
jelas jelas jelas jelas jelas jelas