I. Pendahuluan Remaja memiliki tugas-tugas perkembangan yang mengarah pada persiapan memenuhi tuntutan dan peran sebagai orang dewasa (Santrock, 2002). Hurlock (2004) menyatakan bahwa remaja memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis diantaranya adalah keinginan untuk menentukan dan membuat keputusan sendiri. Hal ini sesuai dengan yang dialami para remaja yang duduk di bangku Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang memikirkan jenjang kelanjutan studi serta mulai memikirkan masa depannya dengan lebih serius. Pemerintah mendorong pertumbuhan SMK dalam Rencana Strategis (Renstra) Depdiknas tahun 2005-2009, “Menuju Pembangunan Pendidikan Nasional Jangka Panjang 2025” disebutkan bahwa pada tahun 2009 target rasio jumlah SMA dan SMK sebesar 60:40, tahun 2015 sebesar 50:50, tahun 2020 sebesar 40:60, dan tahun 2025 sebesar 30:70 (Departemen Pendidikan
Nasional,
2005).
SMK
merupakan
jenjang pendidikan
menengah
yang
mengutamakan perkembangan kemampuan peserta didik untuk dapat bekerja dalam bidang tertentu (Departemen Pendidikan Nasional, 2000). Namun kesadaran siswa SMK untuk meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi terus meningkat seiring perkembangan zaman. Lulusan SMK mempunyai tiga pilihan yang dapat mereka pilih yaitu melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri (PTN) atau Perguruan Tinggi Swasta (PTS), bekerja, dan berwirausaha. Berdasarkan data Sakernas (Survei Angkatan Kerja Nasional) 2000-2010 lulusan SMK yang langsung bekerja pada tahun kelulusan dari 43,4% pada tahun 2000 meningkat jauh menjadi 61,3% pada tahun 2010 dan berdasarkan data pokok SMK tahun 2012 yang dikirim melalui sampel 1224 SMK dari 10.735 SMK seluruh Indonesia tercatat lulusan yang bekerja mencapai 69,59% dengan rincian bekerja di industri 53,99% dan wirausaha 15,6%, 28,3% melanjutkan ke perguruan tinggi serta 2,12 % menganggur (Republika, 2013). Selanjutnya, data
Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Istimewa Yogyakarta (Bappeda DIY) menunjukkan ada peningkatan lulusan SMK yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2012 sebanyak 2313 siswa, tahun 2013 sebanyak 3169 siswa, dan tahun 2014 sebanyak 3188 lulusan SMK yang melanjutkan ke jenjang perguruan tinggi negeri maupun perguruan tinggi swasta. Dari data Direktorat Pendidikan dan Pengajaran Universitas Gadjah Mada (UGM), diperoleh hasil bahwa pada tahun 2013, lulusan SMK yang diterima di UGM sebesar 4,8% dari 9361 mahasiswa, tahun 2014 yang diterima sebesar 6,1% dari 9133 mahasiswa, dan tahun 2015 yang diterima sebesar 4,1% dari 9536 mahasiswa. Selain itu, hasil penelitian Farnila, Timan, dan Nurabadi (2015) menunjukkan bahwa motivasi siswa SMK untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi di SMK Negeri se-Kota Malang sebagian besar tergolong tinggi dengan persentase sebesar 84,2% dari 376 responden. Penelitian Munajib (2012) pada kelas XII di jurusan Otomotif SMKN 2 Wonosari juga menunjukkan minat siswa melanjutkan ke Perguruan Tinggi cukup tinggi sebesar 73,6% dari 87 responden. Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa minat siswa SMK cukup tinggi untuk melanjutkan ke jenjang Perguruan Tinggi. Pada jenjang SMK, individu berada pada usia 15-19 tahun. Pada rentang usia tersebut, individu masuk dalam tahapan eksplorasi sehingga individu mulai mengambil langkah-langkah untuk menguasai keahlian dengan kristalisasi pilihan-pilihan pekerjaan (Gati, Krausz, & Osipow, 1996), membuat keputusan karir (Creed dkk, 2006) dan mempersiapkan diri untuk menjalankan suatu pekerjaan (Santrock, 2002) sehingga masa pra-dewasa merupakan waktu terbaik bagi individu untuk menjajaki dan menetapkan karir yang akan dituju (Code & Bernes, 2006). Oleh sebab itu, siswa SMK memiliki kebutuhan untuk mempersiapkan karirnya dimulai dengan menentukan melanjutkan ke perguruan tinggi. Remaja yang menjadi siswa pada jenjang
sekolah menengah mulai menyusun rencana karir dengan eksplorasi dan mencari informasi berkaitan dengan karir yang diminati (Bardick dkk, 2006). Namun, tidak semua remaja mampu dengan mudah membuat keputusan dalam karir. Sebagian besar remaja mengalami kebingungan sebelum akhirnya dapat menentukan pilihannya (Creed dkk, 2006). Berdasarkan hasil wawancara peneliti kepada tiga orang guru Bimbingan Konseling (BK) pada bulan Desember 2015 dari dua SMK di Yogyakarta, menyatakan bahwa permasalahan yang sering dihadapi para siswa adalah kebingungan menentukan setelah lulus SMK apakah mau bekerja atau melanjutkan kuliah ke jurusan apa. Hal ini dapat dilihat dari hasil Daftar Cek Masalah (DCM) yang diperoleh di SMK X Yogyakarta tahun 2015 sebanyak 263 siswa mengalami kebingungan dalam memilih pilihan karir setelah lulus sekolah nanti dengan rincian 75 siswa kelas X, 97 siswa kelas XI, dan 91 siswa kelas XII. Banyak siswa yang masih kekurangan informasi mengenai jurusan kuliah padahal minat siswa SMK cukup tinggi untuk melanjutkan kuliah terutama pada jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ) karena dari tahun ke tahun yang kuliah dan yang sering datang konseling ke BK sebagian besar jurusan TKJ. Selain itu ada juga siswa yang mengalami ketidaksesuaian antara jurusan saat SMK dengan minat kuliah nanti. Hasil wawancara dengan guru BK mengungkapkan bahwa kebingungan karir merupakan salah satu masalah yang dialami siswa di SMK. Siswa yang mengalami kebingungan karir biasanya adalah siswa yang ingin melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Walaupun sekolah kejuruan namun minat siswa untuk melanjutkan kuliah cukup tinggi, yang ditunjukkan dalam data alumni SMK X tahun 2010-2013 sebanyak 422 siswa melanjutkan kuliah ke berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta. Selain itu, faktor sekolah yang merupakan sekolah kejuruan juga merupakan salah satu penyebab siswa mengalami kebingungan karir. Hal ini
disebabkan wawasan siswa menjadi terbatas pada jurusan di sekolah saja, padahal perguruan tinggi menyediakan banyak sekali pilihan program studi. Selanjutnya, hasil wawancara dengan wakasek kurikulum dan ketua jurusan TKJ dari dua SMK pada bulan Desember 2015 juga menyatakan bahwa siswa kelas XII mengalami kesulitan menentukan jurusan kuliah karena kurangnya informasi mengenai jurusan yang ada di perguruan tinggi serta para siswa belum yakin terhadap minat dan potensi yang dimiliki, apakah memilih jurusan kuliah yang sama dengan jurusan saat SMK atau memilih jurusan kuliah yang berbeda. Berdasarkan hasil studi pendahuluan peneliti terhadap 138 siswa kelas XI dan 112 siswa kelas XII pada bulan Desember 2015 dan Januari 2016, menunjukkan bahwa kebanyakan siswa mengalami kesulitan dalam menentukan arah karir yang berkenaan dengan pemilihan jurusan kuliah. Permasalahan-permasalahan yang dialami oleh siswa tersebut diantaranya disebabkan oleh kendala biaya, lingkungan yang belum memfasilitasi siswa dalam memberikan gambaran mengenai jurusan-jurusan perkuliahan, serta kurangnya pemahaman siswa akan minat dan potensi diri. Kebanyakan dari siswa mengatakan pihak sekolah sendiri belum memberikan gambaran dunia perkuliahan seperti apa. Sekolah yang merupakan sekolah kejuruan lebih banyak memberikan informasi mengenai dunia kerja masing-masing jurusan. Padahal tidak semua siswa sekolah kejuruan ingin bekerja setelah lulus sekolah. Tidak menutup kemungkinan pula lulusan sekolah kejuruan pun melanjutkan studi ke perguruan tinggi. Hal ini membuat siswa merasa masih belum memiliki gambaran mengenai bagaimana dunia perkuliahan, apa saja jurusanjurusan perkuliahan yang cocok dengan minat dan potensi siswa. Selain itu, adanya perbedaan jurusan antara jurusan SMK dan jurusan kuliah yang diminatinya. Kemudian, beberapa siswa ingin kuliah sambil bekerja namun masih ragu mengenai jurusan kuliah apa yang akan diambil dan bekerja dimana supaya tidak mengganggu waktu kuliah.
Hasil wawancara peneliti kepada 20 siswa kelas XII SMK jurusan Teknik Komputer Jaringan (TKJ) pada bulan Januari 2016, diketahui bahwa para siswa SMK yang berencana melanjutkan studi ke perguruan tinggi setelah lulus sekolah masih mengalami kebingungan mengenai keputusan studi lanjut apa yang akan dipilihnya berkaitan dengan karir yang diminati oleh siswa yang bersangkutan. Orangtua yang menyerahkan pemilihan jurusan kuliah dan pihak BK yang belum memberikan informasi pilihan jurusan kuliah sehingga siswa merasa kurang pendampingan dalam menentukan pilihan jurusan kuliah di perguruan tinggi menyebabkan siswa tidak yakin dalam membuat keputusan karir. Selain itu, siswa merasa harus lebih fokus ke ujian nasional sehingga siswa belum terlalu banyak mencari informasi mengenai pilihan jurusan kuliah secara mandiri dan menyusun rencana karir setelah lulus SMK. Hasil studi pendahuluan tersebut senada dengan hasil Praktek Kerja Profesi Psikologi (PKPP) yang dilakukan Firdausi (2015) pada tanggal 2-8 April 2015 kepada siswa kelas X salah satu SMK di Yogyakarta, menunjukkan hasil bahwa dari 73 siswa terdapat 39 siswa yang mengalami kesulitan menentukan keputusan karir dengan skor skala efikasi diri keputusan karir sedang-rendah sebanyak 27 siswa dan rendah sekali sebanyak 12 siswa. Para siswa tersebut mengungkapkan bahwa mereka mengalami kebingungan dan kesulitan dalam menetapkan pilihan program studi yang sesuai dengan diri mereka. Berdasarkan hasil Focus Group Discussion (FGD) pada bulan April-Mei 2015 dapat diketahui bahwa kedelapan siswa yaitu VIS, EDPP, N, HBP, HP, TDW, OM, dan DF memiliki keinginan yang sama setelah lulus sekolah, yakni ingin melanjutkan studi di perguruan tinggi. Namun, kedelapan siswa yang mengikuti FGD masih merasa bingung terhadap jurusan kuliah apa yang akan diambil oleh mereka. Penyebab hambatan pemilihan karir dikarenakan kurangnya informasi tentang diri dan dunia karir, minat karir yang tersebar luas, sehingga individu mengalami kesulitan dalam
membuat keputusan pilihan karir (Argyropoulou dkk, 2007). Kurangnya informasi mengenai program pendidikan, lapangan kerja yang akan dihadapi dan penghasilan yang akan diperoleh menambah kekhawatiran remaja dalam pengambilan keputusan karir (Gati & Amir, 2010). Kebanyakan dari siswa mengalami kebingungan sebelum akhirnya dapat menentukan pilihannya (Creed dkk, 2006). Sebelum menentukan pilihan karir, individu melalui proses pengambilan keputusan karir yang tak jarang menjadi suatu tekanan bagi dirinya. Kecemasan dan reaksi stres memungkinkan individu menunda pengambilan keputusan karir atau bahkan menyerahkan kepada pihak lain seperti orang tua yang pada akhirnya menjadikan keputusan karir yang dibuat kurang optimal (Germeijs, Verschueren, & Soenens, 2006; Keller & Whiston, 2008; Witko, Bernes, Magnusson, & Bardick, 2005). Salah dalam memilih jurusan akan berdampak terhadap kehidupan individu di masa mendatang (Germeijs & Verschueren, 2007), yakni masalah psikologis, akademis, dan relasional. Masalah psikologis seperti memilih jurusan yang tidak sesuai dengan minat diri, seperti pilihan orang tua, mengikuti teman atau trend dapat menurunkan daya tahan terhadap tekanan, konsentrasi, dan daya juang. Selanjutnya masalah akademis, seperti prestasi yang tidak optimal, kesulitan dalam memahami materi dan memecahkan persoalan, ketidakmampuan untuk mandiri dalam belajar, banyak mengulang mata kuliah yang berdampak pada bertambahnya waktu dan biaya serta dapat mempengaruhi motivasi belajar dan tingkat kehadiran yang berujung pada rendahnya nilai indeks prestasi dan drop out. Masalah relasional, misalnya agresif karena kompensasi dari inferioritas di pelajaran, seperti merasa tidak nyaman, tidak percaya diri, menjadi pendiam, menarik diri dari pergaulan, lebih senang mengurung diri di kamar, dan takut bergaul.
Salah satu dampak masalah akademis dari pemilihan lanjutan pendidikan yang kurang tepat adalah drop out atau putus sekolah di tingkat perguruan tinggi (Susilowati, 2009). Adanya mahasiswa yang drop out maupun pindah jurusan mengindikasikan kekaburan visi karir personal yang mengakibatkan persoalan dalam proses penentuan pilihan karir. Persoalan yang muncul seperti minat yang rendah terhadap studi yang dipilihnya, kurangnya komitmen dalam studi tersebut, rendahnya etos belajar, dan kekaburan arah karir di masa depan (Khoirunnisak & Iriawan dalam Syahraini, 2012). Moesono (2001) menyatakan bahwa dalam memilih jurusan di perguruan tinggi, individu hanya memanfaatkan sedikit informasi yang penting bagi pemilihan jurusan, membuat pilihan dengan proses intuitif dan bukan pilihan yang dibuat dengan perencanaan yang matang. Selain itu, individu tidak bersikap kritis sehingga dapat memungkinkan mengubah strateginya dengan umpan balik dari individu lain. Pentingnya karir bagi individu menuntut adanya persiapan yang baik sehingga individu tidak akan mengalami berbagai kesulitan yang berarti, dalam hal ini pengetahuan yang relevan dengan karir menjadi hal yang penting. Namun, sebelum melakukan pencarian informasi karir, individu perlu membenahi keyakinannya dalam pengambilan keputusan karir. Banyaknya tantangan semakin mempersulit individu untuk membuat keputusan karir, kesulitan dalam membuat keputusan karir ini berhubungan dengan bagaimana individu menilai kemampuan dirinya dalam menghadapi tantangan tersebut. Efikasi diri berperan penting dalam pengambilan keputusan karir individu. Menurut Creed dkk (2006), efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir adalah keyakinan yang dimiliki individu dalam kapasitasnya untuk mengambil keputusan yang berkaitan dengan eksplorasi dan pilihan karir. Taylor dan Betz (1983) menunjukkan aplikasi efikasi diri dalam psikologi karir yaitu konsep efikasi diri dalam membuat keputusan karir mengacu pada keyakinan individu terhadap kemampuannya untuk membuat keputusan
karir yang tepat. Oleh karena itu, efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir mempengaruhi area-area dari perilaku pencapaian karir termasuk kemampuan untuk mengejar ketertarikan karir dan tingkatan ketekunan terhadap pencapaian karir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pelatihan “PLANS” dalam meningkatkan efikasi diri pengambilan keputusan karir pada siswa SMK kelas XI. Penelitian ini secara praktis dapat bermanfaat bagi siswa SMK dalam menentukan pengambilan keputusan karirnya. Selain itu, ketika modul pelatihan perencanaan karir terbukti berpengaruh dalam pengambilan keputusan karir maka modul ini dapat digunakan oleh para guru BK untuk membantu siswa menemukan pilihan jurusan yang sesuai dengan minat dan kemampuan yang dimiliki siswa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah pelatihan “PLANS” dapat meningkatkan efikasi diri dalam pengambilan keputusan karir pada siswa SMK kelas XI.