BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masa remaja adalah masa peralihan dari masa anak dengan masa dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara umur 12 tahun sampai dengan 21 tahun bagi wanita dan 13 tahun sampai dengan 22 tahun bagi pria (Sri Rumini dan Siti Sundari, 2004). Menurut Papalia dan Olds (2001) adalah masa transisi perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluh tahun. Pada masa transisi ini remaja rentan untuk mengalami masalah serta berperilaku risiko tinggi, seperti penyalahgunaan obat, merokok, melakukan seks pra nikah, kekerasan, bunuh diri, dan lain-lain (Soetjiningsih, 2004). Remaja mempunyai rasa ingin tahu yang besar dan cenderung mudah terpengaruh oleh kebiasaan sehari-hari dan lingkungan sekitar mereka bergaul (Istiqomah, 2003). Banyak orang sepakat bahwa masa remaja merupakan saat-saat yang sangat kritis karena mereka belum dapat memikirkan sesuatu permasalahan secara matang (Susanti, 2008). Masalah yang banyak dialami remaja pada saat ini merupakan manifestasi dari stress, sama halnya pada orang dewasa stress bisa berefek negative pada remaja (Kompas, 2007). Menurut Sulistiawati (2005), stress adalah kondisi yang disebabkan oleh transaksi antara dua individu dengan lingkungan yang menimbulkan persepsi yang berbeda yang berasal dari situasi dan sumber daya system biologis, psikologis dan social dari seseorang, oleh karena itu stress dapat mempengaruhi setiap remaja.
Faktor- faktor yang menyebabkan stres disebabkan oleh banyak faktor yang disebut dengan stressor. Stressor merupakan stimulus yang mengawali atau mencetuskan perubahan. Stressor menunjukkan suatu kebutuhan yang tidak terpenuhi dan kebutuhan tersebut bisa saja kebutuhan fisiologis, psikologis, sosial, lingkungan, perkembangan, spiritual, atau kebutuhan cultural. Stressor secara umum dapat diklasifikasikan sebagai stressor internal dan stressor eksternal. Stressor internal berasal dari dalam diri seseorang misalnya kondisi fisik, atau suatu keadaan emosi. Stressor eksternal berasal dari luar diri seseorang misalnya perubahan lingkungan sekitar, keluarga dan sosial budaya (Potter & Perry, 2005). Menurut penelitian Sudiana (2007) sumber stress pada remaja laki-laki dan perempuan pada umumnya sama, namun dampak beban ini berbeda pada remaja perempuan dan laki-laki. Kebanyakan remaja perempuan cenderung menyimpan permasalahan mereka dengan memendam perasaan, akibatnya remaja perempuan menderita beban psikis seperti cemas, tidak senang, sakit punggung dan sakit kepala, sedangkan remaja laki-laki yang mengalami stress akan lebih sering merokok dan minum alcohol (Nasution, 2007), sehingga dapat dikatakan bahwa stres merupakan salah satu keadaan yang menyebabkan remaja merokok. Merokok merupakan salah satu kebiasaan masyarakat saat ini yang dapat ditemui hampir di setiap kalangan masyarakat. Rokok tidaklah suatu hal yang baru dan asing lagi di masyarakat, baik itu laki-laki maupun perempuan, tua maupun yang remaja, akibatnya orang merokok mudah ditemui, seperti di rumah, kantor, cafe, tempat-tempat umum, di dalam kendaraan, bahkan hingga di sekolah-sekolah (Redaksi Plus, 2010). Perilaku merokok merupakan perilaku yang merugikan, tidak hanya bagi individu yang merokok tetapi juga bagi orang-orang di sekitar perokok yang ikut terhirup asap rokok kerugian yang ditimbulkan bisa dari sisi kesehatan dan ekonomi. Dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-
bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, karbomonoksida, dan tar akan memacu kerja dari susunan sistem saraf pusat dan sususan saraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat (Kendal &Hammen, 1998 dari Komalasari & Helmi, 2000). Kaum remaja mulai merokok karena berkaitan dengan adanya krisis aspek psikososial yang dialami pada masa perkembangannya yaitu masa ketika mereka sedang mencari jati dirinya (Erickson dari Komalasari & Helmi, 2000). Hal ini disebabkan karena masa remaja adalah masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa, sehingga terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, termasuk perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, social dan pencapaian (Fagan, 2006). Masa remaja merupakan masa yang penuh dengan permasalahan. Selain itu masa remaja juga merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) (Hall dalam Asrori, 2009). WHO menyebutkan pada tahun 2009 Indonesia menempati urutan ketiga di dunia dan di Asia dengan jumlah perokok yang mencapai 146.860.000 jiwa (Charles, 2008). Peringkat pertama dipegang oleh Cina dengan 390 juta perokok atau 29% per penduduk, peringkat kedua India dengan 144 juta perokok 12,5% per penduduk (Khalid,2009). Meningkatnya prevelensi merokok menyebabkan masalah rokok menjadi semakin serius. Jumlah perokok di dunia mencapai 1,35 miliar orang (WHO, 2008). Di Negara-negara berkembang, seperti Indonesia jumlah perokok dari waktu ke waktu semakin meningkat. Pada tahun 1995 prevelensi perokok penduduk lebih dari 15 tahun adalah 26,9. Pada tahun 2001 meningkat menjadi 31,5 (Lensa Indonesia, 2011). Pada tahun 2007 mencapai 34,2 (Riskesdas, 2007), kemudian pada tahun 2010 meningkat lagi menjadi 34,7 (Riskesdas 2010) . Di Indonesia besarnya prevelensi merokok penduduk usia 15 tahun keatas pada tahun 2001 adalah 31,5% lebih tinggi dibandingkan tahun
1995 besarnya 26,9%, sedangkan prevelensi merokok pada laki-laki sebesar 62,2% dan perempuan sebesar 1,3% (Depkes, 2004). Dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di sekolah SMA Negeri 1 Kupang, didapatkan jumlah siswa sebanyak 1830 orang dengan jumlah murid laki-laki sebanyak 812 dan murid perempuan sebanyak 1018. Menurut penuturan beberapa guru bahwa banyak dari siswa yang sampai saat ini belum kedapatan merokok secara diam-diam disekolah, tetapi berdasarkan hasil wawancara dengan siswa 75% remaja laki-laki mengaku merokok. Mereka biasa melakukannya di belakang sekolah yang jauh dari pengawasan dan pengamatan guru dan diantaranya ada beberapa siswa yang mengaku stress dengan situasi dikelas yang membosankan dan pergi merokok di belakang sekolah dan ada juga yang merokok karena keinginan untuk mencoba karena lingkungan dan teman kelompok banyak yang merokok dan yang paling penting merokok bisa membuat percaya diri. Mengingat begitu merugikannya dampak dari kebiasaan merokok, maka diperlukan kerja sama antar dinas kesehatan setempat maupun lembaga sekolah dalam memberikan pendidikan kesehatan kepada siswa tentang bahaya dari kebiasaan merokok, serta peran orangtua juga sangat diperlukan dalam memberikan pengawasan kepada anak-anaknya dan pengetahuan dari bahaya merokok. Berdasarkan masalah yang di jelaskan penulis di atas maka dapat dilihat bahwa salah satu kondisi yang menyebabkan timbulnya perilaku merokok adalah stres. Stres dapat mempengaruhi remaja untuk memulai mengkonsumsi rokok, dengan demikian penulis tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Hubungan Tingkat Stres dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Laki-Laki di SMA Negeri 1 Kupang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah ada hubungan tingkat stres dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki di SMA negeri 1 kupang”.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara tingkat stres dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki di SMA Negeri 1 Kupang.
1.3.2 Tujuan Khusus a.
Mengidentifikasi tingkat stress pada remaja laki-laki di SMA Negeri 1 Kupang
b.
Mengidentifikasi perilaku merokok pada remaja laki-laki di SMA Negeri 1 Kupang.
c.
Menganalisa hubungan antara tingkat stress dengan perilaku merokok pada remaja laki-laki di SMA Negeri 1 Kupang.
1.4 Manfaat penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Bagi lembaga pendidikan dapat memberikan masukan bagi pihak sekolah agar lebih mengontrol siswa agar tidak merokok dan mempertegas aturan merokok bagi siswa serta mengantisipasi stress yang mungkin terjadi pada siswa dengan lebih mengaktifkan kegiatan bimbingan dan konseling. 1.4.2 a.
Manfaat Praktis
Bagi remaja/siswa dapat memberikan pengetahuan terhadap remaja mengenai hubungan stress dengan perilaku merokok
b.
Bagi pendidik/guru dapat menjadi masukan dalam memberikan pendidikan terkait hubungan antara tingkat stress dengan perilaku merokok pada remaja.
c.
Bagi orangtua diharapkan dapat memberikan pengawasan dan pendidikan di rumah kepada anak-anaknya tentang bahaya merokok, sehingga mereka akan terhindar dari kebiasaan untuk merokok dan dengan bertambahnya pengetahuan siswa untuk tidak merokok lagi.