Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
REKONSTRUKSI HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN DAN PERILAKU MANUSIA SEBAGAI KERANGKA RISET LINGKUNGAN MIKRO, MESO, DAN MAKRO Sativa*1, Bakti Setiawan2, Djoko Wijono3, MG Adiyanti4 Dosen Jurusan Pendidikan T. Sipil dan Perencanaan FT UNY; Mahasiswa Program Doktor Jurusan Arsitektur dan Perencanaan FT UGM 2,3 Dosen Jurusan Arsitektur dan Perencanaan FT UGM 4 Dosen Fakultas Psikologi UGM * E-mail:
[email protected] 1
ABSTRAK Lingkungan dan manusia memiliki hubungan timbal balik yang erat dan dinamis, sesuai dengan kondisi spesifik yang ada pada keduanya. Beberapa pakar telah merumuskan berbagai teori dan konsep dalam ranah studi hubungan antara lingkungan dan perilaku manusia. Tulisan ini merupakan bagian awal dari penelitian disertasi penulis yang berada di dalam ranah tersebut. yang bertujuan untuk memperbaiki konstruksi teoretik tentang hubungan antara lingkungan dan perilaku manusia, yang sebelumnya telah penulis rumuskan. Metode yang digunakan adalah content analysis, yaitu dengan mempelajari, mengkritisi dan mendialogkan berbagai teori environmental behavior studies yang ditulis oleh Barker, Gump, Haviland, Rapoport, Moore, Gibson, dan Weisman. Studi ini menyimpulkan bahwa terdapat kaitan yang erat di antara teori-teori tersebut, yang dapat dirangkai menjadi sebuah rekonstruksi teoretik, sebagai perbaikan konstruksi teoretik yang telah ada sebelumnya. Beberapa aspek yang terdapat dalam rekonstruksi tersebut adalah: 1)manusia sebagai invidu dan organisasi yang memiliki tujuan dan aktivitas yang dipengaruhi skema, 2)seting fisik, 3)waktu, 4)sinomorfi sebagai fit relation di antara manusia seting fisik dan waktu, 5)atribut sebagai hasil dari sinomorfi. Rekonstruksi ini lebih mampu menjelaskan bagaimana hubungan antara lingkungan dan manusia, yang juga bermanfaat untuk dapat menjadi kerangka penelitian di lapangan, baik dalam skala mikro, meso maupun makro. Kata kunci: hubungan lingkungan dan manusia, seting fisik, sinomorfi, atribut 1.
Pendahuluan Lingkungan dan manusia memiliki hubungan yang erat dan dinamis, dan bersifat reciprocal. Berkaitan dengan itu, Rapoport (1977), menyebutkan tiga isu utama yakni bagaimana manusia membentuk lingkungan, bagaimana lingkungan mempengaruhi perilaku manusia, dan bagaimana mekanisme hubungan timbal balik tersebut terjadi. Merujuk Barker (1968), kajian tersebut perlu dilakukan secara empiris naturalis di lapangan, agar bisa diketahui langsung bagaimana perilaku terjadi dalam suasana dan seting kehidupan sehari-hari (in daily lives and everyday settings). Sementara itu, menurut Moore (1985), studi tentang lingkungan dan perilaku manusia merupakan unresolved issue, karena melibatkan beragam skala dan jenis lingkungan, beragam kelompok manusia, berbagai disiplin keilmuan, serta dipengaruhi waktu dan perkembangan pengetahuan. Oleh karena itu, hal tersebut perlu untuk terus dikaji dan dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan manusia secara lebih optimum, baik pada skala mikro, meso atau makro. 2.
Tujuan Konstruksi teoretik tentang hubungan antara lingkungan dan perilaku manusia, sebelumnya telah penulis publikasikan (Sativa cs, 2014). Namun demikin, berdasarkan kajian terhadap berbagai teori secara lebih mendalam, mendorong penulis untuk memperbaiki konstruksi teori tersebut 223
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
karena ternyata masih memiliki beberapa kelemahan. Tulisan ini bertujuan untuk merumuskan rekonstruksi teoretik tentang hubungan antara lingkungan dan manusia, yang lebih bermanfaat untuk digunakan sebagai kisi-kisi penelitian di lapangan. 3.
Metode Studi ini menggunakan metode content analysis, yaitu dengan mengkaji, mengkritisi dan mendialogkan beberapa teori environmental behavior studies yang ada di beberapa pustaka, serta rumusan teoretik yang telah penulis buat sebelumnya. 4.
Hasil dan pembahasan Berikut ini akan dijelaskan secara singkat hasil telaah beberapa teori tentang hubungan antara lingkungan dan perilaku manusia yang telah ada dan sering diacu oleh berbagai riset terkait, serta konstruksi teoretik yang telah dibuat oleh penulis sebelumnya. a. Teori Behavior Setting oleh Barker (1968) dan Gump (1973) Barker (1968) merumuskan konsep behavior setting/seting perilaku, sebagai rangkaian antara aktivitas tertentu yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang tertentu, dalam milieu (lingkungan) tertentu, dan dilakukan dalam waktu tertentu, misalnya ruang kelas, warung, atau ruang bermain. Barker menggunakan istilah synomorph (kesamaan struktur) untuk menyebut keterkaitan yang erat di antara standing pattern of behavior (perilaku yang konstan atau tetap) dengan milieu, sebagai lingkungan yang melingkupi perilaku tersebut, baik dari aspek spasial maupun waktu. Keterkaitan inilah yang menurut Barker merupakan hal yang esensial dari suatu seting perilaku. Di dalam bidang psikologi lingkungan, kajian seting perilaku ditujukan untuk mengidentifikasi dan mengukur perilaku individu yang konstan dalam seting tertentu. Sementara itu, Gump (1975), menyatakan bahwa synomorph dapat memiliki derajat yang bervariasi. Perilaku di ruang makan dari sebuah kafetaria kampus misalnya, merupakan suatu synomorph yang lebih kecil dibandingkan dengan synomorph dari keseluruhan kafetaria tersebut. Sementara kafetaria tersebut bisa dikatakan sebagai bagian dari synomorph yang lebih besar dari suatu kampus. Penjelasan Gump maupun Barker tentang synomorph memberikan benang merah, bahwa synomorph dapat dipahami sebagai sebuah keterkaitan yang erat di antara standing pattern of behavior dan milieu tertentu, maupun sebagai makna lain dari behavior setting itu sendiri. Beberapa ilmuwan lain memaknai synomorph sebagai hubungan yang fit, congruence, atau afford (Lang, 1981) antara suatu pola perilaku tertentu dengan suatu pola seting tertentu. Hal ini dapat dipahami, mengingat inti dari seting perilaku adalah adanya keterkaitan antara milieu yang spesifik, perilaku spesifik yang konstan, yang terjadi dalam waktu yang spesifik. Secara singkat dapat dikatakan ada empat aspek penting dalam sebuah seting perilaku, yaitu: aktivitas yang berulang atau pola perilaku yang tetap (a standing pattern of behavior), lingkungan yang spesifik (milieu), hubungan yang kongruen di antara pola perilaku yang tetap dan suatu lingkungan yang spesifik (synomorph), periode waktu yang spesifik (time frame). b. Teori activity-space Haviland (dalam Lang, 1987) Activity-space merupakan kesesuaian antara ruang tertentu dengan aktivitas tertentu. Ketika berbicara mengenai aktivitas, otomatis pelaku aktivitas pun harus dilibatkan. Di sinilah perilaku manusia dalam beraktivitas tersebut akan mempunyai spesifikasi tertentu dalam space tertentu. Dalam hal ini, Haviland tidak menjelaskan manusia sebagai individu atau kelompok. Sementara itu ruang yang dimaksudkan tidak harus selalu ruang formal yang masif, tetapi mungkin juga berupa ruang informal terbuka, misalnya ruang bermain anak di tepi sungai. Konsep Haviland tentang activity-space ini juga menunjukkan aspek synomorph (keterkaitan yang erat) yang sama dengan konsep Barker maupun Gump, meskipun Haviland tidak menyebutnya demikian. c. Teori Sistem aktivitas dan sistem seting oleh Rapoport (1977) Konsep sistem seting yang disampaikan oleh Rapoport (1977), sebagai implikasi dari adanya sistem aktivitas manusia, baik aktivitas yang manifes (berupa aktivitas utama, misalnya makan di 224
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
restoran) maupun yang laten (berupa perilaku, misalnya memilih meja makan yang tersembunyi secara visual dari jalan), yang dipengaruhi oleh kultur dan nilai yang dimiliki. Studi hubungan antara lingkungan dan perilaku pada dasarnya mengamati bagaimana aktivitas manifes dan laten tersebut berlangsung di suatu lingkungan tertentu dalam waktu tertentu. Jika dirunut kepada proses sebelumya, maka sistem aktivitas ini sesungguhnya adalah hasil dari rangkaian pengaruh dari kultur, pandangan hidup, nilai, skema dan gaya hidup manusia seperti terlihat pada gambar 1. Sistem seting adalah sistem tempat atau ruang yang menjadi wadah dari aktivitas baik laten maupun manifes. Karena aktivitas juga terjadi secara terangkai dalam suatu sistem aktivitas, sistem seting juga merupakan rangkaian unsur fisik atau spasial yang mempunyai hubungan tertentu dan terkait sehingga bisa dipakai untuk aktivitas tertentu, misalnya ruang trotoar yang dipakai berjualan pedagang kakilima. Sistem aktivitas adalah suatu rangkaian perilaku yang secara sengaja dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang, misalnya rangkaian upacara kematian dengan berbagai aktivitas yang dilakukan. Rapoport menganggap bahwa aspek manusia beserta latar belakangnya merupakan faktor penting bahkan menentukan dalam membentuk sistem seting dan sistem aktivitas.
kultur
terkait pandangan hidup,keper cayaan & nilai, yg membentuk tatanan & kebiasaan tertentu
pandangan hidup
keinginan; idealita
nilai -nilai
bag. dari pandangan hidup yg terkait dg elemen tertentu suatu lingk. fisik
skema
perwujudan dari nilai
gaya hidup
berupa tatanan, sikap, yg lbh mudah dikaitkan dgn lingk.fisik
aktivitas (manifes & laten)
rangkain aktivitas yg akan mempengaruhi sistem seting
Gb.1 . Rangkaian hubungan antara kultur hingga aktivitas manusia (sumber: Rapoport, 1977) d. Teori affordances of environment oleh Gibson (dalam Lang, 1987) Menurut Gibson (dalam Lang, 1987), skema manusia dipengaruhi oleh motivasi atau kebutuhan, yang berakar dari nilai sosial budaya dan norma yang dimiliki. Dengan bertambahnya waktu interaksi dengan lingkungan, skema manusia akan semakin berkembang. Semakin banyak umur, peluang untuk mengembangkan skema ini juga akan meningkat, karena secara timbal balik sebenarnya lingkungan juga memberikan affordances. Orang dewasa akan dengan mudah mempersepsi affordances lingkungannya untuk kemudian memutuskan tindakan yang tepat terhadap lingkungan tersebut, sementara anak-anak lebih membutuhkan waktu untuk beradaptasi. Dengan kata lain, semakin sering seorang anak bertemu dengan lingkungan tertentu, maka semakin mudah dia akan bersikap secara tepat atas lingkungan tersebut. Dengan demikian, lingkungan memiliki daya pengaruh yang signifikan terhadap tindakan seseorang. e. Teori hubungan antara lingkungan dan manusia oleh Moore (1994) Menurut Moore (1985) terdapat empat aspek utama dalam kajian hubungan antara lingkungan dan perilaku manusia, yaitu kelompok pelaku, fenomena keperilakuan, tempat dan waktu. Pelaku dapat dibedakan kelompoknya antara lain berdasarkan latar sosial budaya, ekonomi, kondisi fisik (misalnya cacat atau normal), gaya hidup, atau usia. Adapun aspek tempat bisa digolongkan sejak skala kecil/ mikro yang berupa ruang misalnya kelas atau rumah, skala menengah/ meso yang berupa kawasan misalnya permukiman, hingga skala besar/ makro misalnya urban/ kota. Sementara itu, aspek waktu bersifat dinamis, sesuai dengan pengalaman interaksi pelaku dengan 225
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
tempat tertentu. Untuk menjelaskan hubungan yang dinamis di antara aspek-aspek tersebut, digunakan teori-teori sesuai dengan kebutuhan, terutama dari ilmu sosial dan lingkungan.
Gambar 2. Hubungan antara pelaku, tempat,perilaku, waktu dan teori sebagai eksplanasi (sumber: modifikasi penulis dari Moore, 1985) f. Model hubungan antara manusia- lingkungan oleh Weisman(1981) Weisman (1981) merumuskan suatu model hubungan antara lingkungan dan manusia berdasarkan beberapa teori yang telah ada sebelumnya, dengan maksud untuk membuat model yang lebih komprehensif. Ia menyatakan bahwa seting fisik suatu lingkungan terdiri atas komponen (berupa elemen fisik misalnya struktur, material atau perabot) dan properti (aspek intrinsic ruang misalnya berupa temperatur, pencahayaan, bentuk atau ukuran ruang). Di dalam konsep Weisman, aspek manusia diperkaya menjadi dua macam yaitu sebagai individu dan sebagai kelompok, karena dalam hal tertentu, seting fisik diatur untuk lebih memenuhi tujuan kelompok manusia sebagai organisasi daripada tujuan individu. Misalnya, sebuah perumahan dibangun dengan standar dari pemerintah (sebagai organisasi) untuk memenuhi tujuan bermukim secara formal, tetapi belum tentu sepenuhnya bisa mewadahi kebutuhan penghuninya (sebagai individu). Menurut Weisman (1981), interaksi di antara seting fisik, individu dan organisasi tersebut akan memunculkan atribut lingkungan yang oleh Archea (dalam Weisman, 1981) didefinisikan sebagai extrinsic, relational characteristics of things. Weisman menggunakan istilah atribut sebagai experience (pengalaman) hasil interaksi antara manusia sebagai organisasi, manusia sebagai individu, dan seting fisik. Atribut ini juga dimaksudkan sebagai bentuk perilaku yang mencerminkan relasi dan intensitas hubungan di antara ketiganya. Akar dari konsep atribut ini, menurut Lawton (Weisman, 1981) sebenarnya berasal dari konsep Kurt Lewin B= f (P.E), yakni bahwa behavior (perilaku) adalah fungsi atau hasil interaksi dari person (manusia) dengan environment (lingkungan). Ada banyak kemungkinan atribut yang muncul di dalam interaksi di antara manusia dan seting fisiknya, di antaranya seperti yang disebutkan Windley dan Scheidt (Weisman, 1981) yaitu : sensory stimulation, activity, control, meaning, adaptability, legibility, accesibility, crowdedness, comfortability, privacy dan sociality. Fisher, Bell dan Baum (1984) menegaskan bahwa peluang perilaku sebagai akibat dari interaksi antara manusia dengan lingkungannya, khususnya arsitektur, sangat beragam, dan dinamis. Dengan demikian, di samping sebelas atribut yang disebutkan dalam model Weisman tadi, juga masih terbuka kemungkinan munculnya atribut-atribut lingkungan lainnya yang bersifat psikologis.
226
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
Weisman menyatakan bahwa upaya penyusunan model sistem lingkungan dan perilaku manusia ini merupakan respon dari keinginan dan kebutuhan akan pengembangan teori interaksi antara lingkungan dan manusia, yang telah dicetuskan oleh beberapa ilmuwan seperti Parr, Moos, Lawton, serta Coyne & Clack (dalam Weisman, 1981). Mereka menganggap bahwa peningkatan animo riset tentang lingkungan–perilaku belum diimbangi dengan perkembangan teori yang mendukungnya. Sementara model Weisman memberikan penjelasan secara lebih jelas tentang hubungan antara lingkungan dan perilaku manusia, yang dibangun dengan mengintegrasikan model-model atau teori-teori sebelumnya.
external eksternal
environment
Attribute of the environment as Experience ORGANIZATION Objective
policy
Property component kocomponent
INDIVIDUALS Goal
PHYSICAL SETTING
behavior
Gb. 3. Model Hubungan Man-Environment Weisman (Sumber: Weisman, 1981) Sistem Lingkungan - Perilaku
Kekurangan model Weisman adalah tidak ada aspek waktu, padahal di dalam konsep seting perilaku faktor waktu sangat berperan penting, seperti telah diungkap Barker (1968), Moore (1995), dan secara implisit juga oleh Rapoport dan Gibson melalui rumusannya tentang skema manusia yang bisa termodifikasi seiring dengan waktu dan pengalamannya berinteraksi dengan lingkungan. g. Kritisi terhadap konstruksi teoretik sebelumnya Berikut ini adalah model yang merupakan hasil konstruksi pemikiran penulis tentang hubungan antara arsitektur dengan perilaku manusia sebelumnya.
227
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
Seting
fisik
atribut
Kerangka waktu/ time
Individu
Organisasi
frame
Skema individu
Skema organisasi
Gb. 4. Konstruksi Hubungan antara Arsitektur dan Manusia (sumber: konstruksi pemikiran penulis, 2014) Konstruksi pada Gambar 4 dirumuskan dari berbagai teori yang telah dijelaskan sebelumnya. Konstruksi tersebut sudah menunjukkan adanya keterkaitan antara seting fisik, individu dan organisasi, yang dipengaruhi oleh aspek waktu, serta individu dan organisasi yang dipengaruhi oleh skema. Atribut tergambarkan sebagai hasil interaksi antara seting fisik, individu dan organisasi yang dipengaruhi waktu. Namun demikian, skema tersebut belum secara detail menjelaskan apa saja yang perlu diketahui dari masing-masing komponen tersebut (di mana posisi perilaku, bagaimana hubungan antara organisasi dan perilaku, apa saja aspek dari seting fisik dan waktu). Selain itu juga belum dijelaskan bagaimana konsep interaksi di antara seting fisik, manuaisa dan waktu yang spesifik. Oleh karena itu konstruksi di atas belum sepenuhnya dapat dipakai secara detail sebagai kisi-kisi penelitian di lapangan, sehingga perlu perbaikan. h. Rekonstruksi teoretik sebagai perbaikan konstruksi sebelumnya Dalam konteks hubungan antara arsitektur dan manusia ini, arsitektur direpresentasikan sebagai seting fisik -- wadah berlangsungnya aktivitas tertentu bagi manusia yang dilakukan dalam waktu tertentu (Barker 1968, Gump 1973, Weisman 1981, Haviland dalam Lang, 1987, Rapoport 1977, Moore 1995). Aspek seting fisik menurut Weisman adalah aspek komponen dan property. Komponen bersifat kuantitatif, misalnya tinggi dan tebal dinding, tekstur lantai, atau furnitur ruang. Properti bersifat kualitatif sekaligus intrinsik yang dirasakan oleh penggunanya, misalnya kesesuaian warna, suara, suhu, atau kepadatan suatu seting (Weisman, 1981). Sementara itu manusia dipahami secara terpisah sebagai kelompok/ organisasi dan sebagai individu, karena masing-masing memiliki tujuan yang spesifik yang dilandasi oleh skema. Skema dipengaruhi oleh norma dan bersifat dinamis, memungkinkan untuk termodifikasi sesuai dengan pengalaman dan perkembangan manusia (Lang, 1987; Rapoport, 1977). Tujuan (objective) dari organisasi akan ditunjukkan dalam policy, atau dalam bahasa Rapoport (1977), terwujud dalam aktivitas yang bersifat manifes. Sedangkan tujuan (goals) dari manusia sebagai individu, terwujud dalam aktivitas yang bersifat laten, atau dalam istilah Rapoport disebut sebagai perilaku. Aspek waktu merupakan hal yang sangat penting di dalam relasi manusia dan lingkungannya, karena sebagaimana yang diungkapkan oleh Moore (1994), waktu merupakan dimensi ke-4 dalam riset lingkungan perilaku setelah manusia, tempat dan perilaku. Barker (1968) juga menyebutkan 228
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
konsep seting perilaku yang tidak mungkin terlepaskan dari dimensi waktu. Dalam hal ini istilah time frame atau kerangka waktu lebih sesuai untuk digunakan karena dalam konsep time frame ini terkandung spesifikasi rentang waktu tertentu (Moore, 1994). Atribut dalam sebuah seting perilaku merupakan hasil interaksi/ sinomorfi antara manusia, seting fisik dan waktu yang berupa kualitas psikologis tertentu dari suatu ruang. Dalam hal ini atribut tidak harus mengacu pada sebelas atribut lingkungan yang disebutkan oleh Weisman (1981), tetapi bisa lebih luas tergantung pada kondisi spesifik seting, manusia dan waktu. Keterangkaian antara manusia sebagai pelaku, waktu, milieu atau lingkungan spesifik tersebut dapat disebut sebagai synomorph, yang terwujud dalam suatu seting perilaku tertentu. Rekonstruksi teoretik sebagai abstraksi dari berbagai teori tentang hubungan antara arsitektur dengan perilaku manusia dalam skala mikro, dapat dilihat pada Gambar 5.
lingkungan luar sinomorfi manusia individu (goal &perilaku) organisasi (objektif & tatanan)
seting fisik atribut lingkungan skala mikro
komponen & properti
waktu area ruang sosial anak
-kapan -durasi -frekuensi
Gambar 5. Konstruksi teoretik hubungan antara lingkungan dan perilaku manusia dalam sebuah seting perilaku skala mikro (sumber: kontruksi penulis, 2015) Skema di atas adalah konstruksi teoretik untuk sebuah seting perilaku ruang skala mikro, yang pada dasarnya merupakan interaksi yang erat (sinomorfi) antara seting fisik (dengan komponen dan propertinya), manusia (sebagai individu dan atau organisasi) dan waktu (saat berlangsungnya aktivitas interaksi). Sinomorfi di antara ketiga aspek tersebut menghasilkan atribut tertentu yang merupakan kualitas ruang yang bersifat psikologis. Sinomorfi dapat memiliki skala yang bertingkat, sejak ruang mikro, meso hingga makro. Keterkaitan antara seting perilaku dalam skala mikro merupakan sinomorfi dalam skala meso. Misalnya dalam sebuah area untuk berinteraksi anak di suatu kampung, memiliki sinomorfi atau relasi yang erat antara seting fisik, tatanan komunitas kampung, perilaku anak yang terjadi, dan waktu saat berlangsungnya aktivitas dalam ruang tersebut. Sementara itu keterkaitan antara seting perilaku ruang interaksi anak dengan seting perilaku lainnya dalam kampung akan memiliki sinomorfi dalam skala meso.
229
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
area lingkungan meso SP1
lingkungan luar (area Kampung Ngampilan)
sinomorfi
sinomorfi manusia
manusia seting fisik
individu (goal &perilaku)
W atribut rg.sosial
anak
komponen & properti
organisasi (objektif & tatanan)
komponen & properti
waktu
area ruang sosial anak
waktu
area ruang sosial anak
seting fisik
individu (goal &perilaku)
W atribut rg.sosial
anak
organisasi (objektif & tatanan)
SP2
A
A
lingkungan luar (area Kampung Ngampilan)
-kapan -durasi
-kapan -durasi
-frekuensi
-frekuensi
sinomorfi SPn
atribut lingkungan skala meso
A
lingkungan luar (area Kampung Ngampilan)
sinomorfi manusia
seting fisik
individu (goal &perilaku)
W atribut rg.sosial
anak
organisasi (objektif & tatanan)
komponen & properti
waktu
area ruang sosial anak
SP3
A
lingkungan luar (area Kampung Ngampilan)
sinomorfi manusia individu (goal &perilaku)
seting fisik
W atribut rg.sosial
anak
organisasi (objektif & tatanan)
-kapan -durasi
komponen & properti
waktu
area ruang sosial anak
-frekuensi
-kapan -durasi
-frekuensi
sinomorfi
sinomorfi manusia
RSA area ruang sosial anak
manusia
seting fisik
W atribut rg.sosial
anak
organisasi (objektif & tatanan)
waktu
-kapan -durasi
-frekuensi
SP4
lingkungan luar (area Kampung Ngampilan)
lingkungan luar (area Kampung Ngampilan)
individu (goal &perilaku)
SP=seting perilaku
A
A
SP5
individu (goal &perilaku)
komponen & properti
seting fisik
W atribut rg.sosial
anak
organisasi (objektif & tatanan)
RSA
area ruang sosial anak
komponen & properti
waktu
-kapan -durasi
-frekuensi
Gambar 6. Konstruksi teoretik Sinomorfi Seting Perilaku Skala Meso (sumber: konstruksi penulis, 2015) RSA
RSA
Sedangkan keterkaitan antara satu kampung dengan kampung lainnya atau dengan area lainnya dalam skala kota, merupakan sinomorfi skala makro. Misalnya keterkaitan antara permukiman dengan dengan pusat perbelanjaan kota atau area rekreasi kota, memiliki sinomorfi yang mungkin berbeda dengan permukiman lainnya. RSA
RSA
sinomorfi skala makro
atribut lingkungan skala makro
Lingkungan makro Gambar 7. Konstruksi teoretik sinomorfi seting perilaku skala makro (sumber: analisis penulis, 2015) 5.
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa esensi hubungan antara arsitektur dan perilaku manusia terdiri atas aspek seting fisik, aspek manusia sebagai individu, aspek manusia sebagai organisasi, aspek kerangka waktu, dan aspek atribut lingkungan berupa kualitas psikologis tertentu dari lingkungan, sebagai hasil interaksi yang erat/ fit relation (sinomorfi) 230
Proceedings of The 2 nd ECO-Architecture Conference (EAC 2) Architecture Department, Qur’anic Science University Wonosobo, Central Java, Indonesia, April 6 th – 7th, 2015
ISSN: 2442-9082
dari keempat aspek sebelumnya. Sinomorfi tersebut dapat terjadi dalam skala mikro, meso atau makro. Konstruksi teoretik yang dihasilkan dapat menjadi kisi-kisi penelitian studi hubungan antara lingkungan dan manusia dalam berbagai skala tersebut. Daftar pustaka Gump, Paul V., 1975, Environmental Psychology and The Behavior Setting, Proceeding of the Environment Design Research association Lang, Jon,1987, Creating Architectural Theory: The Role of the Behavioral Sciences in Environmental Design, van Nostrand Reinhold Company, New York Moore, Gary T.,1994, Environment and Behavior Research in North America: History Developments.And Unresolved Issues, EDRA Rapoport, Amos, 1977, Human Aspects of Urban Form – Towards a Man – Environment Approach to Urban Form and Design, Pergamon Press Sativa dkk, 2014, Konstruksi Hubungan Arsitektur dan Perilaku Manusia, Seminar Nasional Manusia dan Ruang dalam Arsitektur dan Perencanaan (SERAP 3), Jurusan T. Arsitektur UGM, Yogyakarta Weisman, Gerald D., 1981, Man Environment Model, Journal of Man-Environment Relations, Vol 1 Number 2
231