SEMINAR HERITAGE IPLBI 2017│DISKURSUS
Rekomendasi Restorasi Fasade De Drie Locomotiven Teresa Zefanya(1), Bambang Setia Budi(2) fany tanuriady @gmail.com M ahasisw i program sarjana, P rogram S tudi A rsitektur, S ekolah A rsitektur P erencanaan dan P engembangan Kebijakan, Institut Teknologi Bandung. (2) A sisten P rofesor, Kelompok Keahlian S ejarah Teori dan kritik A rsitektur, P rogram S tudi Teknik A rsitektur, Institut Teknologi Bandung. (1)
Abstrak Perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi di Kota Bandung memicu timbulnya transformasi pada citra Kota Bandung dari Kota Kolonial menjadi ikon pariwisata khususnya di bidang busana dan kuliner. Industri kreatif yang semakin berkembang menyebabkan banyak pengalihfungsian bangunan bersejarah menjadi bangunan komersial terutama di Kawasan Dago dan Riau. Salah satu penggunaan adaptif yang paling banyak terjadi adalah alih fungsi bangunan bersejarah dari rumah tinggal menjadi factory outlet. Proses pengalihfungsian bangunan seringkali dilakukan melalu i tahap renovasi bangunan tanpa melibatkan arsitek ataupun ahli bangunan bersejarah sehingga bangunan karakter asli bangunan bersejarah menjadi rusak bahkan hilang. Artikel ini akan mengangkat bangunan De Drie Locomotiven sebagai obyek studi kasus mengenai penggunaan adaptif bangunan bersejarah menjadi factory outlet. Penulisan artikel in i diharapkan dapat memberikan rekomendasi untuk restorasi pada eksterior bangunan bersejarah tersebut .
Kata-kunci : Bandung, bangunan bersejarah, De Drie Locomotiven, factory outlet , penggunaan adaptif.
Pendahuluan Pada abad ke-17, wilayah Bandung hanya t erdiri atas 25 sampai 30 rumah. Bandung disebut sebagai Tatar Ukur oleh kalangan penduduk pribumi karena salah seorang penguasanya yang terkenal adalah Dipati Ukur sedangkan pemerintah Kompeni Belanda menyebut Bandung sebagai Negorij Bandong atau West Oedjoengberoeng. Perkembangan wilayah Bandung sebagai sebuah kota diawali oleh surat keputusan Gubernur Jenderal Daendels yang memerintahkan kepada Bupati Bandung dan Bupati Parakanmuncang agar memindahkan ibukotanya masing - masing ke tepi Jalan Raya Pos ( Groote Postweg ) yang sedang dibangun. Berdasarkan surat Daendels tanggal 25 Mei 1810, Bupati W iranatakusumah II memindahkan Ibukota Kabupaten Bandung dari Dayeuhkolot ke daerah alun alun Bandung saat ini. Tak berapa lama kemudian, ketika Daendels mengontrol pembangunan jalan raya yang melintasi Kota Bandung dengan didampingi Bupati Bandung, Daendels menancapkan tongkat kayu dan memerintahkan supaya di tempat tersebut segera dibangun sebuah kota. Di tempat Daendels menancapkan tongkatnya tersebut, orang kemudian membuat tugu batu kecil yang saat ini dikenal sebagai Kilometer 0 (Nol) di Jalan Asia Afrika, Bandung (Kunto, 2014). Pada awal abad ke-20, Kota Batavia sebagai pusat pemerintahan Kolonial Belanda di Hindia Belanda sudah dirasa tidak nyaman sehingga pemerintah Kolonial memutuskan untuk memindahkan pusat pemerintahan ke Kota Bandung (Kunto, 2014). Pada tahun 1918 Departemen Perusahaan Pemerintah ( het Department van Gouvernementsbedreijven) ditetapkan berkedudukan di Bandung termasuk bebagai dinas seperti kreta api, trem, pos telegram telepon dan pertambangan (Voskuil, 2007). W alaupun pusat pemerintahan tidak jadi dipindahkan ke Kota Bandung, pengembangan Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 219
Rekomendasi Restorasi Fasade De Drie Locomotiven
Bandung berjalan pesat mengikuti Rencana Bandung Utara yang dibuat van Ghijsel tahun 1917 disusul dengan Kerangka Rencana Pengembangan Seluruh Bandung tahun 1927 (Voskuil, 2007). Dulu Kawasan Dago yang terletak di Kawasan Bandung Utara merupakan kawasan rumah peristirahatan orang Belanda (Anonim, 2014), oleh karena itu, bangunan - bangunan di Kawasan Bandung Utara mayoritas didirikan dengan langgam Indo- Eropa yaitu gaya arsitektur Eropa yang disesuaikan dengan iklim tropis di wilayah Hindia Belanda seperti pada bangunan Gedung Sate (Kunto, 2014). Saat ini, perkembangan sosial budaya dan ekonomi di Kota Bandung telah menjadikan Kota Bandung sebagai destinasi wisata terutama wisata belanja. Perkembangan tersebut tentu saja berdampak pada wajah Kota Bandung. Dalam Najmi (2015) disebutkan bahwa sejak awal tahun 2000 kawasan Dago dan Riau telah mengalami transformasi yang sangat signifikan tidak hanya di dalam interior bangunan tetapi juga pada fasade bangunan. Kebanyakan bangunan tersebut direnovasi oleh pemilik bangunannya atau oleh operator bisnis penyewa bangunan tanpa menggunakan bantuan arsitek (Najmi, 2015). Penggunaan bangunan bersejarah sebagai factory outlet dapat menyebabkan kerusakan pada arsitektur kolonial Kota Bandung (Poerbo, 2008 dalam Adiwibowo, 2015). Artikel ditulis untuk memaparkan perubahan pada fasade De Drie Locomotiven yang dialihfungsikan dari rumah tinggal menjadi factory outlet dari tahun ke tahun serta untuk merekomendasikan restorasi fasade pada bangunan tersebut.
De Drie Locomotiven De Drie Locomotiven
Gambar 1. Foto Udara Technishe Hoogeschool dan De Drie Locomotiven tahun 1930 Sumber : komunitasaleut.com, 2015
De Drie Locomotiven atau yang sering disebut sebagai Bangunan Tiga Villa Dago atau Tiga Lokomotif awalnya dirancang sebagai villa (Anonim, 2014). De Drie Locomotiven yang terletak di Jalan Ir. H. Juanda nomor 111, 113, 115 dan saat ini dimiliki o leh Mashudi yang merupakan mantan Gubernur Jawa Barat (Hartono,1997). Dalam Hartono (1997) disebutkan bahwa De Drie Locomotiven dibangun pada tahun 1937, dalam Voskuil (2007) ditulis bahwa bangunan ini dibangun pada tahun 1939, sementara dalam info Pikiran Rakyat (Anonim, 2015) disebutkan bahwa pembangunan dimulai pada tahun 1936 dan rampung setahun kemudian sehingga belum diketahui B 220 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Teresa Zefany a
dengan pasti kapan didirikannya De Drie Locomotiven ini. Adapun berdasarkan Data Bangunan Bersejarah Kota Bandung dari Data Bandung Heritage tahun 1997, bangunan De Drie Locomotiven dikategorikan sebagai bangunan cagar budaya kelas A yang dianggap memiliki kualitas estetika yang tinggi karena dirancang oleh arsitek professional berpendidikan tinggi arsitektur yaitu A lbert Frederick Aalbers.
De Drie Locomotiven dianggap bernilai sejarah karena bangunan dibangun pada masa sejarah pembangunan “Sarana Pemukiman Bersejarah di Utara”. Pembangunan De Drie Locomotiven merupakan salah satu perwujudan Rencana Perluasan Kawasan Bandung Utara ( Uitbreiding Plan Bandoeng Noord ) sebagai perumahan masyarakat Eropa (Anonim, 2015). Selain itu, bangunan ini juga mewakili gaya arsitektur Modern Internasional ( Art Deco Streamline) yang banyak digunakan sebelum tahun 1940 sehingga De Drie Locomotiven dianggap penting dalam lingkungan karena bangunan berperan sebagai ” Important Element ” atau elemen penting dalam suatu kawasan dilihat dari segi visual (Hartono, 1997). Atap ketiga bangunan Locomotiven berbentuk datar dan menggunakan material beton yang diangga sebagai terobosan pada masa itu (Anonim, 2015). Disamping dianggap langka dan unik dilihat dari aspek kualitas estetika bentuknya, bangunan ini dianggap penting bagi ilmu pengetahuan karena bangunan tersebut menjadi obyek penelitian bidang- bidang ilmu pengetahuan seperti arsitektur, struktur, desain, seni dan bidang ilmu pengetahuan lain walaupun De Drie Locomotiven bukan merupakan pusat kegiatan budaya bersejarah (Hartono, 1997). Transformasi Fasade De Drie Locomotiven Jalan Dago saat ini dikenal sebagai shopping street atau surga wisata belanja terutama pakaian karena sepanjang jalan dipenuhi oleh tempat - tempat berbelanja pakaian. Sementara definisi dari shopping street adalah toko yang berdiri sendiri dan berderet di sepanjang jalan, baik jalan besar maupun jalan kecil (Jessica, 2011). Oleh sebab itu, banyak bangunan hunian peninggalan kolonial Belanda yang direnovasi mengikuti kebutuhan dan fungsi barunya. Dari ketiga bangunan De Locomotiven, bangunan nomor 111 dan 113 telah mengalami penggunaan adaptif sebagai factory outlet serta telah beberapa kali berganti operator. Bangunan nomor 111 pertama kali direnovasi dan digunakan oleh Victoria Factory Outlet sebelum saat ini digunakan oleh Cheap Outlet . Seperti terlihat pada gambar 2, pemilik bisn is melakukan perubahan pada fasade bangunan dengan menambahkan nama toko dan membuat gerbang tanpa melibatkan arsitek (Najmi, 2015). Banyak orang terutama dari komunitas Bandung Heritage yang memprotes perubahan pada fasade bangunan yang semakin merusak keaslian bangunan.
Gambar 2. Foto Fasade Victoria Factory Outlet Sumber : 1.bp.blogspot.com, 2008 dan www.akolodnerphotography.com, 2016 Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 221
Rekomendasi Restorasi Fasade De Drie Locomotiven
Sementara bangunan nomor 113 sempat dijual kepada Gossip Factory Outlet yang membuat bangunan mengalami banyak perubahan karena disesuaiakan dengan citra pemilik bangunan yang baru. Demi alasan komersial, operator bisnis mengubah fasade bangunan dengan menambahkan berbagai elemen arsitektur dan ornamen berwarna- warni serta mengecat bangunan dengan dominasi warna merah dan hitam (Najmi, 2015) seperti telihat pada gambar 3.
Gambar 3. Foto Fasade Gossip Factory Outlet Sumber : blog.kagum-hotel.com, 2014
Menurut Najmi, semenjak di Kota Bandung tidak ada peraturan yang tegas terkait bangunan bersejarah di Bandung maka proses transformasi semacam ini tidak dapat dihentikan. Banyak pemilik bangunan bersejarah di Kota Bandung hanya tertarik dengan kebutuhan fungsional gedung sebagai bangunan komersial. Para pemilik bangunan berse jarah berpendapat bahwa citra aktivitas komersial merupakan hal yang paling utama karena it u citra bangunan sebagai rumah villa harus diubah. Oleh karena itu, proses transformasi bangunan hanya mempunyai satu tujuan yaitu menarik pengunjung.
Gambar 4. Foto Fasade Denhaag Klappertart Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
Saat ini bangunan nomor 113 digunakan oleh Denhaag Klappertart seperti terlihat pada gambar 4. Operator bisnis Denhaag Klappertart mengembalikan warna bangunan menjadi putih dan hanya menggunakan satu papan nama tanpa terlalu banyak menambahkan elemen arsitektur pada B 222 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Teresa Zefany a
bangunan. Dalam Najmi, disebutkan bahwa transformasi bangunan nomor 111 oleh Cheap Outlet didominasi o leh pemilik bisn is. Kegiatan berbelanja dijad ikan sebagai bahan pertimbangan utama dalam mendesain penataan ruang spasial dan elemen bangunan. Bangunan diubah sesuai kebutuhan dalam bangunan komersial oleh pengguna bangunan tersebut tanpa bantuan arsitek. Seperti terlihat dalam gambar 5, fasade bangunan dicat warna- warni. Disebutkan lebih jauh dalam Najmi bahwa pemilik bangunan menganggap bahwa bangunan komersial harus mengacu pada kebutuhan ekonomi dan fungsional semata tanpa perlu menghabiskan uang untuk sesuatu yang tidak perlu seperti menggunakan jasa arsitek ketika pemilik dapat melakukan renovasi sendiri. Transformasi bangunan hanya didasarkan atas logika dan kepentingan bisnis. Saat ini masih ada satu bangunan dari tiga bangunan De Locomotiven yang masih berfungsi sebagai rumah tinggal yaitu bangunan nomor 115 seperti terlihat pada gambar 6. Walaupun pasti telah ada perubahan pada interior bangunan, fasade bangunan masih dipertahankan seasli mungkin seperti pada gambar 7. W alaupun sekarang di depan halaman rumah nomor115 dipasangi pagar dengan tinggi sedang dan terdapat pos satpam namun penggunaan pagar yang tipis dengan jarak antarjeruji yang cukup jauh tidak menutupi tampak depan bangunan dari jalan. Begitupun dengan pos satpam yang mencoba mengikuti bentuk streamline dari bangunan De Locomotiven dan letaknya yang tidak menutupi bangunan patut diapresiasi.
Gambar 5. Foto Fasade Cheap Outlet Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
Gambar 6. Bangunan De Locomotiven nomor 115 Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
Gambar 7. Foto Lama Bangunan De Locomotiven Sumber : Adiwibowo, 2015
Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 223
Rekomendasi Restorasi Fasade De Drie Locomotiven
Diskusi Dalam Adiwibowo, disebutkan bahwa salah satu masalah utama dalam pelestarian bangunan bersejarah adalah ketidakpedulian masyarakat terhadap kegiatan konservasi bangunan. Banyak bangunan bersejarah yang dijadikan sebagai obyek wisata untuk mempertahankan keberadaan bangunan. Sebaliknya, upaya untuk mempertahankan keberadaan bangunan bersejarah justru tidak diikuti oleh perawatan dan pemeliharaan yang memadai sehingga banyak bangunan bersejarah yang akhirnya menjadi rusak setelah dijadikan obyek wisata. Seringkali pemilik bangunan bersejarah menjual bangunannya kepada pihak pengembang yang mengalihfungsikan bangunan secara kurang tepat misalnya saja seperti pada bangunan De Locomotiven nomor 111 dan nomor 113 di Jalan Dago yang diberi banyak tambahan elemen arsitektural dan direnovasi tanpa bantuan arsitek (Najmi, 2015) sehingga merusak karakter dari bangunan bersejarah tersebut. Lebih jauh dalam Adiwibowo (2015), disebutkan bahwa penggunaan bangunan bersejarah sebagai factory outlet tanpa dikontrol oleh peraturan pemerintah yang tegas dan tidak didukung oleh kepedulian masyarakat terhadap bangunan bersejarah yang seharusnya dilestarikan dapat merusak cit ra arstektur kolonial di Kota Bandung. Fasade bangunan adalah sisi bangunan yang paling menonjol dan paling diperhatikan oleh masyarakat karena posisinya sebagai bidang eksterior bangunan yang menghadap langsung ke jalan. Fasade bangunan memperlihatkan cit ra bangunan dan struktur bangunan sehingga pada bangunan bersejarah detail pada fasadenya menunjukkan suasana bersejarah ( historical ambience ) yang berfungsi sebagai penarik pengunjung kepada situs ataupun bangunan cagar budaya (Adiwibowo, 2015). Menurut Askari dan Dola dalam Adiwibowo (2015), terdapat beberapa elemen visual dari fasade bangunan yang mempengaruhi citra bangunan bersejarah tersebut seperti langgam arsitektural, bentuk bangunan, tekstur, material, warna, dimensi dan skala bangunan, serta ornamen pada bangunan. Oleh karena itu, pelestarian bangunan bersejarah sebagai acuan pembangunan di kawasan bersejarah wajib mengikuti arahan sebagai berikut (Hartono, 1997): 1. 2. 3.
Tanpa izin pemerintah, pemilik dan pengguna bangunan dilarang merubah bentuk dan penampilan eksterior bangunan bersejarah. Pelestarian bangunan bersejarah, harus dilandasi oleh peningkatan ekonomi bangunan. Pemugaran bangunan wajib dilakukan dengan memperhatikan nilai keaslian bentuk dan keindahan bangunan bersejarah.
Berdasarkan Data Bangunan Bersejarah Kota Bandung dari Data Bandung Heritage tahun 1997, penataan kembali taman dan pagar halaman di Kawasan Utara yang mengusung konsep Garden City juga perlu dilakukan karena taman dan pagar halaman sangat menentukan kualitas penampilan depan bangunan. Kualitas taman perlu ditingkatkan dengan ditata kembali supaya tid ak mengganggu penampilan eksterior bangunan sementara kualitas pagar perlu ditingkatkan dengan didesain kembali agar tidak menutupi atau merusak penampilan depan bangunan, misalnya saja dengan membuat pagar hijau. Dikaitkan dengan bangunan De Drie Locomotiven di Jalan Dago, perlu dilakukan penghijauan kembali terhadap halaman depan De Locomotiven nomor 111 dan nomor 113 yang saat ini digunakan sebagai lahan parkir dengan membuat pagar tanaman yang dapat meneduhi pejalan kaki ataupun kendaraan yang sedang diparkir. Penghijauan ini dilakukan untuk menjaga kesinambungan karakter kawasan Dago yang sepanjang ruas jalannya ditumbuhi oleh tanaman Damar ( Agatis alba) sehingga yang diperlukan dalam proses penghijauan ini adalah min imal penanaman tanaman Damar tersebut di salah satu titik di bagian depan halaman Villa. Dalam Adiwibowo 2015, disebutkan bahwa bangunan bersejarah yang mempertahankan karakter asli fasadenya menimbulkan persepsi positif yang dapat menarik minat pengunjung untuk mengunjungi bangunan tersebut yang terntu saja sangat berguna bagi bangunan bersejarah yang B 224 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017
Teresa Zefany a
dialihfungsikan menjadi bangunan komersial. Oleh karena itu, penulis merekomendasikan supaya Cheap Outlet mengecat kembali De Locomotiven yang digunakannya dengan warna putih dan menggunakan spanduk kecil saja seperti yang dilakukan Denhaag Klappertart di sampingnya. Penulis juga menyarankan supaya tulisan “Cheap Outlet” yang berwarna kuning ditempel saja pada tembok balkon supaya tidak perlu menggunakan struktur overhang tambahan. Apabila diperlukan bangunan tambahan, penulis merekomendasikan untuk dibuat bangunan yang tidak mencolok seperti pos satpam di De Locomotiven nomor 115 atau bahkan dibuat dengan material transparan supaya tidak menutupi fasade bangunan dari jalan.
Gambar 8. Bangunan De Locomotiven nomor 111 - 113 Sumber : Dokumentasi Pribadi, 2017
Gambar 9. Foto Lama Bangunan De Locomotiven Sumber : Voskuil, 2007
Selain itu, penulis juga merasa perlu dibuat aturan yang tegas oleh pemerintah Kota Bandung mengenai pelanggaran terhadap sempadan bangunan dan penambahan elemen arsitektural yang dapat merusak atau bahkan menghilangkan karakter bangunan bersejarah. Peraturan tegas diperlukan supaya keaslian bangunan- bangunan bersejarah yang telah dialihfungsikan dapat dipertahankan semaksimal mungkin terutama pada bagian eksterior bangunan. Selain itu, mungkin bangunan- bangunan bersejarah yang telah kehilangan karakter asli bangunanannya setelah dialihfungsikan juga dapat direstorasi bagian eksterior bangunannya untuk mengembalikan nilai estetik dan sejarah dari bangunan. Kesimpulan Di dalam kawasan bersejarah biasanya terdapat beberapa bangunan bersejarah berkualitas tinggi yang dapat dipergunakan dengan baik sesuai dengna kebutuhan saat ini ataupun kebutuhan di masa yang akan datang. Pelestarian kawasan bersejarah seharusnya dilakukan dengan melindungi dan memelihara bangunan- bangunan bersejarah di dalamnya dengan baik. Sedangkan pembangunan di dalam kawasan bersejarah wajib menjaga keselarasan dengan bangunan bersejarah di sekitarnya. Pelestarian kawasan bersejarah dapat dilakukan dengan mempertahankan atau bahkan meningkatkan penampilan kawasan bersejarah tersebut. Akan tetapi, tentu saja pelestarian bangunan bersejarah di dalam kawasan bersejarah harus didukung oleh pemilik dan pemakai dari bangunan- bangunan tersebut. Bentuk dukungan yang dapat dilakukan misalnya saja dengan mempertahankan bentuk fasade bangunan bersejarah yang dialihfungsikan men jadi bangunan komersial. W alaupun ruang- ruang di dalam bangunan bersejarah direnovasi sesuai kebutuhan dari fungsi komersial yang diwadahinya akan tetapi warna cat dan material yang digunakan ketika renovasi sebisa mungkin disesuaikan dengan kriteria dari bangunan bersejarah tersebut terutama fasade bangunan. Jika sudah pernah dilakukan perubahan atau renovasi yang menyebabkan karakter bangunan bersejarah menjadi rusak atau hilang sebaiknya bangunan direstorasi ke keadaan semula semirip mungkin dengan keadaan asli waktu dibangun. Selain renovasi bangunan bersejarah, pada pembangunan gedung baru di kawasan bersejarah sebaiknya dilakukan pembangunan yang mengacu pada karakter penampilan visual bangunan- bangunan bersejarah yang terdapat dalam Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017 | B 225
Rekomendasi Restorasi Fasade De Drie Locomotiven
kawasan seperti jumlah lantai dan bentuk atap ( skyline ) serta material dan warna bangunan bersejarah di kawasan tersebut. Berdasarkan acuan pelestarian bangunan bersejarah dapat disimpulkan bahwa penggunaan adaptif bangunan bersejarah sebagai bangunan komersial seharusnya dilakukan untuk mempertahankan keberadaan bangunan dengan melakukan peningkatan ekonomi bangunan. Selain itu, pemugaran dan penggunaan bangunan wajib memperhatikan dan mempertahankan karakter bangunan bersejarah terutama fasade bangunan. Di era modern saat ini, sudah menjadi hal yang umum bahwa banyak bangunan bersejarah dialihfungsikan menjadi bangunan komersial untuk mempertahankan keberadaan bangunan bersejarah tersebut. Fasade bangunan bersejarah dapat ditonjolkan untuk menarik perhatian pengunjung sehingga perlu dilakukan pemugaran dan perawatan yang tepat tanpa merusak keaslian karakter dan cit ra bangunan bersejarah. H al ini dapat dilakukan jika selama proses pemugaran dan renovasi untuk pengalihfungsian bangunan arsitek dan ahli bangunan bersejarah dilibatkan supaya tidak terjadi penambahan elemen arsitektur yang malah merusak bahkan menghilangkan karakter bangunan bersejarah. Adapun artikel diskursus ini ditulis dalam keterbatasan waktu dan keterbatasan informasi yang akurat mengenai bangu nan Tiga Villa atau yang biasa dikenal sebagai De Drie Locomotiven sehingga masih banyak terdapat kekurangan dalam artikel ini. Sebaiknya artikel in i dilanjutkan dengan riset mengenai penggunaan bangunan saat ini untuk mengetahui berapa banyak bagian bangunan yang masih dipertahankan keasliannya dan berapa banyak bagian bangunan yang dapat direstorasi sehingga artikel dapat dijadikan rujukan dalam merenovasi bangunan bersejarah yang akan dialihfungsikan menjadi bangunan komersial. Daftar Pustaka Adiwibowo, R.S. et al. (2015). Correlations Between Public Appreciation of Historical Building and Intention to Visit Heritage Building Reused as Retail Store. Procedia – Social and Behavioral Sciences , 184, 357 – 364. Anonim. (2015). De Drie Locomotiven.http://info.pikiran-rakyat.com/info-kita/de-drie-locomotiven diakses tanggal 4 Maret 2017. Anonim. (2014). Drie Locomotiven. https://arsitekturbersepeda.wordpress.com/author/arsitekturbersepeda/ page/2/ diakses tanggal 4 Maret 2017. Hartono, D. (1997). Data Bangunan Bersejarah Kota Bandung. Paguyuban Pelestarian Budaya Bandung. Jessica, V. (2011). Bab II Tinjauan Data part 2. https://vionajessica.wordpress.com/2011/04/03/bab-ii-bag-2/ diakses tanggal 26 Maret 2017. Kunto, H. (2014). Wajah Bandoeng Tempo Doeloe. Bandung : Granesia. Najmi, I. Et al. (2015). Public Agencies Engagement on Heritage Building in Bandung Shopping Stre et : Intervening the Visible. Procedia – Social and Behavioral Sciences, 184, 372 – 379. Voskuil, R.P.G.A. Dkk. (2007). Bandung, Citra Sebuah Kota. Departemen Planologi Institut Teknologi Bandung.
B 226 | Prosiding Seminar Heritage IPLBI 2017