REKOD ELEKTRONIK DAN HUKUM1 Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum.2
A. Pendahuluan. Pembuktian yuridis arsip elektronik ternyata mengalami perkembangan. Perkembangan dalam tulisan ini diartikan sebagai perubahan-perubahan keadaan antar waktu atau dinamika pasang surut dan pasang naik dalam perspektif sejarah. 3 Sejarah memang selalu mengukir kejadian-kejadian berdasarkan skenario-Nya. Kita akan lebih bijak jika bisa menyelami makna pepatah : in het heden ligt het verleden, in het nu wat komen zal ( apa yang sekarang terjadi, tidak bisa dilepaskan dari masa yang lalu, dan apa yang terjadi sekarang akan menentukan apa yang akan terjadi). Demikian juga dengan arsip yang nota bene adalah perekam sejarah, juga mengalami perkembangan dalam bentuknya. Seiring dengan perkembangan dalam Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terciptalah media arsip-arsip modern seperti photocopy, faksimile, Microfilm, Microfiche camera-processors, duplicator, microfiche reader, videotron, dan lain-lain. Faksimile adalah photo-copy jarak jauh dengan menggunakan pesawat telepon. Microfilm adalah film yang mengambil gambar atau rekaman foto barang cetakan dalam ukuran sangat kecil. Sedangkan videotron adalah mesin tik IBM dengan menggunakan pita tape. Videotron ini dapat digunakan mengetik dengan kecepatan tinggi beratus-ratus lembar semua asli. Dua buah videotron jenis tertentu bisa digunakan sebagai alat telekomunikasi seolah-olah mesin tik jarak jauh. Menurut Fuad Gani,4 sebuah model manajemen arsip elektronik yang dikembangkan oleh PBB mendaftar 6 (enam) jenis rekod elektronik sebagai berikut: 1. Item-item terstruktur : vouchers, pesanan perjalanan, invoice dan pesanan pembelian; 2. Item-item semi terstruktur : surat-surat, memo, telex, fax, e-mail dan laporan; 1
Dibawakan dalam seminar internasional Indonesia-Malaysia di Kampus UGM Jogjakarta, Rabu 28 Mei 2008 di bawah tema : Media dan Kemasyarakatan. 2 Lektor Kepala IV/c Pada Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIP UNPAD. 3 Moh. Mahfud MD, Perkembangan Politik Hukum Studi Tentang Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap Produk Hukum di Indonesia, Disertasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1993, hlm. 74. 4 Fuad gani, Rekod Elektronik Sebagai Alat Bukti Sah dan Masalah Hukum Lainnya, Makalah disampaikan pada Dialog Interaktif Kearsipan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Kearsipan, antara UI – UNPAD Tanggal 6 Mei 2000, hlm. 1-2.
1
3. Item-item audio-visual : cetak biru, peta, foto, rekaman suara, video, film dan grafik data; 4. Item-item majemuk : gabungan dari ketiga jenis di atas; 5. Kumpulan item : berkas, rekaman data seri; 6. Item-item saling berhubungan : pangkalan data, salinan-salinan. Hadirnya arsip elektronik tidaklah dapat dihindarkan oleh para staf dan manajer. Keadaan ini menciptakan tantangan baru bagi mereka dalam mendukung keberhasilan aktivitas organisasi dalam mencapai tujuan. Kegagalan untuk menangani arsip elektronik dan sistem yang menghasilkannya akan membuat staf dan manajer menjadi tidak berdaya untuk memelihara dan menjaga kelestarian memori organisasi perusahaan. Menyinggung masalah elektronifikasi kearsipan tidak terlepas dari keberadaan komputer (Computer System). Dengan penggunaan computer atau peralatan elektronik modern lainnya, maka terciptalah “arsip elektronik”. Dari beberapa survey para pakar kearsipan, ruang lingkup dari otomatisasi kearsipan antara lain meliputi :5 1. Sistem Komputer dapat dimanfaatkan dalam manajemen bahan-bahan arsip (archival management), terutama dalam hal pengendalian dan penyusunan daftar inventaris dari kelas-kelas arsip dinamis dan daftar arsip-arsip yang sudah saatnya dimusnahkan yang antara lain sudah tercantum perintah/ijin penghapusannya. Penggunaan komputer dapat memonitor/mengendalikan pemindahan arsip-arsip dinamis ke tempat penyimpanan-penyimpanan sementara atau dengan kata lain dapat mengendalikan sirkulasi bahan-bahan arsip (archival). Di samping itu komputer dapat dimanfaatkan untuk merekam arsip-arsip yang benar-benar bersifat khusus dan spesifik. 2. Dalam archival manajement komputer digunakan pada pengendalian lalu-lintas bahan-bahan arsip dinamis yang terlebih dahulu diproses (disortir, direvarasi, dirinci, difumigasi) ; di indeks dan dibuat perincian dari bahan-bahan yang ada ; dimanfaatkan sebagai alat pencari (finding) ; sebagai alat penemuan kembali dari dokumen atau informasi dari bahan-bahan yang ada (stock). 3. Proyek bahan-bahan arsip spesifik/khusus seperti : pengendalian/pengawasan microform, publikasi, pemanfaatan sumber bahan-bahan arsip dalam penelitian atau kemungkinan dipergunakan dalam pendidikan. 5
Lalang G., Muchsin P., dan Nandang A.D., Pengantar Kearsipan, Bandung : FISIPUNPAD, 1997, hlm. 283-288.
2
4. Manajemen pelayanan arsip statis dan records centres. Dalam aplikasi ini termasuk penyusunan statistik pemakai jasa informasi arsip, pengawasan, pendeteksian lokasi dan keadaan ruangan penyimpanan. 5. Group khusus dalam monitoring yang ditujukan pada aktivitas manajemen dari mesin pembaca arsip statis dan arsip dinamis. Dengan dikenalnya computer system telah memperluas khasanah kiprah penciptaan
dan
penerimaan
(creation
and
receipt),
penelitian
(editing),
pengelolaan/pengendalian (managing) dan penemuan kembali (retrieval) bidang kearsipan. Beberapa keuntungan dengan dilaksanakannya otomatisasi kearsipan dengan media computer system antara lain : 1. Arsip yang disimpan cukup baik. 2. Waktu penyimpanan sangat cepat dan aman dengan jumlah lembaran arsip yang banyak. 3. Proses penemuan kembali cepat dan tepat. 4. Waktu cetak cepat. 5. Pemakaian informasi arsip dapat dilakukan secara bersamaan baik untuk satu unit pengolah maupun terintegrasi dengan unit pengolah lainnya. 6. Keamanan cukup terjamin dengan kenyamanan yang menyenangkan. Secara sederhana terjamin elektronifikasi kearsipan dengan pemanfaatan computer merupakan suatu kegiatan memproses data (data processing) sejak penyimpanan (input media, data entry) dengan standardisasi pirantinya sampai dengan computer output (penyajian informasi) dengan fasilitas bahasa computer. Pada garis besarnya system kerja computer dalam elektronifikasi kearsipan dibagi ke dalam : 1. Penyimpanan informasi ; 2. Penemuan kembali informasi. Dalam tahap penyimpanan informasi direkam ke dalam memori sekunder computer melalui peralatan tertentu (misalnya scanner dalam optical disk) yang memiliki ukuran memori tertentu, dengan daya simpan tertentu. Informasi yang disimpan secara elektronis tersebut lajim dinamakan arsip elektronis.
Dalam masa
kehidupannya
arsip
elektronis sama
dengan arsip
konvensional, yaitu mengalami pentahapan penciptaan, pemeliharaan, penggunaan dan penyusutan. 3
Pengertian arsip elektronik menurut Information Resources Management Service of the United States General Services Administration yang dikutip oleh Wallace, Lee, dan Schubert dalam bukunya “Records Management : Intergrated Information System” : “Electronic record are record just as much as paper document, and creation, maintenance, use and disposition must be managed accordingly. Electronically created enformation in electronic mail system, business graphic systems, digitized voice mail systems, office electronic massage and calendaring system, MIS, and Decision Support System must be reviewed”. (halaman 37). Dalam buku tersebut juga dijelaskan contoh-contoh dari arsip elektronik tersebut : “The operation of record system in which a computer is required for the user to create, work with, or delete record. Example of electronic records are those resides on magnetic tapes, disk and drums, on video files, and an optical disks”. Pada tahap permulaan penyimpanan arsip jenis ini masih dalam bentuk media cetak (kertas), yaitu semacam kartu yang dibentuk sedemikian rupa secara specific dengan pemberian lubang-lubang dengan fungsi tertentu. Untuk selanjutnya menggunakan media magnetis, yang cara kerjanya menggunakan medan magnet dalam bentuk pita dan piringan magnetis seperti disket dan hard disk. Media semacam ini berkembang terus, yaitu dari sejak pemanfaatan computer, audio dan video sampai pada akhirnya mempergunakan sinar laser yang secara umum media ini dapat dipergunakan untuk merekam dan menyimpan data suara atau gambar. Dengan pemanfaatan arsip elektronik tidak berarti tidak menemukan kelemahan-kelemahan, tetapi di samping mempunyai keunggulan-keunggulan yang telah dikenal secara luas, arsip jenis inipun mempunyai cukup kelemahan-kelemana antara lain : 1. Sulitnya pengawasan, hal ini akibat adanya kemudahan untuk memodifikasi dan adanya ketergantungan kepada hardware dan software yang mempunyai keterbatasan daya tahan. 2. Sulitnya standardisasi bentuk file dalam computer, mengingat banyaknya pengguna yang mempunyai kemampuan sama untuk mengoperasikan komputer. Walapun organisasi sudah mempersiapkan prosedur standardisasi, tetapi sulit dilakukan pengawasan dengan baik. 4
3. Mudahnya merubah informasi, menimbulkan sulitnya mendeteksi perubahan yang dilakukan dengan syarat kompetensinya. 4. Sering terjadinya duplikasi informasi dalam bentuk elektronik dan dalam bentuk kertas. 5. Dalam hal ini kerahasiaan memiliki resiko yang sangat tinggi. 6. Daya tahan media penyimpanan arsip elektronik relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan media penyimpanan arsip media cetak/kertas. Walaupun arsip elektronik cukup banyak memiliki kelemahan, tetapi dengan pesatnya perkembangan dan kemajuan teknologi, maka penggunaannya akan terus meningkat dalam proses pelaksanaan manajemen modern. Bentuk-bentuk file dalam pengelolaan arsip-arsip elektronik terdiri dari tiga bentuk yaitu : 1. File teks/dokumen 2. File data 3. File gambar. File teks pada umumnya dihasilkan oleh program pengolah kata seperti Word Star, Word Perpect atau Microsoft Word for Windows dan lain sebagainya. File data pada umumnya terdiri dari arsip yang dibagi dalam satu elemen data atau lebih yang disebut fields yang berisi katagori informasi khusus. File gambar pada umumnya dihasilkan oleh peralatan komputer seperti scaner, Computer Aided Design (CAD), program pembuat grafik dan juga pembuat lembar kerja. Selain itu dapat diciptakan gambar-gambar dalam kaset video berisi gambar yang disebut ”frame” atau bingkai, yang merupakan gabungan dari titik-titik sinar yang sangat kecil yang disebut elemen gambar ”Pixel”. Yang menjadi persoalan adalah apakah hukum positif kita mengakui arsiparsip elektronik ini sebagai alat bukti6 sah di Pengadilan? Untuk menjawab pertanyaan inilah ternyata akan terlihat bagaimana pengakuan arsip elektronik ini sebagai alat bukti sah di Pengadilan mengalami perkembangan. Seperti yang dikatakan Doktor Eric Caprioli : “keamanan dan kehandalan teknik harus sepadan dengan kepastian hukum, sebab hukum menciptakan kepercayaan para pengguna terhadap teknologi informasi” sebab tanpa kepercayaan 6 Yang dimaksud dengan membuktikan ialah menyatakan untuk meyakinkan hakim tentang kebenaran dalil-dalil yang dikemukakan dalam s uatu persengketaan, lihat Kurdiato, Sistem Pembuktian Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek, Surabaya : Usaha Nasional,1991, hlm. 11.
5
ini, perdagangan elektronik dan pemerintahan elektronik yang sedang digalakkan Pemerintah Indonesia tidak akan berkembang dan tidak akan memberikan kontribusi yang baik pada pembangunan Indonesia. Kepercayaan ini dapat dicapai dengan memberikan kepastian hukum terhadap tulisan elektronik.
B. Arsip Kertas Sebagai Alat Bukti Dalam perkara perdata, perkara pidana, maupun perkara tata usaha negara, bukti surat (in casu arsip) diakui sebagai alat bukti. Kekuatan alat bukti surat ini menurut hukum yang berlaku adalah tidak sama, karena ada perbedaan antara kekuatan pembuktian yang berupa surat biasa dan surat yang dikategorikan dengan “akta”. Akta juga ada yang otentik dan ada juga akta di bawah tangan. Akta ialah surat yang berisi pernyataan/janji/peristiwa yang ditandatangani oleh yang menyatakan/berjanji/menyaksikan, yang dibuat untuk alat bukti dalam proses hukum. Dua hal penting mengenai akta ialah: 1. Ditandatangani 2. Dibuat untuk alat bukti. 7
Akta Otentik Menurut Pasal 1868 BW, suatu akta otentik ialah suatu akta yang di dalam bentuk yang ditentukan dalam undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pejabat umum yang berkuasa untuk itu di tempat di mana akta itu dibuat. Singkatnya, akta otentik: 1. Dibuat oleh pejabat umum; 2. Dalam bentuk yang ditentukan UU; 3. Di tempat di mana pejabat itu berwenang membuat akta itu. Siapa pejabat umum itu? Pejabat umum itu antara lain:8 1. Notaris 2. Hakim 3. Panitera Pengadilan Negeri 4. Juru Sita di Pengadilan Negeri 7 Effendi Perangin dan Nandang Alamsah D., Ketrampilan Membuat Akta Perjanjian & Dokumen Lainnya, CLTC, Jakarta, 1991, hlm. 3-7. 8
Ibid., hlm. 4.
6
5. Pegawai Kantor Catatan Sipil 6. Juru Lelang 7. Pejabat Pembuat Akta Tanah. Bentuk akta masing-masing pejabat itu ditentukan oleh UU atau peratutran perundang-undangan yang lain. Tempat akta otentik itu dibuat harus dalam wilayah kekuasaan pejabat itu. Notaris yang diangkat untuk wilayah Jakarta, tidak boleh membuat akta di Surabaya. Juru Sita di Pengadilan Negeri Medan tidak boleh membuat Berita Acara Sita Jaminan di Bogor. Sedangkan yang dimaksud dengan akta bawah tangan adalah akta yang boleh dibuat oleh siapa saja, bentuknya bebas dan di mana saja.
Kekuatan Pembuktian Kekuatan pembuktian akta otentik adalah sempurna (Pasal 165 HIR dan Pasal 1870 BW). Sempurna bagi siapa? 1. Para Pihak. 2. Ahli waris para pihak. 3. Orang yang mendapat hak dari masing-masing pihak. Terhadap orang lain (pihak ketiga), kekuatan pembuktian akta otentik: bebas. Kekuatan pembuktian sempurna, berarti : jika kepada hakim diberikan akta itu sebagai bukti, maka hakim harus menerimanya sebagai bukti yang cukup: tidak perlu bukti lainnya. Kekuatan pembuktian bebas, berarti: jika kepada hakim diberikan akta sebagai bukti, maka hakim boleh menerimanya atau menolaknya sebagai bukti yang cukup. Kekuatan pembuktian akta bawah tangan adalah sempurna kalau diakui para pihak (ps 1, b staatsblad 1967 No. 29 dan ps.1875 BW). Perhatikan: supaya memperoleh kekuatan pembuktian yang sempurna, akta bawah tangan harus diakui para pihak. Akta otentik tidak perlu pengakuan para pihak; dengan sendirinya mempunyai kekuatan pembuktian sempurna.
7
Ingat : Kekuatan pembuktian akta bawah tangan yang sempurna itu juga berlaku untuk : 1. Para pihak 2. Ahli waris para pihak 3. Orang yang mendapat hak dari masing-masing pihak bagi pihak ketiga : bukti bebas. Kekuatan pembuktian sempurna, tidak berati tidak dapat dibantah. Jika ada bukti sebaliknya yang kuat, yang dapat diterima hakim, maka kekuatan pembuktian itu dapat dihancurkan. Contoh: Dalam surat kuasa notariil disebut bahwa A hadir didepan notaris dan memberi kuasa memasang hipotek kepada bank Utama. Ternyata A tidak pernah hadir di depan notaris pada tanggal yang disebut dalam surat kuasa itu. Jika A berhasil membuktikan bahwa pada tanggal itu ia berada di New York misalnya, maka kekuatan pembuktian akta notaris itu hancur. Perbedaan antara akte otentik dengan akte di bawah tangan: No. 1. 2. 3.
Akte otentik Bentuknya ditentukan UU Dibuat oleh pejabat umum Mempunyai pembuktian sempurna, artinya jika akte dijadikan bukti maka akte itu dianggap benar isinya, tanggalnya, dan tanda tangannya. Jika ada bantahan maka orang yang membantah itu yang harus membuktikannya sendiri.
Akte di Bawah Tangan Bentuknya bebas Dibuat oleh siapa saja asal berwenang Baru mempunyai pembuktian sempurna jika diakui oleh pihak lawan. Jika ditolak atau diingkari maka yang harus membuktikan adalah orang yang membuat akte di bawah tangan itu.
Akta yang harus Otentik Pada umumnya akta boleh dibuat otentik, boleh pula bawah tangan. Tetapi ada akta-akta yang oleh undang-undang diharuskan dalam bentuk otentik, misalnya: Akta hibah : Pasal 1682 BW Akta Pendirian PT : Pasal 38 KUHD jo Pasal 7 UU No. 1/1995 tentang PT Fa/CV: Pasal 22 KUHD Akta Perkawinan : Pasal 100 BW Akta Perjanjian Kawin : Pasal 147 BW
8
Akta Hipotek: Pasal1171 (1) BW Surat kuasa memasang hipotek: Pasal 1171(2) BW Akta tentang Tanah*): Pasal 37 PP 24/ 1997 Akta Pengakuan anak: Pasal 281 BW. *) Jual beli, hibah, tukar menukar, pembagian/pemisahan warisan, pemasukan kedalam PT. Jika akta yang harus otentik dibuat bawah tangan, maka tidak ada akibat hukumnya (tindakan itu tidak sah). Arsip kertas atau surat akan menjadi tidak berarti secara hukum jika sudah daluwarsa. Eksistensi daluwarsa dan Jadwal Retensi Arsip ada saling hubungan. Di samping ada persamaan antara keduanya, juga ada perbedaannya. Hubungannya terutama dalam masalah penentuan arsip yang sudah tidak berguna dari segi hukum yang akan dijadikan sebagai alat pembuktian di Pengadilan. Artinya bisa saja daluarsa arsip ini ditentukan atau bersandarkan kepada jadwal retensi arsip. Arsip yang sudah melewati jangka waktu yang telah tertentu dalam Jadwal Retensi Arsip dapat berarti sudah daluarsa, tetapi dapat juga tidak jika secara tegas ada peraturan yang mengatur lain mengenai jangka waktu daluwarsanya. Sebab Jadwal Retensi Arsip ini tidak hanya menentukan arsip yang harus dimusnahkan saja tetapi juga menentukan arsip yang harus disimpan permanen walaupun menurut Peraturan Perundang-undangan sudah daluwarsa. Dengan demikian perbedaannya adalah adanya daluwarsa arsip menjadikan arsip
tidak berfungsi sebagai alat bukti di Pengadilan walaupun menurut Jadwal
Retensi Arsip, “arsip” yang bersangkutan termasuk kategori permanen sehingga harus disimpan selamanya (umpamanya di ANRI), tetapi dari segi hukum pembuktian sudah tidak ada gunanya lagi karena sudah lewat waktu atau daluwarsa umpamanya sudah 30 tahun.
C. Peraturan Perundang-undangan Tentang Pembuktian Yuridis Peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan pembuktian yuridis dapat dipilah kedalam 3 macam: 1. Peraturan perundang-undangan tentang pembuktian dalam perkara perdata; 2. Peraturan perundang-undangan tentang pembuktian dalam perkara pidana; dan
9
3. Peraturan perundang-undangan tentang pembuktian dalam perkara tata usaha negara. Alat-alat bukti dalam perkara perdata diatur dalam Pasal 164 HIR, Pasal 284 R.Bg dan Pasal 1866 BW, sebagai berikut:9 1. Bukti Surat. 2. Bukti Saksi. 3. Persangkaan-persangkaan. 4. Pengakuan. 5. Sumpah. Sedangkan alat-alat bukti dalam perkara pidana diatur menurut Pasal 184 KUHAP sebagai berikut : 1. Keterangan saksi; 2. Keterangan ahli; 3. Surat; 4. Petunjuk; 5. Keterangan terdakwa. Dalam Peradilan TUN alat-alat bukti diatur dalam Pasal 100 UU No. 5 Tahun 1986 tentang PTUN. Pasal 100 Undang-undang ini merinci alat-alat bukti secara limitatif sebagai berikut :10 (1) Alat bukti ialah : a. surat atau tulisan; b. keterangan ahli; c. keterangan saksi; d. pengakuan para pihak; e. pengetahuan hakim. (2) Keadaan yang telah diketahui oleh umum tidak perlu dibuktikan. Dengan demikian jika dirinci peraturan tentang pembuktian yuridis itu dapat kita dapatkan dari Kitab Undang-undang Hukum Perdata (BW), HIR atau R.Bg, Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana atau Undang-undang No. 8 Tahun 1981, dan Undang-undang No. 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. 9
Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hlm.
65. 10
Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Uaha Negara Buku II Beracara Di Pengadilan Tata Usaha Negara Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hlm. 199-200.
10
Di samping peraturan perundang-undangan di atas, ternyata khusus untuk arsip elektronik ada pengaturan tambahan yang disinyalir sebagai antisipasi terhadap perkembangan Zaman, yaitu Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan atau disingkat UUDP. Selanjutnya diperjelas lagi dengan keluarnya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan dari UUDP itu yaitu PP No. 88 tahun 1999 tentang Tata Cara Pengalihan Dokumen Perusahaan Ke Dalam Mikrofilm atau Media Lainnya Dan Legalisasi. Perkembangan terakhir adalah adanya Undang-undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi. Dalam Pasal 36 ayat (1) Undang-undang ini menyebutkan: (1) Alat bukti ialah: a. Surat atau tulisan; b. Keterangan saksi; c. Keterangan ahli; d. Keterangan para pihak; e. Petunjuk; dan f. Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
D. Arsip Elektronik Sebagai Alat Bukti Sah Menurut Pasal 41 Keputusan Menteri Keuangan No. 245/KM.1/1979 nilai salinan photo-copy, microfilm dan sebagainya, diakui dalam komunikasi administrasi, hanya sebagai petunjuk tentang adanya arsip/dokumen aslinya dan tidak mempunyai nilai pembuktian atau tidak secara langsung dapat mengakibatkan pengeluaran uang. Kemudian pada tanggal 14 Januari 1988 keluar pendapat resmi Mahkamah Agung Republik Indonesia bahwa microfilm atau microfiche dapat digunakan sebagai alat bukti yang sah dalam perkara pidana di Pengadilan menggantikan alat bukti surat sebagaimana tercantum dalam Pasal 184 ayat (1) sub c KUHAP, dengan catatan bahwa baik microfilm maupun microfiche itu sebelumnya dijamin otentikasinya yang dapat ditelusuri kembali dari registrasi maupun berita acaranya. Terhadap perkara perdata berlaku pula pendapat yang sama. 11
Sebagai perkembangan terakhir adalah dengan keluarnya Undang-undang No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan. Berdasarkan Pasal 28 Ayat (3) Undangundang tersebut, eksistensi Undang-undang tersebut dapat juga berlaku bagi Lembaga atau Instansi Pemerintah disamping Perusahaan. Oleh karena itu Undang-undang tersebut dapat dipakai sebagai rujukan oleh semua pihak untuk menyikapi persoalan status arsip modern sebagai alat bukti yang sah di Pengadilan. Berdasarkan Pasal 15 ayat (1) Undang-undang No. 8 Tahun 1997 di atas, disebutkan bahwa Dokumen perusahaan yang telah dimuat dalam mikrofilm atau media lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan atau hasil cetaknya merupakan alat bukti yang sah.
Perkembangan Terakhir Dalam lapangan hukum pidana, Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan bahwa alat bukti yang sah dalam bentuk petunjuk, khusus untuk tindak pidana korupsi juga dapat berupa alat bukti lain yang berupa informasi yang diucapkan, dikirim, diterima atau disimpan secara elektronis; Undang-undang Nomor 15 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang menegaskan bahwa alat bukti pemeriksaan tindak pidana pencucian uang berupa informasi yang disimpan secara elektronis atau yang terekam secara elektronis; Menunjukan bahwa sesungguhnya data elektronik telah diterima sebagai alat bukti yang sah didalam pengadilan di Indonesia walaupun dalam hal pencarian pembuktiannya di perlukan keterangan ahli yang ahli dalam bidang tersebut untuk menguatkan suatu pembuktian yang menggunakan data elektronik tersebut. Tanggal 25 Maret 2008 DPR telah menyetujui UU tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UUITE). Menkominfo mengatakan UU ITE merupakan sebuah payung hukum dalam e-commerce sehingga pelaku transaksi elektronik tidak perlu khawatir melakukan transaksi elektronik. Menurut Menteri, e-commerce memiliki cakupan kegiatan yang sangat luas baik produksi maupun jasa. Dalam ekonomi global yang lagi berkembang secara drastis saat ini, e-commerce sudah menjadi komponen penting dalam strategi bisnis.
12
Yang terlibat dalam e-commerce antara lain adalah issuer (isntitusi keuangan yang menerbitkan kartu Bank), pemegang kartu (konsumen sebagai anggota penerbit kartu), pedagang (penjual, jasa dan informasi jasa), Institusi keuangan yang menyediakan jasa transaksi dan proses Kartu Bank dan Certification Authority ( pihak ketiga terpercaya yang menerbitkan sertifikat digital). Dalam UU ini ada keharusan adanya tanda tangan elektronik (digital). Hal ini sejalan dengan panduan kerja e-ASEAN (e-ASEAN Framework Guidelines) bagi pengakuan tanda tangan digital lintas batas dalam ASEAN. Jadi UU ITE merupakan terobosan hukum yang penulis anggap mampu mendorong perkembangan informasi dan teknologi (IT), dunia usaha dan bahkan kepentingan publik sehingga mampu mewujudkan fungsi hukum sebagai alat rekayasa sosial (Roscoe Pound, 1923). Manfaat konkrit dari UU
ITE
adalah perlindungan kepada publik.
Keberpihakan UU ITE terhadap kepentingan publik terlihat dari batang tubuh UU ITE dengan menyatakan bahwa UU ITE juga berlaku untuk setiap orang yang melakukan perbuatan hukum di luar wilayah hukum Indonesia yang memiliki akibat hukum di wilayah
hukum
Indonesia
dan
me rugikan
kepentingan
Indonesia.
Sifat extra territorial dari UU ITE ini memungkinkan pelanggar-pelanggar hukum yang melakukan aksi kriminal maya (cyber crime) di negara lain untuk dihukum berdasarkan hukum Indonesia. Kontrol sosial yang diberikan oleh UU ITE juga terlihat dari pelarangan atas distribusi informasi atau dokumen elektronik yang memiliki muatan penghinaan atau pencemaran nama baik, atau yang dapat menimbulkan rasa kebencian kepada kelompok tertentu berdasarkan SARA. Pasal 5 UUITE merupakan Pasal yang sangat penting sehubungan dengan pengakuan arsip elektronik sebagai alat bukti sah. Berikut bunyi Pasal 5 UUITE secara utuh : 1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. 2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.
13
3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang‐Undang ini. 4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk: a. surat yang menurut Undang‐Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang‐Undang harus dibuat dalam bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.
Kasus Konkrit Keputusan pengadilan atas kasus pergantian tampilan (deface) situs resmi KPU serta Partai Golkar merupakan keputusan yang mengakui informasi dan dokumen elektronik sebagai alat bukti. Pengakuan ini diberikan dengan cara penafsiran diperluas terhadap salah satu alat bukti yang sah dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu petunjuk. Sayangnya, UU ITE pun mengadopsi cara pandang pengadilan dengan menyebutkan bahwa informasi dan dokumen elektronik adalah perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan hukum acara, dari pada mengakui informasi dan dokumen elektronik sebagai sebuah alat bukti tersendiri (lihat Pasal 5 ayat (2) seperti yang telah penulis kutip di atas). Padahal Undang-undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi dalam Pasal 36 ayat (1) telah mengakuinya secara tersendiri. Berikut secara utuh dikutip bunyi Pasal tersebut : (1) Alat bukti ialah: a. Surat atau tulisan; b. Keterangan saksi; c. Keterangan ahli; d. Keterangan para pihak; e. Petunjuk; dan f.
Alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau
disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu.
14
Namun demikian, pengakuan yang diberikan oleh UU ITE memiliki arti penting tersendiri terutama bagi Indonesia sebagai Negara yang tidak menganut prinsip stare decisis sehingga keputusan pengadilan bukan merupakan sumber hukum yang mengikat bagi hakim lainnya. Di negara lain seperti Australia, China, Chili , Jepang dan Singapura telah memiliki payung hukum ataupun peraturan hukum yang memberikan pengakuan bahwa data elektronik dapat diterima sebagai alat bukti yang sah didalam pengadilan. China misalnya, membuat peraturan khusus untuk mengakui data elektronik. Salah satu pasal Contract Law of the People’s Republic of China 1999 menyebutkan, “bukti tulisan” yang diakui sebagai alat bukti dalam pelaksanaan kontrak (perjanjian) antara lain: surat dan data teks dalam berbagai bentuk, seperti telegram, teleks, faksimili, dan e-mail.
15
DAFTAR PUSTAKA A. Buku. ALA, Subject heading for Financial Libraries. New York, N.Y., 1954. Basuki, Sulistiyo. Pengantar Ilmu Perpustakaan, 9 Jilid, Jakarta, Universitas Terbuka, 1993. Effendi Perangin dan Nandang Alamsah D., Ketrampilan Membuat Akta Perjanjian & Dokumen Lainnya, CLTC, Jakarta, 1991. Indroharto, Usaha Memahami Undang-undang Tentang Peradilan Tata Uaha Negara Buku II Beracara Di Pengadilan Tata Usaha Negara Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996. Kurdiato, Sistem Pembuktian Hukum Acara Perdata Dalam Teori Dan Praktek, Surabaya : Usaha Nasional,1991. Lalang G., Muchsin P., dan Nandang A.D., Pengantar Kearsipan, Bandung : FISIPUNPAD, 1997. Moh. Mahfud MD, Perkembangan Politik Hukum Studi Tentang Pengaruh Konfigurasi Politik Terhadap Produk Hukum di Indonesia, Disertasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 1993. Nandang Alamsah Deliarnoor, Hukum Kearsipan, Bandung : P4H, 2006. Supomo, Hukum Acara Perdata Pengadilan Negeri, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986. B. Sumber Lain. Arsip Nasional RI. Keputusan Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia, Nomor 2 Tahun 1992, Tanggal 25 Juni 1992, tentang Prosedur dan Petunjuk Pelaksanaan Pembinaan Bagi Jabatan Arsiparis, Jakarta, 1992. Fuad gani, Rekod Elektronik Sebagai Alat Bukti Sah dan Masalah Hukum Lainnya, Makalah disampaikan pada Dialog Interaktif Kearsipan Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Kearsipan, antara UI – UNPAD Tanggal 6 Mei 2000. Nandang Alamsah Deliarnoor, Pentingnya Aspek Hukum Kearsipan Pada Kurikulum Program D III Kearsipan, GEMA ARSIP No. 3 Tahun III/1996. ________________________, Reformasi Undang-undang Kearsipan, Majalah GEMA ARSIP No. 8 Tahun V/1998. ________________________, Perkembangan Pengakuan Arsip Modern Sebagai Alat Bukti Sah Di Pengadilan, Majalah GEMA ARSIP No. 9 Tahun VI/1999.
16
REKOD ELEKTRONIK DAN HUKUM
Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum.
Disampaikan dalam Seminar Internasional INDONESIA – MALAYSIA UPDATE 2008 Yang Dilaksanakan Pada Tanggal 27-29 Mei 2008 Di GEDUNG PASCA SARJANA UGM YOGYAKARTA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS PADJADJARAN 2008 17
18