Rekber Kaskus dan Trust Dalam Komunikasi Ruang Virtual Adi Nugroho Onggoboyo Medresa Foundation, Bandung Email:
[email protected], Twitter: @adionggo Kaskus adalah komunitas online terbesar di Indonesia. Salah satu forum utama yang ramai didalam Kaskus adalah Forum Jual Beli (FJB). Seiring makin ramainya FJB Kaskus, juga mulai marak terjadi penipuan yang dapat merugikan baik pembeli atau penjual. Pada gilirannya, dapat memicu pada terjadinya ketidakpercayaan pada sistem jual beli online. Rekening Bersama (Rekber) kemudian hadir sebagai pihak ketiga yang memperantarai transaksi penjual dan pembeli di FJB Kaskus. Meski ada peluang bahwa penipuan tetap mungkin terjadi dari sisi rekbernya, pada kenyataannya menunjukkan bahwa keberadaan rekber benar-benar sangat membantu dan membuat sistem yang ada menjadi lebih stabil dan akseleratif.
Metode yang dipakai dalam makalah ini melalui observasi online pada FJB Kaskus dan turut berpartisipasi secara riil dalam proses jual beli dengan menjadi penjual barang yang diperdagangkan. Adapun peran trust menjadi sangat penting dalam komunikasi ruang virtual, terlebih jika bersinggungan dengan masalah yang melibatkan uang. Makalah ini mencoba menelaah peran dan fungsi trust dalam kaitan dengan sistem komunikasi ruang virtual yang penuh risiko, dan bagaimana karakteristik dan dinamika proses terbentuknya trust.
Kata kunci: Rekber, Kaskus, trust, komunikasi, ruang virtual, Forum Jual Beli
1
1. Pendahuluan Komunitas online di Indonesia tumbuh banyak seiring perkembangan internet dan media sosial yang pesat. Kaskus, adalah komunitas terbesarnya. Didirikan oleh tiga orang anak muda Indonesia di tahun 1999, dimana saat itu ketiganya sedang menjadi mahasiswa di Amerika Serikat. Kaskus yang merupakan singkatan dari kasak-kusuk, kemudian menjadi besar. Tercatat hingga bulan Oktober 2011 ini sudah lebih dari 3,5 juta anggota. Salah satu fitur yang menjadi andalan Kaskus adalah Forum Jual Beli (FJB), yang dapat dikatakan seperti pasar online. Pada FJB itulah, penjual dan pembeli bertemu untuk kemudian bertransaksi.
Beragam
barang yang
diperjualbelikan sangat beragam, yang kemudian menarik minat lebih banyak orang untuk bergabung menjadi member kaskus dengan motif ingin terlibat dalam FJB. Semakin banyak transaksi yang terjadi di FJB, mulai bermunculanlah penipuan-penipuan yang umumnya merugikan pihak-pihak yang terlibat transaksi. Dalam upaya meminimalisir maraknya penipuan yang terjadi, sebagian penggiat Kaskus berinisiatif untuk membuat apa yang kemudian dikenal dengan istilah Rekening Bersama, atau biasa) disebut Rekber. Keberadaan rekber inilah yang menarik untuk dicermati dalam kaitan dengan fungsi trust dalam komunikasi ruang virtual.
2. Konsep/Kerangka Teori Rekening Bersama Karena penipuan yang makin marak dalam FJB Kaskus -yang berpotensi menghancurkan reputasi penjual barang- maka kemudian terjadi diskusi-diskusi intensif dari beberapa pihak secara online (khususnya penjual dan pembeli) yang menghasilkan suatu usulan konstruktif: Rekening Bersama (Rekber). Adapun pemegang rekening bersama ini direkomendasikan oleh para penjual dan pembeli yang telah terbiasa bertransaksi di Kaskus. Inti peran dari para pemegang rekber ialah sebagai pihak ketiga dari transaksi yang dilakukan oleh penjual dan pembeli. Hal ini dimaksudkan untuk saling membangun kepercayaan dan menjaga keamanan transaksi yang menguntungkan semua pihak. Mekanisme kerja sistem rekber pada dasarnya
2
sangat sederhana meski sedikit membutuhkan waktu yang lebih dibandingkan sistem tanpa kehadiran rekber. Pada mulanya, penjual memposting thread barang jualannya di FJB, kemudian ada pembeli tertarik. Keduanya kemudian berkomunikasi (misalnya melalui sms, telepon, email, YM, atau Private Message –PM- di Kaskus). Keduanya kemudian menyepakati cara pembayaran, katakankah mereka setuju untuk menggunakan rekber. Kemudian disepakatilah salah satu pemegang rekber yang mereka anggap dapat dipercaya. Penjual lalu mengkontak pemegang rekber untuk
memberitahukan
detail
transaksi
pada
halaman
konfirmasi
di
http://www.rekber.com sekaligus juga mentransfer sejumlah uang yang disepakati dengan pembeli, ditambah biaya jasa rekber. Rekber lalu mengkonfirmasi ke penjual via nomor kontaknya dan pada thread jualan si penjual, dan meminta agar penjual segera mengirimkan barang kepada pembeli. Lalu dikirimlah barang oleh penjual. Setelah sampai di tangan pembeli, ia dapat mengecek terlebih dahulu kelengkapan dan fungsi barang sesuai dengan keterangan yang didagangkan pada thread. Jika oke, pembeli kemudian mengkonfirmasi kembali ke rekber via sms ) dan atau thread konfirmasi rekber bahwa barang sudah diterima dengan baik dan
sesuai dengan yang disebutkan pada thread jualan. Rekber kemudian memberi konfirmasi ke penjual via nomor ponsel pribadi penjual dan atau via thread konfirmasi rekber/link jualannya sekaligus mentransfer uang pembelian dari pembeli. Adapun jika barang yang diterima tidak sesuai dengan yang dijanjikan, maka pembeli jika tidak puas dapat kemudian mengembalikan barang tersebut ke penjual, namun pembeli mesti mengkonfirmasi kepada rekber disertai alasannya via thread konfirmasi dan PM. Lalu, rekber akan meneruskan konfirmasi kepada penjual tentang kebenaran pembatalan transaksi. Ketika barang tersebut dikirimkan kembali oleh pembali dan sudah sampai pada penjual, penjual akan mengkonfirmasi kepada rekber bahwa barang telah diterima kembali untuk selanjutnya rekber akan mentransfer uang pembelian (refund) kembali lagi kepada si pemilik uang (pembeli) setelah dipotong biaya jasa rekber. Berikut ini adalah skema cara kerja rekber yang diambil dari situs resmi rekber
di
http://www.rekeningbersama.com
http://www.rekber.com
3
dan
dari
thread
konfirmasi
)
Untuk biasa jasa rekber, akan tergantung dari besarnya jumlah uang yang akan ditransaksikan. Biaya ini ditanggung tergantung kesepakatan dari penjual dan pembeli untuk siapa yang akan membayarkannya.
Biaya jasa rekber
selengkapnya sebagai berikut: transaksi Rp 10.000 s/d 1.999.999
: Rp 10.000
transaksi Rp 2.000.000 s/d Rp 4.999.999
: Rp 20.000
transaksi Rp 5.000.000 s/d Rp 9.999.999
: Rp 30.000
transaksi Rp 10.000.000 s/d Rp 19.999.999
: Rp 40.000
transaksi Rp 20.000.000 s/d Rp 49.999.999
: Rp 50.000
transaksi Rp 50.000.000 s/d Rp 74.999.999
: Rp 75.000
transaksi Rp Rp 74.999.999 s/d Rp 99.999.999
: Rp 100.000
transaksi diatas Rp 100.000.000
: Rp 150.000
Meski nampak sederhana, dalam kurun waktu aktivitasnya selama lima tahun terhitung tahun 2006-2011, disebutkan pada halaman depan thread konfirmasi bahwa mereka telah mencetak transaksi hingga mencapai 40 miliar rupiah, sebuah angka yang fantastis. Tentunya total transaksi ini jauh lebih besar
4
dari angka ini mengingat setelah lahirnya para pemegang rekber ini, muncullah banyak pihak ketiga lainnya yang berdiri sendiri diluar para pemegang rekening bersama. Akan tetapi, karena istilah rekber sudah terlanjur populer, maka para anggota kaskus yang beralih secara professional menjadi pihak ketiga transaksi akhirnya juga disebut rekber. Dengan kata lain, pada situasi sekarang, rekber tidak lagi didominasi oleh para pemegang rekber yang berformat awal dibentuk, namun makin banyak pilihan jasa rekber diluar mereka, dan mereka berkompetisi sehat satu dengan lainnya.
Trust Niklas Luhmann (1979:4 dalam Jalava:2006) mengatakan bahwa tidak akan ada masyarakat tanpa trust, karena trust adalah fakta mendasar dari kehidupan sosial. Menurut Luhmann, fungsi dari trust adalah untuk mereduksi kompleksitas. Penghilangan atas kompleksitas adalah hal yang tidak mungkin, namun kita dapat mereduksinya. Trust mensyaratkan situasi risiko (Jalava:2003), menurut Luhmann ia tidaklah dibutuhkan pada dunia yang familiar. Familiarity ) sendiri adalah sebuah fakta yang tak terhindarkan dari kehidupan manusia
(Luhmann:1988 dalam Jalava:2006). Dapatlah dikatakan bahwa ia adalah suatu hal yang tidak terlalu banyak berubah selama evolusi, ia bersifat self-evident, seperti taken for granted, yang berarti tidaklah kompleks (Jalava:2006). Familiarity dimasa silam terjadi lantaran masyarakat eksis pada situasi yang simpel. Pembeda utama sistem dengan lingkungannya –yang dapat diidentifikasi menjadi familiar dan unfamiliar- misalnya dengan alat kontrol agama. Masyarakat kemudian berevolusi menjadi lebih kompleks, yang menurut Luhmann berproses secara autopoietic, self-referential: serangkaian proses yang dilakukan dengan mengacu pada sistem itu sendiri dalam relasinya dengan lingkungannya. Evolusi menurut Luhmann mengacu pada differensiasi yang berhasil diantara mekanisme variasi, seleksi, dan stabilisasi (Luhmann,1982:265) Trust mengacu pada orientasi masa depan, namun tetap membutuhkan historisitas masa lalu. Trust dengan begitu tetap membutuhkan familiarity sebagai pra-kondisi. Keduanya merupakan cara yang saling melengkapi untuk menyerap kompleksitas dan terhubung satu sama (Luhmann 1979:20 dalam Jalava:2006)
5
Konfidensi (Confidence) Konfidensi adalah elemen dari sistem psikis, ia tinggal di dalam alam pikiran kita namun tidak ditransfer melalui komunikasi seperti halnya trust (Jalava:2006). Jalava mengatakan bahwa konfidensi seperti ‘noise’ yang menjadi latar belakang suatu sistem sosial. Anda dikatakan confidence bahwa ekspektasi anda tidak akan dikecewakan: pesawat yang tidak jatuh, politisi yang tidak korup, dan tidak ada orang yang membunuh anda pada saat jalan minggu di sore hari (Jalava:2006:28). Confidence tergantung dari bahaya yang inheren tetapi tidak selalu dalam situasi resiko. Lebih lanjut Jalava mengatakan bahwa ada suatu situasi kontingensi dimana kita tidak tahu apa-apa dibaliknya: tentunya pada situasi ini, kita tidak ingin mendapatkan kekecewaan. Seperti yang Luhmann (1998:97 dalam Jalava:2006) katakan: “You neglect this because it is a very rare possibility, but also because you do not know what else to do.The alternative is to live in a state of permanent uncertainty and to withdraw expectations without having anything with which to replace) them”. Dengan demikian dapat berarti, jika kita dalam suatu situasi yang tidak ada kecenderungan alternatif lainnya, maka disituasi itulah kita berada pada kondisi confidence.
Sistem Komunikatif Mengacu pada konsep Luhmann tentang sistem sosial, ia melihat bahwa elemen dasar dari masyarakat adalah komunikasi. Masyarakat dikatakan sebagai masyarakat jika mengacu pada elemen dasarnya tersebut, yaitu komunikasi. Individu adalah relevan dengan masyarakat hanya sejauh dia berpartisipasi dalam komunikasi atau dapat diinterpretasikan sebagai pihak yang berpartisipasi dalam komunikasi (Ritzer:2003). Luhmann membagi beberapa jenis sistem, yaitu sistem mesin/mekanis,
sistem
sosial,
sistem
organisme,
dan
sistem
psikis
(Luhmann:1995) yang masing-masing memiliki elemen dasarnya. Individu dipandang mewakili dua buah sistem yaitu sistem organisme dan sistem psikis, tapi bukan sistem sosial. Efeknya, individu bukan merupakan bagian dari masyarakat. Individu hanya semacam carrier untuk melakukan komunikasi.
6
Luhmann menyebut kontingensi ganda untuk diselesaikan oleh sistem sosial: “The basic situation of double contingency is then simple: two black boxes, by
whatever
accident,
come
to
have
dealings
with
one
another”
(Luhmann:1995:109), yang kemudian akan menghasilkan: “These black boxes cannot really understand each other, but they can create sufficient transparency or ‘whiteness’ for dealing with one another” (Vanderstraeten: 2004) Adanya kontingensi ganda ini menyebabkan terjadinya indeterminasi, yang pada akhirnya, bahwa semua komunikasi tertentu adalah mustahil. Dalam kaitan ini, Ritzer (2003:249) mengatakan bahwa; Pertama, adalah mustahil bahwa kita akan mempunyai sesuatu yang ingin kita komunikasikan kepada orang tertentu. Kedua, karena informasi dapat dikomunikasikan dengan sejumlah cara, maka tidak mungkin kita akan memilih dengan satu cara khusus saja. Ketiga, adalah mustahil bahwa orang yang kita ajak bicara akan memahami kita dengan tepat. Untuk mengatasi kemustahilan komunikasi, maka struktur sosial berkembang untuk mengubah komunikasi yang mustahil menjadi lebih mungkin. Dalam melihat sistem komunikatif, unit analisisnya ialah komunikasi ) 3 (tiga) elemen dasar dalam komunikasi (Leydesdorff:1996). Luhmann merinci
yaitu
utterance
(ungkapan), information (informasi),
dan understanding
(pemahaman). 3. Metodologi Metode penelitian yang kami lakukan ialah menggunakan pendekatan kualitatif, khususnya observasi dan partisipasi langsung didalamnya. Dalam hal ini, penulis juga berstatus sebagai anggota kaskus alias kaskuser yang menyelami dinamika yang terjadi di dalamnya berikut tata nilai dan norma yang terbentuk. Kemudian penulis aktif pula dengan eksperimentasi terlibat perdagangan barang di FJB secara sungguhan, baik itu menggunakan sistem jasa rekber maupun bukan (misalnya transfer langsung, transfer setelah barang sampai dan cocok, dan Cash On Delivery –COD- )
7
4. Analisis dan Diskusi Jika kita pergi ke sebuah pasar, disana kita menemukan para penjual barang berkumpul dan menjualkan barang dagangannya. Kita bebas untuk melihat-lihat aneka barang yang tersedia disana. Begitu cocok dengan suatu barang, kita bisa membelinya, dengan atau tidak terjadinya tawar-menawar terlebih dahulu. Pada situasi tersebut, dapat dikatakan bahwa kita confidence untuk membeli. Sekarang, ketika zaman berkembang dengan pesatnya kemajuan internet dan media sosial, pasar online pun tumbuh, salah satunya di FJB Kaskus. Confidence yang muncul dalam situasi yang normal menjadi bergesar kadarnya karena sistem sosial menjadi lebih kompleks. Pihak-pihak yang menjadi carrier dalam komunikasi bersifat virtual-riil, dikerjakan pada wahana virtual namun nyata. Demikian pula barang yang dijual, direduksi kompleksitasnya dengan mensimplifikasi dalam bentuk representasi konten digital. Hal itu juga sekaligus memperbesar kompleksitas yang lain karena ekspketasi calon pembeli menjadi tidak lebih kaya dibandingkan dengan situasi riil non-virtual. Jika menggunakan ) konsep sistem komunikatif ala Luhmann, kita akan menemukan idealitas
komunikasi di dunia virtual ini: yang berkeliaran bukan individunya, tapi elemenelemen komunikasinya. Situasi virtual, reduksi informasi dalam teks dan gambar, ketakcukupan informasi struktural dari semua tampilan virtual penjual-pembeli, membuat kontingensi ganda dalam komunikasi ruang virtual berada pada posisi yang lebih sulit dibandingkan dengan komunikasi non-virtual. Mari kita simplifikasi dinamika prosesnya menjadi dua orang anggota Kaskus yang saling berkomunikasi. Dari bermula tidak saling tahu, keduanya bisa saling mencoba mencari tahu agar meningkatkan ekspektasi satu sama lain. Karena pentingnya detail konstruksi informasi struktural personal, sistem yang lebih makro (Kaskus) telah mengembangkan seperangkat informasi untuk dicapai anggotanya sehingga memunculkan reputasi. Dua orang yang berkomunikasi saling mereduksi kompleksitasnya untuk mensolusikan kontingensi ganda yang dialami, yang ditopang pula secara struktural oleh kontrol yang lebih besar (admin atau manajemen Kaskus) sebagai fungsi fasilitasi. Dalam skala yang lebih banyak,
8
dinamika dan proses yang kaya di dalam Kaskus telah memunculkan kebrojolan baru berupa seperangkat nilai dan norma yang disepakati sebagai konvensi, sebagai ‘adat istiadat’nya. Dalam rentang proses yang cukup, situasi kompleks yang mengandung resiko perlahan tapi pasti berevolusi menjadi situasi yang familiar. Dalam konteks ini, familiarity yang digambarkan Luhmann sebagai situasi pada sistem sosial sederhana sesungguhnya dapat diredefinisi sesuai dengan perkembangan sistem sosial yang berevolusi pada suatu masyarakat. Secara teoretis, familiarity ini akan menjadi pendorong bagi munculnya confidence yang menyebabkan penjual dan pembeli di FJB seharusnya tidak perlu merisaukan transaksi mereka. Akan tetapi, situasinya ternyata tidak se-familiar yang dibayangkan, ia belum bergerak sempurna, situasinya masih kompleks karena banyaknya variasi informasi dari anggota komunitas yang masih mengandung kontingensi dan ketidakpastian. Kalangan anggota yang misalnya dikategori newbie, tidak memiliki kotak hijau reputasi (cendol ijo), dan postingnya sedikit, yang lalu menjadi penjual barang di FJB, kerap menyimpankan keraguan akan terpercaya atau tidaknya orang tersebut. Confidence di dalam sistem psikis calon pembeli akan )mendorong dirinya bertindak untuk tidak memberikan trust padanya sekalipun ia tertarik dengan barang yang dijualnya. Kompleksitas informasi yang tertuang pada penjual dan pembeli sebetulnya bisa cukup mengantarkan kedua belah pihak pada ekspektasi yang cukup untuk melakukan transaksi: dari kotak reputasi (cendol ijo atau bata merah), banyaknya posting, cara mengungkapkan deskripsi barang yang akan dijual, pilihannya akan informasi yang ditukar/disampaikan via sms/PM/thread, dan sebagainya. Akan tetapi, tidak semua anggota mengetahui hal ini. Bagi para anggota yang sudah paham betul cara permainannya, apalagi telah saling bertemu dan beraktivitas secara offline, hal ini tentunya akan menjadi suatu yang familiar, kompleksitasnya menjadi simpel dan tidak perlu trust disana, semua bisa berjalan dengan cukup membedakannya menjadi misalnya: sudah pernah ketemu offline dan beraktivitas bersama dan sebaliknya.
Lalu, bagaimana dengan banyak
anggota lain yang belum atau tidak terikat secara familiar dengan komunitas, terlepas dari apakah mereka itu newbie atau bukan.
9
Trust kemudian dimunculkan dalam format lain. Sistem sosial mengorganisasikan dirinya dengan berevolusi melalui mekanisme pemberian trust kepada pihak ketiga (rekber) yang awalnya telah ditunjuk atas dasar konvensi berdasarkan familiarity. Familiarity ini telah sangat membantu membentuk subsistem tambahan yang fungsional untuk menstabiliasi sistem yang sempat rapuh karena menurunnya transaksi akibat marak terjadi penipuan disana-sini. Alih-alih pembeli memberikan trust-nya kepada penjual secara langsung, sistem baru mengusulkan untuk mengalihkan pemberian trust pada rekber. Bagi calon pembeli cara ini mereduksi kompleksitas dengan signifikan karena resiko uang hilang dan barang tidak diterima besar peluangnya. Sementara bagi penjual, ia juga seperti ‘dipaksa’ oleh sistem untuk memberikan trust-nya kepada rekber. Penjual mungkin akan merasa sedikit aman mengingat terdapat alamat kirim sang pembeli, yang sewaktu-waktu bisa dilacak apabila perjadi penipuan. Luhmann (1979, dalam Jalava:2006) mengatakan bahwa terdapat sekurangnya empat hal dalam proses sistem komunikatif
untuk memberikan
personal trust: komitmen mutual, kecukupan situasi kedua belah pihak, kemustahilan meminta trust (hanya )bisa diberikan), dan trust harus diperoleh. Mengacu pada konsep ini, jika sistem komunikatif yang dibentuk memungkinkan dimulainya mekanisme diatas dalam sekup personal trust, yang dalam hal ini dialirkan kepada rekber, maka dalam skala lebih makro dan pada jenak waktu yang cukup, akan tercipta keteraturan/kestabilan baru. Tentu saja kehadiran rekber dan sistem sekalipun telah banyak mereduksi kompleksitas, bukan berarti kemudian tidak menambah kompleksitas pada saat yang lain. Pastinya, alur transaksinya yang dalam dunia offline yang familiar itu lebih simpel, via rekber menjadi sedikit lebih panjang. Kemudian, bisa juga memicu kemunculan variasi-variasi modus penipuan yang baru yang bisa berpotensi merugikan penjual, pembeli, atau rekber itu sendiri. Secara optimis-konstruktif, ketika semakin banyak orang melakukan tindakan transaksi via rekber, dilakukan berkali-kali, kaya umpan balik positif, maka sistem ini terus bergerak ke arah stabilisasi. Dengan demikian, tatkala seorang calon pembeli ingin bertransaksi menggunakan pemegang rekber A di saat yang lampau, lalu di saat yang lain menggunakan pemegang rekber B, telah
10
terbentuk confidence pada calon pembeli untuk melakukan transaki: sistem yang dengan demikian telah berjalan sehingga dipandang sesuatu yang normal, dan kenormalan itu dihasilkan dari situasi familiar antara aktor-aktor yang terlibat dalam sistem sosial.
5. Simpulan Trust menjadi elemen penting dalam komunikasi virtual penjual dan pembeli di FJB Kaskus. Akan tetapi pemberian trust ini tidak bersifat langsung, namun dialihkan ke pihak pemegang rekber. Pemberian trust ini menjadikan situasi penuh resiko dalam komplesitas yang tidak menentu menjadi tereduksi, sekaligus juga membantu menyelesaikan problem kontingensi ganda antara pihak-pihak yang berkomunikasi. Pada akhirnya, ketika sistem sosial kemudian mengarah pada stabilisasi, seperti proses iterasi yang berputar kembali, muncullah confidence dalam sistem psikis para pelaku komunikasi, yang dibentuk dari familiarity yang terbangun dari Trust yang diberikan. )
6. Daftar Pustaka
Jalava, Janne (2003). From Norm to Trust. The Luhmannian Connection Between Trust and System. European Journal of Social Theory 6(2): 173–190 _____, Janne (2006). Trust As A Decision. The Problems and Functions of Trust in Luhmann Systems Theory. University of Helsinki. Research Report. Leydesdorff, Loet (1996). Luhmann's sociological theory: its operationalization and future perspectives. Social Science Information 1996; 35; 283. Sage Publications Luhmann, Niklas University Press.
(1995).
Social Systems.
Stanford, California : Stanford
________, Niklas (1982). The Differentiation Of Society. Columbia University Press. New York. Ritzer, George. Douglas J. Goodman. (2003). Modern Sociological Theory, 6th edition. McGraw-Hill
11
Ryan, Sherida (2004). Initial Trust Formation in an Online Social Action Network. Conference Working Papers Volume Sixth, International Conference of the International Society for Third-Sector Research, Toronto, Canada Turner, Jonathan. (1998). The Structure of Sociological Theory, BelmontCalifornia: Wadsworth Publishing Company. Vanderstraeten, Raf (2004). The Social Differentiation of the Educational System. Sociology 2004; 38; 255 Sumber lain: Virtual Middlemen. Forbes Indonesia, May 2011, Volume 2 Issue 5 Situs resmi rekening bersama http://www.rekeningbersama.com Therad konfirmasi rekening bersama http://www.rekber.com
)
12