i
RANCANGAN DISSERTASI REKAYASA KOMPOSIT POLIMER EPOXY NANO KARBON DARI SELULLOSA ECENG GONDOK DENGAN METODE CATALYTHIC GRAPHITIZATION UNTUK APLIKASI PEREDAM GETARAN
OLEH: MA’RUF
PROGRAM DOKTOR TEKNIK MESIN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2015 i
ii
RANCANGAN DISSERTASI
OLEH: MA’RUF
Menyetujui KOMISI PEMBIMBING
Promotor
Co promotor
…………………………….. NIP.
…………………………… NIP.
Mengetahui Ketua Program Doktor Teknik Mesin
………………………………………….. NIP.
ii
iii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas segala karunia dan rahmat-NYA yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan rancangan dissertasi ini. Rancangan desertasi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk pendaftaran sebagai mahasiswa Program Doktor Teknik Mesin Universitas Brawijaya. Adapun judul dari rancangan dissertasi ini adalah “Rekayasa Komposit Polimer Epoxy Nano Karbon Dari Selulosa Eceng Gondok Dengan Metode Catalythic Graphitization untuk Aplikasi Peredam Getaran”. Penulis menyadari bahwa rancangan desertasi ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan di masa akan datang. Akhir kata, penulis berharap semoga rancangan desertasi ini dapat diterima dan dapat berguna bagi kita semua.
Banjarbaru, April 2015 Penulis
iii
iv
DAFTAR TABEL
No. 4.1
Judul Rancangan waktu pelaksanaan penelitian
Hal 33
iv
v
DAFTAR GAMBAR
No.
Judul
Hal
2.1
Monomer D-Glukopiranosa pada Selulosa
17
2.2
Proses Karbonisasi Fasa Padat
19
2.3
Struktur Umum Grafit
20
2.4
Pencitraan STM pada ( a ) tumpukan grafit dan (b) tumpukan turbostratic
20
2.5
Rantai Polimer
21
4.1
Alat Karaterisasi XRD
30
4.2
Alat Karakterisasi SEM
30
4.3
Alat Karakterisasi FT-IR
31
4.4
Diagram Alir Penelitian
33
v
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
i
HALAMAN PENGESAHAN
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR ISI
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.1
Latar Belakang
1
1.2
Perumusan Masalah
2
1.3
Batasan Masalah
3
1.4
Tujuan Penelitian
4
1.5
Manfaat Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
2.1
Peneliti sebelumnya
5
2.2
Selulosa
17
2.3
Pembuatan Material Karbon
18
2.4
Struktru Grafit
19
2.5
Polimer
21
2.5
Komposit Partikel Nano
22
BAB II
BAB III
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
23
3.1
23
Kerangka Pendekatan Analisis
vi
vii
3.2
BAB IV
Kerangka Pendekatan Teoritis
24
METODE PENELITIAN
27
4.1
Tempat dan Waktu Penelitian
27
4.2
Bahan dan Peralatan Penelitian
27
4.3
Perancangan Pengujian
28
4.4
Objek Penelitian
28
4.5
Prosedur Percobaan
29
4.6
Pelaksanaan Pengujian
32
4.7
Variabel-variabel Penelitian
32
4.8
Diagram Alir Penelitian
33
DAFTAR PUSTAKA
vii
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan agraris yang memiliki luas wilayah dengan keanekaragaman hayati yang sangat banyak. Banyak diantara keanekaragaman hayati yang dimiliki tersebut belum dimanfaatkan dengan maksimal untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Eceng gondok satu diantara keragamanhayati yang ketersediannya sangatlah melimpah di Indonesia karena pertumbuhannya yang cepat, sehingga memiliki potensi yang besar untuk dijadikan bahan baku material, segi nilai jual yang tidak terlalu tinggi serta dianggap gulma bagi lingkungan perairan. Eceng gondok memiliki kandungan 60% selulosa, 8% hemiselulosa dan 17% lignin (Ahmed, 2012) yang merupakan struktur utama dari tanaman hijau. Penelitian yang dilakukan Haisong Qi, Edith Mäder, Jianwen Liu, 2013 menggunakan matrik selullosa dan karbon nanotube untuk film konduktif elektrik yang digunakan sebagai sensor air. Potensi selullosa pada eceng gondok berpotensi untuk dikembangkan untuk menjadi produk yang sangat bermanfaat dan benilai tinggi dengan pengolahan lebih lanjut menjadi karbon dengan struktur nano. Karbon dengan struktur nano menjadi salah satu hal yang unik di dalam bidang material dikarenakan sifat fisik dan kimia yang menarik diantaranya kekuatan mekanik, ketahanan kimia, konduktivitas listrik dan termal yang baik,
dan
memiliki
luas
permukaan yang tinggi. Penggunaan nanokarbon untuk menghasilkan dan menyimpan energi, penyimpan hidrogen, nanokomposit dan katalis. Pembuatan nanokarbon dapat dilakukan dengan metode laser vaporization, plasma enhanced chemical vapor deposition dan arc discharge. Berbagai jenis nanokarbon yang dihasilkan dari berbagai metode tersebut seperti fiber, tube, anion, horn, kapsul, pita dan coil. Pembuatan nanokarbon memerlukan temperatur yang sangat tinggi sekitar 5000-20.000 °C pada arc discharge dan 4000-5000 °C untuk metode laser vaporization. Penggunaan temperatur yang tinggi menyebabkan biaya produksi yang besar dalam produksi massal. Penurunan temperatur dalam pembuatan nanokarbon dapat menggunakan katalis yang berasal dari logam transisi ataupun material inorganik yang dapat membantu untuk pembentukan struktur nanokarbon. Metode ini dinamakan dengan catalythic graphitization. Penelitian yang dilakukan oleh
M.
Tang,
Roger Bacon, 1964 1
memperlihatkan bahwa selulosa dapat dirubah dengan pemanasan menjadi lembaran grafit, tetapi dalam penelitiannya temperatur yang digunakan hingga mencapai 2800 oC untuk mendapatkan lembaran grafit yang kristalin. Penggunaan metode catalythic graphitization menggunakan katalis dan selulosa sebagai prekursor diharapkan menjadi suatu terobosan baru dalam memproduksi karbon nanostruktur dengan proses yang sederhana dan tidak memerlukan energi tinggi. Perkembangan teknologi komposit memungkinkan pembentukan material komposit dengan struktur berskala nano. Penggunaan partikel nano dapat meningkatkan sifat mekanik polimer. Partikel nano digunakan sebagai pengisi sekunder pada komposit yang mengandung pengisi utama dengan kemampuan mengisi porositas yang tidak dapat terisi oleh polimer, mencegah inisiasi dan propagasi keretakan melalui mekanisme crack bridging pada skala mikro yang umumnya tidak dapat dilakukan oleh serat berukuran makro dan mikro. Komposit dari polimer yang termodifikasi struktur nano disebut PNC (polymer based nanocomposite). Inkorporasi partikel nano pada polimer telah membuka paradigma baru mengenai bagaimana sebuah material komposit dapat dibentuk untuk meninggkatkan sifat-sifat tertentu. Secara umum terdapat empat cara untuk mendispersikan carbon nanotube dalam matriks polimer yaitu direct mixing, in situ polymerization, solution method, and melt processing (Tang, Santare, Advani, 2003). Nanokarbon berbasis nano komposit polimer diharapkan untuk dapat dimanfaatkan dalam dalam berbagai bidang yang luas termasuk transportasi, otomotif, aerospace, alat-alat olahraga, energi dan sektor infrastruktur. Aplikasi berbagai tersebut karena kekuatan tinggi, ringan, proses yang fleksibel dan dapat dapat menurunkan amplitudo equivalent dengan defleksi, sehingga dapat menghindari terjadinya resonansi
yang adapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada sistem
ataupun struktur. Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian ini yang bertujuan untuk mendapatkan terobosan baru dalam memproduksi karbon nanostruktur dengan proses yang sederhana, tidak memerlukan energi tinggi untuk menghasilkan komposit polimer nano karbon untuk aplikasi peredam getaran.
1.2 Perumusan Masalah Perumusan masalah pada penelitian ini adalah: 1.
Bagaimana
mensintesis struktur nanokarbon dari selulosa eceng gondok melalui 2
metode catalythic graphitization sebagai prekursor dan FeCl3.6H20 sebagai katalis pada temperatur rendah? 2.
Bagaimana karakteristik struktur nanokarbon yang dihasilkan dari selulosa eceng gondok dengan metode catalythic graphitization?
3.
Bagaimana menghasilkan komposit polimer epoxy nanokarbon yang memiliki sifatsifat mekanik yang handal?
4.
Bagiamana menghasilkan
komposit polimer epoxy nanokarbon untuk aplikasi
peredam getaran.
1.3 Batasan Masalah Penelitian ini memiliki beberapa batasan masalah meliputi batasan metode sintesis, penggunaan bahan, dan alat karakterisasi yaitu : 1.
Bahan dasar selullosa berasal dari tanaman eceng gondok yang tumbuh diperairan Banjarmasin dan sekitarnya.
2.
Struktur nanokarbon disintesis dengan metode catalythic graphitization pada temperatur di bawah 500 oC.
3.
Prekursor yang digunakan merupakan selulosa yang didapat dari eceng gondok dan katalis yang digunakan adalah FeCl3.6H2O.
4.
Nanokarbon yang digunakan nanokarbon hasil sintesis selulosa eceng gondok.
5.
Perbandingan konsentrasi prekursor dengan katalis yang digunakan adalah 50:1 persen berat.
6.
Polimer yang digunakan adalah polimer epoxy resin dan epoxy hardener.
7.
Proses pre-treatment dari eceng gondok sebelum direaksikan dengan katalis dan disintesis yaitu chemical treatment melalui perendaman dalam NaOH 0,1 M dan aquades serta proses pembentukan fibril selulosa melalui mechanical treatment yaitu menggunakan IKA Ultra- turax.
8.
Proses impregnasi katalis ke dalam eceng gondok dilakukan melalui pemanasan pada oven dengan temperatur 80 oC.
9.
Sturktur nano karbon yang digunakan hasil sintesis selullosa eceng gondok
10. Karakterisasi yang digunakan adalah X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Transmission Electron Microscopy (TEM), dan Fourier Transformation Infra Red (FTIR). 11. Manufakturing komposit polimer nano karbon menggunakan simple mixing. 3
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1.
Untuk mensintesis struktur nanokarbon dari selulosa eceng gondok melalui metode catalythic graphitization sebagai prekursor dan FeCl3.6H20 sebagai katalis pada temperatur rendah.
2.
Untuk mengetahui karakteristik struktur nanokarbon yang dihasilkan dari selulosa eceng gondok dengan metode catalythic graphitization.
3.
Untuk menghasilkan komposit polimer epoxy nanokarbon yang memiliki sifat-sifat mekanik yang handal.
4.
Untuk menghasilkan komposit polimer epoxy nanokarbon untuk aplikasi peredama getaran.
1.5 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah: 1. Dapat memberikan sumbangan yang berharga bagi perkembangan ilmu material. 2. Dapat memberikan tambahan pembaharuan ilmu dan pengetahuan material. 3. Dapat menghasilkan material komposit polimer nanokarbon yang memiliki sifat mekanik yang lebih baik.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Sebelumnya. Jinshui Yang, Jian Xiong, Li Ma, Bing Wang, Guoqi Zhang, Linzhi Wu, 2013. Melakukan pengujian getaran dan kinerja redaman serat karbon komposit piramida panel truss. Sandwich hybrid dengan lapisan viskoelastik tertanam dalam lembaran sandwich. Tes modal dilakukan untuk mengetahui getaran dan karakteristik redaman seperti panel sandwich hybrid dengan atau tanpa lapisan viskoelastik. Faktor kerugian redaman balok ramping komposit dengan orientasi serat yang berbeda diuji untuk menentukan sifat redaman konstitutif bahan induk untuk panel sandwich hybrid
tersebut. Hasil simulasi numerik menunjukkan kesesuaian
dengan tes
eksperimen. Faktor kerugian redaman panel sandwich hibrida meningkat jelas dibandingkan dengan panel sandwich sebelumnya karena lapisan viskoelastik tertanam dalam lembaran struktur. Marta Sevilla, Antonio B. Fuertes, 2009. Melakukan penelitian nanocoils karbon graphitic dengan tingkat tinggi kristalinitas telah disintesis dengan menggunakan sebagai perantara sampel hidrotermal berkarbonisasi (dilambangkan sebagai hydrochar) yang diperoleh dari tiga sakarida perwakilan (glukosa, sukrosa dan pati). Sampel hydrochar dikonversi ke dalam nanocoils graphitic pada suhu sedang (900 °C) menggunakan nanopartikel nikel sebagai katalis grafitisasi. Metode sintesis melibatkan dua langkah sederhana: (a) pirolisis Ni pada temperatur 900 °C (b) oksidasi fase cair untuk menghilangkan partikel logam dan non-graphitized karbon. Pada skema ini memungkinkan sintesis pembuatan struktur nano seragam nanocoils graphitic, dengan kristalinitas tingkat tinggi dengan teknik yang berbeda (HRTEM, SAED, XRD dan spektroskopi Raman). Delphine Carponcin, Eric Dantras, Guilhem Michon, Jany Dandurand, Gwenaëlle Aridon, Franck Levallois, Laurent Cadiergues, Colette Lacabanne, 2015. Melakukan penelitian nanokomposit hybrid untuk redaman getaran. Partikel feroelektrik zirkonat titanat dan karbon nanotube tersebar secara bersamaan dalam rekayasa semi-kristal termoplastik matriks dengan pengolahan ekstrusi. Partikel feroelektrik dibuat piezoelektrik setelah dimasukkan ke dalam matriks polimer melalui langkah poling. Respon dinamis nanocomposites telah ditandai dengan 5
analisis mekanik dinamis dan uji getaran. Modulus geser mekanis menunjukkan peningkatan dan disipatif setelah langkah poling nanokomposit. Dengan uji getaran, modus lentur pertama fungsi respon frekuensi telah diikuti dan signifikan redaman melekat pada poling. Evolusi ini meningkat dengan penggunaan dua terkendala lapisan elastis. Elzbieta Frackowiak, Grzegorz Lota, Thomas Cacciaguerra, François Béguin, 2006. Melakukan penelitian karbon nanotube multiwalled (NTS) telah digunakan sebagai partikel logam katalitik metanol untuk electrooxidasi dalam medium asam. Komposisi nanopartikel PtRu (50:50) diendapkan pada berbagai jenis bahan nanotubular untuk memilih dukungan terbaik dan untuk memperkirakan efisiensi oksidasi CH3OH. Pt-Ru didukung pada NTS Graphitized pada 2500 °C pasokan tegangan/karakteristik arus dengan arus beban maksimum 2,7 A/g optimal. Jaringan nanotube dikombinasikan dengan sifat yang sangat baik memungkinkan transportasi yang cepat dan aksesibilitas mudah dari molekul reagen ke situs katalitik antarmuka elektroda memberikan kinerja metanol anoda yang baik . Yan-li Yao, Ya Ding, Le-S, 2006. Meneliti partikel Pt-Ru tersebar dengan rasio atom yang berbeda didukung pada sintesis karbon nanotube menggunakan metode sintesis dua langkah mudah termasuk adsorpsi dan pirolisis. Dalam metode ini, nanotube karbon bertindak sebagai situs adsorpsi untuk ion logam dan kemudian bertindak sebagai pusat nukleasi untuk deposisi katalis dalam proses pirolisis. Nanopartikel Pt-Ru seragam permukaan pada nanotube karbon, dan komposisi sebagian besar partikel Pt-Ru dapat disesuaikan hanya dengan mengubah rasio atom solusi logam untuk adsorpsi. Aktivitas elektrokatalitik katalis didukung pada nanotube karbon
terhadap
oksidasi
metanol.
Hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
aktivitas
elektrokatalitik, memiliki stabilitas jangka panjang, sangat tergantung pada perbandingan atom Pt-Ru. Semakin tinggi konsentrasi Pt dalam sistem biner, semakin besar aktivitas elektrokatalitik. Yongmin Liang, Huamin Zhang, Baolian Yi, Zhiheng Zhang, Zhicheng Tan, 2005. Meniliti serangkaian nanocomposites Pt Ru didukung pada H2O2-teroksidasi multi-berdinding karbon nanotube (MWCNTs) yang disintesis melalui dua metode, pengurangan kimia yang digunakan formaldehida cair (metode HCHO) dan etilena glikol (metode EG) lainnya sebagai agen pereduksi. Efek dari pelarut (air dan etilena glikol) dan komposisi permukaan MWCNTs pada deposisi dan dispersi dari partikel logam diteliti menggunakan N2 adsorpsi, TEM, ICP-AES, FTIR dan TPD. Karakterisasi menunjukkan bahwa kombinasi kimia permukaan MWCNTs 6
dengan pelarut, memutuskan pengendapan dan dispersi nanopartikel logam. Nanocomposites ini dievaluasi sebagai katalis anoda sel bahan bakar membran pertukaran proton untuk oksidasi 50 ppm CO terkontaminasi hidrogen dan dibandingkan dengan katalis Pt Ru /C komersial. Data menunjukkan kinerja yang unggul untuk nanocomposites dibuat dengan metode EG dengan metode HCHO. J.L. Figueiredo, M.F.R. Pereira, P. Serp, P. Kalck, P.V. Samant, J.B. Fernandes, 2006. Nanotube karbon multiwalled dan luas permukaan xerogel karbon yang tinggi mesopori dan digunakan sebagai pendukung untuk monometallic Pt dan bimetal katalis Pt-Ru. Untuk menilai pengaruh permukaan oksigen, xerogel karbon oksidasi dengan oksigen yang diencerkan. Hasil terbaik dengan mereduksinya dengan natrium borohidrida. Katalis dispersi tinggi yang diperoleh, menunjukkan kinerja yang cukup baik dalam elektro-oksidasi metanol. Secara khusus, peningkatan luar biasa ketika katalis Pt-Ru didukung pada xerogel teroksidasi. Efek ini dijelaskan dalam hal keadaan oksidasi logam, seperti yang ditunjukkan oleh XPS. Telah terbukti bahwa dukungan oksidasi membantu untuk menjaga logam dalam keadaan logam, seperti yang diperlukan untuk elektro-oksidasi metanol. Efek ini diabaikan dalam kasus katalis Pt. M. Sevilla, A.B. Fuertes, 2009. Bahan karbon diproduksi dengan cara karbonisasi hidrotermal selulosa pada suhu dalam kisaran 220-250 ° C. Pembentukan bahan ini mengikuti dasarnya jalan proses dehidrasi, mirip dengan sebelum diamati untuk transformasi hidrotermal dari sakarida seperti glukosa, sukrosa atau pati. Bahan-bahan yang terbentuk terdiri dari aglomerat mikrosfer karbon (ukuran ~2-5 nm), sebagaimana dibuktikan oleh SEM. Kombinasi dari hasil analisis unsur dengan yang diperoleh dengan teknik yang berbeda spektroskopi (spektroskopi inframerah dan Raman, dan XPS) telah memungkinkan untuk menyimpulkan bahwa, dari sudut pandang kimia, produk yang solid terdiri dari kelompok kecil cincin benzena kental bentuk kelompokkelompok yang stabil dengan oksigen dalam inti (yaitu eter, kuinon, pyrone), sedangkan shell memiliki lebih reaktif / fungsi oksigen hidrofilik (yaitu hidroksil, karbonil, karboksilat, ester). Mohamed H. Gabr, Nguyen T. Phong, Kazuya Okubo, Kiyoshi Uzawa, Isao Kimpara, Toru Fujii, 2014. Meniliti untuk meningkatkan ketangguhan retak matriks epoxy, nano-selulosa dengan diameter 250 nm dihasilkan melalui electrospinning digunakan sebagai pengisi dalam matriks epoxy. Pengaruh isi yang berbeda dari electrospun nano-selulosa dari selulosa asetat (ECA) dari morfologi dan termo-mekanik sifat nanocomposites. Efek ECA dalam matriks 7
tercermin dari peningkatan kekuatan lentur dan modulus lentur ~ 20 dan ~17%, masing-masing. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan ECA meningkatkan sifat mekanik dan termal serta resistensi fraktur nanocomposites dibandingkan dengan yang tidak menggunakan ECA. Xianwen Mao, Gregory C. Rutledge, T. Alan Hatton, 2014. Bahan karbon yang penting bagi banyak aplikasi elektrokimia, transfer elektron dan biaya penyimpanan. Manipulasi struktural karbon untuk modulasi kimia, elektronik, dan sifat kristal adalah kunci desain rasional perangkat elektrokimia kinerja tinggi. Penelitian ini fokus pada tiga jenis Nanomaterials karbon dalam elektrokimia, yaitu, nanofibers karbon, nanotube karbon, dan graphene. Dalam ulasan ini, digambarkan singkat dari metode sintesis untuk setiap kelas Nanomaterials karbon, membahas aplikasi elektrokimia untuk penginderaan, electrocatalysis, dan penyimpanan energi, dengan penekanan pada strategi manipulasi struktur karbon umum yang menanamkan fungsi tertentu sesuai
dengan
daerah
aplikasi
masing-masing.
Perhatian
khusus
ditujukan
untuk
mengartikulasikan bagaimana struktur elektronik dari karbon mempengaruhi aktivitas elektrokimia. Melalui analisis perangkat elektrokimia yang berbeda, ditemukan bahwa beberapa teknik modifikasi berlaku untuk lebih dari satu area aplikasi; sehingga metode manipulasi struktural dalam satu kelas perangkat elektrokimia dapat diperpanjang untuk jenis lain. Daisuke Tashima, Mitsufumi Taniguchi, Daisuke Fujikawa, Tsuyoshi Kijima, Masahisa Otsubo, 2009. Dalam penelitian ini, nanokarbon dihasilkan dari nanopartikel dari resorsinolformaldehida (RF) polimer yang digunakan sebagai pengganti karbon aktif konvensional untuk elektroda terpolarisasi dalam listrik kapasitor lapisan ganda (EDLCs) dalam rangka meningkatkan kapasitansi. Kapasitansi dan resistensi internal EDLCs dievaluasi dari karakteristik debit. EDLCs dengan elektroda berbasis nanocarbon menunjukkan kapasitansi cukup tinggi dan memiliki hampir resistansi internal yang sama seperti yang menggunakan elektroda berbasis karbon aktif. Secara khusus, kapasitor menggunakan nanokarbon dengan Brunauer-Emmett-Teller (BET) luas permukaan 2.193 m2 g-1 menunjukkan kapasitansi tertinggi di antara sampel yang lainnya. Kapasitansi spesifik dari kapasitor terbaik dievaluasi menjadi 202 F-g 1. Penggunaan nanopartikel polimer resorsinol-formaldehida sebagai prekursor nanocarbon membantu meningkatkan kepadatan energi dari kapasitor. Claudio Ampelli, Siglinda Perathoner, Gabriele Centi, 2014. Menganalisis beberapa perkembangan terbaru dalam nanokarbon (bahan karbon yang memiliki dimensi skala nano 8
didefinisikan, dikendalikan dan sifat fungsional yang sangat tergantung pada fitur skala nano dan arsitektur), dengan mengacu pada penggunaannya sebagai bahan katalis canggih. Meskipun karbon digunakan dari waktu yang lama dalam katalisis sebagai dukungan dan aplikasi elektrokatalitik, nanokarbon menawarkan cara yang tidak konvensional untuk pemanfaatan dan untuk mengatasi beberapa tantangan baru yang berkelanjutan. Nanokarbon adalah elemen kunci untuk mengembangkan bahan katalitik. Jin Li, Hanyang Li, Haifeng Hu, Yong Zhao, Qi Wang, 2015. Melakukan penelilitian polimer serat-nano berperilaku sifat optik novel
dengan beberapa nano-partikel fungsional, yang
memainkan peran penting dalam bidang pencitraan dan sensor bio-kimia. Dalam ulasan ini, bagaimana meninjau metode penyusunan polimer serat-nano, seperti electrospinning dan satu langkah gambar teknologi, serta proses penyusunan dan aplikasi dari polimer serat-nano sistem yang mengandung nano-partikel fungsional yang berbeda. Polimer nano-serat memiliki titik leleh rendah. Namun, sifanya rentan terhadap korosi kimia dan suhu tinggi membatasi ruang lingkup aplikasi. Dalam karya-karya di masa depan, harus disempurnakan perangkat polimer serat nano dengan meningkatkan proses produksi dan memperkenalkan bahan baru. Haisong Qi, Edith Mäder, Jianwen Liu, 2013. Film konduktif elektrik terdiri dari karbon nanotube (CNT) dan matriks selulosa digunakan sebagai sensor air. Sensor menunjukkan respon yang cepat dan sensitivitas tinggi, dengan perubahan relatif hambatan listrik dari 5500-500% untuk selulosa-CNT komposit dengan CNT memuat 2 sampai 10% berat. Kinerja yang unik ini direproduksi dan stabilitas tinggi bahkan dalam skala jangka panjang selama 45 hari. Sensitivitas selulosa-CNT komposit terutama disebabkan oleh pembengkakan higroskopis dari matriks selulosa, yang diselidiki dengan mikroskop elektron dan difraksi wide-angle sinar-X. SelulosaCNT komposit juga menunjukkan selektivitas yang tinggi untuk solusi air-etanol dengan fraksi yang berbeda dari air. Jia Li, Dickon H.L. Ng, Peng Song, Yi Song, Chao Kong, Shiquan Liu, 2015. Hirarkis berpori Cu-Ni/C katalis komposit berhasil dibuat oleh bio-terinspirasi dengan melibatkan pembuahan dan proses kalsinasi. Jaringan Macoporous terdiri dari serat karbon terjalin sarat dengan nano partikel Cu-Ni, yang memiliki luas permukaan yang tinggi (538 m2/g), disusun oleh template diarahkan sintesis menggunakan kertas tisu sebagai bio-template. Hirarki struktur berpori yang diperoleh menunjukkan aktivitas katalitik yang tinggi untuk degradasi fuchsin asam 9
dalam proses Mico karena efek sinergis antara microwave (MW), karbon berpori dan Cu-Ni nano partikel. Degradasi fuchsin asam adalah proses cepat di bawah iritasi MW. Tidak hanya kelompok kromofor tetapi juga cincin naftalena dan cincin benzena dalam molekul asam fuchsin kebanyakan dapat dihancurkan. Selain Ni memiliki dampak yang signifikan terhadap degradasi fuchsin asam karena manfaat pembentukan lebih radikal hidroksil .OH. Ali Sınağ, Tuğrul Yumak, Volkan Balci, Andrea Kruse, 2011. Konversi hidrotermal selulosa di hadapan partikel oksida nanometal (SnO2 dan ZnO) diteliti dalam penelitian ini. Kedua katalis yang disintesis secara hidrotermal dan di analisis
dengan TEM, FESEM-EDX, X-ray
spektroskopi difraksi dan metode BET (Brunauer, Emmett dan Teller). Untuk mengungkapkan pengaruh katalis skala nano, percobaan dilakukan dengan menggunakan bulk (non-nano) oksida logam dan selulosa murni tanpa katalis apapun. Percobaan konversi hidrotermal dilakukan dalam autoclave mikro pada waktu 1 jam dengan 300°, 400°, 500°, 600 °C. Komposisi dari produk gas dan fase cair ditentukan dengan berbagai teknik analisis (GC, kromatografi ion, HPLC, UV-vis). Kontribusi karbon yang mengandung produk untuk keseimbangan massa karbon. Hasil penelitian menunjukkan baik nano dan ZnO massal dan SnO2 memiliki efek pada reaksi pergeseran air-gas pada suhu yang berbeda-beda. Pergeseran air gas reaksi (WGS) berlangsung cepat pada suhu 300 ° C dengan adanya ZnO, sedangkan tingkat WGS lebih rendah pada suhu 300 ° C dengan adanya SnO2. Nano ZnO menyebabkan peningkatan yield hidrogen, sedangkan etana dan propana yang terbentuk sebagai hasil dari reaksi samping dengan adanya nano dan SnO2 massal. Vinod Kumar Gupta, Deepak Pathania, Pardeep Singh, Bhim Singh Rathore, Priyanka Chauhan, 2013. Selulosa asetat-zirkonium (IV) nanokomposit fosfat (CA / ZPNC) disintesis dengan teknik sol-gel pada pH 0-1 dan ditandai dengan XRD, SEM, EDX, FTIR dan analisis termal (TGA / DTA / DSC). Kapasitas ion exchange, pH titrasi, konsentrasi elusi, perilaku elusi, stabilitas termal dan koefisien distribusi diteiliti untuk mengeksplorasi perilaku pertukaran ion dari C /ZPNC. Nanokomposit menunjukkan kapasitas pertukaran ion dari 1,4 mequiv.-g 1 untuk Na+ dan sangat selektif untuk Pb2+ dan Zn2+ lebih banyak ion logam lainnya. Aktivitas fotokatalitik dari CA/ZPNC dieksplorasi untuk degradasi model Kongo pewarna merah dari fasa air. 90% dari pewarna telah dihapus pada 60 menit iradiasi. Adsorpsi simultan dan photocatalysis memiliki efek sinergis pada degradasi pewarna. 10
Claudio Ampelli, Siglinda Perathoner, Gabriele Centi, 2014. Esai ini menganalisis beberapa perkembangan terbaru dalam nanokarbon (bahan karbon yang memiliki dimensi skala nano didefinisikan dan dikendalikan dan sifat fungsional yang sangat tergantung pada fitur arsitektur skala nano), dengan mengacu pada penggunaannya sebagai bahan katalis canggih. Dalam hal ini bagaimana kemungkinan fitur baru untuk katalisis dan bahwa mereka mewakili kelas baru bahan katalitik. Meskipun karbon digunakan dari waktu yang lama dalam katalisis sebagai dukungan dan aplikasi elektrokatalitik, nanokarbon menawarkan cara yang tidak konvensional untuk pemanfaatan dan untuk mengatasi beberapa tantangan baru yang berkelanjutan. Kurosh Rad-Moghadam, Negin Dehghan, 2014. Selulosa dicangkokkan ke nano-magnetites ditemukan untuk menjadi biopolimer komposit yang efisien untuk katalisis Friedel-Crafts reaksi antara isatins dan indoles, yang mengarah ke sintesis selektif. Proses katalisis kemungkinan dipengaruhi oleh massa kelompok hidroksil diatur sepanjang serat selulosa dilapisi permukaan dukungan magnetit berukuran nano, dapat terkena substrat teradsorpsi. Selain itu, banyak perbaikan pada kinerja ini katalitik selektif diwujudkan dengan menggunakan magnetit nano-partikel dilapisi dengan shell chitosan. Goodell B, Xie X, Qian Y, Daniel G, Peterson M, Jellison J, 2008. Nanotube karbon (CNT) yang diproduksi dari serat kayu menggunakan proses suhu rendah, termasuk oksidasi kontinu di 240 oC dan oksidasi siklik pada 400 oC. dalam diameter CNT adalah sekitar 4-5 nm dan diameter luar berkisar antara 10 nm sampai 20 nm. Tidak ada CNT yang dihasilkan ketika lignin murni dan selulosa diuji, menunjukkan bahwa pengaturan molekul dan spasial dinding sel memainkan peran penting dalam pembentukan CNT. Penelitian menunjukkan bahwa komponen kimia dalam dinding sel tanaman sekunder dan sifat diferensial ablasi sangat penting untuk pembentukan CNT pada temperatur relatif rendah. Silviya Elanthikkal, Unnikrishnan Gopalakrishnapanicker, Soney Varghese, James T Guthrie, 2010. Mikrofiber selulosa dari limbah serat pisang telah diisolasi dan dikarakterisasi. Serat limbah pisang diputihkan, dihidrolisis, dalam kondisi yang berbeda, untuk mempelajari sifat-sifat mikrofiber selulosa yang dihasilkan akibat pengaruh suhu, waktu reaksi, dan konsentrasi asam pada. Konsentrasi asam yang digunakan dalam hidrolisis meningkat, suspensi berair lebih stabil dari produk selulosa yang diperoleh dan dimensi mikrofiber selulosa yang
11
dihasilkan berkurang. Studi XRD menunjukkan bahwa selulosa yang hidrolisis tersebut lebih kristal dari serat pisang. Marimuthu Thiripura Sundari, Atmak, 2012. Melakukan penelitian nanofibers selulosa dari eceng gondok. Microfiber selulosa mentah dan murni awalnya diperoleh dari tanaman gulma dengan mengikuti perawatan kimia seperti pemutih, alkali dan reaksi natrium klorit. Serat berukuran mikron yang diperoleh dari batang dengan nitrogen cair untuk melepaskan bundel nanofibers dan mengikuti sonikasi selama proses pembuatan serat. Serat disaring dengan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk menghilangkan kotoran dari serat. Morfologi permukaan suspensi berair sebelum dan setelah proses sonikasi diselidiki menggunakan mikroskop elektron scanning (SEM) dan mikroskop elektron transmisi (TEM). Stabilitas termal serat meningkat setelah perlakuan kimia, hal ini diperkuat dengan analisis termogravimetri (TGA). Nanofibers yang disintesis berada di kisaran diameter 20-100 nm dari SEM dan 25 nm dari analisis TEM. H.P.S. Abdul Khalil, A.H. Bhat, A.F. Ireana Yusra, 2012. Komposit hijau adalah komposit dengan bahan yang memiliki atribut ecofriendly yang secara teknis dan ekonomis meminimalkan pencemaran. Dalam konteks ini mengacu pada kombinasi serat sepenuhnya terdegradasi sebagian besar bahan selulosa dan resin alami untuk mengembangkan bahan komposit hijau. Dalam dekade terakhir, ketergantungan yang berlebihan pada produk minyak bumi (polimer sintetis, resin, dll) secara konsisten meningkat dan karena ini, para peneliti kini lebih berfokus pada bahan hijau khusus cellulosics. Serat selulosa dalam skala mikro dan nano yang menarik untuk menggantikan serat buatan sebagai penguat untuk membuat produk hijau yang ramah lingkungan. Dalam studi ini, membahas pengolahan, ekstraksi, sifat, peristiwa kronologis dan aplikasi selulosa dan bahan nanokomposit berbasis selulosa. Nano komposite selulosa saat ini dianggap sebagai salah satu hal yang paling menjanjikan dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang produk tanaman. L. Brinchi, F. Cotana, E. Fortunati, J.M. Kenny, 2013. Penggunaan bahan energi terbarukan untuk aplikasi industri menjadi dorong karena meningkatnya permintaan alternatif untuk pasokan minyak bumi yang langka dan tak terbarukan. Dalam hal ini, nanokristalin selulosa (NCC) berasal dari selulosa, biopolimer yang paling berlimpah, adalah salah satu bahan yang paling menjanjikan. NCC memiliki fitur unik, menarik untuk pengembangan material baru: kelimpahan 12
sumber selulosa, alami, lebih ramah lingkungan, sifat mekanik dan dimensi nano-skala yang membuka berbagai kemungkinan properti yang akan ditemukan. Salah satu penggunaan yang paling menjanjikan dari NCC adalah nanocomposites matriks polimer, karena dapat memberikan penguatan yang signifikan. Ulasan ini memberikan gambaran pada nanomaterial dengan fokus pada prosedur ekstraksi, terutama dari biomassa lignoselulosa, dan pada perkembangan teknologi dan aplikasi bahan berbasis NCC. Tantangan dan peluang masa depan bahan berbasis NCC akan dibahas serta hambatan untuk penggunaan skala besar. Nathalie Lavoine, Isabelle Desloges, Alain Dufresne, Julien Bras, 2012. Bunga dalam selulosa microfibrillated (MFC) telah meningkat secara eksponensial. Selama dekade terakhir, ini nanomaterial berbasis bio pada dasarnya digunakan dalam nanocomposites untuk penguatan propertinya. Dimensi skala nano dan kemampuannya untuk membentuk jaringan nanoporous terjerat kuat, mendorong munculnya nilai aplikasi tinggi baru. Dalam tahun-tahun sebelumnya, modus produksi telah benar-benar berubah, karena banyak bentuk optimasi telah dikembangkan. Sumber-sumber baru, proses mekanik baru, pra dan pasca-baru perawatan saat ini sedang dikembangkan untuk mengurangi konsumsi energi yang tinggi dan menghasilkan bahan MFC jenis baru pada skala industri. Kemungkinan karakterisasi nano bahan MFC berbeda sehingga meningkat dengan intensif. Sangat penting untuk meninjau bahan
dan sifat MFC. MFC
digunakan dalam film, dalam nanocomposites, atau pelapis kertas. Ping Lu, You-Lo Hsieh, 2012. Selulosa murni telah diisolasi dari jerami padi di yield 36% dan dihidrolisis dengan 64% H2SO4, 8,75 mL/g, 45 °C selama 30 dan 45 menit untuk nanocrystals selulosa (CNCs), yaitu, CNC30 dan CNC45. CNC45 lebih kecil (lebar 11,2 nm, tebal, 5,06 nm dan panjang 117 nm) dibandingkan CNC30 (lebar 30,7 nm, tebal 5,95 nm dan panjang 270 nm). Freeze-pengeringan diencerkan dengan suspensi CNC menunjukkan keduanya dirakit menjadi struktur berserat panjang: serat ultra-halus (~400 nm lebar) dari CNC45 dan 1-2 m pita lebar lebar diselingi dengan cluster CNC dari CNC30. Serat rakitan dari CNC30 dan CNC45 lebih tinggi kristal (masing-masing 86.0% dan 91,2%) dan berisi kristal yang lebih besar (7.36 nm dan 8.33 nm) dari jerami padi selulosa (61,8%, 4,42 nm). struktur dengan CNCs serat rakitan dasarnya tidak keropos atau berpori baik sejajar sepanjang sumbu serat. Selain itu, serat rakitan ultra-halus menunjukkan stabilitas struktural yang luar biasa, bertahan kuat terhadap getaran dan memanjang diaduk dalam air. 13
Nurain Johar, Ishak Ahmad, Alain Dufresne, 2012. Serat selulosa dan selulosa nanocrystals diekstraksi dari sekam padi. Serat diperoleh dari tanaman padi dengan perlakuan alkali (NaOH) dan perawatan pemutih. Nanocrystals diekstraksi dari serat ini menggunakan hidrolisis asam sulfat (H2SO4). Penentuan morfologi dengan menggunakan SEM, TEM, FTIR menunjukkan penghilangan non-selulosa secara progresif. Difraksi sinar-X (XRD) analisis menunjukkan bahwa kristalinitas meningkat. Stabilitas termal dari serat sekam padi dan nanocrystals selulosa dianalisi menggunakan termogravimetri (TGA). Ping Lu, You-Lo Hsieh, 2012. Melakukan penelitian derivasi dan struktur nanocrystals selulosa dari kulit anggur. Selulosa murni diisolasi dari kulit anggur chardonnay pada 16,4% hasil dengan proses yang melibatkan ekstraksi organik, pembubaran asam dan basa, dan oksidasi dasar dan asam. Selulosa yang diekstraksi adalah 54,9% kristal dan microfibrillar. Hidrolisis asam (6465% H2SO4 45 °C, 30 menit) dari selulosa kulit anggur menghasilkan kristal lebih (64,3%) nanocrystals selulosa (CNCs) yang muncul sebagian besar sebagai nanopartikel bulat dengan diameter mulai dari 10 hingga 100 nm dan diameter rata-rata dari 48,1 (± 14,6) nm melalui TEM. AFM lanjut diungkapkan nanopartikel terdiri dari inti nano-batang (biji) dikelilingi oleh berbagai fragmen selulosa kecil sebagai shell. Menariknya, nanopartikel inti-kulit bola menyerupai bentuk anggur bundel, biomassa awal, dapat dirakit melalui ikatan antar muka hidrogen. Hudson Alves Silvério, Wilson Pires Flauzino Neto, Noélio Oliveira Dantas, Daniel Pasquini, 2013. Tongkol jagung merupakan limbah agroindustri yang tersedia dalam jumlah besar di beberapa negara, termasuk Brazil, yang layak untuk digunakan untuk menjadi lebih baik dengan benar. Karya ini mengevaluasi penggunaan tongkol jagung sebagai sumber selulosa untuk mendapatkan nanocrystals dengan hidrolisis asam untuk mendapatkan bahan yang cocok untuk menjadi agen penguat dalam pembuatan nanokomposit. Hidrolisis dilakukan pada temperature 45 °C selama 30, 60 dan 90 menit, dengan menggunakan 15 mL H2SO4 (9,17 M) untuk setiap gram selulosa. Nanocrystals selulosa yang dihasilkan dari tongkol jagung (CNC) yang ditandai dengan indeks kristalinitas, morfologi dan stabilitas termal, dan kemampuan memperkuatnya dievaluasi menggunakan polivinil alkohol (PVA) sebagai matriks polimer. Di antara kondisi hidrolisis dilakukan, waktu ekstraksi 60 menit menghasilkan nanopartikel (CNC60) dengan kemampuan memperkuat yang besar. komposit CNC60, CNC/PVA dengan 14
kekuatan tarik meningkat secara signifikan dari 140,2% jika hanya 9% (wt.%) CNC60 didirikan. CNC60 disajikan alam berbentuk jarum, kristalinitas tinggi (83,7%), stabilitas termal yang baik (sekitar 185 °C), rata-rata panjang (L) dari 210,8 ± 44,2 nm dan diameter (D) sebesar 4,15 ± 1,08 nm, memberikan rasio aspek (L / D) sekitar 53,4 ± 15,8. Hasil menunjukkan bahwa pengisi lebih cocok adalah CNC60. CNC60 memiliki kristalinitas tertinggi di antara sampel CNC, tetapi tidak memiliki aspek rasio tertinggi, hasil ini menunjukkan bahwa perbedaan dalam indeks kristalinitas memiliki pengaruh besar pada sifat tarik dari rasio aspek, dalam hal ini. Nanocrystals selulosa yang diperoleh dari tongkol jagung memiliki potensi besar sebagai agen penguat untuk pembuatan nanokomposit. Roni Marcos dos Santos, Wilson Pires Flauzino Neto, Hudson Alves Silvério, Douglas Ferreira Martins, Noélio Oliveira Dantas, Daniel Pasquini, 2013. Daun nanas (PL) adalah residu pertanian setiap tahunnya terbarukan, tersedia melimpah, yang sangat jarang digunakan dan nilai yang terbatas saat ini. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi PL sebagai sumber bahan baku untuk produksi nanocrystals selulosa (CN). CN diekstraksi oleh hidrolisis asam pada temperature 45 °C selama 5, 30 atau 60 menit, dengan menggunakan 20 mL H2SO4 (9,17 M) untuk setiap gram bahan. Hasil CN ditandai dengan indeks kristalinitas, FTIR, morfologi (bentuk dan ukuran) dan stabilitas termal. Di antara kondisi hidrolisis dilakukan, waktu ekstraksi terbaik adalah 30 menit. Pada waktu ekstraksi ini, CN diperoleh bersifat berbentuk jarum, stabilitas termal yang tinggi (225 ° C), kristalinitas tinggi (73%), panjang rata-rata 249,7 ± 51,5 nm dan diameter 4,45 ± 1,41 nm, memberikan aspek ratio (L / D) sekitar 60. Oleh karena itu, CN diperoleh dari PL memiliki potensi besar sebagai penguat dalam pembuatan nanokomposit. Wilson Pires Flauzino Neto, Hudson Alves Silvério, Noélio Oliveira Dantas, Daniel Pasquini, 2013. Lambung kedelai adalah agro-industri residu tersedia dalam jumlah besar di seluruh dunia yang layak mendapatkan perhatian lebih dari sekedar sebagai pakan ternak. Karya ini mengevaluasi penggunaan lambung kedelai sebagai sumber selulosa untuk mendapatkan nanocrystals melalui hidrolisis asam. Hidrolisis dilakukan pada 40 ° C selama 30 atau 40 menit, dengan menggunakan 30 mL H2SO4 64% untuk setiap gram selulosa. Nanocrystals yang dihasilkan ditandai dengan indeks kristalinitas, morfologi, muatan permukaan dan stabilitas termal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi hidrolisis lebih drastis (40 menit) 15
menghasilkan panjang pendek nanocrystals dan menyebabkan beberapa kerusakan pada struktur kristal selulosa. Pada waktu ekstraksi 30 menit, nanocrystals yang dihasilkan kristalinitas tinggi (73,5%), panjang rata-rata 122,66 ± 39,40 nm, diameter 2.77 ± 0.67 nm dan aspek rasio sekitar 44, sehingga menghadirkan potensi besar sebagai penguat dalam persiapan nanokomposit. C. Uma Maheswari, K. Obi Reddy, E. Muzenda, B.R. Guduri, A. Varada Rajulu, 2012. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengekstrak mikrofibril selulosa dari residu pertanian selubung daun kelapa dengan menggunakan proses ekstraksi klorinasi dan basa. Karakterisasi kimia dari mikrofibril selulosa menegaskan bahwa fraksi massa α-selulosa meningkat dari 0,373 kg kg-1-0,896 kg kg-1 setelah dilakukan beberapa perlakuan termasuk dewaxing, klorit delignifikasi dan ekstraksi alkali dari hemiselulosa. Demikian pula, indeks kristalinitas yang diperoleh dari difraksi sinar-X untuk selubung daun dan mikrofibril selulosa diekstraksi ditemukan masing-masing 42,3 dan 47,7. Morfologi mikrofibril selulosa diselidiki oleh pemindaian mikroskop elektron. Mikrofibril selulosa memiliki diameter dalam kisaran 10-15 m. Fourier transform infrared dan spektroskopi resonansi nuklir magnetik menunjukkan bahwa perlakuan kimia menghilangkan sebagian besar hemiselulosa dan lignin dari serat kelopak daun. Stabilitas termal dari serat dianalisis menggunakan analisis termogravimetri, yang menunjukkan bahwa stabilitas termal meningkat untuk mikrofibril selulosa. Julien Bras, Mohammad L. Hassan, Cecile Bruzesse, Enas A. Hassan, Nahla A. El-Wakil, Alain Dufresne, 2010. Selulosa diisolasi dan diputihkan dari tebu gula (tebu pulp kraft). Panjang selulosa terisolasi berada di kisaran 84-102 nm sedangkan lebar berada di kisaran 4-12 nm. Mereka digunakan sebagai matriks penguat elemen dalam karet alam (NR). Pengaruh kumis memuat tentang sifat tarik, sifat termal, penyerapan kelembaban, perembesan uap air, dan biodegradasi tanah. Peningkatan yang signifikan modulus dan kekuatan tarik Young diamati sebagai akibat dari penambahan kumis dengan matriks karet terutama pada beban kumis tinggi, Analisis mekanik termal dinamis (DMA) dan termogram DSC (DSC). Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perubahan suhu transisi gelas (Tg) dari matriks karet pada penambahan kumis selulosa tetapi pada pelunakan karet, kumis selulosa telah berpengaruh pada karet penguat. Kehadiran kumis ampas tebu mengakibatkan peningkatan penyerapan kelembaban film karet hingga 5% kumis memuat sementara pada kumis yang lebih tinggi penyerapan kelembaban cenderung menurun. Sifat penghalang uap air menurun pada peningkatan kumis selulosa hingga 16
7,5% kumis beban kemudian meningkat dengan peningkatan lebih lanjut dalam kumis pemuatan. Kehadiran kumis selulosa meningkatkan tingkat degradasi karet pada tanah. My Ahmed Said Azizi Samir, Fannie Alloin, Jean-Yves Sanchez, Alain Dufresne, 2004. Bahan nanokomposit dibuat dari poli (oksietilena) (POE) sebagai matriks dan suspensi stabil berair nanocrystals selulosa yang diekstrak sebagai tahap penguat. Setelah melarutkan POE dalam air dan pencampuran dengan suspensi nanocrystals selulosa, film padat diperoleh dengan casting dan penguapan. Film yang dihasilkan dikarakterisasi menggunakan scanning mikroskop elektron, termogram DSC, analisis termogravimetri dan analisis mekanik dinamis. Interaksi yang menguntungkan antara selulosa dan POE
mengakibatkan terjadinya penurunan kristalinitas
matriks. Stabilisasi termal dari nanocomposites untuk suhu yang lebih tinggi dari suhu leleh POE berasal dari pembentukan jaringan selulosa yang kaku dalam matriks diakibatkan oleh efek perkolasi. Pembentukan jaringan meresap ini tidak berubah oleh proses kristalisasi matriks dan interaksi filler POE.
2.2 Selulosa Selulosa (C6H10O5)n adalah
polimer berantai panjang
polisakarida karbohidrat, dari
beta-glukosa. Secara kimia, selulosa merupakan senyawa polisakarida yang terdapat banyak di alam. Bobot molekulnya tinggi, strukturnya teratur berupa polimer yang linear terdiri dari unit ulangan D-Glukopiranosa seperti pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Monomer D-Glukopiranosa pada Selulosa Karakteristik selulosa antara lain muncul karena adanya struktur kristalin dan
amorf
serta pembentukan micro fibril dan fibril yang pada akhirnya menjadi serat selulosa. Sifat selulosa sebagai polimer tercermin dari bobot molekul rata-rata, polidispersitas dan konfigurasi rantainya. Selulosa merupakan bagian utama susunan jaringan tanaman berkayu, bahan tersebut 17
terdapat juga pada tumbuhan perdu seperti paku, lumut, ganggang dan jamur. Penggunaan terbesar selulosa yang berupa serat kayu
dalam industri kertas dan produk turunan kertas
lainnya. Industri lain yang banyak menggunakan bahan baku ini adalah
industri pertekstilan
yang dikenal sebagai serat rayon. Indonesia memiliki sumber daya/hasil hutan maupun hasil pertanian sebagai potensi bahan selulosa yang sangat kaya. Potensi selulosa alam yang melimpah ini merupakan cadangan bahan baku bagi kepentingan pembangunan untuk keperluan kesejahteraan masyarakat.
2.3 Pembuatan Material Karbon Proses pembuatan material karbon yang dihasilkan dari material yang berbahan dasar karbon sebagai penyusun utamanya (karbon prekursor) menggunakan panas pada amotsfer yang inert maka disebut dengan karbonisasi. Proses karbonisasi ini dibagi menjadi tiga cara umum yaitu karbonisasi fasa padat (solid-phase carbonization), karbonisasi fasa cair
(liquid phase
carbonization), dan karbonisasi fasa gas (gas-phase carbonization). Beberapa produk yang dihasilkan dari beberapa proses tersebut yaitu : 1) Grafit cetak; 2) Kaca karbon; 3) Pyrolitic karbon; 4) Serat Karbon; 5) Serbuk karbon; 6) Fullerene [6] . Material karbon yang diproduksi melalui dekomposisi molekul hidrokarbon pada fasa gas disebut dengan karboniasi fasa gas. Beberapa material yang dihasilkan dari proses ini adalah carbon black dan pyrolitic karbon,dan carbon nanotube. Carbon black dihasilkan dari pembakaran yang tidak sempurna pada gas hidrokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi. Ketika proses karbonisasi, sebagian
kecil
dari
hidrokarbon
yang
dibakar
dari
gas
o
hidrokarbon pada temperatur
1100 C
dikarbonasi
menjadi
karbon
siklik
sehingga
terbentuk polisiklik aromatik molekul berupa droplet. Kemudian molekul ini tumbuh sehingga membentuk fasa antara (mesophase). Polisiklik aromatik molekul ini menyusun struktur yang paralel terhadap permukaan droplet sehingga didapat posisi dengan energi yang rendah dan dapat menghasilkan struktur grafit. Untuk material karbon yang diproduksi dengan prekursor berupa cairan seperti aspal cair disebut dengan karbonisasi fasa cair. Beberapa material yang dihasilkan dari proses ini adalah polikristalin grafit, dan kokas. Material karbon yang dihasilkan dari proses ini biasanya memiliki densitas yang sangat tinggi. 18
Mekanisme pembentukan grafit melibatkan metafasa kristal cair pada temperatur
400-450 oC
dikarenakan pertumbuhan dan self assembly dari polisiklik aromatik yang terdapat pada prekursor. Adanya proses ini akan membantu pembentukan grafit pada saat proses graphitization.
Gambar 2.2 Proses Karbonisasi Fasa Padat
Sedangkan proses karbonisasi dengan fasa padat merupakan pembentukan karbon melalui prekursor berupa padatan yang berupa karbon amorf. Biasanya prekursor yang digunakan seperti
selulosa, resin fenol. Proses karbonisasi fasa padat dapat dilihat pada gambar 2.2.
Pada saat proses karbonisasi dimulai
akan terjadi proses aromatisasi. Dengan kenaikan
temperatur maka akan terbentuk lembar
karbon
yang nantinya akan
berubah menjadi
grafit. Pada proses karbonisasi fasa padat maka kemungkinan akan terdapat cacat ataupun fasa amorf. Cacat ini dapat berupa lubang (hole) , ketidaksejajaran bidang, adanya karbon alifatik. Adanya cacat ini dapat menyebabkan porositas pada material. Pada penelitian ini karbonisasi dilakukan dengan metode karbonisasi fasa padat menggunakan selulosa sebagai prekursor.
2. 4 Struktur Grafit Grafit merupakan struktur kristal karbon yang sering ditemukan selain intan. Grafit memiliki jenis hibridisasi sp2 dengan lapisan struktur karbon heksagonal yang disebut graphene yang tersusun secara paralel atau dapat juga grafit disebut lembaran dari graphene. Lembarlembar graphene tersusun secara teratur dengan urutan ABAB sehingga menghasilkan densitas sebesar 2,25 gcm-3. Jarak di antara dua karbon atom pada satu bidang lembar graphene yaitu 19
0,142 nm dan jarak antara dua bidang lembar graphene yaitu 0,335 nm. Ikatan yang menghubungkan dua lembar graphene adalah ikatan Van Der Waals sedangkan ikatan antara karbon dengan karbon pada satu lembar graphene adalah ikatan kovalen.
Adanya
struktur
yang berlembar-lembar ini menyebabkan grafit memiliki sifat yang anisotropik
Gambar 2.3. Struktur Umum Grafit
Pada karakterisasi dengan menggunakan X-Ray Diffractometer maka akan dihasilkan puncak pada 2
sebesar 26o yang merupakan ciri khas dari grafit dan menunjukkan orientasi
bidang. Untuk karakterisasi dengan menggunakan Scanning Tunneling Microscopy (STM) dapat dilihat adanya struktur karbon heksagonal yang berulang dan membentuk lembaran seperti tampak pada Gambar 2.4 di bawah ini
Gambar 2.4. Pencitraan STM pada ( a ) tumpukan grafit dan (b) tumpukan turbostratic
20
2.5 Polimer Polimer tinggi adalah molekul yang mempunyai massa molekul besar. Polimer tinggi terdapat di alam (hewan dan tumbuh-tumbuhan). Polimer alam seperti selulosa, pati, dan protein telah dikenal dan digunakan berabad-abad lamanya untuk keperluan makanan dan pakaian. Polimer tinggi (makromolekul) adalah molekul besar yang dibangun oleh pengulangan kesatuan kimia yang kecil dan sederhana atau disebut monomer. Molekul-molekaul polimer umumnya mempunyai massa molekul yang sangat besar, contoh : polimer poli (feniletena) mempunyai harga rata-rata massa molekul mendekati 300.000. Molekul-molekul polimer seringkali digambarkan sebagai molekul rantai atau rantai polimer. Panjang rantai molekul dinyatakan dalam derajat polimerisasi.(DP) yaitu: jumlah kesatuan berulang dalam rantai polimer itu. Polivinil klorida (PVC) mempunyai DP=1000 dan massa molekulnya 62,5 x 1000= 62.500. Rantai polimer ditunjukan pada gambar 2.5 berikut:
(a)
(b)
( c)
Gambar 2.5 Rantai Polimer (a) rantai lurus melingkar secara acak, (b) rantai bercabang, dan (c) polimer jaringan Polimer sintesis dari proses polimerisasinya dapat dibedakan menjadi polimer adisi dan polimer kondensasi. Polimer juga dapat dikelompokkan menjadi polimer termoset dan polimer termoplastik. Polimer termoplastik memiliki sifat lunak pada suhu yang lebih tinggi.dan kembali seperti kondisi semula bila didinginkan. Jenis-jenis polimer termoplastik adalah ; polietilen, polipropilen, polistiren, polimetil metaklirat, polivinil klorida, klorida poliviniliden. Polimer21
polimer termoplastik banyak digunakan untuk memproduksi barang-barang keperluan sehari-hari sehingga diharapkan lebih mudah dicetak dan murah.
2.5 Komposit Partikel Nano Pada perkembangan teknologi komposit, telah berhasil ditemukan material nanokomposit. Nanokomposit merupakan material komposit dengan strukstur berskala nanometer. Struktur ini terkait dengan ukuran butiran, ukuran pengisi, dan ukuran pori. Ukuran pengisi yang lebih kecil memungkinkan permukaan interaksi antara pengisi dengan matriks yang lebih besar per unit volume. Nanofiller pada komposit dapat berupa partikel nano, carbon black dengan ukuran partikel 30 nm dan partikel alumina berukuran 13 nm, serat nano (serat karbon nano dengan diameter 150 nm), tabung nano (Carbon nanotube dengan lapisan konsentrik tunggal, ganda atau jamak). Nanokomposit memiliki keunggulan kekuatan mekanik dibandingkan dengan komposit pada umumnya. Hal ini dikarenakan partikel-partikel penyusunnya yang berukuran nano memiliki luas permukaan interaksi yang tinggi. Semakin banyak partikel yang berinteraksi, semakin tinggi kekuatan dari material tersebut. Permukaan partikel nano yang sangat luas berinteraksi dengan rantai polimer sehingga mampu mereduksi mobilitas rantai polimer, mentransfer beban yang terisi pada matriks, dan mencegah propagasi keretakan mikro pada bagian kaya matriks yang umumnya tidak dapat dilakukan oleh serat dalam skala makro dan mikro . Partikel nano juga dapat digunakan sebagai pengisi sekunder pada komposit yang mengandung pengisi utama karena memiliki kemampuan mengisi porositas yang tidak dapat terisi oleh polimer.
22
BAB III KERANGKA KONSEP PENELITIAN 3.1 Kerangka Pendekatan Analisis Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan Analisis, sebagai berikut: Sintesis Material Nanokarbon
Karakterisasi Material Nanokarbon
Sintesis Komposit Polimer Nanokarbon
Karakterisasi Komposit Polimer Nanokarbon
Pengujian Sifat Mekanik Komposit Polimer Nanokarbon
Aplikasi Material
Tahapan dalam pendekatan analisis: Penelitian ini dilakukan dalam enam tahap: 1.
Pembuatan (sintesis) material Nanokarbon. Pada tahap ini, dicoba berbagai kombinasi yaitu suhu, komposisi bahan, waktu pemanasan dan lama pengadukan. Awalnya dicoba kombinasi di suhu, waktu pemanasan, dan lama pengadukan.
2.
Karakteristik material nanokarbon. Karakterisasi dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter fisis dari material nanokarbon yang dibuat.
3.
Sintesis Komposit polimer nanokarbon. Pada tahap ini dibuat material polimer nanokarbon dengan kombinasi komposisi polimer dan nanokarbon.
4.
Karakteristik Komposit Polimer nanokarbon. Karakterisasi dilakukan untuk mendapatkan parameter-parameter fisis dari komposit polimer nanokarbon yang telah dibuat.
23
5.
Pengujian Sifat-sifat Material Polimer nano karbon. Pada tahap ini dilakukan pengujian sifat mekanik komposit polimer nanokarbon yang meliputi uji tarik, bending dan uji kekerasan.
6.
Aplikasi material komposit polimer nanokarbon. Pada tahap ini dilakukan pengujian komposit polimer nanokarbon untuk aplikasi struktur yang mengalami beban dinamis.
3.2 Kerangka Pendekatan Teoritis Catalythic Graphitization Beberapa penelitian sebelumnya telah menjelaskan bahwa adanya unsur metal dalam pemanasan karbon amorf (non-graphitic carbon) dapat menyebabkan adanya pembentukan grafit (graphitization) pada temperatur di bawah temperatur yang graphitization. pembentukan
Proses grafit
ini dari
disebut karbon
dengan prekursor
diperlukan
catalythic graphitization
yaitu
untuk proses
pada temperatur rendah dengan bantuan
katalis. Mekanisme yang terjadi pada catalythic graphitization dibedakan menjadi empat teori : 1) larutnya karbon dalam unsur logam, atau senyawa logam kemudian mengendap menjadi grafit; 2) pembentukan dan penguraian dari karbida; 3) substitusi dari atom karbon dengan padatan logam kemudian terjadi tegangan yang menghasilkan grafit; dan 4) reaksi kimia selama proses karbonisasi menghasilkan struktur yang merubah struktur karbon yang dihasilkan. Dari beberapa teori tersebut yang paling banyak digunakan dalam menjelaskan tentang catalyhitic graphitization adalah pembentukan larutan kemudian terjadi presipitasi dan pembentukan serta penguraian dari karbida. Driving force dari mekanisme pada reaksi catalyhtic graphitization adalah perbedaan energi antara non-grafit dan grafit karbon.
Carbon nanotube Sebagai Penguat dalam Komposit Polimer Sifat mekanik dan elektrik yang dari carbon nanotube telah memicu pengembangan alat-alat nano-elektrik dan nano-mekanik. Beberapa studi telah menunjukan bahwa carbon nanotube dapat bertindak sebagai bahan penguat pada polimer, keramik, dan matrik metal. Konduktivitas, kekuatan, elastisitas, kekokohan, dan ketahanan dari komposit yang terbentuk dapat meningkat secara substansial dengan penambahan carbon nanotube. Penelitian yang telah dilakukan Broza , 2007 dimana SWNT sebanyak 0.1% – 0.2% berat matrik dan MWNT sebanyak 5% - 20% berat matriks dapat meningkatkan konduktivitas elektrik dari matrik PVC dengan distribusi yang merata dan meningkatkan sifat mekanik dengan cukup signifikan. 24
Secara umum terdapat empat cara untuk mendispersikan carbon nanotube dalam matriks polimer yaitu direct mixing, in situ polymerization, solution method, and melt processing (Tang, Santare, Advani, 2003). Proses direct blending melibatkan pencampuran pencampuran mekanis carbon nanotube dalam resin berviskositas rendah seperti epoksi. Pada proses in situ polymerization, carbon nanotube ditambahkan dalam matriks yang belum terpolimerisasi, kemudian matriks di-curing agar terpolimerisasi. Melt processing memanfaatkan sifat thermoplast yang akan meleleh pada suhu relatif rendah, matriks yang telah meleleh dicampur dengan carbon nanotube lalu diaduk dengan sistem double screw, slurry yang terbentuk dimasukan kedalam cetakan. Pada solution method, carbon nanotube dilarutkan dalam pelarut kemudian dicampur dengan matriks. Pelarut akan mempermudah carbon nanotube untuk terdispersi karena fasanya cair, setelah tercampur dilakukan solidifikasi yaitu pengeringan cairan pelarut dan terbantuk komposit. Direct mixing dan in situ polymerization umum digunakan pada matriks polimer thermoset karena viskositasnya sebelum terpolimerisasi cukup rendah. Melt mixing dan solution method umum digunakan pada matriks thermoplast, akan tetapi proses melt mixing memiliki beberapak kekurangan, yaitu menghasilkan gumpalan-gumpalan carbon nanotube dalam matriks. Solution method menghasilkan dispersi carbon nanotube yang baik sehingga menunjukan peningkatan sifat mekanik.
- Polimerisasi Tiga metode yang berbeda dapat digunakan untuk menyatukan nanotube dalam polimer yang dengan melibatkan cairan viskositas rendah: (1) nanotube tersebar dalam viskositas rendah monomer diikuti oleh polimerisasi (dalam beberapa kasus, nanotube tersebar dalam cairan viskositas rendah dan kemudian ditambahkan ke monomer), (2) nanotube tersebar dalam cairan yang juga termasuk polimer terlarut diikuti dengan penghapusan pelarut baik dengan penguapan atau dengan pengenceran dari pelarut menjadi cairan yang juga merupakan nonsolvent untuk polimer, dan (3) nanotube tersebar adalah ditambahkan ke monomer tersebar, diikuti oleh polimerisasi; atau ditambahkan ke tersebar polimer diikuti oleh penguapan cairan.
- Getaran Getaran yang terjadi pada mesin-mesin atau struktur biasanya menimbulkan efek yang tidak dikehendaki, seperti ketidaknyamanan, ketidaktepatan dalam pengukuran atau rusaknya 25
struktur mesin. Getaran terjadi karena adanya eksitasi baik yang berasal dari dalam maupun dari luar sistem dan efek getaran tersebut berhubungan dengan frekuensi pribadi sistem yang bergetar. Jika frekuensi eksitasi berada di sekitar frekuensi pribadi sistem maka akan terjadi fenomena resonansi, yang akan mengakibatkan amplitudo getaran yang paling besar. Amplitudo equivalent dengan defleksi, sehingga resonansi dapat menyebabkan terjadinya kegagalan pada sistem ataupun struktur. Penentuan karakteristik dinamik tersebut dapat dilakukan melalui kaji teoritik, numerik maupun eksperimental. Karakteristik dinamik suatu struktur sangat penting untuk diketahui, karena dengan mengetahui karakteristik dinamik maka peristiwa getaran yang berlebihan dapat dihindari. Parameter yang diukur adalah frekuensi pribadi (fn) serta amplitudo getaran (X).
26
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengujian dilakukan di laboratorium Kimia Analis Teknik Kimia Universitas Lambung Mangkurat, Laboratorium LIPI Serpong dan Laboratorium Universitas Brawijaya Malang. Waktu pelaksanaan penelitian selama delapan bulan.
4.2. Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan Bahan kimia yang digunakan antara lain : 1. NaOH 0,1 M 2. Etanol 3. Aquades 4. FeCl3. 6 H2O 5. Eceng gondok Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu peralatan sintesis dan peralatan karakterisasi. Peralatan sintesis antara lain : 1.
Timbangan digital
2.
Alat vakum dan tabung ampul
3.
Oven pengering dan perlakuan panas
4.
Gelas kimia dan gelas ukur
5.
Corong pisah
6.
Kertas timbang dan kertas saring
7.
Indikator pH universal
8.
Pinset dan Spatula
9.
Pipet
10. Crucible (tungku bakar) 11. Ultrasonic Processors UP 50 Hz 12. Ultrasonic Cleaner Branson 2510 13. IKA Ultra-Turrax T25 27
14. Tungku Nitrogen Peralatan Karakterisasi dan Uji Mekanik 1.
SEM (Scanning Electron Microscope) JEOL-JSM 6360 LA
2.
TEM-EDAX (CM120)
3.
Philips Analytical X-Ray
4.
FTIR model FT/IR-4200 tipe A
5.
SHIMADZU AG-Xplus Material Universal Tester
4.3 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut : 1.
Penelusuran pustaka penelitian, meliputi studi literatur yang berkaitan dengan struktur nanokarbon,
metode catlythic graphitization, pemilihan katalis
dan
prekursor pemrosesan, serta teknik karakterisasi yang berkaitan. 2.
Melakukan proses sintesis struktur nanokarbon melalui
metode catalythic
graphitization dengan selulosa dari eceng gondok sebagai prekursor dan FeCl3.6H2O sebagai katalis. 3.
Menganalisis
sampel
hasil
sintesis
melalui
karakterisasi
material
dengan
menggunakanX-Ray Diffraction (XRD), Scanning Electron Microscopy (SEM), Fourier Transform Infra Red (FTIR), dan Transmission Electron Microscopy (TEM). 4.
Sintesis Komposit Polimer Nanokarbon.
5.
Karakterisasi Komposit Polimer nanokarbon.
6.
Pengujian dan Aplikasi kompoait polimer nanokarbon yang meliputi pengujian sifat mekanik dengan menggunakan SHIMADZU AG-Xplus Material Universal Tester dan pengujian dengan beban dinamis.
7.
Pengolahan data dan pembahasan hasil penelitian.
8.
Penarikan kesimpulan.
4.4 Objek Penelitian 1.
Eceng Gondok sebagai bahan dasar selulosa
2.
Karbon dengan struktur nano
3.
Polimer Epoxy Resin
4.
Polimer Epoxy Hardener
5.
Komposit polimer nanocarbon 28
4.5 Prosedur Percobaan 1. Persiapan Bahan dan Alat Eceng gondok yang diperoleh dari perairan kemuadian dibersihkan dan dikeringkan. Kemudian dibuat dipotong kecil-kecil untuk memudahkan dalam penimbangan. 2. Chemical Treatment Eceng Gondok Eceng gondok direndam ke dalam 0,1
M NaOH. Tujuannya adalah untuk
membersihkan dari kotoran kotoran dan untuk aktivasi gugus OH yang terdapat dalam eceng gondok. Proses perendaman dilakukan selama 48 jam pada temperatur dan tekanan lingkungan. Hasil rendaman
kemudian
disaring
menggunakan
kertas
saring whatman dan dibersihkan dengan aquades hingga menjadi PH netral. Setelah disaring, dilakukan perendaman dalam media aquades
100 mL selama 36 jam.
Tujuannya untuk membuat
sehingga
ruang
diantara
selulosa
mudah
untuk
dipisahkan microfibrilnya dan memudahkan pemrosesan selanjutnya yaitu mechanical treatment. 3. Mechanical Treatment Eceng Gondok Eceng gondok yang tetap berada dalam media air kemudian ditambahkan dengan aquades sebanyak 50 mL. Dilakukan proses pemisahan microfibril pada eceng gondok dengan menggunakan IKA Ultra-Turax. Proses pemisahan ini dilakukan pada kecepatan putar 10.000 rpm selama 1 jam.. Hasil proses pemisahan dimasukkan kedalam gelas kimia untuk dilakukan proses dispersi dan homogenisasi menggunakan Ultrasonic Homogenizer. 4. Pencampuran Katalis Dan Eceng Gondok Setelah dilakukan mechanical treatment, sampel disaring dengan kertas saring Whatman kemudian ditimbang. Pulp basah yang telah disaring dicampur dengan katalis FeCl3. 6H2O dengan perbandingan berat katalis dan pulp basah adalah 1:50. Kemudian pulp basah dimasukkan kedalam larutan katalis FeCl3.6H2O sesuai parameter yang telah ditentukan dan dimasukkan ke dalam oven dengan temperatur pemanasan sebesar 80oC dalam keadaan tertutup. Pemanasan ditujukan untuk mengimpregnasi katalis ke dalam selulosa. 5. Graphitization Pulp yang telah dipanaskan kemudian disaring menggunakan kertas saring Whatman dan dimasukkan ke dalam tungku bakar. Proses graphitization dilakukan menggunakan tungku nitrogen. Proses graphitization dilakukan dalam nitrogen
yang
mengalir 29
dengan laju alir 0,15 mL/menit dilakukan selama dua jam. Untuk keperluan karakterisasi sampel, dilakukan proses homogenisasi sampel dengan cara melarutkan sampel dalam 10 mL etanol kemudian digunakan proses homogenisasi dengan Ultrasonic Homogenizer sama seperti pada proses mechanical treatment pulp eceng gondok. Setelah dilakukan proses homogenisasi selama 25 menit sampel kemudian dikeringkan dengan cara vacuum treatment. 6. Karakterisasi X−Ray Diffraction (XRD) Karakterisasi XRD dilakukan untuk mengetahui kristalinitas dan jenis fasa yang dihasilkan. Proses karakterisasi yaitu pada awalnya sampel ditempatkan pada holder kemudian dipadatkan. Setelah padat, sampel ditembak dengan sinar X dan dihasilkan data berupa kurva difraktogram yang merupakan kurva antara 2
(sudut) dengan
besarnya intensitas.
Gambar 4.1 Alat Karaterisasi XRD Scanning Electron Microscope (SEM) Karakterisasi SEM dilakukan menggunakan peralatan JEOL –JSM 6360. Karakterisasi SEM dilakukan untuk mengetahui morfologi permukaan dan bentuk dari struktur nanokarbon yang dihasilkan.
Gambar 4.2 Alat Karakterisasi SEM 30
Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) Karakterisasi FTIR menggunakan alat FTIR model FT/IR-4200 tipe A. Karakterisasi dilakukan untuk mengetahui gugus fungsi senyawa organik yang
terdapat
pada
struktur nanokarbon yang telah disintesis. Data pengujian sampel kemudian diolah dengan menggunakan komputer sampai diperoleh kurva bilangan gelombang (cm-1) terhadap intensitas (%).
Gambar 4.3 Alat Karakterisasi FT-IR
Transmission Electron Microscope (TEM) Karakterisasi TEM dilakukan dengan alat tipe JEM -1400. Karakterisasi TEM berfungi untuk memberikan gambaran morfologi dan struktur dari karbon nanostruktur. Pada awalnya sampel dipreparasi dengan melarutkan serbuk ke dalam ethanol. Kemudian sampel didispersikan dengan ultrasonic cleaner. Selanjutnya diteteskan pada carboncoated grid. Setelah dicoating maka sampel dimasukkan ke dalam peralatan karakterisasi. 7. Pembuatan Komposit Metode sintesis yang dilakukan adalah metode simple mixing. Polimer epoxy resin dan epoxy hardener (dengan perbandingan 1:1) dipanaskan di dalam oven bertemperatur 500 oC selama 20 menit, lalu dicampurkan dengan variasi massa partikel nanokarbon untuk setiap spesimen kemudian diaduk dengan mixer hingga homogen. Pemanasan dilakukan untuk menghilangkan pelarut sehingga didapatkan polimer-nanokomposit dalam bentuk padatan. 8. Pengujian Sifat Mekanik dan Aplikasi Pengujian dan Aplikasi kompoait polimer nanokarbon yang meliputi pengujian sifat 31
mekanik dengan menggunakan SHIMADZU AG-Xplus Material Universal Tester dan pengujian dengan beban dinamis.
4.6 Pelaksanaan Pengujian Tabel 4.1 Rancangan waktu pelaksanaan penelitian Tahun 2015/2016 No.
Uraian Kegiatan
Bulan I
II x
III
1.
Pembuatan Spesimen
x
x
2.
Kalibrasi Alat
x
3.
Pengujian
x
4.
Analisis data
5.
Penyusunan Laporan
IV
V
VI
VII
VIII
x
x
x
x
x
x
x
x
x
x
4.7 Variabel-variabel Penelitian Pada penelitian ini, parameter yang digunakan terdiri dari : Variabel Bebas: a.
Konsentrasi katalis FeCl3.6H2O.
b.
Lamanya impregnasi katalis ke dalam ceeng gondok setelah dicampur dan dimasukkan ke dalam oven.
c.
Temperatur graphitization dari sampel pada pembakaran dalam tungku nitrogen
d.
Variasi pelarut yang digunakan (Sodium Chlorite/ NaClO2, Hydrogen Peroxide/ H2O2, dan Hydroclouric Acid/ HCl).
Variabel terikat pada penelitian ini adalah ukuran partikel nanokarbon yang diperoleh, yang diketahui dengan analisis uji karakterisasi.
32
x
4.8 Diagram Alir Penelitian Mulai Studi Literatur Persiapan Bahan dan Alat Pre Treatment Eceng Gondok
Chemical Treatment Mechanical Treatment Pencampuran dengan Katalis Graphitization Pembentukan Nano Karbon
Karakterisasi struktur nanokarbon Mixing Polimer nano karbon Pembentukan Komposit Polimer nano karbon Karakterisasi Struktur Komposit Pengujian Sifat Mekanik dan Vibration Analisis Data
Kesimpulan Selesai
Gambar 4.4 Diagram Alir Penelitian
33
DAFTAR PUSTAKA
A. Ōya, H. Marsh, 1982. Phenomena of catalytic graphitization. Journal of Materials Science, February 1982, Volume 17, Issue 2, pp 309-322. Ali Sınağ, Tuğrul Yumak, Volkan Balci, Andrea Kruse, 2011. Catalytic hydrothermal conversion of cellulose over SnO2 and ZnO nanoparticle catalysts. The Journal of Supercritical Fluids, Volume 56, Issue 2, March 2011, Pages 179-185. Bibin Mathew Cherian, Alcides Lopes Leão, Sivoney Ferreira de Souza, Ligia Maria Manzine Costa, Gabriel Molina de Olyveira, M. Kottaisamy, E.R. Nagarajan, Sabu Thomas, 2011. Cellulose nanocomposites with nanofibres isolated from pineapple leaf fibers for medical applications. Carbohydrate Polymers, Volume 86, Issue 4, 15 October 2011, Pages 17901798. C. Uma Maheswari, K. Obi Reddy, E. Muzenda, B.R. Guduri, A. Varada Rajulu, 2012. Extraction and characterization of cellulose microfibrils from agricultural residue – Cocos nucifera L.. Biomass and Bioenergy, Volume 46, November 2012, Pages 555-563. Claudio Ampelli, Siglinda Perathoner, Gabriele Centi, 2014. Carbon-based catalysts: Opening new scenario to develop next-generation nano-engineered catalytic materials. Chinese Journal of Catalysis, Volume 35, Issue 6, June 2014, Pages 783-791. Daisuke Tashima, Mitsufumi Taniguchi, Daisuke Fujikawa, Tsuyoshi Kijima, Masahisa Otsubo, 2009. Performance of electric double layer capacitors using nanocarbons produced from nanoparticles of resorcinol–formaldehyde polymers. Materials Chemistry and Physics, Volume 115, Issue 1, 15 May 2009, Pages 69-73. Delphine Carponcin, Eric Dantras, Guilhem Michon, Jany Dandurand, Gwenaëlle Aridon, Franck Levallois, Laurent Cadiergues, Colette Lacabanne, 2015. New hybrid polymer nanocomposites for passive vibration damping by incorporation of carbon nanotubes and lead zirconate titanate particles. Journal of Non-Crystalline Solids, Volume 409, 1 February 2015, Pages 20-26. Elzbieta Frackowiak, Grzegorz Lota, Thomas Cacciaguerra, François Béguin, 2006. Carbon nanotubes with Pt–Ru catalyst for methanol fuel cell. Electrochemistry Communications, Volume 8, Issue 1, January 2006, Pages 129–132. Goodell B, Xie X, Qian Y, Daniel G, Peterson M, Jellison J, 2008. Carbon nanotubes produced from natural cellulosic materials. J Nanosci Nanotechnol. 2008 May;8(5):2472-4. H.P.S. Abdul Khalil,, A.H. Bhat, A.F. Ireana Yusra, 2012. Green composites from sustainable cellulose nanofibrils: A review. Carbohydrate Polymers, Volume 87, Issue 2, 15 January 2012, Pages 963–979.
Haisong Qi, Edith Mäder, Jianwen Liu, 2013. Unique water sensors based on carbon nanotube– cellulose composites. Sensors and Actuators B: Chemical, Volume 185, August 2013, Pages 225-230.
Hudson Alves Silvério, Wilson Pires Flauzino Neto, Noélio Oliveira Dantas, Daniel Pasquini, 2013. Extraction and characterization of cellulose nanocrystals from corncob for application as reinforcing agent in nanocomposites. Industrial Crops and Products, Volume 44, January 2013, Pages 427-436. J.L. Figueiredo, M.F.R. Pereira, P. Serp, P. Kalck, P.V. Samant, J.B. Fernandes, 2006. Development of carbon nanotube and carbon xerogel supported catalysts for the electrooxidation of methanol in fuel cells. Carbon, Volume 44, Issue 12, October 2006, Pages 2516-2522. Jia Li, Dickon H.L. Ng, Peng Song, Yi Song, Chao Kong, Shiquan Liu, 2015. Synthesis of hierarchically porous Cu–Ni/C composite catalysts from tissue paper and their catalytic activity for the degradation of triphenylmethane dye in the microwave induced catalytic oxidation (MICO) process. Materials Research Bulletin, Volume 64, April 2015, Pages 236-244. Jin Li, Hanyang Li, Haifeng Hu, Yong Zhao, Qi Wang, 2015. Preparation and application of polymer nano-fiber doped with nano-particles. Optical Materials, Volume 40, February 2015, Pages 49-56. Jinshui Yang, Jian Xiong, Li Ma, Bing Wang, Guoqi Zhang, Linzhi Wu, 2013. Vibration and damping characteristics of hybrid carbon fiber composite pyramidal truss sandwich panels with viscoelastic layers. Composite Structures, Volume 106, December 2013, Pages 570580. Julien Bras, Mohammad L. Hassan, Cecile Bruzesse, Enas A. Hassan, Nahla A. El-Wakil, Alain Dufresne, 2010. Mechanical, barrier, and biodegradability properties of bagasse cellulose whiskers reinforced natural rubber nanocomposites. Industrial Crops and Products, Volume 32, Issue 3, November 2010, Pages 627-63. Kurosh Rad-Moghadam, Negin Dehghan, 2014. Application of cellulose/chitosan grafted nanomagnetites as efficient and recyclable catalysts for selective synthesis of 3-indolylindolin2-ones. Journal of Molecular Catalysis A: Chemical, Volume 392, October 2014, Pages 97-104. L. Brinchi, F. Cotana, E. Fortunati, J.M. Kenny, 2013. Production of nanocrystalline cellulose from lignocellulosic biomass: Technology and applications. Carbohydrate Polymers, Volume 94, Issue 1, 15 April 2013, Pages 154–169. M. Sevilla, A.B. Fuertes, 2009. The production of carbon materials by hydrothermal carbonization of cellulose. Carbon, Volume 47, Issue 9, August 2009, Pages 2281–2289.
M. Sevilla, C. Sanchís, T. Valdés-Solís, E. Morallón, A.B. Fuertes, 2008. Direct synthesis of graphitic carbon nanostructures from saccharides and their use as electrocatalytic supports. Carbon, Volume 46, Issue 6, May 2008, Pages 931–939. Marimuthu Thiripura Sundari, Atmak, 2012. Isolation and characterization of cellulose nanofibers from the aquatic weed water hyacinth—Eichhornia crassipes. Carbohydrate Polymers, Volume 87, Issue 2, 15 January 2012, Pages 1701–1705. Marta Sevilla, Antonio B. Fuertes, 2009. Easy synthesis of graphitic carbon nanocoils from saccharides. Materials Chemistry and Physics, Volume 113, Issue 1, 15 January 2009, Pages 208–214. Mohamed H. Gabr, Nguyen T. Phong, Kazuya Okubo, Kiyoshi Uzawa, Isao Kimpara, Toru Fujii, 2014. Thermal and mechanical properties of electrospun nano-celullose reinforced epoxy nanocomposites. Polymer Testing, Volume 37, August 2014, Pages 51-58. My Ahmed Said Azizi Samir, Fannie Alloin, Jean-Yves Sanchez, Alain Dufresne, 2004. Cellulose nanocrystals reinforced poly(oxyethylene). Polymer, Volume 45, Issue 12, May 2004, Pages 4149-415. Nathalie Lavoine, Isabelle Desloges, Alain Dufresne, Julien Bras, 2012. Microfibrillated cellulose – Its barrier properties and applications in cellulosic materials: A review. Carbohydrate Polymers, Volume 90, Issue 2, 1 October 2012, Pages 735–764. Nurain Johar, Ishak Ahmad, Alain Dufresne, 2012. Extraction, preparation and characterization of cellulose fibres and nanocrystals from rice husk. Industrial Crops and Products., Volume 37, Issue 1, May 2012, Pages 93–99. Ping Lu, You-Lo Hsieh, 2012. Cellulose isolation and core–shell nanostructures of cellulose nanocrystals from chardonnay grape skins. Carbohydrate Polymers, Volume 87, Issue 4, 1 March 2012, Pages 2546–2553. Ping Lu, You-Lo Hsieh, 2012. Preparation and characterization of cellulose nanocrystals from rice straw. Carbohydrate Polymers, Volume 87, Issue 1, 4 January 2012, Pages 564–573. Roni Marcos dos Santos, Wilson Pires Flauzino Neto, Hudson Alves Silvério, Douglas Ferreira Martins, Noélio Oliveira Dantas, Daniel Pasquini, 2013. Cellulose nanocrystals from pineapple leaf, a new approach for the reuse of this agro-waste. Industrial Crops and Products, Volume 50, October 2013, Pages 707–714. Silviya Elanthikkal, Unnikrishnan Gopalakrishnapanicker, Soney Varghese, James T Guthrie, 2010. Cellulose microfibres produced from banana plant wastes: Isolation and characterization. Carbohydrate Polymers, Volume 80, Issue 3, 5 May 2010, Pages 852– 859.
Vinod Kumar Gupta, Deepak Pathania, Pardeep Singh, Bhim Singh Rathore, Priyanka Chauhan, 2013. Cellulose acetate–zirconium (IV) phosphate nano-composite with enhanced photocatalytic activity. Carbohydrate Polymers, Volume 95, Issue 1, 5 June 2013, Pages 434440. Wilson Pires Flauzino Neto, Hudson Alves Silvério, Noélio Oliveira Dantas, Daniel Pasquini,2013. Extraction and characterization of cellulose nanocrystals from agroindustrial residue – Soy hulls. Industrial Crops and Products, Volume 42, March 2013, Pages 480–488. Xianwen Mao, Gregory C. Rutledge, T. Alan Hatton, 2014 Nanocarbon-based electrochemical systems for sensing, electrocatalysis, and energy storage. Nano Today, Volume 9, Issue 4, August 2014, Pages 405-432. Yan-li Yao, Ya Ding, Le-S, 2006. Two-step pyrolysis process to synthesize highly dispersed Pt– Ru/carbon nanotube catalysts for methanol electrooxidation. Carbon, Volume 44, Issue 1, January 2006, Pages 61-66. Yongmin Liang, Huamin Zhang, Baolian Yi, Zhiheng Zhang, Zhicheng Tan, 2005. Preparation and characterization of multi-walled carbon nanotubes supported Pt Ru catalysts for proton exchange membrane fuel cells. Carbon, Volume 43, Issue 15, December 2005, Pages 3144-3152. Yuri Gogotsi, 2006, Nanomaterials handbook, CRC Press, Taylor & Francis Group.