REFORMULASI HUKUM ARAB ERA FORMATIF ISLAM Oleh: Akmal Bashori Dosen Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah (Muamalah) UNSIQ Email:
[email protected] Abstrak Penampilan Islam yang ramah, simpatik, santun dan murah senyum adalah perwujudan dari praktik hukum Islam yang bersifat ‘humanis’. Hal terlebut terlihat dalam proses dialog yang sangat panjang antara adat dengan wahyu bahkan—tarik tambang antar keduanya—berebut supremasi dan tidak mengenal finalitas. Hal itu bukan merupakan pemaksaan tata nilai yang doktriner yang dilakukan oleh nabi, akan tetapi lebih kepada ‘pengkajian ulang’ terhadap tradisi pra-Islam, di samping melakukan reformasi tata kerja tidak aqliah (rasional) menuju pola berfikir (hukum) dan tata kerja yang ‘aqliah. Oleh karena itu alQur`an sebagai wahyu dan kitab hukum, di dalamnya terdapat tawaran perbaikan yang berupa pembatalan dan perubahan (hukum) sarat dengan idiom-idiom yang bersifat antropologis-sosiologis. Kata kunci: Reformulasi, tradisi, epistemologi, hukum Islam A. Pendahuluan
topik yang secara ketat yang semuanya
Hukum Islam —dikenal di beberapa bagian dunia sebagai Muhammadan law—
itu dipandang sebagai hukum dalam pengertian Barat. Semua itu, tidak muncul begitu saja
adalah sekumpulan peraturan tentang ekspresi praktis keyakinan religious dan
dari
aspirasi muslim. Ketundukan total dan
gagasan baik yang terlembagakan dalam
tanpa syarat kepada kehendak Allah
bentuk agama maupun ideologi-ideologi
adalah ajaran fundamental Islam dan
sekuler
hukum diasosiasikan dengan agama
Kemunculan suatu
merumuskan kehendak Allah melalui
diawali dengan serangkaian peristiwa
kode
yang
komprehensif
perilaku
yang
ruang
hampa, karena tidak ada
yang muncul
tanpa sebab.
gagasan
pasti
melatar-belakanginya.
Islam
kehidupan
sebagai suatu agama juga tidak terlepas
(Coulson, 1968 : 54). Dalam hal praktik
dari aksioma tersebut. hukum Islam juga
ritual,
puasa,
lahir dari serangkaian dialog antara
mengenai
keabadian firman Allah yang universal
meliputi
sedekah, makanan
semua
seperti haji, yang
aspek
sembahyang, topic-topik
diperbolehkan
dan
dan eternal dengan kondisi sosial dan
tatacara berpakaian serta etiket social
aktual di Bumi (Arab)
pada umumnya adalah vital dan bagian
abad
terpadu dari sistem sebagaimana topik-
gambaran
yang
empat
lalu. Oleh situasi
belas
karena
dan
itu
kondisi
Vol. I No. 02, November 2015
masyarakat Arab pra-Islam menjadi sangat penting untuk dikaji agar dapat dilihat sejauh mana dialog yang terjadi,
B. Hasil Temuan dan Pembahasan 1. Menyibak Islam
Geneologi
Hukum
serta seperti apa bentuk akhir dari hasil
Suatu agama, baik yang mengaku
dialog tersebut. Di samping itu peran
sebagai agama wahyu maupun bukan,
nabi sebagai pembawa berita sekaligus
tidak bisa lepas dari pengaruh situasi
penafsir menjadi sangat urgen, oleh
asal-usul
sebab itu keterlibatan akal tak mungkin
tentang tradisi telah dibawa jauh, dan
dihindarkan.
ajaran-ajaran
Berpijak dari hal di atas, maka
yang
kompleks.
tradisional
Konsep
diekspresikan
dalam tradisinya secara total. Secara
refleksi
pasti adalah apa yang diambil tempat
ketika Islam yang sudah diturunkan
selama penggunaan sejarah manusia
menjadi suatu agama harus mempunyai
belakangan ini. Dalam dunia Arab pra-
seperangkat
aturan-aturan.
Islam tiap agama adalah juga pusat atau
Pertanyaannya adalah apakah prinsip-
awal tradisi, yang memperpanjang prinsip-
prinsip dialogis itu akan tetap dijadikan
prinsip agama terhadap wilayah-wilayah
model dalam legislasi Hukum Islam
yang berbeda. Tidak ada tradisi yang
pada saat itu? Bagaimanakah bangunan
bermakna
hukum Islam pada saat itu? Apakah
sebagaimana istilah ini digunakan oleh
diturunkannya al-Qur`an sebagai respon
katolikisme, meskipun ia mencakup ide
social
Tuhan?
tentang transmisi doktrin dan praktek
dalam
yang diilhami yang pada akhirnya
ini adalah pendekatan historis
menampakkan sifat yang diimplikasikan
yang kemudian akan diramu dengan
oleh traditio. Kenyataannya kata tradisi
pendekatan
dihubungkan secara etimologis dengan
permasalahannya
ataukah
Pendekatan paper
bagaimana
hukum
yang digunakan
sosiologis.
Pendekatan
secara
tepat
traditio,
ini
digunakan
untuk
transmisi dan berisi tentang spektrum
mengelaborasi
keadaan
dan
makna gagasan tentang pengetahuan,
perkembangan interaksi hukum Islam
praktek, teknik, hukum, dan bentuk dan
dengan
sejumlah elemen, baik bersifat oral
historis
ruang-ruang
melingkupinya. pendekatan
budaya
Sementara sosiologis
yang itu, akan
maupun tertulis (Nasr, 68-69). Paradigma
sebagian
masyarakat,
dimanfaatkan untuk mempertajam dan
Islam dianggap sebagai agama
meneropong keadaan masyarakat pada
lahir dengan membawa risalah baru.
masa Rasulullah.
Dalam hal ini, Islam dianggap sebagai
260
yang
Formulasi Hukum
Vol. I No. 01, November 2015
sebuah
agama
merubah khususnya konsep
yang muncul untuk
Kedua, dalam faktanya, Islam banyak
seluruh sistem kebudayaan,
mewarisi peninggalan-peninggalan bangsa
Arab
yang
seringkali
pra-Islam.
ada,
masa
dianggap
Dalam pra-Islam
sebagai
Arab serta mengadopsi sistem (pranata) yang berkembang dikalangan mereka.
masa
Dari fakta yang ada, banyak budaya
kebodohan (jahiliyyah). Bila jahiliyah
yang ada di masa pra-Islam diadopsi dan
terkait dengan sistem etika sosialnya
dipraktekkan oleh nabi Muhammad. Hal
yang tidak manusiawi, mungkin
ini mengindikasikan bahwa Islam lahir
bisa
dianggap
benar. Akan tetapi bila
tidak
jahiliyyah
ditujukan
seluruh kebudayaan yang berkembang dan
untuk seluruh
sistem budaya yang berkembang
di
dalam
dijalankan
rangka
menghilangkan
oleh masyarakat
Arab pra-
masyarakat Arab, maka hal tersebut tidak
Islam.
bisa dibenarkan. Sebab Kata al-jahl (jahil)
menciptakan
terdapat dua pengertian. Pertama, al-Jahl
melegalkan hukum adat masyarakat Arab,
lawan dari kata al-ilm yang artinya
sehingga memberi tempat bagi praktek
mengetahui. Ini menyangkut kaedaan
hukum adat di dalam sistem hukum
akal. Dan lawan dari kata al-hilm yang
Islam (Khadduri, 2002: 19)
banyak
aturan-aturan
yang
Namun celakanya banyak kalangan
artinya sopan santun, ini menyangkut kejiwaan dan perilaku (Quhtb, 1995: 53).
Nabi Muhammad
kurang obyektif dalam melihat masa lalu,
Dari situ, tidak sepenuhnya bisa
banyak para sejarawan (mu`arrikhûn)
dikatakan bahwa pra-Islam dianggap
menjadikan gap antara Islam dan tradisi
sebagai masa jahiliyah dengan asumsi.
Arab pra Islam dengan demarkasi moral
Pertama, al-Qur`an menantang bangsa
dan
Arab dengan retorika untuk mendatangkan
Masyarakat
surat yang sepadan dan menyamai al-
masyarakat jahiliyah, kemudian Islam
Qur`an (Q.S.Yunus (10): 38. Q.S.Hud
datang
(11):13). Tantangan ini tentunya tidak
membebaskan. Untuk beberapa hal, klaim
ditujukan kepada orang lemah. Dengan
tersebut memang tidak sepenuhnya salah.
demikian
Akan
tantangan
mengindikasikan
bahwa
al-Qur`an masyarakat
ideologis
yang
Arab
sebagai
tetapi
sangat
kontras.
pra-Islam
adalah
juru
selamat
generalisasi
telah
memberikan pengaruh negatif dalam
Arab telah berada pada tingkat kemajuan
menumbuhkan
kritisisme
fantastik dalam stilistika,
Ketersambungan
tradisi
epistemik,
ini
yang
sejarah. antara
sisi
masyarakat pra Islam dan pasca Islam
yang menjadi tema tantangan al-Qur`an.
menjadi fakta sejarah yang terabaikan.
dan peradaban,
Formulasi Hukum
sebagai
sebuah
261
Vol. I No. 02, November 2015
dan
Akan tetapi jika klaim kesempurnaan
akulturasi tradisi Arab pra Islam dengan
ini sampai pada taraf menafikan arti
Islam dianggap sebagai fakta sejarah yang
penting memahami tradisi pra-Islam,
tidak penting untuk dikaji. Atau, kalaupun
sama
dikaji,
sejarah.
Akibatnya
proses
terkadang
inkulturasi
terjadi
kekeliruan
halnya
dengan
memanipulasi
Padahal Umar bin Khattab
sendiri, sebagaimana dikutip Khalil Abdul
verifikasi dan penafsiran. melakukan
Karim (1990 : 1) mengatakan bahwa Arab
generalisasi fakta sejarah ini seringkali
adalah bahan baku Islam. Artinya, tradisi
terlihat
klaim-klaim
pra-Islam ini telah banyak diadopsi dan
apologetik yang sering muncul dari
kemudian diintegrasikan menjadi bagian
kalangan Muslim puritan. Islam muncul
dari Islam baik yang terkait dengan ritus,
sebagai jawaban atas kondisi masyarakat
sosial
Arab yang jahiliyah.
ekonomi,
Kekeliruan
dalam
dalam
bentuk
Karenanya dalam
kemasyarakatan, hukum
dan
politik, sebagainya.
melakukan penafsiran sejarah pun tidak
Dalam hal
ada pilihan lain kecuali mengkontraskan
keagamaan, misalnya pelaksanaan ibadah
antara Islam dan pra Islam seperti
haji,
mengkontraskan warna hitam dan putih.
Ka’bah, kesucian bulan-bulan haram dan
Islam dianggap sebagai
yang
pertemuan umum pada hari Jum’at,
komprehensif dan sempurna, memiliki
merupakan contoh-contoh ritus pra Islam
segala-galanya baik terkait dengan pranata
yang kemudian diadopsi oleh Islam
sosial, moral maupun ideologi. Segala
setelah dilakukan modifikasi melalui
sesuatu yang ada pada masa pra-Islam
ijtihad Nabi maupun wahyu al-Qur`an.
dianggap
terhapus
kehadiran
Islam.
agama
semua Islam
dengan
seakan-akan
umrah,
yang menyangkut ritual
pengagungan
terhadap
Al-Qur`an adalah kitab suci yang diwahyukan
Allah
kepada
nabi
sebuah paket samawi yang muncul dalam
Muhammad yang “akomodatif” terhadap
ruang hampa dan harus dijadikan titik
hukum yang hidup dan berkembang di
awal
segala
masyarakat Arab pra-Islam. Dalam al-
bentuk aturan yang menyangkut pranata
Qur`an terdapat tawaran perbaikan yang
sosial.
berupa
dalam
mengembangkan
Bahwa Islam adalah agama yang
pembatalan
dan
perubahan
(Mubarak, et al, 2002 : 41). Dalam
diragukan.
konstruksi yudisial Islam (baca: fiqh),
Tidak seorang pun bisa dikatakan sebagai
pada bagian-bagian tertentu dapat kita
Muslim yang baik jika masih menyisakan
temui praktek-praktek keagamaan, baik
keraguan
ubudiah
sempurna,
262
memang
tidak
atas kesempurnaan
Islam.
maupun
muamalah,
yang
Formulasi Hukum
Vol. I No. 01, November 2015
mengadopsi pra-Islam. Untuk sekedar
keempat
memberikan ilustrasi, berikut ini penulis
sebagaimana terekam dalam al-Qur`an, al-
akan
Baqarah : 2.
memaparkan
beberapa
contoh.
bulan
itu
pun
dilanjutkan
Sebelum kehadiran Islam, pembagian
Selain tradisi yang terkait dengan
harta pusaka telah dilakukan arab pra-
ritus, Islam juga banyak melakukan
Islam. Dalam tradisi nenek moyang
adopsi
mereka terdapat ketentuan bahwa anak
maupun perdata. Nikah, misalnya, dalam
yang masih kecil (belum dewasa) dan
tradisi
perempuan tidak berhak mendapatkan
lembaga yang sah untuk menyatukan laki-
harta
laki
pusaka.
Adapun
persyaratan
hukum-hukum
Arab
dan
baik
pra-Islam
perempuan
pidana
merupakan
dalam
ikatan
mendapatkan harta pusaka pada zaman
keluarga. Banyak ragam pernikahan yang
Arab
telah menjadi tradisi masyarakat Arab,
pra-Islam
kekerabatan
adalah
(al-Qarâbah),
hubungan karena
beberapa
model
ditolak
oleh
Islam
perjanjian kesetiaan (muhâlafah), adopsi
karena tidak sejalan dengan nilai-nilai
(tabanni). Dua persyaratan yang pertama
kehormatan wanita. Diantara model nikah
telah diakomodasi dalam al-Qur`an, dan
yang kemudian diterima total oleh Islam
hanya terakhir (adopsi) yang di batalkan.
adalah nikah ba’ulah. Pernikahan model
Oleh Allah dalam al-Qur`an (al-`Ahzâb
ini
[33] : 4-5).
mengajukan pinangan terlebih dahulu
diawali
oleh
pihak
laki-laki
terhadap
yang biasanya dilakukan oleh ayahnya
bulan-bulan tertentu, yang dalam al-
sendiri, pamannya, kakaknya atau boleh
Qur`an disebut dengan `arb’ata hurum
langsung dilakukan oleh calon mempelai.
juga bermula dari tradisi masyarakat Arab
Pada saat nikah kemudian disyaratkan ada
pra-Islam. Bulan-bulan yang dimaksud
pernyataan ijab dan qabul. Pada saat
adalah bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah,
pelaksanaan nikah mas kawin merupakan
Muharam dan Rajab. Dalam rentang
persyaratan yang mutlak harus ada (as-
waktu tiga bulan pertama, masyarakat
Sirjani, 2009 : 34-45), dan al- Qur`an, al-
Arab pra Islam menjadikannya sebagai
Baqarah: 235 pun memberikan justifikasi.
Tradisi
penghormatan
berhaji, sementara bulan
Di samping hukum perdata, ada juga
Rajab mereka manfaatkan untuk ibadah
hukum pidana yang berlaku pada masa
umrah.
mereka
arab pra-Islam adalah hukum potong
mendeklarasikan bahwa pada bulan-bulan
tangan bagi pencuri. Ini adalah tradisi
tersebut tidak boleh ada peperangan.
Arab Badui karena mencuri dianggap
Ketika Islam datang, tradisi pensucian
kejahatan
waktu untuk
Itulah
Formulasi Hukum
karenanya
yang
melukai
nilai-nilai
263
Vol. I No. 02, November 2015
kesucian hak milik dan melanggar etika
dilepaskan
solideritas yang berlaku dalam kehidupan
memahami al-Qur`an. Mempertahankan
suku (Supena, 2008: 65). Terlepas dari
cara menafsirkan makna literal al-Qur`an
adanya pro-kontra dikalangan ahli hukum
dengan mengesampingkan arti penting
Islam
tradisi pra-Islam
tentang
potong
tangan
yang
dari
setiap
usaha
untuk
dalam membentuk
dianggap mengerikan, hukum ini juga
tradisi Islam, akan berakibat pada lahirnya
diakomodasi oleh hukum Islam (Qs. Al-
anggapan
Maidah [5] : 38).
merupakan “patung” yang sama sekali
bahwa
Nabi
hanyalah
Apa yang telah digambarkan di atas
tidak berperan dalam pembentukan tradisi
tentu saja hanya merupakan bagian kecil
(hukum Islam). Ini tentu saja akan
dari sekian luas tradisi pra Islam yang
mengakibatkan pada sikap yang fatalistik.
seharusnya diketahui oleh setiap orang
Allah menciptakan situasi sosial Arab
yang ingin memahami Islam dalam
termasuk setiap jenis tindakan Nabi,
konteks sosio-historis yang benar. Untuk
kemudian Allah menurunkan wahyu, dan
mengetahui gambaran tradisi pra Islam
begitu seterusnya setiap kali Allah akan
yang kemudian diadopsi oleh Islam
menurunkan ayat al-Qur`an. Jelasnya adat
memang memerlukan kajian kesejarahan
merupakan salah satu elemen pembentuk
tersendiri baik melalui pendekatan ilmu-
hukum Islam yang perlu diperhitungkan
ilmu sosial maupun humaniora. Meski
pada era-formatif Islam.
demikian target penulis hanya ingin
Dari sini, kita dapat melihat adanya
menegaskan bahwa mengetahui tradisi
benang merah bahwa kondisi saat itu
pra-Islam
Nabi,
itu
penting
menumbuhkan kesadaran
untuk
tujuan kolektif
menggunakan
kompromis
dan
pendekatan non-kompromis.
sehingga pengembangan
Pendekatan kompromis atau akomodatif
Islam khususnya hukum Islam ke depan
adalah pendekatan yang mengakomodasi
tidak lagi diwarnai oleh sikap-sikap
tradisi pra-Islam, pendekatan yang damai,
apologetik dan romantik.
penuh toleransi tanpa mengorbankan
akademik
Dengan demikian jelas bahwa alQur`an
itu merupakan respon Ilahi
tradisi (cultural approach). Sedangkan pendekatan
non-kompromi
terhadap situasi sosial masyarakat Arab
mempraktikkan
dan personalitas Nabi Muhammad saw.
mempertegas aturan-aturan hukum, dan
Oleh karena itu, disamping memahami
tidak menerima kebudayaan, kecuali hal
situasi dan tradisi Arab, memahami
itu dipandang sejaran dengan hukum
personalitas
Islam.
264
Nabi
juga
tidak
bisa
Islam
adalah dengan
Formulasi Hukum
Vol. I No. 01, November 2015
2. Bangunan Epistemologi Hukum Era-Formatif Hukum
Islam
kemanusiaan tanpa perbedaan apakah
awal
aktivitas
mental
atas
duniawi.
Menempati
beberapa bangunan. Pertama wahyu
strategis
langsung dari Allah, yaitu al-Kitab.
hukum Islam.
perkembangan
pada
dan universal, mencakup seluruh suasana
Islam
terdiri
Kedua, wahyu detil yang berasal dari Rosulullah
dengan
bimbingan
yang
bersember dari Allah, yaitu Hadis. Ketiga, wahyu personal yang berasal dari nalar Rosulullah (ijtihâd). Point pertama dan kedua menunjuk pada transferensi tekstual-statis, sedangkan yang ketiga menunjuk kepada nalar yang dinamis sehingga ia dapat beradaptasi dengan setiap bangsa dan setiap waktu. Al-Qur`an sebagai sumber hukum
ataukah
dalam
aktivitas
posisi
paling
memformulasikan
Pendekatan dalam al-Qur`an bersifat temporal, namun juga memperhatikan nuansa spasial. Perintah-perintah alQur`an selain bersifat multi-dimensional, ia juga bersifat transcendental. Jika dilihat dalam konteks yang tepat tidak ada satupun dalam al-Qur`an yang tidak berlaku. Artinya validitas al-Qur`an tetap terjaga
dalam
kerangka
“spasio-
temporal”. Sehingga dalam mengkaji alQur`an,
adakalanya
terasa
ada
Islam menjadi absolute kedudukannya
ketegangan antara yang eksistensial dan
dalam kehidupan sosial. Sebagai wahyu
yang transendental. Dari ketegangan
yang tak mungkin ditinggalkan, al-
itulah dorongan ke arah kemajuan dan
Qur`an
mempunyai
otoritas
sumber
gerakan yang kreatif dapat terpenuhi
dalam
pengambilan
seluruh
hukum
Nabi.
berlaku. Al-Qur`an menjadi sumber primer dalam acuan bagi peraturanperaturan
di
bawahnya.
Karenanya
peraturan yang disusun berdasarkan penafsiran seseorang terhadap al-Qur`an ini tentunya tak memiliki status quo. Al-Qur`an yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad
SAW
secara
Qur`an diterapkan oleh Nabi sebagai tolak ukur paling otoritatif bagi semua kasus.
Oleh
sebab
itu
al-Qur`an
merupakan epistemologi paling vital bagi hukum Islam pada masa Nabi Muhammad, di samping wataknya yang universal dan cukup konkrit untuk menamakan sikap yang pasti terhadap
mutawâtir dengan berbahasa Arab dan
wilayah
memperoleh pahala bagi siapa yang
memberikan prinsip-prinsip moral dan
membacanya. Ia mempunyai sifat abadi
spiritual yang langgeng saja, tetapi juga
Formulasi Hukum
praksis.
Ia
tidak
hanya
265
Vol. I No. 02, November 2015
menjadi pedoman nabi Muhammad dan
dalam perjalanan karir dan perjuangan
masyarakat kaum muslimin yang awal
Nabi; (2) Pembedaan antara ketetapan
dalam
melawan
legal dengan sasaran dan tujuan al-
orang-orang
Qur`an; (3) Pemahaman dan penetapan
orang-orang
sasaran
perjuangan
musuh-musuh Mekah,
mereka
Yahudi
munafik.
mereka
dan
Perjuangan
dan
intruksi-
instruksi konstuktif ini memiliki sifat yang
khusus.
dengan
mempertimbangkan secara sepenuhnya latar belakang sosiologisnya.
demikian,
Dalam konteks ini, konsep sunnah
benar-benar
menjadi amat penting. ia mempunyai
bersifat hukum relative sedikit sekali
kedudukan yang sama dengan al-Qur`an.
(Rahman, 2000: 91). Ia hanya memuat
Meski,
5,8 % yang merupakan ayat berkaitan
preogratif Nabi Muhammad sebagai
dengan hukum (Khallaf, 2010 : 31).
wakil Tuhan member efek keabsolutan.
bagian
Sekalipun
al-Qur`an
al-Qur`an
Dalam
yang
menyelesaikan
persoalan
yang dihadapi, menjawab
pertanyaan-pertanyaan, berbagai
berbagai
kasus
yang
menyikapi memerlukan
sunah
Soalnya, diucapkan
apa itu
bukan
yang
wahyu,
dilakukan
merupakan
hak
dan
gambaran
tuntunan Tuhan kepada hambaNya. Hal ini
dikuatkan
oleh
firmanNya,
penanganan hukum, Nabi Muhammad
“ucapannya itu tiada lain hanyalah
senantiasa berpedoman pada al-Qur`an.
wahyu yang diwahyukan (kepadany).”
Itulah sebabnya al-Qur`an diturunkan
(An-Najm [54] : 4).
secara yang
beransur-ansur
Perlu penulis kemukakan di sini
umumnya
sesuai
pada
bahwa sunah berbeda dengan hadis.
konteksnya.
Karena
itulah
kita
Setidaknya ia memiliki dua makna yang
memperoleh
pengetahuan
tentang
berbeda, yang tidak boleh dikacaukan.
asbabun nuzul hanya saja selama ini
Kata sunnah lebih luas dari pada hadis.
asbabun nuzul dipahami hanya yang
Sunah adalah ucapan, tindakan, dan
berupa teks hadis. Padahal semestinya
ketetapan, oleh sebab itu ia lebih dekat
dapat
dengan
dengan tradisi oral. sedangkan hadis
memasukkan sejarah social (Azizy, 2003
hanyalah ucapan. Mengenai hal tersebut
: 19). Tentu dengan metodologi yang
Joseph Schacht (1969: 89) mengatakan
tepat, misalnya dengan melakukan tiga
“sunnah hanyalah sekedar preseden, cara
langkah berikut : (1) Pendekatan historis
hidup yang diambil dari tradisi arab pra-
untuk menemukan makna teks al-Qur`an
Islam yang di sesuaikan oleh Islam”.
266
pada
(munajjaman),
pula
dipahami
Formulasi Hukum
Vol. I No. 01, November 2015
Jadi sunnah sebagai sebuah dasar hukum
asumsi bahwa ia memperbaharui teks-
semula bermakna kebiasaan ideal atau
teks yang mendahului. Namun demikian
kebiasaan normative masyarakat dan
kekuasaan “tekstual” ini tidak akan
baru kemudian memperoleh makna yang
berubah menjadi kekuasaan cultural
terbatas pada preseden-preseden yang
sosiologis, kecuali melalui kelompok
diberikan oleh nabi.
yang mengadopsi teks tersebut dan
Meskipun
begitu,
kita
perlu
mempertimbangkan bahwa definisi ini tidak berasal dari nabi. Menurut Syahrur
mengubahnya ideologi,
menjadi
seperti
yang
kerangka dilakukan
Muhammad saw.
(2012 : 167), definisi seperti itulah yang
Oleh karenanya, apa yang telah
menjadikan Islam beku. Menurutnya
diperbuat oleh nabi di semenanjung Arab
definisi sunnah adalah metode penetapan
empat belas abad silam merupakan
hukum-hukum
secara
model pertama bagaimana berinteraksi
mudah tanpa keluar dari batasan-batasan
dengan Islam pada penggal ruang dan
hukum Allah, yang bersifat local dan
waktu tertentu. Muhammad saw adalah
temporal. Melalui penciptaan sunnah
penutup para nabi dan rosul, cara beliau
baru inilah, nabi menghasilkan statemen-
dalam sunnahnya adalah cara paling
statemen otoritatif mengenai hukum
efektif untuk menjaga spirit kehidupan
yang hidup (living law) yang baru di-
risâlah dan nubuwwah hingga hari
Islamisasikan di kalangan kaumnya,
kiamat.
sebuah
proses
umm
yang
al-kitab
mirip
dengan
Tidak ada Islam jika tidak ada al-
restatemen yudisial dalam common law
Qur`an dan sunah. Keduanya menjadi
dengan begitu sunnah berubah menjadi
sebab lahirnya agama Islam dan menjadi
epistemologi hukum kedua.
ruh bagi eksistensinya. Al-Qur`an dan
Namun, pada dasarnya keduanya menurut
Nasr
Hamid
Abu
Zaid
sunah menjadi undang-undang formal tak terbantahkan pelaksanaannya, dan
(2012 : 164-5) tidak memiliki kuasa
menjadi
apapun, kecuali kuasa epistemologis.
merumuskan
Yaitu kuasa yang diupayakan teks —
dari absolutism agama samawi yakni
sebagai teks— untuk dipraktikkan dalam
kepatuhan
wilayah epistemologis tertentu. Setiap
dianggap
teks berusaha memunculkan kekuasaan
dunia dan akhirat. Lalu, bagaimanakah
epistemologinya secara baru, dengan
peran
Formulasi Hukum
pokok
penafsiran
peraturan.
terhadap menjamin
akal
yang
untuk
Konsekuensi
wahyu bagi
yang
kehidupan
dimiliki
Nabi
267
Vol. I No. 02, November 2015
Muhammad dalam menemukan hukum
mengkiaskan, haji dengan utangnya
(rech vinding)?
untuk
Risalah beliau terdiri dari batasanbatasan hukum, beliau adalah satusatunya rosul yang memperoleh hak untuk melakukan ijtihad karena beliau sebagai rosul terakhir. Dengan demikian
diwakilkan
dengan
pelaksanaannya (Khalil, 2009: 50). Hal itu
kemudian
dijadikan
sumber
epistemologi hukum Islam yang ketiga pada era formatif Islam. Dengan diberikan otoritas untuk
beliau memberikan keteladanan kepada
berijtihad
manusia untuk juga melakukan ijtihad
melakukan proses perombakan pola
bagi diri mereka sendiri. Abdullah
berfikir dan tata kerja tidak aqliah
Mustafa al-Maraghi dalam al-Munawar
(rasional), dan menggantikannya dengan
(2006 : 8), ia menjelaskan bahwa
pola berfikir dan tata kerja yang aqliah.
sesungguhnya rasulullah adalah pakar
Hal tersebut dikandung maksud untuk
ilmu uṣûl al-fiqh (teori hukum Islam)
memperoleh daya guna dan efisiensi
yang pertama. Dapat dilihat dalam
yang maksimal. Atau dengan kata lain
beberapa hal Nabi melakukan ijtihad
nabi ingin mengalihkan perhatian agama
menggunakan metode berpikir analogis
dan persoalan langit (theosentrisme)
(qiyâs).
menuju persoalan riil yang dihadapi
Salah satu contoh adalah pada suatu hari ada lelaki dari kabilah Ju’tsum datang kepada nabi, seraya berkata “ayah saya masuk Islam, namun ia sudah sangat tua, dan tidak bisa menaiki kendaraan dan melaksanakan haji yang diwajikan
kepadanya.
Apakah
saya
sebenarnya,
manusia
nabi
sedang
(anthroposentrisme).
Penekanannya
adalah
pada
aspek
praksis, sehingga agama tidak dipahami sebagai ritualitas melainkan sebagai sebagai etika social. 3. Al-Qur`an: Respon Sosial atau Hukum Tuhan
Rosulullah
Keterlibatan Tuhan dalam setiap
menjawab “Apakah engkau anak yang
“ciptaan” terlihat dalam determinasi
paling besar? ia menjawab ya! Rosul
yang memungkinkan munculnya suatu
menjawab
akan
“ciptaan”
tertentu.
Contoh
paling
engkau lakukan jika ayahmu berhutang?
gamblang
adalah
al-Qur`an,
yang
lalu engkau membayarnya, apakah itu
diturunkan kepada Muhammad selama
boleh? Ia menjawab “Tentu”. Nabi
22 tahun 2 bulan 22 hari. Periode ini
bersabda; “hajikan ayahmu” nabi disini
membawa
boleh
268
menghajikannya?
lagi,
apakah
yang
pengaruh-pengaruh
yang
Formulasi Hukum
Vol. I No. 01, November 2015
besar dan hasil-hasil yang gemilang.
pembentukan
jiwa,
tetapi
Periode ini terdiri dari dua fase yang
kepada pengaturan manusia di dalam
berlainan, yaitu periode Makah dan
masyarakat,
Madinah. Pertama, Fase Makah atau
pembentukan hukum (Fatwa, t.th: 69).
dengan
beranjak
kata
lain
fase pengkaderan terjadi sekitar 13
Bagi pemeluk Islam jelas akan akan
tahun, fase Makah ditandai dengan
mengatakan bahwa pembentukan hukum
pernyataan kebenaran dari realitas dan
Islam itu sejak agama Islam itu sendiri
intensitas dengan manusia individual
lahir. Yaitu sejak masa kenabian saw.
dengan Allah. Fase Makah adalah fase
Dan wujud hukum Islam itu dari sumber
“kebergantungan kepada Allah” yaitu
al-Qur`an
semata-mata menunggu dan mengikuti
sunnah Nabi itu sendiri. Itu semua
wahyu untuk mendapatkan pengarahan
dikembangkan
dan tujuan bagi keyakinan yang baru
menghargai
diterima dari turunnya wahyu kepada
melakukan ijtihad, disatu sisi dan sangat
Nabi Saw. (Fatwa, t.th: 68).
toleran bahkan juga adaptif terhadap adat
Kedua fase Madinah 1-11 H/622632 M (fase Legislasi hukum). Periode legislasi
Islam
bermula dari
tahun
hadis
serta
praktek
dengan
penggunaan
atau
sangat akal
untuk
kebiasaan lokal atau kedaerahan, di sisi yang lain (Azizy, 2004 : 15). Dengan
di
turunkannya
wahyu
nabi ke Madinah
kepada Rasulullah, dalam bentuk al-
dan berakhir saat wafatnya Nabi pada
Qur`an dan sunnah tersebut, mulailah
tahun 11 H/632 M. pada periode inilah
timbul sejarah hukum Islam. Ayat-ayat
aturan-aturan hukum ditetapkan dengan
berkenaan dengan hukum kebanyakan
ayat-ayat dan hadis-hadis Nabi, al-
ayat madaniyah yang jumlahnya lebih
Qur`an adalah kitab yang berisi wahyu-
sedikit ketimbang ayat makiyah, yang di
wahyu yang diturunkan kepada Nabi,
turunkan secara beransur-ansur (tadrîj).
dalam kedudukannya sebagai utusan
Dilihat dari turunnya wahyu pada masa
Tuhan-wahyu ini adalah Firman Tuhan
kenabian,
sendiri yang disampaikan dari waktu ke
legislasi hukum Islam dimulai. Karena
waktu dalam ragam yang disebut ayat-
pada konsepsi hukum Islam terletak ide
ayat. Banyak ayat merupakan aturan
bahwa hukum esensinya adalah religious
hukum dengan rujukan kasus-kasus yang
dan berjalin berkelindan secara religious.
benar-benar timbul (Muslehudin, 1980:
Itulah sebabnya mengapa sejak dari awal
23). Pada saat itu misi beliau mulai
mula sejarah Islam, hukum Islam sudah
ditunjukkan
dipandang bersumber dari syariah (pola
hijriyah/perpindahan
Formulasi Hukum
tidak
semata-mata
secara
otomatis
proses
269
Vol. I No. 02, November 2015
perilaku yang diberikan Tuhan untuk
semua hal ini dapat ditetapkan masanya,
menjadi tuntunan bagi manusia) atau
kira-kira sesuai urutan ini, sejak awal ke-
sebagai bagian dari padanya. Artinya
2 H dan setelahnya. Bagaimanapun juga,
hukum Islam sudah ada sejak awal di
adalah tepat untuk mengatakan bahwa
turunkannya wahyu.
ilmu hukum Islam (Muhammadan Legal
Berbeda dengan kajian kritis di Barat, pernyataan miring dikemukakan Joseph
Science) di mulai pada bagian akhir periode umayah. Statement
Schacht (1984 : 21) yang mengatakan
Schacht
di
bahwa legislasi Nabi merupakan sebuah
nampaknya
inovasi dalam konteks hukum Arab.
hukum Islam yang dijadikan sebagai
Secara umum, Muhammad hampir tidak
sebuah materi khusus oleh umat Islam
mempunyai
mengganti
sebagai sebuah kajian pemikiran. Dalam
hukum adat yang sudah ada. tujuan
perspektif ini, statement Schacht tidak
Muhammad
bukanlah
sepenuhnya keliru apabila mengatakan
menciptakan sebuah system hukum yang
hukum Islam baru berkembang abad II
baru,
adalah
H. analisisnya tersebut dipengaruhi oleh
mengajarkan kepada manusia bagaimana
munculnya Islamic Legal Theory (teori
bertindak, apa yang harus dikerjakan, dan
hukum Islam) yang di-inisiasi oleh
apa yang harus dihindari supaya lolos dari
Syafi’I (150-204 H). ia memasukkan
perhitungan dihari kiamat dan agar masuk
yang special-parsial ke dalam yang
surga.
universal,
alasan
untuk
sebagai
namun
rosul
tujuannya
Lebih jauh lagi, dalam bukunya yang
mengandung
atas
mempertemukan (sesuatu
‘anhu
maksud,
al-maskût
yang
dipalingkan)
dengan
Jurisprudence” Schach (1979 : 291-292)
tersirat
(al-manṭûq
mengatakan bahwa bagian-bagian pokok
mempertemukan yang kontradiktif (al-
yurisprudensi
mukhtalaf fih) dengan sesuatu yang
lain
“The
Origin
Of
Islam
Muhammadan
(Muhammadan
sesuatu
tersurat yang bih),
Jurisprudence), seperti konsep tradisi
disepakati
yang hidup (Living Tradition) dalam
menginferensi ketentuan yang tidak jelas
mażhab-mażhab hukum kuno sejumlah
dari
doktrin
mempersamakan (hukum) cabang pada
umum
sistematisasi
yang
awal.
menandai
Kaidah-kaidah
(hukum)
(al-muttafaq
ketentuan
pokok
yang
(aṣl).
Dari
‘alaih),
jelas,
situlah
hukum yang sering kali merefleksikan
agaknya Schacht merumuskan teorinya.
suatu masa yang lebih akhir; dan suatu
Sementara itu pada awal perkembangan
intisari
270
penting
hadis-hadis
hukum-
Formulasi Hukum
Vol. I No. 01, November 2015
dari
Dia mengira bahwa harta itu dapat mengekalkannya. Sekali-kali tidak! Sesungguhnya ia benar-benar akan dilempar ke dalam Huṭamah. Dan tahukah kamu Huṭamah itu? (yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke ulu hati” (QS, alHumazah, [104] : 1-7).
penumpukan kekayaan yang berlebih-
Fakta bahwa al-Qur`an lebih dari
Islam hukum (moral) Islam masih bersifat amali. Dipilihnya
Muhammad
adalah
sebagai instrument kemahabijaksanaan Tuhan
untuk
membimbing
dan
membebaskan rakyat Arabia dari krisis moral
dan
lebihan
social
yang
sehingga
lahir
menyebabkan
sekedar sebuah peraturan formal, tetapi
kebangkrutan sosial. Dengan kata lain,
juga merupakan risalah yang agung bagi
al-Qur`an
transformasi social dan tantangan bagi
sebagai
wahyu
menjadi
tantangan serius bagi kaum monopolis
kepentingan-kepentingan
Makah.
dibuktikan oleh penekanannya pada salat
Kelompok konglomerat pada saat itu,
sebenarnya
bukan
tidak
pribadi,
dan zakat. Zakat, seperti digariskan al-
mau
Qur`an, dimaksudkan untuk distribusi
menerima ajaran-ajaran keagamaan nabi
kekayaan kepada fakir dan miskin, untuk
tentang
ajaran-ajaran
membebaskan budak-budak, membayar
kepada
Tuhan
penyembahan
(tauhid)—hal
itu
utang
mereka
yang
berutang
dan
bukanlah suatu yang merisaukan bagi
memberikan kemudahan bagi ibnu sabil
mereka—akantetapi, yang merisaukan
(yang diartikan secara harfiyah sebagai
mereka justru implikasi-implikasi social-
infrastruktur
ekonomi dari risalah nabi itu. Seperti
bepergian) (QS. Al-Taubah : 60). Di Arab
diketahui, di sana telah berkembang
ketika itu, langkah semacam itu di nilai
kepentingan ekonomi perdagangan yang
sebagai
sangat kuat. Mereka merasakan bahwa di
revolusioner; karena itu masyarakat bisnis
dalam
Makah, yang merasa kepentingannya
al-Qur`an
terdapat
suatu
hal
kepentingan akumulasi kekayaan yang
terancam,
selama ini berjalan tanpa rintangan.
terhadap nabi.
Akan tetapi sekarang, ayat-ayat al-
bagi
orang-orang
baru
melakukan
yang
yang
sangat
perlawanan
Oleh karena itu, orang-orang kafir
Qur`an mencela penumpukan kekayaan
makah
itu.
implikasi-implikasi revolusioner teologi
“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitungnya.
lebih
merasa
terusik
oleh
Muhammad dari pada dakwahnya yang menantang penyembahan berhala. Semua tokoh penentangnya berasal dari kelas
Formulasi Hukum
271
Vol. I No. 02, November 2015
pedagang kaya yang merasa terancam
merujuk kepada tukang ramal atau
otoritas dan dominasi mereka. Nabi
mediator pagan (kâhin). Ini memperteguh
dengan inspirasi al-Qur`an sebagai wahyu
jalinan internal komunitas muslim dan
ilahiah
memungkinkan nabi untuk menerapkan
menurut
formulasi
teologis,
mengajukan sebuah alternatif tatanan social yang adil dan tidak ekploitatif serta
ajaran Qur`an dalam situasi yang sulit. Walhasil
Coulson
(1964
:
22)
menentang penumpukan kekayaan di
menulis, Muhammad pun terangkat ke
tangan segelintir orang (oligarki) (Asghar
posisi hakim tertinggi, dengan fungsi
Ali Engineer, 2007 : 8). Dalam kerangka
menginterpretasi
inilah wahyu bisa berkedudukan dan
ketentuan-ketentuan umum wahyu Ilahi,
berperan,
tetapi
dalam
pertama,
fungsi
ia
juga
dan
menjelaskan
menekankan
bahwa
legitimasi, kedua, berperan kritik, ketiga,
Muhammad tidak mencoba menjabarkan
berperan sebagai rekayasa social (social
segala sesuatunya sebagai sebuah kode
engineering).
hukum
di
atas
landasan
ini
dan
Tak heran sebagai pemimpin pertama
mencukupkan diri dengan memberikan
komunitas muslim, jika Muhammad saw
solusi-solusi ad hoc ketika problema
terlibat kuat dalam memberikan saran
muncul. Terang, dalam memenuhi tugas
kepada
sesamanya
yang ditentukan Tuhan, nabi tidak bisa
tentang masalah-masalah social, hukum.
melakukan hal lain kecuali menerapkan
Ia bertindak sebagai pemimpin komunitas
hukum-Nya. Pada khususnya, ia tidak
dan administrator keadilan. Ia adalah
bisa mengklaim membuat hukum tanpa
pemimpin,
menentang wahyu.
kaum
muslimin
hakim
serta pembimbing
spiritual dari komunitas yang tengah
S.D. Goitein sebagaimana di kutip
tumbuh. Coulson (1968 : 56) melaporkan
Minhaji
bahwa
hidupnya
beberapa kandungan ayat Qur`an yang
Muhammad diterima sebagai arbitrator
berhubungan dengan karir Muhammad,
(juru tengah) tertinggi komunitas dan
baik di Makkah maupun Madinah. Ia
memecahkan berbagai problem hukum,
setuju bahwa Qur`an tidak memiliki lebih
manakala
dengan
dari 500 ayat yang “dapat dianggap
menginterpretasikan wahyu Qur`an yang
mempunyai maksud hukum”. Meski
relevan. Coulson (1964 : 21) menekankan
demikian, penting di catat, menurutnya
bahwa Muhammad sebagai penengah
bahwa “permasalahan hukum menduduki
hukum
dilegitimasi
bagian Qur`an yang jauh lebih luas dari
sendiri,
mengecam
272
selama
masa
timbul
oleh pola
al-Qur`an adat
(1992
:
52)
menyatakan,
yang
Formulasi Hukum
Vol. I No. 01, November 2015
pada yang diasumsikan oleh perkiraan
hukum seperti apa yang dihasilkan dari
tersebut di atas. Oleh karena itu, Coulson
wahyu baru yang komprehensif itu.
(1964
C. Simpulan
:
20)
mengatakan
al-Qur`an
sebagai dokumen legislatif. Pendapat
Al-Qur`an
tidak
pernah
Coulson mendapat dukungan dari Rahim
mengabaikan konteks situasinya, dan
(1994: 16) —dalam sebuah ulasan singkat
sebenarnya hal inilah yang menjadi
tentang sejarah hukum dan yurisprudensi
rahasia keberhasilannya. Al-Qur`an tidak
Islam— ia mengatakan pada periode
menggunakan pendekatan kelas karena
pertama era formatif Islam dinamakan
dalam
periode legislatif Islam ketika hukum-
kedudukan semua manusia sama. Dalam
hukum ditetapkan oleh legislator ilahi dan
al-Quran ditempuh cara-cara gradual
digariskan melalui kata-kata Qur`an, atau
untuk memberikan pengajaran (hukum)
oleh ajaran Muhammad saw.
bagi masyarakat.
Secara
konseptual
al-Qur`an
secara
sosiologis
pernyataan
Di samping itu, hukum Islam tetap
tersebut dapat dipahami wahyu ilahi
mengapresiasi tradisi lokal, karakter ini
sebagai
Ia
dibangun dari kenyataan sejarah bahwa
menyajikan sebuah keyakinan baru yang
Islam tidak dapat dilepaskan dari tradisi
bisa dipilih oleh semua orang dan ia
masyarakat pra-Islam. Bahkan dalam
menggariskan reformasi sosio-kultural
faktanya,
yang penting. Dari situ, terlepas dari
tradisi-tradisi lokal yang berkembang di
tujuan-tujuan religiousnya, wahyu juga
masyarakat Arab. Dengan demikian,
memiliki efek dan konsekuensi hukum
Islam memposisikan tradisi lokal bukan
yang signifikan. Betapapun juga, katagori
dalam
hukum
ditaklukan, tetapi Islam memposisikannya
lagislasi
yang
melalui
muslim
yengah
awal.
diperkenalkan
ketentuan-ketentuan
Qur`an
Islam
posisi
telah
obyek
mengadopsi
yang
harus
dalam dimensi dialogis. Tak pelak, peral
bukanlah jenis hukum yang sama dengan
akal
katagori hokum sebelumnya, yang paling
penting kedudukannya, karena selain al-
tepat diklasifikasikan sebagai hukum adat
Qur`an Sunnah, secara massif masih
Arab lokal. Menyadari adanya berbagai
diperlukan
konseptualisasi
menyelesaikan
hukum,
dengan
mengingat bahwa Qur`an adalah hukum ilahi yang meliputi segalanya, kita harus mengamati
dengan
Formulasi Hukum
cermat
dampak
(ijtihad)
nabi
menjadi
penalaran
sangat
aligoris
untuk
permasalahan
di
masyarakat khususnya aspek muamalah. Legislasi hukum Islam pada masa Rosulullah
sudah
muncul,
hal
itu
273
Vol. I No. 02, November 2015
terbukti dari praktek hukum yang di
masyarakat
jalankan oleh Nabi menggunakan hukum
mengandung sebuah gagasan-gagasan
Islam, namun demikian masih dalam
teoritis atau elemen ideal yang kemudian
sebatas
menjadi sunnah normatif. [ ]
praktek.
Praktik-praktik
ini
merefleksikan sebagian adat/kebiasaan
setempat
yang
juga
Wallahu ‘Alam.
Daftar Pustaka Ash-Siddieqy, Teungku Muhammad Hasbi, 1997, Pengantar Hukum Islam, Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.
--------------, 1968, Islamic Law, dalam Derret, J. d. m. (ed) An Introduction to Legal System, London: Sweet & Maxwell.,
-------------, 2004, Elektisime Hukum Nasional; Kompetisi antara Hukum Islam dan Hukum Umum,Yogyakarta: Gema Insani.
Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan terjemahannya, Diterjemahkan oleh yayasan Penerjemah Al Qur`an, ed. Revisi, (Semarang: Toha Putra, 1995).
-------------, 2004, Reformasi Bermadzhab; Sebuah Iktisar Menuju Ijtihad Saintific Modern, Jakarta: Teraju. As-Sirjani, Raghib, 2009, Madza Qaddamal Muslimuna lil ‘alam Ishamaatu al-Muslimin fi aal-hadlarah al-Insaniyah, Muassasah Iqra. Al-Munawar, said agil husein, 2006, Sejarah Perkembangan Pemikiran Hukum Islam, dalam Abu Dinata (ed). Masail al-fiqhiyah, Jakarta: UIN Jakarta Press. Al-Amidi, Ali bin Muhammad, 2003, AlIhkam fi Ushul al-Ahkam, Riyadh: Daarussomayyi, juz 4 Bek, Muhammad Khudori, tt, Tarikh alTasri’ al-Islamy, Sankapura: alHaromain. Coulson, Noel J, 1969, Conflicts and Tentions in Islamic Jurisprudence, Chicago and London: University of Chicago Press., --------------, 1964, A Historis of Islamic Law, Edinburg: University Press.,
274
Engineer, Asghar Ali, 2007, Islam dan Pembebasan, Yogyakarta: LKis, Cet. II Fatwa. A. M, tth, Agama dan Negara dalam Konstelasi Politik Orde Baru. Hazm, Ibnu, tth. Al-Ihkam fi Ushulil Ahkam, Cairo: Mathba’ah AlAshimah. Juz 5 Haq, abdul,et al, 2009, Formulasi Nalar Fiqh, Surabaya: Kalista. Jilid 2. Ismatullah, Dedi, 2011, Sejarah Sosial Hukum Islam, Bandung: Pustaka Setia. Khallaf, Abdul Wahab, 2010, Ilmu Uhsul al-fiqh, Jakarta: Darul kutub alilmiyah. -------------, 1978, Ilmu Ushul Fikih, terj, Moh. Zuhri et al, Semarang: Dina Utama. -------------, 1968, Khulasoh Taarikh Tasyri’ al-Islami, ttp Khlail, Rasyad Hasan, 2009, Tarikh Tasyri al-Islami,terj. Rasyad, Jakarta: Amzah.
Formulasi Hukum
Vol. I No. 01, November 2015
Karim, Khalil Abdul, 2003, Syari’ah Sejarah Perkelahian Pemaknaan, terj. Kamran As’ad. Yogyakarta: LKiS. Khadduri, Majid, 2002, Perang dan Damai Dalam Hukum Islam, terj. Kuswanto. Yogyakarta: Tarawang Press. Minhaji, akhmad, 1992, Joseph Schacht’s Contribution of the Study of Islamic Law, Yogyakarta: UII Press. Michael S. Northcott, “Pendekatan Sosiologis” dalam Peter Connoly (ed.). 1999. Aneka Pendekatan Studi Agama, terj. Imam Khoiri. Yogyakarta: LKiS. Muslekhudin, Muhammad, 1980, Islamic Jurisprudence and the rule of Law of Necessity and Need, Islamabad: Islamic Resech Institu. Mubarak, Jaih, et al, 2002, Metodologi Studi Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Nasution, Harun, 2002, Islam ditinjau dari berbagai aspek, Jakarta: UI Press. Jilid II.
Rahman, Fazlur, 2000, Islam, terj. Ahsin Muhammad, Bandung: Pustaka. Rofiq, Ahmad, 2001, Pembaharuan Hukum Islam di Indonesia, Yogyakarta: Gama Media Offset,. -------------, 2013, Hukum Perdata Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Rajawali Press. Cet ke I. (ed) Revisi., Sardar, Ziaudin, 2003, Kembali ke Masa Depan; Syariat sebagai metodologi pemecahan masalah,Jakarta: Serambi Schacht, Joseph, 1984, An introduction to Islamic Law, cetak ulang, Oxfor: Oxfor University., -------------, 1979, The Origin of Muhammadan Jurisprudence, cetak ulang, Oxfor: Clarendon Press., Syahrur, Muhammad, Hermeneutika Hukum Kontemporer, Yogyakarta: Press. Cet ke-V.,
2012, Islam ELsaq
Supena, Ilyas, 2008, Desain Ilmu-Ilmu Ke-Islaman; dalam pemikiran Hermeneutika Fazlur rahman, Semarang: Walisongo Press.
Nasr, sayyed Hosein, 2004, Knowledge and The sacred,, Terj. Suharsono et al, Jakarta: Inisiasi Press.
Formulasi Hukum
275
Vol. I No. 02, November 2015
276
Formulasi Hukum