FIQIH INDONESIA : TINJUAN KRITIS EPISTEMOLOGI Oleh : Mahfudz Junaedi Dosen Prodi Hukum Keluarga FSH UNSIQ Email :
[email protected] ABSTRAK Kajian epistemologi hukum Islam (fiqih) membahas sumber, metode dan validitas atau tolok ukur atas kebenaran. Secara sosiologis dan kultural, fiqih adalah produk hukum yang menghalir dan mengurat akat pada budaya masyarakat. Fiqih hadir bersamaan dengan hadir ajaran Islam yang kemudian dipraktikan di masyarakat. Fiqih Indonesia sebagai hukum yang memiliki karakter dan ciri khas keindonesiaan, baik secara tertulis maupun tidak tertulis dalam kitab perundang-undangan. Sedangkan fiqih masih dilekatkan denga trademark budaya dan tradisi Timur Tengah (Arab). Kondisi sosio-kultural dan setting sejarah Islam di Indonesia, memunculkan wacana dan pemikiran untuk membentuk fiqih Indonesia sebagai bentuk pribumisasi atau kontekstualisasi hukum Islam dengan menggunakan pola dan metode yang beragam. Tulisan ini mencoba memotret perjalanan wacana pribumisasi atau kontekstualisasi fiqih dengan kacamata epistemologi hukum Islam melalui pemikiran salah satu tokoh penggagas fiqih Indonesia, yaitu Hazairin dan kemudian pemikiran dan gagasannya dikritisi dan dikembangkan kembali oleh pemikir hukum Islam di Indonesia dengan menggunakan beragam metode dan tipologi sesuai dengan fokus kajian yang menjadi objek kajiannya dengan masih dalam bingkai fiqih Indonesia. Kata Kunci : Epistemologi, Fiqih Indonesia, Kontekstualisasi dan Pribumisasi. kehendak Allah (asy-syâri’) di tengah
A. Pendahuluan Kajian tentang hukum Islam (fiqih)
masyarakat.
Meskipun
demikian,
dalam peradaban keilmuan Islam akan
syarȋ’ah, sebagai esensi ajaran Islam,
terus menjadi topik yang menarik dan
tumbuh dalam berbagai situasi, kondisi
seakan-akan tidak pernah surut dan
serta aspek ruang dan waktu (Sayyed
lekang
Hossein Nasr, 1993 : 56).
dari
perkembangan
ilmu
pengetahuan manusia itu sendiri. Al-Qur`an
Realitas
ontologis
ini
sebagai kitab suci dan sekaligus sebagai
kemudian
petunjuk jalan kebaikan (maṣlaḣah)
hukum Islam (fiqih) yang pada dasarnya
menusia
merupakan resultan dan interaksi para
secara
universal
dijadikan
melahirkan
syarȋ’ah
sumber utama setiap prilaku (taklîf)
ulama
manusia yang beriman (Muhammad
melingkupinya (M.
Hashim Kamali, 1993: 45-46). Hal ini
1998 : 78, Ahmad Hasan, 1988 : 24-25).
dimulai ketika konsep syarî’ah yang
Fakta sejarah tersebut menunjukkan
merupakan
bahwa hukum Islam (fiqih) menjustifikasi
penjelmaan
kongkrit
dengan
fakta
epistemologi
sosial
Atho
yang
Mudzhar,
Vol. II No. 01, Mei 2016
pluralitas hukum
formulasi disebabkan
epistemologi adanya
peran
memasuki dunia Islam, baik dalam bidang
sosial
politik
sebagaimana yang disebut oleh Ludwig
politik),
Wittggenstein (1889-1951 M) dengan
(imperialisme
istilah language games yang berbeda
dominasi pengetahuan dan kekuasaan
(Budhy Munawar Rachman, 1995 : 62-
(knowledge and power) Barat (Kazuo
63). Namun demikian, fleksibelitas
Shimoghaki,
struktur fundamental hukum Islam ini
modernitas yang dibangun di atas
tidak diimbangi dengan produktifitas
landasan
pemahaman substantif melalui metode
empirisme, yang berkaitan erat dengan
ijtihad. Akibatnya, tradisi ilmu-ilmu
positivisme telah melahirkan penemuan
keislaman, khususnya hukum Islam
sains dan teknologi. Temuan-temuan
pasca
abad
tersebut, baik sains kealaman maupun
10 M cenderung legal-formalistik dan
humaniora telah mempengaruhi pola
stagnan. Asumsi bahwa hukum Islam
hidup dan interaksi sosial umat Islam di
(fiqih) yang ada telah memuat pokok-
tengah pluralisme budaya dan agama.
pokok hukum Ilahi (syarȋ’ah), telah
Secara internal, Akbar S. Ahmed (1994 :
menghambat
40)
interpretasi
substantif-
maupun
(imperialisme intelektual
epistemologi)
1994
:
filsafat
mensinyalir
16).
atau
Proyek
rasionalisme,
tantangan
yang
ijtihâd tersebut, sehingga kemudian
dihadapi umat Islam dalam berbagai
tradisi taqlȋd menjadi tumbuh subur
bentuk
(John L. Esposito, 1994: 46). Situasi
gerakan pembaruan Islam dengan apa
ini menjadi semakin parah ketika teks-
yang disebut gerakan purifikasi akidah
teks
Islam
yang dimulai dari fenomena Wahabisme
dijadikan teks otoritatif. Padahal tidak
yang dipelopori Muhammad Ibnu Abdul
jarang, teks tersebut hanya merupakan
Wahab (1703-1792 M) sebagai gerakan
komentar (syarḣ) atau bahkan mungkin
yang mendasarkan pada gagasan Ibnu
komentar atas komentar (hâsyiyah)
Taimiyah (Harun Nasution, 1991 : 23).
sehingga teks pertama justru menjadi
Kemudian muncul gerakan revivalis
hilang
dengan
interpretatif
dengan
hukum
realitas
kehidupan
respon,
telah
mengusung
melahirkan
jargon
kembali
praktis (Fazlur Rahman, 1984 : 276;
kepada Al-Qur`an, yaitu munculnya
Sahal Mahfudz, 1994 : 21).
upaya-upaya
Kesenjangan antara aspek teoritis
untuk
mendamaikan
wahyu dengan rasio yang dipelopori
dan aspek praktis ini semakin terasa
Jamaluddin
ketika abad ke-16 arus modernisasi
Abduh, dan Muhammad Iqbal.
48
al-Afghani,
Muhammad
Fiqih Indonesia
Vol. II No. 01, Mei 2016
dengan
dengan masuknya Islam di wilayah
mengusung kembali kepada Al-Qur`an
Nusantara (AzyumardiAzra, 1994 : 24-
dan Sunnah pada abad ke-20 sebagai
36). Menilik sejarah panjang hukum
bentuk fenomena intelektual terutama di
Islam di Indonesia inilah, akulturasi dan
Timur Tengah, telah mengantarkan
adaptasi
pada pemikiran dan pembaharuan yang
masyarakat
gaungnya
dihindari,
Gerakan
revivalis
sampai
Kemudian
ke
Indonesia.
muncul
tokoh-tokoh
dengan
Islam
Indonesiaan
Hasbi
ash-
dan
adat
tidak
dapat
memberikan
perubahan dan pembaharuan hukum Islam
seperti
setempat sehingga
pembaruan, khususnya dalam hukum (fiqih)
budaya
yang
memiliki (Hasbi
corak
ke-
ash-Shiddiqiey,
mengusung
1996 : 8-9). Tradisi (adat) budaya
pemikiran “fiqih Mazhab Indonesia”
masyarakat Indonesia telah memberikan
yang lebih didasar pada kondisi faktual
andil
umat
pemikiran hukum Islam di Indonesia
Shiddieqy
dengan
Islam
untuk
melakukan
terhadap
pembaharuan
perbandingan semua mazhab fiqih dan
baik
menyesuaikan adat-budaya Indonesia.
kemerdekaan Indonesia. Secara
Kemudian, Hazairin yang mengusung pembaruan
fiqih
dengan
“Fiqih
pra-kemerdekaan
eksternal
dan
dan
pasca
pembaharuan
hukum Islam di Indonesia dipengaruhi
Di
oleh
di
pendudukan Jepang, secara internal
Indonesia perlu memperhatikan pada
diselimuti oleh keterbelakangan berpikir
aspek sosio-kultural yang berkembang
dan hukum Islam diapresiasikan dalam
di Indonesia.
bentuk serimoni ritual ibadah, bercorak
Mazhab
Nasional
samping
itu,
Indonesia”.
pembaruan
fiqih
satu
B. Hasil dan Pembahasan 1. Epistemologi Fiqih Indonesia Hukum Islam sebagai hukum yang hidup
(living
law)
di
Indonesia
sesungguhnya memiliki sejarah yang sangat panjang.
Akar geneologinya
dapat ditarik jauh kebelakang ketika pertama kali Islam masuk ke Indonesia (Wilayah Nusantara), dan hukum Islam (fiqih) sudah dipraktekkan bersamaan
Fiqih Indonesia
masa
kolonial
mazhab,
Belanda
memperkeras
dan
taklid,
adanya larangan talfîq, dan larangan membuka pintu ijtihad. Kondisi ini masih dipersuram dengan miskinnya kajian metodologis. Pemikiran hukum Islam (produk
masih
mementingkan
hukum)
penyimpulan
daripada
hukum,
hasil proses
mengabaikan
maṣlaḣah sebagai salah satu tujuan hukum Islam, kurang memperhatikan konteks
sosial
dan
budaya
lokal.
49
Vol. II No. 01, Mei 2016
Pendapat
ulama
seringkali
diimpor
masyarakat
Indonesia.
penggagas
tanpa dikaji ulang (Yudian Wahyudi,
adalah Hazairin dengan menawarkan
2007
ini
konsep ‘Mazhab Nasional’ berlandaskan
menjadikan hukum Islam di Indonesia
mazhab Syafi’i, tetapi membatasi ruang
belum
lingkupnya pada hukum-hukum non-
28).
Kondisi
beranjak
faktual
dan bergeser dari
fiqih
satu
begitu saja sebagai suatu kebenaran dan
:
mazhab
Salah
Indonesia
masyarakat
ibadah yang belum dijadikan undang-
kontemporer dan perkembangan ilmu
undang oleh Negara (Hazairin, 1982 : 6).
pengetahuan dan teknologi.
Mazhab fiqih Indonesia yang digagas
perubahan
dinamika
Untuk merubah paradigma hukum
Hazairin sebagai ruang gerak ijitihad
Islam sebagai salah satu ciri utama yang
dengan melakukan reinterpretasi ulang
memungkinkan terjadinya pembaharuan
terhadap ayat-ayat waris yang kemudian
hukum Islam adalah wataknya yang
diintegrasikan, serta menginterkoneksikan
non-mazhab yang dipengaruhi oleh
antara ilmu agama dan ilmu sosial (Daud
kemajuan dan pluraritas sosial-budaya
‘Ali, 1984 : 21).
serta politik pada suatu masyarakat atau
Dalam perspektif historis, dinamika
negara. Hal ini juga dapat dianalisis
pemikiran hukum Islam di Indonesia
keadaan awal perkembangan hukum
telah
Islam
setting
transformatif dan remedialis, walaupun
keadaan wilayah, sosio-kultural masyarakat
masih tampak kuat nuansa paralisme di
sebagaimana yang dikembangkan oleh
dalamnya, sehingga kesan tautology-
para pendiri mazhab fiqih seperti, di
nya masih ada. Setidaknya pemikiran
Hijaz, Irak, dan Mesir. Jelas sekali
pembaruan hukum Islam di Indonesia
peran dan pengaruh tempattermasuk
seperti bola salju yang menggelinding
elemen-elemen
dan
dan melaju dengan pasti menuju arah
politik telah membawa para fuqâhâ`
konstruksi berbagai tipe karakter hukum
dalam
Islam
dengan
mengambil
sosial-budaya,
merumuskan
mazhab
menunjukkan
konteks
satu
fenomena
Indonesia
(Yudian
fiqih.Demikian juga, pembaruan fiqih
Wahyudi, 2007 : 31-32). Beberapa tokoh
di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari
telah
paradigma
pemikiran
fiqih
pemikiran-pemikirannya dalam ranah
klasik
atas,
dengan
munculnya
hukum Islam yang disesuaikan dengan
mazhab
Indonesia,
kondisi sosio-kultural, budaya dan adat
gagasan
di
fiqih
mazhab
mencoba
mengaktualisasikan
sebagai interalasi antara fiqih, negara,
setempat,
dan
dipraktekkan dalam mazhab fiqih klasik
50
perubahan
sosial-kultural
sebagaimana
yang
telah
Fiqih Indonesia
Vol. II No. 01, Mei 2016
(Farouq Abu Zaid, 1986 : 10-36).
disesuaikan dengan realitas peradaban
Perkembangan
manusia untuk merespon dan menjawab
ide
dan
gagasan telah
tantangan zaman (ṣâliḣ li kulli zamân wa
diusung oleh Hazairin dengan tema
makân) (Abdul Mustaqim, 2010 : 53-55;
sentral fiqih mazhab Indonesia (Retno
Ainurrafiq,
Lukito, 1982 : 5-6). Secara substansi
2006 : 230-248). Peran interpretasi dalam
pemikiran ini berusaha menyesuaikan
memahami naṣ-naṣ ilahi untuk dapat
(mengkompromikan)
dioperasionalkan menjadi pesan insani
pembentukan
fiqih
Indonesia
hukum
adat,
dengan hukum Islam sebagai titik awal
dalam
fiqih
dengan
mengalami pasang surut pemikiran untuk
mengambil isu sensitif dari doktrin
mengantar fiqih sebagai produk hukum
fiqih, yaitu masalah waris Islam yang
Islam yang dianggap telah menjadi
dianggapnya menganut
syari’ah.
mazhab
Indonesia
atau sangat
proses
perjalanannya
telah
dekat dengan sistem bilateral (Hazairin,
Perkembangan pemikiran fiqih, sejak
1974 : 46). Pemikiran ini, walau dalam
pertama Islam masuk di Indonesia, telah
setting terbatas, mengundang polarisasi
dikenalkan berbagaialiran fiqih, misalnya:
dan diskusi panjang dari kalangan
Syekh Abdurrauf Singkel (1643-1693M),
pemerhati hukum Islam di Indonesia,
Syekh Arsyad al-Banjari, Syekh Ahmad
khusunya para akademisi.
Khatib al-Minangkabaui, Syekh Nawawi dan
Banten (1230H/1813M-1314H/1897M),
pemahaman yang didasarkan pada Al-
KH. HasyimAsy’ari (1871-1947M), dan
Qur`an
KH. Ahmad Dahlan (1868-1923 M). Di
Arus
utama
dan
pemikiran
Sunnah
Nabi
dengan
mengunakan metodologi yang benar dan
antara
dapat dipertanggungjawabkan merupakan
kontemporer yang memberi andil besar
interpretasi yang dalam hukum Islam
pada mazhab fiqih Indonesia adalah
disebut dengan fiqih (Imran Ahsan Khan
M.T.Hasbi ash-Shiddiqi (1905-1975 M),
Nyazee, 1994 : 20-26). Fiqih Islam, sejak
Hazairin
pertama kali lahir telah berinteraksi
Syadzali (1925-2006 M), K.H. Sahal
dengan realitas sekitar masyarakat yang
Mahfudz (1937 M-2014) dan K.H. Ali
mana fiqih dirumuskan untuk diterapkan,
Yafie (1926 M -sekarang), Masdar F.
dan realitas ulama yang memikirkan dan
Mas’udi (1954 M -sekarang), (Mahsun
merumuskan (Martin Van Bruinessen,
Fuad, 2005 : 75), K.H. Abdurrahman
1999 : 67-68). Misi utama fiqih adalah
Wahid (Gus Dur – 1940-2009). Para
untuk menyampaikan pesan wahyu yang
pencetus dan penggagas pembaruan
Fiqih Indonesia
para
pemikir
(1906-1975
hukum
M),
Islam
Munawir
51
Vol. II No. 01, Mei 2016
hukum Islam di Indonesia fokus pada
pemikiran fiqih Syafi’i. Apabila dilihat
bidang tertentu dengan muara pada
dari
pembentukan hukum Islam yang sesuai
Indonesia adalah masalah hukum yang
dengan konteks sosial budaya dan adat
mana
Indonesia.
berbeda dengan unsur keimanan dan
Masalah besar yang dihadapi umat
permasalahan
umat
karakteristik
Islam
hukum
di
Islam
ke-Islaman lainnya. Hazairin berkeyakinan
Islam di Indonesia adalah bagaimana
bahwa
membentuk
hukum
mengikuti dinamika dan perubahan
Islam yang sesuai dengan dengan tradisi
umat Islam, sehingga gagasan fiqih
(adat) yang ada di wilayah ini. Cita-cita
mazhab
untuk menjadikan hukum Islam sebagai
dengan konteks umat Islam di Indonesia
bagian integral dari sistem hukum
(Syamsul Wahidin dan Abdurrahman,
Nasional
fiqih
1984 : 87-88). Dengan demikian, pintu
syafi’iyah yang dianut oleh umat Islam
ijtihad dalam hukum Islam tidak perlu
di Indonesia sudah tidak mampu lagi
tertutup dan senantiasa terbuka seiring
memenuhi kebutuhan umat Islam di
dengan perubahan masyarakat. Titik
Indonesia. Pergumulan para mujtahid
awal inilah yang dijadikan alasan dan
klasik dengan konteks sosial politik
pertimbangan akan perlunya konstruksi
sangat
ijtihad,
mazhab baru yang relevan dengan
sehingga tidak cocok kalau dipaksakan
kondisi aktual umat Islam di Indonesia.
dengan konteks sosial-budaya-politik
Dalam konstruk bangunan fiqih mazhab
dan adat yang berkembangan sekarang
Indonesia, eksistensi hukum adat tidak
ini, sehingga diperlukan rekonstruksi
dapat dipisahkan dalam turut serta
dan
sumber
pembentukan fiqih mazhab Indoneesia
hukum Islam yakni Al-Qur`an dan as-
yang akhirnya sebagai bagian integral
Sunnah
sebagi
dalam pembentukan hukum nasional
mampu
menjawab
satu
pemikiran
yang
selama
mempengaruhi
reinterpretasi
ini
hasil
terhadap
sumber
teks
perubahan
yang dan
hukum
Islam
Indonesia
akan
sangat
selalu
relevan
(Hazairin, 1973 : 18-20). Fiqih yang dikenal sekarang ini
perkembangan zaman. Setting sejarah sosial pemikiran
oleh umat Islam di Indonesia menurut
hukum Islam di atas telah mendorong
M.
Hazairin,
terbentuk dalam kondisi aktual sosial-
untuk
menggagas
fiqih
Atho Mudzhar
(1998
:
66-67)
mazhab nasional -dalam perkembangan
budaya masyarakat
berikutnya berubah nama menjadi fiqih
sistem kekeluargaan yang dianut dalam
mazhab Indonesia- dengan mengambil
fiqih klasik adalah sistem patrilinial
52
Arab, termasuk
Fiqih Indonesia
Vol. II No. 01, Mei 2016
dengan menempatkan laki-laki (suami)
kebenaran berdasarkan paradigma ilmu
sebagai
dan
pengetahuan
kontemporer
dalam
memiliki otoritas dalam suatu keluarga.
menetapkan
hukum-hukum
fiqih
Kondisi
kewarisan
pihak
ini
yang
dominan
berimbas pada sistem
(Hazairin,
1982:
61).
kewarisan dalam Islam, yang mana
Pemikiran dan metode yang digunakan
sistem kekeluargaan umat Islam di
dalam melihat hukum keluarga dan
Indonesia lebih dominan menggunakan
sistem
sistem
dengan
kekeluargaan
bilateral
atau
kewarisan
dapat
pendekatan
dilakukan
interdisipliner,
parental yang menentukan bahwa garis
sehingga pandangan ini membutuhkan
keturunan ditarik dari pihak suami atau
analisis
istri yang memiliki hak dan kewajiban
memperhatikan semua aspek, dan unsur
seimbang(Nouruzzaman Siddiqi, 1992:
dalam menemukan hukum baru (fiqih)
65).Konflik
sesuai dengan konteks budaya, sosial,
fiqih
dalam
sistem
yang
kewarisan ini membawa Hazairin untuk
adat,
mencari
sertadengan
kebenaran
yangmungkin
paling
hakiki— dekat
dengan
keinginan Al-Qur`an—dari ayat-ayat kewarisan.
Berdasarkan
keyakinan
dan
holistik
keadilan tujuan
dengan
masyarakat,
disyari’atkannya
hukum Islam (ṣâliḣ li kulli zamân wa makân). Dalam
perspektif
ini,
Hazairin
bahwa Allah tentu hanya menginginkan
menggunakan pendekatan antropologi
adanya satu kebenaran yang tidak
sebagai kerangka acuan dan pendekatan
diperselisihkan
dalam menemukan hukum fiqih yang
lagi
pada
tingkat
akurasinya, karena sudah final(Hazairin,
sesuai
1976: 18).
Meskipun
Usaha Hazairin dimulai dengan
dengan
konteks
metode
Indonesia.
ijtihad
yang
digunakan Hazairin (1982 : 5-6) menuai
dan
kritik serta pro-kontra sebagai terobosan
hadits yang berhubungan dengan ayat-
baru dalam memahami hukum Islam,
ayat kewarisan, kemudian ditafsirkan
khususnya fiqih. Keberadaan fiqih dan
sebagai satu kesatuan yang saling
ushul fiqih sebagai produk dan metode
menerangkan.
didukung
pemikiran hukum Islam merupakan
sepenuhnya oleh hasil temuan ilmu
hasil dari pengetahuan manusia yang
antropologi sebagai kerangka acuan
sifatnya
(frame of reference) untuk membantu
dibatasi oleh ruang dan waktu, sehingga
menjelaskan pengertian dan konsep-
kebenaran fiqih tidak bersifat kekal dan
konsepnya
universal, karena fiqih merupakan hasil
menghimpun
Fiqih Indonesia
semua
Usaha
dalam
ayat-ayat
ini
menemukan
temporal,
partikular
yang
53
Vol. II No. 01, Mei 2016
atas
Islam atau fiqih sesuai dengan watak
sumber hukum yang bersifat universal
dan karakter masyarakat Indonesia atau
yaitu Al-Qur`an. Kebenaran fiqih perlu
lebih
dievaluasi dan dikoreksi seiring dengan
berhubungan dengan sumber, metode,
perubahan
dan aplikasinya yakni epistemologi
pemahaman
dan
dan
interpretasi
perkembangan
ilmu
pengetahuan dan kondisi umat Islam,
tepatnya
tataran
yang
fiqih Indonesia.
karena hukum universal dalam Al-
Dalam paradigma ilmu pengetahuan
Qur`an ini sifatnya abadi dan akan
kontemporer, pemikiran Hazairin juga
mampu menjawab setiap perkembangan
perlu
dan perubahan masyarakat.
menggunakan
Pemikiran (ijitihad) Hazairin dalam
dikritisi
pendekatan
kembali pisau
dengan
analisis
interdisipliner
pada
khususnya dalam menemukan hukum
integrasi-interkoneksi keilmuan modern.
kewarisan
sistem
Paradigma fiqih klasik yang dihasilkan
yang
oleh para mujtahid khususnya dalam
mengkompromikan dengan hukum adat
menafsirkan ayat-ayat kewarisan bukan
masyarakat Muslim di Indonesia, pada
suatu
tataran
kebenarannya, karena fiqih itu sendiri
kekeluargaan
bercorak bilateral
analisis
pendekatan
menggunakan
antropologi,
perubahan
hasil
dan
termasuk
membentuk fiqih mazhab Indonesia,
yang
hermeneutika
dan
final
paradigma
dan
mutlak
merupakan produk ilmu pengetahuan
sosial merupakan suatu hal baru apabila
yang
dilihat pada zamannya. Oleh karena itu,
peradaban dan paradigma keilmuan
fokus penelitian ini pada epistemologi
yang mengitarinya. Dalam hal ini, fiqih
fiqih mazhab Indonesia yang digagas
sebagai ilmu atau metode sebagai
Hazairin
konstruk
melalui
sistem
kewarisan
erat
berhubungan
teori
pengetahuan
dengan
dan
bilateral berwatak sosial budaya ke-
pemahanan harus disesuaikan dengan
Indonesiaan menjadi sebuah peraturan,
perkembangan
dan
hukum yang berlaku secara
manusia kontemporer. Demikian juga
nasional. Walaupun produk pemikiran
dengan fiqih sebagai produk hukum
Hazairin telah melahirkan produk fiqih
(jurisprudensi) dan norma hukum dalam
atau hukum di Indonesia sebagai bentuk
aplikasiya akan berhadapan dengan
dari bagian peradaban fiqih di Indonesia
perubahan
dan sekaligus sebagai objek kajian. Di
hukum tersebut akan selalu tertinggal
sini Hazairin lebih memfokuskan pada
dari kondisi aktual di masyarakat.
mekanisme yang memproduksi hukum
Merekonstruksi
54
ilmu
sosial,
pengetahuan
sehingga
pemahaman
produk
dan
Fiqih Indonesia
Vol. II No. 01, Mei 2016
penafsiran
ulang
terhadap
sumber
terhadap disiplin keilmuan yang ada,
as-
sehingga produk fiqih tidak stagnan,
Sunnah) merupakan suatu keniscayaan
tetapi justru seiring dan sejalan dengan
dalam
perkembangan
hukum
Islam
(Al-Qur`an
perkembangan
sekarang
ini
dengan
dan
kontemporer menggunakan
ilmu
pengetahuan
kontemporer. Untuk itu, metode yang
pendekatan interdisipliner (M. Amin
dipergunakan
Abdullah,2000 : 239-313).
filsafat hukum Islam adalah melakukan
Berangkat dari deskripsidi atas,
menjawab
problem
interkoneksi, integrasi deduksi, induksi,
permasalahan yang dijadikan kajian
dan komperasi.
dalam pembahasan ini berhubungan
Adapun
pertimbangan
penulis
ulang
dalam memilih tema fiqih Indonesia
terhadap ‘fiqih’ dan ‘ushul fiqih’ dalam
melalui pemikiran Hazairin adalah:
memahami, mendalami, dan melakukan
Pertama,
interpretasi ulang atas metode tersebut
hukum Islam di Indonesia dengan
dengan fokus pembahasan pemikiran
menafsirkan kembali ayat-ayat waris
Hazairin dalam konteks sosial-budaya,
yang secara teoritis klasik termasuk
adat masyarakat Indonesia terhadap
ayat-ayat
ayat-ayat waris dari sudut pandang
memperlukan penafsiran dan ijtihad
epistemologi yang menyangkut sumber,
lagi) dengan menggunakan pendekatan
metode, dan aplikasinya. Selama ini
antropologi
sebagai
pemahaman fiqih dan termasuk ushul
memahami
hukum
fiqih lebih pada tataran literalis bukan
penafsiran Hazairin terhadap ayat waris
pada aplikasi sesuai dengan konteks.
terutama walâ` sebagai ahli ‘waris
Dengan demikian, teks ayat-ayat waris
pengganti’
perlu
sesuai
temuan dan penafsiran kontemporer
dengan transformasi sosial, keadilan
(Ahmad Rofiq, 2001 : 72). Kedua, fiqih
dan
sebagaimana
dengan
wacana
pemikiran
dikontekstualisasikan
perkembangan
umat
Islam.
Hazairin
qaṭ’î
adalah
(ayat
pembaru
yang
kajian
merupakan
yang
Islam,
tidak
dalam dan
originalitas
dikembangkan
Pendekatan kajiannya lebih difokuskan
Hazirin telah memberikan terobosan
pada filsafat ilmu dengan kerangka teori
baru
pada perubahan paradigma termasuk di
pengembangan
dalamnya
sesuai dengan transformasi sosial, nilai
adalah
perubahan
bagi
hukum
budaya
Islam
dan yang
epistemologi, menurut hemat penulis,
keadilan,
perubahan epistemologi fiqih harus
sehingga fiqih atau hukum Islam harus
dilakukan secara integral-interkonektif
dibangun berdasarkan kajian sosiologis,
Fiqih Indonesia
dan
pembentukan
masyarakat,
55
Vol. II No. 01, Mei 2016
kondisi psikologis umat Islam, dan
ini tertutup untuk dilakukan ijtihad dan
konteks sosial yang mengitarinya.
akan membangun terbentuknya hukum
terhadap
nasional (A. Qodri Azizy, 2002 : vi-vii)
pembagian ayat qaṭ’î dan ẓannî perlu
sesuai dengan agama, ajaran umat Islam
dikritisi
di
Ketiga,
teorisasi
kembali,
memisahkan
sehingga
wahyu
perlu
dari
pikiran
Indonesia.
Hazairin
Kelima,
dengan
pemikiran
mengintegrasikan
manusia. Dalam literature hukum Islam
ilmu-ilmu sosial seperti antropologi
peran kelompok para fuqahâ`, sebagai
sebagai pisau analisis
al-Musawwibah (para validator), adalah
sekarang ini sangat relevan untuk
mengatur sedemikian rupa penggunaan
mengintegrasikan
asumsi-asumsi
antara keagamaan dengan sains modern,
(ẓunûn)
sebagai
dalam konteks
dan
interkoneksi
teks.
sehingga hukum Islam akan selalu tidak
Peran ini -sebenarnya- membuat batasan
kekurangan darah dalam melakukan
yang jelas antara ide manusia dan teks
pembaharuan dan perubahan metode
itu sendiri. Hazirin menafsirkan teks
hukum Islam yang lebih menjawab
‘mawâli’ berbeda dengan tafsir yang
permasalahan umat Islam.
mujtahid
yang
merefleksikan
dilakukan oleh fuqahâ` (ahli fiqih) yang dan
2. Konstruksi Fiqih Indonesia: Tawaran Metodologis
konteks Arab. Dengan menggunakan
Pembahasan hukum Islam tidak
epistemologi fiqih mazhab Indonesia
dapat dilepaskan dari kajian teori sistem
melalui pendekatan filsafat ilmu dengan
yang menggunakan pendekatan filsafat
disesauikan pada maqâṣid asy-syarî’ah
ilmu. Filsafat ilmu sebagai cabang
dalam konteks kemasalahatan manusia,
filsafat menempatkan objek sasarannya
sehingga model ijtihad yang dilakukan
ilmu
Hazairin akan mendorong pembentukan
filsafat sebagai keseluruhan. Ruang
hukum baru sesuai dengan konteks
lingkup filsafat ilmu pada dasarnya
sosial budaya setempat. Keempat, fiqih
meliputi dua pokok bahasan: Pertama,
mazhab Indonesia
sebagai paradigma
membahas “sifat pengetahuan ilmiah”
hukum sebagai produk sosio-budaya
yang memiliki kaitan erat dengan
masyarakat setempat akan memberikan
filsafat pengetahuan atau epistemologi,
relasi terhadap ijtihad dalam menjawab
yang memiliki syarat-syarat dan bentuk-
permasalahan-permasalahan
hukum
bentuk pengetahuan. Kedua, membahas
Islam Indonesia, termasuk hukum Islam
“cara-cara mengusahakan pengetahuan
yang bersumber dalil-dalil yang selama
ilmiah”, yang memiliki kaitan erat
masih
56
diliputi
oleh
budaya
(pengetahuan),
dalam
bidang
Fiqih Indonesia
Vol. II No. 01, Mei 2016
dengan logika atau metodologi (Koento
dengan
Wibisono Siswomihardjo, 2001 : 11-44;
interkoneksi, sehingga ditemukan teori
Louis O. Kattsoff, 2004 : 159-184).
kebenaran dalam menemukan hukum
Filsafat
pengetahuan
atau
Islam.
melakukan
Fiqih
integrasi-
sebagai
ilmu,
dan
epistemologi, yang dalam pembahasan
aplikasinya melalui konsep ṣâliḣ li kulli
ini juga dijelaskan pemikiran filsafat
zamân wa makân tidak dapat dilepaskan
ilmu Thomas S. Kuhn yang membahas
dalam konteks sosial budaya tertentu
persoalan
dan mengandung nilai-nilai universal
pergeseran
(paradigm
shift)
paradigma
dalam
ilmu
yang akan selalu relevan untuk setiap
pengetahuan (Thomas S. Kuhn, 1970 :
zaman
84-85). Pembahasan paradigm shift ini
maqâṣid asy-syarî’ah dan sekaligus
menjadi penting untuk mengkaji unsur-
sebagai filsafat hukum Islam dengan
unsur
pendekatan sistem (maqâṣid based-
anomali
dalam
epistemologi
fiqihmazhab Indonesia Hazairin. Dalam
dan
tempat
sesuai
dengan
ijtihad).
pula
Epistemologi menurut Milton K.
makna
dan
Munitz (1981 : 4-5) merupakan salah
memahami
fiqih
satu cabang ilmu filsafat yang secara
(Ali Harb, 2003 : 121-170). Dalam
khusus berbicara tentang teori ilmu
memahami teks sebagai sumber hukum
pengetahuan, yang meliputi pembahasan
Islam
seputar
sumber
metode
dan
pembahasan dengan
fiqih
didekatkan
epistemologi
kebenaran
dalam
pembahasan
menggunakan
dan
aplikasinya
hermeneutika,
karena
ilmu
pengetahuan,
aplikasinya.
Adapun
dengan hermenutika akan didapatkan
epistemologi yang dimaksudkan dalam
pemahanan dan penafsiran terhadap
pembahasan penelitian lebih difokuskan
sumber hukum Islam yang bersumber
pada struktur ilmu pengetahuan (hukum
dari teks Al-Qur`an dan al-Hadits sesuai
Islam) yang menelaah aspek sumber,
dengan konteks yang menjadi objek
metode
hukum tersebut.
2001 : xiv-xv). Epistemologi berarti
Hukum
Islam
dalam
konteks
dan
aplikasinya
(Yusdani,
cabang dari filsafat yang menyelidiki
keindonesiaan merupakan aplikasi fiqih
sumber–sumber
yang sejalan dengan karakter Indonesia,
pengetahuan atau bisa disebut dengan
budaya, adat istiadat lokal Indonesia,
teori pengetahuan.
dan bersih dari kebudayaan Arab. Pembahasan
ini
perlu
didekatkan
dengan konteks keilmuan kontemporer
Fiqih Indonesia
serta
kebenaran
Epistemologi adalah salah satu dari tiga tiang penyangga yang dikaji dalam filsafat
ilmu
selain
ontologi
dan
57
Vol. II No. 01, Mei 2016
aksiologi.
Apabila
dalam
ontologi
Bila dihubungkan dengan keunikan
adalah
pemikiran
Hazairin
tentang hakikat apa yang dikaji dan
ditemukan
dalam
dalam
permasalahannya
sebelumnya- terletak pada usahanya
bermuara pada untuk apa ilmu yang
dalam menganalisis teks-teks hukum
telah dikaji itu dipergunakan, sedangkan
kewarisan Islam yang melampaui batas
dalam
studi
permasalahan
yang
aksiologi
epistemologi
dibahas
adalah
tentang
Islam
-yang
tidak
pemikiran
Islam
tradisional,
dengan
bagaimana cara melakukan pengkajian
meminjam berbagai unsur terutama
terhadap
menggunakan
ilmu
pengetahuan
dan
antropologi.
menyusun tubuh pengetahuannya.
ilmu-ilmu Konsep
sosial
memadukan
Menurut Noel J. Coulson (1969 : 3)
(sintesis) dengan budaya dan adat
hukum Islam terbagi menjadi dua
setempat merupakan pengejawantahan
bagian hukum Tuhan (divine law) dan
atas praktik pemikiran mazhab fiqih
hukum para fâqih (juris law). Hukum
skolastik
Islam sebagai hukum Tuhan adalah
Meminjam pemikiran Arkoun (1994 : 5),
hukum-hukum yang telah ditetapkan
bahwa sejarah masyarakat Islam sangat
oleh Allah dan bersifat absolut dan
berkaitan
universal, sedangkan hukum Islam yang
sehingga tidak ada dikotomi antara
dibuat oleh para fâqih (fuqahâ`) adalah
pemikiran Islam dan Barat. Keduanya
hukum Islam yang diperoleh melalui
harus dihargai dan dievaluasi serta
hasil pemahaman manusia yang bersifat
dipandang dalam konteks suatu sejarah
historis, relatif dan profan.
mengenai
Dari
pengertian
di
atas
dapat
(mazhab
fiqih
dengan
sejarah
kelompok
ahli
tanpa
fiqih
(Robert D. Lee, 1994 : x).
bagaimana
mengetahui
Barat,
kitab-ahli
kitab yang mereformasi universalitas
diketahui bahwa maksud dari epistemologi adalah
klasik).
menghancurkan
partikularitas
pesan–pesan syara’ yang terdapat dalam
Salah satu aliran filsafat Barat yang
Al-Qur`an dan Hadis sehingga dapat
mempengaruhi pemikiran Arkoun adalah
diaplikasikan dalam berbagai perbuatan.
strukturalisme dan post-strukturalisme.
Pengkajian tersebut dalam Islam terwujud
Strukturalisme merupakan aliran filsafat
dalam uṣûl
yang muncul di Prancis sekitar tahun
al- fiqh yang didalamnya
memerlukan berbagai macam keilmuan
60-an
agar tujuan dari syara’ (memelihara
eksistensialisme
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta)
Aliran ini lebih menekankan pentingnya
tetap terjaga (Danusiri, 2000 : 45-47).
“jaringan hubungan” dari pada fakta
58
sebagai
reaksi dan
terhadap
fenomenologi.
Fiqih Indonesia
Vol. II No. 01, Mei 2016
atau bahan yang dipertautkan oleh hubungan
tersebut.
Dengan
juga,
Implikasi ideologis strukturalisme tampak pada fondamen-fondamen yang
“sistem” (struktur) dalam hubungan ini
membentuk
dianggap lebih penting dibandingkan
Pertama, strukturalisme mengabaikan
sejarah sistem itu sendiri (Bernard
semua unsur “ekstra linguistik” (luar
Delfgaauw,
Dalam
bahasawi), sehingga aliran ini menolak
manusia,
segala macam subyektifitas (cogito),
manusia
mulai dari Descartes, Immanuel Kant,
1998
hubungannya
153).
dengan
strukturalisme bukan
:
lagi
memandang sebagai
pusat
otonom
Hegel
aliran
hingga
tersebut,
tokoh
yaitu:
fenomenologi
yang
diasumsikan
Edmund Husserl. Bagi strukturalisme,
dan
fenomenologi-
manusia bukan lagi pusat otonom yang
yang tidak bisa diasalkan lagi dari
tidak bisa diasalkan lagi dari sesuatu
sesuatu
yang
-sebagaimana eksistensialisme
yang
lain.
Sebaliknya,
lain,
sebab
manusia
sebagai
strukturalisme menempatkan manusia
subyek senantiasa tunduk pada struktur
sebagai
yang
tunduk
(sistem), sehingga subyektifitas merupakan
(sistem),
sehingga
hasil suatu proses strukturalisasi yang
subyektifitas merupakan hasil suatu
tidak dikuasai manusia sendiri. Kedua,
proses
strukturalisme
pada
subyek struktur
strukturalisme
yang
tidak
menolak
humanisme
yang menjadi tema sentral rasionalisme
dikuasai manusia sendiri. Sebagaimana epistemologi Hazairin
Descartes dengan cogito ergo sum-nya
dasar
hingga fenomenologi Husserl, sehingga
pembaruan hukum Islam di Indonesia,
strukturalisme sering dituduh sebagai
maka salah satu teori yang layak
aliran
digunakan
strukturalisme
yang
hendak
membangun
sebagai
pisau
analisis
yang
anti
humanis.
menolak
Ketiga,
historisisme
pemikiran Hazairin adalah pemikiran
yang mencari asal-usul, perkembangan,
Arkoun sebagai tokoh yang hidup
sumber-sumber, serta arah evolusi. Bagi
dan dibesarkan di tengah diskursus
strukturalisme,
strukturalisme dan post-strukturalisme.
mengelaborasi sistem dan meneropong
Mengkaji Islam dengan menggunakan
relasi-relasi menurut interdependensinya.
pendekatan
Hal ini mengakibatkan strukturalisme
ilmu-ilmu
sosial
dan
mengerti
filsafat yang dikembangkan di Barat,
menempatkan
meskipun alternatif-alternatif tersebut
dibandingkan diakroni.
yang harus dilakukan Arkoun adalah melakukan pilihan yang selektif.
Fiqih Indonesia
sinkroni
lebih
berarti
dulu
Perkembangan strukturalisme, berlanjut pada post-strukturalisme dengan konsep
59
Vol. II No. 01, Mei 2016
“dekonstruksi”-nya memunculkan implikasi
konsep
metodis
mempengaruhi pemikiran Arkoun, karena
dan
sekaligus
ideologis.
“relasi
dengan
sangat
belakang penulis teks, melainkan juga
dalam
menyingkap
dapat
juga
Sebagai sebuah metode, dekonstruksi berguna
“kuasa”
kuasa”
bermain
di
yang
angan-angan sosial, yang memainkan
dideterminasi oleh praktek diskursif
peranan penting dalam perkembangan
yang lain. Namun demikian, melalui
pemikiran umat Islam hingga sekarang.
berbagai
formasi
diskursif
ini
Syariat sebagai suatu tatanan hidup
berlangsung terus menurus tanpa batas
memiliki posisi yang amat penting,
akhir (unfinished movement), sehingga
karena didalamnya tersimpan berbagai
dekonstruksi
tidak
kebutuhan dan ajaran yang berkenaan
bertujuan untuk menemukan makna
dengan umat manusia. Namun manusia
final
Derrida
yang memiliki kemampuan terbatas tidak
sentralisasi
semua dapat mengartikan maksud dari isi
Derrida
bahwa
atau
akhirnya,
dekonstruksi
bagi
Derrida
signifer
final.
menolak
kebenaran. Menurut Derrida, kebenaran
syariat
itu
sehingga
memerlukan
muncul dari hubungan-hubungan yang
pengkajian yang mendalam agar mampu
saling mengikat yang terjadi dalam
memahami isinya.
sistem, sehingga tidak ada pusat dan
Dengan berbagai macam kondisi
tidak ada pemegang kebenaran. Oleh
keilmuan yang dimiliki seseorang untuk
karena itu, kebenaran harus dirumuskan
memahami syariat, sudah pasti muncul
secara metaforis, sehingga diperlukan
berbagai penafsiran yang berbeda antara
interpretasi terus menerus.
golongan satu dengan golongan yang
Sebagaimana
dalam
pandangan
lain. Hal tersebut juga dipengaruhi
Arkoun menurut Luthfi Assyaukanie
oleh
(1994 : 23) bahwa setiap zaman memiliki
pengkaji/penafsir itu tinggal. Namun, hal
suatu
itu bukan berarti syariat itu dapat diatur
sistem
pemikiran
yang
mempengaruhi cara manusia menangkap, memandang dan memahami kenyataan,
kondisi
lingkungan
dimana
sesuai dengan keinginan pensyarah. Masyarakat
Indonesia
adalah
yang oleh Michel Foucault (1926-1984)
masyarakat yang plural karena terdiri dari
disebut “episteme”, yaitu keseluruhan
berbagai jenis suku dan budaya. Mereka
pandangan yang diterima secara diam-
juga berada dalam daerah geografis yang
diam berdasarkan seluruh hasil pemikiran
berbeda-beda
pada masa tertentu tanpa muncul ke
merupakan
permukaan (kesadaran). Selain epistme,
sangat luas. Oleh sebab itu banyak
60
karena negara
Indonesia
kepulauan
yang
Fiqih Indonesia
Vol. II No. 01, Mei 2016
terdapat perbedaan antar suku, wilayah
pada Mazhab Syafi’i. Ini dapat dilihat dari
dan budaya. Bahkan sebelum Islam
kitab-kitab yang dipakai sebagai rujukan
masuk,
telah
kebanyakan fiqh-fiqh Syafi’iyah. Kondisi
terlebih dahulu mengenal dan menganut
tersebut perlu dicarikan jalan agar tidak
ajaran Hindu-Budha, sehingga ketika
selalu terpaku pada fiqih yang berlatar
Islam
belakang Timur Tengah sehingga lahir
masyarakat
datang
pendakwah
ke Islam
Indonesia
Indonesia, harus
para
mampu
hukum
Islam
yang
berkepribadian
memperkenalkan dengan baik sehingga
Nusantara. Artinya, dalam perumusan
ajaran Islam dapat diterima oleh kalangan
hukum hendaknya memperhatikan kondisi
masyarakat.
sosial masyarakat Indonesia sehingga
Hukum Islam sebagai suatu pranata
hasilnya akan cocok dengan keadaan dan
sosial memiliki dua fungsi yaitu sebagai
kebutuhan masyarakat (Imam Syaukani,
kontrol sosial serta nilai baru dan proses
2006 : 89-94).
perubahan sosial. Pada fungsi yang pertama,
hukum
sebagai
kontrol
Islam
ditempatkan
Permasalahan yang paling krusial dihadapi oleh umat Islam dalam upaya
social
pembaharuan hukum Islam di Indonesia
engineering terhadap keberadaan suatu
adalah masih minimnya metodologi yang
masyarakat.
dapat melahirkan kesetaraan antara Islam
sekaligus
Sedangkan
fungsi
yang
kedua, hukum Islam merupakan produk
ideal
sejarah yang diletakkan sebagai justifikasi
Sebagaimana mengutip dari pendapat Gus
terhadap
sosial,
Dur yaitu bagaimana membuat Islam peka
budaya dan politik. Oleh sebab itu, hukum
kepada kebutuhan manusia pada masa kini
Islam
memberikan
dan yang akan datang. Hal yang harus
jawaban terhadap setiap permasalahan
dilakukan adalah pribumisasi Islam yaitu
yang muncul tanpa kehilangan dasar–
mempertimbangkan kebutuhan-kebutuhan
dasarnya. Sebab, apabila tidak terwujud,
lokal dalam merumuskan hukum-hukum
hukum Islam akan mengalami kemandulan
agama, serta tidak meninggalkan norma-
fungsi
norma keagamaan demi tujuan budaya.
tuntutan
dituntut
perubahan
mampu
sehingga
menyebabkannya
kehilangan aktualitas (Imam Syaukani,
uraian
Dalam
kebutuhan
masyarakat.
menjawab
terhadap
permasalahan hukum Islam di Indonesia
2006 : 22-23). Dari
dengan
tersebut
dapat
sebagai objek studi terhadap fiqih yang
disimpulkan bahwa karakteristik hukum
bersumber
Islam di Indonesia sangatlah dominan
menggunakan
diwarnai oleh kepribadian Arab dan lekat
memahami Al-Qur`an -dalam hal ini teks
Fiqih Indonesia
dari
Al-Qur`an pendekatan
dengan dalam
61
Vol. II No. 01, Mei 2016
Epistemologi
menuju konteks- sebagai hubungan yang
modern
selalu
lekat bersama melalui penafsiran atau
membedakan antara subjek dan objek
hermeneutika.
pengetahuan, sedangkan epistemologi
dianalisis
Masih
permasalahan metode
kontemporer tidak memisahkan antara
deduktif, induktif, komperatif bersifat
subjek dan objek (Milton K. Munitz,
integratif
analisis,
1981 : 4-5). Sehingga epistemologi
transenden
merupakan salah satu cabang ilmu
dan
menggunakan
melalui
kajian
sintetik
struktural
filsafat yang secara khusus berbicara
(Kuntowijoyo, 2006 : 27-47). Dalam hukum Islam jenis kajian adalah
ilmu
uṣûl
al-fiqh
yang
tentang teori ilmu pengetahuan, yang meliputi pembahasan seputar sumber
menggunakan pendekatan filsafat ilmu,
ilmu
pengetahuan,
yaitu pada tataran epistemologi, dan fokus
aplikasinya (D.W. Hamlyn, 1972 : 8-9).
pada kajian hermeneutika. Filsafat ilmu
Adapun
sebagai cabang filsafat menempatkan objek
dalam penelitian ini adalah pembahasan
sasarannya ilmu (pengetahuan). Dalam
tentang ilmu pengetahuan hukum Islam
bidang filsafat sebagai keseluruhan, ruang
(fiqih) yang menelaah aspek sumber,
lingkup filsafat ilmu yang meliputi sifat
metode dan aplikasinya (Yusdani, 2001 :
pengetahuan ilmiah dan memiliki kaitan
xiv-xv). Secara sosio-historis perjalanan
erat dengan filsafat pengetahuan atau
hukum Islam oleh Wael B. Hallaq (2001
epistemologi untuk menyelidiki syarat-
: 47-52) ini dikonstruksi menjadi tiga
syarat dan bentuk-bentuk pengetahuan.
fase, yaitu fase otoritas, fase kontinuitas,
Ilmu pengetahuan dalam bidang filsafat
dan
juga membahas cara-cara mendapatkan
ergambar dalam skema di bawah ini
pengetahuan ilmiah yaitu dengan cara
(Akh. Minhaji,2004 : xii).
epistemologi
fase
perubahan.
metode
yang
dan
dibahas
Sebagaimana
menggunakan logika atau metodologi.
AUTHORITY, CONTINUITY, AND CHANGE IN USHUL AL-FIQH Al-Quwwah Al-Ma’rifiyyah Epistemic Authority
At-Turâṡ Taqlid Continuity
At-Tajdid Ijtihad Change
PROSES = ISLAH
62
Fiqih Indonesia
Vol. II No. 01, Mei 2016
Perjalanan panjang sejarah hukum
syari’ah-nya Mohamed Thaha dengan
lainnya
prinsip pembumian hukum Islam sesuai
berabad-abad
untuk segala ruang dan waktu (ṣâliḣ li
lamanya. Perubahan yang terjadi tidak
kulli zamân wa makân) dan dialektika
secara revolutif, dan terjadi dialektika
Hegel. Teori pertama, dipakai untuk
pemikiran yang luar biasa. Oleh karena
mendekatkan
itu kajian ini akan didekati dengan
perkembangan pemikiran hukum Islam
menggunakan
pengilmuan
menurut Thaha dan perjalanan hukum
Islam menuju epistemologi paradigma
Islam ditetapkan berdasarkan maqâṣid
Islam, yaitu harus melihat realitas melalui
asy-syarî’ah (God’s intention; irâdah
Islam dengan melalui demistifikasi Islam
Allah)
yang
tentang
Sedangkan teori kedua akan nampak
kebenaran, dekodifikasi sehinga menuju
sekali ketika terjadi dialektika antara
pada
aliran
Islam
dari
fase
membutuhkan
ke
fase
waktu
paradigma
menyangkut
teori
paradigma
Al-Qur`an
yang
pertumbuhan
(Jasser
Auda,2008
pemikiran
dan
:
hukum,
192).
sehingga
dikontruk melalui konsep teks (Al-Qur`an
melahirkan
dan
dihadapkan
Islam yang tersebar jumlahnya puluhan.
kepada realitas baik realitas sehari-hari
Dialog antara dua kutub estrim akan
maupun realitas ilmiah. Maka untuk
dapat melahirkan aliran pemikiran baru,
mengembangkan
sosial
jika ada proses yang disebut sintesa atau
analitik
bahan bahasa uṣûl al-Fiqh-nya disebut
As-Sunnah)
untuk
teori-teori
penedekatan
sintetik
mazhab-mazhab
hukum
juga
proses “iṣlâḣ”. Ulama ushul fiqih telah
dalam
merumuskan prinsip iṣlâḣ ini dalam
dalam
sebuah kaidah “al-Muḣâfaẓah ‘alâ al-
penelitian ini. Epistemologi paradigma
Qadîm aṣ-Ṣâlih wa al-`Akhżu bi al-
Islam juga dijadikan pisau analisis
Jadîd al-`Aṣlaḣ”. Mazhab Syafi’i dan
terhadap realitas sosial modern atas
mazhab
sistem kewarisan terutama hal-hal yang
terbentuk dengan dilatarbelakangi oleh
mengatasnamakan
seperti
sebuah proses sintesa atau iṣlâḣ ini. Dua
ketimpangan jender, transformasi sosial,
aliran pemikiran hukum Islam klasik;
keadilan, dan hak asasi manusia.
Mazhab Kufah yang lebih dominan
Kuntowijoyo, dijadikan menganalisis
(2001
:
1-10),
pertimbangan permasalahan
agama,
Dalam memahami perubahan dan
hukum
moderat
lainnya
dalam penggunaan ra`yu dan kurang
evolusi syari’ah, digunakan pendekatan
memanfaatkan
dan teori-teori evolusi Darwin yang
mazhab
dikombinasikan dengan teori evolusi
dominan dalam penggunaan hadits dan
Fiqih Indonesia
Hijaz
hadis,
sedangkan
sebaliknya,
lebih
63
Vol. II No. 01, Mei 2016
minim dalam penggunaan penalaran.
c. Teori
Receptie,
teori
ini
fase
menyebutkan bahwa hukum adatlah
perkembangan sejarah hukum Islam
yang berlaku bagi masyarakat Islam.
yang
atas
Hukum Islam dapat berlaku apabila
perubahan
telah diterima oleh hukum adat.
paradigma fiqih sesuai dengan konteks
Sejak berlaku kebijakan tersebut,
kondisi sosial masyarakat.
eksistensi
Proses
iṣlâḣ
telah
memberikan
dari
tiga
dideskripsikan arah
pada
di
Islam di Indonesia kemungkinan
formal
hukum
Islam
mengalami
secara
kondisi
yang
berasal dari Arab atau Mesir, karena
memprihatinkan. Akan tetapi, bukan
kedua tempat ini bermadzhab Syafi’i
berarti
sebagaimana
penduduk
pengembangan
dinamika
berhenti. Karena pada masa itu lahir
hukum Islam di Indonesia tidak bisa
tokoh–tokoh intelektual seperti imam
dilepaskan
dan
Nawawi Al Bantani, Abdul Hamid
budaya yang ada di Indonesia sejak
Al Hakim dan masih banyak ulama
sebelum
lainnya.
Indonesia.
kebanyakan Sejarah
dari
dan
sosial-politik
kemerdekaan
sampai
era
kemerdekaan. Hal tersebut dijelaskan dengan
menggunakan
teori-
teori
d. Teori
kegiatan
intelektual
hukum
Receptie
Exit,
Islam
setelah
kemerdekaan Indonesia, Indonesia
berlakunya hukum Islam di Indonesia,
melakukan
yaitu:
hukum, karena hukum yang berlaku
a. Teori Kredo, Disebut juga dengan
sebelumnya yang menganut teori
teori syahadat, yaitu teori yang
Receptie tidak sesuai dengan jiwa
mengharuskan pelaksanaan hukum
UUD 1945. Dengan demikian teori
Islam bagi orang-orang yang telah
tersebut
mengucapkan dua kalimat syahadat.
berlaku adalah sesuai dengan pasal
Teori ini merupakan kelanjutan dari
29 (2) yaitu “negara berdasarkan atas
prinsip tauhid, dimana seseorang
Ketuhanan Yang Maha Esa”.
yang
menyatakan
iman
kepada
pembaharuan
dihapus, sehingga
yang
e. Teori Receptio a Contrario, teori ini
Allah, maka ia harus tunduk kepada
sebagai
perintah-Nya.
sebelumnya (receptie exit)
b. Teori Receptio in Complexu, teori
64
upaya
lanjutan
dari
teori yang
merupakan lawan dari receptie yang
ini menetapkan bahwa bagi orang
menyatakan
bahwa
hukum
adat
Islam berlaku hukum Islam apabila
berlaku apabila tidak bertentangan
dia telah memeluk agama Islam.
dengan hukum agama.
Fiqih Indonesia
Vol. II No. 01, Mei 2016
f. Teori
Eksistensi,
teori
ini
Hazairin. Fiqih Indonesia mengunakan
menerangkan tentang adanya hukum
sumber
Al-Qur`an
dan
Islam (fiqih) dalam hukum nasional
Kemudian
Indonesia. Maksudnya adalah hukum
melului pendekatan sintetik analitik dari
Islam terdapat dalam hukum nasional
teks
dan mempunyai wibawa hukum
dihadapkan pada konteks ilmiah dan
sebagai hukum nasional.
realitas sosial. Pendekatan filsafat ilmu,
dilakukan
(Al-Qur`an
as-Sunnah interpretasi
dan
Sunnah)
ini
epistemologi Islam sebagai perspektif
hukum
transendental yang berupa wahyu yang
Islam, hukum adat dan hukum Barat
menjadi sumber pengetahuan apriori.
bukan dalam masalah konflik, tetapi
‘Wahyu’ menempati posisi sebagai
proses saling koreksi dan mengisi
salah
serta
mengenai realitas, sebab wahyu diakui
g. Teori
Interdependensi,
berarti
hubungan
teori
antara
melengkapi
(saling
bergantung), dan saling melengkapi. h. Teori Sinkretisme, dengan adanya kesadaran
dari
masyarakat
akan
satu
sebagai
pembentuk
‘ayat-ayat
konstruk
Tuhan’
yang
memberikan pedoman dalam pikiran dan
tindakan
seorang
Muslim.
suatu hukum bahwa hukum itulah
Penafsiran dan kajian hermeneutika
yang berlaku akan menampakkan
dipergunakan sebagai bagian integral
bahwa antara sistem hukum adat dan
dalam menganalisis nash Al-Qur`an dan
sistem hukum Islam berlaku sejajar.
as-Sunnah terhadap ayat-ayat kewarisan
Kondisi tersebut bisa muncul dengan
untuk dikritisi kembali atas pemikiran
adanya
Islam
Hazairin sekaligus sebagai upaya untuk
terhadap budaya Indonesia sehingga
menentukan metodelogi dan legislasi
mengakibatkan terjadinya hubungan
hukum Islam dalam pelaksanaannya
yang erat antara nilai-nilai Islam
dengan menggunakan pendekatan sosio-
dengan hukum adat.
historis-antroplogis, digunakan sebagai
sifat
akomodatif
upaya
C. Simpulan Fiqih
Indonesia
dalam
studi
epistemologi menfokuskan pada kajian sumber, metode dan validitas atau tolok ukur Indonesia
kebenaran –dalam
pemikiran
fiqih
hal
lebih
ini–
difokuskan pada studi atas pemikiran
untuk
pengaruh
dan
memperhatikan
pada
faktor-faktor
yang
mempengaruhi atas berlaku hukum di masyarakat yang dipengaruhi juga oleh adat,
budaya
setempat.
Normatif-
sosiologis dua kutub yang berbeda untuk dijadikan satu kajian dalam aspek pelaksanaan hukum Islam di Indonesia.
Fiqih Indonesia
65
Vol. II No. 01, Mei 2016
Materi
hukum
Islam
disamping
pada
faktor
budaya,
adat,
sosial-
berdasarkan pada nash yang bersifat
ekonomi masyarakat setempat sebagai
qaṭ’îyah, juga hukum Islam merupakan
bentuk hukum Islam yang responsif dan
hasil interpretasi atau ijtihad yang
adaptif.
dilakukan
manusia
atau
mujtahid,
sehingga fiqh harus memperhatikan
***
DAFTAR PUSTAKA Abdullah, Amin. 2006. Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Abdurahman, Dudung. (ed.). 2006. Metodologi Penelitian Agama: Pendekatan Multidisipliner. Yogyakarta : Lembaga Penelitian UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Abou El Fadl, Khaled M. 2004. Atas Nama Tuhan: dari Fiqih Otoriter ke Fiqih Otoritatif. terj, R. Cecep Lukman Yasin. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta,. Abu Sulayman, Abdul Hamid A. 1993. Crisis in the Muslim Mind. Alih bahasa Yusuf Talal Delorenzo. Herndon. Virginia : IIIT. ________. 1989. Islamization of knowledge General Principles and Work Plan, Herndon. Verginia : IIIT. ________. 1994. Towards and Islamic Theory of Internaional Relation : New Direction for Methodology and Thought. Herndon, Virginia : IIIT. Abu-Zayd, Nasr Hamid.1997. Imam Syafi’i: Moderatisme Eklektisisme Arabisme, Yogyakarta : LKiS. Akh. Minhaji. 1999., Reorientasi Kajian Ushul Fiqh. Al-Jami’ah Journal of Islamic Studies. No. 63/VI tahun 1999. __________. 2001. Ahmad Hassan and Islamic Legal Reform I Indonesia
66
1887-1958. Yogjakarta Kalam Semesta Press.
:
Kurnia
________. 2010. Sejarah Sosial Dalam Studi Islam: Teori, Metodologi, dan Implementasi. Yogyakarta : SUKA Press,. Ali Harb. 2012. Nalar Kritis Islam Kontemporer. Yogyakarta : IRCiSoD. ________. (ed.). 2000. Antologi Studi Islam : Teori dan Metodologi. Yogyakarta : Dipa PTA IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. ________. 1996. Studi Agama: Normativitas atau Historisitas?. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. ________. 2002. Paradigma al-ternatif Pengembangan ushul Fiqh dan Dampaknya pada Fiqh Kontemporer, dalam Ainul Rafiq (ed). Mazhab Jogja: Menggagas Paradigma Ushul Fiqih Kontemporer. Yogyakarta : Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga dan Arruz Press. Ali, Mohammad Daud. 1995. Hukum Islam; Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia. Jakarta : RajaGrafindo Persada. al-Alwani, Taha Jabir. 1994. Metodologi Hukum Islam Kontemporer. terj. Yusdani, Yogyakarta: UII Press. Ainurrofiq (ed.). 2002. “Mazhab Jogja”: Menggagas Paradigma Ushul Fiqh Kontemporer. Yogyakarta : Ar-Ruzz Press dan Fakultas Syari’ah IAIN Suka,.
Fiqih Indonesia
Vol. II No. 01, Mei 2016
Anshari, Endang Saifuddin. 1993. Wawasan Islam; Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam dan Ummatnya. Jakarta : RajaGrafindo Persada.
________. 2006. Isu Dalam Sains dan Agama (Issue in Science and Religion). Yogyakarta : Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Arief, Abd. Salam. 2003. Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam Antara Fakta dan Realita: Kajian Pemikiran Hukum Syaikh Mahmud Syaltut. Yogyakarta : LESFI.
Berger, Peter L. (ed.). 1999. The Desecularization of the World: Resurgent Religion and World Politics. Grand Rapids. Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company.
Arifin, Busthanul. 1996. Pelembagaan Hukum Islam di Indonesia; Akar Sejarah, Hambatan dan Prospeknya. Jakarta : Gema Insani Press. Arkoun, Mohammed. 1987. Al-Fikr alIslami: Qira’ah ‘Ilmiyyah. terj. Hasyim Shaleh. Bairut : Markaz alInma al-Qawmi. ________. 1992. Aina Huwa al-Fikr alIslami al-Mu’ashir. Terj. Hasyim Shaleh, Baerut: Dar al-Saqi. ________. 1994. Nalar Islami dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan Jalan Baru.terj. Rahayu S. Hidayat, Jakarta : INIS. Auda, Jasser. 2008. Maqasid Al-Shariah As Philosophy of Islamic Law: A Systems Aprroach. London : The International Institute of Islamic Thought. Azizy, A. Qodri. 2002. Eklektisisme Hukum Nasional: Kompetisi Antara Hukum Islam dan Hukum Umum. Yogyakarta: Gama Media. Barbour, Ian G. 1966. Issues in Science and Religion. New York: Harper Torchbook. ________. 2002. Juru Bicara Tuhan: Antara Sains dan Agama (WhenScience Meets Religion: Enemies, Strangers, or Partners?). Bandung: Mizan. ________. 2005. Menemukan Tuhan Dalam Sains Kontemporer dan Agama. Bandung : Mizan.
Fiqih Indonesia
Binder, Leonard. 2011. Islam Liberal: Kritik terhadap Ideologi-Ideologi Pembangunan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. ________. 1988. Islamic Liberalism: A Critique of Development Ideologies. Chicago : The University of Chcago Press. Bisri, Cik Hasan. 1999. Kompilasi Hukum dalam Sistem hukum Nasional. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Bleicher, Josef. t.th. Contemporary Hermeneutics; Hermeneutics as Method, Philosophy, and Critique. London : Routledge and Kegan Paul. Boisard, Marcel A. 1980. Humanisme Dalam Islam. terj. H.M. Rasjidi. Jakarta : Bulan Bintang. Bosworth, C.E. et.al. (ed.). 1997. The Encyclopaedia of Islam: New Edition IX. Leiden : Brill. Choir, Thohatul., Ahwan Fanani (ed.). 2009. Islam Dalam Berbagai Pembacaan Kontemporer. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Coulson, Noel J. 1969. Conflicts and Tensions in Islamic Juriprudence. Chicago : The University of Chcago Press. Davies, Paul. 2012. Membaca Pikiran Tuhan : Dasar-dasar Ilmiah dalam Dunia Rasional (The Mind of God: The Scientific Basis for a Rational World). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
67
Vol. II No. 01, Mei 2016
Donohue, John J., dan John L. Esposito (eds.). 1982. Islam in Transition. New York, Oxford : Oxford Unversity Press. Esposito, John L. 1983. Voices of Resurgent Islam. New York: Oxford University Press. ________. 1992. The Islamic Threat: Myth or Reality?. Oxford : Oxford University Press. ________. (ed.). 1995. The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World IV, New York : Oxford University Press. ________. 2002. What Everyone Needs to Know About Islam. New York: Oxford University Press. ________. dan John O. Voll. 2002. Tokoh-Kunci Gerakan Islam Kontemporer. Terj. Sugeng Hariyanto, dkk. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. ________. (ed.). 2004. Islam: Kekuasaan Pemerintah, Doktrin Imam dan Realitas Sosial. terj. M. Khoirul Anam. Jakarta : Inisiasi Press. ________. 2010. Masa Depan Islam: Antara Tantangan Kemajemukan dan Benturan dengan Barat. Bandung : Mizan. Fahmi, M. 2005. Islam Transendental Menelusuri Jejak-jejak Pemikiran Islam Kuntowijoyo. Yogjakarta : Pilar Media. Fakih, Mansur. 2012. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Hamlyan.1967. History of Epistemologi. dalam Paul Edward. the Encyclopedia of Philosophy. Vol III. Hanafi, Hasan. T.th. Islam in the Modern World: Tradition, Revolution, and Culture jilid 1. Kairo : Anglo. ________. T.th. Religious Dialogue and Revolution, T.tp : t.p. Hasan, Ahmad. 1988. The Early Development of Islamic Jurisprudence. Islamabad : Islamic Research Institute. Hazairin, 1973. Demokrasi Pancasila. Jakarta : Tintamas. ________. 1976. Hendak Kemana Hukum Islam. Jakarta : Tintamas. ________. 1981. Tujuh Serangkai tentang Hukum. Jakarta : Bina Aksara. ________. 1982. Hukum Kewarisan Bilateral Menurut Al-Qur`an dan Hadits. Jakarta : Tintamas. Hinnells, John R. (ed.). 2005. The Routledge Companion to the Study of Religion. London : Routlede Taylor & Francis Group. Hitti, Philip K. 2010. History of the Arabs: Rujukan Induk dan Paling Otoritatif tentang Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Serambi Ilmu Semesta. Iswandar. 2003. Dekonstruksi Pemikiran Islam: Idealitas Nilai dan Realitas Empiris. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media.
Fuad, Mahsun. 2005. Hukum Islam Indonesia: Dari Nalar Partisipatoris Hingga Emansipatoris. Yogyakarta : LKiS.
al Jabiri, M. Abid. 1993. Bunyah al-Aql al-Araby: Dirasah Tahlîliyyah Naqdiyyah Li Nuzûm al-Ma’rifah fî aṡ Ṡaqâfah al Islâmiyyah. Beirut : Markaz Dirasah al Wihdah alArabiyah.
Hallaq, Wael B. 1997. A History of Islamic Legal Theories: An Introduction to Sunni Ushul Fiqh. Cambridge : University Press.
Jauhari, Imam B. 2012. Teori Sosial: Proses Islamisasi dalam Sistem Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
68
Fiqih Indonesia
Vol. II No. 01, Mei 2016
Kuhn, Thomas S. 1970. The Structure of Scientific Revolutions. Chicago : The University of Chicago Press. Kuntowijoyo. 2006. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, Metodologi, dan Etika. Yogyakarta : Tiara Wacana. Liliweri, Alo. 2007. Dasar-Dasar Komunikasi Antar Budaya. Yogjakarta : Pustaka Pelajar. Lukito, Ratno. 2008. Tradisi Hukum Indonesia. Yogyakarta : Teras. Madjid, Nurcholish (ed.). Khazanah Intelektual Bandung: Bulan Bintang.
1985. Islam.
________. 2005. Islam Doktrin dan Peradaban. Jakarta : Paramadina. Masduqi, Irwan. 2011. Berislam Secara Toleran: Teologi Kerukunan Umat Beragama. Bandung : Mizan. Mudzhar, M. Atho. 1993. Fatwa-fatwa Majelis Ulama Indonesia : Sebuah Studi Tentang Pemikiran Hukum Islam di Indonesia 1975 – 1988. Jakarta : INIS. ________. 1998. “Social History Approach to Islamic Law”, Al-Jamiah No. 61, tahun 1998. ________. 1998, Membaca Gelombang Ijtihad : Antara Tradisi dan Liberasi, Yogjakarta : Titian Illahi Press. ________. 1998, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Najib, Agus Moh. 2007. Evolusi Syari’ah: Ikhtiar Mohamoud Mohammad Taha Bagi Pembentukan Hukum Islam Kontemporer. Yogyakarta : Pesantren Nawesea Press. Nanji, Azim. (ed.). 2003. Peta Studi Islam: Orientalisme dan Arah nBaru Kajian Islam Barat. Yogyakarta : Fajar Pustaka Baru,. an-Na’im, Abdullah Ahmed. 1994. Dekonstruksi Syari’ah : Wacana Kebebasan Sipil, Hak Asasi Manusia,
Fiqih Indonesia
dan Hubungan Internasional dalam Islam. Yogjakarta : LKiS. Nasution, Harun. 1985. Islam ditinjau dari Berbagai Aspeknya, jilid II. Jakarta : UI Press. Qadri, A.A. 1973. Islamic Jurisprudence in The Modern World. Lahore : Asyraf.. Rahman, Fazlur. 1980. Islam and Modernity: Transformation of an Intellectual Tradition. Chicago : Chicago University Press. Rofiq, Ahmad. 1998. Kecenderungan Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam di Indonesia tahun 1970-1990an : Sebuah Kajian Metodologi. Laporan Penelitian Individual IAIN Walisango Semarang. ________. 1995. Hukum Islam di Indonesia. Jakarta : RajaGrofindo Persada ________. 2001. Pembaruan Hukum Islam di Indonesia. Yogjakarta : Gama Media Roy, Muhammad. 2004. Ushul Fiqih Madzhab Aristoteles: Pelacakan Logika Aristoteles Dalam Qiyas Ushul Fiqih. Yogyakarta : Safiria Insania Press,. Ruslami. 2000. Masyarakat Kitab dan Dialog Antaragama: Studi Atas Pemikiran Mohammed Arkoun. Yogyakarta : Yayasan Benteng Negara. Saimima, Iqbal Abdurrauf (ed). 1988. Polemik Reaktualisasi Aaran Islam. Jakarta : Pustaka Panjimas. Sardar, Ziaudin. 1993. Rekayasa Masa Depan Peradaban Muslim, terj. Rahmani Astuti, Bandung : Mizan. Shihab, Umar. t.th. Hukum Islam dan Transpormasi Pemikiran. Semarang : Dina Utama. Shimogaki, Kazuo.1994.Kiri antara Islam Modernisme dan Postmodernisme :
69
Vol. II No. 01, Mei 2016
Telaah Kritis atas Pemikiran Hasan Hanafi. Yogyakarta : LKiS. Sumantreri, Jujun Suria S. 1993. Filsafat Ilmu. Jakarta : Pusat Sinar Harapan,. Sunanto, Musyrifah. 2005. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : Raja Grafindo Persada,. as-Syafi’i, Muhammad bin Idris. 1979. ar-Risalah. Kairo : Maktabah Dar al Turats. Syahrur, Muhammad. 2003. Tirani Islam: Genealogi Masyarakat dan Negara, terj. Saifuddin Zuhri. Yogyakarta : LKiS. Van Melsen, A.G.M. 1985. Ilmu Pengetahuan dan Tanggungjawab Kita. terj. Soejono Soemargono. Jakarta: PT. Gramedia. Wahid, Abdurrahman. 1975, Hukum Islam sebagai Penunjang Pembangunan, Prisma No. 4 ________. 1983. Salahkah Jika dipribumikan?. Tempo. 16 Juli 1983. ________. 1985. Pengembangan Fiqh yang Kontekstual, Pesantren. No. 2 Vol. II ________. dkk. 1993. Kontroversi Pemikiran Islam di Indonesia. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.
70
________. 1997. Nilai-nilai Normatif dan Reaktualisasi Ajaran Islam. Pengantar untuk Buku Ensiklopedi Ijmak. terj. Sahal Mahfudz dan Mustafa Bisri. Jakarta : Pustaka Firdaus. Wahyudi, Yudian. 2010. Islam: Percikan Sejarah, Filsafat, Politik, Hukum, dan Pendidikan. Yogyakarta: Pesantren Nawesea Press. ________. 2007. Ushul Fiqih Versus Heurmenetika; Membaca Islam dari Kanada dan Amerika. Yogyakarta : Nawesea Press. Yamani, Ahmad Zaki. 1977. Syariat Islam yang Kekal dan Persoalan Masa Kini, terj. M. Sonhaji. Jakarta : PT. Intermasa. al-Yasa, Abu Bakar. 1991. Beberapa Teori Penalaran Fiqh dan Penerapannya, dalam Eddi Rudiana Arif dkk. (ed).Hukum Islam di Indonesia. Bandung : Remaja Rosda Karya. ________. 1998. Ahli Waris Sepertalian Darah : Kajian Perbandingan Terhadap Penalaran Hazairin dan Penalaran Fiqih Mazhab. Jakarta : INIS.
Fiqih Indonesia