REFERAT PERAN KELUARGA BERENCANA DALAM UPAYA MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU DI INDONESIA
PEMBIMBING Dr. dr. Raditya Wratsangka, Sp.OG(K) PENYUSUN Fadhilla Eka N
030.10.098
Felix Hartanto
030.10.104
Muhammad Alfi
030.10.184
Galih Arief
030.10.112
Runy P
030.10.242
Herman Malondong
030.06.112
T. Rini
030.08.237
Muhamad Reza A
030.10.165
Soraya Verina
030.10.259
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PERIODE 2015 PERIODE 10 AGUSTUS 2015-17 OKTOBER 2015 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah - Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW. Adapun judul untuk penulisan ini adalah ” Peran Keluarga Berencana Dalam Upaya Menurunkan Angka Kematian Ibu di Indonesia”. Dalam penyusunan makalah ini, kami telah mencurahkan segala pikiran dan kemampuan yang dimiliki. Namun tetap ada hambatan dan kendala yang harus dilewati. Kami mengucapkan terima kasih kepada Dr.dr. Raditya Wratsangka, Sp.OG(K) selaku dosen pembimbing, teman - teman dan seluruh pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.
Jakarta, Agustus 2015
Penulis
2
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...………………………………………………………………………….2 DAFTAR ISI………………...……………………………………………………………………3 BAB I PENDAHULUAN….……………………………………………………………………..4 BAB II KELUARGA BERENCANA …….…………....………………………………………...6 BAB III ANGKA KEMATIAN MATERNAL…….…………………………………………...11 BAB IV PERAN KB DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU ...........
14
BAB V KESIMPULAN…..…...………………………………………………………………..17 DAFTAR PUSAKA…..…….…………………………………………………………………..18
3
BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan data dari Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia telah menunjukkan penurunan yang signifikan dari tahun 1994 sampai dengan tahun 2007 yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Akan tetapi bila dilihat dari target Millenium Development Goals (MDGs) yakni 110 per 100.000 kelahiran hidup, maka AKI saat ini masih perlu diturunkan lagi. Sumatera Utara menjadi propinsi nomor tiga tertinggi angka fertilitas setelah Nusa Tenggara Timur dan Maluku. Angka Fertilitas Total (TFR) adalah jumlah dari angka kelahiran menurut kelompok umur atau rata-rata jumlah anak yang akan dilahirkan oleh seorang wanita pada akhir masa reproduksi jika mengikuti fertilitas yang berlaku.1 Oleh karena itu upaya penurunan AKI serta peningkatan derajat kesehatan ibu tetap merupakan salah satu prioritas utama dalam penanganan bidang kesehatan. Departemen Kesehatan pada tahun 2000 telah menyusun Rencana Strategis (Renstra) jangka panjang upaya penurunan angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam Renstra ini difokuskan pada kegiatan yang dibangun atas dasar sistem kesehatan yang mantap untuk menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti ilmiah yang dikenal dengan nama "Making Pregnancy Safer (MPS)". Strategi MPS ini mengacu pada 3 pesan kunci yaitu : 1) setiap persalinan ditolong oleh tenaga bidan terlatih, 2) setiap komplikasi obstetrik neonatal mendapat pelayanan yang adekuat, dan 3) setiap wanita usia subur dapat akses terhadap pencegahan kehamilan serta penanganan aborsi yang tidak aman. Penyebab kematian ibu selain karena perdarahan, preeklamsia/eklamsia adalah tingginya paritas pada seorang ibu, yang diikuti rendahnya akses terhadap pelayanan kesehatan. Tingginya paritas seorang ibu, selain mempunyai dampak terhadap angka kesakitan dan kematian ibu juga meningkatkan jumlah penduduk yang tidak terkendali. Pada isu status reproduksi 4 Terlalu (4T) : yaitu keadaan ibu yang terlalu muda (untuk menikah, hamil dan punya anak), usia terlalu tua tetapi masih produktif, kehamilan terlalu
4
sering dan jarak kehamilan terlalu dekat memberi peran penting terhadap penurunan AKI dan pencapaian program Keluarga Berencana.1
5
BAB II KELUARGA BENCANA
2.1
Definisi Keluarga Berencana Menurut World Health Organisation (WHO) expert committee 1997: keluarga berencana adalah tindakan yang membantu pasangan suami istri untuk menghindari kehamilan yang tidak diinginkan, mendapatkan kelahiran yang memang sangat diinginkan, mengatur interval diantara kehamilan, mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami istri serta menentukan jumlah anak dalam keluarga.2 Keluarga berencana menurut Undang-Undang no 10 tahun 1992 (tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera) adalah upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan (PUP), pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera. Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Diharapkan dengan adanya perencanaan keluarga yang matang kehamilan merupakan suatu hal yang memang sangat diharapkan sehingga akan terhindar dari perbuatan untuk mengakhiri kehamilan dengan aborsi.1
2.2
Tujuan Keluarga Berencana (KB)
Gerakan KB dan pelayanan kontrasepsi memiliki tujuan: a. Tujuan demografi yaitu mencegah terjadinya ledakan penduduk dengan menekan laju pertumbuhan penduduk (LLP) dan hal ini tentunya akan diikuti dengan menurunnya angka kelahiran atau TFR (Total Fertility Rate) dari 2,87 menjadi 2,69 per wanita. Pertambahan penduduk yang tidak terkendalikan akan mengakibatkan kesengsaraan dan 6
menurunkan sumber daya alam serta banyaknya kerusakan yang ditimbulkan dan kesenjangan penyediaan bahan pangan dibandingkan jumlah penduduk. Hal ini diperkuat dengan teori Malthus (1766-1834) yang menyatakan bahwa pertumbuhan manusia cenderung mengikuti deret ukur, sedangkan pertumbuhan bahan pangan mengikuti deret hitung. b. Mengatur kehamilan dengan menunda perkawinan, menunda kehamilan anak pertama dan menjarangkan kehamilan setelah kelahiran anak pertama serta menghentikan kehamilan bila dirasakan anak telah cukup. c. Mengobati kemandulan atau infertilitas bagi pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun tetapi belum juga mempunyai keturunan, hal ini memungkinkan untuk tercapainya keluarga bahagia. d. Married Conseling atau nasehat perkawinan bagi remaja atau pasangan yang akan menikah dengan harapan bahwa pasangan akan mempunyai pengetahuan dan pemahaman yang cukup tinggi dalam membentuk keluarga yang bahagia dan berkualitas. e. Tujuan akhir KB adalah tercapainya NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera) dan membentuk keluarga berkualitas, keluarga berkualitas artinya suatu keluarga yang harmonis, sehat, tercukupi sandang, pangan, papan, pendidikan dan produktif dari segi ekonomi. 2.3
Sasaran Program KB
a. Sasaran Langsung Pasangan usia subur yaitu pasangan yang wanitanya berusia antara 15 - 49 tahun, Karena kelompok ini merupakan pasangan yang aktif melakukan hubungan seksual dan setiap kegiatan seksual dapat mengakibatkan kehamilan. PUS diharapkan secara bertahap menjadi peserta KB yang aktif lestari sehingga memberi efek langsung penurunan fertilisasi. b. Sasaran Tidak Langsung 1) Kelompok remaja usia 15 - 19 tahun, remaja ini memang bukan merupakan target untuk menggunakan alat kontrasepsi secara langsung tetapi merupakan kelompok yang beresiko untuk melakukan hubungan seksual akibat telah berfungsinya alat-alat reproduksinya. Sehingga program KB disini lebih berupaya promotif dan preventif untuk mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan serta kejadian aborsi. 7
2) Organisasi-organisasi, lembaga-lembaga kemasyarakatan, instansi-instansi pemerintah maupun swasta, tokoh-tokoh masyarakat (alim ulama, wanita, dan pemuda), yang diharapkan dapat memberikan dukungannya dalam pelembagaan NKKBS. 3) Sasaran wilayah dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi. 2.4
Akseptor Keluarga Berencana
Akseptor Keluarga Barencana (KB) adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang menggunakan salah satu alat/obat kontrasepsi (BKKBN, 2007) - Jenis-jenis Akseptor KB a. Akseptor Aktif adalah: Akseptor yang ada pada saat ini menggunakan salah satu cara/alat kontrasepsi untuk menjarangkan kehamilan atau mengakhiri kesuburan. b. Akseptor Aktif Kembali adalah : Pasangan Usia Subur yang telah menggunakan kontrasepsi selama tiga bulan atau lebih yang tidak diselingi suatu kehamilan, dan kembali menggunakan cara alat kontrasepsi baik dengan cara yang sama maupun berganti cara setelah berhenti/istirahat kurang lebih tiga bulan berturut-turut dan bukan karena hamil. c. Akseptor KB Baru adalah: Akseptor yang baru pertama kali menggunakan alat/obat kontrasepsi atau PUS yang kembali menggunakan alat kontrasepsi setelah melahirkan atau abortus. d. Akseptor KB Dini adalah: Para ibu yang menerima salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 2 minggu setelah melahirkan atau abortus. e. Akseptor Langsung : Para Istri yang memakai salah satu cara kontrasepsi dalam waktu 40 hari setelah melahirkan atau abortus. f. Akseptor dropout adalah: Akseptor yang menghentikan pemakaian kontrasepsi lebih dari 3 bulan (BKKBN, 2007). 2.5
Jenis- Jenis Alat Kontrasepsi1 8
Istilah kontrasepsi berasal dari kata kontra dan konsepsi. Kontra berarti “melawan” atau “mencegah”, sedangkan konsepsi adalah pertemuan antara sel telur yang matang dengan sperma yang mengakibatkan kehamilan. Maksud dari kontrasepsi adalah menghindari/mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat adanya pertemuan antara sel telur dengan sel sperma. Untuk itu, berdasarkan maksud dan tujuan kontrasepsi, maka yang membutuhkan kontrasepsi adalah pasangan yang aktif melakukan hubungan seks dan keduaduanya memiliki kesuburan normal namun tidak menghendaki kehamilan (Suratun, 2008).
Dalam konteks gerakan KB nasional, konsep mandiri merupakan suatu inovasi baru dimana titik berat dalam penawaran dalam awal pelaksanaan program KB, berubah menjadi fokus permintaan. Dengan kata lain mandiri dalam program KB meminta masyarakat untuk berinisiatif serta berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan yang berhubungan dengan perencanaan keluarga, khususnya kebutuhan alat kontrasepsi di tempat pelayanan KB. Pelayanan kontrasepsi sebagai sebagian dari pelayanan KB merupakan bagian dari pelayanan kesehatan, jenis pelayanan yang dapat diberikan kepada konsumen pada kemampuan fasilitas kesehatan dan ini berhubungan dengan jenjang pelayanan. Fasilitas pelayanan KB professional dapat bersifat teknik statis atau mobile ( TKBK, Pusling ) dan diselenggarakan oleh tenaga professional, yaitu dokter spesialis, dokter umum, bidan atau perawat kesehatan. Pelayanan yang mobile diperlukan untuk menjangkau pedesaan yang terpencil. Fasilitas pelayanan KB professional statis meliputi pelayanan KB sederhana, lengkap, sempurna dan paripurna. Fasilitas pelayanan KB sederhana menyediakan jenis alat kontrasepsi seperti kondom, obat vaginal, pil KB, suntik KB, IUD, menanggulangi efek samping, dan berupaya rujukan. Tenaga pelaksanannya minimal perawat kesehatan atau bidan yang dilatih. Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah kehamilan. Upaya ini bersifat sementara dapat juga bersifat permanen, penggunaan alat kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas, konsumen memerlukan kontrasepsi dengan kemampuan yang dapat dipercayai untuk mencegah kehamilan. Alat kontrasepsi yang bermutu minimal memiliki ciri-ciri sebagai berikut : punya daya guna, aman, estestis, mudah didapat, tidak memerlukan motivasi terus- menerus dan 9
efek sampingnya sedikit-dikitnya. Angka-angka konkret mengenai jumlah konsumen yang harus menderita akibat komplikasi pemakaian KB, jumlah kegagalan alat kontrasepsi, berapa banyak pengguna KB yang dapat ditolong ataupun tidak dan berapa jumlah akseptor yang harus drop – out.2 Jenis-jenis alat kontrasepsi untuk mencegah kehamilan adalah : 1. IUD ( INTRA UTERINA DEVICE) IUD ( INTRA UTERINA DEVICE ) atau Alat Kontrasepsi Dalam Rahim atau AKDR adalah alat kontrasepsi yang terbuat dari plastik yang halus dan berbentuk spiral atau lainnya yang dipasang ke dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter dan bidan yang sudah dilatih. Kontra indikasi pemasangan IUD / AKDR : 1. Adanya sangkaan kehamilan 2. Pendarahan di saluran kencing Efektivitas : Sangat efektif, yaitu 0,5 – 1 kehamilan per 100 perempuan selama satu tahun penggunaan. 2 . IMPLANT Adalah alat kontrasepsi yang berbentuk kecil seperti karet elastis yang ditanam dibawah kulit dan pemakain alat ini dalam jangka waktu 3 – 5 tahun. Kontraindikasi
penggunaan
IMPLANT
:
Pada
kebanyakan
klien
dapat
menyebabkan perubahan pola haid berupa bercak Pendarahan ( spotting, hipermenorea serta amenorea ). Evektivitas : Sangat efektif ( kegagalan 0,2 – 1 kehamilan per 100 perempuan ). 3 . MOW ( Metode Operatif Wanita ) Metode Operatif Wanita adalah metode operasi melalui operasi rongga perut dengan pemotongan pada tubapalopi. Sehingga dengan demikian tidak akan terjadi pembuahan. Kontraindikasi penggunaan MOW : Alergi terhadap obat anastesi, berat badan berlebihan ( obesitas ), infeksi pada saat melahirkan ( intrapartum ) dan nifas. Efektivitas : Sangat efektif ( gagal 0,1 – 0,7 per 100 perempuan. BAB III ANGKA KEMATIAN MATERNAL Secara definisi, menurut Depkes, Kematian ibu adalah kematian yang terjadi pada ibu hamil, bersalin dan nifas (sampai 42 hari setelah bersalin), sebagai akibat dari 10
kelainan yang berkaitan dengan kehamilannya atau penyakit lain yang diperburuk oleh kehamilan, dan bukan karena kecelakaan. Beberapa ahli menyebut kematian ibu adalah ukuran penting dari kematian suatu bangsa dan masyarakat serta mengindikasikan kesenjangan dalam kesehatan dan akses ke pelayanan kesehatan. Kematian ibu merupakan permasalahan kesehatan publik global dan penurunan kematian ibu adalah prioritas agenda kesehatan dan politik di setiap negara.3 Sementara WHO mendefinisikan kematian ibu sebagai “kematian wanita saat hamil atau 42 hari setelah kehamilan berakhir, tanpa melihat lamanya kehamilan dan lokasi persalinan, karena sebab apapun terkait atau dipicu oleh kehamilan atau komplikasi dan manajemennya namun bukan karena sebab-sebab kecelakaan atau insidental”. Sementara terdapat dua alternatif alat ukur baru kematian ibu terkait dengan kehamilan, yaitu: 1.
Kematian maternal lanjut (late maternal death) – Kematian yang diakibatkan
penyebab obstetric langsung dan tidak langsung lebih dari 42 hari namun kurang dari 1 tahun (antara 42 hari – 1 tahun) setelah melahirkan (after termination of pregnancy). 2.
Kematian terkait kehamilan (pregnancy-related death) – Kematian ibu yang
terjadi selama kehamilan atau 42 hari setelah melahirkan, tanpa melihat penyebabnya, obstetric langsung dan tidak langsung (oleh sebab apapun). Kematian ibu terkait kehamilan (pregnancy-related death) sangat berguna ketika penyebab kematian sulit ditentukan dan ketika semua kematian di daerah itu disebabkan karena kehamilan. 3.1 Upaya safe motherhood Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi baru lahir harus melalui jalan yang terjal. Terlebih kala itu dikaitkan dengan target Millenium Development Goals (MDGs) 2015, yakni menurunkan angka kematian ibu (AKI) menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup, dan angka kematian bayi (AKB) menjadi 23 per 100.000 kelahiran hidup yang harus dicapai. Waktu yang tersisa hanya tinggal tiga tahun ini, tidak akan cukup untuk mencapai sasaran itu tanpa upaya-upaya yang luar biasa.4
11
Menurut hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001, penyebab langsung kematian ibu hampir 90 persen terjadi pada saat persalinan dan segera setelah persalinan. Sementara itu, risiko kematian ibu juga makin tinggi akibat adanya faktor keterlambatan, yang menjadi penyebab tidak langsung kematian ibu. Ada tiga risiko keterlambatan, yaitu terlambat mengambil keputusan untuk dirujuk (termasuk terlambat mengenali tanda bahaya), terlambat sampai di fasilitas kesehatan pada saat keadaan darurat dan terlambat memperoleh pelayanan yang memadai oleh tenaga kesehatan.. Upaya terobosan yang paling mutakhir adalah program Jampersal (Jaminan Persalinan) yang digulirkan sejak 2011. Program Jampersal ini diperuntukan bagi seluruh ibu hamil, bersalin dan nifas serta bayi baru lahir yang belum memiliki jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan. Keberhasilan Jampersal tidak hanya ditentukan oleh ketersediaan pelayanan kesehatan namun juga kemudahan masyarakat menjangkau pelayanan kesehatan disamping pola pencarian pertolongan kesehatan dari masyarakat, sehingga dukungan dari lintas sektor dalam hal kemudahan transportasi serta pemberdayaan masyarakat menjadi sangat penting. Melalui program ini, pada tahun 2012 Pemerintah menjamin pembiayaan persalinan sekitar 2,5 juta ibu hamil agar mereka mendapatkan layanan persalinan oleh tenaga kesehatan dan bayi yang dilahirkan sampai dengan masa neonatal di fasilitas kesehatan. Program yang punya slogan Ibu Selamat, Bayi Lahir Sehat ini diharapkan memberikan kontribusi besar dalam upaya percepatan penurunan angka kematian ibu dan bayi baru lahir.5 Tahun 1990-1991, departemen kesehatan dibantu WHO, UNICEF, UNDP melaksanakan Assessment Safe Motherhood. Suatu hasil dari kegiatan adalah rekomendasi Rencana Kegiatan
Lima Tahun Departemen Kesehatan menerapkan
rekomendasi tersebut dalam bentuk strategi operasional untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu (AKI). Sasarannya adalah menurunkan AKI dari 450 per 100 000 kelahiran hidup pada tahun 2000. a.
Keluarga berencana yang memastikan bahwa setiap orang /pasangan mempunyai
akses ke informasi dan pelayanan KB agar dapat merencanakan waktu yang tepat untuk 12
kehamilan , jarak kehamilan, jumlah anak . Dengan demikian diharapkan tidak ada kehamilan yang diinginkan. Kehamilan yang masuk kategori “ 4 terlau”, yaitu termuda atau terlalu tua untuk kehamilan, terlalu sering hamil dan terbanyak anak. b. Pelayanan antenatal, untuk mencegah adanya komplikasi obstetric mungkin dan memastikan bahwa komplikasi dideteksi sedini mungkin serta ditangani secara memadai. c. Persalinan yang aman , memastikan bahwa semua penolong persalinan mempunyai pengetahuan, keterampilan dan alat untuk member pertolongan yang aman dan bersih serta memberikan pelayanan nifas kepada ibu dan bayi d. Pelayanan obstetric esensial, memastikan bahwa pelayanan obstetric resiko tinggi dan komplikasi tersedia bagi ibu hamil yang membutuhkannya. Keempat intervensi strategis perlu dilaksanakan lewat pelayanan kesehatan dasar dan bersendikan kesetaraan hak dan status bagi wanita.
BAB IV PERAN KELUARGA BERENCANA DALAM MENURUNKAN ANGKA KEMATIAN IBU Kematian Maternal adalah kematian yang berlangsung selama kehamilan, pada saat persalinan dan setelah persalinan sampai batas waktu 42 hari (postpartum) tetapi bukan karena kecelakaan. Di Indonesia kematian ibu melahirkan masih merupakan masalah 13
utama dalam bidang kesehatan. Sampai saat ini Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia menempati teratas di Negara-negara ASEAN, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup. Program KB memiliki peranan dalam menurunkan resiko kematian ibu melalui pencegahan kehamilan, penundaan usia kehamilan serta menjarangkan kehamilan dengan sasaran utama adalah Pasangan Usia Subur (PUS). Sesuai dengan tuntutan perkembangan program, maka program KB telah berkembang menjadi gerakan Keluarga Berencana Nasional yang mencakup gerakan masyarakat. Gerakan Keluarga Berencana Nasional disiapkan untuk membangun keluarga sejahtera dalam rangka membangun sumber daya manusia yang optimal, dengan ciri semakin meningkatnya peran serta masyarakat dalam memenuhi kebutuhan untuk mendapatkan pelayanan KB, (BKKBN,2005). Salah satu strategi dari pelaksanaan program KB sendiri seperti tercantum dalam Rencana
Pembangunan
Jangka
Menengah
(RPJM)
tahun
2004-2009
adalah
meningkatnya penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKPJ) seperti IUD (Intra Uterine Device), implant (susuk) dan sterilisasi. IUD merupakan salah satu jenis alat kontrasepsi non hormonal dan termasuk alat kontrasepsi jangka panjang yang ideal dalam upaya menjarangkan kehamilan. Keuntungan pemakaian IUD yakni memerlukan satu kali pemasangan untuk jangka waktu yang lama dengan biaya yang relatif murah, aman karena tidak mempunyai pengaruh sistemik yang beredar ke seluruh tubuh, tidak memengaruhi produksi ASI dan kesuburan cepat kembali setelah IUD dilepas. Pada Riskesdas 2010, PUS usia 15-49 tahun berstatus kawin dan memakai alat KB tahun 2009 sebanyak (75,7%). Propinsi dengan persentase peserta KB aktif tertinggi adalah Bengkulu (85,5%), Bali (85,1%), dan DKI Jakarta (82%). Sedangkan persentase peserta KB aktif terendah adalah Papua (33,9%), Maluku Utara (59,5%), dan Kepulauan Riau (64,3%). Persentase peserta KB aktif menurut metode kontrasepsi yang sedang digunakan adalah KB suntik dan KB pil yang masih banyak diminati sebagai alat KB oleh pasangan usia subur yaitu masing-masing sebesar (50,2%) dan (28,3%). Sebaliknya Metode Operasi Pria (MOP) dan Metode Operasi Wanita (MOW) merupakan metode kontrasepsi yang terendah diminati oleh Akseptor KB. Berdasarkan metode kontrasepsi menurut propinsi, alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR/IUD) banyak digunakan di Propinsi Bali (47,88%) dan DI Yogyakarta (25,44%) dengan persentase jauh di atas propinsi yang lain. Persentase terendah pemakaian IUD di 14
Kalimantan Selatan (1,78%) dari persentase nasional (4,3%). Begitu pula untuk metode MOW kedua propinsi tersebut relatif lebih tinggi dibandingkan propinsi lainnya yaitu Bali (3,79%) dan DI Yogyakarta (5,1%). Kaitan antara AKB dan AKI dengan Keluarga Berencana adalah pada isu status reproduksi seperti dinyatakan pada diagram kerangka konsep.
Beberapa kajian
menunjukkan keadaan “4 Terlalu” yaitu: keadaan ibu yang terlalu muda (untuk menikah, hamil, dan punya anak), usia terlalu tua tetapi masih produktif, kehamilan terlalu sering, dan jarak kehamilan terlampau dekat. Kondisi ini erat terkait dengan tingginya tingkat kesakitan dan kematian ibu dan anak. Terkait AKB, satu faktor penting adalah umur ibu dibawah 20 tahun meningkatkan resiko kematia neonatal, serta usia ibu di atas 35 tahun meningkatkan resiko kematian perinatal.Odds Ratio AKB dari ibu usia di bawah 20 tahun sebesar 1,4 kali lebih tinggi dari AKB pada ibu usia 20-35 tahun. Untuk mencegah semakin parahnya “4T” tersebut, dilaksanakan program KB di daerah-daerah. Kesertaan KB umumnya sudah tinggi. Persentase kesertaan KB umumnya pada kisaran 60-70%. Alat kontrasepsi yang paling popular umumnya adalah pil dan suntik. Namun studi kualitatif menunjukkan bahwa ketika daya beli alat kontrasepsi sebagian masyarakat rendah, menyebabkan ketidakmampuan ibu-ibu mengatur jarak dan jumlah kelahiran anaknya. Khusus di pedesaan, keinginan mengatur jumlah anak sudah ada, tetapi sebagian besar masih pada tingkat keinginan dan belum dalam praktek. Penyebabnya, karena terbatasnya akses mereka terhadap pelayanan KB, rendahnya kemampuan ekonomi, atau kurangnya independensi ibu (pada banyak kasus, menjadi akseptor KB adalah berdasarkan keputusan suami). Kendala akses pada pelayanan KB akan meningkatkan pula kejadian Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) dan bahkan aborsi illegal Terdapat 3 syarat kondisi upaya kesehatan yang harus dipenuhi, yaitu: manajemen kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Dari sisi manajemen, perencanaan program harus kontinu, bukan berbasis proyek yang hanya jangka pendek dan tidak sustained. Akurasi data menjadi kunci penting bagi perencanaan. Priority 15
setting adalah keahlian yang harus dimiliki para perencana. Tidak ketinggalan, fungsi manajemen (sampai monitoring evaluasi) harus dijalankan dengan cermat dan tepat. Terkait pelayanan kesehatan, ketersediaan tenaga, sarana, prasarana (contohnya alat kontrasepsi) menjadi syarat penting. Program juga harus didukung mekanisme yang memadai dan efektif mencapai lapisan terbawah. Yang ketiga, pemberdayaan masyarakat, partisipasi masayarakat harus digalakkan kembali. Pemanfaatan Posyandu oleh balita menurun drastis sejak krismon tahun 1997 (Depkes, 2004:83). Peran swasta, LSM, dan organisasi kemasyarakatan dalam menurunkan AKI dan AKB harus digalang, diorganisir dengan baik, dan dimobilisasi secara efektif. Ketiga syarat tersebut dapat diupayakan melalui pemantapan kebijakan nasional. Kebijakan yang sudah ada dan bersifat makro, menjadi payung untuk kebijakan teknis di bawahnya. Kebijakan yang tersosialisasi dengan baik, akan menumbuhkan komitmen yang tinggi dari para stakeholders, baik dari segi program maupun pendanaan. Dan semua itu memerlukan strategi advokasi yang sesuai.
BAB V KESIMPULAN Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Secara umum keluarga berencana dapat diartikan sebagai suatu usaha yang mengatur banyaknya kehamilan sedemikian rupa sehingga berdampak positif bagi ibu, bayi, ayah serta keluarganya yang bersangkutan tidak akan menimbulkan kerugian sebagai akibat langsung dari kehamilan tersebut. Penduduk
telah
menyadari
pentingnya
pembatasan
jumlah
anak
demi
peningkatan kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu, Indonesia masih memerlukan 16
program KB, tetapi dengan orientasi berbeda. Targetnya bukan lagi menurunkan angka kelahiran, melainkan meningkatkan kualitas pelayanan pada masyarakat dalam pengaturan kelahiran. Termasuk menyediakan beragam alat kontrasepsi serta membuat masyarakat paham akan alat kontrasepsi yang mereka pilih. Selain itu, program KB juga tetap berusaha agar alat dan pelayanan kontrasepsi mudah didapatkan masyarakat dengan harga yang terjangkau, termasuk mereka dalam kelompok miskin. Dengan adanya program KB ini dapat bermanfaat untuk menurunkan angka kematian ibu di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA 1. Sarwono Prawiroharjo.,Prof.,DR. Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Gramedia. Jakarta. 1997. 2. Ide B. Pengawasan Wanita Hamil dalam : Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran. EGC. 2007. p187-93. 3. Arif Manjoer,.dkk,. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Jilid I. Media Aesculapius. FKUI. Jakarta. 2001 4. Rustam Mochtar,.Prof,. DR,. Sinopsis Obstetri. Jilid II. EGC. Jakarta. 1998 5. Mochtar, Rustam. Diagnosis, Pemeriksaan , Pengawasan , dan Nasihat-nasihat Untuk Ibu hamil in ; Sinopsis Obstetric. Jakarta : EGC. 1990. p. 309-81. 17
18