(OUTREACH ON MANAGEMENT OF DATA AND LESSONS ON READINESS ACTIVITIES/REDD+ DEMONSTRATION ACTIVITIES) Jakarta, Desember 2011
Jakarta, Oktober 2011
Penyusun: Tim Bidang Perubahan Iklim Pusat Standardisasi dan Lingkungan 1. Novia Widyaningtyas, S.Hut, M.Sc 2. Yayan Hadiyan, S.Hut, M.Sc 3. Haryo Pambudi, S.Hut, M.Sc 4. Dinik Indrihastuti, S.Hut 5. Windyo Laksono, S.Hut 6. Erna Rosita, S.Hut Editor: Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc Cover Sampul: Pustanling ISBN: 978-602-98670-2-2 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang menggunakan isi maupun memperbanyak Prosiding ini sebagian atau seluruhnya, baik dalam bentuk fotocopy, cetak, mikrofilm, elektronik maupun bentuk lainnya, kecuali untuk keperluan pendidikan atau non-komersial lainnya dengan mencantumkan sumbernya sebagai berikut: Pusat Standardisasi dan Lingkungan (2011). Prosiding Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+ (Outreach on Management of Data and Lessons on Readiness Activities/REDD+ Demonstration Activities), Jakarta, Desember 2011. Pusat Standardisasi dan Lingkungan, Sekretariat Jenderal, Kementerian Kehutanan. Diterbitkan oleh: Pusat Standardisasi dan Lingkungan – Kementerian Kehutanan Jl. Gatot Subroto, Gd. Manggala Wanabakti Blok VII Lt.8 Jakarta, 10270, Indonesia. Telp/Fax: +62215733433 Email:
[email protected]
ii
KATA PENGANTAR Sejak keputusan COP-13 tentang REDD+ pada 2007 yang mengamanatkan negara pihak untuk dapat melaksanakan kegiatan demonstrasi sebagai sarana pembelajaran untuk pelaksanaan REDD+, Indonesia sebagai salah satu negara berkembang dengan luas kawasan hutan yang signifikan telah banyak melaksanakan kegiatan demonstrasi baik dengan sumber daya sendiri maupun bantuan dari pihakpihak terkait. Penyiapan kerangka kerja (framework) readiness yang mencakup aspek Reference Emission Level/ Reference Level (REL/RL), intervensi kebijakan untuk penanganan penyebab deforestasi dan degradasi hutan, Measurement, Reporting and Verification (MRV), pendanaan dan distribusi manfaat telah dicanangkan sejak tahun 2009. Berbagai inisiatif terkait MRV dan pendanaan telah banyak dilakukan oleh berbagai pihak baik melalui kegiatan penelitian, maupun kegiatan demonstrasi. Data dan informasi yang dihasilkan belum tersusun dengan baik sehingga belum dapat sepenuhnya berfungsi sebagai sarana “learning by doing”. Oleh karena itu dalam rangka membangun kesiapan menuju implementasi penuh REDD+ perlu peningkatan kapasitas dan “awareness raising” dari berbagai stakeholder termasuk dalam hal manajemen data dan informasi dari berbagai penelitian dan pembelajaran dari kegiatan demonstrasi (demonstration activities) yang ada.
“outreach” tersebut dapat diketahui oleh pihak-pihak yang berkepentingan sebagai bahan pertimbangan dalam menyusun langkah tindak lanjut dalam upaya pengembangan DA REDD+ di Indonesia lebih lanjut atau sebagai pembelajaran dalam menyongsong implementasi penuh “REDD+”. Atas terselenggaranya “outreach” serta tersusunnya prosiding ini, kami mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan kontribusinya. Semoga prosiding ini bermanfaat.
Jakarta,
Desember 2011
Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan,
Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc. NIP. 19580108 198603 2 002
Prosiding ini merupakan dokumentasi pelaksanaan 2 (dua) komunikasi stakeholder ”Pengelolaan Data dan Pembelajaran Tentang Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+ (Outreach on Management of Data and Lessons on Readiness Activities/REDD+ Demonstration Activities) yang telah diselenggarakan di Jember, Jawa Timur pada tanggal 16 Desember 2011, dan Padang, Sumatera Barat pada tanggal 22 Desember 2011. Prosiding ini mencakup informasi mengenai pembelajaran dan pengalaman beberapa Demonstration Activities (DA) REDD+, hasil pertemuan dan penelitian terkait REDD+, beserta pandangan, masukan, harapan dan rekomendasi yang dihimpun dari acara tersebut. Dengan disusunnya prosiding ini diharapkan informasi tentang kegiatan
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
iii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.................................................... iii
2.2 Sambutan Rektor Universitas Jember...4
DAFTAR ISI............................................................... v
2.3 Catatan Penyelenggaraan Outreach di Jember - Jawa Timur......................5
DAFTAR SINGKATAN................................................ vii BAB 1 PENDAHULUAN............................................. 1 1.1 Latar Belakang..................................1 1.2 Tujuan.............................................1 1.3 Hasil yang Diharapkan.......................1 1.4 Peserta.............................................1 1.5 Pengorganisasian Pertemuan...............2 BAB 2 PENYELENGGARAAN “OUTREACH” DI JEMBER, JAWA TIMUR............................... 3 2.1 Agenda.............................................3
2.4 Kesimpulan dan Rekomendasi...........15 BAB 3 PENYELENGGARAAN “OUTREACH” DI PADANG, SUMATERA BARAT.................... 17 3.1 Agenda...........................................17 3.2 Sambutan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat...................18 3.3 Catatan Penyelenggaraan Outreach di Padang, Sumatera Barat................19 3.4 Kesimpulan dan Rekomendasi...........30 Lampiran dan Dokumentasi..................................... 31
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
v
DAFTAR SINGKATAN
HKm
: Hutan Kemasyarakatan
HLBC
: Hutan Lindung Bukit Cogong
HPH
: Hak Pengusahaan Hutan
HTI
: Hutan Tanaman Industri
HTR
: Hutan Tanaman Rakyat
: Amerika Serikat
HWP
: Harvested Wood Product
BAKOSURTANAL
: Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
ICRAF
: International Centre for Research in Agroforestry
Baplan
: Badan Planologi
IPB
: Institut Pertanian Bogor
Bappeda
: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah
IPCC
: Intergovernmental Panel on Climate Change
Bappenas
: Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
IPM
: Indeks Pembangunan Manusia
ISO
BAU
: Business as Usual
: International Organization for Standardization
BEP
: Break Event Point
ITTO
BKPH
: Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan
: International Tropical Timber Organization
BKSDA
: Balai Konservasi Sumber Daya Alam
JICA
: Japan International Cooperation Agency
BPMD
: Badan Penanaman Modal dan Promosi Daerah
Kadis
: Kepala Dinas
CCAP
: Center for Clean Air Policy
KBR
: Kebun Bibit Rakyat
CDM
: Clean Development Mechanism
KPHP
: Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi
CER
: Carbon and Environmental Research
LAPAN
: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
CO2
: Karbon Dioksida
LATIN
: Lembaga Alam Tropika Indonesia
COP
: Conference of the Parties
LCC
: Legume Cover Crops
CPO
: Crude Palm Oil
Litbang
: Penelitian dan Pengembangan
CSR
: Corporate Social Responsibility
LPPM
DA
: Demonstration Activity
: Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
DD
: Deforestation and Forest Degradation
LSM
: Lembaga Swadaya Masyarakat
DPRD
: Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
LULUCF
FAO
: Food and Agriculture Organization
: Land Use, Land Use Change, and Forestry
G 20
: Group of Twenty
MOU
: Memorandum of Understanding
GHG
: Green House Gases
MRV
GIS
: Geographic Information System
: Measurement, Reporting, and Verification
GRK
: Gas Rumah Kaca
MURA
: Musi Rawas
HHNK
: Hasil Hutan Non Kayu
NGO
: Non Governmental Organization
AMDAL
: Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
APBD
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN
: Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
AS
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
vii
RTRW
: Rencana Tata Ruang Wilayah
Permenhut : Peraturan Menteri Kehutanan
Satgas
: Satuan Tugas
Perpres
: Peraturan Presiden
SDA
: Sumber Daya Alam
PES
: Payment for Environmental Services
SFM
: Sustainable Forest Management
PHPL
: Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
SKPD
: Satuan Kerja Perangkat Daerah
PSP
: Plot Sampel Permanen
STRANAS
: Strategi Nasional
PT
: Perguruan Tinggi
SUMBAR
: Sumatera Barat
PUSPIJAK
: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan
TN
: Taman Nasional
TNI AD
: Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat
TNKS
: Taman Nasional Kerinci Seblat
TNMB
: Taman Nasional Meru Betiri
UNFCCC
: United Nations Framework Convention on Climate Change
UPT
: Unit Pelaksana Teknis
USA
: United States of America
WG
: Working Group
PAUD
: Pendidikan Anak Usia Dini
PUSTANLING : Pusat Standardisasi dan Lingkungan RAD
: Rencana Aksi Daerah
RED
: Reducing Emission from Deforestation
REDD
: Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation
REL
: Reference Emission Level
RHL
: Rehabilitasi Hutan dan Lahan
RL
: Reference Level
RTH
: Ruang Terbuka Hijau
viii
Daftar Singkatan
BAB 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1.2 Tujuan
Dalam konteks perubahan iklim, hutan dapat berperan baik sebagai sumber emisi gas rumah kaca (Green House Gases) yang dapat meningkatkan pemanasan global maupun sebagai penyerap gas rumah kaca di atmosfir sehingga berkontribusi dalam upaya menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca dimaksud. Dengan peran tersebut, hutan dapat berkontribusi pada mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Salah satu aktivitas mitigasi di sektor kehutanan yang saat ini merupakan agenda utama baik pada proses negosiasi UNFCCC maupun di dalam negeri yaitu pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, peran konservasi, pengelolaan hutan secara berkelanjutan, dan peningkatan stok karbon hutan (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation, role of conservation, sustainable management of forest and enhancing forest carbon stocks) atau dikenal dengan REDD+.
1. Mengkomunikasikan kepada stakeholder informasi mengenai isu perubahan iklim di sektor kehutanan, REDD+ dan perkembangan kesiapan implementasinya;
Sejak COP 13 di Bali pada tahun 2007, Indonesia telah melakukan berbagai persiapan, termasuk Analisis Cepat tentang Kesiapan Indonesia untuk Mengimplementasi REDD dan menyiapkan “Strategi Readiness REDD+”. Sebagai bagian dari upaya membangun kesiapan menuju implementasi REDD+ Indonesia melanjutkan inisiatif terkait REDD+, termasuk peningkatan kapasitas dan “awareness raising” antara lain tentang manajemen data dan informasi yang telah dihasilkan dari berbagai penelitian dan pembelajaran kegiatan demonstrasi (demonstration activities). Pusat Standardisasi dan Lingkungan (Pustanling) di bawah payung kerjasama Forest Carbon Partnership Facility, telah menyelenggarakan pertemuan sosialisasi pengelolaan data dan pembelajaran mengenai kegiatan kesiapan/ kegiatan demonstrasi REDD+ (Outreach on Management of Data and Lessons on Readiness Activities/REDD+ Demonstration Activities). Lokasi yang dipilih untuk kegiatan outreach ini adalah Jember, bekerjasama dengan Universitas Jember. Lokasi lain yang dipilih adalah Padang, bekerjasama dengan Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat.
2. Meningkatkan pemahaman dan kapasitas stakeholder mengenai penanganan isu perubahan iklim, REDD+ serta kesiapan implementasinya; 3. Membangun inisiatif pengelolaan data dan informasi kegiatan kesiapan/DA REDD+.
1.3 Hasil yang Diharapkan 1. Terkomunikasikannya informasi mengenai perubahan iklim di sektor kehutanan, REDD+ dan perkembangan kesiapan implementasinya, kepada para stakeholder; 2. Stakeholder REDD+ mempunyai pemahaman dan kapasitas yang emadai untuk menunjang kesiapan implementasi REDD+; 3. Terwujudnya inisiatif pengelolaan data dan informasi kegiatan kesiapan/demonstrasi.
1.4 Peserta Workshop pertama diselenggarakan di Hotel Panorama, Jember, selama 1 (satu) hari, pada hari Jumat tanggal 16 Desember 2011. Pertemuan diikuti 120 (seratus dua puluh) orang peserta yang merupakan perwakilan dari Dinas Kehutanan daerah (Provinsi dan Kabupaten/ Kota), UPT Kehutanan se - Jawa Timur, Perguruan Tinggi terkait (akademisi, lembaga penelitian dan mahasiswa), NGO, dan perwakilan kelompok masyarakat yang terkait. Worksop kedua dilaksanakan di Hotel Best Western, Padang, selama 1 (satu) hari, pada hari Kamis tanggal 22 Desember 2011. Pertemuan diikuti 120 (seratus dua puluh) orang yang merupakan perwakilan dari Dinas Kehutanan daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), UPT Kehutanan se–Sumatera Barat, Perguruan Tinggi terkait (akademisi, lembaga penelitian dan mahasiswa), NGO, dan perwakilan kelompok masyarakat yang terkait.
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
1
1.5 Pengorganisasian Pertemuan Pertemuan di Jember diisi dengan presentasi dan diskusi yang menyajikan materi sebagai berikut: 1. Gambaran umum mengenai isu perubahan iklim dan hutan/kehutanan; 2. Informasi mengenai pembelajaran dari pengalaman pengelolaan Demonstration Activities (DA) di Taman Nasional Meru Betiri (kegiatan kerjasama Puspijak, TNMB, LATIN dan ITTO); 3. Hasil-hasil penelitian terkait isu perubahan iklim dan REDD+ oleh Lembaga Penelitian Universitas Jember; 4. Informasi mengenai kegiatan pengembangan masyarakat di lokasi DA REDD+ TNMB oleh LATIN.
2
PENDAHULUAN
Sedangkan pertemuan di Padang diisi dengan presentasi dan diskusi yang menyajikan materi sebagai berikut: 1. Gambaran umum mengenai isu perubahan iklim dan hutan/kehutanan; 2. Informasi mengenai pembelajaran dari pengalaman pengelolaan Demonstration Activities (pembelajaran dari Kabupaten Musi Rawas); 3. Hasil-hasil penelitian terkait isu perubahan iklim dan REDD+: partisipasi masyarakat dalam REDD+; 4. Perdagangan Karbon Sukarela: Implementasi skema jasa lingkungan karbon sebagai alternatif pengelolaan daerah hulu berbasis masyarakat di Sumatera Barat (hasil penelitian ICRAF).
BAB 2
PENYELENGGARAAN “OUTREACH” DI JEMBER, JAWA TIMUR 2.1 Agenda Agenda penyelenggaraan “Outreach”di Jember, Jawa Timur seperti pada tabel berikut.
Waktu 08.00 – 09.00
Penanggung Jawab/Pembicara/ Moderator
Kegiatan Registrasi
Panitia
PEMBUKAAN
MC
09.00 – 09.20
Sambutan dan Pembukaan
Rektor Universitas Jember
09.20 – 09.40
Coffee Break 1 Sesi I
Moderator: Dr. Ir. Cahyo Adibowo
09.40 – 10.05
Isu Perubahan Iklim dan Hutan
Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc Ka Pustanling - Kemenhut
10.05 – 10.30
Pembelajaran dari Demonstration Activity REDD+ TN Meru Betiri Puspijak - ITTO
Ir. Ari Wibowo, M.Sc Puspijak – Kemenhut
10.30 – 12.00
DISKUSI
12.00 – 13.30
Ishoma Sesi II
Moderator: Dr. Kacung Hariyono – Universitas Jember
13.30 – 13.55
Kegiatan pengembangan masyarakat di lokasi DA REDD+ TN Meru Betiri
Bp. Arief Aliadi LATIN
13.55 – 14.20
Hasil Penelitian mengenai tutupan lahan dan carbon stock di DA REDD+ TNMB
Bp. Ferry Yanuar dan Dr. Purnomo Siddy Lembaga Penelitian Universitas Jember
14.20 – 15.30
DISKUSI
15.30 – 15.45
Coffee Break 2
15.45 – 16.00
Pembacaan Rumusan
16.00 – 16.15
Penutupan
Ka Pustanling
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
3
2.2 Sambutan Rektor Universitas Jember Yang terhormat Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, yang dalam kesempatan ini diwakili oleh Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan, Yang terhormat Rektor Universitas Brawijaya atau yang mewakili, Dan para undangan serta hadirin yang kami muliakan. Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua. Marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi rahmat kepada kita semua sehingga kita dapat berkumpul di hari Jumat pagi ini, tanggal 16 Desember 2011, khususnya dalam rangka menghadiri pertemuan dengan tema “Sosialisasi Pengelolaan Data dan Pembelajaran mengenai Kesiapan/Kegiatan REDD+ Demonstration Activities” atau “Outreach on Management of Data and Lessons on Readiness Activities / REDD+ Demonstration Activities”. Kegiatan ini merupakan kerjasama antara Pusat Standardisasi dan Lingkungan - Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan dengan Universitas Jember, sebagai bagian dari kegiatan kerjasama Forest Carbon Partnership Facility yang didukung oleh World Bank, dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan c.q. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perubahan Iklim dan Kebijakan sebagai Executing Agency. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih. Adalah suatu kehormatan, saya diundang untuk menyampaikan kata sambutan pada acara ini. Atas nama Universitas Jember, saya ingin menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, khususnya kepada Pusat Standardisasi dan Lingkungan. Dalam kesempatan ini saya juga ingin menyampaikan terima kasih kepada berbagai perwakilan dari Unit Pelaksana, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Perguruan Tinggi, Pemerintah Daerah Kabupaten Jember dan Banyuwangi serta mitra terkait. Hadirin yang saya hormati, Data yang dikeluarkan FAO melaporkan bahwa angka deforestasi Indonesia 2000-2005 mencapai 1,8 juta hektar per tahun. Laju deforestasi Indonesia 2%
4
PENYELENGGARAAN “OUTREACH”DI JEMBER, JAWA TIMUR
per tahun. Kondisi ini, apabila tidak ada tindakan nyata yang dilakukan diperkirakan kadar pelepasan emisi karbon (CO 2) akan terus meningkat. Oleh karena tingkat kerusakan hutan yang semakin lama semakin tidak terkendali yang terjadi di berbagai negara tropis, maka diperlukan program konservasi dalam pengelolaan hutan lestari untuk menurunkan emisi dari deforestasi dan degradasi lahan hutan serta peningkatan karbon stok di kawasan hutan tropis yang disebut dengan REDD+. Dalam pertemuan negara-negara G20 di Pittsburgh, USA, Indonesia berkomitmen mengurangi emisi karbon (CO2) sebesar 26% pada tahun 2020 dan akan dapat ditingkatkan lagi ke angka 41% dengan dukungan internasional. Angka 14% nya diharapkan berasal dari hutan Indonesia. Dengan ini, Indonesia berkemauan keras untuk membantu dunia menghindari dampak perubahan iklim global. Hadirin yang saya hormati, Program acara topik REDD+ untuk mengantisipasi perubahan iklim global merupakan program yang searah dengan visi Universitas Jember, yaitu mendukung pengembangan wilayah berwawasan lingkungan dalam pembangunan sektor agroindustri. Dengan Visi ini menjadikan semua bagian dari Universitas Jember menjadikan isu lingkungan sebagai bagian dari pengembangan kurikulum pendidikan di Universitas Jember. Universitas Jember meyakini bahwa pembangunan agroindustri dari hulu sampai hilir yang berwawasan lingkungan akan mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Disamping itu, keseimbangan antara ketahanan pangan dan lingkungan dari hulu sampai ke hilir juga akan terjaga. Upaya mengantisipasi dampak perubahan iklim global merupakan prioritas utama bagi Universitas Jember. Komitmen itu ditunjukkan dengan isu strategis perubahan iklim yang diimplementasikan dalam rencana induk penelitian Universitas Jember. Langkah untuk mengantisipasi dampak perubahan iklim merupakan bagian dalam pengembangan penelitian melalui program pengembangan sistem pertanian berkelanjutan dan pemanfaatan serta konservasi sumberdaya alam hayati. Universitas Jember sangat berterima kasih mendapat kehormatan berperan
serta dalam upaya kegiatan REDD+ dan mendukung sepenuhnya pelaksanaan program ini. Demikian sambutan pembukaan kami dan terima kasih atas perhatian Bapak/Ibu/dan para hadirin semuanya. Semoga pertemuan ini memberikan hasil yang bermanfaat bagi keberlangsungan lingkungan hidup untuk mendukung program pembangunan bangsa. Akhir kata, dengan mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, saya nyatakan pertemuan “Sosialisasi Pengelolaan Data dan Pembelajaran mengenai Kesiapan/Kegiatan REDD+ Demonstration Activities” pada hari ini, secara resmi, dibuka. Jember, 16 Desember 2011 Rektor Universitas Jember, Dr.Ir. T. Sutikto, M.Sc.
2.3 Catatan Penyelenggaraan Outreach di Jember - Jawa Timur 2.3.1 Ringkasan Fase implementasi REDD+ pasca 2012 yang sudah semakin dekat, mengharuskan Indonesia telah dapat mengambil kebijakan maupun untuk aplikasi di tingkat nasional. Namun sampai saat ini belum tersusun dengan baik data dan informasi yang dihasilkan. Oleh karena itu dalam rangka membangun kesiapan menuju implementasi REDD+ perlu peningkatan kapasitas dan “awareness raising” dari berbagai stakeholder terhadap manajemen data dan informasi yang telah dihasilkan dari berbagai penelitian dan pembelajaran dan pengalaman kegiatan demonstrasi (demonstration activities) yang ada. Pusat Standardisasi dan Lingkungan (Pustanling) - Kementerian Kehutanan dengan dukungan dan kegiatan kerjasama Forest Carbon Partnership Facility, telah menyelenggarakan pertemuan sosialisasi pengelolaan data dan pembelajaran mengenai Kegiatan kesiapan/kegiatan demonstrasi (Outreach on Management of Data and Lessons on Readiness Activities/REDD+ Demonstration Activities). Workshop pertama diselenggarakan di
Hotel Panorama, Jember, selama 1 (satu) hari, pada hari Jumat tanggal 16 Desember 2011. Pertemuan diikuti 120 (seratus dua puluh) orang peserta yang merupakan perwakilan dari Dinas Kehutanan daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), UPT Kehutanan se - Jawa Timur, Perguruan Tinggi terkait (akademisi, lembaga penelitian dan mahasiswa), NGO, dan perwakilan kelompok masyarakat yang terkait. Pertemuan ini bertujuan untuk mengkomunikasikan ke stakeholder informasi mengenai isu perubahan iklim di sektor kehutanan, REDD+ dan perkembangan kesiapan implementasinya; meningkatkan kesadaran dan kapasitas stakeholder mengenai penanganan isu perubahan iklim, REDD+ dan kesiapan implementasinya; serta membangun inisiatif pengelolaan data dan informasi kegiatan kesiapan/ DA REDD+. Perubahan iklim di sektor kehutanan di Indonesia merupakan isu dominan karena peran hutan yang tidak hanya penting dari sisi lingkungan tetapi juga ekonomi dan sosial budaya terutama bagi masyarakat yang tinggal di/sekitar hutan. Untuk mengimplementasikan kesepakatan internasional terkait kehutanan dimana peran Indonesia cukup signifikan dalam proses negosiasi memerlukan dukungan basis ilmiah yang kuat. Oleh karenanya peran aktif universitas dan lembaga penelitian sangat diperlukan. Beberapa pembelajaran penting yang diperoleh dari kegiatan demonstrasi (demonstration activities) Taman Nasional Meru Betiri (DA TNMB) adalah sebagai berikut: (1) Diperoleh informasi stok karbon dan biodiversitas di TNMB sebagai kawasan konservasi; (2) Sistem MRV untuk memonitor stok karbon dan biodiversitas tersebut dilakukan dengan melibatkan masyarakat, sehingga terjadi peningkatan kapasitas masyarakat sekitar; (3) Peningkatan kapasitas masyarakat dilakukan dalam bentuk pelatihan MRV dan pelatihan inventarisasi berbasis sumberdaya; (4) Analisis sistem informasi geografis yang menghasilkan klasifikasi tutupan lahan yang diharapkan dapat digunakan sebagai dasar perhitungan stok karbon berbasis citra satelit. Strategi pendekatan masyarakat secara partisipatif dilaksanakan dengan: (1) Rehabilitasi hutan melalui agroforestry; (2) Membuat kesepakatan kerjasama
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
5
(MoU) antara petani dengan pengelola TNMB; (3) Menyusun kriteria dan indikator tentang pelestarian di TNMB secara partisipatif; (4) mengembangkan kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat. Faktor yang menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan DA di TNMB adalah:(1) peningkatan partisipasi masyarakat bisa dilakukan apabila ada sinergi antara tujuan konservasi dan ekonomi; (2) tenaga pendamping masyarakat memiliki komitmen tinggi dan terampil; (3) kerjasama dengan lembaga penelitian dapat digunakan untuk memperkuat argumentasi ilmiah; 4) Pengelola TNMB yang kooperatif dan terbuka untuk pelaksanaan kegiatan.
2.3.2 Sesi Pertama: Presentasi dan Diskusi 2.3.2.1 Presentasi Sesi pertama dipimpin oleh Dr. Ir. Cahyo Adibowo (Ketua Lembaga Penelitian Universitas Jember), dengan menampilkan 2 paparan sebagai berikut: 1. Isu Perubahan Iklim dan Hutan (Dr.Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc – Pusat Standardisasi dan Lingkungan) Isu REDD berkembang pesat sejak dari Bali sampai Cancun. Berdasarkan IPCC report untuk menjaga agar konsentrasi GRK aman, kenaikan temperatur bumi tidak lebih dari 20C (menstabilkan GRK pada kisaran 450 – 550 PPM). Bagaimana upaya untuk mencapai target ini? Salah satu upaya adalah negara maju harus mengurangi emisi 10-40% dibawah emisi 1990 sampai tahun 2020 dan menurunkan emisi sebesar 40 – 95% dibawah emisi tahun 1990 sampai tahun 2050. Negara berkembang perlu menunjukkan kontribusinya yang berupa deviasi emisi dibanding BAU tahun 2020 dan 2050. Inilah yang membuat alot pertemuan di Durban. Janji di Bali belum ada hasilnya, hal ini disebabkan salah satunya oleh terjadinya krisis di AS dan Eropa, bencana alam tsunami di Jepang, sehingga terjadi penundaan pemenuhan target penurunan emisi. Negara kepulauan kecil menuntut ambisi yang lebih besar dari negara maju. Tuntutan 20C ini berat untuk dipenuhi negara maju dalam pertemuan di Durban. Negara maju yang saat ini dalam Kyoto Protokol, apabila berkomitmen menurunkan emisi 100% pun hanya mampu menurunkan emisi tidak lebih 30%. Dengan demikian, 70% lagi harus dipenuhi oleh
6
PENYELENGGARAAN “OUTREACH”DI JEMBER, JAWA TIMUR
negara yang saat ini tidak ikut Kyoto Protokol, ditambah kontribusi negara berkembang. Untuk mencapai kesepakatan terhadap isu-isu yang masih belum selesai di Durban akan ada working group khusus yang bekerja antara tahun 2012 – 2015, yaitu Ad Hoc Working Group on Durban Platform for Enhanced Action (DPEA). Komitmen lebih lanjut berdasar DPEA tentang penurunan emisi kemungkinan baru akan efektif sekitar tahun 2020 karena terdapat proses ratifikasi pada parlemen di negara masing-masing. Persoalan berat dalam negosiasi adalah tuntutan tentang historical responsibilities oleh negara berkembang terhadap negara maju. Meskipun negara maju memenuhi 100% komitmennya, akan sulit untuk dapat mengurangi emisi sebesar yang diharapkan untuk dapat mempertahankan kenaikan suhu di bawah 2oC tanpa ada kontribusi negara berkembang (non-Annex I) terutama yang telah mengalami kemajuan pesat dalam pembangunan ekonominya. Isu penurunan emisi memerlukan dukungan seluruh masyarakat untuk dapat mempertahankan dunia dengan tetap mempertahankan prinsip “common but differentiated responsibilities (CBDR)”. Kehutanan adalah salah satu isu yang terkait erat dengan perubahan iklim. Kegiatan kehutanan dapat berkontribusi baik dalam mitigasi maupun adaptasi perubahan iklim. Keberhasilan kegiatan mitigasi akan berkontribusi terhadap adaptasi, demikian pula sebaliknya. Hutan berperan baik sebagai penyerap dan penyimpan GRK (sink) maupun sebagai sumber emisi (source). Dalam pertemuan COP 17 di Durban, sejumlah negara maju yang berkomitmen menurunkan emisi dengan target tertentu mensyaratkan dimasukkannya sejumlah kegiatan di bawah LULUCF yang dalam aspek metodologisnya masih terdapat sejumlah kendala. Indonesia sudah menetapkan target penurunan emisi nasional sampai tahun 2020 sebesar 26% dengan sumberdaya dalam negeri dan 41% bila ada dukungan internasional. Penurunan emisi ini akan dicapai melalui kegiatan: 1. Pengelolaan lahan gambut yang berkelanjutan 2. Pengurangan laju deforestasi dan degradasi hutan 3. Pengembangan proyek penyerapan karbon pada sektor kehutanan dan pertanian 4. Mempromosikan energi efisiensi
5. Pengembangan sumber energi alternatif dan energi terbarukan 6. Pengurangan limbah padat dan limbah cair. Penentuan target pengurangan emisi dari sektor kehutanan dan lahan gambut berdasarkan kondisi business as usual (BAU) tahun 2020 yaitu 14% dari 26% target nasional. Berikut adalah cuplikan dari Peraturan Presiden No. 71 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Inventarisasi Gas Rumah Kaca Nasional yang terkait dengan penyelengaraan inventarisasi GRK nasional yang memerlukan dukungan riset, yaitu Pasal 4 ayat 1: Penghitungan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon dilakukan dengan: 1. menggunakan data aktivitas di masing-masing sumber emisi dan penyerapnya termasuk simpanan karbon; 2. menggunakan data aktivitas pada tahun yang sama; 3. menggunakan faktor emisi dan faktor serapan lokal.
penanganan oleh semua stakeholders secara sinergis. 2. Pembelajaran dari DA REDD+ TN Meru Betiri – ITTO (Ir. Ari Wibowo, M.Sc – Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan) Perubahan Iklim adalah isu global tapi pelaksanaannya terkait di lapangan. Di tingkat global kesepakatan masih diperdebatkan tapi di tingkat lokal isu dan aktivitasnya sudah berkembang pesat. Program DA REDD+ di Taman Nasional Meru Betiri merupakan kerjasama antara Kementerian Kehutanan, ITTO, LATIN, Taman Nasional Meru Bertiri (TNMB). Tujuan utama REDD+ adalah menurunkan emisi GRK yang konsisten dengan tujuan UNFCCC untuk mencapai stabilitas konsentrasi GRK di atmosfir pada tingkat yang tidak membahayakan sistem iklim global. Lingkup REDD+ terdiri atas penurunan emisi dari deforestasi, penurunan emisi dari degradasi hutan, konsentrasi stok karbon hutan, pengelolaan hutan lestari, peningkatan karbon stok. Selanjutnya disampaikan latar belakang kegiatan REDD+ dilakukan di TNMB yaitu:
Selanjutnya pada Pasal 8 ayat 1: Menteri terkait dan/ atau Kepala Lembaga Pemerintah Non Kementerian yang terkait dengan ruang lingkup inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), bertugas untuk:
1. Besarnya kontribusi LULUCF dalam emisi GRK
1. Menyelenggarakan inventarisasi GRK.
4. Pembelajaran melalui pelaksanaan DA REDD+
2. Menyusun kecenderungan perubahan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya.
5. DA REDD+ mewakili berbagai kondisi, lokasi geografi di Indonesia
3. Mengembangkan metodologi inventarisasi dan faktor emisi atau serapan GRK berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan. Penutup: 1. Perubahan Iklim tidak hanya merupakan isu lingkungan, namun juga isu pembangunan, keadilan, kesetaraan dan kepentingan ekonomi. 2. Isu Perubahan iklim memerlukan pemecahan di semua level dan sektor mulai dari lokal, nasional dan global secara sinergis. 3. Isu Perubahan Iklim memerlukan dukungan hampir semua bidang ilmu, dan memerlukan
2. Indonesia berkomitmen dalam penurunan emisi 26% 3. LULUCF berkontribusi terhadap penurunan emisi, salah satunya REDD+
6. TNMB mewakili kawasan konservasi yang mendapatkan ancaman karena deforestasi dan degradasi yang tidak terencana 7. Dukungan dari ITTO dan partner. Sampai tahun 2012 sebenarnya masih fase persiapan. Di Indonesia ada sekitar 40 Demonstration Activities (DA). DA di TNMB adalah salah satu dari DA yang mewakili kawasan konservasi. Pelaku dan penanggungjawab kegiatan DA REDD+ di TNMB adalah beberapa pihak antara lain Puspijak, TNMB dan Lembaga Alam Tropika (LATIN). Jangka waktu DA REDD+ ini antara 2010 – 2013. Dana kegiatan sebesar US$ 973.388 yang berasal dari ITTO. Beberapa aspek yang dilakukan dalam kegiatan ini berupa kegiatan
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
7
MRV, perhitungan RL, peningkatan kapasitas para pihak dan kegiatan yang berorientasi pada pelibatan masyarakat dalam kegiatan REDD. Tujuan kegiatan DA REDD+ di TNMB dibagi dalam dua bentuk yaitu tujuan umum memberikan kontribusi melalui partisipasi masyarakat dalam konservasi hutan dan tujuan khusus, yaitu: (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui partisipasi dalam REDD+ dan keanekaragaman hayati; dan (2) membangun sistem yang kredibel untuk pemantauan REDD dan REDD+ yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (MRV). Kegiatan lapangan sudah masuk pada tahun kedua dari empat tahun yang direncanakan, yaitu berupa pelatihan MRV pada masyarakat, inventarisasi berbasis sumberdaya seperti pemetaan sederhana, agroforestri, hidrologi dan pengukuran karbon. Plot sample permanent (PSP) di TNMB sudah dibuat sebanyak 40 PSP. Peluang dan tantangan yang dihadapi dari kegiatan ini adalah: 1. Mekanisme REDD+ sebagai mekanisme wajib masih dalam tahap perkembangan 2. Belum terbentuk sistem MRV di tingkat nasional sebagai acuan 3. Peluang untuk mengacu pada voluntary carbon dengan tingkat emisi yang rendah 4. Peluang dan tantangan menuju fund base project 5. Tantangan dalam upaya peningkatan partisipasi dan tingkat kehidupan masyarakat yang menuju upaya mitigasi. Sedangkan pembelajaran dari DA REDD+ di TNMB adalah sebagai berikut: 1. Hutan konservasi di TNMB umumnya masih dalam kondisi yang baik, kaya biodiversitas dan stok karbon 2. Tantangan dan proses belajar untuk REDD+ di kawasan konservasi dengan tingkat deforestasi rendah dan kaya akan nilai konservasi 3. Masyarakat adalah komponen penting dalam REDD+ 4. Informasi stok karbon di TNMB sebagai kawasan konservasi.
8
PENYELENGGARAAN “OUTREACH”DI JEMBER, JAWA TIMUR
2.3.2.2 Diskusi Diskusi pada sesi pertama terdapat beberapa pertanyaan dari peserta workshop sebagai berikut: 1. Hari Sulistiyowati - Dosen Universitas Jember Pertanyaan 1: Problem yang dihadapi sampai saat ini, tidak ada mekanisme kontrol yang jelas. Program penurunan emisi sudah berlangsung lama tapi hasilnya belum jelas. Bagi developing country masih dibutuhkan aktivitas untuk pembangunan sehingga emisi masih mungkin terjadi, apakah mekanisme reward and punishment untuk negara seperti ini? Hal ini menunjukkan komitmen negara maju dan negara berkembang berbeda. Jawaban 1: Berkaitan dengan komitmen, reward and punishment, UNFCCC basisnya konsensus sehingga tidak ada secara langsung diatur masalah reward and punishment, tetapi ada mekanisme pelaporan dan evaluasi. Punishment/rewardnya dalam bentuk lain dan tidak secara langsung, misalnya dalam perdagangan kayu, seperti penerapan ISO tentang “carbon footprint” untuk setiap lembaga atau produk. Setiap industri dan organisasi didorong untuk memiliki data tentang carbon footprint mereka. Pertanyaan 2: Masyarakat akan proaktif menanam sendiri jika mereka mendapatkan outcome dari aktivitas yang mereka lakukan. Apakah penghasilan yang akan didapatkan oleh masyarakat jika ikut mekanisme ini? Jawaban 2: Kegiatan yang termasuk dalam kerangka penurunan emisi 26% belum jelas berasal dari lokasi yang mana saja dan apa perlakuan terhadap hutan berbasis masyarakat. Kegiatan yang dilakukan masyarakat semestinya selaras dengan kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah. Pertanyaan 3: Data terkait dengan bulk density untuk tiap jenis sangat minim. Yang ada hanya untuk jenis komersil saja. Tiap jenis tumbuhan memiliki bulk density
yang berbeda dan bahkan untuk jenis yang sama tapi tumbuh pada tempat berbeda pasti bulk densitynya berbeda. Dan siapa yang akan mengelola data? Jawaban 3: Mengenai data, sesuatu yang sangat menarik dan diskusi tentang hal ini tidak pernah ada ujungnya. Kita punya berapa ribu/ratus jenis pohon? Bagaimana kita bisa menyajikan data yang berkontribusi di tingkat nasional, hal ini masih perlu didiskusikan lebih lanjut. 2. Bapak Sunandar - Balai Besar BKSDA Jatim, Wilayah III Pertanyaan 1: Untuk kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) apakah bisa dikaitkan dengan REDD+. Bagaimana nilai jual REDD+, apakah bisa sama dengan nilai jual kayu? Kalau nilai jual sengon lebih tinggi dari karbon maka masyarakat akan menebang dan sebaliknya. Jadi harga karbon bisakah lebih tinggi dari bisnis kayu?Jawaban 1: Kalau kita hitung berdasarkan default UNFCCC nilainya rendah. Apabila masih merefer pada CDM, sebagai contoh jika menanam sengon maka akan ada penyerapan dan kalau sampai umur tertentu harus ditebang untuk produksi. Meskipun pada batas maksimum pertumbuhan tidak akan menyerap karbon lagi, tetapi tetap penting sebagai penyimpan karbon. Pertanyaan 2: Berapa luasan minimal (hektar) untuk program REDD? Sehingga masih bisa BEP dibanding biaya audit (validasi dan verifikasi). Biaya validasi dan verifikasi sangat berat bagi masyarakat. Jawaban 2: Kegiatan REDD+ didesain untuk level nasional. Negara perlu melaporkan perkembangan kegiatan penurunan emisi/peningkatan stok/penghindaran emisi. Kalau mendapatkan insentif logikanya harus diatur pada tingkat nasional. Kita tidak bicara seperti CDM yang menghitung luas minimum karena berbasis lokasi. Sedangkan REDD+ desainnya nasional yang berarti basisnya nasional. REDD pendekatan nasional dan aktivitasnya bisa dilakukan di tingkat sub nasional
(provinsi, kabupaten, tapak). Beberapa hal terkait yang harus diperhatikan adalah sebagai berikut: 1. Berkaitan dengan kegiatan reporting disampaikan bahwa setiap negara harus melaporkan hasil dan membuat laporan nasional dalam bentuk national communication yang dilakukan setiap periode tertentu. 2. Untuk menghitung GRK, kita terikat dengan IPCC guideline. Negara maju saja masih butuh waktu yang lama. Guidance dari IPCC sudah ada. Yang dituntut dari kita adalah improvement dari waktu ke waktu. 3. Dalam national communication akan di-review oleh internasional. Negara maju punya kewajiban. Kita janji menurunkan emisi 26%, apakah bisa dilakukan? 4. Kegiatan yang dilakukan di TNMB bisa di scale up untuk areal yang lebih luas. 3. Bapak Sunaryo dari Dinas Kehutanan Provinsi Jawa Timur Pertanyaan 1: Berdasarkan apa yang kita lihat di Jatim, apakah metode yang paling praktis untuk menghitung karbon sehingga petani juga bisa menghitung. Mana metode yang bisa diakui internasional tapi bisa dilakukan petani? Jawaban 1: Untuk mengetahui berapa perubahan stok karbon apakah kita mengurangi atau menambah emisi bisa diketahui berdasarkan ground base inventory dikombinasikan dengan data “remote sensing”. Brazil menggunakan remote sensing karena mereka beranggapan tidak perlu ground base inventory (tidak ada masalah penutupan awan). Metodologi banyak sekali, agar comparable dengan internasional, Badan Litbang Kehutanan bekerjasama dengan perguruan tinggi untuk sosialisasi dan training. Metode sangat praktis ada, tapi apakah bisa diterima internasional (UNFCCC) perlu dipertanyakan. Masyarakat awam butuh menghitung karbon yang sederhana tapi harus didahului oleh kegiatan penelitian oleh scientist agar masyarakat bisa mengukur dengan sederhana. Metode yang paling bagus adalah destruktif sampling dan menghasilkan persamaan allometrik. Masyarakat tinggal mengukur diameter saja.
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
9
Pertanyaan 2: Hutan rakyat banyak yang sudah dapat sertifikat LEI. Kapan dilakukan perdagangan karbon untuk aktivitas masyarakat yang sepeti ini? Jawaban 2: Terkait perdagangan karbon, beberapa pihak sudah menjaga hutan dan menanam hutan rakyat, dan menanyakan kapan menghasilkan dana karbon? Ternyata mekanisme perdagangan karbon tidak sesederhana itu. CDM membutuhkan syarat ditanam pada lahan kritis dan terdegradasi sebelum tahun 1990. Dengan isu perubahan iklim ternyata membangkitkan kesadaran semua pihak bahwa isu ini (perubahan iklim) tidak mengenal sektor. Semua jenis tanaman memiliki kandungan karbon. Bahkan, sawit yang didiskusikan banyak pihak juga punya potensi menyerap karbon yang cukup jika ditanam pada areal terdegradasi. Tapi jangan membangun kelapa sawit pada areal yang hutannya masih bagus, karena akan mengurangi cadangan karbon pada areal tersebut. Nilai positif dari isu perubahan iklim minimal sudah memberikan kesadaran semua pihak bahwa perbaikan lingkungan mesti dilakukan secara bersama dan oleh hampir semua sektor. Pertanyaan 3: Istilah REDD+, apakah dikaitkan dengan kesepakatan baru? Jawaban 3: Mengenai metode, REDD+ ada guidance keputusan COP 15 Kopenhagen dan 16 di Cancun yang perlu kita hitung adalah perubahan tutupan lahan dan perubahan stok karbon. Untuk memonitor perubahan tutupan lahan bisa dilakukan dengan remote sensing, wali datanya Bakosurtanal. Kegiatan yang termasuk dalam lingkup REDD+ adalah:
Kalau ada yang melakukan perdagangan karbon kemungkinan dalam bentuk CSR. 4. Agus - Mahasiswa FISIP Universitas Jember Pertanyaan 1: Sharing tentang peraturan. Hutan paru-paru dunia. Beberapa bulan ini, banyak isu korupsi politik tapi jarang yang membiacarakan isu korupsi Sumberdaya Alam (SDA). Bagaimana korupsi SDA setiap hari, yang setiap hari terjadi deforestasi dan sisi lain pemerintah ada program menanam satu milyar pohon. Jawaban 1: Semboyan Nelson Mandela tentang perlunya rekonsiliasi antara kulit hitam dan putih. Tidak bisa melanjutkan pertikaian karena perbedaan. Perlu pemikiran besar dan kesabaran besar untuk mencapai kemajuan. Perlu kebersamaan semua pihak untuk mengontrol korupsi. Bagaimana kita mengatasi korupsi kalau semua pihak masih jalan sendiri-sendiri. Pertanyaan 2: Apa program Kementerian Kehutanan untuk mencegah korupsi SDA dan mengurangi deforestasi yang terjadi setiap hari? Jawaban 2: Kadang di lapangan terjadi hal yang kontradiktif antara kebijakan satu dengan lainnya misal antara pembangunan dan perubahan iklim. Apakah semua masyarakat Indonesia punya pemikiran besar dan hati yang besar untuk melakukan perubahan. Untuk itu ada baiknya dalam melakukan perubahan pada kebaikan perlu dimulai dari yang kecil, diri sendiri dan sekarang.
1. Pengurangan emisi dari deforestasi 2. Pengurangan emisi dari degradasi hutan
2.3.3 Sesi Kedua: Presentasi dan Diskusi
3. Menjaga stok karbon 4. Peningkatan stok karbon
2.3.3.1 Presentasi
5. Pengelolaan hutan lestari
Sesi kedua difasilitasi oleh Dr. Kacung Hariyono (Universitas Jember), dengan menampilkan dua paparan sebagai berikut:
Untuk transaksi perdagangan karbon dalam REDD+ belum ada. Di Durban baru mengeksplore aktivitasnya.
10
PENYELENGGARAAN “OUTREACH”DI JEMBER, JAWA TIMUR
1. Kegiatan Pengembangan Masyarakat di Lokasi DA REDD+ TNMB (Ir. Arief Aliadi – LATIN)
4. Pohon banyak dan palawija 5. Pohon banyak dan empon-empon
Kegiatan DA REDD+ di TNMB terlaksana karena kerjasama beberapa pihak antara lain Litbang Kehutanan Kementerian Kehutanan, Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dan Latin. Lokasi kegiatan DA REDD+ di TNMB seluas 58.000 Ha. Pendekatan yang digunakan untuk melakukan DA ini adalah dengan strategi pengembangan masyarakat melalui: 1. Melanjutkan kegiatan pendampingan masyarakat untuk merehabilitasi lahan di TNMB 2. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan rehabilitasi lahan 3. Rehabiltasi hutan melalui agroforestry 4. Membuat kesepakatan kerjasama (MoU) antara petani dengan pengelola TNMB 5. Menyusun kriteria dan indikator. Pelaksanaan kegiatan DA REDD+ di TNMB bukanlah kegiatan yang dilakukan dengan tiba-tiba, tapi sudah didahului oleh proses yang panjang. Pada awalnya kegiatan rehabilitasi lahan bersama masyarakat dilakukan dalam skala yang kecil yaitu 7 Ha yang melibatkan 43 kepala keluarga dalam bentuk agroforestry tumbuhan obat. Pada periode 1998 – 2002 perambahan yang dilakukan oleh berbagai pihak mencapai angka + 3.000 Ha. Pada awal tahun 1999 terjadi kesepakatan antara TNMB dengan LATIN untuk melakukan rehabilitasi lahan. Belajar dari pengalaman melakukan rehabilitasi lahan bersama masyarakat seluas 7 Ha, maka pada tahun 2000 dilakukan replikasi (pengembangan ditempat lain). Kesuksesan dalam skala kecil ini akhirnya dicoba untuk dilakukan dalam skala yang lebih luas dan tahun 2004 proyek rehabilitasi mulai dilakukan pada 5 desa yang terdiri dari 104 kelompok dengan luas lokasi ± 2.500 Ha dan berhasil menanam 188.679 pohon dengan jumlah jenis tanaman sebanyak 67 jenis. Sampai saat ini setelah dilakukan inventarisasi dapat diklasifikasikan tipe rehabilitasi lahan yang dilakukan masyarakat ke dalam 6 tipe yaitu: 1. Tidak ada pohon dan hanya menanam palawija 2. Sedikit pohon dan palawija 3. Pohon cukup banyak dan palawija
6. Pohon banyak, tidak ada palawija dan tidak ada empon-empon Semua proses lapangan dilakukan bersama masyarakat. Kegiatan pemetaan batas kawasan juga dilakukan dengan masyarakat. Tahapan pemetaan dengan masyarakat yaitu membentuk tim pemetaan dan menyepakati target lokasi. Masyarakat akan ikut kegiatan rehabilitasi lahan jika ada peluang terjadi peningkatan income masyarakat. Untuk itu dalam menjalankan program ini, dilakukan program yang bisa meningkatkan income masyarakat. Dari hasil identifikasi terhadap potensi sumberdaya alam disekitar lokasi diketahui ada peluang sumber-sumber pendapatan alternatif antara lain pengembangan produk dari lahan rehabilitasi berupa tumbuhan obat, jamu instan, pengolahan keripik nangka dan mencari tanaman bernilai ekonomi menggantikan palawija di lahan rehabilitasi yaitu LCC (legume cover crops) dan porang/iles-iles. Ada beberapa pembelajaran dari pendampingan masyarakat di TNMB, bahwa untuk keberhasilan program bersama masyarakat maka diperlukan beberapa persyaratan, yaitu: 1. Tenaga pendamping masyarakat yang memiliki komitmen tinggi dan terampil 2. Mempunyai jiwa leadership dalam koordinasi pendamping 3. Perlu melakukan kerjasama dengan lembaga penelitian 4. Dibutuhkan keterbukaan dari pengelola TNMB 5. Perlu memperbanyak contoh sukses dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk pengelolaan Taman Nasional. 2. Kegiatan Analisis Sistem Informasi Geografis di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur (Ir. Ferry Januar dan Dr. Purnomo Siddy – Lembaga Penelitian Universitas Jember) Tujuan dan sasaran kegiatan dalam program analisis sistem informasi geografis di TNMB adalah untuk menentukan tutupan lahan dengan analisis citra multitemporal 2 tahunan dalam rentang 10 tahun (1999-2009) dan menyiapkan data tutupan lahan
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
11
di Taman Nasional Meru Betiri untuk keperluan penghitungan stok karbon. Dalam pelaksanaan kegiatan Analisis GIS (Geographic Information System) Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur dipergunakan beberapa data citra dan peta rupa bumi terdiri dari: 1. Citra SPOT 4 multispectral tahun 1997 dan 2005, 2. Citra Landsat 7 multispectral tahun 1999, 2001 dan 2003, 3. Cita Alos multispectral tahun 2007 dan 2009, 4. Peta Rupa Bumi Indonesia dikeluarkan oleh BAKORSURTANAL Tahun 2000. Berdasarkan proses analisis GIS selama ini di TNMB menggunakan data yang dikumpulkan dapat disimpulkan bahwa: 1. Tutupan Lahan di TNMB menurut Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan 2006 ada 10 kelas 2. Masing-masing kelas lahan yang bukan hutan (lahan terbuka, semak-semak belukar, perkebunan, pemukiman) menunjukkan angka yang stabil
Jawaban 1: Pendampingan kami mulai dari yang kecil di pekarangan dan akhirnya membesar menjadi agroforestry di TN. Dalam skala kabupaten, provinsi atau nasional, kegiatan yang kami lakukan ini dampaknya sangat kecil. Biarpun demikian, bagi LATIN yang penting program ini bermanfaat langsung bagi masyarakat. Secara teknis, program rehabilitasi melalui agroforestry dengan berbagai jenis pohon juga dipadukan dengan tanaman obat. Hal ini bertujuan untuk melakukan kegiatan rehabilitasi yang sekaligus berdampak pada perbaikan ekonomi masyarakat. Di sini ada tujuan konservasi dan ekonomi. Pertanyaan 2: Upaya lain untuk menurunkan CO2 selain hutan bisa dilakukan dengan cara yang sederhana, misalnya setiap rumah punya kebun bergizi. Menanam berarti absorpsi CO2. Yang penting perilaku manusia. Program praktis seperti apa yang perlu dilakukan? Dahulu di tahun 1980 di Jember ini, masih ada kabut di pagi hari, sekarang sudah tidak ada. Jawaban 2:
3. Sedangkan pada lahan kelas hutan terdapat penurunan angka di tahun 1999 dan 2005. Hal itu ditunjukkan oleh fluktuasi tutupan awan yang signifikan. Yang demikian itu berarti tidak menunjukkan perubahan lahan hutan menjadi bukan hutan.
Kami dan masyarakat juga sudah membuat kebun bibit yang akan ditanam pada areal kosong. Lagilagi, poin penting pembuatan kebun bibit untuk mensinergikan tujuan ekologi dan ekonomi.
4. Untuk perhitungan stok karbon pada kelerengan terjal tidak bisa diwakili dengan jumlah pixel.
Pertanyaan 1:
2.3.3.2 Diskusi Sesi kedua berisi diskusi dari beberapa pertanyaan sebagai berikut: 1. Sudarti – LPPM Universitas Jember Pertanyaan 1: Bagaimana kita mampu menurunkan CO2 dengan peran hutan. Sebetulnya peran hutan dari hasil penelitian sudah jelas dan yang penting adalah peran manusia. Di wilayah saya ada hutan jati banyak ditebang secara liar, lalu di mana peran Dinas Kehutanan di wilayah seperti ini?
12
PENYELENGGARAAN “OUTREACH”DI JEMBER, JAWA TIMUR
2. Agus - LSM Bening
Saya beberapa kali mengikuti acara seperti ini, selama ini saya belum pernah melihat kajian di Tenggara Agropuro. Untuk itu perlu diperbanyak penelitian di daerah lereng karena ini penting. Ada beberapa wilayah Perhutani masih dalam bentuk hutan produksi padahal areal tersebut berada pada kondisi lereng dan kami di sekitar itu kesulitan air. Kami banyak menanam pohon ‘gumuk’ dan sekarang menanam garut. Apakah program seperti ini bermanfaat bagi REDD+? Jawaban 1: Pengalaman pendampingan kami di Jawa Barat, kerjasama antara masyarakat dengan Perum Perhutani (di Kuningan). Di Kuningan tanaman jati yang ditanam di lahan Perhutani, masyarakat ketika jati dipanen
memperoleh bagi hasil 20% dan Perum Perhutani 80%. Untuk tanaman buah-buahan, masyarakat dapat bagi hasil 90% dan Perum Perhutani 10%.
masyarakat yang senang menanam pohon akan berbalik menjadi penebang kalau tidak ada insentif yang mereka dapatkan.
3. Made - Pasca Sarjana Universitas Jember
Jawaban 3:
Pertanyaan 1: Apakah upaya Pak Arief untuk menyelamatkan hutan ada pengaruhnya terhadap hutan dan apakah bisa diterapkan di wilayah lain? Jawaban 1: Apakah program ini signifikan untuk keutuhan kawasaan TN? LATIN tidak melihat ini sebagai indikator. Tapi jika dilihat dari citra satelit, bisa diketahui bahwa perubahan lahan (deforestasi) di TNMB sangat kecil. Ini berarti bahwa masyarakat tidak melakukan deforestasi dan kegiatan rehabilitasi bersama masyarakat cukup berhasil. Pertanyaan 2: Mahasiswa kami tertarik menggunakan analisis spasial dan sampai saat ini kesulitan mencari data. Akhirnya menggunakan data internet dari luar negeri sehingga lebih bersifat teoritis bukan bersifat lokal. Jawaban 2: Evolusi teknologi informasi begitu cepat. Sekarang semua kegiatan sudah sangat tergantung pada data spasial. Karena teknologi sudah merata, seolah-olah semua orang sudah bisa melakukan data spasial. Mencari koordinat suatu wilayah tidak sulit. Banyak pihak yang sudah menyediakan data spasial dan tentu lengkap dengan koordinatnya.Titik dasar koordinat bisa diminta di Bakosurtanal. Untuk topografi ada di TNI AD Malang. Untuk koordinat di laut ada di oceanografi. Di LAPAN bisa meminta gambar dari citra dengan akurasi yang tinggi. Semua lembaga tersebut menyediakan data spasial dan bisa dipesan melalui email. Jadi cukup memudahkan semua pihak yang membutuhkan data spasial. Pertanyaan 3: Untuk sosialisasi program pada masyarakat ada baiknya menggunakan film. Dari film ini bisa lebih dijelaskan pengaruh satu pohon untuk mengurangi emisi. Pada satu sisi banyak masyarakat yang senang menanam hutan sementara di tempat lain hutan ditebang secara besar-besaran. Bisa saja suatu saat
Perilaku manusia memang harus diarahkan. Dengan penelitian ini akan memperbaiki arah perilaku manusia. Nanti hasil penelitian ini bisa digunakan untuk memonitor lapangan dan dibuat rencana untuk kegiatan konservasi. Dengan penelitian ini, marilah kita sama-sama mengawasi TNMB karena hutan ini milik kita bersama. Mari membantu hutan sesuai peran dan posisi masing-masing. 4. Agustian - Mahasiswa Pasca Sarjana Pertanyaan 1: Mengenai pemberdayaan masyarakat oleh LATIN yang dapat meningkatkan income masyarakat seperti kegiatan pengolahan keripik nangka. Mengapa kegiatan ini kurang menggema, apakah karena kurang bersinergi dengan pihak lain? Jawaban 1: Kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat yang menjadi tujuan program kami. Perambahan tidak meluas, tanah kosong ditanam dan masyarakat bisa meningkat perekonomiannya. Komunikasi sudah kami lakukan dengan berbagai pihak tapi responnya beragam. Akhirnya kami terus melakukan program di lapangan. Walaupun hasilnya dilihat sedikit oleh pihak lain tapi bagi masyarakat hal ini menjadi penting. Bagi kami yang penting masyarakat bisa mendapatkan manfaat dan kalaupun gemanya kurang maka tidak masalah. Lebih penting kecil gemanya tapi masyarakat mendapatkan hasil yang konkrit. 5. Suparlan - Dinas Kehutanan Kabupaten Banyuwangi Sebaiknya Pak Arief (LATIN) juga menyebutkan kesulitan yang mereka hadapi dalam memobilisasi partisipasi masyarakat untuk melakukan kegiatan rehabilitasi. Dengan menyampaikan permasalahan yang dihadapi maka akan menjadi pelajaran bagi pihak lain.
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
13
Pertanyaan 1:
6. Sujarwa - Lembaga Pahat
Paparan Bapak Arief dari LATIN menyebutkan ada enam tipe sistem agroforestri. Kalau melegalkan tipe 1 apakah akan menimbulkan bahaya yang besar?
Pertanyaan 1:
Jawaban 1: Setiap tahapan kegiatan perlu disepakati bersama dan dibuat aturan-aturan secara bersama. Perlu juga reward and punishment. Membuat MoU bertujuan untuk membuat payung kerjasama.Untuk kegiatan rehabilitasi dibuat MoU khusus dan diketahui tipe 1 berapa hektar, tipe 2, 3, 4, 5 dan 6 masing-masing berapa hektar. Tujuannya bukan untuk melegalkan setiap tipe agroforestry yang berjalan tetapi untuk memperoleh tipe mana yang paling cocok untuk tujuan ekonomi dan ekologi.
Apakah dalam citra satelit bisa diketahui kondisi riil di TN terkait dengan tingkat kerusakannya dan dapat digunakan untuk membuat model 10 tahun yang akan datang? Jawaban 1:
Secara hukum kayu di TN tidak boleh diambil. Kalau dalam kawasan masyarakat menyatakan sudah mengelola lahan (sistem agroforestry) selama 30 tahun dan suatu saat mereka mengklaim kepemilikan lahan, apa kegiatan yang akan dilakukan?
Citra satelit dengan segala tipe dan jenisnya dapat mengetahui apa saja yang kita inginkan, di darat atau di laut bahkan di dasar laut juga bisa diketahui. Biasanya satu penelitian untuk menyelesaikan satu masalah. Peneltian ini bertujuan untuk mendukung program REDD dari Kemenhut, dibutuhkan data perubahan tutupan lahan. Kerusakan banjir bandang di Agropuro dipengaruhi oleh longsor. Kalau daerah dengan kestabilan rendah seperti daerah lereng maka potensi banjir bandang bisa terjadi. Kapan terjadinya tidak bisa kita prediksi. Perubahan iklim bisa memacu banjir bandang misal karena biasanya hujan untuk 6 bulan tapi terjadi untuk 3 bulan sehingga intensitasnya tinggi. Yang kami modelkan, kalau banjir bandang di Agropuro maka daerah yang akan terkena dampak adalah Rambe Puji.
Jawaban 2:
Pertanyaan 2:
Bagaimana jika masyarakat mengklaim bahwa lahannya adalah milik masyarakat karena sudah menanam puluhan. Inilah salah satu manfaat adanya MoU antara TN dengan masyarakat. Dalam MoU ada kriteria dan indikator secara implisit, kayu untuk ditebang seperti sengon tidak akan ditanam. Pohon yang akan ditanam adalah pohon hutan dan pohon buah-buahan.
Sesuai paparan Pak Arief (LATIN) yang menyebutkan ada enam tipe agroforestry saat ini di TNMB. Apakah tipe itu yang akan dipakai atau ini merupakan tipologi awal (6 tipe rehabilitasi)?
Pertanyaan 2:
Pertanyaan 3: Apakah model pendekatan sosial yang dilakukan oleh LATIN bisa dilakukan pada lokasi lain? Jawaban 3: Pelajaran penting dari tahapan pendampingan yaitu bahwa kalau tidak dilakukan secara intensif maka petani akan bekerja secara individu lagi dan mungkin akan kembali pada kebiasaan lama. Kami mendapatkan lessons learned dari setiap proses dengan masyarakat.
14
PENYELENGGARAAN “OUTREACH”DI JEMBER, JAWA TIMUR
Jawaban 2: Penilaian tipologi baru kami lakukan tahun 2011. Penilaian tipologi ini bertujuan untuk melihat perkembangan kegiatan rehabilitasi yang telah dilakukan bersama masyarakat sejak tahun 2003 sampai sekarang. Sebelum pembuatan tipologi ini, kami hanya memiliki data rehabilitasi sudah atau belum dilakukan. Dari 6 tipe ini yang paling baik adalah tipologi 5. Selanjutnya bagaimana mendorong tipologi lain bisa beralih menjadi ke tipologi 5. Selanjutnya insentif untuk tanaman yang berbuah. Arahnya, kita mengetahui dan mengakui ada yang gagal, bahwa tidak semua petani mau melakukan rehabilitasi dengan alasan yang paling tinggi masalah ekonomi. Ada yang berpikir jangka pendek, untuk
apa menanam pohon yang berumur panjang padahal belum tentu bisa dipanen.
2.4 Kesimpulan dan Rekomendasi
7. Muhammad Yunus - Fakultas Pertanian Universitas Jember
2.4.1 Kesimpulan
Pertanyaan 1: Saat ini, kerusakan hutan berdampak pada tidak menentunya iklim. Petani banyak yang tidak mendapatkan air padahal sudah masuk musim hujan sehingga petani tidak punya kepastian musim tanam. Hal ini menyebabkan bibit yang ada pada masyarakat sampai berumur panjang dan tidak sehat. Jawaban 1: Apa yang terjadi dengan jadwal panen petani akibat perubahan siklus iklim bukan hanya dirasakan oleh petani di Jember tapi ini kondisi umum yang juga dirasakan oleh petani di seluruh Indonesia. Inilah salah satu tujuan kegiatan REDD, untuk kembali menstabilkan atau mengurangi dampak perubahan iklim. Pertanyaan 2: Sebaiknya acara seperti ini juga dihadiri oleh lembaga penegak hukum (polisi dan kejaksaan). Jawaban 2: Setuju dengan ajakan untuk mengundang kelembagaan hukum untuk acara seperti ini. Dengan mengundang kelembagaan hukum kita bisa mendengar langsung pemikiran mereka.
2.3.4 Penutupan Pada akhir acara Dr.Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc, Kepala Pustanling - Kemenhut, menyampaikan ucapan terima kasih pada semua pihak khususnya kepada Universitas Jember. Disampaikan bahwa saat ini kita sedang berada dalam kesemrawutan, namun yang penting adalah bagaimana kita tetap bekerja dan dalam kesemrawutan selalu ada keteraturan. Saya mengajak untuk selalu kita maksimalkan output berdasarkan aktivitas terbaik yang bisa kita lakukan. Segalanya seperti tidak mungkin sampai kita melakukannya. Pada saatnya nanti akan dilakukan pelatihan pada mahasiswa karena 10 tahun yang akan datang merekalah yang akan memegang kendali.
Pertemuan komunikasi stakeholder di Jember, Jawa Timur menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Perubahan iklim di sektor kehutanan di Indonesia merupakan isu dominan karena peran hutan yang tidak hanya penting dari sisi lingkungan tetapi juga ekonomi dan sosial budaya terutama bagi masyarakat yang tinggal di/sekitar hutan. Untuk mengimplementasikan kesepakatan internasional terkait kehutanan dimana peran Indonesia cukup signifikan dalam proses negosiasi memerlukan dukungan basis ilmiah yang kuat. Oleh karenanya peran aktif universitas dan lembaga penelitian sangat diperlukan. 2. Beberapa pembelajaran penting yang diperoleh dari kegiatan demonstrasi (demonstration activities) Taman Nasional Meru Betiri (DA TNMB) adalah diperolehnya informasi stok karbon dan biodiversitas di TNMB sebagai kawasan konservasi, sistem MRV untuk memonitor stok karbon dan biodiversitas tersebut yang dilakukan dengan melibatkan masyarakat, sehingga terjadi peningkatan kapasitas masyarakat sekitar, peningkatan kapasitas masyarakat dalam bentuk pelatihan MRV dan pelatihan inventarisasi berbasis sumberdaya dan analisis sistem informasi geografis yang menghasilkan klasifikasi tutupan lahan yang diharapkan dapat digunakan sebagai dasar perhitungan stok karbon berbasis citra satelit. 3. Strategi pendekatan masyarakat secara partisipatif dilaksanakan melalui rehabilitasi hutan melalui agroforestry, membuat kesepakatan kerjasama (MoU) antara petani dengan pengelola TNMB, menyusun kriteria dan indikator tentang pelestarian di TNMB secara partisipatif dan mengembangkan kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat. 4. Faktor yang menjadi kunci keberhasilan pelaksanaan DA di TNMB adalah peningkatan partisipasi masyarakat bisa dilakukan apabila ada sinergi antara tujuan konservasi dan ekonomi, tenaga pendamping masyarakat memiliki
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
15
komitmen tinggi dan terampil dan kerjasama dengan lembaga penelitian dapat digunakan untuk memperkuat argumentasi ilmiah serta pengelola TNMB yang kooperatif dan terbuka untuk pelaksanaan kegiatan.
2.4.2 Rekomendasi Beberapa rekomendasi dari komunikasi stakeholder tersebut, antara lain: 1. Koordinasi dan keterlibatan semua stakeholder p ad a s e mu a leve l d i p e r l u k a n u nt u k menyebarluaskan informasi kegiatan demonstrasi di Taman Nasional Meru Betiri. Selain itu diperlukan tindak lanjut kerjasama antara semua stakeholder untuk menindak lanjuti penyusunan data yang terintegrasi dari seluruh kegiatan yang
16
PENYELENGGARAAN “OUTREACH”DI JEMBER, JAWA TIMUR
terkait dengan kesiapan menuju implementasi REDD+. 2. Perangkat kebijakan dan peraturan yang terkait demonstration activities REDD+ yang dilakukan di tingkat nasional dan khususnya yang mengatur pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi dan sistem kemitraan dengan pengelola kawasan. 3. Kegiatan pengukuran karbon memerlukan penerapan standar yang seragam secara nasional (berdasarkan SNI yang ada). Kegiatan pengukuran karbon serta pembelajaran yang diperoleh dari DA TNMB diharapkan dapat diterapkan pada hutan rakyat dan Perhutani, karena nantinya pelaporan terkait REDD+ bersifat nasional sehingga kegiatan ini juga harus dilakukan pada semua hutan yang ada.
BAB 3
PENYELENGGARAAN “OUTREACH” DI PADANG, SUMATERA BARAT 3.1 Agenda Agenda Penyelenggaraan “Outreach” di Padang, Sumatera Barat, seperti pada tabel berikut.
Waktu 08.00 – 09.00
Penanggung Jawab/Pembicara/ Moderator
Kegiatan Registrasi
Panitia
PEMBUKAAN
MC
09.00 – 09.20
Sambutan dan Pembukaan
Ir. Hendri Octavia, M.Si (Kadishut Prov. Sumatera Barat)
09.20 – 09.30
Coffee Break 1 Sesi I
Moderator: Ir. Ruswin Rustam (Kabid Planologi Dishut Prov. Sumatera Barat)
09.30 – 10.00
Update dari COP-17 Durban
Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc Ka Pustanling - Kemenhut
10.00 – 10.30
Pembelajaran dari Demonstration Activity REDD+
Ir. Tri Retiyanto (Ketua Pokja REDD+ Kab. Musi Rawas)
10.30 – 12.00
DISKUSI
12.00 – 13.00
Ishoma Sesi II
Moderator: Dr. Wilson Novarino (Universitas Andalas)
13.00 – 13.30
Partisipasi Masyarakat dalam Kegiatan REDD+
Dr. Ardinis Arbain (Universitas Andalas)
13.30 – 14.00
Implementasi Skema Jasa Lingkungan sebagai Alternatif Pengelolaan Daerah Hulu Berbasis Masyarakat Singkarak
Rachman Pasha, S.Hut (ICRAF)
14.00 – 14.30
DISKUSI
14.30 – 14.40
Coffee Break 2
14.40 – 14.50
Pembacaan Rumusan
14.50 – 15.00
Penutupan
Ka Pustanling
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
17
3.2 Sambutan Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat Yang kami hormati Ibu Nur Masripatin sebagai Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan Kementerian Kehutanan. Yang saya hormati Rektor Universitas Andalas Yang saya hormati kepala Dinas Kota/Kabupaten se Provinsi Sumatera Barat dan Peserta Outreach semuanya. Syukur alhamdulillah kita haturkan ke hadirat Allah SWT yang memberikan kesehatan sehingga kita bisa hadir pada pertemuan yang sangat penting ini. Saya senang melihat pertemuan ini dan Sumatera Barat (SUMBAR) dipilih menjadi lokasi pertemuan. Banyak cerita yang beredar bahwa di SUMBAR banyak kegiatan dalam jasa lingkungan dan khususnya lagi dalam perdagangan karbon. Cerita ini sudah berjalan 5 tahun lalu dan banyak informasi beredar yang menyatakan sudah banyak skema perdagangan karbon masuk ke SUMBAR. Saya sering ditanya di DPRD tentang ini. Memang sampai saat ini banyak pihak yang menawarkan voluntary carbon market. Kita belum tahu isu voluntary yang disampaikan dan bagaimana distribusi manfaat dilakukan, juga belum jelas aturannya. Saya harap pada semua, dalam workshop ini terjadi sambung pikiran antara pemerintah, legislatif, masyarakat, dan lain – lain. Terkait isu hutan dan pemanasan global. Hutan bisa sebagai emisi dan bisa sebagai penyerap CO2. Dalam prakteknya, kehutanan bisa sebagai mitigasi dan adaptasi. Saya ingin masuk pada mitigasi. Sekarang yang berkembang sejak Kyoto Protokol diadopsi, sudah ribut bagaimana mengurangi emisi karbon baik negara maju juga negara berkembang. Indonesia yang hutannya luas dianggap sebagai pengemisi dan penyerap yang besar. Pengemisi akan terjadi jika banyak pembukaan hutan dan aktivitas illegal logging, perambahan dan yang lainnya. Kita di SUMBAR berpikir untuk ikut berpartisipasi sebagai penyerapan emisi. Terkait mitigasi, kita bisa mendapatkan informasi dari Ibu Nur Masripatin mengenai hasil COP 17 di Durban. Mungkin yang kita bicarakan ini terlalu kecil jika
18
dibandingkan apa yang didiskusikan di Durban, tapi yang pasti kita bisa berpartisipasi dalam mengurangi terjadinya emisi GRK ke atmosfir. Saya ingin menyitir COP 13 di Bali. COP 13 di Bali tahun 2007 hasilnya Bali Roadmap, mengurangi emisi melalui deforestasi dan degradasi hutan (REDD). Dalam konteks REDD+ dimasukkan unsur konservasi, PHPL, peningkatan stok. Kalau di SUMBAR, kita sebenarnya sudah melakukan kegiatan REDD. Kita sudah lakukan RHL, reboisasi, dan peningkatan area dengan penutupan kawasan hutan yang lebih tinggi. Saya gembira kita bisa melakukan kegiatan seminar REDD hari ini. Ini kesempatan belajar bagi kita semua. Pemerintah sejak tahun 2009 sampai 2012 melakukan fase readiness (persiapan). Pasca 2012 kita akan implementasi. Apa yang harus dilakukan para pihak pada tahap readiness ini, akan kita dengar nanti dari pembicara. Dari readiness ada kebijakan nasional, bagaimana kebijakan setelah fase implementasi atau demplot. Kalau di Payakumbuh misalnya kita buat sutra alam, dana dari Pemerintah, teknis, pengelolaan dan pasca panen. Apakah hal seperti ini masuk dalam kegiatan REDD. Tahap readiness dilakukan RL/REL, MRV, pembiayaan bagaimana dan yang penting model distribusi manfaatnya seperti apa. Di SUMBAR belum ada demplot untuk RL/REL. Di SUMBAR belum ada readiness. Pengalaman pihak lain kita ambil untuk melakukan yang terbaik. Ibu Nur akan menyampaikan DA di Indonesia dan hasil COP 17 Durban. Saya berharap bagaimana kita memahami perdagangan karbon dan lain-lain. Di SUMBAR yang mengemuka perdagangan karbon voluntary, dari Australia. DPRD SUMBAR sering menanyakan kenapa MoU belum ditandatangani. Bagaimana sistem distribusi manfaat dalam konteks REDD. Pada Permenhut No 36 sudah ada tapi masih ada rencana perbaikan. REDD bisa dilakukan oleh berbagai unit seperti Hutan Desa, HTI, HKm dan HPH. Yang penting nanti kelembagaannya seperti apa. Kelembagaan juga sudah kita siapkan. Kita menunggu kebijakan nasional tentang ini. Ada hasil riset yang menyatakan bahwa hasil hutan kayu nilainya hanya 5% dan Hasil hutan non kayu (HHNK) sebesar 95%. Tahun 1970-an kita gunakan hutan sebagai sumber hasil kayu karena kita baru bisa menggunakan kayu. Katanya hutan sebagai pengemisi
PENYELENGGARAAN “OUTREACH” DI PADANG, SUMATERA BARAT
terbesar, tapi sektor lain seperti transportasi, peternakan, industri dan lain-lain juga melakukan emisi. Pertemuan hari ini pertemuan yang sangat baik. Dulu kita ingin pertemuan dilaksanakan pada hari Jum’at tapi karena keterbatasan waktu akhirnya kita lakukan pertemuan ini pada hari Kamis, agar waktu untuk diskusi bisa lebih panjang. Di sini hadir perwakilan dari Pemerintah, Perguruan Tinggi (PT), LSM dan tokoh masyarakat. Bagaimana mengelola hutan sekaligus untuk meningkatkan perekonomian masyarakat, ini yang akan kita diskusikan juga hari ini. Kami bertemrima kasih pada Ibu Nur sebagai Kepala Pustanling yang telah memilih SUMBAR sebagai lokasi untuk sosialisasi sehingga setiap dinas kota/ kabupaten di SUMBAR bisa mengetahui isu ini lebih baik untuk disampaikan pada masyarakat. Dengan mengucapkan bismillahirrahmanirraahim, pertemuan ini secara resmi kami buka. Billahitaufik wal hidayah. Wassalamu’alaikum Wr. Wb. Padang, 22 Desember 2011 Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat Ir. Hendri Octavia, M.Si
3.3 Catatan Penyelenggaraan Outreach di Padang, Sumatera Barat 3.3.1 Ringkasan Indonesia memiliki luas kawasan hutan yang signifikan telah banyak melaksanakan kegiatan demonstrasi baik dengan sumber daya sendiri maupun bantuan pihakpihak terkait. Dalam rangka membangun kesiapan menuju fase implementasi REDD+, diperlukan peningkatan kapasitas dan “awareness raising” dari berbagai berbagai stakeholder terhadap penelitian dan pembelajaran dari pengalaman kegiatan demontrasi (demonstration activities) yang ada. Oleh karena itu Pusat Standardisasi dan Lingkungan (Pustanling)– Kementerian Kehutanan dengan dukungan dari kegiatan kerjasama Forest Carbon Partnership Facility,
telah menyelenggarakan pertemuan sosialisasi pengelolaan data dan pembelajaran mengenai Kegiatan kesiapan/kegiatan demonstrasi (I). Pertemuan di Sumatera Barat diselenggarakan di Hotel Best Western, Padang, selama 1 (satu) hari, pada hari Kamis tanggal 22 Desember 2011. Pertemuan diikuti 120 (seratus dua puluh) orang yang merupakan perwakilan dari Dinas Kehutanan daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), UPT Kehutanan se–Sumatera Barat, Perguruan Tinggi terkait (akademisi, lembaga penelitian dan mahasiswa), NGO, dan perwakilan kelompok masyarakat yang terkait. Pertemuan ini bertujuan untuk mengkomunikasikan ke stakeholder informasi mengenai isu perubahan iklim di sektor kehutanan, REDD+ dan perkembangan kesiapan implementasinya; meningkatkan kesadaran dan kapasitas stakeholder mengenai penanganan isu perubahan iklim, REDD+ serta kesiapan implementasinya; serta membangun inisiatif pengelolaan data dan informasi kegiatan kesiapan/ DA REDD+. Keputusan COP-17 di Durban memberikan ruang bagi kelanjutan kesiapan REDD+ sambil terus melakukan negosiasi antar negara untuk isu-isu yang belum berhasil disepakati. Keputusan COP yang telah terbit sampai COP-17 tersebut mengandung konsekuensi berbagai penyesuaian untuk dapat dilaksanakan oleh masing-masing negara berkembang. Beberapa pembelajaran dari kegiatan di Kabupaten MURA dalam upaya pengurangan degradasi dan deforestasi hutan dilakukan melalui kegiatan: 1) agroforestry dan micro hydro; 2) pengolahan kelapa terpadu dan wisata Hutan Lindung Bukit Cogong (HLBC); 3) pengembangan revitalisasi perkebunan dalam peningkatan penyerapan karbon pada kegiatan perkebunan rakyat; 4) Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR). Upaya mengatasi gangguan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang sekaligus upaya persiapan REDD+ diantaranya pemberdayaan masyarakat melalui: 1) pembangunan kebun bibit desa dan pengembangan jenis tanaman endemik yang memiliki nilai ekonomi tinggi pada lahan tidak produktif di daerah penyangga; 2) pembangunan PLMTH/Hydropower pada desa yang berbatasan dengan TNKS; 3) pengembangan wisata alam; 4)
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
19
peningkatan kapasitas kelompok masyarakat peduli hutan (PAMHUT SWAKARSA). Partisipasi masyarakat perlu pendefinisian secara khusus karena keunikan/yang bersifat local specific. Analisis diperlukan guna menentukan strategi dan pendekatan yang tepat dalam pelibatan/partisipasi masyarakat. Kegiatan implementasi skema jasa lingkungan karbon di Danau Singkarak dapat digunakan sebagai alternatif pengelolaan daerah hulu berbasis masyarakat dalam rangka implementasi skema perdagangan karbon sukarela. Pembelajaran yang diperoleh dari pelaksanaan program RUPES di danau Singkarak adalah: 1) pentingnya peranan intermediari sebagai honest and trusted intermediary; 2) peningkatan kapasitas masyarakat; 3) pintu masuk untuk pelestarian DAS dan pemberdayaan masyarakat; 4) fasilitasi berperan penting dalam perlindungan DAS; 5) saling percaya sebagai prasyarat penting dalam mengembangkan model imbal jasa lingkungan.
3.3.2 Sesi Pertama: Presentasi dan Diskusi 3.3.2.1 Presentasi Sesi Pertama menampilkan dua pembicara yaitu Dr. Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc (Pusat Standardisasi dan Lingkungan) dan Ir. Tri Retiyanto (Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Rawas). Sesi ini dipimpin oleh moderator yaitu Ir. Ruswin Rustam (Kepala Bidang Planologi Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat). Paparan yang disampaikan oleh pembicara adalah sebagai berikut: 1. Update COP-17 Durban (Dr.Ir. Nur Masripatin, M.For.Sc – Pusat Standardisasi dan Lingkungan) Informasi kondisi terkini tentang REDD+ adalah COP di Durban yang merupakan kelanjutan dari apa yang sudah dihasilkan di Cancun. Ada tiga hal yang akan kami sampaikan: 1. Hasil keputusan COP 16 dan COP 17 2. Implikasinya bagi Indonesia 3. Kalau kita ingin implementasi REDD+ kita tidak bisa tanpa adanya penetapan REL/RL. Kita perlu tahu posisi emisi kita dimana saat ini yang merupakan rata-rata historis emisi.
20
Untuk implementasi REDD+ kita perlu beberapa persyaratan seperti, (1) Kita harus punya strategi/ action plan. Satgas sudah menyelesaikan ini dan sekarang menunggu tahap terbitnya Peraturan Presiden (Perpres); (2) Mengenai RL/REL, nanti perlu ditetapkan untuk nasional, provinsi atau kabupaten; (3) tentang sistem monitoring hutan nasional, diperlukan monitoring dan pelaporan. Sistem ini harus dibangun per nasional, implementasinya dapat di level provinsi/kabupaten/tapak. Di tingkat nasional kita punya tanggungjawab agregasi secara utuh. Untuk skala nasional sebenarnya sudah ada angka kasar untuk REL/RL yang dapat dipakai sebagai dasar bagi daerah untuk melakukan penghitungan dan penetapan REL/RL. Mengenai REL/RL, hasil COP 17 menyebutkan bahwa setiap negara pelaku REDD+ diminta untuk menyampaikan hasil penetapan REL/RL dengan deskripsi secara transparan ke Sekretariat UNFCCC dan harus melakukan “update” setiap periode tertentu. Untuk “safeguards” kita harus menyusun Sistem Informasi Safeguards (SIS). Setiap negara pelaku REDD+ diminta untuk menyampaikan ringkasan pelaksanaan “safeguards” sebagai bagian dari “National Communication” (4 tahunan) dan kemungkinan ke depan perlu update setiap dua tahunan (bersamaan laporan update inventarisasi GRK). Hal yang juga ditekankan adalah perlunya transparansi dalam penyediaan informasi dan sistem informasinya. Hasil ini membawa implikasi bagi Indonesia. Implikasi jangka pendek dan menengah (2012 – 2015) adalah kita perlu penyiapan perangkat implementasi REDD+ secara terencana dan terintegrasi untuk “full implementation of result based actions” karena pendekatannya harus bersifat nasional dan pelaksanaan MRV secara penuh serta harus dipastikan bahwa STRANAS, national FREL/FRL, national FMS dan SIS harus sudah siap. Saat ini STRANAS REDD+ sedang dalam proses finalisasi oleh SATGAS REDD+. Fase “full implementation” di Indonesia sangat ditentukan oleh efektifitas pelaksanaan Fase I dan II (fase readiness). Hal lain yang harus disiapkan adalah diperlukan kebijakan baru atau “adjusment” untuk mengakomodir “financing REDD+” sesuai keputusan COP. Beberapa opsi sumber pendanaan bagi Indonesia adalah kalau kegiatan kita masuk 26%, maka sumber
PENYELENGGARAAN “OUTREACH” DI PADANG, SUMATERA BARAT
dana bisa dari APBN dan APBD. Kalau masuk 41% ada peluang dana dari luar negeri. Kalau kita masuk pasar dan sebagainya ini masuk dalam target 41%. Mekanisme distribusi untuk saat ini bisa mengacu pada Permenhut No. 36 tahun 2009, meskipun masih perlu disempurnakan oleh Kementerian Keuangan bersama Kementerian Kehutanan. Bagaimana karbon, apakah diakui sebagai komoditi atau jasa belum disebutkan secara spesifik; Apakah bentuknya pajak atau bukan, juga belum selesai dibahas/belum diputuskan. Implikasi jangka panjang (sampai dengan 2020) bagi Indonesia adalah kita memerlukan kejelasan posisi REDD+ dalam keseluruhan program pembangunan nasional serta target penurunan emisi di atas. Hal ini diperlukan terutama dalam rangka persiapan masuk “satu protocol/instrumen legal lainnya untuk semua negara” pada tahun 2020 sesuai Durban Platform for Enhanced Action (DPEA). Di tingkat nasional akan kita lihat secara keseluruhan bahwa program REDD harus konsisten dengan program nasional secara umum. Komitmen Presiden untuk menurunkan 26% overlap/selaras dengan kegiatan REDD+. Daerah perlu membuat Rencana Aksi Daerah (RAD). Saat kita sudah mengeluarkan kebijakan moratorium ternyata illegal logging masih terjadi. Saat beberapa provinsi menyatakan sebagai green province, tapi provinsi tersebut tetap meminta areal untuk dikonversi. Seperti tadi telah disampaikan, safeguard di beberapa daerah tidak berat untuk dilakukan. REL bebannya sama beratnya untuk pusat dan daerah. Kapan full implementasi REDD+? Indonesia tahun 2007 optimis bisa mulai tahun 2013, tapi melihat perkembangan sekarang sepertinya ada banyak kendala. Dalam program REDD+, yang penting transparan semua prosesnya termasuk “pool carbon” apa yang kita gunakan. Agregasi untuk nasional dan sub nasional sudah pasti ada. Bahkan antara kabupaten akan ada perbedaan. Disinilah pentingnya penetapan REL di tiap kabupaten/provinsi. Idealnya sesuai keputusan di Cancun agregasinya sub nasional, tapi karena sub nasional belum selesai kita gunakan yang nasional. Antara REL dengan MRV seperti dua sisi dari satu mata uang. Kita tidak bisa membangun MRV tanpa membangun REL. Basisnya MRV adalah REL. Kalau kita menyusun REL tapi tanpa MRV juga tidak ada gunanya. Angka yang dari pusat perlu diklarifikasi dengan provinsi dan kabupaten sehingga
didapatkan angka REL yang cocok dengan provinsi dan kabupaten sehingga sesuai dengan RTRW. REL penting untuk melihat pengurangan emisi dan stok karbon yang ada. Daerah perlu melakukan “exercise” dalam pembangunan REL/RL sehingga diperoleh pendekatan yang ideal yaitu kombinasi bottom up dan top down. Akhirnya, mau tidak mau, semua negara harus melakukan national accounting dan implementasinya dapat di level sub nasional. Misal ada daerah yang menambah emisi dan daerah lain menurunkan emisi, hal seperti ini perlu diatur di tingkat nasional perlakuannya. Perlu ada mekanisme insentif bagi yang berkinerja baik dan disinsentif bagi yang tidak berkinerja. Konsekuensinya adalah bahwa nasional perlu mengadress isu-isu seperti ini. Penetapan REL berimplikasi pada ketepatan kinerja kita, juga untuk menghitung berapa target yang bisa kita capai, dimana status, gap, sehingga bisa melakukan perbaikan dari waktu ke waktu. Kita memang lama mempersiapkan fase ini tapi negara maju seperti Jepang dan Australia juga butuh waktu 10 tahun untuk memiliki “sistem nasional”. 2. Pembelajaran dari Demonstration Activities REDD+ (Ir. Tri Retiyanto – Dinas Kehutanan Kabupaten Musi Rawas) Kabupaten Musi Rawas (MURA) memiliki kawasan hutan seluas 599.455 ha. Pada hutan produksi tetap seluas ± 301.458 ha terdapat 5 unit HTI yaitu PT. Musi Hutan Persada, PT Sumatera Prima Fibreboard, PT Paramitra Mulya Langgeng, PT Bumi Sriwijaya Sejahtera dan PT Persada Karya Kahuripan. MURA juga telah memiliki 2 (dua) Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) uaitu KPHP Unit V Rawas seluas + 121.585 Ha dan KPHP Unit VI Lakitan (Model) seluas + 76.776 Ha. Kelembagaan KPHP sudah terbentuk yaitu berupa Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD). Upaya lain di bidang kehutanan adalah Bupati mengusulkan dan telah mencadangkan areal kawasan hutan untuk HTR seluas + 20.375 Ha. Selain itu pada tahun 2010 dilakukan pembangunan Kebun Bibit Rakyat (KBR) sebanyak 25 unit dengan produksi 50.000 batang/ unit sehingga total produksi bibit sebanyak 1.250.000 batang jenis kayu-kayuan yang akan ditanam oleh Kelompok Tani pada tahun 2011. Berkaitan dengan Demonstration Activity, kabupaten Musi Rawas telah membentuk Working Group (WG) REDD pada tahun 2010. Selain itu pada saat bersamaan
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
21
telah diterbitkan SK Bupati Musi Rawas Nomor 228/ KPTS/BAPPEDA/2010 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pelaksanaan Program REDD Kabupaten Musi Rawas. Selain itu upaya lain yang dilakukan adalah peningkatan Pemahaman tentang REDD di Mura terutama oleh WG REDD dan dibuatnya Dokumen Demonstration Activity (DA) di 4 lokasi. Beberapa hal yang diharapkan dari keberadaan DA di kabupaten MURA adalah sebagai berikut: 1. Mengurangi DD melalui agroforestry dan microhydro. Kalau microhydro kita lakukan akan mengubah persepsi masyarakat mengenai manfaat hutan. Di daerah ini banyak kegiatan illegal logging dan mereka akan tahu bahwa hutan penting sebagai sumber air. Patroli juga kami lakukan sehingga ada pengurangan kegiatan illegal logging. 2. Mengurangi DD melalui pengolahan kelapa terpadu dan wisata di Hutan Lindung Bukit Cogong (HLBC). Kenyataan di lapangan selain ada perambahan juga ada illegal mining. Di daerah ini ada potensi kelapa yang jika dimanfaatkan berpotensi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan sekaligus untuk mengurangi emisi. Kenyataan hingga sekarang, persentase untuk perambahan kayu sekarang 0% di HLBC. Untuk perambahan batu turun 50% dari semula. Di lokasi wisata ini diupayakan kegiatan outbond, renang dan yang lain-lain. Pengelola dari masyarakat sekitar umumnya para perambah batu. Selain di Bukit Cogong di TNKS juga mengupayakan bibit di daerah buffer zone dengan tokoh konservasi yaitu Bapak Suryatin. Bapak Suryatin adalah penerima penghargaan Kalpataru. Dinas Kehutanan membantu secara teknis. Kita juga memanfaatkan lahan pekarangan, ada mangga dan beberapa jenis tanaman buah lain. Sejalan dengan program one village one product maka di MURA sudah bisa diimplementasikan seperti di desa Karang Panggung bisa jadi percontohan untuk produk mangga. 3. Pengembangan Pemanfaatan Revitalisasi Perkebunan dalam Peningkatan Penyerapan Karbon pada Kegiatan Perkebunan Rakyat 4. Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) salah satu Strategi Peningkatan Stok Karbon dan Peluang Masyarakat untuk Mengelola Hutan
22
Kegiatan REDD di Mura merupakan kolaborasi beberapa stakeholder yang terdiri atas Pemda (Bappeda, Dinas Kehutanan, Perkebunan, BLHD, TNKS, dan lain-lain), NGO (Kelompok Penghijauan dan Konservasi Alam), Universitas Musi Rawas dan Masyarakat. Hal khusus yang menonjol dari kegiatan di Bukit Cogong adalah keterlibatan perempuan yang lebih dominan. Sasaran khusus yang ingin dicapai dari kegiatan REDD di Mura adalah menyediakan pelatihan untuk anggota REDD WG, mengidentifikasi sumber daya manusia untuk dilibatkan dalam persiapan dan pelaksanaan MRV, dan dapat digunakan untuk identifikasi Perda dengan peraturan nasional diatasnya yang diperlukan untuk mendukung implementasi Aktivitas Demonstrasi REDD di (dalam) area hutan pada Musi Rawas. 3.3.2.2 Diskusi Pertanyaan dan tanggapan yang disampaikan peserta workshop pada sesi diskusi adalah sebagi berikut: 1. Marsilan - LSM Bumi Ceria, Padang Pariaman Pertanyaan 1: Pada Ibu Nur: Pada kegiatan konservasi dan pengayaan hutan akan dilakukan pelibatan masyarakat? Bagaimana kontrol kegiatan ini dan siapa yang akan menjadi pengelola kegiatan? Jawaban 1: Mengenai isu safeguards, siapa yang mengontrol? Safeguards harus dilakukan pada semua fase REDD. REDD ada 3 fase (1 dan 2 readiness) dan fase 3 implementasi. Pada fase implementasi akan ketat, misalnya Indonesia harus membangun sistem informasi, bagaimana “safeguards” ini dilakukan. Pustanling sedang membangun sistem ini yang nantinya informasi bisa diakses oleh semua level. Untuk internasional kita wajib menyampaikan ringkasan informasi pelaksanaan safeguards dalam aktivitas REDD+. Kita juga akan buat sistem kontrol untuk nasional dan lokal. Yang sedang kita pikirkan, mekanisme kontrol karena terkait biaya. Dalam hal pengurangan deforestasi dan degradasi ini ada satu parameter penting yaitu SFM. Terserah modelnya dan siapa pelakunya, yang penting SFM sebagai prinsip dasar.
PENYELENGGARAAN “OUTREACH” DI PADANG, SUMATERA BARAT
Pertanyaan 2: Pada Bapak Tri: Terkait hutan izin pinjam pakai > 170.000 ha, digunakan untuk apa dan kegiatan aksinya seperti apa? Jawaban 2: Ada 170 ribu hektar izin penggunaan kawasan terkait HTI di MURA untuk tanaman akasia. Tanaman kehutanan seperti mahoni, bambang lanang (tanaman khas lokal), trembesi dan sengon serta karet diperbolehkan. Selain itu kita juga menyarankan setiap perusahaan punya areal konservasi. Kalau kita baca P. 63 tahun 2011 harus mengelola di luar kawasan mereka. Di MURA ada RTH (Ruang Terbuka Hijau), areal di sempadan sungai dan perusahaan diminta untuk berpartisipasi mengelola lingkungannya. WG minta partisipasi dan mengarahkan, biaya oleh perusahaan. Sempadan sungai terkait kehutanan, lingkungan, PU dan SKPD lainnya, sehingga WG sangat penting untuk melakukan koordinasi. Kebetulan kami tim teknis AMDAL, untuk itu kami minta pada perusahaan untuk melakukan kegiatan pengayaan di sempadan sungai. 2. Yonefri - Dinas Kehutanan Provinsi SUMBAR Pertanyaan 1: Untuk Ibu Nur: sejak tahun 2008 digemakan isu carbon trading. Masyarakat berpikir bagaimana mendapatkan dana dari memelihara hutan. Tapi sampai saat ini harapan itu belum tercapai, masih di awang-awang. Apakah sudah ada regulasi yang jelas mulai dari atas sampai tingkat implementasi ke masyarakat? Jawaban 1: Apakah sudah ada regulasi yang jelas menyangkut distribusi insentif? Regulasi ini sudah ada di Permenhut No. 36 tahun 2009 tapi perlu ada perbaikan. Hal ini sedang dibahas antara Kementerian Kehutanan dan Kementerian Keuangan. Pada fase transisi ini sedang dipikirkan bagaimana mengelola dana yang dikelola trust fund yang ada di Bappenas. Di sektor Kehutanan, Kementerian Kehutanan sedang menyempurnakan sistem perhitungan karbon nasional. Kalau pekerjaan ini selesai, jika dikerjakan bersama BPKH dan Direktorat Jenderal Planologi, maka dokumen ini akan sangat berguna bagi pengukuran karbon nasional. Kita perlu bekerja bersama. Climate change harus dikerjakan dari desa sampai global (di awang-awang).
Bapak dan ibu mungkin pas bekerja yang riil di bumi tapi sebagian orang diperlukan untuk mengerjakan isu yang di awang-awang. Yang penting kerjasama dan komunikasi yang di bumi dan yang di awang-awang terbangun dengan baik. Negosiasi di internasional adalah negosiasi di awang-awang. Inilah perlunya proses diskusi bersama mulai dari awang-awang sampai ke bumi. Pertanyaan terkait pemberdayaan masyarakat dan kawasan hutan, kalau dilihat dari luas, Kabupaten MURA+ 50% adalah kawasan hutan, tapi yang berhutan tinggal sedikit. Kalau kita di pemerintah hanya mengandalkan UU No.41 maka akan hancur jika berhadapan dengan masyarakat. Kita harus bisa melakukan pendekatan yang kondusif pada masyarakat. Maksud pemberian izin HTR adalah salah satu cara pemerintah untuk melegalkan masyarakat menanam di lahan hutan. Masyarakat mendapatkan izin untuk batasan waktu 60 tahun dan bisa diperpanjang 35 tahun. Kalau yang punya izin meninggal tidak bisa diwariskan tapi anaknya bisa mengajukan izin. Intinya masyarakat dilegalkan untuk mengelola di kawasan hutan. Kadang kami penyuluhan di masyarakat, saya secara pribadi, pada masyarakat yang sudah menanam di kawasan hutan melakukan pendekatan kondusif agar tidak manambah areal kebunnya. Pernah masyarakat kita sodorkan Undang-undang No. 41 tapi masyarakat malah membakar aset pemerintah. Memang sangat berat tapi kita harus peduli pada masyarakat dan ekologi. Pertanyaan 2: Ada anekdot, bahwa adanya program REDD+ adalah pembodohan terhadap kita. Karena negara maju sudah mengeluarkan emisi dan mengandalkan negara berkembang untuk menguranginya dan memberikan sebagian keuntungan perusahaan mereka terhadap aktivitas pemeliharaan hutan oleh negara berkembang. Bagaimana menyikapi hal ini? Jawaban 2: Pernyataan apakah kita dibodohi oleh negara maju, hampir selalu kami dengar kemanapun kami pergi. Jawabannya tergantung dari sisi mana kita melihat. Kalau kita melihat ini pembodohan oleh negara maju, maka ini yang akan terjadi. Tapi kalau kita melihat ini peluang maka ini terkait perubahan perilaku dan
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
23
perbaikan sistem. Ada/tidak ada isu REDD+, kita butuh perbaikan sistem dan perubahan perilaku kita dalam mengelola hutan. Negara maju juga dibatasi dalam perdagangan karbon. Untuk CDM misalnya, negara maju dibatasi hanya 1% dari batas kewajiban mereka mengurangi emisi. Pembodohan terjadi saat mereka datang ke kita saat implementasi kegiatan. Kadang kita tidak membaca isi perjanjiannya, sudah bahasa Inggris ditambah lagi dengan bahasa hukum. Kalimat hukum dalam bahwa Indonesia saja kita sulit memahaminya, apalagi jika perjanjian dalam bahasa Inggris. Untuk itu kita perlu mencermati isi perjanjian, jangan sampai kita dibodohi. jadi anekdot terjadi pembodohan oleh negara maju tidak benar. Pertanyaan 3: Siapa yang berperan dalam kelembagaan WG REDD di MURA dan dari mana donor untuk pembiayaan kegiatan WG? Jawaban 3: Yang berperan dalam WG MURA adalah semua anggotanya. Komposisi WG terdiri dari, Koordinator Bappeda, dengan wakil koordinator Kadishut dan Kadisbun. Apakah ini baku? tidak. Ini hanya strategi, jika ada pihak lain yang berkomitmen dalam pengurangan DD maka akan diakomodir untuk masuk ke dalam WG. Semua anggota WG memiliki peran dan tupoksi untuk menysun rencana implementasi REDD, mencari mitra REDD dalam dan luar negeri. Dalam negeri kami akan bekerjasama dengan perusahaan setempat dan dari luar negeri kami pernah kerjasama dengan JICA (Jepang), CCAP (AS) dan Norway. Hanya untuk realisasi selalu berharap tapi jangan terlalu berharap. Yang penting kita sudah berupaya untuk lebih baik dalam penurunan emisi. Tahun 2011 untuk pembiayaan dari APBD tidak ada. Tahun 2012 masing-masing SKPD sudah ada tapi dipangkas 50% dari semula. Biaya untuk aktivitas WG sehari-hari berasal dari kami sendiri. Kami yang duduk di posisi WG adalah yang siap untuk berperan dan berkorban. Jika ke Jakarta maka kami menumpang dengan dana dari Dinas tapi mencari informasi tentang REDD. Kami juga mencari dana dari dalam dan luar negeri. Yang penting action dulu dan yakin suatu saat akan ada manfaatnya. Biarpun kami tidak digaji di WG kami ikhlas. Kami terbuka
24
untuk diskusi lebih lanjut melalui email atau diskusi langsung. 3. Rusdianto - TN Siberut Pertanyaan 1: Seingat saya pada COP 13 di Bali ada peluang areal konservasi untuk ikut serta dalam REDD. SUMBAR sebagian besar wilayahnya berupa areal konservasi salah satunya TN Siberut. Apakah kegiatan REDD bisa dilakukan di areal transisi dan zona inti? Jawaban 1: COP Bali jelas memasukkan isu konservasi. Yang dihargai dalam mekanisme ini adalah usaha yang dilakukan sehingga stok karbon tetap atau meningkat. Misalnya di Siberut, potensinya satu Giga ton, seandainya kita tidak menjaga hutannya sehingga suatu saat tinggal 750 juta ton, maka yang dihargai adalah usaha untuk mempertahankan nilainya tetap 1 Giga ton ini. Kalau kita melakukan ronda sehingga tidak terjadi pengurangan stok karbon inilah yang akan dihitung. Pertanyaan 2: Saya berpendapat target penurunan 41% sepertinya fantastis. Pada tahun 2010 saja angka 10% saja sudah bagus. Pada kasus ISO lingkungan, banyak daerah yang tidak sanggup melakukan penurunan emisi. Jawaban 2: Terkait rencana penurunan emisi 26% untuk usaha dalam negeri dan 41% dengan bantuan negara lain, ini adalah komitmen presiden. Tugas kita melakukan terlebih dulu baru kita perlihatkan kenapa kita tidak mampu dan sebesar apa yang mampu kita lakukan. Indonesia bekerja untuk menghitung seberapa besar penyerapan atau penyimpanan karbon yang berhasil kita lakukan pada suatu program penurunan emisi. Angka yang kita hasilkan adalah angka terbaik dari yang kita lakukan. Dari usaha maksimal yang kita lakukan bisa ditunjukkan dan kita buktikan bahwa kita bisa atau tidak bisa. Terkait ISO lingkungan, hal tersebut memang berat tetapi harus kita sampaikan di mana beratnya dan justifikasi seberapa beratnya.
PENYELENGGARAAN “OUTREACH” DI PADANG, SUMATERA BARAT
4. Siti Mursidah - Fahutan Universitas Muhammadiyah Padang Pertanyaan 1: Presentasi kedua pembicara sangat menarik, namun terdapat hal yang menggelitik yaitu kita heboh membahas REDD+ tapi masih ada illegal logging di Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dan masih ada masyarakat yang mendesak masuk ke dalam kawasan hutan. Bagaimana mengatasi masalah ini ke depan?
aman untuk kehidupan di bumi mampu beradaptasi dengan aman, dengan perhitungan inilah diperlukan penurunan emisi yang diatur dalam Bali Action Plan. Apabila merujuk pada IPCC, maka negara maju perlu menurunkan emisinya 10 – 40% sampai tahun 2020. Pertanyaan 2: Apakah sudah diinventarisasi siapa yang mengemisi sehingga sektor yang menyebabkan emisilah yang harus menurunkan?
Jawaban 1:
Jawaban 2:
Terkait illegal logging di TNKS memang menjadi keresahan kita semua. Pada COP 13 di Bali kita optimis akan mudah menangani driver deforestasi dan degradasi. Tapi kenyataannya tidak semudah yang kita bayangkan. Isu illegal logging bermacammacam tapi bisa disederhanakan menjadi dua yaitu karena serakah dan terpaksa. “Serakah” diakibatkan oleh aparat penegak hukum yang ”corrupt” dan yang membayar. “Terpaksa” terjadi pada sebagian masyarakat yang terlibat “illegal logging” karena kesulitan ekonomi. Di MURA, salah satu contoh adanya komitmen Pemda yang bagus untuk perbaikan lingkungan sehingga bisa bekerjasama dengan stakeholder lain seperti lembaga penelitian, akademisi dan masyarakat. Membuat industri sabut kelapa ini ditujukan untuk meng-address driver deforestasi. Menurut kami, untuk menuju pada perbaikan sistem pada semua level perlu meniru apa yang dilakukan oleh Nelson Mandela di Afrika Selatan, yang memiliki pikiran dan hati yang besar. Sesuatu itu impossible sampai kita melakukannya.
Janji Presiden kita sampai tahun 2020 menurunkan emisi sampai 26% melalui kemampuan dalam negeri dan 41% melalui kerjasama dengan negara lain. Angka 26% dihitung dengan angka BAU dalam National Communication dari 2,9 Giga ton emisi Indonesia tahun 2020 kalau tidak melakukan mitigasi. Dari komunikasi nasional ini perubahan land use menyumbang 60% dan ini pula yang mendasarkan angkanya penurunan emisi untuk sektor kehutanan sekitar 60%. Peraturan Presiden No. 61 tahun 2011 sudah menyebutkan ini.
5. Nurdin - Jurusan Biologi Universitas Andalas Pertanyaan 1: Apakah yang menjadi kriteria penentu ambang batas dan mengapa kita harus menurunkan emisi di bawah ambang batas? Jawaban 1: Kita harus melihat dampak perubahan iklim secara global dan tidak bisa melihat Indonesia saja. Kita lihat emisi dunia sekarang berdasarkan data terakhir 42 Giga ton pertahun. Untuk kehutanan seluruh dunia 20%nya. Terus kalau dilihat apa arti 42 Giga ton dan dikonversi berapa konsentrasi GRK
3.3.3 Sesi Kedua: Presentasi dan Diskusi 3.3.3.1 Presentasi Sesi kedua dipimpin oleh moderator Dr. Wilson Novarino (Dosen Universitas Andalas), dengan materi sebagai berikut: 1. Partisipasi Masyarakat dalam REDD+ (Dr. Ardinis Arbain – Universitas Andalas) Kita mengenal adanya istilah REDD dan REDD+. Pada COP-13 di Bali terjadi penambahan REDD menjadi REDD+, ada 3 hal yang ditambahkan yaitu peranan konservasi, PHPL dan peningkatan karbon hutan. REDD+ yang disampaikan Ibu Nur adalah salah satu cara dalam pengelolaan hutan dan bukan satusatunya cara dan bukan pula yang terpenting. Mau ditangkap atau tidak isu REDD tergantung dari negara kita sendiri. Pendekatan untuk peningkatan partisipasi pihak harus dilihat sebagai kerangka untuk peningkatan konservasi hutan. Apa kriteria dan indikator peningkatan karbon? Kenapa kita perlu berpatisipasi dan menangkap
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
25
peluang ini. Hal ini diperlukan untuk mengetahui perumusan persoalan agar lebih efektif. Kalau semua hanya tahu hal yang bersifat lokal, siapa yang memikirkan yang di awang-awang. Dalam pertemuan di tingkat internasional kita mendapatkan informasi dan pemahaman ilmiah, namun persoalan lokal tidak dihilangkan begitu saja. Sehingga yang perlu dilakukan adalah merumuskan alternatif solusi dan membangun perasaan memiliki. Elemen penting untuk peningkatan partisipasi adalah perlu ada kecocokan program. Sebagai contoh di Sijunjung ada program dari pihak lain, ini perlu dilakukan dalam rangka penyebaran informasi. Setiap program semestinya mempunyai paradigma sebagai berikut: keuntungan harus untuk semua, mekanisme komunikasi, keseimbangan representasi dan power, siapa yang mewakili dan kemampuan serta integritas perlu kejujuran.
Pemateri menyampaikan isu perdagangan karbon sukarela dan berupaya untuk mengembangkan skema perdagangan karbon di tingkat lokal antara buyer dan seller secara clear. ICRAF adalah organisasi riset internasional yang berkantor di Bogor dan bekerjasama dengan Kementerian Kehutanan. Kehadiran ICRAF berdasarkan permintaan Indonesia. Kegiatan ICRAF di Singkarak sudah dilakukan sejak tahun 2004 dan akan berakhir tahun 2012. Bulan Januari 2012 ICRAF akan mengadakan final workshop tentang penelitian di SUMBAR selama ini. ICRAF melalui program RUPES (Rewarding Upland Poor for Environment Services) bertujuan untuk memperbaiki tingkat kehidupan dan mengentaskan kemiskinan masyarakat. Kegiatan ICRAF di Singkarak didanai oleh IFAD (International Fund for Agricultural Development). RUPES memiliki 4 agenda yaitu:
Masalah program yang selama ini dihadapi diantaranya manipulasi, hanya berupa janji, dan informasi dari pihak luar, kemitraan, pendelegasian kekuasaan serta kontrol oleh masyarakat lemah. Selain itu faktor-faktor yang menyebabkan hilangnya hutan diantaranya kependudukan, ekonomi, teknologi, kebijakan, korupsi, budaya. Ekspansi sawit merupakan penyebab hilangnya hutan paling cepat dan kita tidak tahu berapa lama mengembalikan dari sawit ke hutan. Kalangan pengusaha sawit pernah mengajukan sawit menjadi bagian tanaman kehutanan dan pernah keluar peraturan menterinya. Untung banyak pihak protes terutama LSM, sehingga peraturan ini dibatalkan.
2. Bagaimana para pihak memahami apa itu jasa lingkungan. Diberikan pemahaman pada semua pihak
Untuk itu diperlukan strategi konservasi, strategi konservasi misalnya kalau orangnya kuat diajak mendukung, kalau tidak dilakukan isolasi (marginalisasi). Kalau peluang ada untuk dilemahkan akan dipindahkan supaya lemah dan penentang lemah bisa menjadi pendukung lemah. Yang kuat dan mendukung diajak berkawan untuk melakukan aktivitasnya. REDD+ hanyalah salah satu cara untuk mengelola hutan lebih baik. Kegiatan lokal bisa mendukung upaya global dalam penurunan emisi. 2. Perdagangan Karbon Sukarela: Implementasi skema jasa lingkungan karbon sebagai alternatif pengelolaan daerah hulu berbasis masyarakat di Sumatera Barat (Rachman Pasha, S.Hut - ICRAF)
26
1. Apa saja jenis jasa lingkungan dan dimana
3. Bagaimana mekanisme/cara pemberian imbalan 4. Kebijakan apa yang bisa mendukung. Saat ini ICRAF telah bekerjasama dengan 7 (tujuh) negara, dan untuk SUMBAR bekerja untuk isu karbon dan jasa lingkungan. Imbal jasa lingkungan berupa mekanisme untuk memperbaiki penyediaan jasa lingkungan. Penyedia jasa lingkungan menerima imbalan atas usaha yang dilakukan (provider gets). Penyedia jasa lingkungan seperti masyarakat hulu, sekitar hutan dan memberikan manfaat jasa lingkungan pada daerah mereka. Mereka melindungi keanekaragaman hayati, jasa alam dan dimanfaatkan secara luas oleh masyarakat. Apa yang dilakukan masyarakat di hulu? Mereka kadang tidak sadar bahwa usaha mereka sudah memberikan jasa pada pihak lain. Namun imbalan dari pemanfaat kepada penyedia jasa lingkungan dalam bentuk apapun masih dipertanyakan. Ada 4 kriteria pengembangan imbal jasa lingkungan: 1. Realisitis 2. Kondisional. Mereka sudah melakukan kegiatan terlebih dahulu. Penghargaan akan diberikan oleh yang mendapatkan jasa lingkungan. 3. Sukarela. Tidak ada tekanan dari pihak manapun.
PENYELENGGARAAN “OUTREACH” DI PADANG, SUMATERA BARAT
4. Berpihak pada yang miskin. Alternatif pada masyarakat sekitar hutan yang miskin secara ekonomi. Pengembangan mekanisme RUPES dilakukan melalui 4 (empat) tahap. Masing-masing tahapan harus dapat menjawab pertanyaan kunci. Tahap yang dilalui program ini adalah sebagai berikut: 1. Mengumpulkan informasi, menentukan cakupan 2. Analisis para pihak. 3. Negosiasi; Berapa dan pada siapa. 4. Implementasi dan pemantauan kesepakatan.
Beberapa temuan selama riset adalah mengentaskan kemiskinan dimungkinkan dengan minimal garapan 1,474 Ha/orang. Jenis tanaman campuran antara kayu dan buah-buahan mutlak harus diterapkan dengan total pohon 1.100 per ha minimal. Selain itu VCM dengan investasi melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan hutan dapat diterapkan pada skala hutan rakyat. Sedangkan permasalahan pada pemerintahan tingkat lokal adalah amasih ada penduduk yang tidak memiliki KTP, batas lahan dan kepemilikan yang masih tidak jelas dan manajemen informasi yang belum baik.
Manfaat Danau Singkarak sangat banyak diantaranya perikanan, irigasi, PLTA dan wisata, tetapi terjadi polusi yang disebabkan oleh pola pemanfaatan lahan pertanian yang kurang baik, limbah sungai dan pola penangkapan ikan yang tidak baik. Selain itu kendala inisiatif rehabilitasi lahan kritis yang terbatas terutama dari sisi finansial. Hal ini mendorong kesadaran dan inisiatif masyarakat akan pentingnya untuk melindungi dan meningkatkan areal hutan. Terkait dengan peluang REDD+ di Sumbar khususnya Singkarak, kami mengembangkan Voluntary Carbon Market (VCM). Meskipun ini bersifat kecil tapi kami tetap memulai untuk sama-sama belajar. Hal ini karena mekanisme mandatory/compulsory untuk perdagangan karbon belum ada yang berjalan.
Pembelajaran yang dapat diperoleh dari pengalaman program di Singkarak diantaranya:
Perjanjian untuk perdagangan karbon di Singkarak dilakukan untuk masa 10 tahun dengan nilai kontrak 10 juta/Ha, 42 petani dengan total area 28 Ha. Skema kerjasama dapat digambarkan misalnya ada masyarakat sebagai penjual karbon, ada pembeli, ada transaksi dan pihak lain sebagai fasilitator dan verifikator (lembaga lokal) dan pemerintah sebagai regulator. Tahapan pembayaran dilakukan dengan empat tahap yaitu pembayaran pertama sebesar 60%. Berdasarkan tahapan pekerjaan yaitu pembersihan lahan, pengadaan bibit dan penanaman. Pembayaran tahap kedua sebesar 15%, setelah dilakukan penanaman. Tahap ketiga sebesar 20% dilakukan setelah 5 tahun masa perjanjian. Tahap keempat sebesar 5% dibayar pada akhir kontrak setelah 10 tahun. Jenis tanaman dipilih oleh masyarakat dan komposisi tanaman juga berdasarkan keinginan masyarakat. Kegiatan terfokus pada areal berupa alang-alang. Sedangkan banyaknya karbon dalam 10 tahun diperkirakan sekitar 4.029 ton CO2e.
7. Berkembang spin off partnership untuk perbaikan ekologi, ekonomi dan sosial;
1. Pentingnya peranan intermediari sebagai honest and trusted intermediary; 2. Mengandung proses pengembangan kapasitas masyarakat; 3. Sebagai pintu masuk untuk pelestarian DAS dan pemberdayaan masyarakat; 4. Fasilitasi berperan penting dalam perlindungan DAS; 5. Saling percaya sebagai prasyarat penting dalam mengembangkan model imbal jasa lingkungan; 6. Perlu mengintegrasikan model imbal jasa lingkungan pada peraturan dan kebijakan;
8. Peningkatan peranan pemerintah secara lebih eksplisit dan terjabar dengan sistematis. Meskipun demikian program ini masih bersifat pilot project dan ICRAF butuh masukan untuk menghasilkan sesuatu yang lebih ideal. 3.3.3.2 Diskusi 1. Eka Minarsih - UPTD Perbenihan Tanaman Hutan, Dinas Kehutanan Provinsi Sumatera Barat Pertanyaan 1: Tanaman hasil implementasi REDD+ yang telah digagas oleh ICRAF di Singkarak setelah 10 tahun sesuai masa kontraknya akan menjadi milik masyarakat atau diserahkan pada buyer?
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
27
Jawaban 1: Setelah 10 tahun tanaman akan kembali pada masyarakat dan diserahkan ke masyarakat apakah mau menebang atau mempertahankan, terserah pada masyarakat. Ini milik masyarakat atau bisa saja ada kontrak baru. Mau dipotong pun ini hak masyarakat. Pertanyaan 2: Kita di Dinas Kehutanan mendukung kegiatan ini. Masyarakat bisa mendapatkan bibit secara gratis. Bisa penghematan untuk bibit dari Dinas Kehutanan dan bisa menghemat 60% dana bantuan dari Dinas Kehutanan Provinsi. Jawaban 2: Mengenai bantuan bibit 60% dari Dinas Kehutanan tentu sangat berati bagi masyarakat. Biaya yang paling besar memang untuk pengadaan. Jika ada bantuan dari Dinas Kehutanan akan lebih baik untuk peningkatan perekonomian masyarakat. Masalahnya, sering bibit yang ada di Dinas Kehutanan tidak sesuai jenisnya dengan apa yang diinginkan masyarakat. Kalau ada yang sesuai ICRAF senang sekali. Pertanyaan 3: Masalah karbon adalah masalah dimana depositnya. Yang penting bagaimana karbon yang di atmosfir diserap di alam. Pada tahap awal bisa diprediksi berapa penyerapan karbon. Adakah strategi mudah untuk memprediksi pengurangan karbon dan penyerapan karbon? Jawaban 3: Ada mekanisme pengukuran karbon yang praktis. ICRAF sudah mengembangkan RaCSA (rapid carbon stock assessment) dan ini mudah untuk level penyuluh. Dalam buku ini dijelaskan cara untuk mengukur diameter pohon setinggi dada (DBH) tapi untuk RaCSA belum bisa untuk below ground. Kami terbuka jika ada mahasiswa yang ingin belajar RaCSA dan kami terbuka untuk bukunya. 2. Akmal - Universitas Negeri Padang Komentar 1: Dulu di pinggir Danau Singkarak kita bisa tenggelam sekarang di pinggir Singkarak bisa main bola. Air danau sudah sangat menyusut. Di Simbawang
28
sekarang makin kering, sulit bersawah dan berladang. Waktu masyarakat trauma, banyak janji dari berbagai pihak untuk meningkatkan perekonomian, tapi tidak ada yang terealisasi. Saya melihat ada kesenjangan kebijakan pemerintah dengan kemauan masyarakat di lapangan Ada kesan kita memilih jenis reboisasi. Dulu pinus dipilih untuk reboisasi, ini kesalahan. Pilih pohon yang cocok untuk ditanam dan perbaikan lingkungan. Setahu saya mangga, jeruk dan marapalam bagus di Singkarak. Tanggapan 1: Samsul Bahri - Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Agam Pinus tentu ada manfaatnya. Masyarakat di kaki Gunung Merapi dan Singgalang tetap ada airnya mesti diatasnya ada pinusnya. Jangan menyampaikan informasi yang keliru pada masyarakat.Terkait kasus Solok bukan pinus yang salah tapi sikap masyarakat. Banyak penebangan kayu oleh masyarakat di areal hutan. Sementara itu, pohon mahoni yang sudah besar banyak ditebang dan dijadikan tombak oleh masyarakat. 3. Ahmad Ridho - Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Pertanyaan 1: Banyak dibuka lahan sawit di Kabupaten Damasraya. Sekitar 10 tahun lagi kondisinya akan sama dengan Padang. Tujuan sawit untuk meningkatkan perekonomian masyarakat tapi merusak lingkungan. Bagaimana menyeimbangkan tujuan ini? Jawaban 1: Sawitlah penyebab kerusakan hutan di Indonesia. Bagaimana baiknya, apakah tidak menanam sawit lagi? Inilah fungsinya rencana tata ruang (RTRW), di mana boleh menanam sawit dan mana areal untuk dilindungi. Kita ingin SUMBAR menjadi Provinsi konservasi dan menjual jasa-jasa ekosistem. Negara Swiss tidak punya satupun batang coklat tapi mereka terkenal sebagai penjual coklat terbaik di dunia. Beberapa daerah sekarang dengan mudah mendapatkan izin untuk pertambangan dan tanpa AMDAL. Ada klausul penting di peraturan, pejabat yang mengeluarkan kebijakan bisa dipenjara. Kalau Eropa mengembangkan minyak dari biji matahari
PENYELENGGARAAN “OUTREACH” DI PADANG, SUMATERA BARAT
dan ini bisa mengancam harga sawit. Jangan biarkan sejengkal tanah di SUMBAR untuk dirubah lagi menjadi sawit. Cukuplah sawit yang ada sekarang dikelola dan jangan ditambah lagi. 4. Sastro
Buat saja proposal dan ICRAF akan melihat kegiatan terkait. Cara menghitung karbon sudah ada. 6. Rudianto - Fahutan Universitas Muhammadiyah Padang Komentar 1:
Pertanyaan 1: Dalam sebuah program seharusnya dipegang prinsip berpihak pada orang miskin. Orang kaya luas peluangnya untuk merusak hutan, merekalah yang selama ini merusak hutan. Apa imbalan jasa lingkungan yang setimpal sebelum dan sesudah menjaga hutan? Kehidupan sebelum menjaga hutan hidupnya tergantung pada hutan, apakah setimpal atau lebih imbalan yang didapatkan dengan program perdagangan karbon? Jawaban 1: Kriteria program ICRAF salah satunya harus pro poor. Memang sebaiknya program harus pro pada masyarakat miskin. ICRAF memilih masyarakat yang memang kondisinya miskin bukan masyarakat kaya yang tinggal di daerah orang miskin. Kami mencoba memberikan alternatif income mungkin tidak sebesar hasil penjualan kayu. Nilai jasa lingkungan bisa saja lebih rendah dari nilai penghasilan dari kayu. Kalau misalnya dari kayu mereka dapat 1 juta/bulan dan dari jasa lingkungan misalnya mereka hanya dapat Rp. 700.000,-. Inilah indahnya bisnis jasa lingkungan, ada harapan alternatif atau tambahan penghasilan atau kerjasama dengan pihak lain. Kalau mereka sudah dapat jasa lingkungan untuk apa lagi mereka masuk hutan yang berkejar-kejaran dengan aparat.
Kebanyakan program hanya bersifat retorika tapi pelaksanaannya tidak ada. Seharusnya rakyat jangan dibohongi. Selama ini reboisasi hanya melibatkan pemerintah, tetapi masyarakat tidak diikutsertakan. Dana reboisasi ada tapi tidak dikelola dengan baik. Harapan saya pada pemerintah, jangan diam saja tapi berikan motivasi pada masyarakat. Tanggapan1: Samsul Bahri - Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Agam Kalau pengertian mahasiswa tentang isu REDD+ seperti ini maka hancur kita semua. Kita tidak pernah melakukan pembohongan pada masyarakat tentang reboisasi, saudara akan gelap tidak berlistrik jika kegiatan rehabilitasi lahan dianggap gagal. Reboisasi di hulu sungai sudah berhasil menyelamatkan Batang Agam. Reboisasi di Danau Maninjau berhasil menyelamatkan Indarung. Mungkin ada penyelewengan tapi tidak semua. Tentu ada pengalaman masa lampau yang pahit tapi tidak pesimis menghadapi masa depan. Kita sering mengungkap yang gagal saja tapi jarang mengungkap yang berhasil. ICRAF di Lampung juga sudah melakukan kegiatan micro hydro untuk masyarakat. Parameternya mudah, sungai lebih bersih dibanding sebelumnya. Lakukan apa yang kita rencanakan dan dengan jujur.
5. Dosen Universitas Bung Hatta Pertanyaan 1:
3.3.4 Penutupan
Acara ini menarik, namun sayangnya Pusat Studi Lingkungan di Universitas tidak diundang. Apakah ada kemungkinan ICRAF dapat bekerjasama dengan PSL yang ada?
Pada akhir acara Dr. Nur Masripatin, Kepala Pustanling Kemenhut menyampaikan bahwa jabatan hanyalah salah satu bagian hidup kita dan bisa pergi kapan saja. Kalau pejabat senang duduk karena lebih nyaman, kalau dosen senang berdiri karena merasa lebih berkuasa. Kami dari Pustanling beserta tim mengucapkan terima kasih pada semua atas partisipasinya. Dari semua rangkaian sosialisasi REDD+ di Indonesia, pertemuan “outreach” di Padang ini adalah yang pertama penuh sampai sore. Dinamika diskusi sangat baik dan kelihatan ada yang
Jawaban 1: Peluang ICRAF kerjasama dengan Pusat Studi Lingkungan (PSL) sangat terbuka karena ICRAF juga lembaga riset, misal mahasiswa yang mau penelitian S1, S2 atau S3. Atau bisa juga joint riset dalam penelitian atau menulis bersama untuk publikasi.
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
29
marah. Ada saatnya kita marah saat kita benar dan ada saatnya kita menerima jika kita salah. Orang pemerintah yang malas banyak dan yang baik jauh lebih banyak. Mahasiswa adalah generasi digital, dimanjakan oleh teknologi dan diharapkan mereka dapat menggunakan teknologi dengan bijak termasuk menilai sesuatu. Terima kasih pada rekan-rekan Pustanling, CER Indonesia, Dinas Kehutanan Provinsi, Kabupaten, Kota, Perguruan Tinggi, Lembaga Riset, mahasiswa dan tokoh masyarakat yang sudah hadir untuk pertemuan ini.
4. Kegiatan implementasi skema jasa lingkungan karbon di Danau Singkarak dapat digunakan sebagai alternatif pengelolaan daerah hulu berbasis masyarakat dalam rangka implementasi skema perdagangan karbon sukarela. Pembelajaran berharga diperoleh dari pelaksanaan program RUPES di danau Singkarak antara lain pentingnya peranan intermediari sebagai honest and trusted intermediary, fasilitasi berperan penting dalam perlindungan DAS dan saling percaya merupakan prasyarat penting dalam mengembangkan model imbal jasa lingkungan.
3.4 Kesimpulan dan Rekomendasi
3.4.2 Rekomendasi
3.4.1 Kesimpulan
Beberapa rekomendasi dari workshop tersebut adalah sebagai berikut:
Workshop di Padang, Sumatera Barat menghasilkan beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. REDD+ merupakan mekanisme internasional yang dapat digunakan untuk mendukung upaya Indonesia dalam memperbaiki pengelolaan sumber daya hutan dan sumber daya berbasis lahan lainnya. 2. Upaya Kabupaten MURA dalam pengurangan deforestasi dan degradasi hutan yang dilakukan melalui berbagai kegiatan termasuk agroforestry dan microhydro, pengolahan kelapa terpadu dan wisata Hutan Lindung Bukit Cogong (HLBC), pengembangan Revitalisasi Perkebunan dalam peningkatan penyerapan karbon pada kegiatan perkebunan rakyat, pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) telah memberikan pembelajaran yang signifikan terkait dengan REDD+. 3. Upaya mengatasi gangguan di kawasan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) dengan pemberdayaan masyarakat melalui pembangunan kebun bibit desa dan pengembangan jenis tanaman endemik yang memiliki nilai ekonomi tinggi pada lahan tidak produktif di daerah penyangga, pembangunan PLMTH/Hydropower pada desa yang berbatasan dengan TNKS, pengembangan wisata alam dan peningkatan kapasitas kelompok masyarakat peduli hutan merupakan kegiatan yang dapat dikategorikan dalam upaya persiapan REDD+.
30
1. Dalam rangka mempersiapkan pelaksanaan REDD+, pembentukan REDD+ WG di daerah yang terdiri dari berbagai elemen seperti unsur pemerintah, akademisi, lembaga penelitian, LSM dan masyarakat lokal serta peraturan daerah yang mengatur pengorganisasian sampai dengan pendanaan, akan mempermudah koordinasi antar pihak yang sangat diperlukan dalam REDD+. 2. Diperlukan kebijakan dan peraturan yang mengatur implementasi REDD+ sampai dengan level masyarakat. 3. Model imbal jasa lingkungan perlu diintegrasikan pada peraturan dan kebijakan, selain itu perlu dikembangkan di tempat lain dan bekerjasama dengan para stakeholder yang ada, misalnya Pusat Studi Lingkungan, Perguruan Tinggi, NGO, Instansi pemerintah dan masyarakat. 4. Peningkatan peranan pemerintah secara lebih eksplisit dan terjabarkan dengan sistematis, terutama dalam mengatasi keterbatasan finansial sangat diperlukan. Hal ini dapat dilakukan dengan mensinkronkan program pemerintah dengan menggandeng NGO, akademisi dan masyarakat sehingga pelaksanaan program-program yang terkait REDD+ lebih terintegrasi dan terasa lebih ringan dalam melaksanakannya.
PENYELENGGARAAN “OUTREACH” DI PADANG, SUMATERA BARAT
Lampiran dan Dokumentasi A. Outreach di Jember-Jawa Timur 1. Bahan Presentasi a. Perubahan Iklim, Peran Hutan dan Komitmen Indonesia (Dr. Nur Masripatin)
PERUBAHAN IKLIM, IKLIM PERAN HUTAN DAN KOMITMEN INDONESIA NUR MASRIPATIN KEPALA PUSAT STANDARDISASI DAN LINGKUNGAN (Standardisasi, Lingkungan, Perubahan Iklim)
Outreach Workshop “FCPF Programme” Kementerian Kehutanan-Universitas Jember Jember, 16 Desember 2011
CAKUPAN PRESENTASI y y y y y y y
2
KOMITMEN INTERNASIONAL PERAN HUTAN DALAM PERUBAHAN IKLIM HUTAN DALAM UNFCCC DAN KYOTO PROTOCOL KOMITMEN INDONESIA HUTAN DALAM KOMITMEN PENGURANGAN EMISI BEBERAPA KESENJANGAN YANG PERLU DIISI PENUTUP
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
31
GLOBAL TARGET NEEDED IN CC MITIGATION ((from Bali to Cancun)) y Maintain temperature increase < 2ºC (GHGs stabilization
: 450 – 550 PPM) y How to achieve the target ? ¾ Developed p Countries : 10 – 40 % emission reduction below 1990 by 2020 and 40-95 % emission reduction below 1990 by 2050.
¾ Developing Countries : deviation of emission (emission
reduction) from BAU
3
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
Pathways dan Pengurangan Emisi yang diperlukan p
Catatan : dikutip dari Situmeang, 2012
4
32
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
Lampiran dan Dokumentasi
11/04/2012
STATUS EMISI NEGARA ANNEX I TANPA LULUCF (perubahan dari 1990-2009; UNFCCC 2011)
penurunan 5
peningkatan STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
STATUS EMISI NEGARA ANNEX I DENGAN LULUCF (perubahan dari 1990-2009; UNFCCC 2011)
6
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
33
KOMITMEN BEBERAPA NEGARA BERDASAR PLEDGES (UNFCCC 2011) PARTIES
MINIMUM (%)
MAXIMUM (%)
BASE YEAR
USA
17
17
2005
EU
20
30
1990
JAPAN
25
25
1990
CANADA
17
17
2005
AUSTRALIA
5
25
2000
NZ
10
20
1990
CHINA INDIA
40 20
45 25
2005 2005
BRAZIL
36
39
2020
INDONESIA
26
41
2020
MEXICO
30
30
DEVELOPED COUNTRIES
DEVELOPING COUNTRIES
7
SOUTH AFRICA STANDARDIZATION, 34 41 ENVIRONMENT, CLIMATE CHANGE
2020
11/04/2012
2000
HUTAN DALAM PERUBAHAN IKLIM y Kegiatan kehutanan dapat berkontribusi baik
dalam mitigasi maupun adaptasi perubahan iklim Î y Keberhasilan K b h il dalam d l mitigasi iti i akan k berkontribusi terhadap adaptasi, demikian j juga sebaliknya, b lik y Hutan berperan baik sebagai penyerap/penyimpan GRK (sink) maupun sebagai sumber emisi (source). 8
34
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
Lampiran dan Dokumentasi
11/04/2012
HASIL COP-17 DI DURBAN
9
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
Kondisi Hutan Dunia Terkait Perubahan Iklim (Perubahan Tutupan Hutan 2005-2010 )(FRA, 2010)
10
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
35
WORLD FOREST CARBON STOCKS (FRA 2010)
> 650 billion tones
44 %
45 %
Biomass Dead wood & litter Soil
11 %
Total world carbon stock has continuously decreased from 1990 (672 571 Million tones ) to 2010 (652 371 Million tones) 11
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
Note : Forest Biomass carbon stocks in 2010 was 35.689 billion ton (± 12 %) for Asia (Source : FRA-FAO, FRA FAO 2010) and ± 19 billion ton (± 6.6 6 6 %) for Indonesia (Source : MoF/IFCA 2008 and DNPI 2009)
12
36
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
Lampiran dan Dokumentasi
11/04/2012
ISU KEHUTANAN DALAM AGENDA COP-17 COP-17/CMP-7
SBSTA35
SBI-35
Aspek Metodologi RDD+ (REL/RL, MRV, SIS)
AWG-LCA 14 -IV
Opsi pendanaan untuk implementasi P h REDD+ Penuh
AWG-KP 16-IV
LULUCF
• COP : Conference of the Parties (UNFCCC) • CMP : Conference of the Parties serving as a Meeting of the Parties (Kyoto Protocol) • SBSTA : Subsidiary Body on Scientific and Technological Advise • SBI : Subsidiary Body on Implementation • AWG-LCA : Ad Hoc Working Group on Long-Term Cooperative Action 11/04/2012 13 • AWG-KP : Ad Hoc Working Group on Further Commitment by Parties under the Kyoto Protocol
NATIONAL TARGET TO REDUCE EMISSIONS AND ROLE OF FOREST Indonesia has expressed to associate with Copenhagen Accord, voluntarily set a target to reduce 26 % emissions compared d to t BAU by b 2020 2020, th through gh : 1. Sustainable peat land management, 2 2. Reduction in rate of deforestation and land degradation, degradation 3. Development of carbon sequestration projects in forestry and agriculture, 4. Promotion of energy efficiency, 5. Development of alternative and renewable energy sources, 6. Reduction in solid and liquid waste, 7 7. Shifting to low emission transportation mode. mode 14
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
37
DASAR PENENTUAN TARGET PENGURANGAN EMISI 3
2,95
Emisi (Gto onCO2e)
25 2.5 2
2,12
Kehutanan dan Lahan Gambut Limbah
1,72
BAU kehutanan k h d lahan dan lh gambut = 14/26 * 2,95 = ~ 1,5 Gt
Pertanian
1.5 1
Industri 0.5 0 2000
2005
2020
Energi dan Transportasi
Sumber: Second National Communication (2009)
15
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
RAN-GRK KEHUTANAN : Kegiatan Inti (PERPRES 61/2011, Lampiran 1)
16
38
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
Lampiran dan Dokumentasi
11/04/2012
TARGET PENURUNAN EMISI DALAM RENSTRA KEHUTANAN
17
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
Lanjutan
18
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
39
Lanjutan
19
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
Lanjutan
20
40
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
Lampiran dan Dokumentasi
11/04/2012
Lanjutan
21
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
RAN-GRK KEHUTANAN : Kegiatan Pendukung (PERPRES 61/2011, 61/2011 Lampiran L i 2) Bidang Kehutanan dan Lahan gambut
22
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
41
RAN-GRK : Kegiatan pendukung lainnya (Lintas Bidang) Î keterlibatan sektor kehutanan
23
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
PERPRES 71/2011 (beberapa pasal terkait) y Mengatur tentang penyelenggaraan inventarisasi gas rumah kaca (GRK) nasional
Î dalam rangka mengukur capaian target penurunan emisi,
y Pasal 4.1 4 1 : Penghitungan emisi dan serapan GRK termasuk simpanan karbon
dilakukan dengan:
a. menggunakan data aktivitas di masing-masing sumber emisi dan penyerapnya
termasuk simpanan karbon;
b menggunakan data aktivitas pada tahun yang sama; b. c. menggunakan faktor emisi dan faktor serapan lokal. y Pasal 8.1 : Menteri terkait dan/atau Kepala Lembaga Pemerintah Non
Kementerian yang terkait dengan ruang lingkup inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3), bertugas untuk: a. Menyelenggarakan inventarisasi GRK. b Menyusun kecenderungan perubahan emisi dan serapan GRK termasuk b. simpanan karbon sesuai dengan lingkup tugas dan kewenangannya. c. Mengembangkan metodologi inventarisasi dan faktor emisi atau serapan GRK berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan
24
42
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
Lampiran dan Dokumentasi
11/04/2012
MONITORING DAN PELAPORAN CAPAIAN TARGET PENURUNAN EMISI 26 % dan kegiatan mitigasi lainnya : SNI tentang “ground-based forest carbon accounting” accounting
y
y y
y
25
Dibangun dalam rangka melaksanakan mandat COP-15 dan COP-16 tentang “methodological guidance for REDD+” (perlunya kombinasi remote sensing dan ground-based ground based approaches) dan kebutuhan nasional (REDD+ : national-sub national approach), Mengacu guidance IPCC-GPG dan IPCC-GL, forest “inventory principles” dan dan “lessons learned” dari lapangan, Untuk klasifikasi lahan mengacu g pada SNI 7645 : 2010 p tentang “Klasifikasi Tutupan lahan” Î reklasifikasi berdasar IPCC category Terdiri dari 2 standar : Pengukuran di lapangan untuk estimasi carbon (SNI 7724 : 2011) ; dan Penyusunan Persamaan Allometric (SNI 7725 : 2011) (bila di wilayah tsb belum tersedia persamaan allometric) Î in line dengan PERPRES No. 71/2011 pasal 4.1 (c) dan 8.1 (c). STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
TANTANGAN DI SEKTOR KEHUTANAN y Pelaporan NAMAs (apakah RAN-GRK ~ NAMAs ? Sepertinya
tidak (RAN-GRK>NAMAs), periksa PERPRES No. 61/2011 L Lampiran i 2 : Penyusunan P Nationally N ti ll A Appropriate i t Mitigation Actions (NAMAs) Î pemilahan elemen dari g dalam RAN-GRK yyang g akan dimasukkan dalam kegiatan “Biennial update report”, y Penetapan REL (basis penetapan, metodologi, proses), perlu review secara periodik (misal : 5 tahunan) Î tantangan di kehutanan : REL ? / RL ? y Carbon yang tersimpan sebagian besar berada di tanah dan biomas Î treatment terhadap p “carbon p pool” yang y g lain ?
26
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
43
TANTANGAN DI SEKTOR KEHUTANAN y Dalam estimasi emisi/serapan : untuk pelaporan NAMAs :
negara berkembang dapat memilih “Tier” sesuai kondisi dan k kapasitas i nasionalnya; i l untuk k REDD+ REDD terutama untuk k “market-based”, diperlukan “ Tier “ lebih tinggi (mengarah ke Tier 3)
y Ketersediaan data biomas yang masih mengelompok di
Indonesia bagian barat (periksa slide berikut);
y Terdapat berbagai kesepakatan internasional dimana
kehutanan k h terlibat lib Î memerlukan l k pelaporan l d dengan f format dan scope yang berbeda-beda Î tantangan bagi FRIS dan INCAS.
27
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
Distribusi data biomass di Indonesia (review oleh Balitbang Kehutanan 2010 : Kerjasama Indonesia- Australia)
28
44
Redrawn from DG Planning-MoF (Ref. S. Rahman 2011)
Lampiran dan Dokumentasi
11/04/2012
PENUTUP y Perubahan iklim tidak hanya merupakan isu
lingkungan, tetapi juga merupakan isu pembangunan, isu kedailan dan kesetaraan, serta kepentingan ekonomi,
y Isu perubahan iklim memerlukan pemecahan di semua
level dan sektor, mulai dari lokal, nasional dan global secara sinergis,
y Memerlukan dukungan hampir semua bidang ilmu, ilmu dan
memerlukan penanganan oleh semua stakehoders secara sinergis pula.
29
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
11/04/2012
TERIMA KASIH Email :
[email protected]
30
11/04/2012
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
45
b. Pembelajaran dari Program REDD+ di Taman Nasional Meru Betiri (Ir. Ari Wibowo, M.Sc) PEMBELAJARAN DARI PROGRAM REDD+ DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI ITTO PD 519/08 rev 1 (F) Ari Wibowo Ari Wibowo Project Coordinator
Email :
[email protected]
Ringkasan Proyek Nama Pilot/DA : Tropical Forest Conservation For Reducing Emissions from D f Deforestation t ti and d Forest F t Degradation D d ti and d E Enhancing h i C Carbon b Stocks in Meru Betiri National Park, Indonesia Lokasi : TNMB, Jawa Timur Pelaku dan Penanggung Jawab : Puspijak, TNMB, LATIN Jangka Waktu Pilot : 2010-2013 973 388 / ITTO Jumlah Dana dan Sumber Dana : US$ 973,388 Lingkup : MRV, RL, Peningkatan Kapasitas, Pelibatan Masyarakat
Jember, 16 Desember 2011
Lokasi
L Luas : 58 58.000 000 H Ha TNMB, areal konservasi
Penurunan
emisi dari deforestasi,, Penurunan emisi dari degradasi hutan, Konservasi stok karbon hutan, , Pengelolaan hutan lestari (PHL) dan Peningkatan stok karbon.
Umum Memberikan kontribusi untuk REDD+ melakui partisipasi masyarakat dalam konservasi Khusus Meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui partisipasi dalam kegiatan REDD+ dan keanekaragaman hayati, Membangun sistem yang kredibel untuk pemantauan REDD dan REDD plus yang dapat diukur, dilaporkan dan diverifikasi (MRV)
Struktur Organisasi Organisasi MINISTRY OF FORESTRY
ITTO
Besarnya kontribusi LULUCF dalam emisi GRK Indonesia berkomitmen dalam penurunan emisi 26% p LULUCF berkontribusi terbesar terhadap penurunan emisi, salah satunya REDD REDD dalam perkembangan, saat ini memasuki persiapan “readiness” masa p p Pembelajaran melalui DA REDD DA REDD mewakili berbagai kondisi, lokasi g g geografi di Indonesia TNMB mewakili kawsan konservasi yang mendapatkan ancaman karena deforestasi dan degradasi g y yang g tidak terencana Dukungan dari ITTO dan partner seven and i
Project Steering Committee
46
Lampiran dan Dokumentasi
CCCP RnD
Auditor
Coordinator Project Staffs
Coordinator of Emission In entor Inventory Baseline (FORDA) National Experts and Counterpart
Coordinator of Formulation and Implementation of MRV (FORDA) National Expert and Counterpart
Coordinator of Community Participation and Prosperity Improvement (LATIN) National Expert and C Counterpart t t
Project Technical Advisory Team
Coordinator of Forest Protection and Extension (Meru Betiri National Park Agency) National Expert and Counterpart
Batas dan PSP
FOKUS KEGIATAN Peningkatan pemahaman, kesadaran dan p masyarakat y p melalui p partisipasi kehidupan dalam kegiatan REDD+ Pengembangan sistem monitoring stok k b d i i yang MRV karbon dan emisi
13
Kemajuan Pelaksanaan 1. Kegiatan di lapangan (tahun ke 2 dari 4 tahun) Berhubungan dengan masyarakat MRV 2. Networking Website : Http://ceserf-itto.puslitsosekhut.web.id Http://ceserf itto puslitsosekhut web id Mailing list :
[email protected] Video
Land cover 1997
Land cover 2001
Analisis Perubahan Lahan
3. Publikasi Brief Info (Bulanan) Laporan p foto Technical Reports Annual/Biannual Report Policy Brief Selebaran, poster, pamflet, flyers dsb
Land cover 2005
Land cover 2010
Land cover 2007
Perubahan Lahan di TNMB LANDCOVER
Pelatihan P l ih MRV (P (Perubahan b h iklim, mitigasi, pengukran karbon dsb)
Inventarisasi berbasis sumberdaya (pemetaan sederhana, agroforestry, g dan dan hidrologi pengukuran karbon
1997 2001 Ha % Ha % Water W t 52 0 52 0 Bush/Shrub 2654 5 1965 4 Primary dryland forest 74 39460 72 40309 Secondary dryland forest 7413 14 8810 16 Mangrove forest Mangrove forest 71 0 102 0 Settlement 28 0 28 0 Plantation 1058 2 1186 2 Dryland agriculture 0 0 75 0 Dryland agriculture Shrub mixed dryland agriculture 507 1 265 0 Grassland G ass a d 1084 2 2144 4 Barren land 1385 3 474 1 Total Area (ha) 54562 100 54562 100
2005 Ha % 52 0 1932 4 39218
2007 Ha % 52 0 1814 3
2010 Ha % 52 0 1814 3
72 38537
71
37965
70
17 0 0 3 1
9788 101 33 1394 872
18 0 0 3 2
10315 101 38 1373 685
19 0 0 3 1
1749 3 1812 242 0 153 0 0 6 54562 100 54562
3 0 0 100
9181 102 28 1425 633
2060 4 153 0 6 0 54562 100
Peningkatan Kehidupan Masyarakat Identifikasi skema yang layak Konsultasi dengan para pihak
FGD
• Mekanisme REDD sebagai g mekanisme wajib j masih
dalam tahap perkembangan
Mengembangkan kemitraan Masyarakat / Pemda
TNMB
• Belum terbentuk sistem MRV di tingkat nasional
sebagai acuan
• Peluang untuk mengacu kepada Voluntary Carbon
dengan g tingkat g emisi y yang g rendah
Perbaikan/peningkatan penghasilan Kemitraan masyarakat hutan
• Peluang dan tantangan menuju fund based project • Tantangan dalam upaya peningkatan partisipasi dan
tingkat kehidupan masyarakat yang menuju upaya mitigasi
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
47
TUJUAN PROGRAM TUJUAN PROGRAM
Hutan konservasi di TNMB umumnya masih dalam kondisi baik kaya biodiversitas dan stok karbon baik, karbon. Tantangan dan proses belajar untuk REDD+ di kawasan konservasi dengan tingkat deforestasi rendah dan kaya akan nilai konservasi Masyarakat adalah komponen penting dalam REDD+. Kesuksesan tergantung juga pada partisipasi dan kesadaran masyarakat. REDD+ seharusnya memberikan manfaat jangka pendek dan jangka panjang. Masyarakat memerlukan kepastian hukum jangka panjang untuk kegiatan yang berhubungan dengan TNMB. Informasi stok karbon di taman nasional sebagai kawasan konservasi. konservasi Ssistem MRV untuk memonitor stok karbon dan biodiversitas serta keterlibatan masyarakat sebagai masukan untuk sistem nasional dan program REDD lainnya.
Tujuan umum: memberi kontribusi dalam REDD dan pengkayaan stok karbon melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelestarian dan pengelolaan p g TN Meru Betiri Tujuan spesifik: • Meningkatkan g kesejahteraan j masyarakat sekitar TN Meru Betiri melalui peningkatan partisipasi masyarakat dalam mencegah deforestasi, degradasi g keanekaragaman g hayati y dan kehilangan • Mengembangkan sistem MRV yang kredibel untuk memonitor REDD dan pengkayaan stok karbon di TN Meru Betiri Meru Betiri
Strategi Pengembangan Masyarakat • Rehabilitasi hutan melalui agro agro‐forestry forestry • Membuat kesepakatan kerjasama (MoU) antara petani dengan pengelola TN Meru TN Meru Betiri • Menyusun kriteria dan indikator tentang pelestarian di TN Meru Betiri secara partisipatif • Mengembangkan kegiatan peningkatan pendapatan masyarakat
c. Kegiatan Pengembangan Masyarakat di Lokasi Demonstration Activity REDD+ di Taman Nasional Meru Betiri (Ir. Arif Aliadi – LATIN)
KEGIATAN PENGEMBANGAN KEGIATAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT DI LOKASI DEMONSTRATION ACTIVITIY REDD+ DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI Oleh: ARIF ALIADI/LATIN OUTREACH ON MANAGEMENT OF DATA AND LESSONS ON READINESS ACTIVITIES / REDD+ DEMONSTRATION ACTIVITIES KERJASAMA PUSAT STANDARDISASI DAN LINGKUNGAN ‐ UNIVERSITAS NEGERI JEMBER KERJASAMA PUSAT STANDARDISASI DAN LINGKUNGAN UNIVERSITAS NEGERI JEMBER
Jember, 16 Desember 2011
Program • Title: Tropical Forest Conservation for Reducing Emission from Deforestation and Forest Degradation and E h Enhancing Carbon Stocks in Meru Betiri i C b St k i M B ti i National Park N ti lP k (ITTO Project PD 519/08 Rev.1 (F)) • Implementor: FORDA, Meru Betiri National Park and LATIN g • Partner: ITTO and 7 & i Holding • Location: Meru Betiri National Park • Area : 58.000 ha
48
Lampiran dan Dokumentasi
Melanjutkan kegiatan pendampingan melalui l l rehabilitasi h bl d TNMB di • Sejarah rehabiltasi: – Pilot project rehabilitasi : 7 ha, 43 KK, agroforest tumbuhan obat – 1998 – 2002 : perambahan ± 3000 ha – 1999 : kesepakatan antara TNMB dan LATIN untuk rehabilitasi – 2000 : mulai replikasi – 2004 : pendampingan 2004 d i di 5 desa, 104 kelompok, 5d 104 k l k merehabilitasi lahan seluas ± 2500 ha dengan 188.679 pohon 88.679 pohon (67 (67 jenis) jenis)
Pendampingan melalui Rehabilitasi TNMB • Pemetaan lahan agroforestri untuk pengelola yang berasal dari Desa Curahnongko • Inventarisasi • Identifikasi tipologi agroforest • Pengembangan kebun bibit
Luas & lokasi & lokasi
Inventarisasi • Mengidentifikasi jenis dan menghitung jumlah pohon atau bibit yang ditanam di lahan agroforest • Menentukan tipologi agroforest
• •
Luas : 4.023 Ha Lokasi : Kec. Tempurejo – Jember Kec Pesanggaran ‐ BWI Kec. Pesanggaran
Pemetaan lahan yang dikelola oleh k l kelompok k dari d Desa Curahnongko h k Pemetaan meliputi: • Batas lahan yang dikelola oleh kelompok • Batas lahan l h yang dikelola dik l l oleh l h individu i di id petanii
Kegiatan Inventariasi Activities
Contoh hasil inventarisasi agro‐forest di lahan petanii (Pak Ningram) (P k Ni )
Mapping Result Maps of Individual Groups (17 groups) from Curahnongko village in Rehabilitation Zone
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
49
Keterlibatan Masyarakat di Tingkat Lahan dalam R h bili i Ad 6 tipe Rehabilitasi: Ada 6 i lahan l h rehabilitasi h bili i Kepadatan Tipe Jumlah jenis Contoh (pohon/ha) Tidak ada pohon, hanya palawija 0 0 Pak Tego Pak Tego Sedikit pohon dan palawija < 50 < 5 Pak Misto Pohon cukup banyak dan palawija 51 ‐ 100 6 to 10 Pak Parman Pohon banya dan palawija 101‐150 11 to 15 Pak Suparsis Pohon banyak dan empon‐empon 151‐200 16 to 20 Pak Sirum Pohon banyak, tidak ada palawija dan tidak ada empon‐empon > 151 > 11 Pak Pin
No. 1 2 3 4 5 6
Tipe 4
Income/th/ha (Rp) 12 630 000 12.630.000 19.780.000 7.902.000 6.960.000 30.749.200
10.440.000
Tipe 1
Tipe 5
bACK
Tipe 2
Tipe 6
Tipe 3
Pengembangan Kebun Bibit • Di Di 3 desa 3 desa (Curahnongko, Andongrejo (Curahnongko Andongrejo and and Sanenrejo) @ 6000 bibit • Alpukat, kedawung, pakem, pete, joho, durian, Alpukat kedawung pakem pete joho durian etc.. • Bibit Bibi akan k ditanam di di lokasi l k i agro‐forest yang f yang masih kosong, berdasarkan hasil pemetaan dan d inventarisasi i i i
50
Lampiran dan Dokumentasi
Kebun Bibit
Kegiatan Yang Dilakukan Yang Dilakukan • Pihak Pertama bersama‐sama dengan Pihak Kedua akan merumuskan dan menyepakati kegiatan yang akan dilakukan dalam upaya meningkatkan Partisipasi Masyarakat y dalam Konservasi Keanekagaraman g Hayati y dan Ekosistemnya, Pengurangan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan, Rehabilitasi Kawasan Hutan di p g Taman Nasional Meru Betiri, serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. • Kegiatan yang sudah dirumuskan dan disepakati pada Ayat (1) di (1) di atas, selanjutnya atas selanjutnya akan dibuat menjadi perjanjian tersendiri, yang akan diselesaikan paling lambat tiga bulan setelah Nota Kesepakatan Bersama ini ditanda tangani. tangani
Kesepakatan Kerjasama • Tujuan Kesepakatan Bersama ini adalah meningkatkan partisipasi masyarakat dalam upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, pengurangan p g g emisi dari deforestasi dan degradasi g hutan, serta rehabilitasi kawasan hutan di Taman Nasional Meru Betiri, serta peningkatan kesejahteraan y masyarakat. • Sasaran Kesepakatan Bersama ini adalah terpeliharanya keutuhan dan kelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya di Taman Nasional Meru Betiri, serta Taman Nasional Meru Betiri serta meningkatnya kesejahteraan masyarakat Desa Curahnongko.
Obyek dan Ruang Lingkup Kesepakatan • Obyek Kesepakatan Bersama ini adalah:
– Kawasan hutan Taman Nasional Meru Betri, termasuk keanekaragaman hayati dan ekosistem di Taman Nasional Meru Betiri. – Desa D C h Curahnongko k sebagai b i desa d penyangga Taman Nasional T N i l Meru Betiri
• Ruang lingkup kemitraan ini adalah:
– P Penyusunan rencana pengelolaan, rehabilitasi, pemeliharaan, l l h bilit i lih penangkaran flora dan fauna, perlindungan, promosi dan informasi; – Peningkatan kapasitas kelembagaan masyarakat di bidang pengelolaan, rehabilitasi hutan, pengembangan ekowisata, penangkaran flora dan fauna dan pemanfaatan jasa lingkungan.
Hak dan Kewajiban • Baik Pihak Pertama maupun Pihak Kedua berkewajiban untuk mencapai tujuan Kesepakatan p Bersama yyang disebut g pada Pasal 2. p • Baik Pihak Pertama maupun Pihak Kedua berhak untuk mencari dukungan dana dan mitra masing masing‐ masing dalam upaya mencapai tujuan Kesepakatan p Bersama dan apabila p telah mendapatkan dana dan mitra agar dapat saling menginformasikannya.
Kriteria dan Indikator Prinsip 1: Terciptanya kelestarian hutan di kawasan Taman Nasional Meru Betiri • Kriteria 1: Terjaminnya status dan fungsi Taman Nasional Meru Betiri Nasional Meru Betiri
– Indikator 1: Batas Taman Nasional Meru Betiri baik di peta maupun di lapang jelas dan ditaati oleh pihak lain – Indikator 2: Kerjasama 2: Kerjasama dengan pihak lain di lain di dalam kawasan Taman Nasional Meru Betiri tidak mengubah status dan fungsi Taman Nasional – Indikator 3: Dukungan 3: Dukungan para pihak terhadap keberadaan Taman Nasional Meru Betiri semakin meningkat
• Kriteria 2: Keutuhan kawasan Taman Nasional Meru Betiri terjaga
Prinsip 2: Terwujudnya partisipasi masyarakat dalam pengelolaan p g zona rehabilitasi di TN Meru Betiri • Kriteria 1: Keberlangsungan fungsi zona rehabilitasi • Kriteria 2: Ada pengakuan terhadap hak kelola masyarakat di zona rehabilitasi • Kriteria 3: Kelompok masyarakat mengembangkan lembaga pengelola zona rehabilitasi TN Meru Betiri • Kriteria 4: Masyarakat 4: Masyarakat pengelola zona rehabilitasi berhak memperoleh kompensasi atas jasa‐jasa lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat luas Prinsip 3: Meningkatnya kesejahteraan masyarakat • Kriteria 1: Pendapatan ekonomi masyarakat meningkat • Kriteria 2: Keadaan sosial masyarakat semakin baik • Kriteria 3: Peningkatan kapasitas masyarakat
Sumber‐sumber Sumber sumber Pendapatan Alternatif • Pengembangan produk dari lahan rehabilitasi – Tumbuhan obat dan jamu instan – Pengolahan kripik nangka – Mencari tanaman bernilai ekonomi tinggi untuk menggantikan palawija di lahan rehabilitasi : LCC : LCC (Legume Cover Crops) dan porang/iles‐iles
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
51
Pembelajaran dari Pendampingan Masyarakat k di TN Meru Betiri ii
Tumbuhan obat dan jamu instan •
• Upaya p y untuk meningkatkan g partisipasi p p masyarakat y di taman nasional bisa dilakukan apabila ada sinergi antara tujuan konservasi dengan ekonomi • Perlu P l dialog dengan di l d Ditj PHKA Kementerian Ditjen PHKA K t i Kehutanan tentang peraturan atau kebijakan yang g p pemberdayaan y masyarakat y di kawasan terkait dengan Taman Nasional dan yang terkait dengan kemitraan dalam pengelolaan Taman Nasional. • Perlu memperbanyak contoh sukses dalam meningkatkan partisipasi masyarakat untuk pengelolaan taman nasional
Pengolahan g tumbuhan obat menjadi jamu instan : produksi terbatas karena dilakukan secara manual, ada bantuan alat penghancur tumbuhan obat, masih perlu alat untuk mengolah sampai menjadi jamu instan
Pengolahan Kripik Nangka •
Pengolahan kripik nangka : panen nangka k membuat b t harga h nangka k anjlok, ada bantuan alat untuk mengolah menjadi kripik dan alat pres untuk kemasan pres untuk
TERIMA KASIH
d. Kegiatan Analisis Sistem Informasi Geografis di TN Meru Betiri (Januar Ferry I. dan Purnomo Siddy – UNEJ)
Mencari tanaman bernilai ekonomi tinggi Iles‐iles • • •
Harga iles‐iles Rp 2500,‐ per kg. dari lahan seluas 1 ha = 4 ton, pendapatan = Rp = Rp 10.000.000,‐. 10 000 000 Biaya produksi untuk 1 ha : – beli bibit Rp 600.000,‐ – tenaga kerja untuk pengolahan tanah, penanaman, perawatan dan pemanenan = Rp 30.000,‐ x 100 hok = Rp 3.000.000,‐, – jadi total biaya total biaya produksi mencapai Rp 3.600.000,‐.
•
Laba : Rp 6.400.000,‐
LCC (Legume cover crops) LCC (Legume cover crops)
KEGIATAN ANALISIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS DI TAMAN NASIONAL MERU BETIRI, JAWA TIMUR
• Harga 1 kg = Rp 200.000,‐ • Dari lahan seluas 1 ha = 2 k kwintal, pendapatan l d = Rp 20.000.000,‐, • Biaya produksi untuk 1 ha : – bibit 0,5 kg (Rp 100.000,‐), – obat‐obatan Rp 200.000,‐, – tenaga kerja Rp 30.000 x 50 hok = Rp R 1.500.000,‐. 1 500 000 – Total = Rp 1.800.000,‐.
• Laba : Rp 8.500.000,‐.
Pembelajaran dari Pendampingan Masyarakat k di TN Meru Betiri ii • Tenaga pendamping masyarakat yang memiliki yang memiliki komitmen tinggi dan terampil leadership dalam diri koordinator • Faktor leadership dalam pendamping masyarakat • Kerjasama dengan lembaga penelitian (Pusat Penelitian Perubahan Iklim dan Kebijakan Kehutanan) bisa memperkuat argumentasi ilmiah tentang partisipasi masyarakat • Keterbukaan pengelola TN Meru Betiri
52
Lampiran dan Dokumentasi
Data states of the worlds forests 2007 yang dikeluarkan FAO, Laju deforestasi indonesia 2 % per tahun. Kondisi ini diperkirakan akan terus meningkatkan kadar pelepasan emisi karbon (CO2).
Kawasan Taman Nasional Meru Betiri (TNMB) dan sekitarnya memiliki luas areal hutan tropis seluas 58,000 hektar. Kawasan ini memenuhi syarat sebagai lahan untuk mengurangi emisi karbon.
Dalam l k kerangka k
memitigasi perubahan b h iklim kl d diperlukan l k
pengelolaan sumber daya hutan untuk mengurangi emisi karbon (CO ) (CO2).
Start
Ruang Lingkup R Li k P l k Pelaksanaan K i Kegiatan meliputi li i Analisis dengan menggunakan GIS (Geographic Information System) di Taman Nasional Meru Betiri Interpretasi p dan analisis citra untuk mengetahui g perubahan tutupan lahan Taman Nasional Meru Betiri tanpa kawasan perairan selama tahun 1997 sampai dengan 2010 dengan periode 2 tahunan
CITRA BARU KOREKSI GEOMETRIK MOSAICK PENAJAMAN CITRA KLASIFIKASI INTERPRETASI CITRA KOREKSI CITRA
▪ ANALISIS YANG DIGUNAKAN Gabungan antara analisis Informasi Spasial/Geografi yang merupakan analisis berbasis spatial dengan inventarisasi tutupan lahan l h yang merupakan k potensi sumberdaya sektor kehutanan yang y g dianalisis menggunakan data satelit penginderaan jauh.
PETA TUPLAH Finish
1. Untuk
menentukan
tutupan
lahan
dengan
1.
H t Hutan l h lahan k i kering primer i merupakan k seluruh kenampakan hutan yang belum menampakan p nebangan, g termasuk vegetasi g rendah alami yang tumbuh di atas batuan masif.
2.
Hutan lahan kering sekunder merupakan seluruh kenampakan hutan yang telah menampakkan bekas penebangan (kenampakan alur dan bercak bekas p penebangan). g
3.
Tanah T h terbuka b k merupakan k k kawasan yang tidak ditumbuhi vegetasi, dan tidak ditutupi genangan air serta bangunan. bangunan Kawasan pertambangan tergabung ke dalam kelas ini.
4.
Permukiman adalah daerah‐daerah di dalam yang g ditutupi p bangunan g dan citra y perumahan rakyat. Kawasan industri yang terdapat di dalam citra digabung ke dalam k l ini. kelas
5.
Semak/Belukar digambarkan oleh Kawasan bekas hutan lahan kering yang telah tumbuh kembali, didominasi vegetasi rendah dan tidak menampakkan lagi bekas alur/ bercak penebangan. penebangan
6.
Belukar Rawa adalah kenampakan Semak / belukar dari bekas hutan di daerah rawa.
7.
Perkebunan ditunjukkan oleh seluruh kawasan perkebunan, baik y p yang g sudah ditanami maupun p yang y g belum (masih berupa lahan kosong). Identifikasi dapat diperoleh pada Peta Persebaran Perkebunan (Perkebunan Besar). Lokasi perkebunan rakyat mungkin ki tid k termasuk tidak t k dalam d l peta t sehingga hi memerlukan informasi pendukung lain.
analisis citra multitemporal 2 tahunan dalam rentang 10 tahun (1999‐2009) 2. Untuk menyiapkan data tutupan lahan di Taman Nasional
Meru
Betiri
untuk
keperluan
penghitungan stock karbon
Penelitian ini berfokus di Taman Nasional Meru Betiri
Wilayah sampel diambil di sepanjang jalur Bandealit, Kecamatan Tempurejo, Tempurejo Kabupaten Jember.
Wilayah sampel diambil di sepanjang jalur Sukomade, Kecamatan,
Kabupaten
Banyuwangi.
D l Dalam pelaksanaan l k k i t kegiatan A li i GIS (Gegraphic Analisis (G hi Information System) Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur dipergunakan beberapa data citra dan peta rupa bumi t di i dari terdiri d i: 1.
Citra SPOT 4 multispectral tahun 1997 dan 2005,
2.
Citra Landsat 7 multispectral tahun 1999, 2001 dan 2003,
3.
Ci Al Cita Alos multispectral tahun 2007 dan 2009, li l h d
4.
Peta Rupa Bumi Indonesia dikeluarkan oleh BAKORSURTANAL T h 2000. BAKORSURTANAL Tahun
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
53
8 8.
Hutan Mangrove Primer merupakan Hutan bakau, bakau nipah dan nibung yang berada di sekitar pantai yang belum ditebang.
9.
Awan adalah semua kenampakan awan yang menutupi suatu kawasan. Jika terdapat awan tipis yang masih mempelihatkan kenampakan di bawahnya dan masih memungkinkan untuk ditafsir, penafsiran tetap dilakukan. Poligon terkecil yang di delineasi untuk awan adalah 2 x 2 cm2.
10.
Tidak ada data adalah semua kenampakan dari bayangan awan, citra yg tidak ada.
Taman Nasional Meru Betiri dengan Letak geografis 113º38’38” ‐ 113º58’30” BT dan 8º20’48” ‐ 8º33’48” LS ditetapkan Menteri Kehutanan melalui SK No.277/Kpts‐IV/1997 dengan luas 58.000 Ha terletak
beriklim Tropis dengan curah hujan
Geomorfologi TNMB : dataran
yang bervariasi antara 2.544 ‐ 3.478 mm per tahun rendah, dataran rawa, dataran g p muara sungai, dataran pantai dan perbukitan,
• •
54
Sesudah
Tujuan j Untuk mendapatkan p posisi y p yang sesuai g dengan g koordinat base map
•
Sebelum
Sebelum
Sesudah
Tujuan : untuk mendapatkan daerah studi secara utuh
Lampiran dan Dokumentasi
•
Sebelum
Sesudah
membantu secara digital atau memproduksi informasi lebih baik secara kuantitatif
300 00 300.00
Luas dalam Km Perse egi
250.00
200.00
150.00
100.00
50.00
1997 199
1999
2001
2003
2005 200
2007 200
2009
Hutan lahan kering primer
Tahun
Hutan lahan kering sekunder Hutan Mangrove Primer
80.00 70.00
LU UAS DALAM PERSEN
60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 10 00 0.00 1997
Kelas lahan hutan
1999
2001
2003
2005
2007
2009
Tahun
Kelas bukan hutan
Kelas Tanpa Data
No.
KLASIFIKASI
Spot 1997 S t 1997
Landsat Landsat 1999 2001
Landsat 2003
p Spot Alos Al 2007 Alos 2007 Al 2009 2009 2005
2
Hutan lahan kering primer Hutan lahan kering sekunder k d
3
Hutan Mangrove Primer
0.06
0.07
0.07
0.07
0.06
0.06
0.06
4
Semak/Belukar
13.62
12.72
12.93
13.96
11.52
11.71
11.61
5
Belukar Rawa
1.03
0.57
1.19
1.04
1.18
0.94
1.00
6
Perkebunan
0.20
0.20
0.22
0.22
0.21
0.21
0.21
7
Permukiman
0.01
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
8
Tanah Terbuka
0.03
0.03
0.03
0.03
0.03
0.03
0.03
9
Awan
4.64
20.60
5.20
5.21
10.01
7.66
5.42
10
Tidak ada data
4.25
7.32
4.70
5.08
9.71
3.54
3.62
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
100.00
1
46.88
37.66
42.88
41.82
36.41
40.59
39.67
29 27 29.27
20 81 20.81
32 75 32.75
32 55 32.55
30 86 30.86
35 24 35.24
38 37 38.37
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
0.02
55
1. 1
Tutupan Lahan di TNMB menurut baplanhut 2006 ada 10 kelas
2.
Masing‐masing kelas lahan yang bukan hutan (lahan terbuka, semak‐ semak belukar, belukar perkebunan, perkebunan pemukiman) menunjukkan angka yang stabil Sedangkan pada lahan kelas hutan terdapat penurunan angka di tahun
3 3.
1999 dan 2005. Hal itu ditunjukkan oleh fluktuasi tutupan awan yang signifikan Yang demikian itu berarti tidak menunjukkan perubahan signifikan. lahan hutan menjadi bukan hutan. Untuk Perhitungan Stock Carbon pada kelerengan terjal tidak bisa
4 4.
diwakili dengan jumlah pixel.
1.
Penyerahan kenang-kenangan dari Rektor Universitas Jember kepada Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan
Hasil klasifikasi bisa digunakan sebagai dasar perhitungan hit stock t k karbon k b
2.
Perlunya y dilakukan p pemetaan kelerengan g dengan kelas lahannya.
3.
Perlunya
tindakan
konservasi
untuk
mempertahankan t h k stabilitas t bilit lahan l h
Penyerahan kenang-kenangan dari Kepala Pusat Standardisasi dan Lingkungan kepada Rektor Universitas Jember
2. Dokumentasi
Pembicara pada Sesi Pertama
Pembukaan Workshop
56
Lampiran dan Dokumentasi
Suasana Workshop
3. Daftar Peserta Workshop NO
Pembicara Sesi Kedua
Suasana workshop
Sesi Photo Bersama
NAMA
INSTANSI
1.
A. Kusyari
F. Fisip
2.
A. Rofiq
Universitas Jember
3.
A. Syaiful
UNEJ
4.
Abd. Haris
Universitas Jember
5.
Abdus Setiawan
BENING
6.
Abu Khoiri
FKM
7.
Agung Putra Mulya
FH. UNEJ
8.
Agus R.
F. Fisip
9.
Ahmad Agus Setiawan
KOPHIM CENTER
10. Ari Suharto
CER INDONESIA
11. Ari Wibowo
PUSPIJAK
12. Arif Aliadi
LATIN
13. Aristo
KPH Jember
14. Ary K.
Universitas Jember
15. Ayunda KN.
Universitas Jember
16. Bambang B.
TNMB
17. Bambang R.
DESPERTA
18. Bambang Winarno
Biro 1 UNEJ
19. Bandi
Universitas Jember
20. Basunando
DISHUT Prov. Jatim
21. Bejo Suroso
FP. UNMUH
22. Budi Santoso
LSM KAIL
23. Cahyo Adibowo
LEMLIT UNEJ
24. Dien Septi Handayani
BPDAS BRANTAS
25. Dinik Indrihastuti
PUSTANLING
26. Dr. Gusti
UNEJ MM
27. Dr. Sutikto
Universitas Jember
28. Edy Supriyanto
Fisika – FMIPA UNEJ
29. Endang I.
LEMLIT UNEJ
30. Entin Hidayah
F. Teknik UJ
31. Erick A.
FT. UNEJ
32. Erlia Narulita, S.Pd, MSi.
FKIP Biologi
33. Erna Rosita
PUSTANLING
34. Esti Rosmaida
Universitas Jember
35. Fatimatuz Zahkoh
Fisika MIPA
36. Febry Yuanta
F. Pertanian UNES
37. Feny Rinjani
Universitas Jember
38. Fibriyanto
DISHUT BUN Jember
49. Fransisca C. Dewi
F. pertanian UNEJ
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
57
NO
NAMA
INSTANSI
NO
NAMA
INSTANSI
40. Fransisca Tumbuan
Universitas Jember
80. Prehatin Trirahayu Ningrum
FKM UNEJ
41. Gatot Kuncoro
Universitas Jember
81. Priyo K.
BLH Jember
42. Gayek B.
Universitas Jember
82. Purnomo Shiddiq
FT. UNEJ
43. Hafiz Lukman H.
FISIP UNEJ
83. Rahma Ezi
Universitas Jember
44. Hari Sulistiyowati
FMIPA. UNEJ
84. Reni Fauzi
FT. UNEJ
45. Hari Widiadi
KOPPHIM Centre Jember
85. Retno Wulandari
Universitas Jember
46. Haryo P.
PUSTANLING
86. Rewi J.
PUSLIT LPH
47. I Made Tirta
Pasca UNEJ
87. Reza Umar
UNEJ MM
48. I. F. Ilman
Humas UNEJ
88. Ridho Welly
Universitas Jember
49. Ignatius Bakti
Universitas Jember
89. Ririn M.
LEMLIT UNEJ
50. Imam Hariyanto
F. Pertanian UNEJ
90. Rudijanto N.
TN Alas Purwo
51. Inaka
Universitas Jember
91. Rudyando Hadi
Universitas Jember
52. Iqbal E. SP.
Pasca UNEJ Agronomi
92. Rusdi
F. Fisip
93. S. Soeparjono
FAPERTA UNEJ
94. Setiawan HW.
Universitas Jember
95. Shinta
UNEJ
96. Siti Mursina
Universitas Jember
97. Slamet Hariyadi
LP3 UNEJ
98. Sri Wahyuni
FISIP UNEJ
99. Sudarti
F. Fisip
100. Sugiarto
LEMLIT UNEJ
101. Sujarwo
PAHAD
102. Sukma Sanjaya
Universitas Jember
103. Sunandar TN.
Balai Besar
104. Suparlan
TNMBDISPERTA Hut Bun Banyuwangi
105. Supeno
FKIP UNEJ
106. Suwali
Universitas Jember
107. Syaiful Amin
FAPERTA UNEJ
108. Tri Wahyu W.
Pasca UNEJ
109. Wageyanto, SE
PERHUTANI
110. Wahyo
UNEJ
111. Wahyu Dwi S.
LEMLIT UNEJ
112. Wisnu Sawanzah
KOPHIM CENTER
113. Wiwik A.
PERHUTANI
114. Yanuar R.
PAHAD
115. Yayan Hadiyan
PUSTANLING
116. Yohana Desy C.
Pasca MM
117. Yudi S.
Universitas Jember
118. Yulia Widyawati
KLH Jember
119. Yunita H.H.
F. Pertanian UNEJ
53. Jojok Widodo S.
FT. UNEJ
54. Kacung Hariyono
FP. UNEJ
55. Karina Arsinta
Universitas Jember
56. Kedawung Senja
FKIP Biologi
57. Ketut
LEMLIT
58. Khoerush Sholeh
BENING
59. Khoiros
PUSLIT LH UNEJ
60. Kristian Suhartadi
Pasca MM UNEJ
61. Kurnia Dwi H.
UNEJ
62. Kuswandi
Farmasi UNEJ
63. Kuswono
Universitas Jember
64. Lasinias
Pasca MM UNEJ
65. Luqmanul Hakim
F. Pertanian
66. M. Abi A.
FT. UNEJ
67. M. Ridwan
CERINDO
68. Mardit Eko P.
F. Fisip
69. Maulina P.
Universitas Jember
70. Meta Jian K.
BLH Prov. Jatim
71. Muh. Yunus
Foresta UNEJ
72. Noni Wijaya
Universitas Jember
73. Novia Widyaningtyas
PUSTANLING
74. Nugroho
BTNMB
75. Nurcahyo
LEMLIT UNEJ
76. Nurhadi
LSM KAIL
77. O. Asno
MIPA UNEJ
78. Pambudi Eko W.
DISPERINDAG ESDM
79. Prasetia Ari M.
LEMLIT UNEJ
58
Lampiran dan Dokumentasi
B. Outreach di Padang- Sumatera Barat 1. Bahan Presentasi di Padang, Sumatera Barat a. REDD+: Update dari COP-17 Durban
REDD+ : update dari COP-17 COP 17 Durban
NUR MASRIPATIN KEPALA PUSAT STANDARDISASI DAN LINGKUNGAN (Standardisasi, Lingkungan, Perubahan Iklim)
Outreach “REDD+ - FCPF Programme 2011-2013” PUSTANLING - Dinas Kehutanan Sumatera Barat Padang, 22 Desember 2011
OUTLINE y KEPUTUSAN COP-16 DAN COP-17 y IMPLIKASI BAGI INDONESIA y PENETAPAN REL/RL DI INDONESIA
KEPUTUSAN COP- 17 tentang REL/RL dan g Safeguards Modality penetapan REL/RL : y Setiap negara pelaku REDD+ diminta untuk menyampaikan h il penetapan hasil t REL/RL dengan d g deskripsinya d ki i secara transparan ke Sekretariat UNFCCC, y Melakukan “update” setiap periode tertentu, Guidance untuk Sistem Informasi Safeguards (SIS) : y Setiap p negara g pelaku REDD+ diminta untuk menyampaikan p y p ringkasan tentang pelaksanaan “safeguards” (dalam Keputusan COP‐16) bersamaan “National Communication” ( 4 tahunan) dan update setiap dua tahunan (bersamaan laporan update i inventarisasi t i i GRK), GRK) y Perlunya transparansi dalam informasi dan sistemnya,
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
B. APA YANG DIMAKSUD DENGAN REL/RL ? y REL (Reference Emission Level) : tingkat emisi dalam
kondisi tanpa kebijakan pengurangan emisi, dipakai g dasar p penghitungan g g seberapa p p pengurangan g g sebagai emisi telah dicapai (REL – Emisi Aktual pada periode tertentu) Î dipakai pada kegiatan REDD dalam REDD+, y RL (Reference Level) : tingkat emisi atau stok carbon dalam kondisi tanpa kebijakan pengurangan emisi atau peningkatan g stok carbon,, dipakai p konservasi atau p sebagai dasar penghitungan seberapa pengurangan emisi/emisi yang dapat dihindari/peningkatan stok yang g dihasilkan dari kegiatan g SMF, Konservasi, carbon y pengayaan/penanaman Î dipakai pada kegiatan SMF, Konservasi, ECS dalam REDD+
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
KEPUTUSAN COP-16 TENTANG REDD+ : perangkat i l implementasi t i REDD+ (di (dielaborasi l b i pada d COP-17) COP 17) Strategi Nasional atau Rencana Aksi REDD+, REDD+ Penetapan referensi emisi hutan nasional (NFREL) dan/atau referensi hutan nasional (NFRL) Î dapat merupakan agregasi dari FREL dan/atau FRL Sub Subnasional, C. Pembangunan Sistem monitoring hutan nasional (NFMS) yyang g handal dan transparan p untuk monitoring g dan pelaporan REDD+ Î bila diperlukan monitoring dan pelaporan sub-national Î termasuk g dan p pelaporan p ((MR)) bagaimana g pengalihan p g monitoring emisi ditangani dan pengintegrasian sistem monitoring di sub-nasional ke sistem FMR nasional. D. Sistem penyediaan informasi tentang pelaksanaan ‘safeguards’ dalam REDD+. A. A B.
STANDARDIZATION, ENVIRONMENT, CLIMATE CHANGE
MANDAT CANCUN DAN CAPAIAN DURBAN MANDAT CANCUN
CAPAIAN DURBAN
SBSTA : 1. Menyusun “guidance” untuk membangun Sistem penyediaan informasi tentang pelaksanaan “safeguards” (SIS) pada Annex 1 Dec. 1/CP 1 6 1/CP.1 6. 2. Menyusunan “modalities” untuk penetapan “National Forest REL/RL” dan “National Forest Monitoring System”
SBSTA : 1. Draft keputusan terkait “safeguards” dan “REL/RL” telah diadopsi/menjadi Keputusan COP-17
3. Menyusun “modalities” untuk MRV (konsisten dengan “COP guidance “ untuk MRV-NAMAs) MRV NAMAs)
3. Belum dapat diselesaikan Î terkait dengan progres negosiasi NAMAs, masuk dalam SBSTA conclusions .
AWG-LCA : Eksplorasi opsi pendanaan implementasi penuh “ result result-based based actions actions”
AWG-LCA : Telah dihasilkan keputusan COP-17 sebagai bagian dari keseluruhan AWG AWGLCA outcome.
2 Modalities terkait “National 2. National Forest Monitoring System” , belum dapat diselesaikan, masuk dalam SBSTA conclusions .
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
SAFEGUARDS MENURUT KEPUTUSAN COP‐16 (Annex 1 Dec. 1/CP.1 6) (Annex 1 Dec. 1/CP.1 6) 1. Konsisten dengan tujuan program kehutanan
nasional, i l
2. Tata‐kelola kehutanan yang transparan dan efektif, 3. Menghormati M h i hak h k Indigenous Peoples I di P l dan d
masyarakat lokal,
4 Partisipasi stakeholders secara 4. stakeholders secara penuh, penuh 5. Konsisten dengan konservasi hutan, 6 Mencegah 6. M h resiko ik balik b lik (reversal), ( l) 7. Adanya aksi mengurangi pengalihan emisi.
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
FINANCING OPTIONS : beberapa butir penting p g dari Keputusan p COP-17 y Sepakat bahwa pendanaan untuk “result-based actions” (new,
additional, predictable) berasal dari berbagai sumber, publik dan swasta bilateral dan multilateral, swasta, multilateral termasuk sumber-sumber sumber sumber alternatif (Paragraf 65), y Dengan mengambil/mempertimbangkan pengalaman dari “demonstration activities”, activities” pendekatan pasar dapat dibangun oleh COP untuk mendukung “result-based actions” (Paragraf 66), y Pendekatan non-pasar dapat dibangun untuk mendukung adaptasi dan mitigasi terpadu, terpadu SFM dan multi-fungsi multi fungsi hutan, hutan penguatan tatatata kelola dan penerapan safeguards (terkait sosial dan lingkungan) (Paragraf 67), y Mendorong penyediaan results-based results based finance oleh Operational Entity of financial mechanism di bawah COP (e.g. Green Climate Fund/GCF, Global Environment Facility/GEF) (Paragraf 68).
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
59
OPSI sumber pendanaan REDD+ Indonesia
IMPLIKASI BAGI INDONESIA IMPLIKASI JANGKA PENDEK DAN MENENGAH (2012 dan s/d 2015)
IMPLIKASI JANGKA PANJANG (s/d 2020)
1. Diperlukan penyiapan perangkat 1. Diperlukan kejelasan posisi implementasi REDD+ secara terencana REDD+ dalam : dan terintegrasi untuk “full implementation • keseluruhan program of result based actions”, karena : pembangunan nasional, • REDD+ adalah d l h pendekatan d k t nasional, i l t g t penurunan emisi i i 26 % • target dan 41 % • 4 elements (STRANAS, national • Potensi penurunan emisi FREL/FRL, natioanl FMS, SIS) siap, > 41 % • Be fullyy MRV-ed. terutama dalam memasuki “satu 2 Efektifitas pelaksanaan Phase I –II akan protocol/instrumen legal sangat menentukan kesiapan Indonesia lainnya untuk semua” pada untuk memasuki phase “full tahun 2020 sesuai “Durban Durban implementation” Platform” 3. Diperlukan kebijakan baru atau “adjustment” untuk mengakomodir “financing REDD+” sesuai keputusan COP. COP
Dalam negeri (APBN, (APBN APBD APBD, Swasta dll), dll) untuk kegiatan yang menjadi bagian dari target penurunan emisi 26 %, 2. Plus dana luar negeri (hibah dll), bila kegiatan menjadi bagian dari target penurunan emisi 41 %. 3. Butir 2 plus ( dengan mekanisme pasar, investasi dll bila Indonesia siap dengan penurunan emisi > 41 %) 1 1.
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
DURBAN PLATFORM FOR ENHANCED ACTIONS
A. Strategi Nasional REDD+ (SATGAS REDD+) Saat ini dalam proses finalisasi. Lima pilar STRANAS REDD+ : y Pengembangan kelembagaan tata kelola REDD+, REDD+ instrumen pendanaan dan sistem MRV y Pengembangan hukum dan peraturan penunjang y Perencanaan dan program-program strategis y Perubahan paradigma dan budaya kerja menuju partisipasi yang inklusif dari berbagai kelompok masyarakat y Pelibatan masyarakat secara efektif.
1. 2.
(Sumber : draft STRANAS REDD+ 2011)
REDD+ Readiness Phase
? REDD+ “full implementation of result based actions”
LATAR BELAKANG : LATAR BELAKANG : 1. PI adalah “irreversible threat” dan bersifat global, 2. Adanya gaps antara “pledges” dan yang diperlukan
2012
2015
‘
Protocol diadopsi oleh COP
AWG-DPEA Mulai bekerja
COP-18
COP-21
2020
2016-2019 Proses ratifikasi oleh “Parties”
Protocol mulai berlaku
COP-22 s/d COP-25
Ad Hoc Working Group on the Durban Platform for Enhanced Action : menyusun Protokol/instrument
hukum lainnya/kesepakatan yang yang berkekuatan hukum di bawah Konvensi untuk semua negara pihak (Parties)
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
REDD+ NATIONAL STRATEGY Institution and processes : • National REDD+ agency • Financial instruments and institution • MRV System
1
STRATEGIC PROGR RAMMES
3
Sustainable landscape management
1. 2. 3. 4.
2
Sustainable use of natural resources in economic system
1. Enhancing SFM practices 2. Increase productivity of agricultural crops 3. Sustainable mining 4. Empower down stream industries
Forest conservation and rehabilitation
1 Securing 1. S i g protected t t d areas, 2. Controling peat land conversion, 3. Peat land restoration
4 Paradigm shift
5 Stakeholder
engagement
• Strengthening forest governance, governance • Empowering local economy in a sustainable basis • Campaign to safe Indonesia’s forests
PENETAPAN REL/RL NASIONAL DAN SUB NASIONAL ((untuk kasus Indonesia sub-nasional dapat diambil Propinsi/Kabupatendll yang masih harus diputuskanoleh Indonesia sendiri)
Legal Framework
Landscape/watershed management Enhance employment opportunity Operationalization of FMU Forest fire management
GOALS • Reduce emission • Enhance carbon stocks • Conserve Biodiversity • Provision of Environmental services i • Economic growth
• Stakeholder communication and engagement • Safeguards implementation • Benefit sharing, equity etc
Source : Draft Indonesia REDD+ Strategy (2011)
PENDANAAN REDD+
COP-26 Implementasi Protocol/legal instrumen lain yang disepakati
Catatan : y
REL/RL dinyatakan di t k dalam d l “t CO2e “ton CO2 per tahun, t h
y
Menggunakan data historis dengan penyesuaian mempertimbangkan kondisi negara (termasuk rencana pembangunan ke depan di tingkat propinsi/kabupaten, dll),
y
Penetapan REL/RL harus transparan termasuk data yang digunakan, “pool pool carbon carbon” yag dimasukkan dll.
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
Kondisi ini akan sangat mempengaruhi dalam penetapan p p REL/RL / di tingkat g Propinsi/Kabupaten p / p
y Sesuai Keputusan COP-16 di Cancun, saat ini REDD+ masih dalam
phase “readiness” (phase 1 – 2) Î komitmen negara maju sesuai g pendanaan termasuk dalam “fast start finance” “Cancun agreement” sebesar US $ 30 s/d 2012 milyar untuk mitigasi dan adaptasi seluruh sektor termasuk di dalamnya kehutanan/REDD+.
y Pendanaan umumnya masih berupa hibah, hibah sedikit sekali perdagangan
carbon maupun investasi dalam REDD+ (di tingkat internasional masih dalam proses negosiasi),
Intact forest
y Sesuai Keputusan COP-17 terbuka berbagai opsi pendanaan untuk
implementasi penuh REDD+ (sumber : publik, swasta; channels : bilateral, multilateral misal : Green Climate Fund (GCF) dan Global Environment Facility (GEF); mekanisme : pasar, non non-pasar pasar dan mekanisme lainnya) Î sampai tahun 2020 sesuai “Cancun agreement” termasuk dalam komitmen negara maju untuk memobilisasi secara bertahap sebesar US $ 100 milyar/tahun untuk mitigasi dan adaptasi seluruh sektor termasuk di dalamnya kehutanan/REDD kehutanan/REDD+.. STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
60
Lampiran dan Dokumentasi
Forest_Frontier1
ICRAF (2009) : Dewi, Ekadinata, Dewi Ekadinata van Noordwijk
Forest_Frontier2 Forest and agriculture/ Forest (native & Plantation) and estate crops mosaic
STANDARDIZATION, ENVIRONMENT, CLIMATE CHANGE
agriculture mosaic
REL : X (agregasi x1….xn) x1 xn) ton CO2 e per tahun
REL/RL x1 ton CO2 e
Akumulasi Penurunan Emisi /peningkatn i k stok k carbon b tiap i prop/kab dan luas hutan sebagai source dan sink karbon
STRATEGI NASIONAL REDD+
MRV
X3 ton CO2 e/th
/th
X4 ton CO2 e/th
x2 ton CO2 e/th
REL/RL
TERIMA KASIH email :
[email protected]
X6 ton C O2 e/th
X5 ton CO2 e/th
• Angka yang ditetapkan pusat (tingkat nasional) perlu diklarifikasi dengan Propinsi/Kabupaten (tingkat sub-nasional) sub nasional) • Upaya penurunan emisi disesuaikan dengan Rencana Pembangunan pusat dan daerah (mis. RPJP nasional dan Prop/Kab, RPJM nasional dan Prop/Kab) dan RTRW Prop/Kab
Sumber peta: Dirjen Planologi Kemenhut, 2009 Sumber data REL: Draft Stranas REDD Balitbang Kemenhut, 2010
MRV
Hasil: Luas source carbon, Luas sink carbon, Perubahan stok carbon/CO2e
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
350000000.0
300000000.0
250000000.0
200000000.0
150000000.0
100000000.0
50000000.0 50000000 0
• Karena keterbatasan data maka baru memperhitungkan data historis, perlu , p mengakomodir g data terkait rencana pembangunan Propinsi/Kabupaten setempat , • Data terkait rencana pembangunan Propinsi/Kabupaten termasuk rencana tata ruang inilah yang perlu didapatkan melalui konsultasi/dialog. • Daerah perlu melakukan “exercise” serupa (misal dari Propinsi dan kabupaten) dalam rangka menuju pendekatan k bi i “top‐down” dengan kombinasi “t d ”d “b tt “bottom‐up”. ” * Angka REL nasional untuk sektor kehutanan (+ gambut) pada tahun 2020 ~ 1,5 Gton 1 5 Gton CO2e/th diambil dari “Second Second National Communication” 2010.
b. Pembelajaran dari Program REDD+ (Ir. Tri Retiyanto – Dishut Kab. Musi Rawas)
.0
Sumber : Balitbang dan Planologi Kehutanan, 2010
SOSIIALISASI PENGELOLAAN DATA DAN SOS PEMBELAJARAN KEGIATAN KESIAPAN / REDD+ DEMONTRATION ACTIVITIES
PEMERINTAH KABUPATEN MUSI RAWAS
Implikasi : pada penetapan “insentif” dan disinsentif bagi Propinsi/Kab. Sumber : CI, 2010 (the OSIRIS Indonesia Model) sesuai kinerjanya.
Letak Wilayah Kabupaten Musi Rawas Berada di :
PENUTUP y y
y
y y
y y
y
Hasil negosiasi UNFCCC merupakan ‘progres’, bukan merupakan hasil final, Meskipun masih perlu waktu beberapa tahun lagi untuk implementasi penuh (modalities, rules, procedures masih dinegosiasikan), namun Phase I dan 2 sudah berjalan dengan “fast start finance” , disamping itu Indonesia masih perlu persiapan di berbagai aspek untuk menuju implementasi penuh. Penetapan REL/RL sangat penting tidak hanya untuk REDD+ tetapi juga dalam kaitan dengan pemenuhan komitmen Indonesia tentang penurunan emisi 26 % & 41 % sampai tahun 2020, Penetapan REL/RL berimplikasi pada ketepatan penghitungan kinerja REDD+ maupun capaian target pengurangan emisi sesuai komitmen Indonesia, REL/RL / sebagai g “benchmark” untuk mengukur g kinerja j REDD+ berimplikasi p pada p penetapan besarnya insentif dan pengaturannya pada level yang lebih kecil (misal dari nasional – propinsi – kabupaten ), Daerah perlu melengkapi data yang dipunyai antara lain : data (remote sensing) tutupan lahan dan perubahannya, stok carbon dan perubahannya, dan informasi lain yang relevan, T k i data Terkait d tentang stok k carbon, b upaya perlu l dicurahkan di hk untuk k melengkapi l k i data d d i dari waktu ke waktu tentang “carbon pool” (5 carbon pool : biomas di atas tanah, biomas di bawah tanah, tanah, kayu mati, dan seresah).. Dapat berangkat dari data terbaik dan terlengkap yang ada dan dilakukan penyempurnaan dari waktu ke waktu.
Palembang Bengkulu
PROVINSI SUMATERA SELATAN
STANDARDISASI, LINGKUNGAN, PERUBAHAN IKLIM
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
61
Sebelah Utara
Berbatasan dengan Provinsi Jambi Kabupaten Musi Rawas
Sebelah Selatan
Berbatasan dengan Kabupaten Lahat dan Empat Lawang
Sebelah Barat
Berbatasan dengan Kota Lubuklinggau dan Provinsi Bengkulu
Sebelah Timur
Berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten Musi Banyuasin
No
Sarana Kesehatan
1 2 3 4 5
Rumah Sakit Puskesmas Pustu Polindes Poskesdes
3 27 145 121 149
No
Indikator
1 2 3 4 5 6 7 8
Angka Harapan Hidup (Th) Indeks Harapan Hidup (%) Angka Kematian Ibu/100.000 Angka Kematian Bayi /1.000
Capaian
Akses Pendd. ke Puskes. (%)
Akses Penduduk ke RS (%) Persalinan dg Tng Kes. (%) Akses Kel thd Air Bersih (%)
Rawas Ulu
Karangdapo
Rupit Ulu Rawas
Muara Lakitan K Karang J Jaya
Megang Sakti
Sumber Harta BTS Ulu Terawas
Tugumulyo
Sukakarya
JML PENDUDUK - Laki – Laki - Perempua Perempuan n
INFRASTRUKTUR
IPM : 67,43 PENDUDUK MISKIN : 108 108.030 030 Ji Jiwa DESA TERTINGGAL : 22 DESA PENGANGGURAN : 2,13 %
DASAR
JALAN DI KABUPATEN MUSI RAWAS ( 2010) JALAN NASIONAL
JALAN PROVINSI
JALAN KAB.
JALAN DESA
1
2
3
4
5
6
1
Jenis Permukaan a. Aspal/Hotmix/ATB b Lapen b. c. Kerikil / Koral d. Tanah e. Tidak Terinci Jumlah
2
Kondisi Jalan a. Baik b. Sedang c. Rusak d. Rusak Berat Jumlah
PERTANIAN TANAMAN PANGAN :
253,49 Km -
101,20 Km 73,85 Km 24,85 Km -
423,41 Km 98 29 Km 98,29 472,18 Km 45,41 Km 41,58 Km
147,29 Km 84 60 Km 84,60 456,53 Km 655,97 Km
253,49 Km
199,90 Km
1.080,87 Km
1.344,79 Km
250,49 Km 3 Km -
97,20 Km 62,85 Km 39,85 Km
730,50 Km 289,49 Km 58,14 Km 2,74 Km
350,76 Km 237,13 Km 596,53 Km 160,38 Km
253,49 Km
199,90 Km
1.080,87 Km
1.344,79 Km
Luas Tanaman Padi Luas Panen Produksi Surplus Beras
: 59.033 Ha : 58.153 Ha : 274.326 Ton : 99.938 Ton
PERKEBUNAN : Luas Lahan Karet Produksi Karet Luas Lahan Kelapa Sawit Produksi Kelapa Sawit Luas Kelapa Sawit Rakyat Produksi Kelapa Sawit Rakyat
: : : : : :
329.522 245.003 139.524 919.286 32.849 38.281
Ha Ton Ha Ton Ha Ton
PETERNAKAN :
- Tahun 2010 Jml Desa yang sudah ada jaringan listrik 230 Desa/ Kel (85,20 %) g sudah dialiri listrik 189 Desa/ Kel ((68,23%)) - Tahun 2010 Jml Desa yyang Rasio Elektrifikasi : Non PLN : 1% (PLTS) PLN : 43,11%
Ternak Ternak Ternak Ternak
KELISTRIKAN
Sapi Kerbau Kambing Ayam
: 36.441 Ekor : 18.836 Ekor : 68.977 Ekor : 1.688.690 Ekor
PENDIDIKAN PERIKANAN :
Sarana Pendidikan TK SD/MI SMP/MTs SMA/SMK/MA
APK
62
Lampiran dan Dokumentasi
Budidaya Ikan Kolam Air Deras Budidaya Ikan Kolam Air Tenang
Angka Buta Ak Aksara 1,52 %
: 107 Unit : 462 Unit U it : 123 Unit : 52 Unit
2010*
4.83
6.94
6.28
5,49 6,56
13,016
13,324
10,786
8 900 8,900
9 724 9,724
9 179 9,179
PDRB KONSTAN ( Juta Rupiah)
: 524 524.919 919 JIWA : 268.096 JIWA : 256.823 JIWA
KEADAAN
5.82
Non Migas
N Migas Non Mi
BTS Ulu
TPK
N O
2009
Migas
Migas
Tuah Negeri
Ma Beliti Jayaloka
Luas Wilayah : 1.236.582,66 Ha
2008
PENDAPATAN PERKAPITA ( Juta Rupiah) ADHB Muara Kelingi
Purwodadi Selangit
49,55 32,1 32 1 5,9 91,5 46
PERTUMBUHAN EKONOMI (%)
Rawas Ilir
Terdiri dari : 21 Kecamatan, 258 Desa 19 Kelurahan.
64,44 65 73 65,73 113,8
TAHUN
Nibung
KABUPATEN MUSI RAWAS
KESEHATAN
Jml
: :
888 Unit 659,45 Ha
KEHUTANAN : Hutan Produksi Tetap Hutan Hutan Konservasi ( TNKS ) Produksi Terbatas Hutan Lindung Hutan Produksi Konversi Total Luas Hutan
APM
SD
113,93 %
98,12 %
SMP
96,20 %
87,60 %
SMA
63,20 %
52,43 %
: 301.458Ha : 248.360 Ha : 25.288 Ha : 1 1.842 842 Ha : 22.507 Ha : 599.455 Ha
PERTAMBANGAN DAN ENERGI : Minyak Bumi Gas Bumi Batubara Biji Besi Timah Hitam dan Seng
: 83 83.871,60 871 60 MSTB : 1.563,01 BSCF : 1,2 Milyar Ton : 800.000 Milyar Ton : 25.600 Milyar Ton
INDUSTRI : Pruduksi Crumb Rubber Produksi Slab Tebal Produksi CPO
: : :
198 132.654 480
Ton/th Ton/th Ton/jam
Migas
3.309.403
3.469.851 3.654.30 1
Non Migas
2.195.773
2.333.614 2.494.44 3
INFLASI (%) Migas Non Migas
13,18
- 0,94
9,75
9,92
4,31
8,85
TERWUJUDNYA BUMI AGROPOLITAN DAN KAWASAN PERTAMBANGAN MENUJU MUSI RAWAS DARUSSALAM
1. 2. 3 3. 4. 5. 6.
Pembangunan Kultur Darussalam Peningkatan Kesejahteraan dan Perlindungan Sosial Pengembangan Agropolitan Pengembangan Pertambangan dan Lingkungan Penguatan Investasi dan Daya Saing Penataan Kepemerintahan dan SDM
KONDISI HUTAN dan KEHUTANAN DI MUSI RAWAS PENGEMBANGAN AGROPOLITAN
1. 2 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Revitalisasi Pertanian Pengembangan Infrastruktur Agropolitan dan Kawasan Cepat Tumbuh Pengembangan Komoditas Unggulan dan Pasar Penguatan Kelembagaan Kemitraan Pertanian Pengembangan Industri Pertanian Peningkatan Ketahanan Pangan dan Swasembada Berkelanjutan Peningkatan Kemandirian dan Daya Beli Petani
Pada Hutan Produksi Tetap seluas + 301.458 Ha terdapat 5 Unit HTI dengan rincian sbb : No .
Nama Pemegang Izin
1.
PT. Musi Hutan Persada
1996
+ 70.000 HP Benakat Semangus
2.
PT. Sumatera Prima Fibreboard
2009
+ 7.055 HP Benakat Semangus
3.
PT. Paramitra Mulya Langgeng
2009
+ 25.063 HP Lakitan Utara I
4.
PT.Bumi Sriwijaya Sejahtera
2009
+ 29.010 HP Meranti Hulu S. Kapas
5.
y PT. Persada Karya Kahuripan
2009
+ 48.347 HP Rawas Lakitan, HP Rawas Utara I & II
Total Luas HTI
PENGEMBANGAN PERTAMBANGAN DAN LINGKUNGAN
1. 2.
-
1. 2. 3 3. 4. 5.
Pengembangan Kelistrikan Penataan Kegiatan Penambangan Pengelolaan Berwawasan Lingkungan Pengembangan Akses Khusus Pertambangan Percepatan Kemandirian Energi
-
KEHUTANAN : • Hutan Konservasi ( TNKS • Hutan Produksi Tetap • Hutan Produksi Terbatas H t Lindung Li d • Hutan • Hutan Produksi Konversi Total Luas Hutan
)):: 248.360 : 301.458 : 25.288 1 842 : 1.842 : 22.507 : 599.455 599 455
Ha Ha Ha H Ha Ha Ha
Tahu n
Luas (Ha)
Letak
179.475
KPHP Unit V Rawas seluas + 121.585 Ha KPHP Unit VI Lakitan (Model) seluas + 76.776 Ha Kelembagaan KPHP sudah terbentuk berupa UPTD Akan ditingkatkan sebagai Lembaga Teknis Daerah dengan terbitnya Permendagri Nomor 61 Tahun 2010
p dan telah dicadangkan g Diusulkan oleh Bupati areal kawasan hutan untuk HTR seluas + 20.375 Ha Dalam proses pengajuan izin HTR oleh Kelompok M Masyarakat k t (koperasi) (k i)
PEMBANGUNAN KEBUN BIBIT RAKYAT (KBR) ( ) • Tahun 2010 sebanyak 25 Unit dengan produksi 50.000 btg/unit sehingga total produksi bibit sebanyak 1.250.000 btg jenis kayukayuan yang akan ditanam oleh Kelompok Tani pada Tahun 2011 • KBR Tahun 2011 sebanyak 47 Unit dg produksi @ 50.000 btg, jenis tanamannya karet, bambang lanang, mahoni, meranti, sengon, duku, petai, tanjung, gaharu, cempedak, rambutan, medang, afrika, aren, a kandis. k di Nantinya N ti j juga akan k ditanam dit oleh l h Kelomok K l k Tani T i
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
63
No Tahun 1
2010
2
2011
1. 2.
3. 4.
1.
2 2.
3.
4.
Kerjasama
CER Indonesia, CCAP, FORDA Mi i FORDA-Ministry off Forestry and Musi Rawas REDD Working Group and District Government CER Indonesia, CCAP, FORDA Mi i t off FORDA-Ministry Forestry and Musi Rawas REDD Working Group and District Government
Tema Establishing Integrated Forest P li i to R Policies Reduce d G Greenhouse h Gas Emissions from Deforestation and Forest Degradation at the District Level Establishing Integrated Forest P li i tto R Policies Reduce d G Greenhouse h Gas Emissions from Deforestation and Forest Degradation at Musi Rawas District
2 2.
3.
y Working g Group p ((WG)) REDD di Terbentuknya Mura. Diterbitkannya SK Bupati Musi Rawas Nomor 228/KPTS/BAPPEDA/2010 tentang Pembentukan Tim Koordinasi Pelaksanaan Program REDD Kabupaten Musi Rawas. Peningkatan Pemahaman tentang REDD di Mura terutama oleh WG REDD Dibuatnya Dokumen Demonstration Activity (DA) di 4 Lokasi
g g Degradasi g Mengurangi dan Deforestasi Melalui Kegiatan Agroforestry Intensif & Microhydro Di Sekitar TNKS (Mura) Mengurangi Degradasi dan Deforestasi Melalui Pengolahan Kelapa Terpadu dan Wisata Di Wilayah Penyangga Hutan Lindung Bukit Cogong (HLBC) Pengembangan Pemanfaatan Revitalisasi Perkebunan dalam Peningkatan g Penyerapan y Karbon b pada d Kegiatan i Perkebunan k b Rakyat k Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Salah Satu Strategi Peningkatan Stock Karbon & Peluang Masyarakat untuk Mengelola Hutan
Untuk menyediakan pelatihan untuk anggota REDD WG pada [[atas]] MRV konsep p p dan mekanisme, Untuk mengidentifikasi manusia potensial resources/offices/divisions dengan Musi Rawas’s kantor pemerintah lokal untuk dilibatkan MRV persiapan dan operasi Untuk melakukan tempat kerja pelatihan pada proses untuk pengembangan MRV pada proyek mengukur potensial Aktivitas Demonstrasi REDD. Identifikasi Perda dengan peraturan nasional diatasnya yang diperlukan di l k untuk k mendukung d k i implementasi l i Aktivitas Demonstrasi REDD di (dalam) area hutan pada Musi Rawas
Kegiatan sudah dilakukan tanggal 30 – 31 Maret 2011 Peserta Anggota WG REDD (Bappeda, (Bappeda Dinhut, Dinhut Din Perkebunan, Dinas Tanaman Pangan & Hortikultura,, Badan Pelaksana Penyuluh, Dintamben, Universitas Mura, dll) Materi : Hasil Studi tahun 2010, GIS, MRV, Perhitungan Karbon Hutan & Hubungan KPH dengan MRV
1 1.
1. 1 2.
3 3.
4.
g p Kegiatan REDD di Mura merupakan kolaborasi semua stakeholders Pemda (Bappeda, dinas Kehutanan, Perkebunan BLHD, Perkebunan, BLHD TNKS, TNKS dll) NGO (Kelompok Penghijauan dan Konservasi Alam) Universitas Musi Rawas Masyarakat Peran Perempuan cukup menonjol terutama di lapangan. Khusus di Bukit Cogong, keterlibatan perempuan dominan.
Diperolehnya informasi baru mengenai Karbon, Karbon REDD dan MRV bagi Pemda dan masyarakat Adanya y peningkatan p g kapasitas p p pemda mengenai g isu perubahan iklim melalui kegiatan training yang sudah dan akan dilakukan Ada dokumen tentang potensi kegiatan penurunan emisi dari deforestasi dan degradasi lahan di daerah T Tersosialisasinya i li i potensi t ib berbagai b ik kegiatan i t Deforestasi dan degradasi lahan pada beberapa lembaga/negara donor
Perambahan: ¾ Desa-desa yg berbatasan dg TNKS a.l: ¾ Resort R t Ulu Ul Rawas R (D Napal (Ds N l Licin, Li i Sosokan, S k K t Tanjung), Koto T j ) ¾ Resort Karang Jaya (Ds. Bukit Ulu, LubukKumbung, TJ.Agung) ¾ Resort Selangit (Napal Melintang, Batu Gane, Karang Panggung), ¾ Resort Terawas (Ds. Pasenan, Sukaraya) P t b Pertambangan: ¾ Adanya 9 buah perusahaan pertambangan dengan luas konsesi 77,283.94 hektar yang telah siap untuk melaksanakan kegiatan operasi produksi pada tahun 2011 Ill Illegal l logging: l i ¾ Resort Selangit (Ds.Napal Melintang ,Batu Gane) memanfaatkan aliran Sungai Lakitan ¾ Resot Terawas (Ds. Pasenan) memanfaatkan aliran S. Bal ¾ Ds. Ds Lubuk Kumbung, Kumbung Tanjung Agung memanfaatkan aliran S. S Rupit ¾ Resort Air Rawas, (ds.Kuto Tanjung, Sosokan, Napal Licin, Muara Kuis) mamanfaatkan aliran S. Rawas Pemukiman Dalam Kawasan: ¾ Dusun Sri Pengantin (Desa Pasenan Kec. Kec STL STL-Ulu Ulu Terawas)
26
64
Lampiran dan Dokumentasi
MAKSUD DAN TUJUAN Di Kawasan TNKS dan Hutan Hutan,, dapat di kem embang bangkan kan peluang pemanfaatan potensi
Potensi hidrologis hidrologis:: PLTA, wisata alam Flora Fauna: penangkaran enangkaran,, budidaya tanaman obat Fenomena Alam: Alam alam/ alam wisata wisata alam F Al : wisata i l / pengusahaan h i l
Tujuan 1. Keutuhan Kawasan Konservasi Upaya-upaya mencegah dan membatasi kerusakan hutan,, kawasan hutan,, dan hasil hutan y yang g disebabkan oleh perbuatan manusia, ternak, kebakaran, hama, serta penyakit
2. Penurunan laju deforestasi dari perambahan, Dalam hal ini dilakukan agar supaya peranan dan fungsi hutan tidak berubah, oleh karena itu harus ada kesadaran dari semua pihak terutama pengelola hutan, masyarakat sekitar disekitar hutan agar selalu berupaya tidak menambah perambahan hutan.
Kembangkan upaya pemberdayaan dan partisipasi masyarakat masyarakat Kembangkan kerjasama ((kolaborasi kolaborasi)) pengelolaan dan pemanfaatan jasling Penguatan g perlindungan p g hutan (pengamanan (p g hutan,, pengendalian p g kebakaran,,
penanganan perambahan, penanganan ilegal loging)
Penandaan batas Zonasi Tingkatkan Koordinasi Pam Hut dan penegakan hukum Pemanfaatan lahan tidur untuk usaha perkebunan (strategi pemilihan jenis
tanaman disesuaikan minat dan pengetahuan masyarakat lokal
Pemanfaatan lahan pekarangan untuk nupaya peningkatan pendapatan
masyarakat.. masyarakat
Pada sektor pertambangan pertambangan,, akan dilaksanakan reklamasi lahan bekas tambang
secara simultan dengan kegiatan penambangan. penambangan. Tanaman yang akan digunakan untuk reklamasi lahan eks tambang adalah tanaman yang bermanfaat untuk penurunan emisi karbon dan mempunyai nilai ekonomis bagi masyarakat masyarakat..
31
3. Pencegahan kebakaran, illegal logging, illegal mining
Upaya-upaya penyadaran, pembinaan pada masyarakat berikut pengusaha pertambangan untuk dapat mengelola hutan dengan baik, tidak melakukan penebangan liar, dan ada upaya-upaya pengkayaan di kawasan yang perlu untuk ditanami.
4. Pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi
Upaya untuk mengembalikan fungsi kawasan dengan berbagai kegiatan seperti pelestarian kawasan, pemberdayaan masyarakat, penanaman dan pemeliharaan dan pengamanan kawasan
5. Pemanfaatan lahan yang optimal untuk dapat berfungsi sebagai lahan konservasi Upaya p y p pengelolan g lahan tidur untuk menjamin j pemanfaatannya p y secara bijaksana serta berkesinambungan
6. Memberikan kontribusi manfaat kepada lingkungan, sosial budaya dan ekonomi y yang g seimbang g melalui optimalisasi p pemanfaatan lahan dan p hutan Upaya mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lahan, sehingga terwujud fungsi lingkungan hidup yang seimbang, g serta secara signifikan g dapat p meningkatkan g keberadaan sosial, budaya dan ekonomi masyarakat yang lebih baik.
Mempertahankan dan menstabilkan pasokan air melalui Penanggulangan sedimentasi dan erosi dengan konservasi di sempadan sungai Melakukan pencegahan perusakan lingkungan dengan konservasi tanah dan air serta penyelamatan sumber dan mata air Melakukan perbaikan lingkungan melalui rehabilitasi hutan dan lahan serta pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air Pendidikan masyarakat tentang konservasi air dan tanah serta kelestarian lingkungan sejak usia dini Penghijauan lingkungan
Potensi Wisata Alam GOA NAPAL LICIN
p (p gg 1.Penciptaan lahan terbuka (penggundulan hutan) mengurangi infiltrasi air ke dalam tanah dan meningkatkan limpasan air, menghancurkan g habitat,, memusnahkan spesies p didlmnya, mengakibatkan kekeringan di musim kemarau, erosi dan banjir di musim hujan, meningkatkan emisi karbon 2.Lahan tidur jika tidak dikelola akan berdampak terhadap lingkungan, seyogyanya perlu diantisipasi dalam pemanfaatannya pemanfaatann a untuk perkebunan ataupun usaha lain dalam peningkatan ekonomi masyarakat.
3. Pengelolaan tambang jika tidak memperhatikan lingkungan (khususnya pasca operasi produksi) dapat menyebabkan menurunnya kualitas tanah, menurunnya fungsi lahan/kawasan, berpengaruh terhadap emisi. 4 Perilaku 4. P il k masyarakat k (yg ( tidak id k peduli d li lingkungan) li k ) yang mementingkan pemenuhan kebutuhan dan kepuasan hidupnya antara lain dengan cara melakukan penebangan b h hutan secara liar l atau illegal ll l loging, perambahan. Dalam hal ini harus dicegah untuk mengembalikan fungsi lahan dan hutan agar lestari dan berkesinambungan. 5. Pencegahan sedimentasi dan erosi disempadan sungai guna mempertahankan p sumber air dan p pasokan air 6. Pemberdayaan masyarakat dengan strategi pendekatan, penyuluhan, penguatan kelembagaan, pendampingan dapat menunjang dalam memperbaiki fungsi kawasan konservasi dan peningkatan ekomomi masyarakat.
Hambatan/Kekurangan Keterbatasan dana sehingga kegiatan tidak dapat berjalan secara optimal. ti l Harapan 1. Persamaan persepsi tentang Kawasan Hutan 2. Sinkronisasi program-program pembangunan sekitar TNKS 3. Tersosialisasikannya peluang peluang-peluang peluang pemanfaatan TNKS 4. Meningkatnya partisipasi masyarakat dalam pelestarian dan pemanfaatan Kawasan Hutan 5 Terselenggaranya pola-pola kerjasama (kolaborasi) 5. pengamanan, pelestarian, dan pemanfaatan Kawasan Hutan
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
65
Kab. Musi Rawas seluas 1.236.582,66 ha
Sumber Daya Hutan (SDH) seluas 631.104 ha ( 51,04 % luas wil.Kab) Surat Menteri Kehutanan Nomor 76/Kpts – II/2001
Dukungan dari pemerintah, masyarakat, dan lembaga-lembaga terkait lainnya, sangat diperlukan dalam melestarikan keanekaragaman jenis flora dan fauna serta ekosistemnya dengan meningkatkan pemberdayaan b d ekonomi k i masyarakat k t sekitar kit kawasan dan mengembangkan daerah penyangga yang berbasis pada pemanfaatan kawasan. kawasan
c. Mengurangi Degradasi dan Deforestasi Melalui Pengolahan Kelapa Terpadu dan Wisata di Wilayah Penyangga Hutan Lindung Bukit Cogong (HLBC) (Ir. Tri Retiyanto – Dishut Kab. Musi Rawas) (lanjutan)
Mengurangi Degradasi Dan Deforestasi M l l i Pengolahan Melalui P l h Kelapa K l Terpadu dan Wisata Di Wilayah Penyangga Hutan Lindung Bukit Cogong (HLBC)
Hutan Lindung seluas 1.842 ha Hutan Konservasi (TNKS) seluas 251.252 ha Hutan H t P Produksi d k iT Tetap t seluas l 301.458 301 458 ha h Hutan Produksi Terbatas seluas 26.480 ha Hutan H tan Kon Konversi ersi seluas sel as 50 50.072 072 ha
Kondisi Hutan Lindung Bukit Cogong 10 Tahun Terakhir 1. 2 2.
3.
illegal logging Perambahan lahan untuk areal pertanian dan penanaman karet Penambangan P b Batu B t Ilegal Il l
Pengurangan Degradasi & Deforestasi Melalui Pengolahan Kelapa Terpadu
1 Kebutuhan Lapangan Kerja maka 1. dapat menarik perambah HLBC 2 Potensi Kelapa Musi Rawas 2. – Luas kelapa Mura 2.759,90 Ha – Produksi P d k i 3.327,62 3 327 62 (ton) (t ) – Mengaktifkan usaha kelapa berarti pemberdayaan b d masyarakat k t
Oleh : TRI RETIYANTO
3. Pemanfaatan Kelapa Belum Optimal
Degradasi & Deforestasi di Hutan Lindung Bukit Cogong
66
UU 41 tahun 1999 Hutan Lindung memiliki fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut, dan memelihara kesuburan tanah.
Lampiran dan Dokumentasi
Pola Pengembangan Di Desa
1 1 1 1 1
KK = 10 Butir Kelapa Kelompok = 10 KK Desa = 4 Kelompok Kecamatan K t = 10 D Desa Kecamatan = 4.000 Butir Kelapa
Pengurangan Degradasi dan Deforestasi D f t i Melalui M l l i Kegiatan K i t Wisata Wi t
Pengembangan Produk Kelapa Buah Kelapa
Sabut Serabut
Serbuk
ATK
Media Tanam
Jok Mobil Kerajinan
Air
Tempurung p g Asap Cair
Daging g g
Nata de Coco
Pengeras Karet
Briket Karbon Aktif
Kecap Ampas
Minyak
Blondo
• • 1 1. 2. 3 3. 4. 5. 6.
Pengawetan Ikan
Pengembangan Wisata Alam BCL
Perhitungan P hit pendapatan d t petani t i kelapa k l d dengan mengolah l h 10 butir kelapa yaitu bila kelapa ditingkat petani di desa sudah p Rp. p 800,, maka bila 10 kelapa p x Rp. p 800,, = Rp. p mencapai 8.000,-
Kalau K l kelapa k l di l h secara terpadu diolah t d maka k akan k didapatkan did tk perhitungan sebagai berikut : Hasil minyak kelapa 1 liter x Rp. 12.000, 12.000,- = Rp. 12.000, 12.000,Hasil tempurung 10 kelapa 3 kg x Rp. 250,- = Rp. 750,Hasil serabut 10 kelapa x Rp. 300,= Rp. 3.500,N de Nata d coco 2 x Rp. R 750.,750 = Rp. R 1 500 1.500,Atau Air kelapa 10 btr x 0,5 liter x Rp. 75,- = Rp. 375,Blondo 10 kelapa (0,3 kg x Rp. 8.500, 8.500,-)) = Rp. 2.550, 2.550,Total Pendapatan = Rp. 20.675,-
PEMASARAN
Potensi Wisata Alam pada HLBC Kegiatan yang telah dilaksanakan Outbond Jalur menuju puncak bukit J l Jalan setapak t k Kolam pemancingan Kolam Renang anak-anak alami Sarana parkir
Penjualan Langsung dari masyarakat ke sentra/SPKP sentra /SPKP (Sentra (Sentra Penyuluh Kehutanan Perdesaan)) Perdesaan Sentra/SPKP Sentra /SPKP ke PT. Tropica Nucifera Industry Yogyakarta
Pendakian bukit Penyusuran goa Panjat tebing Arboretum Argowisata Penataan lokasi Air terjun Lokasi Camping Kebun binatang g mini dan p penangkaran g satwa Kolam Renang Fasilitas umum (mushola, toilet, sekretariat, ruang informasi dll) Olah raga motor cros dll.
Hasil Wisata BCL saat ini
Menciptakan p lapangan p g kerja j 50 orang tenaga yg ada sebelumnya berasal dari para perambah hutan Menciptakan ekonomi masyarakat mas arakat warung dagang masyarakat setempat dan ada juga dari keluarga g p perambah Tempat rekreasi masyarakat kunjungan mencapai 300300-1000 orang perhari pada saat libur. lib kendaraan motor 300300-600 setiap libur Tempat belajar dan riset. riset
SPKP
Kondisi saat ini
Aktif 10 KK pada sentra pengelolaan kelapa Aktif 30 KK sebagai pemasok bahan ke sentra Hambatan b saat ini i i masii kurangnya k modal d l awall sentra untuk membeli hasil pengolahan kelapa d i masyarakat dari k
Pengelolaan Wisata Alam
Pembina Pemerinmtah Kabupaten Musi Rawas, Dinas Kehutanan Penanggungjawab kegiatan SPKP Pelaksanaan kelompok pengelola WBCL Manajemen hasil pendapat saat ini dengan sistem bagi hasil antara pemilik lahan, pengelola dan modal kerja
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
67
Landscape TNKS Wilayah Kabupaten p Musi Rawa as & Lubuklinggau gg dsk.
HARAPAN
Dengan beralihnya aktivitas masyarakat dari perambahan, illegal logging dan illegal mining menjadi masyarakat yang mengolah kelapa terpadu dan terlibat dalam widata alam bukit cogong akan mengurangi degradasi dan deforestasi di HLBC. Kekurangan dalam pengolahan sangat dibutuhkan batuan pihakpihak-pihak terkait
Kawasan TNKS T
Terawas Lubuk Linggau Muara Beliti 4
WILAYAH KER RJA SPTN WIL.V TNKS LUAS : ± 1.389.549,876 1 389 549 876 Ha
PELESTAR RIAN TNKS PELESTARIAN TNKS MELALUI MELALUI I REDD+ RED DD DD+
BPTN III Secara Administrasi berada di : 1 Prop.Bengkulu 1. Prop Bengkulu 2. Prop. Sumatera Selatan
dalam Mendukung Daerah dalam MendukungPe PembangunanDaerah Pembangunan
Berkela lanjutan Berkel lanjutan
Prop. Bengkulu
Di Di KABUPATEN NNMUSI RAWAS KABUPATE MUSI RAWAS
Prop Sumsel Prop. Luas Atau
: ± 591.188 ha : ± 42,55 % (TNKS)
1
WILAYAH KER RJA SPTN WIL.V Dasar Hukum Kawasan :
Pembangunan Berke elanjutan/Lestari Kab. Musi Rawas
Artinya : generasi men ndatang tidak boleh kita biarkan lebih jelek kehidupannya id pann a dibandingkan dengan generasi s sekarang. Pemanfaatan sumberdaya/ resources yang menyebabkan pemiskinan generasi mendatang m dalam rangka kemakmuran generasi g i sekarang g adalah tidak adil
Kota. LLG G
Luas : ± 250.613 ha Panjang Bts : ± 293,520 Km Atau : ± 18,04 18 04 % (TNKS S)
Topografi TNKS
SPTN V Secara Administrasi berada di : 1. Kota Lubukinggau p Musi Rawas 2. Kabupaten
ZONASI TNKS KAB.MURA /KOTA LLG
GUNUNG KERINCI
Resort. Air Rawas
Pulau Sumatra
- ± 25 Ds. Ds yg brbtsn lgsg dgn TNKS - ± 148.897 KK = 644.775 Jiwa - Ada 3 Sei. Besar yg berhulu di TNKS
Resort Karang Resort. Karang g Jaya g Jaya
SUNGAI PENUH
Zona/ Propinsi Inti
GUNUNG MASURAI
Rimba
3
Lampiran dan Dokumentasi
Luas Ha
%
169,440.6
67.6
54,019.0
21.6
Pemanfatan
3,997.5
1.6
Rehabilitasi
21,422.5
8.5
Khusus
945.6
0.4
T di i Tradisional l
787 9 787.9
03 0.3
250,613.0
100
Jumlah
68
1. SK.Menhutbun: Nomor :46/Kpts/VII/-3/1999 Tanggal, 31 Maret 1999 ttg pengesahan h Kl Klmpok k hutan h TNKS di Kab. Mura- Sumsel 2. SK Menhutbun Nomor :901/KptsII/1999,Tanggal, 14 Oktober 1999 g Penetapan p Kawasan TNKS di ttg empat Prop. Jbi.Sbr,Bgku,SS
Resortt.Terawas
Resort. Petanang R Resort. Bkt.Slp/Bt Bk Sl /B
UPAYA PEMBERDAYAA AN MASYARAKAT – REDD+
Kriteria Zo ona TNKS
Pemanfaatan
Zona Inti: bag. TN yang kondisi alam mnya masih asli dan atau belum terganggu, mutlak dilindungi untuk keterrwakilan keragaman hayati khas. khas
1. LHN TDK PRODUKTIF
Zona Rimba: bag. TN yang karena a letak, kondisi, dan potensinya mampu mendukung pelestarian Zona Inti dan Zona Pemanfaatan.
2.
Zona Pemanfaatan: bag. bag TN yang lettak, tak kondisi, kondisi dan potensi alamnya terutama dimanfaatkan untuk pariwisatta alam dan jasa lingkungan lainnya Zona Rehabilitasi: bag. TN yang mengalami m kerusakan akibat perambahan, penebangan liar, pembangu uan jalan dll, shg perlu dilakukan keg. Pemulihan.
3. SDA Air/Sungai Sei Besar) (3 Sei.
Zona Khusus: bag. TN karena kondisi alamnya tidak dapat dihindarkan dan atau telah ada kelompok masy.. dan sarpras lainnya sebelum wil. tsb ditetapkan sbg TN antarra lain sarana telekomunikasi, telekomunikasi fasilitas transportasi dan listrik. Zona Tradisional: bag. TN yang dittetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh masy. yang g mempunyai ketergantungan thd sumber daya alam. 8
- Pembangunan PLTMH/ Hydropower (desa2 yg brbtsn TNKS dan blm memiliki jjaringan Listrik) g
4. WISATA ALAM
- Pengembangan /pemanfaatan Wisata Alam
5. Dukungan Masy
- Peningkatan Kapasitas kelompok masy arakat peduli hutan (PAMHUT SWAKARSA)
12 of 8
PILIHAN LO OKASI REDD+
GANGGUAN & ANCAMAN TNKS DI Kabupaten Musi Rawas
( daerah penyangga TNKS) 15 Desa ZONA REHABILTASI (± 21,000 2 000 ha) h )
REDD+ - Pembangunan g Kebun Bibit Desa - Pengembangan jenis tan endemik yg memiliki nilai ekonomi tinggi
LOKASI
Perambahan/pembukaan ladang berrpindah: ¾ Desa-desa D d yg berbatasan b b lgsg l dg dgn TNKS sbyk b k 15 Desa D a.l: l ¾ Resort Selangit (Napal Melinta ang, Batu Gane, Krg.Panggung, dll), ¾ Resort Terawas (Ds. Pasenan n, Sukaraya, Pangkalan, dll) ¾ Resort Karang Jaya ( Ds Ds.Tanj Tanjjung Agung Agung, Bukit Ulu Ulu, Lbk Lbk.Kumbung) Kumbung) ¾ Resort Air Rawas (Ds Napal Licin, L Sosokan, Koto Tanjung,M.Kuis),
DESA NPAL MELINTANG KECAMATAN SELANGIT
ALASAN - Desa yang sangat dekat/berbtsn lgsg g g dgn g kwsn TNKS & mrpkn p hulu S. Lakitan - sumber air DAM Selangit) - Masih tingginya gangguan thdp kawasan TNKS (Perambahan/pembalakan liar) - Blm memiliki jaringan listrik, (potensi SDA Air sungai memungkinkan sbg g g g pembangkit listrik/Hydropower)
Illegal logging/Pembalakan Liar : ¾ Resort Selangit, memanfaatkan aliran a S. Lakitan ¾ Resot Terawas (Ds. Pasenan) me emanfaatkan aliran S. Bal,S.Mol ¾ Ds. Lubuk Kumbung, g, Tanjung j g Ag gung g g memanfaatkan aliran S. Rupit p ¾ Resort Air Rawas, mamanfaatkan n aliran S. Rawas
- Adanya beberapa potensi Wisata j ) Alam TNKS ((air terjun) - Adanya dukungan klmpok masy peduli hutan “Pitang Lestari” ((PAMHUT SWAKARSA))
Ancaman Pertambangan: ¾ KP (kuasa pertambanagan & Tam mbang Emas di Resort Ulu Rawas (diluar kawasan) 9
13 of 8
INDENTIFIK KASI GANGGUAN LOKASI : 1. PERAMBAHAN/ PEMBUKAAN LAHAN KAWASAN TNKS U/ PERLADANGAN
1. Sepanjang kwsan TNKS yg b bt brbtsn lgsng l dgn d desa/ d / pemukiman masy
2. PEMBALAKKAN LIAR/ILLEGAL LOGGING
2. Hulu Sei.yang ke TNKS; Lakitan (Selangit), S. Bal, S Mol (Terawas) S. S Rupit S.Mol (Krg.Jaya) S .Rawas (ulu Rawas)
3. ANCAMAN PERTAMBANGAN ada
(3 lokasi yg berbatasn lgsung)
(terutama sepanjang bataran sei yg berhulu ke TNKS)
SEK KIAN Wassalamuala aikum Wr. Wr Wb. Wb Terima a Kasih
3. Kecamatan Ulu Rawas ; Mindoro Tiris emas, Bintang delapan & Panca M t Meta 14
10 of 8
Gangguan--ganggu Gangguan uan Thd Kawasan
Illegal Logging
Perambahan
Pembangu unan jalan
Perburuan
Desa dlm kawasan
JJln dlm kawasan
11
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
69
d. Partisipasi masyarakat dalam kegiatan REDD+ (Dr. Ardinis Arbain – PSL Universitas Andalas)
Tropical deforestation rates, 2000-2005
Partisipasi masyarakat dalam REDD Ardinis Arbain
Pusat Studi Lingkungan Hidup Universitas Andalas
LAJU DEFORESTASI y y
y
4 00 4.00
REDD ada adalah a s strategi a g konservasi. o s as Pendekatan untuk peningkatan partisipasi harus dilihat dalam kerangka peningkatan konservasi hutan. Masyarakat seyogyanya dikategorisasi
3.51
3.50 2.83
3.00 2.50 1.87
2.00
1.37
1.50
1 17 1.17
1.08
1.00
0.68
0.50
0.50
0.76
0.78
0.41
0.30
‐ Seluruh Indonesia
Deforestation Rate
Pendahuluan
Di luar Kawasan Hutan (APL)
1996‐2000
2000‐2003
2003‐2006
Projection
1.87
3.51
1.08
1.17
1.125
Kawasan Hutan Area Penggunaan Lain (APL) Lain (APL)
1.37
2.83
0.78
0.76
0.770
0.50
0.68
0.30
0.41
0.355
Latar Belakang Emisi Karbon dari Hutan
Forest Land Use Policy (TGHK) in 1985 Provincial Spatial Planning in 1992 Land Use Harmonized (Paduserasi) in 199 Water and Forest Status (Penunjukan kawasan hutan & Perairan) 2 Island Spatial Planning Act No. 26 2007
144 75% Indonesia covered by y forest healthy
millions hectares
Stern (2007): Deforestasi menyumbang 18 % dari emisi Gas Rumah Kaca dunia, 75 % nya berasal dari negara berkembang, Brazil, Indonesia, dan PNG, dikelompokkan sebagai penyumbang emisi dari deforestasi. Emisi E i i dari d i deforestasi d f i di negara berkembang b k b akan k terus meningkat (karena pertambahan penduduk dan keperluan pembangunan dll). Perlu intervensi kebijakan (policy approaches dan positive incentives) yang memungkinkan negara berkembang dapat mengurangi deforestasi dengan tetap menjamin keberlanjutan pembangunan. Deforestasi di negara-negara berkembang dianggap sangat tinggi, memberi kontribusi terhadap emisi GRK. Pada COP-11 UNFCCC ((2005), ), PNG dan Costa Rica mengajukan konsep untuk mengurangi deforestasi (Avoiding Deforestation).
Di dalam Kawasan Hutan
1990‐1996
Indonesia
92,4
Timber boom
reduced to 51.6 millions hectares
Forest Development Olympiad
68.4
Start Playwood Industry
53.4
1966
1970
1980
deforestation rate estimated from 1982 to 1993 reached 2.4 millions hectares
Start Oil Palm Pulp&Paper B Boom 1982 1985
1990
Reduced to 15 millions illi h ha 1993
1998
Years
PERTEMUAN COP 14 UNFCCC, 2008 POZNAN, POLANDIA
K Keputusan t COP 13 UNFCCC, Bali, 2007
REDD diperluas menjadi REDD + :
enambahkan 3 areal strategis terhadap 2 hal yang telah ditetapkan sebelumnya di Bali
Bali Action Plan : REDD sebagai salah satu aksi nasional/internasional yang perlu ditingkatkan, y REDD : pendekatan kebijakan dan positive incentive untuk REDD : y
ÎMendukung upaya voluntary REDD ÎCapacity building, TA & technology transfer ÎPilot/demonstration activities ÎIndicative modalities untuk Pilot/demonstration activities .
70
Lampiran dan Dokumentasi
• • • • •
Mengurangi Emisi dari Deforestasi 2 ketetapan awal Mengurangi Emisi dari Degradasi Hutan REDD Peranan Konservasi Strategi Pengelolaan Hutan Lestari tambahan REDD + Peningkatan Cadangan karbon hutan Kelima komponen REDD + akan dideteksi dengan pendekatan pengurangan sumber emisi (Source) dan meningkatkan simpanan (sink) karbon
y
Mitchell(2000). ( ) - perumusan persoalan lebih efektif - mendapatkan informasi dan pemahaman h diluar jangkauan dunia ilmiah. - perumusan alternatif solusi secara ber sama, lebih dapat diterima. - membangun perasaan memiliki
REDD + REDD + Mengurangi Emisi g g dari DEFORESTATION
Mengurangi emisi g g dari DEGRADATION
Peranan SUSTAINABLE SUSTAINABLE MANAGEMENT OF FOREST
CONSERVATION CONS RVATION Mengkonservasi hutan/stok karbon
Peningkatan karbon stok / ENHANCING CARBON STOCK
PEMELIHARAAN DAN PENINGKATAN SERAPAN KARBON (CARBON SINK)
MENGURANGI EMISI DARI SUMBER PENYEBAB DD (CARBON SOURCE)
STRATEGI Penurunan Emisi dari Deforestasi dan Degradasi Hutan Plus (REDD +))
Urgensi partisipasi
RENCANA AKSI RENCANA AKSI Sumber : Draft Stranas REDD +
Konsep Pendistribusian positif insentif REDD + Pembagian positif insentif REDD secara nasional diusulkan melalui Trust Fund BAPPENAS
Elemen l penting Keuntungan g untuk semua
kecocokan
Keseimbangan representasi dan power
Mekanisme komunikasi
USULAN PEMBAGIAN POSITIF INSENTIF DI TINGKAT NASIONAL di luar Opportunity Cost (usulan dari Kementerian Lingkungan Hidup )
Kemampuan adaptasi dan integritas
USULAN TATA CARA PERSETUJUAN REDD
manipulasi terapi Usulan REDD : Masyarakat y
pemberitahuan
1a
Pemerintah daerah : Prov/Kab/
Departemen Kehutanan
2
•Pengkajian Usulan secara Administratif dan Lapangan
Kota
1b
Usulan REDD : Pempus dan P d Pemda
‐ ‐Rekomendasi : Diterima/Tidak /
3
konsultasi
Hasil Pengkajian
plakasi
Steering Commitee Perijinan REDD :
kemitraan
Pengkajian Rekomendasi Dephut
P d l Pendelegasian i k k kekuasaan
‐Rekomendasi Hasil Pengkajian
Kontrol oleh masyarakat
4
5
Tim Nasional Perijinan REDD REDD (Diketuai DNPI)
6
Hasil Pengkajian
Tingkatan partisipasi (Arnstein,1969)
Proximate Causes Infrastructure extension District extension Province extension
Demographic Factors Population density and d migration i i
Agricultural expansion Oil palm
Economic Factors Global demand Global market N Natural l resource based with poor &weakness management Structure of employment
Wood extraction Pulp and paper Destructive logging/illegal l logging i
Technology & Data Factors Technology primer and d secondary, extensiv e Poor quality of data and management
Policy and institutional factors Sector based, environment is not become b policy li mainstream Governance is only on permit and administration level Decentralization is not finish yet: more political process Resource is not appropriate Corruption
7
Pelaksanaan REDD
9
8
Persetujuan Ketua H i DNPI Harian
Other Factors: Lowland for explo Land & forest fire D climate Dry li t
Cultural factors Corrupted culture Consumerism
Underlying Causes
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
71
y y y
S a g 1.1 : isolasi/ Strategi so as / marginalisasi a g a sas Strategi 1.2. : kemitraan Strategi g 2 : awareness/ capacity p y building.
Penjelasan strategi
y y y y y y
Kategori masyarakat terkait konservasi
Analisis pengaruh dan d k dukungan
Aspek sp kelembagaan bagaa da dan p pemberdayaan b dayaa Proses persetujuan Akses terhadap p sumber daya y setelah REDD Hubungan antara masyarakat dan perusahaan Sumber penghidupan dengan REDD Sk Skema i insentif tif dan d aliran li d dana.
Pertanyaan-pertanyaan untuk Pertanyaanpeningkatan partisipasi
y y y y
Teknologi o og p penghitungan g u ga karbon a bo Pembayaran Akuntabilitas Pendanaan( pasar bebas atau G to G).
tantangan
Strategi
72
Lampiran dan Dokumentasi
e. Perdagangan Karbon Sukarela: Implementasi skema jasa lingkungan karbon sebagai alternatif pengelolaan daerah hulu berbasis masyarakat di Sumatera Barat (Rachman Pasha., S.Hut – ICRAF)
RUPES SITE 7N Negara, 29 Sit Site
PERDAGANGAN KARBON SUKARELA: Implementasi skema jasa lingkungan karbon sebagai alternatif l f pengelolaan l l d daerah h hulu h l berbasis b b masyarakat di Sumatera Barat
Rachman Pasha
IMBAL JASA LINGKUNGAN
RUPES Indonesia Coordinator – ICRAF SEA
Pertemuan Sosialisasi Pengelolaan Data Dan Pembelajaran Kegiatan Kesiapan/ REDD+ Demonstration Activities
Best Western Hotel, 22 Desember 2011
RUPES aims to enhance the livelihoods and reduce the poverty of upland poor in Asia while supporting environmental conservation at the gl b l and global d local l l levels l l RUPES bertujuan untuk memperbaiki tingkat kehidupan dan mengentaskan kemiskinan masyarakat miskin di dataran tinggi sekaligus menyokong konservasi lingkungan, baik di tingkat lokal maupun global.
Mekanisme untuk memperbaiki penyediaan jasa lingkungan yang mana: lingkungan, ¾Penyedia y jjasa menerima imbalan atas usaha yang dilakukannya (provider gets) ¾Pemanfaat jasa lingkungan membayar atau memberikan imbalan (user pays) ¾Pembayaran atau pemberian imbalan dil k k atas d dilakukan dasar conditionality di i li ¾Keterlibatan pihak terkait bersifat sukarela Sumber: Stefano Pagiola, World Bank, 2007
Supported by IFAD – Coordinated by the World Agroforestry Centre (ICRAF) – Implemented with local, local national and international partners
Kondisi Alam
RUPES Agenda g
Stewards (mengelola)
Guardians (melindungi)
Teras, wanatani
‘hutan larangan’
Penggunaan lahan
•Keanekaragaman hayati Fungsi Ekologi
•Keindahan alam •Kuantitas dan kualitas air •Penyerapan karbon
Fungsi Jasa Lingkungan Fungsi Jasa Lingkungan
Benefit langsung
Jasa apa, untuk siapa dan dimana? Fungsi DAS, Keanekaragaman Hayati, Keindahan Bentang Alam Penyerapan Karbon ~ yang dipengaruhi oleh praktek Alam, penggunaan lahan
Jasa Lingkungan
Bagaimana parapihak memahaminya? Menjembatani pengetahuan lingkungan lokal, keilmuan, dan kebijakan, sistem pendukung negosiasi dan monitoring lokal
Mekanisme imbalan apa dan bagaimana caranya? Akses lahan, Trust funds, Infrastruktur, Dukungan sosial kapital, Pasar Eco-label, Ekoturisme – Keseimbangan, Efisien dan Efektif
Kebijakan apa yang bisa mendukung? Keterlibatan langsung g g pemerintah p setempat, p , Implementasi p konvensi global, Pengelolaan sumberdaya alam terpadu, Hutan berbasis masyarakat
Pemanfaat Jasa Lingkungan
P Penyedia di
• Apakah Apakah cukup berarti cukup berarti untuk dilakukan? • Kontrol terhadap lahan
Pengakuan & Imbalan Kebijakan & Kelembagaan • Biaya transaksi • Dukungan atau kendala
Empat kriteria pengembangan imbal jasa lingkungan (van Noordwijk dkk. 2006) •
Realistis: – imbalan melampaui kesediaan pemilik lahan untuk berkontribusi terhadap peningkatan jasa lingkungan tetapi lebih rendah dari kesediaan dan kemampuan pemanfaat jasa lingkungan untuk membayar – didasarkan pada hubungan sebab-akibat sebab akibat yang jelas/nyata antara kegiatan mengelola lingkungan dan ketersediaan jasa lingkungan
•
Kondisional: mekanisme harus mencakup syarat-syarat pemberian imbalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai – adanya kontrak/perjanjian
•
Sukarela: mekanisme bersifat adaptif dan mencerminkan suara-suara suara suara yang ada di masyarakat serta perimbangan berbagai kekuatan negosiasi yang ada pada semua tingkatan
•
Berpihak pada yang miskin : mekanisme hendaknya mempertimbangkan hubungan antara kemiskinan dan penyediaan jasling
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
73
EMISI KARBON
Empat Tahap dalam Pengembangan Mekanisme RUPES
I
Mengumpulkan informasi, menentukan cakupan
II
Analisis parapihak
III
Negosiasi
Implementasi dan pemantauan kesepakatan
IV
Penyedia, Perantara Pemanfaat, Pertanyaan Pertanyaan kunci untuk setiap kunci untuk setiap Penjual Pembeli tahapan Jasling Jasling
• • • •
Rapid
Apakah imbalan realistik? Assessment Apakah masalah kemiskian berhubungan of Marketable dengan jasling? ES Identifikasi Apakah skema berasaskan kesukarelaan? Apakah skema berasaskan kesukarelaan? mitra Siapa yang akan terlibat/tidak terlibat? Mediasi Kondisi kontrak seperti apa yang diterapkan? A k h k Apakah skema berpihak pada masyarakat miskin? b ih k d k t i ki ?
Audit
Tahapan
Apakah skema: efektif, efisien, berkelanjutan dan setara untuk pemangku g kepentingan? p g seluruh p
Negotiation Support Toolbox • • • • • •
RHA (Rapid Hydrological Appraisal) RABA (Rapid AgroBiodiversity Appraisal) RaCSA (Rapid Carbon Stocks Assessment) RaTA (Rapid Land Tenure Assessment) PALA (PArticipatory (PA ti i t L d Landscape A Appraisal) i l) RMA (Rapid Market Appraisal)
Rapid Assessment and Monitoring tools at World Agroforestry Centre (ICRAF) http://www.worldagroforestry.org/sea http://www.worldagroforestry.org/af2/sites/tulsea
• Pengertian g : Lepasnya p y karbon dalam bentuk ggas CO2 ke atmosfir dari biomassa hutan yang disebabkan oleh perbuatan manusia (antropogenik). • Penyebab (dari hutan): – – – – – –
Kebakaran hutan dan lahan hutan Konversi hutan untuk kegiatan non kehutanan Pinjam pakai kawasan hutan Illegal logging dan perambahan Illegal logging dan Limbah eksploitasi hutan yang tidak dimanfaatkan. Limbah industri kehutanan yang tidak dimanfaatkan
PELUANG REDD+ DI SUMBAR • Avoiding deforestation • Avoiding land forest degradation • Sustainable Forest bl Management • Carbon Enhancement C b E h t • Conservation
PERDAGANGAN KARBON • Compulsory/mandatory: belum ada • Voluntary : – Investasi melalui mekanisme PJLH (PES) – Contoh skala besar : PT. REKI – Contoh h Skala k l kecil k l : Nagari Paninggahan, Solok, Sumbar
LOKASI KEGIATAN
POTENSI PENGEMBANGAN SKEMA JASA LINGKUNGAN DI DAS
Danau Singkarak Berada di tengah – tengah Sumatera Barat
• Skema1: Land tenure security y Æ tree p planting g and protection of remaining forest, soil conservation
Luas: 10,400 ha Panjang: 21 km, Lebar: 16 km, Dalam: 160 m 2
• Skema 2: Direct monetary y reward Æ sub-catchment scale with HEP as potential buyers
D. Singkarak
• Skema 3: Voluntary Carbon Market Æ Carbon transaction through reforestation program
37 % catchment area kritis (alang-alang) Penggunaan Lahan: Hutan (15 %), Sawah (17%) Semak dan Ilalang (17%), (17%), (17%) (Lahan pertanian (15 %). Selebihnya untuk pemukiman, dll
Paninggahan gg
Lampiran dan Dokumentasi
Berada di 2 wilayah: Kab. Solok & Kab. Tanah Datar Populasi 399 399,000 000 jiwa ~ 200 jiwa/km2
• Skema 4: Direct monetary reward for delivering good quality domestic-use water Æ local scale
74
Berada di ketinggian 360 mdpl, luas catchment: 129 129,000 000 ha ha, 6 sub DAS
Maraknya pertanian intensif di daerah h l (cabe, hulu ( b bawang, b dll)
TAHAP KEGIATAN
LANJUTAN… Manfaat danau: Perikanan, Irigasi, PLTA & Pariwisata
1. 2 2. 3. 4. 5.
Pembersihan lahan dan persiapan lubang tanam Penanaman dan pola tanam Penyulaman dan penjarangan Pemeliharaan dan pembersihan kebun Mengontrol jumlah pohon hidup dan menghitung jumlah l j l h h hid d hi j l h karbon tersimpan g 6. Monitoring dan evaluasi
Sumber polusi: Pola pemanfaatan lahan pertanian yang kurang baik, limbah sungai, dan pola penangkapan ikan yang tidak baik Inisiatif program rehabilitasi lahan kritis yang masih terbatas Adanya kesadaran dan inisiatif masyarakat akan pentingnya untuk melindungi dan meningkatkan areal hutan Keterbatasan finansial merupakan faktor utama untuk melakukan rehabilitasi
Voluntary Carbon Market (VCM) DI SUMBAR
Jenis Tanaman, Kriteria Bibit dan Pengadaan Bibit • Jenis dan komposisi ditentukan berdasarkan keinginan masyarakat melalui FGD • Diutamakan bibit yang berasal dari lokal
VCM adalah suatu inovasi untuk mengujicoba suatu bentuk outcome outcome‐ based payment bagi jasa lingkungan karbon
No
VCM ini VCM ini merupakan transaksi antara perusahaan Belanda dengan masyarakat Paninggahan untuk melakukan rehabilitasi alang‐alang g g menjadi j lahan hijau Perjanjian selama10 tahun dengan nilai kontrak 10 Juta/Ha, 42 petani 10 Juta/Ha, 42 petani dengan total area 28 Ha
Menanam pohon kayu dan buah dengan jumlah minimal 1000 batang/ha minimal 1000 batang/ha
Target karbon yang akan dicapai dalam 10 tahun: 4090 ton
Durian
SKEMA KERJASAMA
Tanaman
Kriteria
Jumlah 300
1
Cengkeh
Tinggi 50 cm, daun tebal dan mengkilat, pucuk merah, akar kuat, jenis , umur 1 tahun
2
Coklat
Bakal bibit dari buah batang, batang kuat, tinggi 50 cm, umur 4 bulan
500
3
Alpukat
Bibit sambung / Dibibitkan dari biji, tinggi 40 cm
75
4 5 6
Durian Mahoni Surian
Tinggi 50 cm Tinggi 50 cm Tinggi 30 cm
7
Pinang
Bakal bibit dari buah yang jatuh, tinggi yang jatuh tinggi 30 cm 30 cm
75 50 50 50
Coklat
Cengkeh
Mahoni
Alpukat
Surian
Pinang
Tim Pelaksana di Tingkat Nagari Fasilitator (ICRAF) : Bubung & Juprial
Wali Nagari Paninggahan Jasman S.Ag
Verifikator ( YADAS ) : Dr. Alimin Djisbar
Administrasi dan Keuangan ( Ir. Gadis )
Teknis (Nurlis)
Teknis (Alwis. Dt Bungsu)
Kelompok Tambang Manyiak (H. Marjulis) Kelompok Bukit Labi (Yon Yas) K l Kelompok k Bukit Panjang B kit P j (Daryulis)
TAHAP PEMBAYARAN Tahap
Kriteria
Rupiah/ha
Pembayaran Pertama
Berdasarkan tahapan pekerjaan yaitu 60 persen disesuaikan pembersihan lahan, pengadaan bibit dengan kebutuhan dan penanaman. per pemilik lahan.
Pembayaran Kedua
Setelah dilakukan penanaman, dilakukan sebanyak 3 tahapan pembayaran
15 persen dibagi 3 tahap, sehingga menjadi 5 persen per tahap.
Pembayaran Ketiga
Setelah 5 tahun masa perjanjian
20 persen dibagi 2 tahap sehingga tahap, sehingga menjadi 10 persen pertahap.
P b Pembayaran Keempat
Setelah 10 tahun 10 tahun masa perjanjian (Akhir kontrak)
5 Persen langsung
LOKASI LAHAN PKS AREAL KEGIATAN KELOMPOK Kumulau, Guguak Gadang, Koto Basi
Batu Manangih
Bukit Tambang Manyiak
Rasak j g g Tajongkang
1200 mdpl p
Talago Data
Bukit Kapalo Labi Bukit Labi Bukit Panjang
Jalan Kebun
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
75
PEMBELAJARAN
Berapa banyak Karbon? Karbon? Kapan Kapan?? ton CO2 emission •
•
• •
Target for CO2 credit contract: 2,045 ton over 5 years OR 112 ton C yearly Realistic C Realistic C‐ sequestration rate by an agroforestry system: 1.6 ton C per ha yearly This requires about 28K trees planted The investment fund h i f d is EUR 20K or about Rp. 10,318 per tree plantingg p
Year 5: 1,779 ton CO2 Year 6: 2,229 ton Co2
Year
Pentingnya peranan intermediari sebagai ‘honest and trusted intermediary’ Mengandung proses pengembangan kapasitas masyarakat Sebagai pintu masuk untuk pelestarian DAS dan pemberdayaan masyarakat Fasilitasi berperan penting dalam perlindungan DAS (biaya dari mana?) Saling percaya sebagai prasyarat penting dalam mengembangkan model imbal jasa lingkungan Perlu mengintegrasikan g g model imbal jjasa lingkungan g g p pada peraturan dan kebijakan Berkembang spin-off partnership untuk perbaikan ekologi, ekonomi dan sosial Peningkatan peranan pemerintah secara lebih eksplisit dan terjabar dengan sistematis Catatan: hal ini sangat penting terutama bagi pelaksanaan REDD yang mempunyai elemen (entity) nasional yang lebih banyak dan kompleks
SEBELUM
Berapa besaran manfaat lokal d i kayu?* dari k ?*
No 1
Species Cengkeh (Eugenia Aromatica)
2 2
C kl (C Coklat (Cacao) )
3
Alpokat (Persea Americana)
4
Manggis (Garcinia mangostana)
5
Durian (Durio zibethinus)
6
Mahoni (Mahogany)
7
Surian (Casearia grewiaefolia)
8
Pinang (Pentace sp.)
Product
Output Yang Diharapkan
Estimated Estimated SSatuan YYearly l no of tree (Unit) production per ha
Fruit
Kg
291
10
45,000
5
10 ‐ 30
130,500,000
S d Seed
Kg
167 6
5
20 000 20,000
3
7 ‐ 20
16,600,000 6 600 000
Kg
44
50
4,000
4
7 – 30
8,800,000
Kg
13
150
8,000
12
15 – 50
15,600,000
Kg
14
100
2,500
10
15 – 50
3,250,000
Wood
m3
50
0.5
2,200,000
25
30
Wood
m3
57
0.5
1,800,000
25
30
Kg
145
10
3,000
6
7 – 25
Fruit Fruit Fruit
Seed
• • • •
Estimated Maximum Maximum Harvested H d iincome per year Price/unit age of year after 5 year harvest (Rupiah)
Hasil Kebun. Air Tanah. Kebersihan Udara dan Lingkungan. Penyerapan karbon.
SESUDAH
CITA-CITA..!
88,000 72,000 4,320,000
Rp. 179. 230.000,‐ Berdasarkan perhitungan pada FGD dengan petani*
RESEARCH FINDINGS • Proyek karbon untuk pengentasan kemiskinan sangat mungkin apabila luas lahan garapannya minimal 1,474 ha/orang. minimal 1,474 ha/orang. • Pasar karbon sukarela (VCM) dengan Investasi melalui mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Hutan (Environment Service Payment) dapat diterapkan pada skala hutan rakyat. • Jenis tanaman campuran antara kayu dan buah‐buahan mutlak harus diterapkan dengan total pohon 1.100 per ha minimal • Perdagangan karbon dapat meningkatkan kualitas lingkungan hidup • Permasalahan pada pemerintahan ditingkat lokal: 9 Administrasi kependudukan (masih ada penduduk yang tidak punya KTP) 9 Batas lahan dan kepemilikan yang masih tidak jelas 9 Manajemen informasi yang belum baik (populasi, data kepemilikan lahan, dll)
EKSPEKTASI PENINGKATAN KUALITAS LINGKUNGAN HIDUP
TERIMA KASIH
RUPES Program C/o The World Agroforestry Centre, Southeast Asia Regional Office Jl. CIFOR SItu Gede, SIndang Barang, Bogor Barat, West Java, Indonesia 16680 TEL: +62 251 8625415 FAX: +62 251 8625416 Email:
[email protected]
2. Dokumentasi
• Pada lahan terlantar, semak belukar, berubah menjadi Hutan Rakyat dengan penutupan pohon hutan 1.100 batang pohon (minimal) per‐ha atau minimal 30.800 b t batang pohon h pada d areal 28 ha. l 28 h • Memberikan dampak perubahan iklim mikro, pemulihan fungsi produksi, hidro‐orologi produksi hidro orologi dan sosial • Perlindungan keanekagaraman hayati • Menjadi M j di tempat t t pembelajaran b l j • Mata pencaharian bagi masyarakat setelah kontrak selesai Pembukaan
76
Lampiran dan Dokumentasi
3. Daftar Peserta NO
Pembicara Sesi Pertama
Peserta Workshop
Peserta Workshop
Peserta Workshop
NAMA
INSTANSI
1.
Ade Putra
BBTNKS
2.
Afdhal Muttaqin
Fisika UNAND
3.
Agus Sugianto
UNAND
4.
Ahmad Ridho
FH UBH
5.
Akmam
UNP (FMIPA)
6.
Ali Imran
DISHUT Prov. Sumatera Barat
7.
Ali Imron
BKSDA Sumatera Barat
8.
Andari
DISHUT Prov. Sumatera Barat
9.
Andi desmon, SH, MH
WALHI SUMBAR
10.
Anton Sudarwo
BPDAS
11.
Ardinis A.
PSLH UNAND
12.
Ardhorestu
FH UBH
13.
Ardian Ratmantika
UBH
14.
Ari Suharto
CER INDONESIA
15.
Azwir Anhar
UNP (MIPA)
16.
Bambang S.
DISHUT Prov. Sumatera Barat
17.
Beny Ramdani
Fisika UNAND
18.
Bimo Premono
UNAND (FMIPA)
19.
Bubung Angkawijaya
ICRAF Singkarak
20.
Budi Iswanto
DISHUT Prov. Sumatera Barat
21.
Budi Santoso
UNAND
22.
Corri S.
Dipernahut Kota Padang
23.
Darseha
DISHUT Prov. Sumatera Barat
24.
Deasy Apriyani
Biologi UNAND
25.
Debi Gusnia
Biologi UNAND
26.
Defri Kurniawan
ESDM Sumatera Barat
27.
Desi Rahmawati
UBH
28.
Deswita Rosra
FH UBH
29.
Desyanti
Fak. Kehutanan UMSB
30.
Dewi Candrarini S.
Biologi UNAND
31.
Dian Anggriasari
Biologi UNAND
32.
Dinik Indrihastuti
PUSTANLING
33.
Dwi Astuti Palupi
UBH
34.
Eka Jumainar
FH UBH
35.
Eka M.
UPTD DISHUT Prov. Sumatera Barat
36.
Eko S.
UBH
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
77
NO
NAMA
INSTANSI
NO
NAMA
INSTANSI
37.
Ermayanti
UNP
74.
Nurbeti
UBH
38.
Erna Rosita
PUSTANLING
75.
Nurmalis
39.
Ernofri
DISHUT
DISHUT Prov. Sumatera Barat
40.
Esi Susilo
DISHUT Prov. Sumatera Barat
76.
Okta F.
DISHUT Prov. Sumatera Barat
41.
Estu Widi
UNAND
77.
Pekki Jhonsen
UNAND (FMIPA)
42.
Faridil A.
FIB DISHUT
78.
Prilly Sarwinda
UNP
43.
Fitra J
Rupes
79.
Rachman Paska
ICRAF SEA
44.
Fitria Indah
Dinas Pertanian Sawahlunto
80.
Rafinolia
DISHUT Prov. Sumatera Barat
45.
Frahma Ezi
UMSB
81.
Rahma Yanti
UNAND
46.
Gadis M.
Rupes Singkarang
82.
Rahmat Dwi Cahya
Biologi UNAND
47.
Gafarelo
BUMI CERIA
83.
Rahmaweliza
Qbar Padang
48.
Gemala Purnama Putra
FH UBH
84.
Resalina
Fisika UNAND
49.
Guntur P.
FHUT UMSB
85.
Retno A.
UNP
50.
Gusni Nurvia
UBH
86.
Ria Detista
UNAND
51.
Hadriyanto
DISHUT Prov. Sumatera Barat
87.
Ridwan
DISHUT
88.
Rirardi
UNP
52.
Hendri Oktavia
89.
Ris Priyanto
PUSTANLING
53.
Heriyanto
BUMI CERIA
90.
Rizaldi
Biologi UNAND
54.
Ignasius Purwanto S.
FHUT UMSB
91.
Ropianto S.
Pc.SI
55.
Ike Gemala Dewi
Fisika UNP
92.
Rose Andhina
Biologi UNAND
56.
Iskandar Muda
Universitas Andalas
93.
Rusdianto
Balai TN. Siberut
57.
Ita Rahmawati
DISHUT Sumatera Barat
94.
Ruswin R.
58.
Jabang Nurdin
Biologi UNAND
DISHUT Prov. Sumatera Barat
59.
Jusmalinda
DISHUT Prov. Sumatera Barat
95.
Sarni
KT. Padang
60.
Kori Hornalia
UNAND
96.
Satria Bintang P.
UNP
61.
M. Prasetya D.
DISHUT Prov. Sumatera Barat
97.
Satria Tanjung
UMSB
98.
Sepriyadi
FH UBH
62.
M. Ridwan
CER INDONESIA
99.
Septa D.
DISHUT Sumatera Barat
Siti Mursidah
FHUT UMSB
63.
Marsilan
BUMI CERIA
100.
64.
Masta
DISHUT Prov. Sumatera Barat
101.
Soni Ahmad Wirawan
Universitas Andalas
102.
Sri Sulistyowati
UBH
65.
Meriska Hardianni
UNP
103.
Steffi Amanda
BAPPEDA Sumatera Barat
66.
Muh Hafiz
UNAND
104.
Suci Rahmadhani
UNAND
67.
Muh. Ibrahim
UBH
105.
Supirdas
68.
N. Sugana
Kehutanan
DISHUT Prov. Sumatera Barat
69.
Nasfryzal Carlo
Pasca Sarjana UBH
106.
Susi Susanti
FHUT UMSB
Syafriman T.
Distanbun
70.
Nita Yusmaniarti
Fisika UNP
107.
71.
Nofrianto
BUMI CERIA
108.
Syamsul Bahri
DISHUT
Syamsurizal
BUMI CERIA
Teguh Novrianto
FH UBH
72.
Novia Widyaningtyas
PUSTANLING
109.
73.
Noviatri
UNAND
110.
78
Lampiran dan Dokumentasi
NO
NAMA
INSTANSI
111.
Vera Oktara
UNP
112.
Wahyu Murdani
UNP
113.
Wilson Novarino
Biologi UNAND
114.
Windyo Laksono
PUSTANLING
115.
Yayan Hadiyan
PUSTANLING
116.
Yonefis
DISHUT Prov. Sumatera Barat
NO
NAMA
INSTANSI
117.
Zetri
DISHUT Prov. Sumatera Barat
118.
Zulkifli
BUMI CERIA
119.
Zulkifli
BAPPEDA
120.
Zulkifli
UNAND
PROSIDING
Komunikasi Stakeholder tentang Pengelolaan Data dan Pembelajaran Kesiapan/Kegiatan Demonstrasi REDD+
79