RDPU – Baleg DPR RI 14 Juli 2010
Perlu lebih sederhana: Pemilih terlalu dirumitkan dengan banyak calon dalam surat suara yang besar Konsistensi sistem: proporsinalitas perlu ditingkatkan Calon terbaik parpol lebih terjamin dapat terpilih Keuntungan: perpaduan antara popularitas dan kualitas. Caleg populer bisa dicalonkan di distrik, sementara caleg berkualitas pada daftar proporsional.
Dikenal dengan sistem MMP (Mixed Member Proporstional) Merupakan varian sistem proporsional (Proportional Representation), namun dalam penetapan calon terpilih terbagi dua. Sebagian dengan perolehan suara terbanyak, dan sebagian lagi berdasarkan nomor urut dari daftar calon Kursi di DPR dibagi dua: kursi dapil dan kursi daftar calon (misalnya 50%: 50% dari 560) Sistem ini digunakan di beberapa negara lain seperti, Jerman, Selandia Baru, Meksiko, Venezuela
Mereka yang dicalonkan di kursi daftar calon tidak bisa dicalonkan di kursi distrik; Calon untuk kursi distrik tetap dicalonkan parpol yang berhak ikut pemilu; Untuk perolehan kursi ditetapkan secara proporsional, diterapkan PT Calon dari parpol yang terpilih dalam pemilihan distrik akan langsung ditetapkan terpilih Sisa kursi yang belum terisi akan diisi dari daftar calon (nasional) berdasarkan nomor urut
Diselenggarakan oleh ;
KERTAS SUARA PEMILIHAN UMUM DPR-RI 2004 ANDA MEMILIKI DUA SUARA COBLOS DI DALAM LINGKARAN
SUARA 1 SUARA DISTRIK DAERAH KABUPATEN/KOTA
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sri Lestari W. Partai Payung Ahmad Juniarsyah Partai Baju Yolanda Pandjaitan Partai IsmailBuku Fahmi Partai Sepeda Ilham Saputra Partai Bajaj Andre Sigit Partai Becak Asther E. Yulianti Partai Meja Fira Isrofillah Partai Gelas Dodi Halim Partai Kursi Dwi Rahayu Partai Piring
COBLOS DI DALAM LINGKARAN
SUARA 2 SUARA NASIONAL
Partai Payung
1
Partai Baju
2
Partai Buku
3
Partai Sepeda
4
Partai Bajaj
5
Partai Becak
6
Partai Meja
7
Partai Gelas
8
Partai Kursi
9
Partai Piring
10
By smile
Ini adalah Model Kertas Suara Untuk Sistem MMP (Mixed Member Proportional) atau Campuran (Proporsional dan Distrik)
Diselenggarakan oleh ;
KERTAS SUARA PEMILIHAN UMUM DPR-RI 2004 ANDA MEMILIKI DUA SUARA COBLOS DI DALAM LINGKARAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
SUARA 1 SUARA DISTRIK DAERAH KABUPATEN/KOTA Sri Lestari W. Partai Payung Ahmad Juniarsyah Partai Baju Yolanda Pandjaitan Partai IsmailBuku Fahmi Partai Sepeda Ilham Saputra Partai Bajaj Andre Sigit Partai Becak Asther E. Yulianti Partai Meja Fira Isrofillah Partai Gelas Dodi Halim Partai Kursi Dwi Rahayu Partai Piring
COBLOS DI DALAM LINGKARAN
SUARA 2 SUARA NASIONAL
Partai Payung
1
Partai Baju
2
Partai Buku
3
Partai Sepeda
4
Partai Bajaj
5
Partai Becak
6
Partai Meja
7
Partai Gelas
8
Partai Kursi
9
Partai Piring
10
Anda dapat memilih dua partai yang berbeda untuk kursi distrik dan kursi proporsional.
Catatan Suara Tidak Sah : 1. Jika anda mencoblos hanya satu suara saja. (Suara 1 saja atau Suara 2). 2. Jika anda mencoblos lebih dari satu di Suara 1 atau Suara 2.
HASIL SUARA NASIONAL (SUARA 2) YANG DIPEROLEH MASING-MASING PARTAI Partai Payung
=
5% =
25 Kursi
Partai Baju
=
1% =
5 Kursi
Partai Buku
= 40 % = 200 Kursi
Partai Sepeda
= 10 % =
50 Kursi
Partai Bajaj
=
5% =
25 Kursi
Partai Becak
=
3% =
15 Kursi
Partai Meja
= 11 % =
55 Kursi
Partai Gelas
=
10 Kursi
Partai Kursi
= 20 % = 100 Kursi
Partai Piring
=
TOTAL
2% = 3% =
15 Kursi
100 % = 500 Kursi
HASIL SUARA DISTRIK (SUARA 1) YANG DIPEROLEH MASING-MASING PARTAI PADA SETIAP DISTRIK (DENGAN QUOTA 250 KURSI) Partai Payung
=
20 Kursi Distrik
Partai Baju
=
0 Kursi Distrik
Partai Buku
= 100 Kursi Distrik
Partai Sepeda
=
15 Kursi Distrik
Partai Bajaj
=
15 Kursi Distrik
Partai Becak
=
5 Kursi Distrik
Partai Meja
=
30 Kursi Distrik
Partai Gelas
=
0 Kursi Distrik
Partai Kursi
=
60 Kursi Distrik
Partai Piring
=
5 Kursi Distrik
TOTAL
250 Kursi Distrik
Suatu partai akan memperoleh satu kursi jika meperoleh suara terbanyak pada distrik tersebut.
PEROLEHAN KURSI PROPORSIONAL UNTUK TIAP PARTAI ADALAH : Partai Payung
=
25 - 20 =
5 Kursi Proporsional
Partai Baju
=
5
5 Kursi Proporsional
Partai Buku
=
200 - 100 = 100 Kursi Proporsional
Partai Sepeda
=
50 - 15 = 35 Kursi Proporsional
Partai Bajaj
=
25 - 15 = 10 Kursi Proporsional
Partai Becak
=
15 -
Partai Meja
=
55 - 30 = 25 Kursi Proporsional
Partai Gelas
=
10 -
Partai Kursi
=
Partai Piring
=
TOTAL
-
0 =
5 = 10 Kursi Proporsional 0 = 10 Kursi Proporsional
100 - 60 = 40 Kursi Proporsional 15 -
5 = 10 Kursi Proporsional 250 Kursi Proporsional
Kursi proporsional berdasarkan Daftar Calon Tetap Nasional yang telah disiapkan oleh partai politik.
HASIL AKHIR YANG DIPEROLEH DARI TIAP-TIAP PARTAI DARI SUARA DISTRIK DAN PROPORSIONAL UNTUK KURSI DI DPR-RI DISTRIK Partai Payung
PROPORSIONAL
20
5
Partai Baju
0
5
Partai Buku
100
100
Partai Sepeda
15
35
Partai Bajaj
15
10
Partai Becak
5
10
Partai Meja
30
25
Partai Gelas
0
10
Partai Kursi
60
40
Partai Piring
5
10
250
250
NO
PASAL YANG DIUJI
ISI PASAL
TANGGAL PUTUSAN
ISI PUTUSAN
01
Pasal 205 ayat (1)
Tidak diikutkannya partai yang tidak lolos PT dalam penghitungan kursi
8 Oktober 2009
Tidak Dapat Diterima
02
Pasal 205 ayat (4), Pasal 211 ayat (3), Pasal 212 ayat (3)
Penghitungan sisa kursi DPR dan DPRD
8 Agustus 2009
Conditionally Constitutional
03
245 ayat (2), (3), (5), Pasal 282, Pasal 307
Larangan dan kriminalisasi aktivitas hitung cepat dan pengumuman survei
30 Maret 2009
Dikabulkan Sebagian
04
Pasal 12 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf g
Syarat tidak dihukum 5 tahun atau lebih
24 Maret 2009
Conditionally Unconstitutional
05
Pasal 98 ayat (2), Pasal 98 ayat (3), Pasal 98 ayat (4) Pasal 99 ayat (1), Pasal 99 ayat (2)
Sanksi kepada lembaga penyiaran/media massa cetak dalam masa kampanye
24 Feb 2009
Dikabulkan
06
Pasal 202 ayat (1)
Parliamentary threshold
13 Feb 2009
Ditolak
07
Pasal 55 ayat (2) dan Pasal 214 huruf a, b, c, d, dan e.
Nomor urut perempuan Penentuan calon terpilih
23 Des 2008
Dikabulkan sebagian
NO
PASAL YANG DIUJI
ISI PASAL
TANGGAL PUTUSAN
ISI PUTUSAN
08
Pasal 50 ayat (1) huruf g
Tidak pernah dipidana 5 tahun atau lebih
10 Juli 2008
Ditolak
09
Pasal 316 huruf d
Ikut pemilu bila ada kursi DPR
10 Juli 2008
Dikabulkan
10
Pasal 12 dan Pasal 67
Dibolehkannya anggota/pengurus parpol menjadi calon anggota DPD
1 Juli 2008
Dikabulkan sebagian
Pasal 214 (Penetapan Calon Terpilih):
Calon terpilih ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh minimal 30% BPP;
Bila tidak ada yang memperoleh 30% BPP, didasarkan nomor urut;
Yang memperoleh 30% lebih sedikit dari perolehan kursi parpol, kelebihan kursi diberikan kepada calon berdasarkan nomor urut;
Yang memperoleh 30% lebih banyak dari perolehan kursi, kursi diberikan kepada yang nomor urutnya lebih kecil;
Bila yang mencapai 30% lebih dari satu dan suara sama, kursi diberikan kepada yang urutannya terkecil.
Pasal 245 ayat (2): Pengumuman hasil survei atau jajak pendapat tidak boleh dilakukan pada masa tenang. Pasal 245 ayat (3): Pengumuman hasil penghitungan cepat hanya boleh dilakukan paling cepat pada hari berikutnya dari hari/tanggal pemungutan suara. Pasal 282: Setiap orang yang mengumumkan hasil survei atau hasil jajak pendapat dalam masa tenang, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 bulan dan denda paling sedikit Rp3 juta dan paling banyak Rp12 juta. Pasal 307: Setiap orang atau lembaga yang melakukan penghitungan cepat dan mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama18 bulan dan denda paling sedikit Rp6 juta dan paling banyak Rp18 juta.
Partai Politik Peserta Pemilu tahun 2004 yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 315 dapat mengikuti Pemilu tahun 2009 dengan ketentuan: d. memiliki kursi di DPR RI hasil Pemilu 2004;
RUU Perubahan UU Penyenggara Pemilu (UU Nomor 22 Tahun 2007); RUU Perubahan Ketiga UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. RUU Pemilu Presiden/Wakil Presiden, DPR, dan DPD; RUU Pemilu Gubernur, Bupati/Walikota, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
RUU diajukan pada tahun 2011 dan disahkan pada tahun 2012; Dengan adanya UU Pemilu Lokal tidak dibutuhkan lagi UU Pilkada tersendiri karena akan diintegrasikan dengan pemilihan DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota.
RUU Pemilu Nasional diajukan pada 2010 dan menjadi UU Pemilu pada 2011.
2011-2014: Sosialisasi UU Pemilu baru.
2014: Pemilu nasional diselenggarakan.
RUU Pemilu lokal diajukan pada tahun 2011 dan disahkan pada 2012. 2012-2016 sosialisasi UU Pemilu Lokal 2016: Pelaksanaan Pemilu Lokal
Pemilu dipisah menjadi pemilu nasional dan pemilu lokal.
Pemilu nasional memilih presiden/wapres, DPR, dan DPD.
Pemilu lokal memilih gubernur, bupati/walikota, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota. Pemilu nasional dilaksanakan pada 2014, pemilu lokal pada 2016.
Penyelenggaraan pemilu lebih sederhana dan murah.
Starting point yang sama antara eksekutiflegislatif di tingkat lokal.
Isu-isu lokal lebih mengemuka.
Menghilangkan kebiasaan caleg nasional untuk menggunakan caleg lokal sebagai kuda troya.
Masa jabatan DPRD periode 2009-2014 diperpanjang hingga 2016; Pilkada terakhir sebelum pemilu lokal dilaksanakan pada 2013. Yang terpilih hanya akan menjabat hingga 2016. Yang terpilih pada Pilkada 2010 akan menjabat hingga 2015. Tahun 2015-2016 dijabat Plt. Yang terpilih pada Pilkada 2011 akan berakhir pada 2016. Yang terpilih pada Pilkada 2012 akan berakhir juga pada 2016.