Ratih Pusparini, Alumnus Pembawa Misi Perdamaian di Negara Konflik UNAIR NEWS – Menjadi perempuan pertama Indonesia yang dikirim ke medan perang sebagai pasukan keamanan menjadi salah satu kebanggaan tersendiri baginya. Ia merasa senang ketika ditunjuk oleh atasannya di Markas Besar Tentara Nasional Indonesia (TNI) untuk diterjunkan langsung di daerah yang penuh pergolakan. Ia
adalah
Ratih
Pusparini,
alumnus
S-1
Sastra
Inggris
Universitas Airlangga tahun 1994 yang bertugas sebagai pembawa misi perdamaian di negara konflik. Meski sudah empat tahun berselang, pengalaman yang ia dapatkan usai bertugas di negara konflik masih begitu jelas tersimpan dalam ingatannya. Tentang bagaimana peperangan antar suku, patroli tentara, dan bunyi timah panas yang berdesing di indera pendengarnya setiap hari. Tahun 2008 menjadi tahun bersejarah dalam karirnya. Pada tahun itu, Ratih pertama kali mengemban tugas sebagai military observer misi Perserikatan Bangsa-Bangsa di Republik Demokratik Kongo. Ratih bercerita, suasana politik di Kongo kala itu amat dinamis. Penuh ketidakpastian. “Masih banyak pertempuran antar suku, antar kelompok-kelompok pemberontak yang tidak hanya berasal dari Kongo tapi juga dari negara-negara di sekitarnya, seperti dari Uganda, Rwanda dan Republik Afrika Tengah. Kami pernah harus tinggal di rumah selama tiga hari tidak diijinkan beraktivitas di luar pagar karena keamanan yang tidak terjamin,” kisah perwira TNI Angkatan Udara itu. Pada bulan Maret tahun 2012, ia kembali mendapatkan tugas ke Lebanon. Ia menjadi perwira siaga yang memonitor jalannya operasional United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL).
Selang satu bulan berjalan, pada bulan April, ia mendapat perintah dari Mabes TNI untuk bergabung dengan tim aju di Suriah sebagai military observer dan staf operasi di Markas Besar United Nations Supervision Mission in Syria (UNSMIS). Namun, Ratih tak lama berada di Suriah, negeri yang kini diguncang keberadaan Islamic State in Iraq and Syria (ISIS). Misinya diakhiri pada tiga bulan kemudian karena berbahaya bagi keselamatan pembawa misi perdamaian. Ia pun kembali ke Lebanon pada bulan September 2012 sebagai Shift Chief Joint Operation Centre UNIFIL. Kali ini, misinya berlangsung selama satu tahun. Di awal penugasan, suasana Lebanon cukup kondusif. Namun, sekitar awal tahun 2013, kontak senjata sempat terjadi di beberapa tempat karena iklim politik di negara tetangganya, Suriah, juga memanas. Perempuan, agen perdamaian dunia Mendapatkan mandat sebagai salah satu perempuan militer pertama yang ditugaskan ke negara bertikai menjadi tanggung jawab yang tak mudah bagi Ratih yang kini berpangkat letnan kolonel. Ia merasa bahwa tanggung jawab ini perlu ditunjukkan melalui reputasi yang baik kepada pimpinan, senior, dan junior. Di penugasan pertamanya di Kongo dan Suriah, ‘hanya’ sekitar 20 perempuan militer yang bertugas. Para perempuan itu berasal dari Indonesia (2 orang), Tiongkok, Afrika Selatan, India, Ghana, Kanada, Malawi, dan Uruguay. Lainnya adalah laki-laki militer yang jumlahnya mencapai 17 ribu pasukan berseragam militer, polisi, dan staf sipil. Namun, perihal perdamaian, persatuan dan kesatuan adalah tanggung jawab seluruh anak bangsa. Tak pandang laki-laki dan perempuan. Meski demikian, perempuan kelahiran Denpasar 48 tahun lalu ini memandang bahwa perempuan bisa dijadikan agen perdamaian di berbagai wilayah konflik.
“Kita butuh kepercayaan dari mitra kerja kita yang notabene adalah lelaki. Mereka perlu memandang bahwa perempuan pun mampu melaksanakan tugas yang sama dengan yang mereka kerjakan karena sebelum para perempuan diberangkatkan dalam misi, mereka menjalani berbagai pelatihan dan persiapan yang memadai,” tegas Ratih yang semasa kuliah mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa Merpati Putih. Sejak menjalani misi perdamaian di wilayah bertikai, Ratih yang juga peraih gelar master di Universitas Monash, Australia, diganjar penghargaan Women of Change dari Pemerintah Amerika Serikat tahun 2013. Penghargaan tersebut diberikan bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional saat ia menjalani misi di Lebanon. Ia juga mendapat tanda kehormatan berupa The United Nations (UN) Medal, UN Medal Syria, dan UN Peacekeeping Medal in Lebanon. Ratih yang menamatkan sekolah dasar hingga menengah atas di Jakarta itu terus melantangkan suaranya hingga ke tingkat forum PBB. Pada akhir Februari 2017 lalu, Ratih bersama Kristin Lund (mayor jenderal asal Norwegia yang juga komandan misi perdamaian PBB) berbicara dalam sesi forum United Nations Special Committee for Peacekeeping Operations di New York. Dalam forum itu, ia menyampaikan enam pokok pikiran mengenai keterlibatan perempuan dalam misi perdamaian PBB. “PBB harus membuat langkah-langkah afirmatif untuk menambah jumlah perempuan dalam misi PBB. Perlu ada perubahan kebijakan pro perempuan, dan reformasi budaya dan mindset,” cerita Ratih. “Adequate resources (sumber daya yang memadai) untuk meningkatkan peran perempuan dalam misi pemeliharan perdamaian, dan perlunya gender advisory network yang berisikan perempuan-perempuan pengambil keputusan untuk memastikan perspektif gender di semua tingkatan. Selain itu, perlu adanya penugasan perempuan di luar feminine duties seperti medis, logistik, dan administratif,” imbuh Ratih yang kini menjabat sebagai Kepala Sub Departemen Bahasa, Departemen
Akademika, Akademi Angkatan Udara. Ratih lantas bercerita, bahwa kesempatan perempuan untuk menjadi pembawa misi perdamaian sebenarnya terbuka lebar. Perempuan haruslah memiliki kondisi fisik dan mental yang baik, mampu berbahasa asing, dan kemandirian. Ada pula proses seleksi yang harus diikuti dan dilaksanakan terpusat di Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian TNI di Sentul, Bogor, Jawa Barat. “Peluang terbuka lebar bagi perempuan untuk bergabung dalam misi perdamaian PBB. Tak hanya militer dan polisi, warga sipil pun bisa bergabung. Kita punya banyak relawan PBB perempuan di berbagai misi. Kita punya banyak perempuan TNI dalam misi di Lebanon dan Sudan,” tutur Ratih. Secara
pribadi,
ia
pun
berharap
agar
perempuan
diberi
kesempatan yang lebih luas untuk berperan aktif dalam perdamaian dunia. Ia mengatakan, secara perlahan namun pasti, dunia akan menjadi kuat dan damai. Terkait
dengan
almamaternya,
Ratih
menuturkan
bahwa
keberhasilan UNAIR bertumpu pada sivitas akademika. “Kita harus punya kepedulian yang tinggi dari semua pihak. Baik itu rektorat, dekanat, dan mahasiswa. Ini untuk mendukung keberhasilan UNAIR menuju world class university,” pesannya. “Good luck, UNAIR!” pungkasnya. Penulis: Defrina Sukma S Editor
: Binti Q. Masruroh
Punya Banyak Pengalaman Menyenangkan? Yuk, Ikutan Kompetisi Fotografi UNAIR UNAIR NEWS – Pusat Informasi dan Humas Universitas Airlangga pertama kalinya menyelenggarakan kompetisi fotografi untuk kalangan umum. Persyaratannya cukup mudah. Peserta hanya diminta untuk mengunggah foto dengan menandai akun Instagram (at)univ_airlangga, mengikuti seluruh akun media sosial resmi UNAIR, serta menggunakan #unairphotographycontest.
tagar
#universitasairlangga
Tentunya, dalam setiap kompetisi pasti ada aturan berupa tema yang wajib diikuti. Tema kompetisi kali ini pun ringan dan cukup mudah. Yakni, “Pengalaman Menyenangkan Bersama Universitas Airlangga”. “Misalnya, rekan-rekan mahasiswa UNAIR pernah mengikuti kegiatan KKN-BBM (Kuliah Kerja Nyata-Belajar Bersama Masyarakat). Pasti dalam kegiatan tersebut, ada banyak pengalaman menyenangkan entah bersama warga setempat atau bersama kelompok. Jika dokumentasinya masih ada, bisa diikutsertakan kompetisi fotografi kali ini,” tutur Rekha Finazis, tim kompetisi fotografi. “Ide lainnya lagi, misalnya, teman-teman organisasi seperti BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) itu kan sering ngadain acaraacara musik. Mungkin pernah selfie atau sekadar foto acara. Itu bisa juga lho untuk di-upload (diunggah) dan diikutsertakan kompetisi,” imbuhnya. Selain kedua ide di atas, masih ada banyak lagi ide-ide menarik yang bisa dieksplorasi untuk ikut serta dalam kompetisi fotografi. Misalnya, acara wisuda, diskusi dengan rekan-rekan seorganisasi, nongkrong di danau kampus C, jadi juara di kompetisi, dan banyak lagi.
Terkait penilaian, foto-foto yang masuk akan diseleksi berdasarkan jumlah likes, komposisi foto, dan teks foto (caption) yang menarik. Apa sih keuntungan yang didapat dari mengikuti kompetisi fotografi? Keuntungannya, foto-foto hasil bidikan para pemenang akan dimuat di laman berita UNAIR News. Selain itu, pemenang juga akan mendapat uang tunai senilai Rp 200ribu per orang. Yuk, ikutan kompetisi fotografi! Ditunggu karyamu. Penulis: Defrina Sukma S
Komitmen UNAIR Terhadap Dosen yang Aktif Menulis UNAIR NEWS – Lembaga Penelitian dan Inovasi (LPI) Universitas Airlangga menyelenggarakan lokakarya publikasi ilmiah hasil penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah populer. Lokakarya yang diselenggarakan pada Rabu (26/4) ini dihadiri oleh tak kurang dari 75 peneliti maupun staf pengajar di UNAIR. Dalam lokakarya itu, LPI mengundang dua pembicara dari media massa nasional. Yakni, redaktur kolom opini Media Indonesia Sitria Hamid, dan Republika Irfan Junaidi. Keduanya menyampaikan materi tentang tips menembus tulisan di media massa serta memilih sudut pandang dan topik yang menarik untuk diterbitkan sebagai artikel ilmiah populer. Sekretaris LPI Dr. Ir. Sri Hidanah, M.S menyatakan, acara ini merupakan serangkaian lokakarya penulisan artikel ilmiah yang pernah diselenggarakan pada 7 April lalu. Pada lokakarya
sebelumnya, para dosen diberi materi penulisan ilmiah populer oleh redaktur opini Jawa Pos. Selain itu, usai lokakarya diselenggarakan, muncullah minat para dosen UNAIR untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tulisan bergenre ilmiah populer di media massa. “Kita berpikir kalau banyak penulis dari UNAIR yang mengisi tulisan-tulisan di media massa, tentu akan meningkatkan reputasi positif bagi UNAIR,” ujar Sri Hidanah. Melalui lokakarya ini, paling tidak, ada jalinan silaturahmi antara UNAIR dan redaktur di media terkait. Lokakarya ini juga menjadi ajang bagi para dosen yang hadir untuk berkonsultasi mengenai ‘calon’ tulisan maupun ide-ide yang ingin mereka tuliskan. Tentunya, mereka adalah dosen dari berbagai bidang keilmuan yang siap mengisi beragam topik terkini yang sedang in di media tingkat nasional. “Target kita dari lokakarya ini adalah munculnya penulispenulis baru yang akan menghiasi berbagai topik tulisan di media massa,” ujar Sri Hidanah. Sri Hidanah menambahkan, komitmen UNAIR agar para dosen menulis di media massa juga diwujudkan dalam bentuk pemberian reward. Selain reward yang didapat penulis dari media massa terkait, UNAIR juga memberikan reward untuk mereka yang karya ilmiah populernya berhasil dimuat di media massa nasional. “Rektorat punya target agar para dosen menulis di koran-koran. Ini bukti bahwa UNAIR serius ngasih penghargaan terhadap penulis-penulis. Semakin banyak yang nulis, maka reputasi UNAIR semakin bagus,” tambah Sri Hidanah. (*) Penulis: Binti Q. Masruroh Editor: Defrina Sukma S
UKM Teater Mata Angin Juara di Festival Teater UNAIR NEWS – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) UNAIR tak henti membingkai nama baik kampus di banyak perhelatan. Kali ini, UKM Teater Mata Angin yang unjuk gigi. Para penggawa UKM ini berhasil membawa pulang sejumlah predikat dalam event Festival Teater (Fester) pada 25 dan 23 April 2017. Lomba yang dilaksanakan di Universitas Surabaya (Ubaya) ini bersifat regional. Selain dari Surabaya, ada pula peserta dari Malang dan Kediri. Tim UNAIR membawakan naskah Malam Jahanam dengan apik. Tak ayal, titel sebagai penampil terbaik pun bisa disabet. Selain itu, UKM Teater Mata Angin juga membawa penghargaan sebagai sutradara terbaik, atas nama Elvandy alias Senar (Fakultas Vokasi, 2014) dan aktris terbaik atas nama Evana alias Alis (Fakultas Kesehatan Masyarakat, 2015). Ketua UKM Mata Angin Fitri Rismayanti menuturkan, persiapan intensif dilakukan tidak sampai satu bulan. Namun, oleh karena mereka sudah biasa berlatih dan terus berinteraksi satu sama lain, para anggota dapat meraih chemistry yang merupakan salah satu kunci kesuksesan berakting. “Kami berupaya tetap fokus. Meskipun, saat lomba itu masih musim UTS,” kata Risma yang merupakan mahasiswa Ilmu Politik 2015. “Saat ini, kami juga lagi memersiapkan pertunjukkan bertajuk Renoviesta, event terbesar kami tahun ini. Rencananya, diadakan pada 23 Mei 2017 di Gedung Cak Durasim,” imbuh dia. Para anggota UKM tetap berkomitmen, meski sibuk dengan urusan kuliah, bukan berarti mereka meninggalkan hobi dan aktifitas di teater. Mereka yakin, keseimbangan bisa tetap terjaga.
Dengan demikian, keberhasilan akademik dan non akademik dapat diperoleh bersamaan seoptimal mungkin. Yang tak kalah penting, tiap anggota mesti menjaga optimisme. Sebab, usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil. Segala upaya yang dikerjakan dengan baik, pasti bakal memberi kepuasan maksimal. “Kekompokan atau kerja tim, menjadi modal dasar. Dalam teater, tidak ada yang namanya kerja sendirisendiri,” jelas Risma. Dia berharap, kesuksesan kali ini dapat menjadi pemicu UKM Teater Mata Angin untuk terus produktif dan berkarya. Termasuk, menjadi aktif bersumbangsih untuk mengharumkan nama UNAIR. Baik di kancah lokal, regional, nasional, bahkan internasional. (*)
Adakan Workshop untuk Picu Semangat Menulis Sejarah Lokal di Tulungagung UNAIR NEWS – Sesuai dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi, salah satu tanggung jawab universitas adalah melakukan pengabdian kepada masyarakat (pengmas) sesuai bidang ilmu yang dimiliki. Hal inilah yang menjadi dasar dilakukannya pengmas oleh Departemen Ilmu Sejarah dan Ikatan Keluarga Alumni (IKA) Ilmu Sejarah Universitas Airlangga di Kabupaten Tulungagung pada Sabtu (22/4) pekan lalu. Pengmas tersebut berbentuk Sejarah Lokal Tulungagung. menggandeng komunitas Rumah acara ini. Mereka mengajak
workshop dengan tema Penulisan Departemen dan IKA Ilmu Sejarah Baca Onderan untuk mensukseskan serta masyarakat setempat yang
terdiri dari guru pengajar mata ajar Sejarah, pelajar SMA, dan masyarakat yang memiliki kepedulian terhadap seni dan budaya di Tulungagung. Workhshop ini mengundang tiga pembicara kunci yang berasal dari alumni Ilmu Sejarah UNAIR. Mereka adalah dosen muda UNAIR Ikhsan Rosyid Mujahidul Anwari (alumnus th. 2003), Adrian Perkasa (alumnus th. 2006), dan Akhmad Ryan Pratama (alumni th. 2007). Dalam kesempatan ini, Adrian menyampaikan wawasan seputar sejarah lokal. Ia juga mencontohkan kepada peserta tentang topik-topik terkait sejarah lokal di Tulungagung yang menarik untuk ditulis. “Sejarah tidak selalu berkutat pada penguasa, dalam hal ini sejarah orang-orang besar semata, tetapi juga mengembalikan peran serta masyarakat kecil dalam panggung penulisan sejarah kita. Tidak akan ada perubahan tanpa peran serta masyarakat,” ujar Adrian. Sementara Ikhsan Rosyid, banyak memberikan wawasan kepada peserta tentang metode dan teknik penulisan sejarah yang bisa dipraktikkan oleh peserta. Dalam kesempatan ini ia juga menjelaskan bahwa program studi Ilmu Sejarah UNAIR memiliki kajian yang unik, yakni sejarah perkotaan. “Topik-topik sejarah perkotaan di UNAIR banyak tercermin dari judul-judul skripsi mahasiswa yang memiliki tema sub-altern, kelompok minoritas, dan permasalahan khas perkotaan. Kekhasan ini menjadi kunci agar historiografi di Indoneisa proporsional,” ujar Ikhsan. Menariknya dalam workshop ini, peserta bisa mengajukan tema yang akan mereka tulis untuk diterbitkan dalam sebuah buku. Harapannya, tema-tema yang beragam itu bisa dipublikasikan dalam sebuah artikel sejarah yang diterbitkan menjadi Buku Bunga Rampai oleh Departemen Ilmu Sejarah UNAIR. Sehingga usai workshop, peserta bisa langsung merealisasikan ilmu yang
didapat melalui penulisan artikel bertema sejarah lokal. Dalam mencapai tujuan itu, Pandu Diptya Yoga selaku ketua komunitas Rumah Baca Onderan mengaku siap untuk mengawal peserta workshop yang akan mengumpulkan artikel. “Antusiasme peserta yang besar untuk menulis sejarah lokal yang ada di daerahnya merupakah kebanggaan tersendiri kami sebagai alumni. Harapannya, pengetahuan tentang asal-usul sejarah masyarakat di Tulungagung dapat diabadikan dalam bentuk budaya literasi untuk bekal cerita anak cucunya nanti,” kata Ryan yang juga staf pengajar di Universitas Ciputra. Suasana keakraban dan rasa senang terpancar dari peserta workshop yang didesain dalam suasana cangrukan dan diskusi santai itu. (*) Penulis : Yudi Wulung Editor
: Binti Q. Masruroh
UKM Bridge Prestasi
Giat
Torehkan
UNAIR NEWS – Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di lingkungan Universitas Airlangga (UNAIR) terus menorehkan prestasi. Salah satunya, UKM Bridge yang pada gelaran Rektor Cup IV di Universitas Brawijaya (UB), 23-24 April 2017 lalu, membawa predikat cukup memuaskan. Dalam event tingkat nasional itu, tim UKM Bridge sukses menjadi terbaik kedua. Selain dari UNAIR dan UB, peserta kompetisi ini juga berasal dari Universitas Jember, Universitas Gadjah Mada, STIS Jakarta, ITS Surabaya, dan lain sebagainya.
Persiapan yang matang menjadi kunci utama dari keberhasilan ini. Selama ini, UKM Bridge rutin melaksanakan latihan seminggu dua kali, Rabu dan Kamis. Saat sudah mendekati lomba, barulah diadakan pendalaman demi pendalaman. Tiap anggota selalu melakukan sharing bersama. Termasuk, dengan para senior atau alumni. Yang menarik, mereka juga kerap mengundang kampus lain untuk latihan uji coba. Juga, terus mengikuti aneka lomba sebagai modal menambah jam terbang dan pengalaman. “Harapan kami, semoga semua UKM di UNAIR semakin berprestasi. Termasuk, UKM Bridge, “ kata Bisma Brata Atmaja, mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis angkatan 2014, penasehat kepengurusan UKM Bridge. “Mudah-mudahan UKM bisa menjadi salah satu faktor yang mendukung UNAIR meraih predikat 500 terbaik, World Class University,” tambah pria yang juga ketua Forum Komunikasi (Forkom) UKM tersebut. (*)
Pekarangan FKH Berhias Burung dan Iguana UNAIR NEWS – Di pekarangan Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UNAIR, terdapat sejumlah jenis burung dan iguana serta kelinci. Mereka ditempatkan di dalam kandang. Burung-burung terdengar bunyinya setiap pagi. Antara lain, Jalak Suren Malaysia, Kenari, Murai Batu, dan lain sebagainya. Suasana di sana, benar-benar syahdu.
Excelzyme, Produk Ramah Lingkungan yang Siap Dukung Kemandirian Bangsa UNAIR NEWS – Produk ramah lingkungan Excelzyme yang dihasilkan peneliti Universitas Airlangga (UNAIR) Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, M.Si., dan tim, bakal segera dihilirisasi. PT Petrosida Gresik sudah menyampaikan kesiapan untuk mem-back up keinginan ini. Kesepakatan bersama antara UNAIR dan perusahaan tersebut secara resmi dikemukakan di Ruang Sidang Pleno Kantor Manajemen kampus pada rabu, 8 Maret 2017. Prof Nyoman menyampaikan, Excelzyme adalah nama dagang. Merujuk pada temuan dia dan kawan-kawannya, terhadap enzim yang memiliki banyak kegunaan. Excelzime sendiri terdiri dari enzim-enzim konsorsium yang bekerja dan beraktifitas untuk memaksimalkan limbah pertanian, nan kaya lignoselulosa. Yang menarik, bahan dasar Excelzyme berasal dari tempat-tempat kaya sumber daya alam di Indonesia. Jadi, buah pemikiran Prof Nyoman dan segenap peneliti dari Laboratorium Proteomik Institute of Tropical Disease salah satu tujuannya adalah memaksimalkan potensi yang ada di nusantara. Disampaikan Prof. Nyoman, penelitian ini sudah dilakukan sejak tahun 90-an. Fokusnya dilaksanakan pada sekitar 1999, dan masih berjalan hingga saat ini. Pada 2007, telah mulai dikomersialisasikan, meski masih dalam lingkup terbatas. Pada 2011, patennya terbit, sedangkan pada 2016, terbit paten formulasi produksinya. Sampai sekarang, pengembangan formula ini setidaknya sudah berjalan lebih dari 17 tahun. Produk Excelzyme saat ini sudah memiliki empat varian.
Excelzyme 1 (membantu proses deinking untuk daur ulang kertas), Excelzyme 2 (membantu pembuatan pakan ternak organik), Excelzyme 3 (membantu pembuatan pupuk organik), dan Excelzyme 4 (varian ini masih dalam pengembangan, ditujukan untuk proses pengurangan lignin yang aplikasi diterapkan pada industri kertas atau industri berbahan dasar kayu). “Exelzyme dicetuskan untuk bisa memberikan sumbangsih pada industri ramah lingkungan. Dengan produk kami, pemakaian bahan kimia untuk sejumlah keperluan dapat diminimalkan,” papar Prof Nyoman. Proses daur ulang kertas, umumnya membutuhkan banyak bahan kimia. Limbahnya, tentu tidak baik buat lingkungan. Dengan produk Excelzyme, penggunaan bahan kimia dapat ditekan sekecil mungkin. Dengan hasil daur ulang yang semaksimal mungkin. Dengan temuan aplikatif ini, Indonesia bisa secara bertahap melepaskan diri dari ketergantungan terhadap impor enzim. Disampaikan Prof. Nyoman, enzim dengan fungsi yang sama dengan Excelzyme, per kilogram harganya bisa mencapai 150 sampai 200 ribu rupiah. Sedangkan produk dalam negeri yang “diracik” tim UNAIR, nilainya jauh di bawah itu. Fakta ini menunjukkan bahwa kemandirian bangsa di bidang ini dapat segera dicapai. Sekaligus, logis dan realistis untuk terkabul. Meski memang, butuh proses yang tidak sekejap mata. Asalkan, ada keseriusan dari pihak kampus dan perusahaan dalam negeri untuk terus mengembangkannya. Yang harus diyakini, khazanah sumber daya alam Indonesia sudah tidak terbantahkan. Maka itu, perlu dioptimalkan untuk kesejahteraan bangsa. “Baik kampus maupun pihak swasta dan pihak lain yang punya visi membangun kemandirian bangsa harus peduli pada penelitian. Khususnya, penelitian yang sudah dijalankan dalam tempo lama dan konsisten serta telah tampak hasilnya. Karena memang, penelitian itu butuh proses panjang,” kata dia. Diapresiasi Banyak Pihak
Mengeksplorasi kekayaan alam lokal melalui penelitian enzim, kemudian memanfaatkan limbah pertanian demi pengembangan bidang argoindustri, adalah aktifitas yang dilakukan Prof. Dr. Ni Nyoman Tri Puspaningsih, Dra., M.Si. bersama tim di laboratorium Proteomik ITD UNAIR. Excelzyme, nama dagang yang dipakai mereka atas temuan aplikatif itu, diapresiasi oleh Direktur Pengembangan Teknologi Industri Dr. Eng, Hotmatua Daulay, M.Eng, dari Kemenristekdikti. Hotmatua merespon positif terhadap keberhasilan UNAIR dalam menghilirisasi hasil penelitian menjadi produk yang akan siap dipakai oleh industri dan masyarakat. “Ini merupakan langkah tepat dalam menyikapi persaingan,” tutur Hotmatua. Direktur Utama PT Petrosida Gresik Hery Widyatmoko juga memberikan respon positif. Dia yakin, produk ini bakal memberi sumbangsih di masyarakat. Termasuk, memompa optimisme kemandirian bangsa. “Tentu saja kami mendukung pengembangan dan penelitian gagasan ini,” papar dia. Rektor UNAIR Prof. Dr. M. Nasih, S.E., M.T., Ak., mengutarakan, ada banyak peneliti di UNAIR yang memiliki produk bagus. Semua itu siap dihilirisasi atau diperbanyak dalam lingkup industri yang luas. “Kami berkomitmen untuk menciptakan gagasan, konsep, maupun temuan yang bermanfaat kongkret dan langsung di masyarakat,” ujar Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis tersebut. (*) Editor: Nuri Hermawan
Dokter
Masa
Depan
Harus
Menguasai Teknologi Mutakhir Sejak Dini UNAIR NEWS – Kiprah Prof. Dr. David Sontani Perdanakusumah, dr., Sp.BP-RE (K) di ranah bedah plastik Indonesia sudah tidak terbantahkan. Begitu banyak prestasi yang diukir pria yang sekarang menjabat Wakil Dekan I Fakultas Kedokteran (FK) ini. Tak terhitung kasus bedah yang telah sukses ditanganinya. Keberhasilan yang merupakan buah dari kerja kerasnya tak lantas membuat pongah. Sebaliknya, ini merupakan motivasi bagi David untuk berbuat lebih banyak. Dia juga tak lelah merumuskan langkah-langkah strategis untuk kemajuan fakultas. Peningkatan mutu sivitas akademika terus dilaksanakan. Dengan harapan, FK UNAIR dapat bersaing dan menang di dunia global. “Kami ini levelnya bukan lagi nasional. Tapi, sudah antar negara,” kata dia saat ditemui seusai membuka acara Sosialisasai Pemutakhiran Data Website Kampus di FK pada pertengahan Maret 2017 silam. Yang tak kalah penting, imbuhnya, konsistensi penguasaan hitech di segala bidang. Sebab, kemajuan teknologi informasi yang sedemikian pesat merupakan sarana pengembangan potensi diri dan ilmu pengetahuan. “Dokter yang hebat di masa datang adalah dokter yang terpapar fasilitas berteknologi tinggi sejak dini. Mereka yang akan memenangkan persaingan,” ungkap dia. Dia yakin, dari Sumber Daya Manusia, Indonesia tidak kalah. Buktinya, tak sedikit orang Indonesia yang memiliki prestasi internasional. Bahkan secara khusus, ada banyak dokter dari FK UNAIR yang sudah kenyang berkiprah di tingkat global. Jadi, kualitas manusia di kampus ini tidak perlu diragukan lagi. Di sisi lain, komitmen untuk mempertahankan akreditasi sempurna pun merupakan jalan yang mesti ditempuh. Karena
itulah, pemutakhiran data yang saat ini lagi gethol digelorakan di FK mesti menjadi atensi. David mengatakan, arsip yang dimiliki fakultas mesti rapi dan gampang diakses. Apalagi, bersama RSUD dr Soetomo, FK sudah mencetak banyak rekor dan raihan mentereng. “Rekam jejak yang lengkap harus dimiliki fakultas,” papar dia. Prof David, Si Kolektor Penghargaan Sementara itu, Penelitian dan penemuan yang dihadirkan dokter kelahiran Singkawang ini memiliki manfaat kongkret di tengah masyarakat. Salah satunya, krim yang berfungsi untuk mengatasi keloid, jenis luka tubuh berserat, tebal dan berwarna kontras dengan kulit di sekitar. Dalam mengatasi keloid, pada umumnya dokter menggunakan berbagai cara, seperti operasi, suntikan kortison, cryotherapy, dan cara-cara lainnya. Namun, metode-metode itu tak dapat menghilangkan keloid. Bahkan, tindakan operasi justru memperbesar keloid. Tak jarang, keloid menjadi mimpi buruk bagi pasien ataupun dokter. Keloid
tumbuh
akibat
aktivitas
kolagen
yang
berlebih.
Pertumbuhan kolagen itu dipengaruhi enzim kolagenase yang kurang terkontrol. Enzim kolagenase adalah enzim yang mengatalisis hidrolisis kolagen. Melanin, pewarna pada kulit, memiliki sifat kimia asam. Agar kolagenase berfungsi, maka enzim tersebut harus bersifat basa. Pada orang yang tidak berkulit putih, banyaknya melanin membuat suasana kulit bersifat asam. Bertolak dari fakta itu, David merumuskan cara agar melanin itu turun dengan pemutih yang menggunakan pelarut basa. Agar keadaan asam dan basa tak membuat kulit kian sensitif, ia mengombinasikan pemutih dengan liposom sehingga sifat basa baru keluar ketika sudah memasuki lapisan dermis. Pemutih yang ia gunakan adalah Hydroquinone dengan kadar empat persen.
Ide yang dia dipatenkan adalah pemutih dalam suasana basa untuk keloid. Dituangkan dalam karya berjudul Penggunaan Hidrokuinon untuk Mencegah dan Mengobati Keloid. Yang akhirnya berhasil dipatenkan pada tanggal 17 Oktober 2012 dengan nomor paten ID P0031959. “Saya mengurus paten sekitar tahun 2004, tetapi baru keluar tahun 2012. Delapan tahun. Karena hydroquinone dianggap bukan barang baru. Itu sudah lama dipakai untuk pemutih, tapi hydroquinone untuk keloid tidak pernah ada di dunia. Itu riset saya orisinal,” tambahnya. Dia sudah sering mengaplikasikan temuan itu pada pasien yang telah melalui tindakan operasi dan meninggalkan keloid di tubuh. Hasilnya, keloid mengecil dan warna di kulit tersebut jadi lebih cerah. Untuk keloid yang bentuknya besar, pemberian krim perlu dikombinasikan dengan tindakan bedah. Selain pasien dengan keloid, dia pernah memberikan krim pemutihnya pada pasien dengan bekas cacar dan luka bakar. “Bekas luka bakar di tangan, saya kasih terus mulus. Ada luka trauma, bekas operasi, saya kasih kemudian memudar dan halus,” terang peraih penghargaan Science Achievement Award 2015 dari media Republika. Saat ini, melalui Institute of Tropical Disease UNAIR, krim milik David tengah dihilirisasi oleh salah satu industri farmasi. Uji produk sudah masuk tahap uji stabilitas. Setelahnya, uji klinik di berbagai pusat kesehatan. Kepiawaian ayah empat anak ini “memainkan” pisau bedah, membuatnya banyak diganjar penghargaan (lihat tabel). Baik dari asosiasi, pemerintah daerah, bahkan pemerintah pusat. Profesor yang pernah mengikuti training dan pelatihan di Singapura, Belgia, Australia, Amerika Serikat, dan Kanada ini juga rutin menjadi pembicara di banyak seminar, kongres, maupun event ilmiah lain. Mulai level nasional, hingga level internasional.
Selain mengajar, penulis setidaknya delapan buku ini aktif pula melakukan penelitian dan pengabdian masyarakat. Tercatat di rentang 2006 hingga 2014, sekitar 10 aktifitas pengabdian masyarakat berskala regional/nasional dilaksanakannya. Selain itu, dia juga resmi didaulat sebagai penguji eksternal program S-3 (Doktor) pada Universitas Indonesia, Universitas Udayana, Universitas Hasanuddin, Universitas Padjadjaran, serta Universitas Gajah Mada pada periode 2012-2015. Dia juga tak henti menelurkan paten maupun hak cipta. Kekayaan intelektual yang dimaksud antara lain Penggunaan Hidrokuinon untuk Mencegah dan Mengobati Keloid, Hak Cipta Manekin Luka, Hak Cipta Poster Luka, Hak Cipta CD Interaktif Kegawatdaruratan Pernafasan (Modul 1), dan Hak Cipta CD Interaktif Kegawatdaruratan Sirkulasi (Modul 2). Termasuk, Hak Cipta CD Interaktif Kegawatdaruratan Luka Bakar dan Hak Cipta CD Interaktif Kegawatdaruratan Pediatri. David mengatakan, aplikasi ilmu bedah plastik berawal dari upaya rekonstruksi struktur di bagian tubuh manusia. Misalnya, bagi mereka yang mendapat kecelakaan atau kondisi yang perlu dibenahi sejak lahir. Sebagai contoh, mereka yang lahir sumbing atau tanpa telinga. “Bedah plastik tidak mengubah kodrat dari Tuhan. Bidang ilmu ini hanya membuat struktur yang berbeda dari sebelumnya, sesuai permintaan yang bersangkutan. Dengan harapan, mendapatkan kondisi yang lebih bagus. Selayaknya penghias. Saya sering menganalogikan ini dengan seniman yang ingin membuat sesuatu menjadi lebih indah,” urai dia. Dalam perjalanannya, bedah plastik menyentuh bidang estetik. Ini berkaitan dengan orang yang secara subjektif ingin memperbaiki wajah atau bagian tubuhnya yang dirasa perlu dibenahi. Dengan catatan, dia berhasrat melakukannya tanpa paksaan dan dengan alasan yang logis. Ahli bedah plastik wajib untuk taat pada rambu-rambu etik dan agama. Sehingga, tidak
semua calon pasien bisa dilayani secara langsung. Sementara itu, prospek ilmu bedah plastik di Tanah Air sangat terang. Ini menjadi tantangan tersendiri. Oleh karena pertumbuhan penduduk yang terus meningkat, kebutuhan akan ahli bedah plastik pun ikut naik. Maka itu, sudah menjadi tugas institusi pendidikan tinggi di Indonesia, khususnya FK di semua kampus, untuk mencetak pakar-pakar muda di bidang ini. (*) Editor: Nuri Hermawan
Prof. Coen, Guru Besar FKG yang Kaya Penelitian dan Prestasi UNAIR NEWS – Prof. R.M Coen Pramono menamatkan pendidikan sarjana di Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Airlangga, pada tahun 1978. Pada tahun 1984, Prof. Coen menuntaskan pendidikan magister kesehatan gigi di Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Pendidikan spesialis bedah mulut dan maksilofasial juga ia tuntaskan di UGM. Dia yang kini menjabat sebagai Direktur Rumah Sakit Gigi dan Mulut UNAIR itu memiliki sejumlah penelitian yang terpublikasi pada jurnal internasional bereputasi dan puluhan penelitian yang diterbitkan dalam jurnal nasional bereputasi. Penelitian yang telah terpublikasikan secara internasional antara lain, “Mandibular reconstruction using non-vascularized autogenous bone graft applied in decorticated cortical bone”
pada tahun 2011, “The Osteogenic Capacity of Human Amniotic Membrane Mesenchymal Stem Cell (Hamsc) and Potential for Application in Maxillofacial Bone Regeneration in Vitro Study” pada tahun 2014, dan “Healing Mechanism and Osteogenic Capacity of Bovine Bone Mineral – Human Amniotic Mesenchymal Stem Cell and Autogenous Bone Graft in Critical Size Mandibular Defect” pada tahun 2015. Sedangkan, penelitian yang terpublikasi pada jurnal nasional bereputasi antara lain “Cytotoxicity difference of 316L stainless steel and titanium reconstruction plate” pada tahun 2011, “Effect of soybean extract after tooth extraction on osteoblast numbers” pada tahun 2011, dan “Degrees of chitosan deacetylation from white shrimp shell waste as dental biomaterials” pada tahun 2012. Prof. Coen memiliki dua paten alat operasi rahang. Yaitu, plat rekonstruksi rahang yang pemotongannya tanpa melibatkan sendi mandibula, dan plat rekonstruksi rahang yang pemotongannya melibatkan sendi mandibula. Guru Besar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG itu sudah menerbitkan empat buku yaitu “Kista Odontogen dan Non Odontogen” pada tahun 2006, “Odontektomi dengan Metode Split Technique” pada tahun 2006, “Penuntun Praktik Kerja Profesi Dokter Gigi” pada tahun 2014, dan “Penuntun Kepaniteraan Klinik Pendidikan Profesi” pada tahun 2015. (*) Editor: Nuri Hermawan