DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA
-----------
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN … TENTANG SISTEM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
JAKARTA 2010
Sipur 2, 26 Oktober 2010
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN … TENTANG SISTEM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN ----RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR … TAHUN … TENTANG SISTEM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, I. Menimbang
:
UMUM
a.
bahwa untuk mewujudkan negara hukum, sistem pembentukan peraturan perundang-undangan perlu didukung keterpaduan unsur-unsur pembentuk peraturan perundang-undangan mulai dari sumber hukum, hierarki, pembentukan, sampai dengan evaluasi yang mengikat semua lembaga negara, lembaga pemerintahan, dan pejabat yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan;
Negara Indonesia adalah negara hukum, segala aspek kehidupan dalam bidang kemasyrakatan, kebangsaan dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus senantiasa berdasarkan atas hukum yang bersumber pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b.
bahwa peraturan perundang-undangan yang dibentuk perlu diarahkan pada perwujudan tertib hukum yang meliputi tertib materi muatan dan tertib bentuk berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik;
Untuk mewujudkan negara hukum tersebut dieperlukan tatanan yang tertib, antara lain di bidang pembentukan peraturan perundangundangan. Tertib pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut harus sesuai dengan asasasas pembentukan perturan perundang-undangan yang biak.
c.
bahwa peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pembentukan peraturan perundang-undangan masih mengandung kekurangan dan belum dapat menampung perkembangan pembentukan peraturan perundang-undangan;
Berbagai kekurangan yang terdapat dalam UU No. 10 Tahun 2004 sebagaimana dijelaskan di atas membawa pada keinginan untuk melakukan perubahan. Perubahan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan dengan mengganti seluruh peraturan perundangundangan yang lama dengan yang baru, atau semata-mata mencabut dengan menyatakan tidak berlaku dengan mencabut peraturan lama tanpa melakukan penggantian, atau melakukan perubahan sebagian atau mencabut sebagian. Pertama, dalam pelaksanaan undang-undang tersebut didapati berbagai kekosongan yang belum atau tidak cukup diatur, bertentangan dengan undangundang yang lain, tidak jelas atau banyak ketentuan yang bersifat multi tafsir. Kedua, banyak ketentuan dalam undang-undang yang bersangkutan merupakan hasil kompromi yang berlebihan, yang tidak hanya
SET. PPUU/DPD/2010
1
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN terbatas pada substansi, melainkan mencakup pula kompromi pada pilihan kata, susunan kalimat dan berbagai bentuk teknis lainnya. Acapkali kompromi-kompromi di bidang teknis ini justru menimbulkan kerancuan bahkan pertentangan dengan undangundang lain. Ketiga, kurang matangnya persiapan dan penyelesaian suatu undangundang. Hal ini dapat terjadi karena ketergesaan, kurang mempertimbangkan pendapat ahli, kurang mendalami berbagai peraturan yang sudah ada atau kurang memperhatikan pendapat masyarakat. Keempat, kurangnya sosialisasi terhadap rancangan undangundang. Sosialisasi ini sangat penting untuk memperoleh masukan dari para ahli dan masyarakat yang akan terkena. Kelima, pembentukan suatu undangundang acapkali dilakukan karena ada ’pergolakan seketika’. Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004, Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) perlu dilakukan penggantian.
d.
Mengingat
SET. PPUU/DPD/2010
:
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pembentukan Peraturan PerundangUndangan;
Materi muatan UU ini tidak hanya sebatas pada pembentukan peraturan perundang-undangan, tetapi lebih luas meliputi : sumber hukum, asas peraturan perundangundangan, jenis peraturan perundang-undangan, hierarki peraturan perundang-undangan, materi muatan peraturan perundang-undangan, kerangka peraturan perundang-undangan, pendelegasian kewenangan, perubahan dan pencabutan peraturan perundang-undangan, penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, pengesahan perjanjian internasional, bahasa peraturan perundang-undangan, pembentukan peraturan perundangundangan, harmonisasi, teknik penyusunan peraturan perundangundangan, penyebarluasan peraturan perundang-undangan, partisipasi masyarakat, Pengawasan dan Evaluasi Peraturan Perundangundangan, dan sanksi maka nama RUU ini adalah SISTEM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
Pasal 20, Pasal 20A ayat (1), Pasal 21, Pasal 22A, dan
2
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
Pasal 22D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945; Memperhatikan :
Pertimbangan dan Pendapat Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia;
Bagian memperhatikan ini ada dalam hal suatu RUU yang memerlukan pembahasan DPD meliputi rancangan undangundang yang berkaitan dengan otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta perimbangan keuangan pusat dan daerah. Selain itu juga dalam hal RUU yang memerlukan pertimbangan DPD meliputi rancangan undang-undang anggaran pendapatan dan belanja negara dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama sebagaimana diatur dalam Pasal 22D ayat (2) UUD NRI 1945.
Dengan Persetujuan Bersama DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan
:
UNDANG-UNDANG TENTANG SISTEM PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.
BAB I
II. Pasal Demi Pasal
KETENTUAN UMUM
Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan : 1.
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan yang dimulai dari perencanaan, persiapan, teknik penyusunan, perumusan, pembahasan, pengesahan, dan pengundangan.
2.
Peraturan Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang, bersifat abstrak, berlaku terus menerus, dan mengikat umum. Sistem Pembentukan Peraturan Perundang-undangan adalah satu kesatuan unsur yang digunakan dalam pembuatan Peraturan Perundang-undangan meliputi sumber hukum, asas peraturan perundang-undangan, jenis peraturan perundang-undangan, hierarki peraturan perundang-undangan, materi muatan peraturan perundangundangan, kerangka peraturan perundang-undangan, pendelegasian kewenangan, perubahan dan pencabutan peraturan perundangundangan, penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang, pengesahan perjanjian internasional, bahasa peraturan
3.
SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 1 Cukup Jelas
3
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
11. 12. 13.
14. 15.
16.
17. 18.
PENJELASAN
perundang-undangan, pembentukan peraturan perundang-undangan, harmonisasi, teknik penyusunan peraturan perundang-undangan, penyebarluasan peraturan perundang-undangan, partisipasi masyarakat, pengawasan dan evaluasi peraturan perundangundangan, dan sanksi. Sumber hukum adalah sumber yang dijadikan bahan untuk penyusunan peraturan perundang-undangan. Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama Presiden. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa. Peraturan Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya Peraturan Presiden adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden Peraturan Daerah adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh dewan perwakilan rakyat daerah dengan persetujuan bersama kepala daerah. Peraturan Desa/peraturan yang sejenis adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh badan permusyawaratan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya Program Legislasi Nasional adalah instrumen perencanaan program pembentukan Undang-Undang yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis Program Legislasi Daerah adalah instrumen perencanaan program pembentukan Peraturan Daerah yang disusun secara berencana, terpadu, dan sistematis Pengundangan adalah penempatan Peraturan Perandangundangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia, Lembaran Daerah, atau Berita Daerah. Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan adalah materi yang dimuat dalam Peraturan Perundang-undangan sesuai dengan jenis, fungsi, dan hierarki Peraturan Perundang-undangan. Pengawasan adalah klarifikasi dan evaluasi terhadap peraturan perundang-undangan untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Evaluasi adalah pengkajian dan penilaian terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD/perubahan APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan rencana tata ruang untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dewan Perwakilan Rakyat yang selanjutnya disebut DPR adalah Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia sebagai pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. Dewan Perwakilan Daerah yang selanjutnya disebut DPD adalah Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Pasal 2
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan hukum dasar dalam Peraturan Perundang-undangan.
Pasal 2 Pasal ini menegaskan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai hukum dasar (Staatsgrundgesetz) dan landasan/dasar pembentukan perundang-undangan.
BAB II SUMBER HUKUM SET. PPUU/DPD/2010
4
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN Pasal 3 Pancasila adalah sumber hukum dasar nasional sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusian yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia
Pasal 4 (1)
Sumber hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan bersumber pada sumber hukum dasar nasional.
PENJELASAN Pasal 3 Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kedudukan ini memperjelas Pancasila sebagai (Staatsfundamentalnorm) merupakan sumber dari segala sumber hukum Negara.
Pasal 4 Cukup Jelas
(2) Sumber hukum dalam pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berupa: a. Sumber Hukum Tidak Tertulis, meliputi: agama, perikehidupan sosial, ekonomi, politik, dan budaya di masyarakat; dan b. Sumber Hukum Tertulis, meliputi: undang-undang, traktat atau perjanjian internasional, yurisprudensi, dan/atau doktrin. BAB III ASAS PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Pasal 5
Pasal 5
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perudang-undangan yang baik yang meliputi: a. kejelasan tujuan;
Huruf a Yang dimaksud dengan "kejelasan tujuan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundangundangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
b.
kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat;
Huruf b Yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan Perundangundangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat Pembentuk Peraturan Perundangundangan yang berwenang. Peraturan Perundangundangan tersebut dapat dibatalkan atau batal demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak berwenang.
c.
kesesuaian antara jenis dan materi muatan;
Huruf c Yang dimaksud dengan asas "kesesuaian antara jenis dan materi muatan" adalah bahwa dalam Pembentakan Peraturan Perundangundangan harus benar-benar memperhatikan materi
SET. PPUU/DPD/2010
5
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN muatan yang tepat dengan jenis Peraturan. Perundangundangannya.
d.
dapat dilaksanakan;
Huruf d Yang dimaksud dengan asas "dapat dilaksanakan" adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundangundangan harus memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundangundangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun sosiologis.
e.
kedayagunaan dan kehasilgunaan;
Huruf e Yang dimaksud dengan asas "kedayagunaan dan kehasilgunaan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundangundangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
f.
kejelasan rumusan;
Huruf f Yang dimaksud dengan asas "kejelasan rumusan" adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan, sistematika dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak menimbulkan berbagai macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
g.
keterbukaan; dan/atau
Huruf g Yang dimaksud dengan asas "keterbukaan" adalah bahwa dalam proses Pembentukan Peraturan Perundangundangan mulai dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan Perundang-undangan.
h.
kesatuan proses penyusunan peraturan;
Huruf h Yang dimaksud dengan asas "kesatuan proses penyusunan peraturan" adalah Pembentukan Peraturan Perundangundangan harus mengintegrasikan seluruh kepentingan stakeholders sehingga terjadi harmonisasi
SET. PPUU/DPD/2010
6
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN dan sinkronisasi.
Pasal 6
Pasal 6
(1) Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan mengandung asas: a.
pengayoman;
Huruf a Yang dimaksud dengan “asas pengayoman” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus berfungsi memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman masyarakat.
b.
kemanusian;
Huruf b Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia secara proporsional.
c.
kebangsaan;
Huruf c Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan sifat dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinekaan) dengan tetap menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.
d.
kekeluargaan;
Huruf d Yang dimaksud dengan "asas kekeluargaan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap pengambilan keputusan.
e.
kenusantaraan;
Huruf e Yang dimaksud dengan "asas kenusantaraan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan senantiasa memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan Peraturan Perundang-undangan yang dibuat di daerah merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan Pancasila.
f.
bhinneka tunggal ika;
Huruf f Yang dimaksud dengan "asas bhinneka tunggal ika" adalah
SET. PPUU/DPD/2010
7
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN bahwa Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi khusus daerah, dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah sensitif dalam kehidupan. bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
g.
keadilan;
Huruf g Yang dimaksud dengan "asas keadilan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.
h.
kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
Huruf h Yang dimaksud dengan "asas kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan berdasarkan latar belakang, antara lain, agama, suku, ras, golongan, gender, atau status sosial.
i.
ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau.
Huruf i Yang dimaksud dengan "asas ketertiban dan kepastian hukum" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundang-undangan harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan adanya kepastian hukum.
j.
keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.
Huruf j Yang dimaksud dengan "asas keseimbangan, keserasian, dan keselarasan" adalah bahwa setiap Materi Muatan Peraturan Perundangundangan harus mencerminkan keseimbangan, keserasian, dan keselarasan, antara kepentingan individu dan masyarakat dengan kepentingan bangsa dan negara.
(2)
Selain asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang-undangan yang bersangkutan.
Ayat (2) Yang dimaksud dengan "asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundangundangan yang bersangkutan", antara lain dalam: a.
SET. PPUU/DPD/2010
Hukum Pidana, misalnya: asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana,
8
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN dan asas bersalah;
praduga
tak
b. Hukum Perdata, misalnya: hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan iktikad baik; c.
Hukum agama, misalnya: Hukum Islam, atau Hukum Gereja;
d. Hukum adat.
BAB IV JENIS DAN HIERARKI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 7 (1)
Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut: a. b. c. d. e. f.
(2)
(3)
Pasal 7 Ayat (1) Cukup Jelas
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang; Peraturan Pemerintah; Peraturan Presiden/Lembaga Negara; Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota; dan Peraturan desa atau sejenisnya.
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya mempunyai kekuatan hukum mengikat ke dalam lembaga pembentuknya dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat umum.
Ayat (3)
Kekuatan hukum Peraturan Perundang-undangan adalah sesuai dengan hierarki sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Ayat (4)
Pasal 8 Materi muatan yang diatur dengan Undang-Undang berisi hal-hal yang:
SET. PPUU/DPD/2010
Jenis Peraturan Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Kementerian Negara, Badan Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, kepala badan, lembaga, atau komisi yang setingkat yang dibentak oleh undangundang atau pemerintah atas perintah undangundang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau yang setingkat. Cukup Jelas.
Pasal 8 Cukup Jelas.
9
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN a.
mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945 yang meliputi: 1.
hak-hak asasi manusia;
2.
hak dan kewajiban warga negara;
3.
pelaksanaan dan penegakan kedaulatan negara serta pembagian kekuasaan negara;
4.
wilayah negara dan pembagian daerah;
5.
kewarganegaraan dan kependudukan;
6.
keuangan negara,
b.
diperintahkan oleh suatu Undang-Undang untuk diatur dengan UndangUndang.
c.
pengesahan perjanjian internasional;
d.
penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) menjadi Undang-Undang pelaksanaan putusan Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e.
pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.
Pasal 9 (1)
(2)
(3)
PENJELASAN
Pasal 9
Materi muatan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang berisi hal-hal yang terkait dengan penyelenggaraan administrasi pemerintahan dalam kondisi kegentingan yang memaksa.
Ayat (1)
Tujuan utama dalam pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah untuk menghindari kemacetan dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Ayat (2)
Syarat kegentingan memaksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
Ayat (3) Cukup Jelas
Yang dimaksud dengan “kegentingan memaksa” adalah keadaan yang luar biasa yang membahayakan keamanan atau keberlangsungan penyelenggaraan negara seperti keadaan perang, bencana alam, krisis ekonomi, dan kekosongan hukum. Cukup Jelas.
a. kemendesakan; dan b. kedaruratan. (4)
Perpu tidak boleh mengatur hal–hal yang berkenaan dengan ketatanegaraan di luar penyelenggaraan administrasi pemerintahan
Pasal 10 (1) Materi muatan Peraturan Pemerintah berisi materi untuk menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya
Ayat (4) Cukup Jelas
Pasal 10 Cukup Jelas
(2) Di dalam Undang-Undang wajib dicantumkan batas waktu penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya sebagai pelaksanaan Undang-Undang tersebut. (3) Penetapan Peraturan Pemerintah dan peraturan lainnya yang diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan negara tidak atas permintaan suatu Undang-Undang dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
SET. PPUU/DPD/2010
10
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN Pasal 11 Materi muatan Peraturan Presiden/Lembaga Negara berisi materi yang diperintahkan oleh Undang-Undang atau materi untuk melaksanakan Peraturan Pemerintah.
Pasal 12 Materi muatan Peraturan Daerah Provinsi adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Provinsi dan tugas pembantuan, dengan menampung dan memperhatikan ciri khas masingmasing Provinsi, dan penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi.
Pasal 13 Materi muatan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota adalah seluruh materi muatan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah Kabupaten/Kota dan tugas pembantuan, menampung dan memperhatikan ciri khas masingmasing Kabupaten/Kota, dan penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundangundangan yang lebih tinggi. Pasal 14 Materi muatan Peraturan Desa atau sejenisnya adalah seluruh materi dalam rangka penyelenggaraan urusan desa atau yang setingkat serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.
Pasal 15 (2) Materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam Undang-Undang dan Peraturan Daerah. a.
Ketentuan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c berupa ancaman pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau denda paling banyak Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
(3)
Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota memuat ancaman pidana atau denda selain sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sesuai dengan yang diatur dalam peraturan perundangundangan lainnya.
PENJELASAN Pasal 11 Cukup Jelas
Pasal 12 Cukup Jelas
Pasal 13 Cukup Jelas
Pasal 14 Cukup Jelas
Pasal 15 Cukup Jelas
(4) Tindak pidana yang dimuat dalam peraturan daerah hanya berupa tidak pidana pelanggaran.
BAB V KERANGKA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN DAN NASKAH AKADEMIK Bagian Kesatu Kerangka Peraturan Perundang-undangan Pasal 17 (1) Kerangka Peraturan Perundang-undangan meliputi : a. b.
Pasal 17 Cukup Jelas
Judul; Pembukaan, meliputi: 1. Frase Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa;
SET. PPUU/DPD/2010
11
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
2. Jabatan Pembentuk Peraturan Perundang-Undangan; 3. Dasar Menimbang; 4. Dasar Hukum; 5. Dasar Memperhatikan; 6. Diktum; c. Batang Tubuh, meliputi: 1. Ketentuan Umum; 2. Materi Pokok yang Diatur; 3. Ketentuan Pidana; 4. Ketentuan Peralihan; 5. Ketentuan Penutup; d. Penutup; e. Penjelasan; dan f. Lampiran. (2) Keberadaan Ketentuan Pidana, Ketentuan Peralihan, dan Lampiran adalah jika diperlukan.
Bagian Kedua Kerangka Naskah Akademik
Pasal 18
Pasal 18
Cukup Jelas
(1) Naskah akademik memuat: a. Judul; b. Bab, terdiri atas: 1. Bab I Pendahuluan yang terdiri dari
latar
belakang,
identifikasi masalah, tujuan dan kegunaan, dan metode penelitian; 2. Bab II Kajian Akademik yang terdiri dari telaah filosofis, yuridis, politis, sosiologis, dan teoritis tentang substansi yang akan diatur; 3. Bab III Materi Muatan Rancangan Peraturan Perundangundangan; dan 4. Bab IV Penutup. (2) Ketentuan lebih lanjut bagian-bagian Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
BAB VI PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Bagian Kesatu Umum Pasal 19 SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 19
12
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan meliputi tahapan sebagai berikut: a.
perencanaan;
b.
persiapan;
c.
pembahasan;
d
persetujuan;
e.
pengesahan atau penetapan; dan
f.
pengundangan
Cukup Jelas
Bagian Kedua Perencanaan
Paragraf 1 Umum Pasal 20
Pasal 20 (1) (2)
Perencanaan penyusunan Undang-Undang suatu Program Legislasi Nasional.
dilakukan
dalam
Cukup Jelas
Perencanaan penyusunan peraturan daerah dilakukan dalam suatu Program Legislasi Daerah.
Paragraf 2 Program Legislasi Nasional Pasal 21 (1)
Program Legislasi Nasional disusun oleh DPR, DPD dan Pemerintah untuk jangka waktu menengah dan tahunan berdarkan skala prioritas pembentukan rancangan undang-undang.
SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 21 Agar dalam Pembentukan Peraturan Perundangundangan dapat dilaksanakan, secara berencana, maka Pembentukan Peraturan Perundang-undangan perlu dilakukan berdasarkan Program Legislasi Nasional. Dalam Program Legislasi Nasional tersebut ditetapkan skala prioritas sesuai dengan perkembangan kebutuhan hukum masyarakat. Untuk maksud tersebut, maka dalam Program Legislasi Nasional memuat program legislasi jangka panjang, menengah, atau tahunan. Program Legislasi Nasional hanya memuat program penyusunan Peraturan Perundangundangan tingkat pusat. Dalam penyusunan program tersebut perlu ditetapkan pokok materi yang hendak diatur serta kaitannya dengan Peraturan Perundangundangan lainnya. Oleh karena itu, penyusunan Program Legislasi Nasional disusun secara terkoordinasi, terarah, dan terpadu yang disusun bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
13
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN Pemerintah. Untuk perencanaan Pembentukan Peraturan Perundang-undangan daerah dilakukan berdasarkan Program Legislasi Daerah. Di samping memperhatikan hal di atas, Program Legislasi Daerah dimaksudkan untuk menjaga agar produk Peraturan Perundangundangan daerah tetap berada dalam kesatuan sistem hukum nasional.
(2) Keterlibatan DPD dalam penyusunan Program Legislasi Nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkaitan dengan pembentukan rancangan undang-undang yang otonomi daerah, hubungan pusatdaerah, pembentukan, penghapusan, dan pemekaran daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat-daerah, pajak, pendidikan, dan agama.
Ayat (2)
(3)
Program Legislasi Nasional dilaksanakan setiap tahun berdasarkan prioritas pembentukan yang ditetapkan dalam Peraturan DPR.
Ayat (3)
Penyusunan Program Legislasi Nasional antara DPR, DPD dan Pemerintah dikoordinasikan oleh DPR melalui alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi.
Ayat (4)
(4)
Pasal 22 Dalam penyusunan Program Legislasi Nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1), penyusunannya didasarkan atas: a.
Perintah UUD 1945;
b.
Perintah Ketetapan MPR;
c.
Perintah UU yang lain;
d.
Sistem perencanaan pembangunan nasional;
e.
Rencana pembangunan jangka menengah;
f.
Rencanan kerja pemerintah; dan
g.
Aspirasi masyarakat.
Pasal 23 (1) (2) (3)
Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan DPR dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPR yang khusus menangani bidang legislasi. Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan DPD dikoordinasikan oleh alat kelengkapan DPD yang khusus menangani bidang legislasi. Penyusunan Program Legislasi Nasional di lingkungan Pemerintah dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya meliputi bidang Peraturan Perundang-undangan.
Keterlibatan DPD dalam penyusunan Program Legislasi Nasional adalah keterlibatan secara aktif sampai pada tahapan akhir pembahasan Program Legislasi Nasional. Cukup Jelas. Cukup Jelas.
Pasal 22 Cukup Jelas
Pasal 23 Cukup Jelas
Paragraf 3 Program Legislasi Daerah Pasal 24 (1) Program Legislasi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (2) memuat program pembentukan peraturan daerah untuk jangka menengah dan tahunan berdasarkan skala prioritas pembangunan daerah.
Pasal 24 Cukup Jelas
(2) Penyusunan Program Legislasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan atas :
SET. PPUU/DPD/2010
14
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN a.
Perintah perundang-undangan diatasnya;
b.
Rencana pembangunan daerah;
c.
Rencana kerja Pemerintah Daerah; dan
d.
Mengakomodasi aspirasi masyarakat daerah.
PENJELASAN
Pasal 25
PasaL 25 (1)
Penyusunan Program Legislasi Daerah dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintahan Daerah secara terencana, terpadu, dan sistematis.
(2)
Penyusunan dan penetapan Program Legislasi Daerah dilakukan setiap tahun sebelum penetapan rancangan Peraturan Daerah tentang APBD.
Cukup Jelas
Pasal 26
Pasal 26 (1)
Penyusunan Program Legislasi Daerah antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang khusus menangani bidang legislasi
(2)
Penyusunan Program Legislasi Daerah di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dikoordinasikan oleh alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang khusus menangani legislasi
(3)
Penyusunan Proram Legislasi Daerah di lingkungan Pemerintah Daerah dikoordinasikan oleh Instansi Daerah yang tugas dan tanggung jawabnya meliputibidang Peraturan Daerah
(4)
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penyusunan Program Legislasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) daitur dengan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib
Cukup Jelas
Pasal 27
Pasal 27 (1)
Hasil penyusunan Program Legislasi Daerah antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Pemerintah Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) disepakati menjadi Program Legislasi Daerah dan ditetapkan dalam Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(2)
Program Legislasi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Cukup Jelas
Bagian Ketiga Persiapan
Pasal 28
Pasal 28 Persiapan dengan:
pembentukan
Peraturan
Perundangan-undangan
a.
penyusunan naskah akademik; dan
b.
penyusunan rancangan Peraturan Perundang-undangan.
dilakukan
Cukup Jelas
Paragraf 1 Persiapan Pembentukan Undang-Undang
SET. PPUU/DPD/2010
15
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN Pasal 29
Pasal 29 (1)
Rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR, DPD, atau Presiden.
(2)
Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disiapkan sesuai dengan Program Legislasi Nasional, kecuali dalam keadaan tertentu.
(3)
Keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah kondisi yang memerlukan pengaturan yang tidak tercantum dalam Program Legislasi Nasional, yaitu : a.
rancangan undang-undang yang harus dibentuk terkait dengan adanya suatu perjanjian internasional;
b.
adanya kebutuhan mendesak terhadap keberadaan rancangan undang-undang tersebut;
c.
rancangan undang-undang yang bersangkutan merupakan penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) menjadi Undang-Undang;
d.
rancangan undang-undang yang bersangkutan merupakan perubahan atau pengganti undang-undang yang sebagian atau seluruh isinya dinyatakan tidak mengikat lagi oleh Mahkamah Konstitusi; dan/atau
e.
Cukup Jelas
pembentukan, penggabungan, atau penghapusan daerah.
(4) Pengajuan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disertai naskah akademik.
Pasal 30
Pasal 30 Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden disiapkan oleh menteri atau pimpinan lembaga pemerintah nondepartemen, sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung jawabnya.
Pasal 31
Pasal 31 (1)
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan rancangan undang-undang yang berasal dari dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
(2)
Pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi rancangan undang-undang yang berasal dari DPR atau DPD dikoordinasikan oleh alat kelengkapan yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang legislasi.
konsepsi Presiden, tanggung
Pasal 32 (1)
Cukup Jelas
Rancangan undang-undang yang berasal dari DPR diusulkan oleh DPR.
Cukup Jelas
Pasal 32 Cukup Jelas
(2) Rancangan undang-undang yang berasal dari DPD diajukan oleh DPD kepada DPR.
Pasal 33 (1) Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh Presiden diajukan dengan surat Presiden kepada pimpinan DPR.
Pasal 33 Cukup Jelas
(2) Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, SET. PPUU/DPD/2010
16
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah diserahkan juga kepada DPD (3)
Dalam surat Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termuat pula menteri yang ditugasi mewakili Presiden dalam melakukan pembahasan rancangan undang-undang di DPR.
(4)
Pimpinan DPR menugasi alat kelengkapan DPR yang mewakili untuk membahas rancangan undang-undang bersama Presiden dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat Presiden diterima.
(5)
Surat penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan juga kepada DPD beserta pemberitahuan waktu pembahasan Rancangan Undang-Undang apabila menyangkut Rancangan UndangUndang sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(1)
Rancangan undang-undang yang telah disiapkan oleh DPR disampaikan dengan surat pimpinan DPR kepada Presiden. Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah diserahkan juga kepada DPD
Pasal 34
(2)
(3)
Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat pimpinan DPR diterima.
(4)
Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengkoordinasikan persiapan pembahasan dengan menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
(5)
DPD menugasi alat kelengkapan yang sesuai dengan materi rancangan undang-undang dan alat kelengkapan untuk membahas rancangan undang-undang dan alat kelengkapan yang tugas pokoknya di bidang legislasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersama DPR dan Presiden dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat Pimpinan DPR diterima.
Pasal 35 (1) Rancangan Undang-Undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah yang telah disiapkan oleh DPD disampaikan dengan Surat Pimpinan DPD kepada DPR
Pasal 34 Cukup Jelas
Pasal 35 Cukup Jelas
(2) Dalam waktu 60 (enam puluh) hari sejak surat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan DPR menugasi alat kelengkapan DPR yang mewakili dan menyampaikan surat pemberitahuan kepada Presiden tentang Rancangan Undang-Undang sebagaimana dimaksud ayat (1). (3) Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas rancangan undang-undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat pimpinan DPR diterima.
SET. PPUU/DPD/2010
17
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
(4) Paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak Pimpinan DPR menerima surat Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pimpinan DPR memberitahukan kepada Pimpinan DPD dimulainya pembahasan RUU sebagaimana dimaksud ayat (1).
Pasal 36
Pasal 36 (1)
Penyebarluasan rancangan undang-undang yang berasal dari DPR dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPR.
Maksud "penyebarluasan' dalam ketentuan ini adalah agar khalayak ramai mengetahui adanya rancangan undang-undang yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Rakyat guna memberikan masukan atas materi yang sedang dibahas. Penyebarluasan dilakukan baik melalui media elektronik seperti televisi, radio, internet, maupun media cetak seperti surat kabar, majalah, dan edaran
(2)
Penyebarluasan rancangan undang-undang yang berasal dari DPD dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal DPD.
Maksud "penyebarluasan' dalam ketentuan ini adalah agar khalayak ramai mengetahui adanya rancangan undang-undang yang sedang dibahas di Dewan Perwakilan Daerah guna memberikan masukan atas materi yang sedang dibahas. Penyebarluasan dilakukan baik melalui media elektronik seperti televisi, radio, internet, maupun media cetak seperti surat kabar, majalah, dan edaran
(3)
Penyebarluasan rancangan undang-undang yang Presiden dilaksanakan oleh instansi pemrakarsa.
berasal
dari
Maksud "penyebarluasan' dalam ketentuan ini adalah agar khalayak ramai mengetahui adanya rancangan undang-undang yang sedang dibahas di Pemerintah guna memberikan masukan atas materi yang sedang dibahas. Penyebarluasan dilakukan baik melalui media elektronik seperti televisi, radio, internet, maupun media cetak seperti surat kabar, majalah, dan edaran
Pasal 37 (1) Apabila dalam satu masa sidang, DPR dan Presiden menyampaikan rancangan undang-undang mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan undang-undang yang disampaikan oleh DPR, sedangkan rancangan undang-undang yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
Pasal 37 Cukup Jelas
(2) Apabila dalam satu masa sidang, DPR dan DPD menyampaikan RUU mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah RUU yang disampaikan oleh DPR, sedangkan RUU yang disampaikan DPD SET. PPUU/DPD/2010
18
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. (3) Apabila dalam satu masa sidang, DPD dan Presiden menyampaikan RUU mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah RUU yang disampaikan oleh DPD, sedangkan RUU yang disampaikan Presiden digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.
Paragraf 2 Persiapan Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden/Lembaga Negara
Pasal 38 (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus diajukan ke DPR dalam persidangan yang berikut.
(2)
Pengajuan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bersamaan dalam bentuk pengajuan rancangan undang-undang tentang penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang menjadi Undang-Undang dan rancangan undang-undang tentang pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang.
(3)
Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut ditetapkan sebagai Undang-Undang.
(4)
Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak mendapat persetujuan DPR dalam rapat paripurna, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut tidak berlaku.
Pasal 38 Yang dimaksud dengan "persidangan yang berikut" adalah masa persidangan. Dewan Perwakilan Rakyat yang hanya diantarai satu masa reses.
(5) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) rancangan undang-undang tentang pencabutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disahkan menjadi Undang-Undang yang mengatur segala akibat hukum dari pencabutan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang.
Pasal 39 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Peraturan Presiden/Lembaga Negara, diatur dengan Peraturan Presiden
Pasal 39 Cukup Jelas
Paragraf 3 Persiapan Pembentukan Peraturan Daerah Provinsi, dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota Pasal 40 Rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau Gubernur, atau Bupati/Walikota, masingmasing sebagai kepala pemerintah daerah Provinsi, Kabupaten, atau Kota. Pasal 41 SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 40 Cukup Jelas
Pasal 41
19
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN (1)
Rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota yang telah disiapkan oleh gubernur atau bupati/walikota disampaikan dengan surat pengantar gubernur atau bupati/walikota kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah oleh gubernur atau bupati/walikota.
(2)
Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah disampaikan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kepada gubernur atau bupati/walikota.
Pasal 42 (1)
Penyebarluasan rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilaksanakan oleh sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
(2)
Penyebarluasan rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota yang berasal dari gubernur atau bupati/walikota dilaksanakan oleh sekretaris daerah. Pasal 43
Apabila dalam satu masa sidang, gubernur atau bupati/walikota dan dewan perwakilan rakyat daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah, mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh dewan perwakilan rakyat daerah, sedangkan rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh gubernur atau bupati/walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. Pasal 44 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota diatur dengan Peraturan Presiden.
PENJELASAN Cukup Jelas
Pasal 42 Cukup Jelas
Pasal 43 Cukup Jelas
Pasal 44 Cukup Jelas
Paragraf 4 Persiapan Pembentukan Peraturan Desa atau Sejenisnya
Pasal 45 (1) (2)
Rancangan peraturan desa atau sejenisnya berasal dari Badan Permusyawaratan Desa atau nama lainnya, atau kepala desa atau nama lainnya. Rancangan peraturan desa atau sejenisnya dapat diusulkan oleh anggota Badan Permusyawaratan Desa. Pasal 46
(1)
(2)
Rancangan peraturan desa atau sejenisnya yang telah disiapkan oleh kepala desa atau nama lainnya disampaikan dengan surat pengantar kepala desa atau nama lainnya kepada Badan Permusyawaratan Desa atau nama lainnya. Rancangan peraturan desa atau sejenisnya yang telah disiapkan oleh Badan Permusyawaratan Desa atau nama lainnya disampaikan oleh ketua Badan Permusyawaratan Desa atau nama lainnya kepada kepala desa atau nama lainnya. Pasal 47
(1)
Penyebarluasan rancangan peraturan desa atau sejenisnya yang berasal dari Badan Permusyawaratan Desa atau nama lainnya dilaksanakan oleh Badan Permusyawaratan Desa atau nama lainnya.
SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 45 Cukup Jelas
Pasal 46 Cukup Jelas
Pasal 47 Cukup Jelas
20
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN (2)
PENJELASAN
Penyebarluasan rancangan peraturan desa atau sejenisnya yang berasal dari kepala desa atau nama lainnya dilaksanakan oleh sekretaris desa atau nama lainnya. Pasal 48
Apabila dalam satu tahun, kepala desa atau nama lainnya dan Badan Permusyawaratan Desa atau nama lainnya menyampaikan rancangan peraturan desa atau sejenisnya, mengenai materi yang sama, maka yang dibahas adalah rancangan peraturan desa atau sejenisnya yang disampaikan oleh Badan Permusyawaratan Desa atau nama lainnya, sedangkan rancangan peraturan desa atau sejenisnya yang disampaikan oleh kepala desa atau nama lainnya digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan. Pasal 49 Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan desa atau sejenisnya diatur dengan peraturan desa atau sejenisnya dari desa atau nama lainnya.
Pasal 48 Cukup Jelas
Pasal 49 Cukup Jelas
Bagian Keempat Pembahasan
Paragraf 1 Pembahasan Rancangan Undang-Undang
Pasal 50 (1) Pembahasan rancangan undang-undang di DPR dilakukan DPR bersama Presiden atau menteri yang ditugasi (2) Pembahasan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya serta perimbangan keuangan pusat daerah dilakuan dengan melibatkan DPD.
(3)
Pasal 50
Keterlibatan DPD dalam pembahasan rancangan undang-undang sampai pada selesainya tahapan pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana tingkat pembicaraan di DPR.
Keikutsertaan DPD dalam pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diwakili oleh alat kelengkapan yang membidangi materi muatan rancangan undang-undang yang dibahas. Pasal 51
(1) DPR mulai membahas rancangan undang-undang yang diajukan Presiden, dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat Presiden diterima. (2) Untuk keperluan pembahasan rancangan undang-undang di DPR, menteri atau pimpinan lembaga pemrakarsa memperbanyak naskah rancangan undang undang tersebut dalam jumlah yang diperlukan. Pasal 52 (1)
Pembahasan bersama dilakukan melalui dua tingkat pembicaraan.
(2)
Dua tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah: a. Tingkat I dalam rapat komisi, rapat gabungan komisi, rapat Badan Legislasi, rapat Badan Anggaran, atau rapat panitia khusus. b. Tingkat II dalam rapat paripurna
SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 51 Cukup Jelas
Pasal 52 Cukup Jelas
21
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN Pasal 53 (1) Pembicaraan Tingkat I dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: a. pengantar musyawarah; b. pembahasan daftar inventarisasi masalah; dan c. penyampaian pendapat mini. (2) Dalam pengantar musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a: a. DPR memberikan penjelasan dan Presiden menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR; b. DPR memberikan penjelasan serta Presiden dan DPD menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD berasal dari DPR; Presiden memberikan penjelasan dan fraksi memberikan pandangan apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden; d. Presiden memberikan penjelasan serta fraksi dan DPD menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang yang berkaitan dengan kewenangan DPD berasal dari Presiden; atau e. DPD memberikan penjelasan serta fraksi dan Presiden menyampaikan pandangan apabila rancangan undang-undang yang berasal dari DPD. (3) Daftar inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh: a. Presiden, apabila rancangan undang-undang berasal dari DPR atau DPD; b. DPR, apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden atau DPD; atau c. DPD, apabila rancangan undang-undang berasal dari Presiden atau DPR. (4) Penyampaian pendapat mini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disampaikan pada akhir Pembicaraan Tingkat I oleh: a. fraksi; b. DPD, apabila rancangan undang-undang berkaitan dengan kewenangan DPD; dan c. Presiden. (5) Dalam Pembicaraan Tingkat I dapat diundang pimpinan lembaga negara atau lembaga lain apabila materi rancangan undang-undang berkaitan dengan lembaga negara atau lembaga lain. Pasal 54
PENJELASAN Pasal 53 Cukup Jelas
c.
(1) Pembicaraan Tingkat II merupakan pengambilan keputusan dalam rapat paripurna dengan kegiatan: a. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, pendapat mini DPD, dan hasil Pembicaraan Tingkat I; b. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan c. pendapat akhir Presiden yang disampaikan oleh menteri yang mewakilinya. (2) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak. (3) Dalam hal rancangan undang-undang tidak mendapat persetujuan bersama antara DPR dan Presiden, rancangan undang-undang tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan DPR masa itu. Pasal 55 Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat pembicaraan diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib.
SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 54 Cukup Jelas
Pasal 55 Cukup Jelas
22
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN Pasal 56 (1) Dalam penyiapan dan pembahasan rancangan undang-undang, termasuk pembahasan rancangan undang-undang tentang APBN, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis kepada DPR melalui pimpinan DPR dan/atau alat kelengkapan DPR lainnya. (2) Anggota atau alat kelengkapan DPR yang menyiapkan atau membahas rancangan undang-undang dapat melakukan kegiatan untuk mendapat masukan dari masyarakat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerimaan masukan dan penyerapan aspirasi dari masyarakat dalam penyiapan dan pembahasan rancangan undang-undang diatur dengan peraturan DPR tentang tata tertib. Pasal 57 (1) Rancangan undang-undang dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh DPR dan Presiden. (2) Rancangan undang-undang yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama DPR dan Presiden dengan mempertimbangkan pendapat DPD dalam hal rancangan undangundang yang terkait dengan kewenangan DPD.
Pasal 58 (1) Pembahasan rancangan undang-undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang dilaksanakan melalui mekanisme yang sama dengan pembahasan rancangan undang-undang. (2) DPR hanya menerima atau menolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang. (3) Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak DPR, maka Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut tidak berlaku dan batal demi hukum sehingga tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. (4) Penolakan DPR atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dituangkan dalam Keputusan DPR.
PENJELASAN Pasal 56 Cukup Jelas
Pasal 57 Cukup Jelas
Pasal 58 Cukup Jelas
Paragraf 2 Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten, Peraturan Daerah Kota
Pasal 59 (1) Pembahasan rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota bersama Gubernur/Bupati/Walikota atau pejabat yang ditugasi.
Pasal 59 Cukup Jelas
(2) Rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota yang berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, atau Gubernur/Bupati/Walikota yang tidak disertai naskah akademik, tidak dapat dibahas bersama.
Pasal 60 (1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mulai membahas peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota yang diajukan Gubernur/Bupati/Walikota, dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak surat Gubernur/Bupati/Walikota diterima.
SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 60 Cukup Jelas
23
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
(2) Untuk keperluan pembahasan rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, satuan kerja perangkat daerah pemrakarsa memperbanyak naskah rancangan daerah provinsi/kabupaten/kota dimaksud dalam jumlah yang diperlukan.
Pasal 61 (1) Pembahasan bersama dilakukan melalui dua tingkat pembicaraan.
Pasal 61 Cukup Jelas
(2) Dua tingkat pembicaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang khusus menangani bidang legislasi dan rapat paripurna.
Pasal 62 (1) Pembicaraan Tingkat I dilakukan dengan kegiatan sebagai berikut: a. pengantar musyawarah; b. pembahasan daftar inventarisasi masalah; dan c. penyampaian pendapat mini. (2) Dalam pengantar musyawarah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a: a. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota memberikan penjelasan dan Gubernur/Bupati/Walikota menyampaikan pandangan apabila rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota; atau b. Gubernur/Bupati/Walikota memberikan penjelasan dan fraksi memberikan pandangan apabila rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota berasal dari Gubernur/Bupati/Walikota. (3) Daftar inventarisasi masalah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diajukan oleh: a. Gubernur/Bupati/Walikota, apabila rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota berasal dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota; atau b. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota, apabila rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota berasal dari Gubernur/Bupati/Walikota. (4) Penyampaian pendapat mini sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disampaikan pada akhir Pembicaraan Tingkat I oleh: a. fraksi; b. Gubernur/Bupati/Walikota. (5) Dalam Pembicaraan Tingkat I dapat diundang pimpinan lembaga negara atau lembaga lain apabila materi rancangan undang-undang berkaitan dengan lembaga negara atau lembaga lain. Pasal 63 (1) Pembicaraan Tingkat II merupakan pengambilan keputusan dalam rapat paripurna dengan kegiatan: a. penyampaian laporan yang berisi proses, pendapat mini fraksi, dan hasil Pembicaraan Tingkat I; b. pernyataan persetujuan atau penolakan dari tiap-tiap fraksi dan anggota secara lisan yang diminta oleh pimpinan rapat paripurna; dan c. pendapat akhir Gubernur/Walikota yang disampaikan oleh pejabat yang mewakilinya. (2) Dalam hal persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tidak dapat dicapai secara musyawarah untuk mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak.
SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 62 Cukup Jelas
Pasal 63 Cukup Jelas
24
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
(3) Dalam hal rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota tidak mendapat persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan Gubernur/Bupati/Walikota, rancangan peraturan daerah tersebut tidak boleh diajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota masa itu. Pasal 64 Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat pembicaraan diatur dengan peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota tentang tata tertib.
Pasal 65 (1) Dalam penyiapan dan pembahasan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota, termasuk pembahasan rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota tentang APBD, masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan dan/atau tertulis kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota melalui pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan/atau alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota lainnya. (2) Anggota atau alat kelengkapan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang menyiapkan atau membahas rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota dapat melakukan kegiatan untuk mendapat masukan dari masyarakat. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerimaan masukan dan penyerapan aspirasi dari masyarakat dalam penyiapan dan pembahasan rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota diatur dengan peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota tentang tata tertib. Pasal 66 (1) Rancangan peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota dapat ditarik kembali sebelum dibahas bersama oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan Gubernur/Bupati/Walikota. (2) Rancangan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang sedang dibahas hanya dapat ditarik kembali berdasarkan persetujuan bersama Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan Gubernur/Bupati/Walikota.
Pasal 64 Cukup Jelas
Pasal 65 Cukup Jelas
Pasal 66 Cukup Jelas
Paragraf 3 Pembahasan Rancangan Peraturan Desa atau sejenisnya Pasal 67 Rancangan Peraturan Desa atau Sejenisnya dibahas bersama oleh Badan Permusyaratan Desa atau nama lainnya sesuai dengan tata cara pembahasan diatur dengan peraturan desa atau sejenisnya dari desa atau nama lainnya.
Pasal 67 Cukup Jelas
Bagian Kelima Pengesahan/Penetapan Paragraf 1 Pengesahan Rancangan Undang-Undang Pasal 68
SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 68
25
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN (1) (2)
PENJELASAN
Rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, disampaikan oleh pimpinan DPR kepada Presiden untuk disahkan menjadi Undang-Undang Penyampaian rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktupaling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.
Cukup Jelas
Tenggang waktu 7 (tujuh) hari dianggap layak untuk mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan teknis penulisan rancangan undangundang ke lembaran resmi Presiden sampai dengan penandatanganan pengesahan Undang-Undang oleh Presiden dan penandatanganan sekaligus Pengundangan ke Lembaran Negara Republik Indonesia oleh Menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundangundangan
Pasal 69
Pasal 69 (1)
Rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 disahkan oleh Presiden dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama oleh DPR dan Presiden.
Cukup Jelas
(2)
Dalam hal rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh Presiden dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan undang-undang tersebut disetujui bersama, maka rancangan undang-undang tersebut sah menjadi Undang-Undang dan wajib diundangkan.
Batas waktu 30 (tiga puluh) hari adalah sesuai dengan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(3)
Dalam hal sahnya rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi: UndangUndang ini dinyatakan sah berdasarkan ketentuan Pasal 20 ayat (5) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(4)
Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Undang-Undang sebelum Pengundangan naskah Undang-Undang ke dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Paragraf 2 Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang
Pasal 70
Pasal 70 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang persetujuan DPR dalam persidangan yang berikut.
harus
mendapat
Pasal 71 (1)
Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang diterima DPR maka dibentuk Undang-Undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang.
(2)
Undang-Undang tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari 2 (dua) pasal, yang ditulis dengan angka Arab,
SET. PPUU/DPD/2010
Cukup Jelas
Pasal 71 Cukup Jelas
26
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
yaitu sebagai berikut: a.
Pasal 1 memuat penetapan peraturan pemerintah pengganti undang-undang menjadi undang-undang yang diikuti dengan pernyataan melampirkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang sebagai bagian yang tidak terpisahkan dengan undang-undang penetapan yang bersangkutan.
b.
Pasal 2 memuat ketentuan mengenai saat mulai berlaku.
Pasal 72 (1)
Dalam hal Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang ditolak DPR maka secara demi hukum Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dan batal demi hukum.
(2)
Penolakan DPR atas Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang dituangkan dalam Keputusan DPR.
Pasal 72 Cukup Jelas
Paragraf 3 Penetapan Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden/Lembaga Negara
Pasal 73 (1) (2)
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Presiden/Lembaga Negara ditetapkan untuk melaksanakan Undang-Undang. Setiap Undang-Undang wajib mencantumkan batas waktu penetapan Peraturan Pemerintah, atau Peraturan Presiden/Lembaga Negara sebagai pelaksanaan Undang-Undang tersebut.
Pasal 73 Cukup Jelas
Paragraf 4 Penetapan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Pasal 74 (1)
Rancangan peraturan daerah Provinsi/Kabupaten/Kota yang telah disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan gubernur atau bupati/walikota disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah Provinsi/Kabupaten/Kota kepada gubernur atau bupati/walikota untuk ditetapkan menjadi Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.
(2)
Penyampaian rancangan peraturan daerah Provinsi/Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama. Pasal 75
(1)
Rancangan peraturan daerah Provinsi/Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota dengan membubuhkan tanda tangan dalam jangka waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan gubernur atau bupati/walikota.
Pasal 74 Cukup Jelas
Pasal 75 Cukup Jelas
(2) Dalam hal rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ditandatangani oleh gubernur atau bupati/walikota dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, maka rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi Peraturan Daerah dan wajib diundangkan. (3) Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi: Peraturan SET. PPUU/DPD/2010
27
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
Daerah ini dinyatakan sah. (4) Kalimat pengesahan yang berbunyi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus dibubuhkan pada halaman terakhir Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota sebelum pengundangan naskah Peraturan Daerah ke dalam Lembaran Daerah.
Paragraf 5 Penetapan Peraturan Desa dan Nama Lainnya Pasal 76 Rancangan Peraturan Desa atau Sejenisnya yang telah dibahas bersama oleh Badan Permusyaratan Desa atau nama lainnya ditetapkan sesuai dengan tata cara penetapan yang diatur dengan peraturan desa atau sejenisnya dari desa atau nama lainnya.
Pasal 76 Cukup Jelas
Bagian Keenam Pengundangan
Pasal 77 Agar setiap orang mengetahuinya, Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dengan menempatkannya dalam a.
Lembaran Negara Republik Indonesia;
b.
Berita Negara Republik Indonesia;
c.
Lembaran Daerah; atau
d.
Berita Daerah.
Pasal 78 (1) Peraturan Perandang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, meliputi: a.
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti UndangUndang;
b.
Peraturan Pemerintah;
c.
Peraturan Presiden mengenai:
d.
1.
pengesahan perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara lain atau badan internasional; dan
2.
peryataan keadaan bahaya.
Pasal 77 Cukup Jelas
Pasal 78 Cukup Jelas
Peraturan Perundang-undangan lain yang diperintahkan Peraturan Perundang-undangan harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
(2) Peraturan Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku harus diundangkan dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Pasal 79 (1) Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia memuat penjelasan Peraturan Perundang-undangan yang dimuat dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Pasal 79 Cukup Jelas
(2) Tambahan Berita Negara Republik Indonesia memuat penjelasan Peraturan Perundang-undangan yang dimuat dalam Berita Negara Republik Indonesia. SET. PPUU/DPD/2010
28
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN Pasal 80 Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia dilaksanakan oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
Pasal 81 (1)
Peraturan Perundang-undangan yang diundangkan dalam Lembaran Daerah adalah Peraturan Daerah.
(2)
Peraturan Gubernur, Peraturan Bupati/Walikota, atau peraturan lain di bawahnya dimuat dalam Berita Daerah.
(3)
Pengundangan Peraturan Daerah dalam Lembaran Daerah dan Berita Daerah dilaksanakan oleh sekretaris daerah.
Pasal 82 (1) (2)
(3) (4)
Peraturan Perundang-undangan mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat pada tanggal diundangkan. Peraturan Perundang-undangan dapat mulai berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat sebelum atau sesudah tanggal diundangkan.
(2)
Pasal 80 Dengan diundangkan Peraturan Perundangundangan dalam lembaran resmi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini maka setiap orang dianggap telah mengetahuinya.
Pasal 81 Cukup Jelas
Pasal 82
Berlakunya Peraturan Perundang-undangan yang tidak, sama dengan tanggal Pengundangan, dimungkinkan, untuk persiapan sarana dan prasarana serta kesiapan aparatur pelaksana Peraturan Perundang-undangan tersebut.
Khusus untuk peraturan perundang-undangan yang mengatur tindak pidana selain pelanggaran berat HAM, tidak dapat mulai berlaku sebelum tanggal diundangkan. Pemberlakuan Peraturan Perundang-undangan sebelum tanggal diundangkan sebagaimana dimaksud ayat (2) tidak boleh merugikan hak-hak warganegara. Pasal 83
(1)
PENJELASAN
Dikecualikan dari peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 77 adalah untuk pengundangan Peraturan Desa atau Sejenisnya. Pengundangan Peraturan Desa atau Sejenisnya diatur dengan Peraturan Desa atau Sejenisnya dari Desa atau nama lainnya yang bersangkutan.
Pasal 83 Cukup Jelas
BAB VII TEKNIK PENYUSUNAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 84 (1)
Penyusunan rancangan peraturan perundang-undangan dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan. (2) Ketentuan mengenai teknik penyusunan peraturan perundangundangan tersebut tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai perubahan terhadap teknik penyusunan peraturan perundang-undangan diatur dengan UndangUndang.
SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 84 Cukup Jelas
29
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
BAB VIII PENDELEGASIAN KEWENANGAN MENGATUR Pasal 85 (1) (2) (3)
(4)
(5)
Pasal 85
Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi dapat mendelegasikan kewenangan mengatur lebih lanjut kepada Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah. Pendelegasian kewenangan mengatur, harus menyebut dengan tegas: a. ruang lingkup materi yang diatur; dan b. jenis Peraturan Perundang-undangan. Jika materi yang didelegasikan belum atau sebagian sudah diatur pokok-pokoknya di dalam Peraturan Perundang-undangan yang mendelegasikan maka materi itu harus diatur hanya di dalam Peraturan Perundang-undangan yang didelegasikan dan tidak boleh didelegasikan lebih lanjut ke Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah atau subdelegasi. Kewenangan mengatur yang didelegasikan kepada suatu alat penyelenggara negara tidak dapat didelegasikan lebih lanjut kepada alat penyelenggara negara lain, kecuali jika oleh Peraturan Perundang-undangan yang mendelegasikan kewenangan mengatur tersebut dibuka kemungkinan untuk itu. Pengutipan kembali norma atau ketentuan yang terdapat dalam Peraturan Perundang-undangan lebih tinggi yang mendelegasikan dapat dilakukan sepanjang rumusan norma atau ketentuan tersebut diperlukan sebagai pengantar untuk merumuskan norma atau ketentuan lebih lanjut di dalam pasal atau ayat selanjutnya.
Cukup Jelas
BAB IX PERUBAHAN, PENGGANTIAN, PENYUSUNAN KEMBALI, DAN PENCABUTAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Bagian Kesatu Umum Pasal 86
Pasal 86 (1) Peraturan perundang-undangan karena alasan tertentu yang layak dapat dirubah, diganti, disusun kembali, dan dicabut.
Cukup Jelas
(2) Alasan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi: a. tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman; b. bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi dan/atau prinsipprinsip hukum umum; dan/atau c. merugikan kepentingan umum.
Bagian Kedua Perubahan Peraturan Perundang-undangan Pasal 87
Pasal 87
Cukup Jelas
(1) Perubahan Peraturan Perundang-undangan dilakukan dengan: a.
menyisipkan atau menambah Perundang-undangan; atau
b.
menghapus atau mengganti sebagian materi Peraturan Perundangundangan.
SET. PPUU/DPD/2010
materi
ke
dalam
Peraturan
30
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
(2) Perubahan Peraturan Perundang-undangan dapat dilakukan terhadap: a.
seluruh atau sebagian buku, bab, bagian, paragraf, pasal, dan/atau ayat; atau
b.
kata, istilah, kalimat, angka, dan/atau tanda baca.
Pasal 88 Jika Peraturan Perundang-undangan yang diubah mempunyai nama singkat, Peraturan Perundang-undangan perubahan dapat menggunakan nama singkat Peraturan Perundang-undangan yang diubah.
Pasal 88 Cukup Jelas
Bagian Ketiga Penggantian Peraturan Perundang-undangan Pasal 89 Penggantian Peraturan Perundang-undangan dilakukan apabila : a.
sistematika Peraturan Perundang-undangan berubah ;
b.
materi Peraturan Perundang-undangan berubah lebih dari 50% (lima puluh per seratus); atau
c.
esensinya berubah.
Pasal 89 Cukup Jelas
Bagian Keempat Penyusunan Kembali Peraturan Perundang-undangang Pasal 90 (1) Jika suatu Peraturan Perundang-undangan telah sering mengalami perubahan maka Peraturan Perundang-undangan tersebut disusun kembali dalam naskah sesuai dengan perubahan-perubahan yang telah dilakukan dengan mengadakan penyesuaian.
Pasal 90 Cukup Jelas
(2) Penyesuaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. urutan bab, bagian, paragraf, pasal, ayat, angka, atau butir; b. penyebutan-penyebutan; dan c. ejaan, jika Peraturan Perundang-undangan yang diubah masih tertulis dalam ejaan lama.
Pasal 91 Penyusunan kembali dilaksanakan dengan membentuk peraturan perundang-undangan yang sederajat dengan peraturan perundangundangan yang disusun kembali.
Pasal 91 Cukup Jelas
Bagian Kelima Pencabutan Peraturan Perundang-undangan Pasal 92 (1) Peraturan Perundang-undangan hanya dapat dicabut melalui Peraturan Perundang-undangan yang setingkat atau lebih tinggi.
Pasal 92 Cukup Jelas
(2) Pencabutan melalui Peraturan Perundang-undangan yang tingkatannya lebih tinggi dilakukan jika Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi tersebut dimaksudkan untuk menampung kembali seluruh atau sebagian dari materi Peraturan Perundang-undangan yang lebih rendah yang dicabut itu. (3) Jika ada Peraturan Perundang-undangan lama yang tidak diperlukan lagi dan diganti dengan Peraturan Perundang-undangan baru, SET. PPUU/DPD/2010
31
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
Peraturan Perundang-undangan yang baru harus secara tegas mencabut Peraturan Perundang-undangan yang tidak diperlukan itu.
Pasal 93
Pasal 93 Peraturan Perundang-undangan atau ketentuan yang telah dicabut, secara demi hukum tidak berlaku kembali, meskipun Peraturan Perundangundangan yang mencabut di kemudian hari dicabut pula.
Cukup Jelas
BAB X PENGESAHAN PERJANJIAN INTERNASIONAL Pasal 94
Pasal 94 (1)
Pengesahan perjanjian internasional oleh Pemerintah Republik Indonesia dilakukan sepanjang dipersyaratkan oleh perjanjian internasional tersebut.
(2)
Pengesahan suatu perjanjian internasional dilakukan berdasarkan ketetapan yang disepakati oleh para pihak.
Cukup Jelas
(3) Perjanjian internasional yang memerlukan pengesahan akan mulai berlaku setelah terpenuhinya prosedur pengesahan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 95
Pasal 95 (1)
Pengesahan perjanjian internasional dapat Undang-Undang atau Peraturan Presiden.
dilakukan
dengan
(2)
Pengesahan perjanjian internasional yang dilakukan dengan Peraturan Presiden selanjutnya diberitahukan kepada DPR.
(3)
Pengesahan perjanjian internasional dilakukan dengan UndangUndang apabila berkenaan dengan materi muatan Undang-Undang, khususnya:
Cukup Jelas
a. masalah politik, perdamaian, ekonomi, perdagangan, pertahanan, dan keamanan negara; b. perubahan wilayah atau penetapan batas wilayah negara Republik Indonesia; c. kedaulatan atau hak berdaulat negara; d. hak asasi manusia dan lingkungan hidup; e. pembentukan kaidah hukum baru; dan/atau f. pinjaman dan/atau hibah luar negeri. (4)
Pengesahan perjanjian internasional melalui Undang-Undang dilakukan berdasarkan materi perjanjian dan bukan berdasarkan bentuk dan nama perjanjian.
(5) Pengesahan perjanjian internasional yang materi muatannya tidak termasuk pada ayat (3) huruf a sampai dengan f dilakukan dengan Peraturan Presiden.
Pasal 96 Pemerintah Republik Indonesia menyampaikan salinan setiap Peraturan Presiden yang mengesahkan suatu perjanjian internasional kepada DPR untuk dievaluasi.
Pasal 97 Setiap
Undang-Undang atau Peraturan Presiden tentang pengesahan
SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 96 Cukup Jelas
Pasal 97 Cukup Jelas
32
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
perjanjian internasional ditempatkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia agar setiap orang dapat mengetahui perjanjian yang dibuat pemerintah dan mengikat seluruh warga negara Indonesia.
BAB XI BAHASA PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 98
Pasal 98 (1) Bahasa Peraturan Perundang–undangan tunduk pada kaidah tata bahasa Indonesia, baik yang menyangkut pembentukan kata, penyusunan kalimat, teknik penulisan, maupun pengejaannya.
Cukup Jelas
(2) Secara khusus, bahasa Peraturan Perundang–undangan mempunyai corak tersendiri yang bercirikan kejernihan atau kejelasan pengertian, kelugasan, kebakuan, keserasian, dan ketaatan asas sesuai dengan kebutuhan hukum. (3) Ketentuan lebih lanjut tentang bahasa Peraturan Perundang-undangan diatur dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.
BAB XII PENYEBARLUASAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Pasal 99
Pasal 99 (1) Pemerintah, DPR, dan DPD wajib menyebarluaskan Peraturan Perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia atau Berita Negara Republik Indonesia. (2)
Cukup Jelas
Pemerintah Daerah dan DPRD wajib menyebarluaskan Peraturan Daerah yang telah diundangkan dalam Lembaran Daerah dan peraturan di bawahnya yang telah diundangkan dalam Berita Daerah.
(3) Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa wajib menyebarluaskan Peraturan Desa atau nama lainnya yang telah diundangkan.
BAB XIII HARMONISASI Pasal 100
Pasal 100 Lembaga Negera, Lembaga Pemerintah, atau pejabat yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan harus melaksanakan harmonisasi peraturan perundang-undangan dengan melakukan: a. perumusan, pengharmonisasian, pembulatan rancangan peraturan perundang-undangan;
dan
Cukup Jelas
pemantapan
b. koordinasi, pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsep rancangan peraturan perundang-undangan secara lintas sektoral; dan c. evaluasi dan analisa pelaksanaan harmonisasi peraturan perundangundangan.
BAB XIV PARTISIPASI MASYARAKAT
Bagian Kesatu Bentuk Partisipasi
SET. PPUU/DPD/2010
33
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN Pasal 101 (1) Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. (2) Bentuk masukan secara lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui: a. rapat dengar pendapat umum; b. kunjungan kerja; dan/atau c. seminar/lokakarya/diskusi.
PENJELASAN Pasal 101 Cukup Jelas
(2) Masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a.
Perseorangan;
b.
Kelompok/organisasi masyarakat;
c.
Kelompok profesi;
d.
Perguruan Tinggi;
e.
Lembaga Swadaya Masyarakat;
f.
Masyarakat adat; dan/atau
g.
Pemangku kepentingan lainnya.
(3) Untuk memudahkan masyarakat dalam memberikan masukan secara lisan atau tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap rancangan peraturan perundang-undangan dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat.
Pasal 102 (1) Setiap Rancangan undang-undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, Rancangan Peraturan Daerah atau rancangan peraturan lainnya yang berkaitan dengan kepentingan umum wajib dibahas dan disosialisasikan kepada pemangku kepentingan yang terkena dampak langsung kebijakan tersebut.
Pasal 102 Cukup Jelas
(2) Segala bentuk pandangan dan masukan dari masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (1) merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari proses penyiapan dan pembahasan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua Akuntabilitas
Paragraf 1 Pembahasan Undang-Undang Pasal 103 (1) DPR, DPD dan Presiden wajib menginformasikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) yang memberi masukan pada waktu penyiapan dan pembahasan Undang-Undang dilaksanakan.
Pasal 103 Cukup Jelas
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai status masukan yang telah disampaikan, berupa : a.
ditolak;
b.
dipertimbangkan untuk dibahas dalam proses selanjutnya; atau
c.
diterima sepenuhnya.
SET. PPUU/DPD/2010
34
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN Pasal 104 (1) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) dapat melakukan advokasi maupun pemantauan langsung terhadap masukan yang telah disampaikan.
PENJELASAN Pasal 104 Cukup Jelas
(2) Advokasi maupun pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada rapat-rapat pembahasan Rancangan undang-undang.
Pasal 105 DPR, DPD dan Presiden mempublikasikan dokumen proses pembahasan Rancangan undang-undang kepada masyarakat.
Pasal 105 Cukup Jelas
Paragraf 2 Pembahasan Peraturan Pemerintah Pasal 106 (1)
Pemerintah wajib menginformasikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) yang memberi masukan pada waktu penyiapan dan pembahasan Peraturan Pemerintah dilaksanakan.
Pasal 106 Cukup Jelas
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai status masukan yang telah disampaikan, berupa : a.
ditolak;
b.
dipertimbangkan untuk dibahas dalam proses selanjutnya; atau
c.
diterima sepenuhnya.
Pasal 107 (1) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) dapat melakukan advokasi maupun pemantauan langsung terhadap masukan yang telah disampaikan.
Pasal 107 Cukup Jelas
(2) Advokasi maupun pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada rapat-rapat pembahasan Peraturan Pemerintah.
Pasal 108 Pemerintah mempublikasikan dokumen proses pembahasan Peraturan Pemerintah kepada masyarakat.
Pasal 108 Cukup Jelas
Paragraf 3 Pembahasan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota Pasal 109 (1) Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan Gubernur atau Bupati/Walikota wajib menginformasikan kepada masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) yang memberi masukan pada waktu penyiapan dan pembahasan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dilaksanakan.
Pasal 109 Cukup Jelas
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai status masukan yang telah disampaikan, berupa : a.
ditolak;
b.
dipertimbangkan untuk dibahas dalam proses selanjutnya; atau
c.
diterima sepenuhnya.
SET. PPUU/DPD/2010
35
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN Pasal 110 (1) Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 101 ayat (2) dapat melakukan advokasi maupun pemantauan langsung terhadap masukan yang telah disampaikan.
PENJELASAN Pasal 110 Cukup Jelas
(2) Advokasi maupun pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada rapat-rapat pembahasan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.
Pasal 111 Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota dan Gubernur atau Bupati/Walikota mempublikasikan dokumen proses pembahasan Peraturan Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota kepada masyarakat.
Pasal 111 Cukup Jelas
BAB XV PENGAWASAN DAN EVALUASI PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Bagian Kesatu Pengawasan Peraturan Perundang-undangan Pasal 112 (1) Lembaga Negara, Lembaga Pemerintahan, atau pejabat yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan melakukan pengawasan terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih rendah hierarkinya.
Pasal 112 Cukup Jelas
(2) Pengawasan berupa pengkajian dan penilaian terhadap peraturan perundang-undangan untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau tidak. (3) Berdasarkan hasil pengawasan, Lembaga Negara, Lembaga Pemerintahan, atau pejabat yang berwenang membentuk peraturan perundang-undangan untuk membatalkan atau mencabut, dan menyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat suatu peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tersebut. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang pengawasan diatur dalam Peraturan Pemerintah.
Bagian Kedua Evaluasi Peraturan Daerah Pasal 113 (1) Pemerintah melakukan evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD/perubahan APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan rencana tata ruang.
Pasal 113 Cukup Jelas
(2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa pengkajian dan penilaian untuk mengetahui bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau tidak. (3) Berdasarkan hasil evaluasi, Pemerintah berwenang membuat persetujuan atas rancangan peraturan daerah tentang APBD/perubahan APBD, pajak daerah, retribusi daerah dan rencana tata ruang. (4) Ketentuan lebih lanjut tentang evaluasi diatur dalam Peraturan
SET. PPUU/DPD/2010
36
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN
PENJELASAN
Pemerintah.
BAB XVI UJI MATERI Pasal 114 (1)
Pengujian suatu Undang-Undang yang bertentangan dengan UUD 1945 dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi.
(2)
Pengujian peraturan perundang-undangan di bawah Undang-Undang, kecuali peraturan desa atau nama lainnya yang diduga bertentangan dengan Undang-Undang dilakukan oleh Mahkamah Agung.
(3)
Dalam hal pengujian peraturan desa yang diduga bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, dilakukan oleh pengadilan negeri di wilayah hukum berlakukanya peraturan desa tersebut dalam lingkup peradilan umum di lingkungan Mahkamah Agung.
Pasal 114 Cukup Jelas
BAB XVII KETENTUAN PIDANA Pasal 115 Setiap orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan perubahan secara tidak sah sebagian atau keseluruhan pasal/ayat suatu rancangan undang-undang atau peraturan daerah yang sudah mendapat persetujuan bersama dipidana dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya 5 tahun.
Pasal 116 Setiap orang yang melakukan, menyuruh melakukan dan turut serta melakukan mencetak dengan memalsukan dan atau mengedarkannya sebagian atau keseluruhan pasal/ayat setelah peraturan tersebut diundangkan dipidana dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun.
Pasal 117 Bagi setiap pejabat atau pegawai negeri yang: a.
merubah secara tidak sah sebagian atau keseluruhan pasal/ayat undang-undang atau peraturan daerah yang sudah mendapat persetujuan bersama;
b.
mencetak dengan memalsukan sebagian atau keseluruhan pasal/ayat setelah peraturan perundang-undangan diundangkan; dan/atau
c.
mengedarkan peraturan perundang-undangan yang diketahuinya isinya palsu;
Pasal 115 Cukup Jelas
Pasal 116 Cukup Jelas
Pasal 117 Cukup Jelas
dan telah memperoleh putusan berkekuatan hukum tetap, dikenakan sanksi tambahan berupa pemberhentian sebagai pejabat atau pegawai negeri.
BAB XVIII KETENTUAN PENUTUP Pasal 118 Pada saat mulai berlakunya Undang-Undang ini, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389) dinyatakan dicabut dan tidak berlaku lagi. SET. PPUU/DPD/2010
Pasal 118 Cukup Jelas
37
DRAF RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG SP3 USUL DPD RI RANCANGAN PERUBAHAN Pasal 119 Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
PENJELASAN Pasal 119 Cukup jelas.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan UndangUndang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta pada tanggal ................. PRESIDEN REPUBLIK 1NDONESIA, ttd. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal ........................ MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA, ttd. PATRIALIS AKBAR
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN .... No. ..........
SET. PPUU/DPD/2010
38