RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR ........................ TENTANG RETENSI SENDIRI DAN DUKUNGAN REASURANSI DALAM NEGERI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN,
Menimbang
:
a. bahwa dalam rangkameningkatkan kemampuan industri asuransi dalam negeri untuk menahan risiko asuransi perlu
dilakukan optimalisasi kapasitas
asuransi dan
reasuransi dalam negeri; b. bahwa optimalisasi kapasitas asuransi dan reasuransi dalam negeri tersebut sekaligus merupakan upaya untuk mengurangi defisit neraca pembayaran sektor asuransi; c. bahwa peningkatan kemampuan industri asuransi dalam negeri untuk menahan risiko asuransi perlu dilakukan dengan menyempurnakan pengaturan mengenai retensi sendiri dan dukungan reasuransi; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, dan huruf c perlu menetapkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan tentang Retensi Sendiri dan Dukungan Reasuransi Dalam Negeri; Mengingat
:
a. Undang-undang
Nomor
40
Tahun
2014
tentang
Perasuransian (Tambahan Lembaran Negara Republik
-2-
Indonesia Nomor 5618); b. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 111, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5253);
MEMUTUSKAN: Menetapkan
:
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN TENTANG RETENSI SENDIRI DAN DUKUNGAN REASURANSI DALAM NEGERI.
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ini, yang dimaksud dengan: 1. Perusahaan Asuransi adalah Perusahaan Asuransi Umum dan Perusahaan Asuransi Jiwa. 2. Perusahaan
Reasuransi
menyelenggarakan
adalah
usaha
jasa
perusahaan
yang
pertanggungan
ulang
terhadap risiko yang dihadapi oleh Perusahaan Asuransi, perusahaan
penjaminan,
atau
Perusahaan
Reasuransi
lainnya. 3. Perusahaan Asuransi Umum adalah perusahaan yang menyelenggarakan
usaha
asuransi
umum
dan
usaha
asuransi umum syariah sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian. 4. Perusahaan
Asuransi
Jiwa
adalah
perusahaan
yang
menyelenggarakan usaha asuransi jiwa dan usaha asuransi
-3-
jiwa
syariah
sebagaimana
dimaksud
dalam
peraturan
perundang-undangan di bidang perasuransian. 5. Modal Sendiri adalah modal sendiri berdasarkan standar akuntansi keuangan pada akhir tahun sebelumnya. 6. Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disingkat OJK adalah
lembaga
pengatur
dan
pengawas
sektor
jasa
keuangan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang mengenai otoritas jasa keuangan.
BAB II DUKUNGAN REASURANSI
Bagian Kesatu Reasuransi Otomatis Pasal 2 (1) Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi wajib memperoleh dukungan reasuransi otomatis untuk setiap lini usaha asuransi yang dipasarkan, termasuk dukungan reasuransi otomatis untuk risiko bencana (catastrophic risks). (2) Dukungan reasuransi otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib diperoleh sesuai dengan profil risiko dan kerugian (risk and loss profiles) yang dibuat secara tertib, teratur, akurat, dan relevan. Pasal 3 (1) Dukungan reasuransi otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bagi Perusahaan Asuransi Umum wajib diperoleh paling sedikit dari 2 (dua) Perusahaan Reasuransi di dalam negeri.
-4-
(2) Dukungan reasuransi otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 bagi Perusahaan Asuransi Jiwa wajib diperoleh paling sedikit dari 1 (satu) Perusahaan Reasuransi di dalam negeri. (3) Perusahaan Asuransi wajib memilih Perusahaan Reasuransi dalam negeri sebagai ketua (leader) panel
reasuransi
otomatis. Pasal 4 (1) Dalam hal dukungan reasuransi otomatis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) tidak diperoleh, dukungan reasuransi otomatis bagi Perusahaan Asuransi Umum wajib diperoleh paling sedikit dari 2 (dua) Perusahaan Asuransi Umum di dalam negeri. (2) Dalam hal dukungan reasuransi otomatis diperoleh dari Perusahaan Asuransi Umum di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Perusahaan Asuransi Umum wajib memilih salah satu dari Perusahaan Asuransi Umum di dalam
negeri
yang
memberikan
dukungan
reasuransi
otomatis sebagai ketua (leader) panel reasuransi otomatis. (3) Dalam hal dukungan reasuransi otomatis dari Perusahaan Reasuransi di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan dukungan reasuransi otomatis dari Perusahaan Asuransi Umum di dalam negeri sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
tidak
diperoleh,
dukungan
reasuransi otomatis bagi Perusahaan Asuransi Umum dapat diperoleh dari perusahaan reasuransi di luar negeri. (4) Dukungan reasuransi otomatis dari perusahaan reasuransi luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat dilakukan setelah Perusahaan Asuransi Umum tidak memperoleh dukungan reasuransi otomatis dari seluruh
-5-
Perusahaan Reasuransi dan 6 (enam) Perusahaan Asuransi Umum di dalam negeri. (5) Dalam hal dukungan reasuransi otomatis dari Perusahaan Reasuransi di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) tidak diperoleh, dukungan reasuransi otomatis bagi Perusahaan Asuransi Jiwa dapat diperoleh dari perusahaan reasuransi di luar negeri. (6) Dukungan reasuransi otomatis dari perusahaan reasuransi luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (5) hanya dapat dilakukan setelah Perusahaan Asuransi Jiwa tidak memperoleh dukungan reasuransi otomatis dari seluruh Perusahaan Reasuransi di dalam negeri. (7) Perusahaan
Asuransi
wajib
melampirkan
bukti
tidak
diperolehnya dukungan reasuransi otomatis di dalam negeri dalam laporan program reasuransi. Pasal 5 (1) Dalam
hal
Asuransi
Perusahaan
Umum
dalam
Reasuransi negeri
dan
Perusahaan
menolak
memberikan
dukungan reasuransi otomatis, Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan
Asuransi
Umum
dimaksud
wajib
menyampaikan tembusan surat penolakan tersebut kepada Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK dengan dilengkapi alasan penolakannya paling lambat 15 (lima belas) hari setelah tanggal penolakan. (2) Perusahaan Asuransi yang tidak memperoleh dukungan reasuransi Perusahaan melakukan
otomatis
dari
Asuransi perbaikan
Perusahaan
Umum
di
terhadap
Reasuransi
dalam
negeri
penyebab
dan wajib tidak
diperolehnya dukungan reasuransi otomatis dimaksud. (3) Perusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
-6-
wajib memperoleh dukungan reasuransi otomatis dari Perusahaan
Reasuransi
di
dalam
negeri
pada
tahun
berikutnya. (4) Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK
dapat melarang
pemasaran
lini
usaha
asuransi
tertentu yang tidak memperoleh dukungan reasuransi otomatis dari Perusahaan Reasuransi di dalam negeri bagi Perusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang tidak memperoleh dukungan reasuransi otomatis dari Perusahaan
Reasuransi
di
dalam
negeri
pada
tahun
berikutnya. Pasal 6 (1) Perusahaan Asuransi wajib melakukan upaya optimalisasi kapasitas reasuransi dalam negeri dengan cara memperoleh dukungan reasuransi otomatis dalam negeri secara prioritas dari Perusahaan Reasuransidan/atau Perusahaan Asuransi Umum di dalam negeri. (2) Dukungan
reasuransi
dalam
negeri
secara
prioritas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Perusahaan Asuransi Umum wajib diperoleh dengan ketentuan sebagai berikut: a. Bagi
dukungan
reasuransi
otomatis
proporsional
sekurang-kurangnya sebesar 25% (dua puluh lima per seratus) atau sebesar Rp200.000.000.000,00 (dua ratus miliar rupiah), mana yang lebih besar. b. Bagi dukungan reasuransi otomatis non proporsional sekurang-kurangnya sebesar 25% (dua puluh lima per seratus) atau sebesar Rp175.000.000.000,00 (seratus tujuh puluh lima miliar rupiah), mana yang lebih besar. (3) Dukungan
reasuransi
dalam
negeri
secara
prioritas
-7-
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Perusahaan Asuransi Jiwa wajib diperoleh sekurang-kurangnya sebesar 25%
(dua
puluh
lima
per
seratus)
atau
sebesar
Rp75.000.000.000,00 (tujuh puluh lima miliar rupiah), mana yang lebih besar. Pasal 7 (1) Perusahaan Reasuransi wajib memiliki program retrosesi yang memadai, aman, dan didukung oleh panel retrosesi dengan peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat yang diakui secara internasional. (2) Dalam hal peringkat reasuradur di luar negeri sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
diterbitkan
lebih
dari
satu
perusahaan pemeringkat, peringkat yang digunakan adalah peringkat yang paling rendah. (3) Perusahaan
Reasuransi
wajib
menyampaikan
bukti
peringkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di dalam laporan program reasuransi. Pasal 8 (1) Perusahaan
Reasuransi
wajib
melakukan
upaya
optimalisasi kapasitas reasuransi dalam negeri antara lain dengan
cara
memberikan Asuransi
melakukan dukungan
dan
penyatuan
reasuransi
memperoleh
kapasitas
kepada
dukungan
untuk
Perusahaan
reasuransi
dari
Perusahaan Reasuransi dan/atau Perusahaan Asuransi Umum di dalam negeri. (2) Upaya optimalisasi kapasitas reasuransi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tetap
mempertimbangkan
manajemen
risiko
terhadap
potensi terjadinya akumulasi risiko di dalam negeri. Pasal 9
-8-
(1) Kewajiban
untuk
memperoleh
dukungan
reasuransi
otomatis sebagaimana dimaksud pada Pasal 2 ayat (1) dapat dikecualikan dalam hal: a. Perusahaan Asuransi menerima penutupan asuransi yang memiliki karakteristik risiko khusus sehingga tidak ada
Perusahaan
Reasuransi
dan/atau
Perusahaan
Asuransi Umum yang bersedia memberikan dukungan reasuransi otomatis; b. Perusahaan Asuransi memasarkan produk asuransi hanya untuk memenuhi permintaan pemegang polis atas paket
asuransi
yang
komprehensif
dan
tidak
memasarkan secara tersendiri; atau c. Perusahaan Asuransi akan memulai memasarkan lini usaha asuransi yang baru. (2) Perusahaan Asuransi wajib menyampaikan bukti tidak diperoleh
atau
diperlukannya
dukungan
reasuransi
otomatis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK. (3) Kewajiban untuk memperoleh dukungan reasuransi dalam negeri secara prioritas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2) dan ayat (3) dapat dikecualikan dalam hal Perusahaan Asuransi memasarkan produk asuransi yang membutuhkan dukungan dari Perusahaan Asuransi di luar negeri setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan dari Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK. Bagian Kedua Reasuransi Fakultatif Pasal 10
-9-
(1) Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi wajib memperoleh dukungan reasuransi fakultatif dalam hal: a. tidak memperoleh dukungan reasuransi otomatis karena alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); atau b. dukungan reasuransi otomatis tidak mencukupi untuk risiko yang diterima oleh Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi. (2) Dukungan reasuransi fakultatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Perusahaan Asuransi Umum wajib diperoleh paling sedikit dari 2 (dua) Perusahaan Reasuransi di dalam negeri. (3) Dukungan reasuransi fakultatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Perusahaan Asuransi Jiwa wajib diperoleh paling sedikit dari 1 (satu) Perusahaan Reasuransi di dalam negeri.
Pasal 11 (1) Dalam hal dukungan reasuransi fakultatif sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
10
ayat
(2)
tidak
diperoleh,
dukungan reasuransi fakultatif bagi Perusahaan Asuransi Umum
wajib
diperoleh
paling
sedikit
dari
2
(dua)
Perusahaan Asuransi Umum di dalam negeri. (2) Dalam hal dukungan reasuransi fakultatif dari Perusahaan Reasuransi di dalam negeri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan Perusahaan Asuransi Umum di dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperoleh, dukungan reasuransi fakultatif bagi Perusahaan Asuransi Umum dapat diperoleh dari Perusahaan Reasuransi di luar
- 10 -
negeri. (3) Dukungan reasuransi fakultatif dari Perusahaan Reasuransi di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya dapat dilakukan setelah Perusahaan Asuransi Umum tidak memperoleh dukungan reasuransi fakultatif dari seluruh Perusahaan Reasuransi dan 6 (enam) Perusahaan Asuransi Umum di dalam negeri. Pasal 12 (1) Dalam hal dukungan reasuransi fakultatif sebagaimana dimaksud
dalam
Pasal
10
ayat
(3)
tidak
diperoleh,
dukungan reasuransi fakultatif bagi Perusahaan Asuransi Jiwa dapat diperoleh dari Perusahaan Reasuransi di luar negeri. (2) Dukungan reasuransi fakultatif dari Perusahaan Reasuransi di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan setelah Perusahaan Asuransi Jiwa tidak memperoleh dukungan reasuransi fakultatif dari seluruh Perusahaan Reasuransi. Pasal 13 Perusahaan
Asuransi
wajib
menyampaikan
bukti
tidak
diperolehnya dukungan reasuransi fakultatif dari Perusahaan Reasuransi dan/atau Perusahaan Asuransi di dalam negeri kepada Kepala Eksekutif Pengawasan Industri Keuangan Non Bank OJK. Pasal 14 (1) Perusahaan Asuransi wajib melakukan upaya optimalisasi kapasitas reasuransi dalam negeri dengan cara memperoleh dukungan
reasuransi
fakultatif
dalam
negeri
secara
prioritas dari Perusahaan Reasuransi dan/atau Perusahaan Asuransi Umum di dalam negeri.
- 11 -
(2) Dukungan
reasuransi
dalam
negeri
secara
prioritas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Perusahaan Asuransi Umum wajib diperoleh dengan ketentuan sebagai berikut: a. Untuk lini usaha asuransi harta benda, rekayasa, dan energi
sekurang-kurangnya
sebesar
Rp600.000.000.000,00 (enam ratus miliar rupiah). b. Untuk lini usaha asuransi aneka sekurang-kurangnya sebesar Rp360.000.000.000,00 (tiga ratus enam puluh miliar rupiah). c. Untuk lini usaha asuransi pengangkutan, rangka kapal, dan
rangka
pesawat
sekurang-kurangnya
sebesar
Rp250.000.000.000,00 (dua ratus enam puluh miliar rupiah). Pasal 15 Perusahaan Reasuransi wajib melakukan upaya optimalisasi kapasitas reasuransi dalam negeri antara lain dengan cara melakukan penyatuan kapasitas untuk memberikan dukungan reasuransi fakultatif kepada Perusahaan Asuransi di dalam negeri. Bagian Ketiga Lain-lain Pasal 16 (1) Dukungan reasuransi otomatis dan reasuransi fakultatif dari Perusahaan Reasuransi di luar negeri hanya dapat diperoleh dari Perusahaan Reasuransi yang paling kurang memiliki peringkat BBB atau yang setara dari perusahaan pemeringkat yang diakui secara internasional. (2) Dalam hal peringkat reasuradur di luar negeri sebagaimana
- 12 -
dimaksud
pada
ayat
(1)
diterbitkan
lebih
dari
satu
perusahaan pemeringkat, peringkat yang digunakan adalah peringkat yang paling rendah. (3) Perusahaan Asuransi wajib menyampaikan bukti peringkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di dalam laporan program reasuransi. Pasal 17 (1) Perusahaan
Asuransi
wajib
melakukan
optimalisasi
penempatan reasuransi dalam negeri melalui penempatan reasuransi otomatis dan penempatan reasuransi fakultatif kepada
Perusahaan
Reasuransi
dan/atau
Perusahaan
Reasuransi di dalam negeri. (2) Penempatan reasuransi kepada Perusahaan Reasuransi dan/atau
Perusahaan
Reasuransi
di
dalam
negeri
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan tetap memperhatikan manajemen risiko. (3) Penempatan
reasuransi
di
dalam
negeri
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berlaku bagi penempatan yang dilakukan secara langsung maupun penempatan yang dilakukan melalui perusahaan pialang reasuransi. (4) Bagi Perusahaan Asuransi Umum, optimalisasi penempatan reasuransi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menempatkan sepenuhnya reasuransi untuk pertanggungan pada lini usaha asuransi kendaraan bermotor, asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan diri, asuransi
kredit
dan
penjaminan
(suretyship),
serta
pertanggungan yang memiliki risiko sederhana pada lini usaha asuransi yang lain kepada Perusahaan Reasuransi dan/atau Perusahaan Reasuransi di dalam negeri.
- 13 -
(5) Bagi Perusahaan Asuransi Jiwa, optimalisasi penempatan reasuransi dalam negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menempatkan sepenuhnya reasuransi untuk
seluruh
pertanggungan
pada
lini
usaha
yang
diselenggarakan oleh Perusahaan Asuransi Jiwa kepada Perusahaan Reasuransi dan/atau Perusahaan Reasuransi di dalam negeri. Pasal 18 Perusahaan Asuransi Umum wajib menempatkan reasuransi structured (layer basis) fakultatif secara accros the board untuk seluruh layer. Pasal 19 (1) Dalam
hal
dukungan
reasuransi
otomatis
dan/atau
dukungan reasuransi fakultatif dinilai oleh Kepala Eksekutif Pengawas
Industri
Keuangan
Non
Bank
OJK
dapat
membahayakan dan/atau memperburuk kondisi kesehatan keuangan Perusahaan Asuransi atau dapat menjadikan Perusahaan Asuransi tidak melaksanakan fungsi sebagai Perusahaan Asuransi, Kepala Eksekutif Pengawas Industri Keuangan
Non
Bank
OJK
dapat
memerintahkan
Perusahaan Asuransi untuk mengubah program dukungan reasuransi yang dimilikinya agar lebih sesuai dengan kondisi perusahaan, berupa: a. perubahan
reasuransi
fakultatif
menjadi
reasuransi
otomatis, atau sebaliknya: b. perubahan
reasuransi
nonproporsional
menjadi
reasuransi proporsional, atau sebaliknya; dan/atau c. perubahan lainnya. (2) Perusahaan Asuransi wajib melaksanakan perintah Kepala
- 14 -
Eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non Bank OJK sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Pasal 20 (1) Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi setiap tahun wajib menyampaikan laporan program reasuransi otomatis
kepada
Kepala
Eksekutif
Pengawas
Industri
Keuangan Non Bank OJK, paling lambat tanggal 15 Januari. (2) Dalam hal batas waktu terakhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur, batas akhir penyampaian laporan menjadi pada hari kerja pertama setelah batas waktu terakhir dimaksud. (3) Laporan program reasuransi otomatis disertai dengan grafik yang
menggambarkan
retensi
sendiri
dan
dukungan
reasuransi otomatis yang diterima serta limit dukungan reasuransi. (4) Laporan program reasuransi otomatis wajib dilengkapi dengan perjanjian reasuransi yang telah ditandatangani oleh Perusahaan Reasuransi dan reasuradur. (5) Ketentuan mengenai bentuk dan susunan laporan program reasuransi diatur dengan Surat Edaran OJK. Pasal 21 (1) Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi setiap tahun
wajib
menyampaikan
laporan
pelaksanaan
penempatan reasuransi otomatis dan reasuransi fakultatif, paling lambat tanggal 30 April tahun berikutnya. (2) Ketentuan
mengenai
bentuk
dan
susunan
laporan
penempatan reasuransi diatur dengan Surat Edaran OJK. Pasal 22
- 15 -
Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi dikecualikan dari kewajiban penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) dan Pasal 21 ayat (1) apabila Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi dimaksud dikenai sanksi pembatasan kegiatan usaha untuk seluruh lini usaha asuransi dan/atau dalam proses untuk mengembalikan izin usaha. BAB II RETENSI SENDIRI Pasal 23 (1) Perusahaan wajib memiliki retensi sendiri untuk setiap risiko yang dikelola sesuai dengan batas retensi sendiri minimum dan batas retensi maksimum yang ditetapkan. (2) Penetapan batas retensi sendiri minimum dan batas retensi maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib didasarkan pada profil risiko dan kerugian (risk and loss profile) yang dibuat secara tertib, teratur, relevan, dan akurat. Pasal 24 (1) Batas minimum retensi sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) untuk setiap risiko asuransi adalah sebagai berikut: a. lini usaha Harta Benda, Pengangkutan, Energi Onshore, dan Rekayasa i. Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi Umum
dengan
Modal
Sendiri
kurang
dari
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) sebesar 2% (dua per seratus) dari Modal Sendiri; ii. Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi
- 16 -
Umum
dengan
Modal
Sendiri
lebih
dari
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) sebesar 1,5% (satu koma lima per seratus) dari
Modal
Sendiri
atau
paling
sedikit
sebesar
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah); iii. Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi Umum
dengan
Modal
Sendiri
lebih
dari
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) sampai dengan Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) sebesar 0,75% (nol koma tujuh lima per seratus) dari Modal
Sendiri
atau
paling
sedikit
sebesar
Rp11.250.000.000,00 (sebelas miliar dua ratus lima puluh juta rupiah); dan iv. Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi Umum
dengan
Modal
Sendiri
lebih
dari
Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah). b. lini usaha Energi Offshore i. Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi Umum
dengan
Modal
Sendiri
kurang
dari
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) sebesar 1% (satu per seratus) dari Modal Sendiri; ii. Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi Umum
dengan
Modal
Sendiri
lebih
dari
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) sebesar 7,5% (tujuh koma lima per seratus) dari
Modal
Sendiri
atau
paling
sedikit
sebesar
Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); iii. Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi
- 17 -
Umum
dengan
Modal
Sendiri
lebih
dari
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) sampai dengan Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) sebesar 0,375% (nol koma tiga tujuh lima per seratus) dari
Modal
Sendiri
atau
paling
sedikit
sebesar
Rp5.625.000.000,00 (lima miliar enam ratus dua puluh lima juta rupiah). c. lini usaha Rangka Kapal i. Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi Umum
dengan
Modal
Sendiri
kurang
dari
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) sebesar 0,8% (nol koma delapan per seratus) dari Modal Sendiri; ii. Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi Umum
dengan
Modal
Sendiri
lebih
dari
Rp500.000.000.000,00 (lima ratus miliar rupiah) sampai dengan Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) sebesar 0,6% (nol koma enam per seratus) dari
Modal
Sendiri
atau
paling
sedikit
sebesar
Rp4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah); iii. Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi Umum
dengan
Modal
Sendiri
lebih
dari
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah) sampai dengan Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) sebesar 0,3% (nol koma tiga per seratus) dari Modal Sendiri
atau
paling
sedikit
sebesar
Rp4.500.000.000,00 (empat miliar lima ratus juta rupiah); dan iv. Perusahaan Reasuransi dan Perusahaan Asuransi Umum
dengan
Modal
Sendiri
lebih
dari
Rp2.000.000.000.000,00 (dua triliun rupiah) sebesar
- 18 -
Rp6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah). d. lini usaha Rangka Pesawat sebesar 0,5% (nol koma lima per seratus) dari Modal Sendiri. e. lini usaha Satelit sebesar 1% (satu per seratus) dari Modal Sendiri. f. lini usaha Kendaraan Bermotor, Kematian, Kecelakaan Diri, dan Kesehatan sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). g. Lini
usaha
Tanggung
Gugat,
Kredit,
Penjaminan
(Suretyship), dan Aneka sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). (2) Batas maksimum retensi sendiri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) adalah 10% (sepuluh per seratus) dari Modal Sendiri untuk setiap risiko.
BAB III SANKSI Pasal 25 (1) Perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan OJK ini, dapat dikenakan sanksi berupa: a. peringatan tertulis; b. kewajiban
bagi
direksi
untuk
kemampuan dan kepatutan ulang; c. pembatasan kegiatan usaha; dan d. pencabutan izin usaha.
menjalani
penilaian
- 19 -
(2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, huruf c, atau huruf d dapat dikenakan dengan atau tanpa didahului
pengenaan
sanksi
peringatan
tertulis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. (3) OJK dapat mengumumkan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada masyarakat. BAB IV KETENTUAN PENUTUP Pasal 26 Pada saat Peraturan OJK ini mulai berlaku: a. Ketentuan mengenai dukungan reasuransi dan retensi sendiri sebagaimana diatur di dalam Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24, Pasal 24, Pasal 25, Pasal 26, Pasal 27, dan Pasal 28 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 53/PMK.10/2012 tanggal
3
April
2012
tentang
Kesehatan
Keuangan
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi; b. Peraturan
Ketua
Badan
Pengawas
Pasar
Modal
dan
Lembaga Keuangan Nomor PER-11/BL/2012 tanggal 27 Desember 2012 tentang Dukungan Reasuransi, Batas Retensi
Sendiri,
serta
Bentuk
dan Susunan
Laporan
Program Reasuransi; dinyatakan tidak berlaku. Pasal 27 Peraturan OJK ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar
setiap
orang
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan Peraturan OJK ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
- 20 -
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal .................... 2014
KETUA DEWAN KOMISIONER OTORITAS JASA KEUANGAN ttd, MULIAMAN D. HADAD