Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013
ISSN
0216-7492
Rancang Bangun dan Pengujian Pemasak Surya yang Sesuai untuk Kondisi Indonesia; Studi Kasus Kota Medan Himsar Ambarita Mechanical Engineering, Engineering Faculty, University of Sumatera Utara Jl. Almamater Kampus USU, Padang Bulan Medan
Abstract The most abundant renewable energy source is solar energy which is available in everywhere. In Indonesia, the potency is estimated of 4.8 kWh/m2/day or 17.28 MJ/m2/day. In Medan city a potency of 3.54 kWh/m2/day has been measured. On of the most promising application for solar energy resource is cooking. As known, in developing countries, it is believed that cooking is the most consuming energy. Research and development on a solar cooker can be consider as a solution. Here a simple direct box type solar cooker has been designed and fabricated. The solar cooker was tested by exposing to solar radiation in Medan city, the o o coordinate of the tested spot is 3 35' North and 98 40' East. The main dimensions of the solar cooker are: absorber of 83.5 cm × 83.5 cm and 29.5 cm of height. The load here is water which was varied from 3 kg, 5 kg and 6 kg. Temperatures, radiation, RH, and wind speed were recorded with an interval of 1 minute. The results show that temperatures of the absorber can be o over of 120 C. Thus it can be used to boil water up to 6 kg. The thermal efficiency of the present solar cooker is about 20.53. It is suggested to optimize this solar cooker by testing it as a solar rice cooker and coupling with thermal storage. The main conclusion is that it is possible to develop simple solar cooker in Indonesian climate. Keywords: Solar Energi, Solar Cooker, Direct System
I.
Pendahuluan
Energi surya merupakan sumber energi terbarukan yang mempunyai potensi paling besar. Energi ini berasal dari matahari yang jaraknya sekitar 150 km dari bumi. Laju energi yang dipancarkan matahari adalah sebesar 3,8 × 1020 MW dan yang sampai di permukaan bumi adalah sekitar 10 10,8 × 10 MW. Seandainya energi ini dipanen sebesar 0,1% saja dengan efisiensi 10% maka akan diperoleh daya listrik sebesar 10,8 × 106 MW. Nilai ini lebih dari empat kali daya listrik yang saat ini dibangkitkan dunia, sekitar 3000 GW. Energi yang sampai ke permukaan bumi dalam satu tahun adalah sekitar 3.400.000 Exajoule (EJ). Sebagai catatan konsumsi energi dunia pada tahun 2008 adalah sebesar 474 EJ. Berdasarkan data ini, maka untuk memenuhi konsumsi energi dunia dalam satu tahun hanya dibutuhkan energi surya dengan lama
paparan radiasi 1 jam 12 menit [1]. Indonesia sebagai negara yang terdiri atas gugusan pulau dan berada pada garis katulistiwa memiliki potensi energi surya yang cukup besar. Perkiraan potensi energi surya di Indonesia telah diterbitkan oleh beberapa badan dan instansi penelitian. Berdasarkan buku putih yang diterbitkan oleh Kementerian Ristek [2] daerah di Indonesia mempunyai potensi energi surya sebesar 4,8 kWh/m2/hari atau sebesar 17,28 MJ/m2/hari. Nilai energi ini adalah lebih dari nilai kalor yang terkandung dalam 1/3 kg minyak tanah. Sementara secara khusus untuk kota Medan, ada dua data potensi energi surya yang dapat dijadikan acuan. Pertama, berdasarkan hasil penelitian numerik potensi, energi surya di kota Medan selama 1 tahun bervariasi mulai dari 4.09 kWh/m2/hari sampai 4.83 kWh/m2/hari [3]. Kedua, Himsar [4] telah melakukan pengukuran radiasi surya di kota Medan dan hasilnya adalah radiasi harian bervariasi mulai dari yang 1
Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013 terendah 0.53 kWh/m2/hari dan yang tertinggi 5,64 kWh/m2/hari dan nilai rata-ratanya adalah 3,54 kWh/m2/hari dan lama penyinaran rata-rata adalah 11.99 jam perhari. Potensi yang cukup besar ini, sebagian besar masih terbuang. Hanya sebagian kecil dari energi yang sudah dimanfaatkan. Pemanfaatan yang umum adalah untuk pengeringan baik produk pertanian, pakaian atau sebagian besar produk industri. Sementara yang lebih canggih adalah untuk menghasilkan listrik dengan menggunakan modul fotovoltaik. Pemanfaatan energi surya untuk mendukung kehidupan umat manusia bukanlah hal yang baru. Pada tahun 1490 sebelum Masehi, nenek moyang bangsa Yunani telah memanfaatkan energi surya untuk mengeringkan buah anggur menjadi kismis [5]. Sejak saat itu, telah banyak pemanfaatan energi surya yang telah dilakukan oleh umat manusia. Pada saat ini pemanfaatan energi surya dapat dibagi atas: 1. pemanas air (solar water heater), 2. pemasak surya (solar cooker), 3. pengering surya (solar drier), 4. kolam surya (solar ponds), 5. arsitektur (solar architecture), 6. pengkondisian udara (solar air-conditioning), 7. cerobong (solar chimney) dan 8. sistem pembangkit tenaga (solar power plant). Pada penelitian ini penulis mengambil tema pemanfaatan energi surya sebagai sumber energi untuk memasak. Latar belakang pemilihan tema ini adalah untuk memberikan alternatif usaha mengurangi ketergantungan masyarakat di Indonesia terhadap kebutuhan bahan bakar minyak untuk memasak. Proses pengembangan pemasak energi surya sehingga menjadi paket teknologi yang layak digunakan masih sangat panjang. Oleh karena itu penelitian ini hanyalah bagian awal yang diharapkan dapat memberikan sumbangan positif pengembangan solar cooker di Indonesia.
II.
Perumusan Masalah
Pada penelitian ini akan dilakukan proses perancangan, pembuatan dan
ISSN
0216-7492
pengujian sebuah pemasak surya sederhana. Pada akhirnya nanti target akhir pengguna produk ini adalah daerah pedesaan atau darah terpencil yang kemampuan adapatasi teknologinya masih relatif rendah. Maka syarat utama dari sebuah pemasak energi surya harus sesederhana mungkin. Tetapi, meskipun sederhana alat memasak ini harus mampu mencapai temperatur yang cukup untuk memasak. Target bahan yang akan dimasak adalah air dan atau beras menjadi nasi. Berdasarkan survey, proses memasak ini dapat terpenuhi jika temperatur produk yang dimasak dapat mencapai 100oC. Maka temperatur di dalam pemasak surya harus dapat mencapai lebih dari 100oC. Permasalahannya sekarang adalah bagaimana membuat pemasak surya yang sederhana tetapi temperaturnya dapat melebihi 100oC. Berdasarkan study literatur yang dilakukan, telah banyak peneliti yang melakukan penelitian tentang pemasak surya. Pemasak surya yang diteliti dapat dibagi atas pemasak dengan penyimpan panas dan tanpa penyimpan panas [6]. Yang dimaksud penyimpan panas (thermal storage) adalah material yang berfungsi menyimpan energi surya dan akan digunakan pada saat diperlukan. Material yang biasa digunakan adalah jenis phase change material (PCM). Pada pembagian tersebut jenis pemasak surya yang paling sederhana adalah pemasak surya jenis langsung tipe kotak tanpa disertai oleh pemantul atau box type solar cooker without reflector. Ashok [7,8] telah melakukan review tentang perkembangan pemasak surya sederhana ini. Beberapa issu yang menjadi fokus penelitian adalah jumlah penutup transparan (cover), isolasinya, bentuk pemasaknya (vessel), dll. Disebutkan keuntungan utama pemasak jenis ini adalah: konstruksi dan pengoperasiannya sangat sederhana, kehadiran operatornya yang sangat minim saat pengoperasian, lebih stabil, dan dapat menjaga makanan tetap hangat dan lebih lama. Keuntungan lainnya tidak ada kemungkinan untuk terbakar. Kelemahan utamanya adalah proses memasak yang cukup lambat dan 2
Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013 temperatur yang relatif rendah. Dengan demikian diperlukan proses perancangan yang sangat baik.
ISSN
0216-7492
koefisien konduksinya sangat rendah. Sementara kayu di bagian luar hanya karena alasan kekuatan dan estetika. Demikian juga koefisien perpindahan panas konduksinya termasuk rendah.
III. Perancangan dan Pembuatan Penelitian ini dilakukan di kota Medan dengan kordinat 3o35' Lintang Utara dan 98o40' Bujur Timur. Pada proses perancangan hasil pengukuran intensitas matahahari di lokasi pembuatan akan dijadikan acuan. Pada bagian awal dilakukan pengukuran intensitas radiasi dan temperatur harian selama satu minggu, pada pukul 8.30 16.00 WIB. Berdasarkan hasil intensitas ini, dilakukan perancangan. Bentuk hasil rancangan pemasak surya ditunjukkan pada Gambar 1. Pada gambar dapat dilihat bahwa bentuk dasarnya adalah sebuah kotak (box). Agar dapat menjaga temperatur di dalam kotak mencapai lebih dari 100oC, maka susunan dan material komponen pemasak surya harus dirancang dan dibuat dengan tepat. Pada bagian lantai, digunakan plat aluminium yang dicat dengan warna hitam. Hal ini berfungsi untuk dapat menyerap seluruh energi radiasi yang datang ke permukaan. Plat ini akan disebbut absorber. Pada bagian atas dibuat dua lapisan kaca yang dipisahkan udara (double glass). Tujuannya adalah untuk menjamin energi radiasi surya dapat masuk ke dalam kotak, tetapi panas yang sudah masuk ditahan untuk tidak keluar terlalu banyak. Dengan kata lain fungsi lapisan udara di antara kedua plat kaca adalah sebagai material penahan panas. Bagian dinding terbuat dari tiga lapisan, yaitu: lapisan seng di bagian dalam, lapisan isolasi yang terbuat dari rock wool, dan kayu pada bagian luar. Fungsi lapisan seng yang dibuat mengkilap di bagian dalam adalah untuk mengurangi perpindahan panas radiasi dari permukaan absorber ke dinding. Warna mengkilap mempunyai efek refleksi yang cukup baik. Fungsi lapisan rock wool adalah mengurangi laju perpindahan panas secara konduksi dari permukaan dalam ke permukaan luar. Rock wool mempunyai sifat isolasi yang baik karena
Q1
Q2
Q3
Gambar 1 Diagram pemasak surya yang dirancang Dengan menggunakan material dan susunan yang telah disebutkan di bagian atas, maka pemasak surya ini dibuat secara manual. Dimensi utama pemasak surya ini adalah sebagai berikut: • Ukuran kotak pemasak surya panjang, lebar, dan tinggi masing-masing adalah 100 cm, 100 cm, dan 29,5 cm. • Luas bersih kolektornya adalah 83,5 cm × 83,5 cm. • Tebal dinding sampingnya 8,25 cm • Tebal lapisan kaca 0,6 cm • Jarak kedua kaca 1,8 cm • Jarak plat absorber dengan kaca paling bawah 22,5 cm Setelah proses perancangan, maka dilakukan proses pembuatan atau pabrikasi. Proses pembuatan dilakukan di Laboratorium Teknologi Mekanik, 3
Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013 Fakultas Teknik USU. Gambar pemasak surya yang telah selesai dibuat ditampilkan pada Gambar 2.
ISSN
yang digunakan dalam analysis akan dirumuskan dengan menggunakan asumsi-asumsi berikut: • Temperatur udara dan benda yang dimasak di dalam solar box dianggap seragam sebesar Ta •
•
•
Gambar 2 Pemasak surya sederhana yang selesai dibuat
0216-7492
Temperatur udara luar berubah sesuai dengan temperatur harian udara yang diukur oleh alat HOBO data logger. Intensitas sinar matahari sesuai dengan hasil pengukuran HOBO data logger Intensitas radiasi yang masuk ke absorber sebagian terhalang oleh double glass dan yang dianggap yang berubah menjadi panas sebesar 90%. Biasanya transmisivitas kaca adalah 95%. Karena ada dua kaca maka menjadi 90%.
Pemasak surya yang telah selesai dibuat akan diuji dengan melakukan proses pemasakan langsung. Pada pengujian ini pemasak ini akan digunakan untuk memasak air sampai mendidih. Proses pengujian dan persamaan-persamaan yang digunakan untuk analysis ditampilkan pada bab berikutnya.
Dengan menggunakan asumsi yang disebutkan proses perpindahan panas dihitung dengan persamaan-persamaan berikut. Sebagai catatan masing-masing temperatur dibedakan antara temperatur saat perhitungan T ′ dan temperatur sebelumnya T . Energi radiasi yang masuk ke dalam pemasak (box) adalah: Qrad = I × A × ∆t × 90% (1)
IV. Pengujian Pemasak Surya
Dimana ∆t adalah interval perhitunga dan A adalah luas absorber. Energi memanaskan udara di dalam solar box Qu = mu cu (Ta ' −Ta ) (2)
Prinsip kerja dari pemasak ini adalah sebagai berikut: energi surya yang datang dari radiasi matahari akan diserap oleh absorber. Pada absorber energi ini akan berubah menjadi panas karena temperatur plat akan naik. Temperatur plat absorber yang tinggi akan digunakan untuk memasak atau menaikkan temperatur benda yang dimasak. Dengan kata lain energi surya akan masuk ke benda yang dimasak sebagai energi yang berguna. Karena temperaturnya naik, sebagian energi yang telah diabsorb tersebut akan dipancarkan lagi ke luar secara radiasi. Sementara sebagian lagi mengalir ke lingkungan secara gabungan konveksi dan konduksi melalui dinding, lantai, dan lapisan kaca. Persamaan perpindahan panas
mu adalah massa udara di dalam solar box dan cu adalah panas jenis udara. Karena perbedaan temperatur setelah ∆t dianggap kecil, maka sifat dapat dievaluasi pada temperatur awal Ta . Energi yang digunakan untuk memasak atau memanaskan benda yang dimasak adalah: Q p = m p c p (Ta '−Ta ) (3) Dimana m massa yang benda yang dimasak dan melebur dan c p adalah panas jenis benda yang dimasak. Energi untuk memanaskan material dinding solar box Qm = mm c pm (Tra '−Tra ) (4)
∑
Karena
material
terdiri
dari
seng, 4
Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013
∑
ISSN
0216-7492
di sini
Tu , A = Luar total keempat sisi dinding.
harus dijumlahkan maasing-masing m dan c p . Sementara Tra adalah
Semua persamaan ini dihitung dengan menggunakan rumus bilangan Nusselt. Panas yang hilang dari dasar pemasak dihitung dengan: (11) Q3 = UA(Ta ' −Ta )
rockwool, dan kayu, maka arti
temperatur rata-rata material tersebut, dihitung dengan persamaan: Tra = 12 (Ta + Tu ) dan Tra ' = 12 (Ta '+Tu ' ) (5) Hal ini terjadi karena temperatur dinding tidak sama dengan temperatur udara di dalam solar box tetapi bervariasi dintara Ta dan Tu . Energi memanaskan plat absorber dihitung dengan persamaan: Qa = ma ca (Ta '−Ta ) (6)
m a dan ca adalah massa dan panas jenis bahan plat absorber yang digunakan. Sementara panas yang hilang dari atap double glass dihitung dengan: Q1 = UA(Ta ' −Ta ) (7) 1 1 d 1 d 1 (8) = + + + + U hi k hc k h0 Dimana hi = koefisien konveksi di permukaan dalam (konveksi alamiah bagian bawah plat horizontal ), hc = koefisien konveksi udara di antara glass (konveksi alamiah pada ruang tertutup), h0 = koefisien konveksi di permukaan luar (konveksi alamiah bagian atas plat horizontal). Semua persamaan ini dihitung dengan menggunakan rumus bilangan Nusselt dan agar penyelesaian bukan trial and error sebaiknya sifat fisik dianalisis pada temperatur Ta . Panas yang hilang dari dinding dari pemsak surya ini dihitung dengan persamaan: Q2 = UA(Ta '−Ta ) (9)
1 1 d d d 1 = + + + + U hi k seng k rockwool k kayu h0 (10) Dimana, hi = koefisien konveksi di permukaan dalam (konveksi alamiah pada plat vertikal) dan dihitung pada sifat udara di temperatur Ta , h0 = koefisien konveksi di permukaan luar (konveksi alamiah pada plat vertikal) dan dihitung pada sifat udara di temperatur udara luar
1 1 d d d d 1 = + + + + + U hi k abs k s k roc k ky h0
(12)
Dan kesetimbangan Energi pada pemsak surya ini dapat dituliskan: Qmasuk = mc∆t + Q loses (13)
∑
∑
∑
Jika dijabarkan:
Qrad = [Qu + Q p + Qm + Qa ] + [Q1 + Q2 + Q3 ]
(14) Persamaan-persamaan inilah yang harus diselesaikan setiap menit untuk mendapatkan temperatur di ruang solar box setiap menit. Efisiensi termal pemasak surya ini didefenisikan sebagai perbandingan panas yang dapat dimanfaatkan, yaitu panas untuk memaskan material yang dimasak, dengan panas radiasi yang masuk ke dalam solar box. Secara matematik, efisiensi ini dirumuskan dengan persamaan berikut:
ηth =
V.
Qp Qrad
(15)
Peralatan Eksperiment
Agar dapat melakukan analysis seperti yang telah dirumuskan pada persamaan (1) s.d. persamaan (14) perlu dilakukan pengujian dan mencatat semua temperatur pada setiap interval 1 menit. Untuk itu pada penelitian ini digunakan sistem akuisisi data. Sistem akuisisi data yang digunakan terdiri dari dua bagian utama, yaitu Hobo microsation untuk melakukan pengukuran radiasi, RH, kecepatan angin dan temperatur harian kedua Agilent yang terdiri dari 20 channel dengan masing-masing therocouple type J untuk mengukur temperatur kerja pemanas air. Kedua sistem pengukuran ini dihubungkan dengan komputer untuk me-record hasil pengukuran. Susunan alat ukur dengan pemasak surya yang sudah difabrikasi ditampilkan pada Gambar 3. 5
Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013
ISSN
0216-7492
temperatur plat, dan temperatur di air sebagai benda yang dimasak ditampilkan pada Gambar 4. Pada gambar tersebut, sumbu-x menyatakan waktu saat pengujian sementara sumbu-y menyatakan temperatur. Temperatur yang ditampilkan ada 4, yaitu: T1 yang menyatakan temperatur air yang dimasak, T2 menyatakan temperatur permukaan
Gambar 3 Susunan alat ukur dengan pemasak surya Menggunakan alat ukur yang disebutkan di atas, pengujian dilakukan dengan paparan langsung sinar matahari di kota Medan. VI. Hasil dan Diskusi Pengujian telah dilakukan pada bulan Maret 2012 di kota Medan. Pada pengujian pertama, pemasak surya digunakan untuk memasak air sebanyak 3 kg. Temperatur di dalam box,
kaca penutuk solar box, T3 dan T4 menyatakan temperatur plat. Beberapa fakta yang sesuai dengan yang diharapkan dapat dilihat pada gambar tersebut. Pada gambar dapat dilihat bahwa semua temperatur akan naik seiring dengan bertambahnya waktu. Hal ini dikarenakan terjadinya penambaran energi radiasi ke dalam solar box. Temperatur plat, T3 dan T4 , naik secara signifikan dan dapat mencapai lebih dari 120oC. Temperatur setinggi ini dirasakan cukup untuk membuat air mendidih. Sebagai hasilnya, temperatur air naik terus dan akhirnya dapat mendidih (mencapai 100oC). Fakta ini menunjukkan bahwa pemanas surya sederhana yang dirancang dan dibuat secara sederhana dapat digunakan memasak air sebanyak 3 liter. Untuk melihat efek dari kehilangan panas, dapat dilihat pada temperatur permukaan kaca. Pada gambar, temperatur pada plat kaca masih cukup tinggi. Hal ini membuktikan bahwa panas yang terbuang ke lingkungan melalui kaca masih cukup tinggi dan sebaiknya menjadi perhatian untuk memperbaiki hasil rancangan ini. Kemudian panas yang hilang melalui dinding dan lantai juga telah dihitung, tetapi tidak ditampilkan pada tulisan ini. Dengan menggunakan kehilangan panas, panas untuk memasak air, dan besarnya panas yang masuk ke solar box dilakukan perhitungan efisiensi termal dan hasilnya adalah 20,58%.
6
Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013
ISSN
0216-7492
Gambar 4 Temperatur permukaan kaca, benda yang dimasak, dan temperatur plat pada saat pengujian
Gambar 4 Temperatur air yang dimasak pada beberapa beberapa kapasitas pembebanan Untuk mengetahui seberapa besar air yang dapat dipanaskan oleh pemasak surya hasil rancangan ini, dilakukan beberapa pengujian lagi dengan
memvariasikan jumlah air dari 3 kg, 4 kg, dan 6 kg. Temperatur air yang dimasak untuk masing-masing jumlah ini ditampilkan pada Gambar 5. Pada 7
Jurnal Dinamis Vol. I, No.13, Juni 2013 gambar dapat dilihat bahwa air yang dimasak masih dapat mendidih meskipun bebannya sudah sampai 6 kg. Semakin besar jumlah air yang dimasak, semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk mendidih. Pada saat massa air 3kg, air tersebut sudah mendidih pada pukul 13.00, sementara pada saat massa air sebesar 5 kg, baru dapat mendidih sekitar pukul 14,25. Dan yang untuk air dengan massa 6 kg baru dapat mendidih mendekati pukul 15.00. Hasil ini menunjukkan bahwa air masih dapat dididihkan sampai 6 kg, tetapi waktunya sudah cukup lama. VII. Kesimpulan dan Saran Telah dilakukan perancangan, pembuatan, dan pengujian sebuah pemasak tenaga surya jenis kotak (solar cooker box type). Kesimpulan yang didapat antara lain: • Sistem isolasi termal yang digunakan mampu menahan panas radiasi yang masuk ke dalam kolektor dan membuat permukaannya cukup panas sampai mencapai di atas 120oC. • Panas yang tinggi pada plat kolektor mampu digunakan untuk memasak air sampai mendidih. • Efisiensi termal pemasak hasil rancangan ini adalah sekitar 20,53%. • Masih terdapat kehilangan panas yang cukup signifikan dari pemasak, sehingga efisiensi termalnya masih cukup rendah. Saran yang perlu dipertimbangkan untuk pemasak ini adalah: • Kehilangan panas perlu dikurangi agar efisiensi termal dapat ditingkatkan • Pemasak ini agar divariasikan untuk digunakan memasak beras menjadi nasi • Perlu dipertimbangkan untuk melengkapi pemasak ini dengan thermal storage jenis PCM.
ISSN
0216-7492
Daftar Pustaka 1. M. Thirugnanasambandam, S. Iniyan, dan R. Goic, A review of solar thermal technologies, Renewable and Sustainable Energi Reviews 14 (2010) 312-322. 2. Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia, ”Buku Putih Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025, Jakarta 2006. 3. M. Rumbayan, A. Abudureyimu, dan K. Nagasaka, Mapping of solar energi potential in Indonesia using artificial neural network and geographical information system, Renewable and Sustainable Energi Reviews 16 (2012) 1437 - 1449. 4. H. Ambarita, Karakteristik Energi Surya Kota Medan Sebagai Sumber Energi Siklus Refrigerasi Untuk Pengkondisian Udara (AC), Prosiding Seminar Nasional Sains & Teknologi dan Pameran Mendukung MP3EI, Aula FT. USU, 23 Nopember 2012. 5. Sharma, A.K. and Adulse, P.G., Raisin production in India. NRC for Grapes, (2007) Pune. 6. R.M. Muthusivagami, R. Velraj, dan R. Sethumadhavan, Solar cookers with and without thermal storage - A review, Renewable and Sustainable Energy Reviews 14 (2010) 691-701. 7. Ashok, K., A review of solar cooker designs, TIDE 8 (1998), 1-37. 8. Funk P.A. dan Larson D.L., Parametric model of solar cooker performance, Solar Energy 62 (1998) 63-68. 9. Incropera, F.P., DeWitt, Bergman, Lavine. (2006). Fundamentals of Heat and Mass Transfer, 6th Edition. 10. Cengel, Y.A. (2006). Heat and Mass Transfer: A Practical Approach.
8