RANCANG BANGUN ALAT PENGERING DENGAN MEMANFAATKAN PANAS KONDENSOR AC RUANGAN (KASUS PENGERINGAN CHIPS KENTANG)
DEDY EKO RAHMANTO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Rancang Bangun Alat Pengering dengan Memanfaatkan Panas Kondensor AC Ruangan (Kasus Pengeringan Chips Kentang) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Agustus 2011 Dedy Eko Rahmanto NRP F151090141
ABSTRACT DEDY EKO RAHMANTO. Design and Performance Test of Drying Chamber by Using Air Conditioning Condenser Rejected Heat (Case Study of Potatoes Chips Drying). Supervised by SUTRISNO and I DEWA MADE SUBRATA Drying process is a method to decrease moisture content of the food products. The objectives of the research were to design and evaluate the performance of drying chamber using rejected heat of AC condenser for potatoes chips drying, determine potatoes moisture content and drying efficiency, and to investigate the influence of condenser fan velocity on cooling capacity. The drying chamber had 50.2 × 50.2 × 150.2 cm volume dimension, which contained seven aluminium trays. The chamber was connected to the condensing unit of an air conditioner. Potatoes were peeled, and cut sliced into 2.5 mm thickness of slices and then blanced using hot water. Then the slices were dried by using drying chambers for 6 h at high velocity fan, low velocity fan and substitution fan. The result showed that rejected heat of a room AC could be used for potatoes chips drying with temperature ranged from 33.88 to 44.05oC. The drying process with substitution fan was combined with reverse tray treatment produced relatively uniform moisture content of dried chips (8.20 ± 1.04% wb). The drying process resulted 20.42 – 23.32% of drying efficiency to AC condenser heat and 67.17 – 78.77% to AC electric energy consumtion. The velocity of condenser fan did not significantly influence on the cooling capacity. It can be concluded that the drying chamber using rejected heat of AC condenser can be used for the drying of agricultural products e.g. the potatoes drying. Keywords: drying, AC condenser, moisture content, velocity fan, potatoes
RINGKASAN DEDY EKO RAHMANTO. Rancang Bangun Alat Pengering dengan Memanfaatkan Panas Kondensor AC Ruangan (Kasus Pengeringan Chips Kentang). Dibimbing oleh SUTRISNO dan I DEWA MADE SUBRATA Pengeringan merupakan suatu metode penurunan kadar air bahan pangan untuk tujuan pengawetan ataupun memudahkan proses selanjutnya. Pengering mekanis memerlukan sumber panas dalam proses kerjanya. Salah satu potensi sumber panas alat pengering mekanis yaitu dengan memanfaatkan udara panas dari kondensor AC (air conditioner) yang umumnya terbuang ke lingkungan dengan temperatur udara keluaran sekitar 36 - 46oC. Alat pengering yang dirancang memanfaatkan panas keluaran kondensor AC sebagai sumber energi panas. AC yang digunakan berdaya 1 hp yang menghasilkan energi panas dari kondensor lebih dari 9000BTU/jam. Tujuan penelitian adalah merancang alat pengering dengan memanfaatkan sumber panas keluaran kondensor AC, menganalisis pengaruh kecepatan aliran udara dari kipas kondensor AC terhadap panas yang dihasilkan kondensor AC dan pengaruhnya terhadap kinerja pendinginan serta menghitung efisiensi alat pengering hasil rancangan. Selain itu juga dilakukan analisis ekonomi kelayakan pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan chips kentang. Ukuran ruang pengering hasil rancang bangun adalah 50.2 x 50.2 x 150.2 cm dengan tujuh buah rak masing-masing berukuran 50 x 150 cm yang diuji kinerjanya pada kondisi kosong tanpa beban pengeringan dengan perlakuan kecepatan aliran udara keluaran kondensor berkecepatan tinggi, rendah dan kipas pengganti. Pengujian alat pengering dengan beban pengeringan chips kentang dilakukan menggunakan perlakuan kecepatan aliran udara keluaran kondensor berkecepatan tinggi, rendah dan kipas pengganti serta dikombinasi dengan pembalikan rak. Kentang dipotong-potong dengan ketebalan 2.5 mm kemudian diblansing dengan air panas selama 3 – 4 menit dan dilakukan pengeringan selama 6 jam dengan jumlah bahan 1.1 kg pada masing-masing rak. Parameter yang diukur dalam pengujian alat pengering meliputi suhu, kelembaban, kecepatan aliran udara, konsumsi energi listrik dan penurunan berat bahan. Hasil pengukuran digunakan untuk menghitung energi kondensor, kapasitas pendinginan, energi pengeringan, efisiensi alat pengering dan kadar air. Analisis data dilakukan menggunakan grafik, standar deviasi dan standar deviasi relatif. Hasil pengujian menunjukkan kenaikan suhu udara keluaran kondensor dipengaruhi oleh kecepatan kipas kondensor. Semakin tinggi kecepatan kipas kondensor, kenaikan suhu keluaran kondensor semakin rendah. Suhu keluaran kondensor selama pengujian pengeringan berkisar 33.88 sampai 44.05oC. Perubahan kecepatan kipas kondensor tidak mempengaruhi kapasitas pendinginan AC dengan nilai rata-rata 2.734 ± 0.023 kJ/detik dan SDR 0.859%. Rancangan pengujian alat pengering menggunakan kipas kondensor pengganti yang dikombinasi dengan perlakuan pembalikan rak menghasilkan kadar air akhir pengeringan yang paling seragam pada waktu pengujian dengan hasil rata-rata 8.20 ± 1.04% bb. Efisiensi alat pengering untuk mengeringkan kentang berkisar
20.42 – 23.32% terhadap panas kondensor AC dan 67.17 – 78.77 % terhadap energi listrik AC. Pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan kentang secara ekonomi layak untuk diterapkan dengan nilai hasil perhitungan NPV sebesar Rp 5,364,002.92 dan BCR 1.181 untuk waktu 2 tahun. Kata kunci: pengeringan, kondensor AC, kecepatan kipas, kadar air, chips kentang
© Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
RANCANG BANGUN ALAT PENGERING DENGAN MEMANFAATKAN PANAS KONDENSOR AC RUANGAN (KASUS PENGERINGAN CHIPS KENTANG)
DEDY EKO RAHMANTO
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP, M.Si
Judul Tesis
: Rancang Bangun Alat Pengering dengan Memanfaatkan Panas Kondensor AC Ruangan (Kasus Pengeringan Chips Kentang)
Nama
: Dedy Eko Rahmanto
NRP
: F151090141
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr Ketua
Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan
Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr
Tanggal Ujian: 5 Agustus 2011
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, di antaranya yaitu dapat terselesaikannya penelitian yang berjudul Rancang Bangun Alat Pengering dengan Memanfaatkan Panas Kondensor AC Ruangan (Kasus Pengeringan Chips Kentang) sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini merupakan salah satu karya yang tentunya melibatkan bantuan dari segala pihak sehingga haturan terima kasih disampaikan antara lain kepada: 1. Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Dr. Ir. I Dewa Made Subrata, M.Agr selaku Anggota Komisi Pembimbing yang dengan arif dan bijak membimbing studi penulis. 2. Dr. Leopold Oscar Nelwan, S.TP M.Si selaku Penguji Luar Komisi yang telah memberikan koreksi untuk penyempurnaan tesis penulis. 3. Dr. Ir. Wawan Hermawan, MS atas saran dan koreksinya. 4. Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr selaku Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Institut Pertanian Bogor. 5. Para staf pengajar Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan yang dengan tulus mengajarkan ilmunya kepada penulis. 6. Teknisi beserta staf administrasi Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan yang telah membantu penelitian dan administrasi studi penulis. 7. Almarhum kedua orang tua (Bapak Suroto dan Ibu Siti Fatimah) semoga mendapat tempat yang mulia di sisi-Nya. 8. Istri tercinta dengan penuh kasih dan sayang (Nurhayati, S.TP, M.Si) yang dengan doa dan alunan irama cintanya menjadikan penulis mampu memelodikan bahtera hidup untuk senantiasa menggapai ridho Allah SWT. 9. Putri tersayang (Aisyah Putri Nur Rahmanto) yang telah memberi arti untuk menjadikan penulis sebagai ayah agar senantiasa menggapai ridho Allah SWT. 10. Keluarga besar Ibu Siti Fatimah (semua anak, cucu, cicit dan canggah dari Mbah Taslim Ds. Pakah – Mantingan kab. Ngawi).
11. Keluarga Bapak Suroto dan adik-adikku sebapak (Hari Wibowo, Yayan Eko Prasetyo, Diah Ayu Kusumaningsih dan Sony Muhammad Ali Bintang), sahabat, rekan dan teman yang bersama mereka menjadikan kehidupan penuh cerminan dalam keterbatasan. Kesempurnaan merupakan hal yang amat didambakan, meskipun tidak akan pernah tercapai karena Allah SWT sematalah yang merupakan Dzat Maha Sempurna. Oleh karena itu adanya saran dari pembaca terhadap hasil penelitian ini dengan senang hati akan penulis rekomendasikan pada penelitian lebih lanjut. Dengan penuh harapan, semoga penelitian ini memberikan manfaat bagi pembaca utamanya serta kemaslahatan umat.
Bogor, Agustus 2011 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Mantingan Kab. Ngawi Jawa Timur pada 19 Juli 1978 sebagai putra tunggal dari pernikahan Bapak Suroto dengan Ibu Siti Fatimah. Penulis dibesarkan di Dsn. Ngudal Ds. Cepoko Kec. Ngrambe Kab. Ngawi. Jenjang pendidikan penulis dimulai dari TK Dharma Wanita Ngrambe pada tahun 1982 - 1984, SD Negeri 1 Ngrambe pada tahun 1984 - 1990, SMP Negeri 1 Ngrambe pada tahun 1990 - 1993, SMU Negeri 1 Ngrambe pada tahun 1993 - 1996. Penulis menempuh pendidikan sarjana di Universitas Jember melalui jalur masuk PMDK pada Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian tahun 1996 -2001. Selama kuliah S1 penulis menjadi asisten praktikum pada beberapa mata kuliah di antaranya yaitu Energi dan Eliktrifikasi Pertanian, Alat dan Mesin Pertanian, Instrumentasi, Irigasi dan Drainase serta Satuan Operasi. Setelah lulus S1 penulis bekerja wirausaha di bidang elektronika dan perbengkelan. Penulis menikah dengan Nurhayati, S.TP sejak 24 April 2005. Kemudian pada Agustus 2009 penulis diterima sebagai mahasiswa S-2 pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Sekolah Pascasarjana IPB.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................. 21 DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ 23 DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... 25 PENDAHULUAN .................................................................................................. 1 Latar Belakang .................................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................................. 2 Hipotesis.............................................................................................................. 3 Manfaat ............................................................................................................... 3 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5 Mekanisme Pengeringan ..................................................................................... 5 Psikometri dalam Pengeringan............................................................................ 5 Tekanan Uap dan Kelembaban relatif....................................................... 5 Pemanasan Udara dan Entalpi .................................................................. 6 Penentuan Kadar Air Bahan ................................................................................ 7 Efisiensi Pengeringan dan SMER ....................................................................... 7 Sumber Panas Pengering Mekanis ...................................................................... 8 Sistim Pendingin AC.......................................................................................... 8 Pemanfaatan Panas Kondensor AC untuk Pengeringan.................................... 10 Desain Sistim Pengering ................................................................................... 10 Kentang dan Chips Kentang.............................................................................. 11 Analisis Kelayakan Ekonomi Investasi................................................................. 12 METODOLOGI .................................................................................................... 13 Lokasi dan Waktu ............................................................................................. 13 Bahan dan Alat .................................................................................................. 13 Bahan ...................................................................................................... 13 Alat.......................................................................................................... 13 Tahapan Perancangan Alat Pengering .............................................................. 13 Pendekatan Rancangan...................................................................................... 15 Kriteria Rancangan............................................................................................ 15 Rancangan Fungsional dan Struktural .............................................................. 16 Analisis Teknik Rancang Bangun Alat Pengering............................................ 18
Analisis Potensi Panas Kondensor AC.............................................................. 19 Penentuan Dimensi Ruang Pengering .............................................................. 20 Pengujian Alat Pengering .................................................................................. 22 Pengujian Alat Pengering Tanpa Beban Pengeringan....................................... 22 Pengujian Alat Pengering dengan Beban Pengeringan Chip Kentang .............. 26 Parameter Pengukuran....................................................................................... 27 Analisis Data dan Perhitungan .......................................................................... 27 HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................. 31 Potensi Udara Panas dari Kondensor AC .......................................................... 31 Hasil Rancang Bangun Alat Pengering ............................................................. 32 Ruang dan Rak Pengering ................................................................................. 32 Penyalur Udara dari Kondensor ........................................................................ 34 Pintu dan Saluran Keluaran ............................................................................... 35 Pengatur Kecepatan Kipas Kondensor AC........................................................ 35 Alat Pengering dan Proses Perpindahan Panas.................................................. 36 Hasil Uji Kinerja Kondensor dan Alat Pengering ............................................. 37 Kipas Kondensor AC dan Kecepatan Aliran Udara .......................................... 37 Suhu Udara Kondensor dan Evaporator ............................................................ 39 Suhu Udara Ruang Pengering............................................................................ 41 Driving Force dan Penyerapan Uap Air oleh Udara Pengering........................ 44 Kadar Air Hasil pengeringan............................................................................ 45 Laju Pengeringan............................................................................................... 48 Penggunaan Energi Listrik Sistim Pendingin.................................................... 52 Energi dan Efisiensi Pengeringan...................................................................... 53 COP dan Kapasitas Pendinginan AC................................................................. 55 Estimasi Biaya Alat Pengering dan Kelayakannya ........................................... 57 KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 59 Kesimpulan........................................................................................................ 59 Saran .................................................................................................................. 59 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 61
DAFTAR TABEL
1
Perlakuan pengujian kondisi kosong................................................................... 25
2
Rancangan pengujian alat untuk mengeringkan bahan...................................... 27
3
Hasil perhitungan penyerapan panas rata-rata oleh udara dari kondensor.......... 40
4
Suhu udara rata-rata di ruang pengering tanpa bahan yang dikeringkan ............ 43
5
Penurunan suhu udara rata-rata setelah melalui ruang pengering....................... 43
6
Kadar air bahan sebelum dan sesudah pengeringan............................................ 45
7
Suhu lingkungan dan penggunaan listrik oleh sistim pendingin pada perlakuan tanpa beban pengeringan .................................................................... 52
8
Suhu lingkungan dan penggunaan energi listrik oleh sistim pendingin selama pengeringan chips kentang...................................................................... 53
9
Energi dan efisiensi pengeringan ........................................................................ 54
10 Nilai SMER rata-rata selama pengeringan.......................................................... 55 11 Nilai COP pendinginan rata-rata selama pengeringan ......................................... 56 12 Biaya investasi pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan chips kentang....................................................................................................... 57 13 Biaya operasional pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan chips kentang....................................................................................................... 57 14 Analisis kelayakan pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan chips kentang....................................................................................................... 58
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1
Psychrometric chart............................................................................................... 6
2
Mekanisme kerja mesin pendingin........................................................................ 9
3
Kesetimbangan massa dan energi dalam sistim pengering ................................. 10
4
Diagram alir tahapan rancang bangun alat pengering......................................... 15
5
Diagram alir analisis teknik perancangan alat pengering ................................... 19
6
Diagram alir pengujian alat pengering................................................................ 22
7
Posisi sensor thermocouple pada masing-masing rak......................................... 23
8
Posisi penempatan sensor suhu bola basah dan suhu bola kering....................... 24
9
Posisi penempatan sensor thermocouple pada rak pengering ............................. 24
10
Posisi pengukuran kecepatan aliran udara pada alat pengering .......................... 25
11
Psikrometri udara awal (A) dan sesudah melalui kondensor (B) serta titik penyerapan uap air maksimal (C). ...................................................................... 31
12
Gambaran sederhana kondisi kantilever rangka rak pengering pada saat diangkat di bagian tengah-tengah rak ............................................................... 33
13
Bagian utama ruang pengering tampak depan (a) dan tampak samping (b) ....... 34
14
Penyalur udara dari kondensor tampak depan (a) dan tampak samping (b) ....... 35
15
Rangkaian pengatur kecepatan motor kipas kondensor AC ............................... 35
16
Koneksi kumparan motor untuk putaran ccw (a) dan putaran cw (b) ................. 36
17
Alat pengering (a) dan diagram proses perpindahan panas pada sistim pengering (b). ...................................................................................................... 37
18
Baling-baling kipas kondensor asli (a) dan kipas pengganti (b). ........................ 37
19
Kecepatan aliran udara dari kondensor yang melalui ruang pengering pada perlakuan pengeringan chips kentang......................................................... 38
20
Suhu udara lingkungan, kondensor dan evaporator selama pengujian dengan beban pengeringan. ................................................................................. 39
21
Grafik hubungan laju aliran udara kondensor dan kenaikan suhu udara keluarannya.......................................................................................................... 40
22
Suhu udara rata-rata pada rak bagian depan dan suhu udara lingkungan ......... 41
23
Suhu udara rata-rata pada rak bagian tengah dan suhu udara lingkungan........... 42
24
Suhu udara rata-rata pada rak bagian belakang
dan suhu udara
lingkungan ........................................................................................................... 42 25
Driving force rata-rata selama pengujian pengeringan........................................ 44
26
Penyerapan uap air dari chips kentang oleh udara pengering. ............................ 44
27
Kadar air chips kentang sebelum dan sesudah pengeringan.............................. 46
28
Kadar air chips kentang pada pengeringan dengan perlakuan kipas kecepatan tinggi tanpa pembalikan rak dan dengan pembalikan rak . ............... 47
29
Kadar air chips kentang selama pengeringan dengan perlakuan kipas kecepatan rendah tanpa pembalikan rak dan dengan pembalikan rak................ 47
30
Kadar air bahan selama pengeringan pada perlakuan kipas pengganti tanpa pembalikan rak dan dengan pembalikan rak ............................................. 48
31
Laju pengeringan chips kentang pada aliran udara kondensor kecepatan tinggi tanpa pembalikan rak dan dengan pembalikan rak .................................. 49
32
Laju pengeringan pada aliran udara kondensor kecepatan rendah tanpa pembalikan rak dan dengan pembalikan rak. ...................................................... 50
33
Laju pengeringan pada perlakuan kipas pengganti tanpa pembalikan rak dan dengan pembalikan rak ................................................................................. 50
34
Grafik suhu rata-rata keluaran kondensor selama pengeringan........................... 51
35
Grafik suhu rata-rata lingkungan selama pengeringan. ....................................... 52
36
Nilai SMER selama pengeringan. ....................................................................... 55
37
Kinerja pendinginan pendingin AC selama pengujian ........................................ 56
DAFTAR LAMPIRAN
1
Kecepatan udara dalam ruang pengering ............................................................. 63
2
Data kenaikan suhu udara setelah melewati kondensor pada beberapa perlakuan laju udara ............................................................................................. 63
3
Suhu udara rata-rata pada rak bagian depan ........................................................ 63
4
Suhu udara rata-rata pada rak bagian tengah ....................................................... 63
5
Suhu udara rata-rata pada rak bagian belakang .................................................... 64
6
Data suhu rata-rata selama pengeringan .............................................................. 64
7
Data suhu Lingkungan rata-rata dari waktu ke waktu selama pengeringan ......... 64
8
Data suhu udara kondensor rata-rata dari waktu ke waktu selama pengeringan .......................................................................................................... 65
9
Laju pengeringan chips kentang .......................................................................... 65
10 Penyerapan uap air rata-rata oleh udara pengering .............................................. 66 11 Kadar air selama pengeringan tanpa pembalikan rak .......................................... 66 12 Kadar air selama pengeringan dengan pembalikan rak ........................................ 67 13 Driving force selama pengujian pengeringan chips kentang ................................ 67 14 Gambar teknik alat pengering ............................................................................... 69 15 Foto kondensor AC koshima 1 hp dan alat pengering hasil rancangan ................ 71
PENDAHULUAN Latar Belakang Pengeringan merupakan suatu metode pengawetan pangan yang paling tua dengan tujuan menurunkan kadar air bahan sehingga aktivitas air menurun (Singh & Heldman 2009). Pengeringan yang paling banyak digunakan adalah secara konvensional dengan menggunakan sinar matahari. Cara ini sangat murah dan mudah, akan tetapi sulit terkontrol, sangat tergantung dengan cuaca, memerlukan tempat yang luas dan waktu yang lama serta kurang terjaga kebersihannya (Mujumdar 2006; Simson & Straus 2010). Pengeringan dengan alat pengering mekanis membutuhkan waktu yang lebih singkat dari pengeringan konvensional. Pengering mekanis memerlukan sumber panas buatan yang berasal dari bahan bakar biomassa, bahan bakar minyak dan gas, elemen pemanas tenaga listrik maupun penggunaan limbah panas (Araullo 1976; Heldman & Lund 2007; Smith 2010). Salah satu limbah panas yang berpotensi sebagai sumber panas untuk alat pengering mekanis adalah panas keluaran dari kondensor AC (air conditioner). Pada AC tipe split, udara yang digunakan untuk membawa panas dari kondensor AC bisa meningkat sekitar 10oC dari suhu lingkungan dengan suhu keluaran sekitar 36 – 46oC. Selain itu AC biasanya beroperasi dalam jangka waktu yang cukup lama yaitu sekitar lebih dari 4 jam setiap hari. Kondisi udara keluaran kondensor AC tersebut berpotensi untuk digunakan sebagai energi pengeringan. Pemanfaatan udara panas tersebut diantaranya pernah diteliti untuk pengeringan baju (Suntivarakorn et al. 2009; Mahlia et al. 2009). Besarnya energi panas yang dihasilkan oleh kondensor AC bisa mencapai 3 sampai 4 kali dari energi listrik yang digunakannya. Kondensor AC 1 hp bisa mengeluarkan energi panas lebih dari 9000 BTU/jam atau lebih dari 2.64 kJ/detik. Hal itu berdasarkan kapasitas pendinginan secara umum untuk AC dengan daya 1 hp, sedangkan energi panas yang dilepaskan kondensor sebesar energi panas yang diserap evaporator ditambah energi dari kerja kompresor. (Trott & Welch 2000). Mengingat potensi panas kondensor AC cukup besar, perlu adanya penelitian pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan bahan pangan
2
dan hasil pertania. Salah satu produk hasil pertanian yang memerlukan proses pengeringan adalah chips kentang untuk keperluan pembuatan keripik ataupun untuk pembuatan tepung kentang. Kentang yang telah dikupas dipotong-potong terlebih dahulu kemudian diblansing dan dikeringkan dengan udara panas. Penelitian dalam skala kecil dengan kondensor 1 hp dapat menjadi salah satu kajian pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan bahan pangan. Pemanfaatan potensi energi ini diharapkan dapat menjadi energi alternatif dalam proses pengeringan bahan pangan dan mengurangi efek pemanasan global, sedangkan AC tetap dapat berfungsi untuk mendinginkan ruangan tanpa terganggu kinerjanya. Pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan di waktu yang akan datang diharapkan dapat diaplikasikan untuk skala yang lebih besar, sebagai contoh AC central kebutuhan dayanya diatas 10 hp, kebutuhan daya yang lebih besar akan menghasilkan energi panas yang lebih besar juga.
Tujuan Tujuan dari penelitian ini antara lain yaitu: 1. Merancang alat pengering dengan memanfaatkan sumber panas keluaran kondensor AC ruangan 1 hp untuk pengeringan bahan hasil pertanian (kentang). 2. Menganalisis pengaruh kecepatan udara dari kipas kondensor AC terhadap suhu yang dihasilkan kondensor dan pengaruhnya terhadap kapasitas pendinginan AC. 3. Menghitung efisiensi alat pengering hasil rancangan dan kadar air hasil pengeringan (chips kentang). 4. Melakukan analisis ekonomi alat pengering dan kelayakannya sebagai alat pengering kentang.
3
Hipotesis Hipotesis dari penelitian ini yaitu: 1. Panas keluaran kondensor AC (air conditioner) dapat digunakan sebagai sumber panas untuk proses pengeringan bahan hasil pertanian (kentang). 2. Kecepatan udara dari kipas kondensor AC dapat mempengaruhi suhu keluaran kondensor dan kapasitas pendinginan AC. 3. Alat pengering hasil rancangan mempunyai efisiensi pengeringan yang tinggi. 4. Alat pengering hasil rancangan layak untuk aplikasikan sebagai alat pengering hasil pertanian. Manfaat Rancang bangun alat pengering ini diharapkan dapat memanfaatkan energi panas keluaran dari kondensor AC sebagai sumber energi dalam proses pengeringan. Alat pengering yang dihasilkan dapat diaplikasikan untuk proses pengeringan terutama bahan hasil pertanian sehingga mengoptimalkan energi panas terbuang dari AC seiring dengan meningkatnya penggunaan AC akibat efek pemanasan global yang cenderung meningkatkan suhu lingkungan.
TINJAUAN PUSTAKA Mekanisme Pengeringan Udara panas dihembuskan pada permukaan bahan yang basah, panas akan berpindah ke permukaan bahan, dan panas laten penguapan akan menyebabkan kandungan air bahan teruapkan. Uap air akan berdifusi melalui lapisan udara sekeliling dan akan terbawa bersama pergerakan udara pengering. Proses ini terjadi karena tekanan uap air di udara lebih rendah dibandingkan dengan tekan uap air pada permukaan bahan. Perbedaan tekanan ini menghasilkan gaya untuk memindahkan kandungan air dari dalam bahan. Karakteristik dari udara pengering yang diperlukan untuk keberhasilan pengeringan yaitu: suhu yang tinggi, kelembaban relatif yang rendah dan kecepatan udara yang tinggi (Hui 1992). Driving
force
merupakan
perbedaan
kelembaban
mutlak
pada
kesetimbangan dengan permukaan bahan yang dikeringkan dan udara pengering. Adanya driving force ini yang yang menyebabkan pengeringan dapat berjalan. Driving force dapat dihitung dengan persamaan berikut ini: D f = Y s – Y a ........................................................................................ (1) D f adalah driving force (kg/kg udara kering), Y s adalah kelembaban mutlak kondisi jenuh pada suhu permukaan bahan (kg/kg udara kering) dan Y a adalah kelembaban mutlak udara pengering (kg/kg udara kering). Laju pengeringan biasanya meningkat di awal pengeringan kemudian konstan dan selanjutnya semakin menurun seiring berjalannya waktu dan berkurangnya kandungan air pada bahan yang dikeringkan. Laju pengeringan merupakan jumlah kandungan air bahan yang diuapkan tiap satuan berat kering bahan dan tiap satuan waktu (Earle 1983; Mujumdar 2006). Psikometri dalam Pengeringan Tekanan Uap dan Kelembaban relatif Tekanan uap air adalah tekanan parsial dari moleku-molekul uap air dalam udara lembab. Apabila udara sepenuhnya dijenuhi oleh uap air, maka tekanan uap tersebut dinamakan tekanan uap jenuh (Sherwin 1996). Kelembaban relatif adalah perbandingan fraksi mol (tekanan uap) uap air dalam udara dengan fraksi mol (tekanan uap) uap air dalam udara jenuh pada suhu
6
yang sama dan tekanan atmosfir. Kelembaban relatif ditunjukan dalam desimal atau bila dikalikan seratus dalam persen. Kelembaban spesifik (mutlak) adalah massa uap air yang terdapat dalam setiap satuan massa udara kering dari campuran udara dan uap air. Kelembaban spesifik udara biasanya tetap selama tidak ada penambahan maupun pengurangan kandungan uap air dalam udara (Brooker et al. 1992). Pemanasan Udara dan Entalpi Terjadinya pemanasan udara ditandai dengan naiknya suhu udara. Pada keadaan ini kelembaban mutlak udara konstan. Akan tetapi bila dilihat pada psychrometric chart, suhu udara bergerak ke kanan yang menyebabkan turunnya kelembaban relatif (Gambar 1).
Gambar 1 Psychrometric chart Entalpi adalah kandungan panas dalam udara yang dinyatakan dalam kJ/kg udara kering. Volume dari 1 kg udara kering bersama uap air yang terkandung di dalamnya dinamakan volume spesifik udara. Satuan yang digunakan adalah m3/kg udara kering (Sherwin 1996; Singh 2009).
7
Penentuan Kadar Air Bahan Kadar air bahan dapat ditentukan secara langsung dengan metode oven dengan cara sebagai berikut: cawan kosong dikeringkan dalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator, dan ditimbang. Sampel ditimbang dalam cawan yang telah diketahui bobot kosongnya, lalu dikeringkan dalam oven pengering suhu 105ºC selama 6 jam. Cawan dan isinya didinginkan dalam desikator, lalu ditimbang. Pengeringan dilakukan hingga diperoleh berat konstan. Kadar air dihitung berdasarkan kehilangan berat yaitu selisih berat awal sampel sebelum dikeringkan dengan berat akhir setelah dikeringkan. Kadar air (% bk) =
w2 − w1 100% ........................................................ (2) w2
Kadar air (% bb) =
w2 − w1 100% ........................................................ (3) w1
w 1 adalah berat sampel sebelum dikeringkan (g), w 2 adalah berat sampel setelah dikeringkan (g) (AOAC 1995). Efisiensi Pengeringan dan SMER Efisiensi pengeringan merupakan perbandingan antara energi yang digunakan untuk menguapkan kandungan air bahan dengan energi untuk memanaskan udara pengering. Efisiensi pengeringan biasanya dinyatakan dalam persen. Efisiensi pengeringan merupakan salah satu parameter dari kinerja alat pengering, semakin tinggi nilai efisiensi maka alat pengering tersebut semakin baik. Perhitungan efisiensi pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini :
η=
Qp 100% ........................................................................................ (4) Q
η adalah efisiensi pengeringan (%), Qp adalah energi yang digunakan untuk pengeringan (kJ), Q
adalah energi untuk memanaskan udara pengering (kJ)(Taib
et al. 1987). Nilai laju ekstraksi air spesifik atau specific moisture extraction rate (SMER) merupakan perbandingan jumlah air yang dapat diuapkan dari bahan dengan energi listrik yang digunakan tiap jam yang dinyatakan dengan kg/kWh. Perhitungan nilai SMER menggunakan persamaan berikut ini.
8
SMER =
MER .................................................................................... (5) We
MER adalah kandungan air yang diuapkan (kg) dan W e adalah energi listrik (kWh). Sumber Panas Pengering Mekanis Proses pengeringan bahan hasil pertanian dapat menggunakan beberapa sumber panas. Pengering mekanis memerlukan sumber energi panas yang biasanya berasal dari uap panas, udara panas ataupun pembakaran langsung bahan bakar (Heldman & Lund 2007; Smith 2010). Jumlah panas yang dihasilkan tiap satuan berat bahan bakar disebut sebagai panas pembakaran (Richey 1961). Pengering yang lain menggunakan energi listrik untuk memanaskan elemen pemanas serta menggerakan blower yang mengalirkan udara pengering. Elemen pemanas biasanya berupa kumparan kawat tahan panas dengan hambatan jenis kawat yang cukup besar dan dapat dialiri listrik. Aliran udara setelah melalui elemen pemanas digunakan untuk proses pengeringan (Araullo 1976). Sistim Pendingin AC AC adalah alat pendingin ruangan dengan sistem terkendali menggunakan fluida kerja (refrigerant) yang menyerap panas dari dalam ruangan dan mengeluarkannya ke luar ruangan. Refrigerant mengalir dari tangki penampung masuk ke dalam evaporator melalui sebuah katup ekspansi. Di dalam evaporator, refrigerant cair dipaksa menguap dengan cara menurunkan tekanannya menggunakan kompresor. Uap refrigerant yang terhisap oleh kompresor kemudian dimanpatkan dan masuk kedalam kondensor untuk diembunkan (didinginkan) oleh udara di luar ruangan. Refrigerant yang kembali menjadi cair ditampung kembali dalam tangki penampung untuk kemudian diuapkan kembali ke dalam evaporator. Siklus tersebut berjalan berulang-ulang sehingga dapat mendinginkan ruangan. Siklus dalam sistem kerja mesin AC dapat dilihat seperti pada Gambar 2.
9 Q2 Kondensor Katup expansi Evaporator
Kompresor
Q1 Gambar 2 Mekanisme kerja mesin pendingin Kondensor berfungsi untuk melepaskan kalor uap refrigerant tersebut ke sekelilingnya. Kondensor adalah alat untuk membuat kondensasi refrigerant dari kompresor dengan suhu tinggi dan tekanan tinggi. Refrigerant di dalam kondensor dapat mengeluarkan kalor yang diserap dari evaporator dan panas yang ditambahkan oleh kompresor. Kondensor membuang kalor dan mengubah wujud refrigerant dari gas menjadi cair. Kondensor diletakkan antara kompresor dan alat pengatur refrigerant yaitu pada sisi tekanan tinggi dari sistem. Kondensor ditempatkan di luar ruangan yang sedang didinginkan agar dapat membuang panasnya ke lingkungan di luar ruangan. Untuk memperbesar perpindahan kalor, maka pada konstruksi pipa-pipa penukar panas diberi sirip sirip (fins). Selain untuk memperluas permuakaan pipa, sirip-sirip ini juga berfungsi untuk menambah kekuatan konstruksi dari kondensor karena refrigerant meninggalkan kompresor dalam bentuk uap yang bertekanan tinggi dan bersuhu tinggi (Tim Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta 2003). Jumlah panas yang dapat diserap dari lingkungan sekitar/ruangan dingin oleh refrigerant di dalam evaporator, maupun jumlah panas yang dapat dilepas/ dikeluarkan oleh refrigerant ke lingkungan sekitar/ruangan panas di dalam kondensor sangat tergantung pada efektifitas kerja evaporator serta kondensor yang merupakan unit-unit penukar kalor (heat exchanger) (Sugiyatno et al. 2004) Koefisien prestasi pendinginan (COP) akan meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan udara pendingin pada kondensor. Kecepatan udara akan terus meningkat sehingga mencapai optimal pada kondisi tertentu yang selanjutnya kenaikan kecepatan udara tidak memberikan banyak pengaruh terhadap koefisien prestasi pendinginan mesin pendingin (Effendi 2005).
10
Pemanfaatan Panas Kondensor AC untuk Pengeringan Selama ini panas dari kondensor AC terbuang belum termanfaatkan secara optimal. Suntivarakon et al. (2009) telah meneliti tentang pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan baju dengan laju pengeringan 1.1 kg/jam tanpa kipas tambahan dan 2.26 kg/jam dengan kipas tambahan. Potensi panas keluaran dari kondensor AC yang digunakan sebesar 12648 BTU/jam atau setara dengan 3.71 kJ/detik. Mahlia et al. (2009) melaporkan penelitian pengeringan baju dengan menggunakan kondensor AC tipe split berkapasitas 10000BTU/jam. Laju pengeringan yang dihasilkan sebesar 0.56 – 0.75 kg/jam dengan nilai specific moisture extraction rate (SMER) 0.1809 - 0.2205 kg/kWh. SMER merupakan perbandingan dari kandungan air yang dapat diuapkan dengan energi listrik yang digunakannya. Desain Sistim Pengering Desain suatu sistim pengering melibatkan beberapa hal yang perlu diperhatikan. Faktor-faktor yang mempunyai pengaruh langsung terhadap kapasitas sistim pengering yaitu jumlah dan karakteristik udara yang diperlukan untuk pengeringan serta lama waktu pengeringan yang diperlukan untuk masingmasing jenis produk yang akan dikeringkan. Faktor-faktor tersebut memerlukan beberapa analisis pendekatan di antaranya yaitu kesetimbangan massa dan kesetimbangan energi. Penerapan kesetimbangan massa dan energi pada keseluruhan sistim pengering diilustrasikan seperti pada Gambar 3 dengan melibatkan beberapa parameter yang mempengaruhi desain sistim pengering. Analisis yang diilustrasikan tersebut digunakan untuk sistem countercurrent dan melalui suatu pendekatan yang sama juga dapat diterapkan untuk sistim yang lain.
ma , Ta2 , ω2 Tp2 , W 2
Udara
Ta1 , ω 1 Produk
Mp , Tp1 , W 1
Gambar 3 Kesetimbangan massa dan energi dalam sistim pengering
11
Suatu kesetimbangan air yang masuk dan keluar dari sistim pengering dapat dirumuskan sebagai berikut ini. m a ω 2 + m p W 1 = m a ω 1 + m p W 2 .............................................. (6) m a adalah laju aliran udara ( kg udara kering/jam), m p adalah laju aliran produk (kg padatan kering/jam), ω adalah kelembaban mutlak (kg air/kg udara kering) dan W adalah kandungan air produk basis kering (kg air/kg padatan kering) Kesetimbangan energi dalam sistim pengering dapat dijelaskan dengan hubungan berikut ini. m a H a2 + m p H p1 = m a H a1 + m p H p2 + qL .............................................. (7) qL adalah energi panas yang hilang dari sistim pengering, Ha adalah kandungan energi panas udara atau entalpi udara (kJ/kg udara kering), Hp adalah kandungan energi panas dari produk (kJ/kg produk kering) Berdasarkan persamaan diatas dapat digunakan untuk menentukan jumlah udara yang diperlukan selama pengeringan, jumlah produk yang dapat dikeringkan dan karakteristik udara keluaran jika faktor-faktor yang lain juga diketahui (Singh & Heldman 2009). Kentang dan Chips Kentang Kentang
(Solanum
tuberosum
L.)
dapat
tumbuh
dan
banyak
dibudidayakan lebih dari 100 negara di dunia sebagai salah satu bahan pangan utama. Kentang merupakan bahan yang penting bagi industri pangan. Kondisi pertumbuhan,
sifat
genetik,
umur dan
penaganan
pasca panen
dapat
mempengaruhi kualitas kentang (Singh & Kaur 2009). Proses pembuatan chips kentang dilakukan melalui proses pengupasan, pemotongan, blansing dan pengeringan. Kentang dapat dikupas dengan menggunakan panas, kimiawi maupun secara mekanis. Kentang yang telah dikupas dipotong-potong terlebih dahulu sebelum dilakukan blansing. Setelah itu potongan kentang diblansing dengan uap atau air panas pada suhu 93 – 100oC. Blansing akan menginaktifasi enzim dan mengurangi kontaminasi mikroba. Setelah blansing, kentang dikeringkan dengan alat pengering seperti kabinet, tunel, maupun conveyor dryer dengan suhu udara lebih dari 55oC (Mujumdar 2006).
12
Analisis Kelayakan Ekonomi Investasi Analisis kelayakan ekonomi suatu investasi dapat dilakukan dengan cara diantaranya dengan menghitung nilai net present value (NPV) dan benefit cost ratio (BCR). NPV adalah nilai sekarang bersih dan BCR adalah perbandingan total nilai sekarang penerimaan dengan nilai sekarang pengeluaran. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut: P = F (P/F,i,n) dengan faktor bunga
1 ...................................... (8) (1 + i) n
NPV = Σ Nilai P
pengeluaran
penerimaan
- Σ Nilai P
..................................... (9)
Bila nilai NPV lebih dari nol berarti layak. BCR = (Σ Nilai P
penerimaan )
/ (Σ Nilai P
pengeluaran )
.............................. (10)
Bila nilai BCR lebih dari satu berarti layak P adalah nilai sekarang (Rp), i adalah faktor bunga dalam desimal dan n adalah lama kegiatan (tahun) (Humphreys 1991; Kastaman 2006).
METODOLOGI Lokasi dan Waktu Desain dan pembuatan alat pengering dilakukan di Laboratorium Lapangan Siswadi Supardjo. Pengujian dilakukan di Laboratorium Teknik Energi Terbarukan Departemen Tenik Mesin dan Biosistem FATETA IPB pada bulan Januari 2011 – Mei 2011. Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan untuk membuat alat pengering di antaranya yaitu kayu lapis dengan tebal 18 mm, aluminium strip 12 mm, aluminium profil L 13 mm, aluminium lembaran tebal 0.3 mm, kawat net aluminium, sekrup, baut, paku, blind rivet, lem kayu dan baling-baling kipas standing fan. Bahan yang digunakan untuk uji kinerja alat pengering adalah kentang varietas Granola yang diiris dalam bentuk chips dengan ketebalan 2.5 mm dan diblansing selama 3 – 4 menit dengan air panas. Alat Alat yang digunakan untuk pembuatan alat pengering adalah gergaji, palu, meteran, pasah kayu, gunting logam, tang, spidol, obeng, tang rivet, bor listrik, jangka sorong dan AC 1 hp (merk Koshima KA10T1 dengan kapasitas pendinginan 9000 BTU/jam dan kebutuhan daya listrik 0.9 kW). Alat yang digunakan untuk uji kinerja adalah data loger, thermocouple tipe T, anemometer, timbangan digital, watt meter, flash drive, komputer, pengatur kecepatan motor kipas, oven, pisau, kompor gas, panci dan pemotong keripik. Tahapan Perancangan Alat Pengering Gagasan Awal Gagasan awal rancang bangun alat pengering bermula dari banyaknya pemakaian AC untuk keperluan perkantoran, rumah tangga dan bisnis. Berdasarkan hasil pengamatan, kondensor AC mengeluarkan panas yang dilepas ke lingkungan tanpa pemanfaatan. Oleh karena itu dilakukan pengukuran suhu keluaran kondensor pada beberapa AC ruangan. Suhu keluaran kondensor AC sekitar 36 – 46oC. Nilai kisaran suhu tersebut berpotensi untuk dimanfaatkan
14
sebagai energi pengeringan bahan pangan maupun produk pertanian tanpa mengganggu kapasitas pendinginan dari AC tersebut. Pengembangan dan Penyempurnaan Gagasan Pengembangan dan penyempurnaan gagasan dilaksanakan dengan melakukan penelitian pendahuluan pengeringan chips kentang menggunakan rak pengering dari aluminium profil L 13 mm dengan kawat net aluminium berukuran 30 × 30 cm. Rak pengering diletakkan di depan kondensor AC 1 hp dengan suhu keluaran sekitar 42oC pada suhu lingkungan 30oC. Pengeringan berlangsung selama 2.5 jam mampu menurunkan kadar air chips kentang dari 85.44% bb menjadi 10.05% bb. Berat bahan awal 130.21 g dan berat akhir 21.07 g. Laju penguapan kandungan air rata-rata pada 30 menit pertama 1.792 g/menit dan di akhir pengeringan 0.022 g/menit. Rancang bangun alat pengering dilakukan berdasarkan hasil penelitian pendahuluan. Analisis Rancangan Analisis rancangan alat pengering yang dilakukan meliputi karakteristik potensi udara keluaran dari kondensor AC, laju aliran udara, jumlah bahan yang akan dikeringkan, luasan rak pengering, ukuran ruang pengering, saluran udara ke ruang pengering. Perencanaan bahan-bahan untuk pembuatan alat pengering menggunakan bahan-bahan yang tersedia di pasaran. Pengukuran dilakukan terhadap suhu dan RH udara keluaran kondensor AC dan udara lingkungan, laju aliran udara dan diameter saluran udara keluaran kondensor AC. Data hasil pengukuran tersebut diperlukan pada perancangan/desain alat pengering yang akan dibuat. Pembuatan Alat Pengering Pembuatan alat pengering dilakukan untuk mewujudkan hasil rancangan alat pengering ke dalam bentuk nyata berupa alat pengering. Pembuatan alat pengering diawali dengan penyiapan bahan dan alat, dilanjutkan dengan pengerjaan bahan yang meliputi pemotongan dan perangkaian bahan hingga menjadi alat pengering. Diagram alir rancang bangun alat pengering dapat dilihat pada Gambar 4.
15
Pendekatan Rancangan Kriteria Rancangan Perancangan alat pengering ini bertujuan untuk menurunkan kadar air bahan pangan yang dalam penelitian ini digunakan chips kentang sehingga dapat meningkatkan daya simpan dan mempermudah proses selanjutnya dengan memanfaatkan panas keluaran kondensor AC. Kadar air chips kentang sekitar 85% basis basah diturunkan melalui pengeringan dengan alat pengering hasil rancangan hingga mencapai kadar air sekitar ≤14% basis basah. Alat pengering tersebut menyalurkan panas keluaran kondensor AC ke dalam ruang pengering dan diharapkan dapat memanaskan ruangan, rak pengering serta bahan yang dikeringkan kemudian membawa kandungan uap air dari bahan yang dikeringkan ke lingkungan melalui saluran keluaran. Kapasitas rak pengering ditargetkan mempunyai luasan total lebih dari 5 m2. Luasan rak pengering tersebut dianalisis berdasarkan ketersediaan energi panas dari kondensor AC, suhu dan aliran udara. Mulai Gagasan awal Pengembangan dan penyempurnaan gagasan Analisis rancangan Tidak
Sesuai? Ya Hasil rancangan
Penyiapan alat dan bahan untuk pembuatan alat pengering Pembuatan alat pengering Alat pengering Selesai
Gambar 4 Diagram alir tahapan rancang bangun alat pengering
16
Rancangan Fungsional dan Struktural Alat pengering tersebut berfungsi untuk mengeringkan bahan pangan yang dalam pengujiannya menggunakan chips kentang hingga kadar air tertentu (≤14% basis basah). Fungsi-fungsi komponen utama alat pengering diperlukan untuk menunjang alat pengering tersebut dapat bekerja dengan baik . Penentuan bentuk dan dimensi struktur alat pengering dilakukan berdasarkan ukuran saluran udara kipas kondensor AC, potensi panas kondensor AC dan jumlah bahan yang akan dikeringkan. Penentuan dimensi tersebut bertujuan memudahkan penyaluran udara ke ruang pengering, sehingga diharapkan udara yang masuk ke ruang pengeringan dapat termanfaatkan untuk pengeringan. Alat pengering yang dirancang berupa pengering tipe rak dengan tujuh buah rak yang terbuat dari bahan aluminium. Rak pengering dibuat berbentuk persegi panjang. Secara umum, alat pengering ini terdiri dari bagian utama, yaitu: sumber panas, kipas kondensor, penyalur udara, ruang pengering, rak pengering, pintu dan saluran keluaran serta pengatur kecepatan kipas kondensor. Sumber panas pengeringan Pengeringan memerlukan energi panas untuk menaikkan suhu udara sehingga kelembaban relatif udara turun dan meningkatkan potensinya untuk menguapkan serta membawa kandungan air dari bahan yang dikeringkan. Sumber panas yang digunakan oleh alat pengering tersebut adalah panas keluaran dari kondensor AC yang umumnya terbuang ke lingkungan tanpa termanfaatkan. Kondensor AC yang digunakan berdaya 1 hp merk Koshima yang memiliki diameter saluran udara keluaran 38 cm. Bagian utama kondensor AC terdiri dari kompresor, heat exchanger dan casing kondensor. Kondensor berfungsi untuk melepaskan panas yang diserap oleh refrigerant dari evaporator. Panas keluaran kondensor ini yang dimanfaatkan untuk energi pengeringan. Kipas Kondensor Kipas kondensor AC berfungsi untuk menggerakkan udara agar dapat mengalir melalui penukar panas kondensor. Aliran udara panas akan dimasukkan
17
ke ruang pengering untuk menguapkan dan membawa kandungan air bahan ke lingkungan. Kipas kondensor AC Koshima 1 hp memiliki diameter baling-baling 32.6 cm dan diameter hub 11.2 cm, sedangkan kipas pengganti memiliki diameter hub 7.3 cm dan diameter baling-baling 32.6 cm. Penggunaan kipas pengganti dengan diameter hub yang kecil diharapkan dapat menghasilkan aliran udara yang lebih seragam pada pemanfaatan kondensor AC untuk pengeringan. Penyalur udara Udara panas dari kondensor AC disalurkan ke ruang pengering menggunakan saluran udara yang dipasang menyatu dengan ruang pengering. Saluran udara pengering dibuat pendek untuk mengurangi kehilangan panas tetapi tidak mengganggu penyebaran udara ke ruang pengering. Ujung depan saluran udara dibuat dengan ukuran yang sesuai dengan lubang keluaran udara dari kipas kondensor AC. Penyalur udara terbuat dari kayu lapis dengan ketebalan 18 mm, berbentuk limas segi empat terpancung yang menangkap aliran udara dari kipas kondensor dan menyalurkannya ke ruang pengering. Ukuran sisi dalam penyalur udara yang berhubungan dengan kondensor minimal sama dengan lubang saluran keluaran udara kondensor (38 cm). Ruang Pengering Ruang pengering adalah bagian utama alat pengering yang merupakan ruang tempat terjadinya proses pengeringan. Rak-rak yang berisi bahan yang dikeringkan ditempatkan di dalam ruang pengering. Udara pengering melalui ruangan tersebut dan membawa kandungan air bahan ke lingkungan. Rak pengering Rak pengering berfungsi sebagai tempat untuk meletakkan bahan yang akan dikeringkan. Rangka rak pengering dibuat dari bahan aluminium profil L karena ringan dan mudah pengerjaannya. Bagian utama rak terbuat dari kawat net aluminium sehingga memudahkan sirkulasi udara. Udara yang melalui rak pengering akan menguapkan dan membawa kandungan air dari bahan.
18
Pintu dan saluran keluaran Pintu ruang pengering berfungsi sebagai jalan untuk memasukkan dan mengeluarkan rak pengering serta sebagai saluran keluaran udara. Saluran keluaran berfungsi sebagai jalan udara keluar dari dalam ruang pengering ke lingkungan. Udara yang membawa uap air dari bahan yang dikeringkan akan melalui saluran keluaran dan menuju ke lingkungan. Pengatur kecepatan putaran kipas Pengatur kecepatan kipas digunakan untuk mengatur putaran kipas kondensor AC pada kondisi kecepatan tinggi atau rendah. Pengaturan kecepatan kipas kondensor dilakukan untuk mendapatkan suhu keluaran kondensor yang sesuai selama proses pengeringan. Kecepatan putaran kipas diatur menggunakan pengatur kecepatan motor AC yang umum ada di pasaran yang berbasis pada UJT dan triac. Analisis Teknik Rancang Bangun Alat Pengering Analisis teknik rancang bangun alat pengering dengan memanfaatkan panas keluaran kondensor AC menggunakan beberapa parameter yang diperhitungkan untuk menghasilkan alat pengering yang sesuai dengan yang diharapkan. Analisis teknik dilakukan berdasarkan potensi panas kondensor AC ruangan dan dimensi dari kondensor. Diagram alir analisis teknik tersebut seperti pada Gambar 5.
19
Mulai Data suhu, RH dan kecepatan udara dari kondensor AC dan lingkungan Analisis potensi panas kondensor AC Penentuan jumlah rak dan ukuran penampang ruang pengering Penentuan jumlah bahan yang akan dikeringkan Penentuan panjang ruang pengering Dimensi dan ukuran ruang pengering Selesai
Gambar 5 Diagram alir analisis teknik perancangan alat pengering Analisis Potensi Panas Kondensor AC Analisis potensi panas keluaran kondensor AC diawali dengan pengukuran suhu dan kelembaban udara keluaran dari kondensor AC serta udara lingkungan menggunakan termometer dan higrometer. Kecepatan aliran udara kondensor AC diukur
menggunakan
anemometer.
Hasil
pengukuran
digunakan
untuk
perhitungan potensi panas kondensor AC dengan cara berikut ini. Tekanan uap jenuh dan tekanan uap air aktual dihitung dengan menggunakan persamaan: e°(T ) = 0.6108 exp
17.27T ............................................................. (11) T + 237.3
Pv = e°(Twet ) − γ psy (T − Twet ) ............................................................... (12)
eo(T) adalah tekanan uap jenuh pada suhu udara (kPa), P v adalah tekanan uap aktual (kPa), eo(T wet ) adalah tekanan uap jenuh pada suhu bola basah (kPa), T wet adalah suhu thermometer bola basah (oC), T adalah suhu udara normal (suhu thermometer bola kering) (oC) dan γ psy adalah konstanta psikrometri yang nilainya 0.06738 pada tekanan 1 atm (FAO 1998). RH = 100 × [ Pv / e°(T )] ........................................................................ (13) Kelembaban spesifik udara dapat dihitung dengan persamaan :
20
ω = 0,622 ×
Pv Pa
.................................................................................. (14)
ω adalah kelembaban spesifik (kg/kg), P a adalah tekanan udara tanpa uap air (kPa) dan P v adalah tekanan uap air pada suhu udara (kPal). Pa = P − Pv ......................................................................................... (15) P adalah tekanan atmosfir (kPa). Entalpi
udara
sebelum
dan
sesudah
melalui
kondensor dihitung
menggunakan Persamaan berikut ini. h = T+ω(2501+ 1,82T) ...................................................................... (16) Entalpi (h) dinyatakan dalam kJ/kg udara kering udara dan T adalah suhu udara dalam oC (sherwin 1996). Volume spesifik udara yang keluar dari kondensor AC dihitung dengan menggunakan persamaan:
Vs = (0,082T + 22,4) × (1 29 + ω 18) ................................................. (17) Vs adalah volume spesifik udara (m3/kg udara kering) (Singh 2009). Laju aliran udara keluaran kondensor dihitung dengan menggunakan persamaan: Dc = v × A .......................................................................................... (18)
Dc adalah laju aliran udara (m3/detik), v adalah kecepatan aliran udara (m/detik) dan A adalah luas penampang saluran udara keluaran kondensor AC (m2). Laju aliran panas yang dibawa oleh udara keluaran kondensor dihitung dengan menggunakan persamaan:
Q=
DC × (hB − h A ) ............................................................................ (19) Vs
Q adalah laju aliran panas (kJ/menit), h B adalah entalpi udara setelah mengalami pemanasan (kJ/kg), h A adalah entalpi udara sebelum pemanasan (kJ/kg) (Taib et al. 1987). Penentuan Dimensi Ruang Pengering Aliran udara kondensor AC yang membawa panas diusahakan agar tidak terhambat sehingga panas dapat tersalurkan dengan lancar. Upaya pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan memerlukan luasan saluran udara dalam ruang pengering yang minimal sama atau lebih besar dari saluran keluaran udara pada kondensor AC supaya udara mengalir dengan lancar.
21
Sisi tepi samping rak dan penyanggah rak pengering akan mengurangi luasan penampang untuk aliran udara. Perhitungan lebar penampang melintang ruang pengering dilakukan dengan mempertimbangkan ukuran penampang rak, penyanggah rak dan jumlah rak serta luas penampang saluran udara keluaran kondensor AC. Perhitungan ukuran minimal penampang ruang pengering dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut ini:
L2 − ( S × L) − A = 0 ............................................................................ (20) L adalah lebar penampang ruang pengering (cm), S adalah tinggi total seluruh rak dengan penyanggahnya (cm) dan A adalah luas penampang saluran udara keluaran kondensor AC (cm2). Nilai L dapat diselesaikan dengan rumus ABC atau dengan cara interasi. Panjang ruang pengering ditentukan berdasarkan jumlah bahan yang akan dikeringkan dan keperluan luasan rak untuk setiap kg bahan. Panjang rak pengering ditentukan dengan persamaan: Panjang rak =
Kr × m ........................................................................ (21) n× L
Kr adalah keperluan luasan rak untuk setiap kg bahan (m2/kg), m adalah jumlah bahan yang akan dikeringkan (kg). Ukuran minimal nilai momen inersia batang rangka aluminium untuk pembuatan rak pengering ditentukan dengan menggunakan Persamaan 22. Asumsi yang digunakan adalah defleksi yang diijinkan tidak lebih dari L/125. I=
FL3 ............................................................................................. (22) 8 Eδ i
I adalah momen inersia batang (m4), F adalah gaya dari beban total (N), L adalah panjang batang (m), E adalah modulus elastisitas aluminium (7.1 x 1010 N/m2) dan δ i adalah defleksi yang diijinkan. Defleksi yang terjadi bila rak pengering dipegang dan diangkat pada bagian tengahnya dengan beban berat rak itu sendiri beserta chips kentang yang dikeringkan dapat dihitung dengan Persamaan 22. Asumsi yang digunakan adalah kondisi kantilever dan beban terbagi rata.
δ=
FL3 .............................................................................................. (23) 8 EI
22 δ adalah defleksi (m). Defleksi yang terjadi pada rangka rak pada saat diletakkan di atas penyanggah rak dalam ruang pengering dapat dihitung menggunakan persamaan berikut ini: FL3 ........................................................................................ (24) δ= 384 EI 5 Asumsi yang digunakan adalah simple beam dan defleksi maksimal yang diijinkan adalah L/250 (Ashby 2005; Gross et al. 2011; Shingley & Mischake 2001). Pengujian Alat Pengering Pengujian keseragaman suhu udara pada alat pengering dilakukan dalam kondisi kosong tanpa beban pengeringan, sedangkan pengujian kinerja pengeringan dilakukan dengan mengeringkan bahan berupa chips kentang. Diagram alir pengujian alat pengering ditunjukkan pada Gambar 6. Mulai Persiapan pengujian alat pengering Perbaikan dan modifikasi Tidak
Sebaran suhu?
Baik Penyiapan alat dan bahan untuk pengeringan
Perlakuan pengeringan tanpa pembalikan rak
Perlakuan pengeringan dengan pembalikan rak
Analisis data Selesai
Gambar 6 Diagram alir pengujian alat pengering Pengujian Alat Pengering Tanpa Beban Pengeringan A. Pengujian alat pengering pada kondisi kosong tanpa bahan dilakukan untuk mengetahui suhu udara pada masing-masing rak dengan cara sebagai berikut:
23
1. Memasang sensor thermocouple pada bagian depan ruang pengering sebanyak tiga buah sensor pada masing-masing rak (Gambar 7). 2. Memasang sensor thermocouple pada udara lingkungan di antara kondensor dan evaporator. 3. Memasang sensor thermocouple di bagian depan keluaran evaporator. 4. Memasang alat pengatur kecepatan kipas kondensor. 5. Menghubungkan sensor thermocouple ke data logger. 6. Menghidupkan dataloger. 7. Menghubungkan AC ke sumber listrik dan menghidupkannya. 8. Mengatur kecepatan kipas kondensor pada posisi kecepatan tinggi. 9. Mengaktifkan pencatatan data pada data logger setelah suhu yang terbaca mulai stabil dengan set waktu pencatatan setiap 10 detik. 10. Menghentikan mode pencatatan data pada dataloger setelah 30 menit. 11. Mematikan AC. 12. Mengulangi prosedur 6 sampai 11 untuk ulangan ke 2. 13. Melakukan prosedur pengujian untuk kecepatan rendah dan ulangannya. 14. Melakukan prosedur pengujian untuk kipas pengganti dan ulangannya. 15. Mengulangi prosedur pengujian 1 sampai 14 untuk rak bagian tengah dan untuk rak bagian belakang. Prosedur ini dilakukan karena jumlah sensor yang ada pada data logger terbatas. Dinding atas
Dinding samping
Rak 7 Rak 6 Rak 5 Rak 4 Rak 3 Rak 2 Rak 1
Posisi penempatan thermocouple
Gambar 7 Posisi sensor thermocouple pada masing-masing rak B. Pengujian untuk mengetahui kebutuhan listrik dan energi kondensor AC yang masuk dalam ruang pengering tanpa beban pengeringan dilakukan dengan menggunakan prosedur sebagai berikut:
24
1. Memasang watt meter untuk mengukur kebutuhan energi listrik 2. Memasang pengatur kecepatan kipas kondensor. 3. Memasang thermocouple pada ujung kompresor AC, pada bagian depan keluaran kipas kondensor, pada bagian depan keluaran kipas evaporator, pada lingkungan antara evaporator dengan kondensor dan diatas rak 1, rak 4 dan rak 7. 4. Menghubungkan thermocouple ke data logger. Bagian yang memerlukan suhu bola basah adalah suhu lingkungan, keluaran kondensor dan keluaran evaporator. Penempatan thermocouple untuk keluaran evaporator adalah tepat di depan hembusan kipas evaporator, yang dipasang adalah thermocouple untuk suhu bola kering dan thermocouple yang dijadikan termometer bola basah. Demikian juga penempatan thermocouple untuk keluaran kondensor. Penempatan sensor suhu dan suhu bola basah untuk udara lingkungan adalah di antara evaporator dan kondensor seperti Gambar 8.
Alat Pengering Evaporator
Kondensor
Lingkungan Arah aliran udara
Sensor suhu bola basah Sensor suhu bola kering
Gambar 8 Posisi penempatan sensor suhu bola basah dan suhu bola kering Penempatan sensor suhu pada rak pengering ada 5 lokasi untuk rak yang diberi sensor yaitu dua sensor pada bagian ujung depan masuknya aliran udara ke rak, satu sensor pada bagian tengah rak dan dua sensor pada bagian ujung belakang rak tepat saat aliran udara akan keluar ke lingkungan (Gambar 9). Selanjutnya dapat diketahui suhu udara pada saat memasuki rak, dan suhu udara setelah melalui rak.
25
Gambar 9 Posisi penempatan sensor thermocouple pada rak pengering 5. Menghidupkan AC dengan kecepatan kipas kondensor yang berbeda untuk masing-masing perlakuan selama 40 menit pada setiap ulangan . 6. Mengukur kecepatan aliran udara yang melalui masing-masing rak dengan anemometer pada lima bagian di lubang keluaran udara dari ruang pengering (Gambar 10). Dinding atas
Dinding samping
Rak 7 Rak 6 Rak 5 Rak 4 Rak 3 Rak 2
Posisi pengukuran kecepatan udara
Rak 1
Gambar 10 Posisi pengukuran kecepatan aliran udara pada alat pengering Pengujian alat pengering pada kondisi kosong hanya melibatkan satu faktor dengan beberapa taraf yaitu faktor kecepatan udara saja yang akan diubah yaitu: kecepatan tinggi, rendah dan kipas pengganti dan faktor lingkungan diasumsikan tidak mempengaruhi sebaran suhu dalam ruang pengering. Oleh karena itu percobaan pengujian kondisi kosong tanpa beban pengeringan dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) sebanyak dua kali ulangan yang ditabulasikan pada Tabel 1. Tabel 1 Perlakuan pengujian kondisi kosong Ulangan
Perlakuan Kecepatan Aliran Udara Kondensor
26
Kecepatan Tinggi
Kecepatan Rendah
Kipas Pengganti
KT1 KT2
KR1 KR2
KP1 KP2
1 2
Pengujian Alat Pengering dengan Beban Pengeringan Chip Kentang Pengujian alat pengering dengan beban pengeringan chip kentang dilakukan sebagai berikut: 1. Memasang thermocouple sebanyak 24 titik pengukuran pada posisi seperti pengujian tanpa beban pengeringan prosedur B. 2. Mengupas dan membersihkan kentang kemudian memotongnya secara melintang berbentuk chips dengan ketebalan 0.25 cm dan di blansing dengan air panas selama 3 - 4 menit. 3. Memasukkan chips kentang ke dalam rak-rak pengeringan, masing-masing sekitar 1.1 kg. 4. Mengambil sampel yang akan digunakan dari masing-masing rak kemudian ditimbang beratnya masing-masing rak sebanyak 9 sampel yang meliputi 3 sampel dari bagian depan, 3 sampel dari bagian tengah dan 3 sampel dari bagian belakang. 5. Memasukkan sampel kembali bersama bahan lainnya ke dalam rak pengering. 6. Menghidupkan dataloger dan mengaktifkan pencatatan data. 7. Menghidupkan AC dan proses pengeringan yang dimulai dengan kecepatan tinggi. 8. Menimbang berat rak beserta bahan yang dikeringkan dan menimbang sampel setiap 30 menit selama pengeringan hingga pengeringan berakhir (6 jam). 9. Mematikan AC setelah pengeringan selama 6 jam dan menghentikan mode pencatatan data pada dataloger. 10. Melakukan prosedur 1 sampai 9 untuk kipas kondensor kecepatan tinggi yang dikombinasi dengan pembalikan rak pada menit ke 150. Pembalikan rak dilakukan dengan megubah posisi rak yaitu bagian rak yang semula di depan diubah ke belakang (pembalikan arah 180o). 11. Melakukan prosedur 1 sampai 10 untuk kecepatan kipas kondensor rendah dan untuk perlakuan kipas pengganti.
27
Rancangan pengujian alat pengering untuk mengeringkan chips kentang ditunjukkan pada Tabel 2. Tabel 2 Rancangan pengujian alat untuk mengeringkan bahan Perlakuan
Kecepatan Tinggi
Kecepatan Rendah
Kipas Pengganti
KTA KTB
KRA KRB
KPA KPB
Tanpa pembalikan rak Dengan pembalikan rak
Parameter Pengukuran Data yang diukur dan diamati dalam pengujian antara lain meliputi: 1. Suhu dan kelembaban udara Suhu dan kelembaban udara yang diukur diperlukan untuk mengetahui kondisi udara dan nilai entalpi udara. Suhu dan kelembaban udara yang diukur adalah udara lingkungan, keluaran kondensor dan keluaran evaporator. 2. Suhu udara pada rak pengering Suhu masing-masing rak diukur untuk mengetahui kondisi sebaran suhu udara pada rak pengering. 3. Laju aliran udara Laju aliran udara diukur untuk mengetahui jumlah udara yang mengalir dalam volume per satuan waktu. Laju aliran udara yang diukur adalah laju aliran udara keluaran kondensor dan laju aliran udara keluaran evaporator. 4. Penurunan berat bahan Penurunan berat bahan diukur untuk mengetahui laju pengeringan dan perubahan kadar air pada setiap interval waktu pengamatan hingga proses pengeringan selesai. Perubahan berat bahan selama pengeringan menjadi dasar untuk perhitungan laju pengeringan, kadar air dan kebutuhan energi pengeringan. Analisis Data dan Perhitungan Data suhu hasil pengujian kondensor AC dengan perlakuan kecepatan aliran udara ditampilkan dalam grafik sehingga dapat diketahui pengaruh kecepatan aliran udara terhadap suhu udara keluaran kondensor. Data suhu udara untuk masing-masing bagian rak pengering pada pengujian kondisi kosong tanpa beban pengeringan dihitung standar deviasinya dan SDR (Standar Deviasi Relatif)
28
untuk mengetahui keseragaman sebaran suhunya. Data penurunan berat bahan digunakan untuk menghitung kadar air bahan dengan menggunakan Persamaan 2 dan 3. Kadar air dan laju pengeringan hasil pengujian dengan perlakuan kecepatan aliran udara yang berbeda serta kombinasi dengan pembalikan rak ditampilkan dalam bentuk grafik sehingga dapat diketahui hubungan antar waktu pengeringan dengan laju pengeringan dan penurunan kadar air bahan pada masing-masing perlakuan. Data kadar air hasil perlakuan dengan kecepatan aliran udara yang berbeda diuji dengan menghitung standar deviasinya untuk mengetahui perbedaan hasil pada masing-masing perlakuan dan untuk mengetahui keseragaman hasil dari masing-masing rak pengering Laju aliran panas keluaran kondensor dihitung menggunakan prosedur persamaan 11 hingga 19. Perhitungan dilakukan dengan bantuan Microsoft Office Excel. Energi yang dihasilkan kondensor dihitung dari perkalian laju aliran panas dan waktu. Energi yang digunakan untuk pengeringan dihitung dari energi yang digunakan untuk menguapkan kandungan air bahan. Energi untuk pengeringan dan energi kondensor dibandingkan
untuk mendapatkan nilai efisiensi
pengeringan pada masing masing perlakuan terhadap energi kondensor menggunakan Persamaan 4. Efisiensi pengeringan terhadap energi listrik AC diperoleh dengan membandingkan energi pengeringan dengan energi listrik yang digunakan AC dengan persamaan:
ηe =
Qp Wt
100 ....................................................................................... (25)
η e adalah efisiensi pengeringan terhadap energi listrik (%), Qp adalah energi pengeringan (kJ) dan W t adalah energi listrik AC (kJ). Kapasitas pendinginan AC dihitung berdasarkan nilai entalpi udara sebelum memasuki evaporator dan setelah memasuki evaporator dengan menggunakan prosedur persamaan seperti Persamaan 11 hingga 19. Koefisien performansi pendinginan (COP) dihitung dengan persamaan berikut ini: COP =
QC ......................................................................................... (26) W
Q C adalah kapasitas pendinginan (kJ/detik) dan W adalah daya listrik AC (kJ/detik). Standar deviasi dan SDR kapasitas pendinginan AC untuk semua
29
perlakuan pengeringan dihitung untuk mengetahui pengaruh perlakuan kipas kondensor terhadap kapasitas pendinginan AC. Sedangkan nilai SMER pengeringan dihitung menggunakan persamaan 5. Analisis ekonomi dilakukan dengan menghitung nilai NPV menggunakan Persamaan 9 dan BCR menggunakan Persamaan 10. Berdasarkan nilai tersebut dapat diketahui kelayakan investasi alat pengering.
HASIL DAN PEMBAHASAN Potensi Udara Panas dari Kondensor AC Hasil pengukuran suhu dan kelembaban udara keluaran kondensor AC pada penelitian pendahuluan diperoleh suhu udara keluaran kondensor 42oC, RH 35 %, dan laju aliran udara sekitar 15.31 m3/menit. Suhu lingkungan 30oC dengan RH 65%. Tekanan uap air aktual dihitung dengan menggunakan Persamaan 12, sedangkan tekanan uap jenuh dihitung dengan menggunakan Persamaan 11 sehingga diperoleh tekanan uap aktualnya yaitu sebesar 2.869 kPa dan tekanan uap jenuhnya sebesar 8.199 kPa. Kelembaban mutlak dihitung menggunakan Persamaan 14 yang hasilnya adalah 0.0176 kg/kg udara kering. Entalpi udara yang dihitung menggunakan Persamaan 16 untuk udara lingkungan adalah 74.978 kJ/kg udara kering dan setelah melalui kondensor menjadi 87.363 kJ/kg udara kering, sehingga setiap kg udara kering menyerap panas dari kondensor sebesar 12.385 kJ. Volume spesifik udara yang keluar dari kondensor AC dari hasil perhitungan menggunakan Persamaan 17 adalah 0.9164 m3/kg, yang berarti setiap kg udara kering volumenya adalah 0.9164 m3. Laju aliran panas yang dibawa oleh udara yang keluar dari kondensor AC dari hasil perhitungan menggunakan Persamaan 19 adalah 202.712 kJ/menit. Berdasarkan parameter-parameter yang diperoleh dari perhitungan tersebut maka potensi udara keluaran kondensor AC untuk kondisi tersebut dapat diilustrasikan pada psychrometric chart seperti Gambar 11. 87.363 kJ/kg udara kering 74.978 kJ/kg udara kering
Entalpi
Volume spesifik 0.882 m3/kg udara kering
(C)
RH 65% ω= 23.8 g/kg udara kering RH 35% (B)
(A)
30oC
42oC
ω= 17.6 g/kg udara kering Volume spesifik 0.9164 m3/kg udara kering
Gambar 11 Psikrometri udara awal (A) dan sesudah melalui kondensor (B) serta titik penyerapan uap air maksimal (C).
32
Garis AB merupakan ilustrasi proses pemanasan udara, garis BC merupakan ilustrasi garis penyerapan uap air oleh udara dan C merupakan ilustrasi titik maksimal potensi penyerapan uap air oleh udara pada kondisi adiabatik. Potensi penyerapan uap air maksimal dari udara panas kondensor AC berdasarkan pembacaan psychrometric chart adalah 6.2 g/kg udara kering. Potensi penyerapan uap air maksimal udara yang keluar dari kondensor AC dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 19 yang dimodifikasi dengan cara mengganti nilai perubahan entalpi dengan potensi penyerapan uap air maksimal tiap kilogram udara kering, sehingga diperoleh nilai 103.51 gram uap air/menit. Berdasarkan potensi maksimal menyerap uap air tersebut dengan asumsi laju pengeringan sebanding dengan jumlah bahan pada penelitian pendahuluan, kondensor AC 1 hp dapat digunakan untuk mengeringkan sekitar 7521.5 gram chips kentang dengan keperluan luasan rak 5.199 m2. Hasil Rancang Bangun Alat Pengering Ruang dan Rak Pengering Aliran udara kondensor AC memerlukan luasan saluran udara dalam ruang pengering yang minimal sama atau lebih besar dari saluran keluaran udara pada kondensor AC yang berdiameter 38 cm supaya udara mengalir dengan lancar. Perhitungan lebar penampang melintang ruang pengering dengan Persamaan 20 diperoleh ukuran lebar ruang pengering ≥ 44 cm dan ukuran yang diambil 50 cm. Panjang rak pengering diperoleh dari keperluan luasan rak pengering dan jumlah rak pengering, dengan Persamaan 21 diperoleh panjang rak pengering 148.54 cm. Ukuran panjang rak pengering yang dibuat adalah 150 cm dengan lebar 50 cm. Ukuran minimal momen inersia penampang batang aluminium rangka rak yang diperlukan dihitung menggunakan persamaan 22 dengan asumsi beban total kawat net aluminium dan bahan yang dikeringkan 1.7 kg (16.67 N) terbagi rata pada kondisi kantilever dan dihasilkan nilai momen inersia minimal batang aluminium adalah 1.03 × 10-9 m4. Gambaran sederhana kondisi kantilever pada rangka rak pengering adalah tampak pada Gambar 12. Beban terbagi menjadi dua bagian yang sama besar yaitu F1 dan F2 yang besarnya masingmasing 8.34 N sedangkan L1 = L2 yaitu 75 cm.
33
F1
L1
F2
L2
Gambar 12 Gambaran sederhana kondisi kantilever rangka rak pengering pada saat diangkat di bagian tengah-tengah rak. Penampang aluminium yang banyak di pasaran umumnya profil L 13 mm, untuk tebal 0.5 mm mempunyai nilai momen inersia 1.1 × 10-9 m4 dan aluminium dengan tebal 1 mm mempunyai nilai momen inersia 2.21 × 10-9 m4. Aluminium tebal 0.5 mmm sebenarnya sudah memenuhi syarat untuk rangka rak pengering, akan tetapi dikhawatirkan adanya beban kejut dan kemungkinan operator alat pengering memegang tidak tepat di tengah-tengah rangka rak saat mengangkat rak untuk dimasukkan ke ruang pengering maka diperlukan aluminium yang lebih tebal sehingga dipilih aluminium profil L 13 mm dengan tebal 1 mm. Bagian utama rak untuk meletakkan bahan yang dikeringkan menggunakan kawat net aluminium tipe J1010. Bahan aluminium mudah menghantarkan panas, ringan, dan pengerjaannya mudah. Berat rak pengering hasil rancang bangun pada penelitian ini rata-rata adalah 761.61 ± 2.75 gram. Berat rak beserta 1.1 kg chips kentang menjadi sekitar 1861.61 g yang menghasilkan gaya berat 18.26 N. Bahan aluminium profil L 13 mm dengan tebal 1 mm untuk rak pengering bila dipegang dan diangkat pada bagian tengah-tengah rangka rak beserta beban chips kentang seperti kondisi kantilever, berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Persamaan 23 akan timbul defleksi sebesar 0.15 cm. Kondisi ini ini masih cukup aman karena masih kurang dari defleksi maksimum yang diijinkan L/125 yaitu 0.6 cm. Sedangkan defleksi yang terjadi pada rak saat diletakkan di atas penyanggahnya di dalam ruang pengering dengan dihitung menggunakan persamaan 24 dan diperoleh nilai defleksi
0.09 cm. Nilai tersebut cukup aman karena dibawah nilai defleksi
maksimum yang diijinkan yaitu L/250 atau 0.2 cm. Ruang pengering hasil rancangan dibuat dari bahan dasar kayu lapis dengan ketebalan 18 mm (Gambar 12). Nilai konduktivitas termal kayu lapis sekitar ≤ 0.15 W/m oC. Dimensi bagian dalam ruang pengering memiliki tinggi 50.2 cm, lebar 50.2 cm dan panjang 150.2 cm dengan 7 rak pengering yang
34
masing-masing berukuran 50 x 150 cm. Gambar teknik alat pengering dapat dilihat di Lampiran 14, sedangkan foto alat pengering yang telah dibuat ada di Lampiran 15. Jumlah rak ditentukan terlebih dahulu untuk menentukan lebar penampang ruang pengering dan panjang rak pengering. Pemilihan ukuran tersebut berdasarkan potensi maksimal penyerapan uap air dari udara keluaran kondensor AC dengan prosedur seperti pada analisis teknik. Kayu lapis 18 mm tidak memerlukan rangka kayu dalam pengerjaannya. Bagian dalam ruang pengering dilapisi dengan aluminium lembaran yang memiliki ketebalan 0.3 mm agar dinding lebih awet dan dipasangi rangka penyanggah rak secara berjajar dari atas ke bawah.
50.2 cm
a
54 cm
54 cm
54 cm
b
50.2 cm
150.4 cm
Gambar 13 Bagian utama ruang pengering tampak depan (a) dan samping (b) Kayu lapis sebagai bagian utama ruang pengering pada hasil rancangan ini rentan terhadap pengaruh air dan kelembaban. Karena itu harus ditempatkan di tempat yang terlindung dari air hujan supaya lebih tahan lama. Dinding ruang pengering bisa juga dibuat dari bahan logam misalnya aluminium yang diberi isolator di sekelilingnya. Bahan logam lebih tahan terhadap pengaruh air dan kelembaban. Penyalur Udara dari Kondensor Penyalur udara dari kondensor ke ruang pengering dipasang menyatu dengan ruang pengering. Penyalur udara terbuat dari kayu lapis dengan ketebalan 18 mm, berbentuk limas segi empat terpancung yang menangkap aliran udara dari kipas kondensor dan menyalurkannya ke ruang pengering (Gambar 14).
35
Pintu dan Saluran Keluaran Pintu ruang pengering sekaligus sebagai saluran keluaran udara pengering dirancang dengan ukuran 50.2 × 50.2 cm. Pintu ruang pengering dengan ukuran tersebut dapat memudahkan rak untuk dimasukkan dan dikeluarkan karena ukuran rak pengering 50 × 150 cm sehingga ada kelonggaran untuk pergerakan rak pengering melalui pintu masuk dan di dalam ruang pengering.
38 cm
54
a
54
38
41.6 cm
b
30 Gambar 14 Penyalur udara dari kondensor tampak depan (a) dan tampak samping (b) Pengatur Kecepatan Kipas Kondensor AC Pengatur kecepatan kipas kondensor AC terbuat dari rangkaian pengatur kecepatan motor bolak balik yang berbasis pada triac dan UJT (Gambar 15). Rangkaian tersebut biasa dipakai untuk mengatur kecepatan motor listrik misalnya motor bor, blender dan sebagainya. Rangkaian pengatur kecepatan diletakkan dalam sebuah kotak rangkain dari plastik dan dirangkai secara seri dengan sumber listrik yang mensuplai motor kipas kondensor. R4 UJT
R1
Triac Diac
Motor kipas kondensor
R2 C1
R3
Sumber listrik AC 220V
Gambar 15 Rangkaian pengatur kecepatan motor kipas kondensor AC Motor kipas kondensor dengan baling-baling dari kondensor AC Koshima arah putarannya ccw (berlawanan arah jarum jam), sedangkan baling-baling kipas
36
penggantinya memerlukan arah putaran cw (searah jarum jam) karena arah kemiringan baling-balingnya berbeda, sehingga harus dilakukan perubahan koneksi kumparan motor agar arah putaran motornya dapat diubah dari ccw menjadi cw pada saat menggunakan kipas pengganti (Gambar 16 ). Perubahan hubungan rangkaian dilakukan dengan membongkar motor kipas kemudian menelusuri bagian pertemuan antara kumparan utama dengan kumparan start dan memasangkan kabel tambahan sehingga hubungan rangkaian kumparan mudah digunakan untuk mengubah arah putaran motor.
a
Pengatur kecepatan
b
Pengatur kecepatan
Gambar 16 Koneksi kumparan motor untuk putaran ccw (a) dan putaran cw (b) Alat Pengering dan Proses Perpindahan Panas Alat pengering hasil rancang bangun dengan memanfaatkan panas kondensor AC tampak seperti Gambar 17a. Bagian utama alat pengering adalah ruang pengering, rak pengering, rangka penyanggah ruang pengering dan penyalur udara. Diagram proses perpindahan energi panas pada sistim pengering ditunjukkan pada Gambar 17b. Energi panas dari udara lingkungan (Q1) diserap oleh evaporator dengan perantara refrigerant dan penukar panas di evaporator sehingga suhu udara lingkungan setelah melalui evaporator akan mengalami penurunan sesuai jumlah panas yang diserap oleh evaporator. Dari evaporator panas dibawa bersama refrigerant menuju unit kondensor. Panas (Q2) ditambah energi (Q3) dilepaskan ke udara lingkungan melalui penukar panas pada kondensor sehingga udara mengalami kenaikan suhu yang besarnya sebanding dengan jumlah panas yang diterimanya. Udara lingkungan yang telah mengalami pemanasan
(Q4) dari
kondensor dialirkan
ke ruang pengering
untuk
mengeringkan bahan pangan (chips kentang) (Q5). Energi panas yang tidak terserap untuk proses pengeringan kembali ke lingkungan (Q6).
37
150.2 cm Kondensor AC 50.2 cm
(a)
Rak pengering
Rangka penyanggah ruang pengering
Penyalur udara
Lingkungan
(b)
Ruang pengering
Q6
Q1
Evaporator
Q2
Q3 Kompresor
Kondensor
Ruang pengering dan bahan yang dikeringkan
Q4
Q5 Gambar 17 Alat pengering (a) dan diagram proses perpindahan panas pada sistim pengering (b). Hasil Uji Kinerja Kondensor dan Alat Pengering Kipas Kondensor AC dan Kecepatan Aliran Udara Kipas kondensor AC berfungsi untuk menggerakan udara sehingga mengalir melalui penukar panas kondensor (Gambar 18). Kipas kondensor AC Koshima 1 hp yang asli memiliki diameter baling-baling 32.6 cm dan diameter hub 11.2 cm sedangkan kipas pengganti yang digunakan memiliki diameter hub 7.3 cm dan diameter baling-baling 32.6 cm. Penggunaan kipas pengganti dengan diameter hub yang kecil diharapkan dapat menghasilkan aliran udara yang lebih seragam pada pemanfaatan kondensor AC untuk pengeringan.
a
b Hub Baling-baling Tip
Gambar 18 Baling-baling kipas kondensor asli (a) dan kipas pengganti (b). Kecepatan aliran udara dari kipas kondensor yang melalui ruang pengering ditunjukkan pada Gambar 19.
38
-1
Kecepatan udara (m s )
2.20 2.00 1.80 1.60 1.40 1.20 1.00 0.80 0.60 KTA
KTB
KRA
KRB
KPA
KPB
Gambar 19 Kecepatan aliran udara dari kondensor yang melalui ruang pengering pada uji pengeringan chips kentang untuk kipas kecepatan tinggi ( ), kecepatan rendah ( ) dan kipas pengganti ( ) Kecepatan kipas kondensor AC Koshima diatur menggunakan pengatur kecepatan motor dan menghasilkan aliran udara dalam ruang pengering dengan kecepatan 1.65 ± 0.46 m/detik pada kipas kecepatan tinggi, 1.09 ± 0.37 m/detik pada kecepatan rendah dan 1.03 ± 0.15 m/detik pada kipas pengganti dengan kecepatan penuh. Kecepatan aliran udara dengan standar deviasi yang paling rendah adalah pada perlakuan kipas pengganti yaitu 0.15 m/detik, sehingga aliran udara pada masing-masing rak dengan perlakuan kipas pengganti lebih seragam dibandingkan perlakuan yang lain. Kecepatan aliran udara yang lebih seragam memungkinkan untuk menghasilkan kadar air pengeringan yang lebih seragam pada masing-masing rak pengering. Laju aliran udara menggunakan kipas pengganti lebih rendah daripada kipas aslinya karena luas penampang balingbaling kipas pengganti lebih kecil dibandingkan kipas aslinya. Kipas kecepatan tinggi (kipas asli) menghasilkan laju aliran udara yang tinggi, sehingga waktu kontak dengan penukar panas di dalam kondensor lebih singkat yang menyebabkan penyerapan panas tiap satuan massa udara lebih rendah. Kipas kecepatan rendah menghasilkan laju aliran udara yang lebih rendah sehingga waktu kontak dengan penukar panas di dalam kondensor lebih lama yang menyebabkan penyerapan panas tiap satuan massa udara lebih tinggi. Perlakuan kecepatan kipas yang sama mengalami sedikit perbedaan laju aliran udara antara perlakuan tanpa pembalikan terhadap perlakuan dengan
39
pembalikan rak yang disebabkan oleh alat pengatur kecepatan motor kipas menggunakan sistim manual, akan tetapi perbedaan laju udaranya rata-rata tidak lebih dari 0.5 m3/menit. Pengurangan laju aliran udara kondensor AC Koshima 1 hp dapat dilakukan selama tidak kurang dari 12 m3/menit karena masih dalam batas aman kerja kompresor. Suhu Udara Kondensor dan Evaporator Suhu udara rata-rata yang keluar dari kondensor dan evaporator sistim pendingin selama proses pengeringan ditunjukkan pada Gambar 20. Semakin tinggi suhu udara lingkungan maka suhu keluaran dari kondensor juga semakin tinggi untuk perlakuan kecepatan aliran udara yang sama. Jika suhu awal udara lingkungan yang melewati kondensor lebih tinggi maka ketika aliran udara tersebut menerima panas dari kondensor akan menghasilkan suhu yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan karena jumlah panas yang diserap tiap satuan massa udara hampir sama tetapi suhu awalnya lebih tinggi.
o
Suhu udara ( C)
45 40 35 30 25 20 15 KTA
KTB
KRA
KRB
KPA
KPB
Gambar 20 Suhu udara lingkungan ( ), kondensor ( ) dan evaporator ( ) selama pengujian dengan beban pengeringan. Suhu keluaran evaporator pada suhu lingkungan yang lebih tinggi menghasilkan suhu keluaran yang lebih tinggi untuk perlakuan kecepatan kipas kondensor yang sama. Kapasitas pendinginan yang sama akan menghasilkan suhu keluaran yang lebih tinggi jika dibandingkan suhu masukan yang lebih tinggi. Perlakuan kipas pengganti menghasilkan perubahan kenaikan suhu udara keluaran dari kondensor yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan yang lain. Kecepatan aliran udara dengan kipas pengganti lebih lambat dibandingkan perlakuan lainnya sehingga waktu penyerapan panas dari kondensor untuk setiap satuan massa
40
udara lebih lama dibandingkan perlakuan yang lain. Jumlah panas yang diserap tiap satuan massa udara pada perlakuan kipas pengganti lebih tinggi daripada perlakuan yang lain (Tabel 3). Tabel 3 Hasil perhitungan penyerapan panas rata-rata oleh udara dari kondensor Perlakuan
Penyerapan panas (kJ/kg udara kering)
Standar deviasi
KTA
7.59
0.76
KTB
7.88
1.05
KRA
13.13
1.73
KRB
12.79
1.65
KPA
13.97
1.50
KPB
14.15
1.49
Semakin tinggi kecepatan aliran udara kondensor maka perubahan suhu udara setelah melalui kondensor semakin rendah karena jumlah panas yang diserap tiap satuan massa udara semakin sedikit. Hubungan antara laju aliran
o
Kenaikan suhu ( C)
udara dan kenaikan suhu udara keluaran kondensor ditunjukkan pada Gambar 21. 14 13 12 11 10 9 8 7 12
13
14
15 16 17 18 19 Laju udara kondensor (m3 /menit)
20
21
Gambar 21 Grafik hubungan laju aliran udara kondensor dan kenaikan suhu udara keluarannya. Selain dipengaruhi oleh laju aliran udara kondensor, suhu udara keluaran kondensor juga dipengaruhi oleh suhu lingkungan. Semakin tinggi suhu lingkungan, suhu keluaran kondensor juga semakin tinggi karena kenaikan suhu udara keluaran kondensor akan sama pada kecepatan aliran udara yang sama. Jika suhu lingkungan awal lebih tinggi maka suhu keluaran kondensornya juga akan lebih tinggi. Suhu keluaran kondensor selama pengujian pengeringan bahan rata-
41
rata berkisar 33.88oC pada kipas kecepatan tinggi dengan suhu lingkungan 26.54oC. Suhu rata-rata tertinggi 44.05oC pada perlakuan kipas pengganti dengan suhu lingkungan rata-rata 30.36oC. Suhu udara keluaran kondensor di bawah 40oC tetap berpotensi untuk pengeringan, akan tetapi potensinya lebih kecil dan membutuhkan waktu yang lama untuk mengeringkan bahan, terutama pada tahap akhir proses pengeringan. Oleh karena itu sebaiknya laju udara panas keluaran kondensor diatur agar suhu keluarannya di atas 40oC, karena menurut Mujumdar (2006) umumnya kentang dikeringkan dengan udara panas pada suhu lebih dari 55oC. Suhu Udara Ruang Pengering Suhu udara rata-rata di dalam ruang pengering yang terukur pada masingmasing rak (bagian depan, tengah, dan belakang) selama 30 menit untuk masingmasing perlakuan pada pengujian kondisi kosong tanpa beban pengeringan ditunjukkan pada Gambar 22, 23 dan 24. Semakin tinggi suhu udara lingkungan maka suhu udara yang melalui masing-masing rak juga semakin tinggi untuk perlakuan kecepatan kipas yang sama. Perbedaan suhu yang terjadi pada masingmasing bagian rak dan masing-masing perlakuan karena setiap perlakuan dilakukan pada waktu dan hari yang berbeda serta suhu lingkungannya berbeda juga. 46
Suhu ( oC)
42 38 34 30 26 22 KT1
KT2
KR1
KR2
KP1
Gambar 22 Suhu udara rata-rata pada rak bagian depan ( lingkungan ( ).
KP2
) dan suhu udara
42
46
C)
42
Suhu (
o
38 34 30 26 22 KT1
KT2
KR1
KR2
KP1
Gambar 23 Suhu udara rata-rata pada rak bagian tengah ( lingkungan ( ).
KP2
) dan suhu udara
46
Suhu (
o
C)
42 38 34 30 26 22 KT1
KT2
KR1
KR2
Gambar 24 Suhu udara rata-rata pada rak bagian belakang (
KP1
KP2
) dan suhu udara
lingkungan ( ) Standar deviasi relatif suhu udara rata-rata yang melalui masing-masing rak dalam ruang pengering pada pengujian tanpa beban pengeringan disajikan pada Tabel 4. Standar devisi relatif suhu ruang pengering bagian depan, tengah dan belakang cenderung lebih rendah dari 5%. Hal ini menujukkan suhu udara di ruang pengering cukup seragam. Suhu udara keluaran kondensor setelah melalui ruang pengering mengalami penurunan karena adanya penyerapan energi panas oleh dinding ruang pengering dan rak pengering serta bahan yang dikeringkan. Penurunan suhu ratarata udara kondensor setelah melalui ruang pengering pada pengujian tanpa beban pengeringan dan dengan beban pengeringan (chips kentang) ditunjukkan pada Tabel 5.
43
Tabel 4 Suhu udara rata-rata di ruang pengering tanpa bahan yang dikeringkan Perlakuan
Rak bagian depan o
Rak bagian tengah o
Rak bagian belakang
Suhu ( C)
SDR (%)
Suhu ( C)
SDR (%)
Suhu (oC)
SDR (%)
KT1
35.86
4.35
36.53
3.31
38.53
3.19
KT2
39.86
4.09
36.26
3.45
38.89
3.15
KR1
40.74
4.82
41.12
3.86
43.28
3.50
KR2
42.45
4.97
42.85
3.98
41.46
3.44
KP1
44.13
4.17
44.14
3.64
38.88
3.57
KP2
41.79
4.35
43.50
3.57
38.13
3.63
Tabel 5 Penurunan suhu udara rata-rata setelah melalui ruang pengering Perlakuan kondisi kosong
Perlakuan pengeringan bahan
Perlakuan
Penurunan suhu (oC)
Perlakuan
Penurunan suhu (oC)
KT1
0.22
KTA
1.62
KT2
0.33
KTB
1.81
KR1
0.41
KRA
3.27
KR2
0.44
KRB
3.32
KP1
0.37
KPA
3.26
KP2
0.21
KPB
3.31
Penurunan suhu udara rata-rata setelah melalui kondensor pada perlakuan tanpa beban pengeringan sangat kecil karena panas hanya diserap oleh rak dan dinding ruang pengering. Perlakuan pengeringan chips kentang penurunan suhu rata-rata yang terjadi lebih banyak karena energi panas banyak diserap oleh bahan untuk menguapkan air bahan. Penurunan suhu pada perlakuan pengeringan untuk kipas kecepatan rendah dan kipas pengganti lebih besar dibandingkan kipas kecepatan tinggi, hal ini terjadi karena waktu kontak udara dengan bahan chips kentang pada kipas kecepatan rendah dan kipas pengganti lebih lama dibandingkan kipas kecepatan tinggi sehingga jumlah energi tiap satuan massa udara yang diserap juga lebih tinggi yang menyebabkan penurunan suhunya juga lebih tinggi. Waktu kontak udara dalam ruang pengering berdasarkan kecepatan rata-rata udara adalah 0.91 detik untuk kipas kecepatan tinggi, 1.38 menit untuk kecepatan rendah dan 1.45 detik untuk kipas pengganti.
44
Driving Force dan Penyerapan Uap Air oleh Udara Pengering Nilai rata-rata driving force udara pengering selama pengujian pengeringan chips kentang ditunjukkan pada Gambar 25. Asumsi yang digunakan adalah suhu permukaan bahan yang dikeringkan sama dengan suhu bola basah udara pengering dan permukaan bahan dijenuhi oleh uap air. Perhitungan driving force dilakukan menggunakan Persamaan 1. Penyerapan uap air dari bahan pangan ke udara pengering dipengaruhi oleh kondisi suhu, kelembaban, kecepatan aliran udara dan kadar air bahan yang dikeringkan. Hasil perhitungan penyerapan uap air oleh udara pengering tiap satuan massa udara selama pengujian pengeringan chips kentang ditunjukkan
-1
Driving force (kg . kg )
pada Gambar 26. 0.008 0.007 0.006 0.005 0.004 0.003 0.002 0.001 0.000 KTA
KTB
KRA KRB Perlakuan
KPA
KPB
-1
Penyerapan uap air (g . Kg )
Gambar 25 Driving force rata-rata selama pengujian pengeringan 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
30
60
90
120 150 180 210 240 270 300 330 360 Waktu pengeringan (menit)
Gambar 26 Penyerapan uap air dari chips kentang oleh udara pengering KTA ( ), KTB ( ), KRA ( ), KRB ( ), KPA ( ) dan KPB ( ).
45
Semakin tinggi kecepatan udara maka penyerapan kandungan uap air tiap satuan massa udara pengering semakin rendah karena waktu kontak antara udara dengan bahan semakin sedikit. Selain itu semakin tinggi kecepatan aliran udara kondensor, suhu keluaran kondensor juga semakin rendah sehingga potensi penyerapan uap air per satuan massa udara semakin rendah. Kadar air bahan yang semakin rendah juga mempengaruhi penyerapan uap air oleh udara pengering. Kadar air bahan yang semakin rendah akan lebih sulit untuk melepaskan kandungan airnya sehingga jumlah uap air yang diserap tiap satuan massa udara akan rendah. Potensi penyerapan uap air yang dimiliki oleh udara pengering tidak semuanya dapat termanfaatkan untuk pengeringan. Potensi panas kondensor AC berdasarkan analisis teknik adalah sekitar 6.2 gr/ kg udara kering pada kondisi dengan suhu tetap 42oC dan RH 35%. Kondisi tersebut tidak selalu tercapai pada pelaksanaan proses pengeringan, meskipun kondisi tersebut dapat tercapai, akan tetapi pada pelaksanaan pengeringan tidak semua potensi penyerapan uap air dari udara pengering dapat termanfaatkan untuk pengeringan karena membutuhkan waktu kontak yang cukup dengan bahan. Seiring dengan semakin banyaknya uap air yang diserap oleh udara maka potensi penyerapan uap air oleh udara akan semakin menurun. Kadar Air Hasil Pengeringan Kadar air kentang rata-rata sebelum pengeringan berkisar antara 83.76 sampai 84.89% basis basah dan sesudah pengeringan 8.20 ± 1.04% basis basah untuk perlakuan kipas pengganti dikombinasi dengan pembalikan rak dan 28.46 ± 16.97% untuk perlakuan kipas kecepatan tinggi tanpa pembalikan rak. Data kadar air rata-rata sebelum dan sesudah pengeringan disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6 Kadar air bahan sebelum dan sesudah pengeringan Kadar air rata-rata (%bb) Perlakuan Kipas Kondensor KTA KTB KRA KRB KPA KPB
Awal 84.89 83.91 83.76 84.28 84.73 83.78
Akhir 28.46 10.97 12.42 12.25 14.00 8.32
Standar deviasi Awal 0.83 1.04 0.78 0.61 0.84 1.57
Akhir 16.97 1.72 5.82 4.89 4.60 1.04
46
Data kadar air pada Tabel 6 bila diplotkan dalam grafik akan tampak seperti Gambar 27. Standar deviasi terkecil untuk kadar air setelah 6 jam pengeringan adalah perlakuan kipas pengganti dikombinasi dengan pembalikan rak. Hal ini menunjukkan bahwa pada perlakuan tersebut menghasilkan kadar air akhir pada masing-masing rak pengering yang lebih seragam dibandingkan perlakuan yang lain. Keseragaman hasil pada perlakuan tersebut disebabkan oleh laju aliran udara pengering yang mengalir pada masing-masing rak lebih seragam dan pembalikan rak memungkinkan sisi yang lain dari rak mendapatkan udara panas yang cukup selama pengeringan. Pengujian pengeringan dengan kipas kondensor kecepatan tinggi tanpa pembalikan rak belum memberikan hasil pengeringan sesuai yang diharapkan karena kadar air rata-ratanya masih jauh diatas 14% bb. Hal ini terjadi karena kondisi suhu lingkungan yang kurang mendukung dan tanpa adanya pembalikan rak menyebabkan sisi rak yang jauh dari sumber panas kurang mendapatkan panas
Kadar air (% basis basah
yang cukup untuk pengeringan. 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 KTA
KTB
KRA
KRB
KPA
KPB
Gambar 27 Kadar air chips kentang sebelum ( ) dan sesudah ( ) pengeringan Grafik penurunan kadar air rata-rata bahan chips kentang pada pengeringan untuk masing-masing perlakuan ditunjukkan pada Gambar 28, 29 dan 30.
47
90
Kadar air (% basis basah)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
Waktu pengeringan (menit)
Gambar 28 Kadar air chips kentang pada pengeringan dengan perlakuan kipas kecepatan tinggi tanpa pembalikan rak ( ) dan dengan pembalikan rak ( ). 90
Kadar air (% basis basah)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
Waktu pengeringan (menit)
Gambar 29 Kadar air chips kentang selama pengeringan dengan perlakuan kipas kecepatan rendah tanpa pembalikan rak ( ) dan dengan pembalikan rak ( ).
48
90
Kadar air (% basis basah)
80 70 60 50 40 30 20 10 0 0
30
60
90
120
150
180
210
240
270
300
330
360
Waktu pengeringan (menit)
Gambar 30 Kadar air bahan selama pengeringan pada perlakuan kipas pengganti tanpa pembalikan rak ( ) dan dengan pembalikan rak ( ) Penurunan kadar air rata-rata yang terjadi selama pengeringan seperti yang terlihat pada Gambar 28, 29 dan 30. Penurunan kadar air bahan cenderung lebih cepat pada perlakuan yang dikombinasi dengan pembalikan rak setelah menit ke150 dan menghasilkan kadar air rata-rata yang lebih seragam dibandingkan perlakuan tanpa pembalikan rak. Pembalikan rak memungkinkan sisi rak yang lain mendapatkan udara panas yang cukup untuk mendukung proses pengeringan. Laju Pengeringan Laju pengeringan chips kentang paling tinggi pada menit ke-30 untuk semua perlakuan atau di awal pengeringan. Hal ini disebabkan oleh kandungan air bebas yang masih tinggi pada awal pengeringan sehingga air bebas ini lebih mudah teruapkan. Agarry et al. (2005) melaporkan bahwa pengeringan kentang dengan menggunakan perlakuan blansing maupun tanpa blansing memiliki laju pengeringan yang paling tinggi pada awal pengeringan. Laju pengeringan setelah 30 menit berangsur-angsur menurun seiring dengan berkurangnya kandungan air bebas pada bahan yang dikeringkan. Laju pengeringan untuk kipas kecepatan tinggi ditunjukkan pada Gambar 31.
-1
Laju pengeringan (% bk . Jam )
49
220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
30
60
90
120 150 180 210 240 Waktu pengeringan (menit)
270
300
330
360
Gambar 31 Laju pengeringan chips kentang pada aliran udara kondensor kecepatan tinggi tanpa pembalikan rak ( ) dan dengan pembalikan rak ( ) Perlakuan kipas berkecepatan tinggi tanpa pembalikan rak mengalami penurunan laju pengeringan yang tajam pada menit ke-150, kemudian meningkat lagi setelah menit ke 180 dan berangsur-angsur menurun pada waktu selanjutnya. Hal ini terjadi karena pengaruh kondisi cuaca lingkungan yang hujan setelah menit ke-120 sehingga suhu lingkungan juga menurun dan suhu udara keluaran kondensor ikut menurun. Setelah menit ke-210 pengeringan hingga menit ke-360 memiliki laju pengeringan yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pembalikan rak. Hal ini karena kondisi kadar air bahan terutama di rak bagian belakang masih tinggi sehingga laju pengeringan yang berlangsung juga lebih tinggi. Waktu pengeringan lebih lama dari rencana awal pengeringan yaitu sekitar 3 jam karena kondisi pada saat pengeringan banyak faktor yang mempengaruhi proses pengeringan di antaranya yaitu kondisi lingkungan, suhu dan kecepatan udara. Selain itu jumlah bahan juga mempengaruhi waktu pengeringan. Grafik laju pengeringan untuk perlakuan kipas kondensor kecepatan rendah ditunjukkan pada Gambar 32.
-1
Laju pengeringan (% bk . Jam )
50
220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
30
60
90
120 150 180 210 240 Waktu pengeringan (menit)
270
300
330
360
Gambar 32 Laju pengeringan pada aliran udara kondensor kecepatan rendah tanpa pembalikan rak ( )dan dengan pembalikan rak ( ). Grafik laju pengeringan setelah pembalikan rak pada menit ke-150 terlihat hampir konstan hingga menit ke-210. Bahan yang ada pada rak bagian belakang masih tinggi kadar airnya kemudian dipindah posisinya ke depan yang menyebabkan laju pengeringannya meningkat. Laju pengeringan pada perlakuan
-1
Laju pengeringan (% bk . Jam )
kipas pengganti dapat dilihat pada Gambar 33. 220 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 0
30
60
90
120 150 180 210 240 Waktu pengeringan (menit)
270
300
330
360
Gambar 33 Laju pengeringan pada perlakuan kipas pengganti tanpa pembalikan rak ( ) dan dengan pembalikan rak ( ).
51
Laju pengeringan kipas pengganti setelah pembalikan rak mengalami kenaikan karena perpindahan posisi bahan dengan kandungan air yang masih tinggi yang semula ada di belakang menjadi berada di depan dekat dengan sumber udara panas dari kondensor AC. Laju pengeringan untuk perlakuan kecepatan kipas kondensor yang sama tanpa pembalikan ataupun dengan perlakuan pembalikan rak seharusnya sama atau mendekati sama di menit awal hingga menit ke-150, akan tetapi berdasarkan Gambar 31, 32 dan 33 terdapat perbedaan di beberapa titik waktu, hal ini karena suhu udara keluaran kondensor tidak selalu sama pada perlakuan kecepatan kipas yang sama, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 34. Suhu keluaran kondensor tidak selalu sama untuk perlakuan kecepatan kipas yang sama karena dipengaruhi oleh suhu lingkungan yang berubah-ubah seperti yang ditunjukkan pada Gambar 35. Dengan demikian suhu lingkungan juga mempengaruhi laju pengeringan.
o
Suhu udara kondensor ( C)
50 45 40 35 30 0
30
60
90
120 150 180 210 240 Waktu pengeringan (menit)
270
300
330
360
Gambar 34 Grafik suhu rata-rata keluaran kondensor selama pengeringan pada perlakuan KTA ( ), KTB ( ), KRA ( ), KRB ( ), KPA ( ) dan KPB ( ).
52
o
Suhu lingkungan ( C)
34 32 30 28 26 24 0
30
60
90
120 150 180 210 240 Waktu pengeringan (menit)
270
300
330
360
Gambar 35 Grafik suhu rata-rata lingkungan selama pengeringan pada perlakuan KTA ( ), KTB ( ), KRA ( ), KRB ( ), KPA ( ) dan KPB ( ). Penggunaan Energi Listrik Sistim Pendingin Penggunaan energi listrik pada sistim pendingin AC paling banyak digunakan untuk menggerakkan kompresor, selain itu juga untuk menggerakkan kipas evaporator dan kipas kondensor. Jumlah penggunaan energi listrik yang digunakan tergantung pada beban pendinginan dan suhu lingkungan dari sistem pendingin serta laju aliran udara yang melalui kondensor. Tabel 7 menyajikan penggunaan energi listrik oleh sistim pendingin pada perlakuan tanpa beban pengeringan dan Tabel 8 menyajikan penggunaan energi listrik oleh sistem pendingin selama pengujian pengeringan chips kentang. Tabel 7 Suhu lingkungan dan penggunaan listrik oleh sistim pendingin pada perlakuan tanpa beban pengeringan Perlakuan
Suhu lingkungan (oC)
Konsumsi energi listrik (kJ/detik)
KT1
31.62
0.96
KT2
30.99
0.93
KR1
28.66
0.97
KR2
24.17
0.86
KP1
26.31
0.94
KP2
25.13
0.92
53
Tabel 8 Suhu lingkungan dan penggunaan energi listrik oleh sistim pendingin selama pengeringan chips kentang. Perlakuan kipas kondensor KTA KTB KRA KRB KPA KPB
Suhu lingkungan rata-rata (oC) 26.54 30.58* 30.59* 28.35 27.63 30.36*
Konsumsi energi Listrik (kJ/detik) 0.83 0.91 0.99 0.95 0.96 1.04
Tabel 7 mengindikasikan bahwa pada kecepatan aliran udara kondensor yang sama, penggunaan energi listrik AC akan tinggi jika suhu lingkungan juga tinggi. Jika suhu lingkungan lebih tinggi maka kompresor membutuhkan energi yang lebih besar untuk memaksa refrigerant agar terkondensasi di dalam kondensor sehingga panas dapat dilepaskan ke lingkungan . Selain dipengaruhi oleh suhu lingkungan, penggunaan energi listrik AC juga dipengaruhi oleh laju aliran udara kondensor. Tabel 8 yang diberi tanda bintang (*) menunjukkan kondisi suhu lingkungan yang hampir sama tetapi penggunaan energi listriknya berbeda. Semakin lambat kecepatan aliran udara dari kondensor, penggunaan energi listrik semakin besar karena dengan laju aliran udara yang lebih kecil maka koefisien perpindahan panas dari kondensor juga lebih kecil sehingga kompresor membutuhkan energi yang lebih besar untuk memaksa refrigerant agar terkondensasi di kondensor, akan tetapi pada laju aliran udara yang lebih lambat maka jumlah panas yang diserap per satuan massa udara akan lebih besar sehingga suhu udara keluaran kondensor akan lebih tinggi. Kipas kondensor berkecepatan tinggi pada suhu lingkungan 30.58oC menunjukkan konsumsi daya listrik 0.91 kW. Nilai ini hampir sama dengan yang tertera pada spesifikasi AC yang digunakan yaitu 0.9 kW.
Energi dan Efisiensi Pengeringan Energi pada proses pengeringan digunakan untuk menguapkan kandungan air dari bahan yang dikeringkan dan membawanya ke udara lingkungan. Energi panas dihasilkan dari kondensor AC dan digunakan untuk pengeringan chips kentang. Tabel 9 menunjukkan efisiensi alat pengering untuk mengeringkan chips
54
kentang selama pengujian berdasarkan energi keluaran kondensor dan energi listrik yang digunakan oleh sistim pendingin AC. Tabel 9 Energi dan efisiensi pengeringan Perlakuan
Energi (kJ)
Efisiensi pengeringan (%)
kipas
Pengeringan
Kondensor
Listrik
Kondensor
Listrik
KTA
13280.40
65035.25
17942.40
20.42
74.02
KTB
14750.64
65232.85
19602.00
22.61
75.25
KRA
15410.64
72739.41
21384.00
21.19
72.07
KRB
16087.44
68971.36
20422.80
23.32
78.77
KPA KPB
15325.68 15136.56
72251.76 71715.12
20826.00 22536.00
21.21 21.11
73.59 67.17
Efisiensi pengeringan terhadap energi kondensor berkisar 20.42 – 23.32%. Hal ini berarti kurang dari seperempat energi panas kondensor yang termanfaatkan untuk pengeringan. Rendahnya efisiensi ini karena waktu pengeringan yang lebih lama dari target waktu yang diharapkan yang dimungkinan karena penyerapan panas oleh bahan masih sedikit dan laju aliran udara kondensor masih terlalu tinggi sehingga waktu kontak antara udara dengan bahan yang dikeringkan masih terlalu singkat. Jika laju aliran kondensor lebih rendah dari 12 m3/menit untuk menaikkan suhu dan waktu kontak udara dengan bahan pada suhu lingkungan diatas 32.5oC maka AC dapat mengalami gangguan karena terjadi kelebihan suhu dan beban kompresor di atas batas maksimalnya yang akan menyebabkan kompresor mati secara otomatis untuk mengamankan kompresor. Efisiensi pengeringan berdasarkan energi listrik yang digunakan rata-rata lebih dari 70%. Hal ini disebabkan karena energi listrik yang digunakan jauh lebih kecil dari energi yang dihasilkan oleh kondensor AC. Energi panas yang dihasilkan kondensor besarnya lebih dari tiga kali energi listrik yang digunakannya seperti yang tercantum pada Tabel 9. Nilai specific moisture extraction rate (SMER) pada pengujian pengeringan dihitung menggunakan Persamaan 5, hasilnya berkisar 1.007 – 1.182 kg/kWh seperti pada Tabel 10. Setiap kWh energi listrik yang digunakan dalam pengujian rata-rata dapat menguapkan lebih dari 1 kg kandungan air bahan. Nilai SMER dari waktu ke waktu selama pengeringan ditunjukkan pada Gambar 36.
55
Nilai SMER cenderung menurun seiring dengan waktu pengeringan karena semakin lama kadar air bahan semakin rendah dan laju pengeringan juga semakin menurun sehingga nilai SMER juga menurun. Tabel 10 Nilai SMER rata-rata selama pengeringan Perlakuan KTA KTB KRA KRB KPA KPB
SMER (kg/kWh) 1.110 1.129 1.081 1.182 1.104 1.007
3
SMER (kg/kWh)
2.5 2 1.5 1 0.5 0 0
30
60
90
120 150 180 210 240 270 Waktu pengeringan (menit)
300 330
Gambar 36 Nilai SMER selama pengeringan pada perlakuan KTA ( ( ), KRA ( ), KRB ( ), KPA ( ) dan KPB (
360
), KTB ).
COP dan Kapasitas Pendinginan AC COP adalah nilai koefisien kinerja pendinginan AC yang merupakan perbandingan kapasitas pendinginan dengan konsumsi energi listrik yang diperlukan oleh sistim pendingin. Nilai COP akan semakin rendah jika penggunaan energi listriknya semakin tinggi. Nilai COP cenderung lebih tinggi jika kecepatan aliran udara kondensor lebih tinggi. Nilai COP rata-rata evaporator AC pada perlakuan pengeringan kipas kecepatan tinggi 3.13, kecepatan rendah 2.85 dan kipas pengganti 2.73. Effendi (2005) menyatakan bahwa koefisien
56
prestasi pendinginan (COP) akan meningkat seiring dengan meningkatnya kecepatan udara pendingin pada kondensor. Kapasitas
pendinginan
AC
selama
pengujian
pengeringan
tidak
dipengaruhi oleh beberapa perlakuan kecepatan udara kondensor karena cenderung tetap pada semua perlakuan pengujian (Gambar 37). Hal ini terjadi karena laju aliran udara dan laju pendinginan pada evaporator tetap meskipun laju aliran udara kondensor tinggi atau rendah. Perubahan kecepatan aliran udara kondensor hanya mempengaruhi beban kerja dari unit kondensor yaitu kerja kompresor untuk memaksa refrigerant terkondensasi yang akan mempengaruhi konsumsi energi listriknya dan nilai COPnya. Nilai COP pendinginan AC selengkapnya disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Nilai COP pendinginan rata-rata selama pengeringan Perlakuan
Suhu lingkungan (oC)
COP Pendinginan
KTA
26.54
3.26
KTB
30.58
2.99
KRA
30.59
2.77
KRB
28.35
2.93
KPA
27.63
2.82
KPB
30.36
2.64
3.4 3.2 3.0 2.8 2.6 2.4 Kapasitas Pendinginan (kJ/detik)
COP Pendinginan
Gambar 37 Kinerja pendinginan AC selama pengujian pada perlakuan kipas kondensor kecepatan tinggi ( ), rendah ( ), kipas pengganti ( ). Kapasitas pendinginan rata-rata pada pengujian untuk mengeringkan chips kentang dengan menggunakan persamaan seperti Persamaan 19 adalah 2.734 kJ/detik ± 0.023 kJ/detik dengan SDR 0.859%, hal ini menunjukkan kinerja
57
pendinginan tidak terpengaruh oleh laju kipas kondensor AC yang digunakan untuk pengeringan. Estimasi Biaya Alat Pengering dan Kelayakannya Estimasi biaya alat pengering dengan memanfaatkan panas kondensor AC 1 hp meliputi biaya infestasi dan biaya operasional. Biaya investasi adalah biaya yang dikeluarkan pada awal kegiatan yaitu biaya pengadaan ruang pengering dan perlengkapan penunjang proses pengeringan (Tabel 12) dengan asumsi unit pendingin (AC) sudah ada terlebih dahulu dan akan dimanfaatkan panas keluarannya. Tabel 12 Biaya investasi pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan chips kentang Bahan Investasi
Jumlah
Nilai (Rp)
Umur ekonomis
Ruang pengering
1
1500000
2 tahun
Kompor gas
1
250000
2 tahun
Termometer Alat perlengkapan
1
50000 200000
2 tahun 1 tahun
Biaya operasional pengeringan chips kentang dengan memanfaatkan panas kondensor AC meliputi biaya pembelian bahan baku kentang, biaya listrik, biaya pekerja dan biaya bahan bakar gas untuk keperluan blansing serta biaya lain dengan asumsi operasional pengeringannya adalah 26 hari per bulan. Biaya operasional pengeringan disajikan pada Tabel 13. Tabel 13 Biaya operasional pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan chips kentang Jenis Biaya Pembelian bahan kentang Pekerja Listrik Gas LPG Perawatan alat
Kebutuhan 8 kg/hari 1 pekerja /hari 6.3 kWh/hari 0.125 kg/hari 3 bulan sekali
Harga satuan (Rp) Rp 3000/kg Rp 25000/hari Rp 916/kwh Rp 6250/kg Rp 50000/perawatan
Nilai per tahun (Rp) 7488000 7800000 1800490 243750 200000
Hasil perhitungan nilai sekarang kelayakan pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan chips kentang selama 2 tahun menggunakan Persamaan 8
58
dengan asumsi kentang kering yang dihasilkan 1.3 kg per hari dengan harga jual Rp 55,000.00 per kg dan tingkat bunga 18% per tahun disajikan pada Tabel 14. Tabel 14 Analisis kelayakan pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan chips kentang Pendapatan
Biaya
Faktor
P pendapatan
P Biaya
Tahun ke
(Rp)
(Rp)
(P/F,i,n)
(Rp)
(Rp)
1
22308000
18881928
0.847
18905085
16001634
2
22308000
18881928
0.718
16021258
13560706
Jumlah
34926343
29562340
Berdasarkan hasil pada Tabel 14 , NPV (nilai sekarang bersih) dapat dihitung menggunakan persamaan 9 dan diperoleh nilai Rp5,364,002.92, sedangkan nilai BCR (Benefit Cost Ratio) berdasarkan persamaan 10 adalah 1.181. NPV yang dihasilkan bernilai positif dan BCR bernilai lebih dari satu menunjukkan bahwa pemanfaatan panas kondensor AC untuk mengeringkan chips kentang layak untuk diaplikasikan, akan tetapi nilai pendapatannya masih kecil. Hal ini disebabkan karena alat pengering yang digunakan adalah dalam skala kecil. Jika alat pengering digunakan dalam skala besar maka nilai pendapatannya akan menjadi lebih besar juga.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Beberapa hal yang dapat disimpulkan dalam penelitian ini yaitu: 1. Rancang bangun alat pengering menghasilkan alat pengering berukuran 50.2 × 50.2 × 150.2 cm dengan 7 rak pengering yang masing-masing berukuran 50 × 150 cm yang dapat mengeringkan chips kentang dengan jumlah bahan 1.1 kg untuk masing-masing rak. 2. Semakin tinggi kecepatan kipas kondensor, suhu keluaran kondensor semakin rendah dengan suhu keluaran selama pengujian pengeringan berkisar 33.88 sampai 44.05oC. Kecepatan kipas kondensor tidak mempengaruhi kapasitas pendinginan AC dengan nilai rata-rata 2.734 ± 0.023 kJ/detik. 3. Efisiensi alat pengering untuk mengeringkan chips kentang berkisar 20.42 – 23.32% terhadap panas kondensor AC dan 67.17 – 78.77 % terhadap energi listrik AC. Rancangan pengeringan menggunakan kipas kondensor pengganti yang dikombinasi dengan perlakuan pembalikan rak menghasilkan kadar air akhir pengeringan yang paling seragam pada waktu pengujian dengan hasil rata-rata 8.20 ± 1.04% bb. 4. Pemanfaatan panas kondensor AC untuk pengeringan chips kentang secara ekonomi
layak
untuk
dijalankan
dengan
nilai
perhitungan
NPV
Rp5,364,002.92 dan BCR 1.181 untuk waktu 2 tahun.
Saran Kecepatan kipas kondensor perlu dikurangi untuk mendapatkan suhu udara yang tinggi dan waktu kontak udara yang lebih lama bila suhu lingkungan kondensor rendah pada pemanfaatan panas kondensor untuk pengeringan. Perlu penelitian lebih lanjut mengenai optimasi jumlah bahan dan kecepatan aliran udara kondensor untuk mendapatkan efisiensi pengeringan yang lebih tinggi serta aplikasi alat pengering untuk pengeringan bahan pangan yang lain.
DAFTAR PUSTAKA
Agarry SE, AO Durojaiye, TJ Afolabi. 2005. Effects of pretreatment on the drying rate and drying time of potato. Journal of Food Technology 3 (3): 361-364 AOAC. 1995. Official Methods of Analysis of the Association Analytical Chemist. Inc., Washington D.C. Araullo EV. 1976. Rice Post Harvest Technology. International Development Research Centre. Ottawa. Canada Ashby MF. 2005. Materials Selection in Mechanical Design. Elsevier. Amsterdam Brooker DB, FW Bakker-Arkema, CW Hall. 1992. Drying and Storage of Grains and Oilseeds. Van Nostrand Reinhold. New York. Earle RL. 1983. Unit Operation in Food Procesing. Pergamon Press. Oxford Effendi M. 2005. Pengaruh kecepatan udara pendingin kondensor terhadap koefisien prestasi air conditioning. J Teknik Gelagar. Vol. 16, No. 1. 51-58 [FAO] Food and Agriculture Organization. 1998. Crop evapotranspiration guidelines for computing crop water requirements. FAO Irrigation and drainage paper 56. Rome Gross
D, W Hauger, J Schröder, W A. Wall, J Bonet. 2011. Engineering Mechanics 2: Mechanics of Materials. Springer. London
Heldman DR, DB Lund. 2007. Handbook of Food Engineering. CRC Press. London Hui YH. 1992. Encyclopedia of Food and Technology, John Wiley & Sons. New York Humphreys KK. 1991. Jelen’s Cost and Optimization Engineering. MCGraw-Hill. New York Kastaman R. 2006. Analisis Kelayakan Ekonomi Suatu Investasi. Modul Bimbingan Teknis IKM kota Tasikmalaya Mahlia TMI, CG Hor, HH Masjuki, M Husnawan, M Varman, S Mekhilef. 2009. Clothes drying from room air conditioning waste heat: thermodynamics investigation. The Arabian J Science and Engineering, 35,(1B): 339-351 Mattjik AA, M Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. IPB Press. Bogor
62
Mujumdar AS. 2006. Handbook of Industrial Drying. Taylor & Francis Group, LLC. Singapore Richey CB. 1961. Agricultural Engineer’s Hand Book. McGraw Hill Book Company. New York Sherwin K. 1996. Introduction to Thermodynamics. Chapman & Hall. London Simson SP, MC Straus. 2010. Post-harvest Technology of Horticultural Crops. Oxford Book company. Jaipur. India Singh J, L Kaur. 2009. Advances in Potato Chemistry and Technology. Academic Press. Amsterdam Singh RP, DR Heldman. 2009. Introduction to Food Engineering. Academic Press. USA Singley JE, CR Mischke. 2001. Mechanical Engineering Design. McGraw-Hill. Boston Smith PG. 2010. Introduction to Food Process Engineering. Springer. New York. Sugiyatno, I Haen, Mamat, Waluyo. 2004. Pemanfaatan limbah panas dengan menggunaan heat pump untuk menunjang konservasi energi. Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Kimia dan Proses 2004. ISSN : 1411 - 4216 Suntivarakorn P, S Satmarong, C Benjapiyaporn, S Theerakulpisut. 2009. An experimental study on clothes drying using waste heat from split type air conditioner. World Academic of science. Engineering and Technology 53. Taib G, G Said, S Wiraatmadja. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. Mediatama Sarana Perkasa. Jakarta Tim Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta. 2003. Teknik Dasar AC. Modul Peserta Diklat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta. Trott AR, T Welch. 2000. Refrigeration and Air-Conditioning. ButterworthHeinemann. Oxford
LAMPIRAN Lampiran 1 Kecepatan udara dalam ruang pengering Kecepatan udara dalam ruang pengering (m/detik) 1.68 1.63 1.11 1.07 1.04 1.03
Perlakuan KTA KTB KRA KRB KPA KPB
Standar deviasi 0.44 0.48 0.38 0.37 0.14 0.15
Lampiran 2 Data kenaikan suhu udara setelah melewati kondensor pada beberapa perlakuan laju udara Laju udara (m3/menit) 20.86 18.19 14.68 13.06
kenaikan suhu (oC) 7.99 9.90 12.27 13.73
standar deviasi (oC) 0.31 0.10 0.09 0.02
SDR (%) 3.92 1.04 0.70 0.17
Lampiran 3 Suhu udara rata-rata pada rak bagian depan Perlakuan KT1 KT2 KR1 KR2 KP1 KP2
Rak depan 35.86 39.86 40.74 42.45 44.13 41.79
Suhu udara rata-rata (oC) Stdev Lingkungan 1.56 27.99 1.63 31.66 1.96 29.08 2.11 30.06 1.84 29.42 1.82 27.12
Stdev 0.40 0.79 0.45 0.69 0.77 0.62
Lampiran 4 Suhu udara rata-rata pada rak bagian tengah
Perlakuan KT1 KT2 KR1 KR2 KP1 KP2
Rak tengah 36.53 36.26 41.12 42.85 44.14 43.50
Suhu udara rata-rata (oC) Stdev Lingkungan 1.21 28.79 1.25 28.36 1.59 28.49 1.70 30.70 1.61 30.33 1.55 29.39
Stdev 0.36 0.60 0.35 0.83 0.67 0.64
64
Lampiran 5 Suhu udara rata-rata pada rak bagian belakang Perlakuan KT1 KT2 KR1 KR2 KP1 KP2
Rak belakang 38.53 38.89 43.28 41.46 38.88 38.13
Suhu udara rata-rata (oC) Stdev Lingkungan 1.23 30.78 1.22 31.17 1.52 31.06 1.43 29.78 1.39 25.66 1.39 24.64
Stdev 0.88 0.82 1.22 1.05 0.57 0.32
Lampiran 6 Data suhu rata-rata selama pengeringan
Perlakuan KTA KTB KRA KRB KPA KPB
Udara Lingkungan Suhu Standart (oC) deviasi 26.54 2.40 30.58 1.78 30.59 1.49 28.35 1.14 27.63 3.30 30.36 1.83
Udara Kondensor Suhu Standart (oC) deviasi 33.88 2.35 38.21 1.79 43.30 1.56 40.71 1.14 41.15 3.05 44.05 1.69
Udara Evaporator Standart Suhu (oC) deviasi 18.38 2.01 19.32 1.31 20.96 0.94 18.39 0.97 18.05 1.59 19.85 0.84
Lampiran 7 Data suhu Lingkungan rata-rata dari waktu ke waktu selama pengeringan Waktu (menit ke) 0 - 30 30 - 60 60 - 90 90 - 120 120 - 150 150 - 180 180 - 210 210 - 240 240 - 270 270 - 300 300 - 330 330 - 360
KTA 30.9 31.1 30.0 27.8 24.9 25.0 25.0 24.8 24.8 24.6 24.5 24.8
Suhu udara lingkungan pada perlakuan (oC) KTB KRA KRB KPA 31.0 31.7 30.9 32.0 31.2 31.3 30.5 32.4 31.3 31.9 28.7 31.8 31.7 32.1 28.9 31.5 31.9 32.0 28.7 29.3 32.3 30.7 28.4 26.2 32.5 29.9 28.2 25.0 31.2 30.1 28.0 24.8 29.0 29.2 27.9 24.3 29.4 29.6 27.2 24.6 28.1 29.7 26.7 24.7 27.6 29.2 26.3 25.0
KPB 30.8 30.9 31.3 31.2 31.8 31.0 30.8 30.8 29.9 28.9 28.4 28.3
65
Lampiran 8 Data suhu udara kondensor rata-rata dari waktu ke waktu selama pengeringan Waktu (menit ke) 0 - 30 30 - 60 60 - 90 90 - 120 120 - 150 150 - 180 180 - 210 210 - 240 240 - 270 270 - 300 300 - 330 330 - 360
KTA 36.6 38.3 37.6 35.2 32.2 32.4 32.4 32.3 32.6 32.4 32.1 32.6
Suhu udara kondensor pada perlakuan (oC) KTB KRA KRB KPA 36.2 40.5 39.5 42.0 38.3 43.0 42.1 45.4 38.5 44.1 41.0 45.2 39.1 44.7 41.3 45.3 39.9 45.2 41.3 43.7 40.0 44.0 40.6 40.4 40.5 43.1 40.2 38.9 39.5 42.9 40.4 38.7 37.3 42.3 41.3 38.1 37.6 43.0 40.6 38.4 36.3 43.4 40.5 38.7 35.7 43.4 40.2 38.9
KPB 41.1 44.2 45.0 45.1 45.8 44.9 44.9 44.9 44.1 43.2 42.7 42.7
Lampiran 9 Laju pengeringan chips kentang Waktu pengeringan (menit) 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
Laju pengeringan (kg . kg berat kering-1 . jam-1) pada perlakuan KTA KTB KRA KRB KPA KPB 2.071 2.055 1.974 1.866 2.146 1.807 1.576 1.691 1.459 1.368 1.706 1.555 1.474 1.546 1.537 1.251 1.742 1.471 1.139 1.349 1.288 1.262 1.340 1.372 0.523 1.101 1.055 1.007 1.076 1.095 0.699 1.021 0.786 0.938 0.604 1.079 0.604 0.713 0.622 0.920 0.581 0.769 0.540 0.379 0.459 0.645 0.483 0.462 0.432 0.184 0.317 0.409 0.364 0.280 0.368 0.089 0.258 0.336 0.278 0.141 0.330 0.053 0.154 0.216 0.203 0.075 0.266 0.027 0.092 0.134 0.149 0.042
66
Lampiran 10 Penyerapan uap air rata-rata oleh udara pengering Waktu (menit ke-) 0 - 30 30 - 60 60 - 90 90 - 120 120 - 150 150 - 180 180 - 210 210 - 240 240 - 270 270 - 300 300 - 330 330 - 360
Penyerapan uap air (g/kg udara kering) pada perlakuan KTA KTB KRA KRB KPA KPB 1.61 1.78 2.71 2.67 3.01 2.65 1.23 1.47 2.02 1.97 2.41 2.31 1.15 1.35 2.13 1.80 2.46 2.19 0.88 1.18 1.79 1.81 1.90 2.04 0.40 0.96 1.47 1.45 1.52 1.63 0.54 0.89 1.09 1.35 0.84 1.60 0.46 0.63 0.86 1.32 0.81 1.14 0.41 0.33 0.63 0.92 0.65 0.68 0.33 0.16 0.44 0.59 0.54 0.41 0.28 0.08 0.36 0.48 0.35 0.21 0.25 0.05 0.21 0.31 0.30 0.11 0.20 0.02 0.13 0.19 0.21 0.06
Lampiran 11 Kadar air selama pengeringan tanpa pembalikan rak Waktu (menit) 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
KTA 84.89 80.61 75.28 67.84 60.76 56.51 52.07 47.59 43.02 39.04 35.48 31.83 28.46
Stdev 0.83 3.15 7.54 14.11 19.22 21.37 22.54 22.81 22.39 21.45 20.10 18.57 16.97
Kadar air pada perlakuan KR A Stdev 83.76 0.78 78.94 3.67 72.14 9.85 61.67 19.29 53.07 23.70 45.79 24.01 39.37 22.51 32.75 20.19 26.75 17.33 21.80 14.34 17.34 10.96 14.35 8.15 12.42 5.82
KPA 84.73 79.83 73.20 62.04 52.91 45.78 41.05 35.79 30.74 25.83 21.24 17.15 14.00
Stdev 0.84 3.54 8.88 18.70 23.55 23.67 22.11 19.74 16.95 13.94 10.52 7.12 4.60
67
Lampiran 12 Kadar air selama pengeringan dengan pembalikan rak Waktu (menit) 0 30 60 90 120 150 180 210 240 270 300 330 360
KTB 83.91 78.47 71.04 61.36 52.26 43.56 32.07 22.04 16.61 13.79 12.06 11.37 10.97
Stdev 84.28 79.47 73.16 64.92 57.38 51.13 43.43 33.04 24.54 20.00 16.31 13.92 12.25
Kadar air pada perlakuan KRB Stdev 83.78 1.04 79.33 3.57 73.01 9.93 63.91 17.16 53.94 20.53 46.36 20.48 34.82 15.71 23.97 10.80 17.28 6.90 13.06 4.55 10.56 2.75 9.24 2.11 8.32 1.72
KPB 0.61 4.21 10.22 18.12 22.73 23.91 21.04 17.25 15.17 12.71 9.62 6.85 4.89
Stdev 1.57 3.11 8.22 16.00 22.38 23.31 17.31 12.09 8.43 5.67 3.41 1.95 1.04
Lampiran 13 Driving force selama pengujian pengeringan chips kentang Waktu (menit ke) 0 - 30 30 - 60 60 - 90 90 - 120 120 - 150 150 - 180 180 - 210 210 - 240 240 - 270 270 - 300 300 - 330 330 - 360
KTA 0.0039 0.0044 0.0042 0.0035 0.0028 0.0027 0.0029 0.0028 0.0029 0.0028 0.0027 0.0029
Driving force pada perlakuan (kg . kg -1) KTB KRA KRB KPA 0.0041 0.0055 0.0046 0.0058 0.0047 0.0061 0.0055 0.0070 0.0047 0.0065 0.0053 0.0070 0.0050 0.0066 0.0054 0.0068 0.0053 0.0068 0.0054 0.0059 0.0054 0.0064 0.0051 0.0049 0.0055 0.0062 0.0050 0.0047 0.0050 0.0061 0.0051 0.0046 0.0043 0.0057 0.0054 0.0046 0.0045 0.0060 0.0052 0.0046 0.0041 0.0062 0.0052 0.0047 0.0038 0.0062 0.0049 0.0048
KPB 0.0053 0.0063 0.0065 0.0066 0.0068 0.0065 0.0066 0.0067 0.0063 0.0060 0.0059 0.0059
Lampiran 14 Gambar teknik alat pengering Bagian
No 1 2 3 4 5
Penyanggah Ruang Pengering Ruang Pengering Rak Pengering Dudukan Rak Pengering Penyalur Udara Panas
Bahan
Keterangan
Besi siku 34 mm tebal 2 mm Kayu lapis tebal 18 mm Aluminium siku 13 mm tebal 1 mm Aluminium siku 13 mm tebal 1 mm Kayu lapis tebal 18 mm
Instalasi menggunakan baut M12 Instalasi menggunakan paku Instalasi menggunakan paku rivet Instalasi menggunakan sekrup Instalasi menggunakan paku
5
3
2
4
1
Skala : 1: 15
Digambar : Dedy Eko R.
Peringatan
Satuan : milimeter Tgl : 08 – 08 - 2011 Departemen TMB - IPB
Diperiksa : Dr. Ir. Sutrisno, MAgr
GAMBAR ISOMETRI ALAT PENGERING DENGAN SUMBER PANAS KONDENSOR AC 1HP
Hal: A-4 1
Bagian
No 1 2 3 4 5
Penyanggah Ruang Pengering Ruang Pengering Rak Pengering Dudukan Rak Pengering Penyalur Udara Panas
Bahan
Keterangan
Besi siku 34 mm tebal 2 mm Kayu lapis tebal 18 mm Aluminium siku 13 mm tebal 1 mm Aluminium siku 13 mm tebal 1 mm Kayu lapis tebal 18 mm
Instalasi menggunakan baut M12 Instalasi menggunakan paku Instalasi menggunakan rivet Instalasi menggunakan sekrup Instalasi menggunakan paku
13
Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr
Bagian
No 1 2 3 4
Bahan
Rangka Rak Pengering Plat Strip Kawat Net Aluminium Rivet
Keterangan
Aluminium siku 13 mm tebal 1 mm Aluminium 12 mm tebal 1 mm Aluminium Aluminium
Instalasi menggunakan rivet Instalasi menggunakan rivet Tipe J1010 Rivet Code No 423
1500 13 1476 cm
1 4
476
500
13
18
1
2
Gambar detail B Skala 1:1
Tampak Atas A
3
4
500
1500 13
Tampak Depan
13
Tampak Samping
B 4
3
Skala : 1: 10 12
13
2
Peringatan
Satuan : milimeter
1 Gambar detail A Skala 1:1
Digambar : Dedy Eko R.
Tgl : 08 – 08 - 2011 Departemen TMB - IPB
Diperiksa : Dr. Ir. Sutrisno, MAgr
GAMBAR ISOMETRI RAK PENGERING
Hal: A-4 1
71 Lampiran 15 Foto kondensor AC koshima 1 hp dan alat pengering hasil rancangan
Kompresor Penampung refrigeran
Heat exchanger
Motor kipas kondensor
Gambar kondensor AC yang digunakan (Koshima KT10T1) Ruang pengering
Kondensor
a b Evaporator
Gambar alat pengering (a) dan unit AC (b) pada penelitian
72
a
b Gambar bagian dalam ruang pengering (a) dan susunan rak pengering (b)
Gambar rak pengering
73
Rak pengering
Dataloger
Gambar Pengujian pengeringan chips kentang