RAKYAT INDONESIA MENGUTUK PEMBUNUHAN MASSAL Dr.Alexander Tjaniago Keputusan Militer/para Jendral TNI pada 5 Oktober 1965 akan menghancurkan Partai Komunis Indonesia ( PKI ) dan akan mengambil kekuasaan Negara dari Presiden Soekarno dapat ditemukan diantaranya dalam Dokument CIA 8 Oktober 1965 (Sumber:Gabriel Kolko,"United States Foreign Policy,1945-1980",New York 1988); justru itu, pada Tanggal 28 September 1965, dua hari sebelum Peristiwa 30 September1965, datang Pimpinan NU/Wakil Ketua NU-Zainuri Echsan Subchan menghadap Jendral A.H. Nasution dengan menyampaikan proposal untuk Kementrian Pertahanan, supaya TNI segera mempersenjatai Pemuda Ansor dan seluruh Pemuda Islam dan semua yang anti-PKI, untuk menghancurkan PKI dan NASAKOM. 1 Oktober 1965 berlangsung Pertemuan Pimpinan NU dengan 38 Organisasi Massa Islam, terutama Ansor, HMI, DII & TII, di Kantor KOTI, dibawah Pimpinan Jendral-mayor Sutjipto, yang membentuk suatu KOALISI antara para Jendral TNI dengan NU dan 38 Ormas Islam lainnya, yang kemudian dinamakan Front-Pancasila, yang melahirkan keputusan pokok: Menghancurkan PKI sebagai Partai dan melikwidasi/membunuh seluruh Pimpinan-Pimpinan dan Anggota-Anggota PKI dan Organisasi Massa, seperti SOBSI, BTI GERWANI, Pemuda Rakyat, CGMI, HSI,etc., melikwidasi NASAKOM dan menjatuhkan Pemerintahan Presiden Soekarno [Sumber: Brian May, "The Indonesian Tragedy", London 1978; Ulf Sundhausen, "The Road of Power. Indonesian Military Politics 1945-1967",Kuala Lumpur 1982; Iwan Gartono Sudjatmiko, "The Destruction of the Indonesian Communist Party (PKI) (a comperative analysis of East Java and Bali), Ph.D Thesis, Harvard University, 1992; Andre Feillard,"Islam et Arme dans L'Indonesie contemporaine", Paris 1995 ] Wakil Ketua NU-Zainuri Echsan Subchan adalah ex-Pimpinan Partai terlarang Masyumi, yang diantaranya membantu dan mengorganisasi Pemberontakan para Perwira TNI AD di Provinsi, seperti PRRI, Permesta, etc. dan NU menjadi tempat perlindungan semua Pimpinan-Pimpinan dan Anggota-Anggota dan Ormas Masyumi, PSI, DII & TII, dimana Zainuri Echsan Subchan memegang hubungan dan kerjasama yang erat dengan para Jendral TNI, terutama dengan Jendral A.H. Nasution (Sumber: Andre Freillard,"Islam et Armee dans L'Indonesie contemporaine", Paris 1995). 2 Oktober 1965 Komandan Militer Jakarta, Jendral-mayor Umar Wirahadikusuma menyampaikan kepada Pimpinan NU, Zainuri Echsan Subchan kesediaan Militer/TNI AD
1
segera mempersenjatai Ansor dan semua Pemuda dari Ormas Islam -- Front Pancasila, dan Komandan RPKAD, Letkol.Sarwo Edhie Wibowo melaksanakan keputusan tsb. dan mempersenjatai serta melatih 25 000 Pemuda Ansor, HMI dan Front-Pancasila. Jendral A.H. Nasution menyampaikan Amanatnya, dalam kedudukannya sebagai Mentri Pertahanan kepada seluruh Aparat TNI dan Front-Pancasila untuk membunuh setiap Komunis/Anggota PKI (Sumber:John Hughes, "Indonesian Upheaval", New York 1967; Herman Sulistyo, "The Forgotten Years. The Missing History of Indonesia's Mass Slaughter (Jombang-Kediri 1965-1966), Ph.D. Thesis, University of Arizona 1997). Trompet NU-Suratkabar Duta Masyarakat dan Suratkabar Militer/TNI-Berita Yudha tiaphari melakukan Hate Crime, menghimbau Pemuda Ansor dan semua Ormas Islam untuk membunuh Anggota-Anggota PKI dan menghancurkan semua PKI dan semua Ormas, yang berhubungan dengan PKI secara keseluruhan, walaupn Statement PKI 2 Oktober 1965 menyatakan, bahwa apa yang dinamakan Gerakan 30 September 1965 adalah masalah intern didalam TNI, tidak ada hubungannya dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). (Sumber:Benedict Anderson/Ruth McVey,"A Preliminary Analysis of the October 1,1965. Coup in Indonesia, Ithaca 1971. Statement PKI 2.10.1965-8.10.1965, in: Indonesia, 1 April 1966). 4 Oktober 1965 pada penggalian mayat para Jendral yang terbunuh oleh Gerakan 30 September -- Letkol. Untung, di Lubang Buaya, Jendral Suharto melakukan Propaganda Kotor, seolah-olah pembunuhan para Jendral tsb. dilakukan oleh GERWANI, dengan menyiksa dan memotong-motong kemaluan mereka, walaupun AUTOPSY dari Dr.med. Militer/TNI membuktikan kebohongan Jendral Suharto tsb. membantah pernyataan Jendral Suharto yang bohong Kebohongan Jendral Suharto untuk pembenaran Pembunuhan Massal ! Dan mulai dari 1 Oktober 1965 TNI/RPKAD melakukan Penangkapan Pimpinan-Pimpinan dan Aktivis PKI di Jakarta dan di Kota-Kota Besar di Jawa-Barat, dan dalam waktu satu Minggu telah memenjarakan 5000 Orang Anggota PKI, dan didalam Penjara disiksa secara baiadab, ditusuk-tusuk dan dibacok, dipotong-potong Telinga para Tahanan dengan Parang oleh Pemuda Ansor dan HMI, dibawah Komando RPKAD dan kemudian di "hilangkan" alias dibunuh. (Sumber: Eson R.E., "Suharto", Cambridge 2001). Marshall Green - US Ambassador, Jakarta, yang memberikan 5000 Daftar Nama Pimpinan-Pimpinan PKI diseluruh R.I. yang harus dibunuh kepada Militer/para Jendral TNI ( Laporan Marshall Green, 10.8.1966 "Foreign Relation of the United States
2
1964-1968, Juilid XXVI, hal.387, Washinghton 2001). 5 Oktober 1965 Kantor Comite PKI di Yogyakarta diserang, dirampas dan dibakar oleh Ansor, HMI dan Front-Pancasila; dan 8 Oktober 1965 di organisasi oleh Komandan Militer Jakarta dan NU penyerangan Kantor CCPKI di Jakarta, perampasan dan pembakaran Hakmilik CCPKI, penangkapan dan pembunuhan semua yang berada dalam Kantor; dan dalam waktu yang sama, 2000 Orang Anggota Pemuda Rakyat dibunuh secara kejam dan biadab oleh Ansor, HMI bersama TNI/RPKAD didaerah Pelabuhan Udara Halim. (Sumber: CIA "Indonesia - 1965"; Wartawan ADN-Jakarta, 21.10.1065; Arnold Beckman, "The Communist Collaps in Indonesia", New York 1969).. Jendral-mayor Ibrahim Adjie -- Komandan Divisi Siliwangi mulai mempersenjatai ex-DI & TII, Ansor, HMI, untuk melakukan pembunuhan Pimpinan-Pimpinan PKI, SOBSI, BTI dan Pemuda Rakyat, terutama di Daerah Cirebon dan Garut, dimana hampir 10 000 Manusia di jagal dalam waktu hanya Lima Hari, yang kemudian dinamakan oleh para Jendral TNI AD "konflik horizontal" dalam Masyarakat. (Sumber:Harold Crouch, "The Army and Politics in Indonesia", Ithaca/London 1978 ). Pada wawancara dengan seorang Journalist UPI - H.E. Stannard, 24.11.1966, Komandan RPKAD -- Letkol. Sarwo Edhie menyatakan, bahwa RPKAD telah mempersenjatai dan melatih 25 000 Pemuda HMI dan Ansor untuk melakukan pembunuhan semua PKI bersama TNI. Hanya di Solo mereka telah berhasil membunuh 10 000 PKI dan 15 000 lainnya dimasukkan dalam Tahanan, yang kemudian juga mereka bunuh semuanya ( Robert Shaplen: "Time out of Hand. Revolution and Reaction in Southeast Asia", New York 1969) TNI/RPKADA dibawah Komando Letkol. Sarwo Edhie Wibowo, Ansor dan HMI merupakan kekuatan Teror utama dalam melakukan pembunuhan massal diseluruh Wilayah R.I. Seperti di daerah Boyolali, Banyuwangi, Jember sampai ke Denpasar-Bali, TNI/RPKAD menembaki, membrondong Penduduk dengan Senapan Mesin, semua, siapa saja, Orang Dewasa maupun Anak-Anak, sampai satu Desa habis punah, mati, dan Ansor, HMI, memenggal leher para Tahanan dengan Parang, dan dalam waktu pendek, tak lebih dari 48 Jam, mereka telah membunuh 4000 Manusia, suatu kebiadaban yang luarbiasa. ( Sumber: Stanley Kernow,"Mass frency of killing" in Bali, New York Times, 18.4.1966 ). 3 Oktober 1965 Jendral Kemal Idris di Sumatra-Utara memberikan Komando pembunuhan semua yang berhubungan dengan PKI dan setiap Minggu sekitar 2000 Manusia yang di jagal secara Sadis dan biadab oleh TNI AD, Ansor dan HMI. (Sumber:
3
BRD-Botschaft-Jakarta, "Verluste der indonesischen Bevölkerung seit 1.Oktober d.J", 14.12.1965; John Hughes, "Indonesian Upheaval", New York 1967). Di Gayo-Aceh atas Instruksi Jendral Ahmad Yunus Mokoginta --Komandan Territorium Sumatra, telah melakukan pembunuhan sejumlah 6000 Manusia, November 1965; dan seterusnya, setiap Minggu membunuh 3000 Manusia (PKI), 10,500 Tahanan PKI di Sumatra-Utara, yang kemudian semua dibunuh. 40,000 Buruh Plantage Teh dan Karet Tanjungmorawa dibunuh habis beserta keluarga mereka, PKI ( Sumber: Ann Laura Stoler, "Capitalism and Confrontation in Sumatra's Plantation Belt, 1970-1979", Ann Arbor 1995). Di Derah Kabupaten Pesisir Selatan-Sumatra-Barat, atas Komando Letkol. Purnomo Sipur, lebih dari 300 Tahanan Politik, dibunuh dengan cara yang sangat Sadis dan biadab, para Tahanan dikubur Badan sampai Leher dan dibiarkan sampai mati. Di Bukitpulai, sekitar 17 KM dari kota Painan, dilakukan oleh Letkol. Purnomo Sipur pembunuhan Massal, 45 Orang Tanahan Politik, dibunuh dan dimasukkan kedalam satu Lobang. Sejumlah 1037 Orang diseluruh Kabupaten Pesisir Selatan yang dihilangkan/dibunuh dan tempat penghilangan/pembunuhan tersebar diseluruh Kabupaten Pesisir Selatan (Laporan Bakri Ilyas MBA, Pimpinan PAKORBA Indonesia). Diseluruh Wilayah KODAM di R.I. berlangsung pembunuhan Massal yang dilakukan oleh Militer/TNI-AD dan KOALISI TNIAD dengan NU, Ansor, HMI, dan Front-Pancasila, dan mereka mendapat carte blanche dari para Jendral TNI untuk melakukan Operasi Pembunuhan Manusia, semua yang diidentitaskan sebagai PKI, tanpa kehadiran para Jendral TNI; dan mereka: Ansor, HMI, melakukan pembunuhan juga terhadap AnakAnak dibawah umur. Sumber: (New York Times, 18.4.1966; "Reign of terror in Java", Time, 13.4.1965). 10 Oktober 1965 para Jendral TNI mendirikan KOPKAMTIB dibawah Komando Jendral Suharto, yang berfungsi Executive dan Yudicative. Penangkapan dan Pembunuhan Massal yang diorganisasi oleh Aparat Negara Militer Fasis ORBA-Jendral Suharto. Wilayah R.I. berubah menjadi Penjara Manusia terbesar di Dunia, dan para Tahanan setiap hari diambil oleh Ansor dan HMI, disiksa dengan Sadis dan biadab dan kemudian dipotong leher para Tahanan sampai mati (Sumber: "Laporan Politbiro SED-GDR", in: Information Nr.6/66,19.1.1966). Permulaan November 1965, di Flores, di Pulau Roti dekat Pulau Timor, 50 Keluarga PKI,
4
semua, termasuk Anak-Anak, dibunuh secara Sadis dan biadab oleh Ansor dan HMI, bersama TNIAD. (Sumber: Robert Goodfellow, "Forgetting what it was remember the Indonesian killing of 1965/1977", in: Ghost at Table of Demogracy. London 2002). Pogrom/Teror atas Warganegara R.I. Ethnis China, dilakukan bukan hanya oleh Militer/TNIAD atas Komando Mayor Syamsuddin, melainkan lebih banyak dilakukan Ansor dan HMI: di Makasar-Sulawesi 2000 Rumah dirampok, dan penghuninya dibunuh, dengan tuduhan-Agen Komunis, RRT. Baperki di Medan, di Jakarta, di obrak-abrik, Hakmilik dirampas. Di Jakarta, di Sumatra-Utara, Medan dan Sulawesi, hampir 3000 Orang Warganegara R.I. Ethnis China dan diantaranya juga Warganegara RRT, dibunuh. Dari 5 s/d 14 Novemver1965 di organisasi Pogrom/teror terhadap Ethis China di Ambon, di Makasar, di Bonthain, di Banjarmasin. Dan 29 November sampai 5 Desember 1965 di Singaraja, di Denpasar; 6 dan 7 Desember 1965 Pogrom di Klungkung dan Hakmilik dirampas, para Wanita di Perkosa. (Sumber: Charles Coppel, "Indonesian Chinese in crisis", Kuala Lumpur 1983; Hsinhua, "Protes Kedutaan Besar RRT di Jakarta", 4.11.1965. Pada Periode Oktober 1965 s/d Pertengahan 1966 menurut Agent CIA, John Stockwell, yang mengikuti seluruh proses pembunuhan Manusia (PKI) atas perintah Jendral TNI Suharto, terutama di Pulau Jawa, sejumlah 800 000 Manusia ( PKI ) telah terbunuh ( US Embassy, Jakarta.Telegramm 21.2.1966, NARA, RGH 59, 250/7/s. Box 2319, POL. 2/1/66); kemudian Jendral-mayor Ibrahim Adjie, Komandan Divisi Siliwangi dalam wawancaranya dengan Militer Attache Australia memperbaiki Angka tsb. dan menyatakan dengan bangga, Dua Juta Manusia ( PKI ) telah dibunuh ( Wawancara T. Warren dengan Jendral-mayor Ibrahim Adjie 20-22.6.1966, ANA, 3034/1/1, Australia Embassy, Jakarta); dan Letkol TNI Sarwo Edhie Wibowo, Komandan RPKAD menyatakan, bahwa Tiga Juta PKI telah ditumpas habis, telah dibunuh ( Sarwo Edhie: Wieringa, "Sexual Politics in Indonesia", New York 2002; Benedict Anderson "Petrus Dadi Ratu", New Left Review, 3.Mail-Juni 2000). Clifford Geertz, seorang penyelidik dari pembunuhan massal yang kejam, mengingatkan dalam Tulisannya "After the Fact" cara pembunuhan Manusia yang sangat Sadist dan Biadab, yang dilakukan oleh Pemuda Islam Ansor dan HMI, yaitu dengan memotong leher para Korban, atau memotong-motong bagian dari Tubuh para Korban dengan Kapak sampai mati, menusuk para Korban dengan benda tajam sampai mati, atau memukul para Korban dengan Batu sampai mati, atau mengikat para Korban dengan Tali dan diseret-seret sampai mati dan ada yang dikubur hidup-hidup. (Clifford Geertz, "After the Fact", Two Centuries, Four Decades, One Anthropologist. Cambridge Mass 196)
5
Malah Anak-Anak bersama seluruh anggota keluarga dibunuh dengan cara Sadist dan Biadab. Atas pertanyaan dari Journalist Australia, "kenapa Anak-Anak juga dibunuh?", HMI dan Ansor menyatakan "untuk nanti tidak ada yang akan melakukan balas dendam". ( Australia Embassy, Jakarta, "Political Savingram", No.10.25.2.1966. J.M.Starey, "Note on anti-PKI Measures in Nusa Tenggara", 25.2.1966. Stanley Karnow, "Mass frenzy of killing", in Bali, New York Times, 18.4.1966.) Secara resmi PNI bukan Anggota "KOALISI" dengan Militer/para Jendral TNI dan dengan Front Pancasila, tetapi Geoffrey Robinson mengingatkan dalam Tulisannya "Political Violence in Bali", bahwa PNI merupakan Organisator dari pembunuhan Massal di Bali, dimana Pemuda Marhaen dengan memakai seragam hitam. dimalam hari, bersama RPKAD, menyerang rumah-rumah Anggota-Anggota PKI, SOBSI, BTI, GERWANI, PEMUDA RAKYAT dan membunuh semua keluarga, termasuk Anak-Anak, dengan memotong leher mereka dengan Parang sampai putus dan mati. Dalam waktu hanya satu Bulan, Pemuda Marhaen-PNI telah membunuh sekitar 80,000 sampai 100,000 Manusia ( PKI ). Hal yang sama mereka lakukan di Jawa-Timur, terutama di Daerah Banyuwangi, dalam seminggu membunuh lebih dari 3000 Manusia ( PKI ). ( Geoffrey Robinson, "The Dark Side of Paradise. Political Violence in Bali", Ithaca/London 1965). Wilayah Repuiblik Indonesia, hasil dari Proklamasi Kemerdekaan R.I. dijadikan oleh para Jendral TNI tempat penjagalan/pembantai Jutaan Manusia-Warganegara R.I., dan dijadikan Penjara Manusia terbesar di Dunia. Karena jumlah manusia (PKI) yang dimasukkan kedalam Penjara Militer/TNI sangat banyak, lebih dari Dua Juta Manusia, maka KOALISI Militer/TNI dengan HMI dan Ansor melakukan pembunuhan para Tahanan, seperti Tahanan di Penjara Salemba-Jakarta, 1 sampai 4 Orang Tahanan tiap hari "dihilangkan" alias dibunuh; Tahanan di Nusakambangan tiaphari 20 Orang di "hilangkan"; Tahanan di Kalisosok Surabaya 758 Orang di bunuh, sekitar Tahun 1966-1969: Malah Tahanan yang dibuang ke Pulau Buru, sejumlah 10,000 Orang, 315 Orang dari situ, periode 1969-1975, dibunuh, karena "tidak kooperativ" dengan Militer. Dengan demikian berlangsung pembunuhan para Tahanan politik yang dilakukan oleh Militer/para Jendral TNI bersama dengan KOALISI mereka dari Parpol dan Ormas Islam, HMI dan Ansor, diseluruh R.I. Dan kemudian sisanya, muncul Angka Resmi para Tahanan Militer TNI sejumlah 1,8 Juta Manusia ( PKI ), yang dinamakan TAPOL ( Carmel Budiardjo, "Surviving Indonesia's Gulag", London/New York, 1966. Harold Munthe-Kass, "Indonesia. Gestapu in jail", Bulletin, 25.11.1967. Stanley Karnow, "Suharto's worry. How to heal the wounds of the anti Red holocaust?", Streits Times,Singapore,19.2.1970).
6
"INDONESIA NEGERI YANG GANAS, SADIST, KEJAM DAN BIADAB" komentar yang sangat gusar dan mengutuk dari Thomas Lindblat, dalam Tulisannya "Roots of Violenve in Indonesia", Singapore 2002. Inilah Pengkhianatan atas Proklamasi Kemerdekaan R.I. yang dilakukan oleh para Jendral TNI dari Jendral Suharto s/d Jendral Susilo Bambang Yudhoyono, dan sampai hari ini, setengah abad berjalan, Militer/para Jendral TNI masih tetap memugar KOALISI mereka dengan Partai-Partai dan Organisasi-Organisasi Islam, terutama dengan FPI, yang dilaksanakan oleh Komandan KESBANGPOL dalam mengintervensi kekuatan Demokratis dan melaksanakan Hate'sCrime ditengah-tengah Masyarakat, yang berjuang untuk perubahan kekuasaan Negara, sesuai dengan Jiwa Proklamasi Kemedekaaan R.I. dan UUD1945 ( Naskah Asli).
7