RADIOPERUNUT DALAM INDUSTRI Metodologi, keunggulan dan prospek Sugiharto* *) Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi Jl. Batan, Jakarta Selatan (e-mail:
[email protected]) 1. Pendahuluan Secara garis besar penggunaan teknik nuklir dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu penggungaan sebagai sumber tertutup dan penggunaan sebagai sumber terbuka [Hills, 1999]. Sumber tertutup adalah zat radioaktif yang dibungkus selongsong baja tahan karat sehingga tidak menimbulkan kontaminasi terhadap lingkungan. Penggunaannya tidak bersentuhan dengan material yang diteliti dan radiasi yang dipancarkan dari sumber radiasi tersebut diarahkan ke material tersebut. Radiasi yang ditransmisikan atau radiasi yang dihamburkan oleh material diukur dan dianalisis untuk mendapatkan informasi tentang kandungan dan sifat-sifat fisis material tersebut. Sumber tertutup biasanya digunakan sebagai nucleonic gauging, radiografi, radiometri, tomografi, pengeboran (logging) dan proses radiasi Zat radioaktif sumber terbuka lebih dikenal sebagai radioperunut. Dalam aplikasinya radioperunut dalam jumlah sedikit diinjeksikan ke dalam aliran material bulk di dalam sistem. Informasi yang diperoleh dari injeksi radioperunut adalah informasi tentang dinamika material di dalam sistem, seperti efisiensi pencampuran dan difusi, by-passing, volum mati (dead volume), channeling atau short-circuiting dan kehilangan material (kebocoran) [Charlton, 1986; Levenspiel, 1972; Fogler, 1997]. Karena diinjeksikan dalam jumlah sedikit kontaminasi yang ditimbulkan umumnya masih dalam batas-batas yang diizinkan. Jika radioperunut diinjeksikan berkali-kali pada satu jenis unit proses yang dioperasikan dengan parameter bervariasi, teknik radioperunut dapat digunakan untuk menentukan kondisi optimal pengoperasian unit proses tersebut. Teknik radioperunut sangat berpotensi dan telah digunakan dalam berbagai bidang mulai dari pengeboran (logging) untuk mendapatkan mineral di daerah pedalaman sampai pemrosesan material di kilang-kilang petrokimia. Industri-industri skala besar seperti industri minyak bumi dan gas serta turunannya menggunakan teknik perunut
untuk
mengetahui inter-koneksi antar sumur minyak bumi melalui program yang disebut InterWell Tracer Test (IWTT) hingga efisiensi unit-unit pengolahan minyak bumi dan gas di dalam kilang-kilang produksi. Industri-industri besar seperti itu di negara manapun berperan 1
sangat strategis sebagai tulang punggung dan penyumbang devisa sehingga kelangsungan operasional dan efisiensi pada industri-industri strategis tersebut harus dipertahankan dan ditingkatkan. Penggunaan teknik radioperunut belakangan ini dirasa semakin meluas disebabkan oleh keuntungan secara ekonomi yang dapat diperoleh karena teknik radioperunut menawarkan harga yang kompetitif dibandingkan teknik-teknik non-nuklir yang ada. Dalam aplikasi tertentu seperti penentuan umur air tanah terutama di sumur-sumur dalam hanya dapat dilakukan dengan menganalisis isotop alam yang terkandung di dalam air tanah tersebut. Di lain hal pengukuran laju aliran fluida akan lebih akurat menggunakan teknik radioperunut dibanding menggunakan alat ukur mekanik yang umumnya dipasang secara permanen pada pipa-pipa penyalur fluida [Charlton, 1986]. Dalam artikel ini akan diuraikan secara singkat tentang metodologi radioperunut, penggunaan teknik radioperunut yang telah dilakukan oleh kelompon uji tak rusak (NDTNon-Destructive Testing), Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) – Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Bidang-bidang kegiatan aplikasi meliputi (1) Mercury inventory di PT. Industri Soda Indonesia, Sidoarjo, Jawa-Timur; (2) Penentuan lokasi kebocoran kabel tegangan tinggi bawah tanah di PT. PLN pembangkit listrik Tanah Abang, Jakarta-Pusat; (3) Pengukuran laju aliran uap di dalam pipa geothermal di PT. Pertamina Geothermal Energi Kamojang-Garut, Jawa-Barat; (4) Pengukuran laju aliran multi-fasa di dalam pipa HCT (hidrocarbon transport) dengan operator Join Operation Body (JOB), PT. Pertamina dan PT. Bumi Siak Pusako, Kabupaten Siak-Riau; (5) Identifikasi kebocoran pipa bawah tanah untuk transmisi bahan bakar minyak (BBM) di Indramayu; (6) Identikasi kebocoran gas di dalam unit ammonia converter, PT. PUSRI, Palembang-Sumatera Selatan; (7) Pencarian kebocoran pipa avtur di bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Banten; (8) Penentuan kebocoran pipa hidran bawah tanah di PT. PLN Unit Pembangkit listrik Suralaya dan (9) Pendeteksian ada-tidaknya kebocoran pipa minyak bumi yang menyeberang sungai Jurong, Bekasap, Riau. Disamping itu akan dibahas juga secara singkat tentang aspek teknoekonomi dari penggunaan teknik radioperunut dan teknik sumber tertutup.
2
2. Produksi dan pemilihan radioperunut. Bangsa Indonesia sangat bersyukur dengan telah dibangunnya reaktor-reaktor nuklir di berbagai tempat seperti di Serpong, Bandung dan Jogyakarta. Walaupun tujuan akhir pembangunan reaktor-raktor nuklir tersebut adalah sebagai penyedia energi listrik untuk konsumsi di dalam negeri namun reaktor-reaktor nuklir yang telah dibangun di ketiga tempat tersebut bertujuan sebagai reaktor riset yang mampu memproduksi berkas sinar netron dengan fluks yang memadai untuk pembuatan zat radioaktif. Disamping ketiga reaktor nuklir tersebut, telah dibangun pula fasilitas pemercapat partikel (acceleratorakselerator) untuk tujuan yang sama. Radioperunut dapat diproduksi dari reaksi antara ’bahan radioperunut’dengan berkas elektron di reaktor nuklir atau menggunakan akselerator atau diproduksi di dalam generator yang dikenal dengan generator radionuklida. Radioperunut yang telah diproduksi di reaktor nuklir atau akselerator dikemas dalam suatu wadah, gambar 1, yang memenuhi syarat-syarat keselamatan nuklir. Radioperunut yang diproduksi di dalam generator radionuklida umumnya dapat dibawa langsung ke tempat dimana injeksi isotop akan dilakukan. Pengeluaran radioperunut dari generator dilakukan melalui proses elusi. Produksi isotop di dalam generator berlangsung terus dengan jeda waktu tertentu saat produksi berlangsung sehingga radioperunut yang diproduksi oleh generator isotop dapat diinjeksikan berulangulang sampai induk bahan isotop habis. Gambar 2 memperlihatkan generator isotop Tc-99m yang biasa digunakan dalam medis dan industri.
Gambar 1. Isotop Br-82 dalam kontener, (Dok: Sugiharto)
3
Gambar 2. Generator Tc-99m (sumber: http://en.wikipedia.org/wiki/File:Five99mTechnetiumGenerators.jpg) Pemilihan isotop sebagai radioperunut idealnya didasarkan pada kriteria-kriteria berikut [IAEA, 2004]: • Bentuk fisika/kima radioperunut dengan material yang dirunut harus sesuai. Jika material yang dirunut adalah cairan maka radioperunut yang digunakan adalah berbentuk cairan. • Radioperunut harus stabil secara fisika, kimia, termal dan mikrobiologi dalam lingkungan sistem dimana redioperunut diinjeksikan (seperti tidak terdekomposisi, tidak mengalami perubahan fasa, tidak terserap lingkungan dan lain sebagainya) • Umur paro radioperunut harus lebih lama dibandingkan dengan lamanya pekerjaan ditambah waktu transportasi dari tempat produksi isotop dan aktivitas sisa yang ditinggalkan di dalam sistem. • Aktivitas jenis perunut sebaiknya besar agar jumlah isotop yang diinjeksikan cukup sedikit saja. • Radiasi radioperunut sebaiknya sinar gamma yang mampu menembus penghalang sehingga pengukuran radiasi dapat dilakukan dari luar sistem. • Ketersediaan dan harga radioperunut. Radioperunut sebaiknya mudah diproduksi dengan harga yang ekonomis. • Metode pengukuran radiasi perunut. Apakah pengukuran radiasi dilakukan dengan cara pengukuran di tempat (in-situ) atau dengan cara sampling?.
4
• Rancangan, ukuran dan efisiensi detektor radiasi dan geometri pengukuran harus diperhitungkan untuk memperoleh waktu yang efektif tanpa mengurangi keakuratan pengukuran. • Pengukuran radiasi harus memperhitungkan kecepatan aliran fluida sehingga menentukan waktu pengukuran. • Spesifikasi teknis sistem harus diperhitungkan seperti tebal pipa dan kemungkinan melakukan pemonitoran radiasi secara on-line. • Sifat-sifat proses yang dipelajari, seperti kandungan unsur-unsur di dalam material. • Tekanan dan temperatur sistem. • Penanganan material radioaktif, proteksi radiasi, aktivitas sisa yang diizinkan setelah pekerjaan selesai. Dalam prakteknya kriteria ideal seperti ditunjukkan diatas tidak dapat semuanya terpenuhi sehingga pemilihan isotop sebagai radioperunut hanya didasarkan pada sifat kompatibilitas fisika-kimia, jenis energi dan waktu paro, tebal dinding penghalang, tekanan dan temperatur lingkungan serta debit aliran di dalam sistem [Charlton, 1986, IAEA, 1990; IAEA, 2008]. Radiotracer yang diproduksi dalam reaktor nuklir atau menggunakan akselerator dan generator radionuklida yang digunakan dalam industri masing-masing dirangkum dalam Tabel.1 dan Tabel.2.[ IAEA, 2004] 3. Metodologi radioperunut. Teknik radioperunut merupakan salah satu teknik uji tak rusak (NDT) untuk mendapatkan informasi dinamika material yang dirunut menggunakan zat radioaktif sumber terbuka. Radioperunut diinjeksikan dan dibiarkan bercampur dan mengikuti dinamika material yang dirunut di dalam sistem, gambar 3[IAEA, 1990; IAEA, 2008]. Respon terhadap perunut yang diinjeksikan adalah berupa kurva distribusi waktu tinggal (RTDresidence time distribution), gambar 4, antara nilai cacahan terhadap waktu [Levenspiel, 1972]. Tiap molekul fluida bergerak bebas dan acak sehingga lamanya tiap molekul berada dalam sistem tersebut berbeda-beda. Dengan kata lain molekul-molekul fluida terdistribusi di dalam sistem tersebut. Area yang diarsir pada kurva RTD atau kurva E menunjukkan molekul-molekul fluida yang keluar belakangan dari sistem. Luas keseluruhan area kurva pada kurva E bernilai sama dengan satu karena semua molekul mempunyai waktu tinggal 5
antara 0 dan ∞. Kurva RTD yang diperlihatkan pada gambar 4 adalah informasi yang diperoleh dari injeksi radioperunut.
Gambar 3. Prinsip perunut (sumber: IAEA, 2008) Kurva RTD selanjutnya diolah untuk mendapatkan informasi lain seperti laju aliran, kehilangan material (kebocoran), proses channeling, by-passing atau shor-circuiting, efisiensi pencampuran, penentuan volum mati dan pemodelan dinamika aliran [Levenspiel, 1972; Fogler, 1997]. Jika dikombinasikan dengan metode numerik, metode ini sangat bermanfaat untuk menggambarkan medan aliran fluida di dalam sisterm [IAEA, 2004]
Gambar.4. Kurva distribusi waktu tinggal, atau kurva RD atau kurva E (sumber: Levenspiel, 1972) Ide penggunaan konsep distribusi waktu tinggal untuk analisis industri dengan proses kontinyu diperkenalkan pertama kali oleh Mac Mullin dan Weber pada tahun 1935. Konsep 6
ini selanjutnya dikembangkan oleh Dackwert pada awal tahun 1950-an [Danckwerts, 1953] yang hingga kini menjadi dasar dan digunakan oleh para periset untuk analisis aliran fluida di dalam reaktor-reaktor kimia dan reaktor biokimia [Levenspiel, 1972; Levenspiel dan Bischoff, 1963; Himmelblau dan Bischoff , 1968]. 4. Pemodelan aliran dengan teknik radioperunut. Teknik radioperunut umumnya digunakan untuk problemshooting, optimalisasi dan perancangan sistem proses. Secara teoritis ada dua model reaktor ideal untuk aliran kontinyu, yaitu model reaktor aliran plug (PFR-plug flow reactor) dan model reaktor berpengaduk (CSTR-continuous stirred tank reactor). Reaktor-reaktor ideal ini dalam berbagai konfigurasi digunakan sebagai model pendekatan untuk menggambarkan dinamika fluida yang terjadi di dalam sistem proses atau reaktor non-ideal. 4.1. Model reaktor aliran plug (PFR) Dalam model reaktor aliran plug, semua molekul fluida memasuki sistem pada waktu t tertentu dan semua molekul meninggalkan reaktor pada waktu t + dt berikutnya. Dengan demikian tiap-tiap molekul fluida mempunyai waktu tingal sama di dalam reaktor. Dalam reaktor aliran plug tidak terjadi pencampuran antar molekul fluida. Respon reaktor aliran plug terhadap injeksi impulse diperlihatkan pada gambar 5, bagian kiri. 4.2. Model reaktor berpengaduk (CSTR) Dalam model reaktor berpengaduk (CSTR-continuous stirred tank reaktor) semua molekul fluida masuk kedalam reaktor dalam waktu bersamaan kemudian dalam waktu yang sangat singkat molekul-molekul fluida secara serentak tercampur sempurna ke seluruh reaktor hingga merata. Ketika keluar sistem molekul-molekul fluida memperlihatkan kurva distribusi waktu tinggal yang menurun secara exponensial. Kondisi ini menunjukkan bahwa pencampuran axial maksimum terjadi di dalam reaktor dan sistem yang demikian disebut sebagai sistem tercampur sempurna (well-mixed sistem) atau reaktor berpengaduk. Respon reaktor berpengaduk diperlihatkan pada gambar 5, bagian tengah. 7.2. Model reaktor tidak ideal.
7
Reaktor yang dijumpai di semua industri proses dirancang tidak bisa seperti rancangan reaktor ideal dengan model aliran plug atau model aliran tercampur sempurna. Aliran dalam reaktor tidak ideal berada dalam dua keadaan ekstrim tersebut. Respon reaktor non-ideal terhadap input impulse ditunjukkan pada gambar 5 bagian kanan. Penyimpangan model aliran reaktor tidak ideal dari model aliran reaktor ideal menunjukkan kinerja reaktor tidak ideal tersebut yang berakibat pada kualitas produksi [Fogler, 1997]
Gambar 5. Respon reakor PFR, raktor CSTR dan reaktor ono-ideal terhadap input berbentuk pulsa. (sumber: Fogler, 1997)
8
9
10
5. Studi-studi kasus. Aplikasi teknik perunut yang telah dilakukan oleh kelompok NDT merupakan bagian dari penelitian dan pengembangan (litbang) teknik radioperunut dalam berbagai bidang industri.
Litbang radioperunut diaplikasikan untuk studi dinamika fluida dalam proses
industri, baik proses kolam (bath) maupun proses kontinyu. Berbagai isotop sebagai perunut cair dan gas telah diinjeksikan untuk mempelajari sistem proses dengan cara mengevaluasi kurva distribusi waktu tinggal (RTD) maupun data pengenceran isotop dalam material yang dirunut. Aplikasi teknik radioperunut yang telah dilakukan dirangkum sebagai berikut: 5.1. Pengukuran laju aliran fluida multifasa di dalam pipa transport hidrokarbon [Sugiharto dkk, 2009]. Lokasi Obyek
Zamrud, Kabupaten Siak, Raiu Pipa hidrocarbon transport (HCT) berbagai ukuran : 8 – 24 inci berisi fluida multifasa: air, minyak bumi dan gas
Deskripsi
JOB PT. Pertamina dengan PT. Bumi Siak Pusako (BSP) mendapat limpahan untuk mengelola ladang minyak dari PT. Cevron/ PT. Caltex Indonesia dalam rangka otonomi daerah. Ladang minyak berlokasi di Zamrud, Kabupaten Siak dengan kapasitas produksi rata-rata 28.000 barrel/hari. Minyak dipasok dari ratusan sumur melalui pipa berbagai ukuran dengan panjang keseluruhan pipa tidak kurang dari 37 km. Minyak yang diproduksi dari sumur-sumur minyak di tampung di dua tangki pengumpul untuk selanjutnya dipisahkan secara gravitasi. Minyak mentah yang sudah dipisahkan selanjutnya ”dimetering” dan di kirim ke Minas. Di Minas, minyak yang berasal dari JOB digabung dengan minyak yang diproduksi oleh PT. Cevron untuk selanjutnya ditansmisikan ke Dumai atau di kapalkan ke Balikpapan atau Balongan untuk diproses menjadi minyak tanah, gasoline, avtur dsb. Ladang minyak ini sudah beroperasi lebih dari 50 tahun sehingga untuk tetap berproduksi, JOB menjalankan strategi enhanced oil recovery (EOR). Air
11
yang dipisahkan dari minyak di station pengumpulan direinjeksikan ke dalam sumur-sumur injeksi untuk mengeluarkan sisa-sisa minyak yang terselip di celah-celah bebatuan di bawah tanah. Teknik EOR ini mampu mengeluarkan berbagai fluida dengan komposisi fluida yang terukur adalah : air ± 95%, minyak bumi ± 3% dan sisanya berupa gas. JOB berusaha untuk meningkatkan produksi minyak hingga paling tidak mencapai ± 32.000 barel/hari dalam rangka memberikan kontribusi pada penyediaan listrik nasional dan meningkatkan PAD Riau. Permasalahan JOB PT. Pertamina dengan PT. BSP ingin mengetahui mengapa minyak yang sampai di stasiun penampungan (gathering station) selalu datang lebih lambat dari pada air yang diinjeksikan. Fakta ini diketahui manakala sistem EOR dihidupkan pertama kali (start-up), setalah beberapa lama di hentikan, fluida yang datang pertama ke stasiun penampungan adalah air dan gas. Minyak bumi baru datang beberapa jam atau hari berikutnya. Dalam keadaan EOR dioperasikan normal dan ke dalam pipa diinjeksikan bahan kimia tertentu, maka minyak yang datang ke stasiun pengumpulan lebih cepat dari pada air. Namun ketika masa aktif bahan kimia sudah habis atau sudah jenuh atau semua bahan kimia sudah masuk ke dalam station pengumpul maka keadaan semula terulang lagi : air selalu bergerak lebih cepat daripada minyak bumi! Solusi
Pekerjaan menggunakan teknik perunut radioaktif telah dilakukan untuk membuktikan apakah memang benar air selalu bergerak lebih cepat di dalam pipa HCT. Isotop Iodine-131 dalam senyawa
131
I Na dan
131
IC6H5 sebagai
perunut telah diinjeksikan ke dalam pipa berbagai ukuran dari 8” – 24”. Perunut 131I Na diinjeksikan untuk mengukur laju aliran air, karena perunut ini larut dalam air, sedangkan
131
IC6H5 diinjeksikan untuk mengukur laju aliran
minyak, perunut ini larut dalam minyak. Hasil
Semua hasil perhitungan laju aliran fluida di dalam pipa berbagai ukuran menunjukkan bahwa laju aliran air lebih cepat dari laju aliran minyak. Fenomena ini disebabkan karena sistem ini adalah sistem yang didominasi air (water-dominated system). Dalam sistem seperti ini, air yang dipompa bersifat 12
sebagai pembawa fluida diatasnya, meskipun berat jenis minyak lebih ringan daripada berat jenis air disamping adanya friksi antara minyak dan air. Tambahan lagi gas yang berada di lapisan atas, dapat menghambat gerakan minyak karena friksi antara minyak dan gas. Struktur aliran diprediksi dengan model bejana berderet dan dikonfirmasikan dengan hasil perhitungan bilangan Reynold menunjukkan bahwa struktur atau pola aliran bersifat turbulen.
Gambar.6 Injeksi isotop isotop Iodine-131 dalam senyawa 131I Na dan 131IC6H5 untuk pengukuran laju aliran fluida multi fasa dalam pipa HCT berdiameter 24 inci (Dok: Sugiharto)
5.2. Mercury inventory di dalam sel elektrolisa [IAEA, 1988, Sugiharto dan Sigit B.S, 2010]. Lokasi Obyek Diskripsi
PT. Industri Soda Indonesia, Sidoarjo, Jawa Timur Sel elektrolisa untuk produksi soda kaustik. PT. Industri Soda Indonesia dibangun pada tahun 1953 untuk memproduksi soda kaustik akibat produksi garam yang melimpah melebihi kebutuhan nasional saat itu. Pabrik di dirikan di Waru Sidoarjo, Jawa Timur. Pabrik ini menggunakan merkuri (Hg) sebagai katode untuk proses elektrolisa yang dilakukan di dua unit produksi. Unit I berisi 14 sel elektrolisa, dimana tiap selnya berisi 700 kg Hg, sedangkan unit II berisi 13 sel dengan berat merkuri 1700 kg tiap di setiap selnya.
Permasalahan Merkuri yang digunakan untuk memproduksi soda harus dikendalikan prosesnya karena disamping harganya yang mahal, merkuri juga merupakan bahan polutan lingkungan yang potensial. Berat merkuri didalam sel elektrolisa harus ditimbang sesuai dengan desain proses produksi. Penimbangan biasanya dilakukan secara konvensional yaitu dengan menghentikan operasi dan mengeluarkan merkuri dari sel elektrolisa untuk kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan beras (balance). Tentu 13
saja tidak semua merkuri dapat dikeluarkan dari sel elektrolisa karena masih ada sebagian kecil merkuri yang terselip di celah-celah bak sel elektrolisa. Karena pabrik sudah tua sehingga sulit mengeluarkan merkuri dari sel elektrolisa disamping kemungkinkan adanya merkuri yang lolos/ rembes keluar dari sel elektrolisa yang dapat mengakibatkan polusi lingkungan. Personel pabrik yang sudah berpengalaman biasanya memprediksi jumlah merkuri dengan cara memperhatikan kejernihan cairan pada sel elektrolisa. Jika cairan terlihat keruh maka dapat dipastikan jumlah merkuri berkurang dari seharusnya. Sebaliknya manakala cairan terlihat jernih, maka diperkirakan jumlah merkuri di dalam sel elektrolisa sudah cukup atau lebih dari seharusnya. Dengan pengalaman seperti itu, maka penimbangan merkuri secara konvensional di dalam sel elektrolisa sangat jarang dilakukan Solusi
Injeksi menggunakan merkuri 203 (203Hg) telah dilakukan untuk menghitung jumlah merkuri (lebih dikenal sebagai mercury inventory) di dalam sel elektrolisa.
203
Hg dapat larut dalam merkuri bulk.
Penimbangan merkuri
dilakukan dengan metode pengenceran (dilution). Dalam metode ini, sejumlah ± 2400 gram merkuri virgin diiradiasi di reaktor nuklir sehingga membentuk 203
Hg yang bersifat radioaktif.
203
Hg ini kemudian di distribusikan ke dalam
beberapa vial terbuat dari kaca pyrex yang seukuran 20 ml. Kalibrasi dilakukan dengan mengambil masing-masing 2 gram dari 2400 gram merkuri aktif untuk di encerkan sehingga diperoleh faktor pengenceran 12.000 sampai 20.000. Sisa dari 2400 gr merkuri aktif tersebut dimasukkan ke dalam 13 vial kaca pyrex masing-masing ± 100 gram untuk diinjeksikan ke setiap sel elektrolisa. Diperlukan ± dua hari perunut dapat bercampur merata dengan merkuri bulk di dalam sel elektrolisa. Campuran yang sudah merata tersebut kemudian di sampling dan radioaktifvitas tiap-tiap sampel diukur. Hasil
Hasil pengukuran berat merkuri bulk dengan menggunakan metode pengenceran menunjukkan bahwa berat merkuri di dalam tiap-tiap sel elektrolisa bervariasi dari 1158 kg sampai 1757 kg. Artinya berat merkuri di tiap-tiap sel elektrolisa tidak sama. Beberapa sel kelebihan merkuri sedangkan lainnya kekurangan atau cukup 14
Gambar.7 Sampling sampel merkuri di dalam sel elektrolisa (Dok: Sugiharto)
5.3. Deteksi kebocoran kabel listrik tegangan tinggi bawah tanah Lokasi Obyek
PT. PLN, Unit Pembangkit listrik gardu Tanah Abang Kabel listrik bawah tanah bertegangan 150 kV yang terentang antara Manggarai-Jatinegara
Diskripsi
Kabel listrik bawah tanah bertegangan 150 kV berfungsi mensuplai listrik untuk sebagain daerah Jakarta. Kabel yang tertanam 2 – 3 meter di bawah tanah ada dua jalur : satu aktif satu cadangan. Kalau kabel yang satu bermasalah, atau dalam perbaikan, kabel lainnya yang diaktifkan. Sumber listrik di suplai dari pembangkit/ gardu di daerah Tanah Abang. Struktur kabel terdiri terdiri dari bahan tembaga yang dibungkus lapisan bahan isolator. Ditengah-tengah penampang kabel terdapat semacam saluran berbentuk silinder yang diisi minyak khusus untuk menstabilkan, mencegah induksi dan mencegah korosi. Di tempat-tempat tertentu seperti di Jatinegara dan di Manggarai dipasang pressure gauge untuk memantau tekanan minyak tersebut. Untuk pemeliharaan kabel, PT. PLN membuat ”control box” di tempat tempat tertentu.
Permasalahan Adanya kebocoran minyak dari kabel listrik diketahui dari adanya penurunan tekanan minyak pada pressure gauge yang dipasang di Jatinegara dan Manggarai. Usaha pencarian lokasi kebocoran oleh PT. PLN telah dilakukan dengan cara membuat lubang di tempat-tempat tertentu yang dicurigai mengalami kebocoran. Usaha ini tidak berhasil. Untuk menjaga agar kabel tidak rusak akibat korosi atau kerusakan lainnya, PT. PLN harus menginjeksikan ± 1 drum minyak khusus setiap harinya. Harga minyak ini
15
cukup mahal. Agar minyak tidak keluar dari kabel teknik lain juga diterapkan, yaitu teknik frozen. Teknik frozen ada masa pakainya mengingat panas akibat tekanan bumi disekitar kabel akan mencairkan minyak yang dibekukan. Bisa dibayangkan berapa besar kerugian yang ditanggung PLN untuk memelihara kabel bermasalah tersebut. Usaha terakhir yang dilakukan PLN sebelum pencarian dengan teknik perunut adalah dengan meminta bantuan ”paranormal”. Solusi
Solusi untuk menyelesaikan masalah ini dilakukan injeksi radioperunut paradi-bromo benzene untuk menentukan lokasi kebocora kabel bawah tanah. Perunut ini adalah larutan organik sehingga larut dalam minyak. Penentuan lokasi kebocoran dilakukan dengan teknik yang dikenal sebagai teknik direct tracer. Teknik ini mirip dengan teknik bisection di dalam matematika. Teknik direct tracer ini diterapkan dengan cara sebagai berikut: Ujung-ujung kabel di Jatinegara dan di Manggarai di mampatkan (blind) sehingga tidak ada aliran melalui ujung-ujung kabel tersebut. Di lubang yang telah dibuat oleh PT. PLN dan didalammya terdapat perangkat untuk menyambung pipa di jadikan tempat injeksi. Perangkat tersebut terpaksa harus ’dirusak’ sedikit sehingga memungkinkan tubing injektor dipasang di tempat yang dirusak tersebut. Empat detektor dipasang, masing-masing dua detektor di kanan injektor (arah Manggarai) dan dua detektor di kiri injektor (arah Jatinegara). Untuk mempercepat waktu pencarian, injektor isotop di hubungkan dengan tandon minyak. Pompa bertekanan cukup tinggi (diatas tekanan minyak di dalam kabel) diperlukan untuk mendorong isotop dan minyak masuk ke dalam kabel. Karena sistem sudah diperlakukan sedemikian rupa dimana ujungujung kabel di Manggarai dan Jatinegara sudah ditutup, maka satu-satunya aliran yang mungkin terjadi adalah aliran isotop di dalam
kabel yang
mengalami kebocoran. Hasil
Data pengukuran intensitas radiasi untuk penentuan lokasi kebocoran kabel dengan menggunakan teknik perunut menunjukkan bahwa isotop mengalir ke arah Manggarai. Hal ini berarti bahwa kebocoran terjadi diantara titik injeksi dan Maggarai. Hasil penelitian ini bertentangan dengan pendapat paranormal 16
yang mengatakan bahwa kebocoran ke arah Jatinegara. Pencarian sekarang terfokus pada segmen area antara titik injeksi dan Manggari. Pencarian lebih lanjut oleh tim dari PT. PLN, menemukan bahwa kebocoran terjadi di depan stasion Manggarai.
Gambar 8 Injeksi perunut para-di-bromo benzen pada sambungan kabel listrik PLN tegangan tinggi bawah tanah (Dok: Sugiharto)
5.4. Pengukuran laju aliran fluida fasa uap dalam pipa geothermal. Lokasi Obyek Diskripsi
PT. Pertamina Geothermal Energi, Unit Kamojang, Garut, Jawa Barat Pipa transmisi dari sumur KMJ 14 Sumur KMJ 14 adalah salah satu dari puluhan sumur yang memproduksi uap panas 100 % (vapor-satu fasa) untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi milik PT. Indonesia Power, Kamojang. Alat ukur yang terpasang pada kedua pipa transmisi ini adalah orifice flow meter. Tekanan uap ± 15 bar, suhu ± 180oC dan laju aliran 30-40 meter/detik.
Permasalahan PT. Pertamina Geothermal Energi, Kamojang ingin mengetahui laju aliran fasa uap di dalam pipa transmisi dari sumur KMJ 14 menggunakan teknik perunut radioaktif. Selama ini diyakini bahwa laju aliran uap di ppia transmisi sumur KMJ 14 adalah sebesar 30-40 m/detik. Solusi/Hasil
Ttracer flow test telah diterapkan untuk mengukur laju aliran uap fluida geotermal yang berasal dari sumur KMJ 14. Isotop gas Kripton, Kr-85, di dalam tabung dengan kapasitas 500 ml telah diinejeksikan ke dalam pipa transmisi geothermal tersebut dengan bantuan gas nitrogen tekanan tinggi.
17
Dari data pengukuran diketahui bahwa laju aliran uap geothermal hanya 10 m/s dan bukannya 30-40 m/s seperti yang dipresiksi oleh alat ukur pelat orifice. Data pengukuran ini sangat bermanfaat dan dapat digunakan sebagai acuan dalam perhitungan debit aliran uap fluida untuk memutar turbin-turbin listrik yang dimiliki oleh PLN – Indonesia Power.
Gambar 9 Injeksi perunut gas Kr-85 untuk pengukuran laju aliran fluida fasa uap di dalam pipa geothermal Kamojang dari sumur KMJ 14 (Dok: Sugiharto)
5.5 Identifikasi kebocoran pipa minyak bawah tanah. Lokasi Obyek Diskripsi
Indramayu, Jawa Barat Pipa transmisi BBM bawah tanah jalur Balongan-Pulogadung Pipa transmisi BBM bawah tanah dibangun untuk menyalurkan BBM (bensin, minyak tanah dan solar, secara bergantian) dari kilang pengolahan minyak di Balongan (Indramayu) sampai Pulo Gadung (Jakarta). Pipa berdiameter 16 inci ditanam di bawah tanah pada kedalaman 1-5 m hingga 3 m, tergantung lokasi.
Pipa
transmisi
melewati
area
persawahan,
tanah
kosong,
perkampungan dan sungai. Sebelum disambung menjadi satu, segmensegmen pipa diuji untuk mengetahui ada-tidaknya kebocoran menggunakan air bertekanan tinggi (hydrotest). Dari pengetesan ini diketahui bahwa segmen pipa sepanjang 3,5 km yang berlokasi di area persawahan kabupaten Indramayu mengalami kebocoran cukup signifikan. Penurunan tekanan air dari 1300 Psi menjadi 850 Psi terjadi pada segmen pipa ini. Permasalahan Kontraktor ingin mengetahui lokasi kebocoran pipa sepanjang segmen 3,5 km yang berlokasi di Indramayu. Hasil hydrotest pada segmen pipa ini 18
menunjukkan terjadinya penurunan tekanan fluida yang cukup signifikan dari 1300 Psi menjadi 850 Psi dalam waktu satu malam. Solusi/Hasil
Teknik perunut yang disebut dengan pig-radioperunut diaplikasikan untuk mendeteksi lokasi kebocoran pipa tersebut. Tepat diatas pipa dibuat lubanglubang berdiameter 2 inci dan pada lubang-lubang tersebut dimasukkan radioisotop Iodine (I-131) dalam vial gelas sebagai penanda. Jarak antar lubang bervariasi 500 m – 600m. Isotop Iodine (I-131) dalam senyawa NaI dilarutkan dalam dua buah toren masing-masing berkapasitas 1000 liter. Dari kedua toren ini isotop diinjeksikan ke dalam pipa sambil dicampur dengan air yang diambil dari parit secara kontinyu menggunakan pompa sedot hingga pipa penuh berisi larutan isotop, lalu ditutup dan diberi tekanan tinggi menggunakan kompresor udara selama 6 hari. Hal ini dilakukan agar campuran isotop dengan air parit dapat keluar dari dan berkumpul disekitar tempat
bocoran
pipa.
Peralatan
pig
yang
biasa
digunakan
untuk
membersihkan pipa dimodifikasi sehingga mempunyai kompartemen yang cukup besar untuk menempatkan detektor dan rate-meter yang dilengkapi dengan data-logger didalam peralatan pig tersebut. Setelah enam hari campuran isotop dengan air parit di dalam pipa dikuras sampai habis sehingga yang tersisa adalah campuran isotop disekitar tempat bocoran diluar pipa. Peralatan pig yang berisi detektor dan ratemeter yang telah diaktifkan dimasukkan ke dalam pipa dan didorong menggunakan air dengan bantuan pompa air agar pig sampai ke ujung pipa. Diperlukan waktu 9 jam peralatan pig bergerak di dalam segmen pipa. Di ujung pipa pig dikeluarkan dan data pengukuran radiasi yang disimpan di dalam data-logger ditransfer ke laptop melalui kabel data RS 232. Data cacahan yang direkam oleh data-logger dianalis untuk menentukan lokasi kebocoran. Data cacahan tinggi, yang seharusnya tidak ada, menggambarkan lokasi kebocoran sedangkan data-data cacahan tinggi yang lain diyakini berasal berasal dari isotop di dalam vial yang dimasukkan di dalam lubang-lubang penanda. Dari analisi data diketahui segmen pipa ini mengalami kebocoran dan setelah diverifikasi kebocoran pipa berupa crack yang cukup panjang, ± 20 cm. Lokasi kebocoran bukan di 19
sambungan pipa melainkan di badan pipa dengan posisi jam 2.
Gambar 10 Metode Pig-Radioperunut untuk identifikasi kebocan pipa BBM bawah tanah. (Dok: Sugiharto)
5.6. Identifikasi kebocoran gas di dalam unit ammonia konverter. Lokasi Obyek Diskripsi
PT. Pupuk Sriwijaya, Palembang – Sumatera Selatan Unit ammonia converter Ammonia converter merupakan salah satu unit di dalam kilang produksi pupuk. Unit ini berfungsi mengubah campuran gas nitrogen dan hidrogen menjadi ammoniak yang digunakan dalam pembuatan pupuk. Unit ini dirancang dan dibangun oleh perusahaan Kellog yang berbasis di Amerika. Pengetesan pada masa komisioning, diketahui bahwa gas amoniak yang dihasilkan lebih sedikit dari yang diharapkan. Diduga telah terjadi kebocoran di unit ammonia converter tersebut.
Permasalahan Dugaan adanya kebocoran
pada unit ammonia converter dalam masa
komisioning sebenarnya masih dalam tanggungjawab perusahaan Kellog. Namun justru perusahaan Kellog menyarankan PT PUSRI agar mengundang BATAN untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya kebocoran ini menggunakan teknik perunut radioaktif karena mengundang tenaga ahli dari Kellog sangat mahal. Solusi/ Hasil
Untuk mendeteksi ada-tidaknya kebocoran di dalam unit ammonia converter dilakukan injeksi menggunakan isotop gas Argon, Ar-41. Dari data pengukuran cacahan radiasi diketahui bahwa telah terjadi kebocoran pada
20
unit ammonia converter sehingga produksi ammonia berkurang dari seharusnya. Penyelidikan lebih lanjut ditemukan bahwa kebocoran terjadi di bellows, yaitu sambungan lasan pada tubing di dalam unit
Gambar 11 Injeksi isotop gas argon, Ar-41 untuk deteksi kebocoran amoniak pada kilang ammonia converter (Dok: Sugiharto)
5.7. Identifikasi kebocoran pipa penyalur minyak mentah yang menyeberang sungai Jurong. Lokasi Obyek Diskripsi
PT. Caltech Pacific Indonesia (sekarang PT. Chevron Indonesi), Riau Pipa transmisi minyak mentah yang menyeberang sungai Jurong Minyak bumi yang dihasilkan dari sumur-sumur produksi ditransmisikan melalui pipa ke stasiun penampungan (gathering station). Salah satu pipa transmisi berdiameter 4 inci menyeberang sungai Jurong. Konstruksi penyeberangan tidak diatas sungai melainkan di dasar sungai sehingga jika terjadi kebocoran di pada pipa di dasar sungai sangat sulit dideteksi karena minyak bumi yang keluar dari pipa akan terbawa arus dan baru terdeteksi ditempat yang jauh dari dasar sungai dimana pipa diseberangkan.
Permasalahan
Untuk mendeteksi ada-tidaknya kebocoran pada pipa penyalur minyak bumi yang melintasi sungai Jurong, PT. Caltech Pacific Indonesia mengundang BATAN untuk menyelidiki kemungkinan terjadinya kebocoran minyak di dasar sungai.
Solusi/Hasil
Isotop para-dibromo-benzene telah diinjeksikan ke dalam pipa untuk mendeteksi ada-tidaknya kebocoran di dasar sungai. Pengukuran cacahan radiasi dengan metode flow velocity tidak menemukan adanya kebocoran minyak di dasar sungai Jurong. Genagan minyak mentah di sungai yang berlokasi agak jauh dari pipa minyak mungkin disebabkan oleh sumber lain.
21
Gambar 12
Injeksi perunut para-di-bromo benzene untuk identifikasi ada-tidaknya kebocoran pipa yang menyeberang sungai Jurong, Riau (Dok: Sugiharto)
5.8 Identifikasi kebocoran pipa hidran bawah tanah. Lokasi Obyek Diskripsi
PT. PLN unit pemangkit Suralaya, Merak-Banten Pipa hidran bawah tanah PT. PLN unit pembangkit Suralaya Pipa hidran di PT. PLN unit pembangkit listrik Suralaya dikonstruksi di bawah tanah pada kedalaman 2,5 – 3 meter. Pipa hidran ini difungsikan sebagai alat pemadam kebakaran. Pembangkitan listrik di Suralaya ini melalui pembakaran batu bara (coal fired) sangat berpotensi terjadinya kebakaran, terutama pada stockpile (penimbunan) batu bara dalam jumlah besar di sekitar kilang-kilang pembangkit listrik. Reaksi antara batu bara dengan udara dalam kondisi tertentu dapat mengakibatkan kebakaran. Identifikasi visual pada alat ukur tekanan menunjukkan penurunan tekanan air di dalam pipa hidran. Diduga pipa hidran telah mengalami kebocoran.
Permasalahan
PT. PLN unit pembangkit listrik Suralaya menghendaki lokasi kebocoran pipa hidran dapat segera diketahui agar sistem pengamanan kebakaran berfungsi sebagaimana mestinya.
Solusi/Hasil
Identifikasi kebocoran pipa hidran bawah tanah dilakukan dengan menginjeksikan isotop Br-82 di tengah-tengah pipa hidran. Detektor yang dipasang di kanan-kiri titik injeksi berfungsi untuk mengetahui arah aliran. Sebelum injeksi, ujung-ujing pipa hidran di tutup rapat (blind) sehingga 22
tidak ada aliran yang melewati ujung-ujung pipa ini. Aliran yang mungkin terjadi hanyalah aliran yang menuju tempat bocoran saja. Dari beberapa kali injeksi diketui bahwa lokasi kebocoran tepat berada dibawah jembatan yang rusak akibat dilewati truk-truk pengangkut batu bara ukuran besar.
Gambar 13. Injeksi isotop bromine, Br-82 untuk identifikasi kebocoran pipa hidran bawah tanah. (Dok: Sugiharto)
5.9. Identifikasi kebocoran pipa avtur Lokasi Obyek Diskripsi
Terminal F Bandara Soekarno-Hatta, Banten Pipa transmisi avtur untuk BBM Pesawat Lion-Air. Terminal F bandara Soekarno-Hatta pernah dikhususkan untuk armada pesawat Lion-Air. Terminal F sebagaimana terminal-terminal lain dirancang secara khusus selain untuk perparkiran pesawat Lion Air juga difungsikan sebagai tempat untuk pengisian bahan bakar pesawat. Terminal ini berlantai beton yang dibawahnya dipasang pipa-pipa berdiameter 3 inci untuk mengalirkan avtur dari tangki-tangki BBM ke pesawat. Disekitar lantai bandara terdapat kanal-kanal untuk pengendali banjir dan menahan meluasnya api manakala terjadi kebakaran. Indikasi adanya kebocoran diketahui dari penurunan alat ukur tekanan yang dipasang pada pipa-pipa penyalur dekat tangki BBM dan terjadinya genangan avtur di atas air di kanal.
Permasalahan
Pihak pengelola bandara ingin memastikan ada tidaknya kebocoran di
23
jalur pipa di bawah lantai terminal F bandara Soekarno-Hatta. Solusi/Hasil
Pendeteksian kebocoran pipa avtur dilacak dengan menginjeksikan radioperunut para-di-bromo benzene ke dalam pipa penyalur melalui control box di dekat kanal. Untuk mempercepat pencarian kebocoran, radioperunut yang diinjeksikan di tekan menggunakan avtur dari mobil tangki dengan kapasitas 15.000 liter. Dua detektor yang dipasang di kanan – kiri titik injeksi difungsikan untuk mengetahui arah arah dan kecepatan aliran avtur di dalam pipa. Selama pengetesan suplai avtur dari tangki penyimpanan dihentikan dan ujung-ujung pipa ditempat lain di tutup rapat (blind) sehingga tidak ada aliran yang melewati ujung-ujung pipa tersebut. Aliran yang mungkin terjadi hanyalah aliran avtur yang berasal dari mobil tangki ke tempat terjadinya kebocoran. Data pengukuran cacahan radiasi selalu menunjukkan bahwa aliran selalu menuju ke satu pipa penyalur avtur di bawah lantai terminal F. Hal ini berarti kebocoran terjadi pada satu pipa tersebut yang lokasinya berada dibawah lantai.
Gambar 14 Injeksi perunut para-di-bromo benzene untuk identifikasi kebocoran pipa avtur bawah lantai beton terminal F, bandara Soekarno Hatta, Banten. (Dok: Sugiharto)
6. Radioperunut versus teknik non-nuklir dalam perspektif tekno-ekonomi. Aplikasi radioperunut memerlukan material yang mengalir. Oleh sebab itu teknikteknik pengukuran menggunakan radioperunut dilakukan justru sistem dalam keadaan beroperasi. Sebaliknya teknik-teknik pengukuran non-nuklir dilakukan pada sistem dalam kondisi tidak beroperasi, kecuali untuk beberapa teknik seperti teknik termografi. Penghentian operasi sistem mengakibatkan pengurangan produksi jika sistem yang 24
bermasalah dapat dilokalisir. Parahnya jika sistem yang bermasalah adalah sistem yang terintegrasi maka sistem yang bermasalah tidak dapat dilokalisir sehingga keseluruhan sistem harus distop dan produksi dihentikan. Kerugian akibat pengurangan atau penghentian produksi tidak hanya menimbulkan kerugian finansial tetapi juga mengakibatkan penyusutan produk di pasaran yang pada akhirnya dapat merugikan masyrakat. Penyusutan produk yang dibutuhkan masyarakat dapat mengakibatkan harga-harga menjadi melambung. Keadaan ini dapat membahayakan manakala stok nasional terpengaruh sehingga proyekproyek yang telah direncanakan oleh pemerintah maupun kalangan industri itu sendiri dapat terganggu sehingga target-target nasional maupun lokal tidak dapat direalisasikan dalam waktu yang telah ditentukan. Material radioperunut dalam jumlah sangat sedikit yang diinjeksikan ke dalam sistem masih dapat dideteksi, bahkan zat radioperunut dalam material bulk dapat dideteksi dalam rasio satu per miliar atau lebih kecil lagi. Berbeda dengan dengan teknik non-nuklir dimana untuk jenis pekerjaan yang sama memerlukan material yang diinjeksikan cukup besar. Sebagai gambaran material radioperunut Br-B2 sebanyak 2 cm3 sudah cukup diinjeksikan untuk mengukur laju aliran di dalam pipa berdiameter 24 inci. Sebaliknya, pengukuran laju aliran di dalam pipa berdiameter 24 inci menggunakan teknik kolorimeter, memerlukan beberapa ember zat pewarna yang diinjeksikan ke dalam pipa. Injeksi material radioperunut dalam industri umumnya menggunakan sumber radiasi pemancar sinar gamma yang mampu menembus dinding dan material yang membungkus sistem. Dengan kemampuan sinar gamma menembus dinding memungkinkan pengukuran intensitas radiasi gamma dapat dilakukan dari luar sistem. Metoda pengkuran seperti ini disebut metode on-line dan tidak merusak. Metode on-line umumnya tidak dapat dilakukan untuk pekerjaan yang sejenis menggunakan teknik non-nuklir. Mengacu pada pengukuran laju aliran di dalam pipa menggunakan metode kolorimeter seperti yang disinggung diatas, walaupun zat pewarna memancarkan radiasi dengan panjang gelombang atau energi tertentu, namun energi zat pewarna tersebut tidak mampu menembus dinding dan material yang membungkus sistem. Oleh sebab itu pengukuran menggunakan teknik non-nuklir biasanya dilakukan secara sampling yaitu mengambil sampel-sampel larutan zat-warna dengan material bulk pada tempat tempat yang telah ditentukan. Untuk mendapatkan hasil yang akurat jumlah sampel yang disampling harus cukup banyak. Untuk memenuhi 25
prasyarat ini konsekuensinya zat warna yang diinjeksikan harus banyak. Untuk kasus-kasus tertentu, tempat-tempat sampling hanya dapat diakses dengan cara merusak bagian-bagian sistem sehingga perusakan sistem tidak dapat dihindari. Disamping mempunyai keunggulan, teknik perunut radioaktif juga mempunyai keterbatasan seperti pemberlakuan aturan yang ketat terhadap penggunaan material radioperunut sehingga diperlukan persetujuan dari institusi yang berkompeten di bidang pengawasan tenaga nuklir, seperti BAPETEN. Selain itu pekerjaan yang berkaitan dengan teknik radioperunut hanya boleh dilakukan oleh pekerja yang terlatih dalam melaksanakan dan menangani materil radioaktif sehingga untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu pekerja ini berasal dari institusi nuklir. Umumnya pekerjaan-pekerjaan menggunakan teknik radioperunut tidak dapat dilakukan segera setelah adanya permintaan karena untuk bisa melakukan pekerjaan diperlukan ketersediaan radioperunut. Produksi radioperunut, terutama yang diproduksi di dalam reaktor nuklir, sangat tergantung pada jadwal operasi reaktor dan ketersediaan bahan yang akan diiradiasi. Oleh sebab itu kondisi ini sering dianggap sebagai ‘kondisi yang tidak menyenangkan’ buat para pengguna (end-users). Selama ini aspek ekonomi tentang teknologi nuklir umumnya dan teknik radioperunut khususnya tidak banyak diulas dan dilaporkan baik dalam kajian ilmiah di kalangan terbatas maupun untuk konsumsi masyarakat umum. Laporan Badan Tenaga Nuklir Internasional (IAEA-International Atomic Energy Agency), [IAEA, 1997] menyebutkan rasio keuntungan (benefit ratio) penggunaan teknik radioperunut dan teknik sumber tertutup adalah 1:10 bahkan lebih bila dibandingkan dengan teknik-teknik non-nuklir lainnya. Hal ini berarti teknik nuklir lebih menguntungkan dibanding teknik non-nuklir untuk suatu pekerjaan sejenis. Jika teknik nuklir diterapkan di industri skala besar maka banyak keuntungan yang diperoleh baik financial maupun waktu. Terlepas dari itu semua, para ahli dapat mengkalkulasi besarnya kerugian financial manakala permasalahan tidak segera diselesaikan. Dengan kata lain para ahli dapat juga mengkalkulasi keuntungan-keuntungan yang diperoleh dari penggunaan teknik radioperunut dan teknik sumber tertutup lainnya jika kedua teknik ini diterapkan secara rutin baik untuk sistem dalam kondisi normal maupun sistem dalam kondisi bermasalah untuk menjaga keberlangsungan operasi.
26
7. Penutup Teknik radioperunut dalam banyak hal memperlihatkan keunggulan dibandingkan dengan teknik non-nuklir dalam menangani pekerjaan-pekerjaan sejenis. Namun demikian pemeliharaan kilang-kilang industri sampai saat ini masih menggunakan teknik-teknik nonradiasi untuk menjaga keberlangsungan operasi kilang. Hal ini dapat difahami karena teknik-teknik non-radiasi sudah lebih dahulu dikenal oleh kalangan industri dan banyak ditawarkan oleh para penyedia teknologi. Disamping itu teknik non-nuklir lebih mudah ditangani karena teknik-teknik ini tidak menggunakan material radioaktif di dalam sistem peralatan mereka. Beberapa contoh pemanfaatan teknologi radioperunut yang diulas secara singkat disini dimaksudkan
untuk menyebarkan informasi tentang salah satu manfaat
penggunaan teknik radioperunut. Dengan penerapan teknologi radioperunut diharapkan nantinya kalangan industri dan masyarakat luas lebih dekat, lebih faham dan lebih akrab dengan teknologi nuklir yang selama ini ‘ditakutkan’ dan dihindari penggunaannya. Segala seuatu, termasuk penerapan teknologi nuklir sudah pasti mempuyai dua sisi yang saling bertentangan yaitu sisi manfaat dan sisi mudharat. Dengan makin berkembangnya ilmu dan pengetahuan diyakini bahwa sisi manfaat suatu penerapan teknologi akan lebih besar dari sisi mudharatnya. Maju terus teknologi nuklir indonesia……… semoga.
Ucapan terima kasih Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Batan Teknologi (persero) dan Koperasi Dagstan yang telah bekerja sama dalam memasarkan teknik nuklir khususnya teknik radioperunut sehingga bisa diterapkan dalam berbagai bidang industri. Penerbitan artikel ini semata-mata dimaksudkan sebagai penyebarluasan informasi tentang potensi penggunaan teknik radioperunut untuk memecahkan maslah dalam berbagai bidang industri.
11. Daftar pustaka 1.
Charlton, J. S., (Ed.), Radiotracer Techniques for Problem Solving in Industrial Plants, Leonard Hill, 320 pp. (1986).
2.
Danckwerts, P.V. “Continuous flow sistems, distribution of residence times”, Chem. Eng. Sci. Vol. 2, pp. 1-13 (1953). 27
3.
Fogler, H. S., Elements of Chemical Reaction Engineering 2nd Edn., New Delhi: Printice-Hall (1997).
4.
Himmelblau, D. M and Bischoff, K.B, Process Analysis and Simulation, deterministic approach, John Wiley & Sons, New York, 1968
5.
International Atomic Energy Agency, “Mercury Inventory in Electrolytic Cells by a Radioactive Tracer Technique-A Demonstration in Chittagoans Chemical Complex, Chittagoan, Bangladesh”, UNDP/IAEA/RAS/86/073, IAEA, Vienna, Austria (1988).
6.
International Atomic Energy Agency, Guidebook on Radiotracers in Industri, Technical Report Series No. 316, IAEA, Vienna, Austria, 374 pp (1990).
7.
International Atomic Energy Agency, Report of the Consultant’s meeting on Emerging New Applications of Radiotracers in Industri, IAEA, Vienna, Austria, (1997).
8.
International Atomic Energy Agency, Practical Guidebook for Radioisotope-Based Technology in Industri (Ed.: A.E.Hills), IAEA/RCA/RAS/8/078, Vienna, Austria (March 1999).
9.
International Atomic Energy Agency, Radiotracer residence time distribution methods for industrial and environmental applications, Training Course Series, Vo. 31., Vienna, Austria, 2008.
10.
International Atomic Energy Agency, Radiotracer and labeling compounds for applications in industri and environment, Report of a consultants meeting, Warsaw, Poland, 16-19 June 2004.
11.
Levenspiel, O and Bischoff, K.B, Adv. Chem. Eng., 4, 95, 1963
12.
Levenspiel, O., Chemical Reaction Engineering, 3rd Edn., Jhon Wiley and Sons, New York, (1999).
13.
Sugiharto, Z. Su’ud, R. Kurniadi, Wibisono, Z. Abidin, Radiotracer Method for Residence Time Distribution Study in Multiphase Flow Sistem, Int. Applied Radiation and Isotopes, Vol 67 July/Aug (2009), pp.1445-1448, Elsevier (ISSN 0969-8043)
14.
Sugiharto, Z. Su’ud, R. Kurniadi, A. Waris, Z. Abidin , Analysis of Residence Time Distribution of Fluid Flow by Axial Dispersion Model, America Institute of Physics Conference Preceedings, vol 1325, 2010, pp 257-260
15.
Sugiharto, S. B. Santoso, Simpler and More Accurate: Weighing of Mercury in Electrolytic Cells by Tracer Dilution Method, Atom Indonesia, Vol 36 No.2, (2010) 87-91
28