107
Pendederan benih sidat sistem resirkulasi dalam bak beton (Rusmaedi)
PENDEDERAN BENIH SIDAT (Anguilla bicolor) SISTEM RESIRKULASI DALAM BAK BETON Rusmaedi*), Ongko Praseno*), Rasidi*), dan I Wayan Subamia**) Pusat Riset Perikanan Budidaya Jl. Ragunan 20, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12540 E-mail:
[email protected] **) Loka Riset Pemuliaan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar *)
ABSTRAK Penelitian pendederan benih sidat sistem resirkulasi dalam ruangan tertutup telah dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan pertumbuhan dan sintasan selama tiga bulan pemeliharaan. Enam buah bak beton ukuran 2 m x 2 m x 0,8 m dengan ketinggian air 0,4 m digunakan sebagai wadah penelitian. Benih sidat ukuran 1,8 g (kepadatan 500 ekor/bak ) dan 3,0 g (kepadatan 300 ekor/bak) digunakan sebagai perlakuaan yang masing-masing dengan tiga ulangan. Pakan buatan dari campuran pakan Merk PSP, Indofeed, dan pakan udang dengan persentase masing-masing 45%, 45%, dan 10% diberikan menurun sebanyak 10% bulan pertama, 7,5% bulan kedua, dan 5% bulan ketiga dari bobot tubuh ikan. Pakan diberikan dua kali sehari yaitu pada pagi hari (pukul 10.00) sebanyak 40% dan malam hari (pukul 20.00) sebanyak 60% dari pakan yang diberikan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa benih sidat dari perlakuan ukuran 1,8 g (kepadatan 500 ekor/bak) tumbuh menjadi 14,31 g (pertambahan bobot 12,51 g) dengan sintasan 83,33%, sedangkan ukuran 3,0 g (kepadatan 300 ekor/bak tumbuh menjadi 18,76 g) pertambahan bobot 15,26 g (dengan sintasan 88,33%).
KATA KUNCI:
pertumbuhan, sintasan, benih sidat, resirkulasi
PENDAHULUAN Sidat dikenal ikan yang unik, merupakan ikan katadromus yaitu memijah di laut, tumbuh kembang di air tawar dan setelah dewasa kembali ke laut untuk memijah. Di luar negeri khususnya di negara maju seperti Jepang, Cina, Taiwan, dan beberapa negara Eropa, ikan ini merupakan ikan ekonomis penting dan diperdagangkan dengan harga jual yang mahal. Walaupun teknologi budidaya yang dikembangkan sudah maju, namun kendala yang dihadapi sampai saat ini teknologi pembenihannya belum dikuasai secara mantap, sehingga ketergantungan pada benih alami (elver) masih dominan. Di perairan Indonesia, terdapat tujuh spesies sidat dari 18 spesies di dunia yang telah diketahui (Wouthuyzen et al., 2003), tersebar di perairan barat Sumatera, selatan Pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, Sulawesi, pantai timur Kalimantan, Maluku, dan Papua. Walaupun potensinya besar namun dari segi pemanfaatan khususnya budidaya belum banyak dilakukan. Produksi hasil budidaya sidat dari tahun 1998–2007 cenderung menurun, di mana pada tahun 2007 hanya 2 ton (Anonim, 2008). Hal ini perlu diantisipasi mengingat kebutuhan konsumsi sidat di dunia cenderung meningkat, di sisi lain produksi budidaya tidak mencukupi. Menurut Affandi & Suhenda (2003), dalam budidaya sidat ada tiga tahap yang perlu dilakukan yaitu pemeliharaan elver selama 1,5–2 bulan (memperoleh benih 1–2 g), pemeliharaan pendederan (1–2 g) selama 2–3 bulan untuk mencapai benih 10–20 g, (siap tebar) dan pembesaran selama 7–9 bulan untuk mencapai ukuran konsumsi (150–200 g). Sehubungan dengan hal tersebut dalam menunjang budidaya sidat kegiatan penelitian yang dilakukan yaitu pendederan benih (1,5–3,5 g) selama tiga bulan dengan tujuan mendapatkan data dan informasi pertumbuhan dan sintasan, di mana target yang diharapkan adalah benih siap tebar (10–20 g) untuk pembesaran. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian dilakukan di dalam ruangan tertutup dengan menggunakan wadah berupa bak beton dengan ukuran panjang 2 m, lebar 2 m, dan tinggi 0,8 m yang diisi air dengan ketinggian
108
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
0,4 m, serta debit air sekitar 15 L/menit. Air berasal dari air tanah, yang sebelum dimasukkan ke bak beton ditampung terlebih dahulu di dalam penampungan (bak tandon). Jumlah bak beton sebagai wadah untuk penelitian sebanyak enam buah, masing-masing menggunakan sistem resirkulasi. Pompa untuk keperluan resirkulasi adalah pompa merk STA–RITE dengan kapasitas 300 L/menit. Selain itu, pada setiap bak dilengkapi dengan aerasi. Benih sidat yang digunakan adalah benih yang berukuran antara 1,5–3,5 g/ekor dari jenis Anguilla bicolor. Benih tersebut merupakan hasil seleksi dari hasil pemeliharan elver selama tiga bulan di akuarium dan fiberglass, yang sudah terlatih dengan pakan buatan pelet dalam bentuk pasta. Elver diperoleh dari pedagang pengumpul yang ada di Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Mengingat adanya keragaman ukuran individu, maka untuk menghindari persaingan individu dalam memanfaatkan pakan, benih di bagi menjadi dua kelompok, sebagai perlakuan. Kelompok satu ukuran rata-rata 1,8 g/ekor (kisaran 1,5–2,0 g/ekor ) dengan kepadatan 500 ekor/bak dan kelompok dua ukuran rata-rata 3,0 g/ekor (kisaran 2,5–3,5 g/ekor) dengan kepedatan 300 ekor/bak, yang masingmasing kelompok (perlakuan) dengan tiga ulangan. Pakan yang digunakan dalam pemeliharaan benih sidat ini adalah kombinasi campuran pakan komersial yang mudah didapatkan dalam pasar. Tiga jenis pakan yaitu pakan udang (Fengli Pl 0), PSP dan Indofeed dengan perbandingan masing-masing 10:45:45:% dicampur sampai rata dan ditambahkan vitamin C serta CMC yang berfungsi sebagai binder. Pakan diberikan dalam bentuk pasta sebanyak 10% dari bobot ikan pada bulan pertama, 7,5% pada bulan kedua dan 5% pada bulan ketiga. Frekuensi pemberian pakan dua kali sehari yaitu pada siang hari pukul 10.00 WIB sebanyak 40% dan pada malam hari pada pukul 20.00 WIB sebanyak 60% dari pakan yang diberikan. Pengamatan dilakukan setiap sebulan sekali, meliputi pertumbuhan bobot dan panjang badan serta kualitas air selama pemeliharaan. Perhitungan sintasan dilakukan pada akhir percobaan. Penyiponan dilakukan satu kali setiap hari sebelum pakan diberikan untuk menghilangkan/mengurangi sisa-sisa pakan dan kotoran dari hasil metabolisme ikan agar kondisi lingkungan (kualitas air) tetap baik untuk kehidupan benih sidat. Di samping itu, potongan-potongan paralon ditaruh pada setiap bak untuk tempat persembunyiannya. Percobaan dilakukan selama tiga bulan di lokasi Balai Riset Budidaya Ikan Hias, Depok. HASIL DAN BAHASAN Dari hasil pengamatan selama pemeliharaan benih sidat selama tiga bulan untuk pertumbuhan, sintasan, dan konversi pakan dapat dilihat pada Tabel 1. Pertumbuhan bobot, maupun panjang berdasarkan hasil pengamatan setiap bulan (sampling) dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Tabel 1. Pertumbuhan, sintasan dan konversi pakan benih sidat selama pemeliharaan tiga bulan Perlakuan/ padat tebar/ ekor
Ulangan
500
1 2 3
1,8 1,8 1,8
14,20 15,12 13,62
12,40 13,32 11,82
-
13,0 17,0 20,0
-
Rataan
1,8
14,31
12,51
5.212,29
16,67
2,47
1 2 3
3,0 3,0 3,0
20,20 17,20 18,90
17,20 14,20 15,90
-
9,0 15,0 11,0
-
Rataan
3,0
18,76
15,77
4.176,40
11,57
2,89
300
Bobot (g)
Pertumbuhan Biomassa Konversi Sintasan bobot (g) (g) pakan Awal Akhir
109
Pendederan benih sidat sistem resirkulasi dalam bak beton (Rusmaedi) Tabel 2. Pertumbuhan bobot badan (g) dan laju pertumbuhan harian benih sidat (%) selama pemeliharaan 90 hari Kepadatan (ekor)
Ulangan
300
1 2 3 Rataan 1 2 3
500 Rataan
Pemeliharaan (hari) 0
30
60
90
Laju petumbuhan harian (%)
3,0 3,0 3,0
6,57 6,27 5,92
11,87 10,94 11,27
20,2 17,2 18,9
2,12 1,94 2,05
3,0
6,31
11,36
18,76
2,04
1,80 1,80 1,80
3,96 4,12 3,76
7.5 7,92 7,45
14,20 15,12 13,62
2,30 2,37 2,25
1,80
3,95
7,62
14,31
2,31
Tabel 3. Pertumbuhan panjang badan (cm) dan mortalitas (%) benih sidat selama pemeliharaan 90 hari Kepadatan (ekor)
Ulangan
300
500
Pemeliharaan (hari) 0
30
60
90
Mortalitas (%)
1 2 3
12,80 12,92 12,85
15,26 15,70 15,45
17,85 17,10 17,40
21,20 20,15 20,30
9,0 15,0 11,0
Rataan
12,86
15,47
17,45
20,56
11,66
1 2 3
10,56 10,56 10,68
12,64 12,90 12,50
15,30 15,25 15,28
19,35 18,90 18,16
13,0 17,0 20,0
Rataan
10,62
12,68
15,28
18,80
16,66
Dari hasil kegiatan penelitian ini terlihat bahwa pertumbuhan dengan kepadatan 300 ekor/bak diperoleh hasil pertumbuhan bobot rata-rata benih sidat selama 3 bulan mencapai 18,76 g, dengan panjang rata-rata mencapai 20,56 cm, serta mortalitas rata-rata 11,67%. Sedangkan pada perlakuan kepadatan 500 ekor/bak diperoleh pertumbuhan bobot rata-rata mencapai 14,31 g dengan panjang badan rata-rata 18,80 cm serta mortalitas 16,67%. Dari data tersebut terlihat keadaan relatif normal, di mana dalam batas-batas tertentu umumnya pertumbuhan ikan pada kepadatan rendah cenderung memberikan hasil yang lebih tinggi dan mortalitas yang rendah dibandingkan dengan kepadatan yang lebih tinggi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Chu & Teng (1979), semakin tinggi padat penebaran maka mortalitas semakin meningkat. Lebih lanjut dikemukakan Soeriatmadja (1981) dan Brown & Cratzek (1980), di mana padat penebaran yang tinggi menyebabkan nilai sintasan rendah, karena adanya kompetisi dalam kebutuhan akan pakan dan tempat tinggal. Sedangkan Prasodjo (1988) dalam kadarini (2007) menduga bahwa toleransi terhadap lingkungan mempunyai batas-batas tertentu sehingga pada padat penebaran tertentu akan mempengaruhi pertumbuhan. Dari Tabel 2 dan 3 terlihat bahwa pertumbuhan benih sidat cenderung menunjukkan pertumbuhan yang bersifat linier. Hal tersebut dapat diperkirakan bahwa daya dukung lingkungan terhadap biomassa tampaknya masih memungkinkan untuk ditingkatkan. Oleh karena itu, pertumbuhan benih sidat yang lebih tinggi pada kepadatan 300 ekor, di samping karena faktor kepadatan rendah juga karena bobot awal yang lebih besar dibandingkan kepadatan 500 ekor. Pada budidaya sidat umumnya dalam pemeliharaan elver atau benih berukuran kecil pertumbuhannya sangat lambat. Hasil penelitian Suhenda et al. (2003) di laboratorium menunjukkan
110
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010
bahwa pada pemeliharaan benih sidat dengan bobot rata-rata 1,6 g dengan padat tebar 50 ekor selama 42 hari diperoleh pertumbuhan biomassa terbaik 52,60 g dengan sintasan 91,30%. Hal tersebut dapat diartikan bahwa pertumbuhan (pertambahan bobot individu) yang dicapai yaitu 1,15 g. Hasil penelitian Djajasewaka (2003) pada pemeliharaan sidat dengan bobot awal 4 g di bak beton selama 84 hari diperoleh pertumbuhan bobot akhir individu berkisar antara 13,07–16,11 g (pertambahan bobot 9,07–12,11 g), dengan mortalitas antara 41,13%–55,84%. Selanjutnya hasil penelitian Djajasewaka & Tahapari (1999) pada pemeliharaan sidat dengan bobot awal 10,84 g selama 15 minggu diperoleh pertumbuhan individu antara 22,06–31,8 g (pertambahan bobot 11,22–20, 54 g) dengan mortalitas 27%–56%. Dibandingkan dengan hasil penelitian-penelitian tersebut, hasil penelitian yang memperoleh pertumbuhan bobot individu 14,31–18,76 g (pertambahan bobot 12,51– 15,76 g) dengan mortalitas 11,67%–16 16,67% menunjukkan hasil yang cukup baik dilihat dari pertumbuhan dan sintasannya. Menurut Affandi & Suhenda (2003), pertumbuhan benih sidat ukuran 1–2 g selama pemeliharaan 2–3 bulan dapat mencapai 10–20 g, merupakan benih siap tebar untuk pembesaran. Selanjutnya dikemukakan untuk memacu pertumbuhan benih sidat diperlukan persyaratan kualitas air seperti yang tercantum pada Tabel 4. Hasil pengamatan kualitas air selama pemeliharaan tiga bulan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Data kualitas air media selama tiga bulan pemeliharaan Parameter
Hasil pengukuran
Kualitas air untuk memacu pertumbuhan benih sidat
Suhu air (°C) pH O2 (mg/L) CO2 (mg/L) Alkalinitas (CaCo3) (mg/L) Amoniak (mg/L) Salinitas (ppt) Warna air
26,5–27,8 7,00–7,81 4–6 6,24–8,00 44,24–55,31 0,02–0,03 Air tanah (air tawar) Jernih
29–30 6–9 5–6 50–80 <0,1 mg/L 7 Jernih atau hijau
*) Sumber: Affandi & Suhenda (2003)
Dari hasil penelitian yang memperoleh bobot sebesar 14,31–18,76 g dengan mortalitas antara 11,67%–16,67% selama pemeliharaan 3 bulan pada dasarnya merupakan hasil yang sudah cukup sesuai untuk tahap pembesaran. Namun demikian, tampaknya pertumbuhan benih belum optimal apabila dikaitkan dengan kondisi kualitas air ideal seperti yang dikemukakan Affandi & Suhenda (2003). Hal tersebut dapat ditunjukkan dari nilai suhu, O2, alkalinitas, dan salinitas yang cenderung lebih rendah dari yang dibutuhkan. Tabel 5. Nilai nutrisi pakan yang diberikan pada benih sidat selama 90 hari pemeliharaan Nilai nutrisi (%) Jenis pakan
Indofeed PSP Pak Udang Pakan Campuran Standar SNI
*)
Protein Lemak 48,13 40 40 4,366 40,0 (Min)
*) Sumber: Anonim (2007)
11,46 10 5 9,06 7,0 (Min.)
Serat kasar
Abu
2,85 19,85 8 1 3 16 5,18 9,554 3–4 13 (Maks.) (Maks.)
Karbohidrat 17,22 18–25 (Maks.)
Kadar air
Pemakaian pakan
14,10 12 12 12,99 12 (Maks.)
45 451 10 Perhitungan Persyaratan mutu
111
Pendederan benih sidat sistem resirkulasi dalam bak beton (Rusmaedi)
Pakan yang diberikan dalam penelitian yang berupa campuran merk Indofeed, PSP, dan pakan udang dengan komposisi 45%, 45%, dan 10% nilai nutrisinya mendekati mutu pakan sidat berdasarkan Standar Nasional Indonesia (Tabel 5). Dalam pengamatan sehari-hari, respons benih sidat cukup baik, artinya bahwa benih sidat pada umumnya aktif mencari makan. Hal yang perlu diperhatikan adalah bagaimana efisiensi pemanfaatan pakan oleh benih sidat, karena pakan yang diberikan dalam bentuk pasta yang tentunya sebagian akan terurai. Dalam kaitan ini kajian mengenai peran CMC dalam mengikat pakan perlu mendapat perhatian. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan Djajasewaka (2003) bahwa kelemahan pakan dalam bentuk pasta adalah tekstur pakan tidak kompak walaupun telah ditambahkan CMC sebagai pengikatnya, masih menimbulkan cemaran pada kualitas air. Dari perhitungan konversi pakan, diperoleh hasil 2,47 untuk perlakuan kepadatan 500 ekor dan 2,89 untuk perlakuan dengan kepadatan 300 ekor (Tabel 1). Nilai tersebut menunjukkan bahwa pada perlakuan kepadatan 300 ekor pemanfaatan pakan kurang efisien dibandingkan dengan kepadatan 500 ekor. Gerakan ikan yang lebih kuat dalam mencari makan, karena memiliki bobot badan lebih besar pada perlakuan kepadatan 300 ekor diduga menyebabkan pakan (pasta) lebih banyak terurai. Hal ini yang menyebabkan nilai konversi pakan pada perlakuan kepadatan 300 ekor lebih buruk dibandingkan kepadatan 500 ekor. Pemanfaatan yang lebih efisien pada perlakuan ukuran 1,8 g (kepadatan 500 ekor) dibandingkan ukuran 3,0 g (kepadatan 300 ekor) tampaknya dapat pula ditunjukan dari nilai laju pertumbuhan harian sebesar 2,31% dibandingkan dengan 2,04%. KESIMPULAN Benih sidat ukuran 3,0 g (kepadatan 300 ekor/bak) selama pemeliharaan tiga bulan tumbuh menjadi 18,76 g (pertambahan bobot 15,26 g) dengan sintasan 88,33%, sedangkan ukuran 1,8 g (kepadatan 500 ekor/bak) tumbuh menjadi 14,31g (pertambahan bobot 12,51 g) dengan sintasan 83,33%. Hasil pertumbuhan tersebut cukup sesuai untuk ukuran siap tebar dalam pembesaran sidat. DAFTAR ACUAN Affandi, R. & Suhenda, N. 2003. Teknik Budidaya Ikan Sidat (Anguilla bicolor). Prosiding Sumberdaya Perikanan Sidat Tropik. UPT Baruna Jaya. BPPT-DKP. Jakarta, hlm. 47–54. Anonim. 2007. Standar Nasional Indonesia (SNI). Pakan Buatan Untuk Ikan Sidat (Anguilla spp.) pada Budidaya Intensif. Anonim. 2008. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia 2007. Ditjenkan Budidaya. Jakarta, 134 hlm. Brown & Cratzek, J.B. 1980 Fish Farming Handbook, Baits,Tropical and Cold Fish. Avi Publication Co. Westport Connecticut. Chua, T.E. & Teng, S.K. 197. Relatively Growth and Production of Estuary GrouperEphinephalus salmoides udr Different Stocking Density in Floating Net Cages. Marine Biology. Djajasewaka, H. 2003. Pengaruh Pemberian Pakan Buatan dalam Bentuk Pelet, Pasta, dan Campuran Keduanya Terhadap Pertumbuhan Benih Sidat (Anguilla bicolor). Prosiding Sumberdaya Perikanan Sidat Tropik. UPT Baruna Jaya. BPPT-DKP. Jakarta, hlm. 55–63. Djajasewaka, H. & Tahapari, E. 1999. Kebutuhan Protein Optimal pada Pakan Benih Ikan Sidat Angilla bicolor . J. Pen. Perik. Indonesia, V(1): 64–68. Kadarini, T. 2008. Pemeliharaan Benih Balashark (Blantiocheilus melanopterus) Dengan Padat Penebaran Berbeda Didalam Sist Resirkulasi. Dalam Prosiding Seminar Penelitian Perikanan dan Kelautan. Jilid I. UGM-BRKP. Suhenda, N., Affandi, R., & Ulum, B. 2003. Pengaruh Tingkat Penambahan Campuran Vitamin pada Pakan Buatan Terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Sidat, Anguilla Bicolor. Dalam Aplikasi Tekniligi Pakan dan Peranannya Bagi Perkembangan Usaha Perikanan Budidaya. Prosiding Semiloka Pusat Riset Perikanan Budidaya, hlm. 73–79. Soeriaatmadja, R.E. 1981. Ilmu Lingkungan. Cetakan 3. ITB. Bandung. Wouthuyzen sam et al. 2003. Penelitian Bioekologi Ikan Sidat (Anguilla spp.) pada fase Leptocephali di Sekitar Perairan Sulawesi. Prosiding Forum Nasional Sumberdaya Perilakanan Tropik. BPPT Jakarta, hlm. 25–33.