negara kita bukanlah berupa satu uraian ilmiah yang panjang akan tetapi lebih merupakan patok-patok yang membatasi koridor diantara mana dinamika masyarakat kita sangat diharapkan berada diantaranya. Apabila dilihat dari segi itu maka dapat juga ditafsirkan bahwa kelima sila tersebut lebih berupa sebagai uraian cita-cita nasional daripada satu rangkuman pemikiran atau falsafah secara rinci dan ilmiah. Sebagai satu kumpulan cita-cita ia harus dikejar dan diupayakan agar secara bertahap dapat diwujudkan.
Misalnya saja Sila Persatuan Indonesia,
keadaan kita saat ini memang amat jauh dari cita-cita itu, akan tetapi tidak berarti bahwa hal tersebut tidak dapat diwujudkan dikemudian hari, entah kapan. Itulah cita-cita, yang pencapaiannya merupakan satu never ending goal. Dalam rangka pencapaian cita-cita tersebut di atas kita sekalian seluruh bangsa dihadapkan pada berbagai jenis kendala, pluralisme masyarakatnya, konfigurasi geografis maupun keadaan dinamika lingkungan strategis yang dampaknya tidak mungkin diabaikan. Oleh karena itu berbagai prasyarat harus dipenuhi agar perjalanan pencapaian cita-cita itu terjamin. Prasyarat semacam itu disebut geo-politik, yang bagi kita dirumuskan secara singkat dalam bentuk Wawasan Nusantara. Pada intinya Wawasan Nusantara mengisyaratkan perwujudan kesatuan politik, ekonomi, sosial-budaya dan hankam sebagai satu prasyarat seutuhnya. Makna sesungguhnya akan pentingnya inti sari geo politik kita itu amat terasa pada saat menjelang maupun setelah berakhirnya Orde Baru dimana seakanakan segala bentuk kesatuan (dan juga persatuan) ditenggelamkan dibawah emosi kesukuan, keagamaan maupun kepolitikan. Bahkan seolah-olah negara kesatuan pun akan ditelan habis oleh emosi tersebut.
Adakah ramalan
Huntington benar ? Ataukah kita lalai melaksanakan nation and character building sehingga kefahaman tentang kebangsaan dan negara bangsa dikalangan generasi muda sama sekali tidak ada bekasnya. (kalaupun pernah membekas walaupun selembut apapun). Ataukah sistem pendidikan kita telah mencair, dan yang tinggal hanyalah sekadar sistem pengajaran saja (dan itupun dalam kondisi yang memerlukan perhatian besar).
Apapun juga penyebabnya atas kejadian-kejadian saat itu,
nyatanya bangsa dan negara kita telah terpuruk dalam pergaulan antar bangsa dan terkesan tentang adanya kemerosotan etik dan moral yang ditandai antara
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
lain oleh saling membunuh sesama anak bangsa. Keterpurukan ini menandakan bahwa apabila prasyarat geo-politik tidak terpenuhi maka janganlah diharapkan cita-cita proklamasi akan tercapai. Apabila kita telusuri lebih jauh lagi maka dapatlah difahami bahwa setelah prasyarat dipenuhi maka diperlukan satu metode umum atau strategi guna mewujudkan cita-cita diatas. Metode tersebut dinamakan geo-strategi, yaitu satu strategi dalam memanfaatkan kondisi lingkungan didalam upaya mewujudkan tujuan politik (cita-cita nasional). Sedangkan upayanya itu sendiri akan terwujud sebagai program-program di dalam pembangunan nasional.
Bagan berikut
menunjukan tatanan dan sekaligus tataran pemikiran yang ada mulai dari ide tentang
kekeluargaan
dan
kebersamaan
hingga
metode
pelaksanaan
pembangunan. Geo-strategi Indonesia dirumuskan dalam bentuk Ketahanan Nasional yang
unsur-unsur
utamanya
terdiri
dari
kualita
keuletan
dan
kualita
kekuatan/ketangguhan. Keuletan
sesungguhnya
merupakan
satu
kualita
integratif
yang
menunjukan adanya kebersamaan diantara sesama komponen yang dijiwai oleh semangat
kekeluargaan.
Keuletan
diperlukan
dalam
menghadapi
tantangan/tekanan dari luar yang harus dihadapi secara elastis konsisten dan berlanjut. Tanpa adanya kualita keuletan maka jaringan sosial masyarakat akan retak, atau bahkan putus, apabila dihadapkan pada tantangan/tekanan yang berkepanjangan. memerlukan keuletan masyarakat agar tidak terjadi hal-hal yang mengakibatkan perpecahan dalam masyarakat karena masyarakat memiliki “kelenturan” yang mampu meng-absorbir tekanan kesulitan ekonomi. Memang, keuletan masyarakat dapat diandaikan dalam bahasa mekanika seolah-olah sebagai koefisien
kelenturan pegas, yang sudah barang tentu
memiliki ambang batas, diatas mana tekanan dari luar tidak lagi dapat ditahan dan pegaspun akan kehilangan kelenturannya dan patah.
Sebaliknya, unsur
kekuatan/ketangguhan merupakan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang dari masyarakt bangsa ke arah tata kehidupan yang lebih baik dikemudian hari. Semakin tinggi kualita/ketangguhan maka semakin besar pula tekanan yang dapat ditahan dan dilawan tanpa adanya kualita ini masyarakat akan stagnan, dan apabila hal ini terjadi maka lama kelamaan akan mundur dimakan waktu.
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
C. MENYELAMI GEOSTRATEGI INDONESIA Ditempat awalnya geostrategi diartikan sebagai geopolitik untuk kepentingan militer atau perang.
Pendapat lain mengatakan, bahwa istilah
strategy yang kini dikenal luas dalam mengelola masa depan organisasi adalah berasal dari “ strategos dan stratos serta agein” Dalam bahasa Yunani srategois dan strator artinya adalah tentara , agein adalah menjalankan. Jadi jelas sekali bahwa istilah strategy itu ada dalam ketentaraan dan agen sebagai pihak yang melaksanakan langkah operasional. Bila ada tentara tentu ada pula tujuan untuk menghadapi musuh dalam konteks peperangan. Tentu pula tujuannya untuk mencapai kemenangan secara total Di Indonesia geostrategi diartikan sebagai metode untuk mewujudkan citacita proklamasi, sebagaimana tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, melalui proses pembangunan nasional. Karena tujuan itulah maka ia menjadi doktrin pembangunan dan diberi nama Ketahanan Nasional. Mengingat
geostrategi
Indonesia
memberikan
arahan
tentang
bagaimana membuat strategi pembangunan guna mewujudkan masa depan yang lebih baik, lebih aman, dan sebagainya, maka ia menjadi amat berbeda wajahnya dengan yang digagaskan oleh Haushofer, Ratzel, Kjellen dan sebagainya. Geostrategi Indonesia berawal dari kesadaran bahwa bangsa dan negara ini mengandung sekian banyak anasir-anasir pemecah belah yang setiap saat dapat meledak dan mencabik-cabik persatuan dan kesatuan bangsa. Dalam era kepemimpinan Habibie dapat disaksikan dengan jelas bagaimana hal itu terjadi beserta akibatnya. Tidak hanya itu saja, tatkala bangsa kita lemah karena sedang berada dalam suasana tercabik-cabik maka serentak pulalah harga diri dan kehormatan dengan mudah menjadi bahan tertawaan di forum internasional.
Di itulah ketidakberdayaan kita menjadi tontonan masyarakat
internasional, yang sekaligus, apabila kita sekalian sadar, seharusnya menjadi pelajaran berharga. Apabila dikehendaki agar hal itu tidak akan terulang lagi, maka jangan sekali-kali
memberi
peluang
pada
anasir-anasir
pemecah
belah
berkesempatan mencabik-cabik persatuan dan kesatuan nasional.
untuk
Sentimen
SARA yang membabi buta harus ditiadakan, yang mayoritas harus berlapang dada sedangkan minoritas haruslah bersikap proporsional tanpa harus mengurut
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
dada.
Sekali lagi terbukti bahwa pemimpin yang kuat dan disegani serta
mengenal betul watak dari bangsa Indonesia amatlah diperlukan. Dilain pihak masyarakat perlu menjadi arif serta pandai menahan diri dalam menghadapi provokasi maupun rongrongan/iming-iming melalu money politics. Atas dasar adanya ancaman yang laten, terutama dalam bentuk SARA, maka geostrategi Indonesia sebagai doktrin pembangunan mengandung metode pembentukan keuletan dan pembentukan ketangguhan bangsa dan negara.
Kedua kualita
yang harus dibangun dan dimanfaatkan secara konsisten itu tidaklah hanya ditujukan kepada individu warga bangsa akan tetapi juga kepada sistem, lembaga dan lingkungan. Mampu memperlihatkan stamina dalam penangkalan terhadap anasiranasir pemecah belah bangsa dan negara. Dapat diantisipasikan bahwa hanya anasir-anasir tersebut bersifat laten atau hadir sepanjang masa, maka aspek atau kualita keuletan haruslah dikedepankan. Pembinaannyapun perlu berlanjut agar setiap generasi yang muncul faham akan pentingnya kedua kualita tersebut. Kita dapat saksikan bersama bahwa tiap generasi baru merupakan lahan yang subur bagi upaya-upaya yang tidak sejalan dengan visi kebangsaan, dan ini tidak hanya terjadi di Indoensia saja.
Kemajuan yang bersifat kebendaan, apalagi
yang datang dari luar, saat ini lebih memiliki daya tarik terhadap generasi muda dibandingkan dengan hal-hal yang sifatnya falsafah dan konsepsional. Dilain pihak masyarakat harus dibina ketangguhan/kekuatannya agar secara aktif serta efektif mampu menghadapi bahaya/ancaman yang sifatnya laten tadi.
Setidak-tidaknya secara bergotong-royong dalam lingkungannya
masing-masing
mampu
mengcontain
ancaman/bahaya
laten
itu.
Ketangguhan/kekuatan bisa, antara lain, berupa keberanian dari massa masyarakat menghadapi apa saja yang mereka anggap dapat berpotensi sebagai anasir pemecah belah bangsa.
Ini sudah barang tentu memerlukan
kebersamaan dan kekompakan agar lebih efektif sebagai kekuatan penangkalan. Integrasi bangsa adalah pemaduan berbagai unsur kekuatan bangsa ke dalam satu jiwa kebangsaan dengan aspirasi berbangsa dan bernegara yang sejalan dengan ketentuan konstitusi. Proses integrasi bangsa adalah unik bagi tiap masyarakat bangsa yang sangat tergantung pada sejarah serta ciri budayanya. Bagi masyarakat bangsa yang majemuk tetapi homogen, seperti Amerika, proses integrasi dilaksanakan dengan metode melting pot. Mengapa
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
demikian, karena pada masyarakat Amerika tidak ada satupun kelompok masyarakat yang “berhak” mengklaim satu wilayahpun sebagai tempat tinggal nenek moyang mereka, terkecuali suku Indian, karena hampir semuanya berasal dari keturunan imigran. Tidaklah mengherankan apabila sebagai akibat tidak adanya ikatan historis maupun psikologis kepada wilayah maka sentimen “kedaerahan” atau “kewilayahan” tidak terjadi.
Hal yang menguntungkan ini
membuat setiap warga negara Amerika, apapun juga asal keturunannya dapat ditempa menjadi satu dalam satu kancah apapun dan dimanapun.
Memang
seorang Gubernur satu negara bagian harus dipilih diantara warga negara bagian itu akan tetap tidak harus dipilih diantara mereka yang dilahirkan dinegara bagian yang bersangkutan. Disini sama sekali telah ada sentimen kedaerahan tersangkut.
D. PLURALISME DAN GEOSTRATGIS INDONESIA Lain halnya dengan Indonesia yang masyarakatnya majemuk tetapi heterogen, metode melting pot tidak dapat dilakukan. Tiap suku memiliki kaitan historis dan psikologis dengan daerah tempat tinggal nenek moyangnya. Daerah pulau Bali seakan-akan menjadi “milik” orang Bali dan bukan “milik” warga pulau Bali karena itu hanya orang Bali saja yang dapat dicalonkan menjadi Gubernur Bali.
Logika lanjutannya dalah bahwa hanya orang Bali saja yang bisa dan
mampu memahami budaya, adat istiadat maupun agama di daerah itu. Metode melting pot kadang-kadang juga tidak dapat diterapkan hanya pada tataran anatar propinsi saja, akan tetapi kadang-kadang antara Kabupaten di dalam satu propinsi juga sukarmenanganinya. Pada zaman Belanda tapak kultur, satu suku bangsa dijadikan propinsi, sedangkan tapak sub kultur dijadikan karesidenan. Demikian politik devide et impera diterapkan menjadi geopolitik kolonial untuk menciptakan sentimen kedaerahan dan apabila memungkinkan didorong menjadi gesekan antar masyarakat pada wilayah sub kultur atau kultur. Sayangnya geopolitik kolonial ini diwarisi, diteruskan dan malah diperberat lagi, misalnya Propinsi Sunda Kecil dimekarkan lagi Propinsi NTT dan NTB, kemudian dimekarkan lagi menjadi NTT, NTB dan Bali.
Kini Maluku menjadi dua propinsi di Irian Jaya menjadi tiga
propinsi; dan apalagi dikemudian hari. Alasan yang digunakan adalah efisiensi
PUSAT PENGEMBANGAN BAHAN AJAR - UMB
DADAN ANUGRAH S.SOS, MSI PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN