TELAAH NORMATIF KESAKSIAN DIBACAKAN PENUNTUT UMUM DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBUKTIAN KESALAHAN TERDAKWA DALAM PERSIDANGAN PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN ( STUDI KASUS DALAM PUTUSAN PN SKH NO : 132 / PID. B / 2012 / P. SKH )
Puput Rusiana, Indri Hapsari, Bambang Santoso, SH., MHum
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah kesaksian yang dibacakan oleh penuntut umum dan implikasinya terhadap pembuktian kesalahan terdakwa dalam persidangan perkara pencurian dengan pemberatan. Penulisan hukum ini merupakan penelitian hukum doktrinal atau disebut juga penelitian hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif merupakan suatu perosedural penelitian ilmiah demi menemukan fakta atas logika keilmuan hukum yaitu dari sisi normatifnya. Penulisan ini menggunakan sumber data sekunder yang mencakup bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Metode dalam pengumpulan bahan hukum tersebut adalah studi kepustakaan dan cyber media. Bahan hukum yang telah terkumpul kemudian dianalisis dengan pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conseptual approach). Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dituangkan dihasilkan simpulan, yaitu penggunaan alat bukti petunjuk dalam putusan perkara pencurian dengan pemberatan ini sudah sesuai dan telah memenuhi syarat sahnya sebagai alat bukti serta memenuhi prinsip batas minimum sebagaimana diatur dalam KUHAP. Implikasi dari penggunaan alat bukti, keterangan saksi dan keterangan terdakwa terhadap kesalahan terdakwa adalah alat bukti petunjuk maupun kesaksian yang dibacakan oleh Penuntut Umum yang dipergunakan secara tepat dan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 363 ayat ( 1 ) ke-4 dan ke-5 KUHAP tidak akan berimplikasi pada hak asasi terdakwa, sehingga proses hukumnya dapat berjalan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan tidak merugikan semua pihak yang bersangkutan. Kata Kunci
: Pencurian Dengan Pemberatan, Pembuktian, Kesaksian
ABSTRACT This research aimed to find out the urgency of Expert presence in authenticating the indictment of money falsification case and its power as the evidence to authenticate the guilt of the defendant. This research was a doctrinal law research or called normative law research. The normative law research method was a scientific procedural research to find the fact for law science logic from its normative aspect. This writing employed secondary data source encompassed primary, secondary, and tertiary law materials. The method of collecting those law materials included library study and cyber media. The law materials collected was then analyzed using case approach and conceptual approach. Based on the research and resulting conclusions set forth discussion, namely the use of evidence to guide decision by weighting the theft case was appropriate and has been qualified as legitimate evidence and meet the minimum principles as set out in the KUHAP. The implications of the use of evidence, witness statements and the testimony of the defendant against the guilt of the accused is evidence or testimony that the instructions read by the prosecutor used appropriately and in accordance with the provisions contained in Article 363 clause (1) 4th and 5th of KUHAP will not have implications for the rights defendants, so that the legal process can be run in accordance with applicable regulations and are not detrimental to all parties concerned.
Keywords
: Theft by weighting, Evidence, Testimony
A. LATAR BELAKANG Tindak pidana pencurian sering terjadi dalam lingkup masyarakat, yang kadang menimbulkan keresahan di tengah masyarakat. Tindak pidana pencurian dilakukan seseorang dengan berbagai alasan antara lain ingin memiliki barang tersebut, kebutuhan ekonomi, dan lain-lain.Dalam tindak pidana pencurian sering kali, pelaku melakukan suatu tindakan kekerasan saat melakukan tindak pidana pencurian yang bisa mengakibatkan nyawa orang lain melayang atau merugikan orang banyak. Pelaku pencurian selalu melakukan tindakan tersebut kadang tidak hanya seorang tetapi bisa berkelompok yang nantinya mereka melakukan koordinasi untuk mengatur strategi pencurian dan sasaran atau target yang akan di curinya.
Definisi pencurian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berasal dari kata curi yang artinya mengambil sesuatu yang bukan haknya (hak orang lain) tanpa diketahui pemiliknya, masuk rumah tanpa izin dan membawa kabur barang-barang.Sedangkan dalam KUHP definisi pencurian adalah barang siapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tuhun atau denda paling banyak enam puluh rupiah. Dalam persidangan pencurian kadang pelaku atau terdakwa tidak menggunakan penasehat hukum saat perkaranya di sidangkan di pengadilan dengan berbagai alasan atara lain tidak punya untuk membayar pengacara, maka saat persidangan dilakukan terdakwa tidak terlalu melakukan pembelaan.Kesaksian yang dilakukan oleh para saksi yang di ungkapkan di depan persidangan harus sesuai dengan kenyataan yang dilihat, ada beberapa unsur – unsur saksi antara lain saksi harus melihat sendiri, jadi korban atau melakukan perbuatan itu sendiri, sebelum saksi membacakan atau memberikan keterangan di depan persidangan maka saksi akan di lakukan sumpah, dengan tujuan saksi memberiakan kesaksian yang sebenarnya dan untuk mengikat moral para saksi bahwa memberikan kesaksian palsu akan berurusan dengan pihak berwenang bahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Apabila para saksi tidak hadir harus dilakukan pemanggilan sebanyak tiga kali secara patut, kalau saksi dalam pemanggilan yang terakhir atau yang ketiga dengan tidak ada alasan yang jelas maka saksi bisa juga di kenakan sanksi pidana di karenakan memperlambat jalannya persidangan.Saksi yang di datangkan di depan persidangan haruslah aktif memberikan keterangan yang sebenarnya guna memperlancar persidangan, saksi saat memberikan kesaksian harus dalam keadaan sehat, tidak tertekan oleh pihak mana pun, apabila saksi sampai tiga kali tidak hadir maka dari penuntut umum atau para penasehat hukum akan melakukan pergantian saksi dengan alsana saksi sakit keras atau meninggal dunia.Kekuatan pembuktian saksi dalam kasus
pencurian di saat memberikan kesaksian di depan persidangan yang melalui beberapa unsure menjadi saksi yang sesuai dengan peraturan atau undangundang. Dalam proses Pemeriksaan Pidana di Pengadilan Negeri, ada 3 macam pemeriksaan, yaitu Acara Pemeriksaan Biasa, Acara Pemeriksaan Singkat dan Acara Pemeriksaan Cepat. Proses Pemeriksaan Biasa adalah perkara yang pembuktiannya dan penerapan hukumnya tidak mudah serta sifatnya tidak sederhana. Proses Pemeriksaan Singkat adalah pemeriksaan terhadap perkara kejahatan atau pelanggaran yang tidak termasuk ketentuan pasal 206 dan menurut penuntut umum pembuktian serta penerapan hukumhukumnya mudah dan sifatnya sederhana (Pasal 306 ayat ( 1 ) KUHAP). Sedangkan Proses Pemeriksaan Cepat adalah proses pemeriksaan terhadap pidana yang diancam denda pidana penjara atau kurungan paling lama 3 bulan dan atau denda sebanyak-banyaknya Rp. 7.500 ( tindak pidana ringan / tipiring ) dan perkara penghinaan ringan ( Pasal 205 ayat ( 1 ) KUHAP ). Secara umum tingkatan pemeriksaan dalam hukum acara pidana meliputi
penyelidikan,
penyidikan,
penuntutan,
pemeriksaan
sidang
pengadilan. Namun prakteknya tahapan-tahapan pemeriksaan perkara pidana itu akan berakhir pada saat seseorang itu telah menjalani hukuman dan setelah seseorang menggunakan prosedur upaya hukum, sehingga seseorang itu dinyatakan sebagai pihak yang bersalah. Adapun prosedur pemeriksaan perkara pidana menurut Waluyadi (1999;4 ) adalah sebagai berikut: 1. Penyelidikan Dalam KUHP Pasal 1-5 dikatakan bahwa penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyelidikan untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyelidikan. Menurut Martiman Prodjohamidjodjo (1989;29) mengatakan “pada penyelidikan, sasaran ialah suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana. Tidak semua peristiwa yang merugikan masyarakat adalah tindak pidana. Peristiwa yang diselidiki
ialah kelakuan manusia yang pada umumnya dilarang dan diancam sebagai hukum”. Penyelidikan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari fungsi penyelidikan. Penyelidikan merupakan salah satu cara atau metode dari fungsi penyidikan yang mendahulaui tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan, penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan pemeriksaan dan penyerahan berkas kepada penuntut umum. 2. Penyidikan Penyidikan merupakan tindak lanjut dari proses penyelidikan. Undang-undang memberikan pengertian penyidikan sebagai serangkaian tindakan penyidik dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam KUHAP, untuk mencari serta mengumpulkan bukti-bukti yang sama dengan bukti tersebut dapat membuat jelas tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya (pasal 1-2 KUHAP) yang menjadi inti dari proses penyidikan ini adalah mencari bukti guna menemukan tindakan pidana apa yang dilakukan. Penyelidikan dan penyidikan adalah dua fase tindakan yang berwujud satu. Antara keduanya saling berkaitan dan saling mendukung guna menyelesaikan suatu peristiwa pidana. Dalam proses Perkara Pidana harus melalui beberapa tahapan yang semuanya itu mesti dilalui jika ada suatu perkara pidana. Ini dimulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan sidang pengadilan.
B. METODE PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian hukum doktrinal, oleh karena itu digunakan pendekatan konseptual atau teoritis (conceptual approach) dan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach). Analisis terhadap bahan hukum dilakukan dengan metode deduktif dan interpretatif (hermeneutika) untuk membangun argumentasi.
C. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Kesesuaian Pembacaan Kesaksian oleh PenuntutMUmum dalam Perkara Pencurian dengan Pemberatan dengan ketentuan KUHAP Perihal, saksi dan kesaksian, dalam konteks kasus pidana telah diatur secara jelas dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau Wetboek van Strafrecht (Bahasa Belanda) dan dalam UU No 8 Tahun 1981 tentang, Hukum Acara Pidana dikenal dengan nama Kitab UndangUndang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Ketentuan pidana ini (materi dan acara) merupakan hukum positif di Indonesia, atau hukum/ketentuan yang berlaku saat ini. Menurut sistem hukum acara akusator ( accusatoir ), sebagaimana yang kita anut Terdakwa adalah pihak ( Subyek ) dan bukan obyek yang diperiksa. Karena itu, dalam sidang pengadilan kedudukan Terdakwa adalah sama atau setara dengan pihak negara yang diwakili oleh JPU. Pencurian dengan Pemberatan yang terdapat 3 ( tiga ) terdakwa pelaku pencurian masuk ke dalam gudang dengan cara memanjat pagar depan dan masuk ke dalam gudang kemudian mengambil kain sebanyak 2 rol warna putih setelah itu kain tersebut dibawa keluar dengan cara Terdakwa II Dwi Ariyanto dan Terdakwa III Andi Susanto berada di atas tembok kemudian Terdakwa I Paidi mengambil kain dan diterima oleh Terdakwa II Dwi Ariyanto kemudian dijatuhkan ke luar pagar kemudian Terdakwa I mengambil kain lagi sebanyak 1( satu ) rol dan diterima oleh Terdakwa III Andi Susanto kemudian dijatuhkan keluar pagar setelah keadaan sepi 2 ( dua ) rol kain warna putih tersebut dibawa dengan cara untuk yang satu rol dibawa Terdakwa I Paidi dengan menggunakan sepeda motor Star dan untuk kain yang 1 ( satu ) rol lagi dibawa Terdakwa II dan Terdakwa III menggunakan sepeda motor Supra Nopol AD-6970 YF ke Pasar Klitikan Semanggi untuk dijual kepada saksi Suratno. Hal inilah yang menjadi dasar dalam pencurian yang tergolong “Pencurian dengan Pemberatan”.
Dalam KUHAP pengertian dari Penuntut Umum itu adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim. Sedangkan dalam kasus ini Penuntut Umum telah membuktikan dakwaannya dengan mengajukan saksi-saksi mana pada pokoknya memberikan keterangan. Adapun di dalam persidangan Penuntut Umum telah menghadapkan terdakwa-terdakwa yang di mana selama persidangan telah dapat menerangkan dengan jelas dan terang segala sesuatu yang berhubungan dengan dakwaan yang didakwakan kepada terdakwa-terdakwa dan identitas para terdakwa tidak disangkal kebenarannya oleh terdakwa sendiri maupun oleh saksi-saksi sehingga tidak terjadi error in persona, dengan demikian unsur tersebut telah terbukti sesuai dengan KUHAP. Berdasarkan fakta-fakta hukum, alat bukti dan keterangan saksi yang terungkap di dalam persidangan menurut keterangan Majelis semuanya telah terbukti sesuai dengan dakwaan Penuntut Umum yang disusun secara tunggal yaitu melanggar pasal 363 ayat ( 1 ) ke -4 KUHP, yang berbunyi: “Pencuri yang dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu” dan ke -5 KUHP yang berbunyi: “Pencurian yang untuk masuk ke tempat melakukan kejahatan, atau untuk sampai pada barang yang diambilnya, dilakukan dengan merusak, memotong atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu”. Berdasarkan pasal-pasal yang dipersangkakan oleh para penyidik No.Pol : SP.Han / 10 / IV / 2012 / Reskrim, Perpanjangan Penuntut Umum Nomor B-566 / 0.3.34 /Epp1 / 04 / 2012, Penuntut Umum Nomor PRINT : 691 / 0.3.34 / Ep.2 / 05 / 2012, Majelis Hakim Nomor : 157 / Pen.Pid / 2012 / PN.Skh dan dalam putusan Nomor : 132 / Pid.B / 2012 / PN.Skh ini telah sesuai dengan ketentuan–ketentuan pidana dalam KUHP, yakni pasal 363 ayat ( 1 ) ke -4 dan ke -5 KUHP yaitu tentang tindak pidana pemberatan.
Rumusan surat dakwaan tersebut telah sesuai dengan hasil pemeriksaan penyidikan untuk kemudian diajukan dalam persidangan. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum telah sesuai dengan pasal-pasal yang dipersangkakan kepada para Terdakwa dan fakta-fakta yang terungkap dipersidangan. Hal ini dikarenakan Terdakwa benar telah terbukti dimuka persidangan dengan berdasarkan keterangan saksi-saksi dan fakta-fakta hukum bahwa terdakwa telah memenuhi unsur- unsur dalam KUHPidana Pasal 363 ayat (1 ) ke-4 dan ke -5. 2. Implikasi Kesaksian yang Dibacakan Penuntut Umum terhadap Pembuktian Kesalahan Terdakwa dalam Persidangan Perkara Pencurian dengan Pemberatan Dalam mengkaji implikasi kesaksian yang dibacakan penuntut umum terhadap penjatuhan vonis, maka harus dilihat ancaman pasal yang didakwakan, tuntutan maupun putusan yang dijatuhkan. Penggunaan alat bukti petunjuk dalam putusan perkara pencurian dengan pemberatan ini sudah sesuai dan telah memenuhi syarat sahnya sebagai alat bukti serta memenuhi prinsip batas minimum sebagaimana diatur dalam KUHAP. Implikasi dari penggunaan alat bukti, keterangan saksi dan keterangan terdakwa terhadap kesalahan terdakwa adalah alat bukti petunjuk maupun kesaksian yang dibacakan oleh Penuntut Umum yang dipergunakan secara tepat dan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 363 ayat ( 1 ) ke-4 dan ke-5 KUHAP tidak akan berimplikasi pada hak asasi terdakwa, hal ini dikarenakan bahwa dengan atau melalui alat bukti petunjuk yang sesuai dengan ketentuan KUHAP tersebut, dapat diketahui seseorang yang didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dinyatakan bersalah secara sah dan meyakinkan oleh Majelis Hakim telah melanggar ketentuan hukum pidana. Terdakwa dapat dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan kepadanya dapat dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang serta sekaligus keterbuktian kesalahan itu “dibarengi” dengan keyakinan hakim.
Berdasarkan sistem pembuktian undang-undang secara negatif, terdapat dua komponen untuk menentukan salah atau tidaknya seorang terdakwa, yaitu: a. Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang b. Keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah penggunaan alat bukti petunjuk, kesaksian dari para saksi dan keterangan terdakwa harus memperhatikan ketentuan yang terdapat di dalam KUHAP. Implikasi praktis dari penelitian ini adalah di dalam proses pembuktian kesalahan terdakwa di pengadilan usahakan agar menghindari alat bukti petunjuk. Bentuk dakwaan penuntut umum merupakan dakwaan subsidaritas di mana pembuktian dakwaan subsidair dilakukan secara berurut dengan dimulai pada dakwaan tindak pidana yang diancam dengan pidana terberat sampai kepada dakwaan tindak pidana yang diancam dengan pidana ringan hingga dakwaan yang dipandang terbukti. Proses pembuktian yang dilakukan Majelis Hakim berkaitan dengan dakwaan Penuntut Umum yakni dipertimbangkan terlebih dahulu dakwaan primernya, apabila dakwaan primer terbukti, maka dakwaan subsider selanjutnya tidak perlu dibuktikan, namun apabila dakwaan primer tidak terbukti maka dakwaan selanjutnya barulah akan dipertimbangkan dan seterusnya.
D. SIMPULAN Dari uraian tersebut diatas maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut : 1. Pembacaan Kesaksian oleh Penuntut Umum dalam perkaratindak pidana pencurian dengan pemberatan sudah sesuai dengan yang diterapkan dalam Pasal 363 ayat (1) ke-4 dan 5 KUHAP. Selain itu juga bahwa terdakwa dalam keadaan sehat jasmani dan rohani
sehingga terdakwa dianggap dapat mempertanggungjawabkan tindak pidana yang telah dilakukannya. 2. Implikasi dari penggunaan alat bukti, keterangan saksi dan keterangan terdakwa terhadap kesalahan terdakwa adalah alat bukti petunjuk maupun kesaksian yang dibacakan oleh Penuntut Umum yang dipergunakan secara tepat dan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Pasal 363 ayat ( 1 ) ke-4 dan ke-5 KUHAP tidak akan berimplikasi pada hak asasi terdakwa, hal ini dikarenakan bahwa dengan atau melalui alat bukti petunjuk yang sesuai dengan ketentuan KUHAP tersebut, dapat diketahui seseorang yang didakwa oleh Jaksa Penuntut Umum dinyatakan bersalah secara sah dan meyakinkan oleh Majelis Hakim telah melanggar ketentuan hukum pidana.
E. SARAN 1. Kepada para aparat penegak hukum agar tetap memperhatikan dan menjalankan ketentuan aturan yang diberlakukan kepada terdakwa sehingga ancaman-ancaman pidana menjadi alternative terakhir dalam memberikan sanksi. 2. Sebaiknya hakim dalam memutus perkara di persidangan harus selalu menghadirkan keterangan saksi, hal ini dikarenakan keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti menurut KUHAP dan pengetahuan hakim yang terbatas pada koridornya. Selain itu dengan kehadiran saksi ahli dapat membuat terang suatu tindak pidana sehingga tercapai suatu kebenaran materiil. 3. Sebaiknya hakim dalam menghadirkan saksi ahli dipersidangan harus menghadirkan saksi ahli yang sesuai dengan kualifikasi, objektif dan diambil
sumpah atau janjinya di
hadapan hakim
sehingga
kesaksiannya memiliki kekuatan hukum yang mengikat hakim, hal itu berlaku juga untuk kesaksian yang dibacakan oleh Penuntut Umum.
F. PERSANTUNAN Terima kasih disampaikan kepada Universitas Sebelas Maret serta tidak lupa kepada pihak – pihak yang telah membantu penulisan jurnal ini, antara lain
:
1. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H., M.Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan ijin dan kesempatan kepada Penulis untuk menyelesaikan penulisan hukum ini. 2. Bapak Ismunarno, S.H., M.H, selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan saran, kritik serta memotivasi penulis untuk lebih giat lagi dalam proses belajar. 3. Bapak Edy Herdyanto, S.H., M.H, selaku Ketua Bagian Acara yang telah memberikan kesempatan bagi penulis dalam penyusunan sebuah Karya Ilmiah yang berupa Penulisan Hukum, yangmana sebagai syarat guna memenuhi gelar sarjana (S1). 4. Seluruh dosen yang telah berbagi ilmu selama masa kuliah yang mengantarkan penulis dalam menganalisis penulisan hukum, untuk Pengelola Penulisan Hukum (PPH) yang telah memberikan arahanarahan, serta kemudahan dalam penyusunan Penulisan Hukum ini. 5. Bapak Bambang Santoso, S.H., M.H selaku pembimbing yang telah membimbing penulis selama penyusunan Penulisan Hukum ini. 6. Karyawan
perpustakaan umum dan Fakulktas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta, karyawan perpustakaan umum yang telah membantu dengan menyediakan pelayanan dan fasilitas-fasilitas yang ada. 7. Terimakasih untuk orangtuaku yang telah memberi nasehat sehingga dapat terselesaikan skripsi ini. 8. Para pihak yang telah membantu secara materiil maupun moril sehingga dapat terselesaikannya dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan jurnal ini masih jauh dari dari sempurna, sehingga untuk perbaikan penyusunan jurnal ini, memerlukan kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan penulisan sebuah karya ilmiah selanjutnya.
G. DAFTAR PUSTAKA Buku
:
Faisal Salam, Moch. 2001. Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek. Bandung: Mandar Maju Hamzah, A. 2000. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: CV. Sapta Artha Jaya Hamzah, A. 2009. Hukum Acara Pidana Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika Marzuki, Peter Mahmud. 2008. Penelitian Hukum. Jakarta. Kencana Prenada Media Group Mulyadi, Lilik. 2007. Hukum Acara Pidana. Bandung: PT Citra Aditya Bakti Mertokusumo, Sudikno. 1977. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Liberty Poerwadarminta. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka Subekti. 2001. Hukum Pembuktian. Jakarta: Pradnya Paramita Soekanto, Soerjono. 1984. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press Peraturan Perundang-undangan
:
KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor : 132/Pid.B/2012/PN.Skh Internet
:
http://lp3madilindonesia.blogspot.com/2011/01/pembuktian-systemberdasarkan-kuhap.html (diakses pada tanggal 28 Maret pukul 08:55 WIB) http://afifmsip4.blogspot.com/2012/05/pemberatan-pidana-dan-peringananpidana.html ( diakses pada tanggal 28 Maret 2013 pukul 09:10 WIB) http://www.sarjanaku.com/2012/12/sistem-pembuktian-dalam-hukumacara_15.html( diakses pada tanggal 28 Maret 2013 pukul 10:05 WIB)
http://pakarhukum.site90.net/pencurian.php( diakses pada tanggal 29 Maret 2013 pukul 11:54 WIB) http://legal-community.blogspot.com/2011/08/tindak-pidana-pencuriandalam-kuhp.html(diakses pada tanggal 30 Maret 2013 pukul 15.08 WIB) http://lawmetha.wordpress.com/2011/06/03/pembuktian-dalam-hukum-acarapidana/(diakses pada tanggal 1 April 2013 pukul 19.14 WIB) http://minsatu.blogspot.com/2011/02/pembuktian-dalam-hukumpidana.html(diakses pada tanggal 2 April 2013 pukul 15.02 WIB) http://www.negarahukum.com/hukum/hukum-pembuktian.html(diakses pada tanggal 2 April 2013 pukul 21.40
Korespondensi
:
1. Nama
: Puput Rusiana
Nim
: E 000 8409
Alamat
: Watusambang Rt. 04, Rw. 06, Plumbon, Tawangmangu
No. HP
: 082 1375 06667
Email
:
[email protected]
2. Nama
: Indri Hapsari
Nim
: E 000 8166
Alamat
: Perum. SOLO ELOK Jln. Nakula B/8 RT04/07 Kedung Tungkul, Mojosongo, Jebres, Surakarta
No. HP
: 083 8668 78550
Email
:
[email protected]
3. Nama Nip
: Bambang Santoso, S.H., M.Hum : 19620209 1989031001
Gol/pangkat : Pembina/IV-a Jabatan
: Lektor Kepala
Alamat
: Jl. Pandan VII/I PerumGriya Mulia Rt.05/III Baturan, Colomadu
No. HP
: 085 64750 1326
Email
:
[email protected]
15