KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SUMATERA UTARA "Mengoptimalkan Potensi Perekonomian Domestik Sumatera Utara” Februari 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: “Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil”
Misi Bank Indonesia: 1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
Nilai-nilai Strategis: Trust and Integrity- Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: “Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional”
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.
VISI DAN MISI i
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
VISI DAN MISI ii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
KATA PENGANTAR Buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara merupakan terbitan rutin triwulanan yang berisi analisis perkembangan ekonomi dan perbankan di Provinsi Sumatera Utara. Edisi periode ini mengulas dinamika ekonomi di Sumatera Utara pada Triwulan IV 2016 yang meliputi perkembangan makroekonomi, inflasi, stabilitas sistem keuangan, sistem pembayaran, keuangan daerah, ketenagakerjaan dan kesejahteraan, serta prospek ekonomi Sumatera Utara ke depan dan rekomendasi kepada Pemerintah Daerah. Analisis dilakukan berdasarkan data dari instansi/lembaga terkait serta informasi dari para pelaku ekonomi utama di Sumatera Utara. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 relatif stabil di kisaran 5,3% (yoy), lebih baik dari perekonomian nasional yang tercatat 4,9% (yoy). Baiknya kinerja sektor eksternal ditengah masih tertahannya perekonomian domestik mendorong stabilnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016. Stabilnya perekonomian diiringi dengan kembali meningkatnya tekanan inflasi seiring dengan masih minimnya pasokan pangan di pasaran. Tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 kembali meningkat dari 6,0% (yoy) menjadi 6,3% (yoy). Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara kembali menggeliat dari 5,1% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Perbaikan perekonomian terutama ditopang oleh masih baiknya tingkat konsumsi masyarakat ditengah kinerja sektor eksternal yang terus membaik. Mengawali tahun 2017, konsumsi masyarakat diperkirakan masih kuat seiring dengan perayaan tahun baru dan imlek. Masih tingginya permintaan domestik maupun internasional akan komoditas perkebunan mendorong penguatan perekonomian lebih lanjut. Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy). Baiknya perekonomian pada triwulan I juga diperkirakan diiringi dengan menurunnya tekanan inflasi seiring dengan membaiknya tingkat pasokan di pasaran. Momentum perbaikan ekonomi yang masih terlihat dari kuatnya konsumsi swasta yang merupakan komponen terbesar dalam struktur ekonomi Sumatera Utara perlu terus dijaga. Kegiatan investasi khususnya pembangunan infrastruktur strategis juga perlu didukung dengan sinergitas kebijakan Pemerintah Daerah. Upaya penguatan perekonomian domestik tersebut diharapkan mampu mengatasi pemulihan ekonomi global yang masih berjalan lambat. Berkenaan dengan hal tersebut, kami memgambil tema "Mengoptimalkan Potensi Perekonomian Domestik Sumatera Utara" sebagai tema buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional edisi Februari 2017. Pada kesempatan ini kami juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah menyediakan data dan informasi yang diperlukan dalam penulisan buku ini. Kami menyadari bahwa cakupan serta kualitas data dan informasi yang disajikan dalam buku ini masih perlu terus disempurnakan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran membangun dari semua pihak yang berkepentingan dengan buku ini, serta mengharapkan kerjasama yang sangat baik dengan berbagai pihak selama ini dapat terus ditingkatkan di masa mendatang. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Medan, Februari 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA
Arief Budi Santoso Direktur Eksekutif
KATA PENGANTAR iii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
KATA PENGANTAR iv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
DAFTAR ISI VISI DAN MISI .......................................................................................................................................................... I KATA PENGANTAR ................................................................................................................................................ III DAFTAR ISI .............................................................................................................................................................. V DAFTAR GRAFIK.................................................................................................................................................... VII DAFTAR TABEL........................................................................................................................................................ X TABEL INDIKATOR ................................................................................................................................................. XI RINGKASAN UMUM ............................................................................................................................................ XIII BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH ...................................................................................... 1 1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum .......................................................................... 2 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan ................................................................................................ 3 1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha ....................................................................................... 13 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH .................................................................................................................... 27 2.1 Gambaran Umum ................................................................................................................................. 28 2.2 APBD Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara 2016....................................................................... 28 2.2.1 Anggaran dan Realisasi Pendapatan .............................................................................................. 28 2.2.2 Anggaran dan Realisasi Belanja ..................................................................................................... 31 2.3 APBD Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara 2017....................................................................... 33 2.3.1 Anggaran Pendapatan ................................................................................................................... 34 2.3.2 Anggaran Belanja ........................................................................................................................... 35 2.4 Realisasi APBN di Sumatera Utara Triwulan IV 2016 .............................................................................. 37 2.5 APBN 2017 di Sumatera Utara ............................................................................................................... 39 BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ...................................................................................................... 41 3.1 Kondisi Umum ............................................................................................................................................ 42 3.2 Perkembangan Inflasi Non Fundamental ................................................................................................... 44 3.3 Perkembangan Inflasi Fundamental ........................................................................................................... 46 3.4 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa ............................................................................................... 47 3.4.1 Kelompok Bahan Makanan ............................................................................................................ 47 3.4.2 Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau .......................................................... 48 3.4.3 Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar .............................................................. 48 3.4.4 Kelompok Sandang ........................................................................................................................ 49 3.4.5 Kelompok Kesehatan ..................................................................................................................... 49 3.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga ............................................................................ 49 3.5 Perbandingan Inflasi Antar Provinsi/Kota di Sumatera .............................................................................. 50 3.6 Upaya Pengendalian Inflasi ......................................................................................................................... 50 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM ...................... 55 4.1 Perkembangan perbankan Sumatera Utara ............................................................................................... 56 4.2 Stabilitas Keuangan Daerah di Sumatera Utara .......................................................................................... 62 4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi .......................................................................................................... 62 4.2.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga .................................................................................................. 64 4.3 Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM ............................................................................................. 67 4.3.1 Penyaluran Kredit UMKM .............................................................................................................. 67 BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ............................ 73 5.1 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran ......................................................................................................... 74 5.1.1 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Menggunakan SKNBI ........................................... 74 5.1.2 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Menggunakan Elektronifikasi Pembayaran ......... 75 5.1.3 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Menggunakan Layanan Keuangan Digital ............ 75
DAFTAR ISI v
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
DAFTAR ISI 5.1.4 Perlindungan Konsumen Sistem Pembayaran ............................................................................... 77 5.2 Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah .................................................................................................. 79 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ......................................................................................... 85 6.1 Ketenagakerjaan ......................................................................................................................................... 86 6.2 Kesejahteraan ............................................................................................................................................. 87 6.3 Tingkat Kemiskinan ..................................................................................................................................... 88 6.4 Ketimpangan Pendapatan .......................................................................................................................... 89 6.5 Nilai Tukar Petani ........................................................................................................................................ 91 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH .................................................................................................... 93 7.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi ................................................................................................................. 94 7.2 Prospek Inflasi............................................................................................................................................. 96 7.3 Rekomendasi kepada Pemerintah Daerah ................................................................................................. 98 LAMPIRAN ............................................................................................................................................................ 99 DAFTAR ISTILAH ................................................................................................................................................. 101
DAFTAR ISI vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan ............................................................................................. 3 Grafik 1.2 Survei Konsumen ................................................................................................................................... 4 Grafik 1.3 Perkembangan Nilai Tukar ..................................................................................................................... 4 Grafik 1.4 Perkembangan KPR ................................................................................................................................ 4 Grafik 1.5 Indeks Penjualan Eceran ........................................................................................................................ 5 Grafik 1.6 Konsumsi Listrik ..................................................................................................................................... 5 Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi ......................................................................................................................... 5 Grafik 1.8 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja ..................................................................... 5 Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi ............................................................................................................ 6 Grafik 1.10 Persentase Realisasi APBN Triwulan IV di Sumatera Utara .................................................................. 6 Grafik 1.11 Persentase Realisasi Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara Triwulan III .......................................... 7 Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda ......................................................................................................... 7 Grafik 1.13 Kredit Investasi ..................................................................................................................................... 8 Grafik 1.14 Pembelian Barang Tahan Lama ............................................................................................................ 8 Grafik 1.15 Penjualan Barang Konstruksi................................................................................................................ 8 Grafik 1.16 Penjualan Semen.................................................................................................................................. 8 Grafik 1.17 Impor Barang Modal ............................................................................................................................ 9 Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ......................................................................... 10 Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama ................................................................................................ 11 Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet ................................................................................................ 11 Grafik 1.21 Ekspor CPO ......................................................................................................................................... 11 Grafik 1.22 PMI Negara Mitra Dagang Utama ...................................................................................................... 11 Grafik 1.23 Ekspor Karet ....................................................................................................................................... 12 Grafik 1.24 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut .................................................................................. 12 Grafik 1.25 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut ....................................................................................... 13 Grafik 1.26 Penyaluran Pupuk Bersubsidi ............................................................................................................. 15 Grafik 1.27 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara ................................................................................ 15 Grafik 1.28 Realisasi NTP Sumatera Utara ............................................................................................................ 15 Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Pertanian .............................................................................................................. 16 Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Perkebunan .......................................................................................................... 16 Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan ............................................................................... 18 Grafik 1.32 Perkembangan Ekspor Manufaktur ................................................................................................... 18 Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi .............................................................................................. 19 Grafik 1.34 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara .............................................................................. 20 Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Kategori PBE ......................................................................................................... 20 Grafik 1.36 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara ..................................................................................... 20 Grafik 1.37 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan ....................................................................... 21 Grafik 1.38 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan .............................................................. 21 Grafik 1.39 Penurunan Luas Lahan Sawah Sumatera Utara ................................................................................. 22 Grafik 1.40 Peningkatan Produksi dan Produktifitas Padi Sumatera Utara .......................................................... 22 Grafik 1.41 Andil Inflasi Sumatera Utara .............................................................................................................. 23 Grafik 2.1 Pangsa Realisasi Komponen Pendapatan terhadap Total Pendapatan Daerah Sumut 2015-2016 ..... 29 Grafik 2.2 Pangsa Realisasi komponen PAD Sumatera Utara 2015-2016 ............................................................. 29 Grafik 2.3 Pangsa Realisasi komponen Dana Perimbangan Sumatera Utara 2015-2016 .................................... 29 Grafik 2.4 Pangsa Realisasi Belanja Sumatera Utara 2015-2016 .......................................................................... 32 Grafik 2.5 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Sumatera Utara 2015-2016 .............................. 32
DAFTAR GRAFIK vii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
DAFTAR GRAFIK Grafik 2.6 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Langsung Sumatera Utara 2015-2016 ....................................... 32 Grafik 2.7 Proporsi Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Utara 2011-2016 ......................................................... 33 Grafik 2.8 Tren APBD Pemprov Sumatera Utara................................................................................................. 35 Grafik 2.9 Pangsa Anggaran Pendapatan APBD Pemprov Sumatera Utara 2017 ............................................... 35 Grafik 2.10 Pangsa Anggaran Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara 2017..................................................... 36 Grafik 2.11 Pangsa Anggaran Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara 2017..................................................... 36 Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional ................................................................................................................... 42 Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara ........................................................................................................ 42 Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan ...................................................................................................... 44 Grafik 3.4 Disagregi Inflasi Volatile Foods............................................................................................................. 44 Grafik 3.5 Stok Beras Bulog .................................................................................................................................. 45 Grafik 3.6 Ekspektasi Inflasi .................................................................................................................................. 46 Grafik 3.7 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika ........................................................................................ 47 Grafik 3.8 Luas Panen Padi ................................................................................................................................... 52 Grafik 3.9 Produksi Cabai Merah .......................................................................................................................... 52 Grafik 3.10 Perkembangan Harga Cabai Merah ................................................................................................... 53 Grafik 3.11 Deviasi Inflasi Bulanan Cabai Merah .................................................................................................. 53 Grafik 3.12 Produksi Cabai Merah per Kabupaten ............................................................................................... 53 Grafik 3.13 Produksi Bawang Merah per Kabupaten ........................................................................................... 53 Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan IV 2016 .............................................................................. 57 Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di Sumatera Utara .......................................................... 58 Grafik 4.3 Pertumbuhan DPK dan Rekening DPK Spasial ...................................................................................... 58 Grafik 4.4 Proporsi DPK Spasial ............................................................................................................................ 58 Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank Triwulan IV 2016 ...................................................... 59 Grafik 4.6 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan ........................................................................... 59 Grafik 4.7 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi ........................................................................... 59 Grafik 4.8 Perkembangan Kualitas Kredit ............................................................................................................. 60 Grafik 4.9 Undisbursed Loan ................................................................................................................................. 60 Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit berdasarkan Spasial .......................................................................................... 60 Grafik 4.11 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial .................................................................................................. 61 Grafik 4.12 DPK Syariah berdasarkan Spasial ....................................................................................................... 61 Grafik 4.13 Penyaluran Pembiayaan Syariah ........................................................................................................ 61 Grafik 4.14 Kualitas Pembiayaan Syariah ............................................................................................................. 61 Grafik 4.15 Pembiayaan Syariah Berdasarkan Spasial .......................................................................................... 62 Grafik 4.16 Penyaluran Kredit kepada Sektor Utama Sumatera Utara ................................................................ 63 Grafik 4.17 Perkembangan SBT SKDU di Sumatera Utara .................................................................................... 63 Grafik 4.18 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja dan Harga Jual di Sumatera Utara ........................... 63 Grafik 4.19 Proporsi Kredit Korporasi dan Rumah Tangga .................................................................................. 64 Grafik 4.20 Proporsi Kredit Sektor Korporasi ....................................................................................................... 64 Grafik 4.21 Kinerja Konsumsi Rumah Tangga ...................................................................................................... 65 Grafik 4.22 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen ................................................................................... 65 Grafik 4.23 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga ................................................................................................. 65 Grafik 4.24 Komposisi DPK Perseorangan ........................................................................................................... 65 Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Rumah Tangga ............................................................................................... 66 Grafik 4.26 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga ........................................................................................ 66 Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Apartemen Tipe 22 s.d 70 ............................................................................. 67
DAFTAR GRAFIK viii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
DAFTAR GRAFIK Grafik 4.28 Perkembangan Kredit UMKM ........................................................................................................... 68 Grafik 4.29 Proporsi Penggunaan Kredit UMKM Triwulan IV 2016 ..................................................................... 68 Grafik 4.30 Sebaran Kredit UMKM di Sumatera Utara Posisi Tw IV 2016 ........................................................... 70 Grafik 6.1 Perbandingan TPAK dengan TPT Sumatera Utara ................................................................................ 86 Grafik 7.1 Survei Konsumen ................................................................................................................................. 94 Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen ............................................................................................. 94 Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan .................................................................................................................. 94 Grafik 7.4 Purchasing Manager Index .................................................................................................................. 95 Grafik 7.5 Stock Beras BULOG.............................................................................................................................. 97 Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga ..................................................... 97
DAFTAR GRAFIK ix
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan ................................................................................... 3 Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara ............................................................................................. 9 Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama ......................................................................................................... 10 Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran ................................................................................... 14 Tabel 2.1.1 Anggaran dan Realisasi APBD P Provinsi Sumatera Utara 2015-2016 (Miliar Rupiah) ...................... 28 Tabel 2.1.2 Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara 2015-2016 (Miliar Rupiah).................................................................................................................................................................. 29 Tabel 2.1.3 Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2016 ........................ 32 Tabel 2.1.4 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 ............................................... 34 Tabel 2.1.5 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 ............................................... 36 Tabel 2.1.6 Anggaran dan Realisasi Belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2016 ...................... 37 Tabel 2.1.7 Anggaran Belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016-2017 ............................................ 39 Tabel 3.3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan IV 2016 di Sumatera Utara ... 43 Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa .......................................................................................... 47 Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan ......................................................................................................... 47 Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau ...................................................... 48 Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar .......................................................... 48 Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang ..................................................................................................................... 49 Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Kesehatan .................................................................................................................. 49 Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga ........................................................................... 49 Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ........................................................... 49 Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara ..................................................................................... 56 Tabel 4.2 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan IV 2016........................... 69 Tabel 5.1 Transaksi SKNBI Provinsi Sumatera Utara ............................................................................................. 74 Tabel 5.2 Jumlah Agen LKD dan Pemegang Uang Elektronik di Sumatera Utara ................................................. 78 Tabel 5.3Indikator Pengedaran Uang di Provinsi Sumatera Utara ....................................................................... 78 Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan .................................................................................................. 95
DAFTAR TABEL x
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
TABEL INDIKATOR
Indikator Makro PDRB (%,yoy) Sisi Permintaan Konsumsi Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto* Ekspor Impor Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya Inflasi IHK (%,yoy) Inti Volatile Foods Administered Prices Ekspor Luar Negeri (Juta USD) Ekspor CPO Ekspor Karet Ekspor Kopi Impor Luar Negeri (Juta USD) Berbagai sumber, diolah p : angka proyeksi
2014 Total 5.2
I 4.8
II 5.1
2015 III 5.0
IV 5.4
Total 5.1
I 4.7
II 5.5
2016 III 5.3
IV 5.2
Total 5.2
2017 IP 5.1 - 5.5
4.9 5.2 2.9 3.1 7.5 7.8
4.8 4.8 4.3 3.3 -2.1 -2.9
4.1 4.5 1.5 3.1 -1.4 -6.0
4.5 4.7 3.0 4.9 -0.7 -3.3
4.1 4.5 1.4 4.2 0.0 -4.1
4.4 4.6 2.4 3.9 -1.1 -4.1
4.6 4.7 4.3 5.2 3.4 -4.3
5.1 5.2 4.5 5.6 3.6 -2.3
4.3 5.4 -3.5 4.4 0.0 -2.6
4.1 5.5 -4.8 4.1 3.8 1.5
4.5 5.2 -0.4 4.8 2.7 -1.9
4.9 - 5.3 5.3 - 5.7 2.1 - 2.5 3.9 - 4.3 4 - 4.4 1.7 - 2.1
4.4 5.2 3.0 9.3 6.0 6.8
5.8 11.3 0.7 1.6 9.7 8.3
5.4 6.1 3.3 -3.3 8.6 6.6
3.6 3.4 4.8 6.6 4.3 5.6
7.1 4.0 5.5 4.1 3.4 2.0
5.5 6.1 3.6 2.3 6.4 5.5
3.4 1.7 9.3 1.6 3.1 3.5
8.0 6.7 2.3 10.0 4.9 6.0
5.6 8.2 1.9 6.0 9.7 5.5
2.6 6.1 4.9 -1.7 9.1 7.4
4.9 5.7 4.5 3.8 6.7 5.6
4.5 - 4.9 4.6 - 5 4.1 - 4.5 -1.2 - -0.8 8.3 - 8.7 5 - 5.4
6.9
4.5
5.4
4.2
3.3
4.4
2.5
5.2
7.5
7.7
5.8
6.5 - 6.9
5.6 6.5 7.2 2.6 6.6 6.8
5.1 9.2 5.8 4.2 4.9 7.2
5.2 6.9 7.1 4.7 5.6 6.8
6.7 6.2 8.1 8.5 6.1 5.0
5.7 5.7 7.4 11.1 6.3 4.5
5.7 7.0 7.1 7.2 5.8 5.9
3.3 4.3 5.8 7.5 4.6 5.7
6.2 5.7 6.9 6.2 5.2 5.9
7.4 7.7 8.6 3.7 6.8 6.0
7.2 8.5 9.6 -0.6 6.9 6.2
6.1 6.5 7.8 4.1 5.9 6.0
9.4 - 9.8 9.3 - 9.7 9.4 - 9.8 -0.9 - -0.5 4.5 - 4.9 5.6 - 6
6.9
5.3
6.3
7.0
4.7
5.8
1.2
1.9
2.1
2.6
2.0
2.6 - 3
6.4 6.7 7.0 8.17 4.0 7.5 14.0 9,162 3,341 1,002 369 3,546
2.5 6.4 6.2 6.14 4.3 3.8 9.4 1,804 570 189 98 804
-0.2 7.9 6.9 7.82 4.8 8.1 10.5 1,953 694 198 114 789
8.1 8.8 5.6 6.61 4.7 4.6 9.4 1,965 717 191 85 730
9.8 5.8 8.1 3.24 4.4 4.5 1.0 1,926 696 160 83 929
5.0 7.2 6.7 3.24 4.4 4.5 1.0 7,647 2,677 738 381 3,253
7.4 7.9 7.0 7.15 4.4 4.5 1.0 1,690 499 139 89 700
7.0 5.2 6.3 4.31 5.7 5.6 1.3 1,853 614 162 93 832
2.9 8.5 6.4 6.02 5.8 11.2 1.6 1,929 699 156 68 809
2.7 7.7 6.4 6.33 4.5 13.1 1.8 2,317 913 183 94 1,090
4.9 7.4 6.5 6.33 4.5 13.1 1.8 7,789 2,725 640 344 3,431
3 - 3.4 6.6 - 7 6.1 - 6.5 4.0±1
#N/A
TABEL INDIKATOR xi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
TABEL INDIKATOR xii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
RINGKASAN UMUM ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 relatif stabil dikisaran 5,3% (yoy). Capaian ini diatas kinerja perekonomian nasional yang melambat menjadi 4,9% (yoy). Kinerja sektor eksternal yang cukup baik ditengah tertahannya perbaikan perekonomian domestik menyebabkan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh stabil. Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara kembali menggeliat dari 5,1% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Perbaikan perekonomian terutama ditopang oleh masih kuatnya konsumsi masyarakat diiringi oleh kinerja sektor eksternal yang terus membaik. Memasuki awal tahun 2017, konsumsi masyarakat akan barang dan jasa diperkirakan masih cukup kuat seiring dengan perayaan tahun baru dan imlek. Permintaan domestik yang masih kuat dan terus membaik serta perbaikan ekonomi global yang akan diikuti oleh meningkatnya harga komoditas perkebunan diperkirakan akan menjadi pendorong perbaikan perekonomian lebih lanjut. Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2017 diperkirkan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy). ASESMEN KEUANGAN DAERAH Di tengah meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2016, serapan belanja APBD Pemerintah Provinsi dan APBN Pemerintah Pusat di Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat mencapai 87,7% atau sebesar Rp25,8 triliun dari pagu sebesar Rp29,5 triliun, menurun dibandingkan serapan tahun 2015 yang sebesar 91,7%. Kondisi ini disebabkan oleh lebih rendahnya pengeluaran belanja langsung maupun tidak langsung. Adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) pada semester II 2016 mendorong realisasi belanja pada tahun 2016 lebih rendah dari yang direncanakan. ASESMEN INFLASI Inflasi Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat sebesar 6,3% (yoy), lebih tinggi dari sasaran yang telah ditetapkan. Selain itu, angka ini lebih tinggi dari realisasi inflasi nasional sebesar 3,2% (yoy) dan inflasi 2015 yang mencapai 3,3% (yoy). Tingginya angka inflasi tersebut terutama disebabkan oleh tekanan volatile food khususnya komoditas cabai merah. Gangguan produksi akibat bencana Gunung Sinabung dan gangguan Organisme Penganggu Tanaman (OPT) menyebabkan pasokan menurun. Selain itu, tekanan inflasi juga disebabkan oleh inflasi administered prices. Pada 2016 pemerintah menetapkan kenaikan tarif untuk beberapa komoditas diantaranya cukai rokok, biaya perpanjangan STNK, tarif listrik, dan BBM. Sementara, kelompok inti masih cenderung stabil seiring dengan terjaganya ekspektasi masyarakat, baik di level konsumen maupun pedagang. Sementara itu, tekanan inflasi terkait dengan perbaikan daya beli masyarakat diimbangi dengan dampak nilai tukar yang cenderung apresiatif. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Sejalan dengan stabilnya kinerja perekonomian pada triwulan IV 2016, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera Utara masih terjaga di tingkat yang aman. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang membaik dengan perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang meningkat, disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah target indikatif dan justru cenderung menurun. Ketahanan sektor korporasi dan sektor rumah tangga masih sangat baik. Kondisi tersebut tercermin pada kinerja dunia usaha dan rumah tangga yang membaik dan eksposur perbankan dari kedua sektor tersebut yang masih aman yang diindkasikan oleh penurunan Non Performing Loan (NPL). RINGKASAN UMUM xiii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Sejalan dengan masih kuatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016, aktivitas transaksi keuangan masyarakat baik secara tunai maupun non tunai mengalami peningkatan. Dari sisi transaksi tunai, peningkatan terlihat dari aliran uang tunai yang mengalami net ouflow. Sedangkan dari sisi non tunai, peningkatan terlihat dari peningkatan transaksi kliring. ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Kegiatan ekonomi yang masih berjalan seiring dengan perbaikan perekonomian memberikan dampak pada membaiknya kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara. Hal tersebut tercermin dari tingkat pengangguran yang menurun. Perbaikan kondisi tenaga kerja tersebut juga diindikasikan telah mendorong penurunan angka kemiskinan. Selain itu, perkembangan yang menggembirakan juga terlihat pada kondisi ketimpangan pendapatan Sumatera Utara yang mengalami perbaikan. Perbaikan ketimpangan tersebut terutama terjadi di daerah pedesaan, sedangkan untuk daerah perkotaan tidak mengalami perbaikan. Perbaikan kondisi ketimpangan tersebut juga tercermin dari perbaikan distribusi pendapatan. PROSPEK PEREKONOMIAN Perekonomian pada triwulan II 2017 diperkirakan masih cukup baik di kisaran 5,3-5,7% (yoy). Pertumbuhan perekonomian pada triwulan dimaksud diperkirakan bersumber dari kuatnya permintaan domestik dan adanya perbaikan dari sisi eksternal meski masih relatif terbatas. Perekonomian mendatang juga diperkirakan diriingi oleh peningkatan tekanan inflasi seiring dengan meningkatnya permintaan sesuai pola musiman ditengah terbatasnya pasokan bahan pangan. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan membaik dibandingkan tahun sebelumnya dan berada pada kisaran 5,2%-5,6%. Perbaikan didorong oleh membaiknya permintaan domestik yang semakin semakin solid serta kinerja ekspor yang semakin membaik. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), atau menurun dibandingkan tahun 2016. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal. Sementara itu, risiko inflasi diperkirakan bersumber dari inflasi administered prices.
RINGKASAN UMUM xiv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 relatif stabil dikisaran 5,3% (yoy). Capaian ini diatas kinerja perekonomian nasional yang melambat menjadi 4,9% (yoy). Kinerja sektor eksternal yang cukup baik ditengah tertahannya perbaikan perekonomian domestik menyebabkan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh stabil. Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara kembali menggeliat dari 5,1% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Perbaikan perekonomian terutama ditopang oleh masih kuatnya konsumsi masyarakat diiringi oleh kinerja sektor eksternal yang terus membaik. Memasuki awal tahun 2017, konsumsi masyarakat akan barang dan jasa diperkirakan masih cukup kuat seiring dengan perayaan tahun baru dan imlek. Permintaan domestik yang masih kuat dan terus membaik serta perbaikan ekonomi global yang akan diikuti oleh meningkatnya harga komoditas perkebunan diperkirakan akan menjadi pendorong perbaikan perekonomian lebih lanjut. Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2017 diperkirkan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy).
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum Tw-IV 2016
Sumut
Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 relatif stabil dikisaran 5,3% (yoy). Capaian ini diatas kinerja perekonomian 5,3 5,3 nasional yang justru kembali mengalami perlambatan menjadi 4,9% Tw-III 2016 Tw-IV 2016 (yoy). Hal tersebut juga tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia 5,0 4,9 Usaha yang turut menunjukkan perbaikan. Baiknya kinerja sektor eksternal ditengah masih tertahannya perekonomian domestik mendorong stabilnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016. Perbaikan harga komoditas perkebunan yang terjadi pada triwulan IV 2016 ditengah mulai membaiknya kinerja manufaktur negara mitra dagang utama mampu mendorong perbaikan kinerja perekonomian dari sisi eksternal. Sementara itu, tertahannya kinerja konsumsi dan investasi pemerintah menahan kinerja perekonomian dari sisi domestik. Tw-III 2016
Nasional
Dari sisi penawaran, stabilnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 terutama disebabkan oleh perbaikan kinerja pada kategori Industri Pengolahan, Konstruksi serta Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) ditengah terperosoknya kinerja kategori pertanian. Membaiknya kinerja industri pengolahan terutama didorong oleh perbaikan harga komoditas, mulai membaiknya permintaan mitra dagang utama serta tingginya permintaan domestik seiring dengan efektifnya kebijakan pemerintah untuk meningkatkan campuran BBN juga turut mendorong kinerja kategori industri pengolahan. Kepercayaan investor untuk menyalurkan investasinya di Sumatera Utara juga turut berkontribusi pada perbaikan kinerja kontruksi. Sementara itu, masih kuatnya konsumsi rumah tangga juga turut mendorong kinerja kategori PBE. Meskipun demikian, capaian perekonomian pada triwulan IV 2016 masih belum optimal terkait dengan terpuruknya kinerja pertanian seiring dengan stabilisasi Gunung Sinabung yang berjalan lambat disertai dengan dinamika iklim dan cuaca di Sumatera Utara pada tahun 2016 yang masih belum cukup baik dalam mendukung aktivitas tanam terutama untuk tanaman pangan dan hortikultura. Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara kembali menggeliat dari 5,1% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Perbaikan perekonomian terutama ditopang oleh masih baiknya tingkat konsumsi masyarakat ditengah kinerja sektor eksternal yang terus membaik. Perbaikan harga komoditas perkebunan mendorong perbaikan kinerja ekspor. Hal tersebut turut mendorong kinerja industri pengolahan dari sisi penawaran.
Perkembangan Kegiatan Usaha
40.0%
Perkiraan Kegiatan Usaha
30.0% 20.0% 10.0%
0.0% -10.0% -20.0% I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
I
2017
Gambar 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha
Memasuki awal tahun 2017, perekonomian Sumatera Utara diperkirakan kembali membaik. Baiknya perekonomian pada triwulan I 2017 terutama ditopang oleh kuatnya permintaan domestik dan perbaikan sektor eksternal yang terus berlanjut. Semarak perayaan tahun baru dan imlek juga disinyalir cukup kuat dalam meningkatkan realisasi konsumsi masyarakat. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan positifnya perkiraan kegiatan dunia usaha ke depan. Normalisasi konsumsi pemerintah juga turut diasumsikan berkontribusi pada perbaikan perekonomian periode mendatang. Masih baiknya tingkat permintaan akan komoditas perkebunan di pasar global maupun domestik juga masih akomodatif dalam menunjang perbaikan perekonomian ke depan. Dengan demikian, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan I 2017 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 diperkirkan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy). Meskipun demikian, masih terdapat beberapa faktor risiko yang mewarnai perekonomian kedepan yang perlu diantisipasi lebih lanjut. Salah satunya terkait dengan ketidakpastian ekonomi global yang masih cukup tinggi serta perkiraan akan kembali menurunnya harga komoditas perkebunan seiring dengan membaiknya kondisi pasokan di pasar internasional. Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan Indikator Makro PDRB (%,yoy) Sisi Permintaan Konsumsi Konsumsi Swasta Konsumsi Pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto* Ekspor Impor
2014 Total 5.2
I 4.8
II 5.1
2015 III 5.0
IV 5.4
Total 5.1
I 4.7
II 5.5
2016 III IV 5.3 5.2
Total Arah 5.2
4.9 5.2 2.9 3.1 7.5 7.8
4.8 4.8 4.3 3.3 -2.1 -2.9
4.1 4.5 1.5 3.1 -1.4 -6.0
4.5 4.7 3.0 4.9 -0.7 -3.3
4.1 4.5 1.4 4.2 0.0 -4.1
4.4 4.6 2.4 3.9 -1.1 -4.1
4.6 4.7 4.3 5.2 3.4 -4.3
5.1 5.2 4.5 5.6 3.6 -2.3
4.3 5.4 -3.5 4.4 0.0 -2.6
4.5 5.2 -0.4 4.8 2.7 -1.9
4.1 5.5 -4.8 4.1 3.8 1.5
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Stabilnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 disebabkan oleh normalisasi perekonomian dari sisi eksternal yang belum mampu ditopang oleh baiknya permintaan domestik. Kinerja ekspor membaik secara signifikan yang turut diikuti dengan perbaikan kinerja impor. Harga komoditas terpantau terus membaik sepanjang periode laporan yang diikuti dengan mulai membaiknya aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama Sumatera Utara. Sementara itu, ekonomi domestik relatif melemah akibat menurunnya konsumsi pemerintah yang disertai dengan melambatnya kinerja investasi. Menurunnya konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2016 terkait dengan penundaan penyaluran dana DAU/DAK yang mendorong pemerintah daerah untuk melakukan realokasi anggaran program non strategis. Adapun pengembalian dana yang sempat ditahan tersebut baru dilakukan pada akhir tahun sehingga belum direalisasikan secara optimal. Lain halnya dengan konsumsi swasta yang terjaga akibat baiknya daya beli masyarakat sehingga mampu menahan pelemahan ekonomi domestik.
Net Ekspor; 0.5%
Konsumsi Rumah Tangga; 2.7%
PMTB; 1.5% Konsumsi Pemerintah; 0.4%
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.1 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan Tw-III 2016
5,4
Tw-IV 2016
5,6
Daya beli masyrakat yang terjaga ditengah tingginya permintaan masyarakat menyambut perayaan HBKN dan semarak tahun baru mampu mendorong kinerja konsumsi rumah tangga dari 5,4% (yoy) menjadi 5,6% (yoy). Akselerasi konsumsi rumah tangga juga turut didukung oleh meningkatnya daya beli masyarakat seiring dengan harga komoditas yang membaik. Antusiasme masyarakat dalam merayakan hari raya natal dan persiapan perayaan tahun baru mendorong peningkatan konsumsi masyarakat terutama dari sisi konsumsi makanan dan minuman, transportasi dan komunikasi serta restoran dan hotel.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 3
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Diwarnai dengan meriahnya aktivitas mudik, permintaan akan jasa transportasi dan akomodasi di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Konsumsi transportasi dan komunikasi meningkat dari 4,4% (yoy) menjadi 4,7% (yoy). Efektifnya operasionalisasi Bandara Silangit dalam menunjang Kawasan Strategis Pariwisata Nasional Danau Toba juga turut menunjang tingginya realisasi konsumsi akan jasa transportasi dan komunikasi. Indeks
IEK
IKK
IKE
Batas
145
135 125
115
USD/Rp
%, yoy RptoUS
16,000
Growth
25.0%
14,000
20.0%
12,000 15.0%
10,000 8,000
10.0%
6,000
-2.1%
0.2%
13,347
II
13,134
I
13,248
IV
13,533
III
13,318
II
13,639
I
13,578
IV
12,799
III
13,134
II
11,762
I
12,247
IV
11,847
III
11,618
II
10,664
I
11,689
2,000
9,694
4,000
9,789
Meriahnya perayaan natal dan persiapan tahun baru mampu mendorong meningkatnya kinerja konsumsi makanan dan minuman dari 6,3% (yoy) menjadi 6,5% (yoy). Daya beli masyarakat yang terjaga seiring dengan membaiknya harga komoditas perkebunan mendorong optimisme konsumen dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya. Optimisnya perilaku konsumen dalam melakukan aktivitas konsumsinya pada liburan natal kali ini juga turut terbukti dari hasil Survei Konsumen yang menunjukkan peningkatan pada triwulan IV 2016.
III
IV
I
-
5.0% 0.0%
-5.0% 2013
2014
2015
2016
2017
Grafik 1.3 Perkembangan Nilai Tukar
Tingginya permintaan masyarakat juga tidak terlepas dari masih baiknya daya beli masyarakat. Struktur tenaga kerja di Sumatera Utara yang didominasi oleh tenaga kerja yang berkaitan dengan sektor pertanian mendorong tingginya pengaruh pergerakan harga komoditas terhadap pendapatan masyarakat. Pada triwulan IV 2016, harga komoditas perkebunan kembali menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Capaian harga komoditas karet dan kelapa sawit menunjukkan pergerakan yang menggembirakan (lebih lanjut baca bagian ekspor). Dengan demikian, pergerakan harga komoditas yang cukup baik ini mendukung perbaikan kinerja konsumsi masyarakat.
105
Rp Miliar
95
75 I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
IV
2016
I 2017
Grafik 1.2 Survei Konsumen
Tingkat konsumsi restoran dan hotel juga turut menunjang perbaikan kinerja konsumsi yang meningkat dari 4,4% (yoy) menjadi 4,7% (yoy). Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada pelaku usaha yang bergerak dibidang perhotelan yang menyatakan bahwa kapasitas hotel pada umumnya mencapai puncaknya pada periode libur natal dan tahun baru. Peningkatan konsumsi akan jasa transportasi dan akomodasi di Sumatera Utara juga turut ditunjang dengan perayaan beberapa event seperti perayaan natal nasional di Dolok Sanggul, beberapa festival budaya serta pesta rakyat.
YoY
Nominal Growth
14,500
85
25% 20%
14,000
15% 13,500 10% 13,000
1.3%
3.2%
12,500
5% 0%
12,000
-5% I
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
Grafik 1.4 Perkembangan KPR
Stabilitas nilai tukar yang terus diupayakan oleh Bank Indonesia diperkirakan dapat menjaga level psikologis masyarakat dalam melakukan aktivitas konsumsinya. Nilai tukar Rupiah ini secara konsisten mengalami penguatan sejak awal tahun 2016 dan terus berlanjut memasuki triwulan I 2017.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 YoY
Indeks Indeks SPE
205
Growth (yoy)
25%
200
20%
195
15%
190
3.9% 10%
185
juta 140
Volume (ton)
Growth (yoy)
100%
5%
6.1%
180
program swasembada pangan oleh pemerintah serta kelompok kendaraan.
80%
120
0%
0%
40
3
Bisnis G Rumah
Industri G Bisnis
Rumah Tangga G Industri
yoy 30% 25%
20%
2
15% 10%
2
5% 0%
1
-5% -10%
1
-15% -20%
-
-25% I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
90.5
I
78.4
IV
84.4
III
120.7
II
II
III
IV
-40%
0
Kebijakan Bank Indonesia untuk melakukan relaksasi kebijakan moneter melalui pelonggaran loan to value (LTV) mulai di respons positif oleh masyarakat yang tercermin dari penyaluran Kredit Kepemilikan Rumah (KPR) yang meningkat dari 1,3% (yoy) menjadi 3,2% (yoy). Tingginya kebutuhan akan hunian juga turut menopang baiknya penyaluran KPR. Konsumsi listrik untuk segmen rumah tangga turut relatif membaik meski terjadi penyesuaian tarif listrik sepanjang triwulan IV 2016. Dengan demikian, konsumsi masyarakat akan perumahan dan perlengkapan rumah tangga juga turut terakselerasi dari 4,71% (yoy) menjadi 4,74% (yoy). milyar kWh
I
117.3
Grafik 1.5 Indeks Penjualan Eceran
70.0
-20%
20
48.6
2017
119.9
2016
62.2
2015
20%
86.7
2014
60
73.3
2013
-15%
40%
65.3
I
80
74.9
IV
-10%
110.4
III
160
60%
100
72.6
186.3
II
199.0
I
186.8
IV
179.4
III
186.2
II
178.7
I
176.1
IV
176.0
III
175.7
II
196.1
I
185.3
IV
191.8
III
197.4
II
200.0
I
202.9
184.1
165
180.3
-5%
170
62.8
175
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.6 Konsumsi Listrik
-60%
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.7 Impor Barang Konsumsi
Secara keseluruhan tahun 2016, terjadi perbaikan kinerja konsumsi rumah tangga yang cukup signifikan, yaitu dari 4,7% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Perbaikan ini terutama didorong oleh pulihnya daya beli masyarakat seiring dengan perbaikan harga komoditas dan permintaan yang membaik. Dengan demikian, kokohnya konsumsi rumah tangga masih menjadi penyumbang utama akselerasi perekonomain pada tahun 2016. Mengawali tahun 2017, kinerja konsumsi swasta pada triwulan I 2017 diperkirakan relatif stabil. Masih tingginya permintaan masyarakat dalam menyambut tahun baru serta perayaan imlek mampu mendorong pertumbuhan konsumsi swasta ke depan. Kinerja harga komoditas diperkirakan masih cukup baik dalam menunjang daya beli masyakat meski relatif menurun seiring dengan membaiknya pasokan komoditas perkebunan di pasar global. Indeks
Persepsi Penghasilan
Persepsi Lapangan Kerja
150.0 140.0
Meskipun demikian, kinerja konsumsi diindikasikan masih belum optimal dalam mendorong perekonomian. Indeks Penjualan Eceran pada triwulan IV menunjukkan penurunan. Begitu juga dengan kinerja impor barang konsumsi yang turut melambat pada triwulan IV 2016. Penurunan kinerja impor barang konsumsi terutama terjadi pada kelompok makanan pokok seiring dengan
130.0 120.0 110.0 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
IV
I
2017
Grafik 1.8 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 5
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Relatif baiknya daya beli masyarakat terindikasikan dari masih cukup baiknya kinerja harga komoditas perkebunan internasional yang terus berlanjut hingga periode laporan. Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan setiap tahunnya juga turut menjaga tingkat pendapatan masyarakat. Penyaluran kredit konsumsi yang intensif pada triwulan IV 2016 juga diharapkan dapat menjaga kinerja konsumsi kedepannya. Rp Miliar 50,000
II III IV I
II III IV I
yoy 18.0% 16.0% 14.0% 4.5% 6.5% 12.0% 10.0% 8.0% 6.0% 4.0% 2.0% 0.0% II III IV I II III IV
2013
2014
2015
Nominal
I
45,564.45
43,607
44,323.62
42,907
40,965
39,752
40,968
37,821
38,615
36,943
37,681
35,072
10,000
35,421
20,000
42,414
30,000
42,794
40,000
41,762
Growth (yoy)
2016
Grafik 1.9 Perkembangan Kredit Konsumsi
Tw-III 2016
-3,5
Tw-IV 2016
-4,8
Kebijakan manajemen fiskal berupa penundaan Dana Alokasi Umum (DAU)1 maupun Dana Alokasi Khusus (DAK) pada triwulan lalu kembali menekan kinerja konsumsi pemerintah yang terkoreksi cukup dalam sebesar -4,8% (yoy), dibandingkan realisasi triwulan lalu yang mencapai -3,5% (yoy). Atensi pemerintah untuk tetap memprioritaskan program kerja strategis menyebabkan alotnya proses realokasi anggaran sehingga perangkat daerah relatif berhati-hati dalam merealisasikan anggrannya. Sementara itu, penyaluran kembali dana DAU dan DAK baru terjadi pada akhir tahun sehingga mendorong belum optimalnya realisasi konsumsi pemerintah pada triwulan IV 2016.
% 100.0 95.0 90.0 85.0
80.0 97.2
97.9
93.9
87.1
84.2
89.5
90.1
85.3
2009
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
75.0
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.10 Persentase Realisasi APBN Triwulan IV di Sumatera Utara
Masih anjloknya realisasi konsumsi pemerintah turut tercermin dari realisasi belanja APBN maupun APBD yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2015 lalu. Realisasi belanja APBN pada tahun 2016 di Sumatera Utara hanya mencapai 85,3% dari pagunya, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2015 yang mencapai 90,1% dari pagunya. Rendahnya realisasi belanja APBN di Sumatera Utara ini terutama didorong oleh rendahnya realisasi belanja modal yang hanya mencapai 69,6% dari pagunya. Realisasi belanja yang lebih rendah juga terlihat dari rendahnya realisasi APBD Provinsi Sumatera Utara. Realisasi belanja APDB pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2016 mencapai 92,4% dari pagunya, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2015 yang mencapai 94,3% dari pagunya. Lebih rendahnya realisasi belanja ini terutama terjadi pada belanja barang dan jasa seiring dengan komitmen pemerintah untuk mendahulukan program strategis dalam menyikapi kebijakan penundaan DAU sebagai langkah efisiensi fiskal yang diambil. Begitu juga dengan realisasi belanja
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 pegawai yang turun dari 91,9% dari pagunya menjadi 85,1% dari pagu. %
2015
2016
100 90 80 70 60
50 40 30 20 10
94.3
92.4
91.9
85.1
97.6
81.1
91.2
87.0
0 Belanja
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Sumber: DJPK dan Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Grafik 1.11 Persentase Realisasi Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara Triwulan III
Pengembalian dana DAU/DAK yang tertahan pada triwulan III baru dilakukan pada akhir periode menyebabkan belum optimalnya realisasi belanja pemerintah pada triwulan IV 2016. Hal tersebut tercermin dari posisi rekening pemda di perbankan pada triwulan IV yang masih cukup tinggi, yaitu tumbuh dari -6,7% (yoy) pada triwulan III lalu menjadi 1,0% (yoy). Rp Miliar
Kredit (Rp Miliar)
YoY
G (yoy)
14,000
50.0%
12,000
40.0%
10,000
30.0%
8,000 20.0% 6,000
-6.7%
1.0%
I
4,280
IV
12,244
III
11,605
II
4,238
I
10,366
12,442
IV
9,038
III
11,602
II
9,639
I
3,190
IV
6,329
III
9,114
II
8,123
I
2,250
6,183
2,000
7,304
4,000
II
III
IV
0
10.0% 0.0% -10.0%
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda
Secara keseluruhan tahun, realisasi konsumsi pemerintah terkontraksi dari 2,5% (yoy) pada 2015 lalu menjadi -0,4% (yoy). Dinamika ekonomi politik yang mewarnai sepanjang tahun 2016 menjadi penyebab belum optimalnya realisasi belanja pemerintah pada tahun 2016. Stabilitas politik di Sumatera Utara berjalan relatif lambat sehingga mendorong keragu-raguan SKPD dalam merealisasikan belanjanya. Selain itu, adanya penundaan DAU/DAK ditengah telah selesainya P-APBD 2016 pada beberapa kota/kabupaten pada semester II lalu juga menuntut pemerintah
untuk cermat dalam menetapkan strategi realokasi yang tidak berjalan mudah. Memasuki tahun 2017, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan kembali normal. Telah dikembalikannya dana DAU/DAK ke rekening pemerintah daerah pada akhir tahun menjadi penopang kembali normalnya realisasi konsumsi pemerintah meski pengesahan APBD 2017 baru dilaksanakan pada tahun berjalan. Program monitoring realisasi anggaran yang lebih intensif juga diperkirakan menjadi motor perbaikan kinerja konsumsi pemerintah pada triwulan I 2017. Tw-III 2016
4,4
Tw-IV 2016
4,1
Belum optimalnya realisasi belanja pemerintah daerah terkait dengan kebijakan penundaan DAU menekan kinerja investasi pada triwulan IV 2016, dari 4,4% (yoy) menjadi 4,1% (yoy). Penurunan kinerja investasi terutama didorong oleh penurunan kinerja investasi bangunan, sementara kinerja investasi non bangunan justru relatif stabil. Penurunan kinerja investasi bangunan ditengarai lebih disebabkan oleh belum optimalnya realisasi investasi pemerintah daerah sementara kinerja investasi swasta masih cukup baik. Hal tersebut tercermin dari penyaluran kredit investasi dari perbankan kepada sektor pemerintah yang turun secara signifikan dari 13,0% (yoy) pada triwulan lalu menjadi -0,8% (yoy) pada triwulan IV 2016. Meskipun demikian, masih terus berjalannya proyek infrastruktur strategis nasional serta persepsi pemerintah yang tetap memprioritaskan investasi strategis diperkirakan mampu menopang kegiatan investasi ke depan.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 7
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Terkontraksinya penyaluran kredit investasi pada sektor pemerintah terutama terjadi pada pemerintah daerah serta BUMN. Hampir rampungnya pendanaan pembangunan Terminal Multipurpose Pelabuhan Kuala Tanjung yang direncanakan selesai pada tahun 2017 juga turut mendorong kontraksinya penyaluran kredit investasi pada BUMN. Dengan demikian, penyaluran kredit investasi turut melambat dari 11,6% (yoy) menjadi 7,8% (yoy).
Ribu Ton
Volume
1,000 800 600 400 200
I
II
III IV
I
II
III IV
I
II
III IV
-
2013
2014
YoY
Growth
1,200
I
2015
159.1% 180% 160% 140% 120% 77.8% 100% 80% 60% 40% 20% 0% -20% -40% II III IV 790
Grafik 1.13 Kredit Investasi
967
2016
823
2015
709
2014
612
2013
868
-10.0%
725
III IV
0.0%
680
II
-
10.0%
592
I
7.8%
724
III IV
45,913.78
II
44,225
I
44,815.16
40,150
III IV
42,602
II
39,547
I
39,727
39,054
III IV
38,660
II
39,910
I
39,995
37,257
40,190
30,194
35,973
10,000
20.0%
42,649
11.6%
20,000
753
30.0%
30,000
676
40.0%
40,000
Masih tingginya penjualan semen serta indeks penjualan barang konstruksi mampu menahan penurunan kinerja investasi bangunan lebih lanjut. Indeks Penjualan Barang Konstruksi membaik dari 1,0% (yoy) menjadi 4,8% (yoy). Begitu juga dengan penjualan semen yang membaik dari 77,8% (yoy) menjadi 159,1,0% (yoy). Berakhirnya pembukuan tahun anggaran menyebabkan kinerja investasi bangunan masih cukup gemilang pada triwulan IV 2016.
634
50.0%
771
yoy
Growth (yoy)
782
Nominal
50,000
793
Rp Miliar
2016
Grafik 1.16 Penjualan Semen Indeks 120.0 115.0 110.0
105.0 100.0 95.0
90.0 I
II III IV
I
II III IV
2013
I
2014
II III IV
I
2015
II III IV 2016
Grafik 1.14 Pembelian Barang Tahan Lama
Meskipun demikian, masih baiknya penyaluran kredit pada sektor swasta mampu menahan penurunan kinerja investasi lebih lanjut. Hal tersebut tercermin dari indeks pembelian barang tahan lama yang meningkat pada triwulan IV 2016. Rp Juta 6,000
Indeks Penjualan Barang Konstruksi
Growth 40% 35%
5,000
30%
4,000
25% 20%
3,000 1.0%
4.6%
3,738
3,963
3,989
4,152
4,278
4,199
4,177
4,890
4,863
4,773
4,776
4,967
4,983
4,822
4,996
1,000
3,997
2,000
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
0
15% 10% 5% 0%
Menurunnya kinerja investasi bangunan masih mampu diimbangi dengan stabilnya investasi non bangunan sehingga mampu menahan penurunan kinerja investasi lebih lanjut. Pulihnya harga komoditas juga mendorong tingginya aktivitas industri di Sumatera Utara sehingga mendorong tingginya kebutuhan akan barang modal. Hal tersebut tercermin dari volume impor barang modal yang membaik secara signifikan dari 21,8% (yoy) menjadi 191,1% (yoy). Hal tersebut juga turut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada pelaku usaha dibidang industri yang menyatakan adanya aktivitas investasi terkait dengan peningkatan kapasitas produksi seperti pembangunan galangan kapal, pembangunan pabrik pengolahan biodiesel, oleo chemical maupun kernell pressing plant serta pemeliharaan mesin. Optimisme pelaku usaha terhadap kinerja pasar domestik masih cukup kuat meski mayoritas kapasitas terpasang perusahaan di Sumatera Utara dapat dikatakan belum maksimal, baru mencapai 74%.
-5% 2013
2014
2015
2016
Grafik 1.15 Penjualan Barang Konstruksi
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 juta 120
Volume (ton)
100
Growth (yoy)
250%
191.1%
200% 150%
80
100%
60
21.8%
50%
40
30.2
90.3
IV
24.9
III
34.2
II
24.8
I
31.0
IV
30.3
III
28.8
II
30.3
I
32.8
IV
28.2
III
96.6
II
45.1
I
33.6
55.1
0%
42.5
20
I
II
III
IV
0
-50% -100%
2013
2014
2015
Sumatera Utara. Penyaluran PMA pada triwulan IV 2016 mencapai USD393,5. Peningkatan realisasi PMA terutama terjadi pada sektor industri kimia dasar serta sektor tanaman pangan dan perkebunan. Kembali membaiknya harga komoditas mampu memulihkan kepercayaan investor untuk kembali menanamkan modalnya pada sektor ini.
2016
Grafik 1.17 Impor Barang Modal
Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara PMA
Optimisme membaiknya ekonomi ke depan serta terus berlanjutnya perbaikan iklim investasi mampu mendorong mulai pulihnya tingkat kepercayaan investor untuk terus berinvestasi di wilayah Sumatera Utara. Selain itu, upaya pemerintah untuk mendukung peningkatan investasi melalui paket kebijakan juga turut berkontribusi pada menariknya iklim investasi di Sumatera Utara. Dengan demikian, pada triwulan IV 2016, baik PMA maupun PMDN menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan dibandingkan dengan triwulan III 2016. Realisasi PMDN di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 meningkat tajam. Nilai investasi PMDN pada triwulan IV 2016 mencapai Rp2.685,2 miliar, meningkat dari realisasi pada triwulan sebelumnya yang hanya mencapai Rp1.129,5 miliar. Peningkatan PMDN terutama terjadi pada kategori pengadaan listrik, gas dan air bersih yang meningkat dari Rp4,1 milyar menjadi Rp1,9 triliun. Hal tersebut terkait dengan komitmen pemerintah untuk memenuhi pasokan listrik melalui program listrik 35.000 MW. Selain itu, investasi pada kategori industri logam dasar turut meningkat. Iklim investasi yang kondusif serta tingginya atensi pemerintah untuk menyempurnakan kualitas infrastruktur perhubungan diperkirakan mampu mendorong daya tarik investor terutama sejalan dengan Tol Trans Sumatera dan Pelabuhan Kuala Tanjung yang diperkirakan selesai pada 2017 mendatang. Optimisme investor domestik juga turut ditunjang oleh tingginya kepercayaan investor asing dalam menyalurkan investasinya di
Periode 2014
2015
2016
PMDN
Proyek
I (juta USD)
Proyek
I (Rp miliar)
I
65
122,4
15
559,5
II
117
156,3
49
2.985,8
III
74
200,3
20
428,5
IV
180
71,8
73
250,1
I
123
308,1
53
905,1
II
107
323,6
59
2.110,1
III
101
308,2
24
82,8
IV
107
306,1
33
1.189,5
I
39
18,1
12
161,3
II
223
320,0
87
888,2
III
179
283,1
39
1.129,5
IV
254
393,5
91
2.685,2
P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi Sumber: BKPM, diolah
Secara keseluruhan tahun, kinerja investasi meningkat secara signifikan dari 3,9% (yoy) menjadi 4,8% (yoy). Perbaikan kinerja investasi didorong oleh perbaikan kinerja investasi pemerintah maupun swasta. Langkah perusahaan untuk mulai melakukan investasi seiring dengan mulai pulihnya harga komoditas mendorong tingginya kinerja investasi pada tahun 2016. Komitmen pemerintah yang tinggi dalam memprioritaskan program infrastruktur strategis mendorong tingginya realisasi investasi pada tahun 2016. Pembangunan proyek infrastruktur strategis di Sumatera Utara masih tercatat on track tanpa diwarnai hambatan yang signifikan. Realisasi proyek infrastruktur yang tepat waktu menciptakan persepsi positif akan iklim investasi di Sumatera Utara. Beberapa paket kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah sepanjang
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 9
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Sesuai dengan polanya kegiatan investasi pada triwulan I 2017 diperkirakan kembali menurun. Masih terbatasnya belanja pemerintah seiring dengan pengesahan APBD 2017 yang baru dilakukan pada tahun berjalan menyebabkan kegiatan investasi belum dapat berjalan. Sementara itu, berakhirnya periode puncak produksi CPO turut mendorong belum optimalnya realisasi investasi non bangunan. Tw-III 2016
0,0
Tw-IV 2016
3,8
Sektor eksternal menjadi salah satu motor penting dalam mendorong pertumbuhan perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016. Berdasarkan data BPS, kinerja ekspor Sumatera Utara membaik secara signifikan, yaitu dari 0,0% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 3,8% (yoy). Perbaikan kinerja ekspor ini terjadi baik pada ekspor luar negeri maupun ekspor antara daerah. Perbaikan harga komoditas yang secara signfikan terjadi pada triwulan IV mendorong melonjaknya kinerja ekspor luar negeri Sumatera Utara, terutama untuk komoditas kelapa sawit. Niai penjualan ekspor luar negeri meningkat signifikan dengan volume ekspor sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan IV 2015. Pada triwulan IV 2016, ekspor luar negeri Sumatera Utara tercatat membaik dari -10,6% (yoy) menjadi -0,7% (yoy). Mulai menggeliatnya industri manufaktur negara tujuan ekspor utama
turut berkontribusi pada perbaikan kinerja perdagangan Sumut di pasar internasional. Milyar 3.0
Nilai (USD)
Volume (ton)
G Nilai
G Volume 40%
30%
2.5
20.3%
2.0
20% 10%
-1.8%
1.5
0% 1.0 0.5
-0.7% -10% -10.6%
2.4 2.2 2.3 2.2 2.3 2.2 2.4 2.3 2.3 2.1 2.3 2.0 2.3 2.3 2.2 2.3 1.8 1.9 2.0 2.2 2.0 2.4 1.9 2.5 1.7 2.0 1.9 2.0 1.9 2.1 2.3 2.5
tahun 2015-2016 juga semakin mendorong persepsi positif terhadap investor. Hal tersebut juga diakomodasi oleh reformasi birokrasi yang terus diupayakan oleh pemerintah. Pembiayaan yang memadai juga menunjang realisasi investasi pada tahun 2016.
-
-20% -30%
I
II
III
IV
I
II
2013
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara2
Pada triwulan IV 2016, ekspor luar negeri Sumatera Utara masih didominasi oleh ekspor kelapa sawit dengan pangsa sebesar 39,4% dari total nilai ekspor, disusul oleh komoditas karet dengan pangsa 7,9% dan kopi 4,1%. Pangsa komoditas kelapa sawit dan kopi cenderung meningkat dibandingkan dengan triwulan III 2016, sementara itu pangsa komoditas karet relatif menyusut. Tingginya dominasi produk ekstraktif dalam komoditas ekspor menyebabkan tingginya pengaruh pasar komoditas terhadap kinerja ekspor Sumatera Utara. Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama
Komoditas Kelapa Sawit Karet Kopi Lainnya
Pangsa 39,4% 7,9% 4,1% 48,6%
Kinerja ekspor Sumatera Utara masih bergantung pada kinerja perekonomian beberapa mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India dan Euro Area. Ekspor ke empat negara tersebut mencapai sekitar 43,1%, meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang sebesar 39,2% terhadap total ekspor Sumatera Utara.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Milyar 1.4
Tiongkok 14%
Nilai (USD)
Volume (ton)
G Nilai
G Volume 80%
1.2
60%
1.0
USA 11%
40%
31.1%
0.8
20% 0.6
Europa 8%
-2.4%
0.4
India 10%
0.2
-13.2%
0% -0.5% -20%
0.8 1.1 0.8 1.1 0.8 1.0 0.9 1.1 0.8 1.0 0.8 0.9 0.9 1.2 0.8 1.2 0.6 0.9 0.7 1.1 0.7 1.2 0.7 1.3 0.5 0.9 0.6 0.9 0.7 1.1 0.9 1.3
Lainnya 57%
-
-40% I
II
III
IV
I
II
2013
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama
Grafik 1.21 Ekspor CPO
Perbaikan kinerja ekspor luar negeri Sumatera Utara terjadi pada komoditas unggulan CPO seiring dengan harga di pasar internasional yang mulai membaik. Harga CPO menunjukkan level tertingginya sejak 2015. Harga CPO di pasar internasional membaik dari 647 USD/metric ton menjadi 682 USD/metric ton. Hal tersebut mampu mendorong kinerja ekspor CPO merangkak naik dari -13,2% (yoy) menjadi -0,5% (yoy).
Tingginya permintaan dari negara mitra dagang utama terjadi seiring dengan perayaan festival Diwali bagi etnis India. Tingginya kebutuhan akan minyak nabati untuk konsumsi makanan maupun minuman ditengah terjadinya penurunan stock dunia pasca El Nino 2015 meningkatkan kinerja ekspor CPO Sumatera Utara. Gemilangnya kinerja CPO Sumut pada triwulan IV 2016 juga didukung oleh tingginya serapan domestik seiring dengan kontrak pembelian CPO untuk kepentingan biodiesel.
YoY 80.0%
CPO Intl
Karet Intl 59
US
60.0%
China
India
Jepang
Batas
57
40.0% 55
20.0% 53
0.0% 51
-20.0% 49
-40.0% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I 2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
47 45 I
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet
Perbaikan kinerja CPO juga turut didorong oleh peningkatan permintaan dari negara mitra dagang utama yang ditandai dengan mulai membaiknya geliat industri manufaktur negara mitra dagang utama. PMI dari seluruh negara mitra dagang utama menunjukkan perbaikan yang cukup signifikan, baik Amerika Serikat, Tiongkok maupun India. Lebih lanjut, perbaikan PMI Tiongkok mampu melewati fase kontraksi.
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
IV
I
2017
Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah Grafik 1.22 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Adanya kesepakatan antara anggota The International Tripartite Rubber Council (ITRC) dalam memangkas volume ekspor telah membantu dalam mendongkrak harga karet ditengah perbaikan harga minyak dunia. Harga karet membaik dari 174 USD cents/kg menjadi 193 USD cents/kg. Dengan demikian, kinerja ekspor karet turut membaik secara signifikan dari -9,7% (yoy) menjadi -3,3% (yoy).
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 11
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Milyar 0.5
Nilai (USD)
Volume (ton)
G Nilai
G Volume
14.8%
0.5
30%
20%
0.4 0.4
-9.7%
10% -3.3% 0%
0.3
-10%
0.3
-20%
0.2
-18.5%
0.2
-30% -40%
0.1
-50%
0.5 0.2 0.4 0.1 0.4 0.2 0.4 0.2 0.3 0.2 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.1 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1 0.2 0.1
0.1 -
-60% I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
cukup kuatnya pergeseran penggunaan minyak nabati dari CPO ke kedelai seiring dengan pesatnya perkembangan industri peternakan di Tiongkok mendorong penurunan permintaan agregat dari negara ini. Sementara itu, produksi negara eksportir lainnya diperkirakan kembali pulih dari dampak El Nino pada tahun 2015 lalu.
IV
2016
Tw-III 2016
Grafik 1.23 Ekspor Karet
Secara keseluruhan tahun, kinerja ekspor Sumatera Utara membaik dari -1,1% (yoy) pada 2015 lalu menjadi 2,7% (yoy). Perbaikan harga komoditas perkebunan sepanjang tahun 2016 mampu mendorong perbaikan kinerja ekspor luar negeri maupun antar daerah. Efektifnya program mandatori biodiesel juga meningkatkan permintaan domestik akan CPO pada keseluruhan tahun 2016. Hal tersebut juga turut ditunjang oleh mulai pulihnya geliat industri manufaktur negara mitra dagang utama di sepanjang tahun 2016. Memasuki awal tahun 2017, kinerja ekspor diperkirkaan masih cukup terjaga. Harga komoditas perkebunan terutama karet kembali mencatatkan harga tinggi sementara kinerja perdagangan kelapa sawit masih mengalami penyesuaian. Serapan domestik diperkirakan masih menjadi penopang utama kinerja ekspor pada triwulan I 2017 seiring dengan ditetapkannya pengadaan biodiesel periode November 2016-April 2017 berjumlah 1,53 juta Kl3. Pada periode November 2016-April 2017 terdapat 16 perusahaan yang telah dikontrak untuk memenuhi kebutuhan biodiesel domestik. Ke depan, faktor risiko masih cukup besar membayangi perbaikan kinerja ekspor. Masih
Tw-IV 2016
-2,6
1,5
Masih kuatnya ekonomi domestik serta kinerja ekspor yang mulai pulih mendorong perbaikan kinerja impor dari -2,6% (yoy) menjadi 1,5% (yoy). Perbaikan kinerja impor didorong oleh perbaikan kinerja impor luar negeri maupun antara daerah. Peningkatan impor antar daerah terjadi seiring dengan tingginya konsumsi masyarakat dalam menyemarakkan perayaan natal dan persiapan tahun baru. Dengan demikian, kinerja impor antar daerah meningkat dari -1,9% (yoy) menjadi 0,8% (yoy). 250% 200%
Bahan Baku
Barang Konsumsi
Barang Modal
Total
150% 100% 50% 0% I -50%
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
2016
-100%
Grafik 1.24 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut
Senada dengan impor antar daerah, impor luar negeri juga menunjukkan peningkatan yaitu dari 10,8% (yoy) menjadi 17,3% (yoy). Peningkatan impor luar negeri terutama untuk kelompok barang barang modal, sementara impor bahan
3
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 baku dan barang konsumsi relatif menurun. Tren penguatan nilai tukar yang terus berlanjut mendorong harga barang impor yang lebih murah sehingga mampu menunjang kinerja impor. Bahan Baku Barang Modal
Barang Konsumsi Total
150%
100% 50%
0% I -50%
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
IV
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Dari sisi penawaran, stabilnya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 didorong oleh baiknya kinerja kategori unggulan seperti Industri Pengolahan, Konstruksi, serta Perdagangan Besar dan Eceran (PBE). Sementara itu, kinerja kategori pertanian justru melambat cukup signifikan ditengah puncak produksi CPO. Keempat kategori tersebut menyumbang lebih dari 75% PDRB Sumatera Utara.
2016
-100%
Grafik 1.25 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut
Melonjaknya impor barang modal terjadi seiring dengan melimpahnya produksi kelapa sawit sehingga membutuhkan barang antara untuk bisa menghasilkan produk lanjutannya. Volume impor barang modal meningkat secara signifikan dari 21,8% (yoy) menjadi 191,1% (yoy). Signifikannya volume impor barang modal ini juga mengindikasikan tingginya kepercayaan pelaku usaha terhadap iklim usaha kedepannya. Secara keseluruhan tahun, kinerja impor Sumatera Utara relatif membaik dari -4,1% (yoy) menjadi -1,9% (yoy). Meningkatnya kinerja impor terutama didorong oleh peningkatan impor luar negeri sementara impor antara daerah justru terkontraksi. Meningkatnya impor luar negeri terkait dengan penguatan nilai tukar yang terjadi sepanjang tahun 2016 sehingga mendorong harga barang impor yang lebih terjangkau.
Perbaikan kinerja kategori konstruksi tidak terlepas dari baiknya kepercayaan swasta dalam merealisasikan rencana investasinya ditengah relatif menurunnya investasi pemerintah. Hal tersebut tercermin dari lebih rendahnya realisasi belanja modal pemerintah dibandingkan dengan tahun 2015. Sementara itu perbaikan harga komoditas perkebunan yang terus berlanjut ditengah mulai membaiknya permintaan global mampu mendorong kinerja industri pengolahan. Tingginya permintaan domestik juga mampu mendorong kinerja kategori PBE. Kurang kondusifnya cuaca yang disertai dengan kembali erupsinya Gunung Sinabung menekan kinerja pertanian sehingga menghambat optimalnya kinerja perekonomian. Sementara itu, produksi tanaman perkebunan ditengarai masih cukup baik sehingga mampu menahan semakin terpuruknya kinerja kategori pertanian.
Memasuki tahun 2017, kinerja impor diperkirakan kembali meningkat. Masih baiknya kinerja komoditas perkebunan ditengah kuatnya konsumsi domestik dalam perayaan tahun baru dan Imlek diperkirakan meningkatkan kebutuhan akan barang modal dalam mendukung aktivitas industri pada triwulan mendatang.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 13
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran Indikator Makro PDRB (%,yoy) Sisi Produksi Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Pengadaan Listrik, Gas Pengadaan Air Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran, dan Reparasi Mobil dan Sepeda Motor Transportasi dan Pergudangan Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum Informasi dan Komunikasi Jasa Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial Jasa lainnya
2014 Total 5.2
I 4.8
II 5.1
2015 III 5.0
IV 5.4
Total 5.1
I 4.7
II 5.5
2016 III IV 5.3 5.2
4.4 5.2 3.0 9.3 6.0 6.8
5.8 11.3 0.7 1.6 9.7 8.3
5.4 6.1 3.3 -3.3 8.6 6.6
3.6 3.4 4.8 6.6 4.3 5.6
7.1 4.0 5.5 4.1 3.4 2.0
5.5 6.1 3.6 2.3 6.4 5.5
3.4 1.7 9.3 1.6 3.1 3.5
8.0 6.7 2.3 10.0 4.9 6.0
5.6 8.2 1.9 6.0 9.7 5.5
2.6 6.1 4.9 -1.7 9.1 7.4
4.9 5.7 4.5 3.8 6.7 5.6
6.9
4.5
5.4
4.2
3.3
4.4
2.5
5.2
7.5
7.7
5.8
5.6 6.5 7.2 2.6 6.6 6.8
5.1 9.2 5.8 4.2 4.9 7.2
5.2 6.9 7.1 4.7 5.6 6.8
6.7 6.2 8.1 8.5 6.1 5.0
5.7 5.7 7.4 11.1 6.3 4.5
5.7 7.0 7.1 7.2 5.8 5.9
3.3 4.3 5.8 7.5 4.6 5.7
6.2 5.7 6.9 6.2 5.2 5.9
7.4 7.7 8.6 3.7 6.8 6.0
7.2 8.5 9.6 -0.6 6.9 6.2
6.1 6.5 7.8 4.1 5.9 6.0
6.9
5.3
6.3
7.0
4.7
5.8
1.2
1.9
2.1
2.6
2.0
6.4 6.7 7.0
2.5 6.4 6.2
-0.2 7.9 6.9
8.1 8.8 5.6
9.8 5.8 8.1
5.0 7.2 6.7
7.4 7.9 7.0
7.0 5.2 6.3
2.9 8.5 6.4
2.7 7.7 6.4
4.9 7.4 6.5
Total Arah 5.2
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Tw-III 2016
5,6
Tw-IV 2016
2,6
Merosotnya produksi tanaman pangan dan hortikultura terkait dengan kurang kondusifnya musim tanam maupun panen menekan kinerja kategori pertanian. Secara kuartalan, pertumbuhan kategori pertanian terkontraksi hingga -3,7% (qtq). Dengan demikian, kinerja pertanian melambat dari 5,6% (yoy) menjadi 2,6% (yoy).
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.Perkiraan Sifat Curah Hujan Oktober 2016
Penurunan kinerja kategori pertanian pada triwulan IV terhimpit oleh anjloknya kinerja produksi tanaman pangan dan hortikultura akibat kondisi cuaca yang kurang memadai. Memasuki akhir tahun 2016, erupsi Gunung Sinabung kembali terjadi sehingga menyebabkan menurunnya produktivitas tanaman hortikultura yang berada di kawasan tersebut. Produksi cabai merah pada triwulan IV 2016 kembali menurun dari 9,7% (yoy) menjadi -9,3% (yoy). Proses relokasi lahan pertanian masih terus berjalan namun belum dapat dirampungkan dalam tempo yang cepat mengingat cukup terbatasnya ketersediaan lahan pengganti dengan karakteristik dan tingkat kesuburan yang mendekati areal Gunung Sinabung. Sementara itu, kinerja sektor tanaman pangan juga turut terganggu terkait dengan bergesernya periode tanam serta gangguan hama pada beberapa periode sebelumnya dapat diatasi memasuki November 2016. Dengan demikian, produktivitas subkategori pertanian relatif menurun.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 14
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 alokasinya, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada triwulan IV 2015 yang mencapai 94,4% dari alokasinya. Berkurangnya penggunaan pupuk juga turut tercermin dari menurunnya volume impor pupuk yang menurun dari -15,8% (yoy) menjadi 3,1% (yoy). juta 350
Volume (ton)
Growth (yoy)
80%
300
60%
250
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
40%
200
Gambar 1.2 Perkiraan Sifat Curah Hujan November 2016
100%
3.1% 20% 150
0%
15.8% 100 202.6
212.7
IV
165.2
III
185.6
II
174.9
I
206.3
IV
261.9
III
188.2
II
214.8
I
166.8
IV
166.6
III
310.8
II
202.4
I
193.4
92.3
-20% 181.9
50
I
II
III
IV
0
-40% -60%
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.27 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.3 Distribusi Sifat Curah Hujan Desember 2016 Realisasi
Sisa Kebutuhan
Growth Realisasi
100%
40.0%
80%
30.0% 20.0%
60%
10.0%
40%
Meski kinerja pertanian relatif menurun, namun tingkat pendapatan masyarakat pertanian diindikasikan membaik. Hal tersebut tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang justru relatif membaik pada triwulan IV 2016. NTP secara umum di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 telah mencapai 101,2, lebih baik dibandingkan dengan capaian NTP pada triwulan lalu yang mencapai 99,7. Peningkatan capaian NTP ini didorong oleh perbaikan pada seluruh kategori kecuali subsektor peternakan.
16.7% 38.4% 57.8% 83.2% 21.5% 48.4% 71.9% 100.8% 18.9% 43.9% 66.0% 90.4% 22.9% 48.2% 67.4% 94.4% 21.3% 45.1% 66.6% 93.8%
0.0% 20% 0% I -20%
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2012
2013
2014
2015
2016
-10.0%
Indeks 106
-20.0%
104
-30.0%
102
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.26 Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Dalam mengantisipasi dampak dari cuaca yang kurang kondusif, pemerintah terus mengupayakan optimalnya penyaluran pupuk bersubsidi sehingga penurunan produksi pangan dapat diminimalisir. Meskipun demikian, luas tanam yang cenderung menurun pada triwulan IV menyebabkan relatif tertahannya penyaluran pupuk bersubsidi. Luas tanam padi menurun signifikan dari 108.484 ha menjadi 84.142 ha. Sementara itu, realisasi penyaluran pupuk subsidi pada triwulan IV 2016 mencapai 93,8% dari
NTP
NTPR
NTPH
NTPP
100 98 96 94
92 I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
I 2017
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.28 Realisasi NTP Sumatera Utara
Tingginya risiko usaha yang dimiliki oleh kategori ini mempengaruhi penyaluran kredit perbankan. Penyaluran kredit pertanian relatif melambat dari 20,5% (yoy) menjadi 19,0% (yoy). Namun demikian, kualitas penyaluran kredit yang
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 15
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 diberikan, yang tercermin dari nilai NPL, justru menurun dari 2,1% menjadi 1,5%. Nominal
yoy 35.0%
Growth (yoy)
30.0% 25.0% 20.5%
20.0%
18,396 18,834 19,183 22,036 22,291 23,629 23,565 25,007 24,196 25,095 26,286 28,623 29,473 31,545 31,678.27 34,068.33
Rp Miliar 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 -
19.0%
15.0% 10.0% 5.0% 0.0%
I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.29 Penyaluran Kredit Pertanian
Lain halnya dengan subkategori perkebunan yang ditengarai masih cukup baik dalam menahan penurunan kinerja pertanian lebih lanjut. Puncak produksi yang pada umumnya terjadi pada triwulan IV mendorong masih tingginya kinerja subkategori perkebunan yang dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas perkebunan. Hal tersebut juga ditunjang dengan berlanjutnya perbaikan permintaan mitra dagang utama secara perlahan yang ditunjukkan dengan Purchasing Manager Index yang meningkat. Permintaan dari sisi domestik juga cukup kuat yang tercermin dari realisasi komitmen kontrak pengadaan biodiesel4.
yang bersifat non fundamental masih belum cukup kuat dalam mendorong perbankan untuk menyalurkan kredit pada perkebunan sawit. Perbaikan permintaan mitra dagang utama turut mendorong membaiknya kinerja ekspor kopi. Hal tersebut juga semakin ditopang oleh perbaikan harga kopi baik di pasar domestik maupun internasional. Rata-rata harga kopi di pasar internasional pada triwulan IV 2016 tercatat 523 USD cents/pounds, membaik dibandingkan dengan capaian harga pada triwulan III yang tercatat 493 USD cents/pounds. Masih didorong kesepakatan pembatasan ekspor oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC) serta perbaikan minyak dunia yang terus berlanjut, harga karet juga turut membaik. Perbaikan harga ini memberikan angin segar bagi petani karet yang sudah beberapa tahun terakhir terhimpit faktor harga yang terlalu rendah. Dengan demikian, kepercayaan perbankan dalam menyalurkan kreditnya pada perkebunan karet mulai pulih, yaitu dari -21,5% (yoy) menjadi 17,8% (yoy). Rp Triliun 35
Kebun Karet G. P Karet
Kebun Sawit G P Sawit
30
Perbaikan harga komoditas perkebunan di pasar global terjadi seiring dengan menurunnya pasokan CPO di pasar global. Dampak El Nino di 2015 yang cukup signifikan masih memukul produktivitas CPO di 2016. Kondisi tersebut menyebabkan harga CPO membaik. Namun, dampak El Nino tersebut relatif minimal bagi Sumatera Utara sehingga produksi kelapa sawit tidak terganggu secara signifikan dibandingkan dengan pesaing utama lainnya seperti Malaysia. Meskipun demikian, dorongan perbaikan harga
150%
100%
25 20
50%
15
0%
10 -50%
5 -
-100% I
II III IV 2013
I
II III IV 2014
I
II III IV 2015
I
II III IV 2016
Grafik 1.30 Penyaluran Kredit Perkebunan
Secara keseluruhan tahun, kinerja kategori pertanian pada tahun 2016 menurun dari 5,5% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 4,9%. Penurunan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 16
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 kinerja kategori ini terutama disumbang oleh rendahnya capaian kinerja subsektor pertanian, sementara subsektor perkebunan justru masih cukup baik.
diperkirakan normal dan cukup kondusif dalam mendukung aktivitas pertanian. Kegiatan panen raya yang pada umumnya terjadi pada triwulan I diperkirakan lancar.
Meski tahun 2016 merupakan tahun program upaya khusus bagi tanaman padi, jagung dan kedelai (pajale), dinamika alam dan cuaca yang terjadi pada tahun 2016 masih terlalu kuat dalam memukul kinerja subsektor pertanian. Anomali cuaca terjadi pada sepanjang tahun 2016 yang kembali diwarnai dengan normalisasi dampak erupsi Gunung Sinabung yang masih terbatas. Kondisi cuaca yang kurang memadai menyebabkan turunnya produktivitas tanaman pangan dimana salah satunya tertekan oleh wabah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang meluas bagi tanaman hortikultura.
Sementara itu, kinerja subsektor perkebunan, terutama kelapa sawit, diperkirakan tidak tumbuh setinggi tahun 2016 seiring dengan mulai kembali pulihnya stok kelapa sawit global. Dengan demikian, perkembangan kinerja industri kelapa sawit ke depan masih bertumpu pada serapan industri domestik akibat perbaikan harga komoditas global yang masih belum ditopang oleh perbaikan pada faktor fundamentalnya. Sementara itu, meski perbaikan harga karet internasional terus berlanjut, produktivitas tanaman karet yang rendah yang disertai dengan sulitnya memperoleh bahan baku menyebabkan belum optimalnya dampak perbaikan harga terhadap perekonomian ke depan.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.4 Perkiraan Sifat Curah Hujan Januari 2017 Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.6 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2017 Tw-III 2016
1,9
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 1.5 Perkiraan Sifat Curah Hujan Februari 2017
Mengawali tahun 2017, indikasi normalisasi kinerja kategori pertanian cukup kuat terlihat. Cuaca pada sepanjang triwulan I 2017
Tw-IV 2016
4,9
Ditengah menurunnya kinerja kategori pertanian, kinerja industri pengolahan justru cukup gemilang, yaitu mencapai 4,9% (yoy), naik signifikan dibandingkan dengan capaian triwulan III 2016 yang hanya tercatat 1,9% (yoy). Puncak produksi CPO yang pada umumnya terjadi pada akhir tahun turut berkontribusi dalam mendorong kinerja industri pengolahan. Peningkatan produksi ini mampu diimbangi
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 17
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 dengan tingkat permintaan eksternal maupun domestik yang memadai sehingga kinerja kategori ini relatif terjaga. Baiknya kinerja industri tidak terlepas dari baiknya infrastruktur pendukung, terutama listrik. Penjualan listrik ke sektor bisnis meningkat signifikan, dari 7,8% (yoy) menjadi 8,1% (yoy) yang disertai dengan peningkatan jumlah pelanggan yang mencapai 123 ribu pelanggan. Begitu juga dengan penjualan listrik ke sektor industri yang meningkat dari 1,5% (yoy) menjadi 5,8% (yoy). Adanya penyesuaian tarif listrik industri tidak memberikan dampak signifikan terhadap aktivitas produksi industri.
penurunan stok kelapa sawit dunia ditengah mulai membaiknya konsumsi domestik negara mitra dagang utama. Hal tersebut juga turut mendongkrak perbaikan harga komoditas sehingga memberikan efek positif dalam perkembangan industri pengolahan. Membaiknya serapan industri domestik melalui biodiesel juga turut mendorong kinerja industri pengolahan. Milyar 2.5
Nilai (USD) G Nilai
Volume (ton) G Volume
40% 30%
2.0
20%
1.5
10%
1.0
0% -10%
yoy Nominal
45,000
Growth (yoy)
30.0%
40,000
25.0%
35,000 20.0%
30,000
15.0%
25,000
20,000
I
37,241.99
IV
36,731
III
2.4%5.0%
38,212.81
35,425
II
38,846
I
36,369
IV
35,073
III
37,803
II
33,380
I
33,030
IV
31,211
III
33,207
II
29,867
I
31,883
25,942
26,899
5,000
-
-20%
-30% I
II
III
IV
I
2013
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
Grafik 1.32 Perkembangan Ekspor Manufaktur
10.0% -1.6%
15,000 10,000
0.5
1.8 2.0 1.8 2.0 1.8 1.9 1.9 2.1 1.8 1.9 1.8 1.8 1.9 2.1 1.8 2.1 1.4 1.7 1.5 1.9 1.6 2.2 1.6 2.3 1.4 1.8 1.5 1.7 1.6 1.9 2.0 2.2
Rp Miliar
II
III
IV
-
0.0% -5.0%
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan
Kondisi pasar yang mulai membaik mendorong kembalinya kepercayaan perbankan dalam mendukung pembiayaan pada kategori ini. Kredit yang disalurkan pada triwulan IV 2016 kembali menggeliat, yaitu dari -1,6% (yoy) menjadi 2,4% (yoy). Kualitas kredit yang disalurkan pada kategori ini juga masih cukup baik yang tercermin dari tingkat non performing loan (NPL) yang masih sangat rendah, yaitu 1,6%. Baiknya kinerja industri pengolahan juga turut tercermin dari tingkat ekspor produk manufaktur di Sumatera Utara yang membaik secara signifikan dengan pertumbuhan tahunan mendekati teritori positif, yaitu dari -10,9% (yoy) menjadi -1,2% (yoy). Secara keseluruhan tahun, kinerja industri pengolahan membaik dari 3,6% (yoy) pada tahun 2015 menjadi 4,5% (yoy). Perbaikan kinerja industri pengolahan terutama didorong oleh meningkatnya permintaan global terkait dengan
Memasuki triwulan I 2017, harga komoditas perkebunan mulai kembali menurun. Kembali normalnya produksi kelapa sawit negara eksportir utama mendorong kembali melemahnya harga komoditas perkebunan. Meskipun demikian, masih tingginya permintaan domestik akan kelapa sawit seiring dengan efektifnya mandatori biodiesel mampu menunjang kinerja industri pengolahan kedepan. Tw-III 2016
5,5
Tw-IV 2016
7,4
Mulai pulihnya kepercayaan swasta terhadap kinerja perekonomian Sumatera Utara serta terus berlangsungnya pembangunan infrastruktur strategis kembali mendorong kinerja konstruksi, yaitu dari 5,5% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 7,4% (yoy). Optimisnya pelaku swasta dalam merealisasikan investasi bangunannya tercermin dari hasil liaison KPw BI Provinsi Sumatera terhadap beberapa pelaku industri yang mulai melakukan peningkatan kapasitas produksi melalui pembangunan pabrik maupun gudang.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Relaksasi LTV yang dilakukan oleh Bank Indonesia pada beberapa periode silam juga mulai mendapatkan respon positif dari masyarakat. Hal tersebut tercermin dari penyaluran kredit KPR yang relatif meningkat. hal tersebut juga turut terkonfirmasi dari membaiknya Indeks Penjualan Barang Konstruksi. Masih tingginya kebutuhan masyarakat akan hunian juga turut mendorong tingginya konsumsi properti. Hal tersebut juga turut mendorong tingkat harga properti yang terus meningkat. Secara keseluruhan tahun, kinerja konstruksi pada tahun 2016 membaik dari 5,5% (yoy) menjadi 5,6% (yoy). Masih intensifnya realisasi belanja infrastruktur strategis nasional ditengah mulai kembali optimisnya pelaku usaha maupun rumah tangga dalam merealisasikan investasi bangunannya. Meskipun demikian, belum
Mengawali tahun 2017, kinerja kategori konstruksi diperkirakan masih cukup baik seiring dengan tidak adanya hambatan berarti dalam proses pembangunan infrastruktur strategis di Sumatera Utara. Sementara itu, optimisme pelaku usaha dan rumah tangga dalam merealisasikan investasi bangunannya juga diperkirakan terus berlanjut. Terakselerasinya penyaluran kredit konstruksi pada triwulan IV 2016 diharapkan mampu menjadi motor baiknya kinerja konstruksi pada triwulan I 2017. Meskipun demikian, pola belanja pemerintah daerah yang secara umum masih relatif rendah pada triwulan I 2017 masih menahan kinerja konstruksi kedepan. Rp Miliar 7,000
Nominal
yoy 40.0%
Growth (yoy)
6,000
30.0%
5,000
5,592
4,922
5,297
2016
5,270
2015
5,027
2014
5,181
2013
5,357
II III IV
5,394
II III IV I
4,904
II III IV I
4,907
II III IV I
5,279
I
5,114
1,000
5,801.73
3,000
2,000
11.1% 20.0%
9.5%
5,853.66
4,000
3,776
Sementara itu, kontribusi pembangunan dari pemerintah daerah relatif terbatas. Proses realokasi anggaran terkait dengan adanya penundaan DAU/DAK yang dilakukan oleh pemerintah pusat ditengah proses pengadaan yang baru rampung pada triwulan III 2016 menekan realisasi pembangunan maupun revitalisasi infrastruktur. Hal tersebut tercermin dari realisasi belanja modal pemerintah provinsi Sumatera Utara tahun 2016 yang hanya mencapai 87,0% dari pagunya, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada tahun 2015 yang mencapai 91,2%.
optimalnya realisasi belanja modal pemerintah daerah masih menahan perbaikan sektor ini lebih lanjut.
4,407
Gencarnya realisasi proyek infrastruktur strategis dari pemerintah pusat juga turut berkontribusi dalam tingginya capaian kinerja konstruksi pada triwulan IV 2016. Proyek infrastruktur strategis tetap menjadi prioritas pembangunan dan berjalan sesuai progress yang direncanakan. Beberapa proyek infrastruktur strategis nasional yang sedang berlangsung diantaranya adalah revitalisasi Pelabuhan Belawan, Terminal Multi purpose Pelabuhan Kuala Tanjung dan Tol Trans Sumatera. Hal tersebut mendorong penjualan semen yang meningkat pada triwulan IV 2016.
-
10.0% 0.0% -10.0%
Grafik 1.33 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi Tw-III 2016
7,5
Tw-IV 2016
7,8
Tingginya konsumsi masyarakat dalam semarak perayaan natal dan persiapan tahun baru mendorong aktivitas perdagangan meningkat dari 7,5% (yoy) menjadi 7,8% (yoy). Membaiknya konsumsi masyarakat terkonfirmasi dari membaiknya Indeks Keyakinan Konsumen yang cenderung meningkat pada triwulan IV 2016. Libur panjang yang dimanfaatkan sebagai ajang silaturahmi keluarga menuntut kondisi moda angkutan dalam kondisi prima sehingga permintaan akan maintenance dan suku cadang kendaraan cenderung meningkat. Penjualan suku
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 19
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 cadang tercatat tumbuh dari 62,2% (yoy) menjadi 63,7% (yoy). Peningkatan penjualan suku cadang ini juga turut ditopang oleh penguatan nilai tukar yang terus berlanjut hingga triwulan IV 2016. Dengan demikian, harga sparepart, suku cadang dan aksesoris kendaraan relatif menurun. Rp Juta 900
Penjualan Suku Cadang
Growth
63.7% 80%
800
60%
700
40%
600
62.2%
500
20%
400
0%
300
744.9
793.3
IV
558.1
III
630.2
II
459.1
I
484.6
IV
450.1
III
418.0
II
487.3
I
472.8
IV
371.9
III
426.6
II
469.0
I
376.6
640.8
100
555.4
-20%
200
I
II
III
IV
-40%
0
menjaga tingkat kepercayaan konsumen dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya. Pada triwulan I 2017, aktivitas kategori PBE diperkirakan masih cukup baik terkait dengan adanya perayaan tahun baru dan imlek yang cukup meriah di Sumatera Utara. Meskipun demikian, harga kelapa sawit yang diperkirakan mulai menurun menahan kinerja kategori perdagangan. Siklus realisasi belanja pemerintah yang masih rendah diawal tahun juga belum mampu menstimulus akselerasi kinerja kategori ini.
-60% 2013
2014
2015
Tw-III 2016
2016
7,5
Grafik 1.34 Penjualan Suku Cadang Provinsi Sumatera Utara
Sementara itu, dari sisi pemerintah, realokasi anggaran pasca penundaan DAU dan DAK menjadi faktor penahan kinerja perdagangan pada triwulan IV 2016. Realisasi belanja barang dan jasa pemerintah relatif rendah dibandingkan dengan tahun 2015. Pencairan kembali dana DAU/DAK yang tertahan baru dilakukan pada akhir tahun sehingga realisasi belanja masih belum optimal. Belum optimalnya kinerja perdagangan juga tercermin dari penyaluran kredit pada kategori ini yang relatif melambat dari 4,0% (yoy) menjadi 2,6% (yoy). Rp Miliar 50,000
Nominal
yoy 35.0%
Growth (yoy)
30.0%
40,000
25.0% 20.0%
30,000
15.0% 20,000
45,770.51
45,744.93
44,229
40,941
44,011
44,598
42,195
42,952
36,735
38,968
36,200
33,873
34,496
32,028
32,144
27,066
10,000
4.0% 2.6%
-
10.0% 5.0%
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
7,2
Menurunnya penggunaan angkutan laut dan udara menekan kinerja Transportasi dan Pergudangan pada triwulan IV 2016. Penurunan penggunaan angkutan laut dan udara tercermin dari penurunan jumlah angkutan yang turun secara signfikan, terutama angkutan udara. Selesainya periode puncak mudik yang biasanya berlangsung pada periode lebaran mendorong turunnya kinerja angkutan udara. Hal tersebut turut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada pelaku usaha di perhotelan yang menyatakan bahwa tamu yang pada umumnya memadati hotel pada libur natal dan tahun baru merupakan tamu domestik yang berasal dari Sumatera Utara itu sendiri. juta orang
Penumpang Udara G Penumpang Udara
3
Penumpang Laut G Penumpang Laut
100.0% 80.0%
2
60.0%
0.0% -5.0%
I
Tw-IV 2016
40.0%
2
III IV
2016
Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Kategori PBE
20.0% 1
0.0% -20.0%
1
-40.0%
Secara keseluruhan tahun, kinerja kategori PBE membaik signifikan dari 4,4% (yoy) menjadi 5,8% (yoy). Perbaikan kinerja perdagangan terutama didorong oleh kuatnya daya beli masyarakat seiring dengan perbaikan harga komoditas perkebunan. Nilai tukar yang terus menguat juga
-
-60.0% I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
IV
2016
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.36 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara
Tingginya permintaan akan komoditas perkebunan ditengah pasokan bahan baku yang masih belum memadai mendorong pelaku usaha
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 untuk melakukan penjualan stok yang ada sehingga menekan jasa pergudangan. Hal tersebut terkonfirmasi dari inventory pada sisi penggunaan yang menurun signifikan, yaitu dari 50,3% (yoy) menjadi 34,4% (yoy). Menurunnya aktivitas muat di pelabuhan juga turut menurunkan kebutuhan akan pergudangan. Aktivitas muat di pelabuhan turun signfikan dari 126,8% (yoy) menjadi -63,1% (yoy). Sementara itu aktivitas bongkar yang justru membaik mampu menahan penurunan kinerja kategori angkutan lebih jauh. juta Ton 3
Bongkar
Muat
G Bongkar
G Muat
150.0%
126.8% 2
100.0%
2
50.0%
-13.1% 1
0.0%
1
-50.0%
-33.0% -63.1%
-
-100.0% I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III
IV
2016
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.37 Perkembangan Bongkar Muat di Pelabuhan Belawan
permintaan akan jasa angkutan maupun pergudangan. Daya beli masyarakat yang membaik juga turut meningkatkan konsumsi masyarakat akan angkutan sehingga mampu menopang perbaikan kinerja kategori ini. Masih didorong oleh meriahnya tahun baru dan imlek ditengah puncak panen tanaman pangan yang pada umumnya terjadi pada triwulan I, kinerja kategori transportasi dan pergudagan diperkirakan kembali membaik pada triwulan I 2017. Nilai tukar yang terus menguat juga menurunkan biaya operasional angkutan terkait sehingga mampu mengakomodasi perbaikan kinerja kategori ini. Pembiayaan yang disalurkan pada triwulan IV 2016 terakselerasi sehingga diharapkan dapat memberikan stimulus pada triwulan laporan. Meskipun demikian, perbaikan harga minyak bumi yang terus berlanjut turut menimbulkan risiko akselerasi kategori ini pada triwulan I 2017. Rp Miliar
yoy Nominal
6,000
Growth (yoy)
50.0% 40.0%
5,000
30.0%
4,000
20.0%
3,000
10.0% -6.1% 0.0%
-9.6%
2,000
I
3,266.10
IV
3,482
III
3,259.39
3,360
II
3,605
I
3,478
IV
3,807
III
3,598
II
4,655
I
3,925
IV
3,570
III
5,161
II
3,704
I
3,683
-10.0%
3,397
1,000
3,588
Secara keseluruhan tahun, kinerja kategori angkutan dan pergudangan membaik dari 5,7% (yoy) menjadi 6,1% (yoy). Perbaikan harga komoditas dan permintaan baik dari sisi global maupun domestik mendorong produktivitas industri yang pada akhirnya mendorong tingginya
II
III
IV
-
-20.0% -30.0% -40.0%
2013
2014
2015
2016
Grafik 1.38 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 21
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Suplemen 1
Percepatan Implementasi Reformasi Pangan Yang Optimal Reformasi pangan di Sumatera Utara masih belum optimal. Dalam perkembangannya masih banyak permasalahan dan kendala yang dihadapi untuk menjamin ketersediaan pangan dan keterjangkauan harga bagi masyarakat, serta mengurangi kesenjangan kesejahteraan. Permasalahan pangan di Sumatera Utara dapat dikelompokkan menjadi 3 aspek, yaitu: permasalahan produksi, distribusi, dan infrastruktur pendukung. Terkait dengan produksi pangan, permasalahan seperti jumlah petani yang terus menurun dan peningkatan lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi permasalahan struktural yang perlu diperhatikan. Sementara itu, di sisi distribusi, permasalahan yang dihadapi adalah persistensi inflasi pangan dan level harga pangan yang masih tinggi serta tata niaga dan distribusi yang sangat panjang. Kemudian, di sisi infrastruktur, pembangunan sarana dan prasarana pendukung masih terkendala terbatasnya ketersediaan dana APBD dan kesulitan dalam penyediaan lahan. Pemerintah Daerah Sumatera Utara telah melakukan berbagai upaya dalam menangani permasalahan pangan tersebut termasuk memasukkan peningkatan daya saing produk pertanian, kelautan dan perikanan menjadi salah satu prioritas pembangunan Sumatera Utara tahun 2017. Selain itu, koordinasi kebijakan pemerintah dan Bank Indonesia di pusat maupun di daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Utara akan terus dilakukan sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi.
Produksi Pangan Dari sisi produksi, Sumatera Utara menghadapi beberapa permasalahan struktural di antaranya jumlah lahan pertanian yang terus menurun dan diikuti oleh penurunan tenaga kerja pertanian. Namun, dari sisi produksi, pasokan beras Sumatera Utara terus meningkat seiring dengan peningkatan produktivitas akibat pengunaan benih unggul kualitas unggul yang disalurkan oleh pemerintah daerah. Sama halnya dengan provinsi lain di Kawasan Sumatera, Sumatera Utara sedang mengalami proses transformasi struktural yang terindikasi pada penurunan jumlah lahan dan jumlah tenaga kerja pertanian. Hal tersebut diduga terutama disebabkan oleh persaingan penggunaan lahan dengan sektor perkebunan, khususnya dari komoditas kelapa sawit dan karet. Dalam kurun waktu 5 tahun, hingga tahun 2015 penurunan lahan sawah telah mencapai 10% atau berkurang 48.164 Ha (Grafik 1).
Sumber: Dinas Pertanian, Sumatera Utara Grafik 1.39 Penurunan Luas Lahan Sawah Sumatera Utara
Sumber: Dinas Pertanian, Sumatera Utara Grafik 1.40 Peningkatan Produksi dan Produktifitas Padi Sumatera Utara
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Sejalan dengan penurunan lahan tersebut, pangsa tenaga kerja tenaga kerja di sektor pertanian juga menurun. Dibandingkan dengan 1 dekade sebelumnya pangsa tenaga kerja sektor pertanian telah mengalami penurunan sebesar 13% dari 56% di tahun 2005 menjadi 43% di tahun 2014. Penurunan tersebut sedikit lebih rendah jika dibandingkan rata-rata penurunan di Sumatera yang mencapai 14,4%. Penurunan pangsa tenaga kerja tersebut disebabkan oleh rendahnya regenerasi petani. Tidak menariknya minat generasi muda bekerja pada sektor ini disebabkan anggapan rendahnya pendapatan yang dihasilkan dari sektor pertanian.
Sumber: Departemen Regional I Bank Indonesia Gambar 1.7 Pangsa Tenaga Kerja Sektor Pertanian Sumatera Utara
Distribusi Pangan Di sisi distribusi, permasalahan yang dihadapi adalah persistensi inflasi pangan dan level harga pangan yang masih tinggi serta tata niaga yang panjang. Pada bulan Januari 2017 inflasi Sumatera Utara masih terhitung tinggi. Tingkat inflasi Sumatera Utara tercatat sebesar 5,9% (yoy), jauh berada di atas angka inflasi nasional yang sebesar 3,5% (yoy). Inflasi tersebut disebabkan oleh melambungnya harga komoditas cabai merah di Sumatera Utara dimana memberikan andil inflasi sebesar 1,7% (yoy) dari total inflasi.
Sumber: BPS, diolah Grafik 1.41 Andil Inflasi Sumatera Utara
Harga yang cenderung tinggi tersebut juga disebabkan oleh tata niaga yang kurang tepat. Panjangnya mata rantai tata niaga menyebabkan tingginya selisih harga antara konsumen dan produsen (bagan 1). Selain itu, peningkatan harga juga didorong oleh pengaturan pasokan di sisi hulu dimana pasokan (produksi+impor) dibatasi sesuai permintaan dan disertai oleh harga pembelian (proksi batas bawah). Sementara, di sisi hilir diserahkan kepada mekanisme pasar dan tanpa batas atas. Dampaknya adalah harga yang terus meningkat.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 23
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Sumber: Riset persistensi inflasi Departemen Regional 1 Bank Indonesia, 2016 Gambar 1.8 Mata Rantai Tata Niaga
Infrastruktur Pendukung Ekspansi pembangunan sarana dan prasarana pendukung reformasi pangan masih cenderung terbatas. Pembangunan infrastruktur pendukung produksi, logistik, distribusi, dan tata niaga pangan seperti jaringan irigasi air, pembangunan infrastruktur jalan tol, pelabuhan dan rel kereta api, dan pembangunan infrastruktur logistik masih terbatas terkendala terutama karena terbatasnya ketersediaan dana APBD. Selain itu beberapa kendala lain diantaranya kesulitan dalam penyediaan lahan, kerusakan jaringan irigasi, sistem pengadaan benih, keterbatasan SDM dan kondisi topografi serta geografis yang rawan longsor.
Sumber: Dinas Pertanian Sumatera Utara Gambar 1.9 Permasalahan Pembangunan Sektor Pertanian
Kebijakan Dalam Mendukung Reformasi Pangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara sepenuhnya mendukung reformasi pangan. Hal tersebut tercermin dari masuknya reformasi pangan menjadi salah satu prioritas program pembangunan. Namun, dalam implementasinya reformasi pangan belum menjadi program yang terintegrasi sehingga hasilnya tidak optimal. Alih fungsi lahan, minimnya saluran irigasi, belum baiknya infrastruktur distribusi, hingga pemangkasan anggaran bantuan benih dari pemerintah provinsi menjadi isu utama yang harus diselesaikan. Di sisi produksi, untuk meningkatkan kapasitas, strategi yang dilakukan Pemprov Sumatera Utara adalah dengan meningkatkan produktivitas lahan. Hal tersebut dilakukan karena perluasan areal tanam sangat sulit untuk dilakukan. Konversi lahan yang tidak terkendali, keterbatasan pencetakan lahan baru, kualitas lahan yang menurun, dan status kepemilikan lahan yang tidak jelas merupakan faktor-faktor utama yang menyebabkan perluasan lahan sulit untuk dilakukan. Sehingga, setiap tahun lahan pertanian di Sumatera Utara semakin menyempit. Namun demikian, sebagaimana diulas sebelumnya, produktifitas lahan semakin meningkat karena program benih padi unggul. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 24
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Pemerintah memberikan bantuan benih padi unggul gratis untuk petani. Sayangnya bantuan benih yang diberikan di tahun 2016 hanya mampu memenuhi 10% dari total luas lahan sawah Sumatera Utara. Terlebih lagi bantuan benih untuk tahun 2017 dipangkas hingga menjadi 50% karena adanya pemangkasan dan efisiensi anggaran. Selain bantuan padi unggul, Pemprov juga memberikan benih bersubsidi serta berupaya melakukan percepatan pertanaman melalui pemberian alsintan seperti hand tractor, mini tractor, rice transplanter, dan combine harvester. Dari segi infrastruktur pengairan, dengan dukungan anggaran yang terbatas, optimalisasi layanan irigasi permukaan baru mencapai 64,9% di tahun 2015, jauh dari target sebesar 72%. Dari segi infrastruktur Jalan, jalan yang menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi hanya mencapai 79,24%. Untuk jalan kabupaten/kota mencapai 62,50%. Minimnya alokasi APBD untuk perbaikan jalan dan irigasi menyebabkan instansiterkait pesimis dapat mencapai target RPJMD. Beberapa kebijakan pembenahan tata niaga pangan sedang diupayakan oleh Bulog Sumatera Utara dengan membangun 131 Rumah Pangan Kita (RPK). Selain RPK, dengan adanya Program E-Voucher yang dimulai pada Januari 2017, Bulog bermitra dengan BNI dan BRI untuk menyediakan pasokan komoditas di E-Waroeng. Upaya pembenahan tata niaga pangan juga diinisiasi oleh TPID Provinsi Sumatera Utara dengan rencana membentuk BUMD Pangan. Saat ini proses pembentukan BUMD pangan sudah sampai pada tahap pengajuan proposal ke DPRD Provinsi Sumatera Utara untuk dimintakan persetujuan. Pembenahan pasar tradisional juga sedang dilakukan Pemerintah Kota Medan yaitu revitalisasi pasar Timah yang sedang dalam proses pembangunan, dimulai dengan pembangunan kios sementara untuk penampungan, serta pengurusan IMB.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 25
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
Ditengah meningkatnya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tahun 2016, serapan belanja APBD Pemerintah Provinsi dan APBN Pemerintah Pusat di Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat mencapai 87,7% atau sebesar Rp25,8 triliun dari pagu sebesar Rp29,5 triliun, menurun dibandingkan serapan tahun 2015 yang sebesar 91,7%. Kondisi ini disebabkan oleh lebih rendahnya pengeluaran belanja langsung maupun tidak langsung. Adanya kebijakan pemerintah untuk melakukan penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) pada semester II 2016 mendorong realisasi belanja pada tahun 2016 lebih rendah dari yang direncanakan.
KEUANGAN PEMERINTAH 27
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
2.1 Gambaran Umum Sehubungan dengan perubahan APBD Provinsi, anggaran pemerintah Provinsi Sumatera Utara disesuaikan menjadi terdiri atas anggaran pendapatan sebesar Rp10,1 triliun dan anggaran belanja sebesar Rp10,2 triliun, atau meningkat masing-masing sebesar 0,8% dan 2,3% dibandingkan APBD murni tahun 2016. Kenaikan anggaran pendapatan terutama terjadi pada dana perimbangan sementara kenaikan anggaran belanja terjadi pada belanja tidak langsung. Hingga akhir triwulan IV 2016, anggaran pendapatan pemerintah Provinsi Sumatera Utara telah terealisasi sebesar 103,9% dari target APBD-P atau sebesar Rp10,4 triliun. Realisasi pendapatan ini lebih tinggi dari tahun 2015 yang didorong terutama oleh peningkatan dana perimbangan berupa Dana Alokasi Khusus yang diperuntukkan bagi dana bantuan operasional
sekolah (BOS). Sementara itu anggaran belanja terserap sebesar 92,4% dari pagu APBD-P atau sebesar Rp9,4 triliun. Serapan belanja tersebut sedikit lebih rendah dari tahun 2015 yang mencapai 94,3%, namun secara nominal lebih tinggi didorong oleh kenaikan realisasi belanja langsung maupun tidak langsung. Pemerintah Pusat juga memiliki share dalam pelaksanaan pembangunan di Sumatera Utara. Pada tahun 2016 APBN di Sumatera Utara tercatat sebesar Rp19,3 triliun, yang hingga akhir triwulan IV 2016 terealisasi sebesar 85,3%, lebih rendah dibandingkan realisasi tahun 2015. Dengan demikian, serapan belanja anggaran pemerintah baik daerah maupun pusat di Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat mencapai 87,7% atau sebesar Rp25,8 triliun dari pagu sebesar Rp29,5 triliun, menurun dibandingkan serapan tahun 2015 yang sebesar 91,7%.
Tabel 2.2.1 Anggaran dan Realisasi APBD P Provinsi Sumatera Utara 2015-2016 (Miliar Rupiah)
APBD P REALISASI 2015 2015 PENDAPATAN DAERAH 8.452,3 8.482,2 PEND. ASLI DAERAH (PAD) 4.623,6 4.877,9 DANA PERIMBANGAN 1.712,7 1.521,3 LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG 2.115,9 SAH 2.083,0 URAIAN
BELANJA DAERAH 8.442,9 BELANJA TIDAK LANGSUNG 6.076,6 BELANJA LANGSUNG 2.366,3 SURPLUS/(DEFISIT) 9,4
7.960,2 5.886,7 2.073,5 522,0
2.2 APBD Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara 2016 2.2.1
Anggaran dan Realisasi Pendapatan
Sehubungan dengan adanya perubahan APBD untuk tahun anggaran 2016, pagu anggaran pendapatan Pemprov Sumatera Utara mengalami perubahan. Pagu pendapatan Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 meningkat Rp81 miliar (0,8%) dari semula sebesar Rp10,0 triliun menjadi sebesar Rp10,1 triliun.
% 100,4 105,5 88,8 98,4 94,3 96,9 87,6 5.571,3
APBD P REALISASI 2016 2016 10.055,8 10.444,3 4.691,5 4.954,7 5.102,5 5.219,3 261,9 270,4 10.180,8 7.339,0 2.841,8 (124,9)
9.403,1 7.025,8 2.377,3 1.041,2
% 103,9 105,6 102,3 103,2 92,4 95,7 83,7 833
Peningkatan anggaran pendapatan pada APBD-P Provinsi Sumatera Utara 2016 terutama bersumber dari pendapatan dana perimbangan yang naik 124,5% (naik Rp2,8 triliun) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang naik sebesar 1,3% (naik Rp61,0 miliar). Hingga berakhirnya triwulan IV 2016, realisasi pendapatan daerah Provinsi Sumatera Utara mencapai Rp10,4 triliun atau 103,9% dari target pendapatan tahun 2016 sebesar Rp10,1 triliun. Peningkatan pendapatan daerah tersebut bersumber dari penerimaan yang lebih tinggi untuk seluruh komponen yang melampaui 100%
28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 dari pagunya. Realisasi pendapatan Pemprov Sumatera Utara tersebut lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya baik secara
nominal maupun secara persentase terhadap pagunya.
Tabel 2.1.2 Realisasi Anggaran Pendapatan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara 2015-2016 (Miliar Rupiah)
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Pangsa Realisasi (%)
60.0% 50.0%
57.5% 50.0%
47.4%
40.0% 30.0%
24.6%
17.9%
20.0% 10.0%
2.6%
0.0% Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Dana Perimbangan Lain-lain Pendapatan yang Sah
Pangsa realisasi komponen PAD (%)
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.1 Pangsa Realisasi Komponen Pendapatan terhadap Total Pendapatan Daerah Sumut 2015-2016 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Pangsa Realisasi Dana Perimbangan (%)
80%
70.0%
74.9%
70% 59.5%
60%
50% 40%
30.7% 30%
22.0%
20%
10%
9.8%
3.1%
0% Dana Bagi Hasil
DAU
DAK
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.3 Pangsa Realisasi komponen Dana Perimbangan Sumatera Utara 2015-2016
90.8% 89.7%
Pajak Daerah
0.7% 0.7%
5.1% 5.2%
3.4% 4.3%
Retribusi Daerah
Hasil Pengel. Kekayaan Daerah yg Dipisahkan
Lain-lain PAD yang Sah
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.2 Pangsa Realisasi komponen PAD Sumatera Utara 2015-2016
Berbeda dengan tahun lalu, realisasi pendapatan Pemprov Sumatera Utara tahun 2016 didominasi oleh pendapatan dana perimbangan dengan pangsa yang meningkat tajam dari 17,9% menjadi 50,0%. Sementara itu Pendapatan Asli Daerah menurun pangsanya dari 57,5% menjadi 47,4%. Komponen Lain-lain Pendapatan yang sah menurun tajam dari 24,6% menjadi 2,6%.
29
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Komponen PAD (Grafik 2.2) masih didominasi oleh Pajak Daerah (pangsa 89,7%), diikuti oleh Hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan (pangsa 5,2%), Lain-lain PAD yang sah (pangsa 4,3%), dan retribusi daerah (pangsa 0,7%). PAD terealisasi 105,6% dari pagunya atau sebesar Rp4,9 triliun, lebih tinggi dari tahun 2015 yang sebesar 105,5%. Realisasi ini didorong oleh meningkatnya realisasi pajak daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah (Tabel 2.2). Meningkatnya pajak daerah diperkirakan ditopang oleh meningkatnya penjualan kendaraan bermotor sebagaimana tercermin dari peningkatan Kredit Kendaraan Bermotor. Pajak daerah mencatat realisasi sebesar 107,6% atau sebesar Rp4,4 triliun, lebih tinggi dibandingkan tahun lalu yang terealisasi 105,9%. Sementara lain-lain PAD yang sah terealisasi 114,6%, jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya (105,0%). Adapun hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan terealisasi sebesar Rp 259,5 miliar (76,7% dari target). Seluruh komponen PAD mencatat kenaikan realisasi secara nominal, namun secara persentase hanya komponen pajak daerah dan lain-lain PAD yang sah mengalami peningkatan. Sejalan dengan meningkatnya kinerja konsumsi pada triwulan laporan, penerimaan pajak yang bersumber dari pajak kendaraan bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, pajak bahan bakar kendaraan bermotor, pajak air permukaan dan pajak rokok meningkat. Selain itu tingginya penerimaan pendapatan juga bersumber dari penerimaan denda Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), denda BBN-KB dan denda pajak air permukaan. Meningkatnya realisasi komponen pajak daerah sejalan dengan upaya Pemerintah Sumatera Utara untuk meningkatkan wajib pajak (ekstensifikasi) serta upaya penegakan hukum terkait perpajakan (intensifikasi). Realisasi PAD
pada tahun 2016 ini relatif lebih baik dari tahun sebelumnya, sejalan dengan perekonomian Sumatera Utara yang meningkat. Meningkatnya kinerja konsumsi dan membaiknya harga komoditas diperkirakan menjadi salah satu pendorong peningkatan realisasi PAD terutama pajak daerah dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Dana Perimbangan Pendapatan dana perimbangan merupakan semua pengeluaran negara yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi di tingkat provinsi dan sebagian diteruskan kepada pemerintah kabupaten/ kota. Secara nominal, realisasi dana perimbangan meningkat menjadi Rp5,2 triliun dari periode yang sama tahun sebelumnya sebesar Rp1,5 triliun (Tabel 2.2). Realisasi dana perimbangan tersebut tercatat sebesar 102,3% dari pagunya. Realisasi dana perimbangan didominasi oleh komponen Dana Alokasi Khusus (DAK) dengan pangsa meningkat tajam menjadi 59,5% dibandingkan tahun 2015 yang pangsanya hanya sebesar 3,1%. Realisasi DAK tercatat sebesar Rp3,1 triliun atau 97,3% dari targetnya, jauh lebih tinggi dibandingkan tahun 2015 yang tercatat hanya sebesar Rp47,7 miliar atau 55,0% dari pagunya. Peningkatan realisasi DAK diakibatkan oleh perubahan kebijakan pengelolaan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) SMA/SMK yang sebelumnya dikelola oleh pemerintah kabupaten/kota menjadi pemerintah daerah provinsi sejak tahun 2016. Sesuai dengan Undang-Undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pengelolaan SMA/SMK saat ini berada dalam kewenangan pemerintah provinsi. Adapun alokasi anggaran dana BOS tahun 2016 untuk Provinsi Sumatera Utara tercatat sebesar Rp2,9 triliun. Komponen penyumbang realisasi dana perimbangan berikutnya adalah komponen Dana Alokasi Umum (DAU) dengan pangsa 30,7%.
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Pangsa ini menurun dibandingkan tahun lalu yang tercatat sebesar 74,9% (Grafik 2.3). Di tengah penundaan DAU yang terjadi pada akhir September 2016, realisasi DAU masih mencapai Rp1,6 triliun atau 115,7% dari pagu. Realisasi ini meningkat baik secara nominal maupun persentase dibandingkan tahun 2015. Kondisi ini diperkirakan ditopang oleh penerimaan pajak pemerintah pusat yang bersumber dari program pengampunan pajak. Komponen Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak (DBH) pangsanya menurun tajam dari 22% pada tahun 2015 menjadi 9,8% pada tahun 2016. Namun pendapatan DBH tercatat meningkat dari Rp334,2 miliar pada tahun 2015 menjadi Rp511,1 miliar atau tumbuh sebesar 52,9%. Pendapatan DBH terutama bersumber dari penerimaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan pertambangan gas bumi. Lain-lain Pendapatan yang Sah Komponen pendapatan Lain-lain pendapatan yang sah meliputi pendapatan hibah, dana penyesuaian/otonomi khusus dan pendapatan lainnya dari pemerintah. Realisasi komponen lain-lain pendapatan yang sah yang terdiri atas hibah, dana penyesuaian dan otonomi serta pendapatan lainnya dari pemerintah, tercatat juga meningkat dari 98,4% dari pagu tahun 2015 menjadi 103,2% dari pagu tahun 2016. Peningkatan penerimaan terutama bersumber dari terealisasinya seluruh pendapatan hibah secara penuh (100% dari pagu) dan tambahan pendapatan lainnya yang sebelumnya tidak dianggarkan pada tahun 2016.
2.2.2
Anggaran dan Realisasi Belanja
Anggaran belanja daerah Provinsi Sumatera Utara terdiri dari anggaran belanja tidak langsung dan belanja langsung. Sehubungan dengan adanya APBD-P, anggaran belanja daerah Provinsi Sumatera Utara tahun 2016 mencapai Rp10,2 triliun atau naik 20,6% dibandingkan anggaran APBD-P tahun 2015 yang sebesar Rp8,4 triliun. Peningkatan terjadi pada anggaran belanja tidak langsung maupun belanja langsung (Tabel 2.3). Anggaran belanja tidak langsung terdiri atas komponen belanja pegawai tidak langsung dan belanja lainnya (belanja hibah, bantuan sosial, bagi hasil dan bantuan keuangan ke kabupaten/kota, serta belanja tak terduga). Sementara belanja langsung meliputi komponen belanja pegawai langsung, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Di tengah peningkatan kinerja perekonomian Sumatera Utara yang membaik dibandingkan tahun 2015, realisasi belanja daerah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2016 mencapai Rp9,4 triliun atau 92,4% dari total anggaran, lebih rendah dibandingkan realisasi tahun sebelumnya yang sebesar 94,3%. Namun realisasi ini lebih tinggi dibandingkan realisasi rata-rata 5 tahun terakhir (2011-2016) yang tercatat sebesar 88,8% dari pagunya. Lebih rendahnya realisasi disebabkan oleh lebih rendahnya realisasi belanja tidak langsung maupun belanja langsung. Belanja Tidak Langsung Realisasi belanja tidak langsung dengan pangsa 74,7% dari total belanja daerah (Grafik 2.4) hingga triwulan IV 2016 mencapai 95,7% dari pagu (Tabel 2.3), lebih rendah dari tahun 2015 (96,9%).
31
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Tabel 2.1.3 Anggaran dan Realisasi Belanja Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2016
BELANJA TIDAK LANGSUNG
60%
BELANJA LANGSUNG
51.3% 50%
74.7% 2016
45.0%
42.6%
40%
25.3%
30% 20%
74.0%
10%
2015
6.0% 0
26.0%
0%
0%
20%
40%
60%
80%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.4 Pangsa Realisasi Belanja Sumatera Utara 20152016 BELANJA PEGAWAI
BELANJA LAINNYA
84.3%
82.1%
90% 80%
70% 60% 50% 40% 30% 20%
55.0%
17.9%
15.7%
10%
0% 2015
2016
Grafik 2.5 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Tidak Langsung Sumatera Utara 2015-2016
Belanja Langsung Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Modal
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.6 Pangsa Realisasi Komponen Belanja Langsung Sumatera Utara 2015-2016
Realisasi tertinggi terjadi pada belanja hibah (97,9%) diikuti belanja pegawai (85,1%). Secara nominal, realisasi belanja tidak langsung mencapai Rp7,0 triliun, meningkat 19,3% dibandingkan tahun 2015 yang hanya sebesar Rp5,8 triliun. Hal ini terutama disebabkan oleh realisasi belanja hibah yang meningkat 43,7% menjadi sebesar Rp3,0 triliun dibandingkan tahun 2015 yang hanya terealisasi sebesar Rp2,1 triliun.
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Sementara itu realisasi belanja pegawai tidak langsung secara nominal juga meningkat 4,6% dari Rp1,0 triliun menjadi Rp1,1 triliun. Peningkatan ini didorong oleh pencairan gaji pegawai ke 13 yang direalisasikan tahun ini. Namun secara pangsa maupun persentase (Grafik 2.5), realisasi belanja pegawai tidak langsung mengalami penurunan (85,1%) dibandingkan tahun sebelumnya (91,9%). Penurunan ini bersumber dari upaya penghematan belanja pegawai, termasuk perjalanan dinas dan rapat di lingkungan pemerintah provinsi, didorong oleh adanya penundaan transfer DAU dari pemerintah pusat kepada pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada bulan September 2016. Penghematan tersebut secara langsung ditransmisikan pada komponen konsumsi pemerintah pada PDRB Sumatera Utara yang terkontraksi dari 2,45% (yoy) pada tahun 2015 menjadi -0,38% (yoy). Belanja Langsung Realisasi belanja langsung hingga triwulan IV 2016 mencapai Rp2,4 triliun atau 83,7% dari pagunya, lebih rendah dari realisasi periode yang sama tahun sebelumnya (Rp2,1 triliun, 87,6%). Realisasi belanja langsung didominasi oleh belanja barang dan jasa diikuti oleh belanja modal dan belanja pegawai, masing-masing dengan pangsa 51,3%, 42,6% dan 6%. Belanja barang dan jasa terealisasi 81,1% dari pagu, lebih rendah dari tahun lalu yang sebesar 97,6% dari pagu. Belanja modal juga terealisasi lebih rendah hanya mencapai 87% dari pagunya. Namun demikian, secara nominal terjadi kenaikan pada kedua jenis belanja tersebut. Belanja barang dan jasa meningkat Rp79 miliar atau naik 7% (yoy) dan belanja modal meningkat Rp80,7 miliar 8,7% (yoy). Lebih rendahnya rasio realisasi belanja langsung terhadap pagunya sejalan dengan kinerja investasi pada PDRB Sumatera Utara yang pada triwulan laporan (4,11% yoy) tumbuh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (4,21% yoy).
Perkembangan berbagai rasio belanja Belanja Pegawai
2016
13.3%
10.8%
2015
13.3%
11.7%
2014
14.8%
2013
15.0%
10.5%
2012
14.6%
10.5%
2011
14.7%
19.9%
0%
Belanja Modal
Belanja Lainnya
63.0%
14.3%
60.7%
14.7%
55.9%
18.3%
56.2%
19.8% 23.1%
20%
Belanja Barang dan Jasa
13.0%
55.1% 22.8%
40%
60%
34.3%
80%
100%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara Grafik 2.7 Proporsi Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Utara 2011-2016
Rasio berbagai komponen realisasi belanja Provinsi Sumatera Utara menunjukkan penurunan, kecuali belanja lainnya (Grafik 2.7). Rasio realisasi belanja pegawai (langsung dan tidak langsung) terhadap total belanja daerah Pemprov Sumatera Utara menunjukkan tren penurunan dan cenderung stabil sejak tahun 2015 (Grafik 2.7). Hal ini menunjukkan semakin menurunnya proporsi APBD yang dialokasikan untuk peningkatan aparatur/ pegawai. Namun menurunnya alokasi belanja pegawai belum serta merta dialihkan ke belanja yang lebih produktif. Hal ini tercermin dari turut menurunnya rasio belanja yang terkait peningkatan ekonomi, sebagaimana terlihat dari kembali menurunnya rasio belanja modal. Ke depan, realisasi belanja modal perlu senantiasa dicermati agar lebih optimal, karena belanja modal yang efektif dapat memberikan multiplier effect bagi pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang lebih tinggi.
2.3 APBD Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara 2017 APBD Provinsi Sumatera Utara 2017 merupakan bagian dari pencapaian visi tahun keempat RPJMD Provinsi Sumatera Utara 2013-2018. Pada tahun 2017 arah dan kebijakan ditujukan untuk memantapkan capaian pembangunan yang telah dilaksanakan pada tahun-tahun sebelumnya dengan terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan, sinergitas kebijakan, program
33
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 dan kebijakan antar bidang dalam rangka meningkatkan Provinsi Sumatera Utara yang berdaya saing, dengan 9 (sembilan) prioritas pembangunan sebagai berikut : 1) Peningkatan Kehidupan Beragama, Penegakan Hukum, Penguatan Tata Kelola Pemerintahan yang Baik (Good Governance) dan Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan 2) Peningkatan Aksessibilitas dan Kualitas Pendidikan 3) Peningkatan Aksessibilitas dan Pelayanan Kesehatan 4) Peningkatan Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Mendukung Daya Saing Perekonomian 5) Peningkatan produksi, produktifitas dan Daya Saing Produk Pertanian, Kelautan dan Perikanan 6) Peningkatan Penguasaan Ilmu Pengetahuan dan Penerapan Teknologi, Inovasi dan Kreatifitas daerah 7) Peningkatan Ekonomi Kerakyatan 8) Perluasan Kesempatan kerja dan Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Miskin 9) Mendukung dan Mendorong Kebijakan Nasional di daerah.
Untuk itu, target anggaran pendapatan maupun belanja Provinsi Sumatera Utara tahun 2017 meningkat tajam dibandingkan tahun 2016. Struktur APBD Provinsi Sumatera Utara tahun 2017 sedikit berbeda dibandingkan tahun 2016 dikarenakan adanya pengalihan kewenangan pengelolaan SMA/SMK negeri dari kabupaten/kota kepada Pemprov baik menyangkut personalia maupun sarana dan prasarananya. Pengalihan tersebut disebutkan belum disertai dengan pengucuran dana perimbangan yang memadai sehingga belanja tidak langsung terlihat lebih dominan dan belanja modal menurun. 2.3.1 Anggaran Pendapatan Pendapatan daerah untuk Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2017 ditargetkan akan mencapai Rp12,1 triliun (Tabel 2.4) meningkat tajam (21,0%) dibandingkan P-APBD 2016 yang sebesar Rp10,06 triliun. Peningkatan target penerimaan daerah tersebut akan berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD, pangsa 40,5%) dan Dana Perimbangan (pangsa 59,5%) yang masingmasing mengalami peningkatan sebesar 5,0% dan 41,8%. Sementara Lain-lain pendapatan daerah yang sah porsinya menurun menjadi sebesar 0,1% (Grafik 2.9)
Tabel 2.1.4 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017
URAIAN
APBD P 2016 APBD 2017 % Perubahan PENDAPATAN DAERAH 10.056 12.171 21,0% PEND. ASLI DAERAH (PAD) 4.691 4.926 5,0% Pajak Daerah 4.132 4.487 8,6% Retribusi Daerah 34 34 -1,5% Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang Dipisahkan 338 278 -18,0% Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang Sah 187 127 -31,8% DANA PERIMBANGAN 5.102 7.235 41,8% Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 527 568 7,7% Dana Alokasi Umum 1.387 2.639 90,3% Dana Alokasi Khusus 3.189 4.029 26,4% LAIN-LAIN PENDAPATAN YANG SAH Pendapatan Hibah Dana Penyesuaian dan otonomi khusus Pendapatan Lainnya dari Pemerintah
262
10
-96,4%
222 40 -
10 -
-95,7% -100,0%
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Miliar Rp
Pendapatan
Belanja
Surplus/(Defisit)
Pembiayaan
14,000
12,000 10,000 8,000
864
12,171
13,035
125
10,056
9
8,452
8,443
51
8,646
2,000
8,697
4,000
10,181
6,000
2015
-864
2014
-125
-51
-9
0 -2,000
2016
2017
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 2.8 Tren APBD Pemprov Sumatera Utara PAD
2017
Dana Perimbangan
Lain-lain Pendapatan yang Sah
40.5%
2016
59.5%
46.7%
0%
20%
0.1%
50.7%
40%
60%
pengalihan pengelolaan SMA/SMK dari Kabupaten/Kota ke Provinsi. Pengalihan ini merupakan amanat UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Dengan pengalihan ini, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2017 bertanggung jawab mengelola 18.805 orang guru SMA/SMK dan tenaga honor berikut sarana dan prasarana SMA/SMK di seluruh Sumatera Utara. 2.3.2 Anggaran Belanja Pagu anggaran belanja Pemprov Sumatera Utara tahun 2017 juga mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan P-APBD tahun 2016 dengan meningkat sebesar 28,0% menjadi Rp13,0 triliun (Tabel 2.5).
2.6%
80%
100%
Sumber Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 2.9 Pangsa Anggaran Pendapatan APBD Pemprov Sumatera Utara 2017
Dibandingkan tahun 2016, pangsa PAD menunjukkan penurunan (Grafik 2.9) sementara pangsa dana perimbangan meningkat. Hal ini mencerminkan rasio kemandirian fiskal Sumatera Utara menurun dari 46,7% tahun 2016 menjadi 40,5% tahun 2017, namun masih terkategori baik.5 Pajak daerah masih merupakan sumber utama PAD Sumatera Utara dengan pangsa sebesar 91,1% dari PAD. Membaiknya kinerja konsumsi di Sumatera Utara dan tingginya capaian tahun 2016 mendorong Pemerintah untuk menaikkan target penerimaan pajak daerah menjadi Rp4,9 triliun. Peningkatan dana perimbangan bersumber dari peningkatan Dana Alokasi Umum (DAU) sebesar Rp1,3 triliun atau naik 90,3% seiring dengan
Peningkatan pagu belanja tertinggi bersumber dari komponen belanja langsung yang meningkat sebesar 53,9% menjadi Rp4,37 triliun. Peningkatan pagu anggaran belanja langsung terutama didorong oleh belanja modal yang meningkat signifikan sebesar 79,9% dari Rp1,16 triliun tahun 2016 menjadi Rp2,09 triliun. Sementara itu belanja tidak langsung juga meningkat sebesar 18,0% utamanya didorong oleh peningkatan belanja pegawai sebesar 134,0%, diikuti belanja tidak terduga meningkat 73,5% dan belanja hibah meningkat 17,7%. Peningkatan belanja pegawai ini sejalan dengan pengalihan pengelolaan guru SMA/SMK ASN (Aparatur Sipil Negara) Kabupaten/Kota menjadi ASN Provinsi yang memerlukan pembiayaan lebih dari Rp1,2 triliun. Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai kembali menempati urutan pertama sebesar 24,1% dari seluruh anggaran belanja, diikuti oleh anggaran belanja barang dan jasa (16,5%) dan belanja
35
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 modal (16,1%). Hal ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk terus meningkatkan belanja modal yang berdampak langsung kepada pertumbuhan ekonomi daerah (Grafik 2.11).
Grafik 2.10 Pangsa Anggaran Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara 2017
Belanja Lainnya; 43.1%
34%
28%
72% 66%
Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung
2016
2017
Belanja pegawai; 24.2%
Belanja Modal; 16.1%
Belanja Barang dan Jasa; 16.5%
Sumber Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah Grafik 2.11 Pangsa Anggaran Belanja APBD Pemprov Sumatera Utara 2017
Sumber Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara, diolah Tabel 2.1.5 Anggaran Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017
URAIAN APBD P 2016 APBD 2017 % Perubahan BELANJA DAERAH 10.181 13.035 28,0% BELANJA TIDAK LANGSUNG 7.339 8.661 18,0% Belanja Pegawai 1.298 3.037 134,0% Belanja Hibah 3.075 3.620 17,7% Belanja Bantuan Sosial Belanja Bagi Hasil Kepada Kabupaten/Kota 2.775 1.982 -28,6% Belanja Bantuan Keuangan Kepada Kabupaten/Kota 179 2 -98,6% dan Pemerintahan Desa Belanja Tidak Terduga 11 19 73,5% BELANJA LANGSUNG 2.842 4.373 53,9% Belanja Pegawai 172 122 -29,0% Belanja Barang dan Jasa 1.504 2.154 43,2% Belanja Modal 1.166 2.097 79,9%
Surplus/Defisit dan Pembiayaan Defisit pada APBD Provinsi Sumatera Utara 2017 dianggarkan sebesar Rp864,1 miliar atau sebesar -7,1% dari total pendapatan. Untuk membiayai defisit tersebut, dianggarkan pembiayaan daerah sebesar Rp864,1 miliar yang terdiri atas penerimaan pembiayaan berupa SiLPA tahun sebelumnya sebesar Rp942,1 miliar serta pengeluaran pembiayaan dalam bentuk
penyertaan modal/investasi sebesar Rp78 miliar. Rasio SiLPA tahun sebelumnya terhadap total belanja daerah tahun 2017 adalah sebesar 7,2%. Sedangkan SiLPA tahun 2017 diperkirakan akan nihil. Dengan meningkatnya belanja modal dan nihilnya SiLPA 2017 diharapkan penggunaan budget untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat akan semakin optimal.
36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
2.4 Realisasi APBN di Sumatera Utara Triwulan IV 2016 Tabel 2.1.6 Anggaran dan Realisasi Belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2015-2016
2015 URAIAN
2016
PAGU REALISASI PAGU REALISASI (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pagu (Miliar Rp) (Miliar Rp) % Pagu
BERDASARKAN JENIS BELANJA Belanja Pegawai 7.113 7.088 99,7% Belanja Barang 5.894 5.088 86,3% Belanja Modal 7.173 6.095 85,0% Belanja Bantuan Sosial 774 722 93,3% BERDASARKAN FUNGSI Agama 260 211 81,4% Ekonomi 7.760 6.720 86,6% Kesehatan 850 696 81,9% Ketertiban dan Keamanan 1.469 1.433 97,5% Lingkungan Hidup 373 320 85,7% Pariwisata dan Budaya 50 40 79,1% Pelayanan Umum 3.650 3.428 93,9% Pendidikan 3.944 3.668 93,0% Perlindungan Sosial 73 70 97,1% Pertahanan 2.029 1.934 95,3% Perumahan dan Fasilitas Umum 496 473 95,3% TOTAL 20.953 18.994 90,6% Sumber : Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara
Anggaran belanja APBN di Sumatera Utara tahun 2016 sebesar Rp19,3 triliun, atau turun 7,7% dibandingkan tahun 2015. Penurunan terbesar terjadi pada belanja modal. Pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah anggaran APBN untuk dibelanjakan di Sumatera Utara. Belanja digunakan untuk membiayai gaji pegawai kementerian atau instansi pemerintah pusat yang berada di Sumatera Utara dan proyekproyek infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Dibandingkan tahun 2015, anggaran belanja pegawai meningkat sebesar 5,8% dan belanja barang meningkat 2%. Sementara belanja modal dan bantuan sosial menurun masing-masing sebesar -20,1% dan -91,7%.
7.523 6.009 5.734 64
7.485 4.951 3.994 62
99,5% 82,4% 69,6% 96,0%
343 6.421 1.226 3.196 344 4 1.074 3.817 47 2.255 605 19.330
313 4.512 946 3.131 271 3 976 3.680 45 2.082 532 16.491
91,4% 70,3% 77,2% 98,0% 78,7% 80,3% 90,9% 96,4% 95,8% 92,4% 88,0% 85,3%
Berdasarkan fungsinya, belanja APBN di Sumatera Utara terpusat pada fungsi ekonomi (pangsa 33,2%), fungsi pendidikan (pangsa 19,7%) dan fungsi ketertiban dan keamanan (pangsa 16,5%). Hal ini mencerminkan besarnya komitmen pemerintah pusat untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas sumber daya manusia di Sumatera Utara. Realisasi belanja APBN di Sumatera Utara hingga triwulan IV 2016 sebesar 85,3%6, lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai sebesar 90,6% dari pagunya (Tabel 2.7). Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai yang merupakan belanja rutin mencatat realisasi
37
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 terbesar yaitu 99,5%7 dari pagunya, sedikit lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya (99,7%). Belanja modal merupakan belanja dengan realisasi terendah yakni 69,6%, jauh lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang terealisasi 85%. Anggaran belanja barang juga terealisasi lebih rendah yaitu 82,4%. Hanya belanja bantuan sosial yang menunjukkan peningkatan dari sebelumnya 93,3% menjadi 96%. Realisasi belanja yang lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya baik secara nominal maupun terhadap pagunya didorong oleh rendahnya belanja modal terutama berupa tanah, jalan, irigasi dan jaringan. Belanja modal tanah hanya terealisasi 60% senilai Rp165,5 miliar dari pagu sebesar Rp276 miliar, sedangkan belanja modal jalan, irigasi dan jaringan hanya terealisasi 65,6% senilai Rp2,7 triliun dari anggaran sebesar Rp4,2 triliun. Lebih rendahnya kinerja realisasi belanja modal juga tercermin dari lebih rendahnya pertumbuhan investasi (PMTB) pada struktur PDRB Sumatera Utara. Investasi Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 tumbuh 4,1% (yoy), lebih rendah dari triwulan yang sama tahun sebelumnya (4,2%, yoy) maupun triwulan III 2016 (4,4%, yoy).
Kondisi ini diduga selain terdampak oleh penghematan yang dilakukan oleh pemerintah pusat di tengah terbatasnya penerimaan negara melalui pajak, juga diakibatkan oleh masih terkendalanya pembebasan lahan. Namun demikian kemajuan fisik pembangunan infrastruktur yang dibiayai oleh APBN seperti Jalan Tol Trans Sumatera Medan-Binjai dan Jalan Tol Medan-Tebing Tinggi cukup menggembirakan (on track), sebesar 65%. Demikian pula halnya dengan pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung yang sudah terealisasi 66% dan jalur kereta api Medan – Binjai sebesar 75%. Berdasarkan fungsinya, realisasi belanja APBN terbesar dicapai oleh fungsi ketertiban dan keamanan (98,0% dari pagunya) yang merupakan pengeluaran rutin untuk menjaga ketertiban dan keamanan di masyarakat. Pengeluaran tertinggi berikutnya adalah belanja fungsi pendidikan (96,4% dari pagunya). Realisasi belanja beberapa fungsi cenderung lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya, yakni fungsi ekonomi, kesehatan, lingkungan hidup, pelayanan umum, perlindungan sosial, pertahanan, dan perumahan dan fasilitas umum. Sementara belanja fungsi agama, ketertiban dan keamanan, pariwisata dan budaya serta pendidikan meningkat, sejalan dengan program pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan pengembangan pariwisata di Sumatera Utara.
38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Tabel 2.1.7 Anggaran Belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016-2017 2016 URAIAN
2017
PAGU (Miliar Rp)
PAGU (Miliar Rp)
7.523 6.009 5.734 64
9.638 5.954 6.142 68
28,1% -0,9% 7,1% 5,7%
343 6.421 1.226 3.196 344 4 1.074 3.817 47 2.255 605 19.330
441 6.996 1.093 2.814 352 13 831 4.023 45 4.730 465 21.803
28,5% 9,0% -10,8% -11,9% 2,3% 227,5% -22,6% 5,4% -3,1% 109,8% -23,2% 12,8%
BERDASARKAN JENIS BELANJA Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bantuan Sosial BERDASARKAN FUNGSI Agama Ekonomi Kesehatan Ketertiban dan Keamanan Lingkungan Hidup Pariwisata dan Budaya Pelayanan Umum Pendidikan Perlindungan Sosial Pertahanan Perumahan dan Fasilitas Umum TOTAL
2.5 APBN 2017 di Sumatera Utara Anggaran belanja APBN di Sumatera Utara tahun 2017 tercatat sebesar Rp21,8 triliun, meningkat 12,8% dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp19,3 triliun (Tabel 2.8). Peningkatan terbesar terjadi pada belanja pegawai. Berdasarkan jenisnya, belanja pegawai yang merupakan belanja rutin masih menempati urutan pertama dengan pangsa 44,2% atau sebesar Rp9,6 triliun. Belanja pegawai meningkat 28,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Sejalan dengan APBD Pemprovsu yang meningkatkan porsi belanja modal, belanja APBN di Sumatera Utara juga mencerminkan konsistensi pemerintah untuk meningkatkan pembangunan berbagai infrastruktur dasar. Belanja modal meningkat 7,1% dibandingkan tahun sebelumnya. Kondisi ini mengakibatkan belanja modal kini menempati tempat kedua setelah belanja pegawai, dari sebelumnya di tempat ketiga setelah belanja barang.
% Perubahan
Berdasarkan fungsinya, belanja APBN di Sumatera Utara masih terpusat pada belanja fungsi ekonomi (pangsa 32,1%), fungsi pertahanan (21,7%) dan fungsi pendidikan (18,5%). Alokasi anggaran ekonomi yang sangat besar menggambarkan besarnya komitmen pemerintah pusat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan infrastruktur. Untuk mendukung 3 program prioritas nasional yakni ketahanan air/pangan, konektivitas dan perumahan permukiman, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat mendapat alokasi dana APBN sebesar Rp105,6 triliun. Dari dana tersebut, Sumatera Utara mendapat alokasi sebesar Rp3,3 triliun. Sebagai bagian dari ketahanan air/pangan, anggaran tersebut akan digunakan untuk membangun waduk baru di Lau Simeme, pembangunan jaringan irigasi seluas 0,35 juta ha, rehabilitasi dan peningkatan jaringan irigasi seluas 0,34 juta ha, dan pembangunan irigasi tambak seluas 26 ribu ha. Sementara itu untuk meningkatkan konektivitas, pemerintah akan melanjutkan pembangunan tol trans Sumatera, pembangunan jalan tol Medan-Kuala Namu, dan penataan bangunan kawasan strategis di kawasan destinasi wisata Danau Toba.
39
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
Inflasi Sumatera Utara pada tahun 2016 tercatat sebesar 6,3% (yoy), lebih tinggi dari sasaran yang telah ditetapkan. Selain itu, angka ini lebih tinggi dari realisasi inflasi nasional sebesar 3,2% (yoy) dan inflasi 2015 yang mencapai 3,3% (yoy). Tingginya angka inflasi tersebut terutama disebabkan oleh tekanan volatile food khususnya komoditas cabai merah. Gangguan produksi akibat bencana Gunung Sinabung dan gangguan Organisme Penganggu Tanaman (OPT) menyebabkan pasokan menurun. Selain itu, tekanan inflasi juga disebabkan oleh inflasi administered prices. Pada 2016 pemerintah menetapkan kenaikan tarif untuk beberapa komoditas diantaranya cukai rokok, biaya perpanjangan STNK, tarif listrik, dan BBM. Sementara, kelompok inti masih cenderung stabil seiring dengan terjaganya ekspektasi masyarakat, baik di level konsumen maupun pedagang. Sementara itu, tekanan inflasi terkait dengan perbaikan daya beli masyarakat diimbangi dengan dampak nilai tukar yang cenderung apresiatif. Sejalan dengan upaya untuk menjaga stabilitas inflasi, program pengendalian inflasi terus dilaksanakan secara intensif. TPID se-Provinsi Sumatera Utara terus melakukan langkah-langkah pengendalian sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 41
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
3.1Kondisi Umum Sumatera Utara menutup tahun 2016 dengan inflasi sebesar 6,3% (yoy). Angka ini lebih tinggi baik dari capaian inflasi nasional sebesar 3,2% (yoy), maupun inflasi 2015 yang mencapai 3,3% (yoy). Inflasi yang cukup tinggi di 2016 sudah mulai terlihat sejak awal tahun. Meskipun sempat mengalami penurunan pada triwulan kedua, indeks kembali menunjukkan tren naik pada triwulan selanjutnya (Grafik 2.1). Dengan perkembangan tersebut, inflasi Sumatera Utara di 2016 berada jauh di atas sasaran inflasi nasional yang sebesar 4±1%.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional
Faktor utama yang menyebabkan realisasi inflasi 2016 lebih tinggi dibanding 2015 adalah peningkatan tekanan inflasi volatile food dan administered prices. Harga komoditas bumbubumbuan terutama cabai merah yang melonjak cukup tajam telah memberikan andil kepada inflasi akhir tahun 2016 sebesar 2,56% yoy. Peningkatan harga tersebut terutama dipengaruhi oleh berkurangnya pasokan pasca erupsi gunung sinabung. Selain itu, tekanan administered prices di tahun 2016 masih cukup tinggi dikarenakan kebijakan kenaikan tarif beberapa komoditas seperti cukai rokok di awal tahun, kenaikan TTL di akhir tahun dan fluktuasi harga BBM.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara
Secara triwulanan, peningkatan tekanan inflasi pada triwulan IV didominasi oleh kelompok inflasi non fundamental terutama Volatile Foods. Belum pulihnya kondisi pertanian akibat erupsinya Gunung Sinabung mendorong menurunnya pasokan cabai merah di pasaran sehingga menyebabkan melonjaknya tekanan inflasi pada triwulan IV 2016. Cabai merah tercatat sebagai komoditas penyumbang inflasi bulanan tertinggi selama 2 periode berturutturut. Tekanan inflasi juga bersumber dari komoditas daging ayam ras. Adanya kenaikan harga day old chick (DOC) pada Agustus 2016 mendorong adanya kenaikan harga daging ayam ras. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok Administered Prices maupun inti relatif mereda. Peningkatan tekanan inflasi hanya terjadi di Kota Medan, sementara tekanan inflasi di kota lainnya justru mereda. Inflasi Kota Medan tercatat meningkat dari 6,13% (yoy) menjadi 6,60% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi ini terutama didorong oleh kenaikan harga komoditas cabai merah dari 155,9% (yoy) menjadi 183,1% (yoy). Sementara itu, tekanan inflasi di kota SBH lainnya justru relatif menurun meski inflasi di Kota Sibolga merupakan yang tertinggi yang mencapai 7,39% (yoy). Di Kota Pematangsiantar dan Kota Padangsidimpuan tekanan inflasi masih berada pada kisaran sasaran inflasi (4±1%), yaitu masing-masing mencapai 4,76% (yoy) dan 4,28% (yoy).
INFLASI BULANAN (% mtm) PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Oktober 2016
November 2016
Desember 2016
1,0%
0,8%
0,2%
Mencermati dinamika inflasi bulanan, stabilitas inflasi Sumatera Utara masih perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut. Pada bulan Oktober 2016 realisasi inflasi Sumatera Utara cukup tinggi mencapai 1,0% (mtm). Realisasi ini jauh diatas inflasi nasional yang tercatat 0,1% (mtm) maupun pola historisnya dalam 3 tahun terakhir. Peningkatan tekanan inflasi ini terutama didorong oleh kenaikan harga cabai merah yang memberikan sumbangan tekanan inflasi sebesar 1,0% (mtm) seiring dengan masih minimnya pasokan cabai merah di pasaran. Selain itu, tekanan inflasi juga bersumber dari komoditas daging ayam ras. Adanya kenaikan harga day old chick (DOC) pada Agustus lalu mendorong kenaikan harga daging ayam ras. Komoditas ini memberikan sumbangan sebesar 0,1% (mtm) dengan besar kenaikan harga sebesar 6,9% (mtm). Tabel 3.3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan IV 2016 di Sumatera Utara Okt-16 Kontribusi (%, Kontribusi No. Komoditas (%, yoy) yoy) (%, yoy) 1 Cabai Merah 295.0 3.0 1 Bawang Merah 33.8 0.2 2 Daging Ayam Ras 18.2 0.2 2 Emas Perhiasan 9.4 0.1 3 Tarip Listrik 2.3 0.1 3 Kentang 83.7 0.2 Nov-16 Kontribusi (%, Kontribusi No. Komoditas (%, yoy) No. Komoditas (%, yoy) yoy) (%, yoy) 1 Cabai Merah 328.4 3.5 1 Dencis 1.4 0.0 2 Upah Pembantu 4.7 0.1 2 Daging Ayam Ras 8.8 0.1 3 Cabai Rawit 85.5 0.1 3 Kentang 68.4 0.2 Des-16 Kontribusi (%, Kontribusi No. Komoditas (%, yoy) No. Komoditas (%, yoy) yoy) (%, yoy) 1 Daging Ayam Ras 4.2 0.0 1 Cabai Merah 169.5 2.6 2 Dencis 3.3 0.0 2 Kentang 43.1 0.1 3 Tarip Pulsa Ponsel 3.7 0.1 3 Bawang Merah -4.4 0.0
No.
Komoditas
(%, yoy)
Sumber BPS
Tingginya tekanan inflasi masih terus berlanjut. Pada bulan November 2016, inflasi IHK tercatat sebesar 0,8% (mtm). Kenaikan harga ini disebabkan oleh masih berlanjutnya kelangkaan pasokan komoditas cabai merah di pasaran Sumatera Utara. Di tengah tingginya permintaan, pasokan cabai merah masih mengalami gangguan sehingga pada bulan November inflasi
cabai merah mencapai 328,4% (yoy) dan memberi andil inflasi sebesar 3,5% (yoy). Realisasi ini jauh diatas inflasi nasional yang tercatat 0,47% (mtm) atau 3,58% (yoy) maupun pola historisnya dalam 3 tahun terakhir yang mencapai rata-rata 0,4% (mtm). Di bulan November 2016, gangguan produksi tanaman pangan dan hortikultura belum dapat diatasi. Kondisi ini disebabkan oleh dampak virus kuning yang menyebabkan gagal panen mayoritas lahan tanam di Kabupaten Batubara, sentra utama produksi cabai merah Sumatera Utara. Total luas lahan cabai merah yang terpapar gangguan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) ini adalah ±1.300 Ha sehingga menyebabkan pasokan turun sekitar 50%. Di sisi lain, erupsi Gunung Sinabung yang masih terus berlanjut juga mengganggu pasokan hortikultura dari wilayah Karo. Memasuki akhir tahun 2016, tekanan inflasi Sumatera Utara mulai mereda. Realisasi inflasi Sumatera Utara tercatat 0,2% (mtm), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata realisasi inflasi bulan Desember dalam 3 tahun terakhir. Meredanya tekanan inflasi terutama didukung oleh menurunnya tekanan inflasi non fundamental yaitu pada Volatile Food seiring dengan mulai membaiknya pasokan di pasaran akibat intensifnya perdagangan antar wilayah, terutama kawasan Jawa. Tekanan inflasi Volatile Foods pada bulan Desember 2016 menurun tajam dari 2,0% (mtm) pada bulan November 2016 menjadi sebesar 0,1% (mtm). Kondisi ini sejalan dengan menurunnya tekanan inflasi dari kelompok bumbu-bumbuan dari 13,4% (mtm) menjadi 6,8% (mtm). Penurunan inflasi pada kelompok bumbu-bumbuan yang sangat signifikan tersebut terutama terjadi pada komoditas cabai merah yaitu dari 0,6% (mtm) pada bulan sebelumnya, menjadi -0,4% (mtm). Mengawali tahun 2017, inflasi Provinsi Sumatera Utara meningkat dalam level yang
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 43
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 terkendali. Realisasi inflasi Sumatera Utara tercatat 0,5% (mtm), lebih rendah dibandingkan rataannya dalam 3 tahun terakhir. Kondisi tersebut didorong oleh menurunnya tekanan inflasi kelompok Volatile Foods seiring dengan mulai membaiknya kondisi pasokan pangan. Sementara itu, inflasi terutama terjadi pada inflasi Administered Prices seiring dengan kebijakan pemerintah untuk kembali melakukan realokasi subsidi tepat sasaran untuk tarif listrik serta penyesuaian biaya perpanjangan STNK. Inflasi inti juga meningkat berkaitan dengan membaiknya daya beli masyarakat seiring dengan berlanjutnya perbaikan harga komoditas internasional. Secara spasial, peningkatan tekanan inflasi terjadi hampir merata di keempat kota IHK. Dengan mencermati perkembangan inflasi pada awal tahun 2017, tekanan inflasi pada triwulan I 2017 diperkirakan mulai menurun. Membaiknya kondisi pasokan pangan di pasaran seiring dengan masuknya periode panen raya komoditas tanaman pangan mendorong kembali rendahnya turut akomodatif dalam kembali rendahnya capaian inflasi pada triwulan I 2017. Namun demikian, tantangan pengendalian inflasi ke depan masih ada. Berkaitan dengan hal tersebut, program pengendalian inflasi akan tetap dilaksanakan secara intensif oleh TPID seProvinsi Sumatera Utara. TPID se-Provinsi Sumatera Utara terus melakukan langkahlangkah pengendalian sesuai roadmap jangka pendek dan menengah TPID, dengan fokus pada upaya menjamin pasokan dan distribusi, khususnya berbagai bahan kebutuhan pokok, dan menjaga ekspektasi inflasi.
3.2 Perkembangan Inflasi Non Fundamental Peningkatan tekanan inflasi Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 lebih banyak diwarnai oleh dinamika inflasi yang bersifat non
fundamental yang bersifat sementara. Tekanan inflasi yang berasal dari faktor non fundamental menunjukkan peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya, terutama inflasi Volatile Food. Sementara itu, tekanan inflasi Administered Prices justru relatif mereda.
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan
Kontribusi tekanan inflasi dari kelompok Volatile Foods masih menjadi pendorong utama dinamika inflasi Sumatera Utara pada triwulan IV 2016. Peningkatan tekanan inflasi ini terutama disumbang oleh peningkatan tekanan inflasi komoditas cabai merah akibat semakin tipisnya pasokan dipasaran seiring dengan perbaikan kondisi lahan pertanian pasca gangguan organisme pengganggu tanaman (OPT) serta anomali cuaca. Tingginya kebutuhan akan produk subtitusi seiring dengan mahalnya harga cabai merah juga turut mendorong peningkatan harga cabai rawit di pasaran. Dengan demikian, subkelompok bumbu-bumbuan tercatat meningkat dari 83,5% (yoy) pada Triwulan III2016 menjadi 88,5% (yoy).
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 3.4 Disagregi Inflasi Volatile Foods
Tekanan inflasi juga turut disumbang oleh subkelompok daging dan hasil-hasilnya yang tercatat meningkat dari -0,5% (yoy) menjadi 4,7%
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 (yoy). Komoditas yang mendorong peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok ini adalah daging ayam ras seiring dengan meningkatnya harga day old chicken (DOC) pada bulan Agustus lalu. Dengan demikian, tekanan inflasi komoditas daging ayam ras meningkat dari -3,4% (yoy) menjadi 4,2% (yoy). Belum membaiknya cuaca juga turut mendorong peningkatan tekanan inflasi dari kelompok ikan segar. Cuaca buruk yang melanda Sumatera Utara menyebabkan nelayan enggan melaut sehingga menyebabkan pasokan ikan segar di pasaran menurun di tengah masih tingginya permintaan masyarakat. Dengan demikian, tekanan inflasi ikan segar naik dari 3,0% (yoy) menjadi 4,3% (yoy). Meskipun demikian, tekanan inflasi subkelompok padi-padian menurun dari 1,66% (yoy) menjadi 1,47% (yoy). Penurunan tekanan inflasi pada subkelompok ini terutama didorong oleh tekanan inflasi pada komoditas beras yang menurun dari 1,06% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 1,47% (yoy). Potensi peningkatan tekanan inflasi beras akibat anomali cuaca telah diantisipasi dengan baik oleh TPID Provinsi Sumatera Utara yang tercermin dari stok beras BULOG yang masih prima memasuki triwulan IV 2016.
Sumber: BULOG
Grafik 3.5 Stok Beras Bulog
Selain itu, intensifnya operasi pasar terkait dengan melambungnya harga sayur mayur terutama kentang mendukung meredanya tekanan inflasi dari kelompok sayur-sayuran dari 17,9% (yoy) menjadi 15,9% (yoy). Pasokan kentang yang terkendala erupsi Gunung Sinabung pada triwulan III lalu ditanggapi dengan
baik oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah Sumatera Utara dengan melakukan operasi pasar komoditas kentang sehingga tekanan inflasi komoditas ini dapat menurun tajam dari 112,1% (yoy) menjadi 43,1% (yoy). Memasuki awal tahun 2017, tekanan inflasi kelompok Volatile Foods kembali menurun dari 13,2% (yoy) menjadi 10,1% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terutama didorong oleh kembali membaiknya pasokan pangan di pasaran terutama untuk komoditas tanaman pangan dan hortikultura. Primanya kondisi pasokan pangan diperkirakan terus berlanjut hingga mendorong penurunan tekanan inflasi pada keseluruhan triwulan I 2017. Sementara itu, rendahnya tekanan inflasi kelompok Administered Prices mampu menahan lonjakan tekanan inflasi. Pada triwulan IV 2016, inflasi kelompok ini tercatat sebesar 1,1% (yoy), menurun dibanding triwulan sebelumnya (1,6% yoy). Penurunan tekanan inflasi Administered Prices pada triwulan IV juga mampu menahan lonjakan tekanan inflasi yang lebih tinggi. Kenaikan harga rokok lebih rendah dari triwulan sebelumnya seiring dengan mulai berkurangnya dampak dari penyesuaian tarif cukai rokok. Sementara itu, seiring dengan tren harga minyak bumi yang relatif meningkat, penyesuaian tarif listrik dan bahan bakar non subsidi menahan penurunan tekanan inflasi kelompok Administered Prices lebih lanjut. Pada bulan Januari 2017, tekanan inflasi kelompok Administered Prices kembali meningkat menjadi 2,4% (yoy). Peningkatan tekanan tekanan inflasi pada kelompok Administered Prices terutama didorong oleh kebijakan pemerintah untuk melakukan penyaluran subsidi listrik tepat guna dan tepat sasaran. Dengan demikian, tekanan inflasi kelompok Administered Prices diperkirakan kembali meningkat pada triwulan I 2017.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 45
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
3.3 Perkembangan Inflasi Fundamental Tekanan inflasi inti pada triwulan IV 2016 relatif mereda dari 5,8% (yoy) menjadi 5,3% (yoy). Penurunan tekanan inflasi inti ditopang oleh minimalnya dampak imported inflation dan stabilitas nilai tukar serta pemulihan permintaan yang masih bisa direspon oleh sisi penawaran. Masih relatif tingginya permintaan masyarakat tercermin dari perkembangan indeks keyakinan konsumen yang relatif membaik. Dari sisi komponennya, penurunan tekanan inflasi inti didorong oleh mulai normalnya harga gula pasir di pasaran seiring dengan turunnya permintaan masyarakat, menurunnya tekanan inflasi emas perhiasan akibat penurunan harga emas global dan menurunnya harga komoditas sandang seiring dengan meriahnya pesta diskon akhir tahun. Sementara itu, ekspektasi masyarakat relatif terkelola dengan baik.
Grafik 3.6 Ekspektasi Inflasi
Meski moderat dan terkendali, tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 terutama berasal dari penyesuaian UMP Provinsi Sumatera Utara yang meningkat sebesar 8,25% dibandingkan UMP tahun lalu, diperkirakan mendorong peningkatan upah pembantu rumah tangga hingga 2,5%. Kondisi ini juga turut meningkatkan antisipasi pelaku usaha di bidang industri dalam menyiasati peningkatan biaya overhead dengan melakukan penyesuaian harga jual consumer goods. Selain itu, permintaan akan semen yang tinggi menjelang penyelesaian proyek infrastruktur baik pemerintah pusat maupun daerah juga turut berkontribusi dalam peningkatan harga semen.
Tekanan inflasi inti juga masih didorong oleh kembali berlanjutnya perbaikan harga komoditas perkebunan unggulan seperti CPO, karet dan kopi sehingga daya beli masyarakat kembali prima. Sementara itu, komoditas yang berkontribusi dalam stabilnya tekanan inflasi inti pada periode laporan adalah gula pasir. Setelah sempat naik pada periode puncak permintaan gula pasir akibat bulan Ramadhan -yang umumnya diramaikan dengan makanan khas sarat gulapada triwulan III 2016, harga gula saat ini kembali stabil dan cenderung mengalami deflasi. Selain itu, kembali normalnya pasokan seiring dengan kondusifnya aktivitas panen dan giling gula pasir di beberapa sentra produksi menyebabkan harga kembali normal. Sementara itu, komoditas emas juga mengalami penurunan harga. Selain itu, rendahnya inflasi inti juga disebabkan pengaruh rendahnya harga minyak. Pertumbuhan harga minyak yang terus menurun sejak 2010 berpengaruh pada penurunan harga barang impor dan inflasi inti. Penurunan harga minyak langsung berpengaruh pada penurunan harga barang impor. Sama dengan harga minyak, nilai tukar yang menguat sejak akhir 2015 menyebabkan penurunan inflasi inti di 2016. Nilai tukar berpengaruh secara langsung terhadap perkembangan harga barang impor. Memasuki awal triwulan I 2017 tekanan inflasi inti Sumatera Utara cenderung stabil pada level 5,4% (yoy). Stabilitas nilai tukar yang terjaga dan ekspektasi inflasi yang semakin terkelola dengan baik mendukung meredanya tekanan inflasi ini. Namun demikian, jika dibandingkan dengan bulan sebelumnya inflasi inti bulan Januari 2017 tercatat sebesar 0,6% (mtm) meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 0,2% (mtm). Peningkatan inflasi inti tersebut mencerminkan adanya indikasi perbaikan daya beli masyarakat sejalan dengan perbaikan ekonomi Sumatera Utara, seiring dengan peningkatan harga komoditas global. Di sisi lain, frekuensi aktivitas komunikasi yang masih tinggi selama liburan
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 awal tahun dan perayaan Imlek diduga mendorong peningkatan tarif pulsa ponsel. Sementara itu, ekspektasi inflasi baik di level konsumen maupun pedagang relatif terjaga.
Grafik 3.7 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
Apresiasi nilai tukar yang terus berlanjut ditengah mulai kembali menurunnya harga komoditas perkebunan diperkirakan menggiring kembali menurunnya tekanan inflasi inti pada triwulan I 2017. Dengan demikian, penurunan tekanan inflasi secara umum juga dapat turut tercapai.
3.4 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Dinamika inflasi Sumatera Utara dipengaruhi oleh kelompok bahan makanan, makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar, serta kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan. Keempat kelompok tersebut memiliki bobot 83% terhadap pembentukan inflasi di Sumatera Utara. Peningkatan tekanan inflasi di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 terutama didorong oleh meningkatnya tekanan inflasi subkelompok bahan makanan serta perumahan, air, gas dan bahan bakar. Sementara itu, tekanan inflasi subkelompok lainnya relatif menurun. Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Kelompok Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bhn Bakar Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi & Olahraga Transpor, Komunikasi & Jasa Keuangan Umum
2015 IV 4.4 6.2 4.0 4.0 6.0 5.9 -2.8 3.3
2016 I II III IV Arah 14.8 5.4 12.5 14.9 10.8 11.9 13.5 11.9 3.0 1.6 1.9 2.5 4.8 6.3 7.2 2.8 4.9 4.7 4.5 4.8 6.0 6.5 4.5 4.1 1.8 -1.1 -2.0 -1.8 7.2 4.3 6.0 6.3
Sumber : BPS, diolah
3.4.1 Kelompok Bahan Makanan Kelompok bahan makanan merupakan kelompok dengan peningkatan tekanan inflasi tertinggi pada triwulan IV 2016, yaitu dari 12,5% (yoy) menjadi 14,9% (yoy). Lonjakan tekanan inflasi dari kelompok bahan makanan terutama didorong oleh subkelompok bumbu-bumbuan yang meningkat dari 8,8% (yoy) menjadi 83,5% (yoy). Lebih spesifik, peningkatan tekanan inflasi ini terutama didorong oleh kenaikan harga cabai merah. Masih belum pulihnya produksi cabai merah seiring dengan masih belum kondusifnya cuaca yang semakin didukung oleh kembali tidak stabilnya kondisi Gunung Sinabung menyebabkan tipisnya pasokan cabai merah di pasaran. Meskipun demikian, tekanan harga cabai merah mulai kembali pulih memasuki bulan Desember 2016 seiring dengan mulai masuknya pasokan cabai merah dari kawasan Jawa. Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kelompok BAHAN MAKANAN Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya Daging dan Hasil-hasilnya Ikan Segar Ikan Diawetkan Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan Bumbu-bumbuan Lemak dan Minyak Bahan Makanan Lainnya
2015 IV
2016 I
II
4.2 14.8 5.4 10.3 7.7 6.3 10.7 12.4 9.8 1.5 0.3 -0.9 4.3 2.5 0.6 7.5 7.9 4.6 1.5 10.6 15.0 3.6 8.3 11.2 7.6 4.9 1.8 -5.3 101.2 8.8 -2.3 -2.3 -1.5 4.3 6.5 9.5
III 12.5 1.7 -0.5 3.0 0.7 3.1 17.6 8.9 -0.8 83.5 5.0 9.9
Arah
Andil (yoy) 2.9 0.1 0.0 0.2 0.0 0.1 0.4 0.0 0.0 2.0 0.1 0.0
Sumber: BPS, diolah
Peningkatan tekanan inflasi subkelompok bahan makanan juga di dorong oleh kenaikan harga komoditas ikan segar. Pasokan ikan segar di pasaran kembali menurun seiring dengan banyaknya nelayan yang tidak melaut akibat tingginya gelombang laut yang pada umumnya terjadi sejak akhir tahun hingga menjelang perayaan Tahun Baru Imlek. Pola konsumsi masyarakat di Sumatera Utara yang lebih memilih ikan segar dibandingkan dengan ikan yang diawetkan maupun ikan kalengan menyebabkan permintaan masyarakat akan ikan segar juga relatif tinggi sebagai produk substitusi daging sapi dan daging ayam ras yang masih relatif tinggi.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 47
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Di tengah harga daging sapi yang relatif tinggi, preferensi masyarakat akan daging ayam ras kembali meningkat menyambut HBKN dan persiapan perayaan tahun baru 2017. Adanya kenaikan harga day old chicken (DOC) pada bulan Agustus lalu juga kembali mendorong peningkatan harga ayam ras pada triwulan IV 2016. Adanya perayaan HBKN dan persiapan tahun baru juga turut mendorong peningkatan permintaan minyak goreng sehingga mendorong peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok lemak dan minyak. Sementara itu, tekanan inflasi pada subkelompok sayur mayur justru relatif mereda meski Gunung Sinabung kembali erupsi pada November 2016. Inflasi subkelompok sayur-sayuran menurun dari 17,6% (yoy) menjadi 16,0% (yoy). Komoditas sayuran terutama kentang menjadi salah satu komoditas yang menjadi prioritas dalam kegiatan operasi pasar yang dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah Sumatera Utara, sementara program revitalisasi lahan pertanian pasca erupsi Gunung Sinabung masih terus diupayakan. Tekanan inflasi subkelompok padi-padian justru mereda, yaitu dari 1,66% (yoy) menjadi 1,47% (yoy). Penurunan tekanan inflasi pada subkelompok ini terutama didorong oleh tekanan inflasi pada komoditas beras yang menurun dari 1,06% (yoy) pada triwulan III 2016 menjadi 1,47% (yoy). Potensi peningkatan tekanan inflasi beras akibat anomali cuaca telah diantisipasi dengan baik oleh TPID Provinsi Sumatera Utara yang tercermin dari stok beras BULOG yang masih prima memasuki triwulan IV 2016. 3.4.2
Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Meski tekanan inflasi subkelompok bahan makanan meningkat tajam, namun hal tersebut tidak berdampak pada dinamika tekanan inflasi subkelompok makanan jadi. Tekanan inflasi subkelompok makanan jadi justru menurun dari 13,5% (yoy) menjadi 11,9% (yoy). Penurunan
tekanan inflasi pada subkelompok ini terutama didorong oleh meredanya tekanan inflasi yang bersumber dari tembakau seiring dengan menurunnya dampak lanjutan dari kenaikan cukai rokok yang terjadi pada triwulan III lalu. Dengan demikian, tekanan inflasi pada subkelompok tembakau dan minuman beralkohol menurun dari 21,5% (yoy) menjadi 15,3% (yoy). Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Kelompok
2015
2016
Arah
Andil (yoy)
IV
I
II
III
IV
6.4
10.7
11.9
13.5
11.9
1.8
3.2
7.1
7.9
9.4
9.5
0.8
Minuman yang Tidak Beralkohol
8.9
8.8
12.8
12.1
12.2
0.3
Tembakau dan Minuman Beralkohol
10.8
18.7
18.6
21.5
15.3
0.7
MAKANAN JADI Makanan Jadi
3.4.3
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 juga didorong oleh peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang meningkat dari 1,9% (yoy) menjadi 2,5% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi ini terutama didorong oleh peningkatan tekanan komoditas upah pembantu rumah tangga yang meningkat dari 1,9% (yoy) menjadi 3,5% (yoy). Peningkatan upah pembantu rumah tangga ini terjadi seiring dengan adanya perayaan HBKN yang diikuti dengan libur panjang sehingga penggantian asisten rumah tangga cukup marak terjadi akibat tidak kembalinya asisten rumah tangga ke tempat asal bekerja. Sementara itu, harga minyak dunia yang terus meningkat, mendorong kembali disesuaikannya tarif listrik untuk beberapa golongan, sehingga menyumbang tekanan pada inflasi. Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok
2015
2016
Arah
Andil (yoy)
IV
I
II
III
IV
4.1
3.0
1.6
1.9
2.5
0.6
3.8
4.3
3.5
3.2
3.0
0.3
Bahan Bakar, Penerangan dan Air
5.2
-0.6
-3.7
-2.1
-0.6
0.0
Perlengkapan Rumah Tangga
3.5
6.3
8.4
8.7
7.0
0.1
Penyelenggaraan Rumah Tangga
3.7
3.9
2.3
2.4
3.8
0.2
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB Biaya Tempat Tinggal
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 3.4.4
Kelompok Sandang
Seiring dengan masuknya periode year end sale maupun Christmas sale yang marak dilakukan di akhir tahun, tekanan inflasi kelompok sandang pada triwulan IV 2016 relatif menurun di seluruh komponen kelompok sandang. Hal ini juga ditopang oleh relatif meredanya permintaan masyarakat akan sandang seiring dengan terlewatinya hari raya Idul Fitri pada triwulan III 2016 lalu. Subkelompok sandang wanita serta barang pribadi dan sandang lain menjadi subkelompok dengan penurunan tekanan inflasi tertinggi. Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang Kelompok
2015
2016
Arah
Andil (yoy)
IV
I
II
III
IV
SANDANG Sandang Laki-Laki
4.0
4.8
6.3
7.2
2.8
0.2
3.9
2.7
2.4
4.3
-2.0
0.0
Sandang Wanita
6.8
10.1
11.0
8.8
5.1
0.1
Sandang Anak-Anak
3.3
3.5
5.1
5.5
1.9
0.0
Barang Pribadi dan Sandang Lain
2.1
3.4
7.3
10.4
6.5
0.1
3.4.5
Kelompok Kesehatan
Tekanan inflasi kelompok kesehatan relatif meningkat dari 4,5% (yoy) menjadi 4,8% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok ini terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok obat-obatan serta perawatan jasmani dan kosmetika. Kembali melemahnya nilai tukar Rupiah sepanjang triwulan IV seiring dengan belum stabilnya ekonomi dan politik global mendorong meningkatnya harga obat-obatan yang masih banyak dipenuhi melalui aktivitas impor. Begitu juga dengan harga produk perawatan jasmani dan kosmetika yang kembali meningkat seiring dengan meningkatnya biaya operasional perusahaan. Sementara itu, tekanan inflasi kelompok jasa kesehatan dan jasa perawatan jasmani relatif stabil.
3.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Tekanan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga pada triwulan IV 2016 relatif menurun dari 4,5% (yoy) menjadi 4,1% (yoy). Penurunan tekanan inflasi kelompok ini didorong oleh penurunan tekanan inflasi pada subkelompok perlengkapan pendidikan, rekreasi dan olahraga. Penurunan tekanan inflasi pada kelompok ini didorong dengan pelaksanaan tahun ajaran baru yang telah dilaksanakan pada triwulan III 2016. Dengan demikian, permintaan masyarakat akan barang maupun jasa pendidikan relatif menurun. Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok
2015
I
6.2 9.3
Kursus-Kursus / Pelatihan
2016
Arah
Andil (yoy)
I
II
III
IV
KESEHATAN Jasa Kesehatan
6.1
4.9
4.7
4.5
4.8
0.2
1.7
0.9
3.1
5.4
5.3
0.1
Obat-obatan
1.4
2.1
2.8
2.6
3.1
0.0
Jasa Perawatan Jasmani
8.8
2.4
6.0
6.2
6.3
0.0
Perawatan Jasmani dan Kosmetika
10.4
9.4
6.1
4.1
4.7
0.1
Arah
Andil (yoy)
II
III
IV
6.0
6.5
4.5
4.1
0.3
9.2
10.1
7.0
6.9
0.3
0.6
0.6
0.7
0.4
0.3
0.0
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan
3.9
4.3
4.2
1.6
1.2
0.0
Rekreasi
2.3
1.6
2.1
1.4
-0.1
0.0
Olahraga
3.3
0.7
0.8
0.9
0.5
0.0
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA Pendidikan
3.4.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Memasuki akhir tahun, tekanan inflasi kelompok transportasi, komunikasi dan jasa keuangan kembali meningkat, yaitu dari -2,0% (yoy) menjadi -1,8% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada kelompok ini didorong oleh peningkatan tekanan inflasi kelompok komunikasi dan pengiriman yang meningkat dari 0,6% (yoy) menjadi 2,1% (yoy). Tingginya kebutuhan komunikasi masyarakat mendorong peningkatan permintaan akan pulsa telepon seluler. Selain itu, melemahnya nilai tukar juga mendorong meningkatnya biaya operasional perusahaan. Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Kelompok
IV
2016
IV
Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan Kelompok
2015
2015
2016
Arah
Andil (yoy)
IV
I
II
III
IV
-2.8
1.8
-1.1
-2.0
-1.8
-0.3
-4.5
2.0
-2.0
-3.4
-3.3
-0.5
Komunikasi dan Pengiriman
0.1
0.1
0.1
0.6
2.1
0.1
Sarana dan Penunjang Transpor
7.9
3.5
3.8
4.1
3.4
0.1
Jasa Keuangan
0.0
1.5
1.6
1.6
1.6
0.0
TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN Transpor
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 49
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
3.5 Perbandingan Inflasi Antar Provinsi/Kota di Sumatera Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau Sumatera pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar 4,4% (yoy), di atas laju inflasi nasional sebesar 3,0% (yoy). Hampir keseluruhan provinsi di Sumatera mencatat laju inflasi di atas nasional kecuali Lampung dengan inflasi 2,8% (yoy) yang juga menjadi provinsi dengan capaian inflasi terendah se-Sumatera. Provinsi Bangka Beitung dan Provinsi Sumatera Utara tercatat sebagai Provinsi tertinggi pertama dan kedua secara nasional dengan masing-masing 6,8% (yoy) dan 6,3% (yoy).
Gambar 3.1 Sebaran Inflasi Sumatera
3.6 Upaya Pengendalian Inflasi Menghadapi risiko peningkatan tekanan inflasi yang ada, TPID Provinsi Sumatera Utara ke depannya akan memfokuskan diri dalam melakukan perbaikan fundamental, merencanakan tindakan pengendalian harga yang sistematis dan berkesinambungan. Beberapa program diantaranya meliputi: 1. Pembentukan BUMD pangan untuk stabilisasi harga, menjamin ketersediaan pasokan dan memangkas jalur distribusi. Dengan keberadaan BUMD pangan, Pemerintah dapat secara aktif melakukan sourcing, pembelian dan penyaluran ke pedagang eceran yang
langsung berhubungan ke konsumen sehingga beban yang harus dibayarkan oleh konsumen berkurang. Apabila dibutuhkan, BUMD pangan juga bisa melakukan sourcing ke provinsi lain untuk menambah pasokan di dalam provinsi serta membantu melakukan penjualan ke provinsi lain. Terdapat 2 BUMD pangan yang saat ini sedang dalam proses pembentukan, yaitu BUMD pangan Provinsi Sumut dan BUMD pangan Kabupaten Deli Serdang. 2. Pembuatan pasar induk provinsi dan pembenahan PD. Pasar Kota Medan. Saat ini Pemerintah Provinsi Sumut sedang dalam tahap perencanaan pembuatan pasar induk provinsi sekaligus sebagai tempat pemasaran yang bersinergi dengan BUMD pangan bentukan. Sementara pembenahan akan dilakukan untuk PD. Pasar Kota Medan yang dinilai saat ini masih penuh dengan praktek pungli. 3. Penguatan peran Toko Tani. Toko Tani di Sumatera Utara telah menjadi lokasi belanja beras murah bagi para masyarakat. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berencana untuk menambah cabang Toko Tani, serta melakukan perluasan wewenang dengan menambah komoditas lainnya.Toko Tani disini sekaligus berfungsi sebagai sarana pemasaran, yang menjembatani antara penjual dan konsumen akhir. 4. Perluasan area tanam dan peningkatan indeks tanam padi. Dinas Pertanian Sumatera Utara akan berkoordinasi untuk melakukan perluasan area tanam, khususnya untuk komoditas pangan strategis seperti cabai merah. Salah satunya, Deli Serdang, berkerja sama dengan Bank Indonesia, akan mendirikan klaster cabai merah dengan harapan dapat berfungsi sebagai buffer pasokan bagi Kota Medan. Selain itu, peningkatan indeks tanam melalui modernisasi dan penggunaan bibit unggul, juga terus diupayakan Dinas Pertanian untuk peningkatan produksi padi Sumatera Utara.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 5. Penguatan peran para penyuluh. Terjadinya serangan virus kuning pada paruh kedua tahun 2016 menjadi pelajaran berharga atas pentingnya peran para penyuluh dalam memberikan arahan bagi para petani sehingga kejadian serupa tidak terjadi kembali. 6. Perencanaan tanam dan kalender tanam yang terintegrasi dan akurat. Untuk menanggulangi kejadian overproduksi atau kurangnya volume panen, perencanaan tanam dan kalender tanam yang lebih akurat dan terintegrasi di level provinsi menjadi fokus utama TPID Provinsi Sumut. 7. Penjajakan kerjasama dengan distributor besar komoditas pangan. Melihat besarnya kemampuan para distributor pangan dalam menentukan harga, TPID Provinsi Sumut berencana melakukan pendekatan dan penyelarasan visi dengan distributor utama komoditas pangan, agar mereka menjadi bagian dalam pengendalian harga.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 51
Suplemen 2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Dinamika Harga Pangan Sumatera Utara 2016 Produksi tanaman pangan terkendala cuaca yang kurang bersahabat... Sepanjang tahun 2016, fluktuasi harga pangan di Sumatera Utara cukup tinggi, terutama untuk komoditas hortikultura dan sayur mayur. Anomali cuaca yang terjadi sepanjang tahun 2016 memukul produksi tanaman. Pada periode puncak produksinya, peralihan cuaca cukup ekstrem terjadi di Sumatera Utara terutama memasuki bulan Februari 2016. Terlalu tingginya curah hujan pada bulan Februari 2016 terutama pada daerah sentra produksi yang berpusat di daerah pantai timur menyebabkan tidak optimalnya produktivitas tanaman pangan serta mulai meluasnya wabah Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Terlalu tingginya curah hujan pada bulan Februari 2016 justru diiringi dengan kekeringan ekstrim pada bulan Maret 2016. Kondisi tersebut terus berlangsung hingga akhir tahun 2016 dan diperparah dengan kondisi Gunung Sinabung yang kembali tidak stabil di pertengahan hingga akhir tahun 2016.
Gambar 3.2 Sifat Curah Hujan Januari 2016
Gambar 3.3 Sifat Curah Hujan Februari 2016
Gambar 3.4 Sifat Curah Hujan Maret 2016
Kondisi cuaca yang tidak kondusif menyebabkan tidak optimalnya produksi tanaman pangan maupun hortikultura sepanjang tahun 2016. Realisasi produksi sepanjang tahun 2016 relatif lebih rendah dibandingkan dengan capaian produksi pada tahun 2015. Lebih rendahnya tingkat produksi tanaman pangan dan hortikultura menyebabkan tingginya fluktuasi harga komoditas terutama untuk komoditas cabai merah. Harga tertinggi komoditas cabai merah keriting sepanjang tahun 2016 adalah Rp72.800/kg, sementara harga terendahnya mencapai Rp30.500/kg. Rentang harga tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan harga cabai pada tahun 2015. Harga maksimal cabai merah keriting pada tahun 2015 hanya Rp45.000/kg sementara harga terendahnya hanya mencapai Rp21.300/kg. Meskipun demikian, deviasi inflasi komoditas cabai merah antara satu bulan dengan bulan lainnya relatif menurun sehingga harga relatif lebih stabil. 140,000
2015
ton
2016
2015
2016
25,000
120,000 100,000
20,000
80,000
15,000
60,000 10,000
40,000 5,000
20,000
-
1
2
3
4
5
6
7
Grafik 3.8 Luas Panen Padi
8
9
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Grafik 3.9 Produksi Cabai Merah
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Rp/Kg
Harga Cabai Merah Besar Segar Harga Cabai Merah Keriting Segar
100,000
90,000 80,000 70,000 60,000 50,000 40,000 30,000
20,000 10,000 0 6
8
10 12
2
4
2013
6
8
10 12
2
2014
4
6
8
10 12
2
4
2015
6
8
10 12
2016
2
2017
2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016
Grafik 3.10 Perkembangan Harga Cabai Merah
Grafik 3.11 Deviasi Inflasi Bulanan Cabai Merah
Stabilisasi Gunung Sinabung yang berjalan lambat juga turut menekan tingkat produksi... Selain didorong oleh faktor cuaca yang kurang memadai, penurunan produksi tanaman pangan dan hortikultura juga didorong oleh dampak dari erupsi Gunung Sinabung yang terus berjalan. Gunung Sinabung kerap meluncurkan awan panas bahkan muntahan lava panas hingga saat ini. Sementara itu, suburnya lahan di sekitar area Gunung Sinabung menyebabkan tingginya produksi pangan sehingga menjadikan Gunung Sinabung sebagai salah satu sentra pangan vital di Sumatera Utara. Areal tanam di sekitar Gubung Sinabung yang berada di Kabupaten Karo merupakan produsen cabai merah terbesar kedua di Sumatera Utara, kabupaten dengan lahan padi terluas ke-11 di Sumatera Utara dan daerah produsen bawang merah terbesar ke-4 di Sumatera Utara. Produksi Cabai Merah
ton
Produksi Bawang Merah
ton 3,000
2,494
2,500
2,027
880
870 20
13
8 Tapanuli Selatan
913
500
Pd. Lawas Utara
1,128 1,042
1,000
Medan
6,315
1,161
2,740
2,125
2,824
5,263
1,500
8,520
11,382
36,612
41,662
47,523
12,169
2,000
3.80
Grafik 3.12 Produksi Cabai Merah per Kabupaten
Toba Samosir
Tapanuli Utara
H.Hasundutan
Karo
Samosir
Simalungun
Dairi
Lainnya
Samosir
Tapanuli Selatan
Mandailing Natal
Deli Serdang
H.Hasundutan
Langkat
Tapanuli Utara
Dairi
Batu Bara
Karo
-
Simalungun
50,000 45,000 40,000 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 -
Grafik 3.13 Produksi Bawang Merah per Kabupaten
Erupsi Gunung Sinabung memberikan dampak yang tidak sedikit bagi kinerja pertanian di Sumatera Utara. Luas areal tanaman yang terdampak erupsi Gunung Sinabung seluas 53.392,5 ha dengan total kerugian hingga Rp2,1 triliun. Adanya erupsi Gunung Sinabung tersebut telah menyebabkan lebih dari 50% tanaman pangan puso dan rusak sehingga cukup menekan pasokan pangan di pasaran. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah telah menyusun langkah-langkah revitalisasi lahan pertanian.... Pemerintah melakukan relokasi secara bertahap pengungsi dan lahan pertanian yang terkena dampak erupsi ke kawasan Siosar. Jumlah pengungsi dan lahan pertanian yang telah direlokasi pada tahap I adalah 370 kepala keluarga dan 416,4 ha lahan pertanian. Relokasi tahap II dilakukan dengan metode relokasi mandiri dengan memberikan bantuan dana tanpa menyediakan rumah dan lahan pertanian. Kendala yang dihadapi adalah tingkat kesuburan tanah serta ketersediaan faktor pendukung produksi di lahan relokasi yang lebih rendah dibandingkan dengan lahan sebelumnya. Kondisi ini menjadi
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 53
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 tantangan tersendiri bagi Provinsi Sumatera Utara dalam menjaga sustainabilitas produksi tanaman pangan ke depan. Dengan demikian, langkah pengendalian inflasi menghadapi tantangan yang jauh lebih besar dalam memperbaiki pasokan ke depan.... Dengan stabilisasi Gunung Sinabung yang berjalan lambat serta proses relokasi yang belum optimal, Sumatera Utara menghadapi ketidakpastian kondisi pasokan yang cukup tinggi. Dengan demikian, upaya peningkatan produksi melalui perluasan area tanam masih perlu dilakukan. Perluasan area tanam juga tetap memperhatikan sebaran daerah produksi untuk meminimalisir dampak spesifik kewilayahan sehingga pasokan pangan di pasaran masih cukup prima. Selain itu, dengan terganggunya produksi internal Sumatera Utara, dibutuhkan adanya pasokan produk pangan dari daerah lain melalui kerjasama perdagangan antar wilayah. Untuk menjaga efektivitas dari perdagangan antar wilayah ini, kerjasama tersebut dapat dilakukan melalui Bulog. Dalam kaitan ini, peran Bulog dapat diperkuat dengan dukungan dari Pemerintah untuk membentuk suatu BUMD yang khusus menangani permasalahan pangan. Dengan adanya BUMD pangan ini, maka penyerapan produksi serta penyaluran komoditas pangan dapat lebih terencana sehingga dapat mendukung stabilitas harga ke depannya.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
Sejalan dengan stabilnya kinerja perekonomian pada triwulan IV 2016, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera Utara masih terjaga di tingkat yang aman. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang membaik dengan perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang meningkat, disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah target indikatif dan justru cenderung menurun. Ketahanan sektor korporasi dan sektor rumah tangga masih sangat baik. Kondisi tersebut tercermin pada kinerja dunia usaha dan rumah tangga yang membaik dan eksposur perbankan dari kedua sektor tersebut yang masih aman yang diindkasikan oleh penurunan Non Performing Loan (NPL).
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 55
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Sejalan dengan kinerja ekonomi yang stabil pada triwulan IV 2016, kondisi stabilitas keuangan di Sumatera Utara masih terjaga di tingkat yang aman. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang membaik dengan perkembangan Loan to Deposit Ratio (LDR) yang meningkat, disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah batas aman dan cenderung menurun.
Perkembangan perbankan Sumatera Utara Kondisi Umum Pada triwulan IV 2016 kinerja perbankan membaik yang diharapkan dapat menjadi pendorong bagi perekonomian Sumatera Utara. Di tengah pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara yang tumbuh stabil, kinerja perbankan pada triwulan IV 2016 menunjukkan peningkatan pertumbuhan baik dari sisi Aset, Dana Pihak Ketiga (DPK) maupun Kredit, meski masih terbatas. Penurunan suku bunga acuan yang diharapkan dapat mendorong perekonomian diperkirakan sudah dapat menstimulasi permintaan terhadap kredit.
Ketahanan sektor korporasi dan sektor rumah tangga masih terjaga, terlihat dari eksposur perbankan dari kedua sektor tersebut sampai dengan triwulan IV 2016 terus menunjukkan penurunan Non Performing Loan (NPL). Perbaikan kualitas kredit tersebut terutama terjadi pada sektor-sektor unggulan yakni sektor pertanian, sektor industri pengolahan, dan sektor perdagangan besar dan eceran. Kondisi ini Secara keseluruhan stabilitas industri perbankan mengindikasikan adanya penurunan tekanan sampai dengan triwulan IV 2016 masih terjaga terhadap finansial perbankan. dengan intermediasi perbankan yang cukup baik. Sementara itu, sektor UMKM secara keseluruhan Hal ini terlihat dari Loan to Deposit Ratio yang mengalami perlambatan pada triwulan IV 2016, sedikit meningkat (dari 93,0% ke 93,3%) serta tumbuh relatif rendah sebesar 2,5% (yoy). Kondisi rasio kredit bermasalah yang masih berada di tersebut menyebabkan porsi kredit UMKM di bawah batas NPL yang aman dengan perbankan mengalami penurunan menjadi kecenderungan menurun (Tabel 4.1). 27,1%. Dari sisi risiko kredit, tekanan finansial di sektor UMKM terindikasi menurun namun perlu diwaspadai dengan NPL yang mencapai 4,9%, sedikit di bawah target indikatif 5%.
Indikator Perbankan Aset g. Aset DPK g. DPK Kredit g. Kredit Kredit Non Lancar (Triliun Rp) Non Performing Loan (gross) Loan to Deposit Ratio Sumber : Bank Indonesia
Secara perlahan NPL memiliki tren yang menurun sejak triwulan II 2016 (Tabel 4.1). Penurunan NPL tersebut tidak terlepas dari kondisi perekonomian yang masih tumbuh cukup baik. Dilihat dari lokasi proyek, penyumbang NPL terbesar berasal dari kredit sektor komunikasi dan informasi.
Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara 2015 2014 IV I II III IV I 232,0 233,1 239,9 254,3 245,2 242,4 8,4% 8,4% 8,2% 11,3% 5,7% 4,0% 179,4 178,5 183,4 191,6 185,6 187,2 15,1% 13,0% 9,9% 9,2% 3,4% 4,9% 162,9 163,6 168,4 172,3 173,6 169,1 9,6% 10,4% 8,7% 9,7% 6,6% 3,3% 4,14 4,55 5,22 5,65 4,95 5,44 2,5% 2,8% 3,1% 3,3% 2,9% 3,2% 90,8% 92,0% 92,2% 90,7% 94,2% 91,9%
2016 II 256,9 7,1% 194,9 6,3% 177,4 5,4% 5,71 3,2% 92,4%
III 262,6 3,3% 197,7 3,2% 182,4 5,8% 5,62 3,1% 93,0%
IV 266,2 8,6% 201,5 8,6% 184,9 6,5% 4,66 2,5% 93,3%
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Pertumbuhan kredit dan DPK masih dibawah perkiraan awal tahun. Pada triwulan laporan, aset dan DPK masing-masing tercatat tumbuh sebesar 8,6% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,3% (yoy) dan 3,2% (yoy). Peningkatan aset perbankan secara nominal dan DPK pada triwulan laporan lebih tinggi dibandingkan peningkatan kredit. Hal ini menunjukkan peningkatan aset didukung oleh komponen kredit dan komponen lainnya seperti penempatan pada bank lain . Sejalan dengan pertumbuhan aset dan DPK, kredit juga tumbuh sebesar 6,5% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 5,8% (yoy).
47,7%, diikuti bank swasta nasional 43,4% dan bank asing dan campuran sebesar 8,9%. Penghimpunan Dana Pihak Ketiga
Seiring dengan perbaikan ekonomi di Sumatera Utara, pertumbuhan DPK menunjukkan pertumbuhan positif (Tabel 4.1). Penghimpunan DPK pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp201,5 triliun atau tumbuh sebesar 8,6% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 3,2% (yoy) maupun tahun sebelumnya yang tumbuh 3,4% (yoy). Pertumbuhan DPK Sumatera Utara sedikit lebih rendah dibandingkan DPK nasional (tumbuh 9,6%, yoy), dengan pangsa terhadap DPK Sementara itu, risiko kredit di triwulan IV 2016 perbankan nasional mencapai 4,2%. membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 3,1% menjadi 2,5%. Hal ini terkait dengan upaya perbankan untuk memperbaiki Giro ; kualitas kredit melalui restrukturisasi kredit yang 15.9% ditujukan untuk tetap dapat menjaga Deposito ; kepercayaan masyarakat. 44.4% Aset Perbankan Pada triwulan IV 2016 aset perbankan di Sumatera Utara tercatat sebesar Rp266,2 triliun, atau tumbuh 8,6% (yoy) (Tabel 4.1). Pertumbuhan ini lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 3,3% (yoy). Peningkatan pertumbuhan aset perbankan di Sumatera Utara merupakan dampak dari meningkatnya pertumbuhan DPK dan kredit. Hal tersebut sejalan dengan stabilnya ekonomi Sumatera Utara yang berdampak pada peningkatan pertumbuhan DPK (dari 3,2% menjadi 8,6%) dan kredit (dari 5,8% menjadi 6,5%).
Tabungan; 39.7%
Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan IV 2016
Berdasarkan kelompok bank, sebesar 49,4% proporsi Dana Pihak Ketiga di Sumatera Utara berasal dari kelompok Bank Swasta Campuran, kemudian disusul oleh Bank Persero (BUMN) sebesar 35,4%. Perbaikan pertumbuhan DPK terjadi pada seluruh kelompok Bank yaitu Bank Persero (dari 4,1% menjadi 12,2%), Bank Swasta Nasional (dari 7,5% menjadi 9,3%) dan Bank Asing Bila dilihat dari kelompok banknya, bank Campuran (meskipun masih menunjukkan pemerintah masih memiliki aset terbesar di kontraksi, namun telah menunjukkan perbaikan antara bank lainnya, dengan pangsa sebesar yaitu dari -16,9% menjadi -5,1%). Meningkatnya DPK di bank persero sejalan dengan
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 57
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 meningkatnya dropping anggaran pemerintah sebagaimana polanya di akhir tahun. Giro g. Giro
Rp Triliun 100
Tabungan g. Tabungan
Deposito g. Deposito
% yoy 30
90
25
80
20
70 60
15
50
10
40
5
30
0
20
-5
10 0
-10 IV 2014
I
II
III 2015
IV
I
II
III
Grafik 4.3 Pertumbuhan DPK dan Rekening DPK Spasial
IV
2016
Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di Sumatera Utara
Berdasarkan komponennya, deposito mendominasi DPK sebesar 44,4%, diikuti oleh tabungan dan giro masing-masing sebesar 39,7% dan 15,9% (Grafik 4.1). Komposisi DPK di Sumatera Utara relatif tidak berubah selama kurun waktu enam tahun terakhir. Dengan tingginya komposisi deposito tersebut, biaya dana menjadi mahal, namun relatif bersifat jangka panjang. Pada triwulan IV 2016, pertumbuhan DPK didukung oleh pertumbuhan deposito (dari 1,0% menjadi 6,4%) dan giro (-5,8% menjadi 13,7%). Sementara tabungan tumbuh melambat dari 10,9% menjadi 9,2%. Pertumbuhan giro yang meningkat diperkirakan sejalan dengan dropping anggaran dari pemerintah pusat untuk realisasi pembayaran akhir tahun (Grafik 4.2). Berdasarkan golongan nasabah, proporsi sektor swasta pada perbankan Sumatera Utara menunjukkan angka 94,6%, sementara sektor Pemerintah menunjukkan proporsi 5,4%. Pertumbuhan DPK didukung terutama oleh pertumbuhan DPK sektor swasta yang menunjukkan angka sebesar 9,8% (yoy) pada periode berjalan tumbuh meningkat dari 4,5% (yoy) pada triwulan III-2016. Sementara itu, meskipun proporsi DPK sektor pemerintah relatif kecil, namun pertumbuhan pada triwulan IV-2016 menunjukkan perbaikan yaitu dari -1,4% (yoy) pada triwulan III-2016 menjadi 1,3% (yoy) pada triwulan berjalan.
Peningkatan pertumbuhan DPK yang terjadi di tengah penurunan suku bunga diperkirakan disebabkan oleh meningkatnya pendapatan masyarakat seiring dengan membaiknya harga komoditas utama Sumatera Utara (sawit, karet, dan kopi) yang mencapai harga terbaiknya sepanjang tahun 2016 dan mengalirnya dana masyarakat terkait program amnesti pajak. Selain itu, penyaluran DAU di akhir tahun yang sempat tertunda di triwulan sebelumnya turut mendorong peningkatan DPK.
Grafik 4.4 Proporsi DPK Spasial
Pada triwulan IV 2016, DPK perbankan di Sumatera Utara sebagian besar berasal dari Kota Medan dengan proporsi 73%, Kabupaten Asahan dengan proporsi 5% dan Kota Pematangsiantar sebesar 4,9%. Sementara itu, apabila dilihat dari jumlah rekening nasabah, proporsi terbesar adalah Medan dengan proporsi 44,7%, Kota Pematangsiantar dengan proporsi 7,8% dan Kabupaten Labuhan Batu dengan proporsi 5%. Selanjutnya apabila dilihat dari pertumbuhan DPK dan rekening dana, maka pertumbuhan DPK terbesar terdapat di Kabupaten Labuhanbatu Selatan dengan pertumbuhan 117% (yoy) pada triwulan IV-2016. Sementara pertumbuhan
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 58
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 jumlah rekening dana terbesar pada triwulan IV2016 adalah Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 46,5% (yoy). Kondisi ini mencerminkan masih belum meratanya peran perbankan untuk memajukan perekonomian Sumatera Utara sampai ke pelosok daerah yang disebabkan oleh belum meratanya akses terhadap perbankan terkait keterbatasan jaringan perbankan. Hal ini perlu dicermati agar tidak terjadi kesenjangan yang lebih besar, antara lain dengan terus mengupayakan peningkatan akses keuangan melalui branchless banking dan layanan keuangan digital (Grafik 4.3 dan 4.4). Penyaluran Kredit
BPD; 10.5% Bank Asing&Campuran ; 5.1%
4.6). Peningkatan pertumbuhan kredit didukung oleh pertumbuhan pada kredit modal kerja (dari 3,8% (yoy) menjadi 5,9% (yoy)) dan kredit konsumsi (dari 4,5% menjadi 6,4%), sementara kredit investasi melambat dari 11,6% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,7% pada triwulan laporan. Melambatnya kredit investasi sejalan dengan perlambatan kinerja investasi pada PDRB Sumatera Utara yang disebabkan pelaku usaha masih bersikap wait and see dan cenderung menggunakan dana sendiri yang berasal dari laba ditahan untuk pembiayaan investasinya (hasil liaison). Sementara pertumbuhan kredit modal kerja dan konsumsi sejalan dengan peningkatan aktivitas konsumsi pada triwulan laporan terkait Natal dan Tahun Baru serta penyelesaian proyekproyek pemerintah akhir tahun. %yoy
Bank Persero; 44.0%
g. Kredit
g. Modal Kerja
g. Investasi
g. Konsumsi
20.0% 15.0%
Bank Swasta Nasional; 40.4%
10.0% 5.0% 0.0%
Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Kelompok Bank Triwulan IV 2016
-5.0% IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
Kredit yang disalurkan oleh perbankan di Grafik 4.6 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan Sumatera Utara berdasarkan lokasi proyek pada triwulan IV 2016 mencapai Rp184,9 triliun, tumbuh meningkat dari 5,8% (yoy) menjadi 6,5% (yoy) (Tabel 4.1). Bank penyalur kredit terbesar di Sumatera Utara pada triwulan IV-2016 merupakan Bank Persero (BUMN) dengan proporsi sebesar 44,0%, disusul oleh Bank Swasta Nasional sebesar 40,4%. Sementara porsi bank Grafik 4.7 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor pemerintah daerah dan bank asing campuran Ekonomi masing-masing sebesar 10,5% dan 5,1% (Grafik 4.5). Kondisi ini mencerminkan masih tingginya Sementara itu, berdasarkan sektor ekonomi, dominasi bank persero yang sejalan dengan pertumbuhan kredit ditopang oleh pertumbuhan kondisi perbankan nasional. kredit di sektor pertanian dengan pangsa pasar Penyaluran kredit di Sumatera Utara pada 18,4% yang tumbuh sebesar 19,0% (yoy) dan triwulan IV 2016 didominasi penggunaan untuk sektor perdagangan besar dan eceran dengan modal kerja dengan proporsi 50,5%, diikuti oleh pangsa pasar 24,7% yang tumbuh sebesar 2,6% kredit investasi 24,8% dan kredit konsumsi 24,6%, (yoy). Sektor industri pengolahan mencatat YoY
Pertanian Konstruksi Transportasi Perantara Keuangan Jasa Lainnya
80.0% 60.0%
40.0%
Industri Pengolahan PBE Informasi dan Komunikasi Real Estate
20.0%
0.0%
-20.0%
-40.0%
-60.0%
-80.0%
-100.0%
-120.0%
IV
2014
I
II
III
IV
2015
I
II
III
IV
2016
relatif sama dengan triwulan sebelumnya (Grafik STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 59
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 pertumbuhan sebesar 2,4% setelah dua triwulan kredit disebabkan oleh perbaikan kredit di akhir sebelumnya terkontraksi (Grafik 4.7). tahun melalui restrukturisasi kredit. Membaiknya pertumbuhan kredit di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 diperkirakan ditopang oleh membaiknya harga komoditas, perbaikan kinerja perekonomian dan penurunan suku bunga sejalan dengan dilonggarkannya kebijakan moneter. Namun pertumbuhan kredit masih terbatas karena belum optimalnya pemulihan ekonomi global.
committed
Undisbursed loan
growth (RHS) 40.0% 35.0% 30.0% 25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% -5.0% -10.0% -15.0%
90,000
80,000 70,000 60,000 50,000 40,000
30,000 20,000 10,000 I
II
III 2014
3.5%
uncommitted
100,000
IV
I
II
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
Grafik 4.9 Undisbursed Loan
3.0%
2.5% 2.0% 1.5% 1.0% 0.5% 2.5%
2.8%
3.1%
3.3%
2.9%
3.2%
3.2%
3.1%
2.5%
IV
I
II
III
IV
I
II
III
IV
Sementara itu, kredit kurang lancar jumlahnya cenderung menurun yaitu 7,9% pada triwulan III2016 menjadi 7,20% pada triwulan IV-2016. Penurunan kredit kurang lancar terjadi baik dari sisi nominal maupun persentase.
0.0% 2014
2015
2016
Grafik 4.8 Perkembangan Kualitas Kredit
Membaiknya penyaluran kredit disertai dengan menurunnya risiko kredit perbankan Sumatera Utara pada triwulan IV 2016. Hal ini tercermin dari Non Performing Loan (NPL) gross sebesar 2,5%, membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang menunjukkan angka sebesar 3,1% serta masih di bawah target indikatif sebesar 5% (Grafik 4.8). Perbaikan risiko kredit terjadi pada seluruh jenis kredit baik kredit konsumsi, kredit investasi, maupun kredit modal kerja yang ketiganya sudah di bawah 5%. Secara sektoral, risiko kredit yang perlu mendapat perhatian terutama berasal dari kategori Konstruksi serta kategori Informasi dan Komunikasi. Sementara itu, rasio NPL pada sektor administrasi pemerintahan telah menurun secara signifikan seiring dengan dilakukannya pembayaran proyek-proyek infrastruktur pemerintah di akhir tahun. Membaiknya kualitas
Grafik 4.10 Pertumbuhan Kredit berdasarkan Spasial
Sejalan dengan perbaikan ekonomi yang belum optimal, undisbursed loan perbankan tercatat sebesar Rp46,2 triliun, mengalami kenaikan sebesar 9,6% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu sebesar 0,8% (yoy) dan tahun sebelumnya yang terkontraksi 5,3% (yoy). Sebagian kredit yang tidak ditarik tersebut merupakan kredit uncommited dengan porsi terhadap undisbursed loan sebesar 77% atau tumbuh sebesar 8,11% (yoy). Tidak terealisasinya
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Perbankan Syariah
g. Sept 16
100.0%
g. Des 16
80.0% 60.0%
40.0% 20.0%
Padang Sidimpuan
Medan
Sibolga
Tanjung Balai
Pematang Siantar
-60.0%
Tebing Tinggi
-40.0%
Labuhan Batu
0.0% -20.0%
Karo
Berdasarkan data Laporan Bank Umum posisi triwulan IV-2016, secara spasial tercatat bahwa proporsi kredit dan/atau pembiayaan terbesar di Sumatera Utara terdapat di kota Medan dengan proporsi sebesar 56,5% disusul oleh Kabupaten Deli Serdang sebesar 14,9% dan Kabupaten Asahan sebesar 3,4%. Sementara itu, dari sisi kepemilikan rekening kredit, proporsi terbesar adalah Kota Medan dengan proporsi sebesar 29,9%, Kabupaten Deli Serdang sebesar 15,4% dan Kabupaten Asahan sebesar 5,5%. Di sisi lain, berdasarkan pertumbuhan kredit, pertumbuhan kredit terbesar di Kota Sibolga sebesar 77% (yoy), disusul oleh Kabupaten Batu Bara dan Kabupaten Labuhan Batu Utara masing-masing tumbuh sebesar 67% (yoy) dan 39% (yoy). Sebagaimana halnya DPK, sebaran kredit di Sumatera Utara juga masih belum merata sehingga turut berdampak pada tidak meratanya pertumbuhan perekonomian di berbagai daerah (Grafik 4.11 dan 4.12).
Langkat
Grafik 4.11 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial
Berdasarkan sebarannya, DPK Syariah baru terdapat di 10 kabupaten/kota, dengan pangsa terbesar berada di Kota Medan dengan proporsi sebesar 76,0%, disusul oleh Kota Pematangsiantar dan Kota Padangsidimpuan masing-masing sebesar 7,3% dan 6,0%. Sementara itu, dilihat dari pertumbuhan DPK, Kota/Kabupaten dengan pertumbuhan terbesar adalah Kabupaten Karo sebesar 92% (yoy), Kota Sibolga sebesar 38% (yoy) dan Kota Medan sebesar 31% (yoy) (Grafik 4.12). Tingginya pertumbuhan DPK syariah di Kabupaten Karo disebabkan adanya pembukaan kantor cabang baru.
Deli Serdang
kelonggaran tarik menjadi kredit diperkirakan disebabkan oleh pemulihan ekonomi yang masih terbatas serta prospek suku bunga dalam jangka panjang (Grafik 4.10).
Grafik 4.12 DPK Syariah berdasarkan Spasial
Grafik 4.13 Penyaluran Pembiayaan Syariah NPF % - (RHS) 12.00%
10.00% 8.00% 6.00% 4.00%
2.00% Pertumbuhan DPK Syariah pada triwulan IV-2016 0.00% sebesar 22,6% (yoy) meningkat dibandingkan I II III IV I II III IV I II III IV 2014 2015 2016 triwulan III-2016 yang tumbuh sebesar 22,2% Grafik 4.14 Kualitas Pembiayaan Syariah (yoy). Sejalan dengan pertumbuhannya yang tinggi, share DPK syariah terhadap DPK total juga Pada triwulan IV-2016 pembiayaan syariah mengalami peningkatan yaitu 4,9% pada Triwulan berdasarkan lokasi proyek di Sumatera Utara III-2016 menjadi 5,1% pada Triwulan IV-2016. mencapai Rp8,9 triliun atau tumbuh sebesar
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 61
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 15,7% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan dengan posisi Triwulan III-2016 yang tumbuh sebesar 12,6% (Grafik 4.14). Pertumbuhan pembiayaan ini dinilai cukup menggembirakan mengingat dalam jangka waktu 2 tahun terakhir, pembiayaan syariah cenderung tidak tumbuh bahkan terkontraksi. Tingginya pertumbuhan pembiayaan syariah pada dua triwulan terakhir diperkirakan disebabkan oleh semakin maraknya kegiatan usaha syariah yang dibarengi dengan membaiknya kualitas pembiayaan. Sementara pada periode-periode sebelumnya melambatnya atau terkontraksinya pembiayaan disebabkan oleh bank yang cenderung berhati-hati dalam menyalurkan pembiayaan seiring dengan peningkatan pembiayaan non perform. Sementara itu, kualitas pembiayaan syariah yang tercermin dari Non Performing Fund (NPF) terus membaik. Indikator NPF menunjukkan penurunan dari 8,6% menjadi 7,3%. Tren penurunan nilai NPF diharapkan terus berlanjut hingga dibawah nilai indikatifnya, yaitu 5%. Membaiknya kualitas pembiayaan ini, diperkirakan disebabkan oleh pelaksanaan restrukturisasi kredit pada triwulan IV-2016 yang diperkirakan berhasil dan menunjukkan hasilnya pada akhir triwulan IV2016 disamping adanya pertumbuhan pembiayaan (Grafik 4.15).
pembiayaan terbesar berada di Kota Medan sebesar 21% (yoy) dan Kota Sibolga sebesar 2,2% (yoy), sementara kota lain terkontraksi (Grafik 4.16). Intermediasi Perbankan Intermediasi perbankan pada triwulan IV 2016 dinilai stabil dibandingkan dengan periode sebelumnya yang tercermin dari Rasio Kredit terhadap DPK (Loan to Deposit Ratio) yang tercatat meningkat sebesar 0,3% atau dari 93,0% menjadi sebesar 93,3% (Tabel 4.1). Peningkatan LDR yang tidak signifikan dimaksud merupakan dampak dari perbaikan kualitas kredit serta bentuk kehati-hatian bank terhadap kondisi likuiditas perbankan di akhir tahun. Sementara itu, dari sisi perbankan syariah Fund Deposit Ratio (FDR) pada triwulan berjalan mengalami penurunan dibandingkan dengan posisi Triwulan III-2016 yaitu dari 91,93% menjadi 90,37%. Penurunan FDR tersebut disebabkan oleh pertumbuhan DPK lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan pembiayaan. Selain itu, akibat dari NPF yang cukup tinggi di akhir tahun 2015 s.d. awal tahun 2016, terdapat kecenderungan Bank Syariah untuk membatasi penyaluran pembiayaan, namun tetap meningkatkan pertumbuhan pendanaan. Hal ini menunjukkan semakin tingginya minat masyarakat untuk melakukan transaksi perbankan syariah.
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi
Grafik 4.15 Pembiayaan Syariah Berdasarkan Spasial
Berdasarkan Kota dan Kabupaten, pembiayaan syariah di Sumatera Utara terutama disalurkan di Kota Medan dengan proporsi sebesar 74%, disusul oleh Kota Padangsidimpuan sebesar 6,7% dan Kota Pematangsiantar sebesar 6,5%. Sementara itu, pertumbuhan penyaluran
Di tengah pemulihan ekonomi yang masih lambat, kondisi ketahanan korporasi di Sumatera Utara masih terjaga. Meskipun pertumbuhan ekonomi berdasarkan lapangan usaha dan survei kegiatan dunia usaha pada triwulan IV 2016 menunjukkan sedikit perlambatan, laju pertumbuhan dan kualitas kredit korporasi membaik.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Grafik 4.16 Penyaluran Kredit kepada Sektor Utama Sumatera Utara
Lapangan usaha yang perlu mendapat perhatian antara lain pertanian dan perdagangan besar dan eceran, dan pengadaan listrik, gas, dan jasa keuangan. Pertumbuhan lapangan usaha pertanian melambat (dari 5,6% menjadi 2,6%), sementara pengadaan listrik, gas dan jasa keuangan terkontraksi masing-masing menjadi 1,7% (yoy) dan -0,6% (yoy). Meskipun risiko kredit membaik yang tercermin dari penurunan NPL, kredit yang disalurkan ke lapangan usaha tersebut melambat. Kredit kepada sektor pertanian melambat dari 20,5% menjadi 19,0%, sedangkan sektor pengadaan listrik, gas dan jasa keuangan masing-masing terkontraksi -0,2% dan -3,1% (yoy) (Grafik 4.17 dan 4.18). Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia juga mengindikasikan kegiatan usaha yang melemah pada triwulan IV 2016. Hal itu ditunjukkan oleh penurunan saldo bersih tertimbang (SBT) kegiatan usaha sebesar 9,9%, melambat dibandingkan posisi akhir triwulan III 2016 sebesar 16,1%. Perlambatan SBT terlihat pada sektor pertanian dan sektor perdagangan, sedangkan sektor industri pengolahan menunjukkan perbaikan (Grafik 4.19). Hal yang
sama juga ditunjukkan oleh indikator penggunaan tenaga kerja (menurun dari 2,2% menjadi -1,6%), akses kredit (menurun dari 17,5% menjadi -9,5%). Namun demikian, penurunan kegiatan dunia usaha masih tertahan seiring dengan masih meningkatnya kapasitas produksi dan meningkatnya harga jual. Kapasitas produksi terpakai sedikit meningkat dari 77% menjadi 78,3% sementara harga jual membaik dari 15,4% menjadi 19,9%. Hal ini diperkirakan terkait dengan kondisi permintaan yang belum meningkat secara fundamental.
Grafik 4.17 Perkembangan SBT SKDU di Sumatera Utara
Grafik 4.18 Perkembangan SBT Penggunaan Tenaga Kerja dan Harga Jual di Sumatera Utara
Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi Sejalan dengan dominasi sektor korporasi pada kredit perbankan di Sumatera Utara, kerentanan yang terjadi pada sektor korporasi senantiasa perlu diwaspadai. Selain itu, sektor korporasi juga
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 63
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 dapat mempengaruhi kinerja sektor rumah masing tumbuh meningkat menjadi 2,4% dan tangga, terutama dari sisi penghasilan dan 11,1% dari sebelumnya sebesar -1,6% dan 9,5%. penyerapan tenaga kerja. Sementara sektor pertanian dan sektor perdagangan besar dan eceran tumbuh melambat menjadi 19,0% dan 2,6% dari sebelumnya sebesar 20,5% dan 4,0%. Dari sisi penggunaan, pertumbuhan kredit korporasi ditopang oleh kredit modal kerja yang meningkat dari 3,9% (yoy) menjadi 6% (yoy). Kondisi ini sejalan dengan meningkatnya kinerja sektor utama industri pengolahan dan perdagangan besar dan eceran yang tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara Grafik 4.19 Proporsi Kredit Korporasi dan Rumah Tangga kredit investasi melambat dari 11,6% (yoy) Dilihat dari lokasi proyek, penyaluran kredit pada menjadi 7,8% (yoy), sejalan dengan kinerja sektor korporasi di Sumatera Utara pada triwulan investasi yang melambat seiring masih wait and IV 2016 oleh perbankan tercatat sebesar Rp139,3 see -nya investasi sektor swasta dan lebih triliun atau 75,4% dari total kredit perbankan di rendahnya serapan APBD pemerintah daerah. Sumatera Utara (Grafik 4.21). Sektor korporasi yang terbanyak mendapat penyaluran kredit Kualitas kredit sektor korporasi secara umum adalah sektor perdagangan besar dan eceran masih terjaga baik, namun beberapa sektor perlu sebesar 32,8%, diikuti oleh sektor industri diwaspadai (Tabel 4.1 dan Grafik 4.17). NPL kredit pengolahan dan sektor pertanian masing-masing korporasi yang berlokasi proyek di Sumatera sebesar 26,7% dan 24,4%. Sedangkan sisanya Utara tercatat sebesar 2,5%, menurun sebesar 16% tersebar di sektor-sektor lainnya dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar (Grafik 4.22). Sementara dari jenis penggunaan, 3,2%. Penurunan NPL tersebut terjadi pada kredit korporasi mayoritas digunakan untuk hampir seluruh sektor, terkait dengan kredit modal kerja sebesar 67%, sedangkan kredit restrukturisasi kredit pada triwulan laporan. Namun terdapat 2 sektor yang NPL nya patut investasi tercatat sebesar 33%. diwaspadai yaitu sektor konstruksi dan sektor informasi dan komunikasi. Dari sisi penggunaan, kredit modal kerja maupun kredit investasi memiliki risiko kredit yang membaik dan berada di bawah target indikatif 5%, dengan kecenderungan NPL yang terus menurun sejak triwulan I 2016. Pada triwulan laporan, NPL kredit modal kerja tercatat sebesar 2,8% dan kredit investasi sebesar 2,0%. Grafik 4.20 Proporsi Kredit Sektor Korporasi
Kredit kepada sektor korporasi tumbuh 6,5% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 6,3% (yoy) (Grafik 4.21). Sektor yang menopang pertumbuhan kredit korporasi terdapat pada sektor industri pengolahan dan sektor konstruksi, yang masing-
Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga Sejalan dengan terjaganya ketahanan sektor korporasi, kondisi ketahanan sektor rumah tangga masih terjaga, bahkan mampu menopang
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 64
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 perekonomian Sumatera Utara untuk tumbuh stabil.
Grafik 4.22 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen
Sumber: BPS, diolah Grafik 4.21 Kinerja Konsumsi Rumah Tangga
Pada triwulan IV 2016, konsumsi rumah tangga tumbuh meningkat dari 5,4% (yoy) pada triwulan III menjadi 5,6% (yoy), dengan pangsa terhadap perekonomian sebesar 51,5% (Grafik 4.23). Peningkatan konsumsi rumah tangga berkenaan dengan hari Natal dan Tahun Baru sebagaimana polanya. Kondisi ini sejalan dengan optimisme masyarakat yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) hasil Survei Konsumen Bank Indonesia pada triwulan IV 2016 sebesar 106,9, meningkat dibandingkan triwulan III 2016 yang tercatat sebesar 106,7. Namun perekonomian Sumatera Utara masih menghadapi tantangan yang patut dicermati yang berpotensi memengaruhi ketahanan sektor rumah tangga. Kondisi tersebut tercermin pada menurunnya Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), meski masih pada level optimis, ke level 111,4 pada triwulan IV 2016 (Grafik 4.23). Penurunan indeks tersebut dipengaruhi oleh penurunan ekspektasi terhadap penghasilan dan kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang.
Sementara itu, hasil Survei Konsumen Bank Indonesia juga mencatat alokasi penghasilan rumah tangga untuk pinjaman dan tabungan pada triwulan IV 2016 menurun (Grafik 4.25). Namun penurunan ini diperkirakan tidak mengganggu ketahanan sektor rumah tangga. Repayment capacity atau kemampuan rumah tangga Sumatera Utara untuk membayar kembali utangnya masih cukup baik, tercermin dari masih ada bagian dari pendapatan yang ditabung (21,9%) dan porsi cicilan (debt service ratio/DSR) masih wajar (7,6%)12.
Grafik 4.23 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga
Grafik 4.24 Komposisi DPK Perseorangan
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 65
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan
Kredit Perseorangan di Perbankan
Meskipun porsi pendapatan yang ditabung menurun sejalan dengan peningkatan aktivitas konsumsi, tidak menyebabkan penurunan DPK perseorangan/rumah tangga. Sektor rumah tangga masih mendominasi dana pihak ketiga (DPK) yang berada di perbankan Sumatera Utara (Grafik 4.26). Pangsa DPK rumah tangga pada perbankan Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 tercatat 73,7% atau sebesar Rp148,5 triliun, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 71,1% atau Rp140,7 triliun. Pada triwulan IV 2016, DPK rumah tangga tercatat tumbuh 13,7% (yoy), meningkat signifikan dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 3,9% (yoy). Peningkatan DPK perseorangan ini disebabkan oleh meningkatnya penghasilan seiring dengan membaiknya harga komoditas, baik harga sawit, karet maupun kopi yang mencapai harga terbaiknya sepanjang tahun 2016.
Pada triwulan IV 2016, kredit yang disalurkan ke sektor rumah tangga tercatat sebesar Rp45,6 triliun atau 24,6% dari total kredit perbankan di Sumatera Utara. Sejalan dengan peningkatan konsumsi rumah tangga, penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga juga meningkat (Grafik 4.27). Pada triwulan IV 2016, kredit kepada sektor rumah tangga tumbuh sebesar 6,5% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 4,5% (yoy). Peningkatan ini didorong oleh peningkatan pada ketiga jenis kredit rumah tangga (RT), yaitu kredit multiguna, kredit perumahan (KPR), dan kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Preferensi penempatan dana perseorangan masih didasarkan pada tingkat pengembalian suku bunga yang memadai namun dapat dicairkan sesuai kebutuhan. Preferensi ini tetap kuat pada triwulan laporan, sejalan dengan meningkatnya aktivitas konsumsi rumah tangga menyambut hari Natal dan Tahun Baru serta liburan sekolah akhir tahun. Hal ini tercermin dari penyimpanan dana perseorangan di perbankan yang masih didominasi oleh tabungan dan deposito. Pada triwulan laporan, porsi deposito perseorangan mencapai 43,7% dari total DPK perseorangan, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 44,4%. DPK dalam bentuk tabungan juga masih dominan sebesar 52,0% meningkat dari sebelumnya sebesar 51,5%, sementara giro porsinya hanya 4,3%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,0%.
Grafik 4.25 Perkembangan Kredit Rumah Tangga
Grafik 4.26 Perkembangan NPL Kredit Rumah Tangga
Meningkatnya penyaluran kredit kepada sektor rumah tangga disertai oleh perbaikan kualitas kredit. NPL kredit RT tercatat sebesar 2,4%, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,7%. Perbaikan kualitas kredit RT terjadi pada seluruh komponen kredit RT yakni kredit multiguna, kredit perumahan dan kredit kendaraan bermotor (Grafik 4.28). Penurunan NPL sejalan dengan meningkatnya pendapatan yang didorong oleh kenaikan harga ketiga komoditas utama Sumatera Utara (sawit, karet dan kopi). Hal ini juga terkonfirmasi dari
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 66
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 membaiknya Debt Service Ratio dari 9,5% menjadi mengalami kontraksi masing-masing -4,4% (yoy) 7,6% pada triwulan laporan . dan -2,8% (yoy), lebih rendah dari penurunan pada triwulan sebelumnya yang masing-masing YoY 120% sebesar -11,3% (yoy) dan -5,7% (yoy). 100% 80% 60%
40%
24.8%
20% 6.2%
0% -20% -40%
I
II
III 2014
IV
I
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
-60% -80%
Grafik 4.27 Perkembangan Kredit Apartemen Tipe 22 s.d 70
Resiliensi sektor rumah tangga di Sumatera Utara pada triwulan IV 2016 ditopang oleh perbaikan harga komoditas utama yang mencapai harga tertingginya pada tahun 2016. Namun meningkatnya tekanan inflasi pada triwulan IV 2016 yang dipicu oleh kenaikan harga bumbubumbuan khususnya cabai merah, menekan daya beli masyarakat yang ditransmisikan pada terbatasnya pembiayaan konsumsi melalui pinjaman ke perbankan. Ke depan, ekspektasi masyarakat diperkirakan masih berada pada level optimis, seiring dengan masuknya panen raya pada triwulan I 2017.
Pada triwulan IV 2016 kredit perumahan (KPR) menunjukkan peningkatan, dari 1,3% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 3,2% (yoy). Meningkatnya kredit KPR terutama disebabkan oleh kenaikan kredit apartemen tipe 22 s.d 70 (Grafik 4.29). Kondisi ini sejalan dengan meningkatnya harga komoditas dan didukung oleh pelonggaran ketentuan LTV sejak Agustus 4.3.1 Penyaluran Kredit UMKM 2016. Kredit multiguna tumbuh sebesar 8,5% (yoy) meningkat dari sebelumnya 7,2% (yoy), dengan pangsa sebesar 46,7% dari total kredit RT, terbesar di antara kredit perseorangan lainnya. Dominasi kredit multiguna turut meningkatkan resiliensi perbankan Sumatera Utara, karena kualitas kreditnya merupakan yang terbaik di antara kredit perseorangan lainnya. NPL kredit multiguna tercatat hanya sebesar 0,94%, jauh di bawah target indikatif 5%.
Pengembangan sektor UMKM perlu dilakukan agar dapat dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi, mengingat sektor tersebut relatif kuat dalam menghadapi ancaman krisis. UMKM terbukti sebagai sektor penyelamat ekonomi dari krisis dan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga, sekaligus menciptakan lapangan kerja di Indonesia mengingat sektor tersebut menyerap tenaga kerja terbanyak di industri.
Kredit Kendaraan Bermotor juga tumbuh lebih baik dibandingkan triwulan lalu, meski masih terkontraksi sebesar -5,4% (yoy). Hal tersebut disebabkan oleh kredit kendaraan mobil beroda empat dan kredit sepeda motor yang tercatat meningkat meski secara tahunan masih
Potensi UMKM di Sumatera Utara yang cukup prospektif memberi ruang bagi pengembangan UMKM oleh perbankan di Sumatera Utara. Namun pelemahan ekonomi makro juga berimbas ke UMKM Sumatera Utara. Hal itu tercermin dari pertumbuhan kredit UMKM pada
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 67
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Triwulan IV 2016 yang cenderung melambat sebesar 2,5% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 3,1% (yoy). Dengan perlambatan pertumbuhan tersebut, pangsa kredit UMKM menurun menjadi 27,1% dari sebelumnya sebesar 27,3%, namun masih di atas batas minimal yang ditetapkan yaitu sebesar 10% . Pada tahun 2016 penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) kembali dijalankan oleh Pemerintah setelah dihentikan sementara sejak penyaluran terakhir tahun 2013. Penyaluran KUR dinilai lebih menarik bagi masyarakat dan lebih mudah disalurkan oleh Bank karena bunga yang ditawarkan lebih rendah dibandingkan dengan penyaluran produk UMKM milik Bank sendiri yang pada umumnya diberikan dengan bunga yang lebih tinggi. Selain itu, masih lambatnya pemulihan perekonomian juga membuat masyarakat cenderung menahan untuk melakukan pembiayaan usaha melalui kredit.
Grafik 4.28 Perkembangan Kredit UMKM
Grafik 4.29 Proporsi Penggunaan Kredit UMKM Triwulan IV 2016
Dari keseluruhan kredit UMKM, porsi terbesar digunakan untuk modal kerja sebesar 69,7%, diikuti oleh kredit investasi sebesar 30,3% dan kredit konsumsi 0% (Grafik 4.31 ). Perlambatan pertumbuhan kredit UMKM pada triwulan IV 2016 terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan kredit investasi yang tumbuh sebesar 4,9% (yoy), menurun signifikan dibandingkan periode sebelumnya yang tumbuh sebesar 10,3% (yoy). Namun perlambatan tersebut tertahan oleh meningkatnya pertumbuhan kredit modal kerja yang tumbuh dari 0,2% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 1,5% (yoy). Perkembangan perekonomian yang terjadi belum mendorong keyakinan pelaku usaha untuk melakukan ekspansi usahanya. Selain itu, akses pelaku UMKM terhadap fasilitas pembiayaan dari perbankan masih terbatas. Keterbatasan akses tersebut antara lain disebabkan kurangnya keahlian SDM yang menangani UMKM terkait dengan beragamnya jenis usaha UMKM dan tingkat kepercayaan perbankan yang masih rendah terhadap kemampuan pengembalian kredit di sektor UMKM. Di sisi lain pelaku UMKM
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 68
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 banyak yang tidak memiliki jaminan yang dan 7.377 usaha menengah. Berdasarkan data memadai untuk meningkatkan keyakinan tersebut, persentase UMKM di Sumatera Utara perbankan tersebut. yang memperoleh akses kredit kepada perbankan baru sekitar 64,7%. Jika dilihat dari jumlah rekening debitur berdasarkan lokasi proyek, sampai dengan Berdasarkan golongan kredit yang disalurkan, triwulan IV 2016 tercatat sebanyak 681.413 pertumbuhan kredit UMKM ditopang oleh kredit rekening UMKM di Sumatera Utara, yang terdiri usaha kecil yang tumbuh 3,2% (yoy), meningkat dari UMKM skala mikro sebanyak 564.939 dibandingkan sebelumnya sebesar 2,3% (yoy). rekening, UMKM skala kecil dan menengah Sementara kredit menengah kembali terkontraksi masing-masing 95.001 rekening dan 21.473 meskipun sedikit membaik dan kredit mikro rekening. Jika dibandingkan dengan data Sensus melambat. Pada triwulan IV 2016 kredit Ekonomi oleh BPS tahun 2006, jumlah UMKM menengah terkontraksi -2,2% dan kredit mikro tercatat sebesar 1.052.989 usaha, yang terdiri tumbuh melambat menjadi 11,7%. dari 838.055 usaha mikro, 207.557 usaha kecil Tabel 4.2 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan IV 2016 Mikro Sektor Ekonomi Pertanian Pertambangan Industri Pengolahan Pengadaan Listrik Gas Pengadaan Air Konstruksi PBE Transportasi Akomodasi dan Mamin Informasi dan Komunikasi Peranatra Keuangan Real Estate Jasa Perusahaan Adm Pemerintahan Jasa Pendidikan Jasa Kesehatan Lainnya Total
kredit (Rp M) 4.316
9 265 9 8 197 6.376 143 241 6 4 24 104 2 42 98 789 12.634
growth
7,3% -22,7% 10,6% 27,8% -15,6% 5,8% 14,7% 23,6% 23,1% 5,8% -72,4% -4,0% -13,5% 37,8% 36,0% 7,7% -19,0% 11,7%
Kecil kredit pangsa (Rp M) 34,2% 3.274 0,1% 2,1% 0,1% 0,1% 1,6% 50,5% 1,1% 1,9% 0,1% 0,0% 0,2% 0,8% 0,0% 0,3% 0,8% 6,2% 100,0%
25 588 15 3 541 9.170 298 537 13 100 94 365 5 108 167 590 15.893
growth
-5,9% 8,6% -4,2% 12,1% 98,8% -1,0% 5,9% 31,1% 2,3% 4,1% 14,5% 33,2% -3,1% 7,5% 10,4% -7,2% 20,9% 3,2%
Menengah kredit (Rp pangsa growth pangsa M) 20,6% 2.020 9,4% 18,0% 0,2% 3,7% 0,1% 0,0% 3,4% 57,7% 1,9% 3,4% 0,1% 0,6% 0,6% 2,3% 0,0% 0,7% 1,1% 3,7% 100,0%
27 3.402 41 8 2.177 10.673 1.009 478 10 213 302 401 0 118 371 318 21.566
5,0% 13,7% -16,8% 100,8% -2,3% -6,7% -11,6% 34,2% -21,2% -20,8% -49,4% -16,1% -33,3% -25,1% -1,1% -4,5% -2,2%
0,1% 15,8% 0,2% 0,0% 10,1% 49,5% 4,7% 2,2% 0,0% 1,0% 1,4% 1,9% 0,0% 0,5% 1,7% 1,5%
100,0%
sumber : LBU berdasarkan Lokasi Proyek
Berdasarkan lapangan usaha, pada triwulan IV 2016 pangsa penyaluran kredit UMKM terbesar terdapat pada Perdagangan Besar dan Eceran (52,3%), Pertanian (19,2%) dan Industri Pengolahan (8,5%). Pertumbuhan kredit UMKM lapangan usaha PBE tercatat sebesar 2,2% menurun dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,6%. Kredit UMKM pertanian dan industri pengolahan juga tumbuh meningkat masing-masing sebesar 7% dan 10,7% dari sebelumnya sebesar 5,4% (yoy) dan 3,0% (yoy).
sebesar 4,9% atau telah berada di bawah level indikatif (5%), membaik dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,3%. Penurunan NPL tersebut didorong oleh penurunan NPL kredit mikro yang sudah berada di bawah level indikatif sebesar 2,8%, sementara NPL kredit kecil dan menengah masih berada di atas level indikatif masing-masing sebesar 6,1% dan 5,4%. Secara sektoral, risiko kredit terbesar terdapat pada sektor kredit real estate, disusul oleh sektor konstruksi dan sektor Perdagangan Besar dan Eceran. Sedangkan sektor pertanian Tingkat NPL kredit UMKM membaik. Pada dan sektor industri pengolahan mencatat risiko triwulan IV 2016, tingkat NPL kredit UMKM kredit yang masih di bawah target indikatif. STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 69
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 50%
40,3%
Sebaran Kredit UMKM
40% 30% 20% 10%
9,8% 5,9%
4,8% 3,7%
1,5%
0%
Grafik 4.30 Sebaran Kredit UMKM di Sumatera Utara Posisi Tw IV 2016
Berdasarkan data kredit UMKM berdasarkan lokasi proyek di Sumatera Utara secara spasial kredit UMKM paling besar berada di Kota Medan dengan proporsi mencapai 40,3% atau sebesar Rp20,2 triliun, disusul Kabupaten Deli Serdang dengan proporsi 9,8% atau Rp4,9 triliun dan Kabupaten Labuhan Batu sebesar 5,9% atau Rp2,9 triliun, sementara 44% lainnya atau sebesar Rp22 triliun tersebar di 30 Kabupaten/Kota di Sumatera Utara. Sebaran UMKM tersebut menunjukkan bahwa kredit UMKM belum merata di setiap Kabupaten/Kota dan masih terkonsentrasi di Kota Medan dan Deli Serdang, bahkan terdapat 11 kabupaten yang kredit UMKM nya di bawah 1% yaitu Tanjung Balai, Labuhanbatu Selatan, Humbang Hasundutan, Labuhanbatu Utara, Samosir, Pakpak Bharat, Gunung Sitoli, Nias, Nias Utara, Nias Barat, dan Nias Selatan. Nias Utara bahkan tercatat 0% (Grafik 4.32). Upaya Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Dalam rangka mendorong peningkatan penyaluran kredit bagi UMKM, berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Daerah untuk menjadikan pelaku UMKM bankable, sehingga dapat mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan.
Selain itu Kantor Perwakilan Bank Indonesia di Sumatera Utara yaitu Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara di Medan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Pematangsiantar dan Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sibolga juga melakukan peningkatan akses keuangan UMKM dalam berbagai bentuk seperti bantuan teknis, pengembangan bisnis, pendampingan, dan capacity building. Dalam rangka memperkuat sinergi dan dalam rangka mencapai tujuan Bank Indonesia, sejak tahun 2014 Bank Indonesia telah melaksanakan program kerja inisiatif pengembangan klaster ketahanan pangan. Isu ketahanan pangan di Sumatera Utara penting untuk dikembangkan mengingat berdasarkan data historis komoditas pangan menjadi salah satu sumber tekanan inflasi Volatile Food. Beberapa komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan inflasi di Sumatera Utara adalah beras, bawang merah, dan cabe merah. Akibat dari ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran menyebabkan terjadinya gejolak harga pada beberapa komoditas dimaksud. Atas hal tersebut, guna memperkuat ketahanan dan kemandirian pangan di Sumatera Utara juga sebagai salah satu inisiatif agar dapat dilanjutkan serta dikembangkan oleh Pemda, KPw Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara membuat inisiatif program klaster sebagai berikut:
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Keterangan Klaster Bawang Merah Klaster Bawang Merah Klaster Bawang Merah Klaster Padi Organik Klaster Padi Klaster Desa Pesisir Klaster Kopi
Lokasi Dairi Karo Medan - Marelan Serdang Bedagai Pulau Kampai Serdang Bedagai Karo
Luas (Ha) Tahun Mulai Kategori 50 2015 12 2015 Ketahanan Pangan 7 2014 343 2014 44 2014 2016 Komoditi Unggulan 30 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 71
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 72
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
Sejalan dengan masih kuatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV 2016, aktivitas transaksi keuangan masyarakat baik secara tunai maupun non tunai mengalami peningkatan. Dari sisi transaksi tunai, peningkatan terlihat dari aliran uang tunai yang mengalami net ouflow. Sedangkan dari sisi non tunai, peningkatan terlihat dari peningkatan transaksi kliring. Sesuai polanya, pada triwulan IV 2016, Sumatera Utara mencatatkan net outflow seiring dengan peningkatan kebutuhan uang kartal menjelang perayaan Natal dan Tahun Baru. Sementara itu, sejalan dengan kebijakan clean money policy, Bank Indonesia senantiasa melakukan berbagai upaya untuk menyerap uang tidak layar edar (UTLE) di masyarakat. Untuk itu, Bank Indonesia telah melakukan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) dengan proporsi 63% dari penyetoran uang kartal ke Bank Indonesia, meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya (36%). Di tengah peningkatan kebutuhan uang tunai, temuan uang palsu mengalami penurunan 47% dibandingkan triwulan sebelumnya. Sebagaimana transaksi tunai, transaksi non tunai melalui kliring juga menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya aktivitas transaksi menjelang akhir tahun.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 73
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Tabel 5.1 Transaksi SKNBI Provinsi Sumatera Utara URAIAN
2014 I
II
2015 III
IV
I
2016
II
III
IV
I
II
III IV Perputaran Kliring : Nominal (Rp. Triliun) 40.4 41.6 41.6 43.1 40.1 39.5 40.9 46.7 58.8 61.9 49.7 52.4 Volume (ratus ribu lbr warkat) 11.5 11.3 11.4 11.0 11.2 11.1 11.2 11.1 11.4 11.7 12.1 11.7 Rata-rata Perputaran Kliring per Hari : Jumlah Hari Kerja 60 60 66 66 64 61 64 63 61 62 59 63 Nominal (Rp Miliar) 672.8 693.3 629.8 652.3 626.9 647.3 639.2 740.5 963.6 998.9 843.2 832.5 Volume (lembar warkat) 19,234 18,866 17,214 16,675 17,435 18,192 17,463 17,688 18,612 18,830 20,534 18,506 Pertumbuhan Perputaran Kliring : Nominal (qtq, %) -2.9% 3.1% -0.1% 3.6% -6.8% -1.6% 3.6% 14.0% 26.0% 5.4% -19.7% 5.4% Volume (qtq, %) 2.3% -1.9% 0.4% -3.1% 1.4% -0.5% 0.7% -0.3% 1.9% 2.8% 3.8% -3.8% Nominal (yoy %) 5.9% 9.6% -5.7% 3.5% -0.6% -5.1% -1.6% 8.4% 46.5% 56.9% 21.6% 12.4% Volume (yoy, %) -2.6% -0.8% 0.3% -2.5% -3.3% -2.0% -1.6% 1.3% 1.7% 5.2% 8.4% 4.6%
Nominal (Triliun Rp) Nominal (qtq)
70
Sistem
Volume (Ratus ribu warkat) Volume (qtq)
30%
60
20%
50
10%
5.4% 40
0% 30
-10%
11.7
12.1
11.7
11.4
11.1
52.4
61.9
58.8
-20% 49.7
11.2 46.7
40.9
39.5
11.1
11.2
11.0 40.1
43.1
11.3 41.6
10
11.5
20
11.4
-3.8
41.6
Sistem pembayaran merupakan infrastruktur sistem keuangan yang harus dijaga kelancaran penyelenggaraannya agar mampu mendukung transaksi ekonomi masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha. Selaku otoritas di bidang sistem pembayaran, Bank Indonesia memiliki misi untuk mewujudkan sistem pembayaran yang aman, andal dan efisien. Untuk mencapai hal tersebut, Bank Indonesia mengimplementasikan beberapa kebijakan, antara lain penguatan infrastruktur sistem pembayaran, elektronifikasi, perluasan akses keuangan dan perlindungan konsumen, yang keseluruhannya bertujuan untuk mendukung stabilitas moneter dan sistem keuangan. Kebijakan penguatan infrastruktur diantaranya dilaksanakan melalui implementasi Bank Indonesia-Real Time Gross Settlement (RTGS) Generasi II untuk Sistem Pembayaran Bernilai Besar (High Value) dan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) Generasi II untuk sistem pembayaran ritel.
5.1.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Menggunakan SKNBI15
40.4
5.1 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran
-30%
0
I
II
III
IV
2014
I
II
III 2015
IV
I
II
III
IV
2016
Sumber : Bank Indonesia
Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi Kliring
Sejalan dengan masih kuatnya perekonomian pada triwulan IV, nominal transaksi SKNBI16 tercatat meningkat 5,4% (qtq) menjadi sebesar Rp52,4 triliun. Namun demikian, dari sisi volume, jumlah warkat yang ditransaksikan sedikit menurun dibandingkan triwulan sebelumnya, menjadi 1,17 juta lembar (-3,8%, qtq). Peningkatan nominal transaksi tersebut utamanya didorong oleh peningkatan aktivitas transaksi masyarakat dan realisasi belanja pemerintah menjelang akhir tahun sebagaimana polanya (Tabel 5.1 dan grafik 5.1).
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 74
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Penyelenggaraan kegiatan kliring di Sumatera Utara dilaksanakan di 3 Kantor Bank Indonesia17 dan beberapa Penyelenggara Kliring Lokal (PKL). Untuk meningkatkan pelayanan transaksi kliring kepada masyarakat, Bank Indonesia juga membuka kesempatan bagi institusi perbankan yang ingin menjadi Penyelenggara Kliring Lokal (PKL). Saat ini terdapat 5 PKL di wilayah Sumatera Utara, yaitu di Tebing Tinggi, Kabanjahe, Rantau Prapat, Kisaran dan Padangsidimpuan, dengan pertimbangan wilayah tersebut memiliki transaksi yang cukup besar sementara lokasinya cukup jauh dari Kantor Bank Indonesia terdekat. 5.1.2 Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Menggunakan Elektronifikasi Pembayaran Elektronifikasi pembayaran secara umum dapat didefinisikan sebagai upaya untuk mengubah transaksi masyarakat yang semula dilakukan secara manual menjadi elektronik, dari metode pembayaran secara tunai menjadi non tunai. Penerapan elektronifikasi pembayaran diharapkan dapat membuka lebih luas akses masyarakat untuk terhubung dengan layanan keuangan serta mendekatkan lembaga keuangan kepada masyarakat hingga ke daerah terpencil (remote area). Penggunaan kartu elektronik tidak hanya memberikan kenyamanan, tetapi juga memiliki peran penting dalam menstimulus pertumbuhan ekonomi. Moody’s, lemb pemeringkat dunia, menjelaskan betapa cepat penetrasi kartu elektronik (kartu debit, kredit, dan prepaid) mengubah cara bertransaksi masyarakat. Pembayaran secara elektronik menyuguhkan kenyamanan dan keamanan pada konsumen atas dananya, mengurangi cash, dan
memberikan kemudahan bagi merchant untuk menjalankan bisnisnya. Lebih jauh lagi, elektronifikasi juga menjadi salah satu cara mempercepat perluasan akses keuangan (financial inclusion), membuka kesempatan bagi masyarakat unbanked, untuk mulai mengenali sistem perbankan secara formal. Namun seberapa besar ekspansi penggunaan kartu elektronik mempengaruhi pertumbuhan ekonomi? H sil sesme Moody’s erh d p 70 negara pada tahun 2011-2015 membuktikan bahwa penggunaan kartu elektronik dapat meningkatkan minat belanja konsumen dan memberikan prospek terjadinya siklus positif (virtous cycle) terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi. Secara spesifik, ditemukan bahwa setiap peningkatan transaksi non tunai sebesar 10% akan mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,5%.18
Gambar 5.1 Fasilitas Transaksi Non Tunai Via Uang Elektronik
Implementasi program elektronifikasi di Sumatera Utara mendapat respon yang cukup baik. Pencanangan roadmap elektronifikasi pada Agustus 2014 diikuti dengan berbagai program di
1818
Moody’s Analytics (2016). The Impact of Electronic Payments on Economic Growth. Studi dilakukan pada tahun 2011-2015 di 70 negara, termasuk Indonesia.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 75
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 level daerah. Sumatera Utara, mengawali program elektronifikasi dengan penerapan pembayaran gaji pegawai negeri secara non tunai melalui Kartu Pegawai Elektronik (KPE) di lingkungan Pemerintah Daerah. Hingga Oktober 2016, program elektronifikasi telah berhasil diimplementasikan di 134 instansi dari 217 instansi (62%) dengan jumlah pegawai yang beralih ke instrumen non tunai sebanyak 11.600 orang dari 20.700 orang pegawai (56%). Capaian tersebut tentu menjadi sinyal positif dalam menciptakan efisiensi perekonomian di masyarakat. Untuk meningkatkan implementasi program di tingkat Provinsi maupun Kota Medan, Bank Indonesia terus berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan dan melakukan edukasi secara rutin kepada Pegawai Negeri Sipil (PNS). Sejalan dengan hal tersebut, kondisi literasi keuangan Sumatera Utara menunjukkan peningkatan. Kondisi ini tercermin dari jumlah pemegang uang elektronik (e-money) - instrumen non tunai lainnya - di Sumatera Utara yang terus meningkat. Jumlah pemegang uang elektronik (U-Nik) pada periode laporan tercatat meningkat 2,2% (qtq) menjadi 35.400 dari sebelumnya 34.400 pemegang (Grafik 5.2). Jumlah tersebut bahkan mengungguli provinsi lainnya di Sumatera. Namun demikian, sejalan dengan aktivitas konsumsi yang meningkat di akhir tahun, nominal yang tersimpan dalam U-Nik juga tercatat menurun signifikan (-96%) dari semula Rp2,2 miliar menjadi Rp76,4 juta. Langkah percepatan implementasi program elektronifikasi dilakukan dengan berbagai cara. Dalam rangka perluasan implementasi program elektronifikasi di daerah terkait GNNT, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Utara juga telah menggagas sejumlah program, antara lain 1) Lomba Video Pendek bertema Gerakan
Nasional Non Tunai, yang diikuti oleh 3 Universitas Negeri di Sumatera Utara; 2) Kegiatan Smart Money Wave, diikuti 1800 mahasiswa, yang bertujuan untuk mendorong implementasi Kawasan Less Cash Society (LCS) di lingkungan kampus Universitas Sumatera Utara; dan 3) Fasilitasi Training of Trainer GNNT kepada Guru se-kota Medan. 5.1.3
Perkembangan Transaksi Sistem Pembayaran Menggunakan Layanan Keuangan Digital
Perluasan akses keuangan melalui agen LKD19 menunjukan peningkatan, namun agen terkonsentrasi di pusat kota. Hingga Desember 2016, jumlah agen LKD di Sumatera Utara tercatat terus meningkat, sebanyak 6.921 agen atau tumbuh 12,2% (qtq). Namun secara spasial, diketahui jumlah agen masih terkonsentrasi di Kota Medan, sebanyak 1.670 orang. Sementara daerah yang berada jauh dari ibukota, seperti Padang Lawas Utara justru hanya memiliki 1 orang agen. Jumlah Agen LKD masih sangat tergantung jumlah bank di wilayah tersebut. Banyaknya agen LKD di kota Medan disinyalir karena target keberadaan agen masih sangat tergantung jumlah bank di daerah tersebut. Imbasnya, penambahan agen LKD di kota besar dengan kantor cabang lebih banyak, cenderung lebih cepat dibandingkan kota kecil. Untuk mempercepat perluasan agen LKD di daerah, Bank Indonesia bekerjasama dengan Bank penyelenggara LKD secara aktif melakukan edukasi kepada calon agen potensial secara periodik sejak tahun 2016. Di sisi lain, Bank Indonesia juga melakukan harmonisasi program pengembangan klaster dan pembinaan UMKM
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 76
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 dengan melakukan peningkatan peran klaster/UMKM menjadi agen LKD potensial. Orang
Agen LKD (LHS)
8,000
Orang
Pemegang Unik (RHS) 35,488
7,000
35,500
6,000
35,000
32,500
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
2016
Grafik 5.2 Jumlah Agen LKD dan Pemegang Uang Elektronik di Sumatera Utara
Transaksi transfer person to account (P2A) menjadi transaksi terbesar agen LKD. Berdasarkan nominalnya, jenis transaksi yang paling banyak dilakukan pada triwulan IV 2016 adalah transfer person to account20 dengan nominal mencapai Rp315,4 juta diikuti dengan fasilitas top up dan tarik tunai masing-masing sebesar Rp207 juta dan Rp125 juta dengan kecenderungan meningkat (Tabel 5.2). Semakin banyak jumlah agen LKD, potensi transaksi keuangan akan semakin besar. Sejalan dengan keberadaan agen LKD yang terkonsentrasi di kota Medan, nominal transaksi terbesar juga berada di kota Medan dan sekitarnya. Di Kota Medan, transaksi yang paling diminati adalah pembayaran tagihan berkala, transfer person to person21, dan tarik tunai. Sedangkan transaksi transfer person to account paling banyak dilakukan di Kabupaten Karo. Transaksi yang mulai dilakukan di tingkat Kabupaten mencerminkan adanya kebutuhan fasilitas perbankan dan respon yang cukup baik dari masyarakat setempat (Grafik 5.3) Penyelenggaraan LKD dapat dilakukan bank dengan agen LKD badan hukum maupun agen LKD individu. Khusus untuk implementasi LKD
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
22%
92%
50%
73%
43%
19% 12% 31%
16%
Simalungun Binjai
25% 22%
49%
45%
24%
11%
11%
13% 13%
P2A
0
33,000
Karo Labuanbatu Selatan Medan
Pengisian Ulang
6,170
6,921
6,007
6,070
5,910
5,487
5,451
4,921
5,123
6,170
6,921
33,500
6,070
1,000
Deli Serdang Tapanuli Utara Pematang Siantar
P2P
34,000
3,000
Registrasi
4,000
Pemby. Tagihan
34,500
34,872
Tarik Tunai
5,000
2,000
36,000
menggunakan agen LKD individu, saat ini hanya diperuntukkan bagi bank BUKU 4. Sampai saat ini, hanya 4 bank yang memperoleh izin dari Bank Indonesia yaitu Bank Rakyat Indonesia, Bank Mandiri, Bank Negara Indonesia dan BCA.
Grafik 5.3 Porsi Transaksi LKD
5.1.4 Perlindungan Pembayaran
Konsumen
Sistem
Selain menyediakan infrastruktur sistem pembayaran, Bank Indonesia juga berperan dalam memberikan perlindungan konsumen sistem pembayaran. Sesuai PBI No.16/1/PBI/2014, fungsi perlindungan konsumen yang dilakukan Bank Indonesia diejawantahkan dalam bentuk edukasi, konsultasi dan fasilitasi kepada setiap individu yang memanfaatkan jasa sistem pembayaran seperti pemegang kartu ATM dan kartu kredit. Adapun cakupan dari perlindungan konsumen jasa sistem pembayaran adalah instrumen pemindahan/penarikan dana, kegiatan transfer dana, APMK, uang elektronik, serta penyediaan/penyetoran uang rupiah. Sejak desentralisasi fungsi perlindungan konsumen pada paruh pertama 2016, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sumatera Utara telah menerima 78 pengaduan nasabah. Dari keseluruhannya, pengaduan nasabah terbesar
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 77
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 adalah terkait kartu kredit 24 pengaduan atau 30,8% (Grafik 5.4). Dari sisi jumlah, volume
pengaduan nasabah di level daerah masih cenderung sedikit.
Tabel 5.2 Jumlah Agen LKD dan Pemegang Uang Elektronik di Sumatera Utara
Grafik 5.4 Porsi Jenis Pengaduan Sistem Pembayaran
5.2 Kinerja Pengelolaan Uang Rupiah Misi Bank Indonesia di bidang pengelolaan uang rupiah adalah memenuhi kebutuhan uang rupiah
di masyarakat dalam jumlah nominal yang cukup, pecahan yang sesuai, tepat waktu, dan dalam kondisi layak edar. Secara garis besar, Bank Indonesia menempuh 5 kebijakan pengelolaan uang rupiah. Pertama, menjaga kecukupan posisi kas Bank Indonesia. Kedua, meningkatkan kualitas uang rupiah yang berada di masyarakat (clean money policy). Ketiga, perluasan jaringan distribusi uang dan layanan kas. Keempat, penguatan komunikasi publik mengenai Ciri Keaslian Rupiah. Kelima, pencegahan dan penanggulangan pemberan-tasan uang rupiah palsu.
Tabel 5.3Indikator Pengedaran Uang di Provinsi Sumatera Utara
Sumber: Bank Indonesia
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 78
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
5.2 Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah Sejalan dengan kuatnya perekonomian Sumatera Utara, transaksi uang kartal22 di Sumatera Utara mencatat net outflow23. Kebutuhan uang kartal yang meningkat pada triwulan IV 2016 didorong oleh aktivitas konsumsi masyarakat yang mengalami peningkatan, terutama dalam menghadapi event akhir tahun seperti Natal dan Tahun Baru, serta realisasi belanja pemerintah daerah sebagaimana polanya. Tingginya permintaan masyarakat akan uang kartal pada triwulan laporan mendorong perbankan merespons penyediaan likuiditas yang lebih tinggi dari biasanya. Hal ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan pada sub komponen konsumsi rumah tangga PDRB Sumatera Utara triwulan IV 2016 (dari 4,5% menjadi 5,6%). Peningkatan tersebut dapat dilihat dari nominal penarikan (outflow) di Provinsi Sumatera Utara yang tercatat sebesar Rp9.4 triliun, atau meningkat sebesar 62,6% (qtq) pada triwulan laporan. Sebaliknya, nominal penyetoran (inflow) tercatat sebesar Rp6.4triliun, atau terkoreksi sebesar 77,3% (qtq). Dengan demikian, posisi aliran uang kartal pada triwulan IV 2016 tercatat sebesar Rp3.07 triliun (net outflow), berbeda dengan triwulan sebelumnya yang mengalami net inflow sebesar Rp5.527 miliar (Tabel 5.3). Penarikan uang kartal yang lebih tinggi dari biasanya mencerminkan adanya
22
23
peningkatan kebutuhan uang kartal untuk konsumsi diakhir tahun. Rp Triliun
Net Inflow/ Outflow (LHS) ∆ Ko s.Pemeri h (RHS)
%, YoY
∆ Ko s.RT (RHS) 5.4
5.6
-3.5
-4.8
Grafik 5.5 Net Inflow/Outflow Sumatera Utara
Meskipun secara keseluruhan Provinsi Sumatera Utara24 mencatatkan net outflow, namun secara spasial diketahui bahwa kota Medan cenderung mencatatkan net inflow. Pada triwulan laporan, kota Medan mencatat net inflow sebesar Rp1.260 miliar, sementara kota Pematang Siantar dan Sibolga mengalami net outflow dengan besaran masing-masing Rp2.103 miliar dan Rp2.225 miliar. Perputaran uang di kota Medan cenderung lebih tinggi dibandingkan Kabupaten/Kota lain. Pola net inflow yang umumnya terjadi di kota Medan ditengarai karena Medan sebagai kota metropolitan serta gerbang Indonesia di bagian barat, menjadi pusat dari berlangsungnya hampir segala aktivitas baik di bidang perekonomian, bisnis dan sosial budaya lingkup Sumatera Utara. Imbasnya, perputaran uang di kota Medan cenderung lebih tinggi dibandingkan kabupaten/kota lainnya. Hal ini terkonfirmasi dari proporsi Dana Pihak Ketiga yang mayoritas disimpan pada Bank yang berlokasi di kota Medan (73%) maupun penyaluran kredit ke kota
Uang kartal terdiri dari uang kertas dan uang logam
Net outflow mencerminkan arus keluar/penarikan (outflow) dari Bank Indonesia lebih tinggi dibanding jumlah arus masuk/penyetoran (inflow) ke Bank Indonesia. Perhitungan inflow/outflow uang kartal dilakukan berdasarkan pelaporan bank di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia yang berada di Sumatera Utara yaitu KPw BI Provinsi Sumatera Utara, KPw BI Sibolga, dan KPw BI Pematangsiantar.
24
Data Provinsi Sumatera Utara merupakan penjumlahan uang masuk dan keluar dari khasanah BI di 3 kota, yaitu kota Medan, Pematang Siantar, dan Sibolga, dimana kantor Bank Indonesia berada.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 79
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Medan yang mencapai 56,5% dari total kredit perbankan di Sumatera Utara. Sebagai bentuk komitmen dalam meningkatkan Uang Layak Edar di Masyarakat, Bank Indonesia melakukan berbagai kegiatan, diantaranya Kas Keliling. Jumlah kegiatan kas keliling yang dilakukan selama tahun 2016 lebih sering dibandingkan tahun 2015. Hal tersebut tercermin pada nominal transaksi kas keliling yang meningkat 76,2% (yoy) dan 29,9% (qtq). Selain itu, Bank Indonesia juga berupaya mengoptimalkan jumlah setoran Uang Hasil Cetak Sempurna (HCS) kepada Perbankan. Pada periode laporan, keluaran uang HCS tercatat sebesar Rp1,8 triliun, atau mencapai 57,2% dari penarikan uang kartal oleh perbankan, terbilang cukup tinggi seiring dengan komitmen Bank Indonesia dalam meningkatkan jumlah Uang Layak Edar, terutama menjelang HKBN. Dengan kegiatan tersebut, jumlah uang tidak layak edar (UTLE) menurun. Selama triwulan IV 2016, nominal inflow tercatat menurun cukup signifikan dari triwulan sebelumnya sebesar Rp11,4 triliun menjadi Rp6,4 triliun (turun 43,6%, qtq). Namun demikian, jumlah UTLE yang dimusnahkan relatif stabil. Jumlah UTLE pada triwulan IV 2016, yaitu sebesar Rp4,1 triliun, hanya menurun sebesar 0,45% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Ketersediaan uang layak edar di masyarakat semakin membaik. Proporsi pemusnahan UTLE terhadap penyetoran uang kartal di Bank Indonesia meningkat signifikan dari semula 36% menjadi 63%. Hal ini dapat menjadi indikasi positif atas ketersediaan uang layak edar di masyarakat, yang dibarengi oleh kesadaran
masyarakat untuk menukarkan uang yang tidak layak edar sudah semakin tinggi. Kondisi ini juga terkonfirmasi dari hasil survei tingkat kelayakan uang beredar yang mencerminkan kepuasan konsumen relatif baik atas Uang Pecahan Besar dan Kecil yang diedarkan.
Grafik 5.5 Proporsi UPK dan UPB yang dimusnahkan
Grafik 5.6 Proporsi Uang Kertas Pecahan Kecil yang Dimusnahkan
Berdasarkan volumenya, pemusnahan uang pecahan kecil (UPK)25 cenderung lebih tinggi (53%) dibanding uang pecahan besar (47%). Dari proporsi tersebut, diketahui uang pecahan Rp5.000 dan Rp2.000 mendominasi jumlah bilyet yang dimusnahkan (Grafik 5.5. dan Grafik 5.6). Hal tersebut mengindikasikan perputaran uang pecahan kecil cenderung lebih cepat dan perilaku masyarakat terhadap UPK dan UPB berbeda. Masyarakat ditengarai memperlakukan uang pecahan besar lebih hati-hati dibandingkan uang pecahan kecil.26 Ketersediaan uang layak edar yang cukup, memudahkan masyarakat dalam mengenali keaslian uang rupiah. Seiring dengan ketersediaan uang layak edar yang membaik, jumlah temuan uang palsu27 pada triwulan IV 2016 tercatat menurun signifikan, dari 1.170 lembar pada triwulan sebelumnya menjadi 551 lembar. Untuk terus meningkatkan kesadaran
Uang Pecahan Kecil (UPK) terdiri dari uang pecahan Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000, dan
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 80
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 masyarakat terkait keaslian uang rupiah, upaya preventif dan represif terus diupayakan. Tindakan preventif dilakukan melalui program edukasi kealisan uang rupiah secara berkala dan pengembangan desain uang rupiah dengan unsur pengaman (security features) yang lebih baik. Dalam hal ini, semakin tinggi nominal pecahan uang, desain unsur pengaman juga akan
semakin kompleks dan canggih. Sementara itu, upaya represif dilakukan melalui kerjasama dengan aparat penegak hukum dalam melakukan penyelidikan dan penindakan untuk memberantas kejahatan uang palsu di Sumatera Utara.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 81
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Suplemen 3 UANG RUPIAH BARU SIAP MEWARNAI PEREKONOMIAN INDONESIA UANG BARU, DESAIN BARU! Keberadaan uang tunai atau yang lazim disebut sebagai uang kartal sangatlah penting bagi masyarakat dan perekonomian sebuah negara. Mengapa? Karena uang kartal inilah yang secara fungsi (money is defined by its functions-John Hicks) digunakan sebagai alat pembayaran yang sah menggantikan sistem barter, sebagai alat penyimpan nilai, dan satuan penghitung. Ketiga fungsi uang (triad function of money) tersebut tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lain. Uang kartal inilah yang disirkulasi ke segenap pelosok wilayah negara sesuai dengan kebutuhan gerak roda perekonomian. Dalam perjalanannya, penggunaan uang kertas berkembang menjadi atribut dan simbol suatu negara. Dengan demikian, uang tidak sekedar dilihat dari nominalnya saja, tetapi juga dari nilai estetika yang ada di dalam desain pecahannya. Bayangkan jika sehelai atau sekeping uang tidak di desain dengan seksama, hanya berisi angka nominal. Tentu akan membosankan. Perputaran uang yang dinamis, membuat beberapa negara menjadikannya sebagai media promosi. Ibarat peribahasa, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Desain uang menampilkan gambar objek wisata, budaya, atau ikon tertentu. Uang seringkali menarik wisatawan. Bagaimana dengan uang rupiah Indonesia? Desain baru untuk uang baru. Yuk, kita kenali uang rupiah baru. Pada 19 Desember 2016, bertepatan dengan Hari Bela Negara, peristiwa bersejarah mewarnai Indonesia. Untuk pertama kalinya sejak Indonesia merdeka, Bank Indonesia meluncurkan 11 pecahan uang rupiah secara serentak di seluruh Indonesia, tidak terkecuali Sumatera Utara. Kesebelas uang pecahan rupiah terdiri dari 7 pecahan uang kertas (Uang pecahan Rp100.000, Rp50.000, Rp20.000, Rp10.000, Rp5.000, Rp2.000, Rp1.000) dan 4 pecahan uang logam (Uang pecahan Rp1.000, Rp500, Rp200, Rp100). Sesuai amanat UU Mata Uang No.7 Tahun 2011 tentang Mata Uang yang salah satunya mengatur ciri-ciri mata uang rupiah, disebutkan bahwa pada uang rupiah tertera tanda tangan Gubernur Bank Indonesia dan Menteri Keuangan RI. Gambar utama uang Rupiah adalah gambar tokoh pahlawan nasional. Dalam hal ini, uang baru memiliki 12 gambar pahlawan nasional, yang keseluruhannya mewakili sifat nasionalisme Indonesia. Dalam hal ini, tentu publik perlu memaknai bahwa siapapun tokoh pahlawan yang terdapat dalam pecahan uang tersebut bertujuan untuk menumbuhkan keteladanan dan semangat kepahlawanan. Jasanya dalam memperjuangkan dan mempertahankan kedaulatan Indonesia perlu dikenang. Lalu, apa yang melatarbelakangi peluncuran uang baru tersebut? Salah satunya berkaitan dengan unsur pengaman. Semakin baru pecahan uang, maka semakin canggih unsur pengamannya, karena telah mengakomodir teknologi yang lebih up to date dan modern. Maka, dengan sistem keamanan yang semakin baik tentu uang rupiah akan semakin sulit dipalsukan. Pecahan uang baru dilengkapi 9 hingga 12 unsur pengaman, antara lain tanda air, benang pengaman, tulisan mikro, tinta berubah warna, gambar tersembunyi, serta gambar saling isi atau rectoverso. PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 82
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Akhir-akhir ini, viral di media massa Diterawang Sebelum Diterawang mengenai simbol palu arit yang seolah Depan Belakang tertera pada uang rupiah. Apakah hal itu Rupiah benar? Jawabnya: tidak. Gambar yang dipersepsikan sebagai simbol palu dan arit tersebut sebetulnya adalah logo Bank Indonesia yang dipotong secara diagonal, Pound sehingga membentuk ornamen yang tidak beraturan. Gambar tersebut merupakan gambar saling isi (rectoverso), yang Korea Won merupakan bagian dari unsur pengaman rupiah. Gambar rectoverso dicetak dengan teknik khusus sehingga terpecah menjadi dua bagian di sisi depan dan belakang gambar uang, yang hanya dapat dilihat utuh apabila diterawang. Tidak hanya di Indonesia, rectoverso juga digunakan sebagai unsur pengaman pada beberapa mata uang lain di dunia. Untuk mengenalkan uang baru kepada masyarakat, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara setidaknya telah melakukan 10 kali kegiatan sosialisasi sejak peluncuran serentak akhir Desember yang lalu. Kegiatan sosialisasi ditujukan ke berbagai kalangan, seperti akademisi, aparat keamanan, Pegawai Negeri Sipil, dan masyarakat luas lainnya. Selain itu, untuk menjawab rasa penasaran masyarakat akan tampilan uang rupiah baru, Bank Indonesia juga mengoptimalkan penyaluran uang baru melalui perbankan dan kegiatan kas keliling sebagai sarana penukaran. Meski peredarannya belum terlalu banyak, uang pecahan baru sudah dirasakan keberadaannya di Sumatera Utara. Secara nominal, uang pecahan yang diedarkan paling banyak adalah pecahan Rp50.000 (57,5%), diikuti pecahan Rp100.000 (28,3%) dan Rp20.000 (7%). Dari sisi lembar, uang yang paling banyak diedarkan adalah pecahan Rp50.000 (35,8), diikuti pecahan Rp2.000(18,4%) dan Rp5.000 (10,8%). Jalan berliku selembar uang. Ketika kita mengeluarkan secarik uang kertas rupiah dari dompet, pernahkan terbersit bagaimana uang tersebut bisa berada di tangan kita? Proses distribusi uang menempuh proses yang panjang dan berliku. Setelah dilakukan pencetakan uang oleh PERURI, uang dikirim ke khasanah (gudang uang) di Kantor Pusat Bank Indonesia, Jakarta. Selanjutnya adalah urusan mendistribusikannya ke seluruh wilayah Indonesia, melalui Kantor – Kantor Bank Indonesia di daerah. Beragam moda transportasi digunakan, baik darat (mobil dan kereta api), laut (kapal laut), dan udara (pesawat terbang) demi menjamin tersedianya uang dengan jumlah yang cukup, tepat waktu dan dalam kondisi layak edar di berbagai wilayah Indonesia. Setiap pengiriman uang akan dikawal oleh kasir Bank Indonesia dan petugas kepolisian. Ketika paket kiriman uang tiba di Kantor Bank Indonesia setempat, akan langsung ditempatkan di khasanah dan em di didis rib si mel l i perb m p “oper si p s r” e m sy r mel l i s keliling. Nah, sekarang terbayang bukan betapa berlikunya perjalanan pengedaran selembar uang PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 83
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 rupiah ke tangan kita. Butuh waktu, tenaga dan biaya. Untuk itu, mari sayangi rupiah kita, merawat dengan baik, jangan dilipat, distraples maupun dicoret. Dengan begitu, kita bisa menjadi bagian dalam penghematan ongkos cetak uang baru.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 84
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Kegiatan ekonomi yang masih berjalan seiring dengan perbaikan perekonomian memberikan dampak pada membaiknya kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara. Hal tersebut tercermin dari tingkat pengangguran yang menurun. Perbaikan kondisi tenaga kerja tersebut juga diindikasikan telah mendorong penurunan angka kemiskinan. Selain itu, perkembangan yang menggembirakan juga terlihat pada kondisi ketimpangan pendapatan Sumatera Utara yang mengalami perbaikan. Perbaikan ketimpangan tersebut terutama terjadi di daerah pedesaan, sedangkan untuk daerah perkotaan tidak mengalami perbaikan. Perbaikan kondisi ketimpangan tersebut juga tercermin dari perbaikan distribusi pendapatan.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 85
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Seiring dengan stabilnya ekonomi pada triwulan IV 2016, kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara membaik. Hal tersebut tercermin dari tingkat pengangguran yang menurun. Perbaikan kondisi tenaga kerja tersebut juga telah mendorong penurunan angka kemiskinan. Di September 2016, jumlah penduduk miskin Sumatera Utara menurun dari 1.508.140 jiwa (10,79% terhadap total penduduk) pada September 2015 menjadi 1.452.550 jiwa (10,27% terhadap total penduduk). Jumlah tersebut lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 10,7%. Selain itu, kondisi ketimpangan pendapatan Sumatera Utara juga mengalami perbaikan. Hal tersebut tercermin dari rasio gini yang menurun dari 0,34 di tahun 2015 menjadi 0,32 di tahun 2016. Perbaikan ketimpangan tersebut terutama terjadi di daerah pedesaan dimana rasio gini tahun 2016 membaik menjadi 0,27 dari 0,29 di tahun sebelumnya, sedangkan untuk daerah perkotaan tidak mengalami perbaikan pada level 0,33. Perbaikan kondisi ketimpangan tersebut juga tercermin dari perbaikan distribusi pendapatan. Distribusi pendapatan 20% penduduk berpendapatan tinggi menurun dari 41,76% pada tahun 2015 menjadi 40,2% di tahun 2016. Sementara itu, 40% penduduk berpendapatan menengah mengalami peningkatan dari 36,91% di tahun 2015 menjadi 38,57% di tahun 2016. Namun, penguasan pendapatan oleh 40% penduduk berpendapatan terendah menurun dari 21,33% di tahun 2015 menjadi 21,25% di tahun 2016.
6.1
Ketenagakerjaan
Seiring dengan stabilnya ekonomi pada triwulan IV 2016, kondisi ketenagakerjaan Sumatera Utara juga relatif membaik. Kondisi tersebut tercermin dari tingkat pengangguran yang menurun. Selain itu, hasil survei Bank Indonesia menunjukkan optimisme masyarakat masih tinggi terhadap ketersediaan lapangan kerja saat ini dan 6 bulan yang akan datang.
Persentase Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tahun 2016 menurun menjadi 5,84% dari 6,71% di tahun 2015 (Grafik 6.1). Namun, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) juga menurun dari 67,28% pada tahun 2015 menjadi 65,90%. Penurunan tersebut dikarenakan penduduk usia kerja yang sebelumnya mencari pekerjaan beralih menjadi hanya mengurus rumah tangga atau lainnya. Di sisi lain, optimisme terhadap perbaikan kondisi tenaga kerja juga masih terjaga. Bedasarkan hasil Survei Konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia, keyakinan masyarakat terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan 6 bulan yang akan datang mencapai indeks 98,3. Meskipun masih berada pada level pesimis, keyakinan tersebut meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat pada level 97,0. Kenaikan keyakinan tersebut ditopang oleh ekspektasi perbaikan harga komoditas global terutama CPO di tahun depan dan perbaikan perekonomian domestik seiring dengan komitmen pemerintah dalam percepatan pembangunan infrastuktur strategis. Sementara itu, keyakinan masyarakat terhadap ketersediaan lapangan pekerjaan saat ini juga masih berada pada level pesimis 86,0 tetapi meningkat dari triwulan sebelumnya yang tercatat di level 81,2. Peningkatan tersebut dipengaruhi oleh membaiknya harga komoditas yang mendorong sektor perkebunan di Sumatera Utara kembali bergairah. Ribu Orang
Bekerja
Pengangguran
TPK (%)
6,600
6.7
6,400 6,200 6,000
391
429
8.0 7.0
5.8
6.0
372
3.0
5,600 5,400
5.0 4.0
380
5,800
%
6.6
6.7
419 402
TPAK (%)
2.0
5,912
5,752
6,081
5,881
5,962
5,990
2011
2012
2013
2014
2015
2016
5,200
1.0 0.0
Sumber: BPS Sumut Grafik 6.1 Perbandingan TPAK dengan TPT Sumatera Utara
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 86
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Sumber: Bank Indonesia Grafik 6.2 Indeks Ketersediaan Tenaga Kerja
UMP Sumatera Utara di tahun 2017 mencapai Rp1.961.354, tercatat meningkat sebesar 8,25% dibandingkan tahun 2016 sebesar Rp1.811.815. Meski kenaikan upah tersebut lebih rendah dari tahun sebelumnya (11,5%), penetapan UMP tersebut telah menggunakan acuan PDB dan Inflasi, sehingga diharapkan akan menjaga inflasi tetap rendah dan dapat mendukung upaya penurunan tingkat kemiskinan.
6.2 Kesejahteraan Pada periode laporan, tingkat kesejahteraan Provinsi Sumatera Utara relatif membaik. Hal tersebut tercermin dari optimisme persepsi pendapatan masyarakat pada Survei Konsumen Bank Indonesia, tingkat kemiskinan yang menurun, dan ketimpangan pendapatan masyarakat yang membaik.
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia. Grafik 6.3 Indeks Keyakinan Masyarakat terhadap Penghasilan
Sejalan dengan kenaikan persepsi positif masyarakat terhadap ketersediaan tenaga kerja, keyakinan masyarakat terhadap kondisi penghasilan saat ini maupun 6 bulan yang akan datang juga masih optimis. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia menunjukkan keyakinan masyarakat terhadap penghasilan saat ini masih optimis pada level 118,4. Level tersebut menurun dibandingkan triwulan sebelumnya dipengaruhi oleh masih tingginya tingkat inflasi yang disebabkan oleh kenaikan tariff listrik, BBM dan harga pangan. Namun demikian, ekspektasi masyarakat akan penghasilah masih optimis terutama didorong oleh kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) di tahun 2017.
Grafik 6.4 Upah Minimum Provinsi Sumatera Utara
Selain itu, masih optimisnya persepsi penghasilan pada triwulan IV 2016 juga didorong oleh membaiknya harga komoditas terutama CPO yang meningkat signifikan dibandingkan 3 tahun terakhir. Adanya peningkatan permintaan dari sisi global seiring dengan perbaikan ekonomi dunia turut mendorong meningkatnya persepsi masyarakat akan penghasilan. Sehingga, masyarakat lebih optimis dalam melakukan aktivitas konsumsinya. Masih terjaganya keyakinan masyarakat di level optimis tercermin dari perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dan Indeks Kondisi Ekonomi (IKE). Hal ini mengindikasikan daya beli masyarakat yang masih terjaga seiring dengan ekspektasi perbaikan ekonomi yang meningkat. Selain itu, kondisi makro ekonomi domestik yang cenderung stabil dan penguatan nilai tukar yang terus berlanjut serta aktivitas belanja pemerintah yang diharapkan meningkat di tahun depan turut menopang optimisme masyarakat.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 87
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 (9,75% terhadap total penduduk) dari periode yang sama tahun sebelumnya. Kondisi ini juga terkonfimasi dari membaiknya Nilai Tukar Petani (NTP) dan peningkatan pendapatan masyarakat. Juta Pend. 1.6
Penduduk Miskin
% Penduduk Miskin (kanan)
1.5
11.0
10.4
1.4
Sumber : Survei Konsumen, Bank Indonesia. Grafik 6.5 Indeks Keyakinan Konsumsi
6.3 Tingkat Kemiskinan Perbaikan sektor tenaga kerja disertai dengan inflasi yang relatif rendah berdampak pada tingkat kemiskinan yang menurun. Di periode laporan, jumlah penduduk miskin Sumatera Utara menurun dari 1.508.140 jiwa (10,79% terhadap total penduduk) di September 2015 menjadi 1.452.550 jiwa (10,27% terhadap total penduduk) di September 2016. Jumlah tersebut lebih rendah dari rata-rata nasional sebesar 10,7%. Penurunan jumlah dan presentase penduduk miskin tersebut ditengarai akibat penurunan tingkat pengangguran terbuka dan inflasi yang relatif terkendali. Penduduk miskin tersebut merupakan masyarakat yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah garis kemiskinan atau sebesar Rp401.823. Sementara di daerah perkotaan garis kemiskinan berada di angka Rp413.835 per kapita per bulan, sedangkan pedesaan Rp388.707,-. Perbaikan tingkat kemiskinan terjadi baik di perkotaan maupun di pedesaan, dengan penurunan yang lebih besar di wilayah pedesaan. Namun, jumlah penduduk miskin terbanyak di Sumatera Utara masih tetap berada di pedesaan. Penduduk miskin pedesaan di September 2016 turun menjadi 762.210 jiwa (10,86% terhadap total penduduk) dari 780.380 jiwa (10,97% terhadap total penduduk) pada September 2015. Sementara itu, jumlah penduduk miskin perkotaan di September 2016 juga mengalami penurunan menjadi 690.340 jiwa (9,69% terhadap total peduduk) dari 727.760 jiwa
% 11.5
10.3
10.5
1.3
10.0
1.2
9.5
1.1
1.41
1.38
1.34
1.42
1.29
1.36
1.46
1.51
1.46
1.45
Mar
Sep
Mar
Sep
Mar
Sep
Mar
Sep
Mar
Sep
2012
2013
2014
2015
9.0
2016
Sumber : BPS. Grafik 6.6 Jumlah Penduduk Miskin Juta Pend.
Penduduk Miskin Kota % Penduduk Miskin Kota
%
Penduduk Miskin Desa % Penduduk Miskin Desa
1.6
12.0
1.4
11.5
1.2
11.0
10.9
1.0 0.8
11.0 10.5
0.6
10.0
0.4 9.8
9.7
Mar
Sep
0.2 0.0
9.5 9.0
Mar 2012
Sep
Mar 2013
Sep
Mar 2014
Sep
Mar 2015
Sep
2016
Sumber : BPS. Grafik 6.7 Jumlah Penduduk Miskin Pedesaan dan Perkotaan
Namun demikian, selain jumlah penduduk miskin, yang perlu mendapat perhatian adalah tingkat kedalaman dan keparahan kemiskinan yang tercermin dari indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Pada tahun 2016, kedua indeks tersebut relatif meningkat. P1 2016 meningkat dari 1,89 di tahun 2015 menjadi 1,96, sedangkan P2 juga meningkat dari 0,52 di tahun 2015 menjadi 0,56 di tahun 2016. Peningkatan ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis kemiskinan dan tingkat ketimpangan pangeluaran penduduk miskin juga semakin melebar.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 88
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) (LHS)
Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) (RHS) 0.6
2.00
0.6
0.5 1.90
2.0
1.80
0.5
pemerintah dalam pemerataan pembangunan yang lebih berkualitas dan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
0.4
1.8
Index
1.70
0.3
1.60
0.2
1.50
0.1
0.35
0
0.33
1.40
Mar
Sep 2012
Mar
Sep 2013
Mar
Sep 2014
Mar
Sep
Mar
2015
Sep 2016
Sumber : BPS. Grafik 6.8 Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
0.37
0.31
0.29 0.27
Pada tahun 2016, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara bersama Pemerintah Pusat juga telah mencanangkan kebijakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kemiskinan melalui program Rastra (Beras Sejahtera) dan pemanfaatan dana desa dari pemerintah pusat. Selain itu, untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, Pemerintah Daerah juga berupaya mengelola harga barang kebutuhan pokok yang dapat memicu inflasi agar selalu optimal, meningkatkan pembangunan infrastruktur dan menjaga harga jual di tingkat petani. Pembangunan infrastruktur tersebut diharapkan bukan hanya berdampak pada kelancaran distribusi logistik, tetapi juga memberikan peluang positif peningkatan investasi yang kemudian berpengaruh pada peningkatan penyerapan tenaga kerja.
6.4 Ketimpangan Pendapatan Seiring dengan penurunan penduduk miskin, kondisi ketimpangan pendapatan Sumatera Utara juga mengalami perbaikan. Hal tersebut tercermin dari rasio gini yang menurun dari 0,34 di tahun 2015 menjadi 0,32 di tahun 2016 (grafik 6.7). Level tersebut juga lebih rendah dari rasio gini nasional yang mencapai 0,40. Perbaikan ketimpangan tersebut mencerminkan upaya
0.25
0.35
0.32
0.34
0.32
2013
2014
2015
2016
Sumber: BPS Sumut Grafik 6.9 Perkembangan Rasio Gini Sumatera Utara
Sumber: BPS Sumut (diolah) Grafik 6.10 Kurva Lorenz Sumatera Utara
Perbaikan kondisi ketimpangan tersebut juga tercermin dari distribusi pendapatan yang membaik. Hal tersebut terlihat dari bentuk kurva Lorenz28 yang mendekati perfect distribution line (Grafik 6.10). Distribusi pendapatan 20% penduduk berpendapatan tinggi menurun dari 41,76% pada tahun 2015 menjadi 40,18% di tahun 2016. Sementara itu, 40% penduduk berpendapatan menengah mengalami peningkatan dari 36,91% di tahun 2015 menjadi 38,57% di tahun 2016. Namun, penguasan pendapatan oleh 40% penduduk berpendapatan terendah menurun dari 21,33% di tahun 2015 menjadi 21,25% di tahun 2016.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 89
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Di daerah pedesaan Sumatera Utara, ketimpangan pendapatan pada tahun 2016 membaik dibandingkan tahun 2015. Rasio gini tahun 2016 membaik menjadi 0,27 dari 0,29 di tahun sebelumnya. Selain itu, perbaikan tersebut terlihat dari kurva Lorenz yang mendekati perfect distribution. Distribusi pendapatan 20% penduduk berpendapatan tinggi menurun dari 39,09% pada tahun 2015 menjadi 36,53% di tahun 2016. Sementara itu, 40% penduduk berpendapatan menengah mengalami peningkatan yang cukup tinggi dari 37,34% di tahun 2015 menjadi 40,19% di tahun 2016. Namun, penguasan pendapatan oleh 40% penduduk berpendapatan terendah sedikit menurun dari 23,57% di tahun 2015 menjadi 23,28% di tahun 2016. Sehingga dengan demikian, distribusi pendapatan di daerah pedesaan dikuasai oleh middle income. Hal tersebut mencerminkan perbaikan pendapatan bagi penduduk kelas menengah pedesaan yang dipengaruhi oleh perbaikan harga komoditas global.
Sementara di daerah perkotaan, ketimpangan pendapatan pada tahun 2016 tidak mengalami perubahan dibandingkan tahun 2015 yaitu tetap sebesar 0,33. Selain itu, distribusi pendapatan juga tidak mengalami perbaikan yang berarti, terlihat dari tidak berubahnya jarak kurva Lorenz terhadap perfect distribution. Distribusi pendapatan 20% penduduk berpendapatan tinggi menurun dari 42,42% pada tahun 2015 menjadi 41,36% di tahun 2016. Sementara itu, 40% penduduk berpendapatan menengah mengalami peningkatan dari 36,52% di tahun 2015 menjadi 38,84% di tahun 2016. Namun, penguasan pendapatan oleh 40% penduduk berpendapatan terendah menurun dari 21,06% menjadi 19,80% di tahun 2016.
Sumber: BPS Sumut Grafik 6.13 Distribusi Pendapatan Perkotaan
Sumber: BPS Sumut Grafik 6.12 Distribusi Pendapatan Pedesaan
Sumber: BPS Sumut (Diolah) Grafik 6.11 Kurva Lorenz Pedesaan Sumatera Utara
Ketimpangan distribusi pendapatan masih sangat terlihat khususnya di daerah perkotaan. Hal tersebut tercermin dari distribusi pendapatan yang sangat tidak merata dimana sekitar 80% distribusi pendapatan dinikmati oleh masyarakat berpendapatan menengah dan atas atau sekitar 60% dari total penduduk. Sementara masyarakat berpendapatan rendah atau 40% dari total penduduk hanya mendapat share 20% pendapatan perkotaan. Ketidakmerataan tersebut sejalan dengan indeks kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2) yang semakin melebar. Terkait dengan distribusi pendapatan sebagaimana diulas di atas, perbaikan aspek pemerataan (equity) dalam distribusi pendapatan dapat dilakukan dengan intervensi langsung untuk pembangunan modal manusia.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 90
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Hal ini memerlukan peran aktif pemerintah dalam menjamin penduduk untuk dapat mengakses kebutuhan paling mendasar agar mampu mengembangkan potensinya.
Sumber: BPS Sumut (Diolah) Grafik 6.14 Kurva Lorenz Pedesaan Sumatera Utara
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sumatera Utara terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2016, IPM Sumatera Utara mencapai 69,51, meningkat dibandingkan dengan 2015 sebesar 68,87. Level IPM Sumatera Utara tersebut termasuk ke dalam kategori menengah ke atas tetapi masih lebih rendah dibandingkan dengan provinsi lain seperti Provinsi Kepulauan Riau dan Provinsi Riau yang berada pada level masingmasing 73,75 dan 70,84. Oleh karena itu, kebijakan-kebijakan yang mampu meningkatkan kualitas pengembangan manusia mutlak diperlukan, sehingga jurang kesenjangan antara kaya dan miskin dapat dipersempit. Kebijakan untuk memperbaiki kualitas pendidikan, kesehatan dan pendapatan merupakan harga mati bagi kesejahteraan yang merata.
6.5 Nilai Tukar Petani Kesejahteraan petani di akhir 2016 menunjukkan perbaikan dan kembali ke level optimis. Nilai tukar Petani (NTP) pada triwulan IV 2016 tercatat
101,6, meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang hanya berada pada level pesimis 99,7. Level NTP tersebut berada di atas level indikatif kesejahteraan (NTP=100) di tengah melambatnya pertumbuhan sektor pertanian di triwulan laporan. Kenaikan NTP tersebut didorong oleh kenaikan NTP pertanian tanaman pangan, holtikultura, tanaman perkebunan rakyat, dan perikanan budidaya. Sementara NTP perternakan dan perikanan mengalami penurunan. NTP tanaman perkebunan rakyat meningkat cukup tinggi dari 95,3 pada triwulan sebelumnya menjadi 99,5 atau mendekati level indikatif kesejahteraan. Kenaikan NTP tersebut terutama disebabkan oleh kenaikan harga jual TBS sawit dan karet. Sementara itu, NTP perikanan justru mengalami penurunan dari 104,4 di triwulan sebelumnya menjadi 102,3. Penurunan tersebut diduga karena penurunan omset nelayan akibat menurunnya intensitas penangkapan ikan oleh nelayan karena terkendala cuaca yang buruk. Selain itu terjadi peningkatan biaya produksi seiring dengan meningkatnya harga bahan bakar solar. Tabel 6.1 Nilai Tukar Petani
2016 I II III Tanaman Pangan 98.4 98.2 97.5 Holtikultura 97.4 98.0 97.3 Tanaman Perkebunan Rakyat 95.3 98.1 95.3 Peternakan 109.4 110.5 112.9 Perikanan 101.4 102.4 104.4 Perikanan Budidaya 95.7 95.3 95.8 Nilai Tukar Petani
NTP
99.3 100.6 99.7
IV 98.3 98.9 99.5 112.2 102.3 96.8
101.6
Sumber: BPS
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 91
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 92
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
Perekonomian pada triwulan II 2017 diperkirakan masih cukup baik di kisaran 5,3-5,7% (yoy). Pertumbuhan perekonomian pada triwulan dimaksud diperkirakan bersumber dari kuatnya permintaan domestik dan adanya perbaikan dari sisi eksternal meski masih relatif terbatas. Perekonomian mendatang juga diperkirakan diriingi oleh peningkatan tekanan inflasi seiring dengan meningkatnya permintaan sesuai pola musiman ditengah terbatasnya pasokan bahan pangan. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan membaik dibandingkan tahun sebelumnya dan berada pada kisaran 5,2%-5,6%. Perbaikan didorong oleh membaiknya permintaan domestik yang semakin semakin solid serta kinerja ekspor yang semakin membaik. Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), atau menurun dibandingkan tahun 2016. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal. Sementara itu, risiko inflasi diperkirakan bersumber dari inflasi administered prices.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 93
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 tingginya aktivitas konsumsi masyarakat turut diperkuat p mis dengan persepsi penghasilan dan p mis 5,7 Masih didominasi oleh baiknya 5,5 esimis kondisi 6 bulan yang akan datang esimis yang masih berada di level permintaan domestik, perekonomian 5,1 5,3 Sumatera Utara pada triwulan II 2017 5,3 5,3 optimis. Sementara itu, persepsi ketersediaan lapangan kerja diperkirakan terakselerasi pada Tw-III Tw -IV Tw -I Tw -II 2016 2016 2017 2017 pada 6 bulan yang akan datang kisaran 5,3-5,7% (yoy). Pergeseran Pelaku usaha juga bulan Ramadhan, pencairan THR, gaji ke 13 dan justru meningkat. 14, baiknya harga komoditas serta iklim investasi mempersepsikan penjualan ritel dalam 6 bulan yang kondusif mampu mendorong akselerasi ke depan akan kembali meningkat. perekonomian domestik. Sektor eksternal turut Penjualan 3 bulan kedepan Penjualan 6 bulan kedepan 180.0 diperkirakan berkontribusi lebih baik dalam 160.0 menopang perekonomian kedepannya. Harga 140.0 komoditas diperkirakan masih cukup baik 120.0 100.0 ditengah kondisi permintaan domestik yang 80.0 meningkat. Sementara itu, permintaan global 60.0 40.0 diperkirakan masih lemah.
7.1
Prospek Pertumbuhan Ekonomi
PROYEKSI PDRB SUMUT Tw II 2017
20.0
Indeks
IEK
IKK
IKE
-
Batas
I
145
II
III
2014
135
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
IV
I
II
2017
Grafik 7.3 Indeks Perkiraan Penjualan OPTIMIS
125
115
PESIMIS
105 95 85 75 I
II
III
IV
I
2013
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
II
2015
III
IV
2016
I 2017
Grafik 7.1 Survei Konsumen 150.0 140.0 130.0 120.0 110.0 100.0 90.0 80.0
Penghasilan 6 bulan yad Ekonomi 6 bulan yad
70.0
Lapangan kerja 6 bulan yad Batas
60.0 I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III
IV
2016
I
II
2017
Grafik 7.2 Komponen Indeks Ekspektasi Konsumen
Kuatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 terutama didorong oleh masuknya bulan Ramadhan, persiapan menyambut HBKN Idul Fitri serta libur sekolah. Tingginya konsumsi masyarakat juga turut ditopang oleh masih baiknya daya beli seiring dengan harga komoditas perkebunan yang relatif terjaga. Perkiraan akan
Telah disahkannya APBD 2017 pada triwulan I 2017 menyebabkan mulai direalisasikannya belanja pemerintah sehingga mendorong kinerja konsumsi pemerintah pada triwulan II 2017. Monitoring realisasi anggaran yang dilakukan secara intensif diharapkan mampu menjaga realisasi konsumsi pemerintah. Upaya Pemerintah untuk memperbaiki kualitas infrastruktur yang memadai juga memberikan dukungan terhadap potensi tetap kuatnya permintaan domestik dari sisi investasi. Realisasi proyek infrastruktur yang tepat waktu menciptakan persepsi positif akan membaiknya iklim investasi di Sumatera Utara. Beberapa paket kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah yang terkait dengan investasi sepanjang tahun 2015-2016 juga semakin mendorong persepsi positif investor. Hal tersebut juga diakomodasi oleh reformasi birokrasi yang terus diupayakan oleh pemerintah.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 94
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Optimisme pelaku usaha akan kembali membaiknya pasar komoditas baik di pasar domestik maupun internasional juga mendorong tingginya investasi non bangunan ke depan. Hal tersebut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada beberapa perusahaan yang bergerak di industri pengolahan yang mulai melakukan peningkatan kapasitas pabrik baik dari sisi bangunan maupun permesinan dalam menunjang aktivitas industri ke depan. Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan Harga Tw II 2017 Harga Tw I 2017 Komoditas (%, yoy, proyeksi) (%, yoy, proyeksi) Kelapa Sawit 20,5 Karet 96,6 Kopi 13,3 Sumber: IMF Edisi Januari 2017, diolah
4,7 54,6 9,5
Kinerja perekonomian dari sisi eksternal juga turut menopang baiknya kinerja perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017. Harga komoditas perkebunan diperkirakan masih cukup baik dalam mendorong kinerja ekspor luar negeri. Tingginya permintaan domestik dari daerah lain yang disertai dengan masih berlangsungnya program penyerapan BBN turut mendorong kinerja ekspor antar daerah pada triwulan II 2017. Rencana pemerintah untuk mulai meningkatkan penyerapan karet domestik melalui produk infrastruktur hingga 15-20% untuk aspal juga dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian.
59
US
China
India
Jepang
Batas
EKSPANSI
57 55 53 51
KONTRAKSI
Pembiayaan yang memadai juga menunjang realisasi investasi pada periode mendatang. Akses permodalan yang lebih prima pasca efektifnya pelaksanaan program tax amnesty diperkirakan turut mendorong kinerja investasi ke depan. Begitu juga dengan adanya pelonggaran kebijakan moneter serta relaksasi Loan to Value (LTV) yang dilakukan Bank Indonesia pada beberapa periode lalu diperkirakan dapat menstimulus investasi rumah tangga. Kendati demikian, proses pengadaan jasa konstruksi dari sisi pemerintah daerah yang pada umumnya baru rampung pada semester II turut menjadi risiko terhambatnya kinerja investasi pada triwulan II 2017.
49
47 45 I
II
III
2013
IV
I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III
2016
IV
I 2017
Grafik 7.4 Purchasing Manager Index
Momentum mulai membaiknya aktivitas industri manufaktur negara mitra dagang utama juga diperkirakan memberikan dampak yang baik bagi perekonomian. Perkembangan nilai Purchasing Manager Index pada triwulan IV 2016 menunjukkan pergerakan yang cukup menggembirakan meski belum merata. Perbaikan ini diharapkan akan terus berlangsung hingga triwulan II 2017. Dari sisi penawaran, perekonomian pada triwulan mendatang diperkirakan didukung oleh masih baiknya kinerja industri pengolahan, perdagangan besar dan eceran (PBE) dan konstruksi. Sementara itu, kinerja kategori pertanian diperkirakan menurun. Ekspektasi akan meningkatnya permintaan, terutama dari sisi domestik, meningkatkan kinerja kategori industri pengolahan. Meningkatnya kapabilitas industri pendukung seperti listrik dan gas mampu menunjang aktivitas industri. Telah ditetapkannya kontrak penjualan Bahan Bakar Nabati jenis biodiesel untuk periode November 2016-April 2017 juga turut meningkatkan permintaan domestik. Peningkatan aktivitas industri juga dilakukan untuk memenuhi permintaan sepanjang bulan Ramadhan dan persiapan hari raya Idul Fitri. Seiring dengan meningkatnya permintaan domestik dalam memenuhi kebutuhan bulan Ramadhan, kinerja kategori PBE pada triwulan II 2017 diperkirakan turut membaik. Tingginya kebutuhan transportasi dalam menyemarakkan hari raya lebaran juga turut meningkatkan kebutuhan akan angkutan dan suku cadang.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 95
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Sementara itu, masih terus berlanjutnya proyek infrastruktur strategis serta persepsi positif investor akan perekonomian Sumatera Utara diharapkan dapat mendorong kinerja konstruksi ke depan. Adanya paket kebijakan pemerintah yang dikeluarkan sepanjang tahun 2015-2016 mendorong positifnya persepsi pelaku usaha dalam merealisasikan investasinya di Sumatera Utara. Berakhirnya periode puncak panen raya tanaman pangan dan hortikultura menekan kinerja kategori pertanian. Sementara itu, kinerja subkategori perkebunan diperkirakan masih belum kontributif dalam mendorong akselerasi kategori pertanian pada triwulan II 2017 terkait dengan siklus produksi yang relatif menurun pada semester I 2016. Secara keseluruhan tahun, perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 masih diperkirakan membaik dibandingkan tahun sebelumnya dan berada pada kisaran 5,2%5,6%, yang disebabkan oleh perbaikan permintaan domestik yang semakin solid serta kinerja net ekspor yang semakin membaik. Konsumsi rumah tangga yang kuat masih menjadi penyumbang utama akselerasi perekonomian pada tahun 2017.
sementara lonjakan tekanan inflasi pada kelompok lain relatif terkendali. Upaya koordinasi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dengan pemerintah melalui forum TPI/TPID diharapkan mampu menahan gejolak inflasi ke depan. Pasokan pangan dan hortikultura yang diperkirakan mulai menurun seiring dengan selesainya periode panen raya ditengah tingginya permintaan diperkirakan mendorong peningkatan tekanan inflasi kelompok Volatile Foods. Meskipun demikian, kondisi cuaca yang kondusif ditengah terus berlanjutnya program ketahanan pangan Provinsi Sumatera Utara mampu mendorong sustainabilitas produksi tanaman pangan di Sumatera Utara sehingga peningkatan tekanan inflasi masih dapat terkendali. Kondisi cuaca yang memadai diharapkan mendukung kelancaran kegiatan distribusi bahan pangan.
7.2 Prospek Inflasi Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Gambar 7.1 Perkiraan Sifat Curah Hujan April 2017 dm Pri es ( , yoy)
Tw-II 2017
5± 0,5% ( ,yoy)
PROYEKSI INFLASI
Tingginya permintaan masyarakat di bulan Ramadhan dan persiapan lebaran mendorong kembali tingginya tekanan inflasi Sumatera Utara hingga berada pada rentang 5 ±0,5% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi pada triwulan II 2017 terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi kelompok Administered Prices,
Tingginya risiko tekanan inflasi kelompok Volatile Foods ini direspon dengan intensifnya koordinasi TPID Provinsi Sumatera Utara dalam merealisasikan program yang telah disusun dalam roadmap pengendalian inflasi. Melalui BULOG, persediaan beras untuk meredam tekanan inflasi dapat dinilai memadai.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 96
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 yoy
juta ton Volume
120
355.7%
Growth
100 80 60
-35.0%
20
48 104 66 42 34 18 17 13 35 26 22 31 50 24 22 30 28 16 31 17 29 24 20 75
40
-
400.0% 350.0% 300.0% 250.0% 200.0% 150.0% 100.0% 50.0% 0.0% -50.0% -100.0% -150.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV 2011
2012
2013
2014
2015
2016
Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah
Grafik 7.5 Stock Beras BULOG
Tingginya permintaan masyarakat menyambut Lebaran yang didukung oleh baiknya daya beli seiring dengan harga komoditas perkebunan yang relatif membaik mendorong meningkatan tekanan inflasi inti. Meskipun demikian, peningkatan tekanan inflasi inti tertahan oleh ekspektasi inflasi yang terkelola dengan baik. Komunikasi terus dijalin oleh TPID Provinsi Sumatera Utara dalam meredam fluktuasi konsumsi masyarakat yang biasanya melejit pada periode lebaran. SK (Perub Hrg 3 bln yad) SPE (Perub Hrg 3 bln yad)
210.0
SK (Perub Hrg 6 bln yad) SPE (Perub Hrg 6 bln yad)
Meski magnitude perbaikan harga minyak dunia masih relatif rendah, potensi penyesuaian harga BBM pada tahun 2017 masih perlu diwaspadai. Hal tersebut disebabkan oleh tidak adanya penyesuaian harga BBM bersubdisi sejak Oktober 2016 lalu menyebabkan diskrepansi harga minyak mentah dunia yang sudah cukup lebar bila dibandingkan dengan April 2016 (periode terakhir pemerintah melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi). Dampak lanjutan dari penyesuaian tarif cukai rokok juga diperkirakan masih menambah tekanan inflasi pada triwulan mendatang. Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi Sumatera Utara tahun 2017 masih diperkirakan berada pada kisaran 4,0% ± 1% (yoy), sama dengan tahun 2016. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang mulai kembali normal pada awal tahun 2017. Dengan demikian, tekanan inflasi kelompok Volatile Foods diperkirakan mereda. Sementara itu, tekanan inflasi dua kelompok disagregasi lainnya diperkirakan meningkat.
190.0 170.0 150.0
130.0 110.0 90.0 I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
IV
I
II
2017
Grafik 7.6 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga
Tingginya risiko tekanan inflasi Administered Prices turut mendorong peningkatan tekanan inflasi pada triwulan II 2017. Penyesuaian tarif listrik non subsidi secara bertahap dalam program penyaluran subsidi tepat guna dan tepat sasaran diperkirakan masih mendorong peningkatan tekanan inflasi ke depan. Selain itu, pergerakan harga minyak dunia yang mulai menunjukkan pola perbaikan meski berjalan lambat juga menimbulkan potensi peningkatan tekanan inflasi dari sisi tarif listrik non subsidi.
Risiko peningkatan tekanan inflasi kelompok Administered Prices pada tahun 2017 masih cukup tinggi. Pergerakan harga minyak dunia yang kembali merangkak direspon pemerintah dengan adanya penyesuaian tarif listrik dalam beberapa bulan terakhir. Hal tersebut juga meningkatkan risiko kembali disesuaikannya tarif BBM bersubsidi mengingat penundaan kenaikan tarif tersebut telah dilakukan pada bulan Oktober 2016 lalu. Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi inti terjadi seiring dengan relatif membaiknya daya beli masyarakat pada tahun 2017 terkait dengan prakiraan perbaikan harga komoditas perkebunan. Situasi global yang masih dirundung ketidakpastian juga masih menekan nilai tukar. Meskipun demikian, peningkatan tekanan inflasi inti ini diperkirakan masih berada dalam level yang terkendali sehingga inflasi secara umum masih mampu terjangkar pada sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 97
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
7.3 Rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Pertumbuhan Ekonomi Indikasi perbaikan perekonomian yang terus berlanjut masih dibayangi oleh beberapa faktor risiko terutama dari sisi eksternal yang belum menunjukkan perbaikan secara fundamental. Dengan demikian, diperlukan penguatan perekonomian dari sisi domestik. Beberapa rekomendasi kebijakan yang dapat diambil oleh Pemerintah Daerah dan instansi terkait di antaranya adalah: a. Menjaga daya beli masyarakat ditengah prospek perbaikan harga komoditas yang diperkirakan tidak setinggi tahun sebelumnya: i. Menfasilitasi dan menyelenggarakan berbagai kegiatan meeting, incentive, convention, and exhibition (MICE) ii. Mengembangkan sentra dan pusat promosi UMKM b. Meningkatkan kegiatan investasi dengan menjaga iklim investasi: a. Mempercepat pengalihan ijin satu pintu dan memastikan pelaksanaan kemudahan pengurusan ijin b. Meningkatkan keamanan dan stabilitas politik c. Memberikan dukungan anggaran (politik anggaran): a. Mendorong percepatan proses persetujuan APBD dan memastikan realisasi tepat waktu b. Membangun sarana jalan dan prasarana yang mendukung dan terintegrasi dengan infrastruktur strategis c. Melakukan koordinasi percepatan pengembangan Kawasan Wisata Danau Toba d. Meningkatkan koordinasi dengan Pemerintah Kab/Kota
Pengendalian Inflasi Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk pengendalian inflasi tetap terkendali, diantaranya: a. Perluasan atau diversifikasi areal pertanaman maupun sentra produksi baru di daerah yang tidak rentan bencana b. Meningkatkan riset yang menghasilkan benih yang tahan penyakit dan menghasilkan produktivitas yang tinggi disamping penggunaan teknologi tepat guna. c. Meningkatkan program pendampingan dan pembinaan kelompok petani dalam mengantisipasi gangguan OPT yang meluas pada tahun 2016 lalu. d. Mengintensifkan kerja sama perdagangan antar wilayah yang dibarengi dengan pengembangan Kab/Kota sebagai penyangga pangan. e. Mempercepat pembentukan BUMD dan optimalisasi peran Toko Tani dalam rangka mendukung peran Bulog.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 98
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
LAMPIRAN INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah)
LAMPIRAN 99
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah)
LAMPIRAN 100
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
DAFTAR ISTILAH Administered Price Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya tembakau dan minuman beralkohol. Base Effect Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi. BEC Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut. Barang Modal (Capital Goods) Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1 tahun. Bahan Baku (Raw Material) Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri. BI Rate Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik. BI-RTGS Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Ceteris paribus Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan. CPO (Crude Palm Oil) Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit. Dana Pihak Ketiga (DPK) Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka (deposito). Disposable income Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak penghasilan. Ekspor dan Impor Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar daerah. Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank konvensional. DAFTAR ISTILAH 101
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Harga Minyak WTI Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas Intermediate atau Texas light sweet. Indeks Penjualan Barang Konstruksi Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang. Indeks Kondisi Ekonomi Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini. Inflasi IHK Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Inflasi Inti Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflow Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia. Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit Investasi Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik dan pembelian mesin. Kredit Modal Kerja Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku produksi. Kredit Konsumsi Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa agunan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible) tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah. Leading Indicators Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis.
DAFTAR ISTILAH 102
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Liaison Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha. Loan to Value (LTV) Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan. Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank syariah NTP (Nilai Tukar Petani) Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Outflow Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia. Passthrough effect Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada harga retail suatu produk. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja (yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Quarter on Quarter (qtq) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan sebelumnya. PDRB Riil Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu. Seasonal event Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung terjadi berulang antar tahun. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta. SurveI Konsumen Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian.
DAFTAR ISTILAH 103
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017 Survei Penjualan Eceran Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran dan dilakukan secara bulanan. Uang Kartal Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas maupun logam. Volatile Foods Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile). Year on year (yoy) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb).
DAFTAR ISTILAH 104
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Februari 2017
Editor
Departemen Regional 1 Divisi Advisory Ekonomi dan Keuangan:
Budi Trisnanto
Kontributor
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans:
Demina R. Sitepu Citra Agustina Nur Fikriyah Dzakiyah Rangga Pratama Fika Habbina
Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan:
Rizky Satya Pradhana Fadli Putra
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans Telp. 061-4150500 Fax. 061-4534760
DAFTAR ISTILAH 105