KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL
PROVINSI SUMATERA UTARA "Menciptakan Iklim Investasi Yang Kondusif Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi yang Kuat, Inklusif, dan Berkelanjutan” Agustus 2017
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
VISI DAN MISI Visi Bank Indonesia: “Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di Regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil”
Misi Bank Indonesia: 1. Mencapai stabilitas nilai tukar rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. 2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional. 3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional. 4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.
Nilai-nilai Strategis: Trust and Integrity- Professionalism – Excellence – Public Interest – Coordination and Teamwork
Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: “Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontribusi bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional”
Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara: Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.
VISI DAN MISI i
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
VISI DAN MISI ii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyusun Laporan Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional (KEKR) Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017. Laporan ini disusun untuk memenuhi kebutuhan stakeholders internal maupun eksternal Bank Indonesia mengenai informasi perkembangan ekonomi, moneter, perbankan, keuangan dan sistem pembayaran di Provinsi Sumatera Utara. Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara mengalami peningkatan tajam dari 4,50% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,09% (yoy) dan berada di atas perekonomian nasional yang tumbuh sebesar 5,01% (yoy). Peningkatan investasi dan konsumsi berperan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Kegiatan investasi terkait dengan membaiknya kinerja industri pengolahan merespons peningkatan ekspor luar negeri khususnya komoditas CPO dan kembali menggeliatkan aktivitas pada industri pengolahan. Mencermati perkembangan indikator terkini, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2017 diperkirakan stabil atau berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh meningkatnya performa konsumsi khususnya pemerintah di akhir tahun. Sementara itu, kinerja sektor swasta diperkirakan masih positif seiring dengan masih kondusifnya sektor eksternal serta perbaikan harga komoditas perkebunan di awal tahun 2017 yang ikut menopang akselerasi perekonomian. Potensi perbaikan ekonomi masih terbuka lebar. Perkembangan harga komoditas yang diperkirakan masih stabil dan perbaikan ekonomi dunia yang terus berlanjut diperkirakan menjadi penopang kinerja sektor eksternal. Dampak dari kondisi eksternal yang positif tersebut diharapkan dapat mendorong permintaan domestik yang semakin kuat. Dengan dukungan Pemerintah untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui percepatan reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan ekonomi domestik yang berkelanjutan. Pada kesempatan ini, kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang kami perlukan antara lain Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara, Badan Pusat Statistik (BPS), perbankan, akademisi, dan instansi pemerintah lainnya. Kami menyadari bahwa cakupan dan analisis dalam KEKR masih belum sepenuhnya sempurna sehingga saran, kritik dan dukungan informasi/data dari pembaca sekalian sangat diharapkan guna peningkatan kualitas dari kajian tersebut. Akhir kata, kami berharap semoga Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara ini bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata, kami berharap semoga buku ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Medan, Agustus 2017 KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI SUMATERA UTARA
Arief Budi Santoso Direktur Eksekutif
KATA PENGANTAR iii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR ISI VISI DAN MISI ..................................................................................................... I KATA PENGANTAR ............................................................................................ III DAFTAR ISI ....................................................................................................... IV DAFTAR GRAFIK................................................................................................ VI DAFTAR TABEL .................................................................................................. X TABEL INDIKATOR ........................................................................................... XII RINGKASAN UMUM........................................................................................ XIV BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH......................................... 1 1.1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL SECARA UMUM ................................. 2 1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN ...................................................... 4 1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI LAPANGAN USAHA ............................................... 12 BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH ..................................................................... 28 2.1 GAMBARAN UMUM ...................................................................................... 29 2.2 APBD PROVINSI SUMATERA UTARA .................................................................... 29 2.2.1 ANGGARAN PENDAPATAN PROVINSI SUMATERA UTARA ............................................ 30 2.2.2 ANGGARAN BELANJA PROVINSI SUMATERA UTARA ................................................... 33 BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH ....................................................... 37 3.1 KONDISI UMUM ........................................................................................... 38 3.2 PERKEMBANGAN INFLASI NON FUNDAMENTAL..................................................... 41 3.3 PERKEMBANGAN INFLASI FUNDAMENTAL ............................................................ 42 3.4 INFLASI MENURUT KELOMPOK BARANG DAN JASA ................................................ 43 3.4.1 KELOMPOK BAHAN MAKANAN .............................................................................. 43 3.4.2 KELOMPOK MAKANAN JADI, MINUMAN, ROKOK DAN TEMBAKAU ............................ 44 3.4.3 KELOMPOK PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR .............................. 45 3.4.4 KELOMPOK SANDANG ........................................................................................ 45 3.4.5 KELOMPOK KESEHATAN ...................................................................................... 45 3.4.6 KELOMPOK PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA .............................................. 45 3.5 PERBANDINGAN INFLASI ANTAR PROVINSI/KOTA DI SUMATERA ............................... 46 3.6 UPAYA PENGENDALIAN INFLASI ........................................................................ 46 BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM..................................................................................................... 51 4.1 PERKEMBANGAN PERBANKAN SUMATERA UTARA ................................................. 52 4.2 STABILITAS KEUANGAN DAERAH DI SUMATERA UTARA ........................................... 58 4.2.1 KETAHANAN SEKTOR KORPORASI ............................................................................. 58 4.2.2 KETAHANAN SEKTOR RUMAH TANGGA.................................................................... 63 4.3 PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM................................................ 67 4.3.1 PENYALURAN KREDIT UMKM ................................................................................ 67 DAFTAR ISI iv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH ........................................................................................................... 70 5.1 GAMBARAN UMUM SISTEM PEMBAYARAN ......................................................... 71 5.2 SISTEM PEMBAYARAN NON TUNAI.................................................................... 71 5.3 PERKEMBANGAN UANG KARTAL. ...................................................................... 72 5.4 PERKEMBANGAN KUPVA .............................................................................. 73 5.5 PERKEMBANGAN ELEKTRONIFIKASI PADA SISTEM PEMBAYARAN ................................. 74 5.5.1 ELEKTRONIFIKASI DI PEMERINTAH DAERAH .............................................................. 74 5.5.2 ELEKTRONIFIKASI JALAN TOL .................................................................................. 75 5.5.3 PERKEMBANGAN UANG DIGITAL ............................................................................ 76 BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN ........................................... 77 6.1 KETENAGAKERJAAN ....................................................................................... 78 6.2 KESEJAHTERAAN ........................................................................................... 80 BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH...................................................... 86 7.1 PROSPEK PERTUMBUHAN EKONOMI .................................................................. 87 7.2 PROSPEK INFLASI .......................................................................................... 89 7.3 REKOMENDASI KEPADA PEMERINTAH DAERAH ..................................................... 91 LAMPIRAN....................................................................................................... 94 DAFTAR ISTILAH .............................................................................................. 96
DAFTAR ISI v
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR GRAFIK Grafik 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha................................................................................ 3 Grafik 1.2 Andil Perekonomian Domestik dan Eksternal ...................................................... 4 Grafik 1.3 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan .......................................................... 4 Grafik 1.4 Survei Konsumen ................................................................................................. 5 Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar .................................................................................. 5 Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi .......................................................................... 5 Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran ...................................................................................... 6 Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi ....................................................................................... 6 Grafik 1.9 Konsumsi Listrik .................................................................................................... 6 Grafik 1.10 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja ................................. 6 Grafik 1.11 Persentase Realisasi APBN Triwulan II 2016 dan 2017 di Sumatera Utara ........ 7 Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda ....................................................................... 7 Grafik 1.13 Kredit Investasi ................................................................................................... 7 Grafik 1.14 Penjualan Semen ................................................................................................ 8 Grafik 1.15 Impor Barang Modal .......................................................................................... 8 Grafik 1.16 Pembelian Barang Tahan Lama .......................................................................... 8 Grafik 1.17 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara......................................... 9 Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara ......................................... 9 Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama .............................................................. 10 Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet ............................................................... 10 Grafik 1.21 Ekspor Karet ..................................................................................................... 10 Grafik 1.22 Ekspor CPO ....................................................................................................... 10 Grafik 1.23 PMI Negara Mitra Dagang Utama .................................................................... 10 Grafik 1.24 IPI Produk Makanan Indonesia......................................................................... 11 Grafik 1.25 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut ................................................ 11 Grafik 1.26 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut...................................................... 11 Grafik 1.27 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pengolahan............................................. 13 DAFTAR GRAFIK vi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Grafik 1.28 Perkiraan Sifat Curah Hujan April 2017 ............................................................ 13 Grafik 1.29 Perkiraan Sifat Curah Hujan Mei 2017 ............................................................. 13 Grafik 1.30 Distribusi Sifat Curah Hujan Juni 2017 ............................................................. 13 Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Pertanian ............................................................................ 14 Grafik 1.32 Penyaluran Pupuk Bersubsidi ........................................................................... 14 Grafik 1.33 Realisasi NTP Sumatera Utara .......................................................................... 14 Grafik 1.34 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara .............................................. 14 Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Perkebunan ........................................................................ 15 Grafik 1.36 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2017 ......................................................... 15 Grafik 1.37 Pemakaian Listrik Industri Triwulan I 2017 ...................................................... 15 Grafik 1.38 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan ............................................. 16 Grafik 1.39 Perkembangan Ekspor Manufaktur ................................................................. 16 Grafik 1.40 Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan PBE ........................................................ 16 Grafik 1.41 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi............................................................. 17 Grafik 1.42 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate ................ 17 Grafik 1.43 Penyaluran Kredit Kategori PBE ....................................................................... 18 Grafik 1.44 Perkembangan Bongkar Muat Sumatera Utara ............................................... 18 Grafik 1.45 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara ................................................... 18 Grafik 1.46 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan ............................ 19 Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional ................................................................................. 38 Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara ...................................................................... 39 Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan .................................................................... 41 Grafik 3.4 Stok Beras Bulog ................................................................................................. 42 Grafik 3.5 Ekspektasi Inflasi ................................................................................................ 43 Grafik 3.6 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika....................................................... 43 Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan II 2017 ............................................. 54 Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di Sumatera Utara ........................ 54 Grafik 4.3 Proporsi DPK Spasial ........................................................................................... 55 Grafik 4.4 Perkembangan Kualitas Kredit ........................................................................... 56 Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan ......................................... 57 DAFTAR GRAFIK vii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi ......................................... 57 Grafik 4.7 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial .................................................................. 58 Grafik 4.8 Indeks Kegiatan Dunia Usaha ............................................................................. 59 Grafik 4.9 ROA ROE Sumatera Utara................................................................................... 59 Grafik 4.10 Indikator Harga Jual dan Perkiraan Harga Jual ................................................. 60 Grafik 4.11 Akses Kredit ..................................................................................................... 61 Grafik 4.12 Penyaluran Kredit Korporasi............................................................................ 62 Grafik 4.13 Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan ............................................ 62 Grafik 4.14 Proporsi Kredit Sektor Korporasi. .................................................................... 62 Grafik 4.15 Perkembangan Persentase Pengeluaran per Kapita Menurut Kelompok Barang ............................................................................................................................................ 63 Grafik 4.16 Perkembangan Konsumsi RT ............................................................................ 63 Grafik 4.17 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen .................................................. 63 Grafik 4.18 Struktur Tenaga Kerja di Provinsi Sumatera Utara........................................... 64 Grafik 4.19 Perkembangan Harga Komoditas Perkebunan ................................................ 64 Grafik 4.20 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga ................................................................ 65 Grafik 4.21 Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Penggunaan Utama... 67 Grafik 4.22 Perkembangan NPL Kredit Sektor Rumah Tangga ........................................... 67 Grafik 4.23 Perkembangan Kredit UMKM .......................................................................... 68 Grafik 5.1 Perkembangan Outflow Inflow Uang Kartal....................................................... 72 Grafik 5.2 Perkembangan Kegiatan Kas Keliling ................................................................. 73 Grafik 5.3 Pembelian dan penjualan valas .......................................................................... 74 Grafik 5.4 Perkembangan LKD di Sumatera Utara .............................................................. 76 Grafik 6.1 Indikator Jumlah Tenaga Kerja ........................................................................... 78 Grafik 6.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja ..................................................................... 78 Grafik 6.3 Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi. ...................................................... 79 Grafik 6.4 Indeks Kondisi dan Ekspektasi Penghasilan........................................................ 79 Grafik 6.5 SKDU Ekspektasi dan Keyakinan Konsumen....................................................... 80 Grafik 6.6 SKDU Ketersediaan Lapangan Kerja ................................................................... 80 Grafik 6.7 Penduduk Miskin Sumatera Utara ..................................................................... 80
DAFTAR GRAFIK viii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Grafik 6.8 Penduduk Miskin Kota dan Desa ........................................................................ 81 Grafik 6.9 Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan ............................................................. 81 Grafik 6.10 Gini Ratio .......................................................................................................... 81 Grafik 7.1 Survei Konsumen ................................................................................................ 87 Grafik 7.2 Indeks Perkiraan Penjualan ................................................................................ 87 Grafik 7.3 Purchasing Manager Index................................................................................. 88 Grafik 7.4 Stock Beras BULOG ............................................................................................ 90 Grafik 7.5 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga ................... 90
DAFTAR GRAFIK ix
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR TABEL Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan.................................................. 4 Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara ........................................................... 8 Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama.......................................................................... 9 Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran ................................................. 12 Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2017 ..... 40 Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa ........................................................ 43 Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan ....................................................................... 44 Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau.................... 44 Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar ........................ 45 Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang ................................................................................... 45 Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan ................................................................................ 45 Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga ......................................... 46 Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan ......................... 46 Tabel 3.10 Inflasi Spasial Sumatera..................................................................................... 46 Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara ................................................... 52 Tabel 4.2 Komposisi Konsumsi, Cicilan Pinjaman dan Tabungan Berdasarkan Pendapatan per Bulan ............................................................................................................................. 65 Tabel 4.3 Komposisi DSR berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan .............................. 65 Tabel 4.4 Komposisi Tabungan berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan ..................... 66 Tabel 4.5 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2017 ............................................................................................................................................ 69 Tabel 5.1 Perputaran Kliring KPw BI PRov Sumatera Utara ................................................ 71 Tabel 5.2 Wisatawan Asing di Sumatera Utara................................................................... 73 Tabel 6.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Latar belakang Pendidikan ...................... 79 Tabel 6.2 Nilai Tukar Petani Berdasarkan sub sektor ......................................................... 82 Tabel 6.3 NTP Kawasan Sumatera dan Nasional................................................................. 83 Tabel 6.4 Nilai Tukar Nelayan ............................................................................................. 84 DAFTAR TABEL x
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan ................................................................ 88
DAFTAR TABEL xi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
TABEL INDIKATOR
TABEL INDIKATOR xii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
TABEL INDIKATOR xiii
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
RINGKASAN UMUM ASESMEN MAKRO EKONOMI REGIONAL Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,09 % (yoy) meningkat tajam dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,50% (yoy). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ekonomi Sumatera Utara masih cukup kuat. Hal ini terutama didorong oleh peningkatan investasi di tengah permintaan domestik yang sedikit melambat. Namun demikian, permintaan domestik masih tumbuh tinggi dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Kegiatan investasi terkait dengan membaiknya kinerja industri pengolahan merespons peningkatan ekspor luar negeri khususnya komoditas CPO. Sementara itu, konsumsi yang masih cukup solid seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat karena THR, penerimaan ekspor dan gaji ke 14. Secara sektoral, kinerja 4 sektor utama (sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi) pada triwulan II 2017 cenderung meningkat. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan kinerja sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan. Puncak panen kelapa sawit yang jatuh pada triwulan II 2017 dan perbaikan permintaan dunia serta pertumbuhan harga CPO yang masih positif telah menopang peningkatan kinerja subsektor perkebunan khususnya kelapa sawit. Perbaikan subsektor perkebunan tersebut mendorong peningkatan kinerja sektor industri pengolahan. ASESMEN KEUANGAN DAERAH Sesuai dengan polanya, belanja fiskal Provinsi Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD Provinsi maupun APBD Kabupaten/Kota mengalami sedikit peningkatan meskipun penyerapannya belum optimal yang mencapai 33,7% dari Pagu atau lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya yang mencapai 55,3%. Diperkirakan realisasi anggaran pemerintah daerah akan dilakukan pada triwulan III dan IV 2017 meskipun masih dibayangi oleh risiko adanya penundaan penyaluran DAU untuk daerah-daerah dengan realisasi belanja yang masih rendah. ASESMEN INFLASI Membaiknya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diikuti oleh terkendalinya tekanan inflasi. Inflasi IHK pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 3,75% (yoy), menurun dibanding triwulan I 2017 sebesar 3,91% (yoy). Capaian tersebut juga berada dibawah inflasi nasional yang mencapai 4,4% (yoy). Rendahnya capaian inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan pangan sehingga mendorong penurunan harga pangan yang cukup dalam dibandingkan tahun 2016. Dengan capaian tersebut, inflasi tahun kalender Sumatera Utara baru mencapai -0,43% (ytd). Dengan perkembangan tersebut dan inflasi Juli 2017 yang masih tercatat mengalami deflasi, inflasi 2017 diperkirakan berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1%. Sementara itu, tekanan inflasi inti juga relatif menurun ditopang oleh apresiasi nilai tukar ditengah tingkat pendapatan masyarakat yang masih tertekan oleh penurunan harga komoditas perkebunan. Meskipun demikian, tingkat optimisme masyarakat dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya masih cukup baik yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen yang cenderung meningkat. Di sisi lain, tekanan inflasi Administered Prices justru cenderung menahan lebih dalamnya penurunan tekanan inflasi. Tekanan inflasi administered prices cenderung meningkat terkait dengan adanya penyesuaian beberapa komoditas yang diatur pemerintah. Secara umum, rendahnya capaian inflasi mendorong optimisme capaian inflasi tahunan 2017 yang diperkirakan berada pada sasaran inflasi RINGKASAN UMUM xiv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 nasional, yaitu sebesar 4±1%. Meski demikian, tetap patut diwaspadai risiko inflasi terkait dengan peningkatan tekanan inflasi dari sisi administered prices terkait rencana penyesuaian BBM satu harga yang rencananya. ASESMEN STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM Membaiknya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 ditopang oleh stabilitas keuangan Sumatera Utara yang relatif terjaga. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang cukup baik yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang telah mencapai 92,2% disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah level indikatif (2,8%). Meskipun demikian, kinerja perbankan masih belum optimal terkait dengan perkembangan aset, dana dan kredit yang cenderung melambat. Sejalan dengan hal tersebut, perbaikan perekonomian Sumatera Utara turut ditopang oleh kondisi ketahanan korporasi di Sumatera Utara yang masih terjaga. Risiko rentabilitas, solvabilitas, dan interest service coverage ratio membaik, sementara tingkat risiko likuiditas, turn over aset dan persediaan relatif stabil. Membaiknya kinerja korporasi pada triwulan II 2017 diperkirakan didorong oleh korporasi yang terus melakukan efisiensi akibat belum cukup kuatnya tingkat permintaan ditengah harga jual yang cenderung menurun. ASESMEN PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH Membaiknya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 ditopang oleh stabilitas keuangan Sumatera Utara yang relatif terjaga. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang cukup baik yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang telah mencapai 92,2% disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah level indikatif (2,8%). Meskipun demikian, kinerja perbankan masih belum optimal terkait dengan perkembangan aset, dana dan kredit yang cenderung melambat. Sejalan dengan hal tersebut, perbaikan perekonomian Sumatera Utara turut ditopang oleh kondisi ketahanan korporasi di Sumatera Utara yang masih terjaga. Risiko rentabilitas, solvabilitas, dan interest service coverage ratio membaik, sementara tingkat risiko likuiditas, turn over aset dan persediaan relatif stabil. Membaiknya kinerja korporasi pada triwulan II 2017 diperkirakan didorong oleh korporasi yang terus melakukan efisiensi akibat belum cukup kuatnya tingkat permintaan ditengah harga jual yang cenderung menurun.. ASESMEN KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN Membaiknya kinerja perekonomian Sumatera Utara pada Triwulan II 2017 belum tercermin pada perbaikan kondisi ketenagakerjaan, Namun demikian persepsi terhadap ketersediaan tenaga kerja pada triwulan mendatang meningkat. Sementara itu, tingkat kemiskinan di Sumatera Utara per triwulan I 2017 tercatat sebanyak 1.453,9 ribu jiwa atau 10,22% dari jumlah penduduk Sumatera Utara. Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Perbaikan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara juga terlihat dari angka kemiskinan yang berada di bawah angka kemiskinan Nasional yang tercatat sebesar 10,64%. Seiring dengan perbaikan tersebut, Indeks Keparahan dan Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Triwulan I 2017 juga menunjukkan penurunan. Hal ini mengindikasikan ketimpangan kemiskinan semakin berkurang.
RINGKASAN UMUM xv
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 PROSPEK PEREKONOMIAN Pada triwulan IV 2017 perekonomian Sumatera Utara diperkirakan akan meningkat dibandingkan triwulan III 2017 yang didorong oleh permintaan domestik seiring dengan realisasi anggaran pemerintah terutama belanja modal yang semakin meningkat. Optimisme konsumen diperkirakan akan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan perayaan Natal dan Tahun Baru. Dari sisi eksternal kinerja ekspor pada triwulan IV 2017 juga diperkirakan masih tumbuh positif, seiring dengan pola seasonalnya dan perbaikan permintaan dari negara tujuan utama seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. Sementara itu, harga CPO ke depan diperkirakan akan menurun akibat kembali normalnya pasokan dari Indonesia dan Malaysia pasca anomali cuaca di tahun 2016 menjadi faktor utama yang menekan harga CPO di 2017 serta terhambatnya permintaan akibat penerapan proteksi perdagangan di beberapa negara konsumen utama CPO seperti India dan negara-negara di Eropa. Secara keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan stabil, berada dalam kisaran 5,1%-5,5% (yoy). Perbaikan perekonomian pada tahun 2017 disertai dengan perkiraan akan kembali terjangkarnya inflasi yang diperkirakan akan berada pada kisaran 4,0 ± 1% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2016. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang oleh pasokan pangan yang membaik.
RINGKASAN UMUM xvi
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
BAB 1 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH
ULOS MANGIRING
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,09 % (yoy) meningkat tajam dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,50% (yoy). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ekonomi Sumatera Utara masih cukup kuat. Hal ini terutama didorong oleh peningkatan investasi di tengah permintaan domestik yang sedikit melambat. Namun demikian, permintaan domestik masih tumbuh tinggi dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Kegiatan investasi terkait dengan membaiknya kinerja industri pengolahan merespons peningkatan ekspor luar negeri khususnya komoditas CPO. Sementara itu, konsumsi yang masih cukup solid seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat karena THR, penerimaan ekspor dan gaji ke 14. Secara sektoral, kinerja 4 sektor utama (sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi) pada triwulan II 2017 cenderung meningkat. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan kinerja sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan. Puncak panen kelapa sawit yang jatuh pada triwulan II 2017 dan perbaikan permintaan dunia serta pertumbuhan harga CPO yang masih positif telah menopang peningkatan kinerja subsektor perkebunan khususnya kelapa sawit. Perbaikan subsektor perkebunan tersebut mendorong peningkatan kinerja sektor industri pengolahan.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 1
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
1.1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional Secara Umum
Pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara mengalami peningkatan tajam dari 4,50% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,09% (yoy). Pertumbuhan tersebut di atas perekonomian nasional yang tumbuh sebesar 5,01%. Peningkatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara terutama didorong oleh peningkatan investasi, sementara konsumsi sedikit melambat. Namun demikian, konsumsi masih tumbuh tinggi dan menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Kegiatan investasi terkait dengan membaiknya kinerja industri pengolahan merespons peningkatan ekspor luar negeri khususnya komoditas CPO. Sementara itu, konsumsi yang masih cukup solid seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat karena Tunjangan Hari Raya (THR), dampak kenaikan harga komoditas dan diberikannya gaji ke-14. Dengan perkembangan tersebut, sampai dengan semester I 2017, pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara tercatat 4,80% (ctc), atau lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya (5,34% ctc). Rendahnya capaian kinerja perekonomian tersebut terutama disebabkan oleh penurunan kinerja sektor pertanian akibat anomali cuaca dan bencana Gunung Sinabung yang menghambat masa taman tanaman pangan dan holtikultura. Sementara dari sisi penggunaan dipengaruhi oleh kinerja investasi yang tidak sebaik tahun sebelumnya. Pada triwulan II 2017, dari sisi eksternal, meskipun melambat ekspor luar negeri masih tumbuh positif terkait dengan perbaikan permintaan disamping pertumbuhan harga
komoditas yang masih positif. Situasi pasar internasional cukup kondusif dalam menopang perbaikan kinerja ekspor tersebut. Ekonomi beberapa mitra dagang seperti Tiongkok dan Amerika Serikat pada triwulan II 2017 menunjukkan perbaikan. Pada triwulan II 2017 perekonomian Tiongkok dan Amerika Serikat menguat masing-masing menjadi 6,9% (yoy) dan 2,1% (yoy) dari 6,7% (yoy) dan 1,2% (yoy) pada triwulan I 2017. Sementara itu, kinerja ekspor antar daerah masih terkontraksi. Hal ini terjadi seiring dengan menurunnya produksi tanaman pangan dan hortikultura di Sumatera Utara. Dapat ditambahkan bahwa Sumatera Utara menjadi pemasok beberapa bahan pangan ke provinsi lain. Sementara itu, permintaan domestik akan produk makanan dan minuman juga belum kuat yang tercermin dari hasil liaison kepada pelaku usaha industri pengolahan yang menyatakan bahwa permintaan domestik cenderung menurun yang disertai dengan menurunnya aktivitas manufaktur domestik. Secara sektoral, kinerja 4 sektor utama (sektor pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi) pada triwulan II 2017 cenderung meningkat. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan kinerja sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan. Puncak panen kelapa sawit yang jatuh pada triwulan II 2017 dan perbaikan permintaan dunia telah menopang peningkatan kinerja subsektor perkebunan khususnya kelapa sawit. Perbaikan subsektor perkebunan tersebut mendorong peningkatan kinerja sektor industri pengolahan. Selain itu, masih solidnya konsumsi domestik terkait Ramadhan dan perayaan hari raya Idul Fitri mendorong perbaikan sektor perdagangan. Dalam pada itu, sektor konstruksi terus tumbuh sejalan dengan masih berlangsungnya proyekproyek infrastruktur strategis.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 2
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Namun demikian, kinerja subsektor tanaman pangan terkontraksi pada triwulan laporan. Penurunan produksi tanaman pangan dan hortikultura terjadi karena bergesernya periode tanam akibat anomali cuaca pada tahun 2016. Namun, tingkat produksi diperkirakan masih memadai untuk permintaan Sumatera Utara tercermin dari relatif stabilnya harga beras selama periode laporan. Pada awal Triwulan III 2017, harga komoditas perkebunan terutama CPO dan karet menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Harga CPO bulan Juli menurun -1,6% (mtm) atau turun sekitar -16,4% dibandingkan dengan puncak harga CPO yang terjadi di awal tahun 2017. Sementara, harga karet juga mengalami penurunan sebesar -4,8% (mtm) dibandingkan bulan Juni 2017. Namun demikian, harga CPO dan karet tersebut masih relatif tinggi dibandingkan tahun sebelumnya dimana pada bulan Juli 2017 masih mengalami kenaikan masing-masing sebesar 5,2% (yoy) dan 7,4% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu. Masih tingginya tingkat harga komoditas tersebut diperkirakan dapat meningkatkan kinerja ekspor, yang selanjutnya akan mendorong peningkatan permintaan domestik baik dari daya beli masyarakat maupun investasi. Selain itu, realisasi belanja pemerintah juga diperkirakan akan meningkat. Hal tersebut seiring dengan telah selesainya proses lelang dan tender sehingga dapat berkontribusi dalam perbaikan perekonomian pada periode mendatang. Dengan perkembangan tersebut, perekonomian Sumatera Utara pada triwulan III
2017 diperkirakan berada pada kisaran 5,0-5,4% (yoy). Ke depan, beberapa faktor risiko yang perlu diwaspadai terkait dengan kembali meningkatnya aktivitas erupsi Gunung Sinabung sehingga dapat mengganggu kinerja produksi tanaman pangan dan hortikultura. Hal tersebut tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha yang menunjukkan bahwa terdapat sedikit penurunan perkiraan kegiatan dunia usaha pada triwulan III 2017 (Grafik 1.1).
Grafik 1.1 Survei Kegiatan Dunia Usaha
Downside risk perekonomian ke depan juga diindikasikan dari penurunan kredit perbankan. Secara keseluruhan, kredit perbankan melambat dari 9,2% menjadi 12,4%. Penurunan tersebut terjadi di komponen kredit modal kerja dan investasi yang turun masing-masing dari 11,2% (yoy) dan 19,5% (yoy) menjadi 6,1% (yoy) dan 15,2% (yoy), sedangkan kredit konsumsi naik dari 7,6% (yoy) menjadi 9,4% (yoy). Selain itu, peningkatan harga komoditas perkebunan yang bersifat temporer seiring dengan membaiknya kondisi pasokan di pasar internasional menjadi downside risk pertumbuhan PDRB di Triwulan III 2017 yang perlu diwaspadai.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 3
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Tabel 1.1 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penggunaan
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan Perbaikan ekonomi Sumatera Utara pada Triwulan II 2017 terutama didorong oleh meningkatnya kinerja sektor eksternal. Namun, sumber pertumbuhan ekonomi masih dari permintaan domestik. Permintaan domestik yang terjaga terutama didorong oleh kegiatan investasi seiring dengan membaiknya kinerja industri pengolahan merespons peningkatan ekspor luar negeri khususnya komoditas CPO. Perbaikan aktivitas manufaktur negara mitra dagang dan level harga yang masih tinggi mendorong perbaikan kinerja ekspor CPO tersebut.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.3 Andil Perekonomian dari Sisi Penggunaan
Di sisi permintaan domestik, konsumsi rumah tangga cenderung menurun dari 5,5% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 5,2% (yoy). Namun, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut masih relatif lebih tinggi dari rataratanya dalam 5 tahun terakhir yang hanya mencapai 4,9% (yoy). Masih cukup solidnya konsumsi rumah tangga tersebut seiring dengan peningkatan pendapatan masyarakat karena Tunjangan Hari Raya (THR), penerimaan ekspor dan gaji ke 14.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.2 Andil Perekonomian Domestik dan Eksternal
Sementara itu, ekonomi domestik relatif stabil seiring dengan masih terjaganya daya beli masyarakat. Konsumsi yang masih cukup solid tersebut terkait dengan peningkatan pendapatan masyarakat karena THR, dampak kenaikan harga komoditas dan adanya gaji ke-14.
Di tengah kondisi ekonomi yang belum sepenuhnya pulih, konsumen rumah tangga cenderung mengalokasikan peningkatan pendapatannya untuk non-konsumsi seperti biaya pendidikan sejalan dengan masuknya tahun ajaran baru pada bulan Juli 2017. Sumber pendapatan tersebut terindikasi dialokasikan dalam bentuk tabungan, yang tercermin dari jumlah tabungan dan deposito perorangan yang
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 4
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 meningkat dari triwulan I 2017. Perilaku rumah tangga tersebut juga terlihat pada hasil Survei Konsumen Bank Indonesia dimana pada triwulan II 2017 menunjukkan kecenderungan pengeluaran untuk konsumsi menurun sedangkan kecenderungan untuk menabung meningkat. Kinerja konsumsi makanan dan minuman melambat dari triwulan sebelumnya dari 6,2% (yoy) menjadi 5,3% (yoy) di triwulan II 2017. Namun, permintaan akan jasa-jasa transportasi dan akomodasi di Sumatera Utara mengalami peningkatan. Konsumsi transportasi dan komunikasi meningkat dari 5,4% (yoy) menjadi 5,5% (yoy). Meningkatnya frekuensi terbang beberapa maskapai penerbangan saat perayaan Idul Fitri turut menyumbang kenaikan konsumsi penggunaan jasa transportasi dan komunikasi. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari jumlah penumpang pesawat terbang yang lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.
Grafik 1.5 Perkembangan Nilai Tukar
Nilai tukar Rupiah secara konsisten mengalami penguatan sejak awal tahun 2016 dan terus berlanjut memasuki triwulan II 2017. Stabilitas nilai tukar yang terus diupayakan oleh Bank Indonesia diperkirakan dapat menjaga level psikologis masyarakat dalam melakukan aktivitas konsumsinya.
Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi
Grafik 1.4 Survei Konsumen
Tingkat konsumsi restoran dan hotel juga mengalami peningkatan dari 4,8% (yoy) menjadi 5,0% (yoy). Masih tingginya konsumsi restoran dan hotel tersebut didorong oleh pertumbuhan wisman yang masih tumbuh positif pada bulan Juni 2017 yang mencapai 13,9% (yoy).
Masih optimisnya tingkat konsumsi juga tercermin dari pertumbuhan kredit konsumsi yang meningkat dari triwulan sebelumnya. Kredit konsumsi pada triwulan II 2017 tercatat meningkat menjadi 9,4% dari sebelumnya sebesar 7,4% (yoy). Selain itu, optimisme kegiatan konsumsi juga terindikasi dari Indeks Penjualan Eceran pada triwulan II yang menunjukkan kenaikan. Kinerja impor barang konsumsi juga turut meningkat pada triwulan II 2017.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 5
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 menghadapi tantangan. Harga komoditas diperkirakan akan mengalami penurunan sehingga dapat menghambat optimisme tingkat pendapatan masyarakat maupun ketersediaan lapangan pekerjaan ke depan. Hal tersebut tercermin dari Survei Konsumen terhadap penghasilan dan kondisi ekonomi pada triwulan III 2017 yang cenderung menurun. Grafik 1.7 Indeks Penjualan Eceran
Grafik 1.10 Persepsi Penghasilan serta Ketersediaan Lapangan Kerja Grafik 1.8 Impor Barang Konsumsi
Selain itu, konsumsi listrik rumah tangga pada triwulan II 2017 mengalami penurunan. Hal tersebut disinyalir karena kenaikan tarif listrik yang berdampak pada penghematan listrik oleh pelanggan khususnya rumah tangga. Dapat ditambahkan bahwa memasuki tahun 2017, pasokan listrik di Sumatera Utara sudah relatif memadai seiring dengan pembangunan beberapa pembangkit baru. Hal tersebut tercermin dari konsumsi listrik industri yang mengalami peningkatan.
Sumber: PT PLN (Persero) Wilayah Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.9 Konsumsi Listrik
Di Triwulan II 2017 konsumsi pemerintah sedikit menurun menjadi 4,6% (yoy) dari Triwulan I 2017 menjadi 4,5% (yoy). Penurunan tersebut terkait dengan bergesernya realisasi pembayaran gaji ke-13 Aparatur Sipil Negara (ASN) yang pada tahun sebelumnya jatuh pada bulan Juni menjadi bulan Juli di tahun 2017. Masih rendahnya konsumsi pemerintah tersebut disebabkan oleh realisasi belanja APBD yang lebih rendah dibandingkan Triwulan II 2016. Realisasi belanja APBD pada triwulan II 2017 hanya mencapai 37,2% dari pagunya, lebih rendah dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai 49,0% dari pagunya. Rendahnya realisasi belanja APBD di Sumatera Utara ini terutama disebabkan oleh terhambatnya proses pengesahan APBD 2017 dibeberapa Kabupaten/ Kota sehingga menyebabkan mundurnya proses pengadaan.
Memasuki awal triwulan III 2017, potensi perbaikan tingkat konsumsi rumah tangga PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 6
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 menggeliatnya belanja modal pemerintah meskipun masih belum cukup optimal. Sementara itu, peningkatan investasi non bangunan ditopang oleh penjualan mesin dan perlengkapan, serta parts kendaraan untuk angkutan perkebunan yang meningkat merespon peningkatan produksi perkebungan.
Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.11 Persentase Realisasi APBN Triwulan II 2016 dan 2017 di Sumatera Utara
Peningkatan kinerja investasi tersebut juga tercermin dari kredit investasi yang tumbuh relatif cukup tinggi. Meskipun menurun dibandingkan triwulan I 2017 yang mencapai 19,5% (yoy), kredit investasi di triwulan II 2017 yang tumbuh sebesar 15,2% (yoy) masih cukup tinggi dibandingkan rata-ratanya selama 5 tahun terakhir yang mencapai 7,9% (yoy). Tingginya pertumbuhan kredit tersebut seiring dengan peningkatan kebutuhan sektor swasta untuk meningkatkan kinerja produksi perkebunan merespons peningkatan peningkatan ekspor hasil perkebunan.
Grafik 1.12 Perkembangan Rekening Pemda
Memasuki triwulan III 2017, kinerja konsumsi pemerintah diperkirakan akan meningkat. Akselerasi belanja pemerintah tersebut didorong oleh penyaluran DAU dan DAK oleh pemerintah pusat, pengeluaran belanja barang dan modal, pembangunan proyek-proyek infrastruktur dan pencairan gaji ke 13 untuk ASN. Grafik 1.13 Kredit Investasi
Pada triwulan II 2017 kinerja investasi mengalami peningkatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Investasi pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 4,5% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 4,0% (yoy). Perbaikan kinerja investasi tersebut didukung oleh kinerja investasi bangunan dan non bangunan yang meningkat masing-masing menjadi 5,1% (yoy) dan 2,0% (yoy) dari 4,5% (yoy) dan 1,7% (yoy) di triwulan I 2017. Peningkatan investasi bangunan didorong oleh mulai
Peningkatan kinerja investasi bangunan tercermin dari peningkatan penjualan semen di Triwulan II 2017. Penjualan semen mengalami pertumbuhan sebesar 1,7% (yoy) dari sebelumnya kontraksi sebesar -11,8% (yoy). Mulai terealisasinya belanja modal pemerintah mendorong kinerja investasi bangunan meningkat di triwulan II 2017.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 7
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
Grafik 1.14 Penjualan Semen
Sementara itu, salah satu faktor yang mendorong perbaikan kinerja investasi non bangunan adalah perbaikan sektor eksternal. Perbaikan kinerja perekonomian negara mitra dagang utama dan masih tingginya level harga komoditas menjadi pendorong investasi yang tercermin pada volume impor barang modal yang membaik secara signifikan dari kontraksi -17,8% (yoy) menjadi 228% (yoy). Hal tersebut juga turut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada pelaku usaha di sektor industri pengolahan yang menyatakan adanya aktivitas investasi terkait dengan peningkatan kapasitas produksi seperti pembangunan galangan kapal, pembangunan pabrik pengolahan biodiesel, oleo chemical maupun kernell pressing plant serta pemeliharaan mesin.
Ke depan, dengan dukungan Pemerintah untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui percepatan reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan ekonomi domestik yang berkelanjutan. Optimisme perbaikan ekonomi dan berlanjutnya perbaikan iklim investasi mendorong pulihnya tingkat kepercayaan investor untuk terus berinvestasi di wilayah Sumatera Utara. Nilai investasi PMA pada triwulan II 2017 meningkat dari USD195,3 juta di triwulan sebelumnya menjadi USD397,3 juta. Peningkatan PMA tersebut didominasi oleh industri pengolahan terutama industri makanan seiring dengan peningkatan kinerja industri pengolahan dan sektor Industri Listrik, Gas dan Air seiring dengan rencana PLN untuk pembangunan beberapa pembangkit listrik di awal tahun 2017. Sementara itu, nilai investasi PMDN pada triwulan II 2017 mencapai Rp1.440,3 miliar menurun dari realisasi pada triwulan sebelumnya yang hanya mencapai Rp4.311,2 miliar. Penurunan PMDN terutama terjadi pada kategori industri pengolahan (97% terhadap total PMDN). Hal tersebut berkenaan dengan investasi pada sektor tersebut telah direalisasikan pada awal tahun dan pada saat ini terkonsentrasi pada investasi PMA. Tabel 1.2 Realisasi PMA dan PMDN Sumatera Utara PMA Periode 2014
Grafik 1.15 Impor Barang Modal 2015
2016
Grafik 1.16 Pembelian Barang Tahan Lama
2017
PMDN
Proyek
I (juta USD)
Proyek
I (Rp miliar)
I
65
122,4
15
559,5
II
117
156,3
49
2.985,8
III
74
200,3
20
428,5
IV
180
71,8
73
250,1
I
123
308,1
53
905,1
II
107
323,6
59
2.110,1
III
101
308,2
24
82,8
IV
107
306,1
33
1.189,5
I
39
18,1
12
161,3
II
223
320,0
87
888,2
III
179
283,1
39
1.129,5
IV
254
393,5
91
2.685,2
I
61
195,3
29
4311,5
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 8
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 II
310
397,3
145
1440,3
P: jumlah proyek; I: Nilai Investasi Sumber: BKPM, diolah
Sesuai dengan polanya kegiatan investasi pada triwulan III 2017 diperkirakan akan kembali meningkat. Peningkatan belanja pemerintah seiring dengan selesainya proses pengadaan diharapkan juga mampu mendorong perbaikan iklim investasi di Sumatera Utara. Namun demikian, penurunan harga komoditas dapat menjadi risiko penghambat investasi di triwulan III 2017.
Pertumbuhan ekspor pada Triwulan II 2017 melambat dari 1,4% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi 0,3% (yoy). Hal tersebut terutama disebabkan oleh masih kontraksinya kinerja ekspor antar daerah yakni sebesar -1,0% (yoy) membaik dari kontraksi pada Triwulan I 2017 yang mencapai -2,6% (yoy). Sementara itu, ekspor luar negeri juga mengalami penurunan dari 6,5% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi 1,9% (yoy). Dapat ditambahkan bahwa dalam struktur ekspor Provinsi Sumatera Utara, 55% adalah ekspor antar daerah.
Di triwulan II 2017, ekspor luar negeri Sumatera Utara masih didominasi oleh ekspor kelapa sawit dengan pangsa sebesar 48,6% dari total nilai ekspor, disusul oleh komoditas karet dengan pangsa 6,0% dan kopi 0,8%. Pangsa komoditas kelapa sawit cenderung meningkat sedangkan karet dan kopi menurun dibandingkan dengan triwulan I 2017. Tingginya dominasi produk ekstraktif dalam komoditas ekspor menyebabkan kinerja ekspor Sumatera Utara relatif sangat sensitif terhadap perubahan harga komoditas.
Grafik 1.18 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara1
Perbaikan perekonomian negara mitra dagang utama dan harga komoditas yang masih positif di triwulan II 2017 mendorong melonjaknya kinerja ekspor luar negeri Sumatera Utara terutama CPO. Perbaikan harga komoditas tersebut juga disertai dengan perkembangan industri otomotif di Amerika dan Tiongkok. Tabel 1.3 Pangsa Komoditas Ekspor Utama
Komoditas Kelapa Sawit Karet Kopi Lainnya Grafik 1.17 Perkembangan Ekspor Luar Negeri Sumatera Utara
Pangsa 48,1% 6,0% 0,8% 45,1%
Kinerja ekspor Sumatera Utara masih bergantung pada kinerja perekonomian beberapa mitra dagang utama seperti Amerika Serikat, Tiongkok, India dan Euro Area. Namun ekspor Sumatera
Data Cognos Bank Indonesia
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 9
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Utara sudah relatif terdiversifikasi yang tercermin dari menurunnya pangsa ekspor ke empat negara tersebut dari 43,1% di triwulan I 2017 menjadi 37,9% di triwulan II 2017. Terdapat peningkatan ekspor ke negara-negara seperti Pakistan, Jepang, Spanyol dan Mesir.
Namun demikian, kinerja ekspor CPO dan karet di triwulan II 2017 masih positif. Ekspor CPO baik secara nilai maupun volume mengalami peningkatan masing-masing menjadi 74,4% (yoy) dan 66,3% (yoy) dari sebelumnya sebesar 39,2% (yoy) dan 5,5% (yoy). Peningkatan kinerja ekspor luar negeri sawit terjadi seiring dengan tingginya tingkat konsumsi yang tercermin dari tingginya aktivitas manufaktur makanan di negara partner dagang utama. Sejalan dengan hal tersebut, perbaikan ekspor luar negeri karet sejalan dengan meningkatnya permintaan kendaraan bermotor di Amerika dan Tiongkok. Sebagian besar karet di Sumut masih berbentuk SIR 20 yang mayoritas digunakan sebagai bahan baku ban kendaraan.
Grafik 1.19 Pangsa Ekspor Negara Tujuan Utama
Dari sisi harga, di triwulan II 2017 harga CPO dan karet cenderung melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Bahkan harga CPO kembali turun menjadi 634 USD/metric ton atau terkontraksi sebesar -2,0% (yoy). Sementara harga karet cenderung turun menjadi 217 USD cents/kg atau melambat menjadi 25,2% (yoy). Grafik 1.22 Ekspor CPO
Sumber: Bloomberg, diolah
Grafik 1.20 Perkembangan Harga CPO dan Karet Sumber: ieconomics.com dan tradingeconomics.com, diolah
Grafik 1.23 PMI Negara Mitra Dagang Utama
Grafik 1.21 Ekspor Karet
Memasuki awal triwulan III 2017, terdapat beberapa downside riks yang perlu mendapat perhatian terutama tingkat harga komoditas yang terus menurun. Tren harga yang menurun diperkirakan akan menjadi penghambat perbaikan kinerja ekspor ke depan. Selain itu, kebijakan proteksionisme negara partner utama seperti India dan Eropa diperkirakan juga masih
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 10
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 akan menjadi downside risk dari sisi permintaan ekspor CPO. Namun demikian, tujuan ekspor Sumatera Utara yang sudah mulai terdiversifikasi dan peningkatan permintaan komoditas karet khususnya dari AS dan Tiongkok akan menjadi pendorong untuk menggerakkan sektor eksternal dan sektor industri. Sehingga ke depan kinerja ekspor Sumatera Utara diperkirakan akan membaik dibandingkan triwulan sebelumnya. Grafik 1.25 Pergerakan Volume Impor Luar Negeri Sumut
Dari sisi perdagangan antar daerah, perbaikan ekspor terjadi seiring dengan meningkatnya kinerja sektor manufaktur khususnya industri makanan domestik yang tercermin dari Industrial Production Index (IPI) yang meningkat di triwulan II 2017. Namun, masih rendahnya kinerja subsektor pertanian menjadi penghambat perbaikan lebih lanjut. Sehingga pada triwulan II 2017 kinerja ekspor antar daerah masih cenderung terkontraksi.
Penurunan impor luar negeri tersebut disinyalir disebabkan oleh nilai tukar rupiah yang cenderung terapresiasi. Hal tersebut tercermin dari pertumbuhan impor luar negeri Sumatera Utara dari sisi volume pada triwulan II 2017 cenderung meningkat mencapai 34,4% (yoy) meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 13,1% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan impor barang modal yang mencapai 227,9% dibandingkan dengan triwulan I 2017 sebesar 7,7% (yoy). Senada dengan hal tersebut, impor bahan baku juga mengalami peningkatan dari kontraksi -6,8% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 15,1% (yoy). Selain itu, impor barang konsumsi juga mengalami peningkatan dari kontraksi -31,7% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 40,0% (yoy).
Grafik 1.24 IPI Produk Makanan Indonesia
Di triwulan II 2017, impor terkontraksi sebesar 1,6% (yoy) lebih rendah dibandingkan triwulan I 2017 yang sebesar 2,1% (yoy). Penurunan tersebut terjadi baik pada impor luar negeri maupun impor antar daerah. Impor luar negeri melambat dari 8,5% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 1,6% (yoy), sedangkan impor antar daerah terkontraksi lebih dalam dari 0,6% (yoy) menjadi -3,1% (yoy).
Grafik 1.26 Pergerakan Nilai Impor Luar Negeri Sumut
Tingginya pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal terjadi seiring dengan melimpahnya produksi kelapa sawit sehingga membutuhkan barang intermediate untuk bisa menghasilkan produk lanjutannya. Selain itu, volume impor barang modal ini juga
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 11
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 mengindikasikan masih adanya kepercayaan pelaku usaha terhadap iklim usaha di Sumatera Utara. Memasuki awal triwulan III tahun 2017, kinerja impor diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan mulai terealisasinya belanja pemerintah khususnya belanja modal dan infrastruktur akan meningkatkan impor khususnya impor barang modal. Selain itu, masih positifnya kondisi perekonomian negara partner dagang utama dan mulai terdiversifikasinya tujuan ekspor Sumatera Utara diperkirakan akan meningkatkan aktivitas industri pada triwulan mendatang sehingga kebutuhan akan barang modal dan bahan baku pendukung juga akan meningkat.
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Dari sisi Lapangan Usaha (LU), kinerja 4 sektor utama pada triwulan II 2017 cenderung meningkat kecuali sektor konstruksi yang relatif stabil. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh peningkatan kinerja sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan. Puncak panen kelapa sawit yang jatuh pada triwulan II 2017 yang disertai dengan perbaikan permintaan dunia telah menopang peningkatan kinerja subsektor perkebunan khususnya kelapa sawit. Keempat kategori tersebut menyumbang lebih dari 70% PDRB Sumatera Utara. Sektor lainnya terutama sektor tersier tumbuh cukup signifikan. Sektor pengadaan listrik dan gas, sektor informasi dan komunikasi, serta sektor jasa perusahaan merupakan sektor yang mencatat pertumbuhan yang tinggi yang mendukung kegiatan ekonomi sektor utama.
Tabel 1.4 Perekonomian Sumatera Utara Sisi Penawaran
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Pada triwulan II 2017 kinerja sektor pertanian meningkat dari 2,0% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 2,4% (yoy). Peningkatan tersebut terutama didorong oleh kinerja subsektor perkebunan yang meningkat seiring PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 12
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 dengan puncak panen kelapa sawit dan peningkatan kinerja sektor industri pengolahan. Namun demikian, peningkatan tersebut tidak terlalu siginifikan terutama disebabkan oleh belum optimalnya kinerja subsektor tanaman pangan seiring dengan tidak optimalnya periode panen tanaman pangan terkait dengan pergeseran masa tanam akibat anomali cuaca pada tahun 2016 (curah hujan pada musim tanam kurang memadai). Selain itu, terdapat beberapa daerah yang masih terkendala penurunan pasokan debit air akibat perubahan pola cuaca seperti Kabupaten Tapanuli Selatan dan Asahan.
Grafik 1.27 Pertumbuhan Sektor Pertanian dan Pengolahan
Belum optimalnya kinerja pertanian juga berimbas pada daya beli masyarakat petani. Rataan Nilai Tukar Petani (NTP) pada triwulan II cenderung menurun dari 99,9 pada triwulan lalu menjadi 99,3. Penurunan NTP ini terjadi disemua komponen baik NTP tanaman pangan, NTP hortikultura, NTP peternakan, maupun perikanan.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.28 Perkiraan Sifat Curah Hujan April 2017
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.29 Perkiraan Sifat Curah Hujan Mei 2017
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.30 Distribusi Sifat Curah Hujan Juni 2017
Namun demikian, NPL (non performing loan) sektor pertanian cenderung menurun dari 1,7% pada triwulan I 2017 menjadi 1,5% di triwulan II 2017. Sementara itu, pertumbuhan kredit cenderung melambat dari 19% (yoy) menjadi 16,9% (yoy). Hal tersebut mencerminkan mulai membaiknya risiko di sektor ini seiring dengan membaiknya ekspor CPO. Sehingga ke depan diharapkan kinerja sektor pertanian akan terus meningkat dan menopang perbaikan perekonomian Sumatera Utara lebih lanjut.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 13
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
Grafik 1.31 Penyaluran Kredit Pertanian Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.33 Realisasi NTP Sumatera Utara
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.32 Penyaluran Pupuk Bersubsidi
Sebagai upaya meningkatkan produktivitas pertanian, Pemerintah Daerah Sumatera Utara melalui Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura senantiasa meningkatkan penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani. Pada triwulan II 2017, penyaluran pupuk bersubsidi mencapai 6,1% (yoy) meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar -8,1% (yoy). Hal tersebut sejalan dengan komitmen Pemda Sumatera Utara yang menjadikan sektor pertanian sebagai sektor prioritas. Pemenuhan kebutuhan pupuk juga diindikasikan membaik tercermin pada tingkat volume impor pupuk yang tetap tinggi pada level 42,5% (yoy).
Grafik 1.34 Realisasi Impor Pupuk Provinsi Sumatera Utara
Pada triwulan II 2017, peningkatan kinerja sektor pertanian juga didorong oleh membaiknya kinerja kategori perkebunan. Perbaikan tersebut terutama ditopang oleh komoditas kelapa sawit dan karet yang mengalami peningkatan ekspor di tengah penurunan harga. Perbaikan kinerja ekspor komoditas tersebut ditunjang oleh mulai membaiknya permintaan mitra dagang utama yang ditunjukkan dengan Purchasing Manager Index yang cenderung meningkat. Selain itu, ekonomi beberapa mitra dagang seperti Tiongkok dan Amerika Serikat pada triwulan II 2017 pada umumnya membaik. Pada triwulan II 2017 perekonomian Tiongkok dan Amerika Serikat menguat masing-masing menjadi 6,9% (yoy) dan 2,1% (yoy) dari 6,7% (yoy) dan 1,2% (yoy) pada triwulan I 2017. Namun demikian, harga CPO dan karet telah melewati puncaknya pada awal 2017 dan diperkirakan akan terus menurun. Hal tersebut tercermin dari harga komoditas perkebunan terutama CPO dan karet di bulan Juli 2017 menurun dibandingkan bulan sebelumnya. Harga
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 14
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 CPO bulan Juli menurun -1,6% (mtm) atau turun sekitar -16,4% dibandingkan dengan puncak harga CPO yang terjadi di awal tahun 2017. Sementara, harga karet juga mengalami penurunan sebesar -4,8% (mtm) dibandingkan bulan Juni 2017.
Sumber: BMKG Stasiun Klimatologi Sampali-Medan
Grafik 1.36 Perkiraan Sifat Curah Hujan Maret 2017
Grafik 1.35 Penyaluran Kredit Perkebunan
Perbaikan risiko kredit di sektor perkebunan tercermin dari masih menurunnya NPL untuk kategori kredit perkebunan karet dan kelapa sawit yang pada triwulan I 2017 mencapai 5,8% dan 1,1%, menurun dari triwulan sebelumnya yang mencapai 6,5% dan 1,2%. Dari pertumbuhan kredit juga masih belum terlihat perbaikan yang signifikan. Pertumbuhan kredit perkebunan karet cenderung membaik tapi masih terkontraksi -17,3% (yoy) dari kontraksi 18,3% (yoy), sedangkan kredit kelapa sawit menurun dari 19,5% (yoy) menjadi 18,7% (yoy). Memasuki awal triwulan III 2017, indikasi perbaikan kinerja pertanian masih moderat. Perbaikan kondisi cuaca diperkirakan akan menopang perbaikan kinerja produksi pertanian. Sementara itu, untuk sektor perkebunan risiko penurunan harga lebih lanjut menjadi downside risk dari kinerja sektor tersebut. Selain itu, dari sisi permintaan dunia, kebijakan proteksionisme negara tujuan ekspor CPO Sumatera Utara seperti India dan beberapa negara Eropa akan menghambat peningkatan kinerja sektor perkebunan lebih lanjut.
Pada triwulan II 2017 pertumbuhan industri pengolahan mengalami peningkatan dari sebelumnya sebesar 5,6% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi 6,5% pada triwulan II 2017. Perbaikan tersebut terkait dengan peningkatan ekspor CPO merespons peningkatan permintaan global. Selain itu, perbaikan kinerja industri pengolahan juga tercermin dari volume produksi yang meningkat. Peningkatan kinerja industri juga tercermin dari pemakaian listrik industri yang stabil pada level 10,0% (yoy) di triwulan II 2017. Pembangunan beberapa pembangkit telah meningkatkan kapasitas listrik sehingga di tahun 2017 Sumatera Utara surplus daya listrik.
Grafik 1.37 Pemakaian Listrik Industri Triwulan I 2017
Perbaikan kinerja industri pengolahan juga disertai dengan penyaluran kredit yang meningkat, yakni dari 17,8% (yoy) menjadi 20,8% (yoy). Masih positifnya prospek industri ke depan PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 15
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 meningkatkan minat perbankan dalam penyaluran kredit ke sektor ini. Masih tingginya permintaan global dan domestik akan produksi CPO menjadi faktor pendorong utama peningkatan kinerja kredit industri pengolahan. Dari sisi domestik, beberapa faktor lain yang mendorong industri pengolahan adalah masih tingginya konsumsi CPO dari domestik seiring dengan diperpanjangnya implementasi program mandatori biodiesel B20 (pencampuran solar dengan 20% sawit untuk konsumsi domestik).
Investasi juga diharapkan akan terus meningkat seiring dengan membaiknya permintaan global. Namun beberapa faktor risiko harus segera dimitigasi yakni perbaikan iklim investasi yang salah satunya dengan peningkatan pelayanan birokrasi perizinan dan insentif bagi investor. Selain itu, perbaikan sarana dan infrastruktur pendukung juga mutlak diperlukan. Dari sisi produksi keterbatasan bahan baku masih menjadi hambatan dalam optimalisasi kinerja sektor pengolahan. Selain itu, input biaya produksi juga tidak efisien akibat dari masih tingginya harga gas industri dan pungutan liar di lapangan. Hal tersebut merupakan faktor yang penting dalam mewujudkan hasil industri Sumatera Utara yang berdaya saing tinggi.
Grafik 1.38 Penyaluran Kredit Kategori Industri Pengolahan
Sektor konstruksi di triwulan I 2017 cenderung stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya pada level 5,2% (yoy). Masih stagnannya kinerja sektor konstruksi tersebut sejalan dengan investasi bangunan yang tidak meningkat signifikan. Selain itu, masih rendahnya serapan belanja modal Pemerintah Daerah juga menghambat laju kinerja sektor ini.
Peningkatan kinerja industri pengolahan juga tidak lepas dari membaiknya ekspor seiring dengan peningkatan permintaan khususnya dari AS dan Tiongkok. Pada triwulan II 2017 volume ekspor manufaktur meningkat dari 1,1% (yoy) menjadi 15,9% (yoy). Selain itu, ekspor ke AS dan Tiongkok juga meningkat signifikan yaitu masingmasing sebesar 41,6% (yoy) dan 21,6% (yoy).
Grafik 1.40 Pertumbuhan Sektor Konstruksi dan PBE Grafik 1.39 Perkembangan Ekspor Manufaktur
Memasuki awal triwulan III 2017, perbaikan kinerja industri pengolahan diperkirakan akan terus berlanjut seiring dengan perbaikan produksi dan penjualan di akhir semester I 2017. PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 16
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 terutama didorong oleh tingkat konsumsi masyarakat yang masih tinggi dan perbaikan aktivitas perdagangan antar pulau. Peningkatan aktivitas perdagangan tersebut didorong oleh peningkatan kinerja industri manufaktur domestik.
Grafik 1.41 Penyaluran Kredit Kategori Konstruksi
Stagnannya kinerja sektor konstruksi juga tercermin dari penyaluran kredit yang menurun dari 21,0% (yoy) di triwulan sebelumnya menjadi 19,1% (yoy). Namun demikian, ke depan kinerja kategori konstruksi diyakini akan terus meningkat didasari dengan keyakinan fokus pemerintah yang tetap memprioritaskan percepatan pembangunan infrastruktur strategis ke depan. Kendala yang dihadapi dalam perkembangan lapangan usaha konstruksi adalah masih belum optimalnya belanja modal pemerintah daerah. Terlambatnya pengesahan APBD 2017 di beberapa Kabupaten/Kota menyebabkan proses pengadaan menjadi terlambat. Sehingga realisasi serapan belanja khususnya belanja modal masih minim. Selain itu, sektor pembangunan properti juga melambat yang tercermin dari pertumbuhan sektor real estate sebesar 9,3% (yoy) turun dari 9,8% (yoy) pada triwulan sebelumnya. Memasuki triwulan III 2017 kinerja sektor konstruksi diperkirakan mengalami perbaikan terutama didorong oleh percepatan pembangunan infrastruktur yang sudah ada seperti pembangunan Pelabuhan Kuala Tanjung, penambahan kapasitas Pelabuhan Belawan, serta jalan tol Medan-Tebing tinggi. Sehingga, pembangunan diperkirakan akan kembali membaik pada triwulan mendatang.
Pada triwulan II 2017 sektor perdagangan meningkat dari 4,8% (yoy) di triwulan lalu menjadi 5,8% (yoy). Peningkatan tersebut
Peningkatan sektor perdagangan juga tercermin dari meningkatnya kinerja sektor pariwisata yang tercermin dari occupancy rate hotel/penginapan dan kunjungan wisatawan mancanegara yang meningkat. Perayaan Idul Fitri dan libur anak sekolah menyebabkan kunjungan wisata meningkat.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.42 Jumlah Kunjungan Wisatawan Mancanegara dan Occupancy Rate
Sementara itu, dari sisi pemerintah, masih rendahnya realisasi belanja khususnya belanja barang juga telah menahan laju pertumbuhan sektor perdagangan. Realisasi belanja barang APBD Sumatera Utara pada triwulan II 2017 hanya mencapai 11,3% dari pagu belanja APBD 2017 dibandingkan pada tahun sebelumnya yang mencapai 16,2%. Masih belum rampungnya penetapan APBD 2017 di beberapa kabupaten/kota dan masih berlangsungnya proses pengadaan disinyalir menyebabkan rendahnya realisasi belanja pada triwulan II 2017 tersebut sehingga turut menyebabkan capaian kinerja sektor perdagangan tidak optimal. Meskipun kinerja sektor perdagangan relatif meningkat namun capaian pertumbuhan kredit perdagangan justru terkontraksi. Di triwulan II 2017 kredit perdagangan tumbuh sebesar terkontraksi sebesar -5,2% (yoy) dari 9,4% (yoy)
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 17
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 pada triwulan sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa kinerja sektor perdagangan masih belum optimal.
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.44 Perkembangan Bongkar Muat Sumatera Utara
Grafik 1.43 Penyaluran Kredit Kategori PBE
Memasuki triwulan III 2017, aktivitas perdagangan diperkirakan akan menurun seiring dengan pola musimannya pasca bulan Ramadhan dan perayaan Idul Fitri. Aktivitas konsumsi masyarakat akan sedikit menurun sehingga menghambat kinerja sektor perdagangan. Namun, ke depan perbaikan sektor pertanian dan industri pengolahan dapat mendorong aktivitas perdagangan antar daerah sehingga dapat meningkatkan kinerja sektor perdagangan.
Kinerja sektor transportasi dan pergudangan meningkat sejalan dengan peningkatan kinerja industri pengolahan. Sehingga pada triwulan II 2017 industri pengolahan tumbuh sebesar 7,8% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 7,4% (yoy). Aktivitas perdagangan luar negeri dan antar daerah juga mendorong tingginya arus transportasi dan pergudangan barang sehingga membutuhkan kapasitas pergudangan yang memadai. Meningkatnya aktivitas impor meningkatkan kebutuhan akan pergudangan. Aktivitas bongkar di Sumatera Utara meningkat dari 4,4% (yoy) menjadi 56,9% (yoy).
Peningkatan sektor transportasi tersebut juga sejalan dengan jumlah penumpang udara pada triwulan II 2017 yang meningkat sebesar 11,1% (yoy) dari triwulan sebelumnya sebesar 4,5% (yoy). Sementara itu, penumpang pelabuhan cenderung melambat dari 38,2% (yoy) di triwulan I 2017 menjadi sebesar 5,0% (yoy). Meningkatnya jumlah penumpang udara tersebut terkait dengan perayaan Idul Fitri. Selain itu, peningkatan tersebut juga didorong oleh masih tingginya aktivitas bisnis di Sumatera Utara karena peningkatan kinerja industri pengolahan. Memasuki awal triwulan III 2017, kinerja transportasi dan pergudangan diperkirakan akan melambat seiring dengan berakhirnya perayaan Idul Fitri. Selain itu, berakhirnya periode puncak produksi kelapa sawit juga akan berpengaruh terhadap penurunan pembelian kendaraan berat dan permintaan pergudangan. Hal tersebut juga senada dengan kredit perbankan yang terkontraksi lebih dalam sebesar -5,7% (yoy) dari sebelumnya kontraksi -4,4% (yoy).
Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah
Grafik 1.45 Perkembangan Penumpang Laut dan Udara
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 18
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
Grafik 1.46 Penyaluran Kredit Kategori Transportasi dan Pergudangan
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 19
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
Suplemen 1 Agroindustri, Jantung Perekonomian Sumatera Utara Porsi sektor pertanian, kehutanan dan perikanan sangat besar terhadap perekonomian Sumut (ratarata 5 tahun 2012-2016 sebesar 25,02%), namun dengan kecenderungan menurun. Hal ini salah satunya disebabkan oleh adanya penurunan luas lahan pertanian. Namun demikian, andil sektor pertanian masih menjadi yang terbesar di Sumut. Tabel 1.5 Share dan Andil Thd Pertumbuhan Sektor Utama di Sumatera Utara
Sektor Utama dan Andil Pert. Ekonomi Sumut Share Pertanian, Kehutanan Perikanan Andil Sektor Pertanian Andil Industri Pengolahan Andil Konstruksi Andil PBE
dan
2012 6.45%
2013 6.07%
2014 5.23%
2015 5.10%
2016 5.18%
25.40%
25.10%
24.80%
24.90%
24.90%
1.60% 1.30% 0.80% 1.10%
1.50% 1.20% 0.70% 1.10%
1.30% 1.00% 0.60% 0.90%
1.30% 1.00% 0.60% 0.90%
1.30% 1.00% 0.60% 0.90%
Sumatera Utara sebagai salah satu sentra tanaman pangan maupun perkebunan di Sumatera Utara memiliki potensi pengembangan agroindustri yang cukup tinggi. Kesesuaian iklim dan kontur tanah menjadikan agroindustri perkebunan berkembang dengan baik sekaligus menjadi pionir dalam proses industrialisasi. Ketersediaan bahan baku agroindustri di Sumatera Utara cukup berlimpah bahkan relatif unggul di kawasan Sumatera, terutama untuk komoditas kelapa sawit, nenas, karet, kopi, ikan tangkap, ubi kayu dan jagung. Hal tersebut selaras dengan Rencana Induk Perindustrian Sumatera Utara yang mengunggulkan empat komoditas prioritas, yaitu kelapa sawit, karet, kakao dan kopi. Tabel 1.6 Pangsa Produksi Bahan Baku Per Provinsi di Sumatera Terhadap Nasional PANGSA KETERSEDIAAN BAHAN BAKU (%) PROVINSI KARET ACEH SUMUT SUMBAR RIAU JAMBI KEPRI SUMSEL BENGKULU LAMPUNG BABEL SUMATERA
2.4% 13.2% 3.8% 10.3% 8.2% 0.7% 29.9% 2.9% 4.1% 1.5% 76.9%
LADA 0.4% 0.1% 0.3% 0.0% 0.0% 0.1% 10.5% 2.2% 17.9% 38.7% 70.1%
KOPI 7.5% 9.2% 5.1% 0.4% 2.0% 0.0% 20.4% 8.5% 16.4% 0.0% 69.3%
NENAS 0.0% 14.0% 0.0% 5.3% 12.9% 0.0% 3.4% 0.0% 32.9% 0.4% 68.9%
KLP SAWIT 3.3% 16.3% 3.2% 23.4% 6.2% 0.2% 9.7% 2.7% 1.5% 1.8% 68.3%
UBI KAYU 0.1% 7.4% 1.0% 0.5% 0.2% 0.0% 1.0% 0.4% 33.9% 0.2% 44.6%
IKAN TEMBA TEBU TANGKA JAGUNG KAKAO KAU P 0.0% 2.5% 1.1% 3.9% 1.2% 2.0% 8.8% 6.1% 4.4% 1.5% 0.0% 3.5% 3.2% 8.1% 0.6% 0.0% 1.9% 0.2% 0.5% 0.0% 0.0% 0.9% 0.2% 0.1% 0.1% 0.0% 2.1% 0.0% 0.4% 0.0% 4.6% 1.6% 1.0% 0.0% 0.0% 0.0% 1.0% 0.4% 0.6% 0.0% 24.8% 2.5% 9.0% 3.5% 0.5% 0.0% 3.1% 0.0% 0.0% 0.0% 31.4% 27.9% 21.2% 21.7% 4.0%
Sumber: Departemen Regional 1 (Sumatera), Bank Indonesia
Potensi pengembangan industri kelapa sawit di Sumatera Utara sangat tinggi. Pertama, Sumatera Utara merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di Indonesia setelah Provinsi Riau, yaitu mencapai 5,3 juta ton pada tahun 2016 atau 15,9% dari total produksi kelapa sawit Indonesia. Luas area perkebunan kelapa sawit mencapai 1,4 juta ha pada tahun 2017 yang terdiri dari 23% Perkebunan Negara, 47% Perkebunan Swasta, dan 30% Perkebunan Rakyat. Kedua, industri kelapa sawit di Sumatera Utara telah ditopang oleh adanya Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei yang turut didukung adanya Pelabuhan Kuala Tanjung yang direncanakan akan mulai dioperasikan pada PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 20
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 akhir tahun 2017. KEK Sei Mangkei merupakan embrio center of Excellence pengembangan teknologi industri hilir kelapa sawit. Namun demikian, perusahaan yang berada di kawasan industri tersebut baru melakukan pengolahan sampai dengan level 2 (oleochemical). KEK Sei Mangkei memiliki prospek yang baik terutama bagi para investor yang melakukan bisnis pada industri kelapa sawit seperti biofuel, oleokimia, surfaktan, kertas, pupuk organik, dan pakan ternak. Secara umum, industri kelapa sawit di Sumatera telah menghasilkan produk dengan nilai tambah yang relatif lebih tinggi, yaitu oleochemical, disusul dengan CPO dengan nilai tambah output yang mencapai 1,44 kali dari nilai input dan minyak goreng dengan nilai tambah output yang mencapai 3,24 kali dari nilai input. Meskipun demikian, peluang untuk menghasilkan produk dengan nilai tambah yang lebih tinggi masih relatif tinggi mengingat potensi pengembangan produk turunan kelapa sawit yang cukup lebar. Dari pohon hilirisasi Kemenperin, terdapat lebih dari 100 produk turunan sawit dimana mayoritas sudah dikembangkan oleh Malaysia. Sementara itu, Indonesia baru dapat mengembangkan ±47 produk dimana rencana kerja tersebut sudah direncanakan dari 2007 dan cenderung stagnan di beberapa tahun terakhir. Peluang permintaan domestik juga cukup tinggi terkait dengan adanya mandatory pemanfaatan biodiesel kelapa sawit. 20 15 10 5 0 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025 Biodiesel (juta KL)
Sumber: Departemen Regional 1, Sumatera
Kebutuhan CPO (juta Ton)
Kapasitas Terpasang (juta KL)
Grafik 1.49. Peluang Permintaan Domestik
Grafik 1.48 Pangsa Produksi dan Nilai Tambah Produk Kelapa Sawit Sumatera
30
Produksi
Konsumsi
Gap (RHS)
5 4
20
3
Thousands
Thousands
Potensi pengembangan industri karet di Sumatera Utara juga cukup baik terkait dengan melimpahnya pasokan bahan baku. Sumatera Utara merupakan produsen karet terbesar kedua di Indonesia setelah Provinsi Sumatera Selatan, yaitu mencapai 418 ribu ton pada tahun 2016 atau mencapai 13,3% dari total produksi karet Indonesia. Perkebunan karet rakyat (90%) mendominasi perkebunan nasional dengan produk olahan yang masih terbatas berupa karet remah (crumb rubber). Padahal, crumb rubber hanya memberikan nilai tambah output yang hanya mencapai 1,17 kali dari nilai input. Pengembangan perkebunan karet terkendala dengan rendahnya produktivitas kebun karet rakyat akibat banyaknya areal perkebunan yang sudah tua, rusak dan tidak produktif, penggunaan bibit bukan klon unggul serta kondisi kebun yang menyerupai hutan. Sementara itu, industri hilir karet relatif terbatas yang turut diikuti dengan pasokan dunia yang masih melimpah.
2
10
1 0
0 -1
-10
-2 -3
-20
-4 -5
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017
-30
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 21
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Sumber: Departemen Regional 1 (Sumatera), BI
Grafik 1.50. Pangsa Produksi dan Nilai Tambah Produk Karet Sumatera
Grafik 1.51 Produksi dan Konsumsi Karet Dunia
Komoditas kopi juga menjadi salah satu komoditas yang diunggulkan dalam Rencana Induk Perindustrian Sumatera Utara. Hal tersebut tidak terlepas dari kuantitas kopi yang melimpah yang diimbangi dengan kualitas yang baik. Luas lahan kopi di Sumut mencapai 80.688 ha yang dimiliki oleh perkebunan rakyat dan perusahaan swasta. Lahan tersebut ditanami kopi Arabica yang hidup di dataran tinggi (>1000 dpl) dan robusta yang dapat hidup di dataran rendah (<1000 dpl). Sementara itu, produksi kopi dalam lima tahun terakhir relatif stabil yaitu mencapai 59.272 ton pada tahun 2013. Tidak berbeda dari karet, sebagian besar produksi kopi di Sumatera masih diolah dalam bentuk pembersihan dan sortasi saja sehingga nilai tambah yang dihasilkan cukup kecil, yaitu 1,02 dari nilai inputnya.
Sumber: Departemen Regional 1 (Sumatera), BI
Grafik 1.52. Pangsa Produksi dan Nilai Tambah Produk Kopi Sumatera
Sumber: Departemen Regional 1 (Sumatera), BI
Grafik 1.53 Pangsa Produksi dan Nilai Tambah Produk Ikan Olahan Sumatera
Potensi industri perikanan juga cukup tinggi mengingat panjangnya garis pantai dimiliki oleh Sumatera Utara. Medan sebagai ibu kota Sumatera Utara mampu memproduksi ikan hingga 572.149 ton per tahun. Dengan demikian, Sumatera Utara berkontribusi terhadap 54,3% produksi ikan di Sumatera. Keterbatasan penerapan teknologi dan sarana prasana perikanan menyebabkan industri perikanan Sumatera terhambat. Mayoritas produksi pengolahan ikan dalam bentuk ikan beku. Sementara, pengolahan lain yang bernilai tambah tinggi hanya mencapai 22%.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 22
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
Tabel Tabel 1.7 Potensi Industri Perikanan Sumatera Utara
Wilayah Aceh Medan Padang Pekanbaru Batam Jambi Palembang Bengkulu Lampung SUMATERA
Produksi (ton) 159,484 572,149 225,198 125,689 139,331 55,234 101,563 62,391 164,155 1,605,194
Ekspor (ton) 127 75,374 189 3,624 22,12 4,902 27,813 134,149
% Ekspor/ Prod 0.08% 13.17% 0.08% 2.88% 15.88% 0.00% 4.83% 0.00% 16.94% 8.36%
Sumber: Departemen Regional 1 (Sumatera), Bank Indonesia
Mengingat masih rendahnya nilai tambah produk agroindustri, kecuali kelapa sawit, pengembangan agroindustri ke depannya masih perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut. Dalam mengoptimalkan nilai tambah dari produk perkebunan yang dihasilkan di Sumatera Utara, Sumatera Utara telah dilengkapi oleh beberapa kawasan aglomerasi industri, diantaranya adalah KIM Belawan, KIM Star Tanjung Morawa, Kawasan Ekonomi Khusus Sei Mangkei, Kawasan Industri Kuala Tanjung serta adanya Pelabuhan Belawan dan Pelabuhan Kuala Tanjung. Ke depannya, pengembangan agroindustri di Sumatera Utara masih dihadapkan pada beberapa tantangan, diantaranya adalah: Agroindustri Tanaman Pertanian a. Kabupaten/kota sentra produksi pada umumnya belum memiliki roadmap pengembangan kawasan. b. Belum adanya strategi yang jelas untuk mengatasi anjloknya harga di tingkat petani sehingga mampu menjaga keinginan petani untuk terus melakukan aktivitas tanam. c. Kualitas produksi tanaman hortikultura yang belum bisa memenuhi standarisasi industri yang ada, terutama terkait dengan konsistensi kualitas dan pasokan. d. Industrialisasi (hilirisasi) tanaman bawang merah dalam bentuk olahan belum dapat dilakukan di Sumatera Utara, hal ini disebabkan oleh kualitas rendemen bawang merah Sumatera Utara jauh dibawah kualitas rendemen bawang merah dari Jawa (Brebes). e. Belum terdapat penerapan teknologi seperti screen house.
Agroindustri Tanaman Perkebunan a. Belum rampungnya Rencana Tata Ruang dan Tata Wilayah Provinsi Sumatera Utara yang membatasi pelaksanaan ekstensifikasi areal perkebunan.
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 23
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 b. Rendahnya mutu tanaman sawit karena terbatasnya pengetahuan petani sawit. Sementara, pabrik kelapa sawit hanya mau menerima Tanda Buah Segar (TBS) dengan kualitas baik. Hal ini menyebabkan masih terdapat idle capacity di Pabrik Kelapa Sawit (PKS). c. Mayoritas importir menginginkan produk hasil perkebunan bersertifikat, contoh Kelapa Sawit bersertifikat ISPO dan Kopi bersertifikat Indeks Geografis (IG). Saat ini, sertifikasi IG untuk tanaman kopi telah dimiliki oleh Kabupaten Mandailing Natal dan Sipirok. d. Terdapat keterbatasan dana pemerintah dalam mengembangkan agroindustri e. Terdapat kendala listrik di Kawasan Industri Sei Mangkei yang menyebabkan biaya produksi meningkat. Begitu juga dengan harga gas yang relatif tinggi (dibandingkan pulau Jawa) serta durabilitas listrik yang masih rendah sehingga menurunkan daya saing. f. Terbatasnya ketersediaan infrastruktur, baik infrastruktur perhubungan, infrastruktur pendukung seperti listrik dan SDM. g. Belum berkembang secara luas kemitraan antara agroindustri skala besar/sedang dengan agroindustri skala kecil/rumah tangga h. Perkebunan kakao di Sumatera Utara yang mayoritas berasal dari Asahan dan Batu Bara semakin berkurang seiring dengan peralihan lahan perkebunan kakao menjadi sawit. Saat ini Dinas Perkebunan telah berhasil mendorong petani kakao untuk tetap mempertahankan tanaman kakao, mengingat harga sawit cenderung fluktuatif, sementara kakao relatif stabil.
Dengan demikian, agar pengembangan agroindustri dapat optimal, beberapa hal yang telah dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam mendukung pengembangan agroindustri di Sumatera Utara, diantaranya adalah: a. Pemberian bantuan bibit cabe merah, bantuan pupuk dan bahan kimia dan bantuan bahan pembantu. Adapun realisasi anggaran Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura dan Dinas Perkebunan selaku SKPD yang bertindak langsung dalam pengembangan agroindustri hingga triwulan II 2017 telah mencapai Rp122miliar. b. Melakukan sosialisasi tentang tata cara menanam dan merawat tanaman perkebunan dengan baik. Dinas Perkebunan Sumatera Utara sendiri lebih memprioritaskan peningkatan produksi untuk tanaman kelapa sawit dan tanaman kopi. Sementara untuk tanaman karet lebih diprioritaskan pada produksi bokar bersih (off farm). c. Menyusun roadmap pengembangan agroindustri yang telah disusun sejak tahun 2014. Adapun hasil identifikasi industri strategis untuk masing-masing kota-kabupaten di Sumatera Utara diantaranya adalah:
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 24
1.8 Produk Unggulan Per Kabupaten/Kota Sumatera Utara Kajian Ekonomi danTabel Keuangan Regional Provinsi Sumatera UtaradiAgustus 2017
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
21 22
Kab/Kota
Produk Unggulan
Kab. Karo
Jeruk, sayur mayur, buah-buahan segar, umbi-umbian, kakao, getah pinus, dolomite, batu perlfart, kapur tohor
Kab. Deli Serdang
Keripik ubi (opak)
Kota Medan
Sepatu dan produk kulit, sirup marquisa, sulam/bordir, konveksi dan furniture
Kab. Serdang Bedagai Dodol, keripik/kerupuk ubi, emping tempe, tahu, anyaman, bambu ijuk, bordir, tenun ulos, tapioka Kab. Langkat
Abon ikan, terasi, nata de coco, keramik gerabah dan bordir
Kota Tebing Tinggi
Crumb rubber, tapioka dan roti kacang
Kab. Humbahas
Kopi
Kab. Labura
Kerupuk ledong, keripik ubi, terasi
Kota Tanjung Balai
Tepung kelapa, minyak kelapa, kerajinan batok kelapa, lidi, arang batok kelapa, ikan dan udang
Kab. Batu Bara
Kelapa, ubi, melinjo dan aluminium
Kab. Taput
Tenun ulos, kacang sihobuk dan pande besi
Kab. Pakpak Bharat
Kopi
Kab. Dairi
Kopi, jagung, gambir dan jeruk
Kota Binjai
Buah rambutan dan jambu madu
Kab. Asahan
Sepatu bunut dan batang kelapa
Kab. Paluta
Anyaman tikar pandan dan pande besi
Kab. Padang lawas
Kopi, madu, kerajinan batang kelapa, rotan dan gula aren
Kab. Madina
Kelapa sawit, karet dan aren
Kab. Samosir
Ukiran kayu, tenun gerabah dan kopi losung
Kota Padangsidimpuan
Makanan dan minuman ringan, furniture dari kayu, anyaman dari bambu, rotan, gula aren, tempe tahu, batu bara, tenun ulos dan souvenir
Kab. Tapsel
Olahan buah salak, anyaman rotan, anyaman bambu, tenun ATBM, pande besi, gula semut, keripik ubi, pandai besi dan konveksi
Kab. Labuhan batu
Pandai besi, turunan kelapa sawit, dodol nenas, selai nenas, sirup nenas, keripik ubi, keripik jahe, keripik pisang, sirup jahe dan kerupuk udang
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 25
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 23
24
25
Kab. Labusel
Pandai besi, kerajinan lidi, kelapa sawit, karet, keripik ubi, keripik jange, dodol labu, jus pinang dan jus jahe, selai nenas, keripik pisang, kerupuk udang, bordir, jahe instan, kerajinan koran bekas
Kota Sibolga
Makanan olahan ikan, kerupuk ikan, kerupuk kemplang, kerupuk jange, ikan asin, ikan tawar, kerupuk kentang, batik ulos, sepatu dan sendal Karet, kelapa, rotan, kayu, bambu, anyaman pandan berduri, hasil hutan, pinang, perikanan dan meubeul
Kab. Tapteng
Sumber: Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sumatera Utara
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 26
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAERAH 27
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
BAB 2 KEUANGAN PEMERINTAH
ULOS RAGI HIDUP (PUCA)
Sesuai dengan polanya, belanja fiskal Sumatera Utara baik yang dibiayai oleh APBD Provinsi, APBD Kabupaten/Kota, maupun APBN triwulan I 2017 masih relatif rendah. Realisasi belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten/Kota hanya mencapai 5,7%, lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 14,1%. Namun demikian, realisasi APBN pada triwulan laporan mencatat realisasi yang meningkat, yaitu sebesar 13,5% dari target, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 11%, sehingga diperkirakan mendorong pertumbuhan konsumsi Pemerintah pada triwulan laporan dengan kapasitas terbatas.
KEUANGAN PEMERINTAH 28
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
2.1 Gambaran Umum Total anggaran belanja fiskal Sumatera Utara tahun 2017 (di luar Kabupaten/Kota) mencapai Rp40,3 Triliun, meliputi belanja APBD Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara sebesar Rp13 Triliun dan belanja APBN sebesar Rp27,3 Triliun. Tabel 2.2 Ringkasan Realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera Triwulan II 2017 No I 1 2 II 1 2 3 4 III IV
APBD 2016 Realisasi Tw II 2016 APBD 2017 Realisasi Tw I 2017 Realisasi Tw II 2017 Growth (Rp Milyar) Milyar Rp (yoy) (Rp Milyar) Milyar Rp % % Milyar Rp % Pendapatan 10.055 4.909 48,8% 12.170 2.813 23,1% 6.250 51,4% 21,0% Pendapatan Asli Daerah 4.691 2.208 47,1% 4.925 991 20,1% 2.347 47,7% 5,0% Dana Perimbangan 5.142 2.685 52,2% 7.235 1.814 25,1% 3.891 53,8% 40,7% Belanja 10.181 3.960 38,9% 13.038 815 6,3% 4.395 33,7% 28,1% Belanja Operasional 6.228 2.391 38,4% 8.777 592 6,7% 3.180 36,2% 40,9% Belanja Modal 1.165 33 2,9% 2.258 0,0% 23 1,0% 93,8% Belanja Tidak Terduga 10,0 1,5 15,0% 18,0 0,0% 0,6 3,3% 80,0% Belanja Transfer 2.775 0,0% 1.982 222 11,2% 1.190 60,0% -28,6% Penerimaan Daerah 536 523,9 97,7% 945 1.154 122,1% 1.154 122,1% 76,3% Pengeluaran Daerah 411 0 0,0% 78 0 0,0% 0 0,0% -81,0% Komponen Investasi
Sumber: Biro Keuangan Provinsi Sumatera Utara
Hingga triwulan II 2017, realisasi anggaran belanja Provinsi Sumatera Utara dan APBN di Sumatera Utara relatif terjaga meskipun lebih rendah dibandingkan realisasi tahun sebelumnya. Realisasi anggaran belanja APBD Provinsi Sumatera Utara mencapai 33,7% atau lebih rendah dibandingkan tingkat realisasi triwulan II 2016 (53,5%). Kondisi ini disebabkan oleh implementasi Peraturan Pemerintah No.18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. Reorganisasi perangkat daerah Provinsi Sumatera Utara. Akibatnya, APBD baru direalisasikan pada 31 Januari 2017 dan realisasi anggaran oleh masing-masing SKPD baru dimulai pada Maret 2017. Realisasi terbesar dari keseluruhan APBD terdapat pada pos belanja transfer yang mencapai 60% (Tabel 4.1). Di sisi lain, realisasi belanja APBN di Provinsi Sumatera Utara hingga triwulan II 2017 mencapai Rp6,9 Triliun atau 35,5% dari pagu anggaran sebesar Rp19,5 Triliun. Angka ini lebih tinggi dari realisasi APBN triwulan II tahun 2016 yang mencapai Rp6,7 Triliun atau 35%. Secara Pagu nominal, APBN Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 meningkat 1% (yoy) dibandingkan APBN Provinsi Sumatera Utara Tahun 2016.
Dari sisi pendapatan, realisasi permintaan APBD provinsi Sumatera Utara hingga triwulan II 2016 mencapai 51,4% terhadap pagu Tahun 2017. Tingkat realisasi ini lebih baik dibanding pencapaian pada triwulan II 2016 sebesar 48,8%. Tingginya realisasi pendapatan ini terutama didorong oleh realisasi Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah yang cukup tinggi yakni mencapai 109,5%, angka ini lebih tinggi dari triwulan II 2016 sebesar 6,8%.
Grafik 2.1. Perbandingan realisasi pendapatan dan belanja APBD Provinsi Sumatera Utara
2.2 APBD Provinsi Sumatera Utara Dukungan fiskal Provinsi Sumatera Utara untuk tahun 2016 mencapaiRp12,1 Triliun untuk anggaran pendapatan dan Rp13 Triliun untuk anggaran belanja dan transfer. Adapun anggaran
29
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 belanja meningkat sebesar 76,1% dibanding anggaran belanja tahun 2016 sebesar Rp7,4 Triliun. Secara umum, baik anggaran pendapatan maupun belanja pada APBD Provinsi Sumatera Utara terus mengalami peningkatan setiap tahunnya. Secara ringkas, presentase realisasi baik pada anggaran belanja pendapatan hingga triwulan II 2017 lebih baik dibanding realisasi triwulan I tahun 2017. Dari sisi pertumbuhan tahunan, pertumbuhan realisasi belanja pada triwulan I 2017 sedikit melambat dibanding triwulan yang sama tahun sebelumnya, dimana pada triwulan II Tahun 2016 terdapat lonjakan pada realisasi belanja APBD. Sejalan dengan hal tersebut, pos Penerimaan Daerah untuk APBD Provinsi Sumatera Utara tahun 2017 mencapai Rp1,1 Triliun tumbuh 76,3%, lebih tinggi dari pagu APBD 2016 sebesar Rp536 Miliar
2.2.1 Anggaran Pendapatan Provinsi Sumatera Utara
Grafik 2.2. Perbandingan Proporsi PAD dan Dana Perimbangan pada Struktur APBD Provinsi Sumatera Utara
Pertumbuhan anggaran pendapatan daerah Provinsi Sumatera Utara terutama ditopang oleh Dana Perimbangan yang tumbuh 40,7%, khususnya didorong oleh peningkatan pada Dana Alokasi Khusus (DAK) yang meningkat cukup signifikan dari Rp152,3 Miliar pada tahun 2016 menjadi Rp.4 Triliun pada tahun 2017. Kondisi ini disebabkan oleh peralihan kewenangan termasuk pengalokasian dana beberapa program
yang sebelumnya diberikan kepada Kabupaten/Kota menjadi kewenangan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dimulai pada Tahun 2017. Dana tersebut terutama berasal dari sektor pendidikan, khususnya dana BOS untuk Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas. Selain itu, Pos Dana Penyesuaian juga dialihkan ke Pos Dana Alokasi Khusus. Pengalihan ini juga turut mengakibatkan pertumbuhan yang cukup tinggi untuk pos Dana Alokasi Khusus (DAK) pada APBD Tahun 2017. Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang umumnya menjadi pendorong pertumbuhan pada struktur APBD tahun 2017 memiliki share 40,7% dari total anggaran. Meskipun begitu, PAD Provinsi Sumatera Utara mulai tumbuh 5% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya yang terkontraksi -10% (yoy). Pajak Daerah masih menjadi pendorong pertumbuhan PAD pada APBD Provinsi Sumatera Utara tahun 2017. Target penerimaan pajak daerah tahun 2017 meningkat sebesar 8,6%% lebih tinggi dari target penerimaan pajak tahun 2016 sebesar Rp4,1 Triliun. Target penerimaan pajak ini diindikasikan berasal dari Pajak Kendaraan Bermotor dan Pajak Air Permukaan. Dinas Pendapatan Daerah Provinsi Sumatera Utara memperkirakan realisasi penerimaan pajak dari kendaraan bermotor dapat mencapai Rp.1,6 Triliun. Selain itu, APBD Provinsi Sumatera Utara juga meneriman dana Bantuan Keuangan sebesar Rp2,5 Triliun. Jumlah ini meningkat signifikan dari tahun 2016 sebesar Rp222 Miliar. Dana tersebut nantinya dialokasikan untuk Bantuan Sosial dalam bentuk dana persiapan untuk PILGUBSU 2018 untuk Komisi Pemilihan Umum dan BAWASLU Sumatera Utara serta bantuan untuk pembangunan Masjid Agung. Realisasi pendapatan daerah Provinsi Sumatera Utara triwulan II 2017 mencapai 36,1% lebih rendah dari triwulanII tahun 2016 sebesar 49,2%. Realisasi pendapatan tertinggi berasal dari lainlain pendapatan yang mencapai 109,9% dan
30
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Dana Perimbangan sebesar 53,8%. Meskipun realisasi mengalami perlambatan, alokasi pendapatan pada APBD Provinsi Sumatera Utara
kembali mengalami peningkatan yang cukup signifikan mencapai 22% (yoy) dibandingkan dengan tahun 2016 yang tumbuh 15% (yoy).
Tabel 2.2 Rincian Realisasi Pendapatan pada APBD Provinsi Sumatera Triwulan II 2017 No I a b c d II a b c III a b c
Uraian PAD Pajak Daerah Retribusi Daerah Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Lain-lain PAD Dana Perimbangan Bagi Hasil Pajak Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Khusus Lain-lain Pendapatan Bantuan Keuangan (Hibah) Lain-lain penerimaan Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus Total Pendapatan
Pagu Realisasi Tw. II Realisasi Tw. II % Growth Pagu 2017 2016 (yoy) Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi 4.691,4 2.208,4 47,1% 4.925,6 2347,8 47,7% 5,0% 4.131,9 1.839,1 44,5% 4.486,8 2.034,4 45,3% 8,6% 34,4 15,3 44,5% 33,9 15 44,2% -1,5% 338,2 243,0 71,9% 277,5 178,7 64,4% -17,9% 186,8 110,9 59,4% 127,3 119,5 93,9% -31,9% 5.142,1 1.189,0 23,1% 7.235,4 3891,7 53,8% 40,7% 515,9 224,1 43,4% 567,8 298,1 52,5% 10,1% 1.386,6 919,2 66,3% 2.638,7 1454,5 55,1% 90,3% 3.188,5 45,6 1,4% 4.028,7 2130 52,9% 26,4% 222,2 1.512,0 680,5% 9.533,9 10.476,3 109,9% 4190,7% 222,2 7,6 3,4% 9.533,9 2549,4 26,7% 4190,7% 7,7 7926,9 3.036,6 1.496,7 49,3% - 9.973,9 4.909,7 49,2% 12.170,5 4.395,3 36,1% 22,0%
Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) Realisasi PAD Provinsi Sumatera Utara pada triwulan II tahun 2017 mencapai 47,7% sedikit lebih tinggi dari realisasi triwulan yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 47%. Peningkatan ini terutama didorong oleh realisasi Pajak Daerah yang mencapai 45,3% dan lainlainnya PAD yang mencapai 93,9% lebih tinggi dari triwulan II tahun 2016. Peningkatan Pajak Daerah tersebut diindikasikan berasal dari pajak kendaraan bermotor dan pajak air permukaan. Beberapa program telah dipersiapkan dalam rangka peningkatan Pajak Daerah. Program tersebut antara lain, sensus kendaraan yang saat ini telah mencapai 220.00 unit, rancangan perda untuk upaya paksa penagihan PKB, perluasan layanan pembayaran pajak hingga insentif pemotongan denda hingga 80% untuk menarik minat masyarakat untuk membayar pajak. Sedangkan realisasi Retribusi Daerah (44,2%) dan Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah (64,4%) lebih rendah baik secara realisasi maupun dari sisi alokasi. Alokasi retribusi daerah mengalami penurunan -1,5% pada APBD 2017. Penurunan ini diindikasikan sebagai dampak dari dibatalkannya beberapa Peraturan Daerah (PERDA) di Provinsi
Sumatera Utara yang dinilai menghambat investasi. Beberapa PERDA tersebut antara lain : 1. PERDA No.5 Tahun 2013 tentang Pedoman Pembentukan Badan Usaha Milik Daerah Provinsi Sumatera Utara; 2. PERDA No.15 Tahun 2009 tentang Pembangunan Penataan Menara Telekomunikasi Bersama; 3. PERDA No.4 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Air Tanah; 4. PERDA No. 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Panas Bumi 5. PERDA No.6 Tahun 2013 tentang Retribusi Daerah; 6. PERDA No.3 Tahun 2012 tentang Retribusi Jasa Umum. APBD Provinsi Sumatera Utara Tahun 2017 menargetkan pendapatan dari Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah sebesar Rp178,7 Miliar atau lebih rendah 17,9% dari alokasi tahun 2016. Penurunan ini disebabkan minimnya penyertaan modal pada Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Potensial mengingat kinerja beberapa perusahaan yang sempat lesu pada 2 tahun terakhir akibat dari melemahnya harga komoditas kelapa sawit. Selanjutnya,
31
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berencana untuk meningkatkan kontribusi pada Perusahaan Daerah melalui penyertaan modal. Akan tetapi fokus Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada tahun ini adalah melalukan pelunasan hutang kepada daerah. Realisasi Dana Perimbangan Dana Perimbangan menjadi pos pendapatan dengan alokasi tertinggi pada APBD tahun 2017 yang mencapai 59,5% dari total anggaran. Anggaran terbesar terdapat pada pos Dana Alokasi Khusus (DAK) yang mencapai Rp2,1 Triliun dengan realisasi sampai dengan triwulan II tahun 2016 mencapai 52,9%. Kondisi ini disebabkan oleh peralihan kewenangan beserta alokasi anggaran beberapa program yang sebelumnya menjadi program pemerintah
Kabupaten/Kota menjadi program Pemerintah Daerah Provinsi. Berdasarkan Undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, beberapa Urusan pemerintah wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar meliputi : pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan tata ruang, perumahan rakyat dan kawasan pemukiman, perlindungan masyarakat dan sosial2. Dana Alokasi Khusus di Sumatera Utara sebesar Rp345 Miliar dengan pembagian DAK reguler sebesar Rp84,3 Miliar dan DAK Penugasan sebesar Rp260,7 Miliar. Mengacu pada Juknis Dana Alokasi Khusus Fisik sebesar Rp.188 Miliar diutamakan untuk sekolah yang berada di lokasi prioritas pengembangan SMK (Sekolah Menengah Kejuruan) di Sumatera Utara beradai di Kawasan Industri Sei Mangke dan Kawasan Industri Pariwisata Danau Toba.
Tabel 2.3. Tabel Pengalihan Kewenangan Provinsi dan Kabupaten/Kota
No 1 2 3
4
5 6 7 8
Urusan
Peralihan Urusan/Kewenangan
Pengelolaan Pendidikan Menengah Dari Kabupaten Kota ke Pemerintah Provinsi Kehutanan Dari Kabupaten Kota ke Pemerintah Provinsi Ketenagakerjaan Dari Kabupaten Kota ke Pemerintah Provinsi Dari Kabupaten Kota ke Pemerintah Provinsi ESDM Dari Kabupaten Kota ke Pusat Dari Provinsi ke Pusat Dari Kabupaten Kota ke Pemerintah Provinsi Perhubungan Dari Kabupaten Kota ke Pusat Dari Provinsi ke Pusat Dari Kabupaten Kota ke Pusat Perikanan Dari Provinsi ke Pusat Dari Kabupaten Kota ke Pusat BKKBN Dari Provinsi ke Pusat Dari Provinsi ke Kabupaten Kota Metrologi Legal
Selain Dana Alokasi Khusus, Dana Alokasi Umum (DAU) juga mengalami peningkatan sampai dengan 90,3%. Selain alokasi dasar yaitu gaji dan formasi PNSD tahun 2016 yang mencapai Rp992 Miliar, peningkatan ini juga terjadi akibat dari
implementasi Undang-undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Selain itu, pada tahun 2017. Meskipun tumbuh cukup signifikan, realisasi DAU Provinsi Sumatera Utara pada triwulan II 2017 mencapai 55,1% lebih rendah
32
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 dari triwulan yang sama tahun 2016 yang mencapai 66,3% termasuk realisasi DAU dinamis. Pada pos pendapatan APBD 2017, dikenal juga nomenklatur PAD dinamis yang realisasinya mengikuti instruksi pemerintah pusat. Sehingga, realisasi yang rendah tersebut belum dapat mencerminkan kondisi riil realisasi pemerintah daerah terhadap pendapatannya. Salah satu yang menjadi komponen perhitungan DAU adalah Kapasitas Fiskal suatu daerah. Rasio Derajat Otonomi Fiskal Sumatera Utara masih berada pada kategori rendah dengan Indeks Kapasitas Fiskal 0,31. Kapasitas Fiskal adalah gambaran kemampuan keuangan masing-masing daerah yang dicerminkan melalui penerimaan untuk APBD3 untuk membiayai tugas pemerintah setelah dikurangi belanja pegawai dan dikaitkan dengan jumlah penduduk miskin. Realisasi Dana Bagi Hasil Pajak triwulan II tahun 2017 mencapai 52,5% lebih tinggi dari capaian triwulan II tahun 2016 yang mencapai 43,4%. Dibandingkan tahun 2016, dana Bagi Hasil Pajak meningkat 10,1%. Dana bagi hasil pajak ini relatif meningkat dan
menjadi fokus pemerintah provinsi Sumatera Utara. Dana ini digunakan untuk pembayaran hutang kekurangan bayar bagi hasil pajak kepada Kabupaten/Kota pada tahun 2015. Jumlah dana yang telah disalurkan ke 33 Kabupaten/Kota adalah sebesar Rp298,1 Miliar dari keseluruhan anggaran sebesar Rp567,8 Miliar. Lain-lain Pendapatan yang Sah Pada komponen lain-lain pendapatan, realisasi sampai dengan triwulan II 2017 mencapai Rp.10 Triliun atau 109,9%, melebihi pagu yang ditetapkan dalam APBD. Dana lain-lain pendapatan tumbuh sangat signifikan dibanding APBD 2016. Dana ini berasal dari lain-lain penerimaan sebesar Rp.7,9 Triliun. Sedangkan untuk bantuan keuangan hibah telah terealisasi sebesar 26,7% pada triwulan II tahun 2017. Penyerapan anggaran ini jauh lebih tinggi dari triwulan yang sama tahun 2016. Realisasi anggaran digunakan untuk bantuan sosial dalam bentuk pembangunan Masjid Agung dan persiapan Pemilihan Umum Kepala 2018.
Tabel 2.3 Rincian Realisasi Belanja pada APBD Provinsi Sumatera Triwulan II 2017
No
Uraian
Belanja 1 Belanja Pegawai 2 Belanja Barang dan Jasa 3 Belanja Modal 4 Belanja Bansos dan Hibah 5 Transfer 6 Belanja Lainnya
Pagu 2016 9.950,8 1.547,2 1.472,5 1.243,2 5.680,2 2.775,0 7,5
Realisasi Tw. II Realisasi Tw. II % Growth Pagu 2017 (yoy) Nominal % Realisasi Nominal % Realisasi 3.959,5 39,8% 13.037,7 4.395,3 33,7% 31,0% 660,4 42,7% 3.459,4 1.437,0 41,5% 123,6% 243,3 16,5% 2.484,2 281,6 11,3% 68,7% 33,4 2,7% 2.258,8 23,4 1,0% 81,7% 1.487,3 26,2% 3.133,9 1.461,9 46,6% -44,8% 0,0% 1.982,4 1.190,6 60,1% -28,6% 1.534,9 20465,3% 18,7 0,6 3,2% 149,3%
2.2.2 Anggaran Belanja Provinsi Sumatera Utara Anggaran belanja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2017 sebesar Rp13,0 Triliun atau
meningkat sebesar 31,0% dibanding tahun 2016. Peningkatan tertinggi terdapat pada pos Belanja Lainnya (meliputi belanja tidak terduga) yang meningkat 149,3% (yoy). Adapun peningkatan
33
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 terbesar lainnya terjadi pada anggaran belanja pegawai yang meningkat sebesar 123,6% (yoy) dari Rp1,5 Triliun pada tahun 2016 menjadi Rp3,4 Triliun pada tahun anggaran berjalan. Peningkatan ini salah satunya adalah untuk pembayaran gaji pegawai dalam rangka pengalihan fungsi dan kewenangan berdasarkan Undang-undang Perangkat Daerah. Sedangkan untuk Belanja Bantuan Sosial dan Hibah terkontraksi -44,8% (yoy), sebagai dampak pengalihan pos dana penyesuaian yang sebelumnya ada di pos pendapatan APBD tahun 2016 dan kemudian dialokasikan pada pos DAK. Sehingga pada neraca belanja, terjadi substitusi dari pos belanja Bantuan Sosial dan Hibah dengan pos Belanja Lainnya. Meskipun mengalami penurunan yang cukup signifikan, pangsa Belanja Bansos dan Hibah masih cukup tinggi, sebesar 24% dari total anggaran belanja. Sejalan dengan perkembangan belanja pegawai, anggaran untuk komponen belanja modal dan belanja barang dan jasa juga mengalami peningkatan masing-masing sebesar 81,7% (yoy) dan 68,7% (yoy). Anggaran belanja modal tahun 2017 sebesar Rp2,2 Triliun dengan pangsa 17,3% dari keseluruhan anggaran. Hal ini sejalan dengan tema pembangunan baik di level nasional maupun regional yang fokus pada percepatan pembangunan infrastruktur. Selain itu komitmen pemerintah untuk menjadikan Danau Toba menjadi salah satu world heritage dan destinasi wisata nasional, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara juga mendorong percepatan penyelesaian beberapa infrastruktur pendukung seperti pembangunan jalan lingkar dalam dan luar Kawasan Danau Toba serta pembangunan jalan tol Tebing Tinggi-Pematang Siantar-ParapatTarutung-Sibolga sejauh 175 km. 2.2.4 Realisasi Belanja Provinsi Sumatera Utara Penyerapan realisasi belanja triwulan II tahun 2017 adalah sebesar 33,7% melambat dari realisasi triwulan II tahun 2016. Secara umum hampir keseluruhan realisasi anggaran belanja
mengalami perlambatan dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Perlambatan ini terutama disebabkan oleh implementasi Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2016 tentang Perangkat Daerah. APBD baru diputuskan pada 31 Januari 2017 sedangkan struktur organisasi Satuan Kerja Pemerintah Daerah baru ditetapkan pada pertengahan Februari 2017. Sehingga mulai pada bulan Maret 2017, masing-masing SKPD baru dapat menjalankan kegiatan dan melakukan realisasi anggaran. Sesuai polanya, realisasi belanja akan terus meningkat dari triwulan I hingga akhir tahun dimana puncak penyerapan biasanya berlangsung pada triwulan IV (pola backloading). Realisasi Belanja Pegawai pada triwulan II 2017 sebesar 41,5% lebih rendah dari triwulan II tahun 2016 sebesar 42,7%. Hal ini disebabkan oleh breakdown penyaluran gaji ke-13 dan 14 pada triwulan terpisah. Gaji ke-14 disalurkan pada Juni 2017 sedangkan gaji ke-13 disalurkan pada Juli 2017. Sedangkan pada tahun 2016, penyaluran gaji ke-13 dan ke-14 direalisasikan pada triwulan yang sama yaitu pada Juni 2016. Akan tetapi, disebabkan oleh penyesuaian kewenangan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten kota, jumlah pegawai PNSD yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi meningkat signifikan. Pada akhirnya selisih realisasi anggaran belanja pegawai triwulan II tahun 2016 dengan triwulan II tahun 2017 hanya sebesar 6,1%. Realisasi belanja modal menjadi akun yang paling terdampak dari terlambatnya pengesahan APBD 2017 dan restrukturisasi SKPD. Meskipun secara jumlah tumbuh signifikan mencapai 81,7% dari tahun sebelumnya sebesar Rp1,2 Triliun. Realisasi belanja modal hanya mencapai 1% atau Rp23 Miliar dari total anggaran Rp2,2 Triliun. Selain belanja modal, realisasi belanja Barang dan Jasa melambat dari 16,5% pada triwulan II tahun 2016 menjadi 11,3% pada triwulan II 2017.
34
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Realisasi Belanja Bantuan Sosial dan Hibah serta Belanja Transfer Meskipun dari sisi nominal, anggaran belanja Bansos dan Hibah dan Belanja Transfer terkontraksi dibandingkan tahun sebelumnya, realisasi kedua pos tersebut relatif tinggi. Anggaran Belanja Bansos dan Hibah dan Belanja Transfer masing-masing terealisasi sebesar 46,6% dan 60,1% pada triwulan II 2017. Angka ini lebih tinggi dari realisasi belanja Bansos dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Nasional untuk Provinsi Sumatera Utara4 mencapai Rp19,5 Triliun untuk tahun 2017 tumbuh 1% dibandingkan APBN Provinsi Sumatera Utara tahun 2016. Berdasarkan jenis belanja, pangsa terbesar terdapat pada Belanja Pegawai yang mencapai 39,1% dari total keseluruhan anggaran yang dikucurkan pemerintah pusat ke Pegawai Kementerian di Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan pangsa terkecil adalah Belanja
Bantuan Sosial yang mencapai Rp64 Miliar atau 0,3% dari keseluruhan anggaran. Proporsi masing-masing pos relatif tumbuh stabil dibandingkan tahun sebelumnya. Kecuali pos belanja barang yang terkontaksi -4,9% (yoy) dibandingkan tahun sebelumnya. Sedangkan pos Belanja Modal dan Belanja Bantuan Sosial tumbuh 6,3% lebih tinggi dari APBD Provinsi Sumatera Utara tahun 2016. Berdasarkan fungsi, pos belanja Ekonomi memiliki pangsa terbesar dari keseluruhan fungsi mencapai 36%. Sedangkan fungsi dengan pangsa terendah adalah Pariwisata dan Budaya yang mencapai 0,1% dari keselurhan anggaran 2017. Meskipun memiliki pangsa terkecil, fungsi Pariwisata dan Budaya mencapai pertumbuhan tertinggi pada angka 225%. Sementara itu, fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum terkontraksi 30,2% (yoy) dibandingkan APBN Provinsi Sumatera Utara tahun 2016.
Tabel 2.4 Realisasi APBN Triwulan I 2017
Uraian Berdasarkan Jenis Belanja Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal Belanja Bantuan Sosial Berdasarkan Fungsi Agama Ekonomi Kesehatan Ketertiban dan Keamanan Lingkungan Hidup Pariwisata dan Budaya Pelayanan Umum Pendidikan Perlindungan Sosial Pertahanan Perumahan dan Fasilitas Umum Total
Pagu Miliar Rp
2016 Realisasi Tw II Pagu Miliar Rp %Pagu Miliar Rp
7.523 6.009 5.734 64 343 6.421 1.226 3.196 344 4 1.074 3.817 47 2.255 605 19.332
3003,3 1985 1540 23 143,8 1.629,0 379,8 1.465,0 95,9 1,2 486,1 1.424,2 8,9 1.023,6 114,1 6.771,6
Pemerintah pusat mengalokasikan sejumlah anggaran APBN untuk dibelanjakan di Sumatera Utara. Belanja digunakan untuk membiayai gaji pegawai kementerian atau instansi Pemerintah Paerah yang berada di Sumatera Utara
39,9% 33,0% 26,9% 35,9%
7.640 5.717 6.098 68
41,9% 439 25,4% 7.022 31,0% 1.093 45,8% 2.825 27,9% 352 30,0% 13 45,3% 857 37,3% 4.023 18,9% 45 45,4% 2.428 18,9% 422 35,0% 19.519
2017 % Growth Realisasi Tw II (yoy) Miliar Rp % Pagu 2845 1958,4 1840,5 25
37,2% 34,3% 30,2% 36,8%
1,6% -4,9% 6,3% 6,3%
151 1.881 370 1.398 106 3 367 1.476 8 1.073 94 6.927
34,4% 26,8% 33,9% 49,5% 30,1% 23,1% 42,8% 36,7% 17,3% 44,2% 22,2% 35,5%
28,0% 9,4% -10,8% -11,6% 2,3% 225,0% -20,2% 5,4% -4,3% 7,7% -30,2% 1,0%
dan proyek-proyek infrastruktur strategis yang dicanangkan oleh Pemerintah Daerah.
35
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
Realisasi APBN Provinsi Berdasarkan Fungsi
Sumatera
Utara
Realisasi APBN Provinsi Sumatera Utara sampai dengan triwulan II tahun 2017 mencapai Rp6,9 Triliun atau 35,5% dari Total Anggaran dan relatif stabil dengan realisasi triwulan II tahun 2016. Realisasi tertinggi terdapat pada fungsi Ketertiban dan Keamanan yang mencapai 49,5%. Belanja tertinggi terutama terjadi pada bulan Juni 2017 yang mencapai Rp331 Miliar terutama untuk pos belanja gaji dan tunjangan serta belanja Belanja barang untuk diserahkan kepada masyarakat. Realisasi ini sehubungan dengan pemberian tunjangan lebaran dan bantuan pada bulan suci ramadhan. Sedangkan pos dengan realisasi terendah adalah fungsi Perumahan dan Fasilitas Umum sebesar Rp94 Miliar atau sebesar 22,2%. Kondisi ini sejalan dengan pola historisnya dimana realisasi cenderung lebih rendah pada awal tahun dan meningkat sampai dengan akhir tahun. Hal ini disebabkan cukup lamanya proses procurement.
Grafik 2.3 Pagu APBN di Sumatera Utara Berdasarkan Fungsi
Sedangkan anggaran belanja untuk fungsi ekonomi mencapai Rp1,8 Triliun, tumbuh 9,4% (yoy) dibandingkan tahun 2016. Serapan anggaran belanja fungsi ekonomi triwulan II tahun 2017 mencapai 26,8%, lebih tinggi dari triwulan II tahun 2017 yang mencapai 25,4%. Serapan tertinggi terjadi pada bulan Mei untuk sub pos Belanja Modal Jlaan, Irigasi dan Jaringan yang mncapai RP320 Miliar. Realisasi APBN Provinsi Berdasarkan Jenis Belanja
Sumatera
Utara
Realisasi APBN Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Jenis Belanja, pos Belanja Pegawai menjadi pos dengan tingkat realisasi tertinggi untuk triwulan II 2017. Serapan anggaran untuk jenis belanja pegawai mencapai Rp2,8 Triliun atasu 37,2% dari pagu anggaran. Angka ini lebih rendah dari realisasi triwulan II tahun 2016 yang mencapai 39,9%. Sejalan dengan realisasi Belanja APBD Provinsi Sumatera Utara tahun 2017, Tingginya realisasi dibandingkan keseluruhan anggaran belanja 2017 disebabkan oleh pengalokasian gaji ke-14 pada triwulan berjalan. sedangkan rendahnya alokasi dibandingkan triwulan yang sama tahun 2016, disebabkan oleh alokasi tunjangan pegawai pada triwulan II tahun 2016 tidak hanya gaji ke-14 tetapi juga gaji ke-13. Dibandingkan dengan triwulan II tahun 2016, realisasi belanja bantuan sosial triwulan II tahun 2017 sebesar Rp25 Miliar atau 36,8%, lebih tinggi dari realisasi triwulan II 2016 yang mencapai Rp23 Miliar atau 35,9%.
36
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
BAB 3 PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH
ULOS BADAN PUCA
Membaiknya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diikuti oleh terkendalinya tekanan inflasi. Inflasi IHK pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 3,75% (yoy), menurun dibanding triwulan I 2017 sebesar 3,91% (yoy). Capaian tersebut juga berada dibawah inflasi nasional yang mencapai 4,4% (yoy). Rendahnya capaian inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan pangan sehingga mendorong penurunan harga pangan yang cukup dalam dibandingkan tahun 2016. Dengan capaian tersebut, inflasi tahun kalender Sumatera Utara baru mencapai -0,43% (ytd). Dengan perkembangan tersebut dan inflasi Juli 2017 yang masih tercatat mengalami deflasi, inflasi 2017 diperkirakan berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1%. Sementara itu, tekanan inflasi inti juga relatif menurun ditopang oleh apresiasi nilai tukar ditengah tingkat pendapatan masyarakat yang masih tertekan oleh penurunan harga komoditas perkebunan. Meskipun demikian, tingkat optimisme masyarakat dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya masih cukup baik yang tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen yang cenderung meningkat. Di sisi lain, tekanan inflasi Administered Prices justru cenderung menahan lebih dalamnya penurunan tekanan inflasi. Tekanan inflasi administered prices cenderung meningkat terkait dengan adanya penyesuaian beberapa komoditas yang diatur pemerintah. Secara umum, rendahnya capaian inflasi mendorong optimisme capaian inflasi tahunan 2017 yang diperkirakan berada pada sasaran inflasi nasional, yaitu sebesar 4±1%. Meski demikian, tetap patut diwaspadai risiko inflasi terkait dengan peningkatan tekanan inflasi dari sisi administered prices terkait rencana penyesuaian BBM satu harga yang rencananya akan dilaksanakan di penghujung tahun 2017. PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 37
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
3.1 Kondisi Umum Membaiknya pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada triwulan II 2017 diikuti oleh terkendalinya tekanan inflasi. Inflasi IHK pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 3,75% (yoy), menurun dibanding triwulan I 2017 sebesar 3,91% (yoy). Capaian tersebut di bawah inflasi nasional yang mencapai 4,4% (yoy). Secara spasial di Kawasan Sumatera, realisasi inflasi tahunan Sumatera Utara merupakan yang terendah di antara kawasan. Secara umum, perkembangan inflasi Sumatera Utara hingga triwulan II 2017 relatif rendah dan secara historis merupakan realisasi inflasi triwulan II terendah sejak 5 tahun terakhir. Rendahnya capaian inflasi ini terutama didorong oleh membaiknya pasokan pangan sehingga mendorong penurunan harga pangan yang cukup tajam dibanding tahun 2016. Dengan capaian ini, inflasi tahun kalender Sumatera Utara baru mencapai -0,43% (ytd). Dengan perkembangan tersebut dan inflasi Juli 2017 yang masih tercatat mengalami deflasi, inflasi 2017 diperkirakan berada pada kisaran sasaran inflasi 4±1%.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.1 Inflasi Sumut dan Nasional
Berdasarkan disagregasinya, meredanya tekanan inflasi Sumut pada triwulan II 2017 terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi Volatile Foods. Kontribusi inflasi Volatile
Foods menurun tajam dari 0,65%(yoy/ triwulan I) menjadi -0,22% (yoy). Sejalan dengan kondisi tersebut kontribusi tekanan inflasi inti juga menurun dari 2,4% (yoy) menjadi 1,9% (yoy). Sementara, kontribusi administered prices meningkat dari 0,85% (yoy) menjadi 1,99% (yoy). Masih terasanya dampak penyesuaian tarif PDAM serta tarif listrik terkait migrasi dari golongan bersubsidi ke non subsidi mendorong kenaikan tekanan inflasi Administered Prices. Masih terbatasnya peningkatan permintaan masyarakat terkait dengan perbaikan harga komoditas perkebunan yang berjalan lambat mendorong rendahnya demand pull inflation5 sehingga berkontribusi bagi menurunnya tekanan inflasi inti pada triwulan II 2017. Sementara itu, ekspektasi inflasi yang terkelola dengan baik juga mendukung penurunan kontribusi tekanan inflasi inti. Pasokan pangan di pasaran yang membaik mendorong penurunan tekanan inflasi volatile foods. Dengan produksi yang lebih baik dari tahun sebelumnya, pasokan khususnya bahan pangan yang ada sejak awal tahun mencukupi tingkat konsumsi masyarakat di Sumatera Utara. Dengan demikian, di tengah kenaikan permintaan untuk kebutuhan Hari Besar Besar Keagamaan (HBKN) Ramadhan dan Lebaran, harga pangan disepanjang triwulan II 2017 bergerak normal. Sementara itu, beberapa kebijakan pemerintah untuk melakukan penyesuaian terhadap komoditas yang harganya diatur oleh pemerintah memberikan sumbangan inflasi Administered Prices. Adanya penyesuaian tarif PDAM dan penyesuaian tahap akhir tarif listrik untuk program pengalihan beberapa pelanggan golongan subsidi ke non subsidi menjadi
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 38
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 penyebab utama meningkatnya tekanan inflasi kelompok administered prices pada triwulan II 2017.
Sumber: BPS, diolah
Grafik 3.2 Kontribusi Inflasi Sumatera Utara
Secara spasial, kenaikan tekanan inflasi terjadi pada dua kota Survei Biaya Hidup (SBH) di Sumatera Utara. Kota dengan kenaikan tekanan inflasi tertajam adalah Kota Sibolga, yaitu dari 3,2% (yoy) menjadi 5,7% (yoy), diikuti kenaikan pada Kota Padangsidimpuan dari 3,8% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Sementara itu, penurunan tekanan inflasi terjadi di Kota Medan dari 3,9% (yoy) menjadi 3,6% (yoy) dan Kota Pematangsiantar yang menurun dari 4,7% (yoy) menjadi 3,6% (yoy).
INFLASI BULANAN (% mtm) April 2017
Mei 2017
Juni 2017
-0,4%
0,1%
0,3%
Tingkat Inflasi bulanan Sumatera Utara sepanjang triwulan II 2017 lebih rendah dibandingkan dengan rataan historisnya dalam beberapa tahun terakhir. Pada bulan April 2017 Sumatera Utara mencatatkan deflasi -0,4% (mtm), sementara bulan Mei dan Juni 2017 tercatat inflasi yang rendah yaitu masing-masing sebesar 0,1% (mtm) dan 0,3% (mtm).
Deflasi pada bulan April 2017 terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi volatile foods dan inflasi inti, sementara inflasi administered prices cenderung mengalami kenaikan. Peningkatan tekanan inflasi administered prices terutama terjadi seiring dengan masih berlangsungnya program migrasi pelanggan 900 VA subsidi ke non subsidi. Inflasi inti cenderung turun pada bulan April 2017 seiring dengan kembali menurunnya harga komoditas perkebunan sebagai sumber utama pendapatan masyarakat Sumatera Utara, yang kemudian mendorong penurunan daya beli masyarakat. Lebih lanjut, ekspektasi inflasi yang terkelola dengan baik menjelang bulan Ramadhan mampu mendorong rendahnya tekanan inflasi inti pada periode tersebut. Sementara itu, penurunan harga komoditas pangan kembali terjadi memasuki triwulan II 2017 yang ditandai dengan rendahnya tekanan inflasi kelompok volatile foods. Pasokan pangan di pasaran masih melimpah, terutama pada komoditas bumbu-bumbuan. Cabai merah menjadi kontributor utama rendahnya inflasi Volatile Foods pada April 2017. Panen di beberapa sentra produksi dan tingginya animo petani dalam bertani cabai merah yang diiringi dengan atensi pemerintah pada tahun 2017 dalam mendorong peningkatan produksi tanaman cabai melalui upaya khusus tanaman cabai merah bersama dengan bawang merah, padi, jagung dan kedelai. Sementara itu, masih berlangsungnya musim panen di kawasan Jawa, baik untuk komoditas bawang merah maupun sayur mayur, juga berkontribusi dalam penurunan tekanan inflasi kelompok ini. Sekitar 27% kebutuhan bawang merah di Kota Medan dipasok dari Brebes, Jawa Tengah6.
Riset Perdagangan Antar Wilayah (2015), Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 39
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Tabel 3.1 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Bulanan sepanjang Triwulan I 2017
Sumber BPS
Memasuki bulan Mei, tekanan inflasi tercatat sebesar 0,1% (mtm). Kenaikan tekanan inflasi terutama bersumber dari kelompok Administered Prices. Kenaikan tekanan inflasi kelompok Administered Prices terus berlanjut seiring dengan dampak kenaikan tarif listrik pra bayar daya 900VA. Selain itu, dampak peningkatan penumpang udara di awal bulan Ramadhan terhadap tarif angkutan udara dan kenaikan harga bensin non subsidi (Pertamax dan Pertamax Plus) seiring dengan harga minyak dunia yang meningkat turut menjadi penyumbang inflasi pada bulan tersebut. Kelompok volatile foods masih mengalami deflasi terutama didorong oleh berlanjutnya penurunan beberapa komoditas pada subkelompok daging yaitu daging sapi, daging ayam ras, dan ayam hidup. Hal tersebut sejalan dengan komitmen semua pihak untuk menjaga kecukupan pasokan daging ayam ras dan daging sapi untuk memenuhi kebutuhan Ramadhan dan Lebaran. Sementara itu, subkelompok bumbu-bumbuan merupakan subkelompok dengan peningkatan inflasi tertinggi. Peningkatan tersebut terutama didorong oleh komoditas bawang putih dan cabai merah. Peningkatan harga tersebut terutama didorong oleh aktivitas konsumsi masyarakat yang mulai meningkat. Di kelompok inflasi inti Mei 2017 menunjukkan ekspektasi inflasi yang terjaga. Kondisi tersebut tercermin pada inflasi kelompok inti yang relatif stabil, yang didukung juga oleh stabilitas nilai
tukar. Berdasarkan komoditasnya, stabilnya tekanan inflasi inti tersebut didorong oleh harga gula pasir seiring dengan penetapan harga eceran tertinggi (HET) dari Pemerintah. Selain itu, penurunan tarif ponsel juga menahan laju tekanan inflasi inti. Pada akhir triwulan II 2017,sesuai polanya inflasi Sumatera Utara kembali meningkat, yaitu 0,3% (mtm). Kembali meningkatnya tekanan inflasi pada bulan Juni terutama didorong oleh inflasi kelompok administered prices, sementara tekanan volatile foods dan inflasi inti relatif menurun. Meningkatnya tekanan inflasi Administered Prices turut menahan penurunan tekanan inflasi lebih lanjut. Meningkatnya tekanan inflasi pada kelompok ini terutama didorong oleh penyesuaian tarif PDAM. Penyesuaian tarif PAM akibat meningkatnya biaya operasional terkait dengan tarif listrik yang terus meningkat, yang didorong oleh kenaikan minyak dunia yang masih berlanjut. Sementara itu, masih berlangsungnya program migrasi pelanggan 900 VA subsidi ke non subsidi turut mendorong meningkatnya tekanan inflasi komoditas tarif listrik. Di sisi lain, sumber tekanan inflasi dari tarif angkutan relatif rendah seiring dengan ketersediaan alternatif moda transportasi yang masih dapat memenuhi lonjakan permintaan masyarakat dalam menyemarakkan mudik Idul Fitri 2017. Di Juni 2017 penurunan tekanan inflasi inti terjadi seiring dengan apresiasi nilai tukar ditengah tingkat pendapatan masyarakat yang masih tertekan oleh penurunan harga komoditas perkebunan. Meskipun demikian, tingkat optimisme masyarakat dalam merealisasikan aktivitas konsumsinya masih cukup baik yang tercermin dari indeks Keyakinan Konsumen yang cenderung meningkat. Sementara itu, baiknya kondisi pasokan bahan pangan di pasaran mampu mendorong kembali menurunnya tekanan inflasi Volatile Foods.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 40
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Meski penyesuaian tarif listrik bagi program reformasi subsidi tepat guna telah selesai pada bulan Mei 2017 lalu, namun tren perbaikan harga minyak bumi dalam level yang cukup terbatas berpotensi kembali disesuaikannya tarif listrik maupun bahan bakar ke depan. Dengan melihat risiko tersebut, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Sumatera Utara terus meningkatkan koordinasi di level provinsi maupun kabupaten/kota dalam menggiatkan program-program pengendalian inflasi sesuai dengan roadmap pengendalian inflasi yang telah disusun sebelumnya, sehingga mampu menggiring inflasi pada sasaran yang telah ditetapkan.
3.2 Perkembangan Inflasi Non Fundamental Tekanan inflasi dari faktor non fundamental meningkat. Kondisi tersebut terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi administered prices sementara tekanan inflasi volatile foods menurun. Membaiknya pasokan pangan mendorong penurunan harga pangan, sementara penyesuaian harga beberapa komoditas yang diatur oleh pemerintah mendorong peningkatan tekanan inflasi administered prices.
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan subkelompok)
Grafik 3.3 Disagregasi Inflasi Sumut Tahunan
Penurunan tekanan inflasi volatile foods masih menjadi pendorong utama penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 2017. Inflasi volatile foods turun tajam dari 2,9% (yoy) menjadi deflasi 0,20% (yoy). Meredanya tekanan inflasi kelompok ini terjadi pada subkelompok bumbubumbuan, ikan segar, telur, susu, dan hasilhasilnya.
Harga bumbu-bumbuan terpantau mulai kembali ke level yang relatif rendah sehingga mendorong penurunan tekanan inflasi pada subkelompok bumbu-bumbuan dari -7,96% (yoy) menjadi – 23,21% (yoy). Cabai merah menjadi komoditas dengan kontribusi penurunan tekanan inflasi tertinggi, yaitu sebesar -31,53% (yoy). Membaiknya pasokan cabai merah di pasaran mendorong penurunan harga cabai merah yang tercatat tinggi di sepanjang tahun 2016 akibat gangguan produksi. Aktivitas panen dan stok yang melimpah pada beberapa sentra produksi mendorong penurunan harga cabai merah yang cukup signifikan. Memasuki triwulan III 2017, tekanan inflasi kelompok volatile foods diperkirakan meningkat berkenaan dengan berakhirnya periode panen raya komoditas pangan dan mulai memasuki tahun ajaran baru. Di tengah konsumsi masyarakat yang mulai termoderasi pasca berakhirnya perayaan Lebaran, tekanan inflasi dari komoditas pangan diperkirakan akan mulai meningkat. Tekanan tersebut terutama bersumber dari subkelompok bahan makanan seperti daging dan bumbu-bumbuan. Potensi kenaikan daging sapi sudah terlihat pasca Lebaran dimana harga cenderung tetap pada level yang tinggi. Terkendalinya inflasi Lebaran pada tahun 2017 merupakan hasil koordinasi dan upaya berbagai pihak terkait di seluruh kabupaten/kota dalam menjaga pasokan komoditas pangan. Namun demikian, daging sapi masih mengalami kenaikan yang cukup signifikan serta terdapat indikasi terjadinya defisit cabai merah di bulan Agustus karena data luas tanam Mei turun cukup drastis. Guna memitigasi hal tersebut, TPID Provinsi Sumatera Utara melalui Disperindag Provinsi Sumatera Utara akan mengoptimalkan kerjasama perdagangan antar provinsi dan bersama dengan Bulog akan melakukan hilirisasi guna meningkatkan produksi cabai dengan memperdayakan BUMD dan asosiasi yang ada. Di sisi lain, terkendalinya inflasi Lebaran 2017 tidak
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 41
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 terlepas dari peran BULOG yang senantiasa menjaga kecukupan stok beras.
umumnya berjalan.
terjadi
menjelang
akhir
tahun
Di sisi lain, kondisi cuaca diperkirakan masih cukup kondusif dalam menopang aktivitas panen tanaman pangan. Sehingga, lonjakan permintaan akhir tahun yang biasanya meningkat diperkirakan masih dapat direspon dengan baik oleh kondisi pasokan di pasaran. Sementara itu, masih rendahnya kenaikan harga komoditas perkebunan diperkirakan akan menahan laju permintaan masyarakat. Sumber: BULOG
Grafik 3.4 Stok Beras Bulog
Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi administered prices (AP) cenderung menahan lebih dalamnya penurunan tekanan inflasi. Tekanan inflasi administered prices cenderung meningkat. Peningkatan tekanan inflasi terutama terjadi pada subkelompok Bahan Bakar, Penerangan dan Air. Sementara itu, tekanan inflasi subkelompok Minuman yang Tidak Beralkohol relatif menurun. Tekanan inflasi subkelompok Bahan Bakar, Penerangan dan Air meningkat signifikan dari 8,3% (yoy) menjadi 22,2% (yoy). Adanya kebijakan pemerintah dalam menerapkan kebijakan subsidi tepat sasaran untuk pelanggan listrik rumah tangga daya 900 VA mendorong peningkatan tarif listrik7. Periode puncak inflasi yang pada umumnya terjadi pada periode Ramadhan dan Idul Fitri telah terlalui dengan baik. Pasokan masih terus membanjiri pasaran sehingga masih dapat memenuhi lonjakan permintaan masyarakat hingga semester pertama tahun 2017. Kondisi yang relatif baik ini diperkirakan akan terus berlanjut mengingat periode panen raya kedua
Lebih lanjut, potensi risiko inflasi dari sisi Administered Prices ke depan masih cukup tinggi utamanya didorong oleh rencana pemberlakuan BBM satu harga. Meski penyesuaian tarif listrik bagi program reformasi subsidi tepat guna telah selesai pada bulan Mei 2017 lalu, namun tren perbaikan harga minyak bumi meski dalam level yang cukup terbatas menimbulkan potensi kembali disesuaikannya tarif listrik maupun bahan bakar ke depan.
3.3 Perkembangan Inflasi Fundamental Seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi, tekanan inflasi inti turut melandai dari 4,6% (yoy) menjadi 3,6% (yoy). Penurunan tekanan inflasi inti ditopang oleh relatif terjaganya permintaan masyarakat yang masih dapat direspon dengan baik oleh sisi penawaran. Hal tersebut juga turut diiringi oleh stabilitas nilai tukar yang relatif terjaga serta ekspektasi inflasi yang terkelola dengan baik. Tingginya kebutuhan komunikasi dalam rangka Lebaran, persiapan menyambut tahun ajaran baru, serta kebutuhan dalam memenuhi
Permen ESDM No. 28 Tahun 2016 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 42
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 makanan dan minuman khas Lebaran mendorong tekanan pada inflasi inti. Tingginya permintaan masyarakat ini turut terkonfirmasi dari Indeks Keyakinan Konsumen yang cenderung meningkat pada bulan Juni 2017. Hal ini mencerminkan daya beli masyarakat yang masih kuat seiring dengan adanya pencairan Tunjangan Hari Raya (THR) dan gaji ke 14 bagi PNS meski ada tekanan penurunan harga komoditas perkebunan. Sementara itu, ekspektasi inflasi diperkirakan relatif tertekan, tercermin pada ekspektasi inflasi di level pedagang yang bergerak moderat. Namun demikian, nilai tukar yang cenderung apresiatif pada periode mendatang diperkirakan akan mendorong perbaikan ekspektasi inflasi kedepan.
Realisasi inflasi Juli yang sebesar 0,25% (mtm) atau 3,82% (yoy) menunjukkan bahwa tekanan inflasi yang relatif masih terkendali. Kondisi tersebut juga didukung oleh kondisi pasokan uang masih terjaga.
3.4 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Berdasarkan kelompok barang dan jasa, stabilnya tekanan inflasi pada triwulan II 2017 didorong oleh meredanya tekanan inflasi kelompok bahan makanan dan sandang. Kedua kelompok tersebut berkontribusi dalam inflasi umum Sumatera Utara dengan pangsa mencapai 47%. Sementara itu, kelompok barang dan jasa lainnya cenderung stabil bahkan meningkat. Tabel 3.2 Inflasi Menurut Kelompok Barang dan Jasa Kelompok
Bahan Makanan Makanan Jadi, Minuman, Rokok&Tembakau Perumahan, Air, listrik, Gas & BB Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan Umum
2016 I
II
III
2017 IV
14.8 5.4 12.5 14.9 10.8 11.9 13.5 11.9 3.0 1.6 1.9 2.5 4.8 6.3 7.2 2.8 4.9 4.7 4.5 4.8 6.0 6.5 4.5 4.1 1.8 -1.1 -2.0 -1.8 7.2 4.3 6.0 6.3
I
II
3.5 6.9 4.4 1.2 5.0 4.1 1.9 3.9
0.2 5.5 7.6 -1.1 3.8 3.6 3.8 3.8
Arah
3.4.1 Kelompok Bahan Makanan
Grafik 3.5 Ekspektasi Inflasi
Grafik 3.6 Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika
Memasuki awal triwulan III 2017 peningkatan tekanan inflasi terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi inti terutama menjelang masuk sekolah. Meningkatnya permintaan masyarakat dalam persiapan masuk sekolah mendorong lonjakan permintaan pada subkelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga.
Kelompok bahan makanan merupakan kelompok dengan penurunan tekanan inflasi tertinggi pada triwulan II 2017, yaitu dari 3,5% (yoy) menjadi 0,2% (yoy). Penurunan tekanan inflasi tertajam terjadi pada subkelompok bumbu-bumbuan yang turun signifikan dari 8,0% (yoy) menjadi -23,2% (yoy) disusul oleh ikan segar yang turun dari 12,8% (yoy) menjadi 11,7% (yoy), dan diikuti oleh subkelompok telur, susu, dan hasil-hasilnya dari 2,6% (yoy) menjadi 1,3% (yoy). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, penurunan tekanan inflasi kelompok bumbubumbuan, terutama oleh komoditas cabai merah dan bawang putih, terjadi seiring dengan masih terpenuhinya permintaan masyarakat oleh kondisi pasokan yang ada. Beberapa sentra cabai merah di Sumatera Utara juga telah melakukan aktivitas panen di dataran tinggi, terutama Kabupaten Karo. Penurunan tekanan inflasi juga
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 43
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 ditopang oleh penurunan harga bawang merah dan bawang putih seiring dengan baiknya pasokan, yang dipenuhi baik oleh impor antar daerah maupun impor luar negeri. Penurunan tekanan inflasi juga terlihat pada subkelompok sayur-sayuran yang turun dari 5,6% (yoy) menjadi -2,1% (yoy). Penurunan subkelompok ini terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi pada komoditas daun seledri yang turun dari 20,8% (yoy) menjadi 39,6% (yoy) serta terong panjang yang turun dari 52,1% (yoy) menjadi 39,4% (yoy). Akibat erupsi Gunung Sinabung kembali terjadi, menyebabkan kerusakan pada tanaman pangan. Seiring dengan baiknya pasokan cabe merah di pasaran, permintaan cabe hijau sebagai substitusi cabe merah juga cenderung menurun. Sementara itu, tingkat permintaan masyarakat juga masih terjaga dengan baik. Tabel 3.3 Inflasi Kelompok Bahan Makanan Kelompok BAHAN MAKANAN Padi-padian, Umbi-umbian dan Hasilnya
2016
2017
I
II
III
IV
I
14.8
5.4
12.5
14.9
3.5
7.7
II
6.3
1.7
-1.5
12.4
9.8
-0.5
4.6
4.6
-3.4
0.3
-0.9
3.0
4.3
12.8
11.8
Ikan Diawetkan
2.5
0.6
0.7
10.1
24.6
29.1
Telur, Susu dan Hasil-hasilnya Sayur-sayuran Kacang-kacangan Buah-buahan
-0.1
0.6
7.9
4.6
3.1
3.7
2.6
1.3
10.6
15.0
17.6
16.0
5.6
-2.1
8.3
11.2
8.9
8.2
2.2
0.7
4.9
1.8
-0.8
-1.1
1.8
4.0
101.2
8.8
83.5
88.5
-8.0
-23.2
Lemak dan Minyak
-2.3
-1.5
5.0
6.2
6.4
7.0
Bahan Makanan Lainnya
6.5
9.5
9.9
10.1
11.2
5.8
Bumbu-bumbuan
Begitu juga dengan subkelompok lemak dan minyak yang cenderung meningkat dari 6,3% (yoy) menjadi 7,0% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh meningkatnya harga kelapa dari 6,2% (yoy) menjadi 9,7% (yoy). Peningkatan kebutuhan akan komoditas kelapa dalam penggunaannya sebagai komponen makanan santan pada Ramadhan dan Idul Fitri menyebabkan tingginya permintaan terhadap kelapa. Memasuki triwulan III 2017, tekanan inflasi kelompok bahan makanan mulai meningkat ke 4,7% (yoy). Hal ini didorong terutama oleh kenaikan tekanan inflasi pada subkelompok daging dan hasil-hasilnya. Potensi kenaikan daging sapi sudah terlihat pasca Lebaran dimana harga cenderung tetap pada level yang cukup tinggi.
0.18
Ikan Segar
Daging dan Hasil-hasilnya
Arah
cukup tebal menghinggapi tanaman milik masyarakat sehingga tanaman musnah dan gagal pertumbuhan.
Sumber: BPS, diolah
Sementara itu, berlanjutnya kenaikan inflasi komoditas ikan diawetkan menahan penurunan tekanan inflasi kelompok bahan makanan lebih lanjut. Subkelompok ini meningkat dari 24,6% (yoy) menjadi 29,1% (yoy). Hal ini didorong oleh kondisi pasokan yang semakin menipis seiring dengan menurunnya aktivitas melaut nelayan. Kenaikan tekanan inflasi terutama terjadi pada komoditas ikan campur, teri, dan kembung rebus. Kenaikan tekanan inflasi subkelompok buahbuahan juga mendorong kenaikan tekanan inflasi bahan makanan, terutama yang bersumber dari komoditas tomat buah. Akibat abu vulkanik yang keluar dari erupsi Gunung Sinabung menyebabkan banyak tanaman mengalami kerusakan. Abu vulkanik dengan kondisi yang
3.4.2
Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau
Penurunan harga bahan baku juga mendorong rendahnya capaian inflasi kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau dari 6,9% (yoy) menjadi 5,6% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi pada subkelompok minuman yang tidak beralkohol. Rendahnya capaian inflasi subkelompok minuman yang tidak beralkohol terutama pada komoditas jus buah. Hal tersebut berkaitan dengan maraknya penjualan jus buah sebagai hidangan pembuka pada masa Ramadhan sehingga pasokan terpenuhi. Tabel 3.4 Inflasi Kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok, dan Tembakau Kelompok MAKANAN JADI Makanan Jadi Minuman yang Tidak Beralkohol Tembakau dan Minuman Beralkohol
2016
2017
I
II
III
IV
I
II
10.7
11.9
13.5
11.9
6.9
5.5
7.1
7.9
9.4
9.5
5.0
5.6
8.8
12.8
12.1
12.2
9.3
-0.7
18.7
18.6
21.5
15.3
8.4
8.5
Arah
Memasuki triwulan III 2017, tekanan inflasi kelompok ini kembali menurun dari 5,6% (yoy) menjadi 5,0% (yoy). Penurunan tekanan inflasi
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 44
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi subkelompok minuman yang tidak beralkohol. 3.4.3
Tabel 3.6 Inflasi Kelompok Sandang
Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
Tekanan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar relatif meningkat dari 4,4% (yoy) menjadi 7,6% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan dan air sementara tekanan inflasi subkelompok lain cenderung stabil bahkan menurun. Melonjaknya tekanan inflasi subkelompok bahan bakar, penerangan dan air dari -8,3% (yoy) menjadi 22,2% (yoy) terutama didorong oleh kenaikan tarif listrik akibat adanya proses migrasi pelanggan subsidi untuk golongan 900 VA, yang disertai dengan kenaikan tarif listrik untuk pelanggan listrik non subsidi seiring dengan perkembangan harga minyak WTI yang meningkat serta nilai tukar yang cenderung depresiatif. Tabel 3.5 Inflasi Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar Kelompok PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BB Biaya Tempat Tinggal
2016
2017
I
II
III
IV
I
II
3.0
1.6
1.9
2.5
4.4
7.6
4.3
3.5
3.2
3.0
2.6
2.4
Bahan Bakar, Penerangan dan Air
-0.6
-3.7
-2.1
-0.6
8.3
22.2
Perlengkapan Rumah Tangga
6.3
8.4
8.7
7.0
4.9
Penyelenggaraan Rumah Tangga
3.9
2.3
2.4
3.8
4.0
Kelompok
2016
2017
I
II
III
IV
I
II
SANDANG Sandang Laki-Laki
4.8
6.3
7.2
2.8
1.2
-1.1
Sandang Wanita
2.7
2.4
4.3
-2.0
-1.3
-4.2
10.1
11.0
8.8
5.1
-0.1
-1.4
Sandang Anak-Anak
3.5
5.1
5.5
1.9
2.1
-0.5
Barang Pribadi dan Sandang Lain
3.4
7.3
10.4
6.5
5.0
1.9
3.4.5
Kelompok Kesehatan
Kelompok kesehatan pada triwulan II 2017 mengalami penurunan dari 5,0% (yoy) menjadi 3,8% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi pada seluruh subkelompok. Kenaikan tarif listrik yang terjadi pada triwulan I mendorong kenaikan biaya operasional penyelenggara jasa perawatan jasmani. Dengan demikian, tarif gunting rambut relatif meningkat. Tabel 3.7 Inflasi Kelompok Kesehatan Kelompok
2016
2017
I
II
III
IV
I
II
3.0
KESEHATAN Jasa Kesehatan
4.9
4.7
4.5
4.8
5.0
3.8
3.5
0.9
3.1
5.4
5.3
5.2
4.6
Obat-obatan
2.1
2.8
2.6
3.1
2.7
2.4
Jasa Perawatan Jasmani
2.4
6.0
6.2
6.3
8.9
6.8
Perawatan Jasmani dan Kosmetika
9.4
6.1
4.1
4.7
5.0
3.1
Kelompok Sandang
Penurunan tekanan inflasi kelompok sandang dari 1,2% (yoy) menjadi -1,1% (yoy) juga turut mendorong penurunan tekanan inflasi pada triwulan II 2017. Penurunan tekanan inflasi kelompok ini terutama didorong oleh
Arah
Memasuki bulan Juli 2017, tekanan inflasi kelompok sandang relatif menurun. Melemahnya tekanan harga pada kelompok sandang didorong oleh penurunan tekanan harga pada subkelompok komoditasnya seperti subkelompok sandang pria dewasa dan subkelompok sandang wanita dewasa.
Arah
Pada bulan Juli 2017, tekanan inflasi kelompok perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar menurun dari 7,6% (yoy) pada Juni 2017 menjadi 7,1% (yoy). Penurunan tekanan inflasi pada seluruh subkelompok diperkirakan stabil setelah selesainya penyesuaian subsidi tarif listrik pada Juni 2017 dan rencana Pemerintah untuk tidak menaikkan harga BBM hingga akhir tahun. 3.4.4
berakhirnya puncak permintaan masyarakat akan komoditas sandang yang biasanya memuncak pada akhir periode Lebaran.
Arah
Memasuki semester II 2017, tekanan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga masih relatif stabil di level 3,8% (yoy). Stabilisasi kelompok ini tidak terlepas dari berakhirnya periode masuknya tahun ajaran baru. Stabilisasi ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir triwulan III 2017. 3.4.6 Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olah Raga Penurunan tekanan inflasi terjadi pada pendidikan, rekreasi dan olahraga dari 4,1% (yoy) menjadi 3,6% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi pada
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 45
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 subkelompok pendidikan serta rekreasi. Kenaikan tekanan inflasi terjadi pada subkelompok perlengkapan/ peralatan pendidikan dan olahraga. Kelompok pendidikan cenderung mengalami penurunan pada hampir seluruh subkelompok karena belum memasuki masa tahun ajaran baru. Dampak pergerakan inflasi akan terlihat pada inflasi bulan depan. Tabel 3.8 Inflasi Kelompok Pendidikan, Rekreasi dan Olahraga Kelompok PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA Pendidikan
2016
2017
I
II
III
IV
I
II
6.0
6.5
4.5
4.1
4.1
3.6
9.2
10.1
7.0
6.9
6.9
6.1
Kursus-Kursus / Pelatihan
0.6
0.7
0.4
0.3
0.4
0.7
Perlengkapan / Peralatan Pendidikan
4.3
4.2
1.6
1.2
0.0
0.2
Rekreasi
1.6
2.1
1.4
-0.1
0.5
0.0
Olahraga
0.7
0.8
0.9
0.5
0.3
1.0
Arah
Memasuki semester II 2017, tekanan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga masih relatif stabil di level 3,0% (yoy). Stabilisasi kelompok ini tidak terlepas dari berakhirnya periode masuknya tahun ajaran baru. Stabilisasi ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir triwulan III 2017. 3.4.7 Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan Naiknya tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan dari 1,9% (yoy) menjadi 3,8% (yoy) menahan penurunan tekanan inflasi umum lebih lanjut. Peningkatan tekanan inflasi terutama didorong oleh peningkatan tekanan inflasi subkelompok transpor. Sementara itu, subkelompok komunikasi dan pengiriman serta sarana dan penunjang transpor mengalami penurunan tekanan inflasi sedangkan tekanan inflasi jasa keuangan relatif minimal. Sumber inflasi pada subkelompok transpor diperkirakan terkait dengan dampak Lebaran dan libur anak sekolah sehingga tarif angkutan udara meningkat signifikan. Peningkatan tekanan inflasi pada subkelompok transpor juga didorong oleh peningkatan harga komoditas bensin, terutama untuk bensin non subsidi seiring dengan tren perbaikan harga minyak dunia yang masih cukup
kuat yang turut ditunjang oleh nilai tukar yang cenderung apresiatif. Tabel 3.9 Inflasi Kelompok Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan 2016
Kelompok TRANSPOR, KOMUNIKASI & JASA KEUANGAN Transpor
2017
I
II
III
IV
I
II
1.8
-1.1
-2.0
-1.8
1.9
3.8 2.4
2.0
-2.0
-3.4
-3.3
-0.3
Komunikasi dan Pengiriman
0.1
0.1
0.6
2.1
4.2
4.0
Sarana dan Penunjang Transpor
3.5
3.8
4.1
3.4
18.7
17.6
Jasa Keuangan
1.5
1.6
1.6
1.6
0.0
0.0
Arah
Pada bulan Juli 2017, tekanan inflasi kelompok transpor, komunikasi dan jasa keuangan mengalami penurunan dari 3,8% (yoy) menjadi 3,4% (yoy). Penurunan ini terutama didorong oleh berakhirnya penyesuaian harga bahan bakar non subsidi seiring dengan perbaikan harga komoditas minyak dunia. Kondisi ini diperkirakan terus berlanjut hingga akhir triwulan III 2017..
3.5 Perbandingan Inflasi Antar Provinsi/Kota di Sumatera Secara agregat, laju inflasi tahunan Pulau Sumatera pada triwulan II 2017 tercatat sebesar 3,7% (yoy), di atas laju inflasi nasional sebesar 4,4% (yoy). Hampir seluruh provinsi mencapai tekanan inflasi di bawah 5%, kecuali Provinsi Riau, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, dan Provinsi Bangka Belitung. Penurunan tekanan inflasi terjadi terutama pada kelompok volatile foods, sementara tekanan inflasi inti cenderung stabil dan tekanan inflasi administered prices cenderung meningkat. Tabel 3.10 Inflasi Spasial Sumatera
PROVINSI ACEH SUMUT SUMBAR RIAU JAMBI KEPRI SUMSEL BENGKULU BABEL LAMPUNG
Tw I-17 3,4 3,9 3,8 5,0 2,8 3,1 3,7 6,0 6,4 3,7
Tw II-17 4,0 3,7 5,0 6,2 3,8 4,7 4,3 5,4 7,1 4,9
3.6 Upaya Pengendalian Inflasi Meski tekanan inflasi pada triwulan I 2017 relatif rendah, namun koordinasi TPID se-Sumatera
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 46
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Utara masih terus dieratkan untuk menjangkar capaian inflasi tahun 2017 kembali ke sasarannya, yaitu 4±1%. Adapun program pengendalian harga telah disusun secara sistematis dan berkesinambungan sesuai dengan roadmap pengendalian inflasi yang telah disusun sebelumnya. Beberapa program diantaranya meliputi: 1. Pembentukan BUMD pangan untuk stabilisasi harga, menjamin ketersediaan pasokan dan memangkas jalur distribusi. Dengan keberadaan BUMD pangan, Pemerintah dapat secara aktif melakukan pemenuhan pasokan, pembelian dan penyaluran ke pedagang eceran yang langsung berhubungan ke konsumen sehingga beban yang harus dibayarkan oleh konsumen berkurang. Apabila dibutuhkan, BUMD pangan juga bisa melakukan sourcing ke provinsi lain untuk menambah pasokan di dalam provinsi serta membantu melakukan penjualan ke provinsi lain. Terdapat 2 BUMD pangan yang saat ini sedang dalam proses pembentukan, yaitu BUMD pangan Provinsi Sumut dan BUMD pangan Kabupaten Deli Serdang. 2. Pembuatan pasar induk provinsi dan pembenahan PD Pasar Kota Medan. Saat ini Pemerintah Provinsi Sumut sedang dalam tahap perencanaan pembuatan pasar induk provinsi sekaligus sebagai tempat pemasaran yang bersinergi dengan BUMD pangan bentukan. Sementara pembenahan PD Pasar Kota Medan akan terus dilakukan. 3. Penguatan peran Toko Tani. Toko Tani di Sumatera Utara telah menjadi lokasi belanja beras murah bagi para masyarakat. Pemerintah Provinsi Sumatera Utara berencana untuk menambah cabang Toko Tani, serta melakukan perluasan wewenang dengan menambah komoditas lainnya.Toko Tani disini sekaligus berfungsi sebagai sarana
pemasaran, yang menjembatani antara penjual dan konsumen akhir. 4. Perluasan area tanam dan peningkatan indeks tanam padi. Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Sumatera Utara akan berkoordinasi untuk melakukan perluasan area tanam, khususnya untuk komoditas pangan strategis seperti cabai merah. Salah satunya, Deli Serdang, berkerja sama dengan Bank Indonesia, akan mendirikan klaster cabai merah dengan harapan dapat berfungsi sebagai buffer pasokan bagi Kota Medan. Selain itu, peningkatan indeks tanam melalui modernisasi dan penggunaan bibit unggul, juga terus diupayakan Dinas Pertanian untuk peningkatan produksi padi Sumatera Utara. 5. Penguatan peran para penyuluh. Terjadinya serangan virus kuning pada paruh kedua tahun 2016 menjadi pelajaran berharga atas pentingnya peran para penyuluh dalam memberikan arahan bagi para petani sehingga kejadian serupa tidak terjadi kembali. 6. Perencanaan tanam dan kalender tanam yang terintegrasi dan akurat. Untuk menanggulangi kejadian overproduksi atau kurangnya volume panen, perencanaan tanam dan kalender tanam yang lebih akurat dan terintegrasi di level provinsi menjadi fokus utama TPID Provinsi Sumut. 7. Penjajakan kerjasama dengan distributor besar komoditas pangan. Melihat besarnya kemampuan para distributor pangan dalam menentukan harga, TPID Provinsi Sumut berencana melakukan pendekatan dan penyelarasan visi dengan distributor utama komoditas pangan, agar mereka menjadi bagian dalam pengendalian harga. 8. Melakukan penguatan basis data dalam menunjang pengambilan keputusan maupun perumusan program pengendalian inflasi daerah.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 47
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
Suplemen 3
Pola Inflasi Menyambut Ramadhan
Puasa dan Lebaran umumnya merupakan salah salah satu moment dimana permintaan masyarakat akan barang dan jasa meningkat. Ya, faktor psikologis-lah yang mendorong rasa ingin membeli lebih banyak dari biasanya. Menyikapi hal tersebut, dalam rangka persiapan menjelang lebaran, Tim Pengendalian Inflasi Daerah seSumatera Utara melakukan rapat koordinasi guna memastikan seluruh ketersediaan pangan pokok dalam kondisi cukup, dapat didistribusikan dengan baik, serta dalam kondisi yang layak. Di sisi lain, iklan layanan masyarakat belanja bijak untuk mengelola ekspektasi inflasi serta talkshow ketersediaan pasokan pangan juga tak henti ditayangkan di beberapa stasiun TV dan radio lokal. Selain itu, TPID Kota Medan juga berinisiatif melakukan operasi pasar di 140 titik di Medan. BULOG sebagai buffer stok beras juga tak luput memastikan ketersediaan beras menjelang lebaran serta melakukan penjualan barang kebutuhan pokok pada Rumah Bulog. Selain itu, kedatangan Menteri Perdagangan, Bp.Enggartiasto Lukita, ke Sumatera Utara dalam rangka sosialisasi penetapan HET Gula Pasir juga menjadi jurus jitu dalam mengelola inflasi lebaran
Hasilnya berbuah manis. Inflasi Lebaran Sumatera Utara Terkendali. Inflasi Juni 2017 tercatat sebesar 0,26% (mtm) atau 3,75% (yoy). Inflasi pada musim lebaran kali ini merupakan inflasi terendah dalam tiga tahun terakhir. Lebih lanjut, pencapaian inflasi Sumut secara bulanan dan kumulatif lebih rendah dibandingkan dengan nasional yang tercatat sebesar 0,69% (mtm) dan 4,37% (yoy) Tabel 3.11 Inflasi Sumut dan Nasional Bulan Juni 3 tahun terakhir
Inflasi
2015 II
IHK mtm IHK yoy
0.54 7.26
IHK mtm IHK yoy
0.84 7.82
2016 II Nasional 0.66 3.45 Sumatera Utara 0.78 4.32
2017 II
Juli
0.69 4.37
0.22 3.88
0.26 3.75
0.25 3.82
Sumber : BPS diolah
Grafik 3.7 Disagregasi Inflasi Sumut (yoy)
Secara tahunan, tekanan inflasi Sumatera Utara relatif menurun dari 4,29% (yoy) menjadi 3,75% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terutama didorong oleh penurunan tekanan inflasi volatile foods. Tekanan inflasi ini juga menurun sementara tekanan inflasi administered prices cenderung meningkat. Penurunan inflasi volatile
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 48
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 foods terutama didorong oleh penurunan harga cabai merah. Rendahnya inflasi kelompok ini juga didukung oleh stabilitas harga beras.
90,000 Cabai Merah
80,000
Bawang Merah
70,000 60,000 50,000 40,000 30,000 20,000 10,000 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 2015
2016
2017
Sumber : SPH Diolah
Grafik 3.8 Harga Bumbu-Bumbuan
Grafik 3.9 Harga Beras
Penurunan tekanan inflasi inti dari 4,24% (yoy) menjadi 3,63% (yoy) terjadi seiring dengan apresiasi nilai tukar yang terus terjadi ditengah tingkat pendapatan masyarakat yang masih terkendala penurunan harga komoditas perkebunan. Adapun peningkatan tekanan inflasi administered prices menahan penurunan tekanan inflasi lebih lanjut, yaitu dari 6,58% (yoy) menjadi 8,51% (yoy). Berlanjutnya program penyesuaian tarif listrik untuk beberapa golongan yang disertai dengan penyesuaian tarif PDAM mendorong peningkatan tekanan inflasi kelompok ini. Dengan demikian, inflasi tahun kalender Sumatera Utara pada bulan Juni 2017 masih relatif rendah, yaitu -0,43% (ytd), jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi nasional yang tercatat 2,38% (ytd). Hal ini tentunya tidak terlepas dari koordinasi dan komunikasi yang menjadi kunci dalam mengelola inflasi, dukungan dan inisiatif TPID Sumatera Utara juga menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan rendahnya inflasi. Untuk itu, terobosan program yang inovatif sangat diperlukan, khusunya dalam rangka pengendalian inflasi Sumatera Utara.
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 49
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 50
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
BAB 4 STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM
ULOS RAGIHOTANG
Membaiknya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 ditopang oleh stabilitas keuangan Sumatera Utara yang relatif terjaga. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang cukup baik yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang telah mencapai 92,2% disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah level indikatif (2,8%). Meskipun demikian, kinerja perbankan masih belum optimal terkait dengan perkembangan aset, dana dan kredit yang cenderung melambat. Sejalan dengan hal tersebut, perbaikan perekonomian Sumatera Utara turut ditopang oleh kondisi ketahanan korporasi di Sumatera Utara yang masih terjaga. Risiko rentabilitas, solvabilitas, dan interest service coverage ratio membaik, sementara tingkat risiko likuiditas, turn over aset dan persediaan relatif stabil. Membaiknya kinerja korporasi pada triwulan II 2017 diperkirakan didorong oleh korporasi yang terus melakukan efisiensi akibat belum cukup kuatnya tingkat permintaan ditengah harga jual yang cenderung menurun.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 51
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Tabel 4.1 Indikator Perbankan Provinsi Sumatera Utara 2015 Aset (Rp Miliar) Growth Aset (%, yoy) Kredit (Rp Miliar) Growth Kredit (%, yoy) DPK (Rp Miliar)
2017
2016
I
II
III
IV
I
II
III
IV
I
II
233,129.8
239,942.4
254,330.7
245,167.3
242,350.5
256,940.7
262,606.3
266,164.6
279,298.0
283,951.3
9.2
8.2
11.3
5.7
4.0
7.1
3.3
8.6
15.2
10.5
163,633.7
168,380.5
172,346.5
173,596.7
169,062.9
177,447.5
182,396.5
184,928.0
189,980.2
193,685.0
10.4
8.7
9.7
6.6
3.3
5.4
5.8
6.5
12.4
9.2
177,742.3
182,639.0
190,144.3
184,499.0
186,041.2
194,557.0
197,340.4
201,072.3
207,515.5
211,528.4
Growth DPK (%, YoY)
12.8
9.6
9.3
3.2
4.7
6.5
3.8
9.0
11.5
8.7
LDR
93.6
93.8
94.5
96.7
92.5
92.6
93.2
93.5
92.6
92.2
NPL
2.8
3.1
3.3
2.9
3.2
3.2
3.1
2.5
2.7
2.8
Membaiknya perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 ditopang oleh stabilitas keuangan Sumatera Utara yang relatif terjaga. Kinerja perbankan di Sumatera Utara menunjukkan intermediasi perbankan yang cukup baik yang tercermin dari Loan to Deposit Ratio (LDR) yang telah mencapai 92,2% disertai dengan risiko kredit yang masih di bawah level indikatif (2,8%). Meskipun demikian, kinerja perbankan masih belum optimal terkait dengan perkembangan aset, dana dan kredit yang cenderung melambat.
Kinerja sektor UMKM secara keseluruhan mengalami penurunan yang tercermin dari penyaluran kredit UMKM yang justru melambat secara signifikan dari 18,2% (yoy) menjadi 1,5% (yoy) pada triwulan II 2017. Sektor UMKM juga dihadapkan pada tekanan finansial seiring dengan NPL yang telah berada di atas target indikatif 5%.
Mengingat peran UMKM yang cukup penting dalam perekonomian, Bank Indonesia terus melakukan berbagai program kerja untuk pengembangan UMKM. Di sisi lain, Bank Indonesia juga terus melakukan sinergi dan Sejalan dengan hal tersebut, perbaikan kolaborasi untuk mendukung tercapainya perekonomian Sumatera Utara turut ditopang ketahanan dan kemandirian pangan dengan oleh kondisi ketahanan korporasi di Sumatera melakukan pengembangan klaster. Utara yang masih terjaga. Risiko rentabilitas, Perkembangan perbankan solvabilitas, dan interest service coverage ratio Sumatera Utara yang membaik, sementara tingkat risiko likuiditas, turn over aset dan persediaan relatif Kondisi Umum stabil. Membaiknya kinerja korporasi pada triwulan II 2017 diperkirakan didorong oleh Membaiknya perekonomian Sumatera Utara korporasi yang terus melakukan efisiensi akibat pada triwulan II 2017 belum diikuti oleh kinerja belum cukup kuatnya tingkat permintaan perbankan. Hal tersebut tercermin dari beberapa ditengah harga jual yang cenderung menurun. indikator kinerja perbankan yang cenderung Sejalan dengan kinerja konsumsi RT yang melambat pada triwulan II 2017, kinerja keuangan rumah tangga masih terjaga. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya alokasi tabungan dan meningkatnya jumlah rumah tangga yang tidak melakukan pinjaman serta pertumbuhan kredit perseorangan yang relatif meningkat yang dibarengi dengan masih baiknya kualitas kredit yang tercermin dari NPL rumah tangga yang baru tercatat 2,6%.
melambat, baik dari sisi aset, penyaluran kredit, maupun kegiatan penghimpunan dana. Meskipun demikian, kualitas kredit yang disalurkan masih relatif terjaga, jauh dibawah level indikatifnya, yaitu 5%. Begitu juga dengan intermediasi perbankan yang masih berada dalam rentang yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pada triwulan II 2017 aset perbankan di Sumatera Utara tercatat sebesar Rp284,0 triliun. Dengan demikian, aset Sumatera Utara relatif melambat dari 15,2% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 10,5% (yoy) seiring dengan perlambatan penyaluran
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 52
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 kredit dan DPK. Kegiatan penyaluran kredit yang melambat lebih dalam dibandingkan dengan penghimpunan DPK juga mendorong kembali menurunnya Loan to Deposit Ratio (LDR) dari 92,6% menjadi 92,2%. Didorong oleh tingginya kebutuhan akan uang tunai pada periode Lebaran, Dana Pihak Ketiga (DPK) melambat dari 11,5% (yoy) menjadi 8,7% (yoy) pada triwulan II 2017. Perlambatan DPK ini terutama didorong oleh perlambatan yang cukup dalam pada komponen giro dan tabungan, sementara deposito justru cenderung akseleratif. Ditengah perbaikan perekonomian, kegiatan penyaluran kredit8 di Sumatera Utara justru relatif melambat dari 12,4% (yoy) menjadi 9,2% (yoy). Melambatnya penyaluran kredit ini diperkirakan didorong oleh belum cukup kuatnya kegiatan ekonomi, baik domestik maupun ekspor. Perlambatan penyaluran kredit ini juga diikuti sedikit peningkatan non performing loan dari 2,7% menjadi 2,8%. Meskipun demikian, kualitas kredit tersebut masih jauh dibawah level indikatifnya, yaitu 5%. Aset Perbankan Pada triwulan II 2017 aset perbankan di Sumatera Utara tercatat sebesar Rp284,0 triliun. Dengan demikian, aset perbankan di wilayah Sumatera Utara relatif melambat dari 15,2% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 10,5% (yoy). Melambatnya aset perbankan di Sumatera Utara terkait melambatnya pertumbuhan DPK dan kredit di Sumatera Utara. Dalam kaitan tersebut, perbankan melakukan efisiensi yang tercermin dari rasio BOPO yang cenderung menurun sehingga perbankan masih mampu mencetak laba. Hal tersebut tercermin dari Net Interest Margin (NIM) perbankan yang masih terjaga.
8 Menggunakan konsep penyaluran kredit berdasarkan lokasi
proyek, dimana setiap Bank di wilayah manapun dapat
Berdasarkan kegiatannya, perlambatan aset terutama didorong oleh melambatnya aset bank konvensional, yaitu dari 15,4% (yoy) menjadi 10,4% (yoy). Sementara itu aset bank Syariah justru relatif membaik, yaitu dari 12,0% (yoy) menjadi 12,6% (yoy). Intermediasi Perbankan Peran intermediasi perbankan di Sumatera Utara pada triwulan II 2017 masih terjaga dengan baik sesuai dengan ketentuan Bank Indonesia, yaitu berada pada level 92,2%. Nilai ini lebih rendah dibandingkan dengan triwulan lalu yang tercatat 92,6%. Menurunnya Loan to Deposit Ratio (LDR) di Provinsi Sumatera Utara didorong oleh perlambatan penyaluran kredit yang lebih dalam dibandingkan dengan perlambatan penghimpunan dana. Menurunnya penyaluran kredit didorong oleh masih belum cukup kuatnya permintaan atas pembiayaan yang tercermin dari masih lemahnya permintaan domestik serta kinerja neraca perdagangan eksternal yang cenderung menurun. Namun, tingkat suku bunga cenderung stabil. Sementara tingginya kebutuhan uang tunai pada periode Lebaran mendorong melambatnya DPK (selanjutnya lihat bagian Penghimpunan Dana Pihak Ketiga dan Penyaluran Kredit). Penurunan peran intermediasi perbankan Sumatera Utara didorong oleh perbankan konvensional. LDR perbankan konvensional menurun dari 92,5% menjadi 92%, sementara Loan to Financing Ratio (LFR) perbankan Syariah justru meningkat dari 95,1% menjadi 96,4%. Perbankan syariah masih lebih gencar menyalurkan kreditnya yang tercermin dari kredit yang masih mampu tumbuh ditengah perlambatan kredit perbankan konvensional. Perbankan syariah cukup confident dalam
memberikan kredit kepada debitur yang ada di Sumatera Utara
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 53
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 menyalurkan kreditnya yang turut ditopang oleh Tingginya kebutuhan masyarakat akan uang tunai NPF (Non Performing Financing) perbankan pada periode Lebaran yang turut diiringi dengan Syariah yang relatif menurun. menurunnya harga komoditas perkebunan mendorong melambatnya kinerja tabungan, yaitu Penghimpunan Dana Pihak Ketiga dari 10,4% (yoy) menjadi 8,9% (yoy). Menurunnya Didorong oleh tingginya kebutuhan akan uang tabungan ini terutama didorong oleh tabungan korporasi dan tunai pada periode Lebaran, kegiatan menurunnya penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) perseorangan, sementara tabungan pemerintah cenderung melambat dari 11,5% (yoy) menjadi cenderung meningkat tajam. 8,7% (yoy) pada triwulan II 2017. Perlambatan Rp Miliar YoY Giro Tabungan Deposito G Giro G Tabungan G Deposito DPK ini terutama didorong oleh dalamnya 250,000 30% 25% perlambatan kinerja giro dan tabungan, 200,000 20% sementara deposito justru cenderung akseleratif. 15% 150,000 Meskipun demikian, hal tersebut tidak merubah 10% 5% dominasi deposito sebagai instrumen utama 100,000 0% dalam penghimpunan DPK yang mencapai 44%, 50,000 -5% disusul oleh tabungan 38% dan giro yang 0 -10% I II III IV I II III IV I II mencapai 18% dari total DPK. Pangsa ini 2015 2016 2017 cenderung tidak bengubah dibandingkan dengan Grafik 4.2 Perkembangan dan Laju Pertumbuhan DPK di Sumatera Utara triwulan I 2017 lalu. Meskipun terdapat pencairan dana kepada masyarakat dalam bentuk THR dan gaji ke-14, Giro 18% namun belum yakinnya masyarakat akan keadaan ekonomi mendatang mendorong meningkatnya Deposito deposito dari 8,4% (yoy) menjadi 8,5% (yoy). 44% Keraguan masyarakat akan keadaan ekonomi Tabungan mendatang tercermin dari Indeks Keadaan 38% Ekonomi 6 bulan yang akan datang yang cenderung menurun9 (lebih lanjut baca Bab 7 Grafik 4.1 Proporsi DPK di Sumatera Utara Triwulan II 2017 Prospek). Dengan demikian, deposito milik perseorangan cenderung membaik dari 6,6% Giro cenderung melambat secara signifikan, yaitu (yoy) menjadi 8,2% (yoy). dari 22,9% (yoy) menjadi 8,9% (yoy). Anjloknya pertumbuhan giro diduga didorong oleh adanya Berdasarkan golongan nasabah, proporsi sektor kegiatan pencairan THR dan gaji ke-14 yang swasta pada perbankan Sumatera Utara masih dilakukan pada periode Lebaran. Hal tersebut cukup dominan, yaitu 91,0% dari total DPK. tercermin dari giro swasta yang turun signifikan Dengan demikian, kinerja penghimpunan dana dari 22,8% (yoy) menjadi 16,8% (yoy). Begitu juga sangat bergantung pada sektor ini. Pada triwulan dengan giro milik pemerintah yang turun II 2017, DPK sektor swasta cenderung melambat dari 10,7% (yoy) menjadi 10,6% (yoy). signifikan dari 22,4% (yoy) menjadi -1,5% (yoy).
9
Survei Konsumen Bank Indonesia
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 54
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Perlambatan ini terutama didorong oleh menurunnya DPK dari lembaga keuangan non bank yang turun signifikan dari 29,7% (yoy) menjadi -0,5% (yoy) disusul oleh korporasi yang menurun dari 28,8% (yoy) menjadi 20,5% (yoy). Penurunan kinerja pada sektor swasta ini didorong oleh adanya kebutuhan pencairan THR seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Kinerja penghimpunan dana dari pemerintah juga cenderung terkontraksi dari 2,7% (yoy) menjadi 5,6% (yoy). Adanya pencairan gaji ke-14 seperti yang dijelaskan sebelumnya yang turut diikuti dengan adanya realisasi belanja rutin sesuai dengan polanya mendorong tingginya pencairan dana dari sektor pemerintah.
kota/kabupaten lainnya di Sumatera Utara. Kondisi ini mencerminkan masih belum meratanya aktivitas perekonomian yang tercermin dari dominasi kawasan di pantai timur Sumatera Utara dalam menopang kegiatan penghimpunan dana Sumatera Utara. Berdasarkan kegiatan banknya, perlambatan perhimpunan DPK pada triwulan II 2017 didorong oleh melambatnya penghimpunan dana oleh perbankan syariah maupun konvensional. DPK perbankan syariah turun tajam, yaitu dari 20,4% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 14,3% (yoy) pada triwulan II 2017. Begitu juga dengan perbankan konvensional yang menurun dari 11,1% (yoy) menjadi 8,5% (yoy). Penyaluran Kredit
Deli Serdang; 2.0% Labuhan Batu; 2.1%
Lainnya; 13.8%
Asahan; 4.9% Pematangsianta r; 5.1%
Medan; 72.0%
Grafik 4.3 Proporsi DPK Spasial
Pada triwulan II 2017, DPK perbankan di Sumatera Utara utamanya berasal dari Kota Medan dengan pangsa 72% dari total DPK. Pangsa ini lebih rendah dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai 73%. Disusul oleh Kota Pematangsiantar dengan pangsa 5,1%, relatif meningkat dibandingkan dengan triwulan I 2017, lalu Kota Asahan dengan pangsa 4,9%, relatif stabil dibandingkan dengan triwulan lalu yang mencapai 5%. Tingginya aktivitas ekonomi dan jumlah penduduk mempengaruhi penghimpunan dana yang jauh lebih besar dari
Menggunakan konsep penyaluran kredit berdasarkan lokasi proyek, dimana setiap Bank di wilayah manapun dapat
Ditengah perbaikan perekonomian, kegiatan penyaluran kredit10 di Sumatera Utara justru relatif melambat dari 12,4% (yoy) menjadi 9,2% (yoy). Melambatnya penyaluran kredit ini diperkirakan didorong oleh belum kuatnya permintaan akan kredit akibat belum cukup kuatnya permintaan domestik yang disertai dengan kinerja ekspor yang cenderung menurun sehingga kebutuhan akan pembiayaan relatif menurun. Perlambatan penyaluran kredit ini juga turut diiringi oleh meningkatnya non performing loan dari 2,7% menjadi 2,8%. Meskipun demikian, kualitas kredit tersebut masih jauh dibawah level indikatifnya, yaitu 5%.
memberikan kredit kepada debitur yang ada di Sumatera Utara
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 55
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 NPL, %
yoy
3.5%
25.0%
3.0%
terpakai5 yang cenderung menurun dari 74% menjadi 72%.
20.0%
2.5% 15.0%
2.0% 1.5%
10.0%
1.0%
NPL
G Kredit 5.0%
0.5% 0.0%
0.0% I
II
III IV
2013
I
II
III IV
2014
I
II
III IV
2015
I
II
III IV
2016
I
II
2017
Grafik 4.4 Perkembangan Kualitas Kredit
Berdasarkan tujuan pengunaannya, kredit Sumatera Utara masih didominasi oleh kredit produktif (kredit modal kerja dan investasi) yang mencapai 75% dari total kredit yang disalurkan di Sumatera Utara. Hal ini mencerminkan bahwa kredit yang disalurkan di Sumatera Utara mampu memberikan multiplier yang tinggi dalam mendorong perekonomian Sumatera Utara. Melambatnya penyaluran kredit di Sumatera Utara terutama didorong oleh dalamnya perlambatan kredit modal kerja, yaitu dari 11,2% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 6,1% (yoy). Melambatnya kredit modal kerja terjadi seiring dengan menurunnya permintaan domestik yang tercermin dari menurunnya aktivitas konsumsi masyarakat serta kinerja ekspor yang cenderung melambat (lebih lanjut baca Bab 1 Perkembangan Ekonomi Makro Regional). Kredit modal kerja yang pada umumnya digunakan untuk kebutuhan operasional maupun pembiayaan jangka pendek relatif tertahan seiring dengan indikator harga jual yang kembali menurun yang tercermin dari indikator harga jual pada Survei Kegiatan Dunia Usaha yang cenderung melambat serta perbaikan harga komoditas perkebunan yang kembali melandai. Relatif tertahannya penyaluran kredit modal kerja juga ditengarai didorong oleh masih memadainya kapasitas produksi yang ada, yang tercermin dari indikator kapasitas produksi
Tertahannya kebutuhan akan pembiayaan juga terjadi pada kebutuhan pembiayaan jangka panjang. Kredit investasi turut melambat dari 19,5% (yoy) menjadi 15,2% (yoy). Melambatnya kredit investasi juga turut disumbang oleh belum terlalu optimisnya pelaku usaha yang tercermin dari SBT perkiraan kegiatan usaha per sektor11 yang cenderung menurun, yaitu dari 27,2% menjadi 26,2%. Hal tersebut turut terkonfirmasi dari hasil liaison kepada pelaku usaha yang menunjukkan rencana maupun realisasi investasi yang cenderung melandai akibat ketidakpastian pasar komoditas internasional. Dengan demikian, meski tingkat suku bunga kredit investasi sudah cenderung menurun, namun hal tersebut belum cukup kuat dalam mendorong kinerja kredit investasi pada triwulan II 2017. Lain halnya dengan kredit konsumsi yang justru membaik dari 7,6% (yoy) menjadi 9,4% (yoy). Tingginya kebutuhan akan barang tahan lama seperti kendaraan dan emas perhiasan menjelang hari raya Lebaran mendorong meningkatnya kredit konsumsi masyarakat. Hal tersebut tercermin dari Indeks Pembelian Barang Tahan lama yang cenderung meningkat pada triwulan II 2017. Meski kredit cenderung meningkat, namun hal tersebut juga diiringi dengan peningkatan NPL meski masih jauh berada dibawah level indikatifnya. NPL kredit konsumsi pada triwulan II 2017 cenderung meningkat dari 2,5% menjadi 2,6%.
11
Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 56
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Modal Kerja Konsumsi G. Konsumsi
Rp Triliun 250
Investasi G. Modal Kerja G. Investasi
200 150 100
50 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2013
2014
2015
2016
50%
Rp Triliun
40%
140
30%
120
20%
100
10%
80
0%
60
-10%
40
II
2017
Grafik 4.5 Penyaluran Kredit Berdasarkan Tujuan Penggunaan
Berdasarkan sektor ekonominya, perlambatan penyaluran kredit di Sumatera Utara terutama didorong oleh melambatnya penyaluran kredit pada sektor Perdagangan Besar dan Eceran (PBE), sektor pertanian dan sektor konstruksi, sementara penyaluran kredit pada sektor industri pengolahan cenderung meningkat.
Konstruksi Industri Pengolahan G. Pertanian G. Konstruksi
Pertanian PBE G. Industri Pengolahan G. PBE
40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% -5% -10%
20 I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
II III IV I
2013
2014
2015
2016
II
2017
Grafik 4.6 Perkembangan Kredit Berdasarkan Sektor Ekonomi
Menurunnya aktivitas konstruksi akibat sikap wait and see swasta yang disertai dengan belum optimalnya realisasi belanja modal pemerintah daerah mendorong melambatnya penyaluran kredit pada sektor konstruksi, yaitu dari 21,0% (yoy) menjadi 19,1% (yoy). NPL sektor konstruksi juga cenderung tinggi, yaitu mencapai 6,5% terkait dengan siklus pembayaran kepada kontraktor yang relatif tertahan pada awal tahun. Dengan demikian, optimisme akan membaiknya kualitas kredit konstruksi pada akhir tahun masih relatif tinggi.
Kredit Perdagangan Besar dan Eceran (PBE) terkontraksi dari 9,4% (yoy) menjadi -5,2% (yoy). Terkontraksinya penyaluran kredit pada sektor ini terjadi ditengah membaiknya kinerja perekonomian sektor PBE dari 4,8% (yoy) menjadi 5,8%. Penyaluran kredit PBE didominasi oleh penyaluran kredit pada sektor makanan minuman Sementara itu, menurunnya kinerja sektor dan tembakau. tabama ditengah tren kembali menurunnya harga Sikap masyarakat yang cenderung melakukan komoditas perkebunan mendorong kembali smoothing12 terhadap aktivitas konsumsinya tertahannya penyaluran kredit pada sektor mendorong lemahnya lonjakan konsumsi pada pertanian, yaitu dari 19,0% (yoy) menjadi 16,9% periode Lebaran yang turut tercermin dari kinerja (yoy). Meskipun kinerja produksi sektor pertanian konsumsi rumah tangga yang cenderung relatif memburuk yang disertai dengan anjloknya melambat dari 5,6% (yoy) pada triwulan I 2017 harga, terutama harga tanaman pangan dan menjadi 5,2% (yoy). Hal tersebut juga turut hortikultura, namun hal tersebut tidak diiringi oleh peningkatan tingkat suku bunga dari mempengaruhi kemampuan bayar debitur. Hal 11,2% menjadi 11,4%. Perbankan juga relatif hati- tersebut tercermin dari sangat baiknya kualitas hati dalam menyalurkan kredit pada sektor ini kredit yang dimiliki sektor ini, bahkan jauh dari seiring dengan memburuknya tingkat kualitas level indikatifnya. NPL sektor pertanian pada kredit yang disalurkan yang tercermin dari NPL triwulan II 2017 cenderung menurun dari 1,7% yang cenderung meningkat dari 4,2% menjadi menjadi 1,5%. 4,4%.
12
Departemen Regional I Sumatera, Bank Indonesia 2017
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 57
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Ditengah menurunnya kinerja tanaman pangan, masih baiknya kinerja perkebunan mendorong baiknya kepercayaan perbankan dalam menyalurkan kredit pada sektor industri pengolahan. Kredit industri pengolahan membaik dari 17,8% (yoy) menjadi 20,8% (yoy). Tingginya permintaan domestik serta kinerja korporasi yang terus mampu mencetak laba (selanjutnya baca 4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi) mendorong optimisme perbankan pada sektor ini. Terus diperbaharuinya kontrak penjualan biodiesel sesuai dengan Keputusan Menteri ESDM nomor 254 K/10/DJE/2017 tentang Penetapan Badan Usaha (BU) BBN Jenis Biodiesel dan Alokasi Besaran Volumenya untuk Pengadaan BBN Jenis Biodiesel pada PT Pertamina (Persero) dan PT AKR Corporindo TBK Periode Mei – Okober 2017 mendorong kembali optimisnya sikap perbankan terhadap industri pengolahan. Hal tersebut turut ditopang oleh rendahnya NPL pada sektor ini, yaitu hanya mencapai 1,6%.
Pematang Siantar; 2.3%
Lainnya; 17.9%
Simalungun; 2.5% Asahan; 2.7% Labuhan Batu; 2.8%
kawasan Pantai Timur ini juga turut mencerminkan belum meratanya aktivitas perekonomian di Sumatera Utara. Berdasarkan kegiatannya, perlambatan penyaluran kredit di Sumatera Utara terutama didorong oleh perlambatan penyaluran kredit oleh perbankan konvensional, yaitu dari 12,1% (yoy) menjadi 8,7% (yoy). Sementara itu, penyaluran kredit perbankan syariah cenderung meningkat dari 18,7% (yoy) menjadi 19,3% (yoy).
4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Sumber-sumber Kerentanan Sektor Korporasi Faktor-faktor yang dapat memberikan tekanan terhadap kinerja sektor korporasi di Sumatera Utara diantaranya tingkat permintaan domestik maupun permintaan negara mitra dagang. Korporasi atau industri pengolahan yang ada di Sumatera Utara didominasi oleh industri makanan dan minuman sejalan dengan melimpahnya sumber daya kelapa sawit sebagai bahan baku.
Medan; 56.3% Deli Serdang; 15.5%
Grafik 4.7 Proporsi Kredit berdasarkan Spasial
Secara spasial, sama halnya dengan DPK, penyaluran kredit juga masih terpusat di Kota Medan dengan pangsa 56,3% dari total kredit. Pangsa ini lebih tinggi dibandingkan dengan pangsa triwulan lalu yang mencapai 55,8%. Selanjutnya, penyaluran kredit didominasi oleh Kabupaten Deli Serdang yang pangsanya mencapai 15,5%, relatif stabil dibandingkan dengan pangsa pada triwulan lalu yang tercatat 15,4% dari total kredit. Kota/kabupaten lain yang mendominasi penyaluran kredit di Sumatera Utara diantaranya adalah Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Asahan, Kabupaten Simalungun, dan Kota Pematangsiantar. Dominasi daerah di
Kinerja permintaan luar negeri untuk komoditas CPO masih relatif baik seiring dengan baiknya permintaan di India, sementara permintaan dari mitra dagang lainnya relatif menurun. Sementara itu, permintaan domestik justru relatif menurun yang terutama didorong oleh menurunnya kinerja ekspor antar daerah (lebih lanjut baca Bab 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Permintaan bagian Ekspor). Konsumsi domestik juga relatif terbatas terkait dengan perilaku konsumsi masyarakat yang tertahan ditengah periode HBKN akibat
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 58
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 perilaku consumption smoothing13. Meskipun demikian, daya beli relatif terjaga seiring dengan rendahnya tekanan inflasi, serta kenaikan upah terkait dengan penyesuaian UMP tahun 2017 (lebih lanjut baca Bab 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Permintaan bagian Konsumsi Rumah Tangga).
Perkembangan Kegiatan Usaha
40.0% 30.0% 20.0%
10.0% 0.0% -10.0% -20.0% I
Kinerja Korporasi Perbaikan perekonomian Sumatera Utara turut ditopang oleh kondisi masih terjaganya ketahanan korporasi di Sumatera Utara. Hal tersebut tercermin dari Indeks Kondisi Dunia Usaha yang meningkat pada triwulan II 201714. Membaiknya kinerja korporasi pada triwulan II 2017 diperkirakan didorong oleh korporasi yang terus melakukan efisiensi akibat belum cukup kuatnya tingkat permintaan ditengah harga jual yang cenderung menurun. Indikator harga jual pada triwulan II 2017 cenderung menurun dari 16,1% menjadi 9,4%. Tingkat produksi tanaman perkebunan juga cenderung meningkat pada triwulan II 2017. Meningkatnya permintaan akan karet seiring dengan menurunnya tingkat produksi karet di Thailand turut menopang baiknya kinerja korporasi (lebih lanjut baca Bab 1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran bagian Pertanian).
Consumption smoothing adalah perilaku untuk menyesuaikan pembelian barang dan jasa pada saat ini ataupun periode mendatang untuk menciptakan simpanan yang dapat membantu keuangan ke depannya. Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia yang tercermin dari Saldo Bersih Tertimbang. Saldo Bersih Tertimbang (SBT) adalah hasil perkalian saldo bersih
Perkiraan Kegiatan Usaha
II
III
IV
I
II
2014
III
IV
I
2015
II
III
IV
I
2016
II
III
2017
Grafik 4.8 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Pertumbuhan sektor korporasi lebih rendah dibandingkan dengan ekspektasi pelaku usaha yang tercermin dari indeks perkiraan kegiatan dunia usaha. Meskipun demikian, tren kegiatan dunia usaha sudah cenderung membaik. Hal tersebut terutama didorong oleh penurunan harga komoditas perkebunan internasional. 14.0 12.0
10.0 8.0 6.0 4.0 2.0
ROA
ROE
I
II
III 2014
IV
I
II
III
IV
2015
I
II
III 2016
IV
I 2017
Grafik 4.9 ROA ROE Sumatera Utara
Untuk mensiasati hal tersebut, perusahaan melakukan efisiensi melalui penurunan jumlah karyawan total8. Sementara itu, permintaan domestik masih cukup baik terkait dengan kebijakan mandatori BBN yang kontrak pembelianya telah diperpanjang hingga bulan Oktober 2017.
sektor/sub sektor yang bersangkutan dengan bobot sektor/subsektor yang bersangkutan sebagai penimbangnya. Saldo Bersih adalah selisih antara persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “meningkat” dengan persentase jumlah responden yang memberikan jawaban “menurun” dan mengabaikan jawaban “sama”
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 59
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Meski kinerja perekonomian Sumatera Utara dalam triwulan I 2017 relatif melambat, namun kinerja korporasi masih cukup solid15. Risiko rentabilitas, solvabilitas, interest service coverage ratio yang membaik, sementara tingkat risiko likuiditas, turn over aset dan persediaan relatif stabil.
Meskipun demikian, margin per output cenderung meningkat. Hal tersebut diduga didorong oleh perilaku efisiensi seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. 35.0%
Harga Jual
Perkiraan Harga Jual
30.0% 25.0%
20.0%
Risiko rentabilitas masih dapat diatasi dengan 15.0% baik oleh korporasi yang tercermin dari beberapa 10.0% 5.0% indikator yang justru menunjukkan perbaikan. 0.0% -5.0% Kondisi ini mengindikasikan baiknya korporasi di I II III IV I II III IV I II III IV I II III 2014 2015 2016 2017 Sumatera Utara dalam menggunakan modal yang dimiliki untuk menghasilkan laba. Hal tersebut Grafik 4.10 Indikator Harga Jual dan Perkiraan Harga Jual tercermin dari terus membaiknya indikator Langkah efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan Return on Asset (ROA) dan Return on Equity (ROE) juga turut tercermin dari menurunnya Debt to sejak akhir 2015. Equity Ratio (DER). Penurunan DER ditengah Baiknya kemampuan perusahaan dalam membaiknya capaian ROA maupun ROE mencetak laba perusahaan terutama didorong mengindikasikan preferensi korporasi untuk oleh efisiensi yang dilakukan oleh perusahaan. menggunakan modal maupun aset internalnya Hal tersebut terkonfirmasi dari likert scale liaison dalam operasional perusahaan dibandingkan untuk variabel jumlah tenaga kerja yang dengan meningkatkan hutang untuk modal cenderung menurun. ROA dan ROE untuk sektor kerjanya. Meskipun demikian, hal tersebut tidak pertanian cenderung meningkat, sementara pada berarti bahwa akses kredit kepada korporasi lebih sektor lain cenderung stabil hingga menurun. sulit. Hal tersebut tercermin dari kredit kepada Masih baiknya tingkat produksi perkebunan korporasi pada triwulan I 2017 yang meningkat mampu menjaga baiknya kemampuan korporasi tajam, yaitu dari 6,5% (yoy) menjadi 14,0% (yoy). dalam menghasilkan laba. Baiknya permintaan Sementara itu, aset dan modal yang dimiliki dinilai akibat shock produksi di Thailand sebagai negara cukup memadai untuk membiayai aktivitas produsen utama karet juga mendorong produksi saat ini. Hal tersebut diduga akibat rendahnya risiko rentabilitas korporasi pada utilitas produksi saat ini masih belum optimal triwulan I 2017. yang tercermin dari kapasitas produksi yang Baiknya tingkat produksi tanaman perkebunan justru cenderung menurun berdasarkan hasil ditengah permintaan yang masih cukup terjaga liaison Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi juga turut mendorong membaiknya profit margin Sumatera Utara. Namun hal tersebut tidak korporasi di Sumatera Utara dari 6,3% pada menghalangi korporasi untuk melakukan triwulan IV 2016 menjadi 8,0% pada triwulan I investasinya yang tercermin dari tingkat investasi 2017. Padahal, biaya bahan baku dan energi korporasi yang meningkat berdasarkan hasil diakui relatif meningkat sesuai dengan hasil liaison. liaison kepada pelaku usaha di Sumatera Utara.
15
Data terakhir per triwulan IV 2016.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 60
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Meski DER korporasi di Sumatera Utara cenderung menurun, namun kemampuan korporasi dalam membayar utang jangka pendek masih perlu diperhatikan. Pasalnya, secara agregat nilai DER korporasi di Sumatera Utara masih berada di atas 1 yang terutama didorong oleh sektor properti dan pertanian. Namun demikian, kemampuan membayar total utang baik jangka pendek maupun jangka panjang justru cenderung membaik.
tercermin dari tingginya return yang dihasilkan oleh perusahaan sementara tingkat pengembalian aset maupun persediaan relatif stagnan. Dengan demikian, produktivitas korporasi cenderung stagnan. Peningkatan penjualan yang ada masih bisa direspon oleh persediaan perusahaan seiring dengan menurunnya kapasitas utilisasi yang terkonfirmasi oleh likert scale liaison kapasitas utilisasi yang cenderung menurun.
Kebijakan kepatuhan pajak sejak 2016 lalu berdampak pada lesunya permintaan akan properti. Pasar hunian premium cenderung menurun sementara permintaan rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) masih relatif tinggi. Oleh karena itu, kinerja korporasi pada sektor properti masih perlu mendapatkan perhatian lebih lanjut.
Meskipun kinerja keuangan korporasi relatif membaik, namun kemampuan membayar utang yang tercermin dari Debt to Service Ratio (DSR) cenderung memburuk. DSR korporasi di Sumatera Utara cenderung meningkat hingga berada di atas 100%. Meskipun demikian, pelaku usaha masih cenderung optimis dengan perekonomian ke depan yang tercermin dari peningkatan utang jangka panjang ditengah menurunnya utang Sementara itu, kemampuan bayar korporasi pada jangka pendek. Dengan demikian, secara umum sektor pertanian masih dibayangi oleh perbaikan beban bunga relatif meningkat. harga komoditas yang belum cukup kuat. Bahkan, pada triwulan II 2017 sektor pertanian juga turut Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi dibayangi oleh anjloknya harga tanaman pangan Pada triwulan II 2017, penyaluran kredit korporasi dan hortikultura serta tidak optimalnya capaian relatif menurun, yang turut didukung oleh panen. Tingkat pendapatan masyarakat pertanian menurunnya akses kredit korporasi. Hal tersebut pada triwulan I 2017 juga masih dibawah 100. tercermin dari SBT akses kredit yang menurun Dengan demikian, hal tersebut juga turut pada triwulan II 2017. Sikap korporasi untuk berkontribusi pada kemampuan pembayaran cenderung wait and see dalam melakukan utang jangka pendek pelaku usaha pada sektor investasinya terkait dengan pergerakan harga tersebut. komoditas yang mulai menurun menahan Semakin efisiennya korporasi dalam mengelola permintaan akan kredit dari sisi korporasi. modal yang dimiliki yang disertai dengan Dengan demikian, kredit korporasi relatif peningkatan profit margin perusahaan juga turut melambat dari 14,0% (yoy) menjadi 9,1% (yoy). mendorong baiknya kapasitas korporasi dalam 50.0% memenuhi kewajibannya ditengah perlambatan 40.0% perekonomian. Risiko likuiditas korporasi masih 30.0% dapat terkelola dengan baik yang tercermin dari 20.0% current ratio yang relatif stabil di level 1,5. 10.0% Relatif stabilnya tingkat permintaan ditengah kembali menurunnya harga mampu menjaga kinerja perusahaan. Meski harga menurun, namun dengan adanya efisiensi maka perusahaan masih mampu mencetak laba. Kondisi ini
0.0% -10.0% -20.0% I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
2015
II
III
2016
IV
I
II 2017
Grafik 4.11 Akses Kredit
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 61
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Kualitas kredit yang disalurkan juga cenderung baik yang tercermin dari Non Performing Loan (NPL) yang masih berada jauh dibawah level indikatifnya, yaitu 5%. NPL kredit korporasi pada triwulan II 2017 tercatat 2,8%, stabil dibandingkan triwulan lalu yang tercatat di level yang sama.
Rp Triliun 250
Modal Kerja Konsumsi
Investasi G. Modal Kerja
80%
70% 200
60% 50%
150
40% 30%
100
20% 10%
50
0% -
-10% I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II
Rp Miliar
yoy Nominal
160,000
Growth (yoy)
140,000
25.0%
120,000
20.0%
100,000 80,000
15.0%
145,977.75
III
139,363.51
II
143,808.22
I
133,840
IV
138,072.90
III
130,803
II
126,156
I
126,618
IV
129,932
III
121,886
II
122,669
I
116,295
IV
117,334
III
110,911
II
110,426
100,033
I
103,976
20,000
93,407
60,000 40,000
IV
I
II
-
10.0% 5.0% 0.0%
2013
2014
2015
2016
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017
30.0%
2017
Grafik 4.12 Penyaluran Kredit Korporasi
Penyaluran kredit korporasi pada umumnya masih didominasi oleh penyaluran kredit modal kerja dengan pangsa 67% dari total kredit yang diikuti oleh kredit investasi dengan pangsa sebesar 33% dari total kredit. Perlambatan kredit korporasi pada triwulan II 2017 ditopang oleh penurunan penyaluran kredit investasi maupun kredit modal kerja. Kredit modal kerja cenderung melambat dari 11,2% (yoy) menjadi 6,1% (yoy). Begitu juga dengan kredit investasi yang melambat dari 19,5% (yoy) menjadi 15,2% (yoy). Penurunan penyaluran kredit korporasi ditengarai didorong oleh sikap pelaku usaha yang cenderung wait and see terhadap kondisi perekonomian seiring dengan keyakinan akan perbaikan perekonomian yang masih belum cukup solid. Hal tersebut tercermin dari SBT perkiraan perekonomian yang akan datang yang cenderung menurun berdasarkan Survei Kegiatan Dunia Usaha pada triwulan II 2017.
Grafik 4.13 Kredit Korporasi Berdasarkan Jenis Penggunaan
Berdasarkan kategori lapangan usahanya, penyaluran kredit korporasi masih didominasi oleh penyaluran pada kategori Industri Pengolahan (30% dari total kredit), kategori PBE (29% dari total kredit) serta kategori Pertanian (25% dari total kredit). Kategori PBE yang sebelumnya mendominasi penyaluan kredit korporasi pada triwulan II 2017 pangsanya cenderung menurun, lain halnya dengan industri pengolahan yang pangsanya justru meningkat sehingga menjadi sektor utama penyaluran kredit korporasi. Dengan demikian, dinamika penyaluran kredit korporasi berkaitan erat dengan kinerja sektor tersebut. Adapun kinerja penyaluran kredit pada ketiga sektor tersebut telah dijelaskan pada bagian penyaluran kredit.
Lainnya; 11.1% Konstruksi; 4.6% Pertanian; 25.3%
PBE; 28.7% Industri Pengolahan; 30.4%
Grafik 4.14 Proporsi Kredit Sektor Korporasi.
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 62
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
51.5%
51.0%
51.3%
51.1%
51.3%
51.1%
51.5%
51.7%
51.4%
Pengeluaran penduduk masih didominasi oleh kelompok barang makanan namun dengan kecenderungan menurun. Pada tahun 2015, persentase pengeluaran per kapita untuk kelompok barang makanan tercatat sebesar 53,5% dan untuk kelompok barang bukan makanan sebesar 46,5%. Komponen pengeluaran kelompok barang bukan makanan didominasi oleh pengeluaran untuk perumahan dan fasilitas rumah tangga sebesar 23,35% dan aneka barang dan jasa sebesar 13,1%.
51.1%
mendorong menurunnya kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap perekonomian Sumatera Profil Sektor Rumah Tangga Utara. Konsumsi rumah tangga didominasi oleh Badan Pusat Statistik (BPS) memperkirakan konsumsi makanan dan minuman, disusul oleh jumlah penduduk Sumatera Utara pada 2015 transportasi dan komunikasi, perumahan dan sebanyak 13,9 juta jiwa dengan komposisi pendidikan serta hotel dan restoran. penduduk laki-laki sebesar 6,95 juta jiwa (49,9%) dan perempuan sebesar 6,98 juta jiwa (50,1%). Pada tahun 2014 sebanyak 49,2% penduduk tinggal di perkotaan dan sisanya 50,8% tinggal di perdesaan.
I
II
III
Iv
I
II
III
Iv
I
II
2015
2016
2017
Grafik 4.16 Perkembangan Konsumsi RT
Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga
PESIMIS
OPTIMIS
Pada triwulan II 2017, konsumsi rumah tangga relatif melambat dari 5,6% (yoy) menjadi 5,2% (yoy). Kondisi ini terjadi ditengah Ramadhan dan Idul Fitri yang sarat akan kucuran dana THR dan gaji ke-14 yang menopang daya beli masyarakat. 2015 73% 64% Kondisi ekonomi yang belum pulih menyebabkan 2014 71% 53% persepsi masyarakat akan kondisi ekonomi 6 bulan yang akan datang relatif menurun. Hal 2013 64% 52% tersebut menyebabkan masyarakat untuk 2012 61% 45% cenderung menabung yang tercermin dari 2011 56% 44% deposito yang meningkat. Meskipun demikian, 0% 20% 40% 60% 80% 100% optimisme masyarakat yang masih cukup baik Makanan Non Makanan mampu menahan penurunan kinerja konsumsi Sumber: BPS, diolah lebih lanjut (selanjutnya baca Bab 1 Grafik 4.15 Perkembangan Persentase Pengeluaran per Perkembangan Ekonomi Regional bagian Kapita Menurut Kelompok Barang Relatif besarnya komponen bahan makanan Konsumsi). tersebut tercermin pada dominannya pangsa Indeks IEK IKK IKE Batas 145 konsumsi rumah tangga pada pembentukan 135 PDRB. Pada triwulan II 2017 konsumsi rumah 125 tangga merupakan motor utama perekonomian 115 Sumatera Utara dengan sumbangan mencapai 105 51,4% dari total PDRB Sumatera Utara. Kontribusi 95 85 ini relatif menurun dibandingkan dengan 75 I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III kontribusi konsumsi rumah tangga pada triwulan 2013 2014 2015 2016 2017 I 2017. Masyarakat yang cenderung melakukan Grafik 4.17 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen smoothing terhadap aktivitas konsumsinya STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 63
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Pada tahun 2015, struktur tenaga kerja di Sumatera Utara didominasi oleh sektor Pertanian dengan pangsa 41,3% dari total tenaga kerja di Sumatera Utara. Selanjutnya disusul oleh sektor Perdagangan Hotel dan Restoran dengan pangsa 21,3%, jasa kemasyarakatan dengan pangsa 15,5% dan industri pengolahan dengan pangsa 7,6%. Dengan demikian, hampir 70% dari tenaga kerja Sumatera Utara bekerja pada sektor yang berkaitan erat dengan perdagangan komoditas perkebunan internasional.
Lainnya; 14.36 Industri Pengolahan; 7.55 Jasa Kemasyarakata n; 15.46
Pertanian; 41.3
PHR; 21.33
Grafik 4.18 Struktur Tenaga Kerja di Provinsi Sumatera Utara
Pada triwulan I 2017, harga domestik maupun internasional komoditas utama Provinsi Sumatera Utara kembali menurun. Dengan demikian, tingkat pendapatan rumah tangga cenderung tertahan. Namun, adanya pencairan gaji ke 14 dan THR mampu menjaga daya beli masyarakat yang tercermin dari persepsi penghasilan konsumen berdasarkan Survei Konsumen pada triwulan II 2017 cenderung meningkat. Relatif terjaganya daya beli masyarakat juga turut ditopang oleh rendahnya tekanan inflasi. Indeks
Persepsi Penghasilan
Persepsi Lapangan Kerja
150.0 140.0
130.0 120.0
Kinerja Keuangan Rumah Tangga Sejalan dengan kinerja konsumsi RT yang melemah pada triwulan II 2017, kinerja keuangan rumah tangga turut terjaga. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya alokasi tabungan, membaiknya kemampuan bayar yang tercermin dari peningkatan jumlah rumah tangga yang tidak melakukan pinjaman, serta pertumbuhan kredit perseorangan yang relatif meningkat. Membaiknya kredit rumah tangga ini disertai dengan masih baiknya kualitas kredit yang tercermin dari NPL rumah tangga yang baru tercatat 2,6%. Hasil Survei Konsumen Bank Indonesia mengindikasikan alokasi pengeluaran masyarakat untuk konsumsi yang relatif menurun dari 70,5% menjadi 64,7%. Penurunan juga terlihat pada alokasi tabungan, yaitu dari 21,9% menjadi 21%. Sementara itu, alokasi cicilan meningkat tajam dari 7,6% menjadi 14,3%. Meningkatnya jumlah cicilan juga terkonfirmasi dari jumlah kredit rumah tangga yang meningkat tajam dari 7,6% (yoy) menjadi 9,4% (yoy). Perilaku untuk menurunkan porsi konsumsi terjadi pada seluruh kelompok pendapatan, sementara itu porsi pinjaman maupun tabungan relatif meningkat. Dengan demikian, perilaku masyarakat untuk menahan aktivitas konsumsinya terjadi baik pada masyarakat pendapatan rendah hingga menengah. Meskipun demikian, hal tersebut tidak mempengaruhi kemampuan bayar hutang rumah tangga yang tercermin dari jumlah RT dengan Pada triwulan II 2017 kemampuan masyarakat untuk menabung masih baik. Hal ini tercermin melalui penurunan kelompok RT yang tidak bisa
110.0 100.0 90.0 80.0 70.0 60.0 I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
IV
I
II 2017
Grafik 4.19 Perkembangan Harga Komoditas Perkebunan
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 64
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Debt Service Ratio (DSR)16 diatas 30% yang relatif stabil, yaitu 8,7%. Peningkatan risiko terjadi pada kelompok pendapatan menengah, yaitu 3 juta hingga 4 juta dan 5 juta hingga 6 juta yang tercermin dari DSR yang relatif menurun. Sementara itu, jumlah RT yang tidak melakukan pinjaman (TMP) justru relatif meningkat dari 39,9% menjadi 41,4%.
62.1
Tw II 2017
13.5
64.7
Tw I 2017
0%
20% Konsumsi
24.4
14.3
40% Pinjaman
60%
21.0
80%
100%
Tabungan
Grafik 4.20 Alokasi Pengeluaran Rumah Tangga
Pada triwulan II kemampuan masyarakat untuk menabung masih baik. Hal ini tercermin melalui penurunan kelompok RT yang tidak bisa menabung (TBM17) menjadi sebesar 6,1% dari sebelumnya 11,0%. Sementara itu, jumlah masyarakat yang memiliki tabungan >20%-30% dan >30% relatif meningkat. Kucuran dana THR dan gaji ke-14 yang dilakukan pemerintah ditengah ketidakpastian perekonomian Sumatera Utara mendorong sikap masyarakat untuk
cenderung meningkatkan tabungannya. Peningkatan porsi tabungan terutama terjadi pada rumah tangga dengan kelompok pendapatan >3 juta hingga 5 juta serta RT dengan pendapatan > 7 juta. Dana Pihak Ketiga dan Kredit Perseorangan di Perbankan Secara umum, RT berperan sebagai surplus unit (net saving) yaitu secara agregat jumlah simpanan lebih besar dibanding kredit. Pada triwulan II 2017, dana pihak ketiga (DPK) perseorangan di perbankan Sumatera Utara mencapai Rp150,0 triliun. Sementara kredit perseorangan di perbankan tercatat sebesar Rp47,7 triliun. Dengan demikian, perseorangan di Sumatera Utara memiliki net saving di perbankan sebesar Rp102,3triliun. Pada triwulan I 2017, sektor rumah tangga mendominasi 71% DPK di Sumatera Utara, lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan lalu yang mencapai 70% dari total DPK di Sumatera Utara. DPK rumah tangga ini ini secara umum terdiri atas tabungan dengan pangsa 51%, disusul dengan deposito yang mencapai 45%. Sementara itu giro perseorangan di Sumatera Utara relatif minim.
Tabel 4.2 Komposisi Konsumsi, Cicilan Pinjaman dan Tabungan Berdasarkan Pendapatan per Bulan Klasifikasi Pendapatan > > > > > > > >
Rp1 juta ≤ Rp2 juta Rp2 juta ≤ Rp3 juta Rp3 juta ≤ Rp4 juta Rp4 juta ≤ Rp5 juta Rp5 juta ≤ Rp6 juta Rp6 juta ≤ Rp7 juta Rp7 juta ≤ Rp8 juta Rp8 juta
Tw I 2017 Konsumsi Pinjaman Tabungan Konsumsi 71.4 9.6 19.0 68.0 69.1 13.3 17.5 65.4 64.3 15.2 20.5 65.3 60.5 15.7 23.9 61.7 53.4 20.1 26.6 54.4 48.9 13.9 37.3 51.1 40.9 9.2 49.9 48.9 49.1 17.0 33.9 42.5
Tw II 2017 Pinjaman 13.6 14.5 10.8 14.8 12.8 17.8 16.7 18.6
Tabungan 18.4 20.1 23.9 23.5 32.8 31.2 34.4 38.9
Tabel 4.3 Komposisi DSR berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan
Umumnya bank menetapkan DSR bagi rumah tangga maksimal sebesar 30% bagi calon debitur
Merupakan persentase orang yang tabungannya 0%, merupakan bagian dari data survei konsumen Bank Indonesia
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 65
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Kelompok Penghasilan QI'17 > Rp1 juta ≤ Rp2 juta 13.2% > Rp2 juta ≤ Rp3 juta 32.0% > Rp3 juta ≤ Rp4 juta 30.2% > Rp4 juta ≤ Rp5 juta 11.7% > Rp5 juta ≤ Rp6 juta 5.8% > Rp6 juta ≤ Rp7 juta 2.5% > Rp7 juta ≤ Rp8 juta 1.5% > Rp8 juta 3.1% Total 100.0%
Total TMP >0-10% >10-20% >20-30% >30% QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah 10.4% 8.0% 4.1% 1.0% 2.0% 2.2% 2.0% 0.8% 1.0% 1.2% 1.3% 26.1% 13.8% 9.6% 1.8% 4.1% 7.9% 6.0% 6.2% 3.9% 2.2% 2.3% 31.5% 10.1% 15.9% 5.0% 4.4% 7.4% 5.8% 4.7% 3.2% 3.1% 2.1% 13.1% 3.1% 4.6% 2.3% 2.2% 3.2% 3.8% 2.6% 1.6% 0.5% 1.0% 4.2% 1.6% 1.6% 0.6% 0.3% 1.3% 1.4% 1.2% 1.0% 1.2% 0.0% 3.4% 1.2% 1.3% 0.2% 0.2% 1.0% 0.7% 0.1% 0.7% 0.1% 0.4% 5.9% 1.0% 2.2% 0.0% 0.4% 0.2% 1.4% 0.3% 1.2% 0.0% 0.7% 5.4% 1.3% 2.1% 0.0% 0.2% 0.5% 0.8% 1.0% 1.4% 0.3% 0.8% 100.0% 39.9% 41.4% 10.9% 14.0% 23.7% 22.0% 16.9% 13.9% 8.6% 8.7%
Tabel 4.4 Komposisi Tabungan berdasarkan Tingkat Pendapatan per Bulan Kelompok Penghasilan > Rp1 juta ≤ Rp2 juta > Rp2 juta ≤ Rp3 juta > Rp3 juta ≤ Rp4 juta > Rp4 juta ≤ Rp5 juta > Rp5 juta ≤ Rp6 juta > Rp6 juta ≤ Rp7 juta > Rp7 juta ≤ Rp8 juta > Rp8 juta Total
QI'17 13.2% 32.0% 30.2% 11.7% 5.8% 2.5% 1.5% 3.1% 100.0%
Total TBM >0-10% >10-20% >20-30% >30% QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah QI'17 QII'17 Arah 10.4% 3.9% 2.0% 2.1% 3.6% 2.9% 1.9% 1.8% 1.1% 2.5% 1.8% 26.0% 4.2% 2.6% 9.3% 7.4% 11.4% 8.5% 4.0% 3.7% 3.0% 3.8% 31.4% 2.0% 1.3% 10.1% 7.5% 10.1% 9.3% 3.2% 7.0% 4.9% 6.3% 13.2% 0.1% 0.2% 4.0% 3.8% 3.7% 4.7% 1.6% 1.8% 2.3% 2.8% 4.2% 0.3% 0.0% 1.9% 0.7% 1.6% 1.4% 0.7% 0.6% 1.3% 1.5% 3.4% 0.1% 0.0% 0.7% 0.5% 0.1% 0.8% 0.1% 0.6% 1.5% 1.4% 5.9% 0.0% 0.0% 0.0% 0.4% 0.1% 1.4% 0.1% 1.1% 1.3% 3.1% 5.4% 0.3% 0.0% 0.4% 0.4% 0.6% 0.6% 0.3% 0.6% 1.4% 3.7% 100.0% 11.0% 6.1% 28.6% 24.4% 30.5% 28.6% 11.9% 16.5% 18.1% 24.3%
Pada triwulan II 2017 DPK rumah tangga cenderung melambat dari 8,7% (yoy) menjadi 8,3% (yoy). Perlambatan DPK ini terutama didorong oleh perlambatan tabungan perseorangan dari 10,2% (yoy) menjadi 8,0% (yoy). Sementara itu, deposito relatif meningkat dari 6,6% (yoy) menjadi 8,2% (yoy). Dana tambahan yang diperoleh masyarakat seiring dengan pencairan THR dan gaji ke-14 tidak sepenuhnya dikonsumsi oleh masyarakat, namun disimpan dalam bentuk deposito. Hal tersebut juga terkonfirmasi dari proporsi pengeluaran masyarakat yang meningkat pada komponen tabungan. Kredit Perseorangan di Perbankan Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, konsumen cenderung meningkatkan proporsi tabungan dan cicilannya dibandingkan dengan konsumsi. Hal tersebut terkonfirmasi dari pertumbuhan kredit rumah tangga di Sumatera Utara yang justru meningkat dari 7,6% (yoy) menjadi 9,4% (yoy). Peningkatan penyaluran kredit rumah tangga ini terutama didorong oleh
18
membaiknya penyaluran Kredit Pemilikan Rumah (KPR) maupun Kredit Kendaraan Bermotor (KKB), sementara kredit perlengkapan rumah tangga dan kredit multiguna relatif melambat. Setelah terkontraksi dalam 6 triwulan terakhir, penyaluran Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) mencatatkan kinerja yang positif, yaitu dari -2,8% (yoy) menjadi 3,4% (yoy). Adanya kebutuhan akan kendaraan bermotor untuk menyemarakkan kegiatan mudik mendorong meningkatnya permintaan akan kendaraan bermotor. Hal tersebut terkonfirmasi dari indeks pembelian barang tahan lama yang cenderung meningkat. Begitu juga dengan penjualan ritel suku cadang18 yang meningkat secara signifikan. Penyaluran KKB meningkat terutama didorong oleh peningkatan penyaluran kredit untuk kendaraan roda empat dan truk. Truk atau kendaraan roda enam lainnya yang biasanya dilakukan untuk aktivitas ekonomi produktif yang meningkat dapat memberikan sinyal bahwa kegiatan ekonomi beberapa periode ke depan masih berpotensi untuk meningkat.
Survei Penjualan Eceran
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 66
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Setelah dilakukan pelonggaran Loan to Value (LTV) beberapa periode lalu, kinerja penyaluran KPR mulai menggeliat, yaitu dari 5,0% (yoy) menjadi 6,9% (yoy). Peningkatan KPR terutama terjadi pada hunian tapak, baik untuk tipe kecil, menengah maupun tinggi. Begitu juga dengan ruam dan ruko. Sementara itu, penyaluran kredit flat maupun apartemen justru cenderung melambat. Kondisi ini sejalan dengan meningkatnya masyarakat kelas menengah, penurunan suku bunga kredit, kebijakan pemerintah seperti program 1 juta rumah, pemberian Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) untuk MBR (masyarakat berpenghasilan rendah); serta paket kebijakan XII yang bertujuan untuk mempercepat penyediaan rumah bagi MBR. Tingginya promosi akan suku bunga yang rendah untuk KPR yang dilakukan juga turut mendorong peningkatan penyaluran KPR. Kredit multiguna relatif melambat dari 8,6% (yoy) menjadi 8,0% (yoy). Dominasi kredit multiguna turut meningkatkan resiliensi perbankan Sumatera Utara, karena kualitas kreditnya merupakan yang terbaik di antara kredit perseorangan lainnya. NPL kredit multiguna tercatat hanya sebesar 1,03%, relatif stabil dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat 1,02%, jauh di bawah level indikatif 5%. YoY KPR
30.0%
KKB
Multiguna
25.0% 20.0% 15.0% 10.0% 5.0% 0.0% -5.0% -10.0% -15.0% I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
IV
I
II
2017
terjadi pada kredit perumahan dan kredit kendaraan bermotor, sementara kredit multiguna relatif stabil. Peningkatan NPL sejalan dengan menurunnya pendapatan yang didorong oleh perbaikan ekonomi Sumatera Utara yang belum stabil. KPR
7.0%
KKB
6.0%
5.0% 4.0% 3.0% 2.0% 1.0% 0.0%
I
II
III 2015
IV
I
II
III 2016
IV
I
II 2017
Grafik 4.22 Perkembangan NPL Kredit Sektor Rumah Tangga
4.3.1 Penyaluran Kredit UMKM Pengembangan sektor UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) perlu dilakukan agar dapat dijadikan sumber pertumbuhan ekonomi, mengingat sektor tersebut relatif kuat dalam menghadapi ancaman krisis. UMKM terbukti sebagai sektor penyelamat ekonomi dari krisis dan dapat meningkatkan ketahanan ekonomi rumah tangga, sekaligus menciptakan lapangan kerja di Indonesia mengingat sektor tersebut menyerap tenaga kerja. Untuk itu Bank Indonesia telah mengeluarkan kebijakan yang mewajibkan perbankan menyalurkan kredit kepada UMKM minimal 20%. Pemberlakuan ketentuan tersebut dilakukan secara bertahap, yaitu tahun 2015 sebesar 5%, 2016 sebesar 10%, tahun 2017
Grafik 4.21 Perkembangan Kredit Sektor Rumah Tangga Menurut Penggunaan Utama
Risiko kredit sektor RT masih terjaga, meskipun menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari tren penurunan rasio NPL gross pada akhir triwulan II 2017 menjadi sebesar 2,6%, sedikit meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,5%. Peningkatan risiko kredit RT STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 67
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 sebesar 15% dan tahun 2018 sebesar 20%.19 Kebijakan ini diperkuat pula dengan kebijakan pelonggaran LFR (Loan to Funding Ratio) menjadi 94% per 1 Agustus 2015 bagi bank tertentu yang telah memenuhi pencapaian tertentu kredit UMKM dengan kualitas yang baik.20
Perkembangan perekonomian yang terjadi belum mendorong keyakinan pelaku usaha untuk melakukan ekspansi usahanya lebih lanjut. Akses pelaku UMKM terhadap fasilitas pembiayaan dari perbankan masih terbatas. Keterbatasan akses tersebut antara lain disebabkan kurangnya keahlian SDM perbankan yang menangani UMKM terkait dengan beragamnya jenis usaha UMKM. Di sisi lain pelaku UMKM banyak yang tidak memiliki jaminan yang memadai untuk meningkatkan keyakinan perbankan tersebut.
Penyaluran kredit UMKM di Sumatera Utara pada triwulan II 2017 telah mencapai Rp50,6 triliun, atau mencapai 26% dari total kredit yang disalurkan di Provinsi Sumatera Utara. Tingginya penyaluran kredit pada sektor ini masih dibayangi dengan kualitas kredit yang sudah melampaui Berdasarkan golongan kredit yang disalurkan, level indikatifnya, bahkan relatif meningkat dari melambatnya pertumbuhan kredit UMKM pada 5,3% ke 5,6%. triwulan II 2017 terutama ditopang oleh kredit menengah yang melambat secara signifikan, yaitu 20.0% 18.0% dari 38,9% (yoy) menjadi 2,9% (yoy). Sementara 16.0% itu, penyaluran kredit UMKM justru relatif 14.0% 12.0% terkontraksi dari 1,5% (yoy) menjadi -1,6% (yoy). 10.0% 8.0% Begitu juga dengan kredit usaha mikro yang 6.0% 4.0% melambat dari 4,1% (yoy) menjadi 3,2% (yoy). 2.0%
0.0% I
II
III
2014
IV
I
II
III
IV
I
2014 NPL
II
2014
Pertumbuhan Kredit UMKM
Grafik 4.23 Perkembangan Kredit UMKM
Pada triwulan II 2017 kredit UMKM justru melambat secara signifikan dari 18,2% (yoy) menjadi 1,5% (yoy). Perlambatan penyaluran kredit terutama didorong oleh terkontraksinya penyaluran kredit UMKM untuk kepentingan investasi, dan dalamnya perlambatan penyaluran kredit modal kerja. Dari keseluruhan kredit UMKM, porsi terbesar digunakan untuk modal kerja sebesar 71,0%, dan kredit investasi sebesar 28,9%.
Peraturan Bank Indonesia No. 17/12/PBI/2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia No. 14/22/PBI/2012 tentang Pemberian Kredit atau Pembiayaan oleh Bank Umum dan Bantuan Teknis dalam rangka Pengembangan UMKM
Berdasarkan lapangan usaha, melambatnya penyaluran kredit UMKM pada triwulan II 2017 didorong oleh melambatnya penyaluran kredit UMKM pada sektor utama, diantaranya adalah sektor pertanian, industri pengolahan, PBE maupun konstruksi. Penyaluran kredit konstruksi dan PBE bahkan tercatat negatif yaitu dari 21,9% (yoy) menjadi -0,8% (yoy) serta 3,4% (yoy) menjadi -0,5% (yoy). Sementara itu penyaluran kredit pertanian maupun sektor pengolahan melambat secara signifikan dari 60,4% (yoy) menjadi 0,3% (yoy) serta 44,8% (yoy) menjadi 23,0% (yoy).
20
Peraturan Bank Indonesia No.17/11/2015 tentang Giro Wajib Minimum Bank Umum Dalam Rupiah Dan valuta Asing yang telah disempurnakan dengan PBI No.18/14/PBI/2016 tgl. 18 Agustus 2016
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 68
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Tabel 4.5 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan I 2017 Pertumbuhan (YoY)
Q1'17 Pertanian 60.4% Pertambangan 8.4% Industri Pengolahan 44.8% Pengadaan Listrik Gas 22.0% Pengadaan Air 35.9% Konstruksi 21.9% PBE 3.4% Transportasi 6.6% Akomodasi dan Mamin 12.2% Informasi dan Komunikasi -0.7% Perantara Keuangan -17.9% Real Estate -39.0% Jasa Perusahaan -14.8% Adm Pemerintahan 23.9% Jasa Pendidikan 0.6% Jasa Kesehatan -4.1% Jasa Lainnya 15.5%
Program Kerja Bank Pengembangan UMKM
Mikro Q2'17 Arah 0.3% 0.2% 23.0% 50.1% 23.6% -0.8% -0.5% 4.4% 10.8% 33.6% -9.9% -42.4% -20.3% 21.4% 2.0% -4.6% 16.2%
Indonesia
Q1'17 2.5% -19.9% -1.2% 49.2% -1.8% 15.3% 4.8% 5.0% 6.8% 0.2% -69.6% -11.3% -24.3% -40.4% 25.7% 5.3% 13.2%
Mikro Q2'17 Arah 2.9% -20.3% 1.0% 58.6% 6.3% 38.3% 2.7% 1.9% -1.6% -29.6% -15.6% 27.7% -40.3% -22.3% 16.3% -0.3% 13.8%
dalam
Guna memperkuat ketahanan pangan dan kemandirian pangan di Sumatera Utara untuk mendukung pencapaian tugas Bank Indonesia di bidang pengendalian inflasi, sejak tahun 2014 Bank Indonesia telah melaksanakan program kerja inisiatif pengembangan klaster ketahanan pangan. Isu ketahanan pangan dan kemandirian pangan di Sumatera Utara penting untuk dikembangkan mengingat berdasarkan data historis komoditas pangan menjadi salah satu sumber tekanan inflasi Volatile Food. Beberapa komoditas pangan yang menjadi sumber tekanan inflasi di Sumatera Utara adalah beras, bawang merah, dan cabe merah. Akibat dari ketidakseimbangan antara permintaan dan penawaran menyebabkan terjadinya gejolak harga pada beberapa komoditas dimaksud.
No 1 2 3 4 5 6 7
8 9 10 11
Q1'17 -1.8% -4.1% -15.2% 37.5% 51.2% 0.7% 3.4% -0.6% -6.7% -16.1% 9.3% 28.1% -10.8% -41.7% 7.5% -10.3% 32.0%
Kecil Q2'17 Arah -5.9% -15.6% -10.5% 52.9% -25.6% 0.0% 0.2% -21.2% -8.8% 54.5% 11.8% 9.0% -22.0% -43.0% 10.9% -3.7% 36.4%
Wilayah Kerja Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Pematangsiantar
Kantor Perwakilan 12 Bank Indonesia 13 Sibolga 14
Menengah Q1'17 Q2'17 Arah 323.0% 5.1% 35.9% 24.2% 64.3% 32.7% 13.8% 48.2% 107.5% 115.5% 26.7% -2.6% 2.7% -2.8% 9.1% 14.5% 41.9% 45.4% 20.5% 54.4% -23.8% -16.5% -49.0% -54.6% -15.8% -12.4% 2642.8% 2442.1% -11.6% -10.2% -3.4% -6.2% -5.8% -7.8%
Klaster Bawang Merah Padi Organik Padi Desa Pesisir Kopi Integrasi Padi Sapi Sapi Potong Bawang Merah Cabai Merah LED Songket Cabai Merah Pertanian Terintegrasi Padi Bawang Merah
Lokasi Dairi dan Karo Serdang Bedagai Pulau Kampai Serdang Bedagai Karo Langkat Labuhan Batu Simalungun, Baru Bara dan Asahan Pematangsiantar Batu Bara Tapanuli Utara Mandailing Natal Tapanuli Selatan Samosir
Selain itu Bank Indonesia juga melakukan peningkatan akses keuangan UMKM dalam berbagai bentuk local economy development seperti bantuan teknis, pengembangan bisnis, pendampingan, capacity building, pembentukan Wira Usaha Bank Indonesia (WUBI), dan elektronifikasi (Layanan Keuangan Digital).
Untuk itu pada triwulan II 2017 Bank Indonesia melaksanakan berbagai kegiatan untuk membina klaster pangan di berbagai daerah, diantaranya:
STABILITAS KEUANGAN DAERAH, PENGEMBANGAN AKSES KEUANGAN DAN UMKM 69
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
BAB 5 PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH
ULOS RONDANG-RONDANG
Pada triwulan II 2017, Sumatera Utara mencatatkan net outflow (penarikan) seiring dengan peningkatan kebutuhan uang kartal menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Sementara itu, transaksi non tunai di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara tercatat mengalami penurunan baik dari nominal maupun jumlah transaksi. Sejalan dengan clean money policy, Bank Indonesia senantiasa melakukan berbagai upaya untuk menyerap uang tidak layak edar (UTLE) dan menyediakan Uang Layak Edar bagi masyarakat. Selanjutnya, perkembangan transaksi jual – beli valas di Provinsi Sumatera Utara cenderung menunjukkan peningkatan, pada triwulan II 2017, pembelian valas meningkat 11,2% (yoy) dan penjualan meningkat 4,2% (yoy). Dalam rangka mendukung transparansi dan good governance serta semakin meningkatnya kebutuhan transaksi non tunai, pada tahun 2017 mulai direalisasikan elektronifikasi pada transaksi keuangan pemerintah daerah dan transaksi jalan tol secara bertahap.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 70
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
5.1
Gambaran Umum Sistem Pembayaran
Pada triwulan II 2017, Sumatera Utara mencatatkan net outflow (penarikan) seiring dengan peningkatan kebutuhan uang kartal menjelang Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Berbeda dengan perkembangan transaksi tunai, transaksi non tunai di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara tercatat mengalami penurunan baik dari nominal maupun jumlah transaksi.
5.2
Sistem Pembayaran Non Tunai
Sementara itu, sejalan dengan clean money policy, Bank Indonesia senantiasa melakukan berbagai upaya untuk menyerap uang tidak layak edar (UTLE) di masyarakat. Pemusnahan UTLE yang telah dilakukan Bank Indonesia pada triwulan II 2017 sedikit menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. UTLE yang dimusnahkan sebagian besar merupakan pecahan Rp20 ribu dan Rp10 ribu. Salah satu bentuk kegiatan Bank Indonesia dalam upaya clean money policy adalah melalui kegiatan penuakaran uang melalui kas keliling baik dalam maupun luar kota, melaksanakan kegiatan kas titipan, melayani penukaran uang lusuh di loket Bank Indonesia serta kegiatan penukaran uang bersama dengan perbankan menjelang HBKN. Temuan uang palsu pada triwulan II 2017 tercatat meningkat. Bank Indonesia bersama
dengan Kepolisian Republik Indonesia senantiasa mengupayakan untuk mencegah dan memberantas peredaran uang palsu di masyarakat. Dalam rangka memberantas peredaran uang palsu, KPw Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara secara rutin melaksanakan kegiatan sosialisasi Ciri-ciri Keaslian Uang Rupiah yang menjangkau seluruh lapisan masyarakat dari pelajar SD hingga masyarakat umum. Selain itu, Bank Indonesia juga melakukan pelatihan kepada para pelaku jasa keuangan seperti kasir dan teller perbankan maupun perusahaan di bidang keuangan. BI juga terus meningkatkan fitur-fitur pengaman uang rupiah seperti benang pengaman uang, recto verso, tanda air, dll. Selanjutnya, perkembangan transaksi jual dan beli valas di Provinsi Sumatera Utara cenderung menunjukkan peningkatan, pada tahun 2016 mencapai 2,29 triliun, 0,4% lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Berdasarkan data transaksi pembelian dan penjualan valuta asing di KUPVA BB Berizin, mata uang yang paling banyak ditransaksikan di Sumatera Utara adalah Malaysian Ringgit (30%), Singapore Dollar (19%), US Dollar (14%), Baht Thailand (10%), Euro (7%). Dengan semakin meningkatnya kebutuhan transaksi non tunai serta dalam rangka mendukung transparansi dan good governance, pada tahun 2017 mulai direalisasikan elektronifikasi pada transaksi keuangan pemerintah daerah dan transaksi jalan tol secara bertahap.
Tabel 5.1 Perputaran Kliring KPw BI PRov Sumatera Utara Keterangan Perputaran Kliring I Nominal (Rp. Triliun) 40,10 Volume (lembar warkat) 1.115.840 Nominal (Rp Miliar) / hari 626,9 Volume (lembar warkat) /hari 17.435 Jumlah Hari Kerja 64 g. Nominal (qtq) -14,1% g. Volume (qtq) -36,3% Data KPw BI Prov. Sumatera Utara
2015 II 27,90 1.109.712 647,3 18.192 61 -30,4% -0,5%
III 40,90 1.117.632 639,2 17.463 64 46,6% 0,7%
IV 46,70 1.114.344 740,5 17.688 63 14,2% -0,3%
2016 I II III 58,80 61,90 45,74 1.135.332 1.167.460 1.055.997 963,6 647,3 749,9 18.612 18.830 17.311 61 62 61 25,9% 5,3% -26,1% 1,9% 2,8% -9,5%
2017 IV I II 105,45 45,63 34,46 1.180.089 1.064.378 848.855 1.674 748,14 644,76 18.732 17.449 15.434 63 61 55 130,5% -56,7% -24,5% 11,8% -9,8% -20,2%
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 71
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Selain BI-RTGS, transaksi non tunai yang diselenggarakan Bank Indonesia adalah Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia. Transaksi kliring mencakup kliring kredit dan kliring debet di Kota Medan, Tebing Tinggi dan Kabanjahe. Transaksi yang diproses oleh SKNBI meliputi kumulasi data keuangan elektronik transaksi card based melalui mesin EDC (kartu kredit dan kartu debet) dan transaski paper based (cek, bilyet giro dan nota debet). Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi dari 3 provinsi di Indonesia yang memiliki mesin sortasi cek dan bilyet giro. Hal ini dikarenakan
5.3 Perkembangan Uang Kartal.
Sumber: KPw BI Prov. Sumut
transaksi yang dilakukan melalui cek dan bilyet giro yang relatif tinggi. Berdasarkan data kliring debet dan kredit yang ditatausahakan di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara, aktivitas transaksi non tunai pada triwulan II 2017 menunjukkan penurunan baik secara nominal maupun jumlah transaksi dibandingkan triwulan I 2017. Pada triwulan II 2017 jumlah nominal perputaran kliring mencapai Rp34,46 triliun atau menurun sebesar 24,5% (qtq). Sejalan dengan hal tersebut, jumlah warkat transaksi kliring pada triwulan II 2017 menunjukkan penurunan sebesar 20,2% (qtq) atau menjadi 848,8 ribu warkat. triwulan II-2017 net outflow lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencatatkan net inflow. Hal ini berarti dana yang ditarik oleh Bank pada triwulan II-2017 lebih besar dibandingkan dengan dana yang disetor. Sementara itu, berdasarkan informasi jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan pada triwulan II 2017 tercatat lebih rendah dibandingkan pada triwulan sebelumnya.
Grafik 5.1 Perkembangan Outflow Inflow Uang Kartal
Berbeda dengan transaksi non tunai yang cenderung menurun, transaksi tunai menunjukkan peningkatan seiring dengan meningkatnya kebutuhan fresh money di masyarakat menjelang Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri dan kebutuhan anak masuk sekolah. Aliran uang kartal pada triwulan II 2017 menunjukkan posisi net outflow21 sebesar Rp5,08 triliun, dengan outflow tercatat sebesar Rp12,09 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya sebesar Rp5,18 triliun. Sementara itu inflow tercatat lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar Rp7,01 triliun. Pada
Temuan Uang Palsu dan Penyediaan Uang Layak Edar Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara secara konsisten menekan peredaran uang palsu melalui kerjasama dengan pihak Polda Sumatera Utara. Berdasarkan data terakhir, jumlah uang palsu yang terindentifikasi di Provinsi Sumatera Utara pada triwulan II 2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya. Temuan uang palsu pada triwulan II 2017 ini merupakan temuan terbanyak dalam satu tahun terakhir. Sosialisasi ciri-ciri keaslian uang Rupiah oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi
Outflow adalah posisi dimana bank melakukan penarikan dana dari Bank Indonesia, sementara inflow merupakan posisi Bank melakukan penyetoran dana ke Bank Indonesia.
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 72
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Sumatera Utara terus dilakukan kepada masyarakat umum dan pelaku usaha di Sumatera Utara untuk meminimalisir peredaran uang palsu. Disamping itu, Bank Indonesia senantiasa mengintensifkan kerjasama dengan pihak kepolisian dalam menekan peredaran uang palsu. Bank Indonesia terus berkomitmen dalam meningkatkan kualitas uang layak edar di masyarakat (clean money policy), dengan menarik uang lusuh dan/atau uang rusak dari aliran uang yang masuk ke Bank Indonesia (inflow). Penyediaan uang layak edar tersebut dilakukan dengan kegiatan penukaran uang dan kegiatan kas keliling oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara, Sibolga dan Pematangsiantar.
Sumber: KPw BI Prov. Sumatera Utara
Grafik 5.2 Perkembangan Kegiatan Kas Keliling
Kegiatan kas keliling dilakukan hingga kabupaten PakPak Bharat yang berjarak cukup jauh dari Kota Medan dan merupakan daerah terpencil (remote). Frekuensi layanan kas keliling pada triwulan II 2017 telah mencapai 39 kali dengan nilai nominal Kas Keliling KPw Prov. Sumatera Utara sebesar Rp14,2 miliar atau 47,17%. Sementara itu untuk Provinsi Sumatera Utara nominal dana kas keliling pada Triwulan II 2017
sebesar Rp30,1 miliar, meningkat Rp10,2 miliar atau 51% dibandingkan triwulan I 2017 yang tercatat sebesar Rp19,9 miliar.
5.4 Perkembangan KUPVA Perkembangan transaksi jual – beli valuta asing (valas) di Provinsi Sumatera Utara cenderung menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Berdasarkan data transaksi Penyelenggara KUPVA Bukan Bank di Provinsi Sumatera Utara, total transaksi jual-beli valas pada tahun 2016 mencapai Rp2,29 triliun, meningkat sebesar 0,4% dibandingkan tahun 2015 yang tercatat sebesar Rp2,28 triliun. Sementara itu, s.d. Juni 2017 transaksi jual beli valas melalui KUPVA Bukan Bank Berizin telah mencapai Rp1,18 triliun. Meningkatnya perkembangan transaksi jual-beli valas tersebut sejalan dengan peningkatan jumlah kunjungan wisman (wisatawan mancanegara) di sepanjang tahun 2015 dan 2016 dan selalu menunjukkan pertumbuhan positif. Berdasarkan data Dinas Pariwisata Provinsi Sumatera Utara jumlah kunjungan wisman triwulan II 2017 tumbuh sebesar 22,28% (yoy) dibandingkan dengan triwulan yang sama tahun sebelumnya. Hal tersebut sejalan dengan transaksi valas yang menunjukkan peningkatan sebesar 0,4% dibandingkan tahun sebelumnya. Implementasi kewajiban penggunaan uang Rupiah di Sumatera Utara juga ikut mendorong peningkatan transaksi penukaran valas di Sumut khususnya transaksi yang dilakukan oleh wisman di hotel yang telah bekerjasama dengan penyelenggara KUPVA Bukan Bank Berizin.
Tabel 5.2 Wisatawan Asing di Sumatera Utara Pintu Masuk Wisatawan Asing Bandara Kualanamu Pelabuhan Laut Belawan Pelabuhan Laut Tanjung Balai Asahan Total Sumber : BPS
2015 Sem I 101.063 10.860 4.872 116.795
Meningkatnya transaksi jual beli valas juga didorong oleh meningkatnya KUPVA Bukan Bank Berizin di Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan
Sem II 96.755 10.056 5.682 112.493
2016 Sem I 82.202 10.249 4.765 97.216
Sem II 121.745 9.918 4.764 136.427
2017 Sem I 106.964 9.009 2.906 118.879
jumlah kantornya, sampai dengan Juni 2017 terdapat 58 Kantor KUPVA Bukan Bank Berizin. Jumlah tersebut meningkat sebanyak 2 kantor
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 73
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 KUPVA dibandingkan tahun 2016. Dari jumlah kantor KUPVA Bukan Bank tersebut, sebaran jumlah kantor KUPVA Bukan Bank masih belum merata dan terkonsentrasi di Kota Medan yaitu mencapai 96%, dan kota Binjai sebanyak 4%. Transaksi jual beli valas di Sumatera Utara pada semester I 2017 sebagian besar didominasi oleh 5 valuta asing yaitu Malaysian Ringgit (30%), Singapore Dollar (19%), US Dollar (14%), Baht Thailand (10%), Euro (7%).
Sumber KPw BI Prov. Sumut
Grafik 5.3 Pembelian dan penjualan valas
Berdasarkan data pembelian dan penjualan Valuta Asing yang dilakukan pada KUPVA BB Berizin di Sumatera Utara selama triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp615 Miliar dengan rincian pembelian sebesar Rp306,6 Miliar sementara penjualan sebesar 308,6 Miliar. Pembelian valas di Sumatera Utara mengalami peningkatan sebesar 11,2% (yoy) atau 6,9% (qtq). Sementara itu penjualan tumbuh sebesar 4,2% (yoy) atau 6,9% (qtq).
5.5 Perkembangan Elektronifikasi pada Sistem Pembayaran Elektronifikasi transaksi merupakan suatu upaya mengubah transaksi masyarakat yang semula dilakukan secara manual menjadi elektronik, dari metode pembayaran secara tunai menjadi non tunai, dengan pelaku transaksi keuangan yang sebelumnya bersifat eksklusif menjadi inklusif. Sementara itu yang dimaksud dengan elektronifikasi pembayaran pemerintah merupakan tata cara pembayaran pemerintah baik berupa pembayaran masyarakat kepada pemerintah maupun pembayaran pemerintah
kepada masyarakat yang dilakukan secara elektronik (non tunai). Tujuan dilakukannya elektronifikasi yaitu membuka akses masyarakat sampai ke daerah terpencil agar terhubung dengan layanan keuangan dan/atau lembaga keuangan. Salah satu bentuk reformasi dan modernisasi transaksi pembayaran yang ingin dicapai oleh pemerintah adalah melalui elektronifikasi. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik disusun dalam rangka meningkatkan kualitas penatausahaan dan pertanggungjawaban penerimaan negara, dengan menerapkan Sistem penerimaan Negara secara elektronik dan memanfaatkan teknologi informasi. Penyempurnaan ini dilakukan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam hal pembayaran/penyetoran penerimaan negara serta untuk mewujudkan good governance. 5.5.1 Elektronifikasi di Pemerintah Daerah Selaras dengan Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri melalui Surat Edaran kepada Pemerintah Daerah disebutkan bahwa untuk meningkatkan akuntabilitas dan transparansi pengelolaan keuangan daerah, perlu dilakukan perecepatan implementasi transaksi non tunai pada pemerintah daerah. Pelaksanaan transaksi non tunai dimaksud paling lambat dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2018 yang meliputi transaksi penerimaan dan pengeluaran daerah yang dilakukan oleh bendahara penerimaan/pengeluaran atau bendahara penerimaan dan pengeluaran pembantu. Dalam upaya mendukung dan menyukseskan elektronifikasi pembayaran pemerintah dimaksud, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara telah melaksanakan pembahasan dengan Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dan Pemerintah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara serta Bank pendukung. Diharapkan elektronifikasi secara bertahap
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 74
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 terkait penerimaan dan pengeluaran pemerintah dapat dilaksanakan. Jenis-jenis pemerintah berikut:
elektronifikasi pembayaran dapat diklasifikasikan sebagai
Elektronifikasi Pembayaran Pemerintah (Masyarakat kepada Pemerintah – P2G) Merupakan jenis pembayaran yang dilakukan oleh masyarakat kepada pemerintah, baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah atau transaksi yang mendatangkan penerimaan bagi pemerintah. Pada Pemerintah Daerah, jenis penerimaan ini diklasifikasikan menjadi dua yaitu pendapatan daerah dan pembiayaan. Elektronifikasi Pembayaran Pemerintah (Pemerintah kepada Masyarakat – G2P)
Merupakan penyaluran Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Daerah untuk tujuan pembangunan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara umum pengeluaran
pemerintah dilakukan melalui Rencana Keuangan Tahunan yang disetujui oleh DPR/DPRD. Belanja negara dipergunakan untuk keperluan penyelenggaraan tugas pemerintah pusat dan daerah. 5.5.2 Elektronifikasi Jalan Tol Pada tanggal 31 Mei 2017, Bank Indonesia dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyepakati untuk memperluas kerjasama dalam meningkatkan elektronifikasi di jalan tol. Elektronifikasi dilakukan untuk menciptakan layanan non tunai yang aman, cepat dan efisien sehingga memberi nilai tambah bagi masyarakat dan operator jalan tol. Elektronifikasi diterapkan dalam bentuk e-money atau yang dikenal juga dengan sebutan E-Tol. Dengan adanya E-Tol diharapkan antrian di gerbang tol dapat dihilangkan. Elektronifikasi pembayaran tol akan menggunakan aplikasi sensorik yang akan dihubungkan dengan rekening bank. Program elektronifikasi ini dilakukan dalam 4 (empat) tahap yaitu:
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 75
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 5.5.3 Perkembangan Uang Digital
Grafik 5.4 Perkembangan LKD di Sumatera Utara
Dalam rangka meningkatkan akses masyarakat kepada lembaga keuangan formal, berbagai otoritas telah mengeluarkan kebijakan di bidang keuangan. Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia yang diterbitkan April 2014 telah berupaya untuk meningkatkan jangkauan dan memperluas penyediaan layanan jasa sistem pembayaran dan keuangan. Dalam aturan tersebut, dimungkinkan bank dan Lembaga Selain Bank (LSB) penerbit uang elektronik bekerjasama dengan pihak ketiga atau agen yang
bertindak atas nama bank untuk melayani kebutuhan masyarakat Indonesia di berbagai daerah akan layanan sistem pembayaran dan keuangan formal. Layanan dimaksud dikenal dengan nama Layanan Keuangan Digital (LKD). Berdasarkan data yang disampaikan Perbankan di Kota Medan, jumlah agen LKD yang dilaporkan bulan Mei 2017 sebanyak 7.841 LKD. Sementara itu pemegang e-money di Sumatera Utara per Mei 2017 sebanyak 35.019. Sebagai bentuk dukungan terhadap Gerakan Nasional Non Tunai, pada tahun 2017, Pemerintah melakukan reformasi penyaluran bantuan pangan. Penyaluran bantuan pangan yang lebih dikenal dengan istilah Bantuan Langsung Tunai (BLT) sebelumnya diberikan melalui kantor pos dalam bentuk uang tunai dengan jumlah tertentu setiap bulannya. Dewasa ini, penyaluran bantuan tidak diberikan langsung dalam bentuk uang tunai, tetapi menggunakan uang elektronik dan dikenal dengan istilah BLNT (Bantuan Langsung Non Tunai) yang prosesnya salah satunya dilakukan oleh LKD..
PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 76
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
BAB 6 KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
ULOS SADUM TARUTUNG
Membaiknya kinerja perekonomian Sumatera Utara pada Triwulan II 2017 belum tercermin pada perbaikan kondisi ketenagakerjaan, Namun demikian persepsi terhadap ketersediaan tenaga kerja pada triwulan mendatang meningkat. Sementara itu, tingkat kemiskinan di Sumatera Utara per triwulan I 2017 tercatat sebanyak 1.453,9 ribu jiwa atau 10,22% dari jumlah penduduk Sumatera Utara. Kondisi tersebut lebih baik dibandingkan triwulan yang sama pada tahun sebelumnya. Perbaikan tingkat kemiskinan di Sumatera Utara juga terlihat dari angka kemiskinan yang berada di bawah angka kemiskinan Nasional yang tercatat sebesar 10,64%. Seiring dengan perbaikan tersebut, Indeks Keparahan dan Indeks Kedalaman Kemiskinan pada Triwulan I 2017 juga menunjukkan penurunan. Hal ini mengindikasikan ketimpangan kemiskinan semakin berkurang.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 77
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
6.1
Ketenagakerjaan
Membaiknya kinerja perekonomian Sumatera Utara pada triwulan II 2017 tercermin pada perbaikan kondisi ketenagakerjaan. Berdasarkan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha, kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara yang tercermin dari indeks penggunaan tenaga kerja menunjukkan penurunan dengan Saldo Bersih Tertimbang (SBT) dari triwulan I 2017 sebesar 3,24 SBT menjadi -0,09 SBT pada triwulan II 2017. Penurunan terutama terjadi pada sektor perdagangan dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sedangkan sektor pertanian dan sektor industri pengolahan meningkat. Indeks penggunaan tenaga kerja di lapangan usaha perdagangan menurun dari -0,4 SBT menjadi -2,1 SBT, diikuti oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dari 1,2 SBT menjadi -1,1 SBT. Sementara kinerja kedua sektor tersebut pada PDRB yang menunjukkan peningkatan. Penurunan tenaga kerja di sektor utama perdagangan diperkirakan seiring dengan meningkatnya aktivitas belanja online untuk kebutuhan terkait Lebaran. Sementara itu, sejalan dengan peningkatan kinerja pada PDRB, sektor industri pengolahan menunjukkan kenaikan paling tinggi dari 1,9 SBT menjadi 3,3 SBT, diikuti oleh sektor pertanian yang meningkat dari -0,9 SBT menjadi 0,0 SBT. Peningkatan pada sektor industri pengolahan dan sektor pertanian diperkirakan dipengaruhi oleh peningkatan produksi terkait Lebaran dan Ramadhan serta pergeseran musim panen dari triwulan I ke triwulan II. Sedangkan penurunan tenaga kerja pada sektor perdagangan diperkirakan dipengaruhi oleh meningkatnya aktivitas belanja online. Potensi pasokan tenaga kerja Sumatera Utara yang tersedia pada triwulan laporan mengalami peningkatan, tercermin dari jumlah angkatan kerja Sumatera Utara pada Februari 2017 dibandingkan Februari 2016.
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.1 Indikator Jumlah Tenaga Kerja
Pada Februari 2017 jumlah angkatan kerja sebesar 6,71 juta orang, meningkat sebanyak 122 ribu orang (1,9%) dibandingkan Februari 2016. Dari jumlah tersebut, yang bekerja meningkat 1,9%, sementara jumlah pengangguran meningkat 0,7%. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) meningkat dari 68,9% menjadi 69,1%. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) menurun dari 6,5% menjadi 6,4%. Perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Sumatera Utara tersebut menunjukkan terdapat harapan perbaikan kondisi ekonomi Sumatera Utara.
Sumber : BPS Sumatera Utara Grafik 6.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
Sebaran penyerapan tenaga kerja di Sumatera Utara masih didominasi di lapangan usaha Pertanian. Pangsa PDRB terpusat di sektor pertanian (24,3%), sektor industri pengolahan (19,4%), sektor perdagangan (17,8%), dan sektor konstruksi (12,4%). Sementara pangsa tenaga kerja Sumatera Utara didominasi oleh sektor pertanian (2,67 juta orang; 42,6%), sektor perdagangan (1,31 juta orang; 21,0%), sektor jasa kemasyarakatan (1,08 juta orang; 17,2%), dan sektor industri pengolahan (460 ribu orang; 7,3%).
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 78
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Tabel 6.1 Komposisi Tenaga Kerja Berdasarkan Latar belakang Pendidikan dalam ribuan TINGKAT PENDIDIKAN SD ke bawah SMP SMA SMK Diploma I/II/III dan universitas JUMLAH
2015
2016
2017
Feb
Agst
Feb
Agst
Feb
2.069 1.362 1.437 728 576 6.171
1.831 1.339 1.458 700 634 5.962
1.856 1.382 1.539 747 641 6.166
1.922 1.282 1.352 769 667 5.991
2.040 1.314 1.413 749 771 6.287
Sumber : BPS Sumatera Utara
Kondisi ini diperkirakan terkait erat dengan komposisi tenaga kerja Sumatera Utara yang masih didominasi oleh pendidikan SD ke bawah (2,04 juta orang; 32,4%), SMP (1,31 juta orang; 20,9%) dan SMA (1,41 juta orang; 22,4%). Tenaga terdidik terampil SMK juga masih sangat kurang (749 ribu orang; 11,9%). Dengan akan dibukanya Kawasan Industri Kuala Tanjung yang berbasis industri logam dan KEK Sei Mangkei yang berbasis komoditas sawit, perlu dipersiapkan tenaga kerja terampil dan terdidik agar kebutuhan tenaga kerja kedua kawasan tersebut dapat dipenuhi oleh tenaga kerja di Sumatera Utara. Untuk itu, perlu ditingkatkan kuantitas dan kualitas lulusan SMK dan pelatihan/sertifikasi tenaga kerja terampil. Optimisme masyarakat akan penghasilan saat ini juga sejalan dengan beberapa indikator seperti Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), maupun Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) (Grafik 6.5).
pengolahan sedikit menurun. Peningkatan tenaga kerja di sektor pertanian pada triwulan laporan antara lain disebabkan oleh peningkatan produksi pertanian yang didukung oleh kondisi cuaca berupa kecukupan curah hujan. Jika dilihat berdasarkan status pekerjaan, terdapat pergeseran jumlah tenaga kerja di sektor formal ke sektor informal, yang diindikasikan terjadi pada kelompok buruh/karyawan ke kelompok berusaha sendiri atau pekerja keluarga. Selaras dengan data tenaga kerja per sektor ekonomi, pergeseran tenaga kerja formal ke informal terindikasi terjadi pada sektor pertanian dan sektor perdagangan yang dipicu oleh pergeseran musim tanam dan panen serta bulan Ramadhan dan Lebaran. Di tengah penerimaan gaji ke 14 dan THR pada periode laporan, hasil survei menunjukkan konsumen Sumatera Utara masih optimis dalam memandang penghasilan saat ini, meski tidak sebaik periode sebelumnya. Berdasar Survei Konsumen yang dilakukan Bank Indonesia di Sumatera Utara, indeks penghasilan saat ini kembali menurun menjadi 126,0 dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 127,9 (Grafik 6.4).
Sumber: KPw BI Sumatera Utara
Grafik 6.4 Indeks Kondisi dan Ekspektasi Penghasilan
Sumber: BPS Sumatera Utara Grafik 6.3 Tenaga Kerja Berdasarkan Sektor Ekonomi.
Secara umum, dibandingkan Februari 2016, tidak terdapat pergeseran komposisi tenaga kerja pada sektor utama di Sumatera Utara (Grafik 6.3). Tenaga kerja di sektor pertanian dan perdagangan meningkat, namun sektor industri
Optimisme masyarakat akan penghasilan saat ini juga sejalan dengan beberapa indikator seperti Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), maupun Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) (Grafik 6.5). Persepsi masyarakat terhadap penghasilannya pada triwulan mendatang justru meningkat. Hal tersebut tercermin dari meningkatnya Indeks Ekspektasi Penghasilan 6 Bulan yang akan datang. Optimisme ini diperkirakan terkait dengan membaiknya harga komoditas serta
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 79
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 meningkatnya ekspektasi terhadap ketersediaan lapangan kerja.
triwulan mendatang diantaranya adalah: (1) masih berlanjutnya pemulihan harga komoditas, (2) meningkatnya penyerapan CPO domestik terkait mandatori biodiesel, (3) percepatan pembangunan infrastruktur strategis, serta (4) pembukaan lowongan kerja Pegawai Negeri Sipil.
6.2 Kesejahteraan
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.5 SKDU Ekspektasi dan Keyakinan Konsumen
Pada triwulan II 20187, konsumen memandang bahwa akan ada peningkatan kondisi ketersediaan lapangan pekerjaan. Hal ini tercermin dari Indeks Ketersediaan lapangan Kerja Saat Ini yang kembali menunjukkan tren peningkatan dari 104,7 menjadi 105,4 (Grafik 5.1). Kondisi ketenagakerjaan yang akan datang juga masih dipandang optimis bahkan lebih baik dari saat ini. Hal ini terlihat dari indeks ekspektasi ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang yang meningkat dari 111,1 menjadi 123,5. (Grafik 6.6).
Angka Kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara pada Triwulan I 201722 membaik bila dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Tingkat kemiskinan di wilayah Sumatera Utara per triwulan I 2017 tercatat sebanyak 1.453,9 ribu jiwa atau 10,22% dari jumlah penduduk. Angka ini menurun dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar 1.455,9 ribu jiwa atau 10,53% dari jumlah penduduk. Angka kemiskinan di Sumatera Utara jauh di bawah angka kemiskinan nasional yang tercatat sebesar 10,64% pada Triwulan I 2017.
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.7 Penduduk Miskin Sumatera Utara
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.6 SKDU Ketersediaan Lapangan Kerja
Beberapa faktor yang diperkirakan mendorong optimisme akan perbaikan kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Utara pada
Penurunan persentase jumlah penduduk miskin tersebut didorong oleh penurunan jumlah penduduk miskin yang ada di kawasan pedesaan. Jumlah penduduk miskin di desa menurun dari 765,1 ribu jiwa pada Juni 2016 atau 10,97% menjadi 743,2 ribu jiwa pada Triwulan I 2017 atau
22
Data Penduduk Miskin dan Gini Ratio Provinsi Sumatera Utara bulan Maret 2017, diterbitkan oleh BPS Sumatera Utara pada bulan Juli 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 80
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 10,66% dari jumlah penduduk. Sementara jumlah penduduk miskin di kota cenderung meningkat yaitu dari 690,8 ribu jiwa atau 9,7% dari jumlah penduduk pada Triwulan I 2016 menjadi 710,7 ribu jiwa atau 9,8% dari jumlah penduduk pada Triwulan I 2017. Sumber: BPS Pusat
Grafik 6.9 Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan
Sumber: BPS Sumatera Utara
Grafik 6.8 Penduduk Miskin Kota dan Desa
Lebih lanjut, indeks keparahan dan kedalaman kemiskinan pada Triwulan I 2017 juga menunjukkan penurunan. Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) menurun dari 1,77 di Triwulan I 2016 menjadi 1,71 di Triwulan I 2017. Penurunan ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung semakin membaik mendekati garis kemiskinan (batas minimum untuk masuk kategori penduduk miskin). Sejalan dengan pergerakan Indeks Kedalaman Kemiskinan23, Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)24 Triwulan I 2017 turut membaik. Indeks Keparahan Kemiskinan menurun dari 0,49 di Triwulan I 2016 menjadi 0,45 di Triwulan I 2017. Hal ini mengindikasikan ketimpangan pengeluaran di antara penduduk miskin semakin berkurang.
Indeks Keparahan Kemiskinan (Poverty Severity IndeksP2) merupakan gambaran penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin.
Sumber: BPS
Grafik 6.10 Gini Ratio
Secara umum, tingkat kemiskinan di pedesaan di Triwulan I 2017 lebih parah dibandingkan kemiskinan di perkotaan, sebagaimana terjadi pada periode sebelumnya. Tingkat kemiskinan pedesaan pada Triwulan I 2017 tercatat sebesar 10,66%, sementara tingkat kemiskinan di perkotaan sebesar 9,8%. Dari sisi pemerataan pendapatan, disparitas pendapatan di Provinsi Sumatera Utara mengalami perbaikan yang tercermin dari penurunan Gini Ratio pada tahun 2017. Gini ratio Sumatera Utara tercatat sebesar 0,315, lebih rendah dibandingkan dengan Gini Ratio Nasional yang menunjukan angka sebesar 0,393. Gini ratio Sumatera Utara tercatat berada pada peringkat
masing-masing pendduk miskin terhadap garis kemiskinan. Semkain tinggi nilai indeks semakin jauh rata-rata pengeluaram dari garis kemiskinan
24
Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1), merupakan ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 81
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 ketiga terbaik setelah Bangka Belitung 0,282 dan Kalimantan Utara yang tercatat 0,308.
Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan Tabel 6.2 Nilai Tukar Petani Berdasarkan sub sektor
Sumber : BPS Sumatera Utara
Berbeda dengan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian yang mulai membaik yaitu 2,01% (yoy) di Triwulan I 2017 menjadi 2,44% (yoy) di triwulan II 2017, Nilai Tukar Petani di Sumatera Utara mengalami sedikit penurunan yaitu 99,77 di triwulan I 2017 menjadi 99,54 dan masih berada di level pesimis (di bawah 100). Penurunan tersebut disebabkan oleh penurunan pada Indeks yang diterima petani (IT) sebesar 0,73 dari 128,19 pada triwulan I 2017 menjadi 127,46 pada triwulan II 2017. NTP masih berada di bawah ambang batas 100, hal ini menunjukkan bahwa petani masih mengalami defisit yaitu pendapatan petani masih lebih kecil dibandingkan dengan pengeluarannya. Perlambatan NTP mencerminkan menurunnya kesejahteraan petani akibat menurunnya daya beli petani. Kondisi ini diperkirakan disebabkan oleh berkurangnya pane dan kurang bersaingnya hasil produk petani. Sehingga untuk meningkatkan tingkat kesejahteraan petani diperlukan peningkatan daya saing produk pertanian dengan peningkatan kualitas dan spesialisasi produk terutama pada produk tanaman pangan, hortikultura dan perkebunan. Sementara itu, Indeks Kesejahteraan Nelayan Perikanan (NTPN) Sumatera Utara meningkat
sebesar 0,83 dari 102,57 di triwulan I 2017 menjadi 103,38 di triwulan II 2017. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan IT dari 127,78 di triwulan I 2017 menjadi 103,38. Dalam satu tahun terakhir NTPN Sumatera Utara terus mengalami peningkatan dan telah berada di atas angka 100 (pada Triwulan II 2016 NTPN masih dibawah 100). Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah dalam membatasi jumlah penangkapan ikan oleh kapal asing di wilayah perairan Indonesia, khususnya di Sumatera Utara di daerah perairan Sibolga, Tanjung Balai dan Belawan telah memberikan dampak yang positif bagi nelayan di Sumatera Utara. Dibandingkan triwulan I 2017, NTP seluruh provinsi di kawasan Pulau Sumatera menurun, dengan penurunan terbesar terjadi di provinsi Jambi sebesar -2,24. Sementara itu, Provinsi di Pulau Sumatera dengan NTP di atas 100 adalah Provinsi Riau dan Provinsi Lampung (Tabel 6.3). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar petani di Sumatera Utara masih mengalami defisit. Sementara itu, secara Nasional NTP berada di atas angka 100 yaitu 100,53 dan cenderung meningkat dibandingkan triwulan I 2017.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 82
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Tabel 6.3 NTP Kawasan Sumatera dan Nasional
Keterangan Aceh Sumatera Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Nasional
2016
2015 I 97,39 99,09 98,97 97,55 95,81 98,31 101,53
II 95,76 98,47 97,54 96,24 96,09 97,29 100,52
III 96,07 98,19 97,08 93,06 94,83 95,73 102,33
IV 98,13 100,62 97,75 95,03 95,72 96,03 102,83
I 97,25 99,17 93,38 97,36 96,93 94,48 101,32
II 95,83 99,84 97,37 98,11 99,18 93,84 101,47
III 95,1 100,79 97,81 99,11 99,3 94,11 102,02
IV 95,9 101,56 97,87 102,23 101,09 95,45 101,49
2017 I 95,11 99,77 98,19 103,5 100,99 94,94 99,95
II 94,72 99,54 96,66 102,59 98,75 92,72 100,53
Ket -0,39 -0,23 -1,53 -0,91 -2,24 -2,22 0,58
Sumber: BPS Sumatera Utara
Secara triwulanan penurunan NTP di triwulan II 2017 terjadi pada subsektor perkebunan dan tanaman hortikultura, sementara subsektor tanaman pangan mengalami peningkatan. Peningkatan NTP pada subsektor tanaman pangan sejalan dengan kecukupan komoditas pangan dalam menghadapi HBKN di Triwulan II 2017. Hal ini juga dikonfirmasi dari inflasi yang rendah dan terkendali pada triwulan II 2017. Indeks harga yang diterima (IT) petani menggambarkan fluktuasi harga komoditas pertanian yang dihasilkan oleh petani. Nilai IT petani di Sumatera Utara pada triwulan ini sebesar 127,46, atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 128,19. Rendahnya IT Petani dapat disebabkan oleh melimpahnya pasokan komoditas pangan yang menyebabkan penurunan harga. Sementara itu, dibandingkan dengan triwulan I 2017, penurunan IT petani terjadi pada sub sektor tanaman hortikultura sebesar -2,35 yaitu dari 122,59 pada triwulan I 2017 menjadi 120,24 yang disebabkan oleh penurunan indeks tanaman sayuran sebesar -2,05 dan tanaman buah sebesar -2,77. Hal ini sejalan dengan penurunan indeks harga pada beberapa komoditas sayuran pada level konsumen yang bahkan mengalami deflasi. Sementara itu, Indeks Harga yang dibayar (IB) petani menggambarkan fluktuasi harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan, serta fluktuasi harga barang dan jasa yang diperlukan untuk memproduksi hasil pertanian. Pada triwulan II 2017 IB petani mengalami penurunan dari 128,48 pada per
triwulan I 2017 menjadi per 128,05 triwulan I 2017 yang didorong oleh penurunan pada indeks konsumsi rumah tangga pada seluruh subsektor pertanian. Mengingat penurunan IB lebih kecil dibandingkan penurunan IT, maka nilai NTP Provinsi Sumatera Utara menurun dibandingkan periode sebelumnya.
Kesejahteraan Nelayan Nilai tukar nelayan perikanan (NTNP) merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur indeks kesejahteraan nelayan. Pada triwulan II 2017 tercatat indeks NTNP Sumatera Utara sebesar 103,38 atau meningkat sebesar 0,81 dibandingkan dengan posisi triwulan I 2017. Peningkatan tersebut didorong oleh peningkatan indeks harga yang diterima (IT) nelayan sebesar 1,45 yaitu dari 127,78 pada triwulan I 2017 menjadi sebesar 129,23 pada triwulan II 2017. Peningkatan NTNP juga didukung oleh peningkatan pada Nilai Tukar kelompok Penangkapan Ikan (NTNPi) sebesar 1,78 dari 96,76 pada triwulan I 2017 menjadi 98,54 pada triwulan berjalan. Di sisi lain terjadi penurunan indeks Nilai Tukar Nelayan kelompok Perikanan Tangkap (NTN), namun tidak terlalu signifikan yaitu sebesar -0,15 dari 108,35 pada triwulan I 2017 menjadi 108,20 pada triwulan II 2017. Hal ini disebabkan oleh indeks harga yang diterima nelayan lebih kecil dibandingkan dengan indeks harga yang dibayar. Peningkatan indeks harga yang dibayar disebabkan peningkatan indeks BPPBM.
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 83
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Tabel 6.4 Nilai Tukar Nelayan
Sumber: BPS Sumut
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 84
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 85
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
BAB 7 PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH
ULOS SIBOLANG Pada triwulan IV 2017 perekonomian Sumatera Utara diperkirakan akan meningkat dibandingkan triwulan III 2017. Pertumbuhan ekonomi di triwulan IV 2017 diperkirakan akan berada pada kisaran 5,1-5,5% (yoy) didorong oleh permintaan domestik seiring dengan realisasi anggaran pemerintah terutama belanja modal yang semakin meningkat. Sementara itu, aktivitas konsumsi masyarakat juga diperkirakan akan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya seiring dengan perayaan Natal dan tahun baru. Di sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan akan meningkat sering dengan pola seasonalnya dan perbaikan permintaan global. Dari sisi lapangan usaha, peningkatan kinerja ekonomi Sumatera Utara pada triwulan IV 2017 masih didominasi oleh 4 sektor utama yaitu pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi. Kinerja sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan terutama akan ditopang oleh perbaikan sektor eksternal seiring perbaikan permintaan global dan domestik. Puncak realisasi belanja pemerintah daerah khusnya penyelesaian proyek infrastruktur strategis seperti Tol Trans Sumatera dan Pelabuhan Kuala Tanjung akan mendorong kinerja sektor konstruksi.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 86
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
7.1
Prospek Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2017 diperkirakan meningkat dibandingkan triwulan III 2017 dengan magnitude yang lebih rendah dengan perkiraan semula25. Perekonomian Sumatera Utara pada triwulan IV 2017 diperkirakan berada pada rentang 5,1-5,5% (yoy). Hal ini terutama didorong oleh konsumsi domestik terutama realisasi belanja Pemerintah Daerah. Sementara itu, kondisi eksternal yang masih kondusif diperkirakan akan mendorong kinerja sektor swasta. Kinerja ekspor pada tahun triwulan IV 2017 juga diperkirakan masih tumbuh positif, seiring dengan pola seasonalnya dan perbaikan permintaan dari negara tujuan utama seperti Amerika Serikat dan Tiongkok. Dengan demikian, kinerja impor juga turut meningkat.
didorong oleh kinerja ekspor yang positif dan penerimaan bonus tahun baru. Optimisme peningkatan tingkat konsumsi masyarakat juga tercermin dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia. Dimana, ekspektasi terhadap penghasilan, lapangan kerja dan kondisi ekonomi pada triwulan IV 2017 akan meningkat. Namun demikian, pedagang lebih pesimis dalam melihat ekspektasi peningkatan kinerja konsumsi masyarakat ke depan. Berdasarkan hasil Survei Perdagangan Eceran (SPE) ekspektasi penjualan dalam 6 bulan ke depan diperkirakan akan menurun.
. Grafik 7.2 Indeks Perkiraan Penjualan
Grafik 7.1 Survei Konsumen
Di sisi konsumsi, optimisme konsumen diperkirakan akan meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya seiring dengan perayaan Natal dan tahun baru. Selain itu, tingkat pendapatan masyarakat juga akan meningkat
Dari sisi pemerintah, konsumsi pemerintah juga diperkirakan akan meningkat dari triwulan sebelumnya seiring dengan puncak realisasi belanja belanja pemerintah di triwulan IV 2017. Optimalisasi belanja terutama penyelesaian pembangunan infrastruktur strategis akan mendorong pertumbuhan konsumsi pemerintah. Selain itu, proses transfer DAU/DAK dari Pemerintah Pusat yang tidak menghadapi kendala juga diperkirakan akan meningkatkan realisasi belanja di akhir tahun. Seiring dengan peningkatan belanja pemerintah, kinerja investasi pada triwulan IV 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 87
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 diperkirakan akan lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Pertumbuhan investasi terutama akan didorong oleh investasi bangunan seiring dengan gencarnya realisasi proyek infrastruktur strategis nasional seperti pembangunan Jalan Tol Trans Sumatera dan Pelabuhan Kuala Tanjung. Sementara itu, di sisi swasta investasi diperkirakan akan meningkat meski terbatas. Ekspektasi peningkatan investasi swasta tersebut tercermin dari hasil liaison di beberapa kontak Bank Indonesia yang menyatakan akan merealisasikan investasi akhir tahun 2017. Selain itu, peningkatan investasi swasta pada semester I 2017 terkait dengan perbaikan kinerja industri pengolahan yang merespons peningkatan ekspor menjadi sentimen positif peningkatan investasi. Dari sisi eksternal, kinerja ekspor diperkirakan stabil atau sama dengan triwulan sebelumnya. Masih baiknya kinerja ekspor luar negeri ini tidak terlepas dari perbaikan harga komoditas perkebunan yang mencapai kinerja tertingginya di awal tahun 2017 yang disertai dengan mulai menggeliatnya industri manufaktur negara tujuan ekspor utama Sumatera Utara.
Sejalan dengan CPO, harga karet juga diperkirakan akan terus menurun terutama didorong supply yang terus meningkat seiring dengan tidak diberlakukannya kembali pembatasan produksi oleh International Tripartite Rubber Council (ITRC). Selain itu, produksi karet yang tinggi dari negara di luar ITRC seperti Vietnam dan Pakistan membuat pasokan semakin berlebih. Meskipun demikian, permintaan diperkirakan masih akan stabil sering dengan perkembangan industri automotif di Amerika Serikat dan Tiongkok. Ke depan, optimisme kinerja sektor eksternal tetap terjaga seiring dengan membaiknya aktivitas manufaktur negara mitra dagang utama. Hal tersebut tercermin dari perkembangan nilai Purchasing Manager Index (PMI) pada awal triwulan III yang menunjukkan pergerakan yang positif terutama untuk negara Amerika Serikat dan Tiongkok. Sementara itu, meskipun menurun PMI Jepang masih dalam fase ekspansi.
Tabel 7.1 Perkiraan Harga Komoditas Unggulan Harga Tw III 2017 Harga Tw II 2017 Komoditas (%, yoy, proyeksi) (%, yoy, proyeksi) Kelapa Sawit -4.1 Karet 46.6 Kopi 1.3 Sumber: IMF Edisi Februari 2017, diolah
-7.4 44.3 -5.2
Harga CPO ke depan diperkirakan akan terus arga CPO ke depan diperkirakan akan terus menurun. Kembali normalnya pasokan dari Indonesia dan Malaysia pasca anomali cuaca di tahun 2016 menjadi faktor utama yang menekan harga CPO di 2017. Selain itu, sentimen penurunan harga juga didorong oleh terhambatnya permintaan akibat penerapan proteksi perdagangan di beberapa negara konsumen utama CPO seperti India dan negara-negara di Eropa. Selain itu, faktor non-fundamental yang dapat menekan harga adalah pemberian diskon harga pembelian CPO yang dilakukan oleh Malaysia.
Grafik 7.3 Purchasing Manager Index
Dari sisi lapangan usaha, peningkatan kinerja ekonomi Sumatera Utara pada triwulan IV 2017 masih didominasi oleh 4 sektor utama yaitu pertanian, industri pengolahan, perdagangan, dan konstruksi. Kinerja sektor pertanian, industri pengolahan dan perdagangan terutama akan ditopang oleh perbaikan sektor eksternal seiring perbaikan permintaan global dan domestik. Puncak realisasi belanja pemerintah daerah khususnya penyelesaian proyek infrastruktur strategis seperti Tol Trans Sumatera dan Pelabuhan Kuala Tanjung akan mendorong kinerja sektor konstruksi. Sementara itu, kinerja
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 88
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 sektor perdagangan dan sektor-sektor tersier lainnya seperti transportasi dan komunikasi juga akan terdorong oleh peningkatan konsumsi saat perayaan Natal dan tahun baru. Untuk keseluruhan tahun, kinerja perekonomian Sumatera Utara pada tahun 2017 diperkirakan lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Penurunan tersebut terutama disebabkan oleh penurunan kinerja ekspor antar daerah di tengah perbaikan ekspor luar negeri. Penurunan tersebut terkait dengan belum optimalnya sektor pertanian tanaman pangan yang disinyalir masih terdampak oleh anomali cuaca pada tahun lalu. Selain itu, kekeringan juga masih melanda beberapa daerah seperti Kabupaten Asahan dan Kabupaten Tapanuli Selatan sehingga menghambat perbaikan kinerja sektor pertanian lebih lanjut. Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri diperkirakan lebih tinggi dari tahun sebelumnya seiring dengan perbaikan permintaan global dan peningkatan harga komoditas. Sementara itu, permintaan domestik diperkirakan lebih baik dari tahun sebelumnya. Aktivitas belanja pemerintah yang lebih optimal dari tahun sebelumnya dimana terdapat kendala dalam penyaluran DAU dan DAK, menopang perbaikan kinerja konsumsi pemerintah. Dari sisi investasi, investasi bangunan diperkirakan akan meningkat sejalan dengan peningkatan aktivitas belanja pemerintah. Sementara itu, kinerja investasi non-bangunan tetap ditopang oleh penjualan mesin dan perlengkapan, serta kendaraan. Selain itu, dengan dukungan Pemerintah untuk terus menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui percepatan reformasi struktural, dapat tercipta perbaikan ekonomi domestik yang berkelanjutan. Dari sisi lapangan usaha, perbaikan terutama terjadi di sektor industri manufaktur seiring dengan perbaikan kinerja ekspor luar negeri. Perbaikan kinerja sektor PHR dipengaruhi oleh peningkatan transaksi ekspor-impor, sementara kinerja sektor konstruksi didukung oleh semakin
membaiknya investasi bangunan. Namun demikian, perbaikan sektor-sektor tersebut tidak dapat menopang perlambatan pertumbuhan ekonomi akibat penurunan kinerja sektor pertanian tanaman pangan.
7.2 Prospek Inflasi
dm ri es yoy
Tw-III 2017 TW-IV 2017
yoy
44± ± 0,5% 1% PROYEKSI INFLASI PROYEKSI INFLASI
Ketersediaan pasokan pangan yang cukup prima dan permintaan masyarakat yang stabil mendorong penurunan tekanan inflasi pada triwulan IV. Tekanan inflasi diperkirakan berada pada sasaran nasional yang telah ditetapkan, yaitu 4±1%. Penurunan tekanan inflasi terutama didorong oleh penurunan inflasi Administered Prices. Sejalan dengan hal tersebut, ketersediaan komoditas pangan yang cukup melimpah diperkirakan mendorong deflasi yang cukup dalam pada triwulan IV. Meredanya tekanan inflasi pada triwulan IV diperkirakan bersumber dari penurunan harga beberapa komoditas pada kelompok bahan makanan. Hal ini diperkirakan terkait aktivitas panen komoditas tanaman pangan dan hortikultura yang berlangsung normal. Periode tanam yang berlangsung pada triwulan III mendorong terjaganya pasokan pada akhir tahun 2017. Di sisi lain, dukungan program oleh instansi terkait seperti pemberian bantuan benih bersertifikat komoditas padi, cabai, dan bawang merah serta program mandiri benih diharapkan dapat memberikan hasil yang positif khususnya bagi produktivitas tanaman pangan dan hortikultura ke depan. Selain itu, stabilitas harga beras juga diperkirakan relatif terjaga seiring
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 89
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 dengan masih tingginya persediaan beras BULOG yang cukup untuk meredam tekanan inflasi.
180.0
SK (Perub Hrg 6 bln yad)
SPE (Perub Hrg 6 bln yad)
170.0 160.0 150.0 140.0 130.0 120.0 110.0 100.0 90.0 I
II
III
2014
IV
I
II
III
2015
IV
I
II
III
2016
IV
I
II
III
2017
Grafik 7.5 Pandangan Konsumen dan Pedagang Terhadap Perubahan Harga
Sumber: BULOG Divisi Regional Sumatera Utara, diolah
Grafik 7.4 Stock Beras BULOG
Namun demikian, terdapat beberapa faktor risiko yang dapat mendorong tekanan inflasi volatile foods yang lebih tinggi dari perkiraan. Penurunan luas lahan tanam cabai merah serta peningkatan curah hujan yang diperkirakan akan terjadi pada bulan Agustus hingga Januari 2018 akan mempengaruhi produktivitas tanaman hortikultura yang relatif rentan terhadap cuaca. Selain itu, risiko terganggunya kinerja pertanian juga disebabkan oleh aktivitas Gunung Sinabung yang semakin meningkat juga menjadi upside riks inflasi volatile food ke depan. Risiko peningkatan harga ke depan juga tercermin dari hasil survey konsumen Bank Indonesia yang menunjukan bahwa dalam 6 bulan depan harga cenderung akan meningkat. Pada triwulan IV 2017 tekanan inflasi kelompok administered prices diperkirakan akan mereda seiring dengan berakhirnya program migrasi pelanggan listrik bersubsidi. Meskipun demikian risiko tekanan inflasi pada kelompok ini masih cukup tinggi terkait dengan risiko kenaikan harga BBM karena implementasi skema BBM satu harga yang direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2017. Selain itu, kenaikan harga angkutan udara merespons peningkatan permintaan yang diperkirakan akan meningkatkan tekanan inflasi di akhir tahun.
Sementara itu, peningkatan aktivitas konsumsi masyarakat di akhir tahun diperkirakan mendorong tekanan inflasi inti. Stabilisasi nilai tukar yang terus diupayakan yang disertai dengan demand pull yang diperkirakan mereda diperkirakan mampu menahan peningkatan tekanan inflasi inti. Sementara itu, ekspektasi inflasi diperkirakan masih cukup terkendali. Secara keseluruhan tahun, tekanan inflasi Sumatera Utara tahun 2017 masih diperkirakan berada pada kisaran 4,0%±0.5% (yoy), lebih rendah dibandingkan tahun 2016. Rendahnya tekanan inflasi pada tahun 2017 ditopang meredanya tekanan inflasi Volatile Foods seiring dengan membaiknya pasokan pangan yang terutama tersedia secara lebih merata pada awal tahun 2017. Sementara itu, tekanan inflasi 2017 terutama didorong oleh dua kelompok disagregasi lainnya yaitu inflasi inti dan Administered Price. Tekanan inflasi kelompok Administered Prices di tahun 2017 meningkat dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut disebabkan oleh implementasi kebijakan migrasi pelanggan listrik 900VA yang dilaksanakan disepanjang semester I 2017. Kebijakan lain yang meningkatkan tekanan inflasi AP adalah kenaikan biaya perpanjangan STNK pada awal tahun 2017. Selain itu, masih terdapat risiko peningkatan inflasi AP ke dapan apabila rencana penyesuaian BBM satu harga dilaksanakan di penghujung tahun 2017. Sementara itu, peningkatan tekanan inflasi inti terjadi seiring dengan relatif membaiknya daya
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 90
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 beli masyarakat pada tahun 2017 terkait dengan prakiraan perbaikan harga komoditas perkebunan. Situasi global yang masih dirundung ketidakpastian juga masih memberikan tekanan terhadap stabilitas nilai tukar. Meskipun demikian, peningkatan tekanan inflasi inti ini diperkirakan masih berada dalam level yang terkendali sehingga inflasi secara umum masih mampu terjangkar pada sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya
7.3 Rekomendasi kepada Pemerintah Daerah Pertumbuhan Ekonomi Kinerja perekonomian ke depan akan menghadapi banyak tantangan. Ketidakpastian kondisi pasar global dan penurunan harga komoditas akan menghambat pertumbuhan sektor eksternal. Selanjutnya, tidak optimalnya kinerja sektor eksternal juga akan menghambat kinerja permintaan domestik. Dengan demikian, diperlukan penguatan perekonomian dari sisi domestik yang dapat didorong oleh Pemerintah Daerah. Beberapa langkah dan rekomendasi di antaranya adalah: a. Mengoptimalkan realisasi APBD dan APBN Provinsi dan seluruh Kabupatan/Kota di Sumatera Utara khususnya untuk belanja modal terkait dengan percepatan penyelesaian proyek-proyek infrastruktur strategis. b. Menciptakan iklim investasi yang kondusif melalui percepatan reformasi struktural terutama terkait dengan aspek kemudahan dan konsistensi implementasi perizinan satu pintu dan aspek stabilitas keamanan. c. Mendorong pengembangan industri pariwisata dan sektor jasa pendukungnya sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru melalui pembangunan infrastruktur, sarana dan konektivitas, kerjasama antar daerah membangun industri pariwisata yang terintegrasi, dan pemanfaatan teknologi untuk inovasi dan efisiensi.
d. Mengembangkan hilirisasi industri yang dilaksanakan secara terintegrasi melalui peningkatan produktivitas hulu, pemetaan alokasi hilirisasi untuk ekspor dan domestik, pengembangan infrastruktur dasar, serta perluasan pasar ekspor dunia. Pengendalian Inflasi Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk pengendalian inflasi dapat terjaga pada kisaran sasaran inflasi 4±1%, diantaranya: 1. Memperkuat produksi pangan melalui perluasan atau diversifikasi areal pertanaman maupun sentra produksi baru di daerah yang tidak rentan bencana 2. Meningkatkan dan mempercepat riset terapan yang menghasilkan benih yang tahan penyakit, cuaca, dan menghasilkan produktivitas yang tinggi, disamping penggunaan teknologi tepat guna. 3. Meningkatkan program pendampingan dan pembinaan kelompok petani dalam mengantisipasi gangguan OPT yang meluas pada tahun 2016 lalu serta memperluas kesempatan petani dalam memperoleh permodalan dari perbankan. 4. Memperkuat kerja sama antar daerah melalui identifikasi pola perdagangan antar wilayah, yang dibarengi dengan pengembangan Kab/Kota sebagai penyangga pangan. 5. Mempercepat pembentukan BUMD dan BUMDes untuk memperkuat sinergi dengan Toko Tani sebagai bagian dari jaringan pangan Bulog. 6. Memperkuat basis data yang terintegrasi dalam mendukung kebijakan yang terarah dan tepat sasaran. 7. Mengintensifkan komunikasi dan kerjasama dengan distributor maupun pelaku usaha untuk membangun komitmen bersama terhadap pengendalian inflasi. 8. Meningkatkan kapasitas dan kapabilitas UMKM untuk mengembangkan industri kreatif pangan dan non-pangan.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 91
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 9. Menggiatkan program diversifikasi konsumsi pangan untuk mengurangi ketergantungan konsumsi masyarakat terhadap komoditas tertentu.
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 92
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
PROSPEK PEREKONOMIAN DAERAH 93
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
LAMPIRAN INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah)
LAMPIRAN 94
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
INDIKATOR PERBANKAN PROVINSI SUMATERA UTARA (dalam Triliun Rupiah)
LAMPIRAN 95
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
DAFTAR ISTILAH Administered Price Harga barang/jasa yang diatur oleh pemerintah, misalnya bahan bakar, penerangan, dan air serta transportasi ataupun harga barang/jasa yang dipengaruhi oleh ketentuan pemerintah misalnya tembakau dan minuman beralkohol. Base Effect Efek kenaikan/penurunannilai pertumbuhan yang cukup tinggi sebagai akibat dari nilai level variabel yang dijadikan dasar perhitungan/perbandingan mempunyai nilai yang cukup rendah/tinggi. BEC Pengklasifikasian kode barang dengan 3 digit angka yang dikelompokkan berdasarkan kegunaan utama barang berdasarkan daya angkut komoditi tersebut. Barang Modal (Capital Goods) Barang-barang yang digunakan untuk keperluan investasi, biasanya bernilai guna lebih dari 1 tahun. Bahan Baku (Raw Material) Barang-barang mentah atau setengah jadi yang akan diproses kembali oleh sektor industri. BI Rate Suku bunga referensi yang mencerminkan sikap atau arah kebijakan moneter yang ditetapkan dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia setiap bulannya dan diumumkan kepada publik. BI-RTGS Bank Indonesia Real Time Gross Settlement, merupakan proses penyelesaian akhir transaksi (settlement) pembayaran yang dilakukan per transaksi (individually processed / gross settlement) dan bersifat real time (electronically processed), di mana rekening peserta dapat didebit/ dikredit berkali-kali dalam sehari sesuai dengan perintah pembayaran dan penerimaan pembayaran.
Ceteris paribus Semua variabel di luar sistem/model dianggap konstan. CPO (Crude Palm Oil) Minyak nabati yang dihasilkan oleh buah-buahan dari kelapa sawit. Dana Pihak Ketiga (DPK) Simpanan pihak ketiga bukan bank yang terdiri dari giro, tabungan, dan simpanan berjangka (deposito). Disposable income Sejumlah uang yang dapat dapat dibelanjakan dan ditabung setelah dikurangi dengan pajak penghasilan. Ekspor dan Impor Dalam konteks PDRB adalah mencakup perdagangan barang dan jasa antar negara dan antar daerah. Financing to Deposit Ratio (FDR) atau Loan to Deposit Ratio (LDR) Rasio pembiayaan atau kredit terhadap dana pihak ketiga yang diterima oleh bank, baik dalam rupiah maupun valas. Terminologi FDR untuk bank syariah sementara LDR untuk bank konvensional. DAFTAR ISTILAH 96
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
Harga Minyak WTI Harga minyak mentah dunia yang mengacu pada sebuah ukuran kualitas bernama West Texas Intermediate atau Texas light sweet. Indeks Penjualan Barang Konstruksi Indeks yang merepresentasikan nilai penjualan dari barang-barang konstruksi. Indeks Keyakinan Konsumen Indeks yang dihasilkan oleh Survei Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian, baik saat ini maupun masa mendatang. Indeks Kondisi Ekonomi Salah satu indeks pembentuk Indeks Keyakinan Konsumen Bank Indonesia yang menggambarkan persepsi konsumen akan kondisi perekonomian pada saat ini. Inflasi IHK Kenaikan harga barang dan jasa dalam satu periode, yang diukur dengan perubahan indeks harga konsumen (IHK), yang mencerminkan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat luas. Inflasi Inti Inflasi IHK setelah mengeluarkan komponen volatile foods dan administered prices. Inflow Aliran masuk uang kartal ke Kantor Bank Indonesia. Kredit Penyediaan uang atau tagihan yang sejenis berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara Bank dengan pihak lain yang mewajibkan peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Kredit Investasi Kredit jangka menengah dan panjang untuk investasi barang modal seperti pembangunan pabrik dan pembelian mesin. Kredit Modal Kerja Kredit jangka pendek atau menengah yang diberikan untuk pembiayaan/pembelian bahan baku produksi. Kredit Konsumsi Kredit bagi perorangan untuk pembiayaan barang-barang pribadi seperti rumah (KPR-Kredit Pemilikan Rumah), kendaraan (KKB-Kredit Kendaraan Bermotor), dan lain-lain seperti Kredit tanpa agunan. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit yang diberikan oleh perbankan kepada UMKM memiliki prospek bisnis yang baik (feasible) tapi belum memiliki kemampuan mengembalikan (bankable). Dana KUR berasal dari bank pelaksana, namun dijamin sebagian besarnya oleh Pemerintah. Leading Indicators Indikator yang digunakan untuk memprediksi pergerakan atau titik balik dari suatu siklus bisnis.
DAFTAR ISTILAH 97
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Liaison Suatu kegiatan pengumpulan data statistik dan informasi yang dilaksanakan secara periodik melalui wawancara langsung kepada pelaku usaha mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha. Loan to Value (LTV) Sebuah dasar atau metode yang digunakan untuk menentukan seberapa besar pinjaman yang dapat diberikan kepada debitur berdasarkan aset yang dijadikan jaminan. Non Performing Loan (NPL) atau Non Performing Financing (NPF) Persentase kredit/pembiayaan yang masuk dalam kategori kurang lancar, diragukan, dan macet terhadap total kredit. Terminologi NPL untuk bank konvensional sementara NPF untuk bank syariah NTP (Nilai Tukar Petani) Rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang dibayar petani yang dinyatakan dalam persentase. Outflow Aliran keluar uang kartal dari Kantor Bank Indonesia. Passthrough effect Efek dari perubahan kondisi ekonomi terhadap ongkos produksi yang pada akhirnya akan berdampak pada harga retail suatu produk. Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Perjanjian yang merupakan hasil perundingan antara serikat pekerja atau beberapa serikat pekerja (yang tercatat pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan) dengan pengusaha, atau beberapa pengusaha atau perkumpulan pengusaha yang memuat syarat syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah pihak. Quarter on Quarter (qtq) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi triwulan tertentu terhadap posisi triwulan sebelumnya. PDRB Riil Produk Domestik Bruto Regional yang nilainya menggunakan harga konstan. Hal ini untuk menghilangkan pengaruh inflasi dalam mengukur pertumbuhan antar waktu. Seasonal event Kejadian yang terjadi secara musiman yang dapat mempengaruhi kondisi ekonomi dan cenderung terjadi berulang antar tahun. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) SKNBI adalah sistem transfer dana elektronik yang meliputi kliring debet dan kliring kredit yang penyelesaian setiap transaksinya dilakukan secara nasional. Sejak dioperasikan oleh Bank Indonesia pada tahun 2005, SKNBI berperan penting dalam pemrosesan aktivitas transaksi pembayaran, khususnya untuk memproses transaksi pembayaran yang termasuk Retail Value Payment System (RVPS) atau transaksi bernilai kecil (retail) yaitu transaksi di bawah Rp100 juta. SurveI Konsumen Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang dilakukan secara bulanan untuk mengetahui persepsi atau tingkat keyakinan konsumen terhadap kondisi perekonomian.
DAFTAR ISTILAH 98
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017 Survei Penjualan Eceran Survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia untuk merefleksikan pergerakan dari penjualan eceran dan dilakukan secara bulanan. Uang Kartal Alat pembayaran yang sah yang dikeluarkan dan dijamin oleh Bank Indonesia, baik berupa kertas maupun logam. Volatile Foods Komoditas yang termasuk kelompok bahan makanan, kecuali subkelompok ikan diawetkan dan bahan makanan lainnya, yang pergerakan naik turunnya harga cukup besar (volatile). Year on year (yoy) Ukuran pertumbuhan yang membandingkan posisi satu titik waktu (misal bulan atau triwulan) terhadap posisi satu titik waktu yang sama tahun sebelumnya. Pembandingan ini dilakukan untuk menghilangkan efek seasonal yang biasanya terjadi di titik waktu tertentu (misal bulan Ramadhan, tahun ajaran baru, dsb).
DAFTAR ISTILAH 99
Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi Sumatera Utara Agustus 2017
Editor
Departemen Regional 1 Divisi Asesmen dan Advisory:
Budi Trisnanto
Kontributor
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara Tim Asesmen dan Advisory:
Demina R. Sitepu Citra Agustina Rukmi Gayatri Rangga Pratama Nur Fikriyah Dzakiyah Fika Habbina
Tim Data dan SEKDA:
Fadli Putra
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi: Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Sumatera Utara Tim Asesmen dan Advisory Telp. 061-4150500 Fax. 061-4534760
DAFTAR ISTILAH 100