PROTOKOL PENGURANGAN KONFLIK GAJAH SUMATERA DI RIAU
Kerjasama BALAI KSDA PROVINSI RIAU YAYASAN WWF-INDONESIA
MARET 2006
1
DAFTAR SINGKATAN
BKSDA Ca. Ditjen DPRD HL HPH HPT HP HTI KMG KSDA LSM Pemda PHKA PKG SM TN TNBT TNTN TPGL TPPGG WWF
: : : : : : : : : : : : : : : : : : : : : :
Balai Konservasi Sumber Daya Alam Cagar Alam Direktorat Jenderal Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Hutan Lindung Hak Penguasaan Hutan Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi Hutan Tanaman Industri Konflik Manusia dan Gajah Konservasi Sumber Daya Alam Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerintah Daerah Pelestarian Hutan dan Konservasi Alam Pusat Konservasi Gajah Suaka Margasatwa Taman Nasional Taman Nasional Bukit Tigapuluh Taman Nasional Tesso Nilo Tim Pengusir Gajah Liar Tim Penilai Penanggulangan Gangguan Gajah World Wide for Nature
i
Daftar Isi
DAFTAR SINGKATAN .…............................................................................................…….....… KATA PENGANTAR .…................................................................................................................….....… Daftar isi .…................................................................................................................…............….....… Daftar Lampiran .…........................................................................................................................…
i ii iii iv
I.
PENDAHULUAN .……....................................................................................................… A. Populasi Gajah ............................................................................................................… 1. Tahun 1985 ..............................................................................….............................. 2. Tahun 1999 ............................................................................................................… 3. Tahun 2003 ............................................................................................................… B. Situasi Konflik Manusia Dengan Gajah ...........................................................… C. Ancaman Terhadap Gajah ............................................................................................…
1 1 1 1 1 1 2
II.
ARAH STRATEGY PENYELAMATAN GAJAH
.................….......................… 3
III. PENGELOLAAN HABITAT GAJAH ..........................................….…..........................… A. Dimana Gajah Sekarang Berada ............................................................… B. Strategi Pengelolaan Habitat Gajah ...............................................… 1. Melindungi dan mempertahankan keutuhan hutan habitat gajah ............................................................................................… 2. Menetapkan atau memperluas kawasan untuk konservasi gajah …...............................…….………………..………………....… 3. Pengelolaan kawasan penyangga ...............................................................
4 4 4
IV.
PENGURANGAN KONFLIK MANUSIA DAN GAJAH ............................... A. Pengurangan Konflik Langsung Di Lapangan ............................................... 1. Mengusir gajah liar kembali ke habitatnya ............................................... 2. Membuat halangan fisik ............................................................................... 3. Penangkapan dengan pemindahan/penempatan di PLG ............... 4. Dasar rekomendasi TPPGG ................................................................................ B. Peningkatan pemahaman masyarakat mengurangi KMG .............. 1. Deteksi dini kedatangan gajah ............................................................................... 2. Berbagai teknik penolak gajah ............................................................................... 3. Pengiringan dan pengusiran ................................................................................
6 6 6 6 7 8 9 9 9 9
V.
PENANGANAN INSIDEN- INSIDEN MENCELAKAI GAJAH
VI.
PEMBERIAN KO MPENSASI KEPADA MASYARAKAT .….......................… 11 A. Kondisi Pemberian Kompensasi ............................................................................… 11 B. Tahapan dan Penilaian Proses Pemberian Kompensasi ...........................… 11
Lampiran
4 4 5
…………. 10
…….........……………………………............................………................................................. 12
ii
Daftar Lampiran
1.
Peta Kantong Populasi Gajah Dan Perkiraan Daerah Pergerakannya, Serta Klasifikasi Kantong Populasi tersebut ............................................................... 13
iii
BAB I. PENDAHULUAN
A.
Populasi Gajah Di Riau
1.
Tahun 1985
Pada tahun 1985-an Raleigh A. Blouch dan Kuppin Simbolon, telah mengidentifikasi sebelas kantong-kantong pergerakan gajah di Provinsi Riau yaitu daerah Torgamba, Tanjung Medan, Riau Tengah Bahagian Utara, Koto Panjang, Lipat Kain, Langgam, Riau Tengah Bahagian Selatan, Selatan Riau, Buatan, Siak Kecil, Dataran Rendah Rokan. Jumlah keseluruhan gajah pada waktu itu diperkirakan secara kasar sebanyak 1067 sampai 1617. Ini merupakan jumlah populasi gajah yang tertinggi dari semua provinsi di Sumatera. 2.
Tahun 1999
Pada tahun 1999, berdasarkan pemantauan lapangan KSDA Provinsi Riau (dalam laporan Dinas Kehutanan Provinsi Riau, Juli 2000), ada 16 kantong populasi gajah di Riau: SM Siak Kecil; HPT Minas, Mandau, dan Bukit Kapur; SM Kerumutan; SM Bukit Rimbang Bukit Baling; SM Balai Raja; HPT Tesso Nilo, Air Hitam, dan Baserah; TN Bukitigapuluh ; HPT Serangge-Sekilo ; Kelompok Hutan Hapayan Boneng; HL Mahato; HP Bagan Siapi-Api; HPT Sungai Gansal, Keritang; HPT Tanjung Pauh; HPT Batu Gajah; HL Bukit Suligi; serta HP Tanjung Medan. Jumlah gajah pada 16 kantong populasi ini diperkirakan 709 ekor. Sebanyak 536 ekor, pada 10 kantong populasi perlu dilakukan pembinaan, sedangkan sisanya sebanyak 173 ekor pada 6 kantong populasi yaitu HPT Sungai Gangsal Keritang, HPT Tanjung Pauh, HPT Minas, Mandau, Bukit Kapur, HPT Batu Gajah, HL Bukit Suligi, dan HP Tanjung Medang perlu perhatian khusus. 3.
Tahun 2003
Pada tahun 2003, berdasarkan data yang dihimpun dari survei lapangan WWF dan BKSDA Riau, serta data sekunder lainnya, jumlah populasi gajah diperkirakan 350-430 ekor. Pada kantong populasi HPT Sungai Gansal, Keritang dan SM Kerumutan gajah diperkirakan tidak ada lagi.
B.
Situasi Konflik Manusia dan Gajah
Konflik manusia dan gajah (KMG) yang terjadi pada kantong-kantong populasi gajah cenderung terus meningkat. Ada dua perbedaan sikap yang terjadi di masyarakat dalam menghadapi KMG. Pertama, mereka tidak terlalu peduli dengan KMG dan menganggap gangguan ini adalah persoalan yang biasa mereka hadapi dari tahun ke tahun. Mereka cenderung tidak reaktif terhadap gajah. Mereka melakukan penanggulangan dengan membuka lahan secara berkelompok, melakukan ronda malam, membuat api unggun dan apabila gajah datang mereka melakukan pengusiran secara bersama dengan membuat bunyi-bunyian dan membawa obor. Kedua, mereka yang reaktif terhadap gangguan gajah yang terjadi. Gajah cenderung diperlakukan sebagai pihak yang harus disalahkan. Hal ini dipicu karena gangguan gajah yang terjadi dari tahun ke tahun semakin meningkat frekuensi dan penyebarannya, serta besarnya investasi yang telah hilang karena dirusak gajah. Penyelesaian yang ada di pikiran kelompok ini hanya satu, yaitu gajah harus disingkirkan dengan cara apapun, sehingga tidak jarang, ditemukan gajah yang mati, 1
baik disengaja atau tidak. Pada sisi lain konflik ini dijadikan isu oleh pihak-pihak tertentu untuk mendapatkan keuntungan, seperti ?menyingkirkan? gajah sehingga hutan yang tertinggal bisa dikonservasi menjadi kebun. Bila dilihat perkembangan penanganan gangguan gajah yang selama ini dilakukan, maka dapat dikatakan bahwa penanganannya masih bersifat reaktif sesaat di lapangan dan bersifat parsial atau sebagian-sebagian.
C.
Ancaman Terhadap Gajah
Ancaman terhadap gajah terjadi karena tingginya laju pembukaan hutan yang menjadi habitat gajah. Gajah yang dulunya hidup dalam satu keluarga besar, terpecah-pecah menjadi unit-unit famili yang lebih kecil untuk menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan dan menyebabkan distribusi KMG yang lebih luas dan dalam waktu yang hampir bersamaan. KMG, selain merugikan manusia juga kepada gajah itu sendiri. Masyarakat dengan berbagai cara akan melakukan penanganannya, dan seringkali cenderung mencelakai gajah. Setiap tahun ada saja ditemukan gajah mati secara tidak alami. Pada tahun 1996, 12 ekor gajah mati diracun di sebuah perkebunan kelapa sawit. Pada Mei 2002, 17 ekor gajah mati diracun di kebun masyarakat. Pada November 2004, 6 ekor gajah ditemukan mati dikebun kelapa sawit masyarakat diduga karena diracun, dan terakhir pada Bulan Februari 2006 ini 6 ekor gajah ditemukan mati, diduga karena memakan makanan beracun. Belum lagi gajah yang berkonflik, mati setelah dilakukan penangkapan. Mungkin masih banyak lagi kejadian kematian gajah yang tidak diketahui. Kegiatan perburuan gajah untuk perdagangan gading diprediksikan ke depannya akan semakin besar mengingat satwa komersial tinggi a l innya, seperti harimau semakin sulit diburu. Ada kemungkinan para pemburu ini akan mengalihkan sasarannya ke gajah karena dapat dilakukan dengan lebih mudah. Melihat kondisi dan ancaman yang ada, maka sangatlah mendesak dilakukan usaha-usaha untuk menghindarkan menurunnya populasi gajah dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat di sekitar habitat gajah.
2
BAB II. ARAH STRATEGI PENYELAMATAN GAJAH
Secara umum strategi penyelamatan gajah ke depan bertujuan agar gajah dapat hidup aman dihabitatnya sehingga tidak menimbulkan konflik manusia dengan gajah dengan kepentingan manusia. Ruang lingkup strategi penyelamatan gajah meliputi ----- PENGELOLAAN HABITAT GAJAH ------ PENGURANGAN KONFLIK MANUSIA DAN GAJAH, PENANGANAN INSIDEN-INSIDEN YANG MENCELAKAI GAJAH DI HABITATNYA ----- serta PENGELOLAAN PUSAT KONSERVASI GAJAH. Ruang lingkup dalam strategi ini merupakan satu rangkaian kegiatan yang saling terkait serta saling mendukung.
3
BAB III. PENGELOLAAN HABITAT GAJAH
A.
Dimana Gajah Sekarang Berada
Di Provinsi Riau keberadaan gajah masih ditemukan pada beberapa lokasi yang disebut kantong-kantong distribusi populasi gajah. Ada 15 kantong distribusi populasi gajah di Provinsi Riau yaitu ; (1) Di sekitar daerah Bina Fitri/Tapung/Petahapan/Batu Gajah ; (2) Di sekitar daerah Rambah Hilir/Danau Lancang ; (3) Di sekitar daerah Utara dari Dam Kota Panjang ; (4) Di sekitar daerah Koto Tangah ; (5) Di sekitar daerah Mahato/daerah di perbatasan Prov. Sumatera Utara ; (6) Di sekitar daerah Balai Raja/Rangau ; (7) Di sekitar daerah Giam Siak Kecil ; (8) Di sekitar daerah Bagan Siapi-Api ; (9) Di sekitar daerah Siabu/sebelah Timur SM Bukit Rimbang Bukit Baling/Sebelah Tenggara Bukit Bungkuk ; (10) Di sekitar daerah Kuntu/sebelah Timur dan Tenggara Bukit Rimbang Bukit Baling ; (11) Di sekitar daerah Barat Daya Tesso ; (12) Di sekitar Daerah Utara Tesso ; (13) Di sekitar daerah Tenggara Tesso Nilo ; (14) Di sekitar daerah Serangge/sebelah Barat Taman Nasional Bukit Tigapuluh (TNBT); (15) Di sekitar daerah Pemayungan/sebelah Selatan TNBT Prov. Jambi.
B.
Strategi Pengelolan Habitat Gajah
Strategi pengelolaan habitat gajah merupakan kegiatan pengurangan KMG secara jangka panjang. Kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan adalah : 1.
Melindungi dan mempertahankan keutuhan hutan habitat gajah
Untuk melindungi dan mempertahankan keutuhan hutan, dimana keberadaan gajah diketahui, perlu dilakukan identifikasi kondisi habitat. Apakah masih layak dan memadai bagi perkembangan gajah selanjutnya. Identifikasi mencakup perlakuan yang dibutuhkan untuk pembinaan habitat seperti ; Kelimpahan ketersediaan pakan, ketersediaan air dan sumber air, serta bentuk lapangan habitat ; Status populasi, pergerakan setiap kelompok gajah, permasalahan, dan ancaman yang ada perlu dimonitor dan diperbaharui. Sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pengambilan keputusan dalam kerangka penyelamatan gajah. Hasil identifikasi kondisi habitat dan populasi gajah, kantong-kantong distribusi populasi gajah di Riau dapat diklasifikasi ; Pertama sangat tidak layak dipertahankan sebagai habitat gajah ; Kedua masih dapat dipertahankan sebagai habitat gajah ; Ketiga sangat layak ditetapkan sebagai kawasan konservasi gajah. Berdasarkan kondisi ini di atas, akan menimbulkan perbedaan dalam penanganannya. 2.
Menetapkan atau memperluas kawasan untuk konservasi gajah
Penetapan kawasan untuk kawasan konservasi gajah sangat mendesak di Provinsii Riau. Sekarang minimal ada dua lokasi yang layak direkomendasikan menjadi kawasan konservasi gajah. Pertama kawasan Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) dan perluasannya menjadi minimal 100.000 ha. Kedua Kawasan Taman Nasional Bukit Tingapuluh (TNBT) dan perluasannya ke bekas konsesi HPH PT. Industries Et Forest Asiatiques (IFA). Penetapan kawasan ini bertujuan, apabila pada kondisi tertentu gajah-gajah yang berada di luar kedua habitat ini berkonflik dan harus ditangkap maka pilihan lokasi translokasinya hanya pada dua kawasan ini. Sehingga perlu mempersiapkan kawasan ini menjadi kawasan yang didisain menjadi kawasan konservasi gajah. 4
3.
Pengelolaan kawasan penyangga
Wilayah-wilayah prioritas implementasi kegiatan pengurangan KMG secara jangka panjang adalah daerah-daerah yang masih mempunyai kawasan berhutan relatif luas. Gajah masih me manfaatkan hutan tersebut sebagai habitat utamanya. Usulan sementara kawasan tersebut adalah ; Kawasan TNBT dan perluasannya, HL Bukit Batabuh dan sekitarnya ; Kawasan Taman Nasional Tesso NiloNT dan perluasannya ; SM Bukit Rimbang Bukit Baling dan sekitarnya ; Ca. Bukit Bungkuk dan sekitarnya ; Tahura Sultan Syarif Kasim dan sekitarnya ; serta SM Giam Siak Kecil dan sekitarnya. Bentuk pengelolaan kawasan penyangga yang dikaitkan dengan kawasan hutannya adalah mengatur penggunaan lahan sehingga secara alami yang dapat mengurangi konflik gajah, seperti kombinasi pengunaan lahan “hutan – akasia – penggunaan untuk masyarakat”.
5
BAB IV. PENGURANGAN KONFLIK MANUSIA DAN GAJAH
Konflik manusia dan gajah harus dipahami sebagai akibat karena adanya tumpang tindih penggunaan ruang oleh manusia dan gajah. Secara umum pilihan untuk menghindari KMG adalah membuat halangan fisik guna menahan laju gerakan gajah dan pilihan lain memindahkan gajah. Masyarakat yang melakukan usaha di lokasi yang mengalami KMG harus siap dengan kerugian yang akan terjadinya. Pengurangan KMG secara sistematis dapat dilakukan dengan dua bentuk : Pertama,
Pengurangan KMG langsung dilapangan yang merupakan pengurangan konflik jangka pendek dan menengah.
Kedua,
Peningkatan pemahaman masyarakat untuk mengurangi KMG secara swadaya dengan tidak harus mencelakai gajah.
A.
Pengurangan KMG Langsung Di Lapangan
1.
Mengusir gajah liar kembali ke habitatnya.
strategi
Pada semua daerah yang diketahui keberadaan gajah, KMG potensia l dapat terjadi sepanjang tahun. Untuk menghindari insiden-insiden yang mencelakai gajah dan manusia, sangat diperlukan tindakan yang dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat yang sedang mengalami gangguan gajah. Berdasarkan ini pembentukan Tim Pengusir Gajah Liar (TPGL), sebagai strategi pengurangan KMG jangka pendek sangat diperlukan. Tim inilah yang pertama terjun ke lapangan setelah menerima laporan adanya gangguan gajah liar. Sehingga masyarakat tidak dibiarkan sendiri menghadapi gangguan gajah. Tim ini dapat dioperasikan pada seluruh daerah yang selama ini diketahui keberadaan gajah. Tim ini dibentuk secara bersama oleh BKSDA dan Dinas Kehutanan Prov. Riau. Satu tim TPGL terdiri dari minimal 2 ekor gajah terlatih, 4 orang mahout dan 4 orang polhut. TPGL ini diperlengkapi berbagai peralatan mengusir gajah liar, termasuk satu mobil pik-up. Pada tahap uji coba untuk Provinsi Riau dibutuhkan 2 tim. Hasil kerja TPGL dalam melakukan pengusiran pada setiap daerah yang mengalami KMG akan menjadi dasar tindak lanjut kegiatan kedepan. Jika tim ini berhasil mengusir gajah liar kembali ke habitatnya, apa yang harus dilakukan untuk mengatasi gangguan dimasa datang. Kemudian apabila tidak berhasil melakukan pengusiran bahkan KMG tetap terjadi, maka apa tindakan selanjutnya yang harus dilakukan akan. Jadi setelah TPGL bekerja, tindak lanjut kegiatan akan dibahas oleh Tim Penilai Penanggulangan Gangguan Gajah (TPPGG). 2.
Membuat halangan fisik
Pembuatan halangan fisik untuk pengurangan KMG, merupakan strategi jangka menengah. Teknik yang dapat dilakukan adalah (-) Penyediaan ruang penyangga antara gajah dan manusia seperti akasia ; (-) Pembuatan kanal ; dan (-) Pembuatan berbagai macam pagar, atau kombinasi ketiganya. Kunci keberhasilan menggunakan halangan fisik terletak pada upaya pemeliharaannya. Secanggih atau semahal apapun teknologi halangan yang diterapkan, tidak akan banyak artinya jika tidak diikuti dengan upaya pemeliharaan secara reguler. Untuk menghindarkan kesulitan dalam pemeliharaan sebaiknya peralatan yang dipilih murah dan mudah pemeliharaannya. 6
3.
Penangkapan dengan pemindahan/penempatan di PLG
Pengurangan KMG melalui penangkapan merupakan pilihan terkhir dan dalam keadaan amat terpaksa karena tidak ada alternatif lain. Apabila penangkapan harus dilakukan masih dibedakan menjadi dua tujuan yaitu penangkapan untuk pemindahan dan penangkapan untuk ditempatkan di Pusat Konservasi Gajah (PKG). Beberapa prasyarat atau prakondisi yang harus dipertimbangkan oleh TPPGG dalam memutuskan penangkapan gajah antara lain : a.
Pemindahan
Penangkapan yang dilakukan untuk pemindahan perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut :
b.
Pertama,
Dilihat dari sisi gajah. Mengapa individu gajah itu harus ditangkap dan dipindahkan, apakah gajah tersebut telah membahayakan.
Kedua,
Dilihat dari sisi habitat. Apakah habitat sekarang masih atau tidak dapat memberikan daya dukung untuk hidup bagi gajah.
Ketiga,
Dilihat dari kondisi habitat ditempat pemindahan. Apakah tempat pemindahan mampu mendukung kebutuhan hidup gajah dan dapat menjamin keamanan gajah dan manusia yang hidup disekitarnya.
Keempat,
Dilihat dari prosedur dan kemampuan melakukan penangkapan, pengangkutan, pelepasan, serta pembiayaannya. Apakah sudah memenuhi syarat sehingga gajah yang dipindahkan tidak mengalami luka atau stres yang dapat berakibat kematian gajah.
Kelima,
Dilihat dari pemantauan yang akan dilakukan setelah pelepasan. Apakah pemantauan dapat dilakukan secara efektif (siapa, bagaimana, dan dukungan dana).
Keenam,
Dilihat dari otoritas yang memutuskan untuk penangkapan. Apakah keputusan PHKA menangkap gajah yang berkonflik telah didasari hasil analisis dan rekomendasi Tim TPPGG.
Ditempatkan di PKG
Penangkapan yang dilakukan untuk ditempatkan di PKG perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut : Pertama,
Dilihat dari sisi gajah, mengapa individu gajah tersebut harus ditangkap dan ditempatkan di PKG, apakah gajah tersebut telah membahayakan.
Kedua,
Dilihat dari sisi habitat. Apakah habitat sekarang masih atau tidak dapat memberikan daya dukung untuk hidup bagi gajah.
Ketiga,
dilihat dari prosedur dan kemampuan melakukan penangkapan, pengangkutan, serta pembiayaannya. Apakah sudah memenuhi persyaratan, sehingga gajah yang akan dibawa ke PKG tidak mengalami luka atau stres yang mengakibatkan kematian.
Keempat,
Dilihat dari sisi kesiapan PKG. Apakah masih mampu menerima gajah, memeliharanya (menjinakkan dan melatihnya), sehingga di PKG gajahnya tidak terlantar. Kesiapan PKG termasuk kemampuan dalam membiayai pemeliharaan selama gajah itu hidup.
Kelima,
Dilihat dari otoritas yang memutuskan untuk penangkapan. Apakah keputusan PHKA menangkap gajah yang berkonflik telah didasari hasil analisis dan rekomendasi Tim TPPGG. 7
Berdasarkan penilaian di atas TPPGG akan merekomendasikan tindakan yang harus dilakukan. Apabila direkomendasikan penangkapan maka TPPGG mengirim surat kepada Ditjen PHKA meminta persetujuan untuk penangkapan gajah liar yang berkonflik. Tim Penilai Penanggulangan Gangguan Gajah (TPPGG) dibentuk melalui Keputusan Gubernur. Anggotanya terdiri dari anggota tetap dan tidak tetap. Anggota tetap terdiri dari : Staf BKSDA Provinsi, Staf Dinas Kehutanan Provinsi, dan Unsur LSM ; Dan anggota tidak tetap yang ditetapkan berdasarkan wilayah dimana konflik terjadi, secara umum dapat terdiri dari atas Staf Dinas Kehutanan dan Sosial Kabupaten, serta Anggota DPRD Kabupaten pada komisi terkait. 4.
Dasar Rekomendasi TPGG
Berdasarkan luas hutan alam yang masih tersisa, laju perubahan fungsi hutan alam menjadi penggunaan lain baik secara legal maupun tidak legal ; serta intensitas konflik yang terj adi, maka kantong-kantong distribusi populasi gajah dapat dibagi menjadi 3 katagori dimana rekomendasi penanganan dapat dilakukan : a.
Daerah yang tidak layak dipertahankan sebagai habitat gajah.:
Daerah-daerah tersebut adalah : (1) Di sekitar daerah Bina Fitri/Tapung/Petahapan ; (2) Di sekitar daerah Rambah Hilir/Batu Gajah/Danau Lancang ; (4) Di sekitar daerah Koto Tangah ; (5) Di sekitar daerah Mahato/daerah di perbatasan Prov. Sumatera Utara. : (6) Di sekitar daerah Balai Raja/Rangau/Libo Blok, Penanganan KMG yang direkomendasikan adalah :
b.
-
Pembinaan habitat dan buffer zone,
-
Berbagai penanganan KMG di lapangan tanpa penangkapan gajah,
-
Melakukan penangkapan gajah yang berkonflik untuk dipindahkan,
-
Mela kukan penangkapan gajah yang berkonflik untuk ditempatkan di PKG.
Daerah yang masih dapat dapat dipertahankan sebagai habitat gajah :
Daerah-daerah tersebut adalah ; (3) Di sekitar daerah Utara dari Dam Kota Panjang; (7) Di sekitar daerah Giam Siak Kecil ; (8) Di sekitar daerah Bagan Siapi-Api ; (9) Di sekitar daerah Siabu/sebelah Timur SM Bukit Rimbang Bukit Baling/Sebelah Tenggara Bukit Bungkuk ; (10) Di sekitar daerah Kuntu/sebelah Timur dan Tenggara Bukit Rimbang Bukit Baling ; (11) Di sekitar daerah Ba rat Daya Tesso. Penanganan konflik gajah yang direkomendasikan adalah :
c.
-
Pembinaan habitat dan buffer zone,
-
Berbagai penanganan KMG di lapangan tanpa penangkapan gajah,
-
Melakukan penangkapan gajah yang berkonflik untuk dipindahkan,
Daerah yang sangat layak ditetapkan sebagai kawasan konservasi gajah. :
Daerah- Daerah tersebut adalah (12) Di sekitar Daerah Utara Tesso ; (13) Di sekitar daerah Tenggara Tesso Nilo ; (14) Di sekitar daerah Serangge/sebelah Barat Taman Nasional Bukit tigapuluh ; (15) Di sekitar daerah Pemayungan/ Selatan TNBT, Prov. Jambi. Penanganan konflik gajah yang direkomendasikan adalah :
-
Pembinaan habitat dan buffer zone,
-
Berbagai penanganan KMG di lapangan tanpa penangkapan gajah dan tindakan intensif dan permanen untuk mengurangi KMG secara terus menerus 8
B.
Peningkatan pemahaman masyarakat dalam penanggulangan konflik
Pengurangan KMG merupakan berbagai kegiatan yang terintegrasi dan kombinasi. Masyarakat yang mengalami gangguan gajah atau berpotensi untuk mengalami gangguan harus dilibatkan secara terus menerus dalam penanganannya. Pelatihan dan peningkatan kemampuan terhadap teknik pengurangan konflik juga perlu dilakukan dengan melibatkan seluruh pihak yang terkait. Gajah akan terus mencoba masuk ke kebun. penanganan yang dilakukan. Kita juga belajar dari Apabila gajah bisa melewati tindakan penanganan harus segera dilakukan untuk memperbaikinya. dilakukan masyarakat untuk mengurangi KMG adalah
Mereka belajar dari tindakan tindakan yang dilakukan gajah. yang kita buat, maka evaluasi Beberapa kegiatan yang dapat :
1.
Deteksi dini kedatangan gajah. Pada daerah yang sering terjadi KMG, masyarakat harus setiap waktu berada di lahan pertanian yang akan diserang gajah. Informasi kedatangan gajah perlu diketahui sedini mungkin dan segera disebarluaskan kesegenap anggota masyarakat yang akan terlibat dalam penanggulangannya. Beberapa teknik untuk menjaga lahan dan mengetahui kedatangan gajah secara dini antara lain : Membangun sistem informasi antar desa tentang kedatangan gajah dan arah pergera kannya ; Membuat menara pengintai pada lokasi-lokasi dimana biasanya gajah datang ; Memasang kawat informasi sedemikinan rupa pada tempat-tempat tertentu atau sekeliling lahan sehingga pemilik lahan akan mengetahui kedatangan gajah ; dan lainnya.
2.
Berbagai peralatan untuk penolak gajah. Pada daerah yang sering terjadi KMG, untuk menghalangi masuknya gajah ke dalam areal pertanian dapat menggunakan berbagai teknik penolak gajah. Menggunakan alat penghasil bunyi seperti meriam paralon, mercon, dan drum. Menggunakan alat penghasil bau, seperti membakar campuran tahi gajah dengan cabe, tembakau. Menggunakan api, seperti pemasangan lampu teplok, obor, dan pembuatan api unggun. Semua peralatan ini diletakkan pada tempat-tempat dimana telah diketahui jalur masuk dan jalan gajah.
3.
Pengiringan dan pengusiran Pengiringan/pengusiran gajah dilakukan apabila gajah telah masuk ke kawasan budidaya masyarakat. Penggiringan atau mengusir dengan cara menyakiti gajah, menembak dengan menggunakan senjata api rakitan atau memaksa gajah yang mempunyai anak yang masih kecil untuk pergi harus dihindari. Ini akan membuat gajah menjadi stres, agresif, dan akhirnya menjadi lebih berbahaya. Pengiringan harus dilakukan oleh orangorang yang mengerti perilaku gajah atau telah biasa dalam hal ini dapat dilakukan oleh TPGL dengan bantuan dan dukungan kelompok-kelompok patroli swadaya pada setiap desa atau pada setiap kelompok daerah budidaya.
9
BAB V. PENANGANAN INSIDEN-INSIDEN MENCELAKAI GAJAH
Di Provinsi Riau berdasarkan pengamatan dan pencatatan selama ini menunjukan bahwa populasi gajah liar di alam terus berkurang. Setiap tahun selalu dilaporkan adanya gajah mati karena diracun, ditangkap karena berkonflik dengan manusia kemudian mati, atau mungkin karena perburuan. KM G selain merugikan manusia juga merugikan gajah, yang apabila tidak ditangan dengan baik dapat menyebabkan kepunahan gajah. Pada bagian ini pembahasan lebih diarahkan supaya setiap peristiwa KMG yang terjadi selalu terpantau dan tercatat. Beberapa kegiatan yang dilakukan adalah : 1.
Membangun jaringan informasi dari masyarakat setempat untuk memantau dan melaporkan konflik dan tindakan-tindakan yang mencelakai gajah dihabitatnya.
2.
Menetapkan mekanisme baku, bagaimana tindakan yang dilakukan ketika diterima informasi kematian gajah di lapangan antara lain memuat : a. Pihak yang berwenang (TPPGG) melakukan pengecekan di lapangan; b. Apabila kesimpulan yang didapatkan tim di lapangan, menyebutkan gajah mati karena dibunuh dengan sengaja, maka tim segera melaporkan ke otoritas untuk ditindaklanjuti proses hukumnya. c.
3.
Memproses bangkai gajah untuk diotopsi dan diamankan menurut aturan yang berlaku.
Menetapkan tindakan yang dilakukan ketika diterima informasi bahwa masyarakat setempat melakukan aktivitas-aktivitas yang mencelakai gajah dihabitatnya, dengan a. Pihak berwenang melakukan investigasi di lapangan; b. Apabila temuan menunjukan bahwa masyarakat melakukan kegiatan itu untuk mengurangi konflik, maka tindakan penyadaran dan bantuan penanganan konflik harus segera dilakukan; c. Apabila kegiatan itu sengaja dilakukan untuk mendapatkan gading gajah maka harus ditindaklanjut dengan proses hukum sesuai peraturan perundangan yang berlaku.
10
BAB VI. PEMBERIAN KOMPENSASI KEPADA MASYARAKAT
A.
Kondisi Pemberian Kompensasi
Pemberian kompensasi kepada masyarakat yang mengalami kerugian karena adanya KMG harus dilihat dalam kerangka penyelamatan gajah. Kompensasi diberikan didasarkan pada perhitungan kerugian secara umum yang dilakukan oleh TPPGG yang ditunjuk untuk itu. Setiap tahun pemerintah mengalokasikan dana untuk masyarakat yang menderita kerugian karena berkonflik dengan gajah. Penetapan kriteria-kriteria penghitungan kerugian atau kriteria untuk menetapkan masyarakat yang berhak mendapat kompensasi harus dibuat. Beberapa kondisi yang dapat dipergunakan sebagai dasar pemberian kompensasi antara lain : Pertama, Masyarakat yang terkena konflik, mengalami kematian atau cedera yang mengakibatkan cacat seumur hidup. Kematian atau cacat ini diakibatkan oleh serangan gajah secara langsung. Kompensasi tidak akan diberikan kepada masyarakat yang mengalami kematian atau cacat yang tidak diakibatkan langsung oleh gajah (misalnya seseorang yang mengendarai sepeda motor terkejut melihat gajah, jatuh sehingga cacat atau mati). Kedua,
Masyarakat yang mati atau cacat seumur hidup akibat serangan langsung gajah. Kompensasi diberikan kepadaa masyarakat umum yang mempertahankan kebunnya, bukan pegawai perusahaan perkebunan yang memang bertugas mengusir gajah (merupakan tanggung jawab perusahaan mengasuransikan tenaga kerjanya).
Ketiga,
Kebun, rumah, atau kekayaan lain masyarakat yang dirusak gajah tidak akan diberi kompensasi, karena mereka tetap bertahan berada di daerah habitat gajah; semua resiko harus telah diantisipasi oleh masyarakat.
Keempat, Masyarakat yang mati atau cacat akibat serangan langsung gajah tidak menerima kompensasi apabila serangan langsung oleh gajah yang diterima, karena rasa frustasi akibat konflik sehingga secara membabi buta mengusir gajah tanpa memikirkan keselamatan sendiri.
B.
Tahapan Dan Penilaian Proses Pemberian Kompensasi
Kompensasi diberikan kepada masyarakat yang mengalami kerugian karena berkonflik dengan gajah. Untuk sampai kepada keputusan pemberian kompensasi, diperlukan beberapa langkah penilaian sebagai bahan pertimbangan: 1.
Adanya laporan masyarakat dan dikuatkan oleh pemerintah atau aparat desa.
2.
TPPGG akan melakukan peninjauan lapangan secara langsung dan melakukan rekonstruksi lagi proses kejadian dan kemudian membuat penilaian.
3.
TPPGG melaporkan hasil penilaiannya kepada Bupati yang berhak membuat keputusan untuk menolak atau memberikan kompensasi beserta besarnya biaya yang akan dibayarkan. Untuk kematian sebesar,.Rp............. untuk cacat seumur hidup termasuk biaya rumah sakit Rp. ................
4.
Pemda Kabupaten akan memberikan dana kompensasi kepada ahli waris secara langsung atau dikembangkan inisiasi kerjasama dengan perusahaan asuransi.
11
Lampiran
1.
Peta Kantong Populasi Gajah Dan Perkiraan Daerah Pergerakannya, Serta Klasifikasi Kantong Populasi tersebut
12