Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
PROTEIN TAHAN DEGRADASI RUMEN UNTUK DOMBA BUNTING DAN LAKTASI: RESPON PERTUMBUHAN ANAK PRASAPIH (Rumen Undegradable Protein for Pregnant and Lactation Ewes: Response on Growth of Preweaning Lamb) WISRI PUASTUTI dan I-W. MATHIUS Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
ABSTRACT Feeding protein feed needs to consider the level of protein degradation in the rumen. This study aimed to evaluate the lamb preweaning growth response doe to the use of a protected protein soybean meal and fish meal in the ration of pregnant and lactating ewes. The trial used in a number of 18 pregnant sheep. Ewes fed the basic ration of chopped fresh Elephant grass some 2% of the BH (live weight) and a commercial concentrate of 1.5% BH. Commercial concentrate was formulated on crude protein (CP) 16% and Total Digestible nutrients (TDN) 70%. Further into the concentrate is added 5% protein supplement as treatment, namely BK = soybean meal; BKT = protected soybean meal; IT = fish meal. Feeding trial was done during the two month early period and two months late pregnant. The design used was randomized design with a number of groups of five. The results showed that there was no difference among the three treatments in terms of total weight at birth, weight of individual lambs born, litter size, growth and wean the child. Preweaning growth of lamb ranged from 157.88 to 164.19 g/head with weaning weight from 13.70 to 13.87 kg. It is concluded that diets with undegradable protein sources of BKT and TI to produce growth and lamb weaning weight did not differ with BK. Key Words: Rumen Undegradagble Protein, Soybean Meal, Fish Meal, Lamb ABSTRAK Pemberian protein pakan perlu mempertimbangkan tingkat degradasinya di dalam rumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan protein bungkil kedelai yang diproteksi dan tepung ikan dalam ransum domba induk bunting dan laktasi terhadap respon pertumbuhan anak domba prasapih. Digunakan ternak domba bunting sejumlah 18 ekor. Ternak diberi pakan dasar berupa cacahan rumput Gajah segar sejumlah 2% dari BH (bobot hidup) dan konsentrat komersial sejumlah 1,5% BH. Konsentrat komersial memiliki kadar protein kasar (PK) 16% dan Total Digestible Nutrient (TDN) 70%. Selanjutnya ke dalam konsentrat tersebut ditambahkan 5% suplemen protein sebagai perlakuan, yaitu BK = bungkil kedelai; BKT = bungkil kedelai terproteksi; TI = tepung ikan. Pemberian pakan dilakukan selama 2 bulan masa bunting tua dan 2 bulan pascaberanak. Rancangan yang dipergunakan adalah rancangan acak dengan jumlah kelompok sebanyak 5. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan diantara ketiga perlakuan dalam hal bobot lahir total, bobot lahir individu anak domba, litter size, pertumbuhan dan bobot sapih anak. Pertumbuhan anak prasapih berkisar antara 157,88 – 164,19 g/ekor dengan bobot sapih 13,70 – 13,87 kg. Dapat disimpulkan bahwa ransum dengan sumber protein tahan degradasi rumen dari BKT dan TI menghasilkan pertumbuhan dan bobot sapih anak domba yang tidak berbeda dengan BK. Kata Kunci: Protein Tahan Degradasi, Bungkil Kedelai, Tepung Ikan, Domba
PENDAHULUAN Energi dan protein merupakan nutrien utama yang diperhitungkan formulasi ransum. Pemberian protein memperhatikan tingkat degradasinya di
unsur dalam perlu dalam
rumen. Protein dengan tingkat degradasi tinggi akan dirombak dengan cepat oleh mikroba rumen menghasilkan zat antara berupa amonia. Kecepatan perombakan protein seringkali tidak diikuti dengan kecepatan penggunaan amonia untuk sintesis protein mikroba, sehingga
487
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
pemberian protein dengan tingkat degradasi tinggi pada ruminansia seringkali menjadi tidak efisien. Sebaliknya substitusi protein tahan degradasi (PTD) rumen dengan jumlah tinggi akan membatasi sintesis protein mikroba (STERN et al., 1994; FIRKINS et al., 2007). Dengan kata lain pemberian protein harus memperhitungkan keseimbangan antara protein yang memiliki tingkat degradasi tinggi dan tahan degradasi. Pemberian PTD rumen dapat meningkatkan produksi susu telah direkomendasikan sebelumnya oleh NRC (1989). Secara umum ternak yang berproduksi tinggi kebutuhan proteinnya tidak cukup jika hanya dari protein mikroba saja, tetapi lebih banyak dari pasokan PTD rumen (SARCICEK, 2000). Meningkatnya pasokan PTD rumen pada taraf menengah dan tinggi dapat meningkatkan produksi dan kadar lemak susu (LEE et al., 2001). Strategi pemberian protein pada sapi perah perlu memperhatikan jumlah PTD rumen, tanpa mengabaikan ketersediaan protein untuk mikroba rumen (PUASTUTI dan YULISTIANI, 2008). Berdasarkan pemahaman tersebut maka terhadap bahan pakan sumber protein yang berkualitas namun memiliki tingkat degradasi rumen yang terlalu tinggi perlu dilakukan perlindungan. Seperti contohnya pada bungkil kedelai, melalui proses pemanasan dapat menurunkan kecernaan rumen dan meningkatkan jumlah protein tahan degradasi rumen. Bungkil kedelai pada umumnya memiliki kelarutan nitrogen sebesar 39,4% dari bahan keringnya. Melalui proses ekstrusi dengan suhu yang ditingkatkan dari 120 sampai 140ºC dapat menurunkan kelarutan nitrogen bungkil kedelai dari 16,6% menjadi 11,0% atau turun sebesar 63% (LEE et al., 2006). Cara perlindungan protein lain dapat dilakukan dengan pemberian formalin (KANJANAPRUTHIPONG et al., 2002), pemberian tanin yang berasal dari batang pisang (PUASTUTI et al., 2006) dan encapsulation. Tujuan perlindungan adalah untuk mengurangi tingkat degradasi protein oleh mikroba di dalam rumen. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penggunaan protein bungkil kedelai yang diproteksi dan tepung ikan dalam ransum domba induk bunting dan laktasi terhadap respon pertumbuhan anak domba prasapih.
488
MATERI DAN METODE Induk domba bunting tua sampai laktasi diberikan ransum dengan kandungan energi dan protein yang cukup untuk memenuhi kebutuhan bagi perkembangan janin dan produksi susu. Sebagai perlakuan adalah pemberian protein tahan degradasi rumen yang dimaksudkan untuk menambah pasokan protein asal mikroba rumen. Bahan pakan sumber protein yang digunakan pada penelitian ini adalah tepung ikan dan bungkil kedelai. Bungkil kedelai terproteksi cairan batang pisang dibuat dengan metode PUASTUTI et al. (2006). Cairan batang pisang diperoleh dengan cara mengekstrak batang pisang (digunakan jenis ambon hijau) yang telah dipanen pisangnya. Dibuat campuran antara bungkil kedelai dengan cairan batang pisang dengan imbangan 2 : 1 (b/v). Campuran dikeringkan dalam oven pada suhu 40 – 50ºC selama 2 × 24 jam. Campuran yang kering siap digunakan sebagai sumber protein terproteksi. Tepung ikan yang memiliki tingkat degradasi dalam rumen < 40% digunakan sebagai pembanding bungkil kedelai terproteksi. Pengujian ransum percobaan digunakan ternak domba bunting sejumlah 18 ekor. Ternak diberi pakan dasar berupa cacahan rumput Gajah segar sejumlah 2% dari BH (bobot hidup) dan konsentrat komersial sejumlah 1,5% BH. Konsentrat komersial memiliki kadar protein kasar (PK) 16% dan Total Digestible Nutrient (TDN) 70%. Selanjutnya ke dalam konsentrat tersebut ditambahkan 5% suplemen protein. Secara lengkap susunan ransum percobaan disajikan pada Tabel 1. Penelitian dilaksanakan selama bunting dan laktasi, dengan rincian masing-masing selama 2 bulan. Peubah yang diamati adalah jumlah anak sekelahiran, bobot lahir, pertumbahan bobot hidup dan mortalitas. Penimbangan bobot lahir anak domba dilakukan sesaat setelah lahir dan pertumbuhan diukur dengan melakukan penimbangan setiap minggu sebelum induk diberi pakan. Rancangan yang dipergunakan adalah rancangan acak kelompok yang didasarkan pada bobot induk awal percobaan. Untuk menguji perbedaan diantara perlakuan dilakukan uji kontras (STEEL dan TORRIE, 1980).
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
Tabel 1. Susunan ransum percobaan Uraian
BK
BKT
TI
Rumput
50,00
50,00
50,00
Konsentrat komersial GTO3
40,00
40,00
40,50
Comin block
5,00
5,00
5,00
Komposisi bahan pakan (%)
Protein Tambahan Bungkil Kedelai
5,00
Bungkil Kedelai Terproteksi
5,00
Tepung Ikan
4,50
Komposisi kimia (%)*) Bahan kering
92,82
92,82
92,74
Protein kasar
14,07
14,07
14,39
Lemak kasar
3,31
3,31
2,87
Serat kasar
26,14
26,14
24,60
Abu
15,23
15,23
14,65
TDN
70,00
70,00
70,00
Ca
3,44
3,44
3,35
P
0,54
0,54
0,61
*) Perhitungan berdasarkan hasil analisa Laboratorium Balai Penelitian Ternak, Ciawi, Bogor BK: bungkil kedelai; BKT: bungkil kedelai terproteksi; TI: tepung ikan
HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot hidup anak domba prasapih Induk domba diberi ransum dengan suplemen protein berbeda, namun menghasilkan bobot lahir total, bobot lahir individu anak domba dan litter size yang tidak
berbeda (Tabel 2). Pemberian suplemen protein yang berbeda menghasilkan bobot lahir yang serupa pada anak secara individu maupun totalnya, demikian juga jumlah anak sekelahiran (litter size). Variasi yang tinggi di dalam kelompok perlakuan menyebabkan hasil menjadi tidak berbeda nyata. Mortalitas domba anak sampai umur sapih (dua bulan)
Tabel 2. Rataan bobot hidup dan pertumbuhan domba anak dari induk yang mendapat ransum dengan suplemen protein berbeda Uraian
BK
BKT
TI
Total bobot lahir (kg/induk)
5,50±2,26
5,25±1,55
4,83±1,05
Bobot lahir individu (kg/ekor)
3,30±0,85
2,92±0,76
3,07±0,99
Litter size (ekor/induk)
1,83±1,17
2,00±1,00
1,83±0,98
0,50
0,60
0,50
PBHH anak (g/e)
164,19±58,47
163,98±78,87
157,88±51,57
Bobot sapih (kg/e)
13,87±4,25
13,84±5,45
13,70±4,24
Mortalitas (e/induk)
Huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P < 0,05) PBHH: Pertambahan Bobot Hidup Harian
489
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
relatif tinggi yaitu 0,5 – 0,6 ekor/induk dengan rataan litter size 1,8 – 2,0 ekor/induk, namun tidak dipengaruhi oleh perbedaan suplemen protein dalam ransum. Hasil percobaan ini serupa dengan yang dilaporkan oleh PUASTUTI et al. (2006) bahwa penggunaan bungkil kedelai terproteksi cairan batang pisang tidak menghasilkan PBHH yang berbeda dengan bungkil kedelai tanpa proteksi. Adapun jumlah anak sekelahiran lebih dari dua ekor mempunyai kecenderungan mati karena kalah bersaing dengan domba anak lainnya yang lebih kuat (bobot lahir lebih besar). Keadaan ini terjadi pada domba yang mendapat ransum dengan BKT dengan litter size 2. Bobot lahir yang tidak berbeda juga menghasilkan PBHH anak yang tidak berbeda dan konsekuensinya bobot sapih yang dicapai juga serupa. Bila dilihat dari pertumbuhan domba anak secara individu sejak lahir hingga umur sapih maka tampak ransum dengan BKT paling rendah sementara BK dan TI lebih baik (Gambar 1). Dengan bobot lahir yang relatif sama memiliki pola pertumbuhan yang berbeda sehingga diperoleh bobot sapih yang berbeda karena pengaruh suplemen protein. Domba dari induk yang mendapat ransum TI mula-mula pertumbuhannya lambat bila dibandingkan dengan BK, tetapi mulai umur enam minggu
domba yang diberi ransum TI menjadi lebih baik, terutama dibandingkan dengan ransum BKT. Domba anak mulai makan konsentrat dan rumput terutama bagian daun. Konsentrat yang mengandung tepung ikan mendukung pertumbuhan domba lebih baik. Mendukung hasil penelitian sebelumnya, bahwa ransum dengan sumber protein tepung ikan menghasilkan PBHH tertinggi pada domba jantan muda dibandingkan dengan bungkil biji kapok dan bungkil kedelai (PUASTUTI, 2005). Lebih lanjut dinyatakan oleh LITHERLAND et al. (2000) bahwa ransum dengan suplemen protein yang berbeda tingkat kecernaannya menghasilkan pertumbuhan yang berbeda. NILAI KONVERSI RANSUM Nilai kualitas ransum bisa dilihat dari nilai konversi ransumnya. Nilai konversi penggunaan ransum yang dihitung bedasarkan konsumsi total ransum oleh induk terhadap pertumbuhan domba anak disajikan pada Gambar 2. Penggunaan ransum untuk mendukung pertumbuhan induk dan anak tidak dipengaruhi oleh perbedaan suplemen ptotein, tetapi ransum TI dan BK mempunyai efisiensi yang lebih baik dibandingkan dengan BKT.
14
B obot hidup (k g)
12 10 8 R1
6
R2 4
R3
2 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Minggu ke Gambar 1. Pertumbuhan domba anak secara individu periode prasapih
490
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2010
10,27
Nilai K onv ersi
10,4 10,2 10 9,65
9,58
9,8 9,6 9,4 9,2 BK
BKT
TI
Gambar 2. Konversi ransum dari ketiga suplemen protein yang berbeda
KESIMPULAN
Ransum dengan sumber protein tahan degradasi rumen dari BKT dan TI menghasilkan pertumbuhan dan bobot sapih anak domba yang tidak berbeda dengan BK. DAFTAR PUSTAKA NRC (National Research Council). 1989. Nutrien Requirement of Dairy Cattle. Volume 6th. Revised. National Academy Press, Washington DC. FIRKINS, J.L., Z. YU and M. MORRISON. 2007. Ruminal nitrogen metabolism: Perspectives for integration of microbiology and nutrition for dairy. J. Dairy Sci. 90 Suppl: E1 – 16. KANJANAPRUTHIPONG, J., C. VAJRABUKKA and S. SINDHUVANICH. 2002. Effect of formalin treated soy bean as a source of rumen undegradable protein on rumen functions of non lactating dairy cows on concentrate based diets. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 15: 1439 – 1444. LEE, S.W., J.S. YANG, Y. CHOUINARD and B. NGUYEN VAN. 2006. Effect of dietary soybeans extruded at different temperatures on dairy cow milk composition. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 19: 541 – 548. LEE, M.C, S.Y. HWANG and P.W.S. CHIOU. 2001. Application of rumen undegradable protein on early lactating dairy goats. Asian-Aust. J. Anim. Sci. 14: 1549 – 1554.
LITHERLAND, A.J., T. SAHLU, C.A. TOERIEN, R. PUCHALA, K. TESFAI and A.L. GOETSCH. 2000. Effect of dietary protein source on mohair growth and body weight of yearling angora doelings. Small Ruminant Res. 38: 29 – 35. PUASTUTI, W. 2005. Tolok Ukur Mutu Protein Ransum dan Relevensinya dengan Retensi Nitrogen serta Pertumbuhan Domba. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. PUASTUTI, W. and D. YULISTIANI. 2008. Effect of Dietary Protein in Dairy Goat. Proceedings of International Seminar on Production Increases in Meat and Dairy Goats by The Incremental Improvement in Technology and Infrastructure for Small-scale Farmer in Asia. August 04-08, 2008. hlm. 63 – 67. PUASTUTI, W., I-W. MATHIUS dan D. YULISTIANI. 2006. Bungkil kedelai terproteksi cairan batang pisang sebagai pakan imbuhan ternak domba: In sacco dan in vivo. JITV 11: 106 – 115. SARICICEK, B.Z. 2000. Protected (by-pass) protein and feed value of hazelnut kernel oil meal. AJAS. Sci. 1: 317 – 322. STERN, M.D., G.A. VARGA, J.H. CLARK, J.L. FIRKINS, J.T. HUBER and D.L. PALMQUIST. 1994. Evaluation of chemical and physical properties of feeds that affect protein metabolism in the rumen. J. Dairy Sci. 77: 2762 – 2786.
491