PROSPEK PENERAPAN SISTEM ELECTRONIC VOTING (E-VOTING) PADA PEMILIHAN UMUM DI INDONESIA Karya Tulis Ilmiah Mahasiswa Berprestasi Program Sarjana
ASEP SURYANA 20120510364
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2016
i
LEMBAR PENGESAHAN a. Judul Makalah
: Prospek Penerapan Sistem Electronic Voting (EVoting) pada Pemilihan Umum di Indonesia
b. Penulis Nama Lengkap
: Asep Suryana
NIM
: 20120510364
Jurusan
: Hubungan Internasional
Universitas
: Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Alamat Email
:
[email protected]
Nomor HP
: 083869181090
c. Dosen Pendamping Nama Lengkap
: Sugito, S.IP, M.Si.
NIDN
: 0524087701
No. Telp
: 08122798169 Yogyakarta, 14 April 2016 Menyetujui
Dosen Pembimbing
Penulis
Sugito, S.IP, M.Si
Asep Suryana
NIDN. 0524087701
NIM. 20120510364 Mengesahkan,
ii
KATA PENGANTAR Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmatNya sehingga saya, selaku peneliti dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah berjudul Prospek Penerapan Sistem Electronic Voting (E-Voting) pada Pemilihan Umum di Indonesia Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai prasyarat seleksi Mahasiswa Berprestasi Program Sarjana tahun 2016. Saya mengucapkan terima kasih atas bantuan dan kontribusi pihak-pihak dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini, sebagai berikut: a. Allah SWT, tanpa ridhoNya penulis tidak mungkin dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini. b. Bapak Sugito, S.IP, M.Si. selaku dosen pendamping karya tulis ilmiah ini atas bimbingan dan pendampingan yang diberikan kepada penulis. c. Rekan-rekan HI UMY pada khususnya, dan UMY pada umumnya. d. Seluruh pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyusunan karya tulis ilmiah ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Besar harapan penulis supaya karya ini dapat memberikan manfaat sebesarbesarnya baik bagi pembaca, maupun bagi bangsa.
Yogyakarta, April 2016 Asep Suryana
iii
DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. ii KATA PENGANTAR......................................................................................................... iii DAFTAR ISI ...................................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................... v DAFTAR TABEL ................................................................................................................ v PENDAHULUAN ............................................................................................................... 1 LATAR BELAKANG MASALAH .................................................................................. 1 RUMUSAN MASALAH ................................................................................................. 3 MANFAAT ..................................................................................................................... 3 TELAAH PUSTAKA .......................................................................................................... 4 A.
PEMILIHAN UMUM .............................................................................................. 4
B.
ELECTRONIC VOTING (E-VOTING).................................................................... 5
ANALISIS DAN SINTESIS ................................................................................................ 9 A.
KELEMAHAN PENERAPAN PEMILU DI INDONESIA ....................................... 9
B.
IMPLEMENTASI SOLUSI SISTEM E-VOTING PADA PEMILU ........................ 11
SIMPULAN DAN REKOMENDASI ................................................................................. 19 SIMPULAN ................................................................................................................... 19 REKOMENDASI........................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 21
iv
DAFTAR GAMBAR Gambar 1: Perbandingan Metode Konvensional dan E-Voting............................................ 13
DAFTAR TABEL Tabel 1: Perbandingan Manfaat E-Voting dengan Konvensional ......................................... 19
v
RINGKASAN Republic of Indonesia has been adopting democracy since its birth and has held several direct elections to elect government in all level. Unfortunately, our current conventional method still has several problems that often leads into dispute, the problems include (1) errors in the voter registration process. Some voters who have passed away are still enlisted as voters, and vice versa. It is also found a voter registered at more than one polling station (TPS) as well as other kind of manipulations such as illegal “selling and buying” vote activity as the interest of some parties to win the election, leading to inflation of votes. This is mainly a result of problematic national database population information system .Thus; vote counting process is often inaccurate. There is also no vote-proof copy, resulting in difficulties in case of recounting. Beside, by unfortunate mistake made when casting a vote, many votes are eventually declared invalid, further worsen by the high number of abstain (golput). (2) Inefficient administration process has been forcing us to take election in long time process. Due to some difficulties such as geographical restriction, the process of both distributing and collecting the votes are becoming slow (3) Cost-inefficient. Government approximately has to spend 27 trillion rupiah in total every 5 years in order to conduct the whole election process, from district into presidential election. (3) Less environmental friendly, as our current method uses million of papers, which would end up as waste. These problems have arguably lowered the quality of election and democracy in general. Thus, electronically conducted voting (e-voting) is proposed as solution to address the aforementioned problems. Indonesia can adopt the Direct Recording Electronic System (DRE) of e-voting that uses Electronic Voting Machine (EVM) as its tool. The EVM would have touchscreen and touch friendly interface to help casting a vote in ease. Its verification and security would be further strengthen through double verification using electronic ID (e-KTP) and fingerprint scanner, thus ensuring that the person itself casting the vote. Using EVM and e-voting in general would result in effective and efficient election, thus enhancing the quality of democracy instead of violating its principles. Several recommendations for its implementation are (1) To establish clear law ground and framework, thus it can run legitimately (2) To improve the infrastructure, and thus its implementation shall be gradual, hand in hand with the development of supporting facilities. This also includes the improvement of the national database of population information system. (3) To conduct socialization and provision of training to society, thus ensuring the acceptance and readiness amid the transition process. Last but not least, is to conduct evaluation, thus ensuring the strategic moves to be made in case of changes happen, either expectedly or unexpectedly.
vi
BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH Pemilu merupakan sarana demokrasi guna mewujudkan sistem pemerintahan Negara yang berkedaulatan rakyat.1 Pemerintahan Negara yang dibentuk melalui pemilu itu adalah yang berasal dari rakyat, di jalankan sesuai kehendak rakyat dan diabdikan untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. 2 Hanya kekuasaan pemerintah Negara yang memancarkan kedaulatan rakyatlah yang memiliki kewibawaan kuat sebagai pemerintah yang amanah. Pemerintah yang dibentuk melalui suatu pemilu akan memiliki legitimasi yang kuat. Pemilu bagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Pemilu sebagai proses hukum bernegara mendapatkan legitimasi dan diatur dalam beberapa peraturan perundang-undangan. Pemilu presiden dan wakil presiden serta pemilu legislatif dilaksanakan setiap lima tahun. Namun pemilihan-pemilihan kepala eksekutif tingkat daerah (pemilihan kepala daerah atau pemilukada) dilaksanakan secara terputus di berbagai wilayah/daerah di Indonesia dan akan selalu ada pemilukada yang berlangsung. Indonesia sendiri telah melaksanakan pemilu sebanyak empat kali yakni tahun 1999, 2004, 2009 serta tahun 2014.3 Pemilu Indonesia mungkin adalah kegiatan kepemiluan paling kompleks di dunia. Empat juta petugas di 550.000 TPS, yang tersebar di berbagai penjuru sebuah negara yang terdiri atas 17.000 pulau, bertugas mengelola 700 juta surat suara dengan 2.450 desain yang berbeda untuk memfasilitasi pemilihan 19.700 kandidat dalam satu Pemilu presiden dan 532 dewan perwakilan di tingkat nasional dan daerah. 4 Kemudian menurut Sensus nasional April 2010, total populasi Indonesia saat ini adalah 237,56 juta jiwa. Batas umur minimal sebagai pemilih adalah 17 tahun (pada 1
“UU 3/1999, Pemilihan Umum.” http://hukum.unsrat.ac.id Bappenas. Pelaksanaan Pemilihan Umum. http://bappenas.go.id 3 Anonim. 2014. Gambaran Singkat Pemilihan Umum 2014 di Indonesia.http://www.rumahpemilu.org. 4 Ibid 2
1
hari pemilihan) atau usia berapapun asalkan telah/pernah menikah. Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang telah disusun berisi 187.977.268 pemilih. Jumlah pasti pemilih yang terdaftar akan ditentukan saat Daftar Pemilih Tetap (DPT) ditetapkan di tingkat nasional pada tanggal 23 Oktober 2013. Dalam Pemilu 2009, terdapat 171 juta pemilih terdaftar namun hanya 122 juta pemilih yang menggunakan hak pilihnya – menunjukkan tingkat partisipasi pemilih sebesar 71 persen – sebuah penurunan drastis dari tingkat partisipasi 93 persen pada Pemilu 1999 dan 84 persen pada Pemilu 2004.5 Kendati demikian, penurunan tingkat partisipasi bukanlah hal yang aneh bagi sebuah demokrasi yang baru berdiri.Indonesia menggunakan sistem multi-partai Menurut catatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi terdapat 73 partai politik yang terdaftar secara sah. Undang-Undang No. 8 Tahun 2012 mewajibkan masing-masing partai politik untuk mengikuti proses pendaftaran dan verifikasi yang dilaksanakan oleh KPU untuk mengikuti sebuah pemilu pada pemilu 2009 terdapat 38 partai politik nasional. Undang-Undang No.23 Tahun 2003, menegaskan bahwa Pemilu Presiden dan Wakil Presiden dilaksanakan berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Pola pemikiran pemimpin bangsa secara langsung merupakan pemilu yang lebih demokratis disbanding dengan pemilu yang telah beberapa kali dilakukan di Indonesia. Semangat demokrasi yang di legitimasi dalam undang-undang tersebut di atas sangat tinggi, namun pada sisi lain masih terdapat kelemahan-kelemahan antara lain yang sangat menonjol adalah: a. Pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan dengan sistem pemilihan secara langsung, tetapi sangat kontradiktif dengan sistem pencalonan penggabungan ( kualisi) partai politik peserta pemilu b. Tidak ada aturan secara konkrit tentang politik uang, termasuk pengertian politik uang c. Memberi peluang bagi calon yang sudah dijatuhi pidana namun belum incra (pasal 6 huruf t). 5
Ibid
2
Namun Undang-Undang No. 23 Tahun 2003 ini telah digantikan dengan UndangUndang No. 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil presiden. Dalam Undang-Undang ini penyelenggaraan pemilu presiden dan wakil presiden dilaksanakan dengan tujuan untuk memilih presiden dan wakil presiden yang memperoleh dukungan kuat dari rakyat sehingga diamanatkan dalam pembukaan undang-undang dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Disamping itu pengaturan terhadap pemilu presiden dan wakil presiden dalam undang-undang ini juga dimkasudkan untuk menegaskan sistem presidensil yang memperoleh legitimasi yang kuat dari rakyat, diperlukan basis dukungan dari dewan perwakilan rakyat. 6
RUMUSAN MASALAH “Bagaimana Prospek Penerapan Sistem Electronic Voting (E-Voting) pada Pemilihan Umum di Indonesia?” TUJUAN Tujuan yang hendak dicapai melalui karya tulis ilmiah ini antara lain: a. Menciptakan kesadaran (awareness) terhadap pentingnya efisiensi pemilu di Indonesia dan potensi manfaat yang dimiliki oleh sistem e-voting dibandingkan dengan sistem konvensional b. Merancang
dan
menerapkan
sistem
e-voting
di
Indonesia
guna
memaksimalkan manfaatnya, baik secara ekonomi, maupun lingkungan. MANFAAT a. Manfaat yang diharapkan dari karya tulis ini adalah sebagai program pendukung penerapan pemilu di Indonesia; b. Menjadi rekomendasi mekanisme untuk mengurangi kecurangan; c. Potensi meningkatkan efisiensi anggaran Pemilu; dan d. Mengurangi penggunaan kertas yang menjadi sampah, sehingga lebih ramah lingkungan karena mengurangi jumlah kayu yang ditebang sebagai bahan 6
Aswanto, Hukum Dan Kekuasaan Relasi Hukum, Politik Dan Pemilu, 2012, Rangkang Education Yogyakarta.
3
baku pembuatan kertas (pulp) dalam jumlah yang besar. BAB II TELAAH PUSTAKA A. PEMILIHAN UMUM A.1. Pemilihan Umum (Pemilu) adalah proses pemilihan orang-orang untuk mengisi jabatan-jabatan politik tertentu.7 Pemilu merupakan sarana politik untuk mewujudkan kehendak rakyat dalam hal memilih wakil-wakil mereka di lembaga legislatif serta memilih pemegang kekuasaan eksekutif baik itu presiden/wakil presiden maupun kepala daerah. 8 Pemilu bagi suatu Negara demokrasi berkedudukan sebagai sarana untuk menyalurkan hak asasi politik rakyat. Sedangkan beberapa ahli menyatakan pendapatnya tentang pemilu: 1. Menurut (Ramlan, 1992:181) Pemilu diartikan sebagai “mekanisme penyeleksian dan pendelegasian atau penyerahan kedaulatan kepada orang atau partai yang dipercayai. 9 2. Menurut Harris G. Warren dan kawan-kawan, pemilu merupakan: “Elections are the occasion when citizens choose their officials and decide, what they want the government to do. these decisions citizens determine what rights they want to have and keep.”10 Menurut UU No.8 tahun 2012 tentang Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam pasal 1 angka 1 disebutkan pemilu, selanjutnya disebut pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahassia, jujur dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan
7
“Election (political science).” Encyclopedia Britanica Online. http://www.britannica.com Yogi Suryadinata.2014. Tugas Akhir Sosiologi Dan Politik. http://www.academia.edu 9 Cholisin, 2000.“Dasar-dasar Ilmu Politik”, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta 10 Srikandi Rahayu.2014. Seputar Pengertian, Makna, Sistem, Jenis Tahapan, Tujuan Dan Manfaat Pemilu. 8
4
Pancasila dan Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 11 Pengertian dalam undang–undang ini juga sama persis dengan UU.No. 15 tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu. A.2. Asas Pemilihan Umum Memahami pentingnya pemilu sebagai penentu masa depan bangsa, maka pada pemilu di Indonesia memiliki asas-asas khusus meliputi langsung, umum, bebas, rahasia jujur, dan adil. Pemilu di Indonesia menganut asas “Luber” yang merupakan singkatan dari “Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia”. Asal “Luber” sudah ada sejak zaman Orde baru. Langsung berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh diwakilkan. Umum berarti pemilu dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara. Bebas berarti pemilih diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun, kemudian Rahasia berarti suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih itu sendiri. Kemudian di era reformasi berkembang pula asas “Jurdil” yang merupakan singkatan dari “Jujur dan Adil”. Asas jujur mengandung arti bahwa pemilu harus dilaksanakan sesuai dengan aturan untuk memastikan bahwa setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat yang akan terpilih. Asas adil adalah perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu. Asas jujur dan adil mengikat tidak hanya kepada pemilih ataupun peserta pemilu, tetapi juga penyelenggara pemilu. 12 B. ELECTRONIC VOTING (E-VOTING) E-voting berasal dari kata electronic voting yang mengacu pada penggunaan teknologi informasi pada pelaksanaan pemungutan suara.13 11
“Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2012.” http://www.kpu.go.id Tim Guru Penerbit HB. 2015. Buku Pintar Pasti Lulus Sekolah SD Kelas 6. Lembar Langit Indonesia. Halaman 139 13 “Electronic Voting atau E-Voting” http://www.rumahpemilu.org 12
5
Beberapa definsi tentang e-voting yaitu: a. Kahani (2005) menyatakan “E-voting refers to the use of computers or computerized voting equipment to cast ballots in an election” b. Hajjar, et.al (2006) menyatakan “E-Voting is a type of voting that includes the use of a computer rather than the traditional use of ballot at polling centers or by postal mail.” c. Magi (2007) menyatakan “Electronic voting (e-voting) is any voting method where the voter’s intention is expressed or collected by electronic means. There are considered the following electronic voting ways.” d. Zafar dan Pilkjaer (2007) menyatakan “E-voting combines technology with the democratic process, in order to make voting more efficient and convenient for voters. E-voting allows voters to either vote by computer from their homes or at the polling station.” Pengertian dari electronic voting (e-voting) secara umum adalah penggunaan teknologi komputer pada pelaksanaan voting, menjelaskan secara umum sejarah, jenis Electronic Voting, keuntungan dan kerugian dalam penggunaannya. Jadi e-voting pada hakekatnya adalah pelaksanaan pemungutan suara yang dilakukan secara elektronik (digital) mulai dari proses pendaftaran pemilih, pelaksanaan pemilihan, penghitungan suara, dan pengiriman hasil suara. Pilihan teknologi yang digunakan dalam implementasi dari e-Voting sangat bervariasi, seperti penggunaan smart card untuk otentikasi pemilih, penggunaan internet sebagai sistem pemungutan suara, penggunaan touch screen sebagai pengganti kartu suara, dan masih banyak variasi teknologi yang digunakan. Pilihan teknologi yang digunakan dalam implementasi dari e-voting sangat bervariasi, seperti penggunaan kartu pintar untuk otentikasi pemilih yang bisa digabung dalam e-KTP, penggunaan internet sebagai sistem pemungutan suara atau pengiriman data, penggunaan layar sentuh sebagai pengganti kartu suara, dan masih banyak variasi teknologi yang bisa digunakan dewasa ini. Kondisi
penerapan
dan
teknologi
e-voting
terus
berubah
seiring
perkembangan teknologi informasi yang sangat cepat. Kendala-kendala e-voting yang pernah terjadi di berbagai negara yang pernah dan sedang menerapkannya menjadi penyempurnaan e-voting selanjutnya. Salah satu segi positif dari penerapan e-voting saat ini adalah makin murahnya perangkat keras yang digunakan dan makin
6
terbukanya perangkat lunak yang digunakan sehingga biaya pelaksanaan e-voting makin murah dari waktu ke waktu dan untuk perangkat lunak makin terbuka untuk diaudit secara bersama. B.1. Metode E-Voting Pelaksanaan pemilihan umum pada hakekatnya dapat dibagi menjadi dua cara yakni cara konvensional yang berbasis kertas dan e-voting yang berbasis pada teknologi online. E-voting berbasis online dapat dilaksanakan dalam beberapa metode (Gritzalis, 2002); 1. Sistem pemindaian optik. Sistem ini dilakukan dengan cara kertas diberikan kepada para pemilih kemudian hasilnya direkam dan dihitung secara elektronik. Metode ini harus menyediakan surat suara yang dapat dipindai dengan optik dan membutuhkan rancangan yang rumit dan biaya mahal. Di samping itu, tanda yang melewati batas kotak marka suara dapat menyebabkan kesalahan penghitungan oleh mesin pemindai. Sistem ini biasa disebut sebagai e-counting. 2. Sistem Direct Recording Electronic (DRE). Metode ini para pemilih memberikan hak suaranya melalui komputer atau layar sentuh atau panel/papan suara elektronik. Kemudian hasil pemungutan suara disimpan di dalam memori di TPS dan dapat dikirimkan baik melalui jaringan maupun offline ke pusat penghitungan suara nasional. Para pemilih masih diwajibkan untuk datang ke TPS namun data penghitungan suara sudah dapat disimpan dan diproses secara realtime dan online. 3. Internet voting. Pemilih dapat memberikan hak suaranya dari mana saja secara online melalui komputer yang terhubung dengan jaringan di mana pemungutan suara di TPS langsung direkam secara terpusat. Metode ini membutuhkan jaringan komunikasi data yang berpita lebar dan keamanan yang handal. Dalam penerapannya di Indonesia, metodologi yang diterapkan adalah metode
7
yang kedua yakni system Direct Recording Electronic (DRE). Pada Electronic Voting Machine (EVM) ini dilengkapi dengan beberapa fitur penunjang, diantaranya adalah pemindai kartu e-KTP yang berfungsi sebagai alat transaksi, sidik jari (fingerprint scanner) untuk verifikasi validitas calon pemilih, dan struk tanda bukti transaksi pemilihan yang hanya bias dicetak sekali saja untuk tiap data pemilih yang telah terdaftar. Sehingga, proses pemilihan dapat dilakukan dengan metode yang cukup familiar bagi masyarakat, karena mirip dengan metode penggunaan mesin Anjungan Tunai Mandiri (ATM). B.2. Prinsip-Prinsip E-Voting Supaya e-voting dapat diterapkan dengan efektif dan menghasilkan hasil penghitungan suara yang dapat diakui oleh seluruh lapisan masyarakat, di samping prinsip Luber dan Jurdil yang ada pada sistem pemilu sekarang, maka penerapan evoting harus berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut: (Internet Policy Institute, 2001). Eligibility and Authentication; Uniqueness; Accuracy; Integrity; Verifiability and
Auditabilitys;
Reliability;
Secrecy
and
Non-Coercibility;
Flexibility;
Convenience; Certifiability,; Transparency; and Cost-effectiveness, election systems should be affordable and efficient. Prinsip-prinsip dan aspek-aspek di atas harus dipenuhi sebelum e-voting diterapkan di Indonesia. Mahkamah Konstitusi RI pun sudah memberikan prasyarat terhadap hal ini walaupun belum serinci prinsip dan aspek di atas. Dibuktikan dengan dikabulkannya uji meteri UU Nomor 32 tahun 2004 tentang tentang Pemeritahan Daerah yang tak memungkinan e-voting untuk pilkada karena Pasal 88 hanya membolehkan mencoblos, yang diajukan oleh Bupati Jembrana, Prof Dr Drg I Gede Winasa, bersama 20 kepala dusun. MK mengabulkan e-voting dengan catatan, yaitu terpenuhinya syarat kumulatif. Yaitu, tidak melanggar lima asas pemilu: luber dan jurdil. Selain itu, daerah yang menerapkan harus siap dari sisi teknologi, pembiayaan,
8
sumber daya manusia, perangkat lunak, serta masyaratnya siap 14 B.3. Manfaat Umum E-Voting Penerapan e-voting diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang timbul dari pemilu yang diadakan secara konvensional. Manfaat yang akan diperoleh dalam penerapan e-voting sebagai berikut: (1) Mempercepat penghitungan suara; (2) Hasil penghitungan suara lebih akurat; (3) Menghemat bahan cetakan untuk kertas suara; (4) Menghemat biaya pengiriman kertas suara; (5) Menyediakan akses yang lebih baik bagi kaum yang mempunyai keterbatasan fisik (cacat); (6) Menyediakan akses bagi masyarakat yang mempunyai keterbatasan waktu untuk mendatangi tempat pemilihan suara (TPS); (7) Kertas suara dapat dibuat ke dalam berbagai versi bahasa; (8) Menyediakan akses informasi yang lebih banyak berkenaan dengan pilihan suara; dan (9) Dapat mengendalikan pihak yang tidak berhak untuk memilih misalnya karena di bawah umur atau melebihi umur pemilih yang telah diatur. 15 BAB III ANALISIS DAN SINTESIS A. KELEMAHAN PENERAPAN PEMILU DI INDONESIA A.1. Kecurangan pada Pemilihan Umum Penyelenggaraan pemilu tidak selamanya berjalan dengan baik, terdapat permasalahan-permasalahan dalam pelaksanaannya. Salah satu permasalahan yang sering terjadi adalah terjadinya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh oknumoknum yang memiliki kepentingan. Salah satu bentuk Kecurangan tersebut dapat berupa manipulasi daftar pemilih tetap (DPT). Badan Pengawas Pemilu dan sejumlah Pengawas indefenden menerima sejumlah laporan tentang kekeliruan dan dugaan kecurangan selama proses pemilu presiden yaitu sejumlah pemilih yang diperkenankan memilih tanpa formulir A5 dan ini bertentangan dengan peraturan 14 15
Husein, H. (30 Mei 2011). e-Voting Mungkinkah. Jakarta: Republika. A.Rokhman.2011. http://asian.or.id
9
KPU. Selain itu, terjadinya kisruh daftar pemilih tetap (DPT) yang pengumumannya sempat ditunda tetapi tetap saja menyisakan masalah sebanyak 10,4 juta DPT yang tidak memiliki nomor induk kependudukan (NIK) jumlah
ini belum terhitung
pemilih ganda, pemilih siluman dan pemilih di bawah umur yang marak ditemukan jelang hari pencoblosan.16 DPT bermasalah ini diduga digunakan untuk kepentingan mempertahankan rezim yang berkuasa pada pemilu 2014. Di Provinsi Jawa Barat ditemukan pemilih ganda dalam DPT sebanyak 4,39 juta. Besar kemungkinan Provinsi Jawa Timur, Banten, dan sejumlah provinsi di Indonesia timur akan menjadi Lumbung Pemilih ganda, pemilih fiktif, ataupun pemilih di bawah umur. A.2. Boros Anggaran Negara Anggaran yang harus dikeluarkan untuk pilkada terutama dalam pilkada Gubernur memang memerlukan anggaran yang cukup besar, dalam wilayah-wilayah yang luas dan memiliki jumlah pemilih yang besar pemilihan gubernur dapat memakan biaya Rp. 80 – Rp. 500 milliar. Namun bila dirata-rata maka setiap provinsi akan memakan anggaran sebesar Rp. 190 miliar. Jika di lihat dalam rentan waktu lima tahun anggaran yang keluar dalam pemilu langsung dapat mencapai angka sebesar Rp.6,7 triliun. Sementara itu anggaran yang dikeluarkan untuk membiayai pemilihan Wali kota dan Bupati dapat menghabiskan anggaran sebesar Rp. 20 milliar pada satu daerah, dan jika di total dalam kurun waktu lima tahun pada seluruh kabupaten dan kota pemilihan langsung dapat menghabiskan anggaran sebesar Rp. 9 trilliun. Berarti secara keseluruhan baik pemilihan gubernur, pemilihan Wali Kota dan Bupati itu bisa menghabiskan Rp. 16 – 17 triliun atau pertahun bisa Rp. 3 trilliun lebih yang dikeluarkan anggaran untuk pilkada. Belum lagi pemilihan presiden pada tahun 2014 yang memakan anggaran sebesar Rp. 10 trilliun dan ini juga dilakukan dalam kurung waktu 5 tahun. 17 A.3. Tidak Ramah Lingkungan 16
Sigit Wibowo.2013. Membongkar Skenario Kecurangan Pemilu 2014.ttp://sinarharapan.co.id
17
Achmad Zulfikar Fazli .2014. Pemilu Langsung tak Tepat Dianggap Pemborosan. http://news.metrotvnews.com.
10
Penerapan pemilu konvensional membutuhkan jutaan kertas yang akan berakhir menjadi limbah sampah dan pada akhirnya mencemari lingkungan. Sampah kertas merupakan salah satu limbah utama di Indonesia. Sehingga, pemilu konvensional saat ini dapat dikatakan tidak ramah lingkungan karena membutuhkan kertas dalam jumlah yang sangat besar. Contohnya, Pemilu Legislatif maupun Presiden tahun 2014 di Kabupaten Kediti, Jawa Timur menghasilkan ratusan ton sampah surat suara yang pada akhirnya hanya terbengkalai di kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU).18 Kebutuhan penggunaaan kertas yang besar berimbas pada kebutuhan pulp, yang menjadi bahan baku kertas dan dihasilkan dari kayu. Pada keadaan sekarang, Industri Kertas di Indonesia dianggap lebih sering merusak hutan alam dibandingkan menanamnya dan melakukan kegiatan revitalisasi lain, seperti reboisasi. Sekitar 10 juta hektar kawasan hutan di Indonesia telah dimanfaatkan untuk industri Hutan Tanaman Industri (HTI) atau Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) sampai tahun 2013. Jumlah tersebut meningkat tajam dibandingkan tahun 1995 yang hanya seluas 1,13 juta hektar.19 B. IMPLEMENTASI SOLUSI SISTEM E-VOTING PADA PEMILU Dewan Eropa (European Council) membagi aspek-aspek penting yang harus dipersiapkan sebelumnya jika akan menerapkan e-voting, yang meliputi. 1. Aspek prinsip meliputi (1) voter verfiied paper audit trail, (2) end-to-end verification, dan familiy voting. 2. Aspek umum meliputi (1) kepercayaan (2) debat publik, dan (3) aksesibilitas. 3. Aspek teknik meliputi (1) perangkat lunak berlisensi atau open source, (2) identifikasi dan autentifikasi pemilih, (3) menghilangkan keterhubungan antara kandidat dan pemilih, (4) perancangan kertas suara secara elektronik, (5) Konfirmasi pemilih, dan (6) periode pemungutan suara.
20
Sebelum dimulainya pemilihan menggunakan sistem e-voting, maka sudah 18
Muhammad Ridwan. 2014. Ratusan ton surat suara bekas Pemilu jadi sampah di halaman KPU Kediri. http://www.lensaindonesia.com/ 19 Jay Fajar. 2014. Industri Kertas Lebih Suka Merusak Hutan Alam daripada Menanam Pohon. http://www.mongabay.co.id/ 20 Europe, C. o. (2010). E-Voting Handbook. Strasbourg, France: Council of Europe Publishing.
11
kewajiban pemerintah dalam hal ini penyelenggaraan pemilu yaitu Komisi Pemilu (KPU) dengan bantuan pemuda yang telah mengikuti ETVT (e-voting Technical Volunteer Training) untuk mengadakan sosialisasi kepada masyarakat seluruh Indonesia tanpa terkecuali tentang sistem e-voting. Setelah pranata hukum untuk pelaksanaan pemilu sistem e-voting sudah siap maka diadakanlah sosialisasi terhadap hal tersebut. Sosialisasi yang dimaksud adalah sosialisasi kerangka hukum pelaksanaan e-voting. Sosialisasi ini sangat penting dikarenakan sisem pemilihan evoting terkesan baru diterapkan di Indonesia. Sehingga masyarakat secara umum wajib mengetahui perangkat-perangkat hukum yang melandasi sistem pemilu menggunakan sistem e-voting agar dalam tahapan pelaksanaannya pemilu sistem evoting nanti akan jelas kepastian hukumnya di tengah masyarakat. Bersamaan dengan sosialisasi landasan hukum tentang pelaksanaan pemilu evoting maka sosialisasi yang wajib dilaksanakan pula yaitu sosialisasi tentang konsep pemilu dengan sistem E-Voting. Karena konsep e-voting ini yang masih baru sehingga banyak masyarakat yang masih belum paham mengenai sistem tersebut. Sosialisasi ini diharapkan menghasilkan masyarakat secara umum mengetahui konsep dari sistem e-voting ,tujuan e-voting itu sendiri dan mengapa sistem e-voting perlu diterapkan menggantikan sistem lama yang telah berlangsung di beberapa periode pemilihan yang ada di Indonesia. Sehingga masyarakat dapat teredukasi dengan baik tentang sistem e-voting ini, tidak terjadi lagi perdebatan ditengah masyarakat berkaitan pergantian sistem pada pemilu di Indonesia dan dapat memberikan penjelasan atas keraguan yang muncul terhadap sistem ini karena untuk menjawab keraguan secara umum hanya dapat dilakukan pasca dilaksanakannya sistem tersebut. Sosialisasi teknis pelaksanaan sistem juga merupakan point yang paling penting dari tahapan sosialisasi pemilu menggunakan sistem e-voting. Karena teknis pelaksanaan sistem e-voting yang berbeda dari teknis pelaksanaan sistem konvesional sehingga masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya. Dengan sosialisasi teknis ini diharapakan pada pelaksanaan pemilu dengan sistem e-voting nantinya dapat berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada sosialisasi teknis e-voting ini pula dapat dinilai sejauh mana kesiapan dari pihak-pihak terkait menghadapi
12
pelaksanaan pemilu nantiya, dapat pula mengetahui apa-apa saja yang menjadi potensi hambatan terhadap pelaksanaan pemilihan dengan sistem e-voting. Setelah mengetahui potensi kendala tesebut diharapkan dapat diberikan solusi dan diatasi sebelum pelaksanaan pemilu sistem e-voting nanti. Adapun subjek-subjek yang akan menjadi target sosialisasi tersebut adalah sumber daya manusia pelaksana pemilu itu sendiri, instansi-instansi atau lembagalembaga yang membantu pelaksanaan pemilu hingga masyarakat secara umum dan masyarakat yang memiliki hak memilih secara khusus. Sistem e-voting merupakan penerapan teknologi untuk pemilihan legislatif dan pemilihan presiden dan wakil presiden. Adapun mekanisme pemilihannya tidak jauh berbeda dengan pemilu konvensional. Adapun bagan mekanismenya dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1: Perbandingan Metode Konvensional dan E-Voting (dikutip dari: Muhammad Syaiful Falah. Perancangan Sistem Electronic Voting (e-voting) Berbasis Web dengan Menerapkan Quick Response Code (QR Code) sebagai Sistem Keamanan untuk Pemilihan Kepala Daerah.)
13
Berbeda dengan tahap pemungutan suara menggunakan sistem konvensional, pemungutan suara menggunakan sistem e-voting hanya ada 3 (tiga) tahap yang akan dilalui oleh pemilih setelah melakukan pendaftaran. Berikut ini tahapan yang akan dilakukan selama mengakses sistem e-voting : a. Pemilih yang akan menyalurkan hak pilihnya dapat mendatangi TPS mana saja di Indonesia yang berada disekitarnya. Berbeda dengan sistem konvensional yang menggunakan undangan memilih yang di dalamnya tercantum lokasi TPS pemilih yang telah ditentukan oleh KPU. Sistem evoting ini memungkinkan setiap pemilih untuk menentukan sendiri lokasi TPS yang ia kehendaki. Karena sistem e-voting yang terintegrasi dengan data kependudukan dalam e-KTP yang terpusat pada database kependudukan nasional sehingga potensi pemilih ganda atau pemilih yang memilih di dua TPS yang berbeda dapat diatasi karena pemilih yang telah menyalurkan hak memilihnya telah ditandai otomatis oleh sistem. b. Pada sistem konvensional, tempat pendaftaran/validasi data dengan bilik suara berada di tempat yang berbeda. Tetapi dalam sistem yang ditawarkan adalah kedua tempat tersebut disatukan sehingga lebih mengefisiensikan waktu memilih. Pada satu bilik yang sama terdapat satu buah layar komputer dan sebuah e-KTP reader (alat pembaca/scan eKTP).Pemilih yang hendak memilih terlebih dahulu memvalidasi data mereka dengan melakukan scanning e-KTP menggunakan e-KTP Reader. Sistem akan dengan sendirinya membaca data yang ada. Setelah data kependudukan cocok maka secara otomatis layar yang ada dalam bilik menampilkan calon yang akan dipilih. Pemilih kemudian memilih calon anggota legislatif kemudian dilanjutkan dengan memilih calon eksekutif yaitu calon presiden dan calon wakil presiden yang ditampilkan di layar. c. Setelah melakukan pemilihan terhadap calon yang tertera, sistem secara otomatis mengunci pilihan. Data hasil pemilihan yang telah masuk secara otomatis didalam sistem dan dikirim ke server pusat dan masuk juga ke komputer server setiap TPS. Tidak semua Panitia Pemungutan Suara
14
(PPS) dalam TPS dapat mengakses halaman admninistrator tempat ditampungnya hasil pemungutan suara. Hanya ketua PPS atau yang diberi kuasa oleh ketua PPS yang dapat mengakses halaman administrator di TPS. Hal ini untuk mencegah penyalahgunaan pada sistem e-Voting. Setelah keluar dari bilik suara dengan demikian telah selesai lah semua tahapan yang di lalui oleh pemilih. Pemilih tidak lagi mencelupkan jarinya sebagai bukti karena sistem secara otomatis menandai e-KTP yang telah melakukan hak pilihnya, jadi tidak dapat lagi digunakan untuk kedua kali karena secara otomatis sistem menolaknya. d. Estimasi waktu yang diperlukan dalam sistem konvensional mulai dari validasi data hingga pencelupan jari adalah selama kurang-lebih 30 menit. Dengan sistem e-Voting ini diperkirakan estimasi waktu yang digunakan hanya maksimal 5 menit. Sehingga secara pemanfaatan waktu jauh lebih efisien. Ini juga berimbas pada jumlah pemilih yang dapat ditampung dalam suatu TPS. Pada sistem konvensional sebuah TPS yang buka selama 6 jam (07.00-13.00) dapat menampung sekitar 500-700 orang21, dengan sistem e-KTP ini sebuah TPS yang buka selama 6 Jam (07.0013.00) dapat menampung 700-1000 orang bahkan lebih. Sehingga jumlah TPS di seluruh Indonesia dapat ditekan lebih sedikit lagi dan secara otomatis dapat menekan anggaran dalam pembuatan sebuah TPS. Setelah serangkaian proses pemilihan yang berlangsung melalu beberapa tahapan, maka akan dilakukan perhitungan suara yang sebelumnya telah dihitung secara otomatis oleh sistem. Perhitungan disini hanya sebatas pengecekan jumlah hasil hitungan yang ada pada database dengan data jumlah suara yang telah dicetak masing-masing TPS. Dengan perhitungan secara elektronik selain lebih efisien secara penggunaan waktu karena hasil langsung dapat diketahui beberapa saat setelah TPS ditutup, berbeda dengan sistem konvensional yang harus dilakukan perhitungan suara satu persatu membuka kertas suara yang menghabiskan waktu yang begitu lama hingga berjam-jam. 21
Anonim. 2014. Jam Buka Dan Tutup TPS Pemilu 2014.http://www.bagaikan.net.
15
Secara nasional, hasil pemungutan suara sudah dapat diketahui paling lambat satu jam setelah TPS ditutup. Dan data yang didapat tersebut sudah merupakan data asli yang ditampung oleh database server dari seluruh TPS yang ada di seluruh wilayah Indonesia. Berbeda dengan sistem konvensional yang hasil perhitungan yang bersifat real count baru dapat diketahui sekitar 30 hari dari hari pemilihan. Ini dikarenakan panjangnya proses perhitungan secara manual mulai dari tahap perhitungan di TPS, lalu ke tingkat kecamatan, berlanjut ke tingkat kabupaten/kota, dilanjutkan ke tingkat provinsi lalu hasil rekapitulasi tingkat provinsi di rekap lagi di tahap akhir pada tingkat nasional. Panjangnya proses rekapitulasi ini dapat memunculkan potensi kecurangan berupa manipulasi suara di tiap-tiap titik perhitungan dan rekapitulasi data hasil pemilihan. Selain itu dengan perhitungan suara hasil pemilihan secara elektronik yang menghasilkan data hasil perhitungan yang jauh lebih cepat dari sistem konvensional dapat mengurangi kesimpang siuran data hasil pemilihan akibat dari lembagalembaga survey yang melakukan hitung cepat (Quick Count) hasil pemilu yang terkadang setiap lembaga survey berbeda-beda dalam menampilkan hasil quick qount mereka. Dalam karya tulis ilmiah ini sistem e-voting dapat diterapkan dengan asumsi bahwa masyarakat telah memiliki pengetahuan dasar tentang penggunaan komputer dan internet serta e-KTP sebagai alat validasi yang akurat karena nomor KTP mempunyai susunan angka yang berbeda satu sama lain. Dari segi analisis kelayakan ekonomi berkaitan dengan e-voting, dalam penerapannya dilihat pemerintah selaku penyelenggara diyakini mampu menyediakan biaya sebagai penyelenggaraan pemilu dengan sistem e-voting. Karena penggunaan sistem e-voting diperkirakan lebih murah dari penyelenggaraan sistem pemilu konvensional. Yang paling penting bahwa pelaksanaan pemilu menggunakan sistem e-voting tidaklah melanggar asas pemilu dalam konstitusi Negara Indonesia yaitu langsung, umum, bebas, dan rahasia serta jujur dan adil. Dikatakan langsung karena pemilu sistem e-voting masing-masing individu langsung menyalurkan hak pilihnya tanpa
16
ada halangan dan tidak dapat diwakilkan. Dikatakan memenuhi asas Umum karena dengan sistem e-voting bersifat umum bagi seluruh warga Negara Indonesia yang memiliki tanda kependudukan berupa e-KTP. Bebas karena setiap pemilih dapat dengan bebas menentukan pilihan mereka dala pemilu, tanpa adanya intervensi dari pihak manapun. Rahasia karena pemilu sistem e-voting ini dapat menjaga kerahasiaan hasil pemilihan. Yang dimaksudkan ialah setiap pemilih dapat dengan tenan menyalukan hak pilihnya tanpa harus diketahui oleh siapapun tentang pilihannya karena hal tersebut merupakan hak dari pemilih tersebut. Jujur karena pemilu sistem e-voting dapat meminimalisir ketidakjujuran karena potensi-potensi kecurangan yang terdapat pada sistem konvensional sebelumnya diyakini mampu diminimalisir oleh sistem elektronik ini. Jadi angka kecurangan pada pemilu dapat diminimalisir dan dapat menghasilkan pemiihan umum yang memuaskan dan dipercaya oleh masyarakat Indonesia itu sendiri. Adil karena pemilu sistem e-voting dapat mengakomodir seluruh masyarakat yang memiliki hak pilih karena sistem yang terintegrasi dengan data pusat kependudukan melalui e-KTP. Jadi potensi pemilih ganda ataupun masyarakat yang tidak masuk dalam daftar pemilih tetap pada sistem konvensional dapat teratasi dengan baik. C. Penerapan Sistem Electronic Voting di Negara Lain (Studi Kasus: India dan Brazil) India dan Brasil dinilai sejumlah kalangan sukses menerapkan e-voting. Penilaian tersebut antara lain disampaikan oleh Penasihat Pemilu Senior International Foundation for Electoral System (IFES), Peter Erben. 1. India India menerapkan e-voting sejak Pemilu 2004. Namun, sejak 1982 India telah melakukan uji coba, yaitu di 50 dari 84 TPS di Kerala, India selatan. Komisi Pemilu India, menyatakan bahwasannya mesin e-voting pertama kalinya digunakan di India pada tahun 1989 untuk memilih anggota DPR, namun hanya diterapkan di tiga negara bagian yaitu Madhya Pradesh, Rajasthan, dan di ibu kota New Delhi. Ada 16 anggota DPR yang dipilih dalam perhelatan ini, lima di Madhya Pradesh, lima di Rajasthan, dan enam di Delhi. Setelah
17
terbukti berhasil dan diminati secara luas, DPR pun kemudian mengesahkan undang-undang penggunaannya dalam pemilu skala negara. E-voting resmi digunakan di India pada pemilu 2004 dan 2009 lalu. Mesin e-voting India ini tak bergantung sepenuhnya pada listrik, sebab telah dilengkapi dengan baterai alkalin enam volt. KPU India menyatakan harga setiap mesin e-voting (yang terdiri atas satu unit control, satu unit panel surat suara, dan satu baterai) pada ak hir 1990-an lalu adalah 5.500 rupee. Setelah adanya e-voting, setiap TPS di India bisa melayani hingga 3.840 pemilih, dua kali lipat disbanding metode konvensional yang hanya mampu menampung 1.500 pemilih. Biaya pun bisa ditekan karena tak perlu cetak surat suara. Anggota Komisi II DPR, pada awal Maret 2010 lalu, sudah melakukan studi banding ke India untuk melihat mesin e-voting, menyatakan mesin e-voting itu bisa menghemat hingga 60 persen biaya pemilu. 2. Brazil Brazil memiliki karakteristik yang sangat mirip dengan Indonesia, yakni kombinasi sistem multipartai dan pemilu proporsional terbuka, presidensial, serta jumlah DPR yang hampir sama, yakni 513. Indonesia dengan Brazil pun sama-sama memiliki jumlah penduduk yang padat, disertai dengan kemiskinan dan prosentase buta huruf yang masih relatif besar. Brazil menerapkan e-voting sejak tahun 1996 namun tidak langsung secara keseluruhan, akan tetapi dilakukan uji coba lebih dahulu di negara bagian Santa Catarina. Mesin e-voting itu didesain oleh tiga perusahaan mitra pemerintah, yaitu Omnitech, Microbase, dan Unisys do Brasil, dan belakangan melibatkan Diebold Keberhasilan penerapan e-voting di Brasil, membuat negara-negara tetangganya pun tertarik. Mesin e-voting dari Brasil itu pun telah dipakai di Paraguay dan Ekuador. Menurut catatan Ben Goldsmith dan Holly Ruthrauff dalam Making a Decision on E-voting or ECounting, e-voting di Brasil justru diterapkan untuk mengurangi fraud dalam tabulasi hasil pemilu. E-voting ini diinisiasi oleh Superior Electoral Tribunal. Kombinasi dari sistem multipartai dengan proporsional terbuka, membuat surat suaranya sangat besar, seperti di Indonesia. Sehingga proses memberikan suara dan penghitungannya pun juga rumit, memakan waktu lama, dan harus melibatkan banyak orang. Mesin e-voting telah mampu mengeliminasi masalah-masalah tersebut, memberikan hasil yang cepat dan mengurangi
18
manipulasi. Sekitar 400 ribu mesin e-voting digunakan dalam pemilu di Brasil, dan hanya dalam hitungan menit setelah TPS ditutup, hasil pemilu sudah bisa diketahui. 22
SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. SIMPULAN 1.
Pemilu yang dilaksanakan saat ini masih tidak efisien, ditelaah dari kualitas, baik dari proses maupun hasil pemilu, dari efektivitas penggunaan anggaran, hingga dari perspektif keramahan terhadap lingkungan.
2.
Penerapan pemilu menggunakan sistem e-voting akan menghasilkan pemilu yang lebih efisien dari segi anggaran, waktu, serta kemudahan prosesnya. Pemilu yang lebih efisien akan berlangsung dengan mempertahankan asas pemilu Indonesia yakni Luber Jurdil dengan kemajuan teknologi, infrastruktur dan integrasi dengan program pemerintah yang sudah ada seperti e-ID (e-KTP). Sehingga, penerapan sistem e-voting dapat menjadi penunjang perencanaan pemerintah dalam menerapkan pemilu serentak dimasa mendatang.
Tabel Perbandingan Manfaat E-Voting dengan Konvensional Parameter Mekanisme Distribusi Surat Suara
E-Vote Sistem sudah terprogram secara universal
Manual Kertas perlu dibagikan secara terstruktur
Asas Ramah Lingkungan
Menghemat kertas
Boros kertas
Proses Pemungutan dan Penghitungan Suara
Cepat, karena tersimpan ke database (lokal dan pusat)
Kebutuhan SDM
Efisien
Kemungkinan salah hitung, kelalaian dan kelelahan Membutuhkan SDM yang banyak
Waktu Pemungutan dan Perhitungan Suara
Cepat dan efisien karena real time dan memotong tahapan yang tidak perlu
Biaya
Mesin dapat dipindahkan dan dirawat
Manual, membutuhkan waktu hitung dan verifikasi keabsahan yang lama Suplai kertas terusmenerus
Tabel 1: Perbandingan Manfaat E-Voting dengan Konvensional 22
Harum Husein. Menengok Cerita Sukses E-Voting India dan Brasil. http://www.republika.co.id
19
B. REKOMENDASI 1. Penentuan Dasar Hukum Berupa peninjauan kembali UU Pemilu yang berlaku, evaluasi dan revisi guna mendukung posisi dan implementasi dari system e-voting di Indonesia. Mahkamah Konstitusi (MK) melalui keputusannya telah membuat terobosan dengan memperbolehkan metode pemungutan suara secara elektronik untuk Pemilu Kepala Daerah sejak tahun 2010 silam, keputusan ini terkait dengan permohonan pengujian pasal 88 UU no.32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang diajukan oleh I Gede Winasa, Bupati Jembrana, Bali. Pasal 88 UU no.32 tahun 2004 menyatakan bahwasannya metode pemungutan suara adalah dengan mencoblos, namun dengan pengakuan tersebut, metode e-voting tetap diperbolehkan selama tidak melanggar asas pemilu yakni luber jurdil. 23 Kemudian, diperlukan adanya pengakuan kerangka hukum yang legal mengenai metode voting elektronik ini, khususnya melalui penambahan metode e-voting dalam metode yang legal pada UU no. 15 tahun 2011 yang mengatur tentang penyelenggaraan pemilu. 24 Kewenangan tersebut dimiliki dan dapat dilakukan oleh Eksekutif (Presiden) dan Legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat), terlebih dengan dukungan yang telah diberikan oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo.25 2. Sarana dan Prasarana Pemerintah bertanggung jawab untuk memastikan persiapan yang dapat dilakukan, berupa persiapan pendanaan (budgeting) yang dapat diambil dari alokasi dana untuk pemilu selama ini; persiapan dukungan alat e-voting beruapa electronic voting machine (EVM) disertai dengan integrasi fitur-fitur penunjang utama maupun potensial, seperti fitur pemindai, baik untuk e-KTP, sidik jari, bahkan selaput pelangi mata (iris scanner) apabila memungkinkan, dan fitur layar sentuh, struk tanda transaksi, koneksi internet dan server yang 23
Pemilu Kada e-voting Harus Tetap Ada Dasar Hukumnya. http://www.hukumonline.com/ Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011. http://dpr.go.id 25 Jokowi Dukung Pemilu dengan “E-voting”. http://nasional.kompas.com 24
20
memadai, serta fitur penunjang keamanan seperti enkripsi data dan pada server sehingga mengurangi, bahkan menghilangkan resiko bocor dan manipulasi data suara. Kemudian seinklusif
mungkin
sehingga
memastikan
semua
lapisan
fitur-fitur penunjang masyarakat
dapat
menggunakannya, termasuk difabel. 3. Kampanye dan Sosialisasi Pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) perlu mengadakan kampanye dan sosialisasi dilaksanakan kepada seluruh lapisan masyarakat dan dilakukan segmentasi, seperti kepada orang tua, dan kepada pemuda. Media yang dapat digunakan beragam, mulai dari sosialisasi secara langsung dengan mengadakan sosialisasi dan praktek pelatihan (workshop), penggunaan media publik, seperti Televisi, Koran, radio, hingga penggunaan media sosial dan internet. Hal ini bertujuan guna meningkatkan kesadaran (awareness) dari masyarakat dan kesiapan transisi penggunaan teknologi. 4. Evaluasi Pelaksanaan audit transparansi dan pembelajaran dari penerapan system serupa di negara lain, seperti di Brazil dan India. 5. Penerapan Berkala Mutu, keandalan dan transparansi akan dipengaruhi oleh kurangnya waktu untuk pelaksanaan proyek. Sehingga, penerapan e-voting harus beriringan dengan perkembangan persiapan dari infrastruktur penunjangnya sendiri. DAFTAR PUSTAKA Alvarez, R.M. dan Hall, T.E. (2004), Point, click & vote: The future of Internet voting, Brookings Institution Press, Washington D.C. Apriza, H. (2009), Simulasi e-voting system menggunakan metode scratch and vote, Tugas Akhir, Fakultas Teknologi Informasi, ITS, Surabaya. Azhari, R. (2005), E-voting, Makalah, Fakultas Ilmu Komputer, UI, Jakarta. Bannister, F. dan Connolly, R. (2007), A risk assessment framework for electronic voting, International Journal of Technology, Policy and Management, Vol. 7, No. 2, hal. 190-208.
21
Chevallier, M., Warynski, M., dan Sandoz, A. (2006), Success factors of Geneva’s e-voting system, Electronic Journal of e-Government, Vol. 4, Issue 2, hal. 55-62. Eliasson, C. dan Zuquete, A. (2006), An electronic voting system supporting vote weights, Internet Research, Vol. 16, No. 5, hal. 507-518. Gefen, D., Rose, G.M., Warkentin, M., dan Pavlou, P.A. (2005), Cultural diversity and trust in IT adoption: A comparison of potential e-voters in the USA and South Africa, Journal of Global Information Management, Vol. 13, No. 1, hal. 54-78. Gerlach, J. dan Gasser, U. (2009), Three Case Studies from Switzerland: E-Voting, Berkman Center Research Publication No. 2009-03.1, March. Gronke, P., Galanes-Rosenbaum, E. dan Miller, P.A. (2007), Early voting and turnout, PS: Political Science and Politics, Vol. 40, No. 4, hal. 639-45. Hajjar, M., Daya, B., Ismail, A., dan Hajjar, H. (2006), An e-voting system for Lebanese elections, Journal of Theoretical and Applied Information Technology, hal. 21-29. Ibrahim, S., Salleh, M., dan Kamat, M. (2000), Electronic voting system: Preliminary study, Jurnal Teknologi Maklumat, Vol. 12, hal. 31-40. Indriastuti, D. dan Wahyudi, M.Z. (2010), Pemilihan elektronik: Tawaran kemudahan pemungutan suara dari Jembrana, Kompas, 5 mei, Jakarta. Kahani, M. (2005), Experiencing small-scale e-democracy in Iran, The Electronic Journal On Information Systems in Developing Countries, Vol. 22, No. 5, hal. 1-9. Kim, H.M. dan Nevo, S. (2008), Development and application of a framework for evaluating multimode voting risks, Internet Research, Vol. 18, No. 1, hal. 121-135. Kitcat, J. (2007), Electronic Voting: A challenge to democracy?, Open Rights Group, 12 Duke’s Road, London Lauer, T.W. (2004), The risk of e-voting, Electronic Journal of e-Government, Vol. 2, No. 3,
hal.
177-187. Magi, T. (2007), Practical Security Analysis of E-voting Systems, Master thesis, Tallinn University of Technology, Faculty of Information Technology, Department of Informatics, Chair of Information Security. Moynihan, D.P. (2004), Building secure elections: E-voting, security, and systems Theory, Public Administration Review, Vol. 64, No. 5, hal. 515-528. Nevo, S. dan Kim, H. (2006), How to compare and analyse risks of internet voting versus other modes of voting, Electronic Government: An International Journal, Vol. 3, No. 1, hal. 105-112. Ondrisek, B. (2009), E-voting system security optimization, Proceedings of the 42nd Hawaii International Conference on System Sciences. Saputro, E.P (2009), Mengganti contreng dengan touch screen, Bisnis Indonesia, 25 April, Jakarta. Schaupp, L.C. dan Carter, L. (2005), E-voting: From apathy to adoption, Journal of Enterprise Information Management, Vol. 18, No. 5, hal. 586-601.
22
Smith, A.D. dan Clark, J.S. (2005), Revolutionising the voting process through online strategies, Online Information Review, Vol. 29, No. 5, hak. 513-530. Trechsel, A.H. dan Mendez, F. (eds), (2005), The European Union and e-voting: Addressing the European Parliament’s internet voting challenge, Routledge 2 Park Square, Milton Park, Abingdon, Oxon. Wahyudi, M.Z. (2010), Pemilihan elektronik: Tumbuhkan kepercayaan pada sistem, Kompas, 8 mei, Jakarta Zafar, Ch.N. dan Pilkjaer, A. (2007), E-voting in Pakistan, Master Thesis, Departement of Business Administration and Social Sciences, Lulea University of Technology. Zamora, C.G., Henriquez, F.R., dan Arroyo, D.O. (2005), SELES: An e-voting system for medium scale online elections, Proceedings of the 6th Mexican International Conference on Computer Science (ENC’05). Rokhman, A. (2011). Prospek dan Tantangan Penerapan e-Voting di Indonesia. Seminar Nasional Peran Negara dan Masyarakat dalam Pembangunan Demokrasi dan Masyarakat Madani di Indonesia, 7 Juli 2011. Jakarta: Universitas Terbuka. Centinkaya, O., & Cetinkaya, D. (2007). Verification and Validation Issues in Electronic Voting. The Electronic Journal of e-Government , 5 (2), 117 - 126. de Vuyst, B., & Fairchild, A. (2005). Experimenting with Electronic Voting Registration: the Case of Belgium. The Electronic Journal of e-Government , 2 (2), 87-90. Europe, C. o. (2010). E-Voting Handbook. Strasbourg, France: Council of Europe Publishing. Gritzalis, D. (2002). Secure Electronic Voting; New Trends New Threats. Athens: Dept. of Informatics Athens University of Economics & Business and Data Protection Commission of Greece. Husein, H. (30 Mei 2011). e-Voting Mungkinkah. Jakarta: Republika. Riera, A., & Brown, P. (2003). Bringing Confidence to Electronic Voting.Electronic Journal of eGovernment , 1 (1), 14-21.
23